Top Banner
8 1.1 Kesampaian Daerah 1.1.1 Alas Kobong 1.
25

Geologi Regional Daerah Sangiran

Jan 16, 2016

Download

Documents

Wahyu Prasetyo

georeg sangiran
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Geologi Regional Daerah Sangiran

8

1.1 Kesampaian Daerah

1.1.1 Alas Kobong

1.

Page 2: Geologi Regional Daerah Sangiran

1. Kesampaian Daerah

1.1.1 Alas Kobong

Gambar 1. Rute Perjalanan Alas Kobong

Perjalanan dimulai melalui Gedung Sukowati

Falkutas Teknik Geologi,Universitas Diponegoro.Lalu

melewati jalan tol tembalang-bawen,jl. Gemolong –

Karanggede,lalu ikuti jl. Gemolong Purwodadi via

Kedungmbo hingga mencapai tempat tujuan.Perjalanan

ini ditempuh menggunakan kendaraan roda empat sekitar

1 jam 23 menit.

1.1.2 Sangiran

Gambar 2. Rute Perjalanan Sangiran

Page 3: Geologi Regional Daerah Sangiran

Perjalanan dimulai melalui Gedung Sukowati

Falkutas Teknik Geologi,Universitas Diponegoro.Lalu

melewati jalan tol tembalang-bawen,jl. Gemolong –

Karanggede,lalu belok menuju jl. Sangiran-Banaran ,lalu

ikuti jl. Sangiran hingga mencapai tempat

tujuan.Perjalanan ini ditempuh menggunakan kendaraan

roda empat sekitar 1 jam 25 menit.

2. Geologi Regional

2.1 STA Alas Kobong

STA pertama pada fieldtrip kali ini berada pada

Desa Alas Kobong Kec.Sumberlawang Kab.Sragen,Jawa

Tengah.Daerah ini masuk kedalam Peta RBI Lembar

1408-623 Ngandul.Singkapannya berada pada daerah

kemprasan jalur Kereta Api.Berdasarkan Peta Geologi

daerah ini masuk kedalam Peta Geologi Lembar

Salatiga.

Gambar 3. Peta Geologi Regional Alas Kobong

Daerah ini berada diatas 2 formasi yaitu Formasi

Notopuro dan Formasi Kalibeng,kedua formasi ini

masuk ke dalam Zona Kendeng.

2.1.1 Geomorfologi Regional Zona Kendeng

Page 4: Geologi Regional Daerah Sangiran

Berdasarkan morfologi tektonik (litologi dan pola

struktur), maka wilayah Jawa bagian timur (meliputi

Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur) dapat dibagi

mejadi beberapa zona fisografis (van Bemmelen, 1949)

yakni : Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo atau

Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi Randublatung,

dan Zona Rembang.Zona Kendeng meliputi deretan

pegunungan dengan arah memanjang barat-timur yang

terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi.

Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam

yang telah mengalami deformasi secara intensif

membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini

mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km

(de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari

gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui

Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan,

kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah

selatan Madura.Ciri morfologi Zona Kendeng berupa

jajaran perbukitan rendah dengan morfologi

bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50

hingga 200 meter. Jajaran yang berarah barat-timur ini

mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik yang

berarah barat-timur pula. Intensitas perlipatan dan

anjakan yang mengikutinya mempunyai intensitas yang

sangat besar di bagian barat dan berangsur melemah di

bagian timur. Akibat adanya anjakan tersebut, batas dari

satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas

sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya

kompresi juga berakibat terbentuknya rekahan, sesar dan

zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat

daya-timur laut dan utara-selatan.Proses eksogenik yang

berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan

Page 5: Geologi Regional Daerah Sangiran

sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena

sebagian besar litologi penyusun Mandala Kendeng

adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai

kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang,

Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan

ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter. Karena

proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman

Tersier hingga sekarang, banyak dijumpai adanya teras-

teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base

of sedimentation berupa pengangkatan pada Mandala

Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir di atas

Mandala Kendeng tersebut adalah Bengawan Solo yang

mengalir mulai dari utara Sragen ke timur hingga Ngawi,

ke utara menuju Cepu dan membelok ke arah timur

hingga bermuara di Ujung Pangkah, utara Gresik. Sungai

lain adalah Sungai Lusi yang mengalir ke arah barat,

dimulai dari Blora, Purwodadi dan terus ke barat hingga

bermuara di pantai barat Demak-Jepara.

2.1.2. Stratigrafi Regional Zona Kendeng Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan

endapan laut dalam di bagian bawah yang semakin ke

atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan akhirnya

menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng

merupakan endapan turbidit klastik, karbonat dan

vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas 7

formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut

(Harsono, 1983 dalam Rahardjo 2004) :

A. Formasi Pelang

Formasi ini dianggap sebagai formasi tertua yang

tersingkap di Mandala Kendeng. Formasi ini tersingkap

di Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas keberadaan

bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena

Page 6: Geologi Regional Daerah Sangiran

singkapannya pada daerah upthrust ,berbatasan langsung

dengan formasi Kerek yang lebih muda. Dari bagian

yang tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85

meter hingga 125 meter (de Genevraye & Samuel, 1972

dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya

adalah napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit

bioklastik yang banyak mengandung fosil foraminifera

besar.

B. Formasi Kerek

Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam

litologinya berupa perulangan perselang-selingan antara

lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir

tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen

yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding).

Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan

Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi

tipe formasi ini terbagi menjadi tiga anggota (de

Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari

tua ke muda masing-masing :

a. Anggota Banyuurip

Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan

antara napal lempungan, lempung dengan batupasir tuf

gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan

270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan

batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter,

sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya

perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan

sisipan tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15

(Miosen tengah bagian tengah atas).

b. Anggota Sentul

Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang

hampir sama dengan anggota Banyuurip, tetapi lapisan

Page 7: Geologi Regional Daerah Sangiran

yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota

Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur

N16 (Miosen atas bagian bawah).

c. Anggota Batugamping Kerek

Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek,

tersusun oleh perselingan antara batugamping tufaan

dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota

ini mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini

adalah N17 (Miosen atas bagian tengah).

C. Formasi Kalibeng

Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu

bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah formasi

Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600

meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-

abu kebiru-biruan, kaya akan kanndungan foraminifera

plangtonik.

a. Formasi Kalibeng bagian bawah

Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat

beberapa perlapisan tipis batupasir yang ke arah

Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu

endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi

Banyak (Harsono, 1983 dalam Rahardjo, 2004) atau

anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi dan

Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa

Timur, yaitu di sekitar Gunung Pandan, Gunung

Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini

berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang

menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut

sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam

Rahardjo, 2004).

Page 8: Geologi Regional Daerah Sangiran

b. Formasi Kalibeng bagian atas

Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983)

disebut sebagai Formasi Sonde, yang tersusun mula-

mula oleh anggota Klitik yaitu kalkarenit putih

kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera

plangtonik maupun besar, moluska, koral, algae dan

bersifat napalan atau pasiran dengan berlapis baik.

Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen

gamping berukuran kerikil dan semen karbonat.

Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin

keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan.

Bagian teratas ditempati oleh lempung berwarna hijau

kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan sepanjang

sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng

dengan ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan berumur

Pliosen (N19 – N21).

D. Formasi Pucangan

Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran

yang cukup luas. Di Kendeng bagian barat satuan ini

tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala

Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan

berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung

hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai endapan

lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies

lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau

hingga air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam

ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan

lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik

penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan

kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan

adanya fosil moluska penciri air tawar.

E. Formasi Kabuh

Page 9: Geologi Regional Daerah Sangiran

Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa

Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi ini tersusun oleh

batupasir dengan material non vulkanik antara lain

kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan

konglomerat, mengandung moluska air tawar dan fosil-

fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai penyebaran

geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini

tersingkap di kubah Sangiran sebagai batupasir silang

siur dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100

meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat

struktur silang siur, maupun merupakan endapan danau

karena terdpaat moluska air tawar seperti yang dijumpai

di Trinil.

F. Formasi Notopuro

Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa

Notopuro, Timur Laut Saradan, Madiun yang saat ini

telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf

berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan

konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir

tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi

volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari andesit dan

batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi

Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas

formasi Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng

dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari

formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan

endapan lahar di daratan.

G. Endapan undak Bengawan Solo

Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik

dengan fragmen napal dan andesit disamping endapan

batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di

daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak

Page 10: Geologi Regional Daerah Sangiran

tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir

andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas

bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Gambar 4. Stratigrafi Unit Zona Kendeng

2.1.3. Struktur Geologi Regional Zona Kendeng

Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi

pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi

merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep

tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi

berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa

ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi

deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar

cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi

semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang

menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik

Page 11: Geologi Regional Daerah Sangiran

dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak

antara formasi atau anggota formasi.

Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga

fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang

mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang

memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di

bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran

yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat

perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya

deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena

batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya.

Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik

bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga

berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona

Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar

geser berarah relatif utara – selatan.Deformasi kedua

terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat

dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di

Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat

ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti

berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng

yaitu Endapan Undak.

Gambar 5. Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)

Page 12: Geologi Regional Daerah Sangiran

Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona

Kendeng berupa :

1.Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng

sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa

ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di

daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan

ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara

umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.

2.Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan

yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya

merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.

3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya

berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.

4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona

Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada

satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut

menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini

dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala

Plistosen

Gambar 6. Structural Analysis of Java Using Strain Ellipsoid

Kinematics

Page 13: Geologi Regional Daerah Sangiran

2.2. STA 2 Daerah Sangiran

STA kedua pada fieldtrip kali ini berada pada

Sagiran Kec.Kalijambe Kab.Sragen,Jawa Tengah.Daerah

ini masuk kedalam Peta RBI Lembar 1408-621

Gemolong.Berdasarkan Peta Geologi daerah ini masuk

kedalam Peta Geologi Lembar Salatiga.

Gambar 7. Peta Geologi Regional Sangiran

Morfologi Sangiran ini adalah perbukitan rendah yang

memanjang dari timur laut kearah barat daya. Dari Gardu

Pandang juga tampak disebelah barat ini tampak gunung

Merapi dan Merbabu, disebelah timur tampak gunung

Lawu.

Berdasarkan studi pustaka, daerah Sangiran merupakan

perbukitan rendah dan di dominasi oleh susunan batuan

berumur pleistosen, disebelah barat terdapat Gunung

Page 14: Geologi Regional Daerah Sangiran

Merapi dan Merbabu serta di sebelah timur terdapat

Gunung Lawu (Wartono Rahardjo, 2005)

Daerah Sangiran Disebut juga sebagai depresi tengah

pulau jawa (zona solo), zona depresi ini bebatasan

dengan Pegunungan Kendeng di sebelah utara dan

disebelah selatan berbatasan dengan pegunungan

selatan.Dari beberapa singkapan yang teramati di

lapangan, di jumpai singkapan endapan laut dangkal,

endapan vulkanisme, endapan rawa dan sungai serta

singkapan mud vulcano.

2.2.1. Struktur Geologi

Struktur daerah ini berupa kubah yang

membentang dari arah timur laut ke selatan barat daya,

struktur kubah ini belum begitu lama, sekitar 500.000

tahun yang lalu, hal ini dilihat dari formasi batuan

termuda yang ikut terlipat (Wartono Rahardjo, 2005).

Ada beberapa kemungkinan terbentuknya struktur kubah

ini, Van Bemmelen (1949) berpendapat bahwa struktur

ini suatu akibat dari gaya kompresif yang berhubungan

dengan proses longsornya gunung Lawu tua. Sedangkan

Van Gorsel (1987) berpendapat bahwa struktur lipatan

ini sebagai akibat dari proseswrenching atau mungkin

juga karena proses pembentukan gunung api yang baru

mulai, sehingga gaya tersebut terus menekan ke arah

tengah, sehingga terbentuknya struktur kubah tadi.

Akan tetapi karena adanya proses erosi yang disebabkan

oleh sungai Cemoro dan sungai Brangkal yang melintasi

daerah tersebut, menjadikan struktur kubah itu sekarang

sudah tidak begitu lagi. Dan sekarang yang tersisa

bentukan sebuah cekungan yang dikelilingi oleh

perbukitan melingkar, sehingga yang tampak merupakan

Page 15: Geologi Regional Daerah Sangiran

struktur kebalikan dari struktur awal, hal demikian ini

biasa disebut inverse topography. (Wartono R., 2005)

Struktur dari kubah tadi juga mengakibatkan terjadinya

struktur sesar serta kekar pada daerah Sangiran, sesar

yang paling dalam yang terjadi mengakibat

terjadinya Mud Vulcano.

Gambar 8. Struktur Geologi Daerah Sangiran

2.2.2. Stratigrafi

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan,

formasi penyusun daerah sangiran merupakan urutan

dari pengendapan syn-orogenic danpost-orogenic (proses

pengendapan bahan rombakan yang terjadi pada dan

setelah terangkatnya perbukitan Kendeng yang berada

disebelah utara Sangiran), kecuali formasi tertua.

(Wartono R, 2005)

Urutan Formasi yang menyusun daerah Sangiran adalah

Formasi Kalibeng, Pucangan, Kabuh dan Notopuro.

A. Formasi Kalibeng

Menurut Wartono R. (2005), formasi ini tersusun

atas batulempung gampingan abu-abuian kebiruan dan

napal dibagian bawah kemudian diikuti dengan

batugamping kalkarenit dan kalsidunit dibagian atas.

Batuan ini tersingkap pada daerah depresi di utara desa

Page 16: Geologi Regional Daerah Sangiran

Sangiran sungai Puren disebelah timur dan tenggara

desa Sangiran.

Napal dicirikan dengan terdapatnya fosil

foraminifera bentonik yang berypa Operculina

complanata, Ammonia beccarii,Elphidium

craticlatum bersama dengan fosil gigi ikan hiu

(Soedarmadji,1976). Ini mencirikan bahwa batuan

tersebut diendapkan pada kala akhir Pliosen pada laut

dangkal yang berhubungan langsung dengan laut

terbuka,(Wartono R, 2005).Batulempung abu-abunya

bercirikan fosil gastropoda dan pelecypoda, antara

lain Turitella bantamensis, Melongena corona,

Cominella sangiranensis, Placenfa sp. dan Strombus sp.

yang menunjukan bahwa pengendapan terjadi pada

lingkungan laut dangkal. (Wartono R, 2005)Diatas

batulempung dan lapisan kalkarenit dan kalsidurit di

cirikan seluruhnya hampir semuanya tersusun oleh

fragmen fosil (coquina) memiliki orientasi seragam

menunjukan pengendapan laut

dangkal.Balanus menunjukan daerah pengendapan pada

daerah pasang surut. (Wartono R., 2005)

B. Formasi Pucangan

Formasi ini terletak di atas formasi kalibeng,

formasi ini tersusun atas breksi vulkanik yang berasal

dari endapan lahar bawah dan tersusun oleh

batulempung hitam. Breksinya tersusun oleh fragmen

andesit piroksen, andesit hornblenda dan fragmen

batulempung, batugamping dan batupasir yang berasal

dari formasi kalibeng, ukuran fragmennya antara kerakal

hingga bongkah. Formasi Pucangan pengendapannya

semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang berair

payau. (Wartono R, 2005)

Page 17: Geologi Regional Daerah Sangiran

C. Formasi Kabuh

Formasi ini berada di atas formasi pucangan di

mana pada lapisan paling bawah ini di temukan batu

gamping konglomeratan, pelapisan dari lapisan ini tidak

selalu menerus karena di temukan beberapa lensa yang

terputus seperti yang di temukan di daerah brangkal.Jika

di tinjau dari ketebalannya lapisan ini memiliki

ketebelan dari 0,5 m sampai dengan 3 m. Lapisan ini di

sebut juga dengan lapisan batas artau yang biasa di

sebut grenzbank (Koeningswald,1940) lapisan ini

membatasi formasi kabuh dengan formasi pucangan

yang ada di bawahnya. Lapisan ini tersusun atas

fragmen-fragmen yang membulat yang terdiri dari

kalsedon dan beberapa batuan lain yang telah mengalami

altersi hidrothermal (silifikasi), bercampur dengan

pelecypoda yang cangkangnya menebal dan membulat

karena adanya proses kalsifikasi dan tesemen secara

kuat. Pada lapisan ini banyak ditemukan fosil

mamalia, yang terkenal diantaranya adalah

ditemukannya fosil Homo erectus. (Wartono R, 2005)

D. Formasi Notopuro

Formasi ini di sebut juga lapisan lahar atas,

terbentuk sebagai akibat adanya proses vulkanisme yang

ada di sekitar daerah tersebut. Pada formasi ini di

temukan Breksi, Konglomerat, yang mengandung

fragmen-fragmen yang berasal dari batuan beku yang

berukuran berangkal hingga bongkah. Di mana batuan

tersebut mengambang oleh masa dasar yang berasal dari

batu pasir dan batu lempung vulakanik. Formasi ini

jarang sekali ditemukan fosil. (Wartono R, 2005)

E. Endapan Mud Vulcano

Page 18: Geologi Regional Daerah Sangiran

Endapan Mud vulcano ini ditemukan pada

sebuah bukit yang landai. Litologi pada mud

vulcano sendiri sangat beragam. Di lapangan, banyak

ditemukan serpihan-serpihan batuan metamorf, sedimen

dan beku. hal ini berkaitan dengan proses terjadinya mud

vulcano tersebut.Struktur mud vulcano terjadi akibat

adanya struktur sesar yang turun hingga

lapisan basement. mengakibatkan lapisan lumpur

mencotot keluar hingga ke permukaan membawa

material batuan yang sempat pecah saat terjadinya sesar

tersebut.

F. Endapan Undak (terrace deposit)

Endapan ini di temukan di sekitar brangkal

.Endapan ini terdir dari konglomerat, batupasir, fragmen

napal dan andesit yang mengandung fosil vetebrata.

Fosil-fosil yang di temukan di sini di perkirakan hasil

dari pengendapan yang ulang oleh lapisan yang lebih

tua. Selain fragmn-fragmen tersebut di temikan juga

fragmen-fragmen kalsedondan rijang yang bersal dari

proses alterasi pada batuan. Tidak hanya fragmen baytua

saja yang di temukan pada lapisan ini tetapi artefak

budaya homo erectus pun di temukan juga. (Wartono R,

2005)

3.Struktur Geologi

3.1 Lipatan

Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau

volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai

lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada

unsur garis atau bidang didalam bahan tersebut. Pada

umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan adalah

struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi.

Lipatan merupakan gejala yang penting, yang

Page 19: Geologi Regional Daerah Sangiran

mencerminkan sifat dari deformasi ; terutama, gambaran

geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan

bentuk (distorsi) dan perputaran (rotasi).

Gambar 9. Anatomi Lipatan

Secara sederhana unsur-unsur dalam anatomi struktur dapat

dijelaskan secara sederhana, sebagai berikut:

- Hinge point : titik maksimum pelengkungan pada lapisan

yang terlipat.

- Crest : titik tertinggi pada lengkungan.

- Trough : titik terendah pada pelengkungan.

- Inflection point : titik batas dari dua pelengkungan yang

berlawanan.

- Fold axis : (sumbu lipatan/hinge line) Garis maksimum

pelengkungan pada suatu permukaan bidang yang terlipat.

- Axial plane : (bidang sumbu) Bidang yang dibentuk

melalui garis-garis sumbu pada satu lipatan. Bidang ini

tidak selalu berupa bidang lurus (planar), tetapi dapat

melengkung lebih umum dapat disebutkan sebagai Axial

surface.

- Fold limb : (sayap lipatan) Secara umum merupakan sisi-sisi dari bidang yang terlipat, yang berada diantara daerah pelengkungan (hinge-zone) dan batas pelengkungan

Page 20: Geologi Regional Daerah Sangiran

(inflection line).

Gambar 10. Sketsa sebuah lipatan

3.2 Foliasi dan Belahan

Foliasi merupakan suatu kategori struktur planar.

Dalam buku ini kita hanya akan membahas tentang

foliasi tektonik (tectonic foliation) yang biasanya

terbentuk akibat deformasi dan kristalisasi butiran-

butiran mineral di dalam batuan. Dengan adanya

pembatasan ini, kita tidak akan membahas tentang gejala

kesejajaran mineral yang terbentuk akibat kompaksi.

Sebagian besar foliasi, dengan pengecualian

untuk fracture cleavage, merupakan struktur penetratif

berskala mesoskopis. Dengan kata lain, foliasi

menembus seluruh bagian batuan. Hal ini berbeda

dengan kekar atau retakan yang umumnya hanya sedikit

atau bahkan tidak mempengaruhi sama sekali massa

batuan yang terletak jauh dari zona retakan.

Page 21: Geologi Regional Daerah Sangiran

Bidang-bidang datar pada batuan, kecuali kekar

dan retakan, diberi simbol "S." Bidang perlapisan diberi

simbol S0; belahan pertama diberi simbol S1; belahan

kedua diberi simbol S2; dst. Subscipt yang disertakan

pada huruf S menyatakan kronologi bidang tersebut,

relatif terhadap bidang perlapisan yang disebut S0.

Batuan yang memiliki kemas (fabric) tektonik planar

(planar tectonic fabric) yang kuat disebut "S tectonite."

Dalam banyak kasus, foliasi terbentuk pada

daerah sumbu lipatan yang terbentuk akibat fasa

deformasi yang sama dengan fasa deformasi yang

menghasilkan foliasi tersebut. Hubungan umum antara

kedua struktur itu. Bidang foliasi lebih kurang sama

dengan plane of finite flattening (bidang XY pada strain

ellipsoid) untuk deformasi yang menghasilkan foliasi

tersebut. Ini merupakan sebuah “hukum” umum yang

dapat diterapkan pada paket batuan yang terlipat, namun

tidak berlaku lagi pada shear zone dimana bidang foliasi

tidak sejajra dengan finite flattening plane yang berada

di luar shear zone.

Gambar 11. Belahan pada lapisan batuan yang terlipatkan

Page 22: Geologi Regional Daerah Sangiran

3.3 Sesar

Sesar adalah struktur rekahan yang telah

mengalami perkembangan pergeseran maupun

pergerakan blok batuan yang tersesarkan. Sederhananya,

sesar merupakan patahan pada blok batuan yang

memiliki sifat pergeseran blok batuan yang terpatahkan,

sifat pergeserannya dapat bermacam-macam, mendatar,

miring (oblique), naik dan turun. Di dalam mempelajari

struktur sesar, disamping geometrinya yaitu, bentuk,

ukuran, arah dan polanya, yang penting juga untuk

diketahui adalah mekanisme pergerakannya. Ada

beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam

pengamatan sesar di lapangan. Data yang baik akan

diperoleh dengan memahami betul bagaimana data ini

akan diolah. Beberapa anatomi atau unsur-unsur yang

dapat diamati pada sesar adalah sebagai berikut:

Gambar 12. Anatomi Sesar

Page 23: Geologi Regional Daerah Sangiran

Dalam analisis sesar digunakan data daru unsur-unsur sesar yang diamati dilapangan, termasuk struktur penyertanya. Berikut adalah beberapa contoh analisis sesar beserta dengan struktur penyerta berupa gash fracture, lipatan mikro (drag fold), striasi atau gores garis.

Gambar 13. Struktur penyerta gores garis

Gambar 14. Struktur penyerta dragfold

3.4 Kekar

Kekar adalah gejala yang umum terdapat pada batuan. Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan adanya pergeseran yang berarti (bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Secara kejadiannya (genetik), kekar dapat dibedakan menjadi 2

Page 24: Geologi Regional Daerah Sangiran

jenis yaitu : a. Kekar gerus (shear joint) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing). Beberapa referensi menyebut tipe kekar gerus dengan sudut antar bidang lebih kurang 60O sebagai shear joint, dan kekar gerus dengan sudut antar bidang lebih kurang 30o hybrid joint. Namun dalam McClay (1987) menyatakan bahwa hybrid joint secara genetik adalah perpaduan antara extension dan shear joint yang menampakan pergerakan dari kedua kekar tersebut, yaitu merenggang dan bergeser. b. Kekar tarik (extention joint) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang). Extension joint sendiri dapat dibedakan sebagai tension joint yang bidang rekahnya searah dengan arah tegasan utama, dan release joint yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan dan tegak lurus terhadap gaya utama. Pembedaan kedua jenis kekar ini terutama didasarkan pada sifatnya.

(a)

Page 25: Geologi Regional Daerah Sangiran

(b) Gambar 15. Anatomi kekar (Fosen, 2010) b. Jenis kekar dalam

McClay (1987)

Kekar biasanya tersusun secara simetrical di dalam

sistem lipatan dan sesar.Gambar dibawah akan memperlihatkan jenis-jenis kekar yang ada pada batuan yang terlipatan.

Gambar 16. Jenis-jenis Kekar pada sistem lipatan.