Page 1
i
GAMBARAN SISTEM PELAYANAN RESEP PASIEN DI INSTALASI
FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT KARYA BHAKTI PRATIWI
BOGOR TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
OLEH :
Yulia Elizabet
1112101000022
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017
Page 3
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Page 5
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Februari 2017
Yulia Elizabet, NIM: 1112101000022
GAMBARAN SISTEM PELAYANAN RESEP PASIEN DI INSTALASI
RAWAT JALAN RUMAH SAKIT KARYA BHAKTI PRATIWI BOGOR
TAHUN 2016
xv+139 halaman, 13 tabel, 6 gambar, 3 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK
Pelayanan resep sebagai garis depan pelayanan farmasi kepada pasien harus
dikelola dengan baik, karena mutu pelayanan resep yang baik pada umumnya
dikaitkan dengan kecepatan dalam memberikan pelayanan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didukung dengan
kuantitatif yang menggunakan pengumpulan data berupa pencatatan waktu tunggu
pelayanan resep, wawancara, observasi dan telaah dokumen.Sampel penelitian ini
sebanyak 106 resep pasien rawat jalan. Informan yang akan menjadi narasumber
dalam pengambilan data primer di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSKBP meliputi
kepala instalasi farmasi, kepala depo farmasi rawat jalan dan asisten apoteker
instalasi rawat jalan yang diambil secara purposive sampling.
Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan November sampai Desember
2016 didapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah
45,57 menit dan resep racikan adalah 71,40 menit. Hal ini belum memenuhi standar
Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008, yaitu ≤ 30 menit untuk resep non racikan
dan ≤ 60 menituntuk resep racikan. Keterlambatan pelayanan resep ini disebabkan
beberapa faktor yaitu, sumber daya manusia baik dari segi kuantitas dan kualitasnya
yang masih kurang, belum adanya kebijakan tertulis standar waktu tunggu pelayanan
resep, pengawasan dan evaluasi belum berjalan, ruang pelayanan yang masih kurang
luas, line telepon dengan sistem sambungan.
Diharapkan manajemen RS melakukan penambah SDM, memberikan
pelatihan kepada apoteker dan asisten apoteker secara rutin minimal dua sampai tika
kali setahun untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan/keterampilan,
membuat kebijakan standar waktu tungu pelayanan resep rawat jalan,
memaksimalkan fungsi pengawasan dan evaluasi, memisah antara pelayanan resep
pasien jaminan dan umum, menyediakan line telepon khusus dan langsung,
Diharapkan instalasi farmasimembangun budaya 5 R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat,
Rajin) sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kenyamanan petugas,
membuat label khusus jenis obat Look Alike Sound Alike (LASA), memperhatikan
dan memperhitungkan ketersediaan obat fast moving dan alat tulis kantor.
Kata Kunci: Sistem pelayanan resep, instalasi farmasi, Rumah Sakit
Daftar Bacaan: 80 (1976-2016)
Page 6
vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH CARE MANAGEMENT DEPARTMENT Undergraduate Thesis, Februari 2017 Yulia Elizabet, NIM: 1112101000022
THE DESCRIPTION OF SYSTEM PATIENTS PRESCRIPED SERVICE IN
PHARMACY HEALTHCARE KARYA BHAKTI PRATIWI BOGOR IN 2017 xv+139 pages, 13 tables, 6 pictures, 3charts, 5 attachments
ABSTRACT
The Prescription service as the front liner of a pharmacy for patients need to
be managed as good as possible, because the quality of prescription in general is
associated with the pace in giving the service.
This research which is a qualitative research which is supported by the
quantitative that is used in gathering the data in a form of recording the waiting time
for the prescription service, interview, and observation and is documented. The total
samples of this research are 106 prescription from outpatients patient. Informant that
is going to be the source in getting the primary data at the Outpatient Pharmacy
Installation that is involved are the head of pharmacy installation, the head of depot
outpatient pharmacy and the pharmacy’s assistant of the outpatient installation that is
taken by purposive sampling.
The result of the research that is done on November until Desember 2016 is
the average wait time for the prescription service with no concoction of drugs is
45,47 minutes and the time with concoction of drugs is 71,40 minutes. This result
hasn’t reached the standard of Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008, which is ≤
30 minutes, for prescription with no concoction of drugs and ≤ 60 minutes, for
prescription with concoction of drugs. The delayed prescription service is caused by
several factors which are, the human resources both in quantity and quality that are
still not enough, there is still no written policy about the waiting time standard for the
prescription service, the supervision and evaluation that hasn’t started yet, the
inadequate facilities and infrastructure, the availability of drugs, the system
connection for telephone line.
Expectedfor the Hospital Manager to increase the number of Human
Resources, give them education, training, and development for the pharmacist and
pharmacists’ assistant routinely and evenly, make a policy for the waiting time
standard for the prescription service, maximize the function of supervision and
evaluation, completing and provide a special and direct telephone line. We hope for
the pharmacy installation to make a special label for the Look Alike Sound
Alike(LASA) type of drug, to pay attention and take into account of the availability
for the fast moving drugs and the office stationaries.
Keywords: Prescription service system, installation of pharmacy, hospital
Reading List: 80 (1976-2016)
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Ahlamdulillahirrabil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“GAMBARAN SISTEM PELAYANAN RESEP PASIEN DI INSTALASI
FARMASI RAWAT JALAN RS KARYA BHAKTI PRATIWI BOGOR
TAHUN 2016”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ucapan terimakasih penulis tuturkan secara ikhlas dan penuh dengan kerendahan
hati atas terselasaikannya skripsi ini kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga penulis
dapat mengerjakan skripsi dengan lancar.
2. Kedua orang tua, Papa dan Mama tercinta yang selalu mendoakan, memberi
dukungan semangat, serta membarikan kasih sayang nya yang tiada henti kepada
penulis.
3. Adik-adikku tercinta Deby Juliani Poluan, Dafa Maulana Poluan, Oksal Difta Poluan
dan yang tersayang Satrio Prakasa, SE yang selalu mendoakan, memberikan
dukungan serta semangat yang tiada henti kepada penulis.
4. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dewi Iriani, SKM, MKM selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan
nasihat dan semangat kepada penulis.
Page 8
viii
7. dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, Ph.D selaku pembimbing I dan Lilis
Muchlisoh, SKM, MKM selaku pembimbing II yang selalu siap memberikan
bimbingan dan pengarahan membangun dalam proses pembuatan skripsi ini.
8. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM, Ibu Yuli Amran,MKM dan Ibu Susanti
Tungka, MARS selaku penguji sidang skripsi
9. Kepala Instalasi Farmasi RS Karya Bhakti Pratiwi Ibu Yesi Mariyana, S.Si, Apt,
Kepala Depo Farmasi Rawat Jalan Mbak Tri Octaviani, S.Farm, Apt, dan Kepala
Keuangan Ibu Binar yang telah membantu peneliti dalam mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Petugas Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Karya Bhakti PratiwiMbak Wina,
Mbak Ruby, Mbak Mariam, Mbak Khuril, Mbak Cahaya, Mbak Raisa, Mbak
Rina Mbak Dini yang telah membantu peneliti dalam mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan 2012 dan teman-teman
IOI yaitu Nurzis, Rika, Ayu Sajida, Kiki, Riskah, Ayu Savitri, Juwita, Syifa Azkiya,
Evi Luthfiah yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan
berbagai keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya,
penulis menyampaikan terima kasih.
Penulis,
Yulia Elizabet
Page 9
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ixx
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 8
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti ............................................................................ 8
1.5.2 Manfaat Bagi RS Karya Bhakti Pratiwi ................................................. 9
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan ....................................................................... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 11
2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ........................................................ 11
2.1.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit........................................... 11
2.1.2 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................................ 12
2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit .................... 13
2.1.4 Pelayanan Farmasi Rawat jalan ........................................................... 15
2.2 Resep ........................................................................................................... 17
2.3 Pelayanan Resep .......................................................................................... 18
Page 10
x
2.3.1 Pengertian Pelayanan Resep ................................................................ 18
2.3.2 Skrining Resep ..................................................................................... 18
2.3.3 Penyiapan Obat (Dispensing) .............................................................. 19
2.4 Sumber Daya Manusi Farmasi Rumah Sakit .............................................. 21
2.5 Sarana dan Prasarana Farmasi Rumah Sakit ............................................... 23
2.6 Kebijakan dan Prosedur Farmasi Rumah Sakit ........................................... 27
2.7 Waktu Tunggu Pelayanan Resep ................................................................. 29
2.8 Standar Pelayanan Minimal Kefarmasian Rumah Sakit ............................. 30
2.9 Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Resep ........................................... 30
2.10 Kerangka Teori ............................................................................................ 34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH .................................. 36
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 36
3.2 Definisi Istilah ............................................................................................. 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 50
4.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 50
4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................................... 51
4.3 Informan Penelitian ..................................................................................... 51
4.4 Populasi dan Sampel ................................................................................... 52
4.5 Instrumen Pengumpulan Data ..................................................................... 54
4.6 Sumber Data ............................................................................................... 54
4.7 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 55
4.8 Pengolahan Data .......................................................................................... 57
4.8.1 Pengolahan Data Kuantiatif ................................................................. 57
4.8.2 Pengolahan Data Kualitatif .................................................................. 58
4.9 Teknik Analisis Data ................................................................................... 59
4.9.1 Analisis Data Kuantitatif ...................................................................... 59
4.9.2 Analisis Data Kualiatif ......................................................................... 60
4.10 Keabsahan Data ........................................................................................... 60
4.10.1 Triangulasi Sumber .............................................................................. 60
4.10.2 Triangulasi Metode .............................................................................. 61
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 63
5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor .................... 63
Page 11
xi
5.1.1. Sejarah Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor .............................. 63
5.1.2. Tujuan, Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor
65
5.1.3 Produk dan Layanan ............................................................................ 65
5.2 Gambaran Input Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi .................................................................................................................... 67
5.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan. 67
5.2.1 Sarana dan Prasarana Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan ............... 73
5.2.2 Prosedur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan ................................... 78
5.3 Gambaran Proses Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi .................................................................................................................... 83
5.3.1 Penerimaan/harga resep ....................................................................... 84
5.3.2 Pengambilan Obat ................................................................................ 89
5.3.3 Peracikan Obat ..................................................................................... 92
5.3.4 Penulisan Etiket ................................................................................... 95
5.3.5 Penyerahan Obat .................................................................................. 98
5.4 Gambaran Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi ....................................................................................................... 102
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 104
6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 104
6.2 Analisis Input Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi .................................................................................................................. 104
6.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
105
6.2.2 Sarana dan Prasarana Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan ............. 111
6.2.3 Prosedur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan ................................ 114
6.3 Analisis Proses Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi .................................................................................................................. 117
6.4 Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi .................................................................................................................. 126
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 128
7.1. Simpulan .................................................................................................... 128
7.2 Saran .......................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 132
Page 12
xii
LAMPIRAN 1 .......................................................................................................... 140
Informed Consent ................................................................................................. 140
LAMPIRAN II ......................................................................................................... 141
Pedoman Wawancara ........................................................................................... 141
LAMPIRAN III ........................................................................................................ 144
Formulir Waktu Tunggu Pelayanan Resep .......................................................... 144
LAMPIRAN IV ....................................................................................................... 145
Telaah Dokumen dan Lembar Observasi ............................................................. 145
LAMPIRAN V ......................................................................................................... 147
Matriks Wawancara, Observasi dan Telaah Dokumen ............................................ 147
OUTPUT .................................................................................................................. 183
Page 13
xiv
DAFTAR TABEL
No Tabel Nama Tabel Hal
Tabel 3. 1 Definisi Istilah 38
Tabel 4.1 Karakteristik Informan Penelitian 52
Tabel 4.3 Triangulasi Data 61
Tabel 5.1 Sumber Daya Manusia di Instalasi Rawat Jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi
67
Tabel 5.2 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen
Pelayanan Resep Pada Tahap Penerimaan/Harga Resep di
Instalasi Farmasi RSKBP Tahun 2016
85
Tabel 5.3 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen
Pelayanan Resep Pada Tahap Pengambilan Obat di Instalasi
Farmasi RSKBP Tahun 2016
89
Tabel 5.4 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen
Pelayanan Resep Pada Tahap Peracikan Obat di Instalasi
Farmasi RSKBP Tahun 2016
93
Tabel 5.5 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen
Pelayanan Resep Pada Tahap Penulian Etiket di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun
2016
95
Tabel 5.6 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen
Pelayanan Resep Pada Tahap Penyerahan Obatdi Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun
2016
98
Tabel 5.7 Jumlah Lembar Resep Pasien Yang Diamati 102
Tabel 5.8 Rata-Rata Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
di Instalasi Farmasi RSKBP Tahun 2016
102
Tabel 5.9 Presentase Resep Non Racikan Rawat Jalan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
103
Tabel 5.10 Presentase Resep Racikan Rawat Jalan di Instalasi Farmasi
RSKBP Tahun 2016
103
Page 14
xv
DAFTAR BAGAN
No Bagan Nama Bagan Hal
Bagan 2.1 Kerangka Teori 35
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 37
Bagan 5.1 Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
101
Page 15
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan pembangunan perumasakitan di Indonesia, dengan banyak
bermunculannya rumah sakit baru, yang menimbulkan persaingan ketat antar
rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah, swasta, khusus dan asing,semua
berlomba-lomba untuk menarik konsumen agar menggunakan pelayanan.Oleh
karena itu rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan harus
memberikan pelayanan yang cepat, lengkap, dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dengan memenuhi pelayanan kesehatan yang terbaik
(Muharomah,2008).
Seiring dengan persaingan antara sesama rumah sakit tersebut, rumah sakit
swasta harus lebih giat lagiuntuk meningkatkan kompetisi kualitas danmutu
pelayanan salah satunya yaitupelayanan instalasi farmasi (Muninjaya, 2011).
Instalasi Farmasi rumah sakit merupakan bagian intergral pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang memberikan pelayanan kefarmasian yang efektif
dan efisien, serta menjamin tersedianya obat yang bermutu dengan harga
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Pudjaningsih,2006).Menurut Suciati
dkk, 2006 mengatakan bahwa pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan
penunjang dan sekaligus merupakan revenuecenter utama. Hal tersebut mengingat
bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan
farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi bahan alat kesehatan, alat
kedokteran dan gas medis), dan 50% dari pemasukan rumah sakit berasal dari
pengelolaan pembekalan farmasi.
Page 16
2
Instalasi Farmasi merupakan suatu unit yang memberi pendapatan yang
cukup berarti untuk sebuah rumah sakit serta adanya tuntutan pasien dan
masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengaharuskan adanya perubahan
pelayanan dari paradigma lama (drug oriented) ke paradigma baru (patient
oriented) dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian) maka
pelayaan kesehatan di rumah sakit harus selalu berbenah diri dalam meningkatkan
mutu layanan kesehatan, salah satu hal yang menjadi indikator dalam menilai mutu
pelayanan kesehatan dirumah sakit menurut dimensi pasien adalah waktu tunggu
pelayanan resep di instalasi farmasi (Rakhmisari D,2006).
Waktu tunggu pelayanan resep dihitung dari pasien menyerahkan resep
sampai mendapatkan obat beserta KIE yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian.
Pelayanan resep obat yang lama akan berpengaruh terhadap pasien yang dapat
menyebabkan pasien tidak puas dan merasa dirugikan karena waktu pelayanan
yang lama. Waktu tunggu yang lama juga akan mengakibatkan peningkatan waktu
pelayanan, dampak dari hal tersebut berupa timbulnya antrian yang panjang
sehingga menyebabkan pasien tidak mau membeli obat di instalasi farmasi rumah
sakit. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelayanan pasien adalah pelayanan
yang cepat dan ramah disertai jaminan tersediannya obat (Rakhmisari D, 2006).
Sebelum mendapatkan pelayanan di Instalasi Farmasi untuk mengambil resep
melalui proses antrian, pasien sudah mengalami berbagai antrian mulai dari saat
datang pada pelayanan kesehatan untuk mendaftarkan diri sampai dilakukan proses
pemeriksaan oleh tenaga medis. Ini semua dapat menimbulkan rasa jenuh maupun
stress bagi pasien karena harus menghabiskan waktu yang begitu lama pada proses
pengobatan yang dibutuhkannya (Wongkar L, 2000)
Page 17
3
Menurut Wijono (2008) beberapa hal yang mempengaruhi kepuasan pasien
yaitu pendekatan dan perilaku petugas terutama pada saat pertama kali kunjungan,
mutu informasi yang diberikan, prosedur perjanjian, waktu tunggu obat, periksa
kesehatan maupun pengambilan obat, fasilitas umum dirumah sakit dan hasil
perawatan yang diterima. Salah satu faktor tersebut adalah waktu tunggu obat
(waktu dispensing obat) yang telah dijelaskan dalam Kepmenkes RI No. 129 Tahun
2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dari farmasi dalam hal waktu
tunggu pelayanan untuk jenis resep obat non racikan adalah ≤ 30 menit dan untuk
resep racikan adalah ≤ 60 menit.
Menurut Pillay et al (2011) dalam penelitiannya di Malaysia mengatakan
bahwa sejumlah faktor yang memberikan kontribusi terhadap waktu tunggu pasien
di rumah sakit dinilai dari persepsi karyawan yaitu, beban kerja mempengaruhi
waktu tunggu pasien, salah satunya seperti kurangnya staff atau SDM, fasilitas
yang tidak mamadai, kurangnya ruang konsultasi dianggap berkontribusi pada
masalah waktu tunggu sama seperti ramainya ruang tunggu, sikap karyawan dan
proses bekerja, dinilai dari tidak efisiennya proses dalam bekerja, diikuti kurangnya
kerja sama, kurangnya komitmen, motivasi yang kurang dalam bekerja, kurang
ahli, serta buruknya sikap sesama kolega atau teman sejawat.
Berdasarkan menurut penelitian (Septini, 2011) di farmasi RSPAD Gatot
Soebroto, rata-rata waktu tunggu untuk pelayanan resep non racikan pasien rawat
jalan adalah sebesar 39 menit dimana 79,7% dari waktu tersebut merupakan
komponen delay. Sementara untuk resep racikan adalah 60,4 menit dan 59,27%
dari waktu tersebut merupakan komponen delay. Hal tersebut disebabkan oleh
ketersediaan obat, lama jaringan komputerisasi,beban kerja tidak sesuai dengan
Page 18
4
sumber daya manusia yang ada dan belum maksimalnya pelaksanaan prosedur
pelayanan resep.
Selain itu penelitian Maharani (2015) rata-rata-rata waktu tunggu pelayanan
resep pasien rawat jalan di RSIP Fatmawati sebesar 116,2 menit untu obat non
racikan dan 125,5 menit untuk resep obat racikan. Faktor yang mempengaruhi
waktu tunggu pelayanan resep tersebut adalah adanya komponen delay yang lebih
besar dari tindakan terutama pada proses input data dikarenakan terjadinya
penumpukan resep pada saat peak hours, jumlah SDM yang belum mencukupi,
SIRS yang belum memadai, peralatan untuk peracikan yang masih kurang dan
ketersediaan ruangan yang kurang memadai.
Wongkar L (2000) mengatakan bahwa sejumlah faktor yang memberikan
kontribusi terhadap waktu tunggu pelayanan resep yaitu, faktor jenis resep, disini
jenis resep dibedakan jenis racikan dan non racikan. Dimana jenis resep racikan
membutuhkan waktu lebih lama sebesar 92,7% dibandingkan dengan jenis resep
jadi yaitu sebesar 35,6%, Faktor yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan
resep tersebut adalah kurangnya ketersediaan SDM yang cukup dan terampil,
kurangnya sarana dan fasilitas yang dapat menunjang proses operasi pelayanan
resep, ketersediaan obat sesuai dengan resep yang diterima, faktor jumlah item obat
yang banyak pada resep yang masuk membutuhkan waktu lebih lama yaitu sebesar
66,3% dibandingkan dengan jumlah item obat yang sedikit yaitu sebesar 33,7%,
hal tersebut sangat mempengaruhi waktu tunggu pelayanan resep.
Penelitian lain mengenai pelayanan resep yang dilakukan oleh Fox (1989)
dalam Ritung M (2003) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan
resep adalah status pasien, disini status pasien dibedakan umum dan jaminan.
Page 19
5
Dimana pasen jaminan membutuhkan waktu lebih lama sebesar 52,22%
dibandingkan dengan pasien umum jadi yaitu sebesar 34,6%.
Setelah melihat pemaparan dari permasalahan waktu tunggu pelayanan resep
tersebut, maka penulis memilih RS Karya Bhakti Pratiwi Bogorsebagai tempat
penelitian dengan beberapa pertimbangan yang didasari studi pendahuluan berupa
observasi dan wawancara pada bulan Agustus 2016 pada dua rumah sakit dengan
tipe yang sama yaitu RS Medika Dramaga Bogor dan RS Azra Bogor.Dimana dari
ketiga RS tersebut yang memiliki waktu tunggu pelayanan resep tidak sesuai
standar adalah RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor.Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi
Bogor merupakan usaha kesehatan swasta tipe C yang terletak di daerah Bogor,
dimana rumah sakit ini memiliki unit-unit farmasi diantaranya farmasi di Unit
Gawat Darurat dan farmasi Unit Rawat Jalan. Farmasi Unit Rawat Jalan adalah
yang memiliki mobilitas paling tinggi yaitu sebesar 50% dikarenakan sebanyak 19
poliklinik spesialis berada di poli rawat jalan. Pelayanan resep merupakan titik
terakhir pasien dalam proses pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan jaminan
sehingga pihak manajemen rumah sakit harus memperhatikan berapa waktu proses
pelayanan resep pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS
Karya Bhakti Pratiwi Bogor pada Agustus dapatkan bahwa, rata-rata waktu tunggu
untuk pelayanan resep non racikan pasien rawat jalan adalah sebesar 45,13 menit
dimana 66,6% dari waktu tersebut merupakan komponen delay. Sementara untuk
resep racikan adalah 68,28 menit dan 54% dari waktu tersebut merupakan
komponen delay.Sedangkan standar waktu tunggu pelayanan resep dari Keputusan
Menteri Kesehatan No.129/Menkes/SK/II/2008 adalah ≤ 30 menit untuk resep non
racikan dan ≤ 60 untuk resep racikan.
Page 20
6
Sedangkan, berdasarkan hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan
kepala depo farmasi rawat jalan selama melakukan studi pendahuluan diketahui
bahwa banyak keluhan yang diterima oleh pihak manajemen pelayanan rumah sakit
terkait dengan pelayanan resep di instalasi farmasi rawat jalan yang lama.
Berdasarkan observasi peneliti menemukan masalah lainnya yaitu, sumber daya
manusia di instalasi farmasi rawat jalan yang masih kurang, ketersediaan obat yang
ada diinstalasi farmasi tidak dapat memenuhi kebutuhan resep yang masuk,
sehingga harus menunggu untuk menggambil obat di gudang farmasi atau mencari
pengganti obat tersebut, sarana dan prasarana yang ada masih ada yang melum
memadai untuk pelayanan resep, dan belum adanya kebijakan waktu tunggu
pelayanan resep pasien rawat jalan.
1.2 Rumusan Masalah
Waktu pelayanan resep merupakan salah satu hal untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat melalui pemberian pelayanan dengan cepat,
tepat dan aman, sehingga resep yang diberikan tepat dosis dan jumlah, sesuai
terapi, sesuai penderita, sesuai indikasi, dan tepat waktu pemberian. Selain itu,
waktu pelayanan resep merupakan salah satu indikator kepuasan dalam
meningkatkatkan mutu pelayanan.
Berdasakan studi pendahuluan yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat
Jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor pada Agustus dapatkan bahwa, rata-rata
waktu tunggu untuk pelayanan resep non racikan pasien rawat jalan adalah sebesar
45,13 menit dimana 66,6% dari waktu tersebut merupakan komponen delay.
Sementara untuk resep racikan adalah 68,28 menit dan 54% dari waktu tersebut
merupakan komponen delay. Sedangkan standar waktu tunggu pelayanan resep
Page 21
7
dari Keputusan Menteri Kesehatan No.129/Menkes/SK/II/2008, yaitu ≤ 30 menit
untuk resep non racikan dan ≤ 60 menit untuk resep racikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan kepala
depo farmasi rawat jalan selama melakukan studi pendahuluan diketahui bahwa
banyak keluhan yang diterima oleh pihak manajemen pelayanan rumah sakit terkait
dengan pelayanan resep di instalasi farmasi rawat jalan yang lama.Berdasarkan
observasi peneliti menemukan masalah lainnyayaitu, sumber daya manusia di
instalasi farmasi rawat jalan yang masih kurang karena satu orang bisa langsung
mengerjakan dua pekerjaan sekaligus.Ketersediaan obat yang ada diinstalasi
farmasi tidak dapat memenuhi kebutuhan resep yang masuk, sehingga harus
menunggu untuk menggambil obat di gudang farmasi atau mencari pengganti obat
tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran input (SDM, prosedur, sarana dan prasarana) dari
waktu tunggu pelayanan resep pasien di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan
Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran proses (penerimaan/harga resep, pengambilan obat,
peracikan obat, penulisan etiket, penyerahan resep) dari waktu tunggu
pelayanan resep pasien di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti
Pratiwi Tahun 2016?
3. Bagaimana gambaran output (waktu tunggu) dari pelayanan resep pasien di
Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
dibandingkan dengan lama waktu pelayanan resep obat jadi dan obat racikan
menurut Kepmenkes RI No. 129 Tahun 2008 tentang SPM Rumah Sakit?
Page 22
8
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran sistem pelayanan resep pasien di Instalasi
Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran input (SDM, prosedur, sarana dan prasarana)
dari waktu tunggu pelayanan resep pasien di Instalasi Farmasi Unit Rawat
Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
2. Untuk mengetahui gambaran proses (penerimaan/harga resep, pengambilan
obat, peracikan obat, penulisan etiket, penyerahan resep) dari waktu tunggu
pelayanan resep pasien di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti
Pratiwi Tahun 2016
3. Untuk mengetahui gambaran output (waktu tunggu) dari pelayanan resep
pasien di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun
2016 dibandingkan dengan lama waktu pelayanan resep obat jadi dan obat
racikan menurut Kepmenkes RI No. 129 Tahun 2008 tentang SPM Rumah
Sakit
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
Dapat memperoleh dan menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman,
serta keterampilan tentang waktu tunggu pelayanan resep pasien di Instalasi
Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016, serta sebagai aplikasi
ilmu dan teori yang peneliti peroleh selana berada dibangku perkuliahan di
Page 23
9
peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) program studi Kesehatan
Masyarakat.
1.5.2 Manfaat Bagi RS Karya Bhakti Pratiwi
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa informasi kepada
pihak RS Karya Bhakti Pratiwi tentang waktu tunggu pelayanan resep pasien di
Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016. Serta,
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk
pimpinan rumah sakit dalam usaha peningkatan kinerja dan pelayanan di unit
instalasi farmasi secara khususnya dan peningkatan kinerja dan pelayanan secara
umum .
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan
1) Dapat dijadikan sebagai referensi terkait waktu tunggu pelayanan resep di
rumah sakit
2) Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terkait waktu
tunggu pelayanan resep di rumah sakit
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran sistem pelayanan resep
pasien di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016.
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa semester VIII peminatan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada November 2016. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sistem dengan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data
Page 24
10
primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara mendalam. Informan
dalam penelitian ini terdiri dari kepala instalasi farmasi, kepala depo farmasi rawat
jalan dan asisten apoteker.
Page 25
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.1.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di
rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit yang
bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
rumah sakit (Dirjen Binfar dan Alkes RI, 2010).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sebagai suatu departemen atau unit
atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan
yang berlaku dan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta kefarmasian,
yang terdiri pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan, pengadaan,
produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu,
pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah
sakit. Pelayanan frmasi klinik umum dan spesialis mencakup pelayanan langsung
pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan (Siregar, 2004).
Page 26
12
2.1.2 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian
rumah sakit yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang
farmasi yang beredar dirumah sakit tersebut.
Tujuan pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan yang paripurna
sehingga dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian,
tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan
mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi sehingga pasien mendapat
pengobatan efektif, efisien, aman, rasional dan terjangkau (Maimun, 2008).
Adapun tujuan dari pelayanan farmasi menurut (Depkes, 2004) ialah :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat sesuai dengan keadaan pasien
maupun fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan professional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik farmasi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
5. Melakukan dan member pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
6. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode.
Page 27
13
2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tugas Utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita, sampai
pada pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam
rumah sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan, maupun untuk semua unit
termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004). Pelaksanaan pelayanan farmasi
terdiri dari 4 pelayanan yaitu (Puspitasari, 2011):
1. Pelayanan Obat Non Resep
Merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan
sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk semua medikasi meliputi
obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib di
apotik (OWA), obat bebas terbatas (OBT), dan obat bebas (OB).
2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk memberi informasi
tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Apoteker hendaknya aktif
mencari masukan tentang keluahan pasien terhadap obat-obatan yang
dikonsumsi.
3. Pelayanan Obat Resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola apotik.
Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan
obat lain.
4. Pengelolaan Obat
Page 28
14
Kompotensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang obat
meliputi kemampuan merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat
yang efektif dan efisien.
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, antara lain:
1) Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi :
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbkalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di umah sakit
2) Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan yang
meliputi:
a. Mengkaji intruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e. Memberikan informasi kepada Asisten Apoteker kesehatan,
pasien/keluarga
Page 29
15
f. Memberikan konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan
2.1.4 Pelayanan Farmasi Rawat jalan
Pelayanan farmasi di rmah sakit menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014
tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit meliputi pengelolaan sedian farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Rumah sakit meliputi 2 kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sedian farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik.Kegiatan tersebut harus didukung oleh SDM, sarana, dan
peralatan.Pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat,
pencatatan penggunaan obat dan konseling.
Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2004 tentang klasifikasi dan perizinan
rumah sakit, dalam pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan dirumah sakit
meliputi aspek:
1. Aspek manajemen
Apotik berfungsi untuk melakukan perencanaan, pengelolaan staf,
pengelolaan unit pelayanan pasien rawat jalan. Hal tersebut dilakukan karena
Page 30
16
apoteker berperan ssebagai penanggung jawab dalam unit pelayanan farmasi
khususnya pelayanan pasien rawat jalan.
2. Aspek fasilitas dan peralatan
Fasilitas dan peralatan unit rawat jalan antara lain posisi farmasi harus berada
dalam wilayah yang mudah dijangkau oleh pasien, dilengkapi dengan
kapasitas ruangan khusus bagi apoteker dan pasien untuk melakukan
konseling, serta ruang tunggu yang nyaman bagi pasien juga sangat
diperlukan. Sumber pengolahan data yang memadai diperlukan untuk
menyajikan informasi mengenai profil pengobatan pasien, sistem billing
untuk pasien maupun mengelola persedian obat.
3. Aspek persyaratan order/resep obat
Dalam pengelolaan obat ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
antara lain:
a. Fungsi dispensing dilakukan oleh seorang apoteker atau Asisten Apoteker
yang ditunjuk di bawah pengawasan apoteker.
b. Seorang apoteker juga harus mengembangkan kebiasaan mengetahui
praktik penulisan resep oleh dokter.
c. Obat yang diberikan kepada pasien rawat jalan hanya berdasarkan order
tertulis atau lisan dari dokter penulis yang sah. Order lisan hanya dapat
diterima oleh apoteker
d. Ketepatan pemilihan obat, dosis, dosis, rute pemberian serta jumlah
secara klinik harus dikaji apoteker.
e. Perlu dilakukan pemantauan profil pengobatan pasien terutama pada
pasien yang tidak patuh atau berpotensi mengalami kesalahan
penggunaan obat.
Page 31
17
f. Apoteker harus membuat dan atau menyiapkan obat secara tepat waktu,
dan dengan cara yang akurat, formulasi obat, kekuatan, bentuk sedian,
dan pengemasan yang ditulis dokter
g. Etiket pada wadah yang di dispensing harus diberi etiket dengan lengkap
dan benar serta dikemas sesuai peraturan yang berlaku dan standar praktik
yang diterima. Informasi minimal yang harus ada adalah nama, alamat, no
telepon farmasi rumah sakit, tanggal obat di dispensing, nomor seri resep,
nama lengkap pasien, nama obat (generik), aturan pakai, nama dokter
penulis resep, informasi peringatan, paraf apoteker penanggung jawab.
4. Aspek operasional lainnya
Selain itu diperlukan kebijakan atau pedoman yang mengatur tentang jam
kerja instalasi farmasi rumah sakit, penggunaan formularium yang berlaku di
rumah sakit, pengadaan, pendistribusian obat, pelaporan masalah obat,
keamanan obat, penanganan obat yang berbahaya, maupun dokumentasi obat-
obat, pemberian informasi, edukasi dan konseling (Siregar, 2004).
2.2 Resep
Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di 13 Apotek.
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi atau dokter hewan
yang diberi izin berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat-
obatan bagi penderita.
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya Recipe (ambillah) lalu
tertera nama dan jumlah obat. Umumnya resep ditulis dalam bahasa lain. Untuk
Page 32
18
yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Suatu
resep yang lengkap harus memuat :
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat.
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
4. Tanda tangan atau paraf dokter, sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
5. Nama pasien/jenis hewan, umur serta alamat pasien/pemilik hewan.
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dalam
jumlah melebihi dosis maksimum
2.3 Pelayanan Resep
2.3.1 Pengertian Pelayanan Resep
Keputusan Menteri Kesehatan Repubilk Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
Pelayanan Resep adalah suatu pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku mulai dari penomoran, verifikasi,penulisan Etiket,
peracikan, pengemasan, pengecekan, sampai dengan penyerahan obat.
2.3.2 Skrining Resep
Skrining Resep Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004. Skrining resep meliputi :
1. Persyaratan Administratif
a) Nama, SIP dan alamat dokter
Page 33
19
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e) Cara pemakaian yang jelas
f) Informasi lainnya
2. Kesesuaian farmasetika, bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3. Pertimbangan klinis, adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.
2.3.3 Penyiapan Obat (Dispensing)
1. Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan
peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan
dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3. Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya
4. Penyerahan Obat
Page 34
20
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh asisten apoteker dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien .
5. Informasi Obat
Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan informasi yang
benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, etis, bijaksana, dan terkini
Informasi obat yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi:
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6. Konseling
Apoteker dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan konseling,
menangani sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang
salah.Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,
TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, Apoteker atau Tenaga Teknis
Kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian harus memberikan konseling secara
berkelanjutan.
7. Monitoring
Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
8. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker
dan juga Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan edukasi apabila
Page 35
21
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan
dengan memilihkan obat yang sesuai dan tenaga farmasi harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan 16 edukasi serta ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan
dan lain lainya.
2.4 Sumber Daya Manusi Farmasi Rumah Sakit
Sumber daya manusia menurut Sihotang (2007) adalah manusia mengandung
pengertian usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi yaitu
sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat umum.
Sumber daya manusia di Instalasi Farmasi sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No.58 tahun 2014 yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan Asisten
Apoteker penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi rumah
sakit. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan
sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai
prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari :
1) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
2) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Page 36
22
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang
merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki
pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
Beban kerja dan kebutuhan menurut Depkes Tahun 2004:
1. Beban kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)
b) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan
produksi)
c) Jumlah resep atau formulir permintaan obat perhari.
d) Volume sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
2. Perhitungan beban kerja
Perhitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja Pelayan
Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat,
pencatatan penggunaan obat dan konseling, idealnya tenaga apoteker dengan
rasio 1 apoteker untuk 50 pasien.
Page 37
23
Selain kebutuhan apoteker untuk pelayanan kefarmasian rawat inap dan
rawat jalan, maka kebutuhan tenaga apoteker juga diperlukan untuk pelayanan
farmasi yang lainnya seperti di unit logistik medis/distribusi, unit produksi
steril, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain tergantung pada jenis
aktivitas dan tingkat kecukuan pelayanan yang dilakukan oleh Instalsi Farmasi.
3. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di rumah sakit harus diberi kesempatan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya.
Peran kepala instalasi farmasi dalam pengembangan staf dan program
pendidikan meliputi:
a) Menyususn program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM
b) Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan (tugas
dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi yang diperlukan.
c) Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan
kompetensinya.
2.5 Sarana dan Prasarana Farmasi Rumah Sakit
Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian harus dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kefarmasian yang baik, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas yang dapat mendukung
administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga
menjamin terlaksannya pelayanan farmasi yang fungsional, professional dan etis
(Depkes,2004)
Page 38
24
1. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua
barang farmasi tetap dalam kondisi baik dan dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan
peraturan.
2. Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar.
3. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat
4. Tersedianya fasilitaspemberian informasi dan edukasi
5. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep
6. Ruangan perawatan harus memiliki tempat penyimpanan obat yang baik
sesuai dengan peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik
7. Obat yang bersifat adiksi disimpan sedemikian rupa demi menjamin
keamanan setiap staf.
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku: (Depkes, 2004)
a. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit
b. Terpenuhinya luas yang cukup untuk menyelenggarakan manajemen,
pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
c. Dipisahkan juga jalur antara steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas
kontaminasi
d. Persyaratan ruangan tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan yang baik dari pencuri maupun binatang pengerat.
Tata ruang harus menciptakan alur kerja yang baik, sedangkan luas ruanan
disesuaikan dengan macam dan volume kegiatan. Ruang dispensing harus
memenuhi spesifikasi:
e) Lantai
Page 39
25
Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras, resisten terhadap zat
kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak.
f) Dinding
Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan yang keras, tanpa sambungan,
resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak
Sudut-sudut pertemuan lantai dengan dinding dan langit-langit dengan
dinding dibuat melengkung dengan radius 20-30 mm.
g) Colokan listrik datar dengan permukaan dan kedap air dan dapat
dibersihkan.
h) Plafon
Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas plafon, dan lampu rata dengan
langit-langit/plafon dan diberi lapisan untuk mencegah kebocoran udara.
i) Pintu
Rangka terbuat dari stainless steel. Pintu membuka kearah ruangan yang
bertekanan lebih tinggi.
j) Temperature
Suhu udara diruangan bersih dan steril, dipelihara pada suhu 16-25 C
(Depkes,2004).
Menurut Permenkes RI No.58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Rumah Sakit, fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non
steril maupun cair untuk obat luar dan dalam, fasilitas peralatan harus dijamin
sensitifitas pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi
untuk peralatan setiap tahunnya.
Peralatan minimal yang harus tersedia dalam pelayanan farmasi antara lain:
Page 40
26
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik non steril
maupun aseptik
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Keputakaan yang memadai untuk dilaksanakan pelayanan informasi obat
d. Lemari penyimpan khusus untuk narkotika
e. Lemari pendingin dan AC untuk obat termolabil
f. Penerangan, sarana air, ventilassi dan sistem pembuangan limbah yang baik
g. Alarm.
Macam-macam peralatan:
1. Peralatan Kantor:
a) Mebeulair (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-lain)
b) Komputer
c) Alat tulis kantor
d) Telepon dan faksimili
2. Peralatan Sistem Komputerisasi
Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan secara optimal untuk
kegiatan secretariat, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan Dan
Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Sistem informasi
farmasi ini harus terintegrasi dengan sistem informasi Rumah Sakit untuk
meningkatkan efisiensi fungsi manajerial dan agar data klinik pasien mudah
diperoleh sebagai monitoring terapi pengobatan dan fungsi klinik
lainnya.sistem komputerisasi meliputi:
a) Jaringan
b) Perangkat keras
c) Pelangkat runak (program aplikasi)
Page 41
27
3. Peralatan produksi
4. Peralatan Aseptic Dispensing
5. Peralatan penyimpan
6. Peralatan konsultasi
7. Peralatan ruang informasi obat
8. Peralatan ruang arsip
2.6 Kebijakan dan Prosedur Farmasi Rumah Sakit
Semua Prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal
dikeluarkannya peralatan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus
mencerminkan standar pelayanan farmasi yang muktahir sesuai dengan peraturan
dan tujuan dari pelayanan farmasi itu sendiri. (Depkes,2004)
1. Kriteria Prosedur dibuat oleh kepala instalsi, panitia/komite farmasi dan
terapi serta para apoteker
2. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapatkan pesanan dari dokter dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian. Obat adalah bahan berkhasiat
dengan nama generic
3. Kebijakan dan prosedur yang tertulis menurut Kepmenkes RI No.
1197/Menkes/ SK/X/2004 harus mencantumkan beberapa hal berikut:
a. Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah dokter
b. Label obat yang memadai
c. Daftar obat yang tersedia
d. Gabungan obat parenteral dan labenya
e. Pencatatan dalam rekam farmasi pasien beserta dosis obat yang diberikan
f. Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit
Page 42
28
g. Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat jakan,
karyawan dan pasien tidak mampu
h. Pengelolaan perbekalan farmasi
i. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan
efek samping obat bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta pencatatan
penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien.
j. Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi
k. Pemberian konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun
keluarga pasien dalam hal penggunan dan penyimpanan obat serta
berbagai aspek pengetahuan tentang obat demi meningkatkan derajat
kepatuhan dalam penggunaan obat
l. Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan pengkajian penggunaan obat
m. Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping instalasi maka secara
organisasi dibawah koordinasi instalasi farmasi.
n. Prosedur/penarikan/penghapusan obat
o. Pengaturan persedian pesanan
p. Cara pembuatan obat yang baik
q. Penyebaran informasi mengenai obat yang sesuai dengan peraturan
r. Pengamanan pelayanan farmsi dan penyimpanan obat harus terjamin
s. Peracikan, penyimpanan dan pembuangan obab-obat sitotoksik
t. Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf.
4. Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah dan
atau mengatasi masalah obat
5. Kebijakan dan posedur harus konsisten terhadap pelayanan rumah sakit
lainnya
Page 43
29
2.7 Waktu Tunggu Pelayanan Resep
Waktu tunggu pelayanan resep dibagi menjadi dua yaitu waktu tunggu resep
obat jadi dan waktu tunggu resep obat racikan. Menurut Kepmenkes
129/Menkes/SK./II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimum Rumah Sakit
dijelaskan bahwa waktu tunggu pelayanan resep obat jadi adalah tenggang waktu
mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat jadi. Sedangkan
waktu tunggu pelayanan resep obat racikan adalah tenggang waktu mulai pasien
menyerahkan resep sampai dengan menerima obat racikan.
Menurut Widiasari (2009), waktu pelayanan resep terdiri dari berbagai tahap yaitu:
1. Tahap penghargaan, tahap pembayaran, dan penomoran memakan waktu
lebih dari satu menit karena komputer menhargai lambat dalam merespon
disebabkan memory server tidak cukup menampung data yang ada.
2. Tahap resep masuk, tahap pengecekan dan penyerahan obat memerlukan
waktu lebih dari dua menit, karena tidak ada Asisten Apoteker yang
menggambil resep pada tahap resep masuk, tahap pengecekan dan
penyerahan obat tidak ada Asisten Apoteker yang mengecek dan
menyerahkan obat sebab Asisten Apoteker sudah sibuk dengan tahap yang
lain terlebih pada saat jam-jam puncak dimana terjadi penumpukan resep.
3. Tahap pengambilan obat paten, tahap pembuatan obat racikan, tahap etiket
dan kemas membutuhkan waktu cukup lama jika dibandingkan dengan tahap
yang lainnya karena dibutuhkan waktu mencari dan mengambil obat paten
sedangkan untuk obat racikan diperlukan waktu menghitung, menimbang dan
mengambil obat sesuai dengan dosis yang diperbolehkan, serta etiket dan
kemas membutuhkan ketelitian, khususnya pada obat racikan agar tepat
dosisnya pada setiap kemasan.
Page 44
30
2.8 Standar Pelayanan Minimal Kefarmasian Rumah Sakit
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, terdapat
21 jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit,
salah satunya adalah pelayanan farmasi yang meliputi:
a. Waktu tunggu pelayanan resep
1) Obat jadi (≤ 30 Menit)
2) Obat racikan (≤ 60 Menit)
b. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat (100%)
c. Kepuasan pelanggan (≥ 80%)
d. Penulisan resep sesuai formulaium (100%)
Selain itu, terdapat pula indikator mutu yang dapat menilai setiap jenis
pelayanan yang diberikan salah satunya mengenai waktu tunggu pelayanan yang
terbagi menjadi dua yaitu waktu tunggu pelayanan obat jadi dan obat racikan.
2.9 Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Resep
Menurut pillay et al (2011) dalam penelitiannya di Malaysia mengatakan
bahwa sejumlah faktor yang memberikan kontribusi terhadap waktu tunggu pasien
di rumah sakitdinilai dari persepsi karyawan, sebagai berikut:
1. Beban kerja mempengaruhi waktu tunggu pasien, salah satunya seperti
kurangnya
2. Staff atau SDM, hal tersebut disebabkan karena adanya kesenjangan gaji.
3. Fasilitas yang tidak mamdai, kurangnya ruang konsultasi dianggap
berkontribusi pada masalah waktu tunggu sama seperti ramainya ruang
tunggu.
Page 45
31
Wongkar L (2000) dalam Widiasari (2009) mengatakan bahwa sejumlah
faktor yang memberikan kontribusi terhadap waktu tunggu pelayanan resep, adalah
sebagai berikut:
1. Jenis resep, disini jenis resep dibedakan jenis racikan dan non racikan.
Dimana jenis resep racikan membutuhkan waktu lebih lama sebesar 92,7%
dibandingkan dengan jenis resep jadi yaitu sebesar 35,6%.
2. Jumlah resep dan kelengkapan resep, dalam hal ini adalah jumlah item resep,
dimana setiap penambahan item obat didalam resep akan memberikan
penambahan waktu pada setiap tahap pelayanan resep. Dalam penelitiannya
diperlihatkan jumlah item obat banyak membutuhkan lebih lama yaitu
sebesar 66,3% dibandingkan dengan jumlah item obat yang sedikit yaitu
sebesar 33,7%.
3. Shift petugas, dimana pada shift pagi memerlukan waktu pelayanan lebih
cepat 81,6% dibandingkan shift sore.
4. Ketersediaan SDM yang cukup dan terampil, sehingga dapat mengurangi
lama waktu pelayanan resep di instalsi farmasi
5. Ketersediaan obat sesuai dengan resep yang diterima, sehingga waktu yang
terbuang untuk mencari obat pengganti lainnya dapat dikurangi.
6. Sarana dan fasilitas yang dapat menunjang proses operasi pelayanan resep,
antara lain pemakaian alat-alat teknologi yang lebih canggih yang dapat
memberikan kepuasan kepada pasiennya.
Dalam Ritung M (2003) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pelayanan resep adalah sebagai berikut:
1. Jenis resep, dalam penelitiannya reep racikan dibedakan menjadi emppat
golongan yaitu bungkus, kapsul, cairan dan salep. Dimana jenis cairan
Page 46
32
membutuhkan waktu lebih cepat 4,2% dibandingkan dengan henis bungkus,
kapsul, dan cairan.
2. Jumlah item obat, dalam hal ini jumlah item sedikit membutuhkan waktu
lebih cepat dengan jumlah item yang banyak. Rata-rata total waktu pada
jumlah item sedikit 22,56 menit dan pada jumlah item banyak adalah 27,33
menit.
3. Shift petugas, dari rata-rata total waktu pelayanan resep shift sore
mengkonsumsi waktu yang lebih lama dibanding pada shift pagi.
4. Pengalaman kerja petugas yang lama akan dapat membantu dalam proses
pelayanan resep sehingga dapat mempercepat waktu pelayanan
5. Peralatan yang memadai untuk mengerjakan resep, seperti pemakaian alat-
alat modern yang meminimalisasi pekerjaan menjadi lebih cepat.
6. Ruang kerja yang luas agar petugas mudah dan leluasa dalam bergerak
mengerjakan resep
7. Status pasien, disini Status pasien dibedakan umum dan jaminan. Dimana
pasen jaminan membutuhkan waktu lebih lama sebesar 52,22% dibandingkan
dengan pasien umum jadi yaitu sebesar 34,6%.
8. Kejelasan resep, penulisan resep yang jelas dan dapat dimengerti oleh pihak
instalasi farmasi akan mempercepat waktu pelayanan resep.
9. Ketersediaan obat tidak lancar
Dwihanggrian NM (2007) dalam penelitiannya menyebutkan beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap pelayanan resep, adalah sebagai berikut:
1. Jumlah tenaga kesehatan di Instalasi Farmasi yang sebanding dengan jumlah
resep yang masuk, sehingga resep-resep dapat ditangani oleh petugas farmasi
dengan cepat.
Page 47
33
2. Kontinuitas ketersediaan obat dimana semua obat yang diresepkan ke pasien
akan selalu tersedia di Instalasi Farmasi. Jika ada obat yang tidak tersedia,
pelayanan kepada pasien enjadi terhambat karena harus mencari obat
pengganti.
3. Peralatan dan fasilitas yang tersedia menunjang untuk mengerjakan resep
sehingga memakan waktu yang cepat dalam pelayanan resep.
Menurut Giddings, Gray & Hannon (2005) dalam Ayuningtyas (2011) dalam
penelitian yang dilakukan di Lerdsin Hospital Thailand menyebutkan bahwa
volume atau jumlah resep yang meningkat terutama pada jam sibuk atau peak hour
menyebabkan adanya peningkatan waktu tunggu.
Menurut Chou Y,et al (2010) fakta yang paling mempengaruhi kemacetan
pada proses dispensing yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan disebabkan:
Idle Slack Time, bermalas-malasan atau kegiatan mengulur-ulur waktu yang terbagi
menjadi dua bagian:
a. Unit of dispensing, jika resep pertama dalam periode sudah diproses, dan
tidak dilanjutkan ke step berikutnya karena harus menunggu resep kedua
dan ketiga diproses terlebih dahulu untuk diproses ke tahap berikutnya.
Sehingga resep pertama mengalami masa tunggu dua kali lebih lama
dibanding dengan resep lainnya.
b. Number Of Drugs Per Prescription, jumlah item obat yang banyak dalam
resep obat dapat mempengaruhi proses pelayanan resep disbanding
dengan item obat yang sedikit.
Page 48
34
2.10 Kerangka Teori
Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui gambaran waktu unggu
pelayan resep pasien di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Karya Bhakti Pratiwi
Bogor tahun 2016. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan sistem yang
merupakan sebuah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam
membahas dan mencari pemecahan masalah dari suatu masalah atau keadaan yang
dihadapi. Unsur sistem secara sederhana dapat dibagi menjadi enam bagian yaitu
input, proses, output, dampak, feedback (umpan balik) dan lingkungan yang saling
berhubungan dan saling tergantung yang beroperasi sebagai satu keseluruhan
dalam pencapaian tujuan (Azwar, 2003).
Pada penelitian ini unsur sistem yang digunakan hanya tiga yaitu input,
proses dan output. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Septini
(2011) tentang gambaran waktu tunggu pelayanan resep pasien askes di Yanmasum
Farmasi Rawat Jalan RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2011 dilihat menggunakan
pendekatan sistem yang terdiri dari input, proses dan output. Untuk input diambil
dari (Azwar, 2003) yang menyebutkan bahwa unsur manajemen terdapat input
yang terdiri dari tenaga, dana, sarana-prasarana dan metode.
Untuk proses, diambil dari Keputusan Menteri Kesehatan Repubilk Indonesia
No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
Pelayanan Resep adalah suatu pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku mulai dari penomoran, verifikasi, penulisan etiket,
peracikan, pengemasan, pengecekan, sampai dengan penyerahan obat. Berikut
adalah bagan dari kerangka teori tersebut:
Page 49
35
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Sumber: Azwar, (2003), Septini, (2011), Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
1. Penomoran Resep
2. Penulisan Etiket
3. Verifikasi Resep
4. Peracikan Resep
5. Pengemasan Resep
6. Pengecekan
7. Serah
INPUT PROSES
1. Tenaga
2. Dana
3. Saranan-Prasarana
4. Metode
Waktu Pelayanan Resep
OUTPUT
Page 50
36
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan diatas, variabel-variabel yang
diambil merupakan variabel yang dianggap penting, sesuai dan dapat dilakukan dalam
proses penlitian ini. Variabel-variabel yang akan diteliti merupakan variabel yang
berasal dari input, proses dan akhirnya menyebabkan output. Hal ini dikarenakan
penelitian ini menggunakan pendekatan sistem.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan pelayanan resep
pasien di instalasi rawat jalan rumah sakit Karya Bhakti Pratiwi tahun 2016. Maka
penjabarannya akan dilakukan dengan menggunakan teori pendekatan sistem dari
Azwar (2003). Waktu pelayanan resep merupakan sebuah output dari proses pelayanan
resep, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Septini (2011).
Untuk input diambil dari (Azwar, 2003) yang menyebutkan bahwa unsur
manajemen terdapat input yang terdiri dari tenaga, sumber dana, sarana-prasarana dan
metode. Pada penelitian ini unsur input yang digunakan yaitu terdiri dari SDM,
prosedur, sarana dan prasarana. Selain itu untuk unsur proses mengikuti proses
pelayanan resep yang ada di RS Karya Bhakti Pratiwi yang mengacu pada Kepmenkes
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yaitu terdiri dari penerimaan/harga resep,
pengambilan obat, peracikan obat, penulisan etiket, dan penyerahan resep. Dari
penjelasan diatas, maka didapatkan kerangka konsep yang tergambar dalam bagan
dibawah ini:
Page 51
37
Bagan 3. 1
Kerangka Konsep Gambaran sistem pelayanan resep pasienDi Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi Bogor Tahun 2016
PROSES INPUT
Sumber Daya Manusia
(SDM)
Sarana dan Prasarana
Prosedur
1. Penerimaan/Harga Resep
2. Pengambilan Obat
3. Peracikan Obat
4. Penulisan Etiket
5. Penyerahan Resep
OUTPUT
Waktu Tunggu
Pelayanan Resep Pasien
Di Instalasi Farmasi
Unit Rawat Jalan RS
Karya Bhakti Pratiwi
Bogor Tahun 2016
Page 52
38
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3. 1 Definisi Istilah
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
1 Sumber Daya
Manusia
Orang yang
terlibat langsung
dalam pelayanan
Resep Pasien di
Instalasi farmasi
Unit Rawat Jalan
RS Karya Bhakti
Pratiwi Bogor.
Wawancara
mendalam,
observasi dan
telaah
dokumen
Pedoman
wawancara ,
pedoman
observasidan
alat perekam
Kepala
instalasi
farmasi
Kepala Depo
Farmasi
Rawat Jalan
dan Asisten
Apoteker di
depo farmasi
rawat jalan
1. Jumlah tenaga
2. Pelatihan yang
diikuti SDM
3. Pengetahuan
dan
keterampilan
4. Masalah yang
dihadapi SDM
yang terlibat
dalam
pelayanan
Resep Pasien
di Instalasi
farmasi Unit
Rawat Jalan
RS Karya
Page 53
39
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
Bhakti Pratiwi
2 Prosedur Peraturan tertulis
dan tidak tertulis
yang digunakan
sebagai pedoman
oleh Instalasi
Farmasi Unit
Rawat Jalan
Karya Bhakti
Pratiwi Bogor
dalam pelayanan
Resep Pasien
Wawancara
mendalam,
observasi,
dan telaah
dokumen
Pedoman
wawancara ,
pedoman
observasidan
alat perekam
Kepala
Instalasi
Farmasi
Kepala depo
farmasi rawat
jalan dan
Asisten
Apoteker di
depo farmasi
rawat jalan
1. Ketersediaan
prosedur
pelayanan
Resep Pasien
di Instalasi
farmasi Unit
Rawat Jalan
RS Karya
Bhakti Pratiwi
Bogor
2. Ketersediaan
prosedur waktu
tunggu
pelayanan
Resep Pasien
di Instalasi
farmasi Unit
Rawat Jalan
Page 54
40
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
RS Karya
Bhakti Pratiwi
Bogor
3. Pelaksanaan
pelayanan
resep yang
sesuai prosedur
4. Pelaksanaan
pengawasan
dan
evaluasiprosed
ur pelayanan
resep saat ini.
3 Sarana dan
Prasarana
Fasilitas bangunan
/ ruangan, jenis
peralatan, dan
perlengkapan kerja
yang berfungsi
sebagai alat utama
Wawancara
mendalam
dan observasi
Pedoman
wawancara ,
pedoman
observasidan
alat perekam
Kepala depo
farmasi rawat
jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi dan
Asisten
Apoteker di
depo farmasi
1. Ketersediaan
sarana RS
dalam
mendukung
pelayanan
resep pasien
Page 55
41
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
/ pembantu yang
digunakan untuk
kegiatan dan
penyelenggaraan
pelayanan resep
rawat jalan rawat jalan
2. Pengaruh
sarana dalam
pelayanan
resep pasien
rawat jalan
4 Penerimaan/harga
resep
Kegiatan
yangdimulai dari
menerima resep,
memberi no.resep,
mengecek
kelengkapan
berkas, mengecek
ketersediaan obat
dan pemberian
harga (bila obat
tersedia),
menyatukan resep
dengan rincian
Wawancara
mendalam,
observasi,
dan
perhitungan
statistik
Pedoman
wawancara ,
pedoman alat
perekam,
Stopwatch,
danformulir
pencatatan
waktu tunggu
Asisten
Apoteker
dan Kepala
Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi
1. Jumlah SDM
yang
bertanggung
jawab dalam
Penerimaan/har
ga resep
2. Pelaksanaan
proses
Penerimaan/har
ga mulai dari
menerima resep
dari pasien,
memberi
Page 56
42
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
harga obat sampai
resep diserahkan
kepada petugas
pengambilan obat.
no.resep,
mengecek
kelengkapan
resep, mengecek
ketersediaan
obat dan
pemberian
harga (bila obat
tersedia),
menyatukan
resep dengan
slip pembayaran
sampai resep
diserahkan
kepada Asisten
Apoteker .
3. Hambatan yang
dialami dalam
Penerimaan/har
Page 57
43
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
ga resep
4. Lamanya waktu
dalam menit
5 Pengambilan obat Kegiatan yang
dimulai dari
petugas
mengambil resep
yang telah diberi,
mengambil obat
sesuai kebutuhan
yang tertulis pada
resep di rak obat,
diserahkan kepada
petugas penulisan
etiket.
Wawancara
mendalam,
observasi,
dan
perhitungan
statistik
Pedoman
wawancara ,
pedoman alat
perekam,
Stopwatch,
danformulir
pencatatan
waktu tunggu
Asisten
Apoteker
dan Kepala
Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi
1. Jumlah SDM
yang
bertanggung
jawab dalam
pengambilan
resep
2. Pelaksanaan
proses
pengambilan
obat mulai dari
mengambil
resep yang
sudah dihargai,
mengambil obat
sesuai
kebutuhan di
Page 58
44
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
rak obat,
mengemas obat
sampai obat
diserahkan
kepada petugas
penulisan etiket.
3. Hambatan yang
dialami dalam
pengambilan
obat
4. Lamanya waktu
dalam menit
6 Peracikan obat Kegiatan yang
dimulai dari
perhitungan obat,
penyiapan obat,
meracik obat, dan
pengemasan obat
sampai obat
Wawancara
mendalam,
observasidan
perhitungan
statistik
Pedoman
wawancara ,
pedoman alat
perekam,
Stopwatch,
danformulir
pencatatan
Asisten
Apoteker
dan Kepala
Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi
1. Jumlah SDM
yang
bertanggung
jawab dalam
peracikan obat
2. Pelaksanaan
proses
Page 59
45
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
diserahkan kepada
petugas penulisan
etiket.
waktu tunggu peracikan obat
mulai dari
penyiapan
formulir
racikan,
perhitungan,
penyiapan obat,
pemeriksaan
peracikan, dan
pengemasan
obat sampai
obat diserahkan
kepada petugas
etiket
3. Hambatan yang
dialami dalam
peracikan obat
4. Lamanya waktu
dalam menit
Page 60
46
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
7 Penulisan Etiket Kegiatan yang
dimulai dari
menulis etiket/klip
plastik obat,
menempelkan
etiket pada wadah
obat, memasukan
semua obat
kedalam plastik
klip sampai obat
diletakan dalam
wadah dan
diberikan kepada
petugas bagian
penyerahan.
Wawancara
mendalam,
observasi,
dan
perhitungan
statistik
Pedoman
wawancara ,
pedoman alat
perekam,
Stopwatch,
danformulir
pencatatan
waktu tunggu
Asisten
Apoteker
dan Kepala
Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi
1. Jumlah SDM
yang
bertanggung
jawab dalam
penulisan etiket
2. Pelaksanaan
proses penulisan
etiket mulai dari
menulis
etiket/klip
plastik obat,
menempelkan
etiket pada
wadah obat,
memasukan
semua obat
kedalam plastik
klip sampai obat
diletakan dalam
Page 61
47
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
wadah
pengumpulan
obat.
3. Hambatan yang
dialami dalam
penulisan etiket
4. Lamanya waktu
dalam menit
8 Penyerahan resep Kegiatan yang
dimulai dari
mengambil obat
yang sudah siap,
mengecek
kesesuaian obat
dengan resep,
mamanggil pasien,
member
penjelasan
mengenai aturan
Wawancara
mendalam,
observasidan
perhitungan
statistik
Pedoman
wawancara ,
pedoman alat
perekam,
Stopwatch,
danformulir
pencatatan
waktu tunggu
Asisten
Apoteker
dan Kepala
Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi
4.9.1. J
umlah SDM
yang
bertanggung
jawab dalam
penyerahan
resep.
4.9.2. P
elaksanaan
proses
penyerahan
Page 62
48
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
pakai, sampai
resep diserahkan
ke pasien.
resep mulai dari
mengambil obat
yang sudah siap,
mengecek
kesesuaian obat
dengan resep,
mamanggil
pasien, member
penjelasan
mengenai aturan
pakai, sampai
resep
diserahkan ke
pasien.
4.9.3. H
ambatan yang
dialami dalam
penyerahan obat
4.9.4. L
Page 63
49
No Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Hasil Ukur
Kunci Pendukung
amanya waktu
dalam menit
9 Waktu tunggu
pelayanan Resep
Pasien
Jumlah total waktu
pelayanan resep
dimulai dari pasien
menyerahkan resep
ke petugas
penerimaan sampai
dengan pasien
menerima obat,
termasuk waktu
jeda yang ada
dalam proses
penyelenggaraan
pelayanan resep.
Observasi,
dan
perhitungan
statistic
Pedoman alat
perekam,
Stopwatch,
danformulir
pencatatan
waktu tunggu
Asisten
Apoteker
dan Kepala
Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Kepala
Instalasi
Farmasi
Total waktu
tunggu
pelayanan resep
dalam menit
Page 64
50
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Pendelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan
pendekatankualitatif dan kuantitatif atau mix method. Pendekatan ini dipilih
karenamenurut Sugiyono (2011), pendekatan kuantitatif dan kualitatif jika digunakan
secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian akan memperoleh data yang
lebih komprehensif, valid, reliabel dan objektif. Serta dapat menggali dan memahami
makna yang berasal dari individu dan kelompok terkait masalah sosial ataupun
individu
Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data waktu
tunggu pelayanan resep pasien dari hasil pengamatan dan perhitungan dengan
menggunakan formulir pencetatan waktu pelayanan resep. Kemudian metode kualitatif
untuk memperoleh informasi yang lebih dalam mengenai hal yang terkait dengan
waktu tunggu pelayanan resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan
RS Karya Bhakti Pratiwi dengan melakukan pengamatan, telaah dokumen dan
wawancara mendalam dengan Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Depo Farmasi Rawat
Jalan dan asisten apoteker yang terlibat dengan pelayanan resep pasien di Instalasi
Farmasi Unit Rawat Jalan.
Page 65
51
4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Unit Rawat JalanRS Karya Bhakti
Pratiwi Bogor yang terletak di Jl. Raya Dramaga KM.7, Bogor, Jawa Barat. Penelitian
dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2016.
4.3 Informan Penelitian
Informan pada penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari kepala instalasi
farmasi, kepala depo farmasi rawat jalan, dan 8 orang asisten apoteker. Metode
pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pemilihan sampel yang
ditentukan oleh peneliti berdasarkan pengetahuan yang dimiliki terkait judul penelitian
atau berdasarkan situasi masalah yang sedang difokuskan untuk diteliti (Lapau, 2013).
Oleh karena itu, informan yang dipilih memiliki karakteristik sebagai berikut :
1 Terlibat dalam proses pelayanan resep pasien di instalasi rawat jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi
2 Memiliki pengetahuan terkait alur pelayanan resep pasien di instalasi rawat jalan
RS Karya Bhakti Pratiwi.
Informasi yang terkait dengan waktu tunggu pelayanan Resep Pasien di instalasi
farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor di peroleh melalui beberapa
informan yaitu, sebagai berikut:
1. Kepala Instalasi Farmasi RS Karya Bhakti Pratiwi
2. Kepala depo farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi
3. Asisten apoteker RS Karya Bhakti Pratiwi
Page 66
52
Tabel 4.1 Karakteristik Informan Penelitian
Jenis Kelamin Jabatan Pendidikan Masa Kerja
Perempuan Kepala Instalasi
Farmasi
Apoteker 2 Tahun
Perempuan Kepala Depo Farmasi
Rawat Jalan
Apoteker 1 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 3 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 3 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 3 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 2 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 2 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 2 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 1 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 2 Tahun
Perempuan Kepala Bidang Medik Dokter 2 Tahun
4.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua Resep Pasien rawat jalan yang masuk dan
diterima di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi.
b. Sampel
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan rumus dasar perhitungan
sampel estimasi proporsi (Levy & Lemesshow, 1999) yaitu sebagai berikut:
n = Z21-a/2 p(1-p)
d2
keterangan :
Page 67
53
n = Jumlah sampel minimal
Z1-a/2= Derajat kemaknaan
P = Proporsi Resep
D = Tingkat presisi/ devisiasi
Dengan tingkat kepercayaan yang diinginkan 95% ; Z1-a/2 = 1,960
P= 0,5 ; d= 0,1, maka diperoleh besar sampel minimal,
n = 1,9602 x 0,5(1-0,5)
d2
= 96,04 resep
Dari rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 96 resep.
Jumlah resep dilebihkan 10% untuk menjaga kesalahan yaitu menjadi 106 resep. Dari
jumlah diatas, akan dibagi sebesar 70% (74) sebagai sempel non racican dan 30% (32)
sebagai sampel racikan.
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik qouta sampling. Sugiyono
(2004) mengatakan pengambilan sampel inihanya berdasarkan pertimbangan peneliti
saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu. Teknik ini
menentukan sampel yang bersedia sebagai responden dari kriteria populasi yang sudah
ditentukan sampai jumlah batas minimal yang sudah ditentukan yaitu 106 orang.
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian yang mempunyai syarat menjadi sampel (Hidayat, 2007).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
a. Resep pasien rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor
Page 68
54
b. Resep obat racikan dan non racikan yang dilayani instalasi farmasi rawat
jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor
c. Resep jaminan dan non jaminan yang dilayani instalasi farmasi rawat jalan
RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor
Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Hidayat,
2007).
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah
a. Resep karyawan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor
b. Obat hasil resep yang tidak diambil langsung oleh pasien
4.5 Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan peneliti untuk pengumpulan
pengumpulan data kualitatif dengan melakukan wawancara secara langsung kepada
informan, melakukan observasi pada kegiatan pelayanan resep pasien dan telaah
dokumen. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah pedoman wawancara,
pedoman telaah dokumen, lembar observasi, alat tulis, dan alat perekam agar dapat
memperkuat akurasi data.Sedangkan untuk pengumpulan data kuantitatif berupa
formulir pencatatan waktu tunggu, stopwatch dan alat tulis.
4.6 Sumber Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan yaitu :
1. Data Penelitian kualitatif
Page 69
55
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan di
instalasi farmasi unit rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi dengan menggunakan
pedoman wawancara mendalam, melakukan observasi langsung terhadap kegiatan
pelayanan resep yang adadengan menggunakan pedoman observasi (check list).
Selain itu, data primer juga didapat melalui telaah dokumen dengan menggunakan
pedomanan telaah dokumen yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan Resep
Pasien di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi 2016.
b. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini peroleh dari dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan proses pelayanan Resep Pasien di instalasi farmasi rawat jalan RS
Karya Bhakti Pratiwi tahun 2016.
2. Data penelitian kuantitatif
Dikumpullkan melalui pengamatan langsung dan pencatatan waktu tunggu
pelayanan resep pasien rawat jalan dalam formulir pencatatan waktu tunggu
(terlampir).
4.7 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara
diantaranya:
1. Pengumpulan Data Kuantitatif
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data kuantitatif berupa formulir
pencatatan waktu tunggu, Stopwatchdan alat tulis. Pengamatan dilakukan dengan
Page 70
56
pengamatan langsung resep pasien rawat jalan baik racikan dan non racikan yang
masuk setiap hari senin sampai dengan sabtu. Kemudian dihitung waktu
pelayanan resep dengan menggunakan stopwatch pada tiap titik yang membagi
proses pelayanan menjadi komponen tindakan dan komponen delay dari alur
resep di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi. Hasil pengukuran
waktu tunggu akan dicatat ke dalam formulir pencatatan waktu tunggu. Peneliti
memulai perhitungan waktu tunggu dengan duduk di ruangan resep dan terus
mengikuti proses resep dari pesien menyerahkan resep sampai obat siap
diberikan.
2. Pengumpulan Data Kualitatif
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan dalam
penelitian ini, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara
lisan dari informan, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang
tersebut (face to face). Wawancara mendalam peneliti lakukan kepada pihak
instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi yang berkaitan dengan
objek penelitian yang menggunakan pedoman wawancara.
b. Observasi
Dilakukan untuk mengetahui gambaran sistem pelayanan resep pasien di
instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi. Observasi terhadap
input yaitu (SDM, prosedur, sarana dan prasarana), proses (penerimaan/harga
resep, pengambilan obat, peracikan obat, penulisan etiket, penyerahan resep)
hingga waktu tunggu pelayanan resep.
Page 71
57
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen merupakan suatu cara melakukan penyelidikan, kajian,
pemeriksaan terkait suatu hal melalui dokumen-dokumen yang mengatur
sebuah kegiatan (KBBI, 2014). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan
dokumen pedoman atau prosedur serta kebijakan terkait pelayanan di instalasi
farmasi RS Karya Bhakti Pratiwi.
4.8 Pengolahan Data
4.8.1 Pengolahan Data Kuantiatif
Pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan SPSS Versi 16.00
dengan tahap berikut :
1. Pemeriksaan data (Editing)
Melakukan pemeriksaan kelengkapan data dari formulir pencatatan waktu
pelayanan resep yang telah dikumpulkan.Setiap resep yang dijadikan sampel
diberi nomor, hari dan tanggal. Penyuntingan data dilakukan oleh peneliti di
lokasi penelitian sebelum peneliti meninggalkan lapangan. Penyuntingan ini
dilakukan untuk menghindari adanya data yang hilang atau kurang.
2. Pemberian kode (Coding)
Pemberian kode dilakukan pada saat membuat lembar pencatatan waktu
pelayanan resep untuk masing-masing titik proses sesuai dengan tujuan
pengumpulan data, agar mempermudah dalam melakukan pengolahan data.
3. Pemasukan data ( Data entry)
Setelah data yang dikumpulkan sudah benar, maka dapat dilakukan proses
Page 72
58
pemasukan data. Data dari yang didapat dengan formulir pencatatan waktu
pelayanan resep dipindahkan kedalam program komputer setiap hari dan
kemudian setelah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisis.
4. Pembersihan data ( Data cleaning)
Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data baik dalam
pengkodean maupun membaca kode, dan melengkapi data yang tidak lengkap.
pembersihan data sebaiknya dilakukan sebelum melakukan analisis data.
4.8.2 Pengolahan Data Kualitatif
Pengolahan data kualitatif dalam penelitian ini, dimulai dengan melakukan
wawancara mendalam dengan informan, kemudian membuat transkip hasil wawancara
dengan cara memutar kembali rekaman hasil wawancara, mendengar dengan seksama,
kemudian menuliskan dengan kata-kata yang didengar sesuai dengan rekaman
tersebut. Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut kedalam transkip,
selanjutnya peneliti harus membca dengan cermat untuk kemudian dipilih mana yang
penting untuk dibuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh peneliti sendri
maupun orang lain.
Data yang telah dikumpulkan sebelumnya kemudian diolah dengan tiga tahap
yaitu reduksi data, penyajian data, dan menyimpulkan/verifikasi (Miles, Huberman, &
Saldana, 2014). Ada pun penjabarannya sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data pada penelitian ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan perhatian
pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti.
Page 73
59
Data mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, observasi maupun telaah
dokumen akan pilih dan digolongkan sesuai kerangka konsep yaitu menjadi hasil
untuk output, proses, dan input. Data yang tidak berhubungan dengan pelayan
resep pasien rawat jalan maka dibuang dan dipisahkan, sementara data-data yang
penting kemudian diolah dan dianalisis lebih lanjut.
2. Penyajian Data
Data yang sudah di reduksi sesuai kerangka konsep penelitian, selanjutnya akan
dijadikan uraian singkat dan disajikan kedalam sebuah matriks. Matriks akan
dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian. Data yang dapat menjawab
pertanyaan penelitian akan diuraikan dalam bentuk uaraian singkat berdasarkan
metode pengumpulan data baik itu informan kunci, informan pendukung, hasil
observasi maupun hasil telaah dokumen.
3. Menarikan Kesimpulan/Verifikasi
Pada tahapan ini peneliti akan menarik kesimpulan dari matriks yang telah
dibuat. Kesimpulan akan dibuat dengan cara meninjau kembali gagasan yang
sudah didapat dengan pemikiran ulang serta tinjauan ulang pada catatan di
lapangan. Gagasan kemudian ditinjau ulang dan dinarasikan, sebelum akhirnya
masuk ke dalam tahap analisis data. Pada tahap ini data yang dikumpulkan
peneliti telah lebih rapi dan terkategori.
4.9 Teknik Analisis Data
4.9.1 Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini adalah analisis univariat. Analisis
univariat yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran
Page 74
60
distribusi frekuensi dan presentase dari waktu setiap titik proses pelayanan resep
pasien.
4.9.2 Analisis Data Kualiatif
Data kualiatif dianalisis dengan model content analysis, digunakan untuk memberikan
uraian yang sistematis dengan menggambarkan dan menganalisis waktu tunggu
pelayanan resep pasien yang dilihat dengan menggunakan pendekatan sistem ( input,
proses dan output) sehingga menghasilkan kesimpulan yang valid.
4.10 Keabsahan Data
Dalam pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik
triangulasi dengan cara melihat reliabilitas dan validasi data yang diperoleh. Teknik
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data yang diperoleh untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data. Teknik triangulasi yang digunakan yaitu (Bungin, 2012) :
4.10.1 Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan wawancara yang sama
dengan informan yang berbeda. Pengambilan data penelitian dilakukan secara terus-
menerus baik wawancara maupun observasi. Pengamatan dilakukan dua kali untuk
memvalidasi hasil observasi, selain untuk menemukan hal-hal yang konsisten, juga
dilakukan sebagi upaya untuk memenuhi kriteria reliabilitas data (triangulasi data).
Dalam hal ini triangulasi sumber dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa
hasil wawancara dengan informan yang berbeda yaitu kepala instalasi farmasi, kepala
depo farmasi rawat jalan dan asisten apoteker RS Karya Bhakti Pratiwi terkait topik
Page 75
61
penelitian yang diangkat yaitu waktu tunggu pelayanan resep pasien. Pemeriksaan
dilakukan dengan mencocokkan antara informasi yang didapat dari satu informan
kepada informan lainnya.
4.10.2 Triangulasi Metode
Pada penelitian ini, metode yang digunakan selain wawancara mendalam, juga
dilakukan dengan metode observasi dan telaah dokumen. Observasi dan telah
dokumen dilakukan unduk mendukung hasil wawancara yang dibandingkan dengan
struktur organisasi, uraian tugas dan prosedur.
Dengan dilakukannya triangulasi data pada penelitian ini diharapkan peneliti
dapat melakukan analisis secara tepat, akurat dan terpecaya. Adapun tabel triangulasi
data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini,
Tabel 4.2 Triangulasi Data
Variabel
Penelitian
Triangulasi Data
Triangulasi Sumber Triangulasi Metode
Kepala
Instalasi
Farmasi
Kepala Depo
Farmasi
Rawat Jalan
Asisten
Apoteker
Wa
wan
cara
Observ
asi
Telaah
dokumen
SDM √ √ √ √ √ √
Prosedur √ √ √ √ - √
Sarana
&Prasarana
√ √ √ √ √ -
Penerimaan Resep √ √ √ √ √ -
Pengambilan Obat √ √ √ √ √ -
Peracikan Obat √ √ √ √ √ -
Penulisan Etiket √ √ √ √ √ -
Penyerahan Obat √ √ √ √ √ -
Waktu Tunggu √ √ √ √ √ -
Page 76
62
Pelayanan Resep
Page 77
63
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor
5.1.1.Sejarah Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor
Berdirinya RS Karya Bhakti Pratiwi diprakarsai oleh dr. Mismasdi Mihadi,
Sp.OG dan dr. Subagyo Partodiharjo. Sebagai langkah awal untuk terwujudnya rumah
sakit tersebut, dr. Mismasdi Mihadi, Sp.OG dan dr. Subagyo Partodiharjo membentuk
sebuah perusahaan bernama PT. Karya Bhakti Pratiwi yang beralamat di Jakarta
berdasarkan Akta Notaris Nomor 06 tanggal 30 April 2010 yang dibuat dihadapan
Savitri Irma Mulia, SH, Notaris di Bekasi yang telah mendapatkan persetujuan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan
Nomor AHU-24840.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 17 Mei 2010.
Dimulai dengan membeli sebidang tanah seluas 4.715 M2 (Sertifikat Guna
Bangunan Desa Dramaga Hak Guna Bangunan No.339) di Jl. Raya Dramaga KM 7
Desa Dramaga Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, pada tanggal 03 Desember
2010, dr. Mismasdi Mihadi, Sp.OG mengajukan permohonan ijin peruntukan
penggunaan tanah kepada Bupati Bogor. Permohonan tersebut mendapat respon yang
sangat baik dari Bupati Bogor sehingga terbitlah Keputusan Bupati Nomor :
591.2/002/01092/BPT/2010 tertanggal 31 Desember 2010.
Dengan didasari Keputusan Bupati tersebut, segera dilakukan pembuatan studi
kelayakan, dokumen UKL/UPL, dan Detail Engineering Design (DED). Semua proses
tersebut berhasil dilewati dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bupati Bogor
Page 78
64
Nomor: 445/154/Kpts/Per-UU/1012 tanggal2 Maret 2012 tentang Pemberian Izin
Mendirikan Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi di Desa Dramaga Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor.
Bermodal awal dari dr Mismasdi Mihadi, Sp.OG dan dr Subagyo Partodiharjo,
pada tanggal 21 Maret 2012 mulai dilakukan peletakan batu pertama pembangunan
RSKBP. Kemudian Yayasan Karya Bhakti membuat kesepakatan untuk menyertakan
modalnya dalam pembangunan RS Karya Bhakti Pratiwi melalui kepemilikan saham
di PT. Karya Bhakti Pratiwi. Untuk lebih memperkuat permodalan, PT. Karya Bhakti
Pratiwi mendapatkan pinjaman dari BRI.
dr. Mismasdi Mihadi, Sp.OG mulai membentuk Tim untuk mengawasi
pembangunan RS dan Tim untuk melengkapi sarana prasarana RS. Hingga akhirnya
pada tanggal 15 Januari 2014, terbitlah Keputusan Bupati Bogor Nomor:
445/65/Kpts/Per-UU/2014 tentang Pemberian Izin Operasional Sementara Rumah
Sakit Karya Bhakti Pratiwi Atas Nama PT. Karya Bhakti Pratiwi di Desa Dramaga
Kecamatan Dramaga yang menandai awal beroperasionalnya RS Karya Bhakti
Pratiwi. Dengan terbitnya izin operasional tersebut, secara bertahap RS Karya Bhakti
Pratiwi membuka pelayanan yaitu Pelayanan Rawat Jalan, Penunjang, IGD,
selanjutnya Pelayanan Rawat Inap dengan kapasitas 72 tempat tidur.
Pada bulan April 2014 dibuka Pelayanan Kamar Operasi dan Kamar Bersalin,
ICU dan HCU.Dalam perkembangannya selama satu tahun RS.Karya Bhakti Pratiwi
berupaya meningkatkan fasilitas dan pelayanan. Pada tanggal 12 Januari 2015 RS.
Karya Bhakti Pratiwi mendapatkan Sertifikat Penetapan Kelas RS dari Pemerintah
Kabupaten Bogor dimana RS. Karya Bhakti Pratiwi ditetapkan sebagai RS Kelas C
Page 79
65
serta Izin Operasional RS selama 5 (lima) tahun berdasarkan Keputusan Bupati Bogor
Nomor 445/50/Kpts/Per-UU/2015.
5.1.2.Tujuan, Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor
1. Tujuan
a. Turut serta dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan khususnya di
wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya
b. Memberikan jasa pelayanan kesehatan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika, profesional dan keselamatan pasien serta mempunyai fungsi sosial
2. Visi
Menjadi Rumah Sakit dengan mengedepankan mutu, profesionalisme dan
kepuasan pengguna jasa.
3. Misi
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan profesional.
b. Memberikan pelayanan yang cepat, tepat dengan mengedepankan keselamatan
pasien (patient safety).
c. Menyediakan fasilitas, peralatan dan sarana prasarana penunjang yang mutakhir.
d. Mewujudkan rumah sakit yang memberikan kepuasan bagi para pengguna jasa.
4. Motto
“ Melayani dengan kasih sayang ”
5.1.3 Produk dan Layanan
Untuk memberikan pelayanan yang unggulan kepada masyarakat Rumah Sakit
Karya Bhakti Pratiwi Bogormemiliki beberapa produk dan layanan, diantaranya:
a. Fasilitas Poliklinik Spesialis
Page 80
66
Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan
observasi diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan pelayanan kesehatan lainnya, tanpa
mengharuskan pasien tersebut dirawat inap. Poliklinik Rumah Sakit Karya Bhakti
Pratiwi di buka 6 hari dalam seminggu (Senin s/d Sabtu) yang ditangani oleh dokter
spesialis yang handal dengan dibantu oleh tenaga perawat profesional dan terlatih di
bidangnya.
Poliklinik Rawat jalan terletak di lantai 1. Poliklinik Rumah Sakit Karya Bhakti
Pratiwi memiliki Dokter Spesialis, antara lain:Spesialis Bedah Umum, Spesialis
Kebidanan dan Kandungan, Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Anak, Spesialis
Bedah Saraf, Spesialis Bedah Orthopedi, Spesialis Bedah Urologi, Spesialis Kulit dan
Kelamin, Spesialis Saraf, Spesialis THT, Spesialis Rehabilitasi Medik, Spesialis Paru,
Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Sub Spesialis Alergi dan Immunologi,
Spesialis Kesehatan Jiwa, Spesialis Gigi Konservasi, Spesialis Bedah Mulut.
b. Fasilitas Perawatan
Terdiri dari kelas Kamar Perawatan VVIP, Kamar Perawatan VIP, Kelas I,
Kelas II, Kelas III, kamar tindakan (OK, VK), Kamar Perawatan Utama dan
Perinatologi.
c. Fasilitas Penunjang
Terdiri dari fasilitas Hemodialisa, Laparascopy, Endoscopy-Colonoscopy,
Medical Check Up, Klinik Kecantikan, Rehabilitas Medis, Radiolodi, Laboratorium
dan USG 4 Dimensi
d. Ruang Tindakan
Ruang Opersasi dan Ruang Persalinan.
Page 81
67
5.2 Gambaran Input Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
Input dari pelayanan resep terdiri dari sumber daya manusia, prosedur, sarana
dan prasarana.
5.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Sumber daya manusia merupakan salah satu input terpenting dalam suatu
manajemen. Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan
langsung dengan pelayanan resep pasien di instalasi farmasi rawat jalan. Input SDM
bisa dilihat dari segi kuantias dan kualitas. Dari segi kuantitas ditemukan dari hasil
telaah dokumen dan wawancara bahwa sumber daya manusia di instalasi rawat jalan
RS Karya Bhakti Pratiwi yang berkaitan dengan pelayanan resep rawat ada12 orang,
terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab depo farmasi rawat jalan, 11
Asisten apoteker dimana 3 diantaranya merupakan asisten apoteker baru yang masih
dalam masa orientasi. Adapun riciannya sebagai berikut:
Tabel 5.1 Sumber Daya Manusia di Instalasi Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
Jenis Kelamin Jabatan Pendidikan Masa Kerja
Perempuan Kepala Depo Farmasi
Rawat Jalan Apoteker 1 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 3 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 3 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 3 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 2 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 2 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 2 Tahun
Page 82
68
Jenis Kelamin Jabatan Pendidikan Masa Kerja
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 1 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) SMF 2 Tahun
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 1 Bulan
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 1 Bulan
Perempuan Pelaksana (AA) D3 Farmasi 1 Bulan
(Sumber: Telaah Dokumen dan wawancara peneliti)
Untuk setiap pelayanannya, manajemen rumah sakit menempatkan satu kepala
depo farmasi rawat jalan sebagai penanggung jawab pelayanan untuk menjamin
kesinambungan pelayanan termasuk untuk pelayanan resep pasien. Kepala depo
farmasi rawat jalan adalah seorang apoteker yang mengkoordinasikan kegiatan
pelayanan resep sesuai prosedur yang ada.
Petugas-petugas (Asisten Apoteker) di instalasi farmasi RS Karya Bhakti
Pratiwi dalam melaksanakan pekerjaannya dibagi menjadi 2 shift, kecuali penanggung
jawab depo farmasi rawat jalan yang hanya bertugas di pagi hari sesuai jam kerja di
RS Karya Bhakti Pratiwi yaitu 07.30-14.15 WIB. Shift pagi yaitu di mulai pukul 07.30
WIB sampai pukul 14.15 WIB, shift siang mulai pukul 14.15 sampai pukul 21.00 dan
jikaover time sampai pukul 23.00 WIB. Untuk shift pagi yang bertugas ada 8 orang
ditambah 2 petugas oncallpada hari Senin - Kamis, dan dibantu oleh 3 asisten apoteker
baru yang masih masa orientasi. Sedangkan untuk shift siang hanya ada 3 orang
ditambah 1 orang yang lembur.
Untuk menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan RS Karya Bhakti Pratiwi
memiliki perhitungan sendiri dengan melihat jumlah resep dan waktu kerja karyawan.
Rata-rata jumlah resep dari jam 07.30- 14.00 adalah 169 lembar dan dari jam 14.00-
Page 83
69
21.00 adalah 135. Perbandingan resep obat jadi dan obat racikan adalah 70% : 30%,
untuk standar waktu obat jadi ≤ 30 menit dan obat racikan ≤ 60 menit, dan jam kerja
karyawan 6,5 jam (390 menit) baik shift pagi ataupun shift siang. Adapun
perhitungannya sebagai berikut:
Shift Pagi = (169 x 70% x 30 menit) + (169 x 30% x 60 menit)
= 3.549 + 3.042
= 6.591 /390
=16 orang
Shift Siang = (135 x 70% x 30 menit) + (135 x 30% x 60 menit)
= 2.835 + 2.430
= 5.265 /390
=13 orang
Saat observasi yang peneliti lakukan petugas tidak memiliki waktu istirahat
(ISHOMA), sehingga harus bergantian antara petugas satu dengan yang lainnya untuk
melakukan pelayanan dan istirahat. Di depo farmasi rawat jalan ada pembagiantugas
yang telah ditentukan oleh kepala depo farmasi rawat jalan dan disetujui secara
bersama-sama sebelum jam kerja dimulai. Pembagian tugas antar petugas ini mulai
dari bagian penerimaan/harga hingga bagian penyerahan obat. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala depo farmasi rawat jalan pembagian tugas setiap harinya di
rolling, hal ini berguna agar setiap petugas semua meresakan dan belajar disemua
bagian. Pembagian tugas tersebut tertulis jelas dipapan tulis dan dapat dibaca oleh
semua petugas depo farmasi rawat jalan.
Page 84
70
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 informan, semuanya mengatakan bahwa
SDM yang ada di instalasi farmasi rawat jalan saat ini belum cukup karena masih
adanya sistem on call dan sistem lembur, terutama untuk hari-hari dimana terjadinya
puncak kesibukan.
“Belum mencukupi, soalnyakan masih tetap ada on call kan, sehari kita masih
ada dua orang yang on call, untuk hari senin, selasa, rabu dan kamis. Jadi
berarti kitakan masih kurang orang.” (RJ-4)
“Kalau SDMnya cukup kemungkinan sih tidak akan lama” (RJ-1)
“Kalau dari SDM kan waktu itu udah ada penambahan 3 orang, kemaren sih
masih kurang dan ada oncall, orang barukan baru lulus jadi harus beradaptasi
dulu, masih belum cukup, jadi kita masih oncall” (RJ-2)
“Masih kurang, masih lembur dan oncall kalau misalnya cukup tidak akan
oncall lagi” (RJ-10)
“Belum ya mba, masih ada lembur mba, kalau tidak lembur tidak dapat duit
”(RJ-7)
“Masih belum cukup, masih ada lembur dan oncall, kalu udah tidak oncall baru
dirasa cukup”(RJ-6)
Dari hasil observasi, peneliti melihat bahwa dihari Senin, Selasa, Rabu dan
Kamis memerlukan tambahan SDM dari instalasi rawat jalan dan IGD. Berdasarkan
hasil wawancara semua informan mengatakan perlu penambahan SDM disetiap bagian
pelayanan resep dan juga perlu tambahan di bagian penyerahan obat karena masih satu
orang.
“Di semua bagian kalau numpuk pasti kurang”.(RJ-1)
“Palingan nambah di bagian serah, biasanyakan aku yang back up, itu juga
kalau aku tidak sibuk, kalau sibuk ya tidak bisa”.(RJ-2)
“Hampir semuanya mba, di bagian harga, etiket, ambil, racik, serah juga mba
kadang kita masih kurang”. (RJ-3)
Page 85
71
“Paling nambah dibagian serah mba, soalnyakan cuma satu, serah tidak bisa
cuma satu orang.”(RJ-4)
“Nambah disetiap bagian mba, serah sih jangan satu kalau bisa, yang lain udah
dua-dua tapi masih kurang juga kalau menurut aku.” (RJ-5)
“Dibagian serah dulu sih mba untuk sekarang” (RJ-7)
Selain dilihat dari segi kuantitas, input SDM di instalasi farmasi rawat jalan juga
dilihat dari segi kualitas. Dari hasil wawancara kepada informan diketahui bahwa
pelatihan yang diikuti asisten apoteker di instalasi farmasi rawat jalan baru sekali
dilakukan, rumah sakit belum mempunyai program pelatihan yang secara berkala
untuk asisten apoteker dan apoteker terkait bidang kefarmasian, seperti pelatihan
pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pelatihan SOP pelayanan resep.
“Baru mau, cuma kemaren ada yang ngadain mba via tapi itu udah bebarapa
bulan yang lalu belum rutin, kan semestinya harus rutin tiap bulan belum
diaktifin lagi. Kegiatannya cuma presentasi aja misalnya tentang TBC, Vaksin
sama unit-unit lain..” (RJ-4)
“Untuk program yang rutin sih belum ada.”.(RJ-3)
“Ada kemaren baru sekali kita presentasi gitu tentang TBC, tapi udah lama itu,
tidak rutin juga mba,.”(RJ-8)
“Tidak ada yang rutin sih mba,ada juga baru sekali,”(RJ-7)
“Belum ada yang rutin sih mba kalau disini, paling kitapersonal aja mba,
pengen emang dari kitanya mau ikut seminar-seminar diluar gitu. Kalau dari
rumah sakitnya sih belum ada yang rutin deh” (RJ-10)
Selain pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari pengetahuan dan
kemampuan petugas instalasi farmasi (Asisten Apoteker) dalam melaksanakan tugas
pelayanan resep obat sudah cukup, namun dengan banyaknya obat, serta obat-obat
baru yang ada, tentunya dirasa perlu untuk menambah pengetahuan tentang obat,
karena hal ini akan berdampak pada waktu pelayanan resep. Hal ini dikarenakan
Page 86
72
berdasarkan hasil observasi, perlu waktu untuk bertanya kepada teman sesama asisten
apoteker lainnya atau kepada kepala depo instalasi rawat jalan, atau kepada dokter
yang menulis resep jika petugas (asisten apoteker) tidak dapat membaca resep,
mengetahui dosis dan aturan minumnya. Hal ini juga sering dirasakan oleh petugas
bagian penyerahan resep jika pasien menanyakan fungsi obat yang tertera didalam
resep tersebut, petugas harus melihat buku MIMS, ISO, bahkan mencari di google, hal
ini juga tentunya akan menambah waktu pelayanan resep. Berikut kutipan
wawancaranya,
“masih belum maksimal, kalau semuanya udah expert pasti semuanya cepet,
kalau sekarangkan kadang kita masih susah baca resep dokter jadi harus konfi
rmasi dulu kalautidak nanya ke google atau buku MIMS.”(RJ-9)
“masih kurang, kan disini ada 3 orang yang masih baru jadi belum bisa dilepas
gitu aja, harus diarahin dulu, masih ada yang belum terlalu bisa baca nama obat
di resep, jadi harus didampingi sama yang udah senior, kadang kita yang udah
senior aja masih nanya-nanya misalnya ini obat untuk apa? Kapan
diminumnya? Namanya apa? Baca buku MIMS dulu, cari digoogle dulu kalau
emang tidak ada yang tahu.” (RJ-2)
“kadang ada obat baru kita tidak tau itu penggunaannya berapa kali sehari,
kapan diminumnya, Tanya ketemen-teman juga tidak ada yang tau, jadi buka
buku MIMS dulu deh dari pada ngasih tau kepasien salah ya lebih baik sedikit
lama dikitlah” (RJ-8)
“Masih kurang sepertinya. Masih suka bingung kadang kalau ada obat-obat
yang belum sering didengar atau obat baru, mau tidak mau cari tau dulu di
google atau baca buku MIMS” (RJ-6)
Permasalahan pada input dari segi SDM di instalasi farmasi rawat jalan
Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu
masih kurangnya jumlah SDM pada hampir semua bagian diantaranya bagian ambil,
etiket, racik dan serah; pelatihan yang diikuti oleh asisten apoteker dan apoteker tidak
dilakukan secara rutin dan belum merata; dan yang terakhir dilihat dari kemampuan
Page 87
73
asisten apoteker dalam membaca resep dokter dan pengetahuan tentang obat masih
kurang.
5.2.1 Sarana dan Prasarana Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Untuk menunjang para petugas di instalasi farmasi rawat jalan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, ketersediaan akan sarana dan prasarana
merupakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan.
Menurut Depkes (2004), sarana atau fasilitas bangunan/ruangan pelayanan
kefarmasian harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit. Instalasi farmasi
unit rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi berada dilantai satu, satu lantai dengan poli
spesialis dan menyatu dengan bagian kasir rawat jalan. Ruang pelayanan resep pasien
rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi memiliki luas bangunan 4x3,5 m2 dengan jarak
antara peralatan satu dengan yang lainnya hanya berjarak 1 m.
Sarana/ fasilitas bangunan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar
dapat menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian, menjamin lingkungan
kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan sistem komunikasi dan mobilitas
Rumah Sakit. Berdasarkan hasil observasi, ruangan di instalasi farmasi rawat jalan
terdiri atas:
a. Ruang Kantor
Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Karya Bhakti Pratiwi belum memiliki
ruang kantor untuk kepala depo rawat jalan sehingga menjadi satu di dalam
ruang penyimpanan obat.
b. Ruang Penerimaan/harga Resep
Page 88
74
Ruangan ini berupa loket tanpa kaca yang langsung berhadapan dengan
ruang tunggu pasien pelayanan resep. Ruangan ini dibagi menjadi 3 bagian tanpa
sekat, dibagian kanan untuk kasir rawat jalan, bagian tengah untuk
penerimaan/harga resep dan pemberian harga, dan bagian kiri untuk penyerahan
obat kepasien.
c. Ruang Pengambilan/ penyimpanan obat
Ruangan pengambilan obat di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi merupakan tempat menyimpan obat-obatan yang dibutuhkan
untuk mendukung pelayanan resep. Obat-obatan ini di susun berdasarkan abjad,
bentuk dan sediaannya.
d. Ruang Racikan Obat
Ruangan peracikan obat ini merupakan bagian dari ruang pengambilan
obat, karena ruangan ini didalam ruangan pengambilan obat.
e. Ruang Ganti
Ruang ganti ini dipergunakan sebagai tempat istirahat, makan, sholat,
menyimpan tas dan mengganti pakaian para petugas instalasi farmasi rawat jalan.
f. Ruang gudang obat
Ruang gudang merupakan satu ruangan tersendiri dan berada dilantai 5,
ruangan ini dipergunakan untuk menyimpan seluruh persediaan farmasi sebelum
akhirnya didistribusikan kesetiap depo farmasi rawat jalan, rawat inap dan IGD.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada sepuluh informan dan
observasi yang dilakukan, diketahui bahwa ketersediaan sarana untuk menunjang kerja
petugas dalam memberikan pelayanan resep di instalasi farmasi RS Karya Bhakti
Page 89
75
Pratiwi masih belum memadai baik dari segi luas ataupun kelengkapan ruangan sesuai
dengan Depkes, 2004. Diketahui bahwa luas ruangan 4x3,5 m2 masih kurang luas
untuk melakukan pelayanan resep, ruangan menjadi lebih sempit dikarenakan belum
adanya ruangan kantor untuk kepala depo farmasi rawat jalan sehingga sebagian meja
etiket digunakan untuk komputer yang digunakan sebagai meja kepala depo farmasi
rawat jalan.
“Semakin nambah tahun dan orangkan semakin butuh banyak, jadi saya rasa sih
masih kurang luas.Ruangan aku juga masih nyatu disini, malahbisa dibilang
tidak ada ruangan, seharusnyakan ada sendiri ruangan buat akunya.”(RJ-2)
“Masih kurang luaslah, karena kapasitas rumah sakitnya masih terbatas juga,
tempat itu kita sesuaikan aja, ruang kantor juga belum ada kan”(RJ-1)
“Masih kurang luas sih mba untuk saat ini,kurang ruang kantor mba via juga
“(RJ-4)
“Kurang luas juga nih ruangan, soalnya udah nambah orang, jadi berasa sempit
aja, mau sana kemari juga kadang sedikit ribet. Seharusnya kantor sendiri nih
mba, tidak nyampur disiini”(RJ-5)
“Tempatnya kurang luas banget mba, harusnya lebih luas dari inilah diliat dari
jumlah orangnya jugakan”(RJ-7)
“Sepertinya kurang luas.Katanya mba via nanti ada ruanganya sendiri jadi
komputernya ini tidak disini lagi.Jadi sedikit luas“(RJ-8)
Sedangkan untuk prasarana atau peralatan yang tersedia untuk menunjang
pelayanan farmasi di RS Karya Bhakti Pratiwi terdiri dari:
1. Komputer dan printer
Terdapat 3 unit komputer yang tersedia untuk menunjang pelayanan resep di
farmasi rawat jalan. Pada bagian penerimaan/harga resep ini terdapat 2 unit
komputer dan 1 unit printer untuk keperluan entry data, menghargai resep,
serta mengeluarkan printout rincian harga untuk proses pembayaran
Page 90
76
selanjutnya ke bagian kasir. Berdasarkan hasil observasi peneliti, petugas
pada bagian penerimaan/harga resep harus bergantian menggunakan printer
tersebut dikarenakan terdapat 2 komputer tetapi hanya ada 1 printer untuk
mencetak rincian harga pembayaran pasien. Dan 1 unit komputer dan I unit
printer ada di ruang penyimpanan obat yang digunakan untuk melakukan
amprahan, mengimput data, melihat stok, dan lain-lain yang dipergunakan
untuk bersama-sama.
2. Meja
Hanya terdapat 1 buah meja panjang yang digunakan untuk mempersiapkan
resep dan tempat menulis etiket, serta terdapat 1 buah meja kecil yang
dipergunakan untuk menghitung dan mempersiapkan obat racikan.
3. Rak penyimpanan obat/alat kesehatan dan Lemari
Ada 10 rak putar yang digunakan untuk penyimpanan obat dan berada
diruang penyimpanan obat.1 lemari untuk jenis obat tablet generik, 1 lemari
untuk jenis obat paten, 2 bagian lemari digunakan untuk obat jenis sirup, 1
lemari untuk jenis salep. Obat-obat tersebut dikelompokan berdasarkan
bentuk sediannya dan jenis kemudian diletakan dalam wadah plastik yang
telah dinamain sesuai nama obatnya dan terdapat lemari untuk untuk
golongan obat-obat tertentu seperti psikotropika atau obat keras lainnya
4. Lemari Pendingin
Hanya tersedia 1 lemari pendingin untuk jenis obat-obat disuhu lebih dingin
dari suhu ruangan.
5. Telepon
Page 91
77
Hanya terdapat satu telepon di depo farmasi rawat jalan dan terletak di
ruang penyiapan/penyimpanan obat.
6. Peralatan Peracikan Obat
Didalam ruangan peracikan terdapat 1 unit blender, 1 unit timbangan gitital,
1 unit timbangan manual, 2 unit stemper & mortal, 1 unit mesin pembungkus
kertas puyer.
Untuk bagian penerimaan resep hanya terdapat 1 printer sedangkan ada 2
komputer untuk bagian penerimaan ini, sehingga harus digunakan secara bergantian,
pada bagian pengambian obat petugas ( Asisten Apoteker) sering memperebutkan
gunting, sehingga harus saling menunggu yang lain menggunakannya terlebih dahulu.
Kemudian pada tahap penulisan etiket hanya terdapat 1 meja panjang yang
sebagiannya dipergunakan untuk komputer, sehingga sangat kurang untuk penulisan
etiket saat resep banyak. Tentu saja hal ini mempengaruhi lama waktu tunggu
pelayanan.
“kadang kalau lagi ambil resep sering nyariin gunting, eh taunya dibelakang, ,
PR banget itu haha, meja etiket kurang luas juga,printer hanya satu jadi ganti-
gantianngaruh banget sama kecepetan waktu” (RJ-4)
“Printer hanya ada satu didepan, terus kadang suka rebutan gunting, meja besar
disini Cuma ada satu jadi masih kurang buat etiketin haha” (RJ-7)
Yang bikin lama itu kalau sering rebutan gunting dan meja etiketseharusnya
sedikit luasan, jadi tidak sampai bawah-bawah nulisnya”.(RJ-5)
“Sepertinya kurang luas mejanya, apalagi mejanya nih kurang buat etiketin
resep, dibagian depan printer baru satu. Terus seperti hal-hal kecil seperti
gunting, kadang sering rebutan. “(RJ-9)
“Masih kurang lah, karena kapasitas rumah sakitnya masih terbatas juga,
tempat itu kita sesuaikan aja misalnya meja, kursi, printer itu masih kurang”(RJ-
1)
Page 92
78
“etiket juga kurang, printer masih satu , terus gunting dan pulpen harus lebih
diperhatikan lagi sepertinya”(RJ-2)
Permasalahan pada input dari segi sarana dan prasarana bisa dilihat dari segi
kelengkapan dan kecukupan jumlahnya. Dari segi ruangan masih kurang luas untuk
pelaksanaan pelayanan resep pasien rawat jalan, masih kurangnya ruangan kantor
sendiri untuk kepala depo farmasi rawat jalan, kurangnya meja untuk penulisan etiket
sehingga harus menulis etiket dibawah mempengaruhi pelayanan resep karena
mobilitas petugas lainnya terganggu, printer yang ada saat ini hanya ada 1 unit saja,
dan terjadi kekurangan gunting, sehingga harus digunakan secara bergantian.
5.2.2 Prosedur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Unsur input pelayanan resep pasien di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur
(SOP) yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan resep pasien di instalasi farmasi
rawat jalan. Input SOP pada pelayanan resep pasien di instalasi farmasi rawat jalan
RSKBP ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kejelasan SOP,
pelaksanaan pemantauan SOP, evaluasi dari pelaksanaan SOP.
Berdasarkan telaah dokumen No,14-08, terkait prosedur di instalasi farmasi
rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi yang disebut sebagai pelayanan resep obat/alat
kesehatan di depo farmasi rawat jalan adalah sebagai berikut:
1. Petugas depo farmasi menerima resep atau salinan resep dari pasien
2. Petugas depo farmasi meneliti kelengkapan resep
Page 93
79
3. Apabila ada penulisan resep kurang jelas atau obat tidak ada persediaannya
akan diganti, petugas farmasi akan menghubungi dokter penulis resep.
4. Resep dihitung harganya dan diberitahu kepada pasien, pasien membayar di
kasir depo farmasi rawat jalan.
5. Jika pasien sudah membayar, petugas depo farmasi mengerjakan esep
tersebut
6. Resep akan diberi stempel HARES dibelakang resep
7. Obat/alat kesehatan disiapkan dan diracik oleh petugas depo farmasi
kemudian membubuhkan paraf pada cap HARES
H : Harga
A : Ambil
R : Racik
E : Etiket
S : Serah
8. Petugas farmasi menulis etiket dan mencocokan kesesuaian obat dengan
resep sebelum dimasukan kedalam kantung obat kemudian memubuhkan
paraf
9. Pasien umum mengambil obat dengan menunjukan kwitansi pembayaran
10. Pasien jaminan perusahaan atau asuransi mengambil obat dengan
menunjukan kartu nomor antri
11. Kroscek obat yang disiapkan dengan resep asli, pastikan nama pasien dan
tanggal lahir sebelum obat diserahkan kepasien
12. Catat nomor telepon pasien yang dapat dihubungi dibelakang resep
13. Arsipkan resep yang sudah terlayani
Page 94
80
14. Resep yang menggandung narkotika dipisahkan kemudian beri garis merah
dibawah nama obat narkotika.
Berdasarkan telaah dokumen, sudah ada prosedur tetap untuk pelayanan farmasi
rawat jalan di RS Karya Bhakti Pratiwi, salah satunya prosedur pelayanan resep. Hal
ini diperkuat dengan hasil wawancara, bahwa semua informan mengatakan telah ada
prosedur tetap terkait pelayanan resep pasien rawat jalan.
“Ada dong untuk prosedur tertulisnya dan baku.”(RJ-1)
“SOP tertulis ada mba, untuk pelayanan resep juga pasti ada dan udah cukup
jelas”(RJ-2)
“Pasti ada mba buat prosedur tertulisnya, pernah baca dan dijelasin kok waktu
rapat gitu “(RJ-8)
“Ada sih mba, tapi dipegang sama mba via, kita tidak megang masing-
masing,”(RJ-4)
“SOP mah kita ada mba, waktu itu bacanya dirapat aja, soalnya tidak megang
masing-masing juga” (RJ-10)
Berdasarkan hasil wawancara, bahwa prosedur pelayanan resep pasien di
instalasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi sudah cukup jelas dan telah dilakukan
sosialisasi kepada seluruh petugas khususnya di instalasi farmasi rawat jalan dengan
cara membahasnya pada saat rapat sehingga dapat diketahui dan dimengerti oleh
semua petugas. Berikut kutipan wawancaranya,
“Sudah jelas, sudah dijelasin pada saat rapat” (RJ-1)
“Sudah jelas juga, kita pernah melakukan rapat untuk menjelaskan prosedur
pelayanan resep salah satunya” (RJ-2)
“Udah jelas, saat dirapat semuanya dijelas-jelasin. Jelain kita ngapain aja pas
harga seperti gini, seperti gini”(RJ-9)
Page 95
81
“Pernah baca pada saat rapat dan jelas juga soalnya sudah ada tanda tangan
direktur” (RJ-4)
“Prosedur sudah jelas dan pernah dijelasin waktu rapat”(RJ-7)
Berbeda dengan prosedur pelayanan resep yang telah tersedia dan telah
disosialisasikan kepada petugas instalasi farmasi rawat jalan, berdasarkan hasil
wawancara dan telaah dokumen, diketahui bahwa masih terdapat SOP yang belum
lengkap yaitu tidak adanya kebijakan tertulis standar waktu tunggu pelayanan resep
yang digunakan oleh rumah sakit.
“Kalau itu saya tidak tau, aku rasa sih belum ada, aku tidak tau kesimpulan mba
via nulis waktu tunggu”(RJ-4)
“Saya tidak tau kalau soal standar, kalau itu belum ada mba.”(RJ-6)
“Sebenernya setiap rumah sakitkan harus ada, tapi disini belom ada dan belom
sempurna juga waktu tunggunya.”(RJ-9)
“Belum ada mba yang tertulis gitu standarnya berapa-berapa, kalaupun ada kita
juga belum sesuai standar sepertinya, masih lama soalnya”(RJ-7)
“Tidak ada sih mba, stantar baku belum ada.”(RJ-5)
“Standarnya belum ada yang tertulis, memang kita masih mengikuti yang 15, 30.
Tapi kita akan buat dalam bentuk prosedur” (RJ-1)
“Standar yang aku itung sih dari rata-rata ya segitu 20, 30 menit tapi belum
baku dan tertulis”(RJ-2)
Belum tersediannya standar tertulis waktu tunggu pelayanan resep ini
dikarenakan rumah sakit Karya Bhakti Pratiwi telah beda manajemen dengan RS
Karya Bhakti Pratiwi yang sekarang telah menjadi RSUD Kota Bogor. RS Karya
Bhakti Pratiwi sekarang telah dipegang oleh PT. Karya Bhakti sedangkan sebelumnya
dipegang oleh yayasan. Sehingga membuat rumah sakit memulai dari awal kembali
Page 96
82
dengan RS tipe C dan belum memiliki standar baku tertulis terkait waktu tunggu
pelayanan resep rawat jalan.
Setelah melihat input SOP dari segi kelengkapan, input SOP juga bisa dilihat dari
segi pelaksanaan SOP nya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan
SOP di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi belum semuanya
dilaksanakan karena sebagian besar yang dilaksanakan hanya SOP yang berhubungan
dengan pelaksanaan pelayanan resep saja, hal ini juga disebabkan tidak adanya fungsi
pemantauan dan evaluasi SOP sehingga terlaksana atau tidaknya SOP tidak bisa dilihat
sepenuhnya dan biasanya hanya baru terlihat ketika terjadi penyimpangan. Berikut
kutipan wawancaranya,
“Saya merasanya sih belum 100% karena ga pernah ada evaluasi juga jadinya
gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau belum” (RJ-4)
“ada yang sudah dan ada yang belum pastinya, belum maksimal semualah” (RJ-
1)
“Paling beberapa seperti, yang benar benar dilaksanakan yang lainnya gatau
dan sepertinya belum 100%” (RJ-7)
“Belum semuanya dilaksanakan secara maksimal” (RJ-8)
“Untuk pelaksanaan masing-masing SOP selama ini belum pernah ada
pemantauan ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad kasus” (RJ-9)
Mengenai pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur, berdasarkan
hasil wawancara diketahui bahwa belum ada pengawasan dan evaluasi yang dilakukan
terhadap pekerjaan yang dilakukan apakah telah sesuai SOP atau belum, namun bila
terjadi penyimpangan dari SOP maka manajemen akan melakukan investigasi dan
kronologi terlebih dahulu sebelum memberikan sangsi. Berikut kutipan
wawancaranya:
“kalau untuk pengawasan rutin sih tidak ada, Cuma kalau ada masalah aja baru
deh kita ada kronologi kejadian gitu, mungkin itu bisa sebagai pengawasan dan
Page 97
83
bahan evaluasi sih, untuk waktu tunggu kita laporin ke mba via tiap bulan
sebagai bahan evaluasi bu yesi” (RJ-1)
“paling cuma ngeliat aja sih apakah yang dikerjain udah sesuai urutan yang di
SOP belum, seperti gitu aja sih bentuk pengawasannya, tidak yang gimana-
gimana dan rutin, soalnyakan SOP itu banyak ya, kalau buat evaluasi waktu
tunggu palingan yang dicatet tiap bulan itu”. (RJ-2)
“selama ini sih kita kerja ya sesuai sama SOP sih mba, pengawasannya paling
dari mba via aja, klo dari bu yesi palingan kalau beliau tiba-iba datang untuk
ngeliat kita kerja aja, tidak rutin juga ” (RJ-4)
“Sepertinya sih tidak ada, palingan mba via yang ngawasin kerja kita gimana,
tiap bulan kita laporin waktu tunggu mba, untuk evaluasi.”(RJ-8)
Permasalahan pada input dari segi SOP di Instalasi Rumah Sakit Karya Bhakti
Pratiwi yaitu. Belum adanya kebijakan tertulis terkait standar waktu tunggu pelayanan
resep, belum terlaksannya fungsi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan
resep sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya dan patuh atau
tidaknya, evaluasi dilakukan jika ada masalah barulah dari masalah tersebut dievaluasi.
5.3 Gambaran Proses Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
Dari hasil observasi dan pencatatan waktu tunggu pelayanan resep, terdapat lima
titik dalam proses pelayanan resep, yaitu penerimaan/harga resep, pengambilan obat,
peracikan obat, penulisan etiket dan penyerahan obat. Berdasarkan hasil observasi
dalam lima tahap proses tersebut, masing-masing kegiatan pelayanan resep obat non
racikan dan resep obat racikan masih dapat dijabarkan menjadi dua komponen yaitu
komponen proses dan komponen jeda. Komponen proses melibatkan para petugas
secara aktif mengerjakan resep sedangkan komponen jeda merupakan kondisi dimana
resep menunggu untuk dikerjakan oleh petugas (Giddings, et al, 2005).
Page 98
84
Saat observasi terlihat bahwa ada pembagian job desk pekerjaan yang telah
ditentukan oleh kepala depo farmasi rawat jalan dan disetujui secara bersama-sama
sebelum jam kerja dimulai. Job desk pekerjaan ini merupakan pembagian tugas antar
petugas mulai dari bagian penerimaan/harga hingga bagian penyerahan obat. Jobs desk
ini setiap harinya di rolling, hal ini berguna agar setiap petugas semua mengetahui dan
belajar disemua bagian. Job desk ini tertulis jelas dipapan tulis dan dapat dibaca oleh
semua petugas depo farmasi rawat jalan.
Standar yang digunakan mulai dari proses penerimaan sampai proses penyerahan
resep non racikan sama saja dengan resep racikan yaitu standar di bagian
penerimaan/harga resep (7 menit), pengambilan obat (10 menit), peracikan obat (30),
penulisan etiket (8 menit), penyerahan resep (5 menit). Standar tersebut didapatkan
dari pernyataan dan perkiraan depo instalasi farmasi rawat jalan, karena standar ini
tidak tertulis dalam kebijakan atau SOP Instalsi Farmasi Rumah Sakit, namun dalam
memperkirakan standar ini tetap mengacu padaKepmenkes RI No. 129 Tahun 2008
yaitu ≤ 30 menit untuk resep non racikan dan ≤ 60 untuk resep racikan.
5.3.1 Penerimaan/harga resep
Proses Penerimaan/harga ini dilakukan oleh dua orang. Petugas (Asisten
Apoteker) penerima bertugas sebagai penerima resep, memberi nomorantrian resep,
setelah itu dilakukanlah proses skrining resep yang meliputi pemeriksaan kelengkapan
resep. Resep yang lengkap harus ada nama, alamat, tempat dan tanggal resep, tanda R
pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, aturan pakai,
serta tanda tangan atau paraf dokter. Setelah semuanya diperiksa barulah data obat
Page 99
85
yang ada didalam resep tersebut diinput dan dilakukan pemberian harga yang terdapat
dalam resep tersebut dengan menggunakan sistem komputer.
Pada bagian penerimaan/harga resep ini terdapat 2 unit komputer dan 1 unit
printer untuk keperluan entry data, menghargai resep, serta membuat rincian harga
untuk proses pembayaran selanjutnya ke bagian kasir. Penerimaan/harga atara resep
jaminan dan umum tidak dibedakan sama sekali jadi kedua komputer dapat
dipergunakan untuk jaminan dan umum.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formulir pencatatan waktu
tunggu pelayanan resep didapatkan rincian kegiatan beserta rata-rata waktu delay dan
waktu tindakan yang dibutuhkan pada tahap penerimaan resep,yang dapat dilihat pada
tabel 5.2 dibawah ini:
Tabel 5. 2 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen
Pelayanan Resep Pada Tahap Penerimaan/Harga Resepdi Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun 2016
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
1 Petugas menerima resep dan memberi nomor antrian
ke pasien.
0.22
2 Resep menunggu untuk diproses sesuai nomor
antrian
3.12
3 Memeriksa kelengkapan dan memisahkan berkas 1.02
4 Petugas membaca resep dan melakukan konfirmasi 2.00 0.50
5 Melihat ketersediaan obat disistem komputer 0.15
6 Petugas mengkonfirmasi ketersedian obat di apotek
rawat jalan. IGD dan Rawat Inap
2.08 0.40
Page 100
86
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
7 Petugas menghargai resep 0.58
8 Konfirmasi ke pasien untuk harga obat yang harus
ditebus
1.01
9 Mengeprint rincian harga pembayaran 1.02 0.23
TOTAL 8.22 4.11
RATA-RATA 12,33
STANDAR RSKBP 7
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwarata-rata waktu dari seluruh kegiatan di
penerimaan/harga resep sebesar 12,33 menit, dengan waktu jeda (resep tidak
dikerjakan atau menunggu untuk dikerjakan) di penerimaan/harga sebesar 8,22 menit
dan waktu tindakan (resep dikerjakan) sebesar 4.11 menit. Sehingga didapatkan selisih
antara rata-rata waktu penerimaan resep (12,33 menit) dan standar RSKBP pada tahap
penerimaan/harga resep(7 menit) yaitu sebesar 5,33 menit.
Setelah seluruh data diinput, di print, kemudian dipisahkan antara berkas untuk
depo farmasi (berisi resep dokter dan rincian harga) dan untuk kasir rawat jalan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada sembilan informan mengatakan
bahwa, pemisahan berkas-berkas ini dianggap membuat pelayanan resep menjadi lama
dibagian penerimaan, untuk berkas pasien umum berkasnya berupa resep dan berkas
jasa dokter sedangkan untuk pasien BPJS berkasnya berupa resep, berkas BPJS, KTP,
KK dan untuk pasien asuransi perusahaan berkasnya berupa berkas perusahaan dan
resep. Berikut kutipan wawancaranya,
“Berkas harus misah-misahin sendiri itu kadang bikin lama juga mba klo
dibagian penerimaaan” (RJ-4)
Page 101
87
“salah satunya sih misahin berkas-berkasnya” (RJ-6)
“Misahin berkasnya ini bikin lama klo dibagian harganya.”(RJ-2)
“Nyabutin berkas-berkas itu mba makan waktu juga.”(RJ-10)
“misahin berkas untuk kasir dan kita jadi kendala”(RJ-3)
Berdasarkan hasil observasi di bagian penerimaan/harga resep terdapat 2 unit
komputer dan satu unit printer untuk mencetak rincian harga atau nota transaksi
rangkap tiga, sehingga harus bergantian menggunakan printer tersebut dikarenakan
terdapat 2 komputer tetapi hanya ada 1 printer untuk mencetak rincian harga pasien.
Dari hasil observasi terlihat banyaknya tumpukan resep yang harus diinput
terutama pada jam-jam sibuk dikarenakan walaupun telah didukung oleh sistem
informasi, namum ada kendala terutama dengan stok obat, dimana ketersediaan obat
didalam komputer dan stok aslinya tidak sesuai dengan yang ada diruang obat depo
farmasi rawat jalan. Sehingga petugas (Asisten Apoteker) penerimaan/harga resep
harus meminta tolong kepada petugas (Asisten Apoteker) yang ada di ruang obat untuk
megecek atau petugas (Asisten Apoteker) penerimaan/harga melihat sendiri
ketersediaan obat tersebut. Ketidaksesuaian ini juga terjadi pada stok obat di gudang
farmasi, IGD dan rawat inap, sehingga petugas (Asisten Apoteker) harus terlebih
dahulu menelpon pada bagian yang memiliki stok untuk mengkonfirmasi stok, jika
stok terpenuhi maka segera dilakukan pengamprahan melalui sisten informasi. Hal ini
juga diperkuat dengan hasil wawancara sebagai berikut,
“stok di komputer tidak sesuai biasanya, biasanya karena sistemnya eror jadi
harus cari kefarmasi lain”(RJ-1)
Page 102
88
“udah gitu kalau misalnya obat dikita( depo farmasi rawat jalan) tidak ada nih,
jadi kitaminta dulu ke RI, atau ke gudang atau IGD, itukan harus nanya dulu,
soalnyakan kadang yang disistem dan stok aslinya beda.”(RJ-4)
“kalau obat tidak komputer tidak sesuai sama stoknya, jadi harus konfirmasi
dulu dulu di IGD,Gudang atau Ranap, untuk memastikan”(RJ-7)
“stok di computer eror jadi tidak sama dengan kenyataannya jadi harus telpon
dulu buat konfirmasi”(RJ-8)
Kendala lainnya yaitu apabila ada obat yang tidak tersedia, maka petugas
(Asisten Apoteker) akan mencoba menelpon farmasi lain untuk menanyakan apakah
ada obat yang diminta, bila ada maka akan segera diambil untuk memenuhi kebutuhan
resep. Bila tidak ada juga maka pasien akan ditanya apakah mau beli ditempat lain
atau mau diganti obatnya tentunya dengan persetujuan dokter, bila setuju maka
petugas (Asisten Apoteker) akan menelpon dokter untuk menanyakan apakah obatnya
bisa diganti dengan yang sejenis yang ada di depo farmasi rawat jalan. Dalam hal
konfirmasi dengan sambungan telepon terdapat kendala yaitu line telepon tidak bisa
langsung menelpon ke tujuan yang ingin di telepon, jadi harus disambungkan dulu ke
informasi/operator barulah akan disambungkan ke dokter, asuransi dan lain-lain. Oleh
karena itu, sering kali operator/informasi sedang sibuk pada saat dihubungi, jadi harus
menunggu beberapa saat kemudian sampai bisa untuk dihubungi kembali. Tentunya
hal tersebut mempengaruhi lama waktu pelayanan resep. Berikut kutipan
wawancaranya,
“seharusnya ada telpon langsung tidak harus nyambung-nyambungin dulu, yang
disambungin suka sibuk dan lama jadi itu butuh waktu lagi”(RJ-2)
“harus konfirmasi dulu kedokter secepatnya tapi ya gitu mesti minta
disambungin dulu ke informasi tidak bisa langsung nelpon kedokternya jadi
lama disitu mba”(RJ-4)
Page 103
89
“Disini line telepon masih nyambungin dulu ke informasi mba, baru dari
informasi disambungin kedokter misalnya, belum lagi kalau lagi sibuk jadi
nunggu dulu”(RJ-1)
“konfirmasi ke asuransi, dokter, RI atau IGD soalnyakan teleponnya harus
keoperator dulu” (RJ-6)
Permasalahan proses di bagian penerimaan/harga obat yaitu pemisahan berkas-
berkas pasien;sistem komputer yang belum memadai khususnya pada ketersediaan
stok di sistem komputer eror; line telepon yang harus menyambungkan terlebih dahulu
ke informasi/operator.
5.3.2 Pengambilan Obat
Petugas untuk pengambilan resep dilakukan oleh dua orang asisten apoteker, 1
orang mengambil obat resep non racikan dan 1 orang lagi mengambil untuk resep
racikan. Bila resep banyak maka petugas etiket atau petugas racik bisa membantu
proses pengambilan obat.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formulir pencatatan waktu
tunggu pelayanan resep didapatkan rincian kegiatan beserta rata-rata waktu delay dan
waktu tindakan yang dibutuhkan pada tahap pengambilan obat yang dapat dilihat pada
tabel 5.3 dibawah ini:
Tabel 5.3 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen Pelayanan
Resep Pada Tahap Pengambilan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya
Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun 2016
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
1 Resep menunggu untuk diproses sesuai nomor
antrian
4.21
Page 104
90
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan (Menit)
Delay Tindakan
2 Petugas pengambilan mengambil dan membaca
resep
1,09
3 Mengkonfirmasi kepada apoteker jika resep
kurang jelas
0,13
4 Petugas mengambil obat sesuai resep di rak
penyimpan (jika tidak tersedia, mengambil di
IGD atau rawat jalan)
2,19 4,04
5 Meletakan obat-obat kedalam kotak 0,3
6 Meletakan kotak tersebut ke atas meja penulisan
etiket
0,15
TOTAL 6,40 5,70
RATA-RATA 12,11
STANDAR RSKBP 10
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata waktu dari seluruh kegiatan
dipengambilan obat sebesar 12,11 menit, dengan waktu jeda (resep tidak dikerjakan
atau menunggu untuk dikerjakan) di pengambilan obat sebesar 6,40 menit dan waktu
tindakan (resep dikerjakan) sebesar5,70 menit. Sehingga didapatkan selisih antara rata-
rata waktu pengambilan obat (12,11menit) dan standar RSKBP pada tahap
pengambilan obat (10 menit) yaitu sebesar 2,11 menit.
Dari hasi observasi, untuk pengambilan obat dilakukan oleh petugas yang
bertugas dibagian pengambilan, petugas mengambil obat di rak penyimpanan obat,
obat maupun bahan medis habis pakai disusun dan diletakan sesuai abjad dan sedian,
walaupun masih ada yang tidak sesuai abjad dan untuk jenis obat LASA (Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike) belum diberi lebel
Page 105
91
sehingga hal ini berpotensi terjadi kesalahan pengambilan oleh petugas, beberapa kali
peneliti melihat Asisten Apoteker salah dalam mengambil obat jenis LASA, sehingga
harus dikembalikan lagi dan mengambil yang sebenarnya.
Jika obat yang dibutuhkan pada saat itu tidak tersedia diruang penyimpanan
depo farmasi rawat jalan, maka petugas harus mengambil obat tersebut di kefarmasi
lain yaitu IGD, rawaat inap dan gudang farmasi jika memang disana tersedia, jika
tidak maka pasien akan beli diluar. Tentunya hal ini mempengaruhi waktu tunggu
pelayanan resep. Setelah dilakukan pengambilan, untuk resep obat racikan petugas
menyiapkan beberapa sediaan untuk diracik dengan cara menghitung sesuai dosis,
kemudian dibuat etiketnya dan diletakkan di piring obat, kemudian diberikan ke juru
racik untuk diracik sesuai urutan nomor yang tertera pada resep. Sedangkan untuk
resep non racikan obat yang telah lengkap maka akan dimasukan kedalam wadah dan
diletakan sesuai urutan nomor diatas meja etiket untuk proses pengetiketan dan
pengemasan.
Dari hasil wawancara ada beberapa kendala yang dikeluhkan oleh petugas dalam
proses ini antara lain mengenai ketersediaan obat di depo farmasi rawat jalan.
Ketersediaan obat di depo farmasi rawat jalan di tentukan oleh jumlah permintaan
digudang dan jumlah yang keluar untuk memenuhi kebutuhan resep pasien. Setiap hari
kepala depo farmasi rawat jalan melakukan permintaan sediaan farmasi yang dianggap
telah habis di depo farmasi rawat jalan dengan memperhitungkan jumlah pemakaian,
jika obat tersebut fast moving maka jumlah yang diminta banyak, jika slow moving
jumlah permintaannya sendikit. Permintaan ini menggunakan sistem komputer yang
secara otomatis permintaan tersebut akan diterima oleh gudang farmasi, kemudian
Page 106
92
pihak gudang akan mendistribusikan sediaan farmasi sesuai dengan permintaan depo
farmasi rawat jalan, hal tersebut juga dilakukan oleh depo farmasi IGD dan rawat inap.
Oleh sebab itu, pihak gudang juga harus membagi kesetiap depo farmasi sesuai dengan
permintaan dan jumlah pemakaian. Semua informan menyatakan bahwa salah satu
yang menyebabkan lamanya waktu pelayanan di bagian pengambilan adalah
ketersediaan obat di instalasi farmasi rawat jalan.
“Kalau obatnya disini tidak ada jadi harus ambil dulu ke gudang, ke IGD atau
ke RI, jadi nunggu disitunya”(RJ-4)
“Ketersediaan obat disini, kalau obatnya tidak ada disini, adanya digudang jadi
ambil dulu ke gudang jadi nunggu dulu deh obatnya diambil.”(RJ-6)
“Yang bikin lama sih ngambil-ngambil obat mba kalau misalnya disini tidak
tersedia, jadikan harus ambil dulu tuh ke atas (gudang)”(RJ-9)
“Kendalanya sih sering ngambil obat kesana kemari, pas amprah barang
digudang kosong, tapi depo lain banyak jadi kedepo lain ngambilnya”(RJ-3)
“Ya itu mba, kalau obatnya adanya di RI atau IGD atau Gudang jadi kita harus
ambil dulukan kesana, bikin lama juga kalau gitu.”(RJ-2)
“Ketersediaan tidak ada, seharusnya dia ngamprah tapi tidak ngamprah,
padahal barangnya ada disekitar kita, kalau tidak ada baru deh kita beli diluar,
seperti hari ini ada petugas rawat jalan undah berapa kali bolak-balik. Kalau
ngamrahnya benarkan tidak harus bolak-balik jadinya memakan waktu.”(RJ-1)
Permasalahan proses yang mempengaruhi lamanya waktu tunggu di bagian
pengambilan obat yaitu ketersediaan obat yang dibutuhkan dan obat jenis LASA tidak
diberi lebel, hal ini akan mempersulit dalam pencarian dan pengambilan obat.
5.3.3 Peracikan Obat
Ruangan peracikan berada dalam satu ruangan dengan pengambilan obat, hanya
saja lebih kecil dari ruang pengambilan.Petugas yang ada diproses ini ada dua orang,
Page 107
93
dimana satu orang untuk membuat resep obat jenis puyer dan kapsul dan satu orang
yang membuat jenis resep cream, lotion dan salep. Untuk proses peracikan dilengkapi
dengan alat timbang, blender, stemper& mortar, pencetak kapsul, kertas puyer, kapsul
dan pot dan lain-lain.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formulir pencatatan waktu
tunggu pelayanan resep didapatkan rincian kegiatan beserta rata-rata waktu delay dan
waktu tindakan yang dibutuhkan pada tahap peracikan obat yang dapat dilihat pada
tabel 5.4 dibawah ini:
Tabel 5.4 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen Pelayanan
Resep Pada Tahap Peracikan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya
Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun 2016
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
1 Resep menunggu untuk diproses sesuai nomor
antrian
4.53
2 Petugas peracikan mengambil dan membaca resep 0.54
3 Petugas mengambil obat sesuai resep di rak
penyimpan (jika tidak tersedia, mengambil di IGD
atau rawat jalan)
2.34 3.45
4 Mencampur sirup kering dengan air matang 0.56 1.48
5 Menyiapkan pembungkus dan wadah obat racikan
sesuai dengan kebutuhan
1.22
6 Petugas mengitung kesesuaian dosis. 2.32
7 Memblender obat-obat tersebut sampai halus 1.12
8 mencampurkan dan mengaduk krim 4.23
9 Membagi dan membungkus obat dengan merata. 1.20
10 Memasukan krim kedalam pot/wadah krim 1.34
Page 108
94
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
11 Menuliskan nama pasien dan cara pemakaian obat
pada etiket yang sesuai dengan permintaan dalam
resep dengan jelas
1.02
12 Memeriksa kembali jumlah dan jenis obat sesuai
permintaan pada resep, lalu masukkan obat ke
dalam wadah
1.00
13 Meletakkan ke meja etiket 0.54 0.12
TOTAL 7.97 19.04
RATA-RATA 27,01
STANDAR RSKBP 30
Sumber : Data yang diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata waktu dari seluruh kegiatan
diperacikan obat sebesar 27,01menit, dengan waktu jeda (resep tidak dikerjakan atau
menunggu untuk dikerjakan) di peracikan obat sebesar 7,97 menit dan waktu tindakan
( resep dikerjakan) sebesar 19,04 menit. Sehingga didapatkan bahwa tahap peracikan
obat sudah sesuai dengan standar RSKBP.
Berdasarkan hasil wawancara kendala yang dihadapi saat peracikan obat yaitu
jika resep racikan yang banyak dan kurangnya peralatan untuk peracikan, hal tersebut
mempengaruhi waktu pelayanan resep.
“Kendalanya kalau lagi banyak racikan jadi kurang orang” (RJ-10)
“Karna banyaknya resep racikannya, apalagi kalau bikin lotion itu makan waktu
banyak. Soalnya bikin lotion itu lebih susah
” (RJ-4)
“Kendalanya kalau lagi banyak racikan jadi kurang orang” (RJ-1)
Racik palingan resepnya banyak jadi numpuk, kurang orang, apalagi kalau bikin
lotion itukan lama”(RJ-2)
Page 109
95
Permasalahan proses yang mempengaruhi lamanya waktu tunggu di bagian
peracikan yaitu bila terjadi penumpukan resep sehingga kekurangan orang dalam
bagian peracikan.
5.3.4 Penulisan Etiket
Petugas penulisan etiket dilakukan oleh dua orang asisten apoteker, namun jika
jam-jam sibuk maka akan dibantu oleh asisten apoteker yang lainnya. Disini, petugas
etiket harus melakukan verifikasi kesesuaian resep dengan jumlah obat yang telah
disiapkan, memasukan kedalam kantong plastik klip, serta membuat salinan resep.
Etiket yang diambil dan ditulis harus sesuai dengan penggunaan sediaan, warna biru
untuk sediaan untuk pemakaian luar, etiket putih untuk sediaan yang digunakan secara
oral.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formulir pencatatan waktu
tunggu pelayanan resep didapatkan rincian kegiatan beserta rata-rata waktu delay dan
waktu tindakan yang dibutuhkan pada tahap penulisan etiketyang dapat dilihat pada
tabel 5.5 dibawah ini:
Tabel 5.5 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen Pelayanan
Resep Pada Tahap Penulian Etiket di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya
Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun 2016
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
1 Resep menunggu untuk diproses sesuai nomor
antrian 3,37
2 Petugas etiket mengambil dan membaca resep 1,33
0,18
Page 110
96
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
(Menit)
Delay Tindakan
3 Menulis etiket dan menempelkan pada obat 1,01
4 Menulis aturan pakai dan minum obat di plastik
klip
1,02
5 Memasukan obat kedalam plastik klip tersebut
0,45
6 Menulis salinan resep sesuai dengan resep aslinya
1,44
7 Mengecek ulang kesesuaian antara resep, copy
resep dan obat. 2,31
1,12
8 Memasukan kembali kedalam kotak dan
meletakakan kotak ke loket penyerahan obat
0,14
TOTAL 7,01 5,36
RATA-RATA 12,37
STANDAR RSKBP 8
Sumber :Data diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata waktu dari seluruh kegiatan
dipenulisan etiket sebesar 12,37 menit, dengan waktu jeda (resep tidak dikerjakan atau
menunggu untuk dikerjakan) di penulisan etiket sebesar 7,01 menit dan waktu
tindakan ( resep dikerjakan) sebesar 5,36 menit. Sehingga didapatkan selisih antara
rata-rata waktu penulisan etiket (12,37menit) dan standar RSKBP pada tahap
penulisan etiket (8 menit) yaitu sebesar 4,37 menit.
Dari hasil observasi, bagian etiket merupakan bagian penting, karena disini
semua di periksa secara keseluruhan apakah sudah sesuai dengan resep atau belum,
karena terkadang ada obat yang jumlahnya, nama obat dan dosis obat yang tidak
sesuai, sehingga harus diperiksa untuk memastikan semuannya telah sesuai. Setelah itu
barulah menulis etiket, memasukan obat kedalam kantong plastik klip,
Page 111
97
menempelkannya etiket pada obat dan membuat salinan resep, selanjutnya jika telah
selesai obat akan dimasukkan ke dalam wadah yang akan diletakan pada loket
penyerahan obat. Menurut informan menulis salinan resep memakan waktu yang
cukup banyak, apalagi jika obat dalam satu resep jumlahnya banyak.Menulis salinan
resep harus jelas dan sesuai dengan resep aslinya.
“Dipenulisan salinan resepnya bisa bikin lama, terus kalau obatnya banyak.” (RJ-
4)
“Copy resep juga bikin lama mba, apalagi obatnya banyakkan.Terus etiket itu kita
liat lagi nih stikernya, isinya jumlahnya, namanya, jadi cek ceknya bikin
lama.”(RJ-9)
“Dipenulisan salinan resepnya bisa bikin lama, terus kalau obatnya banyak, balik
lagi ke tempatnya sih masih kurang luas ini.”(RJ-3)
“Dipenulisan salinan resepnya bisa bikin lama, banyak obat nulisnya jadi ikutan
banyak makanya lama dan harus teliti juga disini, soalnyakan bagian kroscek
pertama ya disini bagian etiket baru ntar diserah juga dicek lagi.”(RJ-8)
“Kalau resep numpuk aja mba, bikin salinan resepnya dan dicek dulu juga makan
waktu”(RJ-7)
“Tetep copy resep bikin lama sih, dan harus dicek juga kan, udah sesuai apa
belum nih sama resepnya.”(RJ-5)
“Dipenulisan salinan resepnya bisa bikin lama, terus kalau obatnya banyak, terus
kita harus kroscek dulu, balik lagi ke tempatnya sih masih kurang luas ini”(RJ-3)
“Salinan resep, ketelitian dalam kroscek dan masih susah baca tulisan dokternya
jadi kita harus konfirmasi dulu”(RJ-2)
“Copy resep bikin lama dan ketelitian petugas dalam pemeriksaan”(RJ-1)
Permasalahan proses yang mempengaruhi lamanya waktu tunggu di bagian
penulisan etiket yaitu menulis salinan resep dan ketelitian petugas dalam pemeriksaan
tahap etiket.
Page 112
98
5.3.5 Penyerahan Obat
Proses terakhir yaitu proses penyeerahan obat kepasien. Proses ini berlangsung
diruang penerimaaan dan juga menjadi satu dengan ruang penyerahan obat.
Penyerahan obat ini dilakukan oleh seorang asisten apoteker, jika di jam-jam sibuk
maka akan dibantu oleh kepala depo farmasi rawat jalan. Sebelum obat diberikan dan
cara pakai apakah semuanya sudah sesuai dengan yang tertulis diresep, jika belum
maka dikembalikan kembali kepada petugas etiket untuk diperbaiki, bila telah sesuai
maka petugas baru akan memanggil pasien, menjelaskan aturan pakai, dan
menyerahkan obat kepasien.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formulir pencatatan waktu
tunggu pelayanan resep didapatkan rincian kegiatan beserta rata-rata waktu delay dan
waktu tindakan yang dibutuhkan pada tahap penyerahan obat yang dapat dilihat pada
tabel 5.6 dibawah ini:
Tabel 5.6 Distribusi Rata-Rata Waktu Tunggu Untuk Setiap Komponen Pelayanan
Resep Pada Tahap Penyerahan Obatdi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya
Bhakti Pratiwi (RSKBP) Tahun 2016
No Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan
Delay Tindakan
1 Resep menunggu untuk diproses sesuai nomor
antrian
4,57
2 Petugas penyerahan mengambil kotak obat 0,06
3 Memeriksa kesesuaian antara resep, obat, dan salinan
resep
1,11
4 Memanggil pasien, memberikan informasi dan
menyerahkan obat kepasien
2,43 1,09
Page 113
99
5 Menyuruh pasien tanda tangan dan menulis nomor telepon yang bisa dihubungi
0,10
TOTAL 7,00 2,36
RATA-RATA 9,36
STANDAR RSKBP 5
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata waktu dari seluruh kegiatan
dipenyerahan obat resep sebesar 9,36 menit, dengan waktu jeda (resep tidak dikerjakan
atau menunggu untuk dikerjakan) di penyerahan obat sebesar 7,00 menit dan waktu
tindakan (resep dikerjakan) sebesar 2,36 menit. Sehingga didapatkan selisih antara
rata-rata waktu penyerahan obat (9,36 menit) dan standar RSKBP pada tahap
penyerahan obat (5 menit) yaitu sebesar 4,36menit.
Kendala yang dihadapi pada bagian penyerahan obat adalah keteliian petugas,
petugas harus bener-benar memeriksa seluruhnya agar tidak terjadi kesalahan pada
saat diberikan kepada pasien. Jika saat pemeriksaan ada terjadi kesalahan atau
kekurangan maka akan dikembalikan ke petugas etiket, hal tersebut memakan waktu
lama.
”Bagian serah karna orangmya cuma satu jadinya lama kan, soalnya buat satu
resep aja ngecekinnya harus satu-satu dan lama, kan mau dikasih kepasien jadinya
harus di cek keselurahan dulu biar tidak ada kesalahan pas udah diterima pasien.”
(RJ-2)
“Ketelitian saat kroscek obat dan resep sebelum diberikan ke pasien, dan masih satu
orang dibagian serah”(RJ-1)
“kalau aku pribadi emang lama kalu dibagian serah,dan jangan sendiri kalau bisa,
soalnya harus teliti dan tidak boleh ada yg salahkan. Jadi biarin deh lama asalkan
tidak membahayakan pasien”(RJ-9)
“Serah sih harus teliti, terus tergantung pasien juga kalau banyak banyak nanya
pasiennya jadi lama. Terus tergantung kita masing-masing ngeceknya gimana, kalau
Page 114
100
aku pribadi sih lama mba ngeceknya dan masih kurang orang juga dibagian
ini”(RJ-6)
“Masih satu orang dibagian serah, kita dituntut untuk teliti juga jd wajar kalau
sedikit lama soalnyakan mau dikasih kepasien”(RJ-4)
Permasalahan proses yang mempengaruhi lamanya waktu tunggu di bagian
penyerahan obat yaitu bila terjadi penumpukan resep sehingga kekurangan orangdalam
bagian penyerahan dan ketelitian petugas dalam pemeriksaan.
Berikut ini alur proses pelayanan resep pasien di instalasi rawat jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi,
Page 115
101
Bagan 5. 1 Alur Proses Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti Pratiwi
Page 116
102
5.4 Gambaran Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi
Waktu tunggu pelayanan resep adalah jangka waktu dari pasien menyerahkan
resep di unit farmasi sampai pasien menerima obat. Dalam penelitian ini jumlah
lembar resep yang diamati sebanyak 106 resep, terdiri dari 74 resep non racikan dan
32 resep racikan. Jumlah resep yang diamati dapat dilihat dari tabel 5.7dibawah ini.
Tabel 5.7 Jumlah Lembar Resep Pasien Yang Diamati
Jenis Resep Jumlah (%)
Non Racikan 74 70
Racikan 32 30
Total 106 100
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Jumlah lembar resep tersebut dikarenakan presentase resep non racikan sebesar
70% dan 30 % resep racikan yang masuk setiap harinya, dikarena hanya beberapa
dokter saja yang meresepkan resep racikan seperti dokter spesialis anak, spesialis kulit
dan kelamin, spesialis paru dan spesialis penyakit dalam. Dari hasil pengamatan dan
perhitungan, didapat rata-rata waktu tunggu pelayanan resep obat pasien yang non
racikan adalah 45,57 menit. Sedangkan untuk rata-rata waktu tunggu resep racikan
adalah 71,40 menit. Seperti dapat dilihat dari tabel 5.8 dibawah ini.
Tabel 5.8 Rata-Rata Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
Jenis Resep Mean Min Max
Non Racikan 45,57 20,77 77,05
Racikan 71,40 41,38 102,70
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Page 117
103
Dari 74 resep non racikan yang diamati ada sebanyak 32 lembar resep atau
43,2% terselesaikan dengan waktu tunggu yaitu ≤ 30 Menit, dan 42 lembar resep atau
sebanyak 56,8% terselesaikan dengan waktu tunggu yaitu > 30 Menit. Seperti dapat
dilihat dari tabel 5.9 dibawah ini:
Tabel 5.9 Presentase Resep Non Racikan Rawat Jalan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
Waktu Tunggu Jumlah Resep (%)
≤ 30 Menit 32 43,2
>30 Menit 42 56,8
Total 74 100
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Dari 32 resep racikan yang diamati ada sebanyak 15 lembar resep atau 46,9%
terselesaikan dengan waktu tunggu yaitu ≤60 Menit, dan17 lembar resep atau
sebanyak 53,1% terselesaikan dengan waktu tunggu yaitu >60 Menit. Penjelasan ini
juga dapat dilihat dari tabel 5.10 dibawah ini:
Tabel 5.10 Presentase Resep Racikan Rawat Jalan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Karya Bhakti Pratiwi Tahun 2016
Waktu Tunggu Jumlah Resep (%)
≤ 60 Menit 15 46,9
>60 Menit 17 53,1
Total 32 100
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Page 118
104
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Karya
Bhakti Pratiwi pada bulan November hingga Desember 2015. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui gambaran sistem pelayanan resep pasien di Instalasi farmasi unit
rawat jalan. Pada saat melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa hal yang
menjedi keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti hanya mengambil resep pasien yang diambil langsung oleh pasien pada
saat itu. Jika sampel resep yang sedang diteliti pada saat itu tidak langsung
diambil oleh pasien, maka peneliti harus mengganti dan mengulang dengan resep
yang lain.
2. Peneliti melakukan wawancara dengan informan pada saat informan tersebut
melakukan pekerjaannya, hal tersebut dikarenakan tidak ada waktu istirahat yang
dapat digunakan untuk melakukan wawancara kepada informan.
6.2 Analisis Input Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus ada tersedia untuk
melaksanakan suatu kegiatan atau proses. Input memegang peranan yang sangat
penting dalam suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat
menghambat kegiatan yang terjadi dalam suatu sistem. Bahkan tidak tersediannya
input dapat menghambat suatu sistem dalam mencapai tujuannya.
Page 119
105
Begitupun dalam penelitian ini dalam kegiatan pelayanan resep pasien, suatu
rumah sakitharus dapat menyediakan input yang sesuai dengan pedoman yang sudah
ada, salah satunya Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pembahasan faktor input pelayanan resep obat pasien rawat jalam meliputi
faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor sarana & prasarana pada
waktu tunggu pelayanan resep pasien di instalasi farmasirawat jalan Rumah Sakit
Karya Bhakti Pratiwi dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti berdasarkan dari hasil
telaah dokumen, wawancara mendalam dan observasi yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya.
6.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan resep pasien rawat jalan.
Kualitas dan kuantitas SDM di instalasi farmasi rawat jalan berperan secara kritis
dalam meningkatkan dan menjaga kualitas pelayanan kesehatan, sehingga harus
direncanakan sebaik-baiknya (Ilyas, 2011).
Sumber daya manusia di instalasi farmasi rawat jalan Rumah Sakit Karya Bhakti
Pratiwi sendiri terdiri dari 1 orang kepala depo farmasi rawat jalan dan 11 asisten
apoteker, namun 3 diantara asisten apoteker tersebut masih dalam masa orientasi kerja.
Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung
dengan pelayanan resep pasien rawat jalan.
Page 120
106
Dari hasil perhitungan sederhana yang digunakan RS Karya Bhakti Pratiwi,
didapatkan hasil untuk shift pagi seharusnya dibutuhkan sebanyak 16 orang
petugasdan untuk shift siang 13 orang petugas, maka jumlah SDM yang ada pada saat
ini masih kurang mendukung untuk kecepatan pelayanan baik untuk shift pagi maupun
shift siang, karena saat ini untuk shift pagi ada 10 orang sedangkan untuk shift siang
hanya ada 4 orang petugas saja. Dengan menyesuaikan jumlah SDM dan volume resep
maka diharapkan dapat mempercepat pelayanan resep di depo rawat jalan. Menurut
Giddings (2005) dan Hanaffi (2005), masalah jumlah SDM yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dapat mempengaruhi lama waktu pelayanan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kuantitas SDM di rumah sakit ini
dikatakan belum mencukupi dan dianggap masih kurang terutama jumlah asisten
apoteker rawat jalan.Pernyataan ini disebabkan dari banyaknyaresep yang masuk ke
instalasi rawat jalan pada jam-jam dan hari-hari tertentu sehingga terjadi penumpukan
resep, hal tersebut haruskan depo farmasi rawat jalanmenarik SDM dari satu unit
farmasi lainnya seperti rawat inap dan IGD.
Ketidakcukupan SDM secara jumlah ini tentu akan menghambat dan
berpengaruh terhadap kecepatan pelayanan resep yang diberikan kepada pasien, hal ini
sejalan dengan penelitian Gamrin (2008) yang mengatakan bahwa kurangnya jumlah
petugas pada instansi pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit berdampak pada
pemenuhan kebutuhan pelayanan secara maksimal yang tentunya akan berdampak
pada kualitas dan kecepatan pelayanan.Tenaga kesehatan memberikan kontribusi
hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan.
Page 121
107
Selain itu terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting
untuk keberhasilan suatu rumah sakit, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Ilyas (2004) yang menyatakan bahwa salah satu upaya penting yang dapat
dilakukan oleh rumah sakit untuk menjawab tantangan globalisasi adalah dengan
merencanakan kebutuhan sumber daya manusia yang dimilikinya secara tepat jumlah
dan sesuai dengan fungsi pelayanan.
Memang tidak terdapat standar jumlah personil yang harus ada untuk setiap unit
akan tetapi hal tersebut bergantung pada beban kerja (Hasibuan, 2007). Kurangnya
SDM membuat beban petugas menjadi tinggi, beban kerja yang berlebihan tersebut
membuat tidak adanya waktu istirahat petugas untuk makan dan sholat, sehingga harus
makan dan solat terburu-buru karena masih banyak pekerjaan, hal tersebut dapat
memicu terjadinya stress kerja.Menurut (Kandou, 2014),adapun faktor-faktor
penyebab stres yang memiliki persentase tertinggi yaitu harus bekerja dengan intensif,
harus bekerja dengan sangat cepat dan sulit memutuskan waktu yang tepat untuk
beristirahat. Karyawan yang bekerja dengan sangat cepat dan sulit memutuskan waktu
istirahat tentu akan mengalami stres saat bekerja.Sebuah penelitian di Inggris
menunjukan bahwa hampir 50% dari karyawan disana mengalami stres kerja setiap
harinya karena dikejar-kejar waktu, 1 dari 5 karyawan terpaksa makan siang dengan
terburu-buru karena masih banyak pekerjaan.
Menurut teori Drug Week (2007) meningkatnya beban kerja yang tidak
diimbangi dengan penambahan jumlah tenaga dapat memberikan dampak pada
kualitas dan kecepatan pelayanan. Selain itu, tinggi rendahnya beban kerja yang
diterima dalam melayani pasien dengan intensitas pasien yang banyak dapat
Page 122
108
mempengaruhi stress kerja serta membuat kinerja karyawan menjadi rendah (Carayon
dan Alvarado, 2007 dalam Mudayana, 2012). Menurut penelitian Szeinbach (2007),
stres kerja pada petugas farmasi dapat memicu masalah baru pada instalasi farmasi,
yaitu terjadinya error pada saat peracikan dan pemberian obat.
Selain itu, menurut Se Vyre dalam Herman (2004), tiap individu dalam
organisasi instalasi farmasi rawat jalan bertanggung jawab terhadap kepuasan pasien
dalam pelayanan yang diharapkan, sehingga kecukupan jumlahnya merupakan suatu
hal yang penting dan harus dijaga agar pelayanan tetap berjalan sesuai dengan
harapan. Dengan demikian pihak rumah sakit harus mempertimbangkan kembali untuk
penambahan SDM di instalasi farmasi rawat jalan.
Selain dari segi kuantitas, SDM di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi juga dilihat dari segi kualitas masih kurang dalam hal pelatihan, salah
satunya adalah frekuensi pelatihan yang diikuti SDM.Pelatihan untuk tenaga
kefarmasian masih belum rutin karena baru sekali dilakukan, dikarenakan belum
memiliki program pelatihan berkala untuk tenaga kefarmasian. Kurangnya pelatihan
yang dilakukan secara rutinakan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan
kepada pasien dan produktivitas petugas. Oleh karena itu, meningkatkan frekuensi
pelatihan ini menjadi penting. Hal ini sejalan dengan teori Rampersad (2006) bahwa
pelatihan dan pengembangan terhadap karyawan harus dilakukan secara berkala,
minimal dua sampai tiga kali dalam setahun.
Menurut Simamora (1997), pelatihan (training) bertujuan untuk menambah dan
meningkatkan pengetahuan/keterampilan serta merubah sikap/perilaku karyawan ke
arah yang produktif. Produktivitas kerja para karyawan meningkat, berarti organisasi
Page 123
109
yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan. Dan berdasarkan penelitian Ahmad
(2014) bahwa pelatihan dan pengembangan mempunyai pengaruh positif terhadap
kinerja karyawan, semakin sering diadakan pelatihan dan pengembangan yang
dilakukan maka kinerja karyawanakan semakin meningkat juga. Fitri (2009)
mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dan kompetensi pegawai
dirumah sakit.
Keterbatasan jumlah petugas seharusnya membuat rumah sakit menyadari
pentingnya melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan apoteker maupun
asisten apoteker. Hal ini dikarenakan pelatihan merupakan usaha yang direncanakan
oleh rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
tenaga farmasi salah satunya asisten apoteker dalam membaca resep pasien dengan
cepat dan tepat.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa terkadang mereka
kesulitan untuk membaca tulisan dokter pada resep, sehingga dibutuhkan waktu untuk
menanyakan kepada dokter yang bersangkutan. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, tenaga kefarmasian harus memberikan pelayanan dengan kemampuan dalam
kelancaran pembacaan resep (skrining resep) dari dokter, dimana hal tersebut
merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki seorang tenaga kefarmasian, sebab
pekerjaan tersebut merupakan kegiatan paling awal dalam urutan pekerjaan pelayanan
di instalasi farmasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Sri (2013) yang menyatakan
bahwa ada hubungan positif antara kemampuan membaca resep dengan kecepatan
pelayanan dan keselamatan pasien.
Page 124
110
Jadi dapat disimpulakan bahwa kecepatan dan ketepatan petugas dalam membaca
resep tersebut akan berpengaruh pada pekerjaan pelayanan kefarmasian berikutnya,
sehingga akhirnya akan mempengaruhi baik tidaknya dalam pelayanan kepada
pelanggan, maka perlu adanya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas.
Selain kemampuan membaca resep dengan capat dan tepat, kemampuan tenaga
kefarmasiandalam menjalankan perannya sebagai pemberi informasi mengenai cara
pemakaian dan informasi lainnya mengenai obat kepada pasien juga dirasa sangat
penting. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa terkadang
asisten apoter tidak tahu atau lupa baik dari hal cara penggunaan, aturan pakai ataupun
efek sampingnya obat tertentu sehingga harus membaca buku MIMS, ataupun Google,
hal tersebut membutuhkan waktu lagi.
Hal ini berbanding terbalik dengan, Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1027 Tahun 2004, tentang Pedoman Standar Pelayanan Farmasi di Apotek,
menyatakan bahwa harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, cepat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi. Sehingga tenaga kefarmasian harus dibekali juga dengan pengetahuan
yang mendetail tentang pemakaian obat kepada pasien misalnya kapan obat diminum,
dihabiskan atau tidak, jangka waktu obat dan sebagainya sehingga tidak
membahayakan keselamatan pasien.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Maharani, 2016), tenaga kefarmasian dalam
pemberian informasi obat yang benar, jelas dan akurat harus diperhatikan karena jika
Page 125
111
informasi yang diberikan salah daan kurang jelas, maka akan berakibat terhadap
keselamatan pasien dan mutu pelayanan. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan
terhadap tenaga kefarmasian memang sangat penting dan harus dilakukan secara rutin
dan merata untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan serta keterampilan tenaga
kefarmasian dalam melakukan pekerjaannya dalam hal pemberian informasi obat , hal
ini juga sejalan dengan teoriSuprihanto (1987) bahwa pelatihan dapat memperbaiki
kemampuan seorang karyawan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
karyawan dalam menjalankan suatu pekerjaan.Sama halnya dengan penelitian Ahmad
(2014) yang mengatakan bahwa pemberian pelatihan secara berkala memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemampuan dan kinerja.
Melalui program perencanaan SDM yang sistimatis dapat diperkirakan jumlah
dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan sehingga dapat membantu dalam perencanaan
rekrutmen, seleksi serta pendidikan dan pelatihan (Rachmawati, 2007)
6.2.2 Sarana dan Prasarana Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Ketersediaan akan sarana dan prasarana memang sangat penting untuk
menunjang kelancaran proses kerja. Menurut Suad Husnan dalam Budiono, 2008,
fasilitas keja merupakan suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan agar
menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat
meningkatkan produktifitas kerja karyawan. Hasil kinerja kesehatan salah satunya
dipengaruhi oleh sumber daya kesehatan dan ketersediaan sarana/prasarana dalam
pelayanan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefararmasi Di Rumah Sakit, Fasilitas ruang harus
Page 126
112
memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat menunjang fungsi dan proses
pelayanan kefarmasian, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan
memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit. Upaya mendukung pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit memerlukan sarana dan prasarana yang memadai (Depkes
RI, 2006).
Sarana pelayanan resep pasien rawat jalan yang tersedia di rumah sakit RS Karya
Bhakti Pratiwi berupa depo farmasi rawat jalan yang memiliki luas bangunan 4 x 3,5
m2, sedangkan Depkes RI dalam standar pelayanan farmasi di rumah sakit (2004)
menyebutkan bahwa luas ruangan pelayanan resep/informasi obat untuk rumah sakit
tipe C dengan jumlah tempat tidur ≤ 200 adalah 5 x 4 m2.
. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi diketahui bahwa luas bangunan pelayanan resep rawat jalan
ini masih kurang mencukupi untuk kegiatan pelayanan resep pasien rawat jalan di RS
Karya Bhakti Pratiwi. Selain itu jarak antara peralatan satu dengan yang lainnya hanya
berjarak 1 m, hal ini tidak sesuai dengan PMK No. 58 tentang Standar Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa jarak setiap peralatan dengan
peralatan lain minimal 2,5 m.
Luas yang kurang memadai tentunya sangat menghambatan petugas dalam
melakukan tugas pelayanan resep di instalasi farmasi rawat jalan tersebut. Petugas
menjadi tidak leluasa saat akanmengambil obat, menyimpan obat, meracik obat dan
menulis etiket. Padahal dalam penelitian Febriawati (2013) bahwa salah satu hal yang
perlu diperhatikan dalam pelayanan dirumah sakit haruslah memperhatikan
kemudahan mobilitas, yaitu bagaimana agar petugas memiliki kemudahan dalam
bergerak, keamanan dan kenyamanan petugas dalam bekerja.
Page 127
113
Belum tersedianya ruang kantor khusus untuk apoteker depo rawat jalan yang
membuat sebagian tempat penulisan etiket menjadi meja kepala depo instalasi farmasi
rawat jalan. Hal ini membuat tempat penulisan etiket menjadi kurang luas dan
menghambat dalam penulisan etiket. Padahal menurut Permenkes No.58 Tahun 2014
tentang Standar Kefarmasian Rumah Sakit, intalasi farmasi rumah sakit harus
memiliki ruang kantor untuk apoteker, sehingga tidak mengganggu atau menghambat
proses pelayanan.
Kemudian masih kurangnya meja etiket, sehingga hal tersebut membuat petugas
etiket merasa kurang leluasa untuk mengerjakan tugasnya. Ditambah lagi jika resep
banyak, maka meja tersebut sangat kurang untuk tempat penulisan etiket, sehingga
harus menulis etiket dibawah, printer yang ada saat ini yaitu hanya ada 1 unit saja
sehingga harus digunakan secara bergantian, dan terakhir masih sering terjadi
kekurangan gunting yang digunakan oleh petugas sehingga harus bergantian. Masalah
kurang lengkapnya peralatan harus segera dipenuhi dan diselesaikan karena sejalan
dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan
bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan,
persyaratan pelayanan baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan,
keselamatan dan layak pakai.
Pentingnya kelengkapan sarana dan prasarana ini sejalan dengan Depkes (2008)
yang menyatakan bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang
memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan
peralatan yang selalu dalam kondisi lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan
Page 128
114
dengan baik. Sejalan dengan penelitian Gamrin (2008) yang mengatakan bahwa
terdapat hubungan antara ketersediaan fasilitas/sarana dengan perwujudan mutu
pelayanan, memiliki ketersediaan fasilitas/sarana yang cukup memadai akan
mendukung pelayanan yang memberikan kepuasan kepada pasien. Dampak dari
kurangnya fasilitas/sarana pelayanan di rumah sakit yaitu penurunan kualitas kerja,
kecepatan pelayanan dari tenaga kesehatan yang tentunya akan berdampak pula pada
penurunan mutu pelayanan.
6.2.3 Prosedur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Input pelayanan resep pasien di Instalasi Farmasi Rawat Jalan salah satunya
membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP) yang mempengaruhi
berjalannya pelayanan resep di instalasi farmasi rawat jalan. Input SOP pada
pelayanan resep di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi ini bisa
dilihat dari segi kelengkapan SOPyaitu kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP,
pelaksanaan pemantauan SOP dan evaluasi dari pelaksanaan SOP.
Standar Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi
pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai
tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan (Atmoko,
2010).
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen mengenai kelengkapan
SOP/kebijakan khususnya untuk standar waktu tunggu pelayanan resep yang baku bagi
rumah sakit, sehingga petugas tidak memiliki pedoman dan acuan untuk standar waktu
Page 129
115
tunggu dalam memberikan pelayanan. Hal ini menunjukkan pentingnya kelengkapan
SOP dalam proses pelayanan karena seperti yang disebutkan dalam teori yang
dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa lengkapnya SOP penting karena SOP sendiri
adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi
dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator - indikator teknis,
administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja
pada unit kerja yang bersangkutan.
SOP jika dilihat dari fungsinya menjadi semakin penting karena SOP sendiri
berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat
dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan
sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses
pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan
pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin
konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik
antar satuan kerja (Atmoko, 2010).
Selanjutnya input SOP juga bisa dilihat dari segi pelaksanaan petugas terhadap
SOP, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan SOP dalam
memberikan pelayanan belum 100% dilaksanakan sesuai SOP. SOP yang belum
sepenuhnya terlaksana disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP
sehingga terlaksana atau tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya yang
menyebabkan tidak adanya tindakan tegas bagi yang tidak melaksanakan, yang hal ini
juga menyebabkan tidak adanya efek jera bagi petugas.
Page 130
116
Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa tidak ada pemantauan SOP atau evaluasi SOP pelayanan
resep, biasanya evaluasi baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem
pemantauan dan evaluasi. Tidak adanya sistem pemantauan dan evaluasi yang teratur
ini menjadikan pelayanan yang diberikan di instalasi farmasi rawat jalan belum
sepenuhnya sesuai pedoman yang ada dan hal ini bisa menyebabkan kemungkinan
terjadinya kesalahan-kesalahan selama proses pelayanan. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemantauan dan evaluasi SOP.
Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi yang juga sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Rahma (2008) yang mengharuskan adanya pemantauan dan
evaluasi untuk berjalannya duatu proses pelayanan dengan baik karena monitoring
melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau diharapkan dengan
menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring meliputi kegiatan
pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari pelaksanaan program atau
kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi. Monitoring
pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring.
Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses
pelaksanaan kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring
akan memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah
terjadi adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang
tidak tepat atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil
monitoring dipakai sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan
kegiatan tetap pada tracknya sampai pada tindakan koreksi dan atau penyesuaian.
Page 131
117
Pengertian inilah yang dimaksud sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian
tidak dapat dipisahkan atau bahkan sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri.
Monitoring dan pengendalian adalah sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga
disebut sebagai on-going evaluation atau former evaluation (Rahma, 2008).
6.3 Analisis Proses Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
Proses merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan
berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan (Azwar,
2003). Menurut Pathong (2005), hambatan-hambatan yang terjadi pada saat proses
pelayanan resep menyebabkan waktu pelayanan menjadi lebih lama. Afolabi (2003)
juga mengemukakan hal yang sama, bahwa lama waktu tunggu pelayanan disebabkan
oleh hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pelayanan resep. Adapun dari hasil
observasi dan pencatatan waktu tunggu pelayanan resep, terdapat lima titik dalam
proses pelayanan resep, yaitu penerimaan/harga resep, pengambilan obat, peracikan
obat, penulisan etiket dan penyerahan obat.
Berdasarkan perhitungan dari 5 tahapan proses, proses yang paling lama dan
paling jauh selisihnya dari standar RSKBP adalah tahap proses penerimaan/harga
resep yaitu sebesar 5,33 menit dan tahap yang telah sesuai dengan standar RSKBP
yaitu tahap proses peracikan obat. Standar yang digunakan mulai dari proses
penerimaan sampai proses penyerahan resep non racikan sama saja dengan resep
racikan. Standar tersebut didapatkan dari pernyataan dan perkiraan depo instalasi
farmasi rawat jalan, karena standar ini tidak tertulis dalam kebijakan atau SOP Instalsi
Page 132
118
Farmasi Rumah Sakit namun dalam memperkirakan standar ini tetap mengacu pada
Kepmenkes RI No. 129 Tahun 2008 yaitu ≤ 30 menit untuk resep non racikan dan ≤
60 untuk resep racikan.
Pelayanan resep yang pertama didahului dengan proses penerimaan/harga resep
yangdilakukan oleh 2 orang asisten apoteker. Rata-rata waktu di penerimaan/harga
resep sebesar 12,33 menit, dengan rata-rata waktu jeda sebesar 8,22 menit dan rata-
rata waktu proses sebesar 4.11 menit. Rata-rata waktu dipenerimaan tidak sesuai
dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 7 menit. Petugas penerimaan
resep bertugas menerima berkas resep yang diberikan dokter kepada pasien kemudian
petugas memberikan nomor antrian pengambilan resep.
Petugas menerima berkas-berkas yang pasien peroleh dari loket pendaftaran
pasien rawat jalan dan resep dari dokter. Untuk berkas pasien umum berkasnya berupa
resep dokter dan berkas jasa dokter sedangkan untuk pasien BPJS berkasnya berupa
resep dokter, eligibilitas BPJS, fotokopi kartu BPJS (JKN), fotokopi KTP, fotokopi
KK dan surat rujukandan untuk pasien asuransi perusahaan berkasnya berupa berkas
perusahaan dan resep dokter. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ristya dan Kurniadi (2015), diketahui bahwa pada penerimaan reseppasien JKN
diharuskan untuk meminta syarat-syarat berkas seperti fotokopi kartu BPJS (JKN),
fotokopi KTP, fotokopi KK dan surat rujukan.
Kegiatan meminta persyaratan dan melakukan pengecekan ini juga tertulis pada
SOP pelayanan resep pasien rawat jalan di RS Karya Bhakti Pratiwi. Pada kegiatan ini
ditemukan kendala yang mempengaruhi waktu pelayanan resep dimana petugas
Page 133
119
membutuhkan waktu untuk memisahkan antara berkas yang akan diberikan ke kasir
dan berkas yang akan diberikan ke depo farmasi rawat jalan (Apotek).
Dalam proses penerimaan resep ini petugas membutuhkan kemampuan dan
keterampilan dalam mengoperasikan sistem komputer untuk menginput data pasien
maupun memberi harga obat dengan cepat dan tepat, sehingga tidak terjadi kesalahan
yang akan berdampak pada proses selanjutnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Da
Costa (2012), pada proses penerimaan membutuhkan keterampilan dan kecekatan
petugas dalam mengetik dan memasukan data obat dan pasien ke sistem komputer
rumah sakit. Sistem komputer yang masih erordalam hal ketersediaan stok di sistem
komputer yang tidak sesuai dengan stok aslinya. Tidak akuratnya data stok yang ada di
sistem komputer membuat petugas kebinggungan dan harus menanyakan/konfirmasi
ke farmasi lain terlebih dahulu untuk memastikan ketersediaan stok obat sehingga
membutuhkan waktu lagi.
Hal ini tentunya tidak sejalan dengan teori Kapalawi (2009) bahwa informasi
berbasis komputer memiliki kelebihan dalam hal kecepatan dan ketepatan. Ketepatan
kerena komputer dapat menyimpan serta mengelola data dalam kapasitas yang besar
juga minimnya kesalahan yang dapat terjadi. Kecepatan dapat dilihat dari otomatisasi
yang mampu dilakukan oleh komputer dengan dukungan sistem yang tepat dan
memberikan pelayanan bagi masyarakat. Sistem informasi berbasis komputer juga
berguna bagi peningkatan kinerja user dalam hal membantu mereka untuk
mempermudah dan mempercepat pekerjaan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa pada tahap
penerimaan resep menjadi lama dikarenakan line telepon yang harus disambungkan ke
Page 134
120
operator terlebih dahulu untuk melakukan konfirmasi resep ke dokter ataupun
konfirmasi ke farmasi lain untuk mengetahui ketersedian obat yang dibutuhkan. Line
telpon yang disambungkan ke operator terlebih dahulu ini memerlukan waktu lagi jika
operator sedang sibuk, sehingga resep tersebut menunggu dan belum dapat diproses.
Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap tahap berikutnya dan kecepatan
waktu tunggu pelayanan resep pasien di instalasi rawat jalan.
Telepon merupakan alat untuk menyampaikan informasi secara lisan dari satu
pihak ke pihak lain dari jarak jauh, baik dalam lingkungan kantor maupun luar kantor
(Karyanto, 2003). Hubungan telepon jika dilakukan melalui operator, penelepon
menekan nomor operator untuk meminta hubungan perorangan. Berikan nama dan
nomor telepon yang ingin dihubungi dan sebutkan juga nomor telepon sendiri. Apabila
sudah berhasil menghubungi nomor yang diinginkan, operator sentral akan meminta
hubungan dengan orang yang dikehendaki dan menunggu sampai orang yang dituju
siap untuk berbicara. Telepon yang menggunakan sistem sambungan dengan secara
manual harus memerlukan tenaga operator, hal ini mengakibatkan ketidakeektifan
dalam melakukan pekerjaan (Karyanto, 2003).
Tahap yang kedua yaitu pengambilan obat yang dilakukan oleh 2 orang petugas,
1 orang mengambil untuk obat non racikan dan 1 orang lagi untuk mengambil obat
racikan. Petugas mengambil obat sesuai resep yang ditulis oleh dokter. Rata-rata
waktu di bagian pengambilan obat sebesar 12,11 menit, dengan rata-rata waktu jeda
sebesar 6,40 menit dan rata-rata waktu proses sebesar 5,70 menit. Rata-rata waktu di
pengambilan obat tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar
10 menit.
Page 135
121
Dalam tahap pengambilan obat, ketersediaan obat sangat penting dalam
pelayanan resep pasien, ketersediaan obat di depo farmasi rawat jalan di tentukan oleh
jumlah permintaan digudang dan jumlah yang keluar untuk memenuhi kebutuhan
resep pasien. Setiap hari kepala depo farmasi rawat jalan melakukan permintaan
sediaan farmasi yang dianggap telah habis di depo farmasi rawat jalan dengan
memperhitungkan jumlah pemakaian, jika obat tersebut fast moving maka jumlah
yang diminta banyak, jika slow moving jumlah permintaannya sendikit. Permintaan ini
menggunakan sistem komputer yang secara otomatis permintaan tersebut akan
diterima oleh gudang farmasi, kemudian pihak gudang akan mendistribusikan sediaan
farmasi sesuai dengan permintaan depo farmasi rawat jalan, hal tersebut juga
dilakukan oleh depo farmasi IGD dan rawat inap. Oleh sebab itu, pihak gudang juga
harus membagi kesetiap depo farmasi sesuai dengan permintaan dan jumlah
pemakaian.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa tidak tersedianya
obat-obat yang dibutuhkan di instalasi rawat jalan sehingga petugas harus mengambil
ke farmasi lain yang memiliki obat yang dibutuhkan misalnya di gudang, IGD dan
instalasi rawat inap. Menurut penelitian Pudjaningsih (2007) bahwa dalam
menjalankan aktivitasnya, rumah sakit memerlukan bermacam-macam sumber daya.
Salah satu sumber daya yang penting adalah persediaan obat-obatan. Persediaan obat-
obatan harus disesuaikan dengan besarnya kebutuhan pengobatan. Karena persediaan
obat-obatan yang tidak lancar akan menghambat pelayanan kesehatan, hal ini
disebabkan karena obat tidak tersedia pada saat dibutuhkan.
Page 136
122
Persediaan obat-obatan harus disesuaikan dengan besarnya kebutuhan pasien
karena persediaan obat-obatan yang tidak lancar akan menghambat pelayanan
kesehatan Fakhriadi (2011) dalam Maharani (2016). Hal tersebut juga sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Irma (2011) bahwa salah satu hal yang
menyebabkan pelayanan menjadi lama dalam proses pengambilan obat adalah
seringnya kejadian obat kosong di instalasi farmasi.
Untuk obat jenis LASA tidak diberi lebel, hal ini akan mempersulit dalam
pencarian dan pengambilan obat. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, bahwa
penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Dalam penelitiannya, Smith (2004)
menyatakan bahwa hambatan dalam pengambilan obat salah satunya dapat terjadi
kesalahan pengambilan akibat kemiripan nama obat (look alike sound alike) yang
berdampak pada kecepatan pelayanan resep.
Tahap ketiga yaitu peracikan obat, menurut Peraturan Perundang-Undangan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, peracikan obat merupakan kegiatan menyiapkan,
menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah obat. Rata-
rata waktu di bagian peracikan sebesar 27,01 menit, dengan rata-rata waktu jeda
sebesar 7,97 menit dan rata-rata waktu proses sebesar 19.04 menit. Rata-rata waktu di
peracikan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 30 menit.
Page 137
123
Sehingga proses peracikan dapat dikatakan sudah baik dan harus terus dipertahankan
oleh pihak Instalasi farmasi rumah sakit.
Pada tahap peracikan obat terdapat 2 orang asisten apoteker sebagai juru
racik.kecepatan pelayanan dipengaruhi oleh adanya tumpukan resep yang akan diracik,
keterampilan petugas dalam menghitung dosis, serta meracik obat agar tidak terjadi
kesalahan dalam peracikan. Proses ini merupakan proses terlama dibandingkan dengan
yang lainnya. Dalam penelitiannya, Janartni (2013) menyatakan bahwa kesalahan
peracikan yang terjadi yaitu seperti pemberian aturan pakai yang salah, dosis yang
salah diberikan kepada pasien baik under dose maupun over dose, akan mengulang
peracikan dari awal kembali sehingga mempengaruhi kecepatan pelayanan. Hal ini
sejalan dengan Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 bahwa dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan
secara benar-benar mulai dari dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang
benar supaya tidak terjadi kesalahan dalam peracikan.
Tahap ke empat yaitu penulisan etiket yang dilakukan oleh dua orang asisten
apoteker, namun jika jam-jam sibuk maka akan dibantu oleh asisten apoteker yang
lainnya. Pada tahap ini ketelitian petugas sangat diperlukan, karena petugas harus
mengkroscek kembali apakah jumlah obat, nama obat, aturan minum dan salinan resep
telah sesuai dengan resep aslinya. Rata-rata waktu di bagian penulisan etiket sebesar
12,02 menit, dengan rata-rata waktu jeda sebesar 7.01 menit dan rata-rata waktu proses
sebesar 5,36 menit. Rata-rata waktu di penulisan etiket tidak sesuai dengan standar
yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 8 menit.
Page 138
124
Kecepatan penulisan etiket dipengaruhi oleh kecepatan penulisan oleh petugas,
jumlah resep dan jumlah obat disetiap resepnya. Untuk obat yang tidak tersedia dan
jika obat yang ditebus harus digunakan terus oleh pasien maka petugas akan
meemberikan copy resep untuk disimpan pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian
Septini (2012), bahwa waktu proses penulisan etiket dapat dipengaruhi oleh
keterampilan petugas dalam penulisan, jumlah resep dan jumlah item obat disetiap
resep.
Selain itu, pada tahap ini petugas harus mengecek ulang mulai dari nama pasien,
nama obat, jumlah obat dan dosis yang tertulis diresep dengan obat yang telah
dikemas, kemudian barulah obat dapat diberikan ke bagian penyerahan. Proses
pengecekan ini memerlukan waktu yang lama karena petugas harus teliti dan
mengecek satu-persatu agar tidak terjadi kesalahan. Hal ini sesuai dengan Permekes
No. 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi, bahwa pengecekkan
merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat.
Tahap terakhir yaitu penyerahan obat, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No. 1027/MENKES/PER/IX/2004 Bab III, sebelum obat diserahkan pada pasien harus
dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh tenaga kefarmasian disertai pemberian informasi obat
kepada pasien. Proses ini berlangsung diruang penerimaaan dan juga menjadi satu
dengan ruang penyerahan obat. Rata-rata waktu di bagian penyerahan obat sebesar
4,45 menit, dengan rata-rata waktu jeda sebesar 7,00 menit dan rata-rata waktu proses
sebesar 2,83 menit. Rata-rata waktu di penyerahan obat tidak sesuai dengan standar
yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 5 menit.
Page 139
125
Di tahap penyerahan petugas hanya berjumlah 1 orang. Dengan jumlah tersebut
masih sangat kurang pada saat jam-jam resep menumpuk, sehingga memakan waktu
lama. Hal ini sejalan menurut Drug Week (2007) meningkatnya beban kerja dan
jumlah petugas kurang memadaidapat memberikan dampak pada kualitas dan
kecepatan pelayanan.
Petugas penyerahan mempunyai tugas melakukan pengecekan terakhir sebelum
obat diberikan kepada pasien dan harus memberikan informasi terkait obat yang
diberikan kepada pasien dengan sejelas-jelasnya. Sebelum obat diberikan petugas
harus memaastikan bahwa nomor antrian resep dan nama pasien sudah benar dan
sesuai dengan resep, kemudian petugas meminta nomor yang bisa dihubungi sebelum
pasien meninggalkan tempat penyerahan obat. Hal ini sejalan dengan Peraturan
Perundang-Undangan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Apoteker harus memberikan informasi yang
benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari selama terapi. Kemudian menurut Irma (2011), bahwa petugas
penyerahan harus melakukan pemeriksaan terakhir terhadap obat-obatan dan resep,
memberikan informasi yang jelas mengenai aturan pakai terhadap pasien, melihat
kesesuaian bukti pengambilan obat dengan nomor resep pasien, nama, dan pasien
menuliskan no telepon yang bisa dihubungi. Menurut Anief, (2008) Apoteker dan
asisten apoteker wajib melayani semua resep sesuai tangung jawab dan keahlian
profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker dan asisten apoteker
Page 140
126
wajib memberi informasi tentang penggunaan obat secara tepat, aman, rasional,
kepada pasien atas permintaan masyarakat.
6.4 Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan RS Karya Bhakti
Pratiwi
Waktu tunggu pasien apotek menurut Worley dalam Afolaby dan Erhun (2003)
merupakan lama waktu tunggu data pasien memasukkan resep sampai pasien
menerima obat dan meninggalkan apotek.
Rata-rata lama waktu tunggu pasien di instalasi farmasi rawat jalan RS Karya
Bhakti Pratiwi adalah 53,37 menit, untuk rata-rata resep non racikan adalah 45,57
menit, hal ini tidak sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit yaitu untuk obat non racikan ≤ 30, sedangkan rata-
rata resep racikan adalah 71,40 menit, sehingga waktu tunggu pelayanan resep racikan
tidak sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit yaitu untuk obat racikan ≤ 60 Menit.
Lama waktu tunggu pelayanan resep merupakan output yang muncul akibat
interaksi antara input dan proses yang berlangsung. Input yang bermasalah
menyebabkan proses pelayanan resep pasien pun menjadi terhambat, dan proses yang
terhambat tersebut menyebabkan waktu tunggu pasien dalam pelayanan resep menjadi
lama. Adapun, input yang bermasalah seperti jumlah SDM dan sarana maupun
Page 141
127
prasarana yang masih belum cukup untuk memadai pelayanan resep paseien di
instalasi farmasi.
Waktu tunggu sangat berkaitan erat dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan
yang diberikan, apalagi pasien di instalasi farmasi rawat jalan suatu rumah sakit.Hal
ini menjadi penting karena instalasi farmasi rawat jalan di suatu rumah sait merupakan
tujuan akhir dari hampir seluruh pasien rawat jalan yang ada di rumah sakit, sehingga
kualitas pelayanannya harus sangat diperhatikan dan ditingkatkan. Bahkan menurut,
Johnson dalam Afolabi dan Erhun (2003) waktu tunggu yang panjang merupakan
alasan kenapa pasien tidak menebus resepnya di instalasi farmasi ( apotek) di rumah
sakit. Kecepatan pelayanan sangat penting karena pada masyarakat modern, waktu
adalah komoditi yang tidak bisa diulang kembali. Seperti yang dikatakan Kashmir
(2005) bahwa proses yang terlalu lama dan berbelit-belit akan membuat konsumen
menjadi tidak betah dan tidak puas.
Waktu tunggu yang terlalu panjang dapat mengurangi tingkat efisiensi pada
pengelolaan suatu instalasi farmasi rawat jalan.Menurut Afolabi dan Erhun (2003), hal
tersebut terjadi karena dapat menyebabkan ketidakpuasan pada pasien dan akhirnya
menyebabkan kehilangan pelanggan serta menurunnya keuntungan bagi rumah sakit
karena persaingan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Hal tersebut juga
dikemukakan oleh Maggart dalam Mobach (2005), bahwa waktu tunggu yang panjang
menyebabkan ketidakpuasan konsumen dan dapat menyebabkan kerugian pada sutu
organisasi, yaitu tingkat beli ulang yang rendah, dalam jangka waktu untuk selamanya
atau untuk sementara, mengurangi jumlah kunjungan dan menegemukakan
ketidakpuasannya kepada teman dan keluarga.
Page 142
128
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan latar belakang, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan sebelumnya, simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah:
1. Permasalahan pada input pelayanan resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi yaitu :
a. Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), masih kurangnya jumlah SDM
Asisten Apoteker. Belum ada pelatihan rutinyang diikuti oleh apoteker dan
asisten apoteker seperti pelatihan pelayanan resep, pelayanan informasi obat
dan pelatihan SOP pelayanan resep sehingga mempengaruhi kemampuan
asisten apoteker dalam membaca resep dokter dan pengetahuan tentang obat
yang masih kurang dalam pemberian informasi obat ke pasien.
b. Dari sisi sarana dan prasarana, belum tersedianya ruang kantor untuk kepala
depo instalasi farmasi rawat jalan danprasarana yang jumlahnya belum
mencukupi seperti meja etiket, printer dan gunting yang menyebabkan
terhambatnya pelayanan resep yang diberikan kepada pasien.
c. Dari sisi Standar Operasional Prosedur (SOP), kelengkapan SOP/kebijakan
tertulis yang masih kurang khususnya standar waktu tunggu pelayanan resep
yang baku bagi rumah sakit. Pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan
pelayanan resep pasien di instalasi farmasi rawat jalanyang belum berjalan.
2. Permasalahan pada proses pelayanan resep pasien rawat jalan dilihat dari
beberapa tahap:
Page 143
129
a. Proses penerimaan/harga resep, dengan rata-rata waktu sebesar 12,33
menit, tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar
7 menit, hal ini disebabkan karenapemisahan berkas-berkas pasien; sistem
komputer eror; line telepon dengan sistem sambungan.
b. Proses pengambilan obat, dengan rata-rata waktu sebesar 12,11menit,
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 10
menit, hal ini disebabkan karena ketersediaan obat di depo farmasi rawat
jalan dan obat jenis LASA tidak diberi lebel
c. Proses peracikan obat, dengan rata-rata waktu sebesar 27,01 menit, telah
sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 30 menit.
d. Proses penulisan etiket, dengan rata-rata waktu sebesar 12,37 menit,tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 8 menit, hal
ini disebabkan karena penulisan etiket yaitu menulis salinan resep dan
ketelitian petugas dalam pemeriksaan tahap etiket.
e. Proses penyerahan obat, dengan rata-rata waktu sebesar 9,36 menit, tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan RSKBP yaitu sebesar 5 menit, hal
ini disebabkan karena kekurangan orang dalam bagian penyerahan dan
ketelitian petugas dalam pengecekan obat sesuai dengan resep.
3. Gambaran output, rata-rata waktu tunggu pelayanan resep obat pasien non
racikan adalah 45,57 menit dan resep racikan adalah 71,40 menit, hal ini
tidak sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI a Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang SPM Rumah Sakit yaitu untuk obat non
racikan ≤ 30 menit dan obat racikan ≤ 60 Menit.
Page 144
130
7.2 Saran
A. Saran untuk Rumah Sakit
1. Diharapkan Rumah sakit sebaiknya melakukan penambah SDM yaitu asisten
apoteker untuk disetiap bagian proses pelayanan resep khususnya di bagian
penyerahan.
2. Diharapkan Rumah Sakit memberikan pelatihan/pengembangan kepada apoteker
dan asisten apoteker secara rutin minimal 2 kali sampai 3 kali setahun seperti
pelatihan pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pelatihan SOP
pelayanan resep.
3. Diharapkan Rumah Sakit sebaiknya membuat kebijakan tertulis standar waktu
tungu pelayanan resep rawat jalan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
pelayanan resep.
4. Diharapkan Rumah Sakit untuk memaksimalkan fungsi pengawasan dan evaluasi
terhadap kinerja pelayanan resep apoteker dan asisisten apoteker bekerja sesuai
dengan prosedur yang seharusnya sehingga dapat terhindar dari kejadian-
kejadian yang tidak diinginkan.
5. Diharapkan Rumah Sakit untuk memisah antara pelayanan resep pasien jaminan
dan umum.
6. Diharapkan Rumah Sakit menyediakan telepon khusus dan langsung tanpa
sistem sambungan untuk instalasi farmasi rawat jalan.
Page 145
131
B. Saran untuk bagian Instalasi Farmasi
1. Diharapkan bagian Instalasi Farmasi membangun budaya 5 R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, Rajin) sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan
kenyamanan petugas.
2. Diharapkan bagian Instalasi Farmasi membuat label khusus jenis obat LASA
untuk ditempelkan pada jenis obat tersebut untuk memudahkan pencarian dan
mengurangi kesalah pengambilan obat.
3. Diharapkan bagian instalasi farmasi sebaiknya selalu memperhatikan dan
memperhitungkan ketersediaan obat fast moving dan ATK agar selalu tersedia
saat dibutuhkan.
4. Diharapkan bagian instalasi farmasi untuk mengajukan permintaan penambahan
meja etiket, printer dan ruang kantor kepala depo instalasi farmasi rawat jalan.
Page 146
132
DAFTAR PUSTAKA
Afolabi MO, Erhun WO, 2003, Patients Response o Waiting in an Out-patient
Pharmacy in Nigeria, Tropical Journal of Pharmaceutical Research 2003: 2(2).
207-214. Proquest Direct.Perpustakaan Universitas Indonesia; Depok
Ahmad, Murtaja, 2014. Pengaruh Pemberian Pelatihan Terhadap Kinerja Perawat DI
Rumah Sakit Islam NU Demak. Sripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo:
Semarang diakses melalui http://eprints.walisongo.ac.id/3665/ pada tanggal 3
Januari 2017
Arief, M, 2008. Manajemen Farmasi (Cetakan Kelima). Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Atmoko, Tjipto. (2010). Standar Operasional Prosedur (Sop) Dan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Diakses dari:http://e-
dokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf, pada 25 Oktober 2016
Ayuningtyas, P. 2011. Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Umum di Depo
Farmasi Rawat Jalan RS Karya Bhakti Tahun 2011. Tesis, Universitas
Indonesia; Depok
Azwar, Azrul. 2010. Pengantar administrasi kesehatan. Binarupa Aksara: Jakarta
Azwar,Azrul. 1998. Program Menjaga Mutu Pelayanan Keshatan. Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia: Jakarta
Azwar,Azrul. 2003. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Kedua. PT. Binarupa
Aksara; Jakarta
Bahfen, F, 2006.Aspek Legal Layanan Farmasi Komunitas Konsep Pharmaceutical
Care. Majalah Medisina. 1(1): 20.
Budiono, 2008. Pengaruh Disiplin Kerja Dan Fasilitas Kerja Terhadap Produktivitas
Kerja Karyawan Pada Pt. Karya Gemilang Surakarta. Skripsi, Universitas
Muhammadyah Surakarta: Surakarta
Bungin, Burhan,2010 Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosia lainnya. Jakarta: Kencana Prenama Media Group
Page 147
133
Chou Y, et. Al. 2010.Prescription-Filling Process Reengineering Of An Outpatient
Pharmacy. Departement Of Taichung Veterans General Hospital, Taiwan,
Repiblic Of China. Springer Science+ Business Media, LLC 2010.Diakses
melalui http://dx.doi.org/10.1007/s10916-010-9553-5pada tanggal 12 Desember 2016
Courtenay M; Griffiths M, 2010. Medication Safety : An Essential Guide. University
Press: Cambridg
Da Costa, Almira Ristizsa Shabrina, 2015. Evaluasi Mutu Pelayanan Apotek Rawat
Jalan Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Rawalumbu
Bekasi. Jurnal Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul: Jakarta. Diakses melalui
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-7264-JURNAL.pdf
pada tanggal 12 Desember 2016
Depkes RI, 2004. Pedoman Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Depkes RI, 2008. Manajemen Perbekalan Farmasi Rumah Sakit.
Depkes RI,2009. Sistem Kesehatan Nasional 2009. Jakarta.
Depkes RI. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di
Daerah Kepulauan. Jakarta: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
DeScioli, T. Derek.2001. Differentiating The Hospital Supply Chain For Enhanced
Performance. New Brunswick. Rutgers University, Thesis.
Dirjen Bina Kefamasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .Jakarta
Drug week. 2007. Drug Development; Pharmacists' Workload Contributes To Errors.
Article. Diaksses melalui
https://www.sciencedaily.com/releases/2007/04/070424130317.htm pada 02
Desember 2016.
Dwihanggrian NM. 2007. Laporan Magang Bidang Perkantoran Medik Dengan Pokok
Bahasan Waktu Tunggu Obat Pasien Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rajal RSIA
Hermina Bekasi Tahun 2007, Program Diploma III Perumahsakitan FKUI,
Depok
Page 148
134
Gamrin, Burhanudin, Joeharno, M, 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu
Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Esa Unggul Vol .3 No. 1
Giddings MJ, Gray AL, Hannon TA, 2005, ImprovingPharmacy Service at Lerdsin
Hospital: An Interactive Qualifying Project Report, Project Number :JRK BKKI:
Wenchester Polytecnic Institute. Proquest Direct. Perpustakaan Universitas
Indonesia, Depok. 3 Januari 2017.
Febriawati, Henni. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta:
Gosyen.
Hasibuan, SP,M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi Cetakan
Kesepuluh. Jakarta : Bumi Aksara.
Herman Sofyandi, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Pertama, Penerbit
Graha Ilmu: Yogyakarta.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data.
Surabaya: Salemba
Ilyas, Yaslis. 2006. Mengenal Asuransi Kesehatan : Review Utilisas, Manajemen Klaim
Dan Fraud. Depok : FKM UI.
Irma, J. 2011.: Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Bhakti Yudha Tahun 2011. Tesis, Universitas Indonesia :Depok
Janartni R. 2013. The Study of Relationship between Manpower and Number of
Medication Error at One Hospital in Bandung.www.digilib.pharmacy.itb.ac.id.
diakses tanggal 20 Desember 2016
Johns, DT dan Harding, HA.2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan
Kompetitif.Jakarta:PPM
Johnson, Richard A; Kast, Fremon E [and] Rosenzweig, James E.1973.The Theory And
Management Of Systems.[s.l] :McGraw-Hill.
Kandou, Priscilla, dkk, 2014. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kelelahan Kerja Pada
Karyawan Di Kantor Pengelola Megamall Manado Bidang Minat. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Diakses melalui
Page 149
135
http://fkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/JURNAL_PRISCILLA-
KANDOU-091511132.pdf pada tanggal 20 Februari 2017
Kapalawi,Irwandy. 2009. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.Diakses Melalui
https://irwandykapalawi.wordpress.com/2009/04/16/sistem-informasi-
manajemen-rumah-sakit/ pada tanggal 9 Januari 2017
Karyanto, T.B, 2003. Berkomunikasi dengan Pesawat Telepon. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan:Jakarta
Kashmir, 2005. Etika Customer service, Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Kepmenkes Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi Di
Rumah Sakit. Jakarta
Kepmenkes Nomor 129/Menkes/SK./II/2008 .Standar Pelayanan Minimum Rumah
Sakit.Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Repubilk Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 983/Menkes/SK/1992
Keputusan Menteri Kesehatan No.66/ Menkes / II / 1987/ Pengertian Pelaynan Rawat
Jalan
Levy, p, s & Lameshow,S. 1999.Sampling of Populations: Methods and Applications. In
R.M. Gwoves,G. Kalton, J.N.K.Rao,N. Schwartz & C. skinner.
Maghfiroh, Nurul dan Marimin, 2010.Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dan
Manajemen Rantai Pasok. IPB Press: Bogor.
Maharani, Anisa Ega.2015. Gambaran Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien BPJS
Pada Peak Hours Di Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati
Tahun 2015. Skripsi UI; Depok
Maharani, Dyah Nurfitri,dkk. 2016. Analisis Pengaruh Kepuasan Pasien Terhadap
Kualitas Pelayanan Resep Di Apotek Instalasi Farmasi Badan Rumah Sakit
Daerah Luwuk Kabupaten Banggai. GALENIKA, Journal of PharmacyUniversitas
Tadulako, Palu Vol.2 (2) :111-117
Maimun, A., 2008, Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode
Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan
Page 150
136
dan Turn Over Ratio di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kendal,
Institutional Repository Universitas Diponegoro
Miles, M.B, Huberman, A.M, 1994. Qualitative data analysis, 2nd ed. USA: Sage
Publication
Mobach, Mark P. Consumer Behavior in The Waiting Area . 2015. Springer Science
Business Media. Diakses melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2793373/tanggal 3 Januari
2017.
Mudayana, Ahmad Ahid. 2012. Hubungan Beban Kerja Dengan Kinerja Karyawan Di
Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta Vol. 6 No. 1, 1 – 74.
Muharomah, Septi, 2008. Manajemen Penyimpanan Obat Di Puskesmas Kecamatan
Jatidakarsa Jakarta Selatan Tahun 2008. Skripsi UI, Depok.
Muninjaya, Gde AA, 2011, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, EGC
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Perilaku. Rineka Cipta:Jakarta
Panthong, Daosodsai, The 5th
Asian Conference on Clinical Pharmacy 2005, 66: Work
Analysis Model Of Hospital Pharmacy Service: Case Study In Outpatient
Dispensing Service At Banhai Hospital, Thailand, Diakses melalui
http://web.usm.my/mjps/mjps03022005/mjps03022005_5.pdf pada tanggal 3
Januari 2017.
Peraturan Menkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
Umum
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58, 2014. Standar Pelayanan Kefararmasi Di
Rumah Sakit. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51, 2009. Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
Permenkes Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
Pillay et,al. 2011. Hospital Waiting Time: The Forgitten Premise Of Healthcare Service
Delivery. International Journal Of Health Care Quality Assurance Vol. 24 No. 7
Page 151
137
2011 pp.506-522 Emerald Group Publishing. Proquest Direct Universitas
Indonesia
Pohan, I, 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Kesaint Blane : Bekasi
Prasanna, K., Bashith, M., Sucharitha, 2009. Consumer satisfaction about hospital
services: a study from the outpatient department of a private medical college
hospital at Mangalore,” Indian J Community Med., 34(2):156-, 156– 59, diakses
melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19966965 pada tanggal 12 Agustus
2016 Pukul 20.09 WIB
Prawirosentono, S. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Kebijakan Kinerja
Karyawan, Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Pudjaningsih, Dwi. 2006. LOGIKA, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Kesehatan
,Vol 9 No. 01 Maret 2006 Vol 3, No.1
Pudjaningsih, Dwi. 2007. Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di
Farmasi Rumah Sakit.UGM Press.
Puspitasari,A. 2011. Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Umum di Depo
Farmasi Rawat Jalan RS Karya Bakti Tahunn2011.Tesis.Depok :UI
Rachmawati, Ike Kusdyah. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, CV.
Andi , , hlm. 55-56
Rahkmisari D,2006. Manajemen Instalasi Farmasi Rumah Sakit: Program Diploma III
Perumahsakitan FKUI, Jakarta
Ristya, Puja Vikka, Arif, Kurniadi. 2015, Kepatuhan Petugas Tpprj Dalam Pelaksanaan
Standar Prosedur Operasional Pendaftaran Pasien Bpjs Di Rs Pantiwilasa
Dr.Cipto Kota Semarang Tahun 2015. Jurnal Universitas Semarang, Diakses
melalui http://eprints.dinus.ac.id/17487/1/jurnal_16437.pdf pada tanggal 2 Januari
2017
Ritung M, 2003. Lama Waktu Pelayanan Resep Racikan Khusus Hari Sabtu Di Instalasi
Farmasi Rawat Jalan RSIA Hermina Bekasi Tahun 2003: Tesis UI: Depok
Septini, Renni, 2012. Analisis Waktu Tuggu Pelayanan Resep Pasien Askes Rawat Jalan
Di Yanmasum Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2011. Skripsi, UI: Depok
Sihotang A. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita
Page 152
138
Simamora, Henry, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Edisi Kedua,
Yogyakarta.
Siregar.C.J.P. 2004.Farmasi Rumah Sakit dan Teeori Penerapan. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Smith, J. 2004. Buiding a Safer NHS for patients : Improving Medication Safety. NHS.
LondonDiakses melalui
http://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20130107105354/http:/www.dh.gov.u
k/prod_consum_dh/groups/dh_digitalassets/@dh/@en/documents/digitalasset/dh
_4084961.pdf pada tanggal 3 Januari 2017
Suciati, Susi dkk. 2006. Analsis Perencaaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di
Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayaanan Kesehatan,: vol . 09, No. 1
Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta: Bandung.
Sugiyono. 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta: Bandung
Sugiyono. 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta: Bandung.
Suprihanto, Jhon. 1987. Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dan Pengembangan
Karyawan. Yogyakarta: Yogyakarta
Szeinbach, Sherly, 2007, Dispensing Error in Community Pharmachy: Perceived
Influence of Sociotecnical Factors, International Journal For Quality In Health
Care. Vol 19 No.4. Diakses melalui
https://academic.oup.com/intqhc/article/19/4/203/1803523/Dispensing-errors-in-
community-pharmacy-perceived pada tanggal 3 Januari 2017
Terry, George R. 1976. Principles of Management.Homewood,III:RD. Irwan Inc.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Widiasari,E. 2009. Analisa Waktu Pelayanan Resep di Instalasi Farmasi Rawat Jalan
RS Tugu Ibu Depok Tahun 2009. Skripsi UI: Depok
Wijono.2008. Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuasan Pasien Prinsip dan
Praktik., CV Duta Prima Airlangga: Surabaya
Wongkar L,2000. Analisis Waktu Pelayanan Pengambilan Obat Di Apotek Kimia
Farma Kota Pontianak Tahun 2000: Tesis UI: Depok
Page 154
140
LAMPIRAN 1
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Informed Consent
Kepada Yth. Responden
di Tempat
Dengan Hormat,
Saya mahasisiwi S1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Nama : Yulia Elizabet
NIM : 1112101000022
Bermaksud akan melaksanakan penelitian tentang “ Gambaran sistem pelayanan
resep pasien Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor Tahun
2016”. Adapun segala informasi, yang saudara/ i berikan akan dijamin kerahasiaan
karena itu saudara/ i bebas untuk mencantumkan nama atau tidak. Sehubungan dengan
hal tersebut peneliti meminta kesediaan saudara/ i untuk mengisi kuisioner ini dengan
menandatangani kolom di bawah ini.
Atas kesediaannya dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih.
Responden Peneliti
( ) ( )
Page 155
141
LAMPIRAN II
Pedoman Wawancara
Untuk Asisten Apoteker, Kepala Instalasi Farmasi dan Kepala Depo Farmasi
Rawat Jalan
A. Karakteristik Informan
Nama Informan :
Umur :
Pendidikan :
Jabatan :
Masa Kerja :
Hari/Tanggal Wawancara :
B. Tahap Pembukaan Wawancara
1) Menyampaikan ucapan terimakasih kepada narasumber atas kesediaanya
meluangkan waktu untuk diwawancarai
2) Memperkenalkan diri dan menjelaskan topic dan tujuan dari dilakukannya
wawancara
3) Menyampaikan kepada narasumber bahwa didalam wawancara bebas
menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan, serta saran-saran yang berkaitan
dengan topik
4) Merekam pembicaraan dengan tape recorder dan mencatatnya bila perlu.
C. Pertanyaan
1. INPUT
a. SDM
- Berapa jumlah SDM yang tersedia saat ini di instalasi farmasi unit rawat jalan
RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor dalam pelayanan resep pasien?
Page 156
142
- Apakah dengan jumlah tersebut sudah mencukupi dan dapat menyelesaikan
semua pekerjaan yang ada?
- Jika kurang, di bagian mana yang harus ditambah?
- Apakah ada program rutin untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
petugas yang terkait dalam pelayanan resep pasien?
- Bagaimana kemampuan dan pengetahuan mereka dalam kegiatan pelayanan
resep obat di instalasi farmasi unit rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor?
b. Sarana dan Prasarana
- Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana saat ini untuk mendukung
pelayanan reserp pasien di instalasi rawat jalan?
-Bagaimana pengaruh sarana dan prasarana terhadap pelayanan resep pasien
rawat jalan?
- Bagaimana ketersediaan sarana yang mendukung pelayanan resep pasien di
instalasi rawat jalan?
- Bagaimana ketersediaan prasarana (peralatan) yang mendukung pelayanan resep
pasien di instalasi rawat jalan?
c. Prosedur
- Apakah ada prosedur terkait pelayanan resep pasien di instalasi farmasi rawat
jalan?
- Apakah menurut anda prosedur yang berlaku saat ini sudah cukup jelas dan telah
disosialisasikan?
- Apakah anda mengetahui kebijakan standar waktu tunggu pelayanan resep di
instalasi farmasi rawat jalan?
Page 157
143
- Apakah ada kebijakan tertulis terkait waktu tunggu pelayanan resep?
- Bagaimana menurut anda mengenai pengaplikasian dari prosedur tertulis tersebut
dalam pelayanan resep?
- Bagaimana pengawasan dan evaluasi prosedur? Apakah rutin dilakukan?oleh
siapa?
2. PROSES
1) Penerimaan/Harga Resep
- Berapa orang yang bertugas pada Penerimaan/Harga resep?
- Kendala apa yang sering dihadapi pada tahap ini?
2) Pengambilan Obat
- Berapa orang yang bertugas pada pengambilan resep
- Kendala apa yang dihadapi pada tahap ini?
3) Peracikan Obat
- Berapa orang yang bertugas pada peracikan resep?
- Kendala apa yang dihadapi pada tahap ini?
4) Penulisan Etiket
- Berapa orang yang bertugas pada penulisan etiket?
- Kendala apa yang dihadapi pada tahap ini?
5) Penyerahan Resep
- Berapa orang yang bertugas pada penyerahan resep?
- Kendala apa yang dihadapi pada tahap ini?
Page 158
144
LAMPIRAN III
Formulir Waktu Tunggu Pelayanan Resep
Gambaran sistem pelayanan resep pasien Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Karya Bhakti Pratiwi Tahun
2016
No
Resep Nama
Penomoran Ambil Racik Etiket Serah Ket Total
Jeda Proses Jeda Proses Jeda Proses Jeda Proses Jeda Proses
Page 159
145
LAMPIRAN IV
Telaah Dokumen dan Lembar Observasi
a. Prosedur
No Variabel Observasi Hasil Keterangan
Ya Tidak
1 Deskripsi Kerja Kepala Instalasi Farmasi √
2 Deskripsi Kerja Kepala Instalasi
Farmasi Rawat Jalan √
3 Deskripsi Kerja Asisten Apoteker √
4 Prosedur pelayanan resep obat di
Instalasi Farmasi Rajal √
b. Sarana dan Prasarana
No Pernyataan Observasi Hasil Keterangan
Ya Tidak
A Bangunan
1 Menyatu dengan sistem RS √ Berada di
lantai 1
2 Dipisahkan antara fasilitas untuk
penyelenggaraan manajemen, pelayanan
langsung kepada pasien dan dispensing
√
3 Ruang Kantor √
4 Ruang distribusi/pelayanan rawat jalan (apotik) √
5 Ruang penyimpanan obat √
6 Ruang racik √
7 Ruang konseling √
8 Ruang informasi obat √
B Peralatan
1 Alat tulis kantor √ Sering
kurang
2 Komputer untuk entry data √ 2 unit
dibagian
penerimaan,
1 unit untuk
Page 160
146
No Pernyataan Observasi Hasil Keterangan
Ya Tidak
kepala depo
rawat jalan
3 Telepon √ Hanya ada 1
unit dan
tidak bisa
menelpon
keluar RS
4 Meja dan Kursi √ Hanya ada 1
meja
panjang dan
1 meja kecil
5 Lemari pendingin √
6 Rak penyimpanan obat
√
7 Mesin pembungkus puyer
√ 1 unit
8 Timbangan digital √ 1 unit
9 Timbangan manual √ I unit
10 Mortar √ 2 unit
11 Stemper
√ 2 unit
12 Blender √ 1 unit
Page 161
147
LAMPIRAN V
Matriks Wawancara, Observasi dan Telaah Dokumen
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
INPUT
Sumber Daya Manusia
Berapa jumlah SDM yang tersedia saat ini di instalasi farmasi unit rawat jalan RS Karya Bhakti Pratiwi Bogor dalam pelayanan resep pasien?
12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12 orang 12
orang 12
orang 12
orang Bagaimana kecukupan jumlah petugas di depo farmasi rawat jalan?
SDM
kurang
Belum
cukup
Masih
belum
cukup
Belum
mencuku
pi masih
kurang
orang
Masih
kurang
Masih
belum
cukup
Belum
cukup
Masih
belum
cukup
Masih
kurang
orang
Masih
kurang
Mena
mbah
2
orang
petuga
s
Jumlah
AA
masih
belum
mencuk
upi
Pada bagian mana perlu ditambah SDM?
Semua
bagian
Dibagian
serah
Dibagia
n serah
Di
semua
bagian
Disetiap
bagian
Hampir
semua
bagian.
Di
bagian
serah
Di
bagian
serah
Disetiap
bagian
Di
semua
bagian
Pada
bagian
serah
Perlu
penamb
ahan
disemua
bagian
dan
bagian
serah
Apakah adadiadakan pelatihan rutin yang diikuti oleh tenaga kefarmasian?
Page 162
148
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
Di
farmasi
ada
program
dan rutin
Ada
program
rutin,
Program
rutin RS
belum
ada,
Pelatiha
n belum
rutin.
Tidak
rutin
Pernah
ada tapi
tidak
rutin
Belum
ada yang
rutin.
Ada
tapi,
tidak
rutin,
Tidak
rutin,
Belum
ada yang
rutin
Frekuen
si
pelatiha
n masih
jarang
dilakuka
n
Bagaimana kemampuan dan pengetahuan SDM dalam pelayanan resep pasien di instalasi farmasi rawat jalan (membaca resep, mengetahui
dosis dan aturan minumnya) terhadap kecepatan pelayanan resep ?
Sudah
cukup
baik
Masih
kurang
Sudah
cukup
Masih
kurang
Masih
kurang
Masih
kurang
Masih
kurang
maksima
l
Masih
kurang
Masih
belum
maksim
al
Masih
kurang
Masih
kurangn
ya
kemamp
uan dan
pengeta
huan
SDM
dalam
pelayan
an resep
Sarana dan Prasarana
Bagaimana ketersediaan sarana yang mendukung pelayanan resep pasien di instalasi rawat jalan?
Masih
kurang
luas,
ruang
kantor
Masih
kurang
luas,
Ruang
kantorke
Kurang
luas dan
kantor
depo
juga
Masih
kurang
luas,kura
ng ruang
kantor
Kurang
luas
Masih
sangat
kurang
luas,
kurang
Tempat
kurang
luas.
Kepala
depo
belum
punya
ruangan
Kurang
luas.
Masih
kurang
luas dan
butuh
ruangan
Untuk
kelengk
apan
masih
kurang
Page 163
149
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
juga
belum
ada
pala
depo
belum
ada
belum
ada
kepala
depo
ruang
kantor
kepala
depo
sendiri kantor
kepala
depo.
ruang
kantor
kepala
depo
farmasi
rawat
jalan
dan
ruang
pelayan
an
masih
kurang
luas.
Bagaimana ketersediaan prasarana (peralatan) yang mendukung pelayanan resep pasien di instalasi rawat jalan?
Masih
kurang
Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kurang Masih
kuran
g
Untuk
kelengk
apan
dan
kecukup
an
peralata
n masih
kurang.
Bagaimana pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana terhadap pelayanan resep pasien rawat jalan?
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Sangat
mempen
Pengaru
h sarana
Page 164
150
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
garuhi
waktu
pelayana
n
dan
prasaran
a yang
masih
kurang
bedamp
ak pada
waktu
pelayan
an
resep.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Apakah ada prosedur terkait pelayanan resep di instalasi farmasi rawat jalan?
Ada
prosedur
tertulisn
ya
pelayana
n resep
Sudah
ada SOP
Ada
prosedur
tertulis.
Ada
prosedur
Ada
prosedur
tertulis
Ada
prosedur
tertulisn
ya
pelayana
n resep
SOP ada
tertulis
dan jelas
Ada
untuk
prosedur
tertulis
Sudah
ada
prosedur
tertulis
Prosedur
sudah
ada,
Doku
men
prose
dur
No.1
4-08
meng
enai
pelay
anan
resep
pasie
n di
depo
farma
si
Sudah
tersedia
nya
prosedur
terkait
pelayan
an resep
di
instalasi
farmasi
rawat
jalan
RSKBP.
Page 165
151
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
rawat
jalan
RSK
BP
Apakah prosedur yang berlaku saat ini sudah cukup jelas dan telah disosialisasikan?
Sudah
jelas
Sudah
jelas
Cukup
jelas
Pernah
bacadan
jelas
Sudah
jelas
untuk
prosedur
nya
Sudah
cukup
jelas
Prosedur
sudah
jelas
Sudah
celas
Sudah
jelas.
Prosedur
sudah
jelas.
Doku
men
prose
dur
No.1
4-08
Prosedu
r terkait
pelayan
an resep
sudah
jelas
Apakah ada kebijakan tertulis terkait waktu tunggu pelayanan resep?
Standar
belum
ada yang
tertulis,.
Standar
belum
baku dan
tertulis
Belum
ada
Standar
belum
baku dan
tertulis
Tidak
ada
stantar
baku
Belum
ada
Belum
ada
standar
yang
tertulis
Standar
belum
baku
dan
tertulis
Belum
ada
standar
baku
yang
sempurn
a
Belum
ada,
standar
baku
disini
Tidak
tersedia
kebijaka
n
tertulis
terkait
waktu
tunggu
pelayan
an resep
di
instalasi
rawat
jalan
RSKBP
Page 166
152
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
Bagaimana pengaplikasian dari prosedur tertulis mengenai pelayanan resep?
Masih
belum
maksim
al
Belum
sepenuh
nya
sesuai
Belum
100%
sesuai
Belum
100%
Sudah
sesuai
sih
sejauh
ini
Sudah
sesuai
sama
prosedur
disini
Belum
sepenuh
nya ssuai
Masih
belum
100%
kadang
keluar
dari
prosedur
Masih
belum
100%
Masih
belum
100%
mengiku
ti
prosedur
Bagaimana pelaksanaan dari pemantauan dan evaluasi SOP Pelayanan resep pasien di Instalasi rawat jalan?
Pengaw
asan dan
evaluasi
belum
dilakuka
n
Pengawa
san dan
evaluasi
belum
dilakuka
n
Belum
ada
pengawa
san ,
dan
evaluasi
Pengawa
san dan
evaluasi
belum
dilakuka
n
Pengawa
san dan
evaluasi
belum
dilakuka
n
Pengawa
san dan
evaluasi
hanya
dilakuka
nsaat ada
masalah
Pengawa
san dan
evaluasi
belum
dilakuka
n
Pengaw
asan dan
evaluasi
belum
dilakuka
n
Pengaw
asan dan
evaluasi
hanya
dilakuka
nsaat
ada
masalah
Pengaw
asan dan
evaluasi
hanya
dilakuka
nsaat
ada
masalah
Belum
ada
pengaw
asan dan
evaluasi
yang
dilakuka
n
PROSES
Perlayanan Resep Paien
Berapa orang petugas dibagian penerimaan?
Ada 2
orang
Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang Ada 2
orang di
bagian
penerim
aan
Apa kendala dibagian penerimaan yang mempengaruhi lama waktu tunggu?
Page 167
153
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
Line
telepon
dengan
sistem
sambun
gan,
stok di
kompute
r tidak
sesuai
dengan
aslinya
Misahin
berkas,
line
telepon
dengan
sistem
sambung
an, stok
disistem
dengan
aslinya
beda
Line
telepon
dengan
sistem
sambun
gan,
stok di
kompute
r tidak
sesuai
dengan
aslinya
Misahin
berkas,
line
telepon
dengan
sistem
sambung
an, stok
disistem
dengan
aslinya
beda
Misahin
berkas,
line
telepon
dengan
sistem
sambung
an, stok
disistem
dengan
aslinya
beda
Misahin
berkas,
line
telepon
dengan
sistem
sambung
an, stok
disistem
dengan
aslinya
beda
Misahin
berkas,
line
telepon
dengan
sistem
sambung
an, stok
disistem
dengan
aslinya
beda
Line
telepon
dengan
sistem
sambun
gan,
stok di
kompute
r tidak
sesuai
dengan
aslinya
Line
telepon
dengan
sistem
sambun
gan,
stok di
kompute
r tidak
sesuai
dengan
aslinya
Line
telepon
dengan
sistem
sambun
gan,
stok di
kompute
r tidak
sesuai
dengan
aslinya
Kendala
pada
bagian
penerim
aan
yaitu,
1. Line
telepo
n
denga
n
sistem
samb
ungan
2. Stok
di
sistem
eror,
harus
3. Memi
sahka
n
berka
s
Berapa orang petugas dibagian pengambilan?
2 orang,
1 orang
1 orang
mengam
2 orang
di shift
2orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
2 orang,
1 orang
Page 168
154
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
untuk
mengam
bil resep
racikan
1 orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
bil obat
resep
non
racikan
dan 1
orang
lagiresep
racikan
pagi , 1
orang
mengam
bil obat
resep
non
racikan
juga
untuk
mengam
bil resep
racikan 1
orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
untuk
mengam
bil resep
racikan 1
orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
mengam
bil obat
resep
non
racikan
dan 1
orang
lagiresep
racikan
untuk
mengam
bil resep
racikan 1
orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
untuk
mengam
bil resep
racikan
1 orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
untuk
mengam
bil resep
racikan
1 orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
untuk
mengam
bil resep
racikan
1 orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
untuk
mengam
bil resep
racikan
1 orang
lagi
mengam
bil resep
non
racikan
Apa kendala dibagian pengambilan yang mempengaruhi lama waktu tunggu?
Ketersed
iaan
obat
yang
dibutuhk
a di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan
obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan
obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan
obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Ketersed
iaan
obat
yang
dibutuhk
an di
depo
rawat
jalan
Kendala
pada
bagian
pengam
bilan
yaitu,
Keterse
diaan
obat di
depo
farmasi
rawat
jalan
Berapa orang petugas dibagian peracikan?
2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang
Apa kendala dibagian peracikan yang mempengaruhi lama waktu tunggu?
Page 169
155
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
Kurang
orangsaa
t racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orang
saat
racikan
banyak
Kurang
orangsaa
t racikan
banyak
Kendala
pada
bagian
peracika
n yaitu,
kurang
orang
pada
saat
terjadi
penump
ukan
resep
racikan
Berapa orang petugas dibagian penulisan etiket?
2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang
Apa kendala dibagian penulisan etiket yang mempengaruhi lam waktu tunggu?
Copy
resep
dan
ketelitia
n dalam
pemerik
saan
Salinan
resep
dan
tulisan
doktersu
sah baca
Penulisa
n
salinan,
dan
kroscek.
Penulisa
n salinan
resep
Copy
resep,
dan
harus
dicek
dahulu
Copy
resep
dan
ketelitia
n dalam
pemeriks
aan
Kalau
resep
numpuk,
bikin
salinan
resepnya
Salinan
resep
dan
tulisan
dokter
susah
baca
Copy
resep
dan
ketelitia
n dalam
pemerik
saan
Copy
resep
dan
ketelitia
n dalam
pemerik
saan
Kendala
pada
bagian
penulisa
n etiket
yaitu,
penulisa
n copy
resep
dan
Page 170
156
RJ-1 RJ-2 RJ-3 RJ-4 RJ-5 RJ-6 RJ-7 RJ-8 RJ-9 RJ-10 Obser
vasi
Telaa
h
Doku
men
Kesimp
ulan
kroscek
Berapa orang petugas dibagian penyerahan?
1 orang
Hanya 1
orang
1 orang Hanya 1
orang
Hanya 1
orang
1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang
1 orang
Apa kendala dibagian penyerahan yang mempengaruhi lam waktu tunggu?
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Ketelitia
n saat
kroscek
obat dan
kurang
orang
Kendala
pada
bagian
penyera
han obat
yaitu,
kurang
orang
dan
ketelitia
n dalam
mengkr
oscek
resep
dan
obat.
Page 172
183
OUTPUT
NON RACIKAN
TOTAL_2
N Valid 74
Missing 0
TOTAL_2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SESUAI 32 43.2 43.2 43.2
TIDAK SESUAI 42 56.8 56.8 100.0
Total 74 100.0 100.0
Statistics
NON RACIKAN Jeda_Harga Proses_Harga Jeda_Ambil Proses_Ambil Jeda_Etiket Proses_Etiket Jeda_Serah Proses_Serah TOTAL
N Valid 74 74 74 74 74 74 74 74 74
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 7.5245 4.0534 6.3277 5.9492 7.0111 5.6074 5.0445 4.0543 45.5720
Std. Deviation 3.86070 2.19097 4.28126 2.02460 4.09026 2.19869 3.78036 .83797 1.59642E1
Minimum .38 1.22 .28 2.11 .12 1.34 1.53 1.11 20.77
Maximum 15.12 10.33 22.22 12.25 20.35 10.21 18.38 5.11 77.05
Sum 556.81 299.95 468.25 440.24 518.82 414.95 527.21 146.10 3372.33
NON RACIKAN
HARGA AMBIL ETIKET SERAH
N Valid 74 74 74 74
Missing 0 0 0 0
Mean 11.7578 12.2769 12.6185 9.0988
Std. Deviation 5.09388 5.19769 4.62952 4.25667
Minimum 1.70 2.65 4.57 3.45
Maximum 21.66 28.54 26.80 22.12
Page 173
184
RACIKAN
total2
N Valid 32
Missing 0
RACIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SESUAI 15 46.9 46.9 46.9
TIDALK SESUAI 17 53.1 53.1 100.0
Total 32 100.0 100.0
Statistics
RACIKAN Jeda_Harga Proses_Harga Jeda_Ambil Proses_Ambil Jeda_Racik Proses_Racik Jeda_Etiket Proses_Etiket Jeda_Serah Proses_Serah Total
N Valid 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 9.8447 4.2434 6.5991 5.1356 7.9744 19.0434 7.0231 3.6291 5.0294 3.4978 71.4056
Std. Deviation 4.43501 1.83737 3.56705 2.09881 3.69973 6.89999 4.12908 1.59630 3.70318 .65959 1.68049E1
Minimum .54 2.11 .34 2.11 .24 5.47 .23 1.24 1.11 1.01 41.38
Maximum 23.12 10.53 16.21 11.22 16.23 39.01 17.23 7.35 13.24 3.23 102.70
Sum 315.03 135.79 211.17 164.34 255.18 609.39 224.74 116.13 215.34 57.21 2284.98
RACIKAN
HARGA_RACIK AMBIL_RACIK RACIK ETIKET_RACIK SERAH_RACIK
N Valid 32 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0 0
Mean 12.3881 11.7347 27.0178 10.6522 8.5172
Std. Deviation 5.11519 4.21402 8.77712 4.88072 3.94137
Minimum 4.99 3.68 13.48 2.76 2.35
Maximum 29.44 21.42 45.70 20.91 16.47
Sum 450.82 375.51 864.57 340.87 272.55
Page 174
185
SELURUH RESEP (RACIKAN+NON)
SELURUH RESEP Jeda_Harga Proses_Harga Jeda_Ambil Proses_Ambil Jeda_Racik Proses_Racik Jeda_Etiket Proses_Etiket Jeda_Serah Proses_Serah TOTAL
N Valid 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 8.2249 4.1108 6.4096 5.7036 2.1621 4.3440 7.0147 5.3602 7.0052 2.3680 53.3708
Std. Deviation 4.16113 2.08369 4.06391 2.07150 3.94629 6.89999 4.08229 2.22395 3.74402 .78996 2.00637E1
Minimum .38 1.22 .28 2.11 0.00 0.00 .12 1.24 1.11 1.01 20.77
Maximum 23.12 10.53 22.22 12.25 16.23 39.01 20.35 10.21 18.38 5.11 102.70
Sum 871.84 435.74 679.42 604.58 229.18 460.46 743.56 531.08 742.55 203.31 5657.31
SELURUH RESEP (RACIKAN+NON)
HARGA_TOTAL AMBIL_TOTAL RACIK ETIKET_TOTAL SERAH_TOTAL
N Valid 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0
Mean 12.3357 12.1132 6.5060 12.3749 9.3632
Std. Deviation 5.20628 4.90794 10.45901 4.77035 4.15397
Minimum 1.70 2.65 13.48 2.76 2.35
Maximum 29.44 28.54 45.70 26.80 22.12
Sum 1307.58 1284.00 864.57 1274.64 945.86
Page 175
186
KEGIATAN DI BAGIAN PENERIMAAN/HARGA
Harga H1_proses H2_delay H3_proses H4_delay H4_proses H5_proses H6_delay H6_proses H7_proses H8_proses H9_delay H9_proses
N Valid 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 0.2214 3.1261 1.0275 2.0086 0.5025 0.1543 2.0867 0.4044 0.5856 1.0167 1.0245 0.2315
Minimum 0.12 1.09 0.54 1.23 0.21 0.14 0.32 0.29 0.21 0.53 0.43 0.10
Maximum 0.47 6.44 2.34 3.56 1.07 1.00 3.55 1.02 2.45 2.35 1.12 0.50
KEGIATAN DI BAGIAN PENGAMBILAN/AMBIL
Ambil A1_delay A2_proses A3_proses A4_ delay A4_ proses A5_proses A6_proses
N Valid 106 106 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 4.2136 1.0912 0.1377 2.1903 4.0423 0.3781 0.1500
Minimum 1.33 0.39 0.10 0.43 1.54 0.19 0.11
Maximum 6.12 2.12 0.33 3.02 6.42 1.22 0.35
KEGIATAN DI BAGIAN PERACIKAN/RACIK
Racik R1_delay R2_proses R3_delay R3_proses R4_delay R4_proses R5_proses R6_proses R7_proses R8_proses R9_proses R10_proses R11_proses R12_proses R13_delay R13_proses
N Valid 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 4.5331 0.5455 2.3411 3.4501 0.5618 1.4812 1.2223 2.3277 1.1202 4.2323 1.2023 1.3413 1.0200 1.0012 0.5416 0.1209
Minimum 1.32 0.27 1.33 1.01 0.48 1.22 0.50 1.01 0.47 1.34 0.43 1.11 0.32 0.23 0.16 0.09
Maximum 5.46 1.35 4.46 3.23 2.01 3.10 2.49 3.57 3.11 6.39 2.58 3.00 2.01 1.38 1.32 0.27
Page 176
187
KEGIATAN DI BAGIAN ETIKET
Etiket E1_delay E2_delay E2_proses E3_proses E4_proses E5_proses E6_proses E7_delay E7_proses E8_proses
N Valid 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3.3764 1.3366 0.1822 1.0153 1.0227 0.4532 1.4425 2.3114 1.1257 0.1464
Minimum 1.34 0.52 0.13 0.33 0.29 0.13 0.54 1.23 0.32 0.10
Maximum 5.12 1.45 0.52 1.42 1.54 1.23 2.12 4.11 2.13 0.32
KEGIATAN DI BAGIAN PENYERAHAN/SERAH
Serah S1_delay S2_proses S3_proses S4_delay S4_proses S5_proses
N Valid 106 106 106 106 106 106
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 4.5761 0.0630 1.1177 2.4346 1.0911 0.1049
Minimum 1.35 0.03 0.32 1.02 0.43 0.06
Maximum 7.13 0.15 1.49 3.56 1.29 0.28