Top Banner
Jurnal Volume Halaman Tanggal ISSN Grenek I - 29 Mei 2012 2301-5349
79

Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

Dec 28, 2015

Download

Documents

Ridho Sudrajat

Jurnal Grenek Prodi Seni Musik FBS Unimed mengetengahkan beberapa masalah aktual yang penting dibicarakan, setidaknya bagi civitas Universitas Negeri Medan. Artikel yang dimuat membicarakan perihal budaya musik dan pembelajaran seni musik terkait dengan masalah kreasi, apresiasi, pendidikan musik, pertunjukan musik dan penciptaan musik.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

Jurnal Volume Halaman Tanggal ISSN

Grenek I - 29 Mei 2012 2301-5349

Page 2: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

PROGRAM STUDI SENI MUSIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI (FBS) UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)

Jl. Willem Iskandar, Psr,V-kotak pos No 1589 Medan 201221 telp. (061) 6614002-661

HP. 085261111693 e-mail: [email protected]

EDITORIAL

Jurnal Grenek Prodi Seni Musik FBS Unimed mengetengahkan beberapa

masalah aktual yang penting dibicarakan, setidaknya bagi civitas

Universitas Negeri Medan. Artikel yang dimuat membicarakan perihal

budaya musik dan pembelajaran seni musik terkait dengan masalah kreasi,

apresiasi, pendidikan musik, pertunjukan musik dan penciptaan musik.

Lebih jelasnya pada artikel Ratih Sukat Mini menjelaskan tentang

“pertunjukan Gondang Barogong di ujung batu”. Pada Artikel Abraham

Roma Virganta menjelaskan tentang “Pembuatan Instrumen Tiup

Balobat”, Wahyuni Hasibuan menjelaskan tentang “Keberagaman Gaya

Komponis Dalam Perkembangan Musik di Medan”, sedangkan Sarah

Maliesa Hutapea Memaparkan “Pembelajaran Seni Budaya Dalam

Konteks Musik Melayu”. Yobel Arista Manalu memaparkan “Organologi

Instrumen Tiup Serune”, sedangkan Mitri Adu Manalu menjelaskan

“Musik Sikumbang Dalam Acara Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga”.

H Adi Putra Sirait memaparkan tentang “Gondang Sabangunan Dalam

Upacara Mardebata”, sedangkan Putri Handayani memaparkan tentang

“peranan Musik Pada Etnis Jawa” dan Zainal Arifin Nasution menjelaskan

“Gambus dan Musik Melayu”.

Semoga terbitan ini memberikan kontribusi serta pemahaman dalam

menanggapi wacana seni musik yang menjadi masalah, khususnya yang

terkait dengan topik yang disajikan.

Medan, April 2012

Redaktur

Page 3: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

VOL 1, No 1 April 2012

Terbit empat kali setahun April, Juli, Oktober, Januari

PENASEHAT

Rektor UNIMED

PEMIMPIN UMUM

Dekan FBS-UNIMED

PEMIMPIN REDAKSI

Ka. Prodi. Pend. Seni Musik

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI

Uyuni Widiastuti

SEKRETARIS REDAKSI

Herna Hirza

PENYUNTING AHLI

Khairil Ansari

(Universitas Negeri Medan)

Pulumun Ginting

(Universitas Negeri Medan)

Theodora Sinaga

(Universitas Negeri Medan)

Pita HD Silitonga

(Universitas Negeri Medan)

REDAKTUR PELAKSANA

Panji Suroso

Mukhlis Hasbullah

Danni Ivanno Ritonga

Ridho Sudrajat

Suharyanto

SEKRETARIAT

Dani Ivano Ritonga

Herna Hirza

DISTRIBUTOR

Sukarny

Hartono

DAFTAR ISI

Editorial

Ratih Sukatmini

Gondang Barogong Di Ujung Batu ........... 1-9

Abraham Roma Virganta-

Pembuatan Instrumen Musik Tiup

Balobat ......................................................... 10-15

Wahyuni Hasibuan-

Keragaman Gaya Komponis Dalam Perkembangan

Penciptaan Musik di Medan ....................... 16-23

Sarah Marliesa Hutapea-

Pembelajaran Seni Budaya dalam konteks musik

Melayu ........................................................ 24-31

Yobel Arista Sitepu-

Organologi Instrumen Tiup Sarune ........... 32-40

Mitri Adu Manalu-

Musik Sikambang Dalam Adat Perkawinan

Sumado ........................................................ 41-50

H Adi Putra Sirait

Gondang Sabangunan Dalam Upacara

Mardebata .................................................. 51-58

Putri Handayani-

Peranan Musik Pada Pernikahan

Etnis Jawa ................................................ 59-66

Zainal Arifin Nasution

Gambus dan Musik Melayu ....................... 67-75

Page 4: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

1

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

GONDANG BOROGONG DI UJUNG BATU ROKAN HULU RIAU

Ratih Sukat Mini

ABSTRAK

Musik tradisional gondang borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu

Riau mulai ada pada Tahun 1937 yang dahulunya alat musik ini terbuat dari

kayu yang diberi nama Gambang, kemudian seiring perkembangan jaman

bentuk dan bahan dasar gondang barogong berubah. Bentuk alat musik

tradisional gondang borogong ini yaitu berupa celempong 6 buah, gondang 2

buah dan gong 1 buah. Fungsi dan makna musik tradisional gondang

borogong adalah untuk menyambut tamu kebesaran serta adat lainnya

sedangkan maknanya sebagai identitas budaya setempat dan juga sebagai

simbol budaya bagi masyarakat Rokan Hulu. Teknik dan bentuk komposisi

musik tradisional gondang borogong tidak dituliskan dalam bentuk komposisi

notasi balok maupun not angka. Komposisi gondang borogong ini dimainkan

berdasarkan cara-cara tradisional, seperti diajarkan secara langsung dengan

menghapal bunyi yang akan dimainkan..

Kata kunci : Musik, Gondang Barogong, Rokan Hulu Riau

A. Sekilas Sejarah Gondang Barogong

Kabupaten Rokan Hulu merupakan kabupaten pemekaran di Propinsi Riau pada tahun

1999 ( UU No 3 1999) yang memiliki potensi baik itu potensi Sumber Daya Alam maupun

Sumber Daya Manusia, salah satu potensi tersebut yaitu seni-seni tradisi. Kabupaten Rokan

Hulu ini terdiri dari 16 Kecamatan yang salah satunya yaitu kecamatan Ujung Batu. Salah

satu musik tradisional yang ada pada daerah tersebut yaitu Gondang Borogong. Saat ini

sangat jarang dijumpai alat musik ini dimainkan oleh kaum pemuda di daerah tersebut.

Padahal musik Gondang Borogong ini adalah musik yang memiliki perpaduan irama yang

sangat merdu.

Perpaduan irama gondang barogong dapat menggerakkan batin dan raga, oleh karena itu

hal ini tidak berlebihan jika Gondang Borogong identik dengan seni silat. Namun melihat

kurangnya minat pemuda-pemudi di Ujung Batu untuk memainkan alat musik ini, serta

kurangnya pembbinaan serta perhatian khusus dari pemerintahan Kabupaten Rokan Hulu

mengenai musik tradisional Gondang Borogong akan dapat mempengaruhi

keberlangsunganya. Oleh karena itu melihat fenomena ini, Penulis berkeinginan untuk

meneliti dan mendeskripsikan bagaimana “Keberadaan Musik Tradisional Gondang

Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Riau”.

Keberadaan musik tradisional Gondang Borogong mulai tercipta pada Tahun 1937

yang dahulu namanya adalah Celempong. Jauh sebelum itu mulai abad ke-14 orang memakai

alat musik tersebut dengan menggunakan kayu yang diberi nama Gambang. Setelah

peresmian Raja Rokan turun temurun dengan 9 Raja 2 Sultan, maka lambat laun habislah

keturunan Raja. Oleh karena itu Rokan pada saat itu membutuhkan seorang pemimpin, maka

diambilah keturunan Raja dari Pagaruyung Sumatera Barat yang bernama Tengku Ibrahim.

Pada kesempatan itu pula Tengku Ibrahim diresmikan menjadi seorang Raja, dalam istilahnya

Page 5: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

2

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Raja yang di Rajakan, karena sebelum itu pula beliau adalah keturunan Raja, maka disebutlah

istilah seperti itu.

Acara Borolek Godang, yang maksudnya adalah acara besar untuk Raja Rokan yang

baru, dan acara tersebut dilaksanakan selama 7 hari 7 malam. Dari peresmian tersebut maka

diundanglah seluruh masyarakat Rokan untuk melihat Raja yang baru. Hari yang pertama

adalah Olek dari persukuan 5 suku yang ada di Rokan dan dilakukan secara berganti-gantian

tiap harinya, sesudah acara tersebut maka barulah dari Olek Raja, keluarga raja yang

mengadakan Olek tersebut. Tetapi ada pula nama Olek raja itu sendiri yaitu yang dinamakan

Olek Ninik Mamak. Pada kesempatan itu pula di adakanlah suatu pagelaran seni tradisional

Rokan yang berupa Pencak Silat, Silat Pisau, Silat Pedang dan tari payung.

Setelah acara tersebut ditampilkan maka Raja juga ingin mendengarkan musik

Gambang yang ada di Rokan, maka dipanggillah 2 Orang Pakar Seni pada masa itu untuk

membunyikan Gambang, dan Raja pun menikmati pertunjukan seni Gambang tersebut.

Tetapi tampaknya Raja belum puas sampai disitu saja. Beliau berkeinginan untuk

mengundang kesenian tradisional celempong yang di datangkan dari Sumatera Barat

tepatnya di daerah Batu Sangkar. Tujuan dari Raja mengundang kesenian tradisional tersebut

yaitu beliau berkeinginan agar pakar seni Rokan dan pakar seni Batu Sangkar saling

mengenal alat musik tradisional satu sama lain. Adapun acara tersebut dilakukan selam 3 hari

3 malam lamanya.

Setelah acara tersebut berlangsung selama 3 hari 3 malam, maka dipanggillah pakar

seni Gambang dan pakar seni Celempong ini oleh Raja. Pada kesempatan itu disusunlah

Gambang kayu tadi oleh pakar Seni Celempong, tetapi mereka tidak dapat memainkannya

karena bunyi Gambang tersebut mengambang. Lagu apapun yang akan dibuat tidak bisa

mereka mainkan, karena hasil bunyi dari Gambang tersebut mengambang. Melihat kejadian

itu maka disuruhlah pakar seni Gambang untuk menyusun Celempong dan menuruti letak

Gambang yang telah mereka susun tadi. Kemudian di samakan dengan nada gambang

,dipukul Gambang no 1, dipukul pula Celempong dengan menyesuaikan nada gambang no 1,

di pukul pula Gambang yang no 2, dan disamakan lagi Celempong menurut nada gambang no

2.Begitu seterusnya sampai ke enam Gambang. Jadi kesimpulan dari pengujian bunyi

tersebut Celemponglah yang mengikuti nada dari Gambang.

Dari fenomena itulah Raja menobatkan alat musik Gambang ditukar menjadi

Celempong dengan susunan yang sama yaitu pada tahun 1937. Selanjutnya Pakar Seni

memikirkan lagi lagu apa yang akan dibuat. Dari itu mereka menciptakan sebuah lagu yang

bersifat alami. Apa yang terjadi disekitar, itulah suatu nada yang akan mereka buat. Karena

mereka ahli seni 1 ketukan yang ganjil saja bisa dijadikan suatu komposisi musik. Lagu-lagu

tersebut tercipta dari peristiwa berikut ini :

1. Lagu Tigo Lalu Gonto Kudo, lagu tersebut diambil dari Kejadian Raja yang akan

dibawa ke Istana dengan menggunakan Kuda. Kuda tersebut mempunyai

Gonto/kalung yang berjumlah 3 buah, karena ada tiga buah maka Gonto tersebut

berayun-ayun dan menghasilkan bunyi. Dari kejadian itulah mereka telah

menciptakan lagu yang berjudul Tigo lalu Gonto Kudo maksudnya yaitu Tigo adalah

3 Orang yang berlalu diantaranya sang Raja tadi, Tuan Putri, dan Hulu Balang,

sedangkan Gonto Kudo itu adalah Gonto yang dimiliki oleh kuda tadi.

2. Lagu Sanayuong, yang berasal dari kata ke Istana Bang Yuong. Lagu tersebut diambil

dari kejadian Raja yang menyuruh anaknya ke Istana, maka tercipta pula lagu

Sanayuong.

3. Lagu Tigo Lalu, yang artinya tiga berlalu. Lagu tersebut diambil dari peristiwa

seoarang calon pengganti Raja yang hendak pergi ke Balai tempat Ia akan di nobatkan

menjadi Raja yang baru. Tetapi beliau pada saat itu ditemani oleh dua orang

kakaknya, karena mereka ingin pergi ke Balai. Maka terciptalah lagu Tigo Lalu.

Page 6: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

3

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

4. Lagu Tigo Bonti, yang artinya tiga berhenti. Lagu tersebut diambil dari kisah seorang

Raja tadi bersama dua orang kakaknya yang hendak pergi ke Balai. Sesampainya di

Balai kemudian mereka berhenti sesaat untuk naik kebalai. Maka ketika mereka

berhenti terciptalah lagu Tigo Bonti tersebut.

5. Lagu Nanggunai, yang berasal dari kata Nan Anggun Naik(yang anggun naik). lagu

tersebut diambil dari penobatan Raja. Pada saat itu Raja tadi memanggil sang Kakak

untuk ikut serta menaiki Balai. Maka terciptalah lagu Nanggunai tersebut.

6. Lagu Kubik-kubik, lagu tersebut yang maksudnya adalah memanggil orang tanpa

bersuara. Pada saat itu sang kakak tadi menaiki Balai dan kemudian meng Kubik-

kubik( memanggil ) Orang-orang untuk menyaksikan penobatan Raja yang baru yaitu

Adiknya sendiri. Dari cara Kakak tadi memanggil orang-orang tanpa tanpa bersuara

maka tercipta pula lagu Kubik-kubik tersebut.

7. Lagu Timbang Baju, lagu tersebut tercipta ketika semua orang sudah berkumpul untuk

menyaksikan penobatan sang Raja dan menimbang baju Raja yang akan di

kenakannya. Pada saat itu tradisi timbang baju memang wajib dilakukan, karena

peraturan tersebut memang sudah dilakukan oleh Raja-raja sebelumnya. Berat baju

Raja yang lama harus sama dengan berat baju Raja yang baru walaupun mereka

memiliki postur tubuh yang berbeda. Oleh karena itu raja yang baru ingin meminta

tolong kepada Dua Kakaknya agar bajunya di timbang. Lalu Ia berkata Kak... kak...

timbang baju, kak...kak timbang baju. Maka tercipta pula lagu itu yang berjudul

Timbang Baju.

8. Lagu Atiek Bosa Sekali, lagu tersebut tercipta ketika Keluarga Raja mengadakan Do’a

bersama , dan bertahlil setelah Ia diresmikan. Dari peristiwa tersebut tercipta lagu

Atiek Bosa Sekali, yang artinya Tahlil Sekali.

9. Lagu Atiek Bosa Duo kali, berhubung tamu undangan berdatangan, yang bermaksud

ingin berdo’a, dan bertahlil bersama, tentunya Tahlil dilakukan dua kali. Maka dari

peristiwa tersebutlah tercipta lagu Atiek Bosa Duo Kali.

10. Lagu Kak kak jopuk ku baliek, yang artinya kak kak jemput Aku lagi. Lagu tersebut

tercipta sesudah selesai acara berdo’a dan bertahlil bersama.

11. Lagu Anta ku pulang, yang artinya Antar aku pulang. Setelah penjemputan tadilah

Raja yang juga mempunyai dua Kakak tadi meminta agar Kakaknya mengantar Ia

pulang.

12. Lagu Puti dayang boinai, Lagu tersebut tercipta saat sang Raja tadi telah sampai di

Istana dan di Inai-inai oleh para dayang.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Bapak Sarifudin ( tanggal 21 Januari 2012), mengapa

Celempong Rokan hanya Enam buah saja, yaitu karena Ke-Enam Celempong tersebut

merupakan bilangan Penghulu dalam Suku yang ada di Rokan, dalam penjelasannya yaitu

sebagai berikut : 1, Suku Melayu : 2. Suku Mandailing,3.Suku Piliang,4 Suku Caniago,5

Suku Potopang,6, Penghulu Pasa

Sedangkan Gendang tradisional Rokan hanya dua yaitu karena pada masa kerajaan

dahulu Raja memiliki 2 orang kepercayaannya yang pertama dinamakan Hulu Balang Raja,

dan Hulu Balang Penghulu. Kemudian Gong itu hanya satu karena melambangkan seorang

Pemimpin yaitu Raja. Kepemimpinan yang hanya dilakukan oleh satu Orang saja. Itulah

sejarah dan keberadaan musik tradisional Gondang Borogong, yang berasal dari kata

Gendang dan Gong. Tetapi karena pengaruh bahasa yang ada di Rokan maka menjadilah

Gondang Borogong, dan mengapa Celempong tidak di ikut disertakan untuk nama musik

tradisional tersebut. Karena Celempong yang berjumlah Enam buah itu melambangkan dari

Penghulu dalam tiap Suku. Maka dari itu celempong tidak di sebutkan dalam nama musik

tradisional Rokan Hulu.

Page 7: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

4

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

B. Instrumen Musik Tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten

Rokan Hulu.

a. Celempong

Gambar Celempong

Pada musik tradisional Gondang Borogong fungsi Celempong yaitu sebagai pembawa

melodi disetiap lagu. Adapun nada-nada yang dimiliki oleh celempong yaitu sebagai berikut.

Berikut Notasi dari nada Celempong tersebut :

G - B - D - F - Dis - C

Pada alat musik Celempong ini ada pemain Poningkah( pembuat bass ) dan pemain

Polalu ( pembuat melodi ), dan dalam memainkannya sudah ada aturan dan pembagiannya.

Berikut pembagian dari pemain Celempong Ponigkah( pembuat bass ) dan Celempong

Polalu ( pembuat melodi ).

- Pemain Poningkah memainkan Celempong nomor 1 dan 2.

- Sedangkan Pemain Polalu dapat memainkan Celempong nomor 2, 3, 4, 5, 6 terkecuali

nomor 1. Karena Celempong nomor 1 hanya untuk pembuat Poningkah (bass) dan tidak

pernah digunakan dalam pembawaan melodi.

Walaupun pemain Polalu (pembuat melodi) juga memainkan Celempong nomor 2,

dan pemain Poningkah (Pembuat bass) juga memainkan Celempong nomor 2, tapi uniknya

permainan mereka tidak pernah beradu. Itulah kelebihan dari alat musik celempong jika

dilihat dari cara memainkannya. Celempong adalah alat musik yang dimanikan dengan cara

dipukul yang terbuat dari campuran kuningan dengan timah putih, melalui sistem pengecoran

fero, ketebalan 1 mm dengan bentuk dan ukuran standar sebagaimana gambar teknis diatas.

Page 8: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

5

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

b. Tokok celempong

Gambar Tokok celempong

Tokok Celempong adalah alat yang fungsinya untuk menokok Celempong yang

terbuat dari kayu mahang. Kayu ini dipakai dengan pertimbangan ringan dan menghasilkan

nada yang maksimal, serta tidak merusak celempong, jika jenis kayu tersebut tidak ada, dapat

digantikan dengan kayu lain yang serupa atau sejenis.

Tokok Polalu agak panjang bangkulnya, karena mempertimbangkan pemakaian

penokok yang cepat serta menghasilkan nada yang melengking. Sedangkan Tokok Poningkah

agak bulat telur bangkulnya dengan pertimbangan menghasilkan nada bas yang keras dan

bulat.

c. Ogong

Gambar Ogong

Ogong atau yang disebut dengan gong adalah alat musik yang dimainkan dengan cara

dipukul, nada yang dihasilkan dari gong ini adalah ”gung” dengan fonologi sesuai sampel

standart milik Bapak Taslim. F dan fungsinya dalam musik tadisional Gondang Borogong

yaitu sebagai pembawa Poningkah atau bass. Ogong digantung dengan tali yang ditahan oleh

kutimba untuk menjaga keseimbangan ogong serta memberikan bunyi yang diinginkan, jika

tiang ogong tidak dapat dipergunakan maka tali ini dapat dijinjing dalam memfungsikan

selain memakai tiang Ogong.

Gantungan ogong terbuat dari kayu loso ( loso tanduk atau loso bungo ). Pada sisi

depan gantungan ogong terdapat ukiran melayu bermotif kucing sedang bergelut, yang

melambangkan gerakan dinamis dari seni silat. Ukiran ini bukan ketetapan yang mutlak,

hanya pada saat pengadaan 50 set alat musik ini dibuat motif tersebut, berikut filosofinya.

Page 9: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

6

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

d. Tokok Ogong

Gambar Tokok Ogong

Tokok Ogong terbuat dari kayu kera satau dari smambu dan lalangkau, sejenis rotan.

Bungkulan tokok gong terbuat dari sigaret, yaitu getah yang terdapat pada pulan ( parit bekas

potongan karet ). Sedangkan pertimbagan getah ini kadar airnya sangat sedikit, berkualitas,

tahan lama, dan menghasilkan nada gong yang sempurna, serta dapat menghindar dan

kecedraan terhadap bungkulan ogong.

Notasi dari pukulan Ogong yaitu:

e. Gondang

Gondang terdiri dari dua, pertama gondang polalu ( melodi ) dan kedua gondang

poningkah ( Bass ). Kedua bentuk gondang ini pada dasarnya sama, baik ukuran maupun

bentuk, hanya setelan ketegang kulit, dan cara pemukulan yang berbeda, sehingga

menghasilkan nada melodi dan bass. Fungsinya dalam musik tradisional Gondang Borogong

yaitu sebagai pembawa ritme dan juga tempo.

Gambar Gondang

Gondang terbuat kaya kayu loso ( loso bungo atau loso tanduk), karya loso tersebut

dibuat Baluh ( lobang tembus ), lalu dibalut dengan kulit kambing atau biri-biri didalamnya

ditahan dengan rotan sogo, kemudian disirek dengan rotan sogo, kemudian diikat dengan ikek

jijak murai. Nada yang dihasilkan sebuah Gondang tergantung kepada kulit yang dipakai,

kulit cingkuk ( monyet ) adalah nada yang paling berkualitas, lalu diikuti oleh kulit kijang,

biri-biri dan kambing. Sedangkan bagian yang terbaik dari kulit-kulit tersebut adalah pada

bagian perut. Pemukul Gondang terbuat dari rotan sogo yang agak dilengkungkan.

- Gondang Poningkah (pembuat bass)

- Gondang Polalu (pembuat melodi)

Page 10: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

7

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

C. Fungsi dan Makna dari Musik Tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu

Kabupaten Rokan Hulu

1. Fungsi musik Gondang Borogong

a. Untuk penobatan Raja pada zaman dahulu. Musik tradisional Gondang Borogong ini

dimainkan ketika saat penobatan Raja tersebut berlangsung, dan dimainkan selama

satu hari satu malam dan ditambah sampai setengah hari lagi.

b. Untuk menyambut Bupati dan tamu besar lainnya.

c. Untuk hiburan pada acara pernikahan. Pada umumnya musik Gondang Borogong

yang dimainkan pada saat acara pernikahan dilakukan ketika pihak pengantin laki-laki

hendak memasuki gerbang dan bertemu dengan pihak pengantin perempuan. Tetapi

ada pula musik Gondang Borogong ini yang dimainkan satu hari sebelum pesta

pernikahan berlangsung yaitu dimainkan dari pagi hari hingga sore hari dimana ketika

ibu-ibu sedang masak-memasak, dan bapak-bapak sedang memasang tenda.

d. Untuk hiburan pada acara khitanan.

e. Untuk iringan musik ketika hendak menanam padi.

f. Untuk hiburan menjalang mamak pada saat Hari Raya Idul Fitri dengan acara maaf-

maafan. Acara ini di lakukan satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri berlangsung,

dan biasanya dilaksanakan di LKA (Lembaga Kerapatan Adat).

g. Untuk Perlombaan Pacu sampan dalam rangka memeriahkan Hari Raya Idul Fitri.

Acara ini biasanya di laksanakan selama 3 hari setelah hari raya, yang diadakan di

Sungai Rokan. Selama perlombaan tersebut berlangsung Gondang Borogong terus di

mainkan sampai acara perlombaan pacu sampan selesai. Acara ini dimulai dari siang

sampai sore hari.

h. Untuk acara hiburan dalam rangka HUT-RI, biasanya dalam memeriahkan Hari Ulang

Tahun Republik Indonesia di Ujung Batu mengadakan berbagai macam perlombaan,

salah satunya yaitu panjat pinang. Pada saat perlombaan panjat pinang inilah musik

Gondang Borogong dimainkan, hingga perlombaan tersebut selesai.

2. Makna musik Gondang Borogong

Makna dari musik tradisional Gondang Borogong bagi masyarakat Ujung Batu yaitu:

a. Sebagai identitas budaya, disetiap kampung-kampung di Rokan Hulu kelompok

seni tradisional Gondang Borogong selalu ada, meski dengan keterbatasan alat,

namun tradisi ini tetap bertahan sehingga seni tradisional Gondang Borogong ini

telah menjadi identitas bagi masyarakat Rokan Hulu sampai saat sekarang ini

b. Sebagai simbol budaya setempat dan sangat tinggi nilainya dalam adat istiadat.

Hanya musik tradisional Gondang Borogonglah yang telah menjadi khasanah

budaya Rokan Hulu. Oleh karena itu, apapun itu acaranya, baik acara-acara besar,

sampai acara adat sekalipun, musik Gondang Borogong masih dipakai hingga saat

sekarang ini dan dijuluki dengan bunga adat.

D. Bentuk Musik Tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan

Hulu

Gondang borogong adalah suatu alat musik tradisional yang menjadi khasanah

budaya Rokan Hulu yang dimainkan oleh lima orang atau lebih, alat musiknya merupakan

perpaduan dari beberapa alat perkusi yang terdiri dari gong disebut dengan ogong, beberapa

gong berukuran kecil berjumlah enam buah disebut dengan celempong, dan sepasang

gendang 2 muka/sisi disebut dengan gondang. Biasanya susunan duduk dalam bermain musik

tradisional gondang borogong, pemain celempong ditengah dan dua orang pemain gondang

berada pada sebelah kiri dan sebelah kanan pemain celempong, dan pemain ogong berada

Page 11: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

8

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

dibelakang pemain celempong dan gondang. Berikut bentuk reportoar pertunjukan tradisional

gondang borogong.

Gambar Pertunjukkan Gondang Baronggong

Sedangkan dalam bentuk komposisi musiknya didalam gondang borogong biasanya

adalah sebuah bentuk komposisi musik yang struktur lagunya disesuaikan dengan struktur

lagu iringan tradisi. Dalam hal ini ada beberapa lagu yang ditemukan pada musik tradisional

gondang borogong yaitu: Lagu tigo lalu gonto kudo,Lagu sanayuong,Lagu tigo lalu,Lagu

tigo bonti,Lagu nanggunai,Lagu kubik-kubik,Lagu timbang baju,Lagu atiek bosa sekali,Lagu

atiek bosa dua kali,Lagu kak kak jopuk ku baliek,Lagu anta ku pulang,Lagu puti dayang

boinai.

E. Kesimpulan

Keberadaan musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu

Riau ada sejak tahun 1937, yang dahulunya alat musik tersebut terbuat dari kayu yang

bernama gambang. Tetapi karena Raja dulu menginginkan agar alat musik tersebut lebih

maju seperti di Sumetara Barat yang saat itu sudah menggunakan celempong. Maka Raja juga

ingin mentransformasikan alat musik gambang menjadi celempong dengan nada gambang.

Sejak itulah gambang menjadi celempong, karena seiringnya perkembangan zaman

celempong ini disebutkan menjadi Gondang Borogong yaitu alat musik tradisional Rokan

Hulu dan masih menjadi khasanah budaya Rokan Hulu yang sangat tinggi nilainya dalam

adat istiadat.

Bentuk alat musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu kabupaten Rokan Hulu

Riau hampir sama dengan alat musik tradisional di daerah-daerah lain. Gondang Borogong

ini terdiri dari celempong yang hanya enam buah, gondang dua buah, dan Gong satu buah.

Fungsi dan Makna musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten

Rokan Hulu Riau yaitu untuk menyambut tamu kebesaran pada acara-acara kebesaran serta

adat lainnya, untuk acara pernikahan, khitanan, untuk iringan musik pada masyarakat ketika

hendak menanam padi, dan untuk acara menjalang mamak pada saat Hari Raya Idul Fitri

dengan acara bermaaf-maafan. Sedangkan makna dari musik tradisional Gondang Borogong

adalah salah satu alat msuik tradisional yang telah menjadi khasanah budaya Rokan Hulu dan

sangat tinggi nilainya dalam adat istiadat. Oleh karena itu Gondang Borogong di juluki

sebagai bunga adat di Rokan Hulu.

Bentuk komposisi musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan

Hulu yaitu memiliki aturan-aturan dalam menggunakannya. Celempong yang dimainkan oleh

dua orang agar menghasilkan lagu yang harmonis. Gondang yang dimainkan oleh dua orang

dengan cara duduk atau berdiri, dan Gong yang dimainkan oleh satu orang dengan cara

duduk maupun berdiri sesuai dengan keadaan penyangkutan ogong serta ketinggiannya.

Sedangakan bentuk komposisi musiknya yaitu gondang borogong tidak dituliskan dalam

bentuk komposisi notasi balok maupun not angka. Komposisi gondang borogong ini

biasanya dimainkan berdasarkan cara-cara tradisional, seperti diajarkan secara langsung

dengan menghapal bunyi yang akan dimainkan.

Page 12: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

9

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1984. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek,

Jakarta : Bina Aksara.

_______________ . 2002. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta

Banoe, Ponoe. 2003. Kamus Musik, Jakarta : Kansius.

Dick & Carey. 2001. The Systematic Design of Instruction. New York: Wesley

Education

Donal, Mc. 1959. Educational psychology Instruction. Washington: ASCD

Hadari.1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada University Press.

Hamdju, Atan dan Windawati, Armillah. 1981. Pengetahuan Seni Musi III,

Jakarta : Mutiara.

H.D Silitonga, Pita. 2007. Diktat Akustik Organologi.

Kantor Pariwisata dan Kebudayaan. 2007. Panduan Alat Musik Gondang

Borogong, Kabupaten Rokan Hulu.

Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Mayarakat. Jakarta

Maryaeni. 2005 Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara : Jakarta.

Mulyana.2003. Metode Penelitian. Bumi Aksara : Bandung

Nursantara, Yayat. 2007. Seni Budaya SMA Kelas X, Bekasi : Erlangga.

Nursantara, Yayat. 2007. Seni Budaya SMA kelas XII, Bekasi : Erlangga.

Poerwadarminta, W.J.S. 1980. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai

Pustaka.

P.T.Talenta Siburian, Esra. 2007 Diktat Wawasan Musik Nusantara.

Patton, Michael Quinn. 1987. Qualitative Evolution Evolution Methods. Biverly

Hill: Sage Publications.

Reigeluth, M Charles. 1983. Instruction Design Theories And Model: An Overviw

of Their Current Status. Hillsdale, New Jersey London: Lawrance Erlbaum Associate.

Rowen, R.H. Music Trough Sources and Documents. New Jersey: Prentice Hall

Inc.

Siegmeister, Elie. 1977. Harmony and Melody, Volume I :The Diatonic Style.

Wadsworth Publishing Company, Belmont, California.

Soeharto, M. 1991. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.

__________. 1992. Kamus Muisk. Jakarta : Gramedia Widyasarana Indonesia.

Sukmadinata. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Romaka Rosdakarya,

Bandung.

Sumaryo. L.E. 1978. Komponis, Pemain Musik, dan Publik. Jakarta: Dunia

Pustaka

Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Sunarko, Hadi. Djarmono, dan Sukotjo. 1989. Seni Musik Untuk Kelas 1 SMP.

Jawa Tengah: Intan Pariwara.

Suragin. 2001. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana Indonesia.

Trisuci, 1973. Harmoni Untuk Kelas Harmoni Sekolah Musik Murni. Medan:

Tensilan.

Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata ANDI. Yogyakarta.

http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/tradisional

http://id.wikipedia.org/wiki/musik_tradisional

Page 13: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

10

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

PEMBUATAN INSTRUMEN TIUP BALOBAT

Abraham Roma Virganta

Abstrak

Musik tradisional Karo sebagai salah satu bentuk kebudayaan adalah

merupakan peninggalan dari leluhurnya, sebuah komitmen bagi suku karo

untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya tradisi agar tidak lekang

oleh waktu. sebuah upaya penulis sebagai bagian dari komitmen tersebut

untuk dapat memaparkan bagaimana gambaran singkat tentang salah satu

instrumen yang hampir tidak lagi dikenal oleh generasi muda masyarakat

karo contohnya adalah instrumen balobat. Instrumen balobat merupakan

salah satu instrumen musik tradisional tiup masyarakat etnis karo di

Sumatra Utara. Dalam tulisan ini dijelaskan bagaimana keberadaan

instrumen balobat dan juga tentang mekanisme dalam pembuatannnya.

Dimulai dari bagaimana memulai pembuatan balobat, bahan apa yang

digunakan dalam pembuatannya hingga sekilas tehnik memainkannya.

Selain itu dalam tulisan ini juga dipaparkan beberapa funsi penggunaan

instrumen balobat pada masyarakat karo dalam acara adat tertentu pada

masyarakat pendukungnya.

Kata Kunci : Pembuatan, Instrumen, Balobat

A. Pendahuluan

Suku Karo merupakan suku yang terdapat diPropinsi Sumatera Utara. Suku Karo

banyak mendiami daerah perbukitan yang ada dibeberapa kabupaten di Sumatra Utara dan

kadang kala suku ini juga disebut sebagai bagian dari Suku Batak atau yang disebut suku

Batak Karo. Beberapa suku yang sering disebut sebagai rumpun suku Batak yaitu Batak

Toba, Pak-pak Dairi, Simalungun, Angkola dan mandailing. Setiap rumpun ini mempunyai

perbedaan dalam budaya dan keseniannya.

Musik tradisional Karo sebagai salah satu bentuk kebudayaan adalah merupakan

peninggalan dari leluhur mereka, suku karo akan tetap menjaga dan melestarikan budaya

tradisi agar tidak lekang oleh waktu. Alat musik balobat yang merupakan salah satu bagian

dari alat musik teradisional Karo, instrumen musik balobat terbuat dari bambu, bunyi

balobat yang sendu bila didengar seolah-olah bagi masyarakat karo akan dapat mewakili atau

dapat mengandung makna yang dapat menceritakan sesuatu hal yang pernah terjadi, selain itu

bagi masyarakat karo istrumen musik tradisional balobat ini adalah alat musik yang dapat

digunakan untuk mengungkapkan rasa atau perasaan. instrumen ini juga sering digunakan

para pemuda untuk mencari perhatian para wanita muda, untuk membujuk, merayu dengan

melalui permainan melodi lagu-lagu yang mereka alunkan lewat alat musik balobat ini. Balobat (block flute) sebagai instrumen solo juga merupakan alat musik yang sama

dengan balobat yang terdapat dalam gendang balobat. Perbedaannya adalah konteks penyajian.

Balobat sebagai instrumen solo selain seperti yang dijelaskan diatas digunakan sebagai hiburan

pribadi ketika sedang mengembala ternak di padang rumput yaitu ketika sedang menjaga padi di

sawah atau di ladang, fungsi instrumen balobat dalam ansamble gendang balobat berfungsi sebagai

pembawa melodi

Page 14: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

11

Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)

Alat musik Balobat yang tergolong dalam instrumen melodis tunggal dapat berfungsi

pula sebagai penghibur diri sendiri selain fungsinya dapat dijadikan sebagai instrumen

pembawa melodi lagu tradisional karo dalam ansambel musik tradisional karo. Selain itu juga

dapat berfungsi sebagai pengiring acara adat tertentu seperti erpangir kulau, pada acara ritual

kemalangan. Dapat dijelaskan alat musik balobat biasanya selalu berpasangan dengan

keteng-keteng dan mangkuk mbentar. Dalam ansamble gendang balobat yang termasuk juga

gendang telu sendalanen ini,ada instrumen lain seperti mangkuk mbentar yang berfungsi

sebagai pembawa tempo, walau hanya sebuah mangkok tetapi mangkok ini sangat berperan

dalam permainan ansamble gendang telu sendalanen tersebut. Mangkok berbahan dasar batu

keramik ini jika digabung dalam ansamble gendang telu sendalanen harus berwarna putih

polos karena memiliki makna filosofis kepolosan dan hati yang bersih makanya dapat

didengar gendang telu sendalanen musik sederhana enak untuk dinikmati, dalam memainkan

musik atau gendang telu sendalanen mangkuk mbentar (mangkok putih) ini di isi air

secukupnya oleh yang nantinya memainkan mangkuk ini, hal tersebut dilakukan adalah untuk

mensetarakan nada hingga menimbulkan harmonisasi yang baik dan enak didengar, mankok

mbentar yang yang berperan dalam gendang telu sendalanen ini berdiameter 12 cm,

ketebalan + 0,3 cm.

Selain itu ada juga keteng-keteng alat musik yang berbahan dasar buluh (bambu

betung) adalah sebagai pembawa ritem, kata keteng-keteng secara ilmiah tidak mempunyai

arti yang khusus namun menurut beberapa narasumber yang didapat secara lisan merupakan

pemberian nama keteng-keteng berdasarkan dari suara yang dihasilkan oleh bunyinya,

dimana keteng-keteng sebagai alat musik ritmis dapat menghasilkan tiga jenis bunyi yang

menyerupai bunyi gong, gendang penganak, gendang singindungi dan dapat diklasifikasikan

alat musik ini tergolong alat musik idiokordofon. Dalam musik tradisional masyarakat suku

Karo dikenal tiga bentuk ritem, yaitu;

1. Simalungun Rayat,

2. Odak-odak,

3. Patam-patam.

Ketiga ritem tersebut tetap akan dalam birama 8/4. Namun dalam pembagian dapat dibagi

untuk simalungun rayat, 4/4 untuk odak-odak, dan untuk patam-patam 2/4 dan dalam bentuk

pukulan ritem yang berbeda. Simalungun rayat bertempo lambat, Odak-odak bertempo

sedang, dan Patam-patam bertempo cepat.

Berdasarkan pengklasifikasian Horn von Bostel dan Curt Sach musik tradisional Karo

dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :

a. Kelompok Idiophone

1. Gung

2. Penganak

3. Keteng-keteng

4. Mangkuk mbentar

b. Kelompok Membranofhon

1 .Gendang anak

2 .Gendang indung

3 .Gendang binge

c. Kelompok Aerofhon

1 .Sarune

2 .Balobat

3. Surdam

d. Kelompok Kordofon

1. Kulcapi

2. Keteng-keteng

Page 15: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

12

Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)

e. Kelompok Elektrofon

1. Organ elektrik

B. Pembuatan Balobat. Dalam hal ini akan dipaparkan bagaimana pembuatan balobat, alat apa yang akan

digunakan dalam pembuatantanya dan bahan bagaimana yang baik untuk pembuatan balobat.

Hal pertama yang akan dipaparkan adalah tentang bagaimana tehnik pembuatan balobat.

Sepenuhnya teknik pembuatan balobat ini masih dikerjakan secara manual, tidak berdasarkan

hasil olahan mesin, pembuatan menggunakan alat-alat yang juga sering dipergunakan oleh

para pembuat prabot rumah tangga. Peralatan tersebut antara lain adalah:

1. Parang

2. Gergaji

3. Pisau kecil

4. Meteran atau alat ukur panjang.

Dalam pembuatan balobat gergaji berfungsi sebagai alat potong bambu yang akan

dibuat sebagai bahan dasar pembuatan instrumen balobat. Awalnya pengerajin balobat akan

memotong bambu setelah ditentukan terlebih dahulu diukur dan dipilih bambu yang akan

digunakan sebagai bahan dasar, hal ini agar potongan bilah bambu yang terpilih dapat secara

maksimal digunakan sebagai bahan dasar pembuatan balobat.

Gambar Pembuatan balobat

Pisau kecil

Dalam hal pembuatan balobat pisau kecil berfungsi sebagai pembentuk lubang tulbat

bahasa karo (lobang suara), pembentuk lubang melodi dan sekaligus merapikan pingiran

lubang melodi.

Gambar Pisau kecil untuk melobangi balobat

Page 16: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

13

Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)

Dalam pembuatan balobat, disini meteran berfungsi sebagai alat untuk mengukur

panjangnya balobat berdasarkan ketentuan yang sudah direncanakan, selain itu juga sebagai

alat ukur ketebalan bambu menurut aturan pembuatan balobat. Sebab bilamana terjadi

kesalahan dalam sistem pengukurun itu meleset maka dapat dipastikan gelombang suara dan

warna suarapun bisa tidak tepat sasaran.

Bahan bambu dasar sebagai pembuatan instrumen balobat dalam bahasa Karo buluh

reggen (bambu biasa), selain bambu yang telah ditentukan tidak ada bambu sebagai bahan

alternatif, berdasarkan penelitian walau dibuat dengan bambu yang berbeda jenis tidak

menghasilkan suara yang sama walau cara pembuatannya sama, dan bila dibuat dengan

bahan baku dari kayu suara yang dihasilkan agak kasar lebih mengarah kebunyi suara sarune,

hal ini dapat diperkirakan karena serat kayu pada bambu maupun selain jenis bambu yang

sudah ditentukan itu pasti seratnya berbeda.

Gambar Buluh reggen/bambu biasa

Jenis-jenis bambu yang terdapat di Indonesia diperkirakan sekitar 159 spesies dari

total 1.250 jenis bambu yang terdapat di dunia. Bahkan sekitar 88 jenis bambu yang ada di

Indonesia merupakan tanaman endemik. Bambu merupakan jenis rumput-rumputan yang dan

beruas. Bambu merupakan anggota family Poaceae yang terdiri atas 70 jenis. Bambu

termasuk jenis tanaman yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa jenis

bambu mampu tumbuh hingga sepanjang 60 cm dalam sehari. Indonesia merupakan salah

satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur,

dan eru ini. Diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88

diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia.

Pembuatan balobat menggunakan bahan buluh reggen (bambu biasa) yang berumur

paling tidak 5 tahun untuk menjamin kepadatan ruas-ruas bambu. Kemudian bambu yang

digunakan harus yang tumbuh jauh dari sumber air, hal ini dimaksudkan untuk menjamin

bambu tidak kelebihan kandungan air atau istilah dalam bahasa Karo buluh buntang. Jika

bambu yang dikemukakan tadi bisa didapat, maka nantinya hasil warna suara dalam proses

pembuatan akan lebih terjamin kualitasnya.

Page 17: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

14

Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)

Gambar Pemilihan pohon cabe dijadikan tutup sumbi/

tutup untuk peniupan

Dalam pembuatan balobat pohon cabe ini sangat diperlukan karena pohon cabe ini

akan difungsikan sebagai penutup lubang sumbi (lobang peniupan). Batang cabe yang paling

rapat ke tanah dikikis atau dibersihkan, dipotong sesuai ukuran yaitu panjang 2,2 cm dan

lebar 1,2 cm.

Pembuatan balobat menggunakan bahan buluh reggen (bambu biasa) yang berumur

paling tidak 5 tahun untuk menjamin kepadatan ruas-ruas bambu. Dalam pembuatan balobat

pohon cabe sangat diperlukan karena pohon cabe ini akan difungsikan sebagai penutup

lubang sumbi (lobang peniupan). Batang cabe yang paling rapat ke tanah dikikis atau

dibersihkan, dipotong sesuai ukuran yaitu panjang 2,2 cm dan lebar 1,2 cm. Sistem

perendaman dilakukan pada air yang mengalir selama 14 hari, hal ini dimaksudkan untuk

membunuh bakter-bakteri dan serangga yang ada di dalam bambu yang hendak dijadikan alat

musik balobat. bambu yang telah kering dicermati secara seksama apakah dapat dibentuk

dan setelah itu siap untuk pengukuran pembagian atau skets jarak, panjang dan lebar lubang

tulbat (lobang suara), panjang 26,5 cm, lebar 2 cm. Jarak dari pangkal tempat peniupan ke

lobang tulbat yaitu + 2,3 cm, panjang lobang tulbat +1,1 cm, lebar 1,2 cm.

` Menentukan posisi lobang pertama yaitu dengan cara, panjang keseluruhan balobat

dibagi dua, jika tadi sudah dikatakan panjang balobat adalah 26,5 cm maka 26,5 cm dibagi

dua. Itulah cara untuk mendapatkan atau menentukan lobang pertama. membentuk dan

merapikan lobang melodi yang sudah ditentukan berdasarkan alat pengukur (meteran).

C. Sekilas teknik memainkan balobat

a. Posisi badan dalam memainkan balobat adalah dengan cara duduk bersila, kedua

kaki dilipat karna pada umumnya setiap memainkan alat musik Karo baik itu kulcapi,

surdam, sarune, gong dan sebagainya, yang manapun itu alat musik karo maka sikap

tubuhnya semua dengan posisi duduk bersila.

b. Dalam memainkan balobat, posisi jari telunjuk((kiri) menutup lobang I, jari tengah

(kiri) menutup lobang II. Jari telunjuk (kanan) menutup lobang III, jari tengah (kanan)

menutup lobang IV, jari manis (kanan) menutup lobang V, jari kelingking menutup

lobang VI. Sedangkan kedua jempol menahan bambu sekaligus menahan tekanan

karena jari-jari bergerak-gerak untuk membentuk melodi.

1. Dalam proses pembuatan balobat memerlukan beberapa tahap, antara lain

pemilihan pucuk buluh reggen (pohon bambu biasa), memotong, mengikis,

pengukuran panjang balobat + 26,5 cm, penyongkelan untuk keenam lobang nada

yang berdiameter bulatan + 0,6 cm, penentuan lubang sumbi (lobang suara) + 2,2

cm dan penyeteman dan dalam hasil penelitian balobat yang dihasilkan bernada

dasar, Bb = do.

Page 18: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

15

Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. (1998). Kamus besar bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani

Asmawi, (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Banoe, Pono.(2003). Kamus Musik:Yogyakarta : Kanisius

Bina Anugrah Barus. (2010) “Keteng Keteng Karya Ropong Tarigan Tinjauan Dari

Organologi”

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2003) . Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka

Maryaeni, (2005) Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.

Nazril, Muhamad. (2005). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia

Pulumun Ginting. (2005). Materi Kuliah Musik Tradisional II. Medan : Unimed

Silitonga, Pita HD. Organologi, Universitas Negeri Medan Diktat Mata Kuliah Organologi

Sumadi (2005 ; 17). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajawali

Surakhmand, Winarno.(1992). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito

Page 19: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

16

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

KERAGAMAN GAYA KOMPONIS DALAM PERKEMBANGAN

PENCIPTAAN MUSIK DI MEDAN

Wahyuni Hasibuan

ABSTRAK

Dari aspek kesejarahan, musik berkembang sejalan dengan dinamika kebudayaan

dari zaman ke zaman. Sejarah perkembangan musik diawali dari masa pra

Historis, abad pertengahan, zaman Renaisance, zaman Barok dan Rokoko, zaman

Klasik, zaman Romantik, peralihan menuju modern, dan zaman Modern. Setiap

zaman memiliki karakter tersendiri baik dalam struktur atau bentuk komposisi,

gaya, teknik bermain, penggunaan ragam alat musik dalam bentuk ensambel,

orkes, atau combo. Selain itu, perkembangan konsep estetika atau ekspresi

musikal, juga merupakan indikator penting dalam perkembangan ragam

komposisi musik. Perkembangan tersebut merupakan dampak atau konsekuensi

dari dinamika kebudayaan.

Kata kunci : Komponis, Penciptaan, Musik

A. Pendahualuan

Salah satu kekayaan budaya yang lahir dari Sumatera Utara adalah karya musikal.

Keragaman budaya yang terlihat pada sejumlah situs dan elemen artefak, aktivitas dan kaidah

yang lahir dari masyarakat etnik indigenous, diantaranya Melayu, Karo, Batak-Toba,

Simalungun, Pakpak-Dairi, Angkola, Mandailing, Nias, Pesisir, Ulu dan Lubu, memberikan

kontribusi yang sangat signifikan dalam kelahiran karya-karya musikal dari sejumlah komponis

yang berasal dari Sumatera Utara.

Dari sisi historis, beberapa insan Sumatera Utara yang berkesempatan dari masa awal

meraih kesempatan menempuh pendidikan formal di institusi pendidikan yang sangat baik,

diantaranya di Fort de Kock (Bukit Tinggi), Kayu Tanam maupun Muntilan. Akhirnya memilih

dunia musik dalam pendidikan sebagai ekspresi perjuangan dan pengabdian.

Amir Pasaribu, yang selain komponis dalam rangka musik “western art” juga pencipta

“Andika Bhayangkara”, juga merupakan kritikus musik terbaik yang dimiliki Indonesia dan

peletak dasar Sekolah Musik Indonesia. Amir Pasaribu yang studi di Mushashino Institute,

Jepang, bersama dengan Binsar, Alfred dan Nortier Simanungkalit, juga memberikan

sumbangsih yang besar dalam dunia pedagogi musik di tanah air, yang sampai sekarang terasa

dalam dunia pendidikan.

Ekspresi komponis Sumatera Utara sejak masa awal perkembangan penciptaan musikal

sudah sangat pluralistik. Misalnya untuk fungsi religius, tercatat beberapa komponis yang

penting, diantaranya Ahmad Baqi pencipta lagu-lagu dalam karya arabesk yang dianugerahkan

gelar professor dari Universitas Al-Azhar, Mesir untuk karya dan pemikiran musikalnya.

“Selimut Putih” dan “Panggilan Ka`bah” adalah sebagian dari ratusan karyanya yang luar biasa,

dan diberi Anugerah Seni oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara tahun 2008. Dalam gaya

arabesk dan Malay tunes, Nurayiah Djamil juga memberi kontribusi yang berharga dalam

penciptaan musik di daerah Sumatera Utara.

Page 20: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

17

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Selain lagu-lagu rakyat yang kerap dinyanyikan masyarakat, baik yang berasal dari

etniknya maupun yang diluar etniknya, pada umumnya tidak diketahui penciptanya. Namun ada

pula musik rakyat (folk tunes) yang popular, yang kadang-kadang disebut lagu-lagu pop daerah

adalah lagu-lagu diciptakan dalam lirik bahasa lokal dan bermelodi idiomatik dari etnik tertentu

yang diminati oleh masyarakat yang kadangkala dari etnik lain. Meskipun kebanyakan lagu-lagu

dalam kategori ini diciptakan dalam genre ritme musik popular internasional, misalnya

chachacha, rumba, merengue, blues, ballad dan lain-lain, karena era penciptaannya sewaktu

dengan popularitas musik-musik dansa, yang ditransmisikan melalui film, piringan hitam dan

radio-radio internasional. Kebanyakan lagu-lagu ini juga pernah direkam ulang dalam versi yang

lebih sesuai dengan trend musik yang berkembang.

Perkembangan dunia penciptaan musik oleh para komponis di Sumatera Utara,

mengarah pada berbagai trend; misalnya dalam genre musik industrial-popular, musik dunia

(world musik) yang kolaboratif dan multikultur, musik kontemporer yang eksperimental, musik

fungsional interdisiplin dan sebagainya.

Pada masa awal keterlibatan penciptaan musik dalam dunia rekaman (industrial) sudah

dirintis sejak penghujung abad 19 dan awal abad 20. Romulus L. Tobing sudah merekam

musiknya di Studio Hits Master Voice di Singapura. Kemudian bersaudara Marihot Hutabarat

dengan album “Dago Inang Sarge” direkam di Panophone Record dapat dianggap sebagai

rekaman awal musik Jazz di Indonesia, dilanjutkan dengan posisi studio Lokananta di Surakarta.

Tradisi rekam lagu dan pertunjukan menjadi sebuah rentetan yang penting dalam sejarah

penciptaan musik popular, Walter Sirait dan Ungkap Sihite, kelompok Parisma 73 menjadi

milestone. Munculnya Charles Hutagalung, Rinto Harahap, Reynold Panggabean (ketiganya

anggota The Mercys yang legendaris), Mawi Purba dan Dharma Purba (keduanya dari Rhythm

Kings), kemudian Jasa Said, Jelly Tobing adalah sebagian dari banyak bintang-bintang generasi

awal dalam musik popular.

Kemudian setelah pergeseran lokasi ke Jakarta, keberadaan komponis Sumatera Utara

masih tetap mengkilap. Posisi pop daerah, yang berpotensi yang menjadi lagu rakyat, tetap

menjanjikan. Munculnya Dakka Hutagalung, Star Pangaribuan, Charles Simbolon, Bhuntora

Situmorang, Tigor Marpaung, Jack Marpaung, Hilman Padang adalah sedikit dari banyak

pencipta sekaligus penyanyi yang prominen.

Ekspresi komponis Sumatera Utara sejak masa awal perkembangan penciptaan musikal

sudah sangat pluralistik. Misalnya untuk fungsi religius, tercatat beberapa komponis yang

penting, diantaranya Ahmad Baqi pencipta lagu-lagu dalam karya arabesk yang dianugerahkan

gelar professor dari Universitas Al-Azhar, Mesir untuk karya dan pemikiran misikalnya.

“Selimut Putih” dan “Panggilan Ka`bah” adalah sebagian dari ratusan karyanya yang luar biasa,

dan diberi Anugerah Seni oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara tahun 2008. Dalam gaya

arabesk dan Malay tunes, Nurayiah Djamil juga memberi kontribusi yang berharga dalam

penciptaan musik di daerah Sumatera Utara.

Diluar trend popular, sejumlah komponis Sumatera Utara memberi warna berbeda,

yakni kolaborasi musik etnik (world musik), misalnya Rizaldi Siagian yang sebelumnya bermain

band The Great Session, mencipta lagu-lagu yang beridiom etnik, sampai kemudian menggagasi

pergelaran akbar Megalitikum Kuantum di Jakarta dan Bali. Dalam konsep musik Irwansyah

Harahap dengan kelompok Suarasama menghasilkan sejumlah album yang diterbitkan di Paris

dan Chikago. Ben M. Pasaribu menggagasi muncul kolaborasi musik multi-etnik seluruh

Sumatera dalam format “Pan-Sumatera Ensemble”, meskipun secara teknis lebih banyak

mencipta musik dalam genre konseptual, eksperimental, elektronikal, dan psiko-akustikal.

Page 21: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

18

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Era berikutnya ada generasi yang juga menggagas musik-musik baru seperti Panji

Suroso dengan kolegium musikum yang melibatkan beberapa unsur lintas disiplin ilmu dan

lintas generasi musisi baik dalam dan luar negeri, Muklis hasbulah dengan mengusung

elektronik dan komputer musik, Hendrik parangin-angin dengan kolaborasi musik etnis

disumatra utara. Lintas generasi komponis musik di Sumatra Utara sangat menarik untuk dicatat

dan di inpetarisasikan agar kelak dapat menjadi sumber reperensi perkembangan musik di tanah

air terlebih khusus di Sumatra Utara.

Dalam kaitan ini penulis sangat tertarik dengan gaya penciptaan musik dari kelompok

komponis yang bergenre musik klasik, kotemporer dan tradisi dan penulis juga terinspirasi dari

perkembangan musik modern barat serta keberadaan ragam musik etnik Indonesia yang

berkembang di setiap wilayah nusantara pada umumnya dan pada wilayah Medan khususnya

dengan karakter dan warna yang berbeda-beda.

B. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Klasik di Medan

Perkembangan berbagai konsep dan karakter yang mewarnai khasanah musik Abad 20,

telah memberi gambaran ragam perpaduan berbagai alternatif dalam pengkomposisian musik

yang mencakup aspek ritem, melodi harmoni, maupun berbagai penjelajahan atau ekplorasi

ragam suara atau nada melalui medium sound efect (efek suara) sebagai hasil rekayasa dari kian

pesatnya perkembangan teknologi elektronika.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, konsepsi berekspresi di kalangan komponis

musik modern turut berkembang sejalan dengan dinamika estetika musik. Hal ini terlihat dari

kehadiran jenis komposisi musik yang berbeda dari hal yang lazim digunakan baik pada jenis

musik klasik yang berkembang dari sejak zaman Barok, Klasik, dan Romantik. Aliran ini

disebut dengan musik modern. Prinsip berkomposisi pada jenis musik modern memiliki

keunikan tersendiri baik dari aspek teknik bermain alat musik, penggunaan ragam ritme, sistem

tangganada atau skala, dan harmoni.

Selain meneruskan gaya penciptaan yang lazim, baik dalam konteks musik Barat

maupun dari penerusan tradisi kulturnya, para komposer musik modern di Indonesia khususnya

di Medan cenderung mengupayakan teknik baru dalam memainkan alat musik. Hal ini

merupakan konsekuensi dari adanya upaya kreatif komposer untuk mengeksplorasi (menjelajahi

ragam nada, bunyi, ritme, dan harmoni) terhadap elemen-elemen musik dalam sebuah komposisi.

Salah satu komponis musik klasik Medan adalah Daud Kosasih. Beliau merupakan salah satu

komponis klasik di Medan yang cukup sering mengadakan pementasan musik klasik hingga ke

luar negeri seperti ke negara Jerman.

Salah satu karya beliau berjudul ITB (Indonesia Terimalah Baktiku) yang merupakan

komposisi paduan suara yang terdiri dari 90 birama. Komposisi paduan suara ini terdiri empat

suara yaitu sopran, alto, tenor, bass. Dasar dari ide garapan yang dibuat komponis diawali ketika

diadakannya konser paduan suara tingkat nasional di Institut Teknologi Bandung. Lagu ini

diciptakan pada bulan Desember tahun 2003. Lagu ini juga dibawakan oleh mahasiswa

perwakilan dari Indonesia yang berasal dari Institut Teknologi Bandung, pada saat festival

Olympic Choir (Sabtu, 27 Agustus 2004) di Berme Jerman.

Pada karya Indonesia Terimalah Baktiku komponis ini mengunakan tangga nada

pentatonik (tangga nada yang menggunakan lima nada saja) yaitu tangga nada pelog (do, mi, fa,

sol,si) dan selendro (do, re, mi, so, la). Komponis ini menggunakan tangga nada pelog dan

selendro yang merupakan tangga nada musik suku Jawa karena lagu ini awalnya diciptakan

untuk dipentaskan di Jerman, jadi denggan penggunaan tangga nada ini mampu menunjukan ciri

Page 22: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

19

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

khas Indonesia. Alur musik tidak dibuat secara beraturan berdasarkan tonika Es=do dengan

tempo moderato, karena banyak terdapat modulasi dan tanda pugar dalam lagu ini. Pada birama

24 terdapat modulasi dari Es=do menjadi Bes=do dan dipugar pada birama 36 kembali ke 3 mol.

Pada birama 47 terjadi dimodulasi dimana tonikanya menjadi C=do dengan tempo

allegro kemudian pada birama 60 terjadi lagi modulasi menjadi 5 mol atau des=do. Birama 70

terjadi modulasi dari Des ke E, dan lagu ini berakhir di 4 kres dengan tempo maestoso.

Pergerakan melodi yang menonjol terdapat pada suara bass atau disebut dengan Basso

Continoul/bass melodicline. Bass melodicline apabila melodi pada suara bass bergerak maka

tenor juga akan bergerak searah dengan nada bass ini dapat dilihat pada birama 60-68. Terdapat

juga variasi pada lagu ini, yaitu canon dan unisono.

Variasi canon (bersaut-sautan) terdapat pada:

Birama 25-29 terdapat pada suara alto dan bass

Birama 48-59 terdapat pada suara sopran dan tenor

Birama 50-57 terdapat pada suara alto dan tenor

Birama 60-66 terdapat pada suara sopran dan alto

Variasi unisono (satu suara) terdapat pada:

Birama 30-31 terdapat pada suara tenor dan bass

Birama 70-83 terdapat pada suara sopran dan tenor

Struktur lagu dapat kita ketahui bahwa lagu ini bergaya klasik zaman barok karena terdapat

variasi canon dan dan unisono, poliphonik harmoni yamg menunjukkan bahwa lagu ini bergaya

musik klasik dari zaman Barok.

C. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Tradisi Etnik di Medan

Keberadaan musik modern di Indonesia erat kaitannya dengan masuknya budaya musik

Barat yang datang melalui berbagai aktivitas dan benturan budaya seperti kolonialisme,

perdagangan, masuknya misionaris, dan sebagainya. Dalam perkembangan penciptaan musik

modern di Indonesia, akan ditemukan alur yang secara kesejarahan meneruskan dua ragam

tradisi musik yaitu :

1. Penciptaan dalam konteks musik tradisional yang berkembang dalam masyarakat (termasuk

pengaruh-pengaruh asing yang sudah menyatu dalam kultur).

2. Penciptaan dalam konteks penggunaan estetika musikal dari musik Barat, baik dalam format

struktur maupun penggunaan ragam alat-alat musik.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan dan kelangsungan musik

modern di Indonesia masih bersifat temporal atau belum memiliki kesinambungan antara dekade

awal ke dekade berikutnya.

Menurut Irwansyah Harahap, salah seorang dosen etnomusikologi di Universitas

Sumatera Utara Medan (wawancara, 13 November 2010), penciptaan musik modern dalam

konteks penggabungan alat musik tradisional yang ada di Indonesia dengan alat-alat musik

Barat khususnya yang berkembang di Medan menunjukkan bahwa komposer musik di daerah ini

memiliki kreativitas yang baik. Hal itu terlihat dari ragam komposisi yang dipagelarkan di

Taman Budaya Sumatera Utara maupun yang di pagelarkan di manca negara dalam event-event

tertentu seperti misi seni budaya Sumatera Utara. Selain menampilkan musik tradisional

Sumatera Utara, juga membawakan musik modern dengan konsep kolaborasi antara peralatan

musik tradisional dengan peralatan musik Barat.

Page 23: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

20

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Dalam hal ini komposer dituntut untuk mampu mengorganisir karakter rangam bunyi alat

musik tradisional Sumatera Utara yang berasal dari etnik Melayu, Batak Toba,

Mandailing/Angkola, Simalungun, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias dalam sebuah

komposisi musik dalam konsep musik modern. Menurut Daud Kosasih (wawancara, 12

November 2010), keragaman gaya komposisi yang merupakan gabungan antara musik Barat dan

musik etnik di Medan merupakan salah satu cerminan penggabungan dari dua zaman musik yang

sangat mempengaruhi perkembangan penciptaan musik di Sumatra Utara . Melihat ragam karya

musik modern dalam konteks kolaborasi tersebut, menunjukkan bahwa kreativitas mahasiswa

tergolong baik, baik dari aspek penggunaan alat musik maupun harmonisasi dari penggunaan

alat-alat musik yang digunakan dalam komposisi karya masing-masing mahasiswa.

Komposer Panji Suroso yang merupakan salah satu komponis kota Medan yang

menggunakan teknologi komputer dalam proses penciptaan komposisi musik eksperimental juga

memiliki warna tersendiri dalam proses penciptaan dari teknologi komputer, musik yang

dihasilkan menjadi sangat berbeda dengan adanya penggabungan antara musik tradisi dan

eksperimental.

Berikut karya dari Irwansyah Harahap yang berjudul Born. Karya ini dipentaskan pada

tahun 2003 di New Zealand dengan ide garapan World Musik. Musik ini bercerita tentang

adapatasi beragam jenis musik etnik. Penciptaan karya musik bersumber pada kebudayaan

tradisi dunia(world musik cultures) masih merupakan hal yang baru di Indonesia. Minat

Irwansyah Harahap ataupun pemusik kreatif di Indonesia untuk mengenali genre musik ini

relative terbatas, padahal kreatifitas penciptaan musik semacam ini trend dibelahan dunia lain

pada saat ini.

Dalam penyusunan komposisi ini Irwansyah Harahap menggunakan perangkat musik

komputer dan hasapi. Struktur lagu yang menjadi core competition sepunuhnya berasal dari

gondang yang ada tetpi pada saat performance digantikan oleh instrumen marinmba karena

keterbatsan alat ketika di New Zealand. Idiomatis musik yang terdapat dalam tradisi batak toba

seperti four beat gong cycle; heterophonic texture; dan drumhimes instrumen (set gendang

bernada) sepenuhnya digarap dari bahas orkestrasi musik Barat. Karya merupakan karya musik

yang memiliki unsur polyphonic yang terdiri dari 56 birama dimana karya tersebut dimainkan

dengan tujuh instrumen yaitu Picolo, Vibraphone, Harp, Frensh Horn, String Bass, dan

percussion sets.

Melodi yang digunakan merupakan melodi heterofonik terdiri dari piccolo, vibraphone

dan hasapi Picolo berfungsi menggantikan idiom bunyi sarune etek (alat tiup lidah tunggal

Batak Toba) yang terdapat pada birama 19-54, sementara vibraphone menggantikan bunyi

garantung (jenis silofon-lima bilah kayu Batak Toba). Harp memberi variasi ruang dan imitasi

melodis pada bagian-bagian tertentu dari komposisi lagu. Violin dan French horn lebih

menghiasi aspek bunyi string dan brass pada bagian bagian tertentu lagu. String Bass berperan

memberi aksentuasi ritmis menirukan idiomatik perangkat ogung (set gondang batak), namun

lebih bersifat melismatis dan dinamis. Perccusion sets mewakili struktur permainan sekaligus

idiom dari permainan taganing hal ini bias dilihat dari komposisi partitur lagu Born

Pergerakan musik yang terjadi pada karya ini meliputi world music, kongkrit musik,

eksperimental musik atonal musik (pergerakan kromatik). Struktur melodinya berbeda dari

pergerakan musik klasik pada umumnya. Seruling batak digantikan dengan picolo yang terdapat

pada birama 19-54. Pola ritme yang digunakan pada karya ini menggunakan banyak pola ritme

Salah satunya adalah ritme afro (pola ritme aktif yang tidak terikat harmoni) . Adapun pola

ritmenya adalah:

Page 24: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

21

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Pola ritme afro terjadi pada birama 2-5, 11-26, dan 35-42

Pola ritme tradisi pada birama 6-10, 27-34dan 43-51

Musik ini terdiri dari dua bagian dengan struktu A, B, A, B, A

Intro terdapat pada birama 1-10 tetapi pada birama 6-10 intro pada musi ini telah

menunjukkan pola ritme baik secara melodik dan perkusi

Bagian I atau A dimulai dari birama 11-26, birama 34-42 dan51-54

Bagian II atau B dimulai dari birama dan terjadi 27-33 dan 43-50

Dan endingnya terdapat pada birama 55-56 dan sudah tidak memiliki pola ritme lagi

Bagian yang menunjukkan bahwa musik karya komponis ini bergaya tradisi adalah

ketika hasapi dan gondang dimainkan pada birama 11-56. Karya komposisi gaya tradisional

Irwansyah Harahap ini dapat dilihat pada lampiran berikut

D. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Kontemporer/

Eksperimental di Medan

Menurut Irwansyah Harahap, (wawancara, 11 November 2010), dalam proses penciptaan

musik dengan konsep kolaborasi antara alat musik tradisional dengan alat-alat musik Barat,

diperlukan kerja sama di antara pemusik yang terlibat dalam proses pengkomposisian. Ide awal

biasanya disampaikan oleh komposer kepada para pemain musik, namun pada proses

penggarapan hingga sebuah komposisi selesai merupakan hasil diskusi di antara pemain musik.

Setelah sebuah komposisi dianggap telah selesai, kemudian komposer membuat notasi musiknya

(partitur) sesuai dengan bentuk komposisi serta formasi alat-alat musik yang digunakan.

Menurut Irwansyah Harahap (wawancara, 11 November 2010), proses penciptaan

komposisi musik yang merupakan gabungan antara musik Barat dan musik etnik di Medan pada

umumnya merupakan hasil kerja sama di antara pemain. Dalam hal ini komposer memaparkan

konsep komposisi awal, kemudian didiskusikan untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini

tampak dari karya Irwansyah yang berjudul Born.

Berikut karya dari salah seorang komponis Medan Erizon yang bergenre kontemporer

eksperimental. Karya dengan judul Langkah ampek. Karya ini didasari pada ide garapan dari

Rabab Pariaman dengan sistem harmoni vertical. Langkah pada Langkah Ampek berarti

langkah bermakna interval, gerak kedinamisan Harmoni vertikal tersusun dari nada-nada dengan

interval kwart murni. Langkah Ampek dari 76 birama yang terdiri dari tiga bagian. Bagian

pertama berjudul Tali Undang bagian kedua Tali Sejarah dan bagian Tali Anguang.

Berikut ini penjelasan ketiga bagian karya ini:

1. Tali Undang (Tali paling kecil pada rabab pariaman) memiliki tempo yang berubah-

ubah Yaitu

Tempo allegro dari birama 1-12

Tempo andante dari birama 12-28

Tempo moderato dari birama 29 -76

Harmoni yang digunakan adalah harmoni kuartal

2. Tali Sajarah (Tali melodi pada rabab pariaman) memiliki tiga bagian tetapi tidak

berdasarkan tempo seperti pada bagian I

Sub bagian pertama merupakan permainan secara bersama dalam tempo allegro

5/4

Sub bagian kedua terdiri dari permainan cadenza oleh seorang pemain(master

konser)

Page 25: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

22

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Sub bagian ketiga merupakan coda dengan tempo a tempo yang dimainkan

secara bersama-sama.

Harmoni yang digunakan adalah harmoni kuartal dengan tempo allegro. Jumlah

birama pada bagian kedua diluar cadenza adalah sebanyak 52 birama. Durasi bagian

kedua secara keseluruhan kurang lebih enam menit.

3. Tali Aguang (Tali paling besar pada rabab pariaman)

Bagian ketiga terdiri dari dua sub bagian yaitu

Sub bagian I terdiri dari 26 birama dan memiliki tempo andante

Melodi dibawakan dengan gitar yang dibawakan dengan senar 6 yaitu senar bass

sehingga menimbulkan kesan besar (aguang, agung) Melodi pada sub bagian ini

merupakan penerapan konsep harmoni kuartal.

Sub bagian kedua terdiri dari 27 birama memiliki tempo allegro.

Terdapat perubahan dari andante dari ke allegro yans sebelumnya dipersiapkan

dengan sebuah fermata pada birama 16. Frase C dimainkan dengan gitar 1 dan 2

secara unisono yang memainkan gitar dengan harmoni kuartal

Kedua sub bagian ini memiliki sukat 6/8. Durasi tali aguang sekitar 4,5 menit.

Komposisi Langkah Ampek memiliki sukat tersendiri. Sukat (Pembatas) ini diperoleh

dari jumlah benang yang diideh atau dijalin untuk masing –masing senar rabab pariaman. Tali

undang diideh 4 helai benang, tali sajarah diideh dari 5 helai benang, dan tali aguang diideh 6

helai.

Bahan-bahan penunjang garapan didapatkan dari buku bacaan dan rekaman lagu-lagu

rebab pariaman berupa pita kaset. Bahan-bahan yang sudah didapatkan kemudian diolah dengan

berpedoman pada teori-teori harmoni kuartal. Akor kuartal yang digunakan nada-nada dalam

interval kuart murni. Analisis melodi terdapat interval kuart pararel, motif ritem triol, tangga

nada minor dan dua buah tonal yang berbeda.

E. Gaya Komponis Dalam Membuat Komposisi Musik Terhadap Perkembangan

Penciptaan Musik Modern Di Medan

Dari ragam komposisi musik modern di Medan, baik dalam konteks musik klasik,

musik, etnik, maupun musik eksperimental, memiliki dampak yang signifikan terhadap

perkembangan penciptaan musik modern di Medan. Namun dalam hal ini perkembangan

tersebut masih terbatas di kalangan akademisi musik yang ada di Medan seperti, di Jurusan

Sendratasik (Prodi Seni Musik) Unimed, ada generasi baru yang akademis mengusung nama

kelompok maupun salah satu komunitas pendampingnya, diantaranya Mukhlis Hasbullah dengan

The Robert Moong Computer Musik Studio, Panji Suroso dengan Kolegium Musikum, Hardoni

Sitohang dengan Neo-Tradisional, Erizo Koto.

Di luar institusi tersebut, perkembangan musik klasik, kontemporer dan etnik tradisional

dapat terlihat di Taman Budaya Sumatera Utara Medan dimana komunitas komposer musik

modern dari kalangan kampus berkolaborasi dengan para seniman musik yang selalu

mengadakan latihan di Taman Budaya Sumatera Utara Medan.

Page 26: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

23

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Arisangsaka, Inung.2002. Fruity Loops 2 Bermain Musik Tanpa Instrumen. Jakarta. PT Elex

Media Komputindo

Bramantyo,Triyono. 2004. Disseminasi Musik Barat Di Timur. Yogyakarta : Yayasan Untuk

Indonesia.

Hardjana, Suka. 1995. “Catatan Musik Indonesia, Fragmentasi Seni Modern yang Terasing”

dalam Majalah Kalam Edisi 5.

Hardjana, Suka. 2004. Esai Dan Kritik Musik. Tangerang : Agromedia Pustaka.

Hardjana, Suka. 2004. Musik Antara Kritik dan Apresiasi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Gunartha, Wira.2011.http://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/915

Mack, Dieter. 1995. Tradisi-Modern-Kontemporer-Interkultural Berbagai Pemi-kiran Musik

Masa Kini di Indonesia Yang Tidak Bertolak Lingkungan Karawitan. Dalam MSPI.

Yogyakarta : Yayasan Benang Budaya.

Mack, Dieter. 2004. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta : Pusat Musik Liturgi.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.

Miles, B. Matthew dan Huberman., A.Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI-

PRESS.

Parto, FX.Suhardjo. 1996. Musik Seni Barat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Pasaribu, Ben M. 2005. Kaleidoskopik Komponis Dalam Musik Kontemporer di Indonesia.

Dalam Etnomusikologi, Jurnal Seni. Medan : Departemen Etnomusikologi USU.

Susi, Gustina. 2005. “Pendidikan Musik Kreatif : Alternatif Model Pembelajaran Musik di

Sekolah”. Dalam Jurnal Seni Musik , Vol. 2 No.2. Tangerang : Jurusan Musik –

Fakultas Ilmu Seni UPH.

Sylado, Remy. 1983. Menuju Apresiasi Musik. Bandung : Angkasa.

Tambajong, Japi. 1992. Ensiklopedi Musik Jilid 1. Jakarta : Cipta Adi Pustaka.

Page 27: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

24

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DALAM KONTEKS MUSIK MELAYU

Sarah Marliesa Hutapea

Abstrak

Musik merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi akar kehidupan.

Dalam dunia pendidikan, musik menjadi salah satu media pengantar yang

baik. Dalam konteks pembelajaran seni budaya di sekolah, seni musik

merupakan bagian dari kurikulum yang menjadi kewajiban siswa untuk

mempelajarinya. Tulisan ini memuat materi Musik Melayu sebagai salah

satu contoh seni musik dalam pelajaran seni budaya. Dalam tulisan ini juga

ada beberapa contoh tabel, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

tabel hasil evaluasi siswa. Di dalam tulisan ini juga ada metode penerapan

pembelajaran hingga siswa mampu mencapai hasil belajar yang efektif.

Kata Kunci : Pembelajaran, Seni Budaya, Konteks, Musik Melayu

A. Pembelajaran Seni Budaya Musik Melayu di Sekolah

Dalam penentuan materi pembelajaran musik Melayu di sekolah harus ada yang

merupakan bagian dari implementasi pembelajaran musik daerah Sumatera Utara merupakan

salah satu dari sejumlah kompetensi dalam bidang studi seni musik. Menurut Luhut

Manurung, S.Pd, guru bidang studi seni musik SMP Negeri 35 Medan (wawancara, 29

Desember 2010), penyusunan silabus untuk bidang studi seni musik mengacu kepada

keberadaan musik tradisional dari keseluruhan etnik Sumatera Utara yang mencakup fungsi

setiap musik etnik dalam siklus kehidupan masyarakatnya. Secara menyeluruh penerapan

materi seni musik pada dalam pembelajaran di sekolah adalah sebagai berikut :

1. Mengapresiasi karya seni musik yang mencakup : (a) mengidentifikasi jenis lagu

daerah Sumatera Utara (setidaknya mencakup kajian musik Etnik Melayu, Batak

Toba, Simalungun, Mandailing/Angkola, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias), (b)

menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan lagu daerah Sumatera Utara.

2. Mengekspresikan diri melalui karya seni musik yang mencakup : (a) mengaransir

secara sederhana karya lagu daerah Sumatera Utara (Etnik Melayu, Batak Toba,

Simalungun, Mandailing/Angkola, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias), (b)

menampilkan hasil aransemen karya lagu daerah Sumatera Utara (semester ganjil)

3. Mengapresiasi karya seni musik yang mencakup : (a) mengidentifikasi ragam musik

daerah Sumatera Utara, (b) menunjukkan sikap apresiatif terhadap keunikan seni

musik daerah Sumatera Utara.

4. Mengekspresikan diri melalui karya seni musik yang mencakup : (a) mengaransir

secara sederhana lagu daerah Sumatera Utara, (b) menyajikan karya seni musik

daerah Sumatera Utara secara perorangan dan berkelompok di kelas. (semester

genap).

Berdasarkan implikasi dan penentuan masing-masing standar kompetensi atau

kompetensi dasar pada bidang studi seni musik tersebut, selanjutnya guru seni musik,

membuatnya dalam beberapa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mencakup

standar, kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran,

media pembelajaran, dan evaluasi.

Page 28: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

25

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Dengan mengacu kepada standar kompetensi tersebut, maka materi pembelajaran

musik daerah Sumatera Utara mencakup kajian musik tradisional Etnik Melayu, Batak Toba,

Simalungun, Mandailing/Angkola, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias. Dari sejumlah

jenis musik etnis Sumatera Utara tersebut, minimal beberapa di antaranya harus diajarkan

sebagai salah satu kompetensi yang harus dipahami oleh peserta didik. Dalam hal ini peneliti

mendeskripsikan pembelajaran seni budaya dalam konteks muasik daerah Melayu.

Musik Tradisional Melayu

Musik tradisional Melayu adalah musik yang penggunaannya berkaitan dengan

struktur kebiasaan masyarakat (etnik) Melayu. Seperti pada berbagai upacara ritual yang

mencakup aspek keagamaan, adat-istiat dan, dan hiburan. Ensambel musik tradisional

melayu disebut dengan Nobat Diraja, terdiri dari 6 buah alat musik yaitu : (1) Satu buah

gendang besar berkulit satu sisi, (2) Sebuah terompet Nafiri, (3) dua buah Serunai, (4) dua

buah gendang panjang yang 2 sisi kulitnya disebut Gendang Nobat, (5) Dua buah kopok-

kopok atau semacam besi, (6) satu buah Gong Maha Guru (Takari, 2010).

Selain dalam formasi ensambel Nobat Diraja, terdapat bentuk ensambel lainnya

yang terdiri dari alat-alat musik seperti biola, bas, gitar, akordeon dan gendang. Musik

tradisional melayu selain berfungsi untuk mengiringi ragam tari Melayu, juga digunakan

untuk mengiringi lagu-lagu yang dimainkan dalam teater Makyong seperti lagu berjudul

Barat Menganju, Mengambur, Mengulit, Kijang Emas, Timang-timang Welu, dan

sebagainya.

Bentuk struktur musik daerah Melayu sebagai musik pop daerah memiliki teks

musik yang disusun dalam bentuk pantun. Lagu-lagu bergaya langgam Melayu memiliki

ragam tema yang kesemuanya mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat Melayu

seperti tema tentang ketuhanan, alam dan lingkungan hidup, cinta (asmara), kemanusiaan,

patriotisme dan sosial dengan segala macam persoalannya.

Bentuk struktur musik langgam Melayu pada umumnya tergolong sederhana

sebagaimana halnya dengan lagu-lagu rakyat lainnya, yaitu berbentuk ABA, AABA. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pada umumnya lagu-lagu langgam Melayu dikembangkan

dari satu motif atau dua motif lagu. Pola penggarapan musik dan gaya bernyanyi mencadi

sebuah ciri khas yang membedakannya dengan lagu-lagu rakyat lainnya.

Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa keberadaan musik daerah

Melayu masih tetap eksis di daerah Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, kendati

popularitasnya tidak seperti yang terjadi pada tahun 1970-an. Menurunnya popularitas

tersebut disebabkan oleh pengaruh perkembangan musik pop sejalan dengan perkembangan

teknologi informasi seperti radio dan televisi yang sangat gencar.

Setelah melakukan apresiasi dalam hal identifikasi peranan dan fungsi musik daerah

Melayu dalam kaitannya dengan tradisi adat serta hiburan pada masyarakat Melayu, juga

melakukan identifikasi alat-alat musik yang digunakan baik dalam bentuk ansambel, maupun

sebagai alat musik individual. Dalam hal ini guru memperdengarkan rekaman musik daerah

Melayu melalui CD atau kaset rekaman.

Penerapan Pembelajaran Musik Daerah Melayu di Sekolah

Penerapan pembelajaran musik daerah Melayu pada siswa sekolah, berpedoman

pada penyusunan standar kompetensi, kompetensi dasar yang telah memuat indikator

pencapaian pembelajaran yang selanjutnya merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (BNSP, 2009) seperti pada uraian berikut ini :

Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran :

Page 29: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

26

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SATUAN PENDIDIKAN : SMP Negeri 35 Medan

MATA PELAJARAN : Seni Budaya / Seni Musik

MATERI POKOK : Mengapresiasi Musik Daerah Melayu

KELAS/SEMESTER : VII / 1

ALOKASI WAKTU : 3 x 45 menit

I. Standar Kompetensi :

1. Mengapresiasi karya seni musik daerah Melayu

II. Kompetensi Dasar :

1.1 Mengidentifikasi fungsi dan latar belakang musik tradisional dalam konteks

budaya masyarakat Sumatera Utara khususnya etnik Melayu

1.2 Mengidentifikasi ragam alat-alat musik daerah Melayu

III. Tujuan Pembelajaran :

- Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur musik daerah Melayu

- Dapat mengenal jenis-jenis alat musik Melayu serta karakter dari masing-masing

alat musik

- Siswa dapat membuat klasifikasi jenis-jenis instrumen melalui pengamatan dari

pertunjukan musik daerah Melayu

IV. Indikator :

1.1.1 Mengidentitifikasi latar belakang musik daerah Melayu sesuai dengan

kehidupan masyarakat Melayu

1.1.2 Mengidentifikasi fungsi musik tradisional sesuai dengan kehidupan

masyarakat Melayu

1.1.3 Mengidentifikasikan karya musik daerah etnik Melayu

V. Materi Pembelajaran :

- Latar belakang musik daerah Melayu

- Fungsi musik tradisional dalam siklus kehidupan etnik Melayu mulai

dari sistem religi, adat istiadat, dan hiburan.

- Karya-karya musik/lagu daerah Melayu serta tokoh-tokohnya

VI. Model / Metode Pembelajaran :

- Ceramah

- Demonstrasi

VII. Sumber / Alat/ Bahan :

- Buku Seni Musik, Penerbit CV. Lamtorang

- Kumpulan lagu-lagu daerah nusantara

- Recorder, Gitar, Keyboard

VIII. Kegiatan Pembelajaran

No

AKTIVITAS

GURU SISWA

A

Pertemuan ke-1

KEGIATAN MEMBUKA PELAJARAN

- Persiapan/salam

- Memberikan pertanyaan singkat.

KEGIATAN MENYAJIKAN PELAJARAN

- Siswa menjawab per-

tanyaan secara lisan

Page 30: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

27

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

B

C

- Memberikan materi

- Memberikan penjelasan

- Memberikan contoh dengan alat

peraga

- Mendengarkan satu sample

pertunjukan

- Memberikan contoh soal/masalah

Pertemuan ke-2

- Guru mengawali pelajaran dengan

mengajak mengadakan review

pelajaran sebelumnya.

- Menjelaskan informasi yang

berkenaan dengan materi inti pada

pertemuan ke-1 sebelumnya.

- Mempersiapkan media

pembelajaran.

- Memperdengarkan sample

pertunjukan.

KEGIATAN MENUTUP PELAJARAN

- Memberikan tugas pengamatan atau

melihat rekaman seni pertunjukan

musik daerah Melayu

Pertemuan ke-3

- Guru mengawali pelajaran dengan

mengajak mengadakan review

pelajaran sebelumnya.

- Menjelaskan informasi yang

berkenaan dengan materi inti pada

pertemuan ke-2 sebelumnya.

- Evaluasi dalam tes tertulis.

- Siswa memperhatikan

- Siswa mendengar

- Siswa mengikuti ins-

truksi guru

- Siswa memperhatikan

- Siswa mengikuti tes

tertulis

IX. Penilaian

Bentuk Penilaian : essay test

Nilai Akhir : Perolehan Skor x 100

Skor Maksimum

Page 31: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

28

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Metode Pembelajaran Musik Daerah Melayu pada siswa di Sekolah

Dalam pembelajaran musik daerah Sumatera Utara (Musik Tradisional Melayu)

pada siswa di sekolah, diterapkan dengan menggunakan metode pengamatan dimana guru

terlebih dahulu memperdengarkan rekaman beberapa komposisi musik tradisional Melayu

dalam bentuk instrumental dan gabungan vokal dan instrumental. Pada saat setelah proses

mendengar selesai, guru menjelaskan keterkaitan ragam komposisi musik / lagu-lagu tersebut

dengan peragaan tari dalam pelaksanaan upacara tertentu seperti, upacara menyambut tamu,

upacara adat perkawinan, atau upacara yang bersifat hiburan.

Kemudian siswa ditugaskan untuk menyimak komposisi tersebut, setelah

mendengar musik, siswa diberi pertanyaan secara bergilir untuk menyebut nama alat-alat

musik yang digunakan pada komposisi yang diperdengarkan tersebut. Dalam hal ini guru

sebelumnya telah memperdengarkan karakter bunyi dari masing-masing alat musik daerah

Melayu. Adapun lagu yang diperdengarkan melalui kaset rekaman pada kegiatan belajar

mengajar tersebut adalah lagu berjudul, Tudung Periuk seperti pada notasi berikut ini :

Tudung Periuk Lagu Daerah Melayu

Media Pembelajaran Musik Daerah Melayu pada Siswa di Sekolah

Membuat sebuah materi pelajaran menjadi sederhana dan menarik merupakan

sebuah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam pembelajaran musik

tradisional Daerah Melayu, dapat diimplementasikan dengan baik dengan menggunakan

media pembelajaran seperti memperdengarkan rekaman musik daearah Melayu melalui Tape

Recorder dan CD, serta gambar-gambar berbagai alat musik daerah Melayu. sehingga

suasana pembelajaran dengan sendirinya mendapat perhatian yang serius dari peserta didik,

dalam upaya mengenal salah satu jenis musik tradisional yang ada di daerah Sumatera Utara

yaitu musik daerah etnik Melayu. Materi pembelajaran tersebut mencakup apresiasi musik

yang mencakup peranan dan fungsi musik/lagu dalam siklus kehidupan masyarakat Melayu,

pengenalan karakter komposisi musik/lagu, serta pengenalan tokoh-tokoh musik daerah

Melayu.

Page 32: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

29

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Dengan adanya media pembelajaran tentu akan dapat menciptakan suasana

pembelajaran dengan penuh perhatian dari peserta didik. Kondisi seperti ini dengan

sendirinya akan mepermudah guru untuk menerapkan inti atau indikator pembelajaran yang

mencakup fungsi musik Melayu dengan tradisi yang ada pada masyarakat Melayu. Menurut

penulis, penggunaan media pembelajaran yang dilakukan oleh guru seni musik saat

pelaksanaan pembelajaran musik tradisional Melayu, sudah sangat baik. Sebab guru telah

berhasil untuk mentransfer sebuah pengetahuan (penerapan indikator pembelajaran)

mengenai musik daerah Melayu dalam kaitannya dengan siklus kehidupan masyarakatnya

dalam konteks adat istiadat maupun hiburan.

Hasil Pembelajaran Musik Daerah Melayu Pada Siswa

Sebagaimana dikemukakan pada RPP, bahwa pembelajaran musik daerah Melayu

dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, dimana tahap evaluasi dilakukan pada pertemuan ke

dua yakni 25 menit sebelum akhir jam pelajaran. Untuk menentukan hasil pembelajaran

musik daerah Sumatera Utara, dalam hal ini musik etnik Melayu, guru seni musik, melakukan

evaluasi untuk melihat tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap indikator atau tujuan

pembelajaran. Penentuan nilai sebagai hasil pembelajaran dilakukan dengan berpedoman

kepada beberapa aspek antara lain : Aspek isi pendidikan. Artinya siswa dapat menguasai

materi pelajaran yang diberikan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini tentu harus

didukung oleh metode dan media pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran.

Dengan berpedoman pada aspek tersebut, guru dapat memberikan nilai pada

masing-masing siswa melalui ujian tulis yang mencakup keseluruhan materi pembelajaran

musik daerah Melayu yang telah diajarkan. Soal yang dibuat dalam pelaksanaan evaluasi

berbentuk essay test yang terdiri dari 10 pertanyaan (lampiran 1) Dalam hal ini penulis

mengambil nilai dari salah satu kelas pararel yaitu Kelas VIIA yang terdiri dari 40 orang.

Dari daftar kumpulan nilai tersebut ditemukan hasil pembelajaran musik daerah Melayu

seperti pada tabel berikut ini:

Contoh Tabel Nilai

Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Pembelajaran Seni Budaya Dalam

Konteks Musik Daerah Melayu Siswa Kelas VII A

SMP Negeri 35 Medan

No Kode Siswa Nilai Keterangan

1 001 55 D

2 002 85 A

3 003 60 D

4 004 85 A

5 005 75 B

6 006 80 B

7 007 75 B

8 008 85 A

9 009 90 A

10 010 90 A

11 011 65 C

12 012 70 C

13 013 85 A

14 014 80 B

Page 33: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

30

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

15 015 90 A

16 016 70 C

17 017 75 B

18 018 65 C

19 019 80 B

20 020 70 C

21 021 70 C

22 022 80 B

23 023 65 C

24 024 70 C

25 025 85 A

26 026 65 C

27 027 65 C

28 028 85 A

29 029 70 C

30 030 85 A

31 031 70 C

32 032 65 C

33 033 90 A

34 034 65 C

35 035 80 B

36 036 75 B

37 037 75 B

38 038 75 B

39 039 80 B

40 040 80 B

Dari hasil perolehan nilai pembelajaran seni budaya dalam konteks musik daerah

Melayu pada siswa kelas VII SMP Negeri 35 Medan , dapat dikelompokkan menjadi 5

bagian yaitu :

1. Nilai 85 – 100 kategori sangat baik (A)

2. Nilai 75 - 84 kategori baik (B)

3. Nilai 65 – 74 kategori cukup (C)

4. Nilai 55 - 64 Kategori kurang baik (D)

Kesimpulan

Dengan mengacu kepada standar kompetensi pada standar isi, maka materi

pembelajaran musik daerah Sumatera Utara khususnya kajian musik etnik Melayu mencakup

apresiasi dan ekspresi. Apresiasi membahas tentang peranan musik/lagu dalam siklus

kehidupan etnik Melayu, pengenalan alat musik dan karakter bunyi masing-masing alat

musik. Sedangkan ekspresi musik dilakukan dengan mempelajari atau menyanyikan lagu-

lagu daerah Melayu dengan menggunakan iringan alat musik.

Page 34: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

31

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina

Aksara

Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta : Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Gustina, Susi. (2005). Pendidikan Musik Kreatif : Alternatif Model Pembelajaran Musik di

Sekolah. Dalam Jurnal Seni Musik , Vol. 2 No.2. Tangerang : Jurusan Musik –

Fakultas Ilmu Seni UPH.

Koentjaraningrat. (1985). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.

Maryaeni (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.

Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Sebuah Panduan Praktis.

Bandung : Remaja Rosdakarya.

Pasaribu, Ben M. (2004). “Musikalitas + Etnisitas = Pluralitas”. Dalam Pluralitas

MusikEtnik, Medan : Pusat Dokumentasi Kebudayaan Batak Universitas HKBP

Nommensen.

Pusat Pembinaan Bahasa (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Simbolon, Betman, 2008. Seni Budaya (Seni Musik) Untuk SMP Jilid 1. Medan :

Lamtorang,

Sinaga, Poltak. 2010. Wawasan Seni Musik 1. Medan : Lamtorang.

Soeharto, M. (1992). Kamus Musik. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

Soedarsono, RM. (1999). Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan Dan Seni Rupa. Jakarta :

MSPI.

Surakhmad, Winarno. (1992) . Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.

Suriasumantri, Jujun S. (1992). Nilai Budaya Dalam Proses Pendidikan. Dalam Majalah

Analisis Kebudayaan Tahun II No.1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Syafrudin. (2005). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Takari, Muhammad. 2010. Fungsi dan Bentuk Komunikasi dalm Lagu dan Tari Melayu di

Sumatera Utara. (Disertasi). Kuala Lumpur : Jabatan Pengajian MediaFakulti

Sastera dan Saikns SosialUniversiti Malaya.

Waldi. (2005). Kiat Guru Membelajarkan Siswa. Dalam Majalah Pendidikan Gerbang Edisi

11 Thn.IV. Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan Pendidikan UMY.

Page 35: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

32

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

ORGANOLOGI INSTRUMEN TIUP SARUNE

Yobel Arista Sitepu

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan Sarune, cara

memproduksi bunyi Sarune, dan sistem pelarasan bunyi Sarune. Dimana alat

musik ini merupakan salah satu peninggalan leluhur dari nenek moyang

masyarakat Karo, yang sampai sekarang masih digunakan pada acara adat

masyarakat karo. Dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang

bertujuan, agar hasil dari suatu studi kepustakaan yang saling berhubungan

(relevan) terhadap pokok permasalahan yang hendak diteliti. Adapun teori

yang digunakan yaitu, Organologi, Instrumen, Sarune, Proses,

Memproduksi, Bunyi, Sistem, dan Pelarasan. Dalam tulisan ini menjelaskan

sampai kepada hal sekecil-kecilnya tentang pembuatan Sarune. Secara umum

tulisan ini menunjukkan bahwa adanya keberadaan pembuat Sarune pada

masyarakat Karo di desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

Pembuatan alat musik Sarune Karo tersebut, dikerjakan sepenuhnya secara

tradisional dibantu dengan peralatan tukang pada umumnya dan dengan

bahan seperti Kayu Selantam, Sisik baning/tanduk kerbau, daun kelapa, dan

Timah. Adapun hasil dari pengerjaan itu terbagi menjadi lima bagian yaitu

Batang Sarune, Gundal Sarune, ampang-ampang sarune, Tongkeh Sarune,

dan Anak-anak Sarune.

Kata Kunci : Organologi, Instrumen, Tiup Sarune

A. Pendahuluan

Suku Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak suku yang ada di Kepulauan

Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli, secara geografis yang menjadi wilayah suku

Karo adalah: Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo Simalem dan sekitarnya), Kabupaten

Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Selain itu, suku Karo juga

banyak menetap di beberapa wilayah Kota Medan, seperti : Deli Tua, Padang Bulan,

Sunggal, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan Jambur1 di tempat

tersebut.

Tanah Karo sebagai tempat bermukim masyarakat yang heterogen memiliki

kemampuan mempertahankan seni tradisi dengan baik. Seni tradisi sebagai warisan budaya

antara lain terdiri dari seni musik, sastra, (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat). Salah satu

unsur budaya yang diwariskan pada masyarakat Karo adalah kesenian dalam bentuk

ensambel musik tradisional yang disebut Gendang lima sendalanen.

Selain Gendang lima sendalanen, ada beberapa bentuk kesenian yang hampir punah

keberadaannya, bahkan ada yang hilang sama sekali. Hal ini disebabkan karena sudah

mengalami perubahan-perubahan pola pikir dalam kehidupan sehari-harinya dan sudah

banyak dipengaruhi oleh budaya lain seiring berkembangnya zaman

1 Ada dua pengertian jambur : Dulunya Jambur sebagai tempat Anak Perana (pemuda desa) tempatnya tinggal.

Didaerah perkotaan Jambur ini adalah tempat berlangsungnya kegiatan adat Karo, seperti di Losd. 1 Hasil wawancara dengan Jasa Tarigan dan dibuktikan oleh Drs.Kumalo Tarigan, MA

Page 36: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

33

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah

sarune (sebagai pembawa melodi), dua buah gendang (gendang singanaki dan gendang

singindungi), serta dua buah gong sebagai instrumen ritmis meskipun kedengarannya sebagai

pembawa metronom (gung dan penganak). Ke lima instrumen tersebut bermain bersama

sebagai satu grup atau ensambel.

Gendang lima sendalanen yang disebut juga gendang sarune, termasuk ensambel

musik yang paling dikenal pada masyarakat Karo. Kata gendang diartikan sebagai alat musik,

lima berarti lima, dan sendalanen berarti sejalan. Dengan demikian, gendang lima

sendalanen mengandung arti lima buah alat musik yang digabungkan dalam satu kelompok

atau ensambel, dan dimainkan bersama-sama dalam pertunjukan oleh 4 - 5 pria.

Di antara beberapa instrumen ansambel Gendang lima sendalanen, Sarune merupakan

satu-satunya instrumen musik yang termasuk ke dalam klasifikasi alat musik aerophone. Alat

musik ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu anak sarune, tongkeh sarune, ampang-ampang

sarune, batang sarune, dan gundal sarune, Sarune mempunyai peran penting yaitu berfungsi

sebagai pembawa melodi utama dalam gendang lima sendalanen. Sarune ini terbagi dalam 2

ukuran, yaitu ukuran besar dan kecil. Namun kali ini si peneliti hanya meneliti Sarune ukuran

kecil saja.

Sarune diproduksi secara manual. Dalam proses pemilihan bahan baku dan

pembuatan sarune, masih menggunakan alat-alat tradisional. Kajian organologis terhadap

Sarune ini menarik perhatian peneliti untuk didekati sesuai disiplin ilmu yang dimiliki, dan

telah dipelajari selama di bangku kuliah. Kajian ini perlu dilakukan sebagai upaya dukungan

untuk pelestarian kesenian.

B. Instrumen Sarune

Sarune merupakan alat musik yang berklasifikasi areofon, keluarga reed (berlidah).

Bahan terbuat dari kayu selantam, mempunyai lima bagian, yaitu anak-anak sarune, timah /

tongkeh sarune, ampang-ampang sarune, batang sarune dan gundal sarune. Sarune pada

Masyarakat karo pada umumnya terbagi dalam 2 ukuran, Yaitu ukuran besar dan kecil.

Dilihat dari ukurannya sudah tentu suara yang dikeluarkan pasti berbeda, dimana suara yang

dihasilkan sarune ukuran kecil pasti lebih tinggi dari sarune ukuran besar. Sarune ini

termasuk dalam gendang Ansambel Lima Sendalanen yang mempunyai fungsi utama, yaitu

sebagai pembawa melodi.

C. Proses Pembuatan Sarune

Bahan- bahan yang digunakan

Kayu Selantam

Sifat kayu yang fleksibel dalam penggunaan, menyebabkan kayu dapat memberikan

manfaat yang sangat besar dan tidak ternilai bagi kehidupan manusia. Walaupun telah banyak

ditemukan bahan lain yang dapat menggantikan penggunaan kayu tersebut. Pemanfaatan

kayu antara lain adalah sebagai bahan furniture dan mebel, kayu lapis, papan komposit,

kertas, bahan bangunan baik struktural atau non- struktural, kayu bakar dan lain-lain. Selain

penggunaan tersebut diatas, kayu juga dapat digunakan untuk pembuatan alat musik seperti

gitar, organ, biola dan lain-lain. Alasan kayu sebagai bahan dasar pembuatan alat musik

antara lain karena keunggulan sifat akustiknya.

Oleh karena itu lah, maka Bahan utama untuk membuat Sarune Karo, kayu yang

digunakan adalah kayu selantam (sejenis tumbuhan perdu, termasuk salah satu dari bulung-

bulung si melias gelar) walaupun ada juga kayu lain yang pernah dibuat jadi bahan dasar

sarune misalnya pohon nangka. Namun karena suara yang dihasilkan kurang bagus, maka

kayu tersebut tidak dipakai lagi dan kembali berlalih ke kayu Selantam. Resonansi bunyi

ataupun sustain dari kayu Selantam tersebut sangat bagus. Maka dari itu, kayu tersebut

Page 37: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

34

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

digunakan sebagai bahan dasar membuat Batang, Gundal dan Abal-abal Sarune. Biasanya

kayu selantam ini dapat dijumpai dipagar-pagar perladangan.

1. Timah

Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah, berat

jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi. Dalam

keadaan normal (13 – 1600C), logam ini bersifat mengkilap dan mudah dibentuk. Timah

terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan

endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta

sebagai endapan sekunder yang di dalamnya terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan

koluvium.

Kegunaan timah banyak sekali, terutama untuk bahan baku logam pelapis,

solder, cendera mata, dan lain-lain. Unsur ini merupakan logam miskin keperakan, dapat

ditempa, tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat dan digunakan untuk

melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. kegunaan timah disini merupakan sebagai

bahan dasar untuk membuat tongkeh Sarune.

2. Bambu

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya

dan memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini

bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat, Karena memiliki

sistem rhizoma-dependen unik. Dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24

Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam.

Kegunaan bambu disini merupakan sebagai tempat mencetak timah menjadi tongkeh Sarune.

3. Sisik Baning

Sisik Baning merupakan suatu istilah yang dipakai dalam bahasa karo, dimana ini

merupakan hewan sebangsa penyu, kura-kura, dan bulus. Bagian yang diambil dari binatang

ini adalah sisik dari tempurungnya, yang kemudian diolah menjadi ampang-ampang Sarune.

4. Benang

Benang yang dipakai ini adalah benang yang biasa digunakan tuk menjahit. Kegunaan

benang ini, sebagai pengikat daun kelapa ke mata rantai jam (mbulu-mulu).

5. Daun Kelapa

Daun kelapa yang digunakan ini merupakan daun yang telah kering dan (Biak Mersik)

pilihan , dan merupakan sebagai bahan dasar untuk membuat Anak-anak Sarune.

6. Mata rantai Jam

Bahan ini digunakan sebagai tempat diikaatnya daun kelapa. Awalnya bahan yang

digunakan yaitu bulu ayam. Namun sekarang ini telah digantikan dengan mata rantai jam.

Walaupun bulu ayam tersebut telah diganti dengan mata rantai jam namun namanya tetap

mbulu-mbulu.

D. Alat Yang Digunakan

Sepenuhnya teknik pembuatan Sarune di kerjakan dengan tangan dan menggunakan alat

bantu yang sering digunakan tukang kayu, adapun alat-alat pertukangan yang digunakan

antara lain:

1. Parang

2. Gergaji

Page 38: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

35

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

3. Pisau kecil

4. Temper / bor batang Sarune

5. Bor gundal

6. Kertas Pasir

7. Bor kecil ( melubangi lubang nada-nada pada batang sarune)

8. Pengkeruk ( mengkerok bagian dalam gundal)

9. kaleng ( tempat memasak timah)

10. pencetak timah

11. kompor

E. Proses Pembuatan

1. Batang Sarune

Dalam proses pembuatan sarune ini yang pertama dilakukan dengan mempersiapkan

bahan baku yaitu kayu selantam ( sejenis tumbuhan perdu, termasuk salah satu dari bulung-

bulung simelias gelar) sebagai bahan dasar dalam membuat batang sarune dan gundal.

Adapun yang dilakukan dengan memilih kayu Selantam yang ukuran diameternya lebih

kurang 5cm. Ini dilakukan agar sesuai dengan diameter lingkaran pada Gundal Sarune..

Bagian pertama yang dikerjakan yaitu batang Sarune, karna itu merupakan patokan

untuk membuat ukuran pada Gundal. kayu Selantam tersebut dipotong dengan menggunakan

gergaji sesuai dengan ukuran Sarune yang diinginkan. Umumnya, panjang batang yang

dipakai untuk sarune sekitar 22 cm.

Gambar Kayu Selantam Yang Telah Dipotong

Setelah kayu selantam tersebut selesai dipotong, maka proses berikutnya melobangi dari

ujung keujung dengan menggunakan temper ( jarum, bor, besi yang digunakan untuk

membuat lobang pada sesuatu misalnya papan sebagai tempat paku). Temper yang digunakan

ini tidak mempunyai gerigi karena bentuknya yang persegi empat dan ukuran tempernya

juga berbeda, dimana dari ujung mata temper, ukurannya sangat kecil dan tajam dan makin

ke arah pegangan, ukuran temper bertambah besar.

Temper ini sengaja digunakan agar lebar lubang pada batang Sarune tidak sama,

dimana ukuran lubang dari ujung batang Sarune yang dibawah lebih lebar dari pada ukuran

lubang batang sarune yang di atas.

Gambar Melubangi Kayu Dengan Temper Untuk Membuat Batang Sarune

Page 39: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

36

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Setelah kayu tersebut selesai di lubangi, maka dilakukan proses pembentukan menjadi

batang Sarune. Dalam pengerjaan ini, sangat dibutuhkan keuletan dan kesabaran. Karena

dalam pembentukan kayu selantam tersebut sepenuhnya dikerjakan secara manual dengan

tangan dan dibantu dengan peralatan seadanya. Pembentukan batang Sarune pertama

dilakukan dengan menggunakan parang hingga menghasilkan bentuk kasar dari batang

Sarune. Hasil dari potongan parang tersebut, kemudian dilanjutkan dibentuk dengan

menggunakan pisau kecil hingga benar- benar bulat. Diameter lubang bagian dalam batang

yang dibawah ± 0,60cm dengan ketebalan dinding ±0,2cm dan diameter lubang bagian dalam

batang yang diatas ± 0,2cm. Bagian-bagian kikisan dari pisau yang masih kasar ataupun

kurang rata diperhalus dengan menggunakan kertas pasir.

proses berikutnya, membuat lubang-lubang nada pada batang Sarune, dalam

membuat lubang ini tidak sembarang dilubangi begitu saja. Melainkan, ada jarak-jarak yang

telah ditentukan antara lubang yang satu dengan yang lainnya Agar suara yang dihasilkan

harmonis. Dimana batang sarune diukur dengan menggunakan seutas tali, Dan setelah dapat

ukuran dari sarune tersebut maka tali dibagi menjadi 9 bagian. Nah, hasil dari pembagian

itulah yang nantinya menjadi jarak antara lubang satu kelubang berikutnya. Kecuali lubang

yang paling atas, jarak nya 2 kali dari ukuran yang telah dibagi 9 sebelumnya. Untuk

membuat lubang yang dibelakang, posisinya tepat di belakang antara lubang 1 dan 2 dari atas

2. Gundal Sarune

Sama seperti batang Sarune, bahan yang digunakan untuk membuat Gundal juga dari

kayu Selantam. Ukuran gundal diambil 5/9 dari ukuran Batang Sarune. atau lebih tepatnya

diukur dari bawah batang sampai lubang kelima batang yaitu sekitar 12 cm. Setelah dapat

ukuran dari gundal tersebut, kemudian Kayu selantam yang telah dipersiapkan sebelumnya

dipotong dan dilubangi hingga tembus dari ujung keujung kayu dengan menggunakan.

Diameter lubang pada Gundal Sarune ± 0,90cm.

Kayu Selantam yang telah selesai dilobangi, kemudian dibentuk menjadi Gundal

Sarune. Dalam pengerjaan ini pertama dibentuk dengan parang hingga bentuk kasar Gundal,

kemudian dilanjutkan dengan pisau kecil sampai bentuknya menyerupai Gundal Sarune. dan

untuk menghaluskan bekas kikisan dari pisau yang masih kasar tersebut, digunakanlah kertas

pasir hingga permukaan Gundal Sarune Benar-benar Halus.

Setelah Gundal Sarune selesai dibentuk dengan ketebalan dinding ±0,4cm, proses

berikutnya membuat ruang resonansi. Alat yang digunakan yaitu dengan pisau pengkeruk

yang telah dimodif sedemikian rupa, agar dapat mengkeruk bagian dalam Gundal Sarune.

3. Ampang-ampang Sarune

Bagian ini bentuknya melingkar dengan diameter 3 cm dan ketebalan ±2 mm, dibuat

dari bahan tulang (hewan),tanduk kerbau tempurung sisik baning atau perak. Dalam

pembuatan Ampang-ampang ini, bahan yang digunakan yaitu Sisik Baning dan tanduk

kerbau. Sisik baning dikupas dari batok/ tempurungnya atau tanduk kerbau dipotong

kemudian direbus. Ini dilakukan agar Sisik baning dan tanduk kerbau menjadi lembek dan

mudah dalam pembentukannya.

Setelah selesai direbus, maka Sisik baning ataupun tanduk kerbau tersebut

dikeluarkan dalam keadaan masih panas dan ditindih misalnya dengan menggunakan kursi

ataupun meja. Setelah ± 20 menit, Sisik baning tersebut ataupun tanduk kerbau dikeluarkan

dimana bentuknya telah pipih. Kemudian dilakukan pembentukan ukuran menjadi bulat yaitu

dengan menggunakan benang dan bor. Ujung ke ujung dari benang mengikat mata bor,

dengan ukuran benang setelah mengikat bor 3cm

kemudian ujung bor yang satu diletakkan di titik tengah dari Sisik Baning atau

tanduk kerbau dan ujung satunya lagi direnggangkan sesuai dengan ukuran benang. Setelah

Page 40: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

37

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

itu bor yang diluar diputar menggores sisik Baning tersebut mengikuti arah jam. Hasil dari

kikisan mata bor tersebut membentuk sebuah lingkaran yang nantinya menjadi ukuran dari

ampang- ampang Sarune.

Dan diluar dari kikisan tersebut, dibuang dengan cara di gosok dengan menggunakan

kertas pasir. Setelah bagian luar dibuang, tahap berikutnya menghaluskan permukaan ampang

dengan menggunakan kertas pasir hingga benar-benar halus dan rata. Kemudian dilubangi

bagian tengahnya dengan menggunakan bor kecil

4. Tongkeh Sarune

Adapun bahan utama yang digunakan dalam pembuatan Tongkeh Sarune yaitu Timah

dan alat pencetak yang terbuat dari bambu. Dimana timah dimasak didalam kaleng susu,

kemudian dituangkan kedalam pencetak tongkeh tersebut. Sebelumnya, dicetakan tersebut di

buat lidi ataupun kawat yang gunanya membuat lubang ditengah-tengah Tongkeh. Setelah

ditunggu kira-kira 15 menit, cetakan dibuka dan timah tersebut dikeluarkan. Timah yang

dicetak tadi telah menyerupai tongkeh Sarune, namun bentuknya masih agak kasar. Maka

untuk memperhalus bagian tongkeh tersebut digunakanlah kertas pasir.

5. Anak – anak sarune

Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-embulu (atau mata rantai jam)

diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa dipilih yang sudah tua atau Biak Mersik

dan kering kemudian di rendam (remai) dalam air agar tidak mudah koyak. kemudian Daun

dibentuk triangle sebanyak dua lembar dan salah satu sudut dari kedua lembaran daun

diikatkan pada mbulu-mbulu atau mata rantai jam dengan menggunakan benang.

6. Abal-abal

Abal-abal adalah tempat penyimpanan anak-anak Sarune, yang terdiri dari 2 bagian.

Bagian pertama yaitu badan Abal-abal bentuknya seperti tutup pena yang letaknya dibagian

bawah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan Anak-anak Sarune. Bagian kedua adalah

tutup Abal-abal, bentuknya seperti kepala pena yang berfungsi sebagai penutup bagian badan

tempat Penyimpanan Anak-anak Sarune. Abal-abal ini terbuat dari kayu Selantam dan bambu

yang masih muda, proses pertama yaitu membuat. Bambu dipotong ± sepanjang 4cm.

Proses selanjutnya membuat tutup untuk badan Abal-abal. ukuran dari tutup tersebut setengah

dari ukuran badan Abal-abal. Kayu yang digunakan yaitu kayu selantam. Kayu dipotong

ukurannya setengah dari ukuran badan. Kemudian setengah bagian dibentuk dengan pisau

hingga melingkar sesuai dengan ukuran lubang badan Abal-abal

F. Hasil

Setelah semua proses pembuatan selesai dilakukan, maka pembuatan Sarune karo

telah rampung dan sudah siap untuk di mainkan. Adapun Bagian-bagian Sarune, yaitu :

(a) batang sarune

(b) gundal Sarune

(c) ampang-ampang

(d) tongkeh

(e). anak-anak sarune dan

(f). Abal-abal

Page 41: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

38

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam, pada batang sarune inilah terdapat

lobang-lobang nada berjumlah delapan buah sebagai penghasil atau pengubah nada ketika

sarune ditiup

Gundal, yang fungsinya membuat lantunan nada-nada menjadi lebih panjang dan

nyaring atau keras atau lebih tepatnya, sebagai ruang resonansi terhadap nada yang ditiup dari

anak-anak sarune. Dan juga terbuat dari kayu selantam yang berada pada bagian bawah

sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune. Bentuk bagian dalamnya

barel, sedangkan bentuk bagian luarnya konis.

Ampang-ampang merupakan sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat dari

tempurung binatang Baning (sebangsa penyu, kura-kura, bulus) ataupun tanduk kerbau

diletakkan ditengah tongkeh (terbuat dari timah). Ampang-ampang berfungsi sebagai

penahan bibir pemain sarune ketika sedang meniup alat tersebut.

Tongkeh terbuat dari timah yang berfungsi sebagai tempat menempel nya anak-anak

sarune, ampang-ampang sarune dan penghubung kebatang sarune

Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai kecil daun

kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak memainkan sarune, anak-anak sarune

tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak sehingga mudah

bergetar jika ditiup.

Abal-abal merupakan tempat penyimpanan Anak-anak Sarune agar lebih aman,

karena bentuk dari Anak-anak Sarune yang kecil dan mudah koyak.

Perlu ditambahkan, ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh biasanya

dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil, yang berfungsi sebagai

pengikat agar bagian-bagian tersebut tidak tercecer, terpisah atau hilang.

G. Cara Memproduksi Bunyi Sarune

1. Teknik memegang

Ada pun Cara memegang Sarune ini sama dengan batak Toba, dimana posisi tangan

kanan berada diatas dan tangan kiri dibawah, Sementara jari-jari kedua tangan si penarune

(pemain Sarune) memegang (membuka dan menutup) lobang nada yang terdapat pada badan

(batang) alat musik tersebut. Apabila si penarune memegang dengan posisi tangan kanan

dibawah dan tangan kiri diatas maka dia disebut jaluk (kidal).

2. Teknik meniup

Sarune merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup, dimana anak-anak

sarune (reeds) yang ditiup kemudian bergetar mengeluarkan bunyi yang kemudian merambat

ke batang sarune dan ke Gundal yang merupakan ruang atau tempat resonansi dari bunyi

tersebut. Kemudian dalam mengolah nada-nada yang ada pada Sarune berada pada lubang-

lubang nada di Batang Sarune yang telah di ukur dan distem sedemikian rupa sehingga dapat

mengeluarkan nada-nada yang harmonis. Dalam memainkan Sarune ini terdapat teknik

meniup, yaitu Pulu nama (singalor lau), Petelin Kesah (Kenjulu), / circular breathing yaitu

teknik melakukan tiupan tanpa putus dengan mengatur pernapasan sambil menghirup udara

kembali lewat hidung sembari meniup. Dalam memainkan Sarune ini, pertama-tama anak-anak

Sarune terlebih dahulu direndam di dalam air. Ini dilakukan supaya daun kelapa yang

menjadi bahan anak-anak sarune tersebut lunak, dan mudah bergetar bila ditiup.

Dalam menghasilkan nada-nada tertentu, penarune harus menutupkan ujung Sarune-

nya (tonggum) yang dibawah ke bagian betis kakinya sendiri, oleh karena itu posisi si

penarune harus lah dalam keadaan duduk dengan kaki yang bersilah.

Page 42: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

39

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Gambar posisi memegang dan cara meniup pada Sarune

H. Sistem Pelarasan Bunyi

Proses terakhir Pembuatan Sarune dan yang paling sulit pengerjaannya yaitu dalam

sistem pelarasan bunyi nada Sarune. Jarak antara lubang-lubang yang ada pada batang

sarune sangatlah bepengaruh dengan nada yang dikeluarkan. Namun, ini pun belum bisa

menjamin akan keharmonisan bunyi yang dihasilkan oleh sarune tersebut. Itu disebabkan

karena pengaruh dari ruang resonansi pada Gundal dan ukuran lubang-lubang nada pada

badan batang Sarune. Ada kesamaan dengan musik gamelan yang prisinsip struktural lebih

kurang sama. bahwa tinggi nada dalam gamelan Bali (disini ada laras, Seliris yang secara

umum juga disebut pelog) tidak 100% sesuai dengan notasi balok, akan tetapi cukup

mendekati untuk menjelaskan prinsip dasar.

Untuk melaraskan nada Sarune, disini pengrajin sedikit pun tidak dibantu oleh alat

yang bisa mengetahui atau mendeteksi setiap nada yang dikeluarkan Sarune. Sipengrajin

benar-benar mengandalkan kepekaan dari telinganya untuk mengetahui apakah nada-nada

dari sarune buatannya tersebut telah sinkron (sejalan, cocok) dan harmonis. Cara pertama

yang dilakukan yaitu dengan memainkan beberapa lagu. Bagian mana nada yang

dikeluarkan agak fals atau sumbang, maka dilubang nada tersebutlah diubah kembali

dengan cara diperlebar lubangnya. Bila cara itu juga belum sepenuhnya berhasil, maka cara

berikutnya dengan mengkeruk bagian dalam gundal hingga nada yang dikeluarkan benar-

benar Sinkron dan harmonis. Umumnya, bila ukuran Sarune yang dibuat panjangnya sekitar

22cm maka tonika atau pun nada dasar dari Sarune tersebut yaitu dari E mayor dengan

frekuensi mendekati 330 Hz.

Page 43: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

40

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Ali muhammad.(1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka

Amani.

Arikunto (1984). Prosedur Penelitian Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara

Banoe, Pono (2003). “ Kamus Musik” Yogyakarta : Kanisius

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan (2003). Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Ginting Pulumun. (2005) . Buku catatan Materi Kuliah Musik tradisional II

Koentjaraningrat. (1991). Metode-Metode penelitian Masyarakat . Jakarta: PT.

Gramedia.

Koentjaraningrat. (2009). Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta

Purba Rivandi Rikho.(2009). Tinjauan Organologi Arbab Simalungun Buatan Bapak Arsiden

Purba di Desa Manik Saribu, Dusun sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang

Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Skripsi. Universitas Negeri Medan.

Silitonga, Pita H D. Organologi, Universitas Negeri Medan Diktat Mata Kuliah Organologi

Sumadi (2005:17) . Metode Penelitian, Jakarta: PT. Rajawali

Surakhmad, Winardo. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar : metode, dan

Teknik, Bandung : Tarsito

http:karokab.go.id/in/index.php?option=comcontent&view=article

& id=244&itemid=204

www.jiliembeng.blogspot.com

Page 44: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

41

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

MUSIK SIKAMBANG DALAM PERNIKAHAN ADAT SUMANDO

Mitri Ady Manalu

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Peranan Musik Sikambang

Dalam Upacara Perkawinan Adat Sumando di Masyarakat Pesisir Tapanuli

Tengah Sibolga. Dalam tulisan menceritakan bahwa penampilan musik

Sikambang dalam suatu upacara jelas tidak hanya sebagai pelengkap atau

unsur tambahan dari upacara adat perkawinan tapi lebih dari itu kehadiran

musik Sikambang adalah bagian dari rangkaian upacara, isi dalam upacara

itu. Istilah musik Sikambang yang dimaksudkan disini ialah ansambel gendang

Sikambang, Biola, Singkadu, Akordion. Tanpa musik Sikambang, upacara

perkawinan adat Sumando tidak dapat dikatakan sempurna dan lengkap dan

juga sebaliknya, penampilan musik Sikambang tanpa Adat Sumando juga tidak

dapat dikatakan sempurna. Melihat dari sudut nilai kesejahteraannya,

pelaksanaan musik Sikambang dalam Upacara adat Sumando ini mempunyai

sejumlah aturan-aturan, maka dari pengamatan terasa adanya kendala

terdapat pelestarian dan pengembangan musik Sikambang ini. Untuk itu

sangat diperlukan sekali suatu pembinaan khususnya terhadap generasi muda.

Kendala lain yang sempat dilihat dalam upacara pelestarian dari musik

Sikambang ini ialah karena dapat dikatakan pelaksanaan upacara perkawinan

adat Sumando termasuk langka atau jarang dilakukan sehingga akibat

kelangkaan ini membuat penampilan musik Sikambang langka pula. Maka dari

itu penelitian ini dilaksanakan dengan maksud mengembangkan kembali

tradisi yang hampir punah guna pelestarian kebudayaan.

Kata Kunci : Sikambang, Pernikahan, Adat, Sumando

A. Pendahuluan

Seni budaya tersebut masih tersimpan dimasing-masing daerah yang harus

dilestarikan dan dikembangkan sebagai salah satu kebudayaan Indonesia. Sebagai contoh

pelaksanaan upacara perkawinan yang walaupun telah dilakukan menurut hukum agama

namun masih selalu dilaksanakan dengan hukum adat. Anggapan bahwa adat itu tidak sesuai

dengan perkembangan zaman adalah tidak tepat. Adat selalu menyesuaikan diri dengan

perkembangan tuntutan zaman. Adat yang merupakan nilai-nilai luhur dari bangsa Indonesia

itu tidak mungkin dapat dipisahkan dari jiwa bangsa Indonesia itu sendiri.

Upacara merupakan bagian perilaku manusia yang hanya diadakan sehubungan

dengan peristiwa penting saja. Dalam hal ini dibuat suatu kegiatan upacara dengan aturan-

aturan tertentu dan susunan acara yang teratur dalam satu komunitas tertentu sesuai dengan

adat dan agama. Upacara adalah suatu tindakan atau sering kali dilakukan menurut adat

kebiasaan dan keagamaan yang menandai kesucian atau kenikmatan suatu peristiwa.

Dalam perkawinan senantiasa dilakukan dengan upacara, karena upacara merupakan

rangkaian tindakan khusus yang mempunyai aturan serta sarana yang khusus dalam

Page 45: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

42

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

menjalankannya. Perkawinan selalu ada dalam kehidupan setiap manusia dan akan mengikat

dua orang yang berlainan jenis antara seorang pria dan wanita, dimana mereka mengikat diri

untuk bersatu dalam kehidupan bersama. Demikian halnya dengan masyarakat Pesisir dikota

Sibolga dalam hal melaksanakan pesta perkawinan harus sesuai dengan upacara adat yang

dianut oleh masyarakat Pesisir di kota Sibolga yaitu adat Sumando.

Kata Sumando dalam bahasa Batak yang artinya cantik, cocok dan sesuai. Namun

memiliki artian yang sangat mendalam bagi masyarakat pesisir yaitu besan berbesanan.Adat

Sumando merupakan upacara terpenting bagi masyarakat Pesisir, karena dianggap merupakan

upacara yang sakral dan sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Adat Sumando

mencakup tata cara adat pernikahan didaerah Pesisir kota Sibolga yang dimulai dari tahap

marisik, maminang, batunangan, menghantar mahar, menentukan hari sampai kepada acara

saling kunjungan kepada keluarga kedua belah pihak (Tapanggi atau Tata cara balik ari).

Perkawinan pada masyarakat Pesisir bertujuan untuk melanjutkan keturunan sebagaimana

halnya dengan etnis yang lain yang memiliki tata cara adat yang berbeda. Perkawinan juga

memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak hasil dari perkawinan,

memenuhi kebutuhan hidup, memenuhi kebutuhan akan harta dan gengsi, tetapi juga untuk

memelihara hubungan baik dengan kelompok-kelompok kerabat tertentu. Adat merupakan

tuntutan tingkah laku dalam rangka apa yang patut dan yang tidak patut dilaksanakan oleh

anggota masyarakat yang telah menerima adat tersebut, yang apabila dilanggar akan

menimbulkan malapetaka.

Adanya musik sikambang dalam pernikahan adat sumando ini tidak hanya sekedar

mengiringi tetapi disertakan dengan nyanyian dan pantun yang berisi nasehat-nasehat penting

dimana isi kata-kata tersebut tergantung pada pekerjaan kedua pengantin yang berwujud

petuah, sindiran dan jelmaan perasaan bagi kedua mempelai, yaitu marapulei (pengantin pria)

dengan Anakdaro (pengantin wanita).

Keberadaan suatu komunitas pada suatu daerah merupakan suatu proses terbentuknya

sebuah interaksi antara satu dengan yang lain. Komunitas tersebut akan mulai membentuk

sebuah kesatuan untuk menutupi keberagaman yang ada dalam sebuah komunitas tersebut.

Keberadaan komunitas tersebut akan melahirkan sebuah adat dan budaya yang berfungsi

sebagai alat komunikasi yang tidak tertulis untuk mengatur segala hal yang menyangkut tata

cara kehidupan masyarakat itu sendiri. Adat istiadat dapat juga berfungsi sebagai alat untuk

menyatukan masyarakat sehingga masyarakat dapat teratur dan dapat saling berinteraksi

dengan masyarakat yang lain dengan baik.

Masyarakat Pesisir di Kota Sibolga terbentuk mulai pada abad ke 7 Masehi yaitu

muncullnya para pendatang dari Minangkabau, Batak, Jawa, Bugis,Iidia dan Gujarat.

Masyarakat Pesisir pada awalnya terbentuk dari dua etnis yang pertama mendatangi Kota

Sibolga yaitu etnis Minang dan Batak. Kedua etnis tersebut kemudian membentuk sebuah

komunitas masyarakat, kemudian didatangi oleh para pendatang baru seperti jawa, aceh, nias,

dan cina.

Dalam sistem dan organisasi kemasyarakatan terkait dengan peran manusia sebagai

makluk sosial atau makluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan

manusia lain maka masyarakat Pesisir di Kota Sibolga membentuk sebuah komunitas.

Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi diantara individu-individu kemudian lahirlah

kelompok-kelompok sosial masyarakat yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan

bersama. Keberagaman yang telah jadi satu inilah yang membuat masyarakat Pesisir di Kota

Sibolga membentuk sebuah Adat yang mengatur pola dan tingkah laku serta peraturan dalam

Page 46: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

43

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

adat pernikahan yang menyatukan masyarakat Pesisir yaitu Adat Sumando yang memiliki

artian adat Besan berbesan dan telah disahkan oleh Resuden Conprus (Belanda) pada tanggal

1 Maret 1851 (Bunga Rampai Tapian Nauli). Dan hingga saat ini Adat Sumando masih

dipergunakan oleh masyarakat Pesisir di Kota Sibolga khususnya di Desa Pasar Sorkam

Kecamatan Sorkam Barat Sibolga.

B. Peranan Musik Sikambang dalam Upacara Perkawinan Adat Sumando di

Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga

Peranan musik Sikambang dalam adat Sumando adalah sebagai pengiring pada saat

pelaksanaan upacara adat dan merupakan bagian yang membantu menyempurnakan

berjalannya adat pada masyarakat Pesisir Sibolga. Musik Sikambang terbagi atas dua yaitu

musik Vocal dan musik Instrumenal. Musik vocal yaitu musik yang dimainkan atau yang

dilakukan dengan suara manusia seperti syair dan pantun yang dinyanyikan. Musik

instrumenal yaitu musik yang dilakukan berdasarkan alat musik seperti dalam musik

Sikambang yaitu gendang Sikambang sebagai pembawa tempo dan Biola, Singkadu dan

Akordion sebagai pembawa melodi. Pertunjukan musik Sikambang memiliki beberapa bentuk

misalnya bentuk musiknya, tari, talibun dan pantun-pantun. Talibun dan pantun bisa

dikategorikan kedalam musik Sikambang karena talibun dan pantun berbentuk vocal.

Secara umum musik Sikambang bukanlah seperti bentuk musik gondang batak yang

umumnya kita kenal hanya berbentuk instrumen, tetapi musik Sikambang adalah musik yang

berbentuk nyanyian atau lagu. Lagu Sikambang dalamnyanyian berbentuk pantun dan syair

biasanya dibawakan oleh satu orang atau dua orang anak alek (pemain musik Sikambang).

Bentuk syair dalam pantun bersifat tetap dan terus diulang-ulang disuarakan oleh anak alek

(pemain musik Sikambang),dan biasanya setiap lagu telah dipasangkan dengan satu tari.

Menurut Bapak Jhon Pasaribu (7 Januari 2012 ), berikut adalah salah satu motif dari musik

Sikambang.

Musik Sikambang dan Adat Pernikahan Sumando

C. Pernikahan Adat Sumando

Adat Sumando merupakan upacara terpenting bagi masyarakat Pesisir dan

mempunyai satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku di masyarakat Pesisir, karena adat

Sumando dianggap merupakan upacara yang sakral dan sangat penting dalam kehidupan

masyarakat.Sumando Pesisir sebagai kesatuan adalah suatu pertambahan dan percampuran

satu keluarga dengan keluarga lain yang seiman dengan ikatan tali pernikahan menurut

hukum Islam dan disahkan memakai upacara adat Pesisir. Untuk etnis pesisir, pemakaian

Adat Sumando yang nota bene adalah budaya yang berasal dari daerah Minangkabau tidak

bisa dipungkiri.

Page 47: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

44

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Pengertian adat Sumando mencakup tata cara adat perkawinan di Pesisir Tapanuli

Tengah antara lain ; Marisik, Maminang, Batunangan, Mangentakkan Kepeng, Menyusun

Rencana Pernikahan, Pernikahan, Malam Bainai, Peresmian Perkawinan, Jalang Menjalang /

Mengunjungi Keluarga. Dalam prosesi pernikahan, ada beberapa musik yang mengiringi

tarian.

D. Lagu Kapri dipasangkan dan Tari Saputangan

Lagu Kapri dan Tari Saputangan ini merupakan lagu pembuka pada acara Malam

Bainai di adat Sumando. Lagu dan tarian ini menggambarkan suatu kisah pergaulan diantara

muda-mudi didaerah Sibolga sekitarnya dalam mengikat tali persaudaraan antara satu dengan

yang lainnya sehingga terjadilah kesatuan dikalangan masyarakat Pesisir dan terbuka satu

sama lainnya. Berikut pantun lagu Kapri :

Elok-elok tagak mana

Daga badagia dilantai papan

Dek apo-apo siamang mati

Makkan buah simanggi hutan

Kalo ada kaca dipintu

Pandan disawah ambo rabakan

Kalo ada karo baitu

Badan jo nyawo ambo sarakan

Pisang ame bau balawi

Masak sabua didalam peti

Utang ame dapek dibai

Utang budi dibawo mati

Bagus-bagus tegak menari

Maka berbunyilah lantai papan

Kenapa siamang itu mati

Karena makan buah simanggi hutan

Kalo ada kaca dipintu

Pandan disawah aku rebahkan

Kalau ada kata begitu

Badan dan nyawa aku serahkan

Pisang emas dibawa berlayar

Masak sebiji didalam peti

Utang emas dapat dibayar

Utang budi dibawa mati

Berikut Ritem lagu Kapri dengan Tari Saputangan:

Ritem lagu Kapri dan tari saputangan

Ritem lagu Kapri dan tari saputangan Variasi 1

Ritem lagu Kapri dan tari saputangan Variasi 2

Page 48: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

45

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Ritem lagu Kapri dan tari saputangan Variasi 3

Ritem dalam lagu Kapri dan Tari Saputangan ini diulang-ulang yang berubah yaitu

kata-kata dari pantun Sikambang tersebut. Dari uraian lagu diatas dapat disimpulkan bahwa

lagu ini tentang pergaulan, pujian dan pengorbanan.

Keterangan :

Penari Sapu Tangan di iringi Lagu Kapri

E. Lagu kapulo Pinang dan Tari Payung.

Lagu Kapulo Pinang dan tari Payung ini merupakan inti dalam suatu upacara. Lagu ini

menggambarkan suatu kisah sepasang suami istri yang baru saja melangsungkan perkawinan.

Dan ketika suatu hari sang suami akan meninggalkan istrinya pergi berlayar mengarungi

lautan untuk mencari nafkah dinegeri orang dalam memenuhi tanggung jawab sebagai suami

dengan mempergunakan sebuah kapal untuk membawa dagangannya dari pulau Poncan

Ketek ke Pulau Pinang Malaysia. Sebelum suami berlayar meninggalkan istri, maka suami

berpisah melalui pantun yaitu :

Kok balai ka pulo Pinang

Ambik aluan si timu lawik

Kok balai ati ndak sanang

Ai mato sapanjang lawik

Balai babelok-belok

Belabu tantang di nan tanang

Hati nan pai ndak elok

Hati nan tingga ndak sanang

Tanang-tanang lawik Siboga

Kapal marapek ka muaronyo

Pasang ati nan tingga

Dagang urang jongon untungnyo

Kalau berlayar ke pulau pinang

Ambil haluan timur laut

Kalau berlayar hati tak senang

Air mata sepanjang laut

Berlayat berbelok-belok

Berlabuh bukan ditempat tenang

Hati yang pergi tidak baik

Hati yang tinggal pun tidak senang

Tenang-tenang laut Sibolga

Kapal merapat ke muaranya

Relakanlah hati yang di tinggal

Dagang orang sama untungnya

Page 49: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

46

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Berikut Ritem lagu Kapulo Pinang dengan tari Payung:

Ritem dalam lagu Kapulo Pinang dan tari Payung ini terus diulang-ulang yang

berubah yaitu kata-kata dari pantun Sikambang tersebut.

1. F. Lagu Duo dipasangkan dengan tari Selendang

Lagu ini dinyanyikan sebelum lagu penutup yaitu lagu Sikambang. Pada lagu ini berisi

tentang minta maaf pemusik anak alek Sikambang kepada pihak yang mengundang mereka.

Dicabik kain dibali

Dieto tanga tiga eto

Mintak tabik kami bernyanyi

Jangan dibilang sikurang baso

Urang kabun memandikan anak

Mandi batimba kulit lokkan

Minta tabik dininik mamak

Saya mambacco si kitab setan

Diambil kain yang dibeli

Dihitung hanya tiga siku

Minta maaf kami bernyanyi

Jangan dibilang kami kurang sopan

Urang kebun memandikan anak

Mandi bertimba kulit lohan

Minta maaf dikekurangan kami

Saya membaca sikitab setan

Berikut Ritem lagu Duo dengan tari Selendang:

Ritem lagu Duo dengan tari Selendang

Ritem lagu Duo dengan tari Selendang Variasi 1

Ritem lagu Duo dengan tari Selendang variasi 2

Ritem dalam Lagu Duo dan tari Selendang initerus diulang-ulang yang berubah yaitu

kata-kata dari pantun Sikambang tersebut.

Page 50: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

47

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

G. Lagu Sikambang dipasangkan dengan Tari Anak

Lagu Sikambang dan tari Anak ini merupakan lagu penutup pada upacara adat.

Teks yang dinyanyikan oleh (anak alek) berupa pantun dan isi pantun biasanya

diambil dari kenyataan hidup masyarakat Pesisir Sibolga. Penyampaian maksud atau

sampiran kepada pantun adalah ungkapan-ungkapan tentang alam, tempat tinggal dan

sebagainya. Sedangkan isi pantun disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan

oleh anak alek misalnya ungkapan sedih, nasehat, ungkapan kasih sayang (percintaan)

dan lain-lain. Berikut pantun dalam lagu Sikambang.

Sirih luisik pinangnyo kotei

Manikalek kulit bintungan

Manomo kasui nang kasampe

Ikko jininyo paruntungan

Tinggi bukitnya pagadungan

Nampak nan dari pulo palak

Alang sakitnyo paruntungan

Ai mato dibawa galak

Sirih layu pinangnya kering

Manis kelat kulit bintungan

Manalah sampe yang kita mau

Inilah nasib paruntungan

Tinggi bukitnya pergadungan

Nampaknya dari pulau porlak

Alangnyakah sakitnya paruntungan

Air mata dibawa senyum

Berikut Ritem lagu Sikambang dengan Tari Anak:

Ritem dalam Lagu Sikambang dan tari Anak initerus diulang-ulang yang berubah

yaitu kata-kata dari pantun Sikambang tersebut.

Keempat lagu inilah yang selalu dimainkan oleh anak alek(pemain musik Sikambang)

dalam Upacara Perkawinan adat Sumandotepatnya pada acara Malam Bainai.

Musik Sikambang diperankan juga dalam acara Pernikahan. Anak Alek (pemain

musik Sikambang) memainkan musik yang vocalnya berbunyi Yoooooo…...laaaaaa sambil

mengiringi rombongan mempelai laki-laki (marapulei) ke rumah mempelai perempuan (anak

daro). Setelah acara pernikahan maka berlanjut ke acara peresmian perkawinan. Dalam acara

peresmian Perkawinan, musik Sikambangditampilkan untuk menghibur para keluarga kedua

belah pihak pengantin. Dalam acara peresmian perkawinannya, vocal atau pantun Sikambang

tidak dinyanyikan lagi, yang dimainkan hanya alat musiknya saja. Musik Sikambangdalam

Upacara perkawinan Adat Sumandosangat diperankan tepatnya pada Malam Bainai,

Pernikahan dan di Peresmian Perkawinan.Apabila ditinjau dari arti kata dalam nyanyian

dalam bentuk pantun dan syairnya, maka fungsi dari bagian nyanyian musik Sikambang ini

berisikan suatu pengarahan dan pesan kepada pengantin. Lagu Sikambang dalamnyanyian

berbentuk pantun dan syair biasanya dibawakan oleh satu orang atau dua orang anak alek.

Page 51: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

48

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

H. InstrumenYang Dipakai Pada Musik Sikambang

Dari hasil wawancara pada tanggal 8 Januari 2012 dengan salah satu tokoh adat dan

budaya Pesisir yaitu Bapak Jhon Pasaribu, pada zaman dulu instrumen untuk musik

Sikambang hanya mempergunakan suara secara vocal solo kemudian para nelayan

menyatukannya dengan suara pinggiran perahu yang mereka pukul-pukul yang mana pinggir

perahu mereka itu terbuat dari kayu. Kemudian para nelayan menciptakan gendang yang

bernama gendang Sikambang (membraphone), singkadu (aerophone).Gendang Skambang

terbagi atas dua bagian, yaitu gendang Sikambang kecil dan besar.Gendang Sikambang kecil

merupakan alat musik yang diciptakan oleh masyarakat Pesisir sedangkan gendang

Sikambang besar merupakan gendang yang kadang-kadang dibuat masyarakat Pesisir tetapi

hanya meniru gendang yang sudah ada yaitu gendang Melayu.Keseluruhan instrumen musik

Sikambang diatas masing-masing berfungsi sebagai pembawa tempo, ritem, dan melodi

sehingga terciptalah ensambel musik Sikambang.

Seiring masuknya bangsa Portugis ke Pesisir pantai barat sumatera, ensambel musik

Sikambang mendapat pengaruh dari musik Portugis yaitu Kapri. Menurut bapak Sahil

Tanjung Kapri adalah suatu gaya pertunjukan musik dengan memakai satu instrumen biola

dan dua atau lebih pemain gendang. Akibat pengaruh tersebut, ensambel musik Sikambang

mendapat penambahan dan pergantian instrumen.Singkadu yang tadinya pembawa melodi

ditambah dengan instrumen biola dan akordion sedangkan gendang batapik diganti dengan

gendang Sikambang yang ukurannya lebih besar atau yang lebih kita kenal dengan gendang

Melayu.Berikut ini deskripsi alat musik Sikambang.

1. Biola yang digunakan dalam ensambel musik Sikambang adalah biola yang digunakan

dalam musik barat atau yang disebut dengan violin. Peranan yang dimainkan oleh

biola dalam ensambel musik Sikambang adalah sebagai alat musik pembawa melodi.

2. Akordion yang digunakan dalam ensambel musik Sikambang adalah akordion yang

digunakan dalam musik barat atau juga yang dipakai dalam musik Melayu. Peranan

yang dimainkan oleh akordion dalam ensambel musik Sikambang adalah sebagai alat

musik pembawa melodi.

3. Singkadu adalah alat musik aerophone yang terbuat dari bamboo. Singkadu

mempunyai 7 (tujuh) lubang nada. Dari tinjauan penulis, dalam pembuatan singkadu

tidak ada ukuran-ukuran yang baku karena ukuran yang digunakan tergantung besar

kecilnya bambu yang digunakan. Peranan alat musik singkadu dalam ensambel musik

Sikambang adalah sebagai pembawa melodi.

Gambar Singkadu

Page 52: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

49

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

4. Gendang Sikambang (gandang)

Pada pembahasan ini, gendang yang dimaksud dalah gendang yang dibuat oleh

masyarakat Pesisir yaitu gendang Sikambang kecil.Gendang adalah alat musik

membranophone yang berbentuk gendang berbingkai (frame drum).Alat musik ini terbuat

dari pohon kelapa, kulit kambing dan rotan. Pada bagian depan gendang ini berdiameter 31

cm sedangkan pada bagian belakang gendang berdiameter 28 cm. cara memainkan gendang

yaitu dengan cara memukul permukaan kulitnya dengan telapak tangan. Peranan alat musik

gendang dalam ensambel musik Sikambang adalah untuk memainkan pola ritem konstan dan

ritem variabel yang biasanya dimainkan oleh gendang Sikambang besar.

Foto Gendang Sikambang

Page 53: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

50

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Angrioso, Michael.V, 2007. Doing cultural Anthropology. Waveland Press University Of

South. Florida

Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan Praktik, Jakarta: Bina aksara

Elliades. 2008. Eksistensi dan Makna Simbolik Tari Dampeng dalam Upacara Adat Sumando

Pada Etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Medan: skripsi untuk mendapatkan

gelar Sarjana SI UNIMED

Harsojo. 1985. Pengantar Antropologi. Jakarta : Bina Cipta

Hutabarat, Lampos. 2010. Keberadaan dan Bentuk Musik Sikambang di kota Sibolga.

Medan: skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana SI UNIMED

Hutagalung, H.R Jafar. 2004. Tatacara Pelaksanaan Perkawinan dalam Adat Istiadat Pesisir

Sibolga dan Sekitarnya. Medan : Depdikbud Sibolga

Koenjaraningrat. 2003. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta : Progres

Lois Birkenshaw and Fleming. 1993. Music For All. Gordon V. Thompson

Music, Toronto. Canada

Macmilan. 1977. Relation Ships in Marriage and The Family. United States of America

Marcus. Clifford. 1986. Writing Culture. University of California Press. London

Margono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Pustaka Umum

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara

Ndururu, Mudilia. 2010. Peranan Musik dalam Tari Maena pada Upacara Adat Perkawinan

Masyarakat Nias di Desa Tundrumbaho Kecamatan Lolomatua. Medan: skripsi

untuk mendapatkan gelar Sarjana SI UNIMED

Panggabean, H.A.Hamid. 1995. Bunga Rampai Tapian Nauli. Jakarta. Nadhilah Ceria

Indonesia

Robson. GRIJNS. 1983. Cultural Contact and Textual Interpretation.Foris Pubications

Holland. Canada

Sibolga Dalam Angka.2009. Badan Pusat Statistik Kota Sibolga

Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Page 54: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

51

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

GONDANG SABANGUNAN DALAM UPACARA MARDEBATA

H Adi Putra Sirait

ABSTRAK

Gondang merupakan bagian dari kebudayaan musik suku Batak. Dalam

upacara Mardebata pada sebagian masyarakat Batak gondang sabangunan

dapat digunakan menjadi musik pengiring dalam upacara mardebata

tersebut. Tulisan ini menjelaskan keberadaan gondang sabangunan dalam

mengiringi upacara mardebata.

Kata Kunci : Gondang Sabangunan, Musik, Mardebata

A. Pendahuluan

Di adat batak ada dikenal dengan Gondang sabangunan atau ogung, sabagunan adalah

separangkat gendang dan gong merupakan instrumen inti musik gondang batak. Gondang

sabangunan terdiri dari: tagading, ogung dan sarune. Tagading terdiri dari lima

jenis,sedangkan ogung terdiri dari: ogung oloan, ogung ihutan, ogung doal dan ogung jeret.

Sarune juga terdiri dari lima lobang. Umumnya gondang sabangunan dimainkan untuk

memohon berkat dari arwah para leluhur.

Gondang Raja Silahisabungan dikenal dengan nama:”Gondang sitolupulutolu” dan

dimainkan atau diadakan dalam acara horja bius di Silalahi nabolak. Gondang Silahisabungan

berbeda dengan gondang Toba yang sering kita dengar. Gondang sitolupulutolu adalah

perpaduan dari gondang Toba,Karo,Pakpak dan Simalungun. Dibandingkan dengan gondang

Toba, gondang Silahisabungan bentuknya lebih kecil, baik gondangnya ataupun sarunenya

tetapi suaranya lebih nyaring. Sebab itu ketika upacara Malahat horbo (Menarik kerbau)

diadakan ke hau borotan diiringi gondang Silahisabungan, maka kerbau itu akan kelihatan

lebih liar. Sebaliknya kalau diiringi dengan gondang Toba maka kerbau yang mau digiring

tampak lebih jinak.

Makna Gondang Silahisabungan adalah sitolu gugung,sitolu harajaon, sisada hadirion.

Berhubungan dengan alam kepercayaan yang dianut Raja Silahisabungan saat itu dimana

dipercaya tiga alam dan tiga penguasanya yaitu: “Batara guru sebagai penguasa banua

ginjang, Soripada sebagai penguasa banua tonga, dan Mangalabulan sebagai penguasa banua

toru.Gondang ini diciptakan oleh Ompu Raja Silahisabungan. Raja silahisabungan memaknai

dalam pengalaman hidupnya bahwa kehidupan ditentukan oleh tiga unsur yaitu :Langit

sebagai sumber pernafasan(udara),darat sebagai sumber makanan dan laut sebagai sumber air

minum(air). Ketiga unsur tersebut dipercaya dikuasai oleh suatu kekuatan yaitu Mulajadi

Nabolon.

Page 55: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

52

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Ulos Raja Silahisabungan juga berbeda denga ulos batak pada umunya.Ulos tersebut

disebut ulos gobar mempunyai garis putih di permukaannya. Demikian sekedar informasi

bagi orang tapanuli terutama bagi keturunan Silahisabungan dimanapun berada. Prinsip

pertama penulis dalam memulai tulisan ini adalah menghargai setiap perbedaan pelaksanaan

adat istiadat maupun tata-cara di berbagai tempat dan menjadikannya sebagai kekayaan

budaya yang masih perlu digali, dipelajari, dan dilestarikan.

Dewasa ini umpasa/umpama di atas telah disesuikan dengan perkembangan zaman,

iinkulturasikan atau dimodernisasikan menurut agama, tempat, kumpulan, dsb. Sehingga

muncullah umpama baru yang mengatakan :Mumpat talutuk , sega gadu-gadu Salpu uhum

na buruk, ro ma uhum na imbaru Patok tercabut, rusak pematang sawah Hukum lama batal,

datang hukum baru “Muba tano, muba duhutna. Muba Huta muba uhumna” Beda tanah,

beda rumputnya. Beda kampung beda peraturannya . Pepatah yang sama “lain lubuk, lain

ikannya” yang dapat diartikan bahwa adat atau kebiasaan berbeda menurut tempat, marga,

atau kumpulan lainnya.Demikian pula halnya tata cara pelaksanaan Gondang Sabangunan

yang selalu ditemukan perbedaan (lebih tepat disebut variasi) di berbagai tempat. Bila

penatua kampung di suatu luat (negeri) lebih terbuka maka diambillah jalan keluar yang

praktis “aek godang tu aek laut, dos ni roha sibahen na saut” (air laut luas sekali, kata

sepakatlah yang jadi), artinya sepakat saja mau berbuat apa meskipun tidak serupa dengan

yang biasa. Tetapi adakalanya penatua kampung tetap pada kebiasaan atau adat setempat dan

berkata “si dapot solup do na ro” artinya pendatang harus ikut dengan adat kebiasaan

setempat.

Urutan „manortor‟(menari) pun juga mengalami hal yang sama. Ada yang

mendahulukan tulang (pihak ibu) atau hula-hula (pihak isteri), handai tolan, kemudian

Dongan Tubu (teman se marga) dan kemudian Huta paampuhon (penatua kampung menutup

acara), selanjutnya diakhiri Hasuhuton mangampu (yang berpesta mengatakan ucapan terima

kasih). Ada luat justru melaksanakan urutan sebaliknya, bahkan ada yang disusun sesuai

kebutuhannya saja.

Jadi dalam tulisan diupayakan mengumpulkan rupa-rupa pengalaman yang pernah

dilihat, dialami, atau didiskusikan, tidak ada maksud untuk menerapkan suatu pola/standard

tertentu, melainkan hanya lebih bersifat membagi pengalaman, kecuali memang bila temuan

tetang hal-hal yang menarik seperti sisi ritualnya dan lain sebagainya diharapkan memberikan

sesuatu yang dapat diserap menjadi pembanding atau sekedar membantu untuk menemukan

panduan yang lebih sesuai.

B. Musik Batak Toba

Musik Batak dimainkan dengan berbagai jenis alat musik baik secara bersama

(orkestra) maupun solo, a.l.: Gondang Sabangunan (orkestra Batak Toba), pemainnya

disebut pargual-pargonsi. Gondang sabangunan dimainkan oleh delapan orang (susunan ini

disebut pangeran), bahkan oleh lebih dari jumlah itu. Alat musiknya terdiri dari lima buah

tagading, sebuah gordang, satu atau dua buah serunai, empat buah ogung (gong) yang

masing-masing berbeda ukuran dan tebalnya disebut saparangguan, masing-masing dinamai

: panggora, doal ( panonggahi), ihutan, dan oloan, serta sebuah hesek (besi atau sejenisnya

untuk alat pengatur ritme).

Uning-uningan (sejenis orkestra juga) dapat dimainkan oleh hanya empat lima orang.

Alat musiknya terdiri dari serunai kecil, hasapi/kecapi (sejenis gitar yang hanya punya dua

Page 56: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

53

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

senar tanpa grip), seruling, hesek, dan garantung (terdiri dari lima atau tujuh lempengan kayu

yang berbeda ukuran, tebal, dan nada yang dihasilkannya).

Alat musik yang dimainkan oleh hanya satu orang saja :

a. Jenggong, alat musik dengan bahan besi, mirip saga-saga, ditiup dengan dengan lidah

yang digetarkan di depan mulut. Wanita biasanya lebih pandai memainkannya.

b. Hapetan, sebenarnya adalah kecapi dengan bentuk yang berbeda. Sering dibawa ke

pantai, dimainkan sambil menunggui doton (sejenis jala panjang) menjerat ikan. Atau

oleh pemuda menghibur para gadis yang sedang menumbuk padi.

c. Odap, sejenis gendang kecil yang kedua sisinya ditutup dengan kulit (mangodapodapi

artinya memukul dengan keras kedua sisi odap itu untuk tujuan menyemangati).

d. Sordam, sejenis seruling yang dipakai untuk memanggil arwah, biasanya lebih besar

dari seruling dan dihembus dari ujung/pangkalnya.

e. Sulim, suling, alat tiup dari bambu. Salah satu pangkalnya terbuka. Mempunya 8

lobang, satu untuk tempat meniup dan 7 (6 di atas dan 1 di bawah) untuk mengatur

nada.

f. Salohat, suling yang lubang tiupannya ada di tengah-tengah.

g. Tulila, sejenis seruling kecil. Lobang atas empat buah, di bawah satu buah, suaranya

merdu dan tajam. Para gembala sering membawanya menjadi pengisi waktu

senggang.

h. Saga-saga, sejenis tulila, harmonica mulut terbuat dari serat bambu atau enau. Alat

ini biasanya menjadi bunyi-bunyian bahasa cinta antara orang muda. Kedua tangan

memegang ujungnya dan menarik-narik ke kiri-kanan sembari mengeluarkan nafas

perlahan. Kekuatan nada diatur dengan mengangakan atau menyempitkan mulut.

i. Salempang, mirip tulila/sagasaga. Harmonika dari hodong (pelepah) ditarik-tarik

hingga menimbulkan getaran di depan mulut.

j. Talatoit, (bentuk yang sama dengan tulila) seruling kecil terbuat dari ruas bambu yang

kecil dan panjangnya antara 15-50 cm. Biasanya dipakai pada malam hari oleh orang

yang ingin mengungkapkan perasaan cinta, kesedihan, kecemasan, harapan, dan

sebagainya.

C. Gondang Sabangunan

Gondang Sabangunan digelar untuk suatu hajatan yang melibatkan kehadiran banyak

orang, baik sebagai hiburan/pesta maupun untuk acara ritual. Pada hakekatnya hampir semua

pesta gondang sabangunan ada keterkaitannya antara orang yang masih hidup dan arwah/roh

orang yang sudah meninggal, baik berupa pemujaan, memperingati atau setidaknya ada

dalam kata-kata pengantar.

Lembaga agama dewasa ini begitu gigihnya campur tangan dalam mencoba

menginkulturasikan visi dan misi adat-istiadat dalam pelaksanaan pesta gondang dengan visi

dan misi agama.

Peralatan Gondang Toba ada lima macam, sebagai berikut :

1. Tagading, terdiri dari lima buah gendang yang hampir bersamaan besarnya, terbuat

dari kayu. Lobang atas ditutup dengan kulit diikat dengan rotan, menyuarakan notasi

do, re, mi, fi, sol dimainkan oleh satu orang. Sebagaimana pada banyak bangsa lain

yang memakai tagading (gendang) dalam bentuk yang berbeda-beda sebagai sarana

Page 57: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

54

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

ritual atau hiburan, demikian juga tagading pada bangsa Batak. Bentuknya juga

berbeda-beda, ada yang pendek, panjang, kecil, atau besar. Di Mandailing bentuknya

besar-besar, di Tanah Karo kecil-kecil. Di Dairi, Simalungun, dan Toba bentuknya

dapat dikatakan sama.

2. Gordang, sebuah gendang yang lebih besar berfungsi membantu ritme bass. Cara

pembuatan-nya sama dengan pembuatan tagading, bagian atasnya ditutup dengan

kulit sapi. Panggordangi (pemukul gordang) biasanya sekali-sekali berteriak

memberi semangat kepada pemusik lainnya.

Dahulu ada kebiasaan setelah datu selesai dengan acara ritual pembukaan gondang

(disebut gondang sipitupitu) maka Hasuhuton dipanggil naik ke balkon atas untuk

'buha gordang'. Hasuhuton memukul gordang sebagai pertanda acara gondang

dimulai. Dewasa ini buha gordang tidak populer lagi karena memulai acara godang

telah diserahkan kepada Pengurus Gereja.

3. Sarune (serunai), musik tiup terbuat dari kayu bulat yang dilobangi lima lobang

untuk mengubah suara, empat di sebelah atas dan satu di sebelah bawah (serunai

kecil terkadang dibuat dari bambu saja). Di bagian mulut ditempelkan ipit-ipit,

sejenis selongsong pipih yang dapat diganti-ganti. Cara memainkannya dengan

meniup. Selama meniup maka pemain menghirup atau membuang udara hanya

melalui hidung saja, hal ini bisa dilakukan hingga lebih 30 menit

4. Ogung (gong) sebanyak empat buah, disebut saparangguan, masing-masing bernama

panggora, doal, ihutan, dan oloan (nama-nama sesuai dengan susunan letaknya bila

dimainkan). Masing-masing ogung dimainkan oleh satu orang, tetapi kadang-kadang

ihutan dan oloan dapat dimainkan oleh satu orang. “Doal” atau “panonggahi” (nada

sol), dimainkan dua kali lebih cepat daripada “panggora” (nada sol) juga, atau empat

kali lebih cepat dari ihutan (nada mi) dan oloan (nada do). Oloan adalah ogung yang

sedikit lebih besar dari ketiga ogung lainnya dan dimainkan berganti-ganti dengan

ihutan pada tempo yang tetap. Karena ke empat ogung ini menyuarakan notasi mi,

sol, sol, do, maka perpaduan suara ogung itu bila mengikuti orkestra/gondang

terdengar menjadi sol-mi-sol, sol-do-sol.

5. Hesek, suatu alat ketukan ritme. Bisa dari dua batang besi yang saling dipukulkan.

Dewasa ini ada yang hanya memakai botol dan sendok.

Jenis Pesta Gondang :

Dapat dikatakan bahwa nama jenis pesta gondang adalah sesuai dengan tujuan atau

tata-caranya, jadi jumlah jenis dan tujuan gondang itu sangat banyak. Namun secara

umum semua jenis tersebut dapat dikategorikan menjadi lima jenis pesta gondang

saja, yaitu :

6. Gondang Dalan, sejenis prosesi. Alat orkestra tidak lengkap dimainkan, hanya

dipakai sarune, satu atau dua taganing, ogung, dan hesek. Suatu cara menghormati

dan menyambut tamu terhormat. Gondang yang sama adalah Mangogungi, tetapi

jenis ini lebih memberatkan penghormatan kepada orang yang meninggal.

7. Gondang Sahala (Gondang Mamele).

8. Gondang Mandudu, memanggil roh halus (bisa nenek moyang atau roh yang

dianggap penguasa alam) untuk suatu tujuan tertentu. Mis. untuk memohonkan

kesuburan tanah, panen yang berlimpah, keselamatan dan kesehatan, kerukunan,

kebahagiaan, dll.

9. Gondang Daung, menggantungkan seekor ikan dan menari untuk menghormati

arwah nenek moyang serta mohon campur tangan arwah nenek moyang dalam

kehidupan di dunia nyata. Mis. memohon ilmu kebal, pidoras (pukulan berlipat

ganda kekuatannya), aji marulak (supaya orang merasakan apa yang diperbuatnya,

mis. yang memukul kitalah yang merasa sakit atau luka pada bagian tubuh kita yang

Page 58: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

55

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

dipukulnya, sementara yang dipukul tidak merasakan sakit). Untuk hal seperti ini

biasanya dipakai ihan batak/ jurung. Tetapi bila untuk kepentingan ilmu gaib/sihir

maka adakalanya para datu mengganti dengan ikan paniasi (ikan raja), insor (sejenis

ikan gabus yang kecil sekali), atau halu (sejenis ikan sepat yang beratnya bisa

mencapai sepuluhan kilogram).

D. Peran Gondang Sabangunan dalam Upacara Mardebata

Dalam upacara Mardebata Gondang Sabangunan mempunyai peranan penting yaitu untuk

mengesahkan dan menghantarkan permohonan-permohonan kepada Ompung Mulajadi

Nabolon dan penguasa alam roh lainnya. Gondang Sabangunan juga berfungsi sebagai

pengiring tortor yang merupakan bahagian dari upacara mardebata. Berdasarkan konsep

diatas, maka yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah jalannya upacara mardebata termasuk

gondang sabangunan yang merupakan bahagian dari upacara mardebata, sampai sejauh mana

fungsi dan penggunaan gondang sabangunan di dalam pelaksanaan upacara mardebata

tersebut. Dalam hubungan ini akan dikaji juga tentang proses upacara, makna upacara, pelaku

upacara, benda atau peralatan upacara, serta ensambel musik yang digunakan di dalam

upacara. Pada aspek musikalnya, penulis akan mengkaji dan menganalisa 2 (dua) melodi

gondang sabangunan yang dimainkan oleh sarune bolon yaitu melodi gondang Ni Tuhan dan

melodi gondang tu Raja Nasiakbagi. Dalam hal ini yang akan dianalisa adalah skala tangga

nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah pemakaian nada, interval, bentuk melodi, frasa, dan

pola-pola kadensa.

E. Dasar Teori dalam Melakukan Penelitian Kebudayaan

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas

permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori yang dianggap perlu

sebagai referensi atau acuan dalam tulisan ini. (Bachtiar 1997:10) mendefenisikan teori

sebagai ketentuan-ketentuan dasar saintifik yang akan diaplikasikan, dimana kebenarannya

telah diuji dengan mengikuti disiplin tertentu oleh para pakarnya. Seeger (1958:184)

menyebutkan, Deskriptif adalah penyampaian suatu objek dengan menerangkannya terhadap

pembaca secara tulisan ataupun lisan dengan sedetail-detailnya. Dengan demikian deskriptif

yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah bersifat menyatakan dan menyampaikan

sesuatu apa adanya dengan menggambarkannya secara tulisan dan secara jelas mengenai

upacara Mardebata oleh masyarakat Parmalim Hutatinggi-Laguboti. Menurut Aryono Suyono

dalam Hutahaean (1955:17) pengertian upacara ritual (ceremony) adalah:

1. Sistem aktifitas atau rangkuman tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang

berlaku dalam masyarakat pada berbagai macam peristiwa, wujud dari adat istiadat

yang berhubungan dengan segala peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam

masyarakat yang bersangkutan.

2. Suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang

berlaku dalam masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa penting

atau lain-lain dengan ketentuan adat yang berlaku.

Koentjaraningrat (1980:241) memberikan pengertian upacara adalah suatu kelakuan

keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku sesuai dengan komponen

keagamaan. Komponen keagamaan itu dapat dilihat dari : tempat upacara, saat dan waktu

upacara dilaksanakan, benda-benda atau alat-alat upacara, orang yang melaksanakan dan

memimpin upacara. Beliau juga mengatakan bahwa dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan

berbagai macam perasaan seperti cinta, hormat, bakti tetapi juga takut, ngeri, dan sebagainya.

Dengan berbagai macam perasaan itu mendorong manusia untuk melakukan suatu upacara

Page 59: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

56

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

keagamaan. Manusia selalu dihinggapi suatu emosi keagamaan yang dilaksanakan menurut

tata laksana baku dari upacara keagamaan atau ritus (1985:234). Dalam studi musikologis

pada dasarnya merupakan kerja analisis sehingga secara struktural dapat diketahui dengan

jelas. Untuk aspek musik ini penulis mengacu pada pendapat Alan P Merriam yang

mengatakan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis

melodi adalah : 1) scale (tangga nada), 2) pitch centre (nada dasar), 3) range (wilayah nada),

4) frequency of note (jumlah pemakaian nada), 5) interval (jarak nada), 6) cadence patterns

(pola-pola kadens), 7) melodic form (bentuk melodi), 8) contour (kontur/grafik melodi).

Untuk mendukung pembahasan dari aspek musik diatas, diperlukan suatu transkripsi. Bruno

Netll mengartikan, transkripsi adalah proses menotasikan bunyi atau membuat bunyi menjadi

simbol visual (1964:99). Dalam upacara Mardebata terdapat beberapa repertoar Gondang

yang dimainkan. Diantara repertoar gondang yang dimainkan penulis memilih dua repertoar

gondang yang akan ditranskripsi yaitu Gondang Ni Tuhan, dan Gondang tu Raja Nasiakbagi.

Mengenai hubungan Gondang Sabangunan dengan upacara Mardebata, penulis mengacu

pada pendapat Alan P Meriam mengenai penggunaan dan fungsi musik yang mengatakan

bahwa : ?use then refers to the situation in which is employed in human action : function

concern the reason for its employment and particulary the broader purpose which it serves?

(1964:210).

Dari kalimat diatas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitikberatkan pada

masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi)

menitikberatkan pada alasan penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik, terutama

maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan

manusia itu sendiri.

Dalam mengkaji fungsi musik, tulisan ini berpedoman pada pendapat Merriam

(1964:219-226) yang membagi fungsi musik ke dalam 10 kategori fungsi, yaitu fungsi : 1)

pengungkapan emosional, 2) penghayat estetis, 3) hiburan, 4) komunikasi, 5) perlambangan,

6) reaksi jasmani, 7) berkaitan dengan norma-norma sosial, 8) pengesahan lembaga sosial, 9)

kesinambungan kebudayaaan, 10) pengintegrasian masyarakat. Dari ke-10 fungsi musik

tersebut, upacara Mardebata pada masyarakat Parmalim termasuk dalam fungsi

pengungkapan emosional, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi hiburan, fungsi

perlambangan, fungsi, fungsi kesinambungan kebudayaan, dan fungsi pengintegrasian

masyarakat.

F. Referensi Dalam Mencari Musik Gondang Sabangunan

Sumber referensi dilakukan sebagai landasan dalam hal tulisan, yakni dengan

mengumpulkan literatur atau sumber bacaan mengenai Gondang Sabangunan yang akan

menjadi dasar dalam melakukan tulisan. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku,

ensiklopedi, jurnal, bulletin, skripsi, dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan ini

penulis akan dapat melakukan cara yang efektif dalam membuat tulisan tentang peranan

gondang sabangunan dalam upacara Mardebata. Dalam tulisan ini penulis akan membahas

salah satu dari upacara ritual Parmalim yaitu upacara Mardebata, dimana upacara ini belum

pernah dibahas sebelumnya.

Dalam kerja lapangan penulis melakukan pengamatan dan pengambilan data melalui

perekaman dan mencatat jalannya upacara secara keseluruhan, serta melakukan berbagai

wawancara dengan beberapa parmalim dan juga informan lainnya. Tehnik wawancara yang

penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu melakukan pertanyaan

selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free

Page 60: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

57

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan

dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data

yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Begitu juga dalam

penulisan jurnal ini. Harus dilakukan kerja lapangan langsung dalam mendapatkan data-data

hasil mengenai gondang sabangunan dan upacara adat Mardebata.

Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi

kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan.

Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada

akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan

mengikuti kerangka penulisan. Seperti telah dijelaskan pada sebelumnya bahwa upacara

Mardebata adalah upacara ritual Parmalim yang dilakukan karena seseorang atau keluarga

telah menyimpang dari ajaran Patik. Upacara ini dilakukan adalah sebagai sarana

pengampunan dosa-dosa kepada Ompung Mulajadi Nabolon dan penguasa lainnya karena

telah melanggar ajaran Patik. Mengakui kesalahan dan dosa serta memohon pengampunan

dosa kepada Ompung Mulajadi Nabolon adalah kewajiban bagi masyarakat parmalim agar

memperoleh bekal untuk kehidupan yang abadi diluar kehidupan dunia ini. Untuk mencapai

kehidupan diluar kehidupan dunia ini, dalam ajaran Ugamo Malim disebutkan : Indion ma

pangan hamu na Hupapungu na di sopo on, mardos roha ma hamu marbagi i, umbaen na

Hupapungu i, asa adong do mangudut haleonmu. Artinya : Inilah kamu makan, yang telah

Kusediakan dalam rumah ini, seiasekatalah kamu membaginya, sebab ini kusediakan agar

kelak kamu tidak berkekurangan. Bekal yang dimaksud adalah Poda (firman Tuhan), Tona

(perintah Tuhan), Patik (aturan Tuhan), dan Uhum (hukum Tuhan). Hal ini terpadu di dalam

Patik ni Ugamo Malim. Setiap perilaku kehidupan apabila dicerminkan kepada Patik, dapat

diketahui kesalahan atau dosa apa yang telah dilakukan, kebaikan atau kebajikan yang telah

dilakukan. Kesalahan dan dosa, kebaikan atau kebajikan, semua dipersembahkan kepada

Ompung Mulajadi Nabolon. Agar dosa diampuni, kebajikan diberkati menjadi pengabdian

kepada-Nya. Setiap saat Parmalim diwajibkan membaca ulang kegiatan kehidupannya untuk

kemudian menata kehidupan bercermin kepada Patik dan aturan Ugamo Malim.

G. Tempat Upacara Mardebata

Upacara Mardebata adalah upacara yang sifatnya pribadi (perseorangan), maka yang menjadi

tempat pelaksanaan upacara mardebata ini adalah di rumah si suhut atau penyelenggara

upacara yaitu di Desa Siregar, Kecamatan LumbanJulu Kabupaten Toba Samosir. Hal ini

berbeda dengan upacara ritual parmalim lainnya yaitu sipaha sada dan sipaha lima yang

pelaksanaannya dilakukan di Bale Pasogit Partonggoan yang merupakan pusaat

peribadaataan parmalim, berada di Desa Hutatinggi-Laguboti.

Gambar Upacara Madebata

Page 61: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

58

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Saat pelaksanaan upacara Mardebata ditentukan dengan cara maniti ari (menentukan

hari yang tepat) untuk menentukan hari yang baik pelaksanaan upacara mardebata yang akan

dilakukan. Maniti ari dilakukan oleh ihutan atau ulu punguan yaang ditentukan berdasarkan

pada Parhalaan yaitu kalender Batak dahulu yang sampai sekarang masih tetap dipedomani

dalam menentukan hari pelaksanaan suatu pesta atau upacara. Parhalaan ini berisi nama-nama

hari dan nama bulan serta simbol (lambang) dari masing-masing hari.

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, Abdi Mulia. (1995). Studi Deskriptif dan Musikologis Gondang Sabangunan

dalam Upacara Parsahadatan Sipaha Lima Parmalim di Desa Hutatinggi Kecamatan

Laguboti Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi Sarjana. Medan : Universitas Sumatra

Utara.

Endraswara, Suwardi. (2006). Metode, Teori, Tehnik Penelitian Kebudayaan, Ideologi,

Episrem dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Widyatama.

Kozok, Uli. (1999). Surat Batak (Pengantar Filologi dan Aksara Batak). Medan : USU Press.

Panggabean, HP. Dan Sinaga, Richard. (2004). Hukum Adat Dalihan Na Tolu Tentang Hak

Waris. Jakarta : Dian Utama dan Kerabat.

Purba, Mauly. (2003). Dinamika Pertunjukan Gondang Sabangunan dan Tortor Pada

Masyarakat Batak Toba. Medan : Bahan Sarasehan Musik Tradisional Sumatera Utara.

Manurung, Restawati. (2007). Studi Deskriptif dan Musikologis Gondang Sabangungan

Dalam Upacara Mardebata pada Masyarakat Parmalim hutatinggi-Laguboti di Desa

Siregar Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. Medan : Skripsi

Universitas Sumatra utara.

Vergouwen, J. V. (1986). Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta : Pustaka Azet.

Page 62: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

59

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

PERANAN MUSIK PADA PERNIKAHAN ETNIS JAWA DI DESA DALU

SEPULUH TANJUNG MORAWA MEDAN

Putri Handayani

ABSTRAK

Peranan musik pada pesta pernikahan etnis Jawa adalah catatan bagaimana

fungsi dan pengunaan serta bentuk musik yang berperan langsung dalam ritual

pesta pernikahan diDesa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa Medan.

Dalam catatan ini dikemukakan beberapa peristiwa budaya kehidupan musik

ditengah-tengah pendukungnya. Peranan musik sebagai ritual tradisi orang Jawa

di Desa Dalu Sepuluh B masih digunakan walau tidak sebagaimana mestinya

keberadaanya seperti di pula Jawa. Fungsinya sebagai Hiburan masyarakat

tersebut lebih tertarik dengan mengadakan pertunjukan Keyboard atau organ

tunggal yang dianggap lebih praktis dan lebih dapat menghibur.

Kata kunci: Musik, Etnis Jawa, Tanjung Morawa

A. Pendahuluan.

Masyarakat diprovinsi Sumatra Utara terdiri dari berbagai etnis suku bangsa seperti: etnis

Mandailing, etnis Batak Toba, etnis Karo, etnis Simalungun, etnis Pak-pak Dairi, etnis Melayu,

etnis Nias dan juga etnis pendatang, diantaranya seperti: etnis Minang, etnis Jawa, etnis

Tionghoa (Cina), etnis India, etnis Sunda dan lain sebagainya. Keanekaragaman etnis tersebut

memiliki aneka ragam corak budayanya masing-masing, yang lahir dari hasil pemikiran-

pemikiran, kebiasaan-kebiasaan yang terkait erat dengan kondisi lingkungan dimana kelompok

masyarakat tersebut berasal.

Kebudayaan suatu etnis berkorelasi erat dengan pembentukan kepribadian setiap anggota

kelompok masyarakat yang tercermin dari setiap tindak tanduk individu maupun kelompok, dan

mengandung nilai-nilai luhur yang diturunkan secara turun-temurun dari suatu generasi ke

generasi berikutnya. Salah satu contoh bentuk keaneka ragaman budaya etnis di Indonesia

misalnya pada suku Jawa dalam acara pernikahan. Etnis Jawa yang berada di Desa Dalu

Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa merupakan masyarakat Jawa yang telah lama tinggal di

daerah ini. Mereka datang dengan membawa serta budaya dan kebiasaan. Salah satu bentuk

kebiasaan tersebut adalah kebanyakan penduduk etnis Jawa yang bertempat tinggal di Desa Dalu

Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa melaksanakan ritual pernikahan. Biasanya ritual ini

selalu diikuti dengan adanya iringan musik. Keberadaan musik dianggap sangat berperan penting

dalam acara resepsi pernikahan mayarakat Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung

Morawa. Salah satunya dalam ritual pernikahan.

Page 63: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

60

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

B. Asal Mula Nama Desa Dalu Sepuluh

Menurut salah satu tokoh masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Dalu Sepuluh-B,

Kecamatan Tanjung Morawa, nama Desa Dalu Sepuluh-B awalnya adalah Desa Payanibung.

Paya yang artinya rawa-rawa dan nibung artinya sejenis pohon yang menyerupai pohon pinang

dan berduri. Menurutnya pada zaman dahulu ada nama sungai yang disebut sungai Blumai.

Dimana sungai tersebut merupakan jalur pelayaran para nelayan dari Serdang. Dipinggir sungai

tersebut ditumbuhi pohon ”dalu-dalu” sebanyak sepuluh batang pohon. Pohon dalu-dalu adalah

sejenis pohon kayu keras seperti pohon mahoni yang batangnya dipergunakan untuk bahan

bangunan, buahnya berbentuk bulat dan tidak bisa dimakan.

Pohon dalu-dalu tersebut dimanfaatkan oleh nelayan sebagai tempat menambatkan

perahu mereka. Namun pohon dalu-dalu tersebut sekarang sudah tidak ada lagi, pohon tersebut

terkubur didalam tanah akibat erosi. Ketika pemerintah menyuruh para penduduk untuk

meluruskan sungai tersebut, kemudian sungai tersebut digali para penduduk menemukan sisa

batang pohon dalu-dalu yang terpendam didalam tanah dengan keadaan batang pohon yang

sudah mengeras dan membatu maka sejak saat itu daerah yang dilalui sungai tersebut diganti

namanya menjadi Desa Dalu Sepuluh, dan saat ini daerah tersebut mengalami pemekaran dan

dibagi menjadi dua bagian yaitu Desa Dalu Sepuluh-A yang penduduknya mayoritas etnis

Melayu dan Desa Dalu Sepuluh-B yang penduduknya mayoritas etnis Jawa.

Didesa Dalu Sepuluh B yang penduduknya mayoritas adalah etnis Jawa Dalam

penyelengaraan upacara ritual pernikahan masih melaksanakan ritual pernikahan dengan adat

Jawa dalam pengamatan penulis acara ritual tersebut terbagi dalam sembilan ritual dan masih

banyak bagi mereka melaksanakannya. Sembila ritual pernikahan tersebut antara lain adalah: 1)

Pelaksanaan Ijab 2) Mertuai atau Mapag Besan 3) Upacara Panggih atau Temu Penganten 4)

Balangan Suruh 5)Ritual Wiji Dadi 6)Ritual Kacar Kucur atau Tampa Kaya, 7) Ritual Dhahar

Klimah atau Dhahar Kembul, 8) Ritual Timbangan, 9) Upacara Sungkeman. Dalam hal ini

biasanya mereka menyertakan iringan musik dalam acara pernikahan tersebut.

C. Musik Dalam Resepsi Pernikahan Etnis Jawa Di Desa Dalu Sepuluh

Musik merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia yang akan

menghasilkan efek dan emosi tertentu bagi manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Imam

Musbikin (2009:38) “musik merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia.

Lantunan musik diciptakan untuk menggambarkan keadaan tertentu, baik itu susah ataupun

senang. Musik yang bagus akan menghasilkan mood dan emosi yang bagus”. Keberadaannya

didalam pesta pernikahan ini musik menjadi penting, hal ini terkadang musik dapat menjadi

pengiring suasana yang menghasilkan mood dan menciptakan suasana yang lebih memacu emosi

dalam kehikmatan acara tersebut. Selain itu juga bahwa musik dapat difungsikan dalam berbagai

kegiatan misalnya sebagai sarana hiburan, sebagai pengiring ritual, sebagai media pendidikan,

media dakwa dan lain sebagainya, dalam hal ini musik pada pesta pernikahan akan dibahas

sedikit lebih mendalam khusunya keberadaan musik pada pernikahan di Desa Dalu Sepuluh.

Sebelum membahas musik pada pesta pernikahan ini lebih jauh, penulis akan

menyinggung sedikit tentang apa sebenarnya pesta pernikahan. Pesta pernikahan adalah salah

satu bentuk upacara tardisional yang dilakukan oleh seseorang. Poerwodarminta dalam kamus

besar bahasa Indonesia (2001:1132) menyatakan bahwa upacara berarti: (1). Tanda-tanda

kebesaran, (2). Hal melakukan sesuatu perbuatan tertentu menurut adat kebiasaan atau menurut

agama, (3). Perayaan, pelantikan, peringatan, (4). Penghormatan resmi atas pengorbanan tamu.

Melengkapi pendapat diatas, Dove, Michael. R.(ed) (1985:1132) menyatakan bahwa:

Page 64: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

61

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

"Ceremonies or celebrations related to trust is marked by special properties that cause a

sense of reverence that is noble in the sense of a sacred experience. That experience

includes everything that made or used by humans to say relations with the highest and

the relationship or encounter not something ordinary or common nature, but something

that deserves to carry out the meeting, there was some form of ceremony".

Yang artinya adalah “upacara atau perayaan berhubungan dengan kepercayaan ditandai

oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan pengalaman

yang suci. Pengalaman itu mencakup segala sesuatu yang dibuat atau dipergunakan oleh manusia

untuk mengatakan hubungan dengan yang tertinggi dan hubungan atau perjumpaan itu bukan

sesuatu yang sifatnya biasa atau umum, tetapi sesuatu yang pantas guna melaksanakan

pertemuan itu, muncullah beberapa bentuk upacara”.

Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974, “Perkawinan (Pernikahan) adalah salah satu

bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri”.

Menurut http//:poni_bpp, “Perkawinan (Pernikahan) adalah salah satu praktek kebudayaan yang

paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan atau suatu masyarakat”. Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa resepsi pernikahan adalah kegiatan yang

dilakukan masyarakat untuk menyatukan ikatan bathin antara seorang pria dengan wanita yang

merupakan suatu ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami

maupun istri untuk mencapai tujuan tertentu, yang biasanya dalam kegiatan tersebut selalu

menyatakan kesenian sebagai ritual penyerahan diri kepada Tuhan agar pelaksanaan pernikahan

dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan pengamatan penulis dan juga dari hasil wawancara yang dilakukan oleh

penulis bahwa bentuk musik pada resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B,

Kecamatan Tanjung Morawa terbagi menjadi dua bentuk yaitu:

Bentuk Tradisi Sebagai pengiring ritual

Bentuk Modern sebagai Hiburan

1. Bentuk Musik Tradisi Sebagai Pengiring Ritual Pernikahan

Bentuk tradisional dari musik pada saat resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu

Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa dapat dilihat pada saat upacara panggih atau temu

penganten. Bentuk musik dalam iringan ritual tersebut disebut dengan gending kebo giro.Musik

tradisional yang disebut dengan gending kebo giro ini digunakan dalam mengiringi upacara ritual

pernikahan dimulai dari ritual temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar

kucur atau tampa kaya, ritual dhahar kalimah atau dhahar kembul, mertui atau mapag besan,

dan upacara sungkeman. Sebenarnya pada saat ritual ini dilaksanakan, bentuk musik gending

kebo giro ini seharusnya dimainkan dengan mengunakan gamelan hingga akhir acara ritual

selesai. Namun dalam kenyataannya sebagian dari masyarakat setempat hanya menggunakan

iringan musik gending kebo giro hanya sebatas mengunakan rekaman musik baik dalam bentuk

CD dan hanya dilaksanakan sampai pada ritual upacara panggih atau temu penganten saja,

sementara pada ritual-ritual lainnya hanya dikomando oleh ”orang tua” atau sesepuh orang Jawa

yang diberi kepercayaan.

Gending kebo giro adalah jenis komposisi musik tradisional Jawa yang dimainkan

dengan mengunakan seperangkat gamelan terdiri dari kendang Jawa, gong,kempul, saron,

bonang, bonang penerus, demong, peking, slentem, gambang, siter, gender, rebab, suling dan

Page 65: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

62

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

ketuk kenong. Dengan meminjam notasi balok bentuk melodi balungan pada komposisi musik

Gending kebo giro dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar Notasi Balok Gending Kebo Giro(Dalam hal ini perludijelaskan bahwa pada dasarnya masyarakat Jawa

sejak dahulu tidaklah menggunakan notasi balok dalam bermain gamelan).

2. Musik Modern Sebagai Hiburan Dalam Pernikahan Etnis Jawa

Masyarakat etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa pada

umumnya menggunakan Keyboard atau organ tunggal sebagai hiburan pada resepsi pernikahan

putra-putri mereka, bahkan hal ini tidak hanya sebatas pada resepsi pernikahan saja, akan tetapi

hampir pada setiap perayaan atau pesta rakyat pada umumnya, baik itu khitanan, ulang tahun,

syukuran atau acara lain. Kadang kala ada juga sebagian dari masyarakat etnis Jawa di Desa

Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa yang menggunakan Campur Sari atau

mengundang pertunjukkan tradisional kuda lumping, wayang orang, wayang kulit atau bahkan

orkes melayu dan qasidah sebagai hiburan mereka.

Keyboard atau organ tunggal sebagai hiburan di kecamata ini muncul dan mulai digemari

pada tahun 90-an, banyak sekali kelompok Keyboard atau organ tunggal yang mulai digemari

dan masing-masing kelompok tersebut biasanya memiliki ciri khas masing-masing. Berikut

adalah nama group tau kelompok Keyboard atau organ tunggal yang ada di Kecamatan Tanjung

Morawa.

Page 66: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

63

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Tabel 1. Daftar nama Keyboard yang ada di Tanjung Morawa

No. Nama Group Keyboard Jenis Keyboard Nama Daerah

1 VELISA KN 2600 Dalu Sepuluh-B

2 DHIWANA KN 2600 Dalu Sepuluh-A

3 DOYOS KN 7000 Pasar 6 T. Morawa

4 MUARA KASIH KN 7000 Pasar 6 T. Morawa

5 REZA KN 2600 Bangun Rejo

6 ENJOY KN 6500 Pasar 13 L. Manis

7 MITRA NADA KN 2400 Pasar 14 L. Manis

8 ADINDA KN 6500 Pasar 13 L. Manis

9 ALYXTA KN 7000 Pasar 7 T. Morawa

10 DHIVA KN 2600 Pasar 14 L. Manis

11 SURYA PUTRA KN 7000 Bandar Labuhan

12 SATRIA KN 7000 Pasar 12 T. Morawa

13 SURYA KN 2600 Pasar 12 T. Morawa

14 MULTI KN 2600 Pasar Baru T. Morawa

Gambar Dua penyanyi ALYXTA berduet dengan membawakan lagu dangdut permintaan dari tamu undangan.

Kelompok musik Keyboard atau organ tunggal yang paling banyak diminati oleh

masyarakat di Desa Dalu Sepuluh-B sebagai media hiburan di pesta-pesta mereka adalah

keyboard ALYXTA. Hal ini dikarenakan Keyboard ALYXTA menyediakan hiburan lain berupa

atraksi “sundel bolong” yang diperankan oleh para waria.

Page 67: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

64

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Gambar Atraksi sundel bolong yang diperankan oleh 3 orang waria.

Musik sangat berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Terutama untuk acara

pesta atau resepsi pernikahan baik itu dari segi tradisi dan modern. Masyarakat yang bertempat

tinggal di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa dalam resepsi pernikahan putra-

putri mereka lebih memilih Keyboard atau organ tunggal sebagai media hiburan mereka. Hal ini

dikarenakan Keyboard lebih praktis dibanding dengan hiburan-hiburan lainnya. Selain biaya

relatif murah antara Rp.700.000,00 hingga Rp. 1.000.000,00 sudah bisa menikmati berbagai

macam lagu dan musik sesuai dengan selerah. Musik atau lagu yang biasa diminati oleh

masyarakat di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa adalah musik dangdut, pop,

dan juga musik yang bernuansa tradisi.

Hiburan disini dimaksudkan untuk menghibur para undangan yang datang dan juga untuk

menghibur orang-orang yang bekerja seharian pada acara itu. Pertunjukan biasa dimulai dari

pukul 14.00 wib dan selesai pada pukul 00.00 wib atau jam 12 malam. Lagu yang dinyanyikan

oleh para penyanyi itupun bervariasi dan komplit. Mulai dari lagu dangdut, pop, qasidah, lagu

daerah, India, sampai musik-musik lainya.atraksi lain yang ditunggu-tunggu adalah pertunjukan

“Sudel bolong” yaitu atraksi pemunculan hantu yang diperankan oleh anggota kelompok organ

tunggal tersebut.

Musik bukan hanya untuk mengiringi sebuah lagu atau tarian saja, akan tetapi juga untuk

mengiringi atraksi sundel bolong. Atraksi sundel bolong biasanya dimulai pada pukul 22.00 wib

hingga pukul 23.00 wib. Fungsi musik pada atraksi sundel bolong adalah untuk menambah kesan

horor dan juga kesan jenaka atau lelucon. Terkadang ditengah-tengah atraksi sundel bolong

tersebut para waria menyisipkan satu buah lagu sebagai selingan.

Page 68: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

65

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

D. KESIMPULAN

Banyak hal yang dapat dicatat dari kegiatan menulis dan mendata peranan musik pada

resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa. Catatan ini

disamping adalah semata-mata sebagai bahan pengetahuan terhadap masyarakat luas khususnya

di Desa Dalu Sepuluh-B, bagaimana peranan musik pada acara pernikahan .

Bertitik dari hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis,

diperoleh beberapa kesimpulan seperti bagaimana Desa Dalu Sepuluh-B mempunyai cerita

tersendiri tentang bagaian kehidupan musik ditengah-tengah masyarakat pedukungnya yang

sangat menarik untuk dibahas, baik itu berawal tentang asal mula terciptanya nama Desa Dalu

Sepuluh-B adalah diambil dari nama pohon “dalu-dalu” yang tumbuh sebanyak 10 pohon.

Bagaimana bentuk ritual pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh yang masih melaksanakan

9 acara ritual serta bagaimana peranan musik dalam resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu

Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa dan dapat diperoleh data-data tentang musik tradisi

sebagai iringan ritual dan juga bentuk musik hiburannya,

Page 69: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

66

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad, 1984. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani.

Ali, Muhammad, 1987. Dasar-Dasar Penelitian Kependidikan. Bandung: Angkasa

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Havilland, A. William(1999:100). Function and Form of Presentation of Musical Traditions.

Hamdju (1992:48). Teori Dasar Musik Untuk Pendidikan. Jakarta : Erlangga

J. L. Moleong (1989:136). Qualitative Research Methods.

Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

Langer, K. Suzanne (1996:20). Studies in Music and Culture.

Mayerni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Musbikin, Imam, 2009. Kehebatan Musik Untuk Mengasah Kecerdasan Anak, Yogyakarta:

Power Books (Ihdina).

Paul. Otlet. 1905. International Economic Conference in the Encyclopedia Britannica.

R. Michael. Dove (1985:1132). Role and Cultural Tradition.

Soeharto. 2005. Pendidikan musik kreatif, alternatif model pembelajaran musik. Tanggerang.

S. Surakhmad, Winarno. 2007. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Sugiono, prof. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Page 70: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

67

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

FUNGSI GAMBUS DALAM MUSIK MELAYU DELI DI SUMATERA UTARA

Zainal Arifin

ABSTRAK

Indonesia merupakan Negara multikultural. Keberagaman budaya

memberikan ciri dan jati diri atau identitas dari setiap budaya yang ada di

Indonesia. Namun budaya-budaya lokal tersebut sering terlupakan dan jarang

yang melestarikannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya rasa peduli dan

sikap kritis masyarakat dalam menghadapi adanya perkembangan modernisasi

zaman, sehingga banyak masyarakat yang terlena di zaman globalisme yang

serba instan sekarang ini. Musik gambus dalam musik Melayu, merupakan

musik yang masih ada ditengah adanya perkembangan musik modern yang

sering diagung-agungkan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Kemurnian

budaya dalam musik gambus Melayu menjadi ketertarikan sendiri bagi penulis

dalam menyelesaikan pembahasan ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

sejauh apa fungsi gambus dalam musik Melayu dan mencari solusi dalam hal

pelestarian dan perkembangnnya. Adapun metode yang digunakan adalah

melalui observasi lapangan dari kelompok musik gambus Melayu di Tembung,

Medan, Sumatera Utara dan mencari referensi dari beberapa buku yang

membahas pembahasan ini. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam

bentuk karya ilmiah. Dari penelitian tersebut dapat disimpulakan bahwa

gambus dalam musik Melayu memiliki fungsi penting, sebab gambus sudah

melekat dan memiliki histori tersendiri dalam musik dan budaya Melayu yang

erat hubungannya dengan budaya Melayu di Tembung, Medan, Sumatera

Utara.

Kata Kunci : Fungsi, Gambus, Musik Melayu, Deli Serdang, Sumatera Utara.

A. Pendahuluan

Dalam wilayah geografis, Al-quran telah menyata sebagai sumber inspirasi yang

melengkapi setiap momentum estetik dalam peradaban Islam. Transformasi unsur-unsur

estetime Al-Quran yang bersifat audio, visual, perspektif, imajis maupun surealis serta

spiritualisasi gagasan dan keindahannya yang tidak terbatas pada elemen-elemen karya seni,

dari kaligrafi sampai puisi, dari sudut Cordoba sampai Mesjid Demak, dan tari maulawi

sampai seudati dapat ditemukan identitas, citra, karakter dan esensi yang tidak berbeda.

Terlepas dari pengaruh-pengaruh sosiologi, industri elektronik dan teknologi komunikasi

yang setiap hari membuka pintu komersialisasi, sekuralisasi nilai dan mobilitas politik yang

memungkinkan lahirnya pergeseran fungsi dan bentuk penyajian.

Budaya merupakan bagian dari sendi-sendi kehidupan, melalui budaya, kita dapat

mengetahui seberapa luas pengaruh sebuah peradaban, begitu juga dengan Islam. Islam

menyebarkan sebuah peradaban hampir diseluruh permukaan bumi. Pengaruh kebudayaan

Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk beberapa suku atau bangsa tertentu.

Interpretasi yang beragam terutama tentang seni Islam melalui berbagai wacana memberikan

sebab dan alasan yang tak menentu, secara ketat dan verbal sering dikaitkan dengan struktur

Page 71: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

68

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

fiqhiyyah. Sehingga apresiasi umat yang berhubungan dengannya, baik dalam konteks

strategi pengembangan maupun dalam pengertian ideologis menjadi terlupakan. Apresiasi

dapat diartikan sebagai jenis kegiatan yang menunjuk pada bentuk penghargaan, pemahaman

dan penilaian terhadap makna karya seni, hakikat dan tujuan-tujuannya, sehingga dengan

kegiatan itu seseorang dapat mengembangkan fitrah kemanusiaannya sebagai makhluk yang

beragama, berakal dan berperasaan, yang secara praktis dapat difungsikan sebagai cara-cara

untuk mendidik moral atau akhlak melalui media seni. Persepsi tentang rendahnya apresiasi

umat Islam terhadap perkembangan seni dan budaya secara kualitatif, baik dalam konteks

ideologi maupun estetis, terasa sulit untuk dimasukkan sebagai dongeng belaka, apalagi jika

yang dimaksud adalah upaya-upaya strategis untuk meletakkan wacana dan media seni dalam

struktur pergerakan umat yang lebih transparan dan terkontrol. Jadi dalam hal apresiasi dan

seni yang dimaksud dalam kebudayaan Islam sesungguhnya memberikan pengaruh dan

gagasan untuk meningkatkan tingkat apresiasi seni terutama seni musik yang terdapat dalam

kebudayaan Islam di Arab sehingga eksistensinya sangat banyak dibutuhkan terhadap

perkembangan seni di seluruh dunia yaitu dengan adanya instrumen berdawai yaitu gambus.

Alat musik dawai disebut juga dengan istilah alat musik senar. Alat musik ini

tergolong jenis alat musik kordofon karena bunyi yang dihasilkannya bersumber dari getaran

dawai. Gambus merupakan jenis alat petik dawai petik yang umum kita jumpai di masyarakat

Melayu Nusantara. Dalam kesehariannya sebutan “gambus” di masyarakat Melayu dapat

memiliki konotasi berbeda yakni: 1) untuk menyebut alat musik dawai yang menyerupai

al’ud(Arab), masyarakat Melayu Sumatera Utara kadangkala menyebutnya dengan istilah

“gitar semangka”, dan 2) gambus biasa. Untuk gambus biasa, umumnya dipakai kata

“gambus” atau “gambusan”. Namun di Kalimantan masyarakat di Kalimantan menyebutnya

dengan “panting”. Kedua jenis alat musik dawai gambus yang kita kenal telah menjadi

bagian dari kebudayaan masyarakat Melayu di Nusantara, seperti Melayu Sumatera Timur,

Riau-Jambi, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Utara hingga Flores dan Lombok yang

memiliki kesamaan dengan yang terdapat di Timur Tengah. Kesamaan gambus tidak semata

dari bentuk fisik tetapi juga dari cara memainkan alat musik tersebut.

Mengapa hal ini bisa terjadi ? Beberapa sumber tulisan sejarah banyak menuliskan

bahwa gambus memang berasal dari kebudayaan musik Timur Tengah. Alat musik ini mulai

dikenal orang Melayu yang berdiam di wilayah pesisir pantai, bersama dengan masuknya

para pedagang Islam Timur Tengah. Masa perdagangan ini mulai sekitar abad 7 hingga 15-

an. Disamping berdagang, mereka biasanya berdakwah memperkenalkan ajaran Islam kepada

masyarakat setempat. Disamping berdagang mereka juga membawa peralatan musik,

diantaranya gambus.

Oud (gambus) merupakan instrumen senar berbentuk seperti buah pir umum

digunakan di dalam musik Timur Tengah dan Afrika Utara. Oud dibedakan menjadi dua,

yaitu tanpa frets dan neck yang pendek. Sejarah Oud (gambus) menurut Farabi diciptakan

oleh Lamekh, cucu keenam Adam. Konon bahwa Lamekh sangat sedih karena melihat

anaknya yang mati tergantng di pohon. Oud pertama terinspirasi oleh bentuk kerangka tulang

belakang anaknya tersebut. Catatan bergambar Oud tertua berusia lebih dari 5000 tahun yang

lalu (disimpan di Museum Inggris) berasal dari periode Uruk di Selatan Mesopotamia

(sekarang kota Nasiriyah) menggambarkan seorang perempuan meringkuk dengan

instrumennya pada perahu, bermain dengan tangan kanan.

Dalam hal kebudayaan dan Seni yang terdapat di Sumatera Utara, erat hubungannya

antara budaya Melayu dengan diperkenalkannya gambus kepada masyarakat Sumatera Utara

yang berada di pesisir pantai. Gambus yang terdapat dalam genre musik Melayu merupakan

manifestasi Melayu Islam hasil interaksi pengaruh peradaban Islam yang pada awalnya

membatasi pertunjukan secara eksklusif adalah laki-laki, diiringi instrumen gambus, gendang

kecil dan marwas. Dominasi gambus sebagai instrumen melodi memberikan nuasnsa Timur

Page 72: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

69

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Tengah: Arab dan Islam, dan sebagai faktor utama penerimaan masyarakat Melayu terhadap

materi kultur Arab dan sumber wibawa serta legitimasi dalam kultur Melayu Islam.

Kota Medan menyimpan banyak sejarah terutama dalam tradisi dan budaya Melayu.

Pada zaman dahulu kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya

berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi kota Medan ini dan

semuanya bermuara ke Selat Malaka. Dalam hal ini Kesultanan Deli memberikan pengaruh

besar terhadap perkembangan budaya Melayu dan musiknya. Jadi dengan ada dan

berkembangnya musik melayu di Indonesia, khususnya di Medan ada hubungannya dengan

musik padang pasir atau musik gambus, karena memiliki banyak kepentingan dan kegunaan

yang sama dalam hal seperti pesta perkawinan, acara adat dan hiburan rakyat.Market gambus

bukan hanya kalangan peranakan Arab, tetapi orang-orang non-Arab banyak yang menyukai

gambus. Mempertimbangkan selera market, menurut Munif, orkes gambus sering

membawakan ekstra lagu Melayu atau ekstra Melayu.Keberadaan gambus dalam musik

Melayu menarik perhatian penulis untuk meneliti sejauh mana fungsi gambus dalam musik

Melayu.

B. Fungsi dan Kegunaan Alat Musik Gambus dalam Musik Melayu

Fungsi Alat Musik Gambus

Adanya fungsi gambus dalam musik Melayu di Tembung Kabupaten Deli Serdang

Sumatera Utara sebagai pengiring musik yang menjadi unsur melodis

Gambar Instrumen Gambus

Alat Musik Mengiringi Penari Melayu

Page 73: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

70

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Kegunaan Gambus Dalam Musik Melayu

Adapun kegunaan gambus dalam musik melayu diantaranya :

- Memberikan nilai kultur yang dominan bernuansa Islami

- Gambus memberikan warna baru terhadap musik Melayu

- Menambah pengetahuan tentang budaya Melayu yang berasimilasi terhadap seni

musik dengan adanya gambus

- Menjadi referensi untuk peneliti-peneliti berikutnya

C. Sekilas Tentang Gambus

Gambus (u’d atau oud) merupakan salah satu instrumen yang terkenal dari seluruh

instrumen musik peradaban Islam. Pendahulnya adalah barbat (Persia), meskipun jenis

gambus yang lebih awal ada yang menggunakan belly dari sejenis kulit. Bila belly terbuat

dari kayu berarti diadopsi dari u’d atau oud (wood=kayu). Gambus awalnya lebih luas

digunakan dalam musik relegius Islam. Instrumen pendukung tambahan dalam ensambel

musik gambus kadang-kadang dengan seperangkat rebana atau marwas, gendang kecil

dengan kedua sisinya tertutup membran (sejenis kulit) yang dipukul dengan tangan (Hand

drum). Nuansa gambus berkaitan secara ekstensif dengan ornamen-ornamaen budaya Timur

Tengah seperti tipe musik qobuz atau kobza.

Satu hipotesis menjelaskan bahwa kedatangan gambus diberikan untuk orang-orang

Arab dengan perkembangan Islamisasi Melaka pada abad 15 (Anis 1993:20). Hipotesis ini

memberikan penjelasan bahwa orang Persia dan orang Arab telah melakukan perdagangan di

kepulauan Melayu pada awal abad ke-9 dan instrumen ini dibawa ke kapal-kapal mereka

untuk hiburan pribadi didalam perjalanan dari barbat, qanbus dan ud yang mirip dengan

gambus. Gambus diperkenalkan oleh para pedagang ketika perdagangan sepanjang Malay

Archipelago.

Beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa gambus berasal dari wilayah Hadramaut,

yang sekarang temasuk dalam wilayah negara Republik Yaman di Timur Tengah. Alat musik

seperti ini juga bisa kita temukan tersebar di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya dengan

penamaan yang sedikit berbeda .

Dalam genre gambus harus disesuaikan atas ide-ide baru atau yang bersifat

eksperimental, idiom dasarnya tetap dipertahankan , karena elemen-elemen tersebut

menjamin pemeliharaan ciri-ciri genre gambus , seperti berikut ini:

1. Menggunakan instrumen gambus (Arab, u’d)

2. Bentuk musikal terbagi (musical form) dalam tiga sekmen;

a. Introduksi (taksim) melalui permainan improvisasi gambus (ad. Lib)

b. Pola marwas bersahut-sahutan (beraksen) menandai atau akhir bait pantun (quatrain)

c. Syair lagu terdiri dari empat baris (quatrain), umumnya dinyanyikan dalam bentuk

pantun sampiran dan isi.

d. Melodi menggunakan ornamentasi khas Melayu yang disebut grenek.

D. Penyebaran Gambus dalam Rumpun Melayu

Bersamaan dengan kedatangan dan penyebaran Islam dan dikenalkannya instrumen

gambus di semenanjung Malaka dan Nusantara, diduga gambus diperkenalkan kepada

masyarakat melayu. Untuk dapat memahami tentang masyarakat Melayu Nusantara

khususnya di Sumatera utara merupakan suatu keharusan pula untuk setiap pengkaji

mengetahui latar belakang etnografis masyarakat Melayu Sumatera Utara, termasuk dalam

konteks Dunia Melayu. Pada masa sekarang ini, masyarakat Melayu mendiami kawasan Asia

Tenggara yang terdiri dari beberapa negara seperti: Thailand Selatan, Malaysia, Brunei

Darussalam, Singapura, Filipina Selatan, Indonesia dan beberapa negara lain. Secara

Page 74: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

71

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

geobudaya mereka disebut dengan Melayu Polinesia atau Austronesia. Pengertian Melayu

Polinesia mencakup ras Melayu yang terdapat di kawasan Oseania yaitu terdiri dari gugusan

kepulauan Mikronesia, Polinesia dan Melanesia, kadang termasuk pula orang-orang ras

Melayu di Madagaskar. Aspek kemelayuan yang universal, termasuk ras dan alur bahasa

yang sama, serta identitas lokal menjadi bahagian identitas kebudayaan kelompok-kelompok

masyarakat dunia Melayu ini.

Gambar Peta Penyebaran Gambus di Asia Tenggara

Dalam hal kebudayaan dan Seni yang terdapat di Sumatera Utara, erat hubungannya

antara budaya Melayu dengan diperkenalkannya gambus kepada masyarakat Sumatera Utara

yang berada di pesisir pantai. Gambus yang terdapat dalam genre musik Melayu merupakan

manifestasi Melayu Islam hasil interaksi pengaruh peradaban Islam yang pada awalnya

membatasi pertunjukan secara eksklusif adalah laki-laki, diiringi instrumen gambus, gendang

kecil dan marwas. Dominasi gambus sebagai instrumen melodi memberikan nuasnsa Timur

Tengah: Arab dan Islam, dan sebagai faktor utama penerimaan masyarakat Melayu terhadap

materi kultur Arab dan sumber wibawa serta legitimasi dalam kultur Melayu Islam.

Masyarakat Melayu di Sumatera Utara memiliki kesenian yang khas berasal dari

kawasan ini sendiri seperti: dondang, nasyid, kasidah, joget atau ronggeng, bangsawan, dan

tak lupa karya-karya sastra baik itu yang bersifat lisan maupun tulisan seperti: seloka,

gurindam, dedeng, nazam, sinandong dan syair. Genre yang terakhir yaitu syair biasanya

disampaikan dengan menyanyikannya. Syair ini khas Sumatera Utara, terutama tema

ceritanya. Kesenian Melayu adalah cerminan dari identitas etnik Melayu, seperti sudah

dikemukakan sebelumnya bahwa di dalam seni Melayu terdapat unsur heterogenitas budaya,

akulturasi, pengungsiannya pada segenap strata sosial (awam dan bangsawan) dan lain-lain.

E. Pembahasan

Dalam genre gambus di Sumatera terdapat genre musik Melayu (zapin) dan gambus

Arab. Gambus Arab biasanya dipertunjukkan dalam perayaan religius seperti Maulid Nabi

Muhammad SAW, Hari Raya Qurban, Khatam Al-Quran, cukur rambut pertama (bayi), dan

sebaginya, nyanyiannya diambil dari hymne religius dari kitab barzanji, menggunakan

bahasa Arab, dimainkan oleh orang-orang Arab atau keturunan Arab Melayu. Di sisi lain,

gambus Melayu yang memiliki suara lebih lembut, menggunakan dekorasi hias dalam

bermain dan itu kurang tergantung pada penggunaan mode Arab di taksimnya. Pemain

gambus Melayu memainkan tematik taksim, terutama dari gagasan tematik lagu Melayu yang

memiliki hubungan sedikit untuk setiap mode bahasa Arab.

Page 75: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

72

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Gambus berperan dalam Musik Zapin (dengan atau tanpa tarian), ini dilakukan pada

berbagai kesempatan, untuk hiburan, disehubungkan dengan ritual, dalam hal yang lebih

contexts. Sebagai contoh, dilakukanselama pernikahan, pada upacara-upacara resmi,

potongan rambut pertama baby.s dan variety show. Hal ini juga berfungsi untukfitur

dalampublik seperti konser festival Zapin (Pesta Zapin), upacara krajaan, penyelesaian

pelajaran dalam membaca Alquran (khatam). Ini merupakan bagian utama dari perayaan

komunitas Muslim, di ruang tari, dan pusat-pusat komunitas dan juga sering bermain di

rumah. Peran Zapin lebih historis terhadap keagamaan. Konteks Zapin dilakukan pada saat

Puasa Ramadhan, Hari Raya (Idul Fitri), Hari Raya Haji (ziarah haji), Maal Hijrah (sebelum

pergi naik haji ke Mekah) dan maulid Nabi Muhammad SAW. Zikir, dan membaca Quran

serta nyanyian keagamaan dari Kitab Berzanji yang digunakan dalam pertunjukan Zapin.

Dapat dikatakan bahwa Zapin itu hanya tradisi tari Melayu diperbolehkan untuk dilakukan di

dalam dan dekat masjid (Anis: 1993: 10).

Genre musik Melayu lain yang menggunakan gambus (u’d) adalah musik ghazal atau

disebut juga dengan gamat(Sumatera Barat). Musik ghazal berasal dari Arab dan menyebar

ke Syiria, Mesir, Persia dan Turki, selanjutnya datang ke India, dan berkembang di

Semenanjung Melayu. Istilah ghazal mengandung makna kumpulan lagu-lagu yang

bernuansa cinta kasih (love song). Mulai diperkenalkan sejak awal abad ke-19 oleh orang-

orang India Johor. Awalnya lagu-lagu ghazaldiperkenalkan dalam bahasa Urdhu India. Salah

seorang perintis ghazal dalam bahasa Melayu adalah Haji Musa Bin Yusuf, di Johor populer

dipanggil pak Lomak. Genre musik ghazalyang lain adalahsamroh, merupakan musik berasal

dari tradisi musik keturunan Arab-Melayu di Johor.

Instrumen musik ghazalterdiri dari gambus, gitar, harmonium, marakas, tamborin,

tabla, dan biola. Berkenaan dengan musik dan instrumen gambus, belum terdapat informasi

yang pasti tentang kapan musik tersebut menjadi bagian dari seni pertunjukan Melayu.

Dari fenomena yang berkembang dewasa ini di Medan Sumatera Utara, terdapat

beberapa masalah menarik atas dinamika masyarakat Medan. Perkembangan genre musik

gambus Melayu merupakan ansambel musik sederhana (akustik) dengan nyanyian, dan musik

dengan tarian (zapin), lalu berkembang menjadi musik hiburan (etertainment) pada

pertunjukan teater Melayu (bangsawan) danpertunjukan ronggeng. Tidak hanya itu, pemain

musik pun dituntut dapat mengekspresikan berbagai genre musik Melayu seperti ronggeng,

dondang sayang, patam-patam , bahkan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi

elektronik dewasa ini musik Melayu diekspresikan melalui permainan keyboard tunggal

mengiringi penyanyi.

Sejak kapan perhelatan perkawinan dimeriahkan hiburan? Paling sedikit di Batavia

sejak menjelang akhir abad ke-18, begitulah laporan seorang pelancong Jawa bernama

Sastrodarmo yang berkunjung ke Batavia pada zaman itu. Jenis hiburan pun dilaporkannya

antara lain gambus dengan lagu-lagu Arab. Gambus merupakan musik yang di bawa

peranakan Arab dari Hadramaut (Yaman). Perantau Arab. Ini menurut C.C Berg memang

ramai sekali berdatangan ke Hindia Belanda pada abad ke-18 dan menunjukkan eskalasi pada

abad ke-19.

Khusus di Indonesia, musik gambus mengiringi tari zapin yang seluruhnya dibawakan

pria untuk tari pergaulan. Lagu yang dibawakan berirama Timur Tengah dan tema liriknya

adalah keagamaan. Alat musiknya terdiri dari biola, gendang, tabla dan seruling. Sekarang

musik gambus menjadi milik orang Betawi dan banyak di undang dalam pesta sunatan dan

perkawinan. Lirik lagunya berbahasa Arab, isinya bisa doa atau shalawat. Perintis orkes

gambus adalah Syech Albar, bapaknya Ahmad Albar, dan yang terkenal orkes gambus El-

Surayya dari kota Medan pimpinan Ahmad Baqi. Ada dua alasan pentingnya gambus dalam

ansambel musik Melayu. Pertama, suara dari gambus dikaitkan dengan Islam dan

Page 76: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

73

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Melayuness. Kedua, penggunaan gambus mengidentifikasi mereka dengan genre musik

Melayu tertentu.

Dewasa ini, perkembangan genre musik Melayu merupakan bagian dari produksi

multi-media. Artinya musik merupakan bagian dari produksi seni pertunjukan yang

tergabung dalam bentuk-bentuk seni lain seperti seni acting dan sejumlah komponen-

komponen seni lain seperti, lighting, editing, mixing dan lain-lain, digabung dalam sebuah

produksi kolaborasi di antara film, musik, dan kreasi-kreasi tari, sehingga menjadi formasi

karya nulti-media yang lebih kolektif.

Daya musikalitas yang tinggi memberikan pengaruh terhadap gaya hidup dan

kebiasaan manusia dalam kehidupannya, sehingga musik memiliki peranan yang kuat dalam

hidup untuk dapat melakukan yang terbaik sesuai dengan masuknya pengaruh musik gambus

ke Indonesia khusunya di Medan.

F. ORKES MELAYU

Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar dari Qasidah yang berasal

sebagai kedatangan dan penyebaran Agama Islam di Nusantara pada tahun 635 - 1600 dari

Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian dinyanyikan. Oleh sebab

itu, awalnya syair yang dipakai adalah semula dari Gurindam yang dinyanyikan, dan secara

berangsur kemudian dipakai juga untuk mengiringi tarian.

Gambar Orkes Melayu

Pada waktu sejak dibuka Terusan Suez terjadi arus migrasi orang Arab dan Mesir

masuk Hindia Belanda tahun 1870 hingga setelah 1888, mereka membawa alat musik dan

bermain musik Gambus. Pengaruh ini juga bercampur dengan musik tradisional dengan syair

Gurindam dan alat musik tradisional lokal seperti gong, serunai, dan lain sebagainya.

Kemudian sekitar tahun 1940 lahir Musik Melayu Deli, tentu saja gaya permainan musik ini

sudah jauh berbeda dengan asalnya sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak

hanya menyanyikan syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang sebagai musik hiburan

nyanyian dan pengiring tarian khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung

Malaysia. Dengan perkembangan teknologi elektronik sekitar setelah tahun 1950, maka mulai

diperkenalkan pengeras suara, gitar elektri, bahkan perkembangan keyboard. Dan tak kalah

penting adalah perkembangan industri rekaman sejak tahun 1950.

Page 77: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

74

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

Dalam orkes melayu, ada tiga jenis rentak Musik Melayu, yaitu:

Pertama, rentak senandung, yaitu dengan metrik 4/4, dalam satu siklus terdapat delapan

ketukan, biasanya dengan irama lambat dan lagu bersifat sedih. Contoh lagu adalah Kuala

Deli, Laila Manja.

Kedua, rentak mang inang, yaitu dengan metrik 2/4, tempo lagu sedang, biasanya lagu

bertemakan kasih sayang atau persahabatan. Contoh lagu adalah Mak Inang Pulau Kampa,

Mak Inang Stanggi, Pautan Hati.

Ketiga, rentak lagu dua, yaitu dengan metrik 6/8, sifatnya riang dan gembira, bersifat joget,

tempo agak cepat, sangat digemari orang Melayu. Contoh lagu Tanjung Katung, Hitam

Manis, Selayang Pandang.

G. KESIMPULAN

Populasi orang muslim Melayu dari daerah pesisir Sabah, Sarawak, Brunei dan

Kalimantan (Borneo) mengidentifikasi dalam Islam gambus sebagai instrumen penting dari

budaya mereka. Informasi tentang keberadaan pemukiman Muslim awal di Kalimantan telah

banyakdidokumentasikan dalam catatan Cina. Praktik-praktik Islam dan pertunjukan gambus

telah menjadi ketertarikan dengan beberapa aspek dari musik Melayu. Makna keagamaan

dapat menjelaskan popularitas dan kinerja gambus di wilayah Melayu. Oleh karena itu, hari

ini gambus dikaitkan dengan populasi muslim di seluruh alam Melayu.

Tidak ada yang tahu pasti persis bagaimana gambus tiba di alam Melayu. Pendapat

penulis menunjuk ke fakta bahwa gambus sudah sangat berkembang ketika diperkenalkan ke

dalam Melayu Nusantara. Gambus menjadi adat untuk alam Melayu. Bukti menunjuk ke arah

kontribusi dari Muslim dari Persia dan Arab dalam transmisi gambus untuk Kepulauan

Melayu dengan substansial dan konklusif. Gambus mungkin telah dikembangkan selama

berabad-abad di alam Melayu, namun kemiripan yang mencolok dengan qanbus atau barbat,

mendukung teori bahwa gambus memiliki khas tersendiri dalam jenis dan genre musiknya,

hal ini digunakan untuk merujuk dan menunjukkangaya bernyanyi yangmelismatik dan sering

digunakan dalam banyak genre musik Melayu.

Page 78: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

75

Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ariff, Warisan Kesenian Johor, Dokumentasi CD tentang Kesenian Masyarakat

Melayu.

Bangun, M.A, P.P, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatra Utara, Jakarta : PPPKD,

Pusat Penelitian Sejarah Budaya, DEPDIKBUD. 1978.

Hall, D.G.E, History of Southeast Asia, dalam Drs. I.P Soewarsha, Sejarah Asia Tenggara,

Surabaya, Usaha Nasional, 1988.

Hardjono, Suko. Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Jakarta : Taman Ismail

Marzuki. 2003.

Musmal. Gambus : Citra Budaya Melayu. Yogyakarta : Media Kreativa.2010.

Takari, Muhammad. Fadlin. Sastra Melayu Sumatra Utara. Medan : Bartong Jaya.2009.

Page 79: Grenek E-jurnal Vol I No.1 April 2012

UNDANGAN MENULIS DI JURNAL GRENEK SENI MUSIK

Redaktur Jurnal Grenek Seni Musik mengundang para pembaca untuk menulis

di jurnal ini. Tulisan ilmiah yang dimuat adalah berupa hasil penelitian atau

pemikiran konseptual dalam lingkup seni musik.

Persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Tulisan adalah naskah asli yang belum pernah dipublikasikan.

2. Tulisan disertai abstrak, ditulis satu spasi dan maksimal 200 kata.

3. Kata kunci (key words) minimal dua kata, ditulis di bawah abstrak.

4. Setiap naskah memilki sistematika; sub judul pendahuluan, diikuti oleh

beberapa sub judul lain dan berakhir dengan sbu judul penutup atau

simpulan.

5. Naskah diketik rapi dua spasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, font;

Times New Roman, size; 12, format; A4 justify.

6. Panjang naskah minimal delapan halaman dan maksimal 18 halaman,

termasuk rujukan.

7. Sistem rujukan adalah yang lazim digunakan dalam tulisan ilmiah,

dengan konsistensinya.

8. Sumber rujukan/kutipan dimasukkan dalam tulisan (tanpa font note)

9. Tulisan dikirim dalam bentuk softcopy dan hardcopy sebanyak 1

eksemplar atau dikirim melalui e-mail [email protected]

10. Redaktur berhak mengedit dengan tidak merubah isi dan maksud tulisan

11. Redaksi memberi hasil cetak sebanyak dua eksemplar bagi penulis.

12. Naskah yang dimuat hanya dikembalikan kalau dalam pengirimannya

disertaikan perangko pengembalian, atau diambil langsung dari redaktur.