Top Banner
8

H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

Jun 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

J. Infras Vol.3 No.1 Hal1-70

JakartaApril 2017

ISSN2476-9339

Page 2: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR

Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN : 2476-9339

DAFTAR ISI

Susunan Redaksi ii

Daftar Isi iii

Studi Penilaian Kinerja Proyek Konstruksi menggunakan Metode Earned Schedule (Azaria Andreas).....................................................................................................................................

1– 11

Analisis Pengukuran Kinerja Waktu Proyek Konstruksi (Andriani Tina, Ismail H. Asrul)................................................................................................................

13 – 19

Social Return on Investment (SROI) Framework in Telecomunication Infrastructure in Borderarea of Indonesia (Jade Sjafrecia Petroceany, Herawati Zetha Rahman, Nina Kade Nirmala)............................................

21 – 30

Analisis Urban Sprawl terhadap Perubahan Tutupan Lahan Kota Depok (Noviera Ristianingrum, Prima Jiwa Osly)................................................................................................

31 – 39

Analisis Debit Banjir Rencana terhadap Penambahan Pintu Air Baru di Manggarai Mohammad Ridho, Harmadi….................................................................................................................

41 – 50

Analisis Time Cost Trade Off pada proyek reception dock construction Babelan (Andi Stephen Yohar, Kusno Adi Sambowo)……………………………………………..............................

51 – 58

Studi Perbandingan Desain Perkerasan Jalan Angkut Tambang (Mine Haul Road) dengan Metoda CBR dan Mekanistik pada Jalan Tambang Batu Bara PT. BHP Billiton Indonesia di Lampunut, Kalimantan Tengah (Caswita, Imam Hagni Puspito)………….................................................................................................

59 – 64

Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas Pejalan Kaki (Nuryani Tinumbia)...................................................................................................................................

65 – 70

Pedoman Penulisan Naskah Jurnal Infrastruktur

Page 3: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

J.Infras.3(1):65-70

65

KAJIAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP FASILITAS PEJALAN KAKI

(The Study of User’s Preference Towards Pedestrian Facilities)

Nuryani Tinumbia1

1Program Studi Teknik Sipil Universitas Pancasila

E-mail: [email protected]

ABSTRAK Berbagai penelitian mengenai pejalan kaki telah dilakukan untuk meningkatkan kembali moda berjalan. Kajian preferensi pengguna terhadap fasilitas pejalan kaki dapat memberikan pemahaman mengenai apa yang diinginkan penggunanya serta seperti apa tipikal pejalan kaki dalam berjalan. Kajian preferensi pejalan kaki ini dilakukan di dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Semarang. Survey primer berupa survey wawancara pejalan kaki di beberapa kawasan perkotaan. Perihal preferensi yang ditanyakan kepada responden yaitu rute berjalan dalam menuju suatu kawasan; alasan pemilihan rute berjalan; prioritas perbaikan fasilitas yang diinginkan pejalan kaki; waktu berjalan yang diterima pejalan kaki; dan pemilihan jenis fasilitas penyeberangan. Hasil temuan dari kajian ini adalah (1) mayoritas pejalan kaki memilih rute berjalan dengan jalur terpendek; (2) prioritas pertama terkait perbaikan fasilitas pejalan kaki adalah penyediaan dan peningkatan kualitas trotoar/jalur pejalan kaki, prioritas selanjutnya adalah adanya peningkatan serta pemeliharaan fasilitas pendukung yang dapat meningkatkan kenyamanan saat berjalan kaki, dan prioritas terakhir adalah pengurangan banyaknya penghalang di jalur berjalan dan juga adanya penyediaan fasilitas penyeberangan; (3) waktu berjalan yang diterima pejalan kaki akan berbeda-beda sesuai dengan maksud perjalanan. Masyarakat di kota Bandung cenderung lebih mau berjalan kaki dibandingkan masyarakat di Kota Semarang; (4) fasilitas penyeberangan yang dipilih berupa zebra cross dengan lampu penyeberangan. Preferensi pejalan kaki ini dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki nantinya. Kata Kunci: Preferensi, Pejalan Kaki, Fasilitas Pejalan Kaki

ABSTRACT

Various studies about pedestrian has been done to increase the walking activity as transportation mode. The preference study provides insight about what users want and walking typical of pedestrian. The study carried out in Bandung and Semarang. Primary survey conducted by pedestrian interview in some urban areas. Pedestrians are asked about the their walking route to reach the area; their reasons for selecting the walking route; their priorities of pedestrian facility improvement; their received walking duration; and their choice of crossing facilities. The findings of this study were: (1) majority of pedestrians choosed the shortest path for the walking route; (2) the first priority was providing and improving the sidewalks, the next priority for amenities, while the last one was reducing obstacles on the sidewalks and provide crossing facilities; (3) the walking time will vary based on trip purposes, People in Bandung were willing to walk than people in Semarang; (4) majority of pedestrians choosed pelican crossing. This pedestrian’s preferences could be suggest in the planning of pedestrian facilities. Keywords: Preferences, Pedestrians, Pedestrian Facilities

Page 4: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia

66

PENDAHULUAN

Berjalan merupakan jenis transportasi yang paling murah dan paling mudah digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain bermanfaat untuk kesehatan, berjalan juga dapat meningkatkan interaksi dengan lingkungan sosial yang ada. Terkait dengan isu pencemaran udara dan peningkatan konsumsi bahan bakar fosil, berjalan digalakkan kembali sehingga diharapkan moda berjalan dapat menggantikan peran kendaraan bermotor untuk perjalanan jarak dekat. Di samping itu, pengembangan transportasi umum tidak terlepas dari system integrasi dengan moda berjalan.

Pembangunan perkotaan yang cenderung berpihak pada pengendara kendaraan bermotor, juga pejalan kaki yang diperhadapkan dengan berbagai masalah saat berjalan seperti pengalihan fungsi jalur berjalan menjadi tempat berdagang maupun parkir liar, risiko konflik dengan pengendara kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Penyediaan infrastruktur pejalan kaki yang ada belum cukup untuk memfasilitasi perjalanan berjalan kaki yang berkeselamatan, aman dan nyaman. Berbagai penelitian mengenai pejalan kaki telah dilakukan untuk meningkatkan kembali moda berjalan, salah satunya adalah kajian walkability yang dikembangkan oleh Krambeck (2006), kemudian dilakukan di beberapa negara berkembang di Asia oleh Gotha, dkk (2011), dan dikembangkan lagi oleh Wibowo, dkk (2015). Kajian tersebut berisi penilaian kelayakan berjalan atau evaluasi fasilitas pejalan kaki.

Sebagai rangkaian dari kajian walkability, preferensi pejalan kaki terhadap kualitas infrastruktur juga perlu dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan penggunanya. Kajian preferensi pejalan kaki ini dilakukan di dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Semarang yang bertujuan untuk memahami adanya kecenderungan tertentu terkait dengan preferensi pejalan kaki.

STUDI LITERATUR Menurut Tanan (2011), fasilitas pejalan kaki adalah seluruh prasarana dan sarana yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki, sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan kenyamanan serta keselamatan penggunanya. Fasilitas pejalan kaki dibedakan menjadi: - Fasilitas utama, yakni berupa jalur pejalan kaki,

misalnya trotoar, penyeberangan (baik sebidang maupun tidak sebidang), dan lain sebagainya.

- Fasilitas pendukung, berupa segala sarana pendukung, misalnya: rambu, marka, pengendali kecepatan, papan informasi, lapak tunggu, lampu penerangan, pagar pengaman, pelindung/peneduh, jalur hijau, tempat duduk, tempat sampah, halte, drainase, bollard, telepon umum, dan lain sebagainya

Berdasarkan Pedoman dari Bina Marga (1999) bahwa jalur pejalan kaki dan perlengkapannya harus

direncanakan sesuai ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Pada hakekatnya pejalan kaki untuk mencapai

tujuannya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancer dan aman dari gangguan.

2. Adanya kontinuitas Jalur Pejalan Kaki, yang menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan, dan begitu juga sebaliknya.

3. Jalur Pejalan Kaki harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitasnya seperti: rambu-rambu, penerangan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, sehinga pejalan kaki lebih mendapat kepastian dalam berjalan, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat.

4. Fasilitas Pejalan Kaki tidak dikaitkan dengan fungsi jalan

5. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air, serta disarankan untuk dilengkapi dengan peneduh.

6. Untuk menjaga kesalamatan dan keleluasaan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan.

7. Pertemuan antara jenis Jalur Pejalan Kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki

METODE Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung dan Semarang, dengan survey primer berupa survey wawancara pejalan kaki di beberapa kawasan perkotaan.

Tabel 1. Lokasi Wawancara

Jenis kawasan

Bandung Semarang

Pendidikan ITB, Polban

Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan Pandanaran II

Komersial

Pasar Cihargeulis, Pasar Simpang Dago

Citraland Mall, Paragon Mall

Terminal Transportasi

Terminal Cibeureum, Terminal Ledeng

-

Peribadatan Masjid Raya Cipaganti, Masjid Pusdai

Masjid Raya Baitullah Semarang, Masjid Agung Jawa Tengah

Perkantoran -

Kompleks Perkantoran di Jalan Pandanaran, Kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah

Page 5: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia

67

Perihal yang ditanyakan kepada responden yaitu (1) rute berjalan dalam menuju suatu kawasan tertentu; (2) alasan responden mengenai pemilihan rute tersebut; (3) hal yang terkait fasilitas pejalan kaki yang perlu diperbaiki; (4) preferensi responden mengenai waktu berjalan menuju beberapa jenis lokasi; dan (5) preferensi responden terhadap jenis penyeberangan. Analsis dalam kajian ini berupa analisa deskriptif dengan penyejian data berupa grafik-grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survey wawancara pejalan kaki dilakukan pada 648

responden di kota Bandung dan 478 di kota

Semarang. Profil responden adalah seperti yang

ditunjukkan

Tabel 2.

Tabel 2. Profil responden

Responden diminta untuk menunjukkan rute berjalannya dan kemudian mengemukakan alasan pemilihan rute tersebut. Lebih dari 40% responden di masing-masing kawasan pada kedua kota memilih rute berjalannya dengan alasan rute tersebut merupakan jalur terpendek. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan, rute dengan jalur terpendek memungkinkan pejalan kaki untuk cepat sampai di tempat tujuan.

Gambar 1. Alasan pemilihan rute berjalan, Bandung

(atas), Semarang (bawah)

Kemudian setiap responden mengemukakan prioritas

perbaikan fasilitas pejalan kaki berdasarkan rute

berjalan yang dilaluinya. Jawaban responden yang

bervariasi kemudian dikategorikan dalam Sembilan

parameter Walkability (Krambeck, 2006).

Gambar 2. Prioritas perbaikan yang diusulkan pejalan

kaki, Bandung (atas), Semarang (bawah)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di kedua

kota (Gambar 2), untuk prioritas pertama sebanyak

Page 6: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia

68

48,98% responden Bandung dan 26,35% responden

Semarang menginginkan penyediaan dan peningkatan

kualitas trotoar/jalur pejalan kaki yang berupa

pengadaan dan perbaikan trotoar yang rusak,

peningkatan kebersihan, dan pelebaran trotoar.

Selanjutnya pada prioritas kedua, 30,82% responden

Bandung dan 20,33% berharap ada peningkatan dan

pemeliharaan fasilitas pendukung yang dapat

meningkatkan kenyamanan saat berjalan kaki seperti

penambahan peneduh baik pohon atau bangunan

peneduh, penambahan tempat sampah, pengadaan

lampu jalan, bangku, dan lain sebagainya. Khusus

untuk Kota Semarang, kebanyakan responden sangat

menginginkan adanya penambahan pohon atau

bangunan peneduh, hal itu terkait dengan temperatur

kota Semarang yang tinggi jika dibandingkan Kota

Bandung.

Sama halnya dengan prioritas kedua, sebanyak

33,41% responden Bandung dan 6,64% responden

Semarang pun menginginkan hal tersebut. Prioritas

ketiga adalah perbaikan yang dapat mereduksi

banyaknya penghalang di jalur berjalan (10,38%),

kebanyakan responden Bandung yang menuliskan

prioritas ini menginginkan adanya penertiban

Pedagang Kaki Lima yang berjualan di jalur berjalan,

penertiban parkir liar di jalur berjalan, serta penertiban

penghalang lainnya yang berada di jalur berjalan.

Sehingga dengan adanya perbaikan ini, jalur berjalan

akan bebas dari penghalang dan pejalan kaki semakin

nyaman berjalan di jalur berjalan. Berbeda dengan hal

tersebut, sebanyak 1,66% responden Semarang

menginginkan penyediaan fasilitas penyeberangan

sehingga tingkat keselamatan pejalan kaki bisa

menjadi lebih tinggi.

Waktu berjalan yang diterima pejalan kaki akan

berbeda sesuai dengan maksud perjalanan. Gambar

3 menunjukkan waktu yang diterima responden pada

berbagai maksud perjalanan. Kebanyakan pejalan kaki

di Kota Semarang mau berjalan dengan waktu berjalan

10 menit untuk semua maksud perjalanan. Jika

dibandingkan hasil wawancara pada kedua kota

secara keseluruhan menunjukkan bahwa masyarakat

Bandung relatif masih senang berjalan dengan waktu

lama dibanding masyarakat Semarang.

Gambar 3. Waktu berjalan yang diterima, Bandung

(atas), Semarang (bawah)

Menarik untuk diketahui, waktu berjalan yang diterima

pejalan kaki di Kota Bandung lebih bervariasi

dibandingkan Kota Semarang. Untuk menuju pintu

masuk mall dari parkiran mobil, dominan pejalan kaki

di semua kawasan Kota Bandung menerima waktu

berjalan kurang dari 5 menit. Hal tersebut berarti

bahwa tidak ada pengaruh tipikal kawasan terhadap

preferensi tersebut. Kebanyakan pejalan kaki tidak

mau berjalan lama untuk mencapai pintu masukpusat

perbelanjaan dari parkiran mobil. Perencanaan

sirkulasi parking pusat perbelanjaan dapat

mengakomodasi preferensi pejalan kaki tersebut.

Mayoritas pejalan kaki di kawasan pendidikan,

komersial dan terminal transportasi menerima waktu

berjalan sampai dengan 10 menit dalam menuju ruang

kerja atau ruang kuliah, berbeda dengan pejalan kaki

di kawasan peribadatan yang kebanyakan menerima

waktu berjalan kurang dari 5 menit untuk kondisi

tersebut. Hal tersebut sesuai dengan preferensi

kebanyakan orang yang tidak mau berlama-lama

berjalan dalam menuju ruang kerja atau ruang kuliah.

Semua pejalan kaki yang beragama Islam lebih

memilih tempat peribadatan yang paling dekat

sehingga waktu berjalannya akan singkat. Pejalan kaki

di kawasan pendidikan dominan menerima waktu

berjalan kurang dari 5 menit begitu pula pada

pejalankaki di kawasan komersial. Untuk pejalan kaki

di kawasan terminal transportasi dan peribadatan

Page 7: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia

69

masih menerima waktu berjalan sampai dengan 10

menit.

Waktu yang diterima mayoritas pejalan kaki di

kawasan pendidikan, komersial dan peribadatan untuk

berjalan menuju tempat pemberhentian angkutan kota

adalah kurang dari 5 menit. Berbeda pejalan kaki di

kawasan terminal transportasi yang menerima waktu

dengan kondisi tersebut sampai dengan 15 menit.

Kebiasaan orang yang tidak mau menunggu

kendaraan umum yang mengantri lama di terminal

membuat pejalan kaki di kawasan terminal tersebut

harus berjalan sedikit jauh untuk mendapatkan

angkutan kota lainnya dengan cepat.

Untuk menuju terminal bus atau halte bus, waktu

berjalan yang diterima kebanyakan pejalan kaki di

semua kawasan adalah sampai dengan 10 menit

meskipun beberapa pejalan kaki lainnya masih

menerima waktu sampai dengan 15 menit.

Dalam mencapai stasiun kereta api, waktu berjalan

yang diterima pejalan kaki sangat bervariasi hal

tersebut bisa disebabkan karena biasanya orang yang

mau bepergian jauh akan mengestimasi waktu tertentu

yang akan dihabiskan untuk menuju terminal

transportasi tersebut. Mengenai waktu berjalan pada

kondisi tersebut adalah relatif dan tidak dapat dilihat

kecenderungannya.

Biasanya dalam berjalan di daerah pertokoan atau

pusat perbelanjaan tidak terikat waktu. Pejalan kaki

khususnya wanita cenderung santai dan dapat berjalan

berlama-lama. Waktu berjalan yang diterima

kebanyakan pejalan kaki di kawasanpendidikan dan

terminal untuk berjalan di daerah pusat perbelanjaan

adalah lebih dari 30 menit. Tidak mengherankan

dengan hasil tersebut karena dominan responden

pada kawasan pendidikan dan terminal adalah wanita.

Waktu yang diterima pejalan kaki di kawasan

komersial bervariasi sampai dengan lebih dari 30

menit. Dan untuk waktu yang terima pejalan kaki di

kawasan peribadatan adalah sampai dengan 15 menit.

Berjalan di taman merupakan perjalanan yang bersifat

rekreasi dan biasanya tidak terikat waktu tertentu.

Waktu berjalan yang diterima saat berjalan di taman

adalah bervariasi untuk pejalan kaki di kawasan

pendidikan, komersial dan terminal. Lain halnya

dengan pejalan kaki di kawasan peribadatan yang

dominan pria dan rata-rata menerima waktu berjalan di

taman sampai dengan 15 menit. Perencanaan sirkulasi

taman dengan penyediaan fasilitas yang mendukung

kenyamanan pengunjungnya akan membuat orang

semakin betah berjalan dan menghabiskan waktu yang

relatif lama di taman.

Untuk berjalan menuju jembatan penyeberangan,

pejalan kaki yang selalu terikat waktu seperti

mahasiswa dan pekerja tidak mau berjalan lama.

Pejalan kaki di kawasan pendidikan menerima waktu

sampai dengan 10 menit meski dominan preferensi

waktu yang diterima adalah kurang dari 5 menit.

Kemudian waktu berjalan yang diterima pejalan kaki di

kawasan komersial adalah kurang dari 5 menit. Begitu

pula dengan pejalan kaki di kawasan peribadatan.

Berbeda dengan pejalan kaki di kawasan terminal

transportasi yang menerima waktu berjalan sampai

dengan 15 menit. Perencanaan posisi jembatan

penyeberangan nantinya di kawasan pendidikan,

komersial, terminal transportasi dan peribadatan dapat

mempertimbangkan informasi waktu berjalan tersebut.

Gambar 4. Preferensi terhadap fasilitas

penyeberangan, Bandung (atas), Semarang (bawah)

Adapun preferensi pejalan kaki dalam menggunakan

infrastruktur penyeberangan. Gambar 4 menunjukkan

bahwa pejalan kaki kota Bandung dan Kota Semarang

lebih menyukai menyeberang jalan pada zebra cross

dengan lampu penyeberangan (pelican crossing).

Kebanyakan pejalan kaki memilih fasilitas

penyeberangan tersebut dengan alasan lebih aman

dan praktis. Zebra cross tanpa lampu penyeberangan

dipilih 19% pejalan kaki di kota Semarang hanya

Page 8: /H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9<>@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4. 6. · ITB, Polban Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan

Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia

70

selisih 8% lebih banyakdari sebagian pejalan kaki di

Kota Bandung. Jembatan penyeberangan lebih disukai

25% pejalan kaki di kota Bandung dibandingkan

pejalan kaki di Kota Semarang (20%).

KESIMPULAN

Kajian preferensi pengguna terhadap fasilitas pejalan

kaki dapat memberikan pemahaman mengenai apa yang

diinginkan penggunanya serta seperti apa tipikal pejalan

kaki dalam berjalan. Adanya kecenderungan preferensi

yang sama oleh pejalan kaki di kawasan perkotaan

terlihat dari hasil survey yang dilakukan. Hasil temuan

dari kajian ini adalah (1) mayoritas pejalan kaki di Kota

Bandung dan Semarang memilih rute berjalan dengan

jalur terpendek. (2) Pejalan kaki di kedua kota

menginginkan menginginkan penyediaan dan

peningkatan kualitas trotoar/jalur pejalan kaki yang

berupa pengadaan dan perbaikan trotoar yang rusak,

peningkatan kebersihan, pelebaran trotoar; prioritas

selanjutnya adalah adanya peningkatan serta

pemeliharaan fasilitas pendukung yang dapat

meningkatkan kenyamanan saat berjalan kaki seperti

penambahan peneduh baik pohon atau bangunan

peneduh, penambahan tempat sampah, pengadaan

lampu jalan, bangku, dan lain sebagainya; perbaikan

selanjutnya adalahpengurangan banyaknya

penghalang di jalur berjalan, seperti penertiban

pedagang kaki lima dan penertiban parkir liar di jalur

berjalan; dan penyediaan fasilitas penyeberangan

sehingga tingkat keselamatan pejalan kaki bisa menjadi

lebih tinggi. (3) waktu berjalan yang diterima pejalan

kaki akan berbeda-beda sesuai dengan maksud

perjalanan. Masyarakat di kota Bandung cenderung

lebih mau berjalan kaki dibandingkan masyarakat di

Kota Semarang. (4) Fasilitas Penyeberangan berupa

zebra cross dengan lampu penyeberangan lebih dipilih

oleh sebagian besar pejalan kaki di kedua kota dengan

alasan lebih aman dan praktis.

UCAPAN TERIMA KASIH Pendanaan dalam penyelenggaraan kajian ini bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. REFERENSI Bina Marga, (1999),Pedoman Perencanaan Jalur

Pejalan Kaki pada Jalan Umum. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Indonesia

Krambeck H. V, (2006), The Global Walkability Index, Master of City Planning and Master Of Science in Transportation at Massachusetts Institute of Technology, USA

Leather J., Gota S., Fabian H. G., Mejia A. A., Punte S. S., (2011), Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities, ADB Sustainable Development Working Paper Series, Metro Manila, Philipina.

Tanan N., (2011), Fasilitas Pejalan Kaki, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung, Indonesia.

Wibowo S.S., Tanan N., Tinumbia N. (2015), Walkability Measures for City Area in Indonesia (Case Study of Bandung), Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies.