Top Banner
Guide Book PDL Guide Book PDL Ev Ev 1 Guide Book PDL FK UNSRI Penyusun Z@ Ev Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Guide Book JELAS TIDAK dilindungi oleh Undang-Undang. Namun TETAP harus ada Penghargaan dan penghormatan setinggi2nya terhadap keaslian semua gambar, table, grafik, diagram, teks dalam buku ini yang berasal dari berbagai sumber kepustakaan lainnya. Diktat ini BEBAS diperbanyak Sejauh hanya digunakan untuk keperluan belajar Dengan Syarat nama-nama kami tidak di hapus ^_^ Nico – Irca – Verdi – Putri – Agus – Puspa – Cipta – Erty – Ria – Putu -= Fahmi My Book : Guide Book PDL FK UNSRI 2006, G-Ev, Palembang, Indonesia ISBN NO : 04-0131-000-33 Z@ Z@
25

Guide Book PDL

Aug 12, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL

Ev Ev 1

Guide Book

PDL FK UNSRI

Penyusun Z@ Ev Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Guide Book JELAS TIDAK dilindungi oleh Undang-Undang. Namun TETAP harus ada Penghargaan dan penghormatan setinggi2nya terhadap keaslian semua gambar, table, grafik, diagram, teks dalam buku ini yang berasal dari berbagai sumber kepustakaan lainnya. Diktat ini BEBAS diperbanyak Sejauh hanya digunakan untuk keperluan belajar Dengan Syarat nama-nama kami tidak di hapus ^_^

Nico – Irca – Verdi – Putri – Agus – Puspa – Cipta – Erty – Ria – Putu -= Fahmi My Book : Guide Book PDL FK UNSRI 2006, G-Ev, Palembang, Indonesia ISBN NO : 04-0131-000-33

Z@ Z@

Page 2: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL

Kenang-kenangan kecil

Ev Ev 2

Untuk teman-teman yang terbaik, Koas FK UNSRI Pengetahuan dan kemampuan tak pernah sempurna. Keterampilan dan rasa percaya diri dibangun melalui pengalaman – yang penuh keraguan maupun yang memalukan. Ibarat pemain tenis atau pengendara mobil, orang harus berlatih sampai terampil. Tetapi, ada yang berbeda di kedokteran: orang berlatih dengan manusia!

(Atul Gawande)

Palembang, Indonesia, 2006 “Hari ini kita melakukan apa yang tidak dilakukan orang lain,

Hari esok kita menerima apa yang tidak diterima orang lain” Catatan Tambahan PDL buat koas FK UNSRI ISBN POUND 2006,G-11, Palembang, Indonesia

RC/ RA Jadwal Kerja jam 07:00 s/d jam 14:00 Pukul 06:00 sudah harus ada di bangsal. Follow up pasien masing-masing : (Subyektif, Obyektif) Setelah follow up, ikut visite bersama kakak residen dan kerjakan order yang diberikan. Wajib ikut setiap ronde konsulen.

Resep : Siapkan resep kuning untuk pasien ASKIN dan resep merah untuk

pasien ASKES yang telah di cap sesuai ruangan masing-masing. Lihat CPO (Catatan Pemberian Obat) pada masing-masing pasien, cek

apakah obat-obat tersebut masih ada atau habis. Obat-obat yang telah terdapat pada CPO diberikan untuk 3 hari dan setelah itu harus meresepkan kembali. Aturan pakai dapat dilihat pada CPO. Obat-obat yang tidak terdaftar dalam ASKIN/ASKES diresepkan pada resep putih.

Permintaan malaria :

Tambahkan kata-kata Kepada Yth. Laboratorium FK UNSRI Ambil darah 2 cc dan tampung ke dalam botol oksalat Minta keluarga pasien mengantarkan sampel darah tersebut ke

laboratorium FK Madang Jangan lupa ingatkan untuk membawa uang Rp 5.000 – Rp 8.000 Ingatkan keluarga pasien utnuk mengambil hasilnya (antara jam 12:00 –

13:00)

Tanggal

S/ : Keluhan : O/: TD : / mmHg

Nadi : x/menit RR : x/menit Temp : oC Sense : Konjungtiva palpebra pucat -/- Sklera ikterik -/- Leher JVP (52) cm H2O Cor : Pulmo : Abdomen : Ekstremitas : Dan hal-hal penting lainnya.

A/ : P/ :

Z@ Z@

Page 3: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL KIM Untuk meresepkan alat-alat:

Spuit dapat diresepkan setiap hari, namun gunakan sesuai kebutuhan. ( Spuit 3cc/5cc/10cc No. I / I / I )

Abbocath dan Infus set atau Transfusi set dapat diresepkan setiap 3 hari. Katheter dan Urine bag dapat diresepkan dalam KIM (jatah setiap 7

hari), namun Cathejel/ Xylocain jelly dan handshoen tidak dapat lewat KIM, jadi harus dibeli di luar.

NGT hanya didapat satu kali selama pasien dirawat. Untuk pasien umum/swasta KIM berguna untuk meresepkan alat

sekaligus obat. Hati-hati, KIM jangan sampai hilang-jangan dibawa kemana-mana,

setelah diresepkan harus segera diberikan kepada pasien. Untuk permintaan rontgen

KIM disertakan bersama surat permintaan rontgen atau canggih. Setiap tindakan rontgen/ BNO/ CT Scan harus ditulis pada papan

tindakan ruangan Laboratorium

Siapkan blangko laboratorium Tulis ruangan beserta nomor kamar dan bed (ex RC I.7) Tulis pasien ASKIN/ ASKES/ Umum Jangan lupa tulis nomor Medical Record dan nomor Register Tuliskan nama, umur pasien Tuliskan nama dokter dan tanggal permintaan Tanda tangan dokter yang meminta Sertakan cap ruangan

Catatan : Untuk permintaan pagi hari letakkan blangko laboratorium pada meja blangko, usahakan sebelum jam 8 pagi sudah diletakkan di meja. Untuk permintaan di atas jam 8 pagi, minta tolong keluarga pasien mengantar langsung ke laboratorium di lantai 2.

Tindakan Konsul/ Echo :

Lembaran konsul harus disertakan bersama status Tindakan konsul/ echo harus ditulis pada papan tindakan ruangan Letakkan status dan lembar konsulnya di meja

Koas Poli

Status poli harus sudah dikumpul jam 7 pagi dan telah dikoreksi. Buku absen poli harus diisi.

Jam 08:00 sudah harus tiba di poliklinik, ditolerir hingga jam 08:30. Sebelum ke poliklinik, titiplah dulu pasien-pasien Anda di bangsal ke

teman yang tidak ke poliklinik, sehingga jika ada sesuatu dan lain hal dapat diatasi lebih dahulu oleh teman Anda tersebut.

Setiap pasien di pilkilinik harus ditensi dulu sebelum diperiksa. Tapi jangan mau cuma jadi tukang tensi, kita kan juga mau jadi dokter,

jadi kalau ada kesempatan cobalah diskusi dengan kakak residen dan pelajari pasien-pasien di poliklinik.

Setelah detail masuk, berarti itu saatnya kita kembali ke bangsal. Pasien pulang

Jangan lupa resepkan obat pulang Berikan Surat kontrol Di belakang surat kontrol tuliskan semua hasil laboratorium pasien

tersebut BSS

Berikan penjelasan dahulu kepada pasien dan keluarganya bahwa gula darahnya akan diperiksa

Lalu beri penjelasan bahwa ia akan diperiksa dengan alat yang tidak ditanggung ASKIN/ ASKES sehingga ia perlu membayar.

Setelah mereka setuju untuk membayar, baru robek stick BSS. Masukkan stick ke dalam alat BSS. Setelah muncul tulisan apply blood, ambil sampel darah jari pasien

dengan nald steril. Teteskan darah pada stick BSS (hati-hati jangan terlalu sedikit karena

bisa-bisa tidak terbaca). Tunggu sekitar 20 detik, maka akan muncul nilai BSS pada monitor. Tuliskan hasilnya pada lembar follow up beserta hari dan jam

pemeriksaan. Setiap pemeriksaan BSS harus dicatat pada buku catatan BSS, lalu

dipertanggungjawabkan pada akhir jaga. Permintaan BSN/ BSPP dan atau BNO IVP:

Siapkan blangko BSN/ BSPP Setiap permintaan BSN dan BSPP dan BNO IVP harus ditulis pada

papan tindakan minimal sehari sebelumnya karena pasien harus menjalankan puasa.

Z@ Z@

Ev Ev 3

Page 4: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL

Ev Ev 4

Nico – Irca – Verdi – Putri – Agus – Puspa – Cipta – Erty – Ria – Putu -= Fahmi

EKG EKG adalah rekaman grafik dari aktifitas listrik yang dibangkitkan oleh jantung EKG alat yang sangat esensial dalam investigasi al:

Aritmia jantung Kelainan Jantung

Pengetahuan mengenai bentuk EKG normal dan abnormal diperlukan, sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis penyakit kardiak dan non kardiak Sadapan V1 : Sela iga IV garis sternal kanan Sadapan V2 : Sela iga IV garis sternal kiri Sadapan V3 : Sadapan antara V2 dan V4 Sadapan V4 : Sela iga V garis midklavikularis kiri Sadapan V5 : Setinggi V4 garis aksilaris anterior kiri Sadapan V6 : Setinggi V4 garis aksilaris media kiri 0,04 s 0,1 mV 1 mm

Z@ Z@

Page 5: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Interpretasi EKG

Ev Ev 5

1. Irama 2. Rate / frekuensi 3. QRS / P aksis 4. Rotasi 5. Gel P 6. PR interval 7. QRS kompleks 8. ST segment 9. QT interval 10. Gel T 11. Gel U

1. Irama Syarat irama normal (iramasinus) :

Gelombang P berasal dari SA node, P : Positif di II dan Negatif di aVR. Setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T Bentuk gelombang P pada satu lead sama & konstan Interval P-P konstan Interval PR normal ◊ 0,12 – 0,20 detik Frekuensi Jantung (HR) ◊ 60 – 100 /menit

2. Heart rate 1500/jumlah kotak kecil R-R (gelombang R ke R) 3. Aksis Lead NORMAL AXIS RIGHT AXIS LEFT AXIS I Positif Negatif Positif

II Positif Positif atau negatif Negatif

III Positif atau negatif Positif Negatif

4. Rotasi

R semakin lama semakin meningkat dari V1 ke V6, sebaliknya gelombang S semakin lama akan semakin menghilang.

5. Gelombang P Merupakan depolarisasi atrium.

• Oleh karena arah vektornya ke kiri bawah • Gel P normal (dari nodus SA) gambaran akan terlihat

positif di sandapan II, aVF dan negatif di aVR. Amplitudo kecil , biasanya tidak lebih dari ½ atau 2 kotak kecil. 6. PR Interval

Permulaan gel P sampai permulaan kompleks QRS. Interval PR adalah interval paling pendek Merupakan waktu impuls dari nodus SA, sd ke AV Pada orang dewasa normal (antara 0,12 - 0,20 detik) Bila ada gangguan di nodus AV, interval PR akan memanjang (blok

AV derajat 1, first degree A V block) 7. QRS kompleks

Normal = 0,06 – 0,12 det. Tidak semua QRS mempunyai gelombang Q, R atau S. Ditulis kapital QRS bila defleksi > 5 mm dan ditulis qrs bila < 5 mm.

8. ST Segment Mulai dari akhir kompleks QRS sampai awal gelombang T Bagian ini merupakan awal repolarisasi vertikel Pada orang normal, segmen ST isoelektrik Dapat bervariasi antara elevasi sampai depresi, tetapi < 1 mm. Pada IMA, mula-mula terjadi elevasi segmen ST.

9. QT Interval

Dari permulaan kompleks QRS sampai akhir gelombang T

Z@ Z@

Page 6: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Ventrikel yang terstimulasi kambali ke keadaan istirahat Nilal normal QT sangat dlpengaruhi oleh Heart rate (HR) Bila HR ↑: interval QT akan memendek, sebaliknya bila HR ↓

: interval QT akan memanjang Secara umum bila HR ≤ 80 kali & QT > ½ RR: QT memanjang

Beberapa keadaan penyebab pemanjangan interval QT: 1. Pemakaian jenis obat tertentu (sulfas kinidin, prokainainid) 2. Gangguan keseimbangan elektrolit (hipokalemia,

hipokalsemia) 3. Iskemik dan infark miokard 4. Perdarahan subarachnioid

Pemendekan interval QT dapat dilihat pada a. hiperkalsemia

Ev Ev 6

b. Pemberianan digitalis dosis terapeutik 10. Gelombang T

Repolarisasi ventrikel Gelombang T, normal berbentuk asimetrik

Pada keadaan tertentu seperti pada MI atau hiperkalemia, gelombang T berbentuk simetrik.

11. Gelombang U Gel U terlihat setelah gelombang T Arti gelombang U sampai saat ini tidak jelas

Gelombang U yang menonjol dapat terlihat pada: a. Hipokalemia.

b. Pemakaian obat tertentu (sulfas kinidin atau fenotiazin) c. Cerebro vascular accident

Kadang gel U negatif, gel T positif (biasanya searah dengan gel T) Kelainan EKG

1. Hipertrofi atrium kiri (LAH) 2. Hipertrofi atrium kanan (RAH) 3. Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) 4. Hipertrofi ventrikel kanan (RVH) 5. LBBB 6. RBBB 7. Kelainan EKG karena gangguan elektrolit

Kriteria LVH 1. Gel R di V5 atau V6 ≥ 26 mm

Aksis kiri Prekordial lead V5 & V6: R tinggi Depresi ST T terbalik R v5/v6 + S v1: 35mm Lead standar R I + SIII : > 25 mm ST depresi: I T terbalik: di I, aVL

2. R di V5 atau V6 + S di V1 ≥ 35 mm 3. R di lead I ≥ 15 mm 4. R di lead I + S di lead III ≥ 25 mm 5. R di aVL ≥ 13 mm atau R II,III, atau aVF ≥ 20 mm 6. Perubahan sekunder T di V5-6 (strain) EKG NORMAL

Gambaran EKG LVH

Z@ Z@

Page 7: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Kriteria RVH 1. Aksis ke kanan (RAD) 2. R tinggi (atau relatif tinggi) di V1 3. RR’ di V1 4. S dalam di I, aVL, dan V4-6

Ev Ev 7

5. Defiasi aksis posterior dengan RAD 6. Perubahan sekunder T (strain) di V1-3 7. P mitral (left atrial hipertrofi) Kritria biventrikuler hipertrofi

1. LVH patern di lead prekordial, RAD 2. RVH patern di lead prekordial, LAD 3. R tinggi pada semua lead prekordial 4. P pulmonale atau P kongenital di lead limb dan LVH patern di lead

prekordial BBB

Miokard Infark Kriteria MI (acute / old) Dapat di diagnosis hanya dengan adanya Q wave Acute MI: biasanya ST ↑ dan T↓ ST ↑ (subepicard injury) dan T↓ (subendocard injury) saja tidak bisa untuk diagnosis MI, tapi diduga kuat MI Penting untuk di ingat: MI di diagnosis hanya bila abnomalitas terjadi pada 2 atau lebih lead

LETAK INFARK

Korelasi gambaran EKG dengan anatomi A. Koroner Letak infark EKG A.Koronaria Cab

a.Koronaria Anterior ektensiv I,aVL,V1-6 Kiri, LM LAD, LCX Anteroseptal V1-3 Kiri LAD Anterolateral I,aVL, V4-6 Kiri LCX Inferior II,III, aVF 80% kanan, 20%

kiri PDA

Posterior murni V1-2 (resiprok) Bervariasi kiri dan kanan

LCX, PL

LM=left mean artery, LAD=left anterior decending, LCX=left circumflex, PDA=posterior decending artery, PL=posteriolateral artery

LEAD

Anteroseptal MI Anterior (localized) MI Anterolateral MI High laterral MI Extensive antrior MI Inferior (diafragmatik) MI Posterior MI

Q atau QS di V1-3 Q atau QS di V2-4 Q atau QS di I, aVL, V4-5 Q atau QS di I, aVL Q atau QS di I, aVL, V1-6 Q atau QS di II, III, aVF R tall (or relatively tall) di V1-3

Z@ Z@

Page 8: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Catatan : P mitral = P notch pasien MS Pada dua puncak di V1

Ev Ev 8

P pulmonal = P peak pasien PPOK P lebih dari 2 milimeter lihat di AVF, II, III Catatan: - pada pasien Cor Pulmonal terjadi RVH liver bisa kongestif (besar) karena jantung - Pada pasien PPOK : hepar tidak membesar, tetapi melainkan karena turunnya diafragma ECG(Echocardiografi) Bimbingan kakak residen (thanks kak) EDD = End Diastolik Diameter ESD = End Systolik Diameter IVS = Inter Ventrikuler Septal PW = Posterior Wall E/A = normal > 1, bila < 1 berarti ada disfungsi diastolik. AO = aorta LA = Left Atrium (N=3,1) FS = Ejection Fraction ( fungís ventrikel kiri ) LV1DD = EDD LV1Ds = ESD PWd = PWs Ao =LA ( satu gambar )

Gelombang Normal 1 mV = 10 mm RVH

axis kanan R/S di Vi > 1 (Normalnya < 1) S persisten di V5 dan V6

Contoh: pasien Cor Pulmonal: R/S >1, V5 dan V6 masih ada gel.S, V3 = V4 , R dan S sama tinggi LVH

axis kiri ST depresi di I, II, aVL, V5, V6 S di V1 + R di V5 > 35

PPOK

P peak RVH Low voltage ( gelombang kecil dan pendek)

V1 – V4 = anterior Septa ( V1/V2/V3/V4) II,III, AVF = inferior V5, V6 = lateral V1- V2 = anterior ST elevasi infark ST depresi iskemik Q tidak boleh > ¼ R Pada pasien OMI terdapat Q patologis (aVF QS ) , lihat pasien I/1 OMI (Old Miokard Infark), pernah infark maka tidak terdapat gelombang P. Nyeri dada:

1. Klinis anamnesa 2. Pemeriksaan fisik tidak jelas ( bunyi jantung jauh sulit didengar ) 3. Lab : - CK NaK = CPK - CK MB N < 25 (graha), N < 16 (PK) CK, NaK, CK MB dianggap tidak normal jika 2 x N

Nyeri dada :

Z@ Z@

Page 9: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL - hipertensi - unstable - infark selavasi , Televasi Hipertensi maligna ( harus dirawat ) = Trigemini Multifokus = maligna Axis : Taruh telapak tangan kiri di lead I dan tangan kanan di lead III. Lead I atas, lead III atas axis normal Lead I atas, lead III bawah axis kiri Lead I bawah, lead III atas axis kanan Gelombang QRS lebih dari 3 kotak pada LBBB/ RBBB (Left/ Right Bundle Branch Block) RBBB R’ di V1 Left di V4, V5, dan V6 Interpretasi : Sinus, Axis, HR, PR interval, QRS, ST change, R/S di V1, S di V1 + R di V5/V6. Catatan PPOK : - I = cembung, sela iga melebar - P = stemfremitus menurun - P = hipersonor - A = Ves ( + ) menurun Bronkhitis kronis : produksi sputum

Ev Ev 9

Emfisema : gangguan elastisitas paru PPOK : neutrofil ( cek merokok ) PPOK kongenital def - 1 antotripsin Bronkoskopi diameter kecil = 0,5 cm Endoskopi Esofagus gaster duodenum ( 1 m) Gagal ginjal GGK = ireversible GGA = reversible PPOK - spirometer - Ro thorax

Liquo

Sirosis Hepatis 1. Faktor pencetus : - terlalu banyak minum - terlalu banyak makan - demam 2. Perut membesar karena cirhosis ditandai oleh ascistes dari perut dulu baru ke

lainnya. Sedangkan pada ginjal dari jar longgar, lalu ke kaki Pada gagal jantung dari kaki Pada malnutrisi dari kaki 3. Berak Melena seperti teh / kopi (encer) Berak biasa (desidasi) keras 4. Pola tidur Pagi ngantuk , malam susah tidur : tanda ensefalopati ( disebabkan pemakaian deuretik , infeksi , malnutrisi berat ) 5. Tanda komplikasi lain PBS = Peritoneal bacterial Sepsis demam sakit pada perut adanya nyeri tekan : pada ascistes bermeksia ( tegay ) karena translokasi kuman non patogen menuju peritoneum. 6. Hipoglikemia Tandanya : demam, ngantuk, keringat dingin. Disebabkan karena kerusakan hepar. - Hepar sbg cad.glikogen menjadi tidak berfungsi - Penurunan nafsu makan - Infeksi membutuhkan metabolisme yang tinggi. Simulasi KU : perut membesar sejak + mgg SRMS 1. DD : Ascistes non gradual, berubah posisi

Z@ Z@

Tumor gradual, tidak berubah posisi.

Page 10: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL 2. Penyebab : dari sirosis hepatis, gagal jantung, malnutrisi, ginjal. 3. Buktinya : dari anamnesia : ada riwayat ... Kalau yang lain : gagal ginjal ada uremia ( gatal-gatal),minum dikit. Malnurisi : rawan pangan, gizi jelek. 4. Mengapa pada serosis terjadi ascistes?

Pada sirosis hepatis terjadi met. protein sehingga albumin turun dan tek. onkotik plasma menurun sehingga terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial.

5. Penyebab sirosis : virus, alkohol, lemak * Jika disebabkan virus : Riwayat, HbsAg, pertanda dari kronisitas ( HbEMg ) , jika dak bisa HbV DNA Kronis bila Hbs Ag (+) selama 6 bulan. Kronik aktif : HbEAg (+). Anti HbE bisa (+) bisa (-) Untuk hepatis C anti HVC * Alkohol R/ minum alkohol ( tidak ada nilai seragam jika > 10 mg/hari selama beberapa tahun ). * NASH ( Non Alkoholik Steatorhoea Hepatis ) Hepatis akibat kelebihan lemak sinusoid hepar disusupi sel-sel lemak shg dianggap benda asing. Sel radang diubah jadi jar. fibrotik. Biasa pada orang gemuk. 6. Komplikasi : - koma hepatikum - hipoglikemia - ensifalopati - PBS - pecahnya varises Cara menegakkan PB spontan : - klinis ada NT (+) , demam - PF ada NT (+) Lakukan Aspirasi cairan ascistes analisa :

jika leukosit > 1000 = PBS kultus temu E. coli berapapun jumlahnya.

7. Pengobatan PBS : - Cotrimoksasol

- Ciproflokasin 2 x 500 mgg Kadang ada diberikan Kanamycin 3 x 500 1 minggu. 8. Pengobatan sirosis : - Spironolakton karena dengan perpindahan cairan intravaskular ke interstetial akan tjd. dehidrasi relatif shg memberi sinyal ke hipofisis hipotalamus mengeluarkan aldosteran renin menahan / retensi Na retensi air sehingga akan terjadi cairan tambah bertahan sehingga dehidrasi relatif terjadi lagi (siklus). Padahal air tidak ada sehingga Na semakin naik . Spironolakton bekerja pada proses aldosteron renin ( dpt mengurangi haus ). Masalah utama obati dulu hipo albuminemia jadi beri albumin. Teori terjadi asistes pada sirosis :

- RAA - Tek. onkotik plasma

Jika terjadi dehidrasi akan menyebabkan turunnya GFR ( Renin menyebabkan vasokontriksi p. darah ginjal disebut sindroma hepatorenal, pada anamnesa tanya kencing nya sedikit / tidak ) Pada sirosis dapat terjadi ensefalopati karena :

met. protein normal di hati diubah jadi NH3 . NH3 dalam hepar akan berikatan dengan H+ (NH3

- + N+ = NH4 (amoniak) ) = NH4OH ( bau amoniak ) Pada pasien sirosis proses ini tidak terjadi sehingga NH3 melewati sawar darah dan menyamar pseudoneurotransmitter sehingga berikatan dengan sinap – prasinap shg impuls tidak berjalan terjd ensefelopati. NH3 menyebabkan Edema otak. Sehingga dipakailah BCAA : Brain Chain Amino Acid = Cysin, Leusin,Arginin, Methionin, Furosemid tdk boleh diberi krn mengikatkan ureum dan memutuskan ensefalopati. RA wanita muda, tangan, simetris OA degenerasi Gout pria , jempol Osteoporosis Ca turun Protokol Pemberian BNO 1. Makan bubur kecap pagi siang sore. 2. Makan dulkolax 2 tab jam 12.00, 2 tab malam jam 20.00 3. Air putih 2 gelas 4. Setiap BAB minum air putih 2 gelas 5. Puasa dari jam 22.00 sampai difoto esok harinya

Z@ Z@

Ev Ev 10

Page 11: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Protokol Pemberian Transfusi Darah

Ev

11 Ev

1. Pastikan benar nama pasien dan data lainnya cocok dengan label pada darah/komponendarah.

2. Dihangatkan dulu ( jika tersedia dapat gunakan “ blood warmer “ ) 3. Pemberian darah pada suhu dingin aritmia ventricular sampai kematian,

pendarahan pada suhu > 40º C hemolisis 4. Sebelum transfusi darah/ komponen darah diberikan injeksi deksametason IV

( BB < 50 kg = 5 mg , BB > 50 kg =10mg ) dan difenhidramin 1 ampul i.m ( jira diberi i.v encerkan sampai 10 cc )

5. Pasien harus diawasi + 5 – 10 menit pertama, kemudian diawasi secara periodik.

6. Dokter harus berada di area yang terjangkau dari RS 7. Kecepatan transfusi darahnya melebihi 100 ml/jam ( + 1ml/menit ) resiko

hati jantung. 8. Jangan menyimpan darah pada suhu kamar lebih lama. 9. Jangan menambah obat ke dalam darah / komponen darah dan jangan

memberi obat suntik bersamaan dengan pemberian transfusi. Cara pemberian steroid Prednison ½ -1mg/kgBB 5 mg/tab (retensi air meningkat, menyebabkan oedem) Metil prednisolon 4 mg/tab 1 mg/kgBB selama 4 minggu (ex : 50 mg = 10 tablet) 1 bulan berikutnya : minggu I : turun 5 mg 45 mg (9 tablet) minggu II : turun 40 mg minggu II : turun 35 mg minggu IV : turun 30 mg Turunkan menjadi 5 – 10 mg sampai sembuh Cara pemakaian inflamide (nasal spray) :

1. Inflamide 100mcg kemasan riil 2. Keluarkan kanister Inflammide dari alat bantu inhalasi 3. Masukkan nostril (semprot hidung) ke dalam kanister inflammide 4. Inflammide siap dipakai 5. Semprotkan inflammide 1-2 semprot dimasing-masing lubang hidung

Cara menegakkan Diagnosa pasti dari penyakit infeksi : temukan agent penyebab (virus)

Pemeriksaan Fisik Paru I P P A TB (Udara) SD Simetris SF naik Redup Ves naik R(+) PPOK Barrel Chest SF turun Hipersonor Ves turun W(+) Sela iga melebar R(+) inf. Sek Effusi S: > SF turun Redup Ves turun Pleura(cairan) D: tertinggal Tumor(massa) S: > SF naik Pekak Ves turun – hilang D: tertinggal Asma SD simetris SF = Sonor Ves +, M, W+ Pneumothorax S > SF turun Hipersonar Ves turun – hilang (udara) D : Tertinggal Pneumonia SD simetris SF naik Redup Ves naik (Udara) Pneumonia atipikal biasa disebabkan : Chlamidia, Mycoplasma, Klebsiell, Haemofilus Pneuminia tipikal disebabkan streptococcus viridans

Gagal jantung - gagal jantung kiri - gagal jantung kanan ( ex : car pulmonal ) - Kongestif = kedua-duanya Kanan Kiri

Vena Cava Superior

Vena Cava Inferior

Z@ Z@

Page 12: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Gagal jantung kanan : - VCS JVP naik - VCI ascistes, edema - AP Gagal jantung kiri : - sesak napas CHF : kedua-duanya Sesak nafas : - paru - jantung - ginjal (kusmaul cepat dalam) - otak Jika keluhan sesak berlebihan, cek obyektif bila obyektif baik curigai psikis Beda Takhipnue dan Takikardi: - Takipneu = nafas cepat, tetapi tidak sesak - Takikardi = nadi cepat Sesak nafas Sesak nafas, pikirkan dari : 1. Jantung : - dysponoe de effort - orthopnoe = sesak saat berbaring - paroxysmal nocturnal dyspnoe 2. Paru : - sesak dengan batuk - biasanya kurus - demam tinggi ( batuk, sesak, demam = pneumoni ) 3. Ginjal Sesak tidak dipengaruhi posisi 4. Anemia Pucat Jantung : 1. Kongenital sejak bayi] 2. PJR muda 3. HHD produktif : - hipertensi - pembesaran jantung

4. ASHD T inverted 5. Kardiomiopati - PPHD - Anemia heart disease - THD NYHA I – IV NYHA IV = decomp HHD fungsional MYHA III Kalau NYHA IV saat istirahat sesak MI = murmur sistolik AI = diastol = 0 , seagle murmur MS : mitrae buka saat diastolik Buka tidak sempurna. Van sistolik murmur (MI/MS) Cor Pulmonal Kelainan jantug kanan karena kelainan primer paru-paru Cor pulmonale : Kelainan jantung yang berasal dari paru. Sulit untuk pulih. Jantung kiri aorta seluruh tubuh Jantung kanan melalui a. pulmonalis ke paru-paru Waktu jantung kanan memompa akan terjadi tekanan tinggi di paru-paru MI/MS tjd karena rematik ( usia < 25 tahun) S1: penutupan katup mitral dan trikuspid S2: penutupan katup aorta dan pulmonal Gallop : menutup tdk sempurna bersamaan Pada cor pulmonal tjd hipertensi pulmonal Pada decomp : RBH (+) Pastikan dulu decomp / tidak:

- temukan 2 mayor - temukan 2 minor 1 mayor

Decomp bisa disebabkan : - Hipertensi HHD - AHD

Z@ Z@

Ev Ev 12

Page 13: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL - Tiroid THD - ASHD - CHF HHD ada riwayat hipertensi, jantung pasti membesar. Pada PF : batas jantung kanan kiri melebar. Jadi kalau dulu hipertensi dan sekarang tdk lagi berarti Ejection Fraction sudah rendah HHD beri digoksn. Whole blood utk pendarahan akut PRC untuk pendarahan kronik THD nilai index wayne, nilai dari anamnesa, pada THD beri propanolol, ASHD elongasi aorta , OMI Iskemik lihat wajah : T inverted ( Ekt ) Infark bunyi jantung jauh Catatan Abses hepar NT (+), hepar teraba, tepi tumpul Pemberian steroid pada Tb untuk mengobati fibrosisnya Collitis Tb seperti GE, tetapi encer Amuba di kamar mandi lama, mules, tapi yang keluar sedikit. Berikan metronidazole. HCC (Hepato Celuler Carcinoma)

- tepi tumpul, cembung, tegamg, permukaan berdungkul - ada bendungan di hepar lien teraba, shifting dulness positif

Asma

- intermitten 1 bulan 1 kali - persisten ringan 1bulan 2-3 kali - sedang >3 kali - Berat tiap hari/ tiap malam

Asma terjadi peningkatan Ig E Penatalaksanaan : ABC Agonis β : Aminofilin (ex:Retaphyl) Bronkodilator : Salbutamol Corticosteroid : Metil Prednisolon, Dexamethason Asma terdapat sesak, whezing, dan kadang-kadang batuk. Bedakan dari PPOK dengan spirometri.

Obat asam urat : Allupurinol RA : NSAID + Methyl prednisolon OA : OAINS Trias malaria : menggigil-demam-berkeringat Typhoid tongue : lidah berselaput, putihnya mengumpul, merah di tepi, gemetar CCT = (140-umur) x BB/ 72 x creatinin serum (pria) CCT = (140-umur) x 0,9/ 72 x creatinin serum (wanita) CKD : grade CCT nya : I = > 90 ml/24 jam II = 60 – 89 III= 30 – 59 IV= 16 – 29 V = <K 15 ml/ 24 jam terapi HD Tumor Paru : Hemaptoe dapat dari tumor paru atau bekas Tb Rencana pemeriksaan tumor paru e.c Tb paru : sitologi sputum dan bronkoskopi RBW : BB os/ BB ideal x 100% BB ideal = (TB-100) x 0.9 RBW < 90 % = underweight 90 – 110 % = normoweight 110 – 170 % = overweight > 170 % = obese Pemeriksaan fisik hepar :

- tepi tajam = akut (kongestif) - tepi tumpul = kronik (hepatitis)

Hiperglikemia : Na menurun, K meningkat Rumus : 2 (Na+K) + ureum/6 + BSS/18 Hepatitis : bilirubin direct dan indirect sangan meningkat Untuk menegakkan diagnosis thypoid : Test Widal dan Gall kultur Skor Dalyono untuk menilai dehidrasi, biasanya pada koleriform walau dapat juga untuk disentriform

Z@ Z@

Ev Ev 13

Page 14: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Pernafasan KAD : Kusmaul Pasien efusi pericardial : ECG low voltage ECG HHD, ditemukan LVH Cor pulmonal : EKG

- axis kanan - p pulmonal di II - T inverted di V1 – V4

Cystitis :

- nyeri BAK - demam - NT (+) suprapubik - Lab : leukositosis dan ditemukan nitrit poada urin

Cholesistitis Peradangan empedu – ikterik post hepatik

- bil direct : sangat meningkat - bil indirect : meningkat atau normal

Terapi ISK :

- ampissilin 4 x 1 gram iv - Parasetamol 3 x 500 mg - Nistatin 2 x 50 IU (untuk stomatitis)

Disentri basiler - demam jelas - obat : cotrimoksazol

Disentri amuba - demam tidak jelas - obat : metronidazol

Pada kolera tidak ada demam dan tidak mules GE

- Disentriform - Koleriform (obat : tetrasiklin)

Pada hipertiroid dapat terjadi keluhan GE

Foxi colarica = suara kecil Nyeri pinggang + menggigil : ISK Trias malaria : febris, sodoris, menggigil Kalau ada batu pada ginjal dapat terjadi hidronefrosis maka pada pemeriksaan fisik didapatkan ballotement. Sinkope pada anak/ dewasa muda pikirkan hipoglikemi, namun pada orang tua pikirkan kelainan jantung. Bimbingan Sindrom bukan merupakan suatu penyakit, namun kumpulan gejala. Jadi baru bisa ditegakkan jika syarat-syaratnya terpenuhi . Captopril dapat mengurangi proteinuria karena captopril bekerja menurunkan tekanan intraglomerulus. SN causanya dapat primer dan sekunder. Suplemen Kalium baik untuk SN. Captopril dapat meningkatkan kalium, Furosemid dapat menurunkan kalium (tetap perlu evaluasi). Pada pasien dengan edema anasarka dapat terjadi hipokalemi dan hiponatremi relatif yang berarti jumlah elektrolit normal tetapi cairannya saja yang banyak. Relaps : tergantung dari jenis SN yang ditentukan dari biopsi ginjal. Koreksi albumin tinggi malah memperberat ginjal, namun jika terlalu rendah maka obat tidak bekerja efektif. Remisi berarti benar-benar negatif. Ada yang remisi sempurna dan ada yang remisi sebagian. Relaps berarti dari negatif menjadi kambuh lagi, jadi relaps berbeda dengan pasien yang tidak berobat teratur lalu kambuh. Kesulitan Biopsi : mahal, tidak mudah, sarana dan prasarana (perlu mikrosokop immunofluoresens), ahli PA ginjal. SN yang menggunakan kortikosteroid harus memiliki jadwal. Lesi minimal : anak-anak dan usia muda Usia tua tidak boleh langsung beri steroid, lihat dulu responnya dengan diuretik. Dosis steroid Anak : 2 mg/kgBB max 60 mg Dewasa : 60 mg atau lebih rendah. Pemberian 1-3 bulan dosis penuh I bulan berikutnya beri alternate dose dengan dosis tetap penuh

Z@ Z@

Ev Ev 14

Page 15: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Jika hasil negatif turunkan bertahap (20% perhari) Steroid dapat menekan hormon kortisol, jadi pada pasien yang mneggunakan steroid tidak boleh langsung distop karena untuk merangsang kortisol bekerja lagi perlahan-lahan. Prinsip pengobatan : kapan mulai dan kapan berhenti. Pesan ujian dari konsulen : jangan ngarang, jika tidak tahu bilang tidak tahu. Imunisasi hepatitis B : HbsAg (-), AntiHbs (-) boleh di imunisasi HbsAg (-), AntiHbs (+) boleh di imunisasi dengan syarat < 25 tahun HbsAg (+), AntiHbs (-) tidak boleh di imunisasi, karena akan memperberat Booster bulan 1, 3, 6 namun pada yang berisiko (dokter, perawat) beri booster pada bulan 1,2 dan 6. Spironolacton KI absolut pada perdarahan aktif. Pada pasien sirosis bengkak perut terlebih dahulu baru kaki sistem vena porta menuju ke hati, jika hati mengkerut maka jalan darah terhambat sehingga terjadi hipertensi portal. Pada pasien decom kaki bengkak dulu baru perut Jantung yang terbendung jadi vena cava langsung terbendung dan mambengkak di kaki. AF terjadi karena detak atrium tidak bisa diikuti oleh detak ventrikel (kontraksi atrium lebih banyak) AF biasanya terdapat pada MS, THD, ASHD. Menentukan toxic dari index Wayne dan pemerriksaan T3, T4, TSH. HbA1c dapat digunakan untuk mengecek gula darah 3 bulan yang lalu (jika >7 berarti 3 bulan yang lalu gula darahnya tidak terkontrol). Pada Tb paling banyak di apex karena oksigenasi paling tinggi (kuman aerob) Pada DM infiltrat biasa terdapat di basal. Analisa cairan pleura

- eksudat: rivalta (-), protein (+), PMN meningkat - transudat : semua rendah (PMN menurun)

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Hb A. Cara Sahli Prinsip : hemoglobin dirubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat Hb Sahli. Reagen : 5 tetes HCl 0,1 n B. Cara fotoelektrik : sianmethemoglobin Prinsip : hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemiglobinsianida) dalam larutan yang berisi kaliumferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan yang dipakai : larutan Drabkin. Pemeriksaan Leukosit : Darah diencerkan dalam pipet leukosit, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Jumlah leukosit dihitung dalam voluma tertentu; dengan menggunakan faktor konversi jumlah leukosit per ul darah dapat diperhitungkan. Larutan pengencer : larutan Turk ( komposisi : lar. Gentianviolet 1% dalam air 1ml, asam asetat glasial 1 ml; aqua dest ad 100 ml, saring sebelum dipakai). Pemeriksaan Trombosit A. Cara langsung (Ress dan Ecker) Darah diencerkan dengan larutan Rees Ecker dan jumlah trombosit dihitung dalam kamar hitung. Larutan Rees Ecker : natriumsitrat 3,8 g; lar. Formaldehid 40% 2 ml; brilliantcresylblue 30 mg; aqua dest ad 100 ml. Larutan harus disaring sebelum dipakai. B. Cara tidak langsung (Fonio) Larutan yang digubakan : magnesiumsulfat 14%. Pemeriksaan LED A. Cara Wintrobe Dengan memakai pipet Wintrobe dan tabung Winrobe. B. Cara Westergren Larutan natriumsitrat 3,8% sebanyak 0,4 ml; pipet Westegren. Pemeriksaan Hematokrit A. Makrometode menurut Wintrobe B. Mikrometode

Z@ Z@

Ev Ev 15

Page 16: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Klasifikasi Hipertensi menurut GNC 7 :

Normal : TD sistolik < 120 mmHg, dan TD diastolik < 80 mmHg

Pre Hipertensi : TD sistolik 120mmHg – 139 mmHg, TD diastolik 80 – 89 mmHg

Hipertensi : TD sistolik 140 – 159 mmHg, atau Stadium I TD diastolik 90 – 99 mmHg

Hipertensi : TD sistolik ≥ 160, atau Stadium II : TD diastolik ≥ 100 mmHg cÉâÇw

_|àxÜtàâÜ ^táâá h}|tÇ

Ev Ev 16

Nico Poundra Mulia, S.Ked

Sindroma Nefrotik Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan solute dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti resorbsi sejumlah solute dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solute dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui system pengumpul. Jika kedua ginjal gagal melakukan fungsinya karena sesuatu hal, makia kematian akan terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Kematian yang diakibatkan gagal ginjal umumnya disebabkan oleh glomerulonefritis kronik. Walupun banyak penderita glomerulonefritis kronik menderita proteinuria persisten asimtomatik selama perjalanan penyakitnya, tetapi hanya 50% di antaranya yang

akan berkembang menjadi nefrotik sindrom. Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis dimana terjadinya proteinuria massif (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Menurut tinjauan dari Robson pada lebih dari 1400 kasus, beberapa jenis glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak. Pada 22% orang dewasa keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis, dan trombosis vena renalis) dimana ginjal terlibat secara sekunder atau karena mengalami respon abnormal terhadap obat atau allergen lainnya. Mekanisme yang menerangkan terjadi8nya edema pada sindrom nefrotik adalah teori underfilling dan teori overfilling. Teori underfilling menjelaskan bahwa edema timbul karena rendahnya albumin serum yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang diikuti peningkatan transudasi cairan dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Teori overfilling mengemukakan retensi air dan natrium sebagai defek utama ginjal menyebabkan peningkatan cairan ekstravaskuler sehingga hokum Starling terganggu dan terjadi edema. Pada umumnya penderita Sindrom nefrotik dating ke Rumah Sakit dengan edema sebagai keluhan utama. Adanya perubahan-perubahan patofisiologi yang ditemukan sehingga penting untuk diketahui penatalaksanaan edema yang harus bertumpu pada perubahan patofisiologi yang ada.

II.1. Definisi Sindroma Nefrotik (SN) merupakan suatu kelainan ginjal yang tidak jarang dijumpai didalam klinik. Diagnosisnya mudah ditegakkan tetapi etiologinya seringkali tidak dapat diketemukan. Secara definisi, SN merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri dari edema anasarka, proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram per hari), hipoalbuminemia (<3 g/ml), lipiduria dan hiperlipidemia. II.2. Etiologi Menurut etiologi SN terbagi dalam 2 kelompok :

1. kelainan ekstra renal : Diabetes Melitus (DM), infeksi, keganasan, amiloidosis, Lupus Eritematosus (SLE), obat-obatan, preeklamsia, congenital.

2. kelainan primer glomerulus : Glomerulonefritis Istilah SN idiopatik dipergunakan untuk kelainan primer glomerulus di mana factor etiologinya tidak diketahui.

Penyebab sindroma nefrotik dapat primer dan sekunder:

a. Primer (idiopatik) 75-80%

Z@ Z@

Page 17: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL b. Sekunder :

a. Glomerulonefritis post infeksi b. Penyakit sistemik, DM, SLE c. Keganasan d. Toxin-toxin spesifik

Penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak adalah: a. Glomerulonefritis kelainan minimal (sebagian besar). b. Glomerulosklerosis fokal dan segmental. c. Glomerulonefritis membranoproliferatif d. Glomerulonefritis pascastreptokok. Penyebab sindrom nefrotik pada dewasa adalah:

a. Glomerulonefritis primer (sebagian besar tidak diketahui sebabnya) o Glomerulonefritis membranosa o Glomerulonefritis kelainan minimal o Glomerulonefritis membranoproliferatif o Glomerulonefritis pascastreptokok

b. Glomerulonefritis sekunder o Lupus eritematosus sistemik o Obat (emas, penisilamin, kaptopril, antiinflamasi nonsteroid) o Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus) o Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulus (diabetes,

amiloidosis)

Secara histopatologis SN idiopatik dapat menunjukkan perubahan-perubahan berupa : - Kelainan glomerulus minimal - Sklerosis fokal segmental - Sklerosis mesangial difus - Glomerulonefritis membranosa - Glomerulonefritis mesangial proliperatif - Glomerulonefritis endokapiler proliperatif - Glomerulonefritis fibriler - Lesi lainya

I.3. Patofisiologi Seperti halnya penyakit lain, pengertian tentang perubahan patofisiologi yang terjadi pada SN penting untuk terapi. Perubahan yang paling awal terjadi sehingga menyebabkan terjadinya gejala SN adalah proteinuria. Proteinuria terjadi karena kerusakan pada dinding kapiler glomerulus, sehingga permeabilitasnya terhadap protein darah meningkat. Selain oleh faktor

kerusakan pada dinding kapiler glomerulus, proteinuria juga dipengaruhi oleh faktor hemodinamik dan ukuran konfigurasi molekul protein. Telah diketahui adanya 2 mekanisme yang berperan pada kerusakan glomerulus, yaitu mekanisme humoral dan mkanisme seluler. Pada mekanisme humoral berperan reaksi antigen (Ag) dan antibody (Ab) yang membentuk suatu ikatan (kompleks) dan mengendap pada dinding kapiler glomerulus tepatnya pada membrana basalis. Endapan kompleks imun ini dapat berasal dari sirkulasi tetapi dapat juga terbentuk setempat. Mekanisme humoral ini dapat juga disertai dengan teraktivasinya system komplemen yang mempermudah proses kerusakan glomerulus. Mekanisme yang kedua adalah proses inflamasi dimana berperan sel-sel inflamasi makrofag, sel monomorfonuklear, sel PMN, mediator-mediator inflamasi, sitokin-sitokin, beberapa growth factor (PDGF, TGF-B). Mediator-mediator inflamasi dan sitokin-sitokin mempengaruhi sel disekitarnya sehingga meningkatkan respon inflamasi. Hipoalbuminemia sebagai akibat dari hilangnya protein melalui urin yang berlangsung lama. Cepat atau lambatnya serta beratnya hipoalbuminemia tergantung dari kemampuan hati untuk meningkatkan sintesis albumin. Selain dari proteinuria dan sintesis albumin oleh hati, hipoalbuminemia juga diperberat oleh meningkatnya katabolisme protein. Mekanisme lain adalah menurunnya distribusi albumin dalam ruang intravaskuler. Edema, terdapat 2 mekanisme yang berbeda dalam menerangkan terjadinya edema pada SN. Pada masa lampau diduga bahwa menurunnya tekanan onkotik plasma menyebabkan hipovolumia intravaskuler dan retensi natrium (sebagai mekanisme kompensasi) yang diperantarai oleh teraktivasinya mekanisme pengaturan volume darah intravaskuler tekanan darah seperti sistem renin angiotensin aldosteron (RAA), vasopresin, system syaraf simpatis dan menurunnya atrial natriuretik peptide (ANP). Teori I ini diterangkan oleh teori “underfell”. Dengan membaiknya volume intravaskuler akibat adanya mekanisme kompensasi akan memperberat keadaan hipoalbuminemia sehingga pembentukan edema berlanjut. Walaupun terdapat beberapa data yang menyokong teori ini, tapi keadaan hipovolumia hanya ditemukan pada sebagian kecil penderita SN, sedangkan sebagian besar lainnya (70%) menunjukkan volume plasma yang normal. Teori kedua adalah teori “overfell” yang mengemukakan retensi natrium sebagai defek lama pada ginjal. Dalam teori ini dijelaskan bahwa retensi Natrium oleh ginjal menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga hukum Starling terganggu dengan akibat terjadinya edema. Bagaimana terganggunya mekanisme pengaturan Na oleh ginjal (yang mengalami kerusakan) masih belum bisa diketahui.

Z@ Z@

Ev Ev 17

Page 18: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL Selain terganggunya pengaturan Natrium pada SN, juga terjadi resistensi terhadap ANP sehingga respon Natriuresisnya berkurang. Gangguan pengaturan Natrium ini dapat terjadi pada tingkat glomerular maupun tubular.

Perubahan-perubahan patofisiologi yang dikemukakan oleh kedua teori tersebut memang dapat dijumpai pada penderita SN, sehingga dalam penatalaksanaannya harus lebih bertumpu pada perubahan-perubahan yang ada.

Hiperlipidemia. Pada SN terjadi perubahan prolifil lipid. VLDL, IDL, dan LDL meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan kolesterol dengan atau tanpa peningkatan gliserida. HDL biasasnya normal walaupun kadang-kadang rendah. Oleh karena transport lipid dalam plasma hampir semuanya sebagai lipoprotein, maka peningkatan lipid plasma menggambarkan perubahan lipoprotein dalam sirkulasi.

Peningkatan kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL (Lipoprotein yang mengangkut kolesterol), sedangkan trigliserida menunjukkan adanya peningkatan VLDL.

Terdapat 2 mekanisme yang berperan pada terjadinya hiperlipidemia, yaitu : - Peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein oleh hati - Menurunnya katabolisme

Meningkatnya LDL pada penderita SN disebabkan oleh peningkatan sintesisnya didalam hati tanpa disertai katabolisme. Gangguan pada eksresi dan metabolisme mevalonat oleh ginjal perlu dipertimbangkan sebagai penyebab meningkatnya sintesa lipoprotein oleh hati.

Peningkatan VLDL disebabkan oleh sintesisnya yang meningkat di hati dan terganggunya konversi VLDL dan IDL ke LDL. Menurunnya aktivitas enzim lipoprotein lipase pada SN memberi dugaan bahwa terjadi penuruna katabolisme VLDL.

Rendahnya kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktifitas enzim LCAT, yaitu enzim yang mengkatalisir pembentukan HDL. Enzim ini juga mempunyai pengaruh untuk membawa kolesterol dari sirkulasi ke hati untuk dikatabolisme.

Terdapat beberapa factor yang berperan pada terjadinya hiperlipidemia, yaitu : - Menurunnya kadar albumin darah dan tekanan osmotik plasma - Berkurangnya zat-zat yang mempunyai sifat katabolisme lipoprotein oleh

karena keluar bersama dengan protein urin - Meningkatnya apolipoprotein dan enzim yang mempengaruhi lipogenesis.

Hiperkoagulasi. Pada SN terdapat kecenderungan untuk terjadi komplikasi tromboemboli, trombosis vena renalis, emboli paru, deep vein thrombosis (DVT) dan trombosis arterial (walaupun lebih jarang).

Keadaan hiperkoagulasi ini sangat kompleks dan berkaitan dengan kelainan dari pembentukan factor pembekuan seperti peningkatan factor-faktor prokoagulans (factor V, VIII), fibrinogen, aktivitas platelet, perubahan sistim fibrinolitik, menurunnya inhibitor factor pembekuan (anti trombin III) dan perubahan-perubahan sel endotel. Perubahan pada factor koagulasi ini berkaitan dengan sintesanya oleh hati dan kehilangan bersama dengan protein urin.

I.4. Gejala Gejala awal SN bisa berupa : - Berkurangnya nafsu makan - Pembengkakan kelopak mata - Nyeri perut - Pengkisutan otot - Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air - Air kemih berbusa]

Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas timbul akibat adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura).

Gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada pria). Pembengkakan yang terjadi seringkali pindah-pindah; pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata dan setelah berjalan cairan akan tertimbun dipergelangan kaki.pengkisutan otot bisa tertutupi oleh pembengkakan.

Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah (yang bisa mengakibatkan syok).sedangkan pada orang dewasa bisa rendah, normal atau tinggi.

Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal karena rendahnya volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal.kadang gagal ginjal disertai penurunan pembentukan air kemih terjadi secara tiba-tiba.

Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya glukosa) dalam air kemih.pertumbuhan anak-anak bisa terhambat. Kalsium akan diserap dari tulang. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa terjadi kerontokan rambut. Pada jari tangan akan terbentuk garis horizontal putih yang penyebabnya tidak diketahui.

Lapisan perut bisa mengalami peradangan (peritonitis). Sering terjadi infeksi oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalm keadaan normal tidak berbahaya).

Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko terbentuk bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di dalam vena ginjal utama. Di lain pihak, darah bisa tidak membeku dan menyebatkan perdarahan hebat.

Tekanan darah tinggi disertai komplikasi pada jantung dan otak paling mudah terjadi pada penderita yang memiliki diabetes dan penyakit jaringan ikat.

Z@ Z@

Ev Ev 18

Page 19: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL I.5. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi penyebab sindroma nefrotik bisa menyembuhkan sindrom nefrotik itu sendiri. Jika penyebab adalah penyakit yang dapt diobati (misalnya penyakit kanker), maka mengobatinya akan mengurangi gejala-gejala. Jika penyebabnya adalah kecanduan heroin maka menghentikan pemakaian heroin pada stadium awal akan menghilangkan gejala-gejalanya. Penderita yang peka terhadap cahaya matahari, racun pohin ek, gigitan serangga sebaiknya menghindari bahan-bahan tersebut. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti, maka diberikan kortikosteroid dan obat-obatan yang menekan system kekebalan (misalnya siklofosfamid). Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak protein akan meningkatkan kadar protein dalm air kemih. ACE Inhibitor (misalnya cartopril, enalapril) biasanya menurunkan pembuangan protein protein dalam air kemih dan menurunkan konsentrasi lemak dalam darah. Tapi pada penderita yang memiliki kelainan fungsi ginjal yang ringan sampai berat, obat tersebut akan meningkatkan kadar kalium darah.

Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretik. Diuretik juga dapat mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan tetapi bisa juga meningkatkan resiko terbentuknya bekuan darah. Antikoagulan bisa membantu mengendalikan pembentukan bekuan darah.

Sirosis Hepatis Sirosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskular normal. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersbut. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertingkat.

Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9% - 5,9%) di Barat. Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak

menderita sirosis (2 – 4,5 : 1), terbanyak pada dekade lima. Dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3).

Secara morfologi sirosis di bagi menjadi jenis mikronoduler (portal), makronodular (pasca nekrotik), dan jenis campuran, sedangkan dalam klinik dikenal tiga jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit-penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, gagal jantung, Wilson’s disease, hematokromatosis dan lain-lain. Gejala yang umunya terjadi sebagai berikut:

1. Gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare

2. Demam, berat badan turun, dan lekas lelah 3. Ascites, hidrothoraks, dan edema 4. Ikterus, kadang-kadang warna urin menjadi lebih tua atau kecoklatan 5. Hepatomegali, bila telah lanjut dapat mengecil karena fibrosis. Bila

secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan ascites, maka sirosis dikatakan dalam keadaan aktif

6. Jari tabuh 7. Kelainan endokrin sebagai akibat hiper estrogenisme, yaitu:

a. Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila dan pubis

b. Amenore, hiperpigmentasi areola mammae c. Spider naevi dan eritema d. Hiperpigmentasi

8. Kelainan pembuluh darah seperrti pembuluh kolateral di dinding esofagus dan thoraks, caput medussa, hemorrhoid dan varises

Selain itu dapat juga ditemuai adanya nemia, ganggguan faal hati

(penurunan kadar albumin serum, peningkatan kadar globulin, peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterase erta peningkatan SGOT dan SGPT. Pemeriksaan tambahan yang sering dikakukan untuk membantun penegakan diagnosis adalah berdasarkan hasil laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu, diperlukan pemeriksaan biopsi hati/peritesnoskopi.

Penegakan diagnosis sirosis hepatis dengan stadium dekompensata

berdasarkan ditemukannya: - Splenomegali - Ascites - Edema pretibial - Laboratorium kimia, khususnya albumin

Z@ Z@

Ev Ev 19

Page 20: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL - Dan tanda kegagalan hati berupa eritema palmaris, spider nevi, dan

perbesaran vena kolateral

Komplikasi yang paling sering terjadi bila sirosis hepatis berlanjut adalah:

1. Kegagalan hati. Kegagalan hati dapat menyebabkan spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, enselopati, dl

2. Hipertensi portal. Dapat menimbulkan splenomegali, pelebaran pembuluh vena esofagus, caput medusae, hemorrhoid, dan vena kolateral dinding perut.

3. Komplikasi lainnya seperti: a. Ascites b. Enselopati c. Peritonitis bakterial spontan d. Sindrom hepatorenal e. Transformasi ke arah kanker hati primer (cirrhosis

decompensata ec. hepatitis kronik)

Mengenai prognosis penderita sirosis hepatis, klasifikasi child digunakan sebagai petunjuk prognosis . Tabel 1. Kriteria Child (modifikasi) pada penderita sirosis hepatis

Parameter klinis Derajat klasifikasi 1 2 3 Bilirubun (mg/dl) Albumin (g/dl) Ascites Defisit neurologik nutrisi

2 3,5

Tidak ada Tidak ada

baik

2-3 3-3,5

Terkontrol Minimal cukup

3,0 3

Sulit dikontrol Berat/koma

kurang

Ev Ev 20

Kombinasi skor : Child A : 5-6 Child B : 7-9 Child C : 10-15 Mortalitas: Child A pada operasi sekitar 15% Child B 30% Child C diatas 60%

Penyebab kematian pada 500 pasien penderita sirosis hepati adalah sebagai berikut:

1. 43% penyebab kelainan diluar hati a. 22% oleh kardiovaskular b. 9%keganasan ekstrahepatik c. 7% infeksi d. 5% diluar hati lainnya

2. 57% penyebab kematian pada hati a. 13% kegagalan hati disertai perdarahan saluran cerna b. 14% perdarahan saja c. 4% kanker hati primer d. 2% hati lainnya

Gagal Jantung Definisi Menurut Braunwald gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung yang mengakibatkan jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel.1 Ciri terpenting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, yang kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.

Gagal jantung kongestif adalah suatu sindrom dengan gejala dan tanda yang komplek serta bervariasi yang meliputi sesak nafas, cepat lelah, takipnea, takikardia, suara ronkhi pada auskultasi paru, kardiomegali, suara gallop ventrikel, dan edema perifer.

1.2 Etiologi Gagal jantung merupakan komplikasi paling sering dari segala jenis penyakit kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan yang meningkatkan beban awal (preload), beban akhir (after load), atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Seluruh penyebab dari gagalnya jantung sebagai pompa dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama yaitu: A. Kelainan Mekanis 1. Peningkatan beban tekanan a. sentral (stenosis aorta, dsb.) b. perifer (hipertensi sistemik, dsb.)

Z@ Z@

Page 21: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL 2. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal, dsb) 3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikuspidalis) 4. Tamponade perikardium 5. Restriksi endokardium atau miokardium 6. Aneurisme ventrikel 7. Dis-sinergi ventrikel B. Kelainan Miokardium 1. Primer a. kardiomiopati b. miokarditis c. kelainan metabolik d. toksisitas (alkohol, kobalt dsb) e. presbikardia 2. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis) a. kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner) b. kelainan metabolik c. Inflamasi d. Penyakit sistemik e. Penyakit paru obstruktif menahun C. Perubahan curah jantung dan Konduksi 1. Henti jantung 2. Fibrilasi 3. Takikardia atau bradikardia yang berat 4. Asinkroni listrik, gangguan konduksi 1.3 Patofisiologi 1.3.1 Mekanisme Dasar Banyak faktor yang berperan dalam menimbulkan gagal jantung. Faktor-faktor ini kemudian merangsang terjadinya mekanisme kompensasi, yang apabila berlebihan dapat menimbulkan gejala-gejala gagal jantung. Gejala gagal jantung sering merupakan manifestasi kelainan fungsi kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel (disfungsi diastolik).2 Tetapi menurut American Heart Association sebagian besar gejala gagal jantung tersebut ditimbulkan oleh gangguan fungsi ventrikel kiri (disfungsi sistolik).3 1.3.2 Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan kegagalan pada jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang sama, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure). Dengan demikian, secara klinis gejala gagal jantung kongestif merupakan gabungan dari gejala jantung kiri dan kanan. Gagal jantung kongestif biasanya didahului oleh gagal jantung kiri (disfungsi ventrikel kiri) dan perlahan-lahan akan diikuti kegagalan pada jantung kanan. 1.3.3 Mekanisme Kompensasi 2,4

Bila curah jantung karena suatu keadaan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan melakukan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung kembali ke batas normal. Mekanisme kompensasi ini biasanya dipakai untuk mengatasi beban kerja atau pun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini telah digunakan secara maksimal tetapi curah jantung tetap tidak cukup, barulah timbul gejala gagal jantung.

Mekanisme kompensasi ini terdiri dari :

• Mekanisme Frank-Starling Pada gagal jantung, berkurangnya isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ventrikel yang tidak sempurna saat jantung berkontraksi, sehingga volume darah yang menumpuk dalam ventrikel saat fase diastol lebih tinggi dibanding normal. Keuntungan adanya mekanisme ini adalah peningkatan beban awal (atau volume akhir diastolik) akan menyebabkan isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, sehingga bisa membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar. • Aktivasi Sistem Neurohormonal Gejala dan tanda klinik gagal jantung sebagian besar disebabkan oleh aktivasi sistem neurohormonal. Sistem ini meliputi sistem syaraf simpatis, sistem renin angiotensin aldosteron, peningkatan produksi hormon antidiuretik, dan peningkatan kadar peptida natriuretik atrial (PNA). 1. Aktivasi saraf simpatis Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan merangsang timbulnya respon simpatis. Aktivitas adrenergik simpatis sehingga denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Peningkatan aktivitas saraf simpatik juga menyebabkan vasokonstriksi vena-vena dan arteri sistemik. Vasokonstriksi arteri perifer akan menstabilkan tekanan arteri dengan

Z@ Z@

Ev Ev 21

Page 22: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL mengurangi aliran darah ke organ-organ yang kebutuhan metabolismenya rendah, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Selain itu venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. 2. Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron Sistem renin angiotensin aldosteron diaktivasi pada keadaan gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin dari sel-sel juxtaglomerular meliputi (1) penurunan perfusi arteri renalis sehubungan dengan curah jantung yang rendah, (2) pelepasan renin dari sel-sel juxtaglomerular, (3) interaksi renin dengan angiotensinogen dalam sirkulasi menjadi angiotensin I, (4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Peningkatan angiotensin II akan meningkatkan tahanan perifer total dan memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja meningkatkan volume intravaskuler melalui dua mekanisme, yaitu di hipotalamus (merangsang rasa haus yang menyebabkan peningkatan masuknya cairan) dan pada korteks adrenal (meningkatkan sekresi aldosteron). Selanjutnya, aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dari tubuli distal ke dalam sirkulasi. Kenaikan volume intravaskular ini menyebabkan peningkatan beban awal yang selanjutnya menaikkan curah jantung melalui mekanisme Frank-Starling. 3. Aktivasi Hormon Antidiuretik Sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior meningkat pada gagal jantung, yang mungkin diperantarai oleh adanya rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan atrium kiri, serta oleh peningkatan kadar angiotensin II dalam sirkulasi. Aktivasi hormon antidiuretik akan menimbulkan retensi cairan, karena terjadi peningkatan meningkatkan reabsorbsi air pada duktus coligentes. Kenaikan volume intravaskular ini akhirnya meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah jantung. 4. Peningkatan peptida natriuretik atrium Peptida natriuretik atrium merupakan suatu hormon kontraregulasi yang disekresikan oleh atrium sebagai respon terhadap peningkatan tekanan intrakardiak. Kerjanya berlawanan dengan dengan hormon-hormon lain yang diaktivasi dalam keadaan gagal jantung, sehingga mensekresi natrium dan air, menimbulkan vasodilatasi, inhibisi sekresi renin, dan mempunyai sifat antagonis terhadap efek angiotensin II pada vasopresin dan sekresi aldosteron. 5. Hipertrofi Ventrikel 2,4

Peningkatan stres yang terus menerus terhadap dinding ventrikel akan merangsang hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel. Peningkatan ketebalan dinding ventrikel merupakan mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk mengurangi stres dinding, sedangkan peningkatan massa serabut otot membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.

1.3.3. Efek-Efek Negatif Dari Respon Kompensasi 4Awalnya, respon kompensasi dari sirkulasi menguntungkan, namun pada akhirnya dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk, karena meningkatkan kerja jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Retensi cairan yang awalnya berguna untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas, kini mengakibatkan bendungan paru-paru, vena sistemik dan edema. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, dan menimbulkan tanda serta gejala misalnya oligouri dan cepat lelah. Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang-ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan miokardium terhadap oksigen (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi dan perangsangan simpatik lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan peningkatan suplai, maka akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah beban miokardium yang tinggi dan berulangnya gagal jantung terus menerus. 1.4 Manifestasi Klinis Pada awal perjalanan penyakit, secara khas gejala-gejala hanya dirasakan pada saat latihan/aktivitas fisik. Dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan, bahkan saat istirahat. Dyspnea, atau perasaan sulit bernafas, merupakan manifestasi paling umum dari gagal jantung. Dyspnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru sehingga mengurangi kelenturan paru. Seperti spektrum kongesti paru yang berkisar mulai dari kongesti vena-vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya edema alveolar, maka sesak yang dirasakan penderita pun berkembang progresif. Dyspnea d’ Effort, atau sesak saat beraktivitas menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri. Orthopnea, atau sesak saat berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah ke dalam dada saat berbaring, sehingga menyebabkan naiknya tekanan hidrostatik kapiler paru yang akan memperburuk kongesti vaskular paru. Pasien dengan orthopnea biasanya tidur dengan beberapa bantal untuk

Z@ Z@

Ev Ev 22

Page 23: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL mengurangi sesaknya. Bila keadaan makin memburuk, pasien bahkan terpaksa harus duduk terus menerus untuk mengurangi sesak. Gejala khas dari gagal jantung adalah paroxysmal nocturnal dyspnea, yaitu mendadak terbangun karena sesak dan batuk di malam hari, sehingga membuat pasien ketakutan. Gejala ini mungkin disebabkan oleh depresi sementara pusat pernafasan selama pasien tidur, terutama pada pasien dengan edema paru dan menurunkan kelenturan paru. Asthma cardiale adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau karena aktivitas fisik. Batuk nonproduktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru-paru, terutama pada saat berbaring. Terjadinya ronkhi akibat transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal jantung. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi vena. Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esofagus dan disfagia atau kesulitan menelan. Walau tidak spesifik, tetapi hampir semua pasien gagal jantung mengeluh cepat lelah terutama saat aktivitas fisik. Hal ini berhubungan dengan menurunnya perfusi darah ke otor skeletal. Pada gagal jantung kanan terdapat tanda dan gejala bendungan vena sistemik. Didapat peningkatan tekanan vena jugularis (JVP); vena-vena leher meninggi dan terbendung. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat saat inspirasi karena jantung kanan tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. Hal ini dikenal dengan tanda Kussmaul. Bila dilakukan penekanan terhadap kuadran kanan abdomen menyebabkan peningkatan vena jugularis, karena kegagalan jantung kanan untuk dapat menyesuaikan diri dengan peningkatan aliran balik vena. Bendungan terhadap vena hepatika menyebabkan hepatomegali, atau pembesaran hati sehingga dapat juga terjadi nyeri tekan hati akibat peregangan kapsul hati. Kongesti hati yang berlangsung lama dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme bilirubin sehingga timbul gejala ikterik dan peningkatan enzim-enzim hati. Bendungan vena lienalis menyebabkan splenomegali. Bendungan usus dan hati dapat menimbulkan gejala-gejala saluran cerna, seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual. Edema perifer terjadi sekunder terhadap penimbunan cairan pada ruang-ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada daerah yang tergantung, dan terutama pada malam hari. Pasien juga kadang mengeluh sering buang air kecil pada malam hari, atau nokturia. Ini terjadi karena redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu berbaring serta berkurangnya vasokonstriksi ginjal waktu istirahat. Gagal jantung lanjut dapat menyebabkan ascites, penimbunan cairan di perut dan edema anasarka atau edema seluruh tubuh. Gagal jantung kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ. Vasokonstriksi perifer menyebabkan kulit pucat dan dingin. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin

tereduksi, bermanifestasi sebagai sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh melepaskan panas, sehingga demam ringan dan keringat yang berlebihan dapat ditemukan. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan badan lemah dan rasa cepat lelah. Gejala-gejala ini dapat diperburuk oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia. Bila curah jantung sudah sangat menurun, maka timbul gejala serebral seperti insomnia, bingung, sukar konsentrasi, daya ingat menurun, sakit kepala dan gelisah. Pada gagal jantung kronik yang berat dapat terjadi penurunan berat badan yang progresif dan dikenal dengan cardiac cachexia. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut: (1) peningkatan konsentrasi TNFα (tumor necrosis factor) dalam sirkulasi, (2) peningkatan proses metabolisme untuk mengimbangi peningkatan kerja pernafasan, hipertrofi ventrikel, dan ketidaknyamanan pada gagal jantung yang berat, (3) anoreksia: mual dan muntah karena intoksikasi digitalis, bendungan hati dan rasa penuh di abdomen, (4) penurunan absorbsi makanan di usus karena bendungan vena-vena usus, dan (5) karena kehilangan protein pada pasien gagal jantung yang berat, walapun hal ini jarang terjadi1 .

1.5 Diagnosis 1,4,5

Walaupun beberapa penelitian telah menilai manfaat berbagai gejala dan tanda untuk diagnosis dan prognosis gagal jantung, namun tidak ada satu pun gejala atau tanda yang dapat dijadikan standar diagnosis baku (gold standard) untuk gagal jantung. Walaupun begitu untuk mendiagnosis gagal jantung tetap diurutkan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Akibat bendungan di berbagai organ dan perfusi darah ke organ perifer yang menurun, maka pada pasien gagal jantung kongestif sering mengeluh, sesak nafas, sesak saat berbaring atau orthopnea dan tiba-tiba bangun karena sesak dan batuk di malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnae). Selain itu Pasien juga mengeluh lekas lelah, nafsu makan menurun, mual, muntah, buang air kecil sedikit (oligouri), bengkak ditungkai dan kadang-kadang juga bengkak di perut (ascites). Bila terjadi edema paru, pasien juga mengeluh batuk berdahak berupa cairan berbusa kemerahan (foamy pink fluid) Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nadi yang cepat (takikardia) kadang iramanya tidak teratur akibat fibrilasi atrium dan ventrikel ekstrasistol. Tidak jarang ditemukan pulsus alternans, yaitu nadi yang saling bergantian antara yang relatif kuat diselingi oleh nadi yang lebih lemah. Pada perkusi didapatkan pembesaran jantung (kardiomegali). Tanda khas pada asukultasi adalah adanya bunyi jantung ketiga (diastolik gallop), kadang-kadang ada bising sistolik derajat I atau II. Bila ada kelainan katup maka dapat terdengar

Z@ Z@

Ev Ev 23

Page 24: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL

Ev Ev

24

Pemberian β-blocker pada pasien gagal jantung harus memenuhi dua syarat berikut ini: (1) penderita harus dalam terapi ACE Inhibitor dan tidak ada kontraindikasi, (2) penderita harus dalam keadaan stabil, tanpa inotropik intravena serta tanpa ada tanda-tanda retensi cairan yang nyata. Pemberian β-blocker dimulai dengan dosis yang sangat rendah dan dititrasi sampai dosis yang efektif. Misalnya karvediol dimulai dengan dosis 2 x 3,125 mg per hari dan dinaikkan menjadi 2 x 6,25 mg per hari dan seterusnya sampai mencapai dosis 2

bising jantung (murmur) di lokasi yang berbeda-beda. Pada kedua paru dapat didengar adanya ronkhi basah halus di daerah basal paru, sedangkan bila ada edema paru maka akan terdengar ronkhi basah halus di seluruh lapangan paru. Bila telah terjadi gagal jantung kanan, maka terdapat peningkatan tekanan vena jugularis, disertai hepatomegali, edema, dan asites. Gambaran EKG pada pasein gagal jantung kongestif tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu terjadi iskemik dan gangguan konduksi ventrikel, maka hampir semua EKG dapat ditemukan gambaran takikardia, left bundle branch-block, perubahan segmen ST dan gelombang T. Pada foto torak, sering ditemukan pembesaran jantung dan tanda-tanda bendungan paru. Apabila terjadi edema paru, dapat ditemukan gambaran kabut di daerah perifer, penebalan interlobar fissure (Kerley’s line). Sedang pada kasus yang berat dapat ditemukan efusi pleural. Pemeriksaan echocardiography perlu dilakukan karena dapat menunjukan besarnya ventrikel kiri maupun kanan, tebalnya dinding ventrikel, faal sistolik ventrikel kiri, apakah ada kelainan katup yang menjadi penyebab gagal jantung atau timbulnya kelainan katup (misalnya insufisiensi mitral) akibat ventrikel kiri yang membesar. Pada gagal jantung kongestif seringkali didapatkan ventrikel kiri yang membesar, dengan faal sistolik yang terganggu karena daya kontraksi yang menurun. Hal ini ditunjukan dengan fractional shortening yang menurun dan ejection fraction yang menurun. 1.6 Penatalaksanaan 1,2,4,5

Penatalaksanaan gagal jantung didasarkan pada usaha-usaha untuk menentukan diagnosis yang tepat, penilaian beratnya gejala yang timbul, menentukan etiologi, identifikasi faktor-faktor pencetus, identifikasi penyakit penyerta, perkiraan prognosis, antisipasi komplikasi, penjelasan pada keluarga pasien, pilihan penanganan yang tepat, memonitor perkembangan dan penanganan secara rutin. Strategi penatalaksanaan gagal jantung meliputi: 1. Tindakan umum Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai dengan beratnya keluhan (kelas fungsional). Pasien juga diminta untuk membatasi intake air dan garam, sehingga dapat menurunkan kebutuhan akan diuretik. 2. Mengurangi beban kerja dan kelebihan cairan Beban awal (preload) dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretik, nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir (afterload) dikurangi dengan obat-obat vasodilator seperti penghambat ACE dan lainnya.

1. Diuretik Obat ini bekerja dengan mengurangi cairan intravaskular, sehingga beban jantung berkurang, bendungan di paru berkurang yang pada akhirnya akan mengurangi gejala sesak nafas. Diuretik yang biasa digunakan pada awal terapi adalah loop diuretic atau tiazid. Loop diuretic yang dipakai yaitu furosemid dengan dosis 1-2 x 40 mg per hari. Biasanya diberikan bersama penghambat ACE. Bila efek diuresis kurang memuaskan dosis dapat dinaikkan, atau dapat dikombinasi dengan tiazid. Jika GFR < 30 ml/menit jangan menggunakan tiazid, kecuali sinergitik dengan loop diuretic. Pada gagal jantung yang berat, dimana terjadi juga penurunan perfusi ginjal sehingga terjadi retensi cairan dapat diberikan metolazon dan dipantau kadar kreatinin serum dan elektrolit. Potassium sparring diuretic seperti spironolakton, triamteren, dan amiloride digunakan hanya jika terjadi hipokalemi menetap walaupun telah diberikan penghambat ACE dan diuretik. Dimulai dengan dosis rendah (spironolakton 1 x 25 mg) selama satu minggu, periksa kalium serum dan kreatinin setelah 5–7 hari dan titrasi. Ulangi kembali setiap 5–7 hari sampai kadar kalium stabil. 2. ACE Inhibitor Pada pasein yang mempunyai gangguan sistolik dan belum mempunyai gejala, pemberian ACE Inhibitor dapat mengurangi risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Pada pasien gagal jantung yang sudah timbul gejala gejala, pemberian ACE Inhibitor dapat mengurangi keluhan, memperbaiki keadaan klinis, dan penurunan mortalitas. ACE Inhibitor juga memperlambat kemunduran disfungsi miokardium.

Semua pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang simptomatik perlu diberikan ACE Inhibitor. Pengobatan dimulai denagn dosis yang rendah seperti misalnya captopril 2–3 x 6,25 mg per hari atau enalapril 2 x 2,5 mg per hari untuk mencegah hipotensi dan azotemia. Bila dosis permulaan tidak memberikan efek yang memuaskan pada pasien, dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan. Misalnya captoril menjadi 3 x 12,5–25 mg per hari, enalapril 2 x 5–10 mg per hari. Pada pemberian ACE Inhibitor, perlu dimonitor tekanan darah setelah beberapa jam pemberian, fungsi ginjal dan elektrolit pada interval 1–2 minggu setelah peningkatan dosis, 3 bulan dan 6 bulan. 3. β-Blocker

Z@ Z@

Page 25: Guide Book PDL

Guide Book PDL Guide Book PDL x 12,5 mg dan maksimum 2 x 25 mg per hari. Untuk metoprolol dosisnya dimulai dengan 12,5 mg per hari dan dinaikkan dosisnya sampai 200 mg per hari. Sedangkan untuk bisoprolol dosisnya dimulai dengan 12,5 mg per hari dan dosisnya dinaikkan sampai 5 mg per hari. Selama periode titrasi atau setelahnya dapat terjadi perburukan gagal jantung transien, hipotensi atau bradikardi. Karena itu dalam pemberian obat ini perlu dimonitor gejala-gejala gagal jantung, retensi cairan, hipotensi, dan bradikardi. 4. Nitrat Nitrat mempunyai efek vasodilator yang dapat memperbaiki keadaan hemodinamik, memperbaiki iskemik miokardium, faal endotel dan kapasitas latihan jasmani. Nitrat mungkin juga mempunyai efek yang baik bila dikombinasikan dengan ACE Inhibitor. Sebuah studi yang membandingkan nitrat bersama ACE Inhibitor dibandingkan dengan plasebo menunjukan bahwa pemberian nitrat nitrat secara signifikan memperbaiki lamanya waktu latihan jasmani, mengurangi volume akhir distolik ventrikel kiri, dan juga dapat menaikkan daya kontraksi ventrikel kiri. Isosorbid dinitrat biasa diberikan dengan dosis 3 x 10 mg per hari. 3. Memperkuat kontraktilitas miokard Digitalis Indikasi pemberian digitalis (digoksin) ialah denyut ventrikel yang cepat, lebih-lebih bila disertai fibrilasi artrium, pada semua tingkat gagal jantung karena gangguan fungsi ventrikel kiri. Pada pasien dengan fibrilasi atrial tanpa gagal jantung, pemberian digoksin dapat untuk mengkontrol irama jantung. Pemberian digoksin bersama dengan diuretik dan penghambat ACE dapat memperbaiki keluhan pasien, tetapi tidak ada perubahan mortalitas dengan pemberian digoksin saja. Digoksin dapat memperbaiki faal jantung kiri, menaikkan fraksi ejeksi, dan memperbaiki kondisi klinis pasien.

Ev Ev 25

Dopamin dan dobutamin Dopamin terutama bermanfaat pada gagal jantung dengan hipotensi dimana efek vasokonstriksi perifer diharapkan akan banyak membantu sirkulasi. Dobutamin dapat digunakan pada gagal jantung berat dengan tekanan pembuluh baji paru yang tinggi namun tekanan sistemik dalam batas yang normal. Amrinon Amrinon menyebabkan penurunan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan dan meningkatkan curah jantung, menurunkan tahanan pembuluh darah paru dan vena sistemik. Dengan demikian efeknya sama dengan kombinasi dopamin dan dobutamin. Amrinon terutama bermanfaat pada gagal jantung yang sudah refrakter dengan pengobatan digoksin, diuretika dan vasodilator.

4. Beberapa tindakan dan pembedahan 6

1. Biventricular pacing 2. Percutaneous coronary intervention (PCI) 3. Bedah pintas jantung koroner 4. Operasi cangkok jantung (heart transplantation) 5. Kardiomioplasti 6. Tindakan operasi rekonstruksi ventrikel kiri 1.7 Prognosis5 Prognosis pasien Gagal Jantung Kongestif selalu berhubungan dengan etiologi yang mendasari. Pasien penyakit jantung rematik sering menderita gejala gagal jantung yang parah, tetapi dengan pembedahan bisa mendekati rentang hidup yang normal. Dilain pihak, pasien kardiomiopatikongesti idiopatik mempunyai prognosis yang buruk, dengan lebih dari 50% pasien meninggal dalam 5 tahun. Tetapi hampir semua pasien dapat mengalami perbaikan gejala dengan terapi moderen.

Nico Poundra Mulia

Nico – Irca – Verdi – Putri – Agus – Puspa – Cipta – Erty – Ria – Putu -= Fahmi

Z@ Z@