Top Banner
TUGAS PJBL 2 KEPERAWATAN “GBS” (Guillain Barre Syndrome) Disusun sebagai tugas blok Neurologi DISUSUN OLEH : ALIF FANHARNITA BRILIANA 135070207131010 KELOMPOK 4 K3LN 2013 JURUSAN KEPERAWATAN
35

GBS PJBL 2 ALIF

Dec 11, 2015

Download

Documents

GBS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: GBS PJBL 2 ALIF

TUGAS PJBL 2 KEPERAWATAN

“GBS”

(Guillain Barre Syndrome)

Disusun sebagai tugas blok Neurologi

DISUSUN OLEH :

ALIF FANHARNITA BRILIANA 135070207131010

KELOMPOK 4 K3LN 2013

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: GBS PJBL 2 ALIF

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

semua kasih sayang dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah blok

neurologi mengenai GBS (Guillain Barre Syndrome). Dalam penyusunan makalah tugas

ini, tentunya penulis banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu ucapan

terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Dosen-dosen pembimbing yang telah memberikan ilmunya selama mengenyam

mata kuliah neurologi.

2. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak memberikan masukan kepada kami.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya

membangun, sebagai bahan introspeksi bagi penulis. Akhir kata semoga dengan

disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 21 November 2014

Penulis

Page 3: GBS PJBL 2 ALIF

1. DEFINISI

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah proses peradangan akut dengan

karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang disebabkan karena demylin

pada sarat prifer. Sindrom penyakit ini berupa paralisis flaccid asenden simetris

yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Pada kondisi ini

peran perawat adalah memberikan perawatan proses rehabilitasi mencegah

komplikasi, memenuhi kebutuhan ADL dan support emosional.

Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh

menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam

hitungan minggu, bulan atau tahun.

GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré

(baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang

mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis.

Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. Bisa terjangkit di

semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa, jarang ditemukan pada

manula. Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit turunan, tidak

dapat menular lewat kelahiran, ternfeksi atau terjangkit dari orang lain yang

mengidap GBS. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus.

2. ETIOLOGI

Paling banyak pasien-pasien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya

infeksi, 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik. Pada

beberapa keadaan. Dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini juga dapat

terjadi dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun, cedera medula

spinalis dan beberapa proses lain atau sebuah kombinasi proses.

Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga

mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat

diterima oleh otot yang terserang. Karena banyak syaraf yang terserang termasuk

syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan

tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh

ditempat-tempat yang tidak diinginkan. Dengan pengobatan maka sistem kekebalan

tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya.

Page 4: GBS PJBL 2 ALIF

Dahulu, sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi akhir-akhir ini

terungkap ternyata virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut sekarang ialah

suatu kelainan immunobiologik, baik secara primary immune response

maupun immune mediated process.

Dua pertiga penderita berhubungan dengan penyakit infeksi atau kejadian akut.

Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum

diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit

autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan

oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,

cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV.

Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri

seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta,

Salmonella, Legionella dan Mycobacterium Tuberculosa. Vaksinasi seperti BCG,

tetanus, varicella, dan hepatitis B; penyakit sistemik seperti kanker, lymphoma,

penyakit kolagen dan sarcoidosis; kehamilan terutama pada trimester ketiga;

pembedahan dan anestesi epidural. Infeksi virus ini biasanya terjadi 2–4 minggu

sebelum timbul GBS.

3. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling

dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur

dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun

didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan

dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan

Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.

Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus

per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo

Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang.

Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang

mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3

bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya.

Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7%

kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

Page 5: GBS PJBL 2 ALIF

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak.

Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah

dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita

hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan

laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada

bulan Aprils/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

4. FAKTOR RISIKO

Faktor Resiko GBS ada banyak, faktor risiko umum yang terkait dengan:

Guillain Barre Syndrome seperti HIV (virus penyebab AIDS)

Mononucleosis dan

Penyakit Hodgkin.

Beberapa faktor risiko lain adalah:

kegagalan pernapasan

kelumpuhan otot pernapasan

kelumpuhan lengkap

kelemahan otot permanen

Dysautonomia

mati rasa permanen

serangan berulang dari Sindrom Guillain Barre.

Ada beberapa kesamaan yang signifikan antara pasien yang diobati dengan

plasma atau pertukaran darah dan pasien dengan Sindrom Guillain Barre oleh

globulin imun intravena dengan dosis kombinasi metilprednisolon. Akibatnya

dianjurkan bahwa pengobatan fluktuasi klinis yang terkait dapat menyebabkan

serangan kekebalan diperpanjang, mungkin melakukan lebih banyak kerusakan

terhadap kondisi yang sudah buruk. Namun tetap saja tidak mengidentifikasi bahwa

fluktuasi yang terkait untuk modalitas pengobatan.

Page 6: GBS PJBL 2 ALIF

5. PATOFISIOLOGI

Gangguan fungsi saraf cranial III, IV, V, VI, VII, IX, X

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi impuls saraf

Gangguan fungsi saraf perifer dan kranial

Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan

Disfungsi otonom

KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI

KEBUTUHAN TUBUH

Gangguan saraf perifer & neuromuskular

Parestesia (kesemutan kebas) & kelemahan otot

kaki yang dapat berkembang ke

ekstremitas atas, batang tubuh, &

otot wajah

Kelemahan fisik umum, paralisis

otot wajah

Resiko tinggi gagal pernapasan

(ARDS), penurunan

kemapuan batuk, peningkatan

sekresi mukus

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Penurunan curah jantung

Gawat kardiovaskular

KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS

Selaput myelin hilang akibat respon alergi, autoimun, hipoksema, toksik kimia, dan insufisiensi vascular

Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset, meliputi adanya ISPA, infeksi GIT, dan tindakan saraf bedah

Proses demielinisasi

Paralisis pada ocular, wajah & otot orofaring, sulit

bicara, mengunyah dan menelan

Paralise lengkap,

mengenai otot pernapasan,

mengakibatkan insufisiensi pernapasan

Kurang bereaksinya system saraf simpatis &

parasimpatis, perubahan sensori

Gangguan frekuensi jantung & ritme,

perubahan tekanan darah & gangguan vasomotor

Penurunan tonus otot seluruh tubuh, kaki dan tangan sangat lemas

Koma

Sekresi mukus berlebih ke bawah jalan napas

Page 7: GBS PJBL 2 ALIF

6. MANIFESTASI KLINIS

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

a. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

Terjadinya kelemahan yang progresif

Guillain - Barré Syndrome bisa menjadi gangguan yang menghancurkan

karena onset mendadak dan tak terduga. Selain itu, pemulihan belum tentu

cepat. Seperti disebutkan di atas, pasien biasanya mencapai titik terbesar

kelemahan atau kelumpuhan hari atau minggu setelah gejala pertama

terjadi. Gejala kemudian stabil pada tingkat ini untuk jangka waktu hari,

minggu, atau kadang-kadang bulan. Periode pemulihan mungkin sesedikit

beberapa minggu atau selama beberapa tahun. Sekitar 30% dari mereka

dengan Guillain- Barré masih memiliki kelemahan sisa setelah 3 tahun.

Sekitar 3% mungkin menderita kambuh kelemahan otot dan sensasi

kesemutan bertahun-tahun setelah serangan awal.

Hiporefleksi

b. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB, ciri-ciri klinis:

Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam

4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan

90% dalam 4 minggu.

Relatif simetris

Gejala gangguan sensibilitas ringan

RESIKO INFEKSI

Pneumonia

Gagalnya fungsi pernapasan

Page 8: GBS PJBL 2 ALIF

Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak

lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot

menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau

saraf otak lain Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,

dapat memanjang sampai beberapa bulan.

Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi

dangejalavasomotor.

Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

c. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan

pada LP serial

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

Varian. Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya

kecepatan hantar kurang 60% dari normal

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Spinal tap (tusuk lumbalis/lumbar puncture)

Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal tulang belakang

di daerah lumbar. Cairan cerebrospinal kemudian diuji untuk jenis tertentu

perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang memiliki sindrom Guillain-

Barre. Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni

meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya

pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama

jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai

naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS

tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Jika memiliki GBS, tes ini dapat

menunjukkan peningkatan jumlah protein dalam cairan tulang belakangtanpa

tanda infeksi lain.

b. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)

Page 9: GBS PJBL 2 ALIF

Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf,

antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal)

dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian

proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90%

kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal. EMG

menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai

degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala,

sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya

aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi

serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang

lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan

yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih

dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.

c. Pemeriksaan darah

Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan

pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal

dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia

jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal,

sementara anemia bukanlah salah satu gejala. Dapat dijumpai respon

hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG,

IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan.Abnormalitas fungsi

hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral

yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu

sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.

d. Elektrokardiografi (EKG)

Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang

T akan mendatar atau invertedpada lead lateral. Peningkatan voltase QRS

kadang dijumpai, namun tidak sering.

e. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)

Menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).

f. Pemeriksaan patologi anatomi

Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat

limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase

Page 10: GBS PJBL 2 ALIF

lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan

demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf

perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf

motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral

root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan

sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa,

jantung, dan organ lainnya.

8. PENATALAKSANAAN

Guillain Barre Syndrome dapat dikatakan tidak ada drug of choice. Yang diperlukan

adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan memburuknya situasi sebagai akibat

perjalanan klinik yang memberat sehingga mengancam otot-otot pernapasan. Apa

bila terjadi keadaan demikian, maka penderita segera di rawat di ruang intensif.

1. Pengobatan imunosupresan:

Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

2. Obat sitotoksik

6 merkaptopurin (6-MP)

Azathioprine

Cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

3. Plasmaferesis untuk beberapa penderita dapat memberi manfaat yang besar,

terutama untuk kasus yang akut. Di negara-negera barat, plasmaferesis mulai

sering dilakukan namun demikian belum diperoleh kesimpulan yang pasti.

Dengan cara ini plasma sejumlah 200-250ml/kgbb dalam 4-6x pemberian selang

waktu sehari diganti dengan cairan yang berisi kombinasi garam dan 5% albumin.

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar.

4. Perawatan umum dan fisioterapi

Page 11: GBS PJBL 2 ALIF

Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada

perawatan sulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut,faring dan

trakea.infeksi paru dan saluaran kencing harus segera di obati.

Respirasi di awasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas dan gas darah

yang menunjukan permulaan kegagalan pernapasan. Setiap ada tanda kegagalan

pernapasan maka penderita harus segera di bantu dengan pernapasan buatan.

Jika pernapasan buatan di perlukan untuk waktu yang lama maka trakeotomi

harus di kerjakan fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum

dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh mencegah deep vein trombosis

spientmungkin di perlukan untuk mempertahankan posisi anggota gerak yang

lumpuh, dan kekakuan sendi di cegah dengan gerakan pasif. Segera setelah

penyembuhan mulai fase rekonfaselen maka fisioterapi aktif di mulai untuk

melati dan meningkatkan kekuatan otot.

5. Roboransia saraf dapat diberikan terutama secara parenteral. apabila terjadi

kesulitan menguyah atau menelan,sebagai akibat kelumpuhan otot-otot wajah

dan menelanmaka perlu dipasang pipa hidung-lambung (nasogastric tube) untuk

dapat memenuhi kebutuhan makanan dan cairan.

6. Manfaat kortikosteroid untuk sindrom guillain-barre masih kontroversial. Namun

demikian, apabila keadaan menjadi gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot

pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan. Pemberian

kortikosteroid ini harus diiringi dengan kewaspadaan terhadap efek samping yang

mungkin terjadi.

Pemberian kortikosteroid tidak efektif dalam menangani GBS. Pada sitematik

review Cochrane dari enam percobaan dengan 587 pasien, rata-rata

menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antara pasien yang ditangani

dengan kortikosteroid dan non-kortikosteroid. Pada empat percobaan dari

kortikosteroid oral dengan 120 pasien, ada sedikit kemajuan klinis setelah 4

minggu pemberian kortikosteroid dibanding tanpa pemberian kortikosteroid,

yang menunjukkan bahwa kortikosteroid oral dapat memberikan pemulihan

secara lambat. Methylprednisolone intravena sendiri tidak menghasilkan manfaat

atau kerusakan yang signifikan. Kombinasi methylprednisolone intravena (500mg

per hari dalam 5 hari) dengan IVIG, dapat mempercepat pemulihan tapi tampak

tidak memberikan efek signifikan untuk hasil jangka panjang.

Page 12: GBS PJBL 2 ALIF

7. Immunoglobulin Intravena (IVIG)

Metode ini digunakan untuk memblok antibody dengan menggunakan dosis

tinggi dari immunoglobulin (IVIG). Pada kasus ini, immunoglobulin dimasukkan ke

dalam darah dalam jumlah besar, yang mengakibatkan terhambatnya antibody

yang menyebabkan inflamasi.

The Dutch Study Group telah menemukan bahwa intravenous

administration of immune globulin (0,4g/kg per hari untuk 5 hari berturut-turut)

sama efektifnya dengan penggantian plasma dan lebih mudah serta mungkin

lebih aman karena tidak dibutuhkannya akses intravena yang besar. Hasil dari

penelitian yang dilakukan dengan membandingkan dua model penatalaksanaan

dan dievaluasi secara berkala. Pada percobaan akhir ada tren dimana hasil lebih

baik ada pada pasien yang menerima pertukaran plasma, dan hasilnya lebih

bagus lagi pada grup yang memberikan pergantian plasma diikuti dengan 5 hari

pemberian immuno globulin. Kebanyakan pasien mentoleransi penatalaksanaan

IVIG dengan baik. Gagal ginjal, proteinuria, dan meningitis asepsis, yang

berbentuk sakit kepala hebat, dan komplikasi langka. Satu-satunya reaksi serius

yang ditemukan pada beberapa pasien yang secara kongenital kekurangan IgA

dan yang mendapatkan pooled gamma globulin mengakibatkan anafilaksis dan

inflamasi lokal vena thrombosis.

9. KOMPLIKASI

Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau

paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan

mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan

meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita

sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan

ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai

sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan

permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko

mengalami relaps.

Page 13: GBS PJBL 2 ALIF

Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih

sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai

berikut:

o Paralisis otot persisten

o Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik

o Aspirasi

o Retensi urin

o Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas

o Nefropati, pada penderita anak

o Hipo ataupun hipertensi

o Tromboemboli, pneumonia, ulkus

o Aritmia jantung

o Ileus

10. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Tanggal Pengkajian : 20 November 2014, jam 07.00

Ruang : High Care Unit IPD RS Welas Asih Malang

No. Rekam Medis : 2014//11/00010

Tuan Sujarwo Tejo, seorang supir truk berusia 38 tahun datang jam 06.00 pagi ke

IGD RS Welas Asih dengan berjalan dipapah istrinya karena merasa kaki dan

tangannya super lemas dan jatuh dari tempat tidur saat ingin bangun. Klien

langsung dipindahkan ke ruang HCU. Klien dan istrinya tinggal di Blimbing Malang,

no HP 0341 55667788. Istri klien, ibu rumah tangga bernama Marsha Bear

menuturkan ± 2 hari yang lalu kedua ujung ibu jari kaki klien terasa kesemutan

menjalar ke telapak kakinya sampai ke paha. Begitu pula dengan tangannya, klien

sulit mengancingkan baju atau bahkan memegang sendok. Keesokan harinya

bertambah parah dengan terasa lemas pada kedua tungkai atas bawah dan tidak

hilang meskipun istirahat. Klien juga merasa kepala dan punggungnya sakit, mual

dan muntah 2x, dada terasa agak sesak. klien mengalami demam, batuk berdahak

dan pilek sekitar 2 minggu yang lalu saat mengantar barang ke lampung. Klien

Page 14: GBS PJBL 2 ALIF

terlihat lemas dan hanya menganggukan kepala saat perawat berkomunikasi

dengan klien menggunakan pertanyaan tertutup, sesekali menjawab pendek

dibantu istrinya. Klien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya, tidak

mempunyai penyakit kronis sebelumnya seperti darah tinggi, tidak ada anggota

keluarga mengalami penyakit ini sebelumnya, klien jarang sakit. Klien merokok 1

bungkus sehari, kopi 3 gelas sehari, minum air putih 2-3 botol air mineral paling

besar, klien pekerja keras, hanya tidur 2 jam sehari saat bekerja. Klien tidak

mempunyai pantangan makan, makan teratur 3x sehari dan selalu habis tapi dalam

2 hari ini nafsu makan terus berkurang dan memburuk makan 3-4 sendok kecil

karena lidah lemas sejak kemarin pagi. Klien BAK menggunakan pispot selama di

rumah dan belum BAB sudah 2 hari ini.

Pemeriksaan fisik:

Pemeriksaan tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg; N 95x/mnt regular; T: 37 C;

P:28x/mnt. Keadaan umum tampak sakit berat. TB 160cm. BB 50kg. Kepala: bulat,

mesosefalus, rambut tidak mudah rontok. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak

ikterik. Leher: trakea di tengah, tidak ada retraksi; tidak ada pembesaran KBG leher;

tidak teraba massa. Dada: simetris. Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar

bunyi jantung tambahan, ukuran tidak membesar, iktus kordis tidak tampak. Bunyi

pernafasan vesikular, ronkhi dan wheezing tidak ada, tidak ada otot bantu napas.

Perut: datar, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, tidak

terdapat pekak berpindah atau fenomena papan catur. Daerah akral ekstremitas

hangat, tidak ada edema, sirkulasi perifer cukup, CRT 2 dtk. Pulsasi a.radialis, a.

femoralis, a. poplitea, dan a. dorsalis pedis kiri dan kanan simetris. Pemeriksaan

lainnya penampilan sesuai usia, terbaring di tempat tidur. Ekspresi wajah wajar,

perhatian baik. Bicara sepatah kata, lemah, jelas. Proses pikir lancar.

Pemeriksaan neurologis:

GCS 456, kaku kuduk tidak. Pemeriksaan sistem saraf cranial: saraf cranial I-IV, VI,

VIII-XII normal, saraf V penurunan sensasi ki/ka, saraf VII daya perasa menurun.

Pemeriksaan system motorik: kekuatan otot atas ki-ka 2-2 dan bawah ki-ka 1-1.

Pemeriksaan system sensoris: ka-ki hiperestesi pada raba, suhu, dan nyeri.

Pemeriksaan reflex: fisiologis bisep trisep hiporefleks, patologis babinski, chaddok,

Hoffman, laseque, kernig tidak ditemukan.

Pemeriksaan diagnostik:

Page 15: GBS PJBL 2 ALIF

o Hasil laboratorium (20-11-2014)

GDS : 81 g/dl; Natrium : 138 mEq/l; Kalium : 4,1 mEq/l;Chlorida : 97 mEq/l

Hb 15,3 g/dl ; RBC 5,41 juta/mm3; WBC 6400/mm3; Plt 142000/mm3; ureum 33

mg/dl; creatinin 0,5 mg/dl; asam urat 5,1 mg/dl; GDP 128 mg/dl; kolesterol

total 155 mg/dl; HDL 38 mg/dl; LDL 106 mg/dl; trigliserida 55 mg/dl; SGOT 20

mg/dl; SGPT 22 mg/dl.

o Hasil Brain CT-Scan kesan tidak ada kelainan

o Hasil X-foto tulang kesan tidak ada kelainan

Diagnosa Medis : Tetraparesis ec. GBS

Terapi: IVFD RL 14 tts/mnt, O2 3-4 L/mnt, Methylprednisolon 3x500 mg iv, Ranitidin

2x1amp iv, Vitamin B12 2x1amp iv, IVIG 0,4gr/kgbb, rencana lumbal pungsi.

Pukul 12.00: Klien dan istri sudah diberitahukan penyakit yang diderita adalah

penyakit pada kekebalan tubuh bernama GBS oleh dokter. Istri klien saat ini

bingung dan resah karena biaya yang diperlukan akan sangat mahal karena harus

menebus obat khusus yang sangat mahal.

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama : Tuan Sujarwo Tejo

Usia : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Supir truk

Status pernikahan : Menikah

Alamat : Blimbing, Malang

No. HP : 0341 55667788

b. Status Kesehatan Saat Ini

o Keluhan utama : Merasa kaki dan tangannya super lemas dan

jatuh dari tempat tidur saat ingin bangun.

o Faktor pencetus :

o Faktor pemberat :

o Diagnosa medis : GBS (Guillain Barre Syndrome)

c. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Page 16: GBS PJBL 2 ALIF

Merasa kaki dan tangannya super lemas dan jatuh dari tempat tidur saat ingin

bangun.

d. Riwayat kesehatan terdahulu

Istri klien, ibu rumah tangga bernama Marsha Bear menuturkan ± 2 hari yang

lalu kedua ujung ibu jari kaki klien terasa kesemutan menjalar ke telapak kakinya

sampai ke paha. Begitu pula dengan tangannya, klien sulit mengancingkan baju

atau bahkan memegang sendok. Keesokan harinya bertambah parah dengan

terasa lemas pada kedua tungkai atas bawah dan tidak hilang meskipun

istirahat. Klien juga merasa kepala dan punggungnya sakit, mual dan muntah 2x,

dada terasa agak sesak. klien mengalami demam, batuk berdahak dan pilek

sekitar 2 minggu yang lalu saat mengantar barang ke Lampung. Klien belum

pernah mengalami hal ini sebelumnya, tidak mempunyai penyakit kronis

sebelumnya seperti darah tinggi., klien jarang sakit.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada anggota keluarga mengalami penyakit ini sebelumnya.

f. Pola-pola fungsi kesehatan

o Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Klien merokok 1 bungkus sehari.

o Pola nutrisi dan metabolisme

Kopi 3 gelas sehari, minum air putih 2-3 botol air mineral paling besar, klien

tidak mempunyai pantangan makan, makan teratur 3x sehari dan selalu

habis tapi dalam 2 hari ini nafsu makan terus berkurang dan memburuk,

makan 3-4 sendok kecil karena lidah lemas sejak kemarin pagi.

o Pola eliminasi

Klien BAK menggunakan pispot selama di rumah dan belum BAB sudah 2

hari ini.

o Pola aktivitas dan latihan

Klien pekerja keras.

o Pola tidur dan istirahat

Hanya tidur 2 jam sehari saat bekerja.

g. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum:

Page 17: GBS PJBL 2 ALIF

Keadaan umum tampak sakit berat, klien terlihat lemas, dan hanya

menganggukkan kepala saat perawat berkomunikasi dengan klien

menggunakan pertanyaan tertutup.

Suara bicara: Sesekali menjawab pendek dibantu istrinya. Sepatah kata,

lemah, jelas.

Tanda-Tanda Vital: TD 120/80 mmHg; N 95x/mnt regular; T: 37 oC;

P:28x/mnt.

2. Pemeriksaan kepala dan leher:

Kepala: Bulat, mesosefalus.

Wajah: Ekspresi wajah wajar.

Mata: konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik.

Leher: Trakea di tengah, tidak ada retraksi, tidak ada pembesaran KBG

leher, tidak teraba massa.

Rambut: Tidak mudah rontok.

3. Pemeriksaan dada

Dada simetris. Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bunyi jantung

tambahan, ukuran tidak membesar, iktus kordis tidak tampak. Bunyi

pernafasan vesikular, ronkhi dan wheezing tidak ada, tidak ada otot bantu

napas.

4. Pemeriksaan abdomen

Perut datar, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa,

tidak terdapat pekak berpindah atau fenomena papan catur.

5. Pemeriksaan ekstremitas

Daerah akral ekstremitas hangat, tidak ada edema, sirkulasi perifer cukup,

CRT 2 dtk. Pulsasi a.radialis, a. femoralis, a. poplitea, dan a. dorsalis pedis kiri

dan kanan simetris.

6. Pemeriksaan lain

Penampilan sesuai usia, perhatian baik, proses pikir lancar.

7. Pemeriksaan neurologi:

GCS 456

Kaku kuduk tidak

Pemeriksaan nervus cranialis: saraf cranial I-IV, VI, VIII-XII normal, saraf

V penurunan sensasi ki/ka, saraf VII daya perasa menurun.

Page 18: GBS PJBL 2 ALIF

Pemeriksaan system motorik: kekuatan otot atas ki-ka 2-2 dan bawah ki-

ka 1-1.

Pemeriksaan system sensoris: ka-ki hiperestesi pada raba, suhu, dan

nyeri.

Pemeriksaan reflex: fisiologis bisep trisep hiporefleks, patologis babinski,

chaddok, Hoffman, laseque, kernig tidak ditemukan.

8. Pemeriksaan penunjang:

a. Pemeriksaan radiologi:

CT-Scan kesan tidak ada kelainan.

X foto tulang kesan tidak ada kelainan.

b. Pemeriksaan laboratorium:

(20-11-2014)

GDS: 81 g/dl

Natrium: 138 mEq/l

Kalium: 4,1 mEq/l

Chlorida: 97 mEq/l

Hb 15,3 g/dl

RBC 5,41 juta/mm3

WBC 6400/mm3

Plt 142000/mm3

ureum 33 mg/dl

creatinin 0,5 mg/dl

asam urat 5,1 mg/dl

GDP 128 mg/dl

kolesterol total 155

mg/dl

HDL 38 mg/dl

LDL 106 mg/dl

trigliserida 55 mg/dl

SGOT 20 mg/dl

SGPT 22 mg/dl.

h. Terapi: IVFD RL 14 tts/mnt, O2 3-4 L/mnt, Methylprednisolon 3x500 mg iv,

Ranitidin 2x1amp iv, Vitamin B12 2x1amp iv, IVIG 0,4gr/kgbb, rencana lumbal

pungsi.

Page 19: GBS PJBL 2 ALIF

2. Analisis Data

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS:

-Klien mengeluh merasa

kaki dan tangannya super

lemas dan jatuh dari

tempat tidur saat ingin

bangun.

-Istri klien menuturkan ± 2

hari yang lalu kedua ujung

ibu jari kaki klien terasa

kesemutan menjalar ke

telapak kakinya sampai ke

paha. Begitu pula dengan

tangannya, klien sulit

mengancingkan baju atau

bahkan memegang

sendok.

-Klien mengatakan

keesokan harinya

bertambah parah dengan

terasa lemas pada kedua

tungkai atas bawah dan

tidak hilang meskipun

istirahat.

DO: Keadaan umum

tampak sakit berat.

Pemeriksaan system

motorik: kekuatan otot

atas ki-ka 2-2 dan bawah

ki-ka 1-1.

Selaput myelin hilang akibat respon alergi, autoimun,

hipoksema, toksik kimia, dan insufisiensi vascular

Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset,

meliputi adanya ISPA, infeksi GIT, dan tindakan saraf bedah

Proses demielinisasi

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi impuls

saraf

Gangguan fungsi saraf perifer dan cranial

Gangguan saraf perifer & neuromuscular

Parestesia (kesemutan kebas) & kelemahan otot kaki yang dapat berkembang ke ekstremitas atas,

batang tubuh, & otot wajah

Kelemahan fisik umum, paralisis otot wajah

Penurunan tonus otot seluruh tubuh, kaki dan tangan sangat

lemas

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Hambatan

mobilitas fisik

Page 20: GBS PJBL 2 ALIF

2 DS: Klien mengatakan mual

dan muntah-muntah. Klien

mengatakan dalam 2 hari

ini nafsu makan terus

berkurang dan memburuk

dengan makan hanya 3-4

sendok kecil karena lidah

lemas sejak kemarin pagi.

DO: Keadaan umum

tampak sakit berat. saraf

VII daya perasa menurun

Selaput myelin hilang akibat respon alergi, autoimun,

hipoksema, toksik kimia, dan insufisiensi vascular

Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset,

meliputi adanya ISPA, infeksi GIT, dan tindakan saraf bedah

Proses demielinisasi

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi impuls

saraf

Gangguan fungsi saraf perifer dan cranial

Gangguan fungsi saraf cranial III, IV, V, VI, VII, IX, X

Paralisis pada ocular, wajah & otot orofaring, sulit bicara, mengunyah

dan menelan

Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan

KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN

TUBUH

Ketidakseim-

bangan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

3 DS: Klien mengatakan

merasa dada agak sesak,

batuk berdahan dan pilek

sekitar 2 minggu yang lalu

saat mengantar barang ke

Lampung, klien merokok 1

bungkus sehari, hanya tidur

2 jam sehari saat bekerja.

DO: TTV: TD 120/80

mmHg; N 95x/mnt regular,

Selaput myelin hilang akibat respon alergi, autoimun,

hipoksema, toksik kimia, dan insufisiensi vascular

Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset,

meliputi adanya ISPA, infeksi GIT, dan tindakan saraf bedah

Proses demielinisasi

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi impuls

saraf

Ketidakefektifan

pola napas

Page 21: GBS PJBL 2 ALIF

P: 28x/mnt. Gangguan fungsi saraf perifer dan

cranial

Gangguan saraf perifer & neuromuscular

Paralise lengkap, mengenai otot pernapasan, mengakibatkan

insufisiensi pernapasan

Resiko tinggi gagal pernapasan (ARDS), penurunan kemapuan

batuk, peningkatan sekresi mukus

KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS

3. Prioritas DIagnosa Keperawatan

1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot yang

ditandai dengan ekstremitas lemas.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan menelan makanan yang ditandai dengan kurang

makanan, kurangnya minat pada makanan dan kelemahan otot pengunyah.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan dada agak sesak, batuk

berdahan dan pilek sekitar 2 minggu yang lalu saat mengantar barang ke

Lampung, klien merokok 1 bungkus sehari.

4. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1: Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan

kelemahan otot yang ditandai dengan ekstremitas lemas.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam

diharapkan mobilitas fisik sudah mulai membaik.

Kriteria Hasil: Skor 4 pada indikator NOC.

NOC : Mobility

No.

Indikator 1 2 3 4 5

1. Gaya berjalan √2. Pergerakan otot √

Page 22: GBS PJBL 2 ALIF

3. Berjalan √4. Bergerak dengan mudah √5. Kinerja posisi tubuh √6. Transfer kinerja √

Keterangan penilaian:

1. : Parah

2. : Berat

3. : Sedang

4. : Ringan

5. : Tidak ada

NIC: Activity therapy

- Menentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan

tertentu

- Menentukan komitmen pasien untuk meningkatkan frekuensi dan

berbagai aktivitas

- Mengkaji pasien dan keluarga dalam adaptasi untuk akomodasi aktifitas

- Menyediakan aktifitas motorik untuk meringankan otot yang tegang.

Diagnosa Keperawatan 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan yang ditandai dengan kurang makanan, kurangnya minat pada

makanan dan kelemahan otot pengunyah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan nutrisi pada pasien tercukupi dengan baik.

Kriteria Hasil: Skor 4 pada indikator NOC.

NOC : Nutritional Status

Keterangan penilaian:

1. Parah

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

No.

Indikator 1 2 3 4 5

1. Intake nutrisi √2. Intake makanan √3. Intake cairan √4. Energi √5. Kehilangan cairan tubuh √6. Perbandingan

berat/tinggi √

Page 23: GBS PJBL 2 ALIF

5. Tidak ada

NIC: Nutrition Therapy

- Berat badan pasien

- Memonitor pertumbuhan dan lingkungan

- Memonitor turgor kulit dan mobility

- Berikan suplemen nutrisi yang sesuai

- Monitor asupan makanan dan cairan tubuh dan lengkapi kebutuh=an

kalori.

Diagnosa keperawatan 3: Ketidakefektifan pola napas berhubungan

dengan dada agak sesak, batuk berdahan dan pilek sekitar 2 minggu yang

lalu saat mengantar barang ke Lampung, klien merokok 1 bungkus sehari.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan ola

pernapasan pasien mulai membaik.

Kriteria hasil: sesuai dengan skor 4 pada indikator NOC.

NOC: Respiratory status Airway Patency

Keterangan:

1. Sangat berat

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Normal

NOC: Respiratory status Ventilator

NIC: Airway Management

No.

Indikator 1 2 3 4 5

1. Kecepatan dalam bernapas

2. Irama saat napas √3. Kemampuan untuk

membersihkan sekresi√

4. Batuk √5. Akumulasi sputum √

No.

Indikator 1 2 3 4 5

1. Retraksi dada √2. Napas pendek √3. Suara terganggu √

Page 24: GBS PJBL 2 ALIF

- Memaksimalkan potensi ventilasi pada posisi pasien

- Menghilangkan sekresi dengan mendorong batuk dan menghisap

- Menjelaskan bagaimana bentuk batuk yang efektif dan benar

- Mendorong secara perlahan, bernapas dalam-dalam, tenang, dan batuk

- Auskultasi suara napas, mencatat area yang menurun dan atau tidak adanya

ventilasi, dan adanya suara yang adventif.

NIC: Airway Suctioning

- Auskultasi suara saat bernapas sesudah dan atau sebelum menghisap O2

- Memberikan obat penenang jika diperlukan

- Mengajarkan teknik menghisap udara yang benar berdasarkan respon klinis

pasien

- Memonitoring dan menulis warna sekresi pasien, jumlah, dan

konsistensinya

- Mengirim sekresi untuk dikultur dan dilakukan pengetesan yang sensitive

jika diperlukan.

Page 25: GBS PJBL 2 ALIF

DAFTAR PUSTAKA

Brenda G.B dan Suzanne C.S, alih bahasa oleh Andry Hartono,dkk; Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; Edisi 8 Volume III; Penerbit

Buku Kedokteran, ECG, Jakarta,2002

Wibowo, Samekto & Gofir abdul. 2001. Farmakoterapi Dalam Neurologi. Penerbit

Salemba Medika; Jakarta.

Comer, Sheree. RN. MS. 2005 Critical Care Nursing Care Plans. Delmar Learning. Thomson Asian Edition

Widagdo, Wahyu S.kp. M.Kep. Sp.Kom, dkk. 2008. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Penerbit Buku Keperawatan dan Kepribadian; Jakarta.

Brenda G.B dan Suzanne C.S, alih bahasa oleh Andry Hartono,dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; Edisi 8 Volume III. Penerbit Buku Kedokteran, ECG, Jakarta,2002

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.