pg. 1 Ketika Gaharu Tak Lagi Bisa Memenuhi Permintaan Pasar Produksi & Produktivitas Gaharu
pg. 1
Ketika Gaharu Tak Lagi Bisa Memenuhi Permintaan Pasar Produksi & Produktivitas Gaharu
DAFTAR ISI1. Pendahuluan................................................................................................................................................................2
A. Latar Belakang.......................................................................................................................................................2
B. Tujuan Paper.......................................................................................................................................................... 2
C. Manfaat Paper........................................................................................................................................................ 3
2. Jenis Gaharu................................................................................................................................................................. 3
3. Proses Pembentukan...............................................................................................................................................5
4. Pengolahan Minyak Gaharu..................................................................................................................................9
5. Nilai Ekonomi...........................................................................................................................................................10
A. Permintaan Atas Gaharu.................................................................................................................................11
B. Standar Mutu Gaharu.........................................................................................................................................16
6. Konservasi................................................................................................................................................................. 21
7. Kesimpulan dan Penutup....................................................................................................................................23
Daftar Pustaka....................................................................................................................................................................24
pg. 2
1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas. Kayu
Gaharu memiliki kandungan damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu, yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari proses infeksi
jamur yang terjadi secara alami atau buatan pada pohon Aquilaria sp (Thymelaeaceae).
Marga kayu gaharu adalah dari marga tumbuhan bernama Aquilaria dan Grynops (Persoon,
2007). Di Indonesia Gaharu tumbuh dengan berbagai macam spesiesnya, seperti A.
malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, dan A. Filaria. Nama daerah kayu
gaharu adalah Karas, Alim, Garu dan lain-lain.
Kayu gaharu adalah jenis tanaman yang sangat akrab di wilayah tropis seperti
Indonesia ini. Karena itu gaharu banyak ditemui di Indonesia. Pertama kali gaharu
diperkenalkan oleh orang Arab di Aceh, Sumatra. Kemudian menyebar ke seluruh Indonesia,
seperti ke Kalimantan dan Papua. Tumbuhan ini banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia
yang tumbuh dengan pengaruh Asia terutama India, China dan Melayu yang sejak awal era
klasik Nusantara sangat akrab dengan gaharu. Kebudayaan Hindu, Budha dan Konghucu
memanfaatkan kayu gaharu untuk keperluan ritual keagamaan berupa dupa atau hiyo.
Masyarakat beragama Islam memanfaatkannya sebagai parfum atau pengharum ruangan, juga
sebagai bahan pembuat tasbih atau kipas. Manfaat lain kayu gaharu adalah sebagai bahan
kosmetik, serta obat-obatan sederhana. Karena manfaatnya inilah, maka gaharu termasuk
tumbuhan bernilai ekonomi tinggi.
Jaman dulu gaharu diperoleh dari alam langsung untuk kepentingan sendiri. Tetapi
karena manfaatnya yang sangat banyak, maka kayu gaharu dieksploitasi besar-besaran dan
diekspor atau diperdagangkan ke berbagai penjuru dunia seperti ke Cina, Arab, India dan
Eropa dll. Kini kayu gaharu menjadi komoditas yang langka dan sulit untuk mendapatkannya
dalam jumlah besar, karena hutan-hutan sudah dilindungi dan dikonservasi. Meskipun
demikian di pasar selalu beredar komoditas tersebut yang diambil dari hutan-hutan. Selain itu
ada pula daerah-daerah yang sudah melakukan pembudidayaan gaharu.
pg. 3
B. TUJUAN PAPER
Menurut uraian pada latar belakang, maka tulisan makalah ini bertujuan untuk
mengupas mengenai informasi tentang kayu gaharu, juga produksi dan produktivitasnya.
Dengan adanya informasi ini diharapkan para pembaca lebih memahami segala sesuatu
tentang kayu gaharu.
C. MANFAAT PAPER
Paper ini kiranya bisa bermanfaat memberikan informasi, pengetahuan dan wawasan
tentang Pada akhirnya, para pembaca diharapkan memiliki landasan-landasan untuk
menyikapi segala permasalahan tentang kayu gaharu berkaitan dengan produksi dan
produktivitas atau nilai ekonomi yang dimiliki oleh kayu gaharu
pg. 4
2. JENIS GAHARU
Dalam Wikipedia dikatakan bahwa gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan
mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria,
terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan
setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah
menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta
Afrika Timur.
Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997), diketahui jenis-jenis berikut ini menghasilkan
resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :
Aquilaria subintegra, asal Thailand Aquilaria crassna asal Malaysia,
Thailand, dan Kamboja Aquilaria malaccensis, asal Malaysia,
Thailand, dan India Aquilaria apiculina, asal Filippina Aquilaria baillonii, asal Thailand dan
Kamboja Aquilaria baneonsis, asal Vietnam Aquilaria beccarain, asal Indonesia Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
Aquilaria cumingiana, asal Indonesia dan Malaysia
Aquilaria filaria, asal China Aquilaria grandiflora, asal China Aquilaria hilata, asal Indonesia dan
Malaysia Aquilaria khasiana, asal India Aquilaria microcarpa, asal Indonesia
Malaysia Aquilaria rostrata, asal Malaysia Aquilaria sinensis, asal Cina
Dulu, kayu gaharu diambil di hutan hujan tropis. Wilayah
hutan hujan tropis Indonesia cukup mendukung proses terbentuknya
kayu gaharu secara alamiah yang sesuai dengan syarat tumbuhnya,
dan kondisi habitat alaminya, yaitu: dataran rendah atau berbukit (<
750 mdpl). Meskipun demikian, sebenarnya gaharu atau spesies
Aquilaria ini telah beradaptasi untuk hidup di berbagai habitat,
termasuk yang berbatu, berpasir atau berkapur, baik di daerah kering,
di lereng dan pegunungan serta di tanah dekat rawa-rawa. Mereka
biasanya tumbuh antara ketinggian 0-850 m, dan hingga 1000 m di lokasi dengan suhu
harian rata-rata 20-22 C ⁰ (Ding Hou, 1960; Afifi, 1995; Keller dan Sidiyasa, 1994;
Wiriadinata, 1995).
pg. 5
Sumber lain mengatakan bahwa spesies Aquilaria ini tumbuh dengan baik pada jenis
tanah Podsolik merah kuning, tanah lempung berpasir, dengan drainage sedang sampai baik,
iklim A-B, kelembaban 80%, suhu 22-28 derajat Celsius, Curah hujan 2000-4000 mm/th.
Tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang 50 cm, pasir
kwarsa, tanah dengan pH < 4.
Beberapa istilah untuk bagian-bagian kayu gaharu yang bisa dimanfaatkan dan terdiri dari
beberapa tingkatan kelas mutu adalah:
Abu gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau
penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan.
Damar gaharu adalah sejenis getah padat dan lunak, yang berasal dari pohon atau
bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, dan ditandai oleh warnanya
yang hitam kecoklatan.
Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil
gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai
oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat.
Kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil
gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh
warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklat-coklatan, berserat kasar, dan
kayunya yang lunak.
pg. 6
(1): Aquilaria malaccensis La,. 1. twig, 2 flower, 3. longitudinal section of flower, 4. fruit, 5. longitudinal section of fruit. (Source: Plant Resources of South East Asia 19) and (2): Gyrinops ladermannii. a- branchlet habit; b- flower bud (left), opened flower (right); c- seed dorsal view (left), ventral view (right); d- dehisced fruit emerging from lateral slit of floral tube with one seed hanging out on funicle; Herbarium specimen Zich 315, CANB Accession Number 531408. Botanical illustration : Sharyn Wragg. (Zich and Compton 2001 in Dunn et al., 2003).
3. PROSES PEMBENTUKAN
Terbentuknya gaharu, karena memberikan respon terhadap masuknya mikroba ke
dalam tanaman berkayu atau pohon Aquiliria Sp melalui luka pada jaringan pohon tersebut.
Luka ini bisa disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit
terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Mikroba yang
masuk ke dalam jaringan tanaman atau pohon tersebut dianggap sebagai benda asing.
Sehingga sel tanaman menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin
berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem
untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain. Namun, apabila mikroba yang menginfeksi
tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan
bagian tanaman yang luka dapat membusuk.
Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi
lunak, tajuk tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau
penebalan pada batang dan cabang tanaman. Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma
yang harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol.
Meskipun Aquilaria spp. (Thymelaeaceae) merupakan sumber utama dari gaharu
dengan kandungan resin yang bernilai tinggi, namun informasi mengenai reproduksi
ekologi gaharu sangat sedikit. Gaharu alami hanya ada di dalam hutan-hutan lindung dan
konservasi. Sementara itu ada banyak faktor dan zat yang terakumulasi di dalam tanaman
gaharu selama puluhan tahun yang belum berhasil diteliti. Enam (6) spesies
(A. beccariana, A. Crasna, A. filaria, A. Hirta, A. malaccensis dan A.microcarpa) dalam budidaya di
Indonesia masih diteliti untuk mengkaji fenologi reproduksi, polinasi, produksi benih dan
perkecambahannya.
Benih produksi dan dispersi bibit juga dikaji dalam populasi alami dari
A. beccariana, A. malaccensis dan A. microcarpa di Kalimantan. Sebagian besar pohon yang
dipilih berbunga selama musim kering, buah-buahannya memerlukan antara 36 dan 72 hari
untuk berkembang, tergantung pada spesiesnya. Duapuluh (20) spesies serangga yang
berbeda yang tercatat mengunjungi pohon-pohon yang berbunga. Probabilitas bunga
pg. 7
berkembang menjadi buah, bervariasi antara spesies buah meskipun penyerbuk mendatangi
bunga yang pernah berproduksi.
Benih produksi A. malaccensis dan A. microcarpa memuncak pada dbh sekitar 40 dan
50 cm, setiap pohon memproduksi hingga 19.000 bibit dalam satu musim. Perkecambahan
pada kondisi pembibitan dimulai 7 s/d 15 hari setelah tanam; biji A. crasna memiliki
probabilitas yang tertinggi keberhasilan perkecambahannya (92%); sementara A. filaria
memiliki probabilitas yang terendah (53%). Dengan demikian, di hutan alam, sebagian
besar bibit (65%) terjadi dalam waktu lima bulan untuk menjadi pohon dewasa menunjukkan
penyebaran yang terbatas. Hasil ini menunjukkan bahwa Aquilaria spp memiliki potensi
reproduksi yang tinggi tapi menunjukkan bahwa penyebaran benihnya mungkin hanya
terbatas di hutan alam. Implikasinya adalah perlu adanya pengelolaan tanaman Aquilaria spp.
Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu
dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu
memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar.
Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai inokulum adalah Acremonium sp.,
Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium solani, Fusarium fusariodes, Fusarium
roseum, Fusarium lateritium dan Chepalosporium sp.
An illustration of induction procedure for stimulation of gaharu formation. (1): Tree drilling to make about 5 mm diameter hole with 25 cm space in between holes; (2-3): one ml of liquid inoculum is injected with a syringe; (4): one month after inoculation, the efficiency of induction is observed by peeling a tree bark to observe the disease symptom (Source: http://www.trubus-online.co.id/mod/publisher/media/465.jpg
Menurut petani di Kotabaru yang sudah mengembangkan pohon gaharu, untuk
menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan perawatan khusus. Saat
pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu
perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan
pg. 8
harga Rp300 ribu. Petani tersebut mengaku sudah menjual sekitar 50 batang pohon gaharu
yang masih berumur sekitar 1-3 tahun dengan nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500
batang pohon gaharu dengan umur satu tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm. Karena
memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman hutan lainnya, setiap hektar
lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3-4 kali 6 meter.
Bibit pohon gaharu tersebut ia peroleh dari Samarinda, Kalimantan Timur, yang sebelumnya
dikembangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Harga bibit dari Rp7.500 sampai Rp10.000
per pohon. (Narullah, 2009)
Teknik lain adalah dengan kultur jaringan, yaitu teknik menumbuhkan bagian
tanaman (jaringan atau organ) secara aseptik di dalam botol (in vitro) yang berisi nutrisi
dan/atau hormon pertumbuhan. (Prayitno)
Tujuan teknik ini adalah untuk perbanyakan tanaman secara cepat dalam jumlah
banyak dan seragam. Selain itu, teknik merupakan alternatif perbanyakan cara konvensional
(stek, biji), juga sebagai penyelamatan tanaman langka, seperti gaharu, cendana, dll.
Keuntungan lain adalah untuk regenerasi tanaman hasil rekayasa genetik. Akan tetapi teknik
ini memerlukan biaya cukup mahal, karena memerlukan laboratorium dan juga
pengoperasian dan perawatannya. (Prayitno)
(Prayitno)
Cara pemungutan atau pengambilan gaharu berupa gubal gaharu dan kemedangan,
serta abu gaharu, yaitu sebagai berikut:
pg. 9
1) Menebang pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya
akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut.
2) Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan dipotong-potong atau dibelah-
belah, kemudian dipilih bagian-bagian kayunya yang telah mengandung akumulasi
damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu gaharu.
3) Potongan-potongan kayu gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan
damarnya, warnanya dan bentuknya.
4) Agar warna dari potongan-potongan kayu gaharu lebih tampak, maka potongan-
potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara dikerok.
5) Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan pembersihan atau pengerokan,
dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuat abu gaharu.
pg. 10
4. PENGOLAHAN MINYAK GAHARU
Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk
mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya. Sebagian kayu
gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi
uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut.
Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam
air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang
terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat
dikumpulkan secara terpisah. Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang
dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap. Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman
dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar. Uap air akan
membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang
membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan. Cairan yang berisi campuran air dan
minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah.
Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2
cair yang terbentuk karena tekanan tinggi. CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang
digunakan untuk ekstraksi minyak gaharu. Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat
residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan
tekanan normal. (Wikipedia)
Proses yang rumit adalah menentukan baik jumlah dan kualitas minyak yang
dihasilkan. Potongan padat besar gaharu yang diperdagangkan sebagai potongan individu
tidak diolah menjadi minyak. Sedangkan sebagian besar kayu diolah menjadi potongan-
potongan yang sangat kecil atau bahkan bubuk, yang direndam dalam air dan dibiarkan
mengalami fermentasi dari waktu ke waktu. Kemudian bahan tersebut dipindahkan ke ceret
distilasi dan dikukus. Setelah pemanasan, air terkondensasi dan minyak ditangkap dalam
wadah ketika minyak mengapung di atas air. Air dihilangkan dan minyak disadap.
Harga minyak gaharu yang berkualitas tinggi bernilai USD 50.000 sampai USD
80.000 per liter. Proses ini dapat diulang sekali atau dua kali tergantung pada kualitas air dan
biaya proses penyulingan. Sisa bubuk yang ada setelah penyulingan dapat digunakan untuk
membuat dupa kelas rendah. Diperkirakan bahwa untuk produksi satu liter minyak 100
diperlukan hingga 150 kilogram gaharu.
pg. 11
5. NILAI EKONOMI
Gaharu dulu banyak terdapat di pulau Mentawai dan pulau Siberut. Sekitar 10 – 20 th
yang lalu gaharu banyak “diburu”, dan ketika itu harganya mencapai Rp. 2 juta per kg.
Harganya yang mahal itu karena gaharu terbentuk dari zat-zat yang terakumulasi selama
berpuluh-puluh tahun.
Mahalnya harga jual getah dan
pohon gaharu saat ini juga membuat
banyak petani Kotabaru mulai tertarik
untuk mengembangkan dan
membudidayakan pohon gaharu. Selain
memiliki harga ekonomis yang tinggi,
pohon gaharu juga dapat tumbuh di
kawasan hutan tropis. Meskipun
demikian, pengembangan pohon gaharu
saat ini tak terlalu banyak dikenal orang.
Hanya orang-orang tertentu saja yang
sudah mengembangkan dan menanam
pohon ini. Padahal, keuntungan dari
bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu
beberapa tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di
pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk
menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari
pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia
tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2
kilogram getah gaharu.
Menurut Wikipedia, gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat
tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp.
yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan
nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya.
pg. 12
Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan
oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di
dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.
Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal,
kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan
diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi
beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma
yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki
serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu
hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. (Wikipedia)
Saat ini sudah ada hasil penelitian terkait dengan rekayasa produksi kayu gaharu.
Kayu gaharu yang tadinya hanya didapatkan dari alam langsung sekarang sudah dapat
dibudidayakan dengan lebih seksama seperti tanaman perkebunan lain (teh, kopi, coklat,
karet dll).
Gaharu rekayasa memberikan peluang perencanaan budidaya yang lebih pasti dari
mulai penyemaian, pembibitan, penanaman, penyiapan lahan, pemupukan, perawatan,
pengobatan, serta rekayasa in-okulasi, yaitu pemasukan enzim pembentuk jamur gaharu yang
harum dan khas bau wanginya. Pohon gaharu berumum 4-5 tahun dari mulai penanaman
hingga dapat dilakukan inokulasi. Setelah 1-2 tahun kemudian baru dapat di panen.
Di Kotabaru, dan banyak petani lain di Desa Betung, Langkang Lama, Langkang
Baru, Gunung Ulin dan Sebelimbingan yang mulai mengembangkan kayu yang biasa diambil
getahnya untuk bahan minyak dan bahan obat-obatan tersebut. Diharapkan banyak
masyarakat mulai menanam pohon Gaharu. Pemasarannya pun dianggap bukan merupakan
suatu masalah karena banyak pembeli yang siap mendatangi masyarakat yang memiliki getah
gaharu. Peluang usaha ini masih ada karena banyak lahan tidur dibiarkan terbengkalai
mubazir dan menghasilkan uang puluhan juta rupiah untuk satu pohon usia dewasa,
ketimbang menanam tanaman kebun. Dan dalam 10-15 tahun kemudian akan menghasilkan
uang ratusan juta. (Narullah, 2009)
A. PERMINTAAN ATAS GAHARU
Kebutuhan gaharu dunia sangat besar quota Indonesia 300 ton/tahun baru dapat
dipenuhi 10 % inipun berasal dari gaharu alam. Temuan rekayasa produksi kayu gaharu
memberi peluang yang sangat besar bagi perkebunan di Indonesia. Keuntungan lainnya
pg. 13
gaharu dapat disisipkan di sela-sela perkebunan karet, ataupun dapat juga perkebunan gaharu
dengan sistem tumpang sari yang mana pohon gaharu sebagai tanaman induk (tanaman keras
tahunan) dan pada lahan yang sama di tanam tanaman musiman yang disarankan jenis
tanaman dengan buah di atas (bukan umbi-umbian).
Tahun 2009 pemerintah bersama masyarakat perkebunan dan pertanian secara
serentak melakukan penanaman dan tahun 2014 dilakukan penyuntikan (inokulasi) maka
2015/16 Indonesia menjadi produsen kayu gaharu terbesar di dunia.
Tahun 2009 dicanangkan sebagai tahun Gaharu Indonesia. Beberapa pihak seperti dari
Universitas Indonesia sudah mempersiapkan bibit gaharu sebanyak-banyaknya dan memulai
penanaman bibit gaharu, baik di Jawa Barat (Sawangan Depok), Yogyakarta (kulon Progo),
maupun Jawa Timur (Malang).
Berbagai produk gaharu memang bernilai ekonomi tinggi, mulai dari bahan bakunya
hingga produk olahannya yang nampaknya terdiri dari berbagai jenis produk. Varietas produk
gaharu terus berkembang, khususnya di negara-negara yang telah menggunakan gaharu dan
menghargai nilai historis dan tradisi gaharu sebagai akar budaya tradisional, seperti Jepang,
Korea dan Taiwan. Kayu ‘heartwood’ padat gaharu ini dibuat untuk membentuk patung yang
indah dan dihargai sebagai 'seni alami'. Gaharu juga digunakan untuk membuat manik-manik
dan gelang (Persoon, 2007).
Karena aroma yang harum, gubal gaharu diperdagangkan sebagai komoditi elit untuk
industri wewangian, manik-manik rosario, kosmetik, dupa, tongkat Joss cina, dan obat-
obatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, berbagai negara telah
memanfaatkan gaharu sebagai bahan pewangi memproduksi (parfum) dan kosmetik. Kayu
pg. 14
gaharu yang telah wangi digunakan di Assam untuk pembuatan kertas. Sedangkan serat
kayunya digunakan untuk benang atau tali. Di Taiwan, gaharu digunakan sebagai bahan
anggur. Sementara permintaan dari Jepang dan Arab berupa gaharu berkualitas tinggi untuk
diproses lebih lanjut dan dibentuk menjadi kepingan, minyak dan bubuk. Bahan baku
sekunder gaharu ini kemudian, diproduksi menjadi dupa dan parfum gaharu, krim kulit dan
balsem bagi jenazah, kosmetik juga sabun dan shampo. Di Arab, minyak esensial dari gaharu
dengan aroma yang spesifik adalah minyak paling mahal yang dapat sepuluh kali lebih mahal
dari minyak cendana. Minyak ini digunakan pula untuk produksi sabun dan body lotion untuk
mempercantik kulit.
Minyak gaharu di Cina dan Korea digunakan dalam produksi parfum dan produksi
obat tradisional, anggur obat dan berbagai produk lainnya. Selain itu, di Cina, gaharu
digunakan sebagai baku obat herbal untuk menyembuhkan sakit perut dan lambung,
gangguan ginjal, hepatitis, rematik, asma, kanker, tumor, malaria, TBC, penyakit yang harus
diobati dengan antibiotik dan stres.
Berbagai kapasitas produksi minyak per pohon dilaporkan dalam Cropwatch (2005).
Sebuah pohon tua 80 tahun bisa menghasilkan 6-9 kg minyak gaharu, meskipun laporan lain
di India menyebutkan hasilnya hanyalah 2-7 - 3,6 kg minyak / pohon. Tetapi ada juga laporan
tentang kapasitas hasil produksi yang jauh lebih rendah dari 1 kg minyak / pohon.
Kebanyakan pedagang gaharu memperkirakan kualitas gaharu secara fisik atau
tampak luar. Sementara, penggolongan kualitas berdasarkan pada deskripsi botani dan asal-
pg. 15
usulnya kurang sesuai. Sebuah analisis praktis dari kandungan kimia juga sangat sulit bagi
pelaksanaan praktik dalam perdagangan di lapangan.
Dalam hal ini, CITES1 mengatur semua bagian dan derivatif dari Aquilaria spp,
Gyrinops spp.. dan Gonystylus spp. dan itu juga mencakup: (a) benih, spora dan serbuk sari
(termasuk pollinia); (b) bibit atau jaringan budaya yang diperoleh secara in vitro, di media
padat atau cair, diangkut dalam kontainer steril, dan (c) bunga potong tanaman artifisial
diperbanyak. Walaupun CITES telah mengatur spesies yang dilindungi untuk mencegahnya
dari kepunahan, namun sumber sejumlah besar saham untuk perdagangan gaharu masih ilegal
dan teknik praktis untuk mengidentifikasi asal-usul gaharu sangat dibutuhkan. Karena itu dari
hasil penelitian disarankan untuk mengenali gaharu berdasarkan penanda urutan DNA dan
penanda DNA fragmen sebagai solusi untuk mencegah perdagangan ilegal (Cropwatch,
2005).
Dengan permasalahan ini, gaharu memiliki nilai sosial, budaya dan ekonomi yang
cukup tinggi. Secara tradisional, gaharu digunakan antara lain dalam bentuk dupa untuk
tujuan keagamaan dan ritual, substansi memproduksi wangi untuk kamar dan tubuh, bahan
kosmetik dan obat-obatan sederhana. Saat ini, pemanfaatan gaharu telah dikembangkan
secara luas untuk wewangian antara lain, aroma terapi, sabun, body lotion, dan bahan obat
yang memiliki sifat sebagai anti asma, anti mikroba, dan stimulator karya saraf dan
pencernaan. Peningkatan perdagangan gaharu sejak tiga dekade terakhir menciptakan
kelangkaan dalam produksi gubal gaharu dari alam.
Karena tidak semua tanaman gaharu memproduksi dan mengandung gaharu dengan
damar wangi, maka pengetahuan dan teknik memperkirakan isi gaharu dalam memproduksi
tanaman yang terinfeksi dengan jamur membentuk gaharu, perlu dikuasai, sehingga tidak ada
kesalahan menebang pohon yang tidak mengandung gaharu. Karakteristik tanaman gaharu
menghasilkan gaharu yang berisi antara lain: daun memiliki warna kuning, mahkota pohon
yang kecil dan tipis, cabang pohon banyak dan patah, ada banyak tonjolan dan bagian
melengkung di sepanjang batang dan cabang-cabang pohon, dan kulit yang kering dan rapuh
dan bila ditarik mudah rusak. Setelah karakteristik tersebut dikenali dilakukan tes dengan
dengan melukai batang pohon dengan menggunakan kapak. Agar lebih yakin, chip kayu
dibakar untuk mengkaji apakah ada wewangian aromatik yang khas gaharu.
Pohon gaharu yang telah dikonfirmasi mengandung gaharu ditebang dan kemudian dipotong
menjadi beberapa segmen dan bagian untuk dibawa keluar atau dipasarkan. Di Sumatera dan
1 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species / Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah Fauna dan Flora Liar)
pg. 16
Kalimantan, jenis teknik untuk memanen gaharu disebut servis, puncut atau pahat. Teknik
lain yang dipraktekkan di masyarakat Dayak Kenyah dan Dayak Punan di Kalimantan Timur
adalah dengan mengiris dan memotong bagian-bagian kayu dari tanaman gaharu yang
terinfeksi oleh penyakit, hingga ke tengah batang. Teknik ini disebut tubuk. Kayu segmen
yang mengandung gaharu setelah dikumpulkan dan bagian-bagian kayu secara bertahap
dipisahkan dari gaharu dengan menggunakan pisau kecil atau pahat cekung.
Sampai sekarang, produk-produk gaharu yang berasal dari alam yang dipasarkan dalam
bentuk benjolan. Tapi ada juga produk-produk dalam bentuk produk minyak suling. Teknik
penyulingan minyak gaharu dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu panas dan tekanan uap
mengepul.
Harga minyak gaharu di pasar Jakarta adalah Rp 750.000/tolak (1 tolak = 12 cc).
Klasifikasi kualitas gaharu di Kalimantan Timur, khususnya di kota Samarinda dan
sekitarnya belum seragam dan penentuan kualitas dilakukan secara visual.Variabilitas dan
penentuan kualitas yang tidak jelas menciptakan harga jual yang berbeda untuk kelas yang
sama kualitasnya. Dengan fakta bahwa standar nasional untuk kualitas gaharu (SNI 01-
5009.1-1999) telah ditentukan, diharapkan bahwa ini standar mutu bisa berfungsi sebagai
referensi untuk orang-orang bisnis gaharu, pedagang pengumpul, dan pemanen gaharu dalam
menentukan kualitas kelas gaharu.
Sementara harga getah gaharu mencapai Rp 5-20 juta per kilogram. Harga itu
tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas
rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp 5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon
gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.
Menurut beberapa informasi, harga gaharu dengan kualitas super di pasar lokal
Samarinda, Tarakan, dan Nunukan (Kalimantan Timur) mencapai antara Rp 40.000.000 dan
Rp 50.000.000 per kilogram, kualitas gaharu yang lebih rendah rata-rata berharga kualitas
Tanggung dengan harga rata-rata per kilogram Rp 20.000.000, dan bahwa dari kualitas
Kemedangan Rp 1.000.000 s/d Rp 4.000.000 dan Suloan kualitas Rp75.000.
Berdasarkan informasi pasar di Samarinda harga gaharu dengan kualitas super bisa mencapai
Rp. 30.000.000 per kg, kualitas gaharu yang lebih rendah Tanggung rata-rata berharga
Rp 10.000.000 per kg. Sementara gaharu dengan kualitas terendah berharga
sekitar Rp 25.000 per kg, dan umumnya digunakan sebagai bahan baku penyulingan untuk
menghasilkan minyak gaharu. (Narullah, 2009)
pg. 17
Tabel 2. Harga Jual Gaharu di Pasaran Samarinda, Kalimantan Timur
No Kelas Kualitas Harga (Rp / kg)1 Super King 30 000 000
Super 20 000 000Super AB 15 000 000
2 Tanggung 10 000 0003. Kacangan A 7 500 000
Kacangan B 5 000 000Kacangan C 2 500 000
4 Teri A 1 000 000Teri B 750 000Teri C 500 000Teri Kulit A 300 000Teri Kulit B 250 000
5. Kemedangan A 100 000Kemedangan B 75 000Kemedangan C 50 000
6 Suloan 25 000
Sumber: Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kehutanan, Kalimantan 2006
B. STANDAR MUTU GAHARU
Secara umum, kualitas gaharu dapat dikategorikan ke dalam enam kelas mutu, yaitu
super, tanggung, kacangan, teri, kemedangan, dan cincangan dan masing-masing kualitas
kelas diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam beberapa sub-kelas kualitas.
Tabel 1. Kriteria dan Klasifikasi Kualitas Gaharu
No Klasifikasi Kriteria
1 Super Gaharu berwarna hitam kelam, dalam, keras, mengkilat, dan sangat harum. Tidak ada campuran dengan kayu fiber lain. Gaharu dalam bentuk potongan atau butiran dengan ukuran besar, yang bagian dalamnya tidak hollow
2 Tanggung Gaharu berwarna coklat dan hitam; kelam/dalam dan keras; bagian dalam hollow, kadang-kadang dicampur dengan kayu fiber dan mempunyai ukuran sedang .
3 Kacangan Gaharu an berwarna hitam dan kadang-kadang bercampur dengan warna coklat, dicampur dengan kayu, dan dalam bentuk butiran sebesar kacang dengan diameter sekitar 2 mm.
4. Teri Gaharu berwarna hitam yang terkadang bercampur dengan warna coklat, dicampur dengan kayu, dalam bentuk butiran lebih besar dan lebih besar dan lebih tipis daripada benih kacang, atau berdiameter sekitar 1 mm.
5 Kemedangan Kayu yang mengandung gaharu.6 Cincangan Bagian kayu yang kecil yang mengandung bagian gaharu.
Sumber: Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan Kalimantan (Siran and Turjaman, 2010)
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) No 1386/BSN-
I/HK.71 / 09/99, telah ada keputusan tentang Standar Nasional kualitas gaharu dengan judul
dan nomor berikut: Gaharu SNI 01-5.009, 1-1999.
pg. 18
Dalam standar ini, ada deskripsi pada definisi gaharu, simbol dan singkatan yang
digunakan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, teknik pemanenan, persyaratan mutu, pengambilan
sampel, teknik pengujian, persyaratan untuk lulus tes dan persyaratan untuk pelabelan/
menandai.
Klasifikasi kualitas gaharu dibagi ke dalam kategori gubal gaharu, kemedangan,
dan abugaharu. Setiap kelas kualitas dikategorikan lagi menjadi beberapa subkelas
berdasarkan ukuran isi, warna damar wangi, serat, berat dan aroma yang muncul ketika
dibakar. Menurut SNI 01-5009.1-1999, artinya gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari
pohon atau , ditandai dengan warna hitam atau kehitaman diselingi dengan warna coklat. Di
sisi lain, artinya kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau putih keabu-abuan
sampai kecoklatan, serat kasar dan kayunya lembut. Abu gaharu adalah kayu bubuk yang
merupakan sisa-sisa dari pemisahan kayu gaharu.
Proses pemasaran gaharu di berbagai tempat di Indonesia dimulai dari kegiatan
pemanen gaharu yang menjual gaharu mereka dikumpulkan di lapangan untuk
mengumpulkan pedagang di desa atau di subdsitrict tersebut. Setelah itu, para pedagang
mengumpulkan menjual komoditas untuk pedagang besar (eksportir) di ibukota provinsi.
Dalam dunia perdagangan gaharu, baik di Indonesia maupun luar negeri, gaharu menjadi
komoditas utama dan memberi nilai komersial tinggi, sehingga banyak diburu oleh
konsumen. Gaharu sebagai diperdagangkan di Indonesia terdiri dari 3 macam, yaitu gaharu
berasal dari Sumatera dan Kalimntan dengan spesies Aquilaria malccensis dan A.
microcrapa; gaharu dari Papua, Sulawesi, dan Maluku dengan spesies Aquilaria filaria, dan
gaharu dengan spesies Gyrinops sp . seperti yang dihasilkan banyak di Nusa
Tenggara. Ketika diteliti secara menyeluruh, perdagangan gaharu yang diproduksi secara
alami di Indonesia sejak lama telah menempatkan pijakan lebih lanjut tentang distribusi
spesies-spesies ekologi gaharu.
Pemasaran gaharu yang menandakan sebagai salah satu cara flora dan fauna
menggunakan diatur sesuai dengan Keputusan Pemerintah No 8 tahun 1999 dan Konvensi
Internasional tentang Perdagangan Spesies Terancam Punah Flora dan Fauna (CITES). Oleh
karena itu, penggunaan gaharu pada umumnya harus mengikuti tahapan dan peraturan,
penentuan kuota yaitu, pengadaan dari sifat atau budidaya (pembibitan), transportasi untuk
distribusi domestik maupun untuk distribusi luar negeri / luar negeri.
Pemasaran domestik gaharu dimulai dari kegiatan pengadaan, transportasi, dan distribusi
dalam negeri, sampai akhirnya konsumen. Karena perkembangan teknologi, gaharu yang
diperdagangkan dalam sebagai Indonesia (domestik) saat ini tidak hanya terbatas pada bentuk
pg. 19
chip atau potongan dengan berbagai kelas, tetapi juga sudah berorientasi pada produk-produk
turunannya, seperti minyak, sabun, agen polishing, pemutih- krim, lotion, hio, pengusir
nyamuk, pembersih wajah, dan obat-obatan untuk aroma terapi. Bahkan, sampai kesempatan
ini, ada telah dikembangkan daun dari spesies Aquilaria sp. dan Gyrinops sp. sebagai bahan
untuk minuman teh, karena tinggi anti-oksidan konten dalam daun-daun.
Dilihat dari bisnis / wiraswasta aktor, ada banyak pihak yang terlibat dalam perdagangan
gaharu, baik individu, kelompok, atau institusi. Karena jumlah pelaku usaha, seperti pencari
gaharu dan pedagang mengumpulkan di hulu (hutan atau desa sekitar hutan) yang lebih besar
untuk mereka dari pedagang skala menengah atau besar-besaran yang tinggal di gedung DPR
kabupaten atau provinsi, maka ada sebuah tren di antara mereka untuk menekan atau
menurunkan harga gaharu. Oleh karena itu, fitur pemasaran gaharu Indonesia adalah lebih
cocok dianggap sebagai pasar monopoli, yang berarti pasar dikendalikan oleh pembeli,
karena mereka menentukan harga serta kualitas gaharu.
Pemasaran gaharu dalam negeri terjadi karena hubungan antara pemasok gaharu dan
kota-kota penerima / pusat. Secara tradisional, tempat-tempat melayani sebagai pemasok
gaharu terdiri dari Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa
Tenggara Barat. Tempat-tempat ini, meskipun terletak di bagian barat Indonesia, yang mudah
diakses sehingga membantu diri mereka sebagai pemasok banyak gaharu ke Jakarta. Selain
itu, ditambahkan ke ini, bagian barat Indonesia, seperti Sumatera (termasuk) Riau juga
berfungsi secara signifikan sebagai pemasok gaharu. Hal ini diduga bahwa banyak gaharu
yang diperdagangkan secara ilegal dari Sumatera melalui Riau ke Singapura dan Malaysia.
Beberapa masalah seperti yang sering ditemui di lapangan antara lain kesulitan dalam
menentukan spesies / jenis gaharu, standar dan kualitas, dan dalam menentukan
produk dan perdagangan Gaharu. Pohon yang disengaja pengeboran dan inokulasi inokulum
jamur juga dikenai harga yang sesuai sehingga membawa manfaat bagi kedua belah pihak,
yaitu konsumen dan produsen.
Secara fisik, produk gaharu sulit untuk membedakan didasarkan pada pohon asal-
usulnya. Demikian pula, dari warna dan aroma, juga sulit bagi orang biasa atau para
pedagang dini untuk mengatakan perbedaan antara produk gaharu berbagai. Karena masalah
ini, salah satu gaharu-menghasilkan jenis pohon mungkin menjadi punah dengan cepat, dan
karena spesies seperti seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. filaria, dan Gyrinops
sp. diatur dalam perdagangan mereka dengan konvensi perdagangan internasional, yaitu
CITES, melalui sistem kuota.
pg. 20
Menurut Asgarin (Asosiasi Usaha di Indonesia Gaharu), produk gaharu sebagai
diperdagangkan di luar negeri mengikuti selera konsumen. Gaharu dengan kualitas super
(yaitu Superking, super A dan AB) umumnya dipasarkan ke negara-negara Timur Tengah,
digunakan sebagai bahan untuk upacara keagamaan, wewangian, dan aroma terapi.Sementara
itu, gaharu dengan kualitas menengah dan rendah diekspor lebih ke negara-negara Asia
Selatan, digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan parfum dan untuk upacara ritual di
bentuk seperti hio, makmul, dll
Dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan bahwa konsumen yang diimpor
dari Taiwan gaharu dalam bentuk log. Gaharu di log di mana isinya hanya sedikit digunakan
sebagai ornamen ditempatkan pada sebuah ruangan, yang diberikan sedikit dengan teknologi
ukiran, sehingga memberikan kesan seolah-olah yang mewah dan sangat artistik. Pada
Gambar 17 dapat dilihat beberapa potongan gaharu masih dalam log yang siap untuk
ekspor. Nilai keseluruhan bahwa harga gaharu tidak kurang dari Rp. 600 juta.Selama tiga
tahun terakhir, jumlah kuota dan gaharu dalam realisasi sebagai diekspor disajikan dalam
berikut:
Tabel 3. Klasifikasi Kualitas Gaharu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
No Klasifikasi Kualitar
Kesetaraan dengan standar kualitas pasar
Warna Kandungan damar wangi
aroma (bakar)
A Gubal1 kualitas utama Super hitam merata tinggi kuat2 kualitas I Super AB hitam kecoklatan cukup kuat3 kualitas II Sabah Super hitam kecoklatan sedang cukup kuatB Kemedangan1 kualitas I Tanggung A Coklat kehitaman tinggi cukup kuat2 kualitas II Sabah I Coklat dengan
garis-garis hitamcukup cukup kuat
3 kualitas III Tanggung AB Coklat dengan garis-garis putih tipis
sedang cukup kuat
4 kualitas IV Tanggung C Kecoklatan dengan garis-garis putih tipis
sedang cukup kuat
5 kualitas V Kemedangan I Kecoklatan dengan garis-garis putih lebar
sedang cukup kuat
6 kualitas VI Kemedangan II Putih keabu-abuan dengan garis-garis hitam tipis
kurang tidak cukup kuat
7 kualitas VII Kemedangan III Putih keabu-abuan kurang tidak cukup kuat
C Abu gaharu1 kualitas utama cincangan Hitam tinggi kuat
2 kualitas I sedang sedang3 kualitas II kurang kurang
pg. 21
Penetapan mutu kayu gaharu adalah dengan penilaian terhadap ukuran, warna, bentuk,
keadaan serat, bobot kayu, dan aroma dari kayu gaharu yang diuji. Sedangkan untuk abu
gaharu dengan cara menilai warna dan aroma.
a. Penilaian terhadap ukuran kayu gaharu, adalah dengan cara mengukur panjang, lebar
dan tebal, sesuai dengan syarat mutu.
b. Penilaian terhadap warna kayu dan abu gaharu adalah dengan menilai ketuaan warna,
lebih tua warna kayu, menandakan kandungan damar semakin tinggi.
c. Penilaian terhadap kandungan damar wangi dan aromanya adalah dengan cara
memotong sebagian kecil dari kayu gaharu atau mengambil sejumput abu gaharu,
kemudian membakarnya. Kandungan damar wangi yang tinggi dapat dilihat dari hasil
pembakaran, yaitu kayu atau abu gaharu tersebut meleleh dan mengeluarkan aroma
yang wangi dan kuat.
d. Penilaian terhadap serat kayu gaharu, adalah menilai kerapatan dan kepadatan serat
kayu. Serat kayu yang rapat, padat, halus dan licin, bermutu lebih tinggi dari pada
serat yang jarang dan kasar.
Berdasarkan data dari sumber, Bagian Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kehutanan, pada tahun 2007 hingga 2009, terjadi peningkatan Kuota penawaran gaharu dan
pemenuhan permintaan ekspor gaharu. Namun, kuota ekspor gaharu pada tahun 2007 dari
tiga spesies, yaitu A. Malaccensis, A.filaria dan Gyrinops sp. hanya bisa dipenuhi
oleh spesies A. filaria, sedangkan realisasi ekspor untuk A. Malaccensis tidak bisa
memenuhi jatah yang disediakan. Bahkan untuk Gyrinops sp, realisasi ekspor hanya
bisa memenuhi 30% dari kuotanya yang telah ditentukan.
Di sisi lain pada tahun 2008 realisasi ekspor untuk ketiga spesies tersebut bisa
memenuhi 100% dari kuota yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya, pada tahun
2009 ada peningkatan tajam dalam kuota ekspor untuk A. malaccensis sebanyak hampir enam
(6) kali lipat, bahkan kuota ekspor untuk A. filaria ada peningkatan tujuh (7) kali
lipat. Menurut sumber, situasi ini terjadi karena ditemukan adanya potensi baru misalnya
spesies dari A. filaria di Papua, banyak yang masih terkubur jauh di bawah rawa-rawa di
sana.
pg. 22
6. KONSERVASI
Tanaman atau pohon Aquilaria spp adalah sumber utama gaharu merupakan salahsatu
hasil hutan non-kayu yang paling berharga yang bisa dipanen dari hutan tropis. Pada suatu
kegiatan untuk mengevaluasi dampak pemanenan ini pada populasi gaharu Aquilaria spp di
Indonesiapenebangan pohon, dengan 3192% pohon ditebangi ditemui. Jumlah gaharu didapat
dari setiap penebangan sangat rendah, nilai rata-rata mulai dari 0.100.18 pohon 1 kg
untuk 0.192.13 Tree1 kg untuk gaharu kelas tinggi dan rendah masing-masing.
Dengan nilai demikian dan angka perdagangan gaharu pada awal tahun 1990-an,
menyebabkan perlunya ada pemantauan jumlah pohon Aquilaria spp yang ditebang di
Indonesia setiap tahunnya. Jumlah penebangan yang tadinya hanya 30.000 batang pohon,
menjadi lebih dari 100.000 pohon yang ditebang tergantung tahun.
Pohon Aquilaria sekarang dilindungi di sebagian besar negara dan pengumpulan
gaharu dari hutan alam ini dianggap sebagai kegiatan ilegal. Pada tahun 1994, konvensi
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species / Konvensi Perdagangan
Internasional Spesies Terancam Punah Fauna dan Flora Liar) di Amerika Serikat
mengadakan perjanjian internasional yang diterima oleh 169 negara, dan menetapkan bahwa
pohon gaharu spesies A. malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang
dibatasi perdangannya. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan perdagangan produk-produk
gaharu dari pohon-pohon liar tidak mengancam kelangsungan hidup Aquilaria. Karena
populasi tanaman penghasil gaharu semakin menyusut di alam yang disebabkan para
pengusaha gaharu tidak dapat mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah
mengandung gaharu dan siap dipanen. Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para
pengusaha menebang puluhan pohon yang salah (tidak menghasilkan gaharu) sehingga
jumlah pohon tersebut sangat berkurang.
Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam yaitu
genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi
perdagangannya sehingga perdagangan gaharu harus memiliki izin dari CITES dan dalam
kuota tertentu. Hal ini dilakukan untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat
berkembang dan tersebar dengan baik. Meskipun telah ada upaya ini produk gaharu dari
pohon yang dipotong secara ilegal terus dijual. Selain itu ketidaktahuan konsumen sehingga
pg. 23
selalu membuat permintaan yang justru mendorong untuk menghancurkan pertumbuhan
pohon Aquilaria tua di senjakala keberadaannya.
Sebetulnya apa yang menyebabkan timbulnya gaharu di dalam pertumbuhan dan
perkembangan pohon tua masih belum diketahui dengan pasti. Karena proses pembetukan
gaharu ini merupakan akumulasi dari beberapa zat yang terbentuk selama puluhan tahun.
Selama duabelas tahun terakhir ini sudah ada penelitian untuk meneliti kerjasama Proyek
Rainforest Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk pelestarian hutan
dunia. Penelitian ini mempelajari pembentukan resin di pohon Aquilaria Sp dan Gyrinops Sp
dan menemukan metode untuk memproduksi resin di pohon-pohon tersebut dengan
perlakuan-perlakuan tertentu untuk mempercepat respon pertahanan alami dari pohon. Teknik
ini memungkinkan pohon memproduksi hasil resin yang berkelanjutan dari yang akan
diproduksi di pohon relatif muda. Gaharu merupakan produk hutan bernilai tinggi yang relatif
mudah untuk disimpan. http://www.agarwood.org.vn.
Metode yang baru dikembangkan untuk mengolah gaharu memberikan sebuah
peluang untuk meningkatkan perekonomian, yaitu sebagai komoditas hasil hutan non-kayu
untuk daerah-daerah Asia Tenggara dan daerah tropis lainnya di dunia. Ini merupakan
sumber perekonomian baru di daerah pedesaan dan akan mengentaskan kemiskinan di dunia.
Produksi berkelanjutan gaharu yang tumbuh di perkebunan pohon menghilangkan kebutuhan
untuk memotong pohon-pohon tua di hutan yang diperkirakan mengandung resin dan akan
membantu menyelamatkan pohon yang terancam punah ini dari kepunahan. Metode ini juga
memungkinkan sumber gaharu dibudidayakan sehingga resin aromatik ini dapat dinikmati
oleh seluruh dunia. Gaharu ini pertama kali dibudidayakan dan diproduksi dengan
menggunakan teknologi ini oleh petani di Vietnam, dan sekarang tersedia dan dapat dibeli
dari distributor dan dari internet.
Sebuah penelitian untuk mengamati dan menilai dua populasi Aquilaria spp. dalam
rangka memprediksi dampak dari pola panen yang berbeda pada dinamika populasi dari
spesies. A. malaccensis di Kalimantan Barat dan A microcarpa di Kalimantan Timur masing-
masing, menunjukkan bahwa kedua populasi mandiri dengan tidak adanya panen
Skenario panen yang berbeda menunjukkan bahwa untuk A.malaccensis, ekspansi populasi
akan berlanjut jika panen ditetapkan pada diameter min setinggi dada (dbh) diatas 10 cm,
tapi untuk A. microcarpa, penurunan populasi akan terjadi jika pohon dengan dbh kurang
dari 30 cm dipanen. Mengingat praktek panen saat ini, karenanya tidak mungkin bahwa
gaharu berkelanjutan dipanen saat ini. Hasil ini menunjukkan bahwa perdagangan
gaharu mungkin memiliki dampak besar pada ukuran populasi Aquilaria spp. di
pg. 24
Indonesia, dan implikasi mereka dibahas dalam konteks pengaturan kuota panen untuk
regulasi perdagangan, seperti yang dipersyaratkan oleh CITES.
7. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Gaharu merupakan produk hutan alami yang bernilai tinggi. Karena manfaatnya yang
sangat banyak dalam kehidupan manusia, baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Bahkan
untuk memenuhi permintaan pasar yang terus membludak atas gaharu ini, maka
dikembangkanlah perkebunan budidaya gaharu, dengan teknologi-teknologi tertentu seperti
in vitro dan kultur jaringan, untuk pengembangannya dan mereproduksi kayu gaharu. Akan
tetapi, sebenarnya hingga saat ini proses pembentukan gaharu secara alami belum diketahui
benar secara pasti. Hal ini disebabkan karena proses tersebut membutuhkan waktu hingga
berpuluh-puluh tahun, dan terjadi akumulasi zat-zat yang terbentuk dalam kayu pohon hingga
terbentuk resin yang mengeluarkan aroma yang harum. Di sisi lain, eksploitasi besar-besaran
pohon gaharu ini, menyebabkan gaharu sulit ditemui lagi di hutan-hutan alami. Karena itu,
gaharu kini menjadi produk hutan non-kayu yang dilindungi dalam konservasi hutan.
Sementara itu, salah satu kesulitan dalam pemanfaatan gaharu ini adalah menentukan
mutu gaharu yang bernilai rendah atau tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan gaharu di
seluruh dunia, maka pemerintah Indonesia menyusun suatu baku mutu gaharu Indonesia
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini menjadi panduan bagi para pelaku
perdagangan gaharu, agar terjadi kesepakatan pemahaman dalam segala transaksi antara
permintaan dan penawaran gaharu.
pg. 25
DAFTAR PUSTAKAAswoko, G., & Taqyuddin. (n.d.). Gaharu. Retrieved Desember 2011, from Wahana Gaharu: file:///C:/Users/user/Documents/Bahan%20GAHARU/tahun-gaharu-indonesia-2009.html
Blanchette, R. A. (2006). file:///C:/Users/user/Documents/Bahan%20GAHARU/agarwood.htm. Retrieved December 2011, from file:///C:/Users/user/Documents/Bahan%20GAHARU/agarwood.htm
Gaharu. (n.d.). Retrieved Desember 2011, from Wikipedia: file:///C:/Users/user/Documents/Bahan%20GAHARU/Gaharu%20wikipedia.htm
Gaharu. (n.d.). Retrieved Desember 2011, from Standar Nasional Indonesia: file:///C:/Users/user/Documents/Bahan%20GAHARU/gaharu.htm
Narullah. (2009, February 17). matanews.com. Retrieved December 2011, from matanews.com: file:///C:/Users/user/Documents/Bahan%20GAHARU/Budidaya%20Gaharu.htm
Prayitno, J. (n.d.). Kultur Jaringan Gaharu .
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan. (2011). Fragrant Wood Gaharu: When the Wild Can No Longer Provide. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
(2003). Review of Significant Trade Aquilaria malaccensis.
Soehartono, T., & Newton, A. (2001). Conservation and Sustainable use of Tropical Trees in the Genus Aquilaria II. The Impact of Gaharu Harvesting in Indonesia. Biological Conservation (2001) Volume: 97, Issue: 1 , 29-41.
Soehartono, T., & Newton, A. (2001). Reproductive Ecology of Aquilaria spp. in Indonesia. Forest Ecology and Management (2001 )Volume: 152, Issue: 1-3 , 59-71.
pg. 26