BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara. Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter. Dengan penjelasan tersebut di atas penyusun ingin menjelaskan tentang keseimbangan asam basa setra berbagai macam faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan asam basa. Serta menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan cairan. 1
Asidosis Alkalosis Gangguan keseimbangan asam basa Campuran
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam tiga
golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa memiliki
sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk
menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara.
Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan
dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan
yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa
suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu
parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam
memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral
memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH
meter.
Dengan penjelasan tersebut di atas penyusun ingin menjelaskan tentang keseimbangan
asam basa setra berbagai macam faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan
asam basa. Serta menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien
dengan gangguan keseimbangan cairan.
1.2 Rumusam Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?
2. Bagaimana pengaturan keseimbangan asam basa ?
3. Apa sajakah gangguan yang terjadi pada keseimbangan asam basa ?
1.3 Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa,
mahasiswa mampu mengetahui apa saja gangguan yang ada pada keseimbangan asam basa,
mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pengaturan yang ada pada keseimbangan asam
basa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pertimbangan Fisiologis
Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen ([H+]) pada cairan
tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Meskipun terbentuk
banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun ([H+]) cairan tubuh tetap rendah. Kadar H+
normal darah arteri adalah 0,00000004 (4 x 10-8) mEq/L atau sekitar 1 persejuta dari kadar Na+.
Meskipun rendah, kadar ([H+]) yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan
normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel.
Perubahan ([H+]) yang relatif kecil dapat sangat mempengaruhi hidup seseorang karena berefek
terhadap enzim sel.
2.2 Skala pH
Peningkatan ([H+]) menyebabkan larutan menjadi bertambah asam, dan penurunannya
menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. Nilai pH berbanding terbalik dengan ([H+]).
Apabila ([H+]) meningkat, pH menurun demikian juga sebaliknya. Kadar pH yang rendah berarti
larutan itu lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti larutan itu lebih alkali atau basa.
Nilai pH rata-rata darah atau caiaran ekstra sel (ECF) adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal
pH adalah 7,38-7,42 (devisiasi standar 1 dari nilai rata-rata) atau 7,35-7,45 (devisiasi standar 2
dari nilai rata-rata)
1. Asam
Asam adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih ion ([H+]) yang dapat
dilepaskan dalam larutan. Asam kuat, seperti asam hdroklorida (HCl), hampir terurai
sempurna dalam larutan, sehingga dapat melepaskan banyak ion ([H+]). Asam lemah,
seperti asam karbonat (H2CO3), hanya terurai sebagian dalam larutan sehingga lebih
sedikit ion ([H+]) yang dilepaskan.
Proses metabolisme dalam tubuh menyebabkan terjadinya pembentukan dua jenis
asam, yaitu yang mudah menguap (volatil) dan tidak mudah menguap (non-volatil).
Asam volatil dapat berubah menjadi bentuk cair maupun gas. Karbondioksida –produk
akhir utama dari oksidasi karbohidrat, lemak, dan asam amino—dapat dianggap sebagai
2
asam karena mampu bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang
akan terurai menjadi bentuk H+ dan HCO3-.
Karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru, sehingga
karbondioksida sering disebut asam volatil. Semua sumber lain ([H+]) dianggap sebagai
asam non-volatil atau asam terfiksasi. Asam non-volatil menguap tidak dapat berubah
bentuk menjadi gas untuk bisa diekskresi oleh paru-paru, tapi harus diekskresikan melalui
ginjal. Asam non-volatil dapat berupa organik maupun anorganik. Asam sulfat adalah
produk akhir oksidasi asam amino yang mengandung sulfur, sedangkan asam fosfat
dibentuk dari metabolisme fosfolipid, asam nukleat, dan fosfoprotein. Asam organik
seperti asam laktat dan asam keton dibentuk dari metabolisme lemak dan karbohidrat
yang kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan air, sehingga dalam keadaan normal asam-
asam ini tidak mempengaruhi pH tubuh. Namun demikian, asam-asam organik ini dapat
menumpuk pada keadaan abnormal tertentu.
2. Basa
Berlawanan dengan asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau
bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor proton). Basa kuat seperti
natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat
dengan asam. Basa lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian yang
terurao dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam.
2.3 Buffer
Istilah buffer menjelaskan substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan
yang disebakan penambahan asam maupun basa. Buffer adalah campuran asam lemah dan
garam basanya (atau basa kuat dan garam asamnya). Buffer akan sangat efektif dalam
mempertahankan [H+] terhadap asam atau basa, jika buffer tersebut terurai 50% nya
(mempunyai jumlah asam belum terurai sama dengan garamnya). Kadar pH pada keadaan asam
atau basa yang 50% nya terurai disebut pK. Keefektifan suatu buffer ditentukan oleh kadar dan
pKnya. Empat pasang atau sistem buffer utama dalam tubuh yang membantu memelihara pH
agar tetap konstan adalah :
1. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)
2. Sistem buffer fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4)
3. Sistem buffer oksihemoglobin-hemoglobin dalam eritrosit (HbO2- dan HHb)
4. Sistem buffer protein (Pr- dan HPr).
3
Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)
sistem buffer ini merupakan buffer ECF yang utama, dan hasil penilaian komponen sistem
buffer ini merupakan dasar penilaian status asam basa pasien. Sistem penyangga bikarbonat
terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat:
Asam lemah / asam karbonat ( H2CO3 )
Garam bikarbonat ( NaHCO3 )
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada
enzim karbonik anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli paru-paru, dimana CO2
( oksigen ) dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal,
dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
H2CO3 berionasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :
H2CO3 H+ + HCO3-
Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara dominan sebagai
natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.Oleh karena itu hasil akhinya adalah
kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah,tetapi penurunan CO2 dalam darah
menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi
didala darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal.
Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraseluler yang paling kuat
dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini terutama akibat kenyataan bahwa kedua elemen
sistem penyangga. HCO3- dan CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan ekstraseluler
dapat diatur dengan tepat oleh kecepatan relatif dan penambahan HCO3- oleh ginjal dan
kecepatan pemindahan CO2 oleh paru-paru.
Sistem buffer fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4)
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat
menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4)
adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah
HCl + Na2HPO4 ↔ NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 ↔ Na2HPO4 + H2O
Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai
penyangga cairan ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan penting dalam
penyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraseluler.
4
Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4
- , bila suatu asam
kuat seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4-
dan dikonversikan menjadi H2PO4- :
HCL+Na2HPO4 Na2HPO4 + NaCL
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah asam lemah
tambahan Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal. Penyangga fosfat menpunyai peran
yang sangat penting dalam cairan tubulus ginjal. Alasannya :
Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga meningkatkan tenaga
penyangga sistem fosfat.
Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan ekstraseluler,
menyebabkan jangkauan kerja penyangga lebih mendekati pK sistem.
Sistem penyangga fosfat juga penting dalam penyangga intraseluler karena konsentrasi
fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan ekstraseluler. Juga pH
cairan intraseluler lebih rendah daripada pH cairan ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya
lebih mendekati pK sistem penyangga fosfat, dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.
Sistem buffer oksihemoglobin-hemoglobin dalam eritrosit (HbO2- dan HHb)
Hemoglobin adalah suatu buffer ion H+ yang efektif, diproduksi didalam sel eritrosit dalam
perjalanan transpor CO2 dari jaringan ke paru-paru dalam bentuk bikarbonat. Hemoglobin
tereduksi memiliki afinitas yang kuat dengan ion H+ , sehingga sebagian besar ion ini menjadi
berikatan dengan hemoglobin. Dalam keadaan ini, hanaya sedikit H+ yang masih tetap bebas,
sehingga keasaman darah vena hanya sedikit lebih besar dari darah arteri. Sewaktu darah vena
melalui paru-paru, hemoglobim tersaturasi dengan oksigen dan kemampuan untuk mengikat ion
H+ menurun. Ion H+ dilepaskan, kemudian bereaksi dengan bikarbonat membentuk CO2 dan
dikeluarkan melalui paru. Sebenarnya sistem hemoglobin/oksihemoglobin menyangga sistem
buffer bikarbonat/asam karbonat.
Sistem buffer protein (Pr- dan HPr).
Sistem buffer protein paling banyak terdapat pada sel dan jaringan dan juga bekerja pada
plasma. Lebih dari separuh 70mmol ion H+ yang berasal dari diet awalnya dibuffer secara
intrasel. Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus
karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa. Protein
banyak diantara para penyangga yang paling kuat dalam tubuh karena konsentrasinya yang
tinggi, terutama didalam sel.
5
2.4 Tinjauan ketidakseimbangan asam-basa primer
Batas normal pH darah yaitusekitar 7,4 dan batas terjauh yang masih dpat ditanggulangi
adalah antara 6,8 sampai 7,8 atau interval dari satu unit pH. Jika menggunakan nilai rata-rata
yang lebih sensittif yaitu standar deviasi dari nilai rata-rata 7,4, pH normal berkisar antara 7,38
sampai 7,42. Namun umumnya para klinisi memakai nilai yang kurang sensitid yaitu 7,35
sampai7,45. pH darah yang kurang dari 7,35 disebut asidemia dan proses penyebabnya disebut
asidosis. pH 7,25 atau kurang dari itu dapat membahayakan jiwa dan pH 6,8 sudah tidak dapat
ditanggulangi oleh tubuh. Demikian juga, pH darah yang lebih besar dari 7,45 disebut alkalemia
dan proses penyebanya adalah alkalosis. pH yang lebih besar dari 7,55 dapat membahayakan
jiwa dan pH yang lebih besar dari 7,8 tidak dapat ditanggulangi lagi oleh tubuh.
2.5 Pengaturan pH ECF (ekstra Celular Fluid)
Berbagai asam dan basa terus menerus memasuki tubuh melalui absorpsi makanan dan
katabolisme makanan, sehingga perlu beberapa mekanisme untuk menetralkan atau membuang
zat-zat ini. sebenarnya, pH yang konstan dipertahankan secara bersamaan oleh sistem buffer
tubuh, paru dan ginjal. Tiga mekanisme pengaturan ini berbeda dalam kecepatan dan
keefektifannya untuk mempertahankan kekonstanan pH sesuai dengan bertambah atau
berkurangnya asam atau basa dalam tubuh.
Respon segera (dalam beberapa detik) terhadap bertambah atau berkurangnya H+ adalah
buffer kimiawi ion H+ oleh sistem buffer ECF dan ICF. Tetapi buffer hanya merupakan tindakan
sementara dalam pemulihan pH normal.
Usaha kedua untuk menstabilkan konsentrasi ion H+ adalah dengan mengendalikan kadar
CO2 pernapasan dalam cairan tubuh melalui ventilasi alveolar. Respon ini berlangsung cukup
cepat, hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk bisa bekerja sepenuhnya.
Terakhir, usaha pemulihan pH agar tetap normal pada gangguan asam basa bergantung pada
pengaturan ginjal terhadap keadaan bikarbonat dalam cairan tubuh. Respon ini raltif lambat,
membutuhkan beberapa hari untuk mencapai koreksi penuh.
A. Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa
6
Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh
paru-paru. Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan pH, sedangkan penurunan
Pco2 akan meningkatkan pH. Oleh karena itu dengan menyesuaikan Pco2 meningkat atau
menurun, paru-paru secara efektif dapat mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler. Peningkatan ventilasi CO2 dari cairan ekstraseluler yang melalui kerja massa
akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan
meningkatkan CO2, jadi juga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan
ekstraseluler.
1) Ekspirasi CO2 paru-paru mengimbangi pembentukan CO2 metabolik.
CO2 dibentuk secara terus menerus dalam suhu tubuh melalui proses metabolisme
intraseluler. Setelah itu CO2 berdifusi dari sel masuk kedalam cairan interstisial dan
darah, dan aliran darah mentranspor CO2 ke paru, tempat CO2 berdifusi kedalam
alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru-paru. Rata-rata secara
normal terdapat sekitar 1,2 mol/liter CO2 yang terlarut dalam cairan ekstraseluler,
yang sama dengan Pco2 40 mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, Pco2 cairan ekstraseluler
juga meningkat. Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik menurunkan Pco2. Bila
kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2 dalam cairan ekstraseluler menurun. Oleh
karena itu perubahan ventilasi paru atau kecepatan pembentukan CO2 oleh jaringan
dapat mengubah Pco2 cairan ekstraseluler.
2) Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler dan meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain yang
mempengaruhi Pco2 dalam cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolus,
semakin rendah Pco2 dan sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi alveolus,
semakin tinggi Pco2 . bila konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan
konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan
ekstraseluler.
3) Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus
`Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi konsentrasi
ion hidrogen dengan mengubah Pco2 cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion hidrogen
juga mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus. Kecepatan alveolus meningkatkan
empat sampai lima kali kecepatan normal sewaktu pH turun dari nilai normal. Oleh
7
karena itu kompensasi pernapasan terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon
penurunan pH yang nyata.
4) Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan
Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan karena
peningkatan ventilasi alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi ion hidrogen,
sistem pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan balik negatif yang khas untuk
konsentrasi ion hidrogen :
Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal, sistem
pernapasan dirangsang dan diventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan
Pco2 cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen kembali menuju
normal. Sebaliknya bila konsentrasi ion turun dibawah normal, pusat pernapasan
menjadi tertekan, ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat
kembali menuju normal.
5) Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi ion hidrogen
Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen kembali
normal bila beberapa gangguan diluar sistem pernapasan telah menghambat pH,
biasanya mekanisme pernapasan untuk mengontrol konsentrasi ion hidrogen
mempunyai efektifitas antara 50 dan 75 persen. Bila konsentrasi ion hidrogen tiba-
tiba meningkat melalui penambahan asam kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun
dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem pernapasan dapat mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2
sampai 7,3. Respon ini terjadi dalam waktu 3 sampai 12 menit.
6) Kekuatan pernapasan sistem pernapasan
Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan
konsentrasi ion hidrogen. Sebagai contoh, gangguan fungsi paru untuk
menghilangkan CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan pembentukan CO2 dalam
cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke arah asisdosis respirotarik. Juga
kemampuan untuk memberi respon terhadap oksidasi metabolik menjadi terganggu
karena pengurangan kompensasi Pco2 yang secara normal akan menjadi tumpul.
Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis tunggal yang masih ada untuk
mngembalikan pH ke arah normal setelah terjadi penyanggaan kimia awal dalam
cairan ekstraseluler.
8
B. Kontrol Keseimbangan Asam-Basa Oleh Ginjal
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam
atau yang basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan
ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan
ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut :
sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan bila ion
bikarbonat diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah.
Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-
sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang
diekskresikan daripada ion karbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari
ciran ekstraseluler. Sebaliknya bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada
hidrogen yang dieksresikan, akan terdapat kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak menguap,
terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak menguap karena mereka
bukan H2CO3 oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme primer
untuk menghilangkan asam-asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga
mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang seara kuantitatif lebih
penting daripada ekskresi asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalam kondisi normal, hampir
semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga utama
airan ekstraseluler.
Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion bikarbonat
harus bereaksi dengan ion hidogen yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum
dapat direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion hidrogen harus disekresikan tiap hari hanya untuk
mereabsorbsi bikarbonat yang disaring kemudian penambahan 80 miliekuivalen ion
hidrogen harus diekskresikan untuk menghilangkan asam-asam yang tidak menguap dari
tubuh yang diproduksi setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang
diekskresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler ( alkaisis ),
ginjal gagal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan ekskresi
bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan
ekstraseluler, kehillangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu ion hidrogen
9
kedalam cairan ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalisis pengeluaran ion bikarbonat
akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi
mereabsobsi semua bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang
ditambahkan kembali kecairan ekstraseluler, hal ini mengurangi konsentrasi ion hidrogen
cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme
dasar :
1. Sekresi ion-ion hydrogen
2. Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3. Produksi ion-ion bikarbonat baru
2.6 Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Asidosis Metabolik
Adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat
plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan H+). Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida.Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan
cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.Tetapi kedua mekanisme tersebut
bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga
terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfiksasi
(nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresikan beban asam harian, atau kehilangan
bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok
utama adalah:
1) Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan
asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu)
dan zat anti beku (etilen glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis
metabolik.
10
2) Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Tubuh
dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa
penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak
terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut,
dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3) Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam
dalam jumlah yang semestinya.Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita
gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala dan tanda utama asidosis emtabolik adalah kelainan kardiovaskular, neurologis,
dan fungsi tulang. Apabila pH dibawah 7,1 , maka terjadi penurunan kontaktilitas jantung dan
respons intropik terhadap katekolamin. Efek-efek ini menyebabkan terjadinya hipotensi dan
disritmia jantung.
Gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma yang disebabkan oleh penurunan
pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Mekanisme buffer H+ oleh
bikarbonat tulang dalam asidosis metabolik penderita gagal ginjal kronis, akan menghambat
pertumbuhan anak dan menyebabkan terjadinya berbagai kelainan tulang (osteodistrofi
ginjal).
Diagnosis asidosis metabolik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan
oleh hasil pemeriksaan laboratorium yaitu pH, PaCO2 dan HCO3-. Hasil pemeriksaan
menunjukan pH <7,35, HCO3-< 22 mEq/L, dan PaCO2 < 40mmHg.
2. Alkalosis Metabolik
Adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar
HCO3- plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan H+).
Etiologi dan Patogenesis
Alkalosis metabolik disebabkan oleh hilangnya H+ tubuh yang menyebabkan
meningkatnya HCO3- ECF. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
11
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang
kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi
terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.Selain itu, alkalosis metabolik
dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini
harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogastrik, pengbatan
deurotik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal napas hiperkapnia. Selain itu dapat timbul
gejala serta tanda hipokalemia dan kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang
otot. Alkalemia berat dapat menyebabkan terjadinya disritmia jantung pada orang normal dan
terutama pada pasien penyakit jantung.
Diagnosis alkalosis metabolik ditegakan berdasarkan anamnesis dan hasil laboratorium
yang mendukung, pH plasma meningkat diatas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dari 26 mEq/L.
PaCO2 mungkin normal atau sedikit meningkat; peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakakn
sebesar 0,7 mmHg untuk tiap peningkatan HCO3- sebesar 1 mEq/L.
3. Asidosis Respiratorik
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mendasar asidosis respiratorik adalah hipovantilasi aveolar,istilah
yang sebenarnya sinonim dengan penumpukan CO2. Dalam keadaan normal
15.000 – 20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui
metabolisme dan dikeluarkan oleh paru. Sebagian besar CO2 dibawa ke paru
dalam bentuk HCO3 darah ( lihat persamaan buffer bikarbonat). Ketika CO2
jaringan memasuki darah,terjadi peningkatan ion H+ yang merangsang pusat
pernafasan,sehingga menyebabkan peningkatan ventilasi. Dalam keadaan
normal, proses ini begitu evisien sehingga Pa CO2 dan H tetap berada dalam
12
batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan
pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh overproduksi
CO2 akibat hipermetabolisme.
Asidosis respiratorik akut umumnya timbul akibat obstruksi saluran
nafas akut seperti pada laringospasme.,aspirasi benda asing atau depresi
susunan saraf pusat ( CNS ) pada pusat pernapasan di medula oblongata
seperti yang terjadi pada overdosis barbiturat atau opiat. Pada asidosis
respiratorik akut yang berat (misalnya asfiksia atau henti kardiopulmonar)
asidosis akan diperberat oleh asidosis metabolik yang ditimbulkan akibat
penimbunan produksi asam laktat yang sangat cepat selama