Top Banner
25

Gerai Info BI No51-re.indd

Jan 13, 2017

Download

Documents

phungthuan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Gerai Info BI No51-re.indd
Page 2: Gerai Info BI No51-re.indd
Page 3: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

2

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

EDITORIAL

Penjaga Stabilitas

Sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan,

Lembaga Penjamin Simpanan, serta pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan senantiasa berkoordi-nasi demi terciptanya stabilitas sistem keuang an di dalam negeri.

Banyaknya pihak yang terli-bat dalam menjaga stabilitas sistem keuang an membuat aspek komuni-kasi menjadi hal yang sangat penting. Harus dipastikan bahwa seluruh pihak memiliki bahasa dan pemahaman yang sama terkait stabilitas sistem keuang-an, termasuk dalam kaitannya dengan penanganan krisis keuangan.

BI, dalam kerangka pengawasan makroprudensial, telah lama mengem-bangkan sistem pengawasan untuk memantau potensi risiko terjadinya kri-sis yang dapat mengguncang stabilitas sistem keuangan.

BI, tentu saja, tak dapat beker-ja sendiri. Hasil-hasil pemantauan yang direkam oleh BI kemudian dikomunikasikan kepada OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan yang tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Komunikasi ini penting untuk memas-tikan sinyal-sinyal yang tertangkap oleh radar BI dapat disikapi dengan cermat.

Agar sinyal yang disampaikan oleh BI dapat diterima dengan baik, tanpa ada salah paham, diperlukan sebuah bahasa yang dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, BI memperkenalkan sejumlah isti-lah tertentu terutama terkait de ngan status pengukuran risiko sistemik, se perti “normal”, “waspada”, “siaga”, dan “krisis”.

Bahasa yang sama akan membantu mempercepat kesepahaman di antara

semua pihak mengenai kondisi sistem keuangan, sehingga akan memper-cepat pengambilan keputusan.

Selain aspek komunikasi, hal yang tak kalah penting dalam upaya men-jaga stabilitas sistem keuangan adalah adanya protokol manajemen krisis yang berisi aturan main yang jelas dalam penanganan krisis. Protokol ini menjadi pijakan yang harus dipatuhi oleh seluruh pihak yang bertanggung jawab menangani krisis.

Di sisi lain, upaya pembenahan secara struktural juga diperlukan untuk mencegah munculnya potensi krisis. Jika selama ini krisis seringkali ber-sumber dari sektor keuangan, maka pe ngawasan di sektor ini harus dilaku-kan secara lebih cermat.

Pada akhirnya, kerja sama dari semua pihak diperlukan untuk menja-ga stabilitas. Ini adalah tanggung jawab kita semua.

Penanggung JawabTirta SegaraPemimpin RedaksiPeter Jacobs

Redaksi PelaksanaRizana NoorDwi Mukti WibowoErnawati JatiningrumWahyu Indra SukmaSurya NanggalaAny RamadhaningsihDahlia Dessianayanthi

Redaksi menerimakiriman naskahdan mengeditnaskah sebelumdipublikasikan. Naskah dikirim ke [email protected]

REDAKSIAlamat Redaksi: Departemen Komunikasi Bank

Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 - Jakarta,

Telp. Contact Center BICARA: (Kode Area) 500131,

e-mail: [email protected], website: www.bi.go.id,

@bank_indonesia

fl ip.it/7A9uk

bankindonesia

BankIndonesiaChannel

fl ip.it/7A9uk

bankindonesia

BankIndonesiaChannel

@bank_indonesia

Halo Bank Indonesia,Saya merupakan fresh graduate dari per-

guruan tinggi swasta di Jakarta. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana syarat-syarat untuk bekerja di Bank Indonesia? Dan apakah saat ini Bank Indonesia sedang mem-buka lowongan pekerjaan? Terima kasih se-belumnya untuk informasinya karena akan membantu saya untuk mempersiapkan diri.

Citra Mardani, Tangerang

Yth. Citra Mardani, Saat ini Bank Indonesia belum membuka

lowongan pekerjaan. Apabila pada waktunya Bank Indonesia kembali membuka lowongan kerja, hal ini akan diumumkan melalui web­site resmi Bank Indonesia www.bi.go.id pada menu Tentang BI > BI & Publik > Karir di BI.

Seluruh ketentuan dan persyaratan akan disampaikan dalam pengumuman tersebut dan surat lamaran beserta ke­

lengkapannya ditujukan kepada alamat yang ditunjuk dalam pengumuman terse­but.

Silakan follow twitter Bank Indonesia @bank_indonesia untuk mendapatkan infor­masi terkini dari kami, termasuk lowongan pekerjaan.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermafaat. Terima kasih

Redaksi

Page 4: Gerai Info BI No51-re.indd

Memastikan Sistem Keuangan Stabil

3

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

AGUS D.W. MARTOWARDOJO Gubernur Bank Indonesia

ARAH

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Dalam kondisi seperti itu, bukan hanya aspek mikro di bidang finansial yang mesti dicermati, melainkan juga aspek makro

ekonomi, yang harus dijaga kinerjanya. Bila risiko-risiko dari aspek mikro-makro terha-dap stabilitas ekonomi mampu dikelola dan diantisipasi, maka semakin besar pelu ang terciptanya stabilitas sistem keuang an nasi-onal.

Bank Indonesia sebagai otoritas makro-prudensial mencermati setiap perkembang-an pada sistem keuangan dan mengam-bil kebijakan pre­emptive untuk memasti-kan tetap terpeliharanya stabilitas sistem keuang an.

Memasuki tahun 2014, BI melihat per-ekonomian dunia bisa dikatakan mulai pulih dari pengaruh krisis 2008/2009. Namun demikian, kondisinya masih lemah karena laju pemulihan di Amerika Serikat tidak di ikuti dengan membaiknya perekonomian di kawasan Eropa dan Jepang yang cen-derung stagnan. Bahkan, perekonomian Tiongkok mengarah pada perlambatan yang bersifat struktural.

Dinamika perekonomian global yang diikuti dengan kecenderungan penurunan harga komoditas utama dunia, juga berim-bas pada perlambatan perekonomian Indonesia. Bahan mentah hasil perkebun-

an dan pertambangan tidak lagi menjadi komoditas ekspor unggulan, sehingga mempengaruhi posisi defisit transaksi ber-jalan. Dari dalam negeri juga timbul tekanan pada perekonomian akibat kenaikan harga BBM, Tarif Listrik dan harga pangan.

Guna mengantisipasi dan memitigasi potensi risiko sistemik serta transmisinya dari risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, Bank Indonesia melaksanakan asesmen dan surveillance terhadap sistem keuangan secara menyeluruh. Selain itu, uji ketahan an perbankan dalam sistem keuangan dilak-sanakan melalui stress test terhadap risiko-risiko utama, yaitu risiko kredit dan risiko pasar.

Upaya untuk menjaga dan memeliha-ra stabilitas sistem keuangan juga dilak-sanakan dengan mengkaji secara seksama siklus keuangan Indonesia. Ini dilakukan untuk mendukung efektivitas kebijakan makroprudensial yang ditujukan untuk meredam pembentukan risiko sistemik yang berlebihan pada saat ekspansi, serta memberikan ruang bagi penyerap an risiko di masa kontraksi.

Di tengah rentannya pertumbuhan ekonomi global dan masih melambatnya perekonomian domestik, stabilitas sistem keuangan Indonesia 2014 cukup solid dengan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan

yang berada pada level aman. Berbagai upaya yang dilakukan di area makropruden-sial mampu menjaga sistem keuangan tetap stabil, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta mening-katkan akses dan efisiensi sistem keuangan.

Kestabilan ekonomi makro yang diraih kembali di 2014 merupakan modal bagi pemulihan ekonomi yang lebih kuat di 2015. Upaya mengawal stabilitas ekonomi makro tidak dapat dilepaskan dari upaya menjaga sistem keuangan, demikian pula sebaliknya. Dalam kaitan ini, kebijakan ma kroprudensial sangat penting untuk mengisi ruang yang tidak terjangkau oleh kebijakan moneter, terutama ketika menyangkut risiko ketidak-seimbangan finansial.

Untuk itu, Bank Indonesia akan mening-katkan kapabilitas untuk mencegah dan memitigasi risiko-risiko utama yang ber-potensi sistemik dan menimbulkan keti-dakseimbangan finansial tersebut. Dalam hal ini, kerangka kebijakan makropruden-sial akan diperkuat untuk menopang peru-musan kebijakan, pengaturan dan peng-awasannya.

Penguatan tersebut akan dilakukan dengan berpedoman pada standar interna-sional, inisiatif reformasi keuangan global, dan best practices yang diselaraskan de ngan kondisi domestik.

Krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 dan 2008/2009 memberikan keyakinan bahwa perekonomian nasional tidak saja dipengaruhi oleh faktor domestik. Lalu lintas barang dan jasa yang melampaui batas-batas teritori suatu negara telah menciptakan situasi ekonomi yang saling mempengaruhi antar negara-negara.

Page 5: Gerai Info BI No51-re.indd

SOROT

4

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Ketika sistem keuang an tergun-cang, akibatnya bisa fatal. Tentu kita masih ingat peristiwa pada 1998. Krisis keuang an pada

masa itu memicu krisis moneter, yang berujung pada po rak-porandanya eko-nomi nasional. Nilai tukar rupiah merosot, korporasi bertumbangan, banyak bank terpaksa ditutup.

Krisis 1998 dipicu oleh krisis di Thailand, yang kemudian merembet ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Rambatan krisis dari luar yang tidak ditangani de ngan baik menyebab-kan kondisi menjadi sa ngat parah. Krisis keuangan melebar, mengguncang stabil-itas sistem keuangan secara ke seluruhan.

Bukan hanya Indo nesia yang terkapar, nega ra-negara lain pun sama halnya. Berkaca pada pengalaman buruk terse-but, bank sentral di ba nyak negara pada akhirnya mulai memikirkan formula yang tepat untuk mengantisipasi dan menan-gani krisis. Stabilitas sistem keuangan menjadi agenda penting bagi bank-bank sentral, termasuk Bank Indonesia (BI).

Sesungguhnya gelom bang krisis tidak pernah berhenti, bahkan semakin sering terjadi. Skalanya semakin mem-besar. Pun, pola krisisnya semakin kom-pleks. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kerangka kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi terjadinya krisis.

Sejak 2003, Bank Indonesia mulai mengembangkan kerangka pengawasan makroprudensial sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuang-an. Dimulai dari pemantauan (monitor-ing) terhadap sistem keuang an, identi-fikasi risiko, penilaian risiko, pemberian sinyal risiko, desain dan implementasi kebijakan, hingga evaluasi atas efektivitas kebijakan yang diambil.

Adapun, elemen yang dipantau adalah sektor perbankan, pasar keuang-an, institusi keuangan nonbank, infra-struktur sistem keuangan yakni sistem pembayaran, serta sektor riil yang meli-puti korporasi dan rumah tangga.

BI memonitor satu persatu sektor tersebut, untuk mengetahui sebe rapa jauh potensi krisis yang mungkin tim-bul dari dalam. Demikian pula, BI juga memantau ketahanan setiap sektor terse-but jika terpapar krisis dari luar baik yang berasal dari risiko makroekonomi nasi-onal maupun global.

Identifikasi risiko tersebut dilakukan melalui berbagai macam indikator, mulai dari indikator tingkat kesehatan internal hingga indikator pasar keuangan glo-bal. Indikator yang dipakai beragam dan terus berkembang dari waktu ke waktu.

Tahapan selanjutnya adalah penilaian risiko. Dari hasil identifikasi risiko, BI kemudian menilai seberapa besar dam-

4

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

KThailand, yang kemudian merembet

Mencegah Gelombang Krisis

Sistem keuangan yang stabil ibarat laut yang tenang, yang memungkinkan kapal-kapal berlayar dengan nyaman

untuk mencapai tujuan. Demikian halnya, sistem keuang-an yang stabil membuat seluruh aspek perekonomian

dapat berjalan dengan baik.

Makroprudensial

Page 6: Gerai Info BI No51-re.indd

SOROT

5

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

paknya terhadap sistem keuangan secara ke seluruhan. Istilah lainnya adalah stress test, yakni sebuah tes untuk mengukur berapa besar kerugian yang akan timbul jika terjadi default serta mengukur potensi pelebaran krisis jika hal itu benar-benar terjadi.

Hasil pengukuran stress test akan mem-bawa BI ke tahap selanjutnya yakni pembe-rian sinyal. Seperti dokter yang memberi-tahukan hasil diagnosa kepada pasiennya.

Pemberian sinyal disesuaikan dengan hasil stress test. Sinyal dapat dikomunika-sikan secara internal di BI, dan dapat pula disampaikan ke pihak lain.

Dalam berbagai kesempatan, BI menyampaikan sinyal tersebut kepada para anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang terdiri atas Menteri Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Sinyal dari BI kemudian ditangkap untuk dijadikan sebagai pijakan kebijakan yang diambil untuk menangani krisis maupun mengan-tisipasi risiko krisis se bagaimana tergam-bar dalam hasil penilaian oleh BI.

Secara internal, BI juga menyiapkan desain kebijakan sebagai respons atas hasil penilaian profil risiko di industri keuangan. Dalam hal ini, BI dapat menyusun kebi-jakan baru ataupun memanfaatkan kebi-

jakan yang sudah ada sebelumnya. Ruang lingkup BI meliputi kebijakan

makroprudensial, kebijakan moneter, dan sistem pembayaran. Di luar itu, BI harus bekerja sama dengan pihak lain.

LANGKAH KONKRETPada tataran praktik, BI telah memberi-

kan contoh tindakan dalam mengantisi-pasi pengaruh krisis keuangan global pada 2008 yang berpotensi menyeret Indonesia pada kondisi yang sama dengan posisi pada 1998.

Ketika itu, situasi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa memburuk akibat kri-sis subprime mortgage. Meskipun institusi keuangan dan korporasi di Indonesia tidak memiliki hubungan langsung dengan krisis subprime mortgage, namun krisis keuang-an di negara-negara maju tersebut mem-berikan sentimen negatif terhadap pasar keuangan global, tak terkecuali Indonesia.

Pada September hingga 31 Oktober 2008, indeks saham di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Singapura, Jepang, dan Hong Kong mengalami penurunan sekitar 20%. Pada perio de yang sama, indeks harga saham gabungan (IHSG) Indonesia merosot 41,98%.

Indeks harga surat utang negara pada periode September hingga 31 Oktober

2008 juga tertekan hingga menurun sebe-sar 16,13%. Rupiah juga terdepresiasi sebe-sar 20,7%.

Melihat adanya potensi krisis yang sudah mulai terasa di dalam negeri, BI kemudian mengambil sejumlah langkah antisipasi, baik yang dilakukan sendiri sesuai dengan kewenangannya maupun bekerja sama lintas bidang dengan sejum-lah pihak.

Dari sisi internal, BI berupaya menam-bah pasokan likuiditas valuta asing de ngan berbagai cara seperti memperpanjang jangka waktu FX Swap menjadi paling lama 1 bulan, lebih panjang dibandingkan dengan aturan sebelumnya yakni maksi-mal 7 hari. Cara lainnya, menurunkan rasio kewajiban menyimpan giro wajib mini-mum valas dari sebelumnya 3% menjadi 1%. Hal ini dilakukan agar dana valas yang dimiliki oleh bank dapat lebih banyak bere-dar di pasar daripada disimpan di BI.

Selain itu, BI juga bekerja sama de ngan berbagai lembaga lain untuk mengam-bil tindakan yang diharapkan mampu me nenangkan gejolak pasar. Ambil contoh, BI mendorong pemerintah untuk mener-bitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) yang di antaranya mengatur penaikan batas nilai simpan-an yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi Rp2 miliar per nasabah, naik dari batasan sebelumnya yakni Rp100 juta pernasabah.

Penaikan batas simpanan yang dijamin diharapkan mampu meredam kepanikan nasabah perbankan agar mereka tidak serta merta menarik simpanan mereka di bank yang berpotensi semakin memper-buruk kondisi krisis.

Krisis tak pernah bisa diprediksi. Krisis bisa datang kapan saja, di mana saja, di negara manapun dan dapat merambat ke mana-mana. Oleh karena itu, diperlukan persiapan yang mumpuni guna mencegah sesuatu yang buruk terjadi.

Antisipasi menghadapi krisis dapat berupa protokol manajemen krisis (crisis management protocol/CMP). Selain aturan main yang jelas, BI juga menilai penting-nya memperbarui pengetahuan terkait penanganan krisis yang setiap saat selalu berubah dan semakin kompleks.

Page 7: Gerai Info BI No51-re.indd

SOROTSOROT

Penggunaan empat threshold terse-but sangat berguna karena mem-bantu BI dalam memitigasi risiko sistem keuangan. Alangkah baik-

nya bila ambang risiko sistemik itu dise-pakati semua pihak, terutama oleh oto-ritas keuangan. Dengan adanya ambang yang disepakati, otoritas keuangan bisa mengambil keputusan yang cepat demi terciptanya stabilitassistem keuangan.

Dalam mendorong stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia melakukan monitoring, identifikasi dan pengukuran risiko sistemik. Ketiga proses ini dise-but surveilans makroprudensial untuk me ngetahui kondisi sistem keuangan sebagai input untuk memutuskan apakah diperlukan adanya perubahan atau ran-cangan baru kebijakan makroprudensial.

Namun dalam melaksanakan tugas-nya di bidang Makroprudensial, Bank Indonesia perlu juga bekerjasama dengan otoritas keuangan lainnya serta melaku-kan komunikasi dengan stakeholders dan publik. Hal ini disebabkan otoritas keuang an lain, stakeholders dan publik memiliki andil dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Penilaian risiko sistemik tidak dapat membantu upaya menjaga stabilitas sistem keuangan jika hasilnya tidak dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam waktu yang cepat dan tepat. Secara umum, komunikasi dalam

K e b i -j a k a n M a k r o -prudensial dapat dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi kepada pihak internal dalam proses sur-veilans makro prudensial dan komunikasi kepada stakeholders atau publik.

Pihak internal dapat dibagi dua, yaitu komunikasi di dalam BI sendiri dan komu-nikasi kepada otoritas keuangan lainnya,

terutama yang tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas

Sistem Keuangan (FKSSK), yaitu Otoritas Jasa

Keuang an (OJK), Lemba-ga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan (Kemen-keu).

Komunikasi kepada internal dalam pro-

ses surveilans makro-prudensial bertujuan

untuk menyampaikan kondisi sistem keuang an ter-

kini, serta sebagai peringatan (alert) bagi otoritas keuangan menge-

nai kondisi sistem keuangan yang sudah memerlukan perhatian yang lebih intensif.

Komunikasi makroprudensial yang biasanya disampaikan dalam bentuk pem-berian sinyal ini meliputi penyampaian laporan hasil surveilans makroprudensial kepada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, serta kepada otoritas

Format Pemberian Sinyal Surveilans Makroprudensial

4 Treshold yang Penting Disepakati

Komunikasi Makroprudensial

Ibarat tingkatan travel warning yang dirilis suatu pemerintah sebagai rujukan peringatan bagi warganya sebelum berkunjung ke suatu negara, Bank Indonesia memiliki ambang risiko sistemik sebagai alert atas kondisi sistem keuangan nasional, yaitu normal, waspada, siaga dan krisis.

Mingguan Bulanan Triwulan Tahunan

- Dashboard - RDG Bulanan - RDG Triwulan - RDG Tahunan

- RDG Mingguan - Rapat FKSSK (level teknis)

- Rapat FKSSK (Deputies Meeting)

- Rakor Makroprudensial dan Mikroprudensial

Cicilia A. HarunDepartemen Kebijakan Makroprudensial

6

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Page 8: Gerai Info BI No51-re.indd

SOROTSOROT

keuangan lainnya. Pengukuran risiko sistemik dalam hal ini menjadi sangat penting guna memastikan sinyal dapat dikomunikasikan dengan efektif.

Oleh karena itu, penggunaan thres­hold, misalnya, normal, waspada, siaga dan krisis yang dimengerti dan disepakati oleh semua pihak yang berkepentingan dalam pengukuran risiko sistemik akan membantu mempercepat kesepahaman semua pihak mengenai kondisi sistem keuang an serta mempercepat pengam-bilan keputus an untuk mengatasi perma-salahan jika diperlukan.

Dalam kondisi sistem keuang-an yang normal, frekuensi pelapor an hasil surveillance dapat meng ikuti jad-wal RDG dan rapat FKSSK. Sementa-ra dalam kondisi ‘waspada’, ‘siaga’ dan ‘krisis’, pelapor annya perlu ditingkat-kan frekuensi dan cakupannya, se suai de ngan kebutuh an. Apabila sistem keuangan mengalami tekanan, kondisi institusi dan pasar keuang an cenderung berubah dalam waktu cepat, sehingga intensitas pe laporan perlu di tingkatkan. Beberapa format pemberian sinyal dalam surveilans makroprudensial ber-dasarkan periodisasinya disampaikan dalam tabel.

KONDISI TERKINIPemberian sinyal kepada pelaku pasar

dan publik merupakan bagian dari komu-nikasi BI dan otoritas keuangan lainnya dalam rangka memberikan informasi mengenai kondisi sistem keuang an ter-kini, termasuk dalam upaya mitigasi risiko yang dianggap sudah berpotensi mem-berikan gangguan pada sistem keuang-an. Pemberian si nyal kepada stakehold­ers ditujukan untuk meningkatkan per-hatian stakeholder ter hadap upaya-upaya pe ngelolaan portofolio sistem keuangan yang lebih prudent serta mulai mening-katkan ke sadaran untuk mengurangi eksposur terhadap portofolio yang risiko-nya mening kat. Stakeholders dalam hal ini adalah semua pihak yang mengambil manfaat dari sistem keuang an.

Secara lebih detail, ada empat tujuan pemberian sinyal kepada eksternal yaitu memberikan penjelas an mengenai kebi-

jakan di sektor keuang an untuk dapat memberikan kepastian bisnis di sistem keuangan; memberikan edukasi keuang-an kepada publik untuk me ngurangi keti-daksimetrian (asymmetric) informasi yang biasa terjadi dalam bisnis keuang an.

Selain itu, juga untuk memasti-kan pelaku pasar dan publik mengikuti perkembangan sistem keuangan serta berkontribusi dalam menerapkan disiplin pasar untuk mengurangi perilaku ambil untung (risk taking behavior) yang ber-lebihan.

Dalam kondisi krisis, pemberian sinyal itu bertujuan memberikan pedoman kepada pelaku pasar dan publik untuk berkontribusi dalam mengurangi menyebaran krisis serta mencegah krisis menjadi lebih parah.

Beberapa format pemberian sinyal kepada pelaku pasar dan publik dilakukan berdasarkan frekuensinya, yaitu sewaktu-waktu, bulanan, triwulanan, semesteran

hingga tahunan (Lihat tabel Format Pemberian Sinyal kepada Pelaku Pasar dan Publik)

Dalam kondisi krisis, tergantung dari mekanisme resmi Protokol Manajemen Krisis (PMK), proses pemberian sinyal risiko sistemik dapat dilakukan dengan intensitas yang lebih tinggi, dalam artian lebih detil dan dalam pada sumber per-masalahannya, serta dengan frekuensi yang lebih tinggi untuk mengantisipasi perubahan kondisi yang dapat berlang-sung dengan cepat.

Seperti halnya sinyal lampu lalu lintas, dengan komunikasi yang intensif itu, para pemangku kepentingan pada sistem keuangan nasional bisa membuat strategi yang tepat, sehingga bisa memandu industri keuangan kapan mereka bisa tetap melaju, kapan harus siap-siap memperlambat laju usahanya dan industri keuangan pun mengetahui kapan mereka harus mengeremnya untuk sementara.

Format Pemberian Sinyal kepada Pelaku Pasar dan Publik

Sewaktu-waktu Bulanan Triwulanan Semesteran Tahunan

• Wawancara anggota Dewan Gubernur

• Sosialisasi Kebijakan dan Langkah-Langkah Mitigasi Risiko

• Siaran Pers / Jumpa Pers

• Rapat/Focus Group Discussion dengan Asosiasi Profesi dan Pelaku Pasar.

• Publikasi Hasil Riset

•Siaran Pers Hasil RDG Bulanan

•Siaran Pers Hasil RDG Triwulanan

•Laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat

•Kajian Stabilitas Keuangan

•Siaran Pers Hasil RDG Tahunan

•Bankers’ Dinner•Seminar Riset

Pemberian sinyal kepada pelaku pasar (stakehold-ers) dan publik merupakan bagian dari komunikasi

Bank Indonesia dan otoritas keuangan lainnya dalam rangka memberikan informasi mengenai kondisi sistem keuang an terkini, termasuk dalam upaya mitigasi risiko yang dianggap sudah berpotensi memberikan gangguan pada sistem keuangan.

7

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Page 9: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Krisis ekonomi yang menghantam berbagai negara telah membuat bank-bank sentral berbenah. Setiap bank sentral memiliki for-

mula sendiri, sesuai dengan kondisi di masing-masing negara.

Kondisi di Jepang kurang lebih sama dengan Indonesia. Pengawasan perbankan dilakukan oleh lembaga terpisah, sehingga fokus bank sentral Jepang yakni Bank of Japan lebih kepada pengaturan terhadap stabilitas moneter dan nilai tukar.

Dalam praktiknya, Bank of Japan mem-bentuk sebuah panel pengambil kebijakan (policy board) yang terdiri atas 9 orang yakni gubernur bank sentral, dua orang deputi gubernur, dan enam orang direktur eksekutif.

Bank of Japan juga memiliki satu departemen khusus yang bertugas menangani pengawasan bank dan sistem keuangan, selain sejumlah departemen lain yang juga berkontribusi dalam men-jaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Di antara departemen yang berada dalam struktur bank sentral Jepang adalah departemen sistem pembayaran, departemen pasar keuangan, departemen riset dan statistic, serta departemen yang khusus menangani nilai tukar.

Bank of Korea, bank sentral di Korea Selatan, hanya memiliki kewenangan di bidang pengawasan moneter. Fungsi pengawasan bank dan makro-prudensial dilakukan oleh lembaga lain yakni Financial Supervisory Service (FSS).

Dalam perannya menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank of Korea memben-tuk departemen stabilitas sistem keuang-an, yang menjalankan tugas koordinasi dengan sebuah forum yang terdiri atas Kementerian Keuangan, FSS, serta lem-baga penjamin simpanan Korea Selatan.

Sementara itu, Reserve Bank of Australia membentuk Financial System Group yang membawahkan dua departe-men yang khusus menjalankan fungsi sta-bilitas sistem keuangan. Grup ini dipimpin oleh asisten gubernur bank sentral.

Pada praktiknya, bank sentral Australia bekerja sama dengan Australian Prudential Regulation Authority (APRA) sebagai pe ngawas perbankan. Kedua lembaga tersebut saling bekerja sama untuk men-jalankan fungsi yang diamanatkan yakni menjaga stabilitas sistem keuangan.

National Bank of Belgium menempat-

kan seorang direktur untuk memimpin departemen Prudential Policy and Financial Stability. Ruang lingkup pe ngawasan departemen ini meliputi insti-tusi keuangan berdampak sistemik, kelom-pok konglomerasi lembaga jasa keuangan, lembaga penyalur kredit, industri asu-ransi dan reasuransi, para pelaku industri pasar modal, custodian, perusahaan yang bergerak di jasa sistem pembayaran, serta perusahaan penjaminan.

Berkaca pada beragam strategi yang dilakukan oleh bank-bank sentral tersebut, dapat disimpulkan bahwa kerja menjaga stabilitas sistem keuangan adalah sebuah kerja kolegial yang dilakukan secara ber-sama-sama. Oleh karena itu, koordinasi antarlembaga menjadi sangat penting.

Seluruh pemangku kebijakan wajib bahu-membahu menjaga stabilitas agar sistem keuangan di suatu negara dapat bekerja secara efektif dan efisien, serta mampu bertahan dari setiap gejolak gun-cangan krisis.

BersamaMenjagaStabilitas

Bank of Korea, bank sentral di Korea Selatan, hanya memiliki kewenangan di bidang pengawasan moneter. Fungsi pengawasan bank dan makro-prudensial dilakukan oleh lembaga lain yakni Financial Supervisory Service (FSS).

Dalam perannya menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank of Korea memben-tuk departemen stabilitas sistem keuang-an, yang menjalankan tugas koordinasi dengan sebuah forum yang terdiri atas Kementerian Keuangan, FSS, serta lem-baga penjamin simpanan Korea Selatan.

kan seorang direktur untuk memimpin departemen Prudential Policy and Financial Stability. Ruang lingkup pe ngawasan departemen ini meliputi insti-tusi keuangan berdampak sistemik, kelom-pok konglomerasi lembaga jasa keuangan, lembaga penyalur kredit, industri asu-ransi dan reasuransi, para pelaku industri pasar modal, custodian, perusahaan yang bergerak di jasa sistem pembayaran, serta

MenjagaMenjagaStabilitasStabilitas

SOROT

8

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 10: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 50 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

9

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

PERSPEKTIF

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Mengelola Stabilitas Sistem

Keuangan = Menjaga Kedaulatan

Bangsa

Heru SaptajiDepartemen Komunikasi

Keuangan = Menjaga Kedaulatan

Bangsa

Makroprudensial telah menjadi istilah yang kerap kita temui di pemberitaan

media, forum diskusi, seminar, bahkan literatur-literatur keuangan terkini.

Namun sayangnya, masih belum banyak masyarakat mengerti betul apa arti

istilah tersebut dan bagaimana konteksnya.

Pameo “saya tahu, pernah mendengar, beberapa kali membaca, tetapi saya masih kurang paham” rasanya tepat untuk menggambarkan sebagian besar kita saat berpapasan dengan istilah tersebut.

Istilah makroprudensial pertama kali diperkenalkan oleh Basel Committee pada 1979. Istilah ini semakin populer dan ba nyak digunakan ketika krisis keuangan Asia tahun 1998 serta krisis global pada 2008.

Makroprudensial lahir dan tumbuh akibat semakin terinte-grasinya sistem perekonomian. Integrasi, di satu sisi, berpe-ngaruh positif terhadap sistem keuangan. Namun di sisi lain, integrasi juga membalut risiko krisis ekonomi yang kemungkinan bisa terjadi setiap saat dengan gerusan ekses yang tidak kecil.

Secara bahasa, kata “makro” berarti (agregat) sistem keuang-an secara keseluruhan, sedangkan “prudent” ialah kehati-hatian dan bermakna mengantisipasi (forward looking) atau mengawal

9

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 11: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

potensi risiko yang mungkin timbul. Singkatnya, kerangka kebi-jakan makroprudensial bertujuan memelihara stabilitas sistem keuangan (SSK) melalui penguatan ketahanan sistem keuangan dan pembatasan risiko sistemik perekonomian suatu negara.

Abad modern membuka mata kita bahwa kedaulatan suatu negara bukan lagi ditentukan oleh fisik persenjataan dan strate-gi perang semata. Dalam beberapa kasus, runtuhnya kedaulatan sebuah negara juga dapat dipicu oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan dan tidak tertangani.

Para ahli politik-ekonomi menggarisbawahi beberapa kejadi-an misalnya: gerakan reformasi di Indonesia 1998, tumbangnya Ferdinand Marcos di Filipina, dan terakhir kekalahan Pilpres George Bush di Amerika Serikat. Semuanya berakar pada perma-salahan krisis ekonomi.

Belajar dari hal itu, ahli ekonomi dan otoritas keuangan sepakat untuk mengambil langkah antisipasi dan pencegahan sebagai tindakan strategis dan efektif dibandingkan dengan tindakan penanganan terhadap krisis ketika sudah benar-benar terjadi. Sikap kehati-hatian menjadi basis dari kerangka kebi-jakan, yang saat ini disebut makroprudensial.

KOORDINASIKoordinasi dan kesatuan tanggung jawab merupakan kata

kunci. Secara teknis, terdapat 3 hal pokok dalam kerangka kebi-jakan makroprudensial, yakni prosedur, instrumen, dan otoritas.

Prosedur, terkait bagaimana upaya pengawasan guna meng-identifikasi risiko sistemik, mengukur, dan memberikan sinyal risiko perekonomian berupa indikator ekonomi dan keuang-an yang mencerminkan kondisi pasar, institusi keuangan dan pelaku ekonomi lainnya.

Pengawasan makroprudensial berbeda dengan kon-teks pengawasan terhadap institusi keuangan sebagaimana yang kita kenal selama ini, yaitu pengawasan mikroprudensial. Pengawasan mikroprudensial lebih difokuskan untuk memas-tikan tingkat kesehatan, kepatuhan (compliance) dan kinerja masing-masing individu institusi keuangan, sedangkan peng-awasan makroprudensial mencermati kondisi agregat secara industri, berspektrum luas, dan bersifat struktural terhadap risiko stabilitas sistem keuangan.

Instrumen merupakan lanjutan hasil olahan data peng-awasan dan kajian makroprudensial yang outputnya berupa ketentuan atau pedoman yang wajib ditaati institusi keuangan, baik bank maupun nonbank.

Sebagai contoh, ketentuan BI tentang Loan To Value (LTV) adalah langkah mitigasi atas risiko pertumbuhan kredit dan pem-biayaan yang tidak wajar guna mencegah spekulasi pada sektor properti khususnya di kelas menengah, dan revisi Ketentuan BI tentang Giro Wajib Minimum yang dikaitkan dengan Loan To Deposit Ratio (GWM-LDR) sebagai upaya menjaga porsi keseim-bangan antara tingkat intermediasi dan likuiditas perbankan. Ketentuan dan pedoman tersebut bersifat dinamis dan review­able karena senantiasa memperhatikan indikator-indikator ter-kini makroprudensial.

Perlu diingat, krisis ekonomi Indonesia 1998 antara lain diawali pertumbuhan kredit properti yang bombastis, berimbas pada Non Performing Loans (NPL) yang sangat tinggi, sehingga banyak bank bertumbangan.

Otoritas, menyangkut pelaku-pelaku yang diberikan mandat atau kewenangan untuk menjaga SSK, meliputi Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan. UU OJK No. 21 Tahun 2011 mengamanatkan tugas pengawasan, pengaturan dan per izinan mikroprudensial seluruhnya beralih ke OJK, sedangkan BI diman-datkan untuk melakukan pengawasan makroprudensial.

Koordinasi dan kesatuan tanggungjawab bersama (kolegial) selayaknya menjadi orientasi dasar keempat otoritas dalam men-jaga SSK. Forum koordinasi dan sinkronisasi idealnya menjadi forum strategis dalam mengefisienkan dan mengefektifkan pola kerja para pelaku di dalamnya.

LANDASAN HUKUMParlemen hasil Pemilu dan Kabinet Pemerintahan periode

2014 – 2019 baru saja terbentuk. Kiranya pending matters perundang-undangan di bidang SSK yang macet misalnya aman-demen RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK), RUU Bank Indonesia, RUU Perbankan, RUU Asuransi, perlu segera dibedah kembali.

Akan lebih produktif bila seluruh produk legislasi SSK terse-but dapat dirampungkan dalam satu jahitan paket UU yang ter-integrasi dan menjadi prioritas pengambil kebijakan.

Ketika para pelaku otoritas penjaga SSK sudah siap “berpe-rang” sudah dibekali dengan produk hukum yang valid, maka menjadikannya mumpuni dan handal bertarung di “medan pe rang” sesungguhnya sekarang ini (baca: ekonomi). Namun bila landasan hukum belum tuntas, sama saja dengan membiarkan kegamangan, ibarat melepaskan prajurit untuk berperang tanpa senjata dan peta yang jelas.

Semoga pelajaran krisis ekonomi, semakin mendewasakan seluruh pemangku kepentingan untuk bijak dalam menge-lola SSK. Kedaulatan ekonomi identik dengan kedaulatan negara, dan jangan biarkan Letter Of Intent (LOI) menggelayuti lagi ne geri tercinta akibat luput mengantisipasi dan mengelola stabilitas perekonomian secara lebih baik.

Ketika semua pihak mempunyai idealisme yang sama yaitu demi kemajuan bangsa ini, selayaknya kepastian hukum terkait SSK patut kita perjuangkan bersama. Otoritas sektor keuangan sudah bergerak, maka kini saatnya pelaku politik untuk segera meng-endorse kerangka kebijakan strategis tersebut. Langkah ini merupakan kemajuan, sebab pengawasan keuangan yang dulunya hanya satu wing (baca: mikroprudensial) belumlah cukup, kini dengan sinergi – berdampingannya dua ling kup peng awasan (mikroprudensial dan makroprudensial) akan membawa angin segar bagi SSK. Optimisme bahwa kedaulatan negara dapat terkelola lebih baik lagi.

Selamat Bekerja Bapak-Ibu Wakil Rakyat dan Kabinet Pemerintahan RI!

PERSPEKTIF

10

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 12: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 50 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

11

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

11G

ERAI IN

FO

BAN

K IND

ON

ESIA

Edisi 50 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

11

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

11G

ERAI IN

FO

BAN

K IND

ON

ESIA

PERSPEKTIF

Lain Instrumen, Lain Karakter RisikonyaSalah satu peran utama Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah mendorong terpe-liharanya stabilitas sistem keuangan melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial.

Begitu pentingnya fungsi tersebut karena pada muaranya, seluruh upaya pengaturan dan pengawasan makroprudensial yang dilakukan oleh BI diharapkan mampu

mencegah dan mengurangi risiko sistemik, men-dorong fungsi intermediasi yang seimbang, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan.

Risiko sistemik merupakan satu hal yang patut diwaspadai, mengingat dampaknya sangat besar terhadap stabilitas sistem keuangan. Risiko sistemik berpotensi menularkan gangguan kepa-da sebagian ataupun seluruh sistem keuangan.

Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan di bidang makroprudensial, BI telah menyiapkan kerangka mitigasi risiko sistemik dengan meng-gunakan sejumlah instrumen makroprudensial. Dalam kalimat yang lebih sederhana, BI meman-faatkan beragam instrumen makroprudensial guna mencegah terjadinya risiko sistemik yang dapat membahayakan stabilitas perekonomian.

Instrumen makroprudensial yang digunakan meliputi banyak hal, sesuai dengan karakteris-tik risiko sistemik yang dihadapi. BI menyiapkan pendekatan cross section untuk mengatasi risiko konsentrasi dan penularan (contagion) krisis. BI juga memiliki model pendekatan time series untuk mencegah terjadinya akumulasi terbentuknya risiko sistemik yang berasal dari tindakan para pelaku di industri jasa keuangan.

Sejumlah contoh instrumen makroprudensial yang telah ditetapkan oleh BI adalah kewajiban perbankan untuk menyediakan giro wajib mini-mum loan to deposit (GWM LDR) dan kebijakan pembatasan nilai utang (loan to value/LTV). Kedua instrumen tersebut secara langsung berdampak pada melambatnya penyaluran kredit perbankan karena bank tak bisa lagi jor-joran menyalurkan kredit. Dengan demikian, diharapkan tingkat likui-ditas bank akan terjaga. Di samping itu, kualitas kredit juga dapat dijaga baik karena bank lebih selektif memilih calon debitur.

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

11

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 13: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Monetaria

Salah satu tahapan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi pengawasan makroprudensial

adalah melakukan stress test, yakni pengukur-an dampak risiko jika terjadi krisis keuangan.

Stress test yang dilakukan oleh BI akan menunjukkan seberapa tahan sistem keuang an di Indonesia ketika menghadapi krisis, baik yang bersumber dari dalam mau-pun luar negeri. Stress test juga mengukur dampak lanjutan yang akan terjadi ketika krisis benar-benar menghantam.

Stress test merupakan simulasi yang dilakukan dengan beragam skenario. Sejumlah risiko yang dipantau dalam pro-ses stress test adalah risiko kredit, risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko harga surat utang negara, risiko likuiditas, serta kombi-nasi dari seluruh risiko tersebut.

Hasil pengukuran yang dilakukan melalui stress test menjadi pijakan awal pem-berian sinyal-sinyal oleh BI, yang kemudi-an akan direspons oleh regulator maupun pelaku industri.

Adapun, krisis subprime mortgage umumnya dikaitkan dengan krisis keuangan di Amerika Serikat pada 2008 yang diawali oleh krisis di bidang pembiayaan perumahan pada 2007.

Ketika itu, harga rumah dan properti di AS sangat tinggi. Harga rumah yang terus menanjak dan berlangsung dalam jangka waktu lama telah membuat pada debitur kredit rumah menjaminkan rumah yang masih dicicil kepada bank dan lembaga keuangan lainnya guna mendapatkan kredit yang akan dibelikan properti dengan nilai lebih tinggi.

Ketika suku bunga AS meningkat pada 2006-2007, dibarengi dengan mulai menu-runnya harga properti yang sebelumnya dinilai terlalu tinggi, menyebabkan kredit-kredit itu macet. Debitur gagal bayar. Rumah-rumah yang belum selesai dicicil disita.

Akibatnya merembet kemana-mana. Krisis kredit perumahan berdampak pada produk-produk surat berharga yang meng-gunakan cashflow dari kredit properti se bagai jaminan (mortgage­backed secu­rities). Harga-harga surat berharga jenis ini merosot. Padahal, produk ini banyak dikoleksi oleh berbagai institusi keuangan di AS dan Eropa.

Bisa ditebak jika pada akhirnya kerun-tuhan pasar mortgage berdampak sistemik. Nilai investasi institusi keuangan yang memiliki instrumen investasi berupa surat berharga berbasis kredit properti di AS mero-sot tajam. Kondisi ini menyeret indeks pasar saham di AS dan Eropa, dan menyebarkan sentimen negatif terhadap pasar keuangan di seluruh dunia.

Stress Test dan Krisis Subprime Mortgage

Dari sisi pengawasan makroprudensial, BI melakukan penga-wasan terhadap sistem keuangan melalui pengawasan langsung maupun tidak langsung. Dalam pelaksanaannya, BI bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya tersebut dilakukan untuk melakukan penilaian risiko sistemik melalui pemantauan perkembangan kondisi sistem keuangan, identifikasi risiko sistem keuangan, serta analisis dan penilaian risiko sistem keuangan.

Sebagai pengawas yang melakukan pengawasan secara makro alias keseluruhan, BI kini tak hanya berkutat pada pengawasan terha-dap perbankan sebagaimana yang menjadi tugas BI sebelumnya sebe-lum fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan dialihkan kepada OJK. Kini, BI juga berhak mengawasi industri jasa keuangan secara menyeluruh termasuk perbankan, asuransi, pasar modal, dan lembaga keuangan lainnya dalam kerangka pengawasan makroprudensial.

Fungsi pemantauan ini diamanatkan oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial. Aturan tersebut pada dasarnya mem-perjelas kerangka pengaturan dan pengawasan makroprudensial yang dilakukan oleh BI.

Pemantauan yang dilakukan oleh BI bukan dilakukan untuk menilai risiko lembaga keuangan secara individual, melainkan ber-tujuan untuk mendeteksi dan memberikan sinyal akumulasi keti-dakseimbangan (imbalance) dan kerawanan (vulnerabilities) yang mungkin berdampak sistemik. Oleh karena itu, pemantauan hanya fokus kepada sejumlah entitas yang dinilai penting dan berpengaruh, yakni bank-bank besar yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem

keuangan berikut konglomerasinya.Berdasarkan hasil pemantauan, dilakukan identifikasi dan

penilaian risiko sistem keuangan antara lain untuk melihat sensiti-vitas risk factor terhadap kinerja dan ketahanan permodalan bank. Identifikasi risiko sistemik dilakukan dengan mengenali sumber-sum-ber risiko serta memahami jalur transmisi risiko dalam sistem keuang-an dengan menggunakan indikator-indikator sistem keuangan dan makroprudensial, termasuk early warning system.

Berdasarkan transmisi risiko tersebut, potensi risiko sistemik dapat diidentifikasi dengan menganalisis keberanian mengambil risiko (risk taking behavior) yang tercermin pada portofolio dan ekspo-sur institusi keuangan yang dapat menciptakan ketidakseimbangan (imbalance) atau tekanan (stress) pada sistem keuangan.

Penilaian risiko sistem keuangan dilakukan menggunakan sejum-lah alat ukur misalnya pengujian tingkat ketahanan (stress testing), pengukuran indeks, serta berbagai model pengukuran risiko sistemik lainnya.

Dalam pengawasan makroprudensial, BI tidak menetapkan tingkat kesehatan bank secara individual yang merupakan wewenang dari OJK. Tujuan BI adalah mewujudkan stabilitas keuangan secara keseluruhan. Dalam kaitan itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah pernah mengibaratkan pengawasan ma kroprudensial se bagai upaya menjaga kualitas hutan secara menyeluruh, sedang-kan mikroprudensial fokus pada pengawasan satu persatu pohon yang tumbuh di dalam hutan. Keduanya tidak saling bertentangan, justru saling melengkapi satu sama lain.

PERSPEKTIF

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

12

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 14: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

POTRET

Menjelang tutup tahun, Bank Indonesia resmi membuka kantor perwakilan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

pada 27 November 2014 dan Papua Barat pada 4 Desember 2014. Kedua kantor per-wakilan diresmikan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo.

Saat meresmikan   kantor perwakilan di Provinsi Babel yang juga dikenal de ngan Negeri Serumpun Sebalai, Agus Marto, demikian Gubernur BI biasa dipanggil, se-dikitnya memberikan dua catatan utama untuk kantor perwakilan BI tersebut. Per­tama, pertumbuhan ekonomi yang selama tiga tahun terakhir berada di bawah rata-ra-ta nasional. “Hal itu diakibatkan oleh perlam-batan kinerja sektor timah di pasar global, dan melemahnya permintaan dari mitra da-gang Tiongkok,” jelasnya.

Catatan Kedua adalah mengenai inflasi daerah Babel yang lebih tinggi dari rata-rata inflasi nasional dan wilayah Sumatera. Kon-

tribusi penyumbang inflasi, ialah permasalahan logistik karena wilayah provinsi ini yang berupa kepulauan.

Agus menargetkan kehadiran BI di Bangka Belitung dapat memper-baiki kinerja pertumbuh an ekonomi daerah dan mere-dam gejolak inflasi. Koordi-nasi dengan pemangku ke-bijakan di daerah menjadi

saran Gubernur BI. Bak gayung bersambut, Gubernur

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rus-tam Effendi menegaskan pihaknya siap bekerjasama dengan BI Perwakilan Bangka Belitung untuk mendorong pertumbuh an ekonomi berkelanjutan dan menekan inflasi. 

“Karena keinginan untuk ada BI di sini [Pangkalpinang] sudah dari dulu. Ini bisa bantu percepatan ekonomi kemudian ken-dalikan inflasi, dan memudahkan kli ring,” ungkapnya.

Rustam menuturkan pemerintah provinsi   siap berkoordinasi dengan BI. Pi-haknya berharap kerja sama dengan BI berupa masukkan untuk peningkatan per-ekonomian dan diversifikasi sektor ekono-mi, sehingga tidak hanya bertumpu pada hasil timah.

Sementara itu, seiring dengan peresmi-an kantor perwakilan BI Papua Barat, sederet agenda baru pun disiapkan untuk menyo-kong ekonomi di Tanah Papua.

Kantor BI wilayah Papua Barat menempa-ti gedung eks kantor Bappeda Papua Barat, di Jalan Jogjakarta No.1 Manokwari. Gedung ini pernah ditempati Nederland Handles Maatscappi (NHM) dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Papua Barat dijabat Henri N. Tanor yang sebelumnya bertugas di Bank Indonesia pusat.

BI pernah hadir di Manokwari di era Ekonomi Terpimpin antara tahun 1959 hing-ga 1965. Kala itu, BI bertugas menjalankan aktivitas komersial sekaligus melaksanakan fungsi bank sentral di Irian Barat. Pada 1 September 1969 di masa pembangunan ekonomi, Kantor Cabang BI Manokwari, Sorong, dan Merauke ditutup. Fungsi bank sentral di seluruh wilayah tersebut dilaku-kan oleh Kantor Perwakilan BI Jayapura.

Jika dirunut kembali, Kantor cabang BI pertama yang didirikan di Irian Barat adalah BI Kotabaru atau Jayapura. Kantor tersebut didirikan pada 13 Desember 1962. Tak lama berselang BI kembali mendirikan kantor cabang di Biak karena tidak ada hubungan transportasi langsung antara Jakarta dan Kotabaru. Saat itu hanya Kota Biak yang memiliki sarana memadai untuk pengirim-an uang (remise) melalui jalur udara.

Setelah kedua kantor tersebut berdiri, BI mendirikan kantor cabang di Sorong pada 14 Maret 1963 dan Manokwari pada 17 Maret 1963. Berikutnya berdiri Kantor Cabang BI Merauke pada 19 Maret 1963. Pendirian ketiga kantor cabang baru itu

Kantor Perwakilan di Papua dan Bangka Belitung

Memperbaiki EkonomiDaerah

13

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 15: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

dilandasi kewajiban BI meneruskan ke giatan NHM yang telah diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.

Berdasarka Peraturan Pemerintah No.40/1968 yang dikeluarkan pada 27 Desember 1968 kegiatan komersial BI di Irian Barat dihentikan mulai 31 Desember 1969 untuk dialihkan ke bank umum. BI pun harus melepas usaha komersialnya di Irian Barat yang berujung pada penutupan kantor cabang di Manokwari, Sorong, dan Merauke.

Adapun kantor cabang di Jayapura dipertahankan, tapi hanya menjalankan tugas kebanksentralan, sedangkan kan-tor cabang di Biak berubah status menjadi kantor remise di bawah koordinasi Kantor Cabang Jayapura.

Tugas Kantor Remise Biak hanyalah menerima kiriman remise dari Jakarta untuk wilayah Irian. Guna menampung tugas komersial yang ditinggalkan BI maka didirikan kantor cabang Bank Ekspor Impor Indonesia di lima kota tersebut. Namun, pada perkembangannya kantor tersebut ditutup pada 1 Juni 1970 dan tugasnya dialihkan ke kantor cabang Jayapura, kare-na telah tersedia transportasi udara antara Jakarta dan Jayapura pasca pembangunan Lapangan Udara Sentani.

Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, kembali hadirnya BI di Papua Barat tak lepas dari surat permintaan Gubernur Papua Barat pada 22 Oktober 2012 yang meminta pendirian kantor BI di wilayah mereka. Salah satu yang melatarbelakangi permintaan terse-but adalah masih banyaknya uang tak layak edar di Papua Barat.

Dari pendataan 14 November 2014 hingga awal Desember 2014 setidak nya didapati uang Rp7 miliar di Kabupaten Manokwari berstatus tak layak edar.

Tantangan semakin berat karena belum

semua wilayah tersentuh perbank-an. Sejauh ini ini terdapat 26 kan-tor cabang bank di Papua Barat. Sebanyak 11 kantor di antaranya berada di Kabupaten Manokwari.

Masih terdapat dua kabupaten dari total 13 kabupaten di Papua Barat yang belum terjaman kantor bank.

Meski demikian pertumbuhan industri perbankan di Papua Barat sejatinya cukup menjanjikan. Hingga kuartal III/2014 total aset perbankan di wilayah tersebut sudah menca-pai Rp13,58 triliun. Adapun total dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit pada periode yang sama masing-masing tercatat Rp12,43 triliun, dan Rp8 triliun. Non performing loan (NPL) juga hanya 2,03% jauh di bawah batas aman yang ditetapkan sebesar 5%.

EKONOMI PAPUAKehadiran BI juga diharapkan dapat

memacu pertumbuhan ekonomi yang dalam dua kuartal ter akhir 2014 mencatat-kan inflasi cukup rendah. “BI hadir di Papua Barat untuk memastikan rupiah bersirkulasi dengan baik, ada di seluruh area. Kami juga akan memberikan asistensi untuk pengen-dalian inflasi,” ujar Gubernur BI.

Ekonomi Provinsi Papua Barat pada triwulan III/2014 mencapai 7,79% year on year (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan nasional pada triwulan II/2014 yang tercatat 5,12% yoy. Hingga triwulan III-2014, inflasi gabungan di Provinsi Papua Barat tercatat 5,27% yoy atau lebih rendah dari inflasi nasio nal yang mencapai 6,70% yoy.

Namun, bukan berarti upaya pengem-bangan ekonomi di Papua Barat bakal semakin mudah. Menurut Gubernur BI kemiskinan masih menjadi tantangan besar di wilayah tersebut.

Berdasakan Kajian Ekonomi dan

Keuangan Regional BI diketahui jumlah pen-duduk miskin di provinsi ini hingga Maret 2014 mencapai 229.430 jiwa atau sekitar 27,13% dari total populasi, naik dibanding-kan posisi Maret 2013 yang tercatat 224.273 jiwa atau 26,67% dari total populasi.

“Akan ada forum dengan Pemda untuk mengkaji ekonomi daerah guna men-dukung pertumbuhan ekonomi.,” kata Gubernur BI.

Dalam menjalankan fungsinya, BI akan mengembangkan sistem pembayaran. Selain menyelenggarakan BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement), KPw BI Papua dan Papua Barat juga memfasili-tasi kegiatan kliring antarbank melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di wilayah Jayapura, Biak dan Sorong. Bank sen-tral juga akan memacu penggunaan uang elektronik.

Kepala KPw BI Papua Barat Henri N. Tanor mengatakan pihaknya menyiapkan sejumlah agenda di masa awal operasio nal BI Papua Barat. Tahap penting yang akan dilakukan adalah pembenahan internal.

KPw BI Papua Barat didukung 28 karya-wan, di mana 13 di antaranya merupakan warga asli Papua. Diharapkan keha diran BI akan melancarkan transaksi lantaran kas ter-penuhi. Dia mengakui sejumlah bank masih kerap kerepotan melayani penarik an tunai dalam jumlah besar oleh nasabah karena kas harus didistribusikan dari Papua.

Sementara itu, Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi mengatakan kehadir-an BI akan menguatkan iklim investasi. Dia mengatakan ketersediaan komunikasi dan transportasi yang mencukupi akan menen-tukan pembangunan Papua Barat ke depan.

POTRET

14

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 16: Gerai Info BI No51-re.indd

LIPUTAN

Menjelang penghujung 2014, Bank Indonesia (BI) kembali menggelar pertemuan tahunan, yang rutin digelar sejak 1969. Pertemuan Tahunan BI 2014 diadakan di Jakarta

Convention Center, Kamis malam, 20 November. Tidak hanya kalang-an perbankan yang hadir, menteri kabinet kerja dan pimpinan lemba-ga negara (OJK, LPS, BSBI) pun tampak memadati ruang pertemuan bersama dengan parlemen, akademisi, gubernur dan pelaku usaha. Presiden Joko Widodo juga hadir dan menyampaikan sambutannya.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dalam sambutan yang mengusung tema “Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural”, memaparkan antara lain mengenai tantang-an, prospek perekonomian, serta arah kebijakan BI ke depan.

Perekonomian Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global, kata Agus, diperkirakan akan menapaki jalan terjal dan ber-gelombang, meski perekonomian global terlihat mulai pulih. Apa saja itu? Mulai dari sektor eksternal, seperti kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang diprediksi akan menimbulkan gejolak di pasar keuangan global, perlambatan ekonomi Tiongkok yang akan berdampak pada perdagangan dunia.

Sementara dari domestik, hal yang perlu diwaspadai adalah tingkat utang luar negeri korporasi yang semakin membesar yang tidak dibarengi dengan penerapan lindung nilai, akumulasi modal portofolio oleh investor luar negeri pada obligasi negara dapat dengan mudah mengalir keluar serta memicu gejolak kurs ketika terjadi gejolak dari eksternal, kelemahan pada struktur produksi domestik, serta kurang tersedianya alternatif pembiayaan dalam perekonomian.

“Memperhatikan itu semua, mesin-mesin perekonomian kita perlu diperbaiki dan diperkuat. Untuk menjawab ini, Pemerintah de ngan Kabinet Kerja-nya telah melakukan reformasi di ber bagai bidang. BI menyambut baik hal ini dan siap bersinergi de ngan Pemerintah untuk mempercepat reformasi struktural guna mening katkan efisiensi perekonomian,” kata Agus.

ARAH BI 2015Salah satu penggerak roda perkonomian adalah kestabilan

ekonomi makro yang tercermin dari terjaganya inflasi. Selain itu, kondisi saat ini menunjukkan dunia yang semakin kompleks, semakin penuh persaingan, dan semakin saling terkait, pengala-man dari krisis global mengindikasikan peran Bank Sentral yang lebih aktif sangat dibutuhkan.

Menyikapi hal itu, Agus menjelaskan, BI perlu bertransformasi dan membangun keunggulan intinya. Oleh karenanya, dicanangkan

program transformasi Arsitektur dan Fungsi Strategis BI 2015-2024, dengan menetapkan program-program strategis dalam 5 tema, yaitu Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization, dan State of The Art of Technology.

Kelima tema tersebut akan menjadi arah dan pedoman BI untuk menjadi lembaga yang kredibel dan terbaik di regional. Cita-cita ini akan dicapai melalui pelaksanaan tiga mandat pokok, yaitu kebijakan moneter yang konsisten dan kredibel, stabilitas sistem keuangan yang kuat dan teruji, dan penyelenggaraan sistem pem-bayaran yang inovatif dan bertatakelola baik.

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan mandat ini, BI juga akan memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas lembaga, serta menata dan memperkuat organisasi, SDM, dan tata kelola, serta pemanfaatan teknologi informasi dan analisa berbasis big data.

Untuk memperkuat organisasi dan SDM, jaringan kantor BI akan diperluas dari 30 provinsi menjadi 34 provinsi. Kantor per-wakilan (KPw) baru sebagai “mitra strategis” bagi pemerintah dae-rah akan dibuka di empat provinsi yaitu Bangka-Belitung, Papua Barat, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Utara. Seluruh program-program yang akan dilakukan dapat terwujud jika didukung oleh SDM profesional yang berkualitas dan berkelas dunia. Untuk mem-perkuat pengelolaan SDM dan pengembangan talenta antara lain akan dibangun “BI Academy” sebagai pusat pengembangan profesionalitas pegawai, melalui kerjasama dengan institusi riset dan pendidikan terbaik di dunia.

Tak hanya dari sisi internal, berbagai jurus untuk meng-awal kemakmuran negeri juga sudah disiapkan. BI akan terus

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

15

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2014:

MENGANTISIPASI Tantangan Global & Nasional

Page 17: Gerai Info BI No51-re.indd

LIPUTAN

16

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

konsisten mengimplementasikan kebijakan moneter dan mak-roprudensial yang berorientasi stabilitas dan juga kebijakan reformasi struktural guna meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan daya saing di sisi produksi.

Di bidang moneter, antara lain BI secara bertahap akan meng-upayakan tingkat inflasi terjangkar pada laju yang semakin ren-dah. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian inflasi melalui forum TPI/TPID akan diteruskan, dan komunikasi kebijakan kepada publik ditingkatkan.

Uang sebagai darahnya perekonomian juga menjadi fokus utama. Guna memperluas sumber pembiayaan dalam perekono-mian, BI telah menetapkan inisiatif pendalaman pasar keuangan. Ini semua akan dilandaskan pada lima pilar, yaitu:1. Pembenahan regulasi dan standardisasi.

Reformasi regulasi dilakukan untuk mendorong peran pelaku pasar dan dibarengi dengan pengaturan dan pengawasan pasar uang oleh BI. Penyempurnaan regulasi di pasar valas terkait trans-aksi lindung nilai akan dilanjutkan.2. Penguatan kelembagaan.

BI, bersama dengan Kementerian Keuangan dan OJK, akan meme-lopori pembentukan “Komite Nasional Pendalaman Pasar Keuangan” untuk mensinergikan visi-misi pengembangan pasar keuangan.3. Pengayaan instrumen dan perluasan basis investor.

BI akan mendorong tersedianya keragaman instrumen di pasar uang, sebagai sumber pendanaan (funding) dan sebagai instrumen pengelolaan likuiditas. Koordinasi dengan OJK juga dilakukan untuk mendorong peran dana pensiun dan asuransi, guna mengembangkan pasar obligasi korporasi.4. Penguatan infrastruktur pasar.

Platform transaksi berbasis bursa akan dikembangkan untuk memperkuat transparansi di pasar uang guna meng efisienkan transaksi di pasar uang, sekaligus se bagai media pengendalian risiko bagi pelaku pasar.5. Edukasi dan sosialisasi secara meluas.

Di bidang makroprudensial, BI akan meningkatkan kapa-bilitas untuk mencegah dan memitigasi risiko yang berpotensi sistemik dan menimbulkan ketidakseimbangan finansial, antara lain melalui penguatan kerangka kebijakan makroprudensial, penguatan instrumen makroprudensial, macro stress test untuk

memastikan ketahanan perbankan dan korporasi non-bank ter-hadap gejolak berbagai jenis risiko, serta survei berkala untuk mengukur risiko yang dihadapi rumah tangga.

PEMERIKSAAN LANGSUNGBI juga akan melaksanakan surveillance dan pemeriksaan

langsung pada systemically important banks dan lembaga lain yang terkait dengan bank, menerapkan aturan komponen per-modalan yang dikaitkan dengan siklus keuangan (countercyclical capital buffer), penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum yang berbasis Loan to Deposit Ratio, penyempurnaan Loan to Value Ratio dan Suku Bunga Dasar Kredit serta penguatan koor-dinasi dengan OJK di ber bagai bidang.

Keuangan syariah juga akan mendapat perhatian. Indonesia sudah menguatkan tekad untuk menjadi pusat keuangan sya-riah dunia, sebagaimana disampaikan dalam perhelatan OKI di Surabaya pada 3-9 November 2014. Tentu saja, banyak hal yang harus dikerjakan untuk mewujudkan ini, antara lain melalui pengembangan opsi syariah yang kompetitif bagi setiap instru-men keuangan konvensional, pasar obligasi SUKUK yang dalam dan likuid, regulasi yang kondusif, dengan didukung SDM yang berkualifikasi tinggi.

Pengembangan UMKM juga akan ditingkatkan, antara lain melalui peningkatan kapabilitas UMKM agar memenuhi kriteria kelayakan pembiayaan bank, di antaranya melalui modernisasi pencatatan transaksi keuangan dan mekanisme credit rating yang tidak memberatkan.

Di bidang sistem pembayaran. Pada 14 Agustus 2014, BI ber-sama kementerian mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai. Hal ini akan digalakkan BI guna mendorong efisiensi perekono-mian nasio nal melalui perluasan transaksi non tunai. Upaya ini akan dilakukan dengan menggandeng Pemerintah Pusat dan Daerah serta industri sistem pembayaran. inisiatif. Penggunaan pembayaran non tunai ini didorong melalui perluasan digital payment.

Reformasi di bidang ini akan dilakukan pada tiga area yaitu; perluasan elektronifikasi pembayaran, pembangunan infrastruk-tur sistem pembayaran, serta penguatan pengaturan dan peng-awasan sistem pembayaran berbasis risiko sebagai pelengkap macro surveillance yang dilaksanakan selama ini.

LIPUTAN

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Berada dalam kapal yang sama, kami adalah teman seperjalanan. Bank Indonesia akan memastikan bahwa di tengah

besarnya hantaman gelombang, kencangnya angin haluan, dan gelapnya badai di musim pancaroba, Bangsa Indonesia, tetap dapat melihat cahaya di cakrawala dan terus maju ke depan.

— Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo

Page 18: Gerai Info BI No51-re.indd

17

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

BI PEDULI

Warna daun lebih hijau, serat lebih kuat, batang tampak mengkilat, dan empat sisir buah pada tiap tandan adalah beberapa ciri pisang abaka (musa textilis). Seperti nama Latin-nya, sejak lama, pen-

duduk Kepulauan Talaud di Sulawesi Utara memanfaatkan serat dari batang abaka sebagai bahan pakaian yang disebut “kofo”.Seratnya bahkan cukup kuat untuk dianyam menjadi jala dan pengganti senar untuk tali pancing.

Jika dibandingkan dengan negara lain, pemanfaatan abaka di Talaud memang tampak belum maksimal. Di beberapa negara, serat abaka banyak dipakai sebagai bahan kain jok mobil mewah, pem-bungkus kabel listrik, peredam suara kapal terbang, dan berbagai manfaat lain yang multi-fungsi. Di Philipina dan Ekuador, yang tercatat sebagai penghasil abaka terbesar di dunia, serat dari batang pisang ini bahkan dikenal sebagai bahan baku kertas uang dengan kualitas terbaik, sehingga dipakai untuk mencetak dolar Amerika dan euro.

Di Talaud, sejarah budidaya Abaka secara lebih serius baru diawali pada 1984. Sebelum itu, para petani hanya memanfaat-kan abaka dengan penanaman tradisional atau mengadalkannya dari pohon-pohon yang tumbuh subur di pinggiran kali seperti Sungai Essang. Beberapa dari mereka kemudian mengembang-kannya sebagai tanaman pertanian, seperti di Essang, Beo Utara, Pulutan, Rainis, dan Tampa Amma. Di Essang saja, saat ini terda-pat setidaknya 150 hektar lahan abaka.

“Kendala saat itu ialah tidak adanya pasar yang tersedia dan belum ada pengembangan,” kata Djanus Amiman, Kasubag In-vestasi Daerah Talaud, awal Juli 2013 lalu. Permasalahan lain ada-lah keterbatasan bibit, kurangnya mesin pemroses serat (mesin dekorikator), dan modal kerja. Para tetani umumnya juga mem-butuhkan pendampingan dan koordinasi lintas sektor dengan para pemangku kebijakan setempat.

Sejak Oktober 2010, PT Dharma Bumi Berdikari yang berfokus pada bahan tali mulai membeli hasil serat abaka dari masyarakat untuk diekspor ke Amerika. Menyusul kemudian, akhir 2012, PT Kertas Leces Probolinggo Jawa Timur datang ke Talaud untuk membeli hasil produksi yang mulai bertambah.

Para pembeli ini menghargai abaka antara Rp 3-7 ribu per batang. Jika sudah diproses dalam bentuk serat, sebatang po-

hon pisang bisa menghasilkan 4-5 kilo bobot kering, dengan harga 6-7 ribu per kilogramnya, sehingga lebih menguntungkan bagi petani. Dengan potensi pasar yang mulai tampak meluas, mereka kini bersemangat menanam abaka.

Peluang inilah yang juga secara serius diamati Bank Indone-sia Provinsi Sulawesi Utara. Sejak Mei 2011, BI bahkan telah men-jadikan abaka sebagai salah satu produk unggulan Talaud selain kelapa, cengkih, kopra, dan pala. Bersama pemerintah daerah setempat, BI membuat Forum Pengembangan Ekonomi Daerah, dengan tujuan memberdayakan ekonomi di wilayah perbatasan melalui abaka, sekaligus berusaha mewujudkan Talaud sebagai produsen abaka terbesar kedua di dunia.

“Dunia tidak tahu bahwa Talaud memiliki abaka,” kata Djanus. “BI yang membantu membuat pasar di luar mengetahui potensi kami. Ketika abaka kami dapat diekspor dan diberitakan ke du-nia, investor akan berdatangan.”

Pada Nopember 2012, nota kesepahaman diteken oleh Bupa-ti Kepulauan Talaud, Constantine Ganggali, dan Kepala BI Provin-si Sulut, Suhaedi. Bersamaan dengan itu diberikan 1.000 bibit abaka sebagai simbol kerja sama dan dimulainya implementasi

Serat AbakaUnggulan TalaudKepulauan Talaud bertekad menjadi penghasil serat abaka terbesar kedua di dunia. Potensi yang besar harus ditopang dengan sentuhan teknologi dan pendampingan.

BI PEDULI

17

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Page 19: Gerai Info BI No51-re.indd

18

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Program Sosial Bank Indonesia di sektor ini. Selain bibit, bantuan lain adalah alat pemroses serat, mesin pemangkas rumput, dan pendampingan berupa pelatihan-pelatihan.

Ada pula bantuan modal kepada 4 kelompok untuk realisasi pengadaan bibit. Di antaranya yaitu kelompok Usaha Bersama di Desa Tabang, Kecamatan Rainis; kelompok Matelaen Desa Tabang di Kecamatan Rainis; kelompok Senebangen Desa Lalue di Kecamatan Essang; dan kelompok Mabers Desa Bulude di Ke-camatan Essang. “kami ingin memberikan sentuhan teknologi, tidak lagi dengan penanaman secara tradisional,” ujar Bertje Su-mayku, konsultan dari kantor BI Sulawesi Utara.

Target setiap kelompok adalah 50.000 bibit yang akan dijual ke pemerintah daerah dengan harga 1.500/bibit. Dari situ kemu-dian bibit akan disalurkan untuk masyarakat. Sejak Nopember 2012-Juli 2013, hasil yang didapatkan di antara keempat kelom-pok ternyata beragam. Raut muka masam dan keluhan bertu-rut-turut dilontarkan Yandri Karundeng, Ketua kelompok Usaha Bersama saat ditemui awal Juli 2013 di Desa Tabang Kecamatan Rainis. “Di sini sulit sekali cari bonggol dan banyak hama seperti jamur putih,” kata Yandri (26). Pola anakan, yaitu dari satu bong-gol bisa menghasilkan idealnya 2-3 tunas baru, ternyata tidak berhasil. Satu bonggol hanya bisa tumbuh satu anakan.

Rupanya, Yandri luput membuat saluran air. Akibatnya, anakan sebagai benih tidak tumbuh dengan sehat dan banyak bonggol berjamur. Anggotanya satu per satu keluar, dari mulanya 20 hing-ga tersisa 10 orang. Yandri kerap kali menutupi pembelian bong-gol dengan uangnya sendiri. Saat ini, ia baru mampu menyetor 10.000 ribu benih kepada Pemda Talaud, dari target 50.000 benih.

“Kami masih ingin menjaga kepercayaan dengan BI. Kami akan terus berusaha”, Yandri tak patah semangat.

Di kelompok Matelaen juga hampir sama. Hariadi, sang ke-tua kelompok, mengatakan baru mampu menghasilkan 5.000 benih, karena ketika memulai pembenihan, 3.000 lebih bonggol tenggelam di laut pada saat pengiriman ke Matelaen.

Situasi berbeda terjadi pada kelompok di Kecamatan Essang, yaitu Senebangen dan Mabers. Anakan pisang mereka tumbuh dengan subur. Bonggol sangat mudah didapatkan di desa sana, bahkan bertebaran di pinggir Sungai Essang.

Djupri, koordinator kelompok di Kecamatan Essang patut berbangga. Setiap kelompok tidak kurang menghasilkan dari 11.000 bibit anakan siap kirim. Satu bonggol tumbuh 2-4 tunas dari 3 kali pemotongan. Harga pemberlan satu bonggol pun

lebih murah, berkisar Rp 1.000 dan dijual ke Pemda Rp 2.900/bibit, setelah dipindahkan ke tempat benih dari bahan plastik.

Bertje berharap, sistem penanaman benih abaka di masa datang mestinya tak lagi mengandalkan anak an, melainkan dengan “kultur jaringan”. Dengan sistem perbanyakan seperti itu, volume yang dihasil-kan akan makin besar dengan kualitas yang seragam.

“Memang saat ini masih dianggap mahal,” kata dia. Tapi, dengan potensi produksi yang besar dan peluang pasar yang luas, anggapan tentang biaya pembibitan itu boleh jadi akan segera berubah. Apalagi dengan ha-dirnya BI secara lebih aktif dalam menggarap potensi itu, sehingga akan mendorong lembaga pembiayaan atau perbankan untuk bisa ikut terlibat. Bukan mustahil Talaud benar-benar akan menjadi salah satu produsen terbesar abaka di dunia.

“BI yang membantu membuat pasar di luar mengetahui potensi kami. Ketika abaka kami dapat diekspor dan diberitakan ke dunia, investor akan berdatangan.”

BI PEDULI

18

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Page 20: Gerai Info BI No51-re.indd

19

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

KORIDOR

“Setelah ada OJK (Otoritas Jasa Keuangan), apa yang diker-jakan oleh Bank Indonesia (BI), mengingat pe ngawasan

kepada bank sudah diambil alih OJK?”. Pertanyaan ini muncul dari salah satu murid sekolah menengah atas (SMA) pada saat acara kunjungan edukasi publik di Ruangan Gedung BI Thamrin. Jakarta. “Waduh anak ini pasti ngantuk, deh. Dari tadi sebenarnya sudah diterangin panjang lebar. Eh, masih belum paham”. Tapi nggak apa-apa, itulah fungsi bertanya. Supaya benar benar men-jadi tahu. Pertanyaan ini ternyata bukan hanya muncul pada saat acara edukasi publik saja. Pernah pula muncul di twitter, juga di telepon layanan informasi publik BI atau yang dikenal dengan BICARA (Bank Indonesia Call and Interraction).

Sebagai petugas layanan informasi publik (LIP), pertanyaan ini tentunya wajib dijawab. Apa jawabannya? Sejak awal tahun 2013, fungsi bank sentral dalam pengaturan dan pengawasan bank beralih ke OJK. Dalam konstelasi baru ini, OJK akan mengawal kebijakan mikroprudensial perbankan, sedangkan BI menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial. Pembagian ini tidak serta merta mengesampingkan fungsi BI dalam ikut menjaga kesehatan industri perbankan nasional. Dalam lingkup tugas yang baru, BI harus bisa terus memastikan kontribusi konstruktif perbankan nasional dalam sistem keuangan.

Jadi, peran BI pasca kelahiran OJK adalah sebagai pengawasan makro pru densial. Jika dianalogikan, kebijakan mikroprudensial tak

ubahnya seperti upaya memantau setiap pohon untuk memastikan pertumbuhan yang sehat. Sedangkan, kebijakan makro pru densial me -nyangkut ruang ling-kup yang lebih luas, yakni strategi untuk menjaga kondisi hutan se cara ke seluruhan. Sejak fungsi peng aturan dan pengawasan industri perbank-an—yang merupakan kebijakan mikropruden-sial—di alihkan kepada OJK pada 31 Desember 2013, maka tidak berarti peran BI serta merta tereduksi.

Bagi BI, menjalankan peran sebagai pe ngawal stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial bukanlah barang baru. Sesuai amanah Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang BI, upaya menjalankan fungsi itu sudah mulai dirintis sejak awal tahun 2000-an. Dalam menjalankan tugas dan wewenang di bidang sistem pem-bayaran misalnya, tidak berubah sejak berlakunya UU No. 21/2011 tentang OJK. BI tetap memiliki peran sebagai regulator, operator maupun fasilitator di bidang sistem pembayaran, termasuk fungsi perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. BI pun tetap dapat melakukan pemeriksaan kepada bank jika dianggap perlu.

Dengan begitu, koordinasi antara BI-OJK di bidang sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank menjadi

hal yang mutlak dilaku-kan. Karena dalam pelaksanaan tugas ada ba nyak persinggungan antara kedua lem-baga, misalnya terkait tugas di bidang per-izinan, pengawasan sistem pembayaran yang di selenggarakan oleh bank termasuk aspek perlindungan konsumen. Ilustrasi mengenai hutan dan pepohonan kurang lebih menjelaskan gambaran besar ruang lingkup kedua hal tersebut. Meskipun berbeda tetapi sangat erat berhubungan, sehingga koordinasi mutlak diperlukan.

Jawaban tersebut bukan hanya mem-berikan pemahaman kepada stakeholder, tetapi juga bentuk layanan informasi kepa-da publik yang wajib diberikan BI kepada user­nya. Ada data, informasi, kinerja, serta

“TWO WINGS”

19

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Dwi Mukti WibowoDepartemen Komunikasi

ubahnya seperti upaya memantau setiap pohon untuk memastikan pertumbuhan yang sehat. Sedangkan, kebijakan makro pru densial me -nyangkut ruang ling-kup yang lebih luas, yakni strategi untuk menjaga kondisi hutan se cara ke seluruhan. Sejak fungsi peng aturan dan pengawasan industri perbank-an—yang merupakan kebijakan mikropruden-sial—di alihkan kepada OJK pada 31 Desember 2013, maka tidak berarti peran BI serta merta

Bagi BI, menjalankan peran sebagai pe ngawal stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial bukanlah barang hal yang mutlak dilaku-

Layanan Informasi Publik BI

Page 21: Gerai Info BI No51-re.indd

KORIDOR

20

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

kebijakan terkini yang harus diseminasikan kepada publik. Semuanya menjadi kewajiban BI sebagai pemangku kepen-tingan publik. Kewajiban ini merupakan konsekwensi prinsip ke terbukaan dan governance, sekaligus implementasi Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)

Terkait dengan keterbukaan, BI sejak tahun 2012 aktif mengimplementasikan UU KIP serta Gerakan Open Government Indonesia (OGI). OGI adalah gerakan untuk mem-bangun pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif dan ino-vatif. OGI mulai didirikan pada 20 September 2011. Peran serta BI antara lain pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Publik (PPID) BI yang berparti-sipasi dalam program OGI yang dicanang kan Presiden RI melalui integrasi layanan informasi publik di website satu la yanan, satu pemerin-tah dan portal LAPOR (Layanan aspirasi dan Pengaduan Online Masyarakat), serta integrasi contact center untuk layanan informasi publik. Melalui layanan ini, BI mencoba menerobos pakem bank sentral yang selama ini dikesan-kan kaku dan tertutup. BI ingin lebih dekat dengan publik dan masyarakat.

DUA ARAHLIP BI juga dimaksudkan untuk memperoleh public trust agar

kebijakan BI efektif dan diketahui publik. Selanjutnya, diperlukan komunikasi publik secara dua arah, tidak bisa hanya one direction. Komunikasi dua arah ditujukan agar terjadi ‘mutual understanding’ antara BI dan publik sehingga apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh publik. Komunikasi dua arah itu diwujudkan dalam dua bentuk. Pertama, BI menyediakan website Bank Indonesia (www.bi.go.id) sebagai kanal informasi utama semua informasi publik Bank Indonesia dari kebijakan, data maupun informasi terkait BI. Publik tinggal akses untuk mengetahui semua data dan informasi. BI juga mengkomunikasikan kebijakannya melalui media sosial seperti twitter (@bank-indonesia), youtube (bankindonesiachannel), maupun flipboard. Kedua, BI menyiapkan LIP sebagai point of contact masyarakat (publik) ke BI. Masyarakat bisa menanyakan hal apa saja terkait data dan informasi yang dimiliki BI, termasuk kebijakan terkini BI.

LIP BI terdiri dari dua wings. Wings pertama adalah Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Sebagai amanah UU KIP dan implementasi OGI, PPID wajib ada di setiap lembaga publik termasuk Kementerian dan Lembaga. PPID bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik. Di BI, PPID dibantu oleh unit pengelola PPID dan Pejabat Fungsional Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PFPID) yang berada di seluruh sa tuan kerja. PFPID adalah contact person dan pejabat yang mengetahui seluruh infor-masi di satuan kerjanya masing-masing. PPID terintegrasi de ngan Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!), yaitu aplikasi media sosial yang melibatkan partisipasi publik dan bersifat dua arah, yang digunakan sebagai alat bantu melakukan monitor-

ing dan verifikasi capaian program pembangunan maupun pengadu-an masyarakat terkait pelaksanaan program pembangunan nasional.

Wings kedua adalah contact cen­ter BICARA atau Bank Indonesia Call and Interaction. Pendirian BICARA dimaksudkan sebagai solusi strategis untuk pengendalian dan pengelolaan arus permintaan informasi publik. Di

era keterbukaan informasi, lembaga publik dihadapkan pada tuntutan penyediaan layanan informasi yang optimal untuk memenuhi kehausan masyarakat akan informasi. Keterbukaan informasi tersebut bukan hanya diamanatkan oleh Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang KIP, tapi diharapkan akan mendorong masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses penyusunan kebijakan publik dan berpartisipasi pada tahap implementasinya. Pembentukan contact center BICARA ini agak berbeda dengan pembentukan contact center di lembaga-lembaga lain di tanah air. Contact center BI dibangun dalam konteks layanan informasi publik.

Dengan demikian, LIP BI terdiri dari PPID dan BICARA yang saling terintegrasi. Untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat, BI telah menyediakan point of contact yang simpel. Publik dapat meminta data atau informasi publik melalui:1. Call Center 131. Tekan nomernya dan tanyakan apa saja terkait

BI. Call center ini beroperasi di jam kerja.2. Email ke [email protected] atau Kirim fax ke (021) 38614583. Isi form permohonan informasi di website BI dengan masuk link:

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/bi-dan-publik/lip/Contents/Formulir.aspx atau menu Layanan Informasi Publik.

4. Datang ke Visitor Center BICARA di Lobby Menara Sjafrudin Prawiranegara-Bank Indonesia. Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta.

5. Kirim surat ke: Departemen Komunikasi Bank Indonesia, cq. Unit Pelaksana PPID, Jl. M.H. Thamrin No.2 (Gedung Thamrin) Jakarta 10350;Akhir kata, kemudahan akses menjadi kunci utama agar LIP BI

memberikan manfaat untuk meningkatkan efektivitas implemen-tasi kebijakan BI. Dengan meng-klik nomor 131, maka layanan informasi publik dengan moto We Always Provide Solutions ini lang-sung akan menyapa. “Hallo dengan BICARA. Ada yang bisa saya bantu?” Dibalik suara merdu ini, ternyata efektivitas komunikasi dua arah Bank Indonesia dipertaruhkan.

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

vatif. OGI mulai didirikan pada 20 September 2011. Peran serta BI antara lain pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Publik (PPID) BI yang berparti-sipasi dalam program OGI yang dicanang kan Presiden RI melalui integrasi layanan informasi

satu la yanan, satu pemerin-tah dan portal LAPOR (Layanan aspirasi dan

Masyarakat), serta integrasi

ing dan verifikasi capaian program pembangunan maupun pengadu-an masyarakat terkait pelaksanaan program pembangunan nasional.

terand Interaction. Pendirian BICARA dimaksudkan sebagai solusi strategis untuk pengendalian dan pengelolaan arus permintaan informasi publik. Di

Page 22: Gerai Info BI No51-re.indd

21

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

DINAMIKA

Perlu diingat bahwa pengalih-an salah satu tugas BI kepada OJK tersebut tidak serta merta mengecilkan peran yang diem-

ban sebagai bank sentral. Melepaskan tugas pengawasan

dan pengaturan perbankan, berarti BI melepaskan tugas di bidang mikropruden-sial. Dengan demikian, BI tak lagi bertu-gas mengawasi satu-persatu bank untuk melihat tingkat kesehatan masing-masing entitas bank. Saat ini, peran BI bergeser ke pengawasan makropru densial.

BI tetap mengawasi industri perbank-an, namun bukan dalam rangka menilai kualitas satu persatu bank, melainkan untuk memantau kondisi secara keselu-ruhan guna menjaga stabilitas sistem keuangan. BI berhak memeriksa bank

yang dinilai berpotensi menimbul-kan dampak sistemik terhadap sistem keuang an nasional.

Pengawasan makroprudensial men-jadi satu dari tiga pilar utama fungsi BI sebagai bank sentral. Dua pilar lainnya yakni kebijakan moneter dan sistem pembayaran.

Tujuan utama kebijakan makropruden-sial adalah mencegah terjadinya guncang-an terhadap stabilitas ekonomi. Sepanjang tahun 2014, sejumlah hal telah dilakukan oleh BI dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, se perti pendalaman pasar keuangan domestik, pemberlakuan kebi-jakan moneter ketat yang disesuaikan de -ngan kondisi ekonomi nasional, serta me -ning katkan efektivitas sistem pembayaran.

Secara khusus, BI terus menyem-purnakan sistem pengawasan ter-hadap potensi krisis keuangan dengan melibatkan sejumlah stakeholder yang merupakan anggota forum koordi-nasi stabilitas sistem keuangan (FKSSK) yakni Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan OJK.

Di sisi lain, BI juga mendapatkan peran baru terkait pengendalian inflasi sebagai salah satu upaya mengendalikan stabilitas ekonomi secara struktural. BI menjadi anggota Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat, sekaligus menjadi motor tim pengen-dalian inflasi di level daerah.

Seluruh fungsi yang melekat kepada BI ini mengukuhkan bahwa peran bank sentral sangat vital bagi stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

Memahami Pergeseran Peran BI

21

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Tirta SegaraDepartemen Komunikasi BI

Satu tahun berlalu setelah pengawasan dan pengaturan perbank-an beralih dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Apakah kemudian peran penting BI menjadi berkurang?

Page 23: Gerai Info BI No51-re.indd

Ada peristiwa unik dalam pembukaan Festival Danau Toba (FDT) 2014 di TB

Silalahi Center Balige, Kabupaten Toba Samosir. Festival kebanggaan masyara-kat Sumut yang diadakan kedua kalinya ini dimeriahkan oleh barisan ratusan siswa SMA 1 Balige yang berdiri berjajar dari Jalan Dr. Sutomo hingga TB Silalahi Center untuk membentangkan ulos sadum sepanjang 433 meter.

Horas! Horas!” seru mereka saat menyambut kedatangan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Niwandar, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, Bupati Toba Samosir Pandoptan Kasmin Simanjuntak, serta para tamu undang-an lainnya dalam pembukaan FDT 2014.

Ulos sadum yang merupakan salah satu jenis ulos dengan karakteristik warna-warna ceria dan umumnya digunakan dalam sua-sana suka cita tersebut adalah karya kelom-pok binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumut dan Aceh) yang melibatkan

20 penenun dan diproses selama tujuh bulan. Istimewanya lagi, pembuatan ulos tersebut tidak menggunakan sambungan, melainkan melalui proses penarikan benang. Berkat inisi-asi pembuatan ulos tersebut, Bank Indonesia pun menerima Piagam Penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk Rekor Pemerkasa pembuatan ulos terpanjang di dunia mengingat rekor sebelumnya hanya mencapai 60 meter. Piagam MURI diserahkan loleh Deputi Manager MURI Awan Rahargo

kepada Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX Difi A. Johansyah, di iringi tepuk tangan meriah pengunjung. “Pembuatan ulos ini bertujuan untuk melestarikan waris-an budaya Batak dan mengembangkan penenun ulos. Selain itu, FDT merupakan momentum untuk mengenalkan ulos kepa-da wisatawan domestik dan turis asing,” tutur Ka KPw BI Wilayah IX Difi A. Johansyah. Ulos, dia menambahkan, tak lagi hanya se bagai perlengkapan pesta bagi orang Batak, tetapi juga dapat digunakan sebagai baju ataupun interior rumah.

Selain kepada Bank Indonesia, Piagam Penghargaan MURI juga diberikan kepada Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sebagai Pendukung Pelestari Budaya dan Kelompok Tenun Ulos Sianipar sebagai Penenun ulos sadum terpanjang. Para pengunjung FDT memberikan apresiasi terhadap penghargaan MURtI dimaksud dan sangat antusias untuk melihat dan mengabadikan keindahan seni ulos sadum terpanjang di dunia tersebut.

Penyerahan Piagam Penghargaan MURI

Buku kebanksentralan Bagi Guru SMA Diluncurkan

Mantan Presiden Amerika, Abraham Lincoln mengemukakan, “The things

I want to know are in books; My best friend is the man who’ll get me a book I have not read”. Hal-hal yang ingin kutahu ada di dalam buku, sahabat terbaik adalah orang yang akan memberikanku sebuah buku yang belum aku baca.

Demikian sekelumit kata sambutan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas yang dibacakan oleh Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang (DPU), Lambok Antonius Siahaan, dalam launch­ing Buku Panduan Guru Ekonomi SMA/MA Muatan Kebanksentralan yang disusun oleh BI bekerjasama dengan Pusat Kurikulum

dan Perbukuan (Pus-kurbuk).

Acara yang diadakan 26 November 2014, di Ruang Sabha Widya Sila KPw BI Solo, dihadiri sekitar 200 guru ekonomi SMA/MA di wilayah Solo Raya serta puluhan tamu baik dari Muspida Kabupaten/Kota mau-pun dari dinas/instansi terkait. Acara diawali ensemble music dari SMK 8 Kota Surakarta didusul sambutan dari Kepala KPw BI Solo, Wakil Walikota Surakarta, Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang. Peluncuran buku ditandai dengan pembukaan giant book dan penan datangan buku oleh Direktur Eksekutif DPU, Lambok Antonius Siahaan.

Acara itu menandakan bahwa buku Panduan Guru Ekonomi SMA/MA Muatan Kebanksentralan resmi dapat digunakan

oleh guru ekonomi SMA/MA untuk menga-jar materi kebanksentralan.

Buku tersebut menjadi bukti kepedu-lian BI dalam mendukung dunia pendidikan. Buku yang berisi informasi kebanksentralan dan masalah ekonomi diharapkan mampu memberikan ilmu bagi pelajar karena disadari masih banyak masyarakat termasuk pelajar yang belum memahami fungsi dan peran BI sebagai Bank Sentral di Indonesia.

Pada saat bersamaan, diserahkan ban-tuan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) kepada MA Muhammadiyah Bekonang Kabupaten Sukoharjo dan SMA Adh-Dhuhaa Kabupaten Sukoharjo berupa uang masing-masing Rp100.000.000 dan Rp50.000.000 untuk perbaikan sarana prasarana sekolah dan perlengkapan laboratorium IPA.

Ulos Terpanjang di Dunia Guncang Festival Danau Toba 2014

22

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Page 24: Gerai Info BI No51-re.indd

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

RILEKS

23

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

Jawab pertanyaan di bawah ini dan dapatkan hadiah menarik dari Gerai Info Bank Indonesia:1. Sebutkan dua faktor eksternal yang menjadi tantangan stabilitas makro ekonomi Indonesia pada 2015? 2. Apa nama forum yang dijadikan Bank Indonesia sebagai wadah koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat dan daerah

untuk pengendalian inflasi?

Jawaban KUIS dan TEBAK KATA di email ke: [email protected] paling lambat 28 Februari 2015. Di dalam subyek email cantumkan “Kuis” atau “Tebak Kata” Edisi 51 / 2014,” dan sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor telepon yang dapat di-hubungi. Pemenang akan diumumkan dalam Gerai Info Bank Indonesia edisi selanjutnya.

TEBAK KATA

KUIS

Carilah istilah-istilah ekonomi di bawah ini pada susunan kata-kata mendatar atau menurun:1. Stabilitas2. Infl asi3. Akses4. Moneter5. Arah6. Obligasi7. Global8. Kurs9. Hedging10. Reformasi11. Prospek12. ULN13. Domestik

S S T A B I L I T A S xM X A R A H X N K K I OO H N X O P R F U S T BN X G L O B A L E E X LE J V X P X G A N S X IT N O B K U R S W X K GE X x H E D G I N G R AR L Q A D F L C B Z I Sx M X R E F O R M A S IX A P R O S P E K T G xU L N X D O M E S T I K

1. Koordinasi dengan satker/institusi lain.

2. Rekomendasi perumusan kebijakan.

3. Rekomendasi kepada institusi keuangan.

Pemeriksaan

Tindak Lanjut

Surveillance

PengumpulanData/Informasi

Know YourFinancial System

SIKLUSPENGAWASAN

MAKROPRUDENSIAL

MONITORING

IDENTIFIKASI

Siklus Keuangan &Makroekonomi

Lembaga Keuangan(SIB & Konglomerasi)

Pasar Keuangan

Korporasi

Rumah Tangga

ASSESSMENT Potensi RisikoSistemik

Assessmen Tematik danBottom Up Stress Test

Tematik danKhusus

Page 25: Gerai Info BI No51-re.indd

24

GERA

I INFO

BA

NK IN

DO

NESIA

EKSPOSE

Edisi 51 | 2015 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia

Bank Indonesia, sebagai regulator di bidang sistem pembayaran, senantiasa berupaya meningkat-kan aspek keamanan dalam tran-

saksi nontunai, termasuk transaksi melalui kartu debit maupun kartu kredit. Salah satu strategi yang dilakukan adalah mem-perkenalkan penggunaan personal iden­tification number (PIN) enam digit untuk transaksi kartu kredit.

Sebelumnya, verifikasi transaksi kartu kredit menggunakan tanda tangan. Pengalihan verifikasi transaksi menjadi PIN dengan enam digit nomor rahasia dilaku-kan demi alasan keamanan, sebab tanda tangan cenderung dapat dengan mudah dipalsukan.

Guna mengatur perpindahan sistem keamanan dari tanda tangan menjadi PIN, BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 serta Surat Edaran No.14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu. Beleid tersebut merupakan salah satu upaya BI untuk memperkuat perlindung-an bagi konsumen kartu kredit melalui pe ningkatan keamanan kartu serta pe nguatan manajemen risiko.

Terhitung sejak 1 Juli 2015, seluruh penerbitan kartu kredit baru atau perpan-jangan kartu wajib menggunakan sistem PIN 6 digit. Kartu kredit yang telah diterbit-kan pada periode sebelumnya dan masih berlaku diizinkan untuk tetap digunakan hingga tiba saatnya jatuh tempo dan harus melakukan penyesuaian.

Berangsur-angsur, penggunaan PIN enam digit dalam transaksi kartu kredit pun akan secara otomatis terlaksana.

BI menetapkan batas akhir transisi ke PIN hingga 30 Juni 2020. Dengan demikian, sejak 1 Juli 2020, seluruh transaksi kartu kredit wajib menggunakan PIN enam digit. Bila tidak, maka transaksi tidak dapat dilakukan.

Selain mewajibkan penerbit kartu kredit mengganti sistem verifikasi tran-saksi dari tanda tangan menjadi PIN, BI juga mengharuskan seluruh acquirer kartu kredit untuk menyesuaikan diri agar dapat menerima transaksi dari kartu kredit berba-sis PIN. BI memberikan waktu selambatnya hingga 30 Juni 2015.

Aturan ini berlaku tidak berlaku bagi kartu kredit yang diterbitkan oleh penerbit kartu kredit dari luar negeri ataupun tran-saksi di negara lain yang masih menerap-kan verifikasi dan autentikasi transaksi de ngan tanda tangan.

Tak hanya mewajibkan penyesuaian sistem keamanan kartu dan infrastruk-

tur penunjang, BI juga mewajibkan bank dan pihak penerima transaksi kartu kredit (acquirer) untuk melakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat menge-nai peralihan ini. Sosialisasi ini mencakup tata cara bertransaksi hingga penjelas-an me ngenai manfaat verifikasi transaksi menggunakan PIN.

Sosialisasi menjadi hal penting untuk mendukung keberhasilan transisi. Oleh karena itu, BI memberikan perpanjang-an waktu bagi bank, acquirer, maupun masyarakat, untuk menyesuaikan diri.

Sebelumnya, BI menetapkan tenggat pengalihan sistem keamanan kartu kredit menjadi berbasis PIN paling lambat pada 31 Desember 2014. Namun belakangan aturan tersebut direvisi, terutama terkait batas waktu pelaksanaan. Perpanjangan waktu diberikan agar semua pihak dapat beradaptasi.

PIN Enam Digit untuk Keamanan

Kampanye gerakan nasional non tunai (GNNT) tak pernah bisa dilepaskan dari aspek keamanan dan kenyamanan dalam transaksi dengan Alat Pembayaran Mengguna kan Kartu baik ATM, kartu debet maupun kartu kredit.

(PIN) enam digit untuk