Top Banner
LAPORAN KASUS GAGAL INDUKSI Penyusun: Ami Hestiani 08310351 Pembimbing: dr. H. Gunawan Budi Santoso, Sp.OG (K) Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Embung Fatimah Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
61

Gagal Induksi

Dec 23, 2015

Download

Documents

Gunazar Gesang

asd
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Gagal Induksi

LAPORAN KASUS

GAGAL INDUKSI

Penyusun:

Ami Hestiani

08310351

Pembimbing:

dr. H. Gunawan Budi Santoso, Sp.OG (K)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan

RSUD Embung Fatimah

Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

2014

Page 2: Gagal Induksi

BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H

Umur : 24 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Batak

Agama : Kristen

Alamat Rumah : KAV. Sei Lekop

Tgl.Masuk RS : 19 november 2014, pukul 13.45

No.CM : 108493

II. DATA DASAR

a. Keluhan Utama :

Pasien G1P0A0 hamil 42 minggu datang dari poli KIA untuk rencana

induksi

b. Keluhan Tambahan :

Keluar air dari kemaluan sejak ± 14 jam sebelum datang ke RS,

keluhan ini disertai keluar darah dan lendir tetapi tidak disertai perut

yang terasa kencang-kencang

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien G1P0A0, hamil 42 minggu datang kiriman dari poli untuk

rencana induksi dengan keluhan, keluar air dari kemaluan sejak ± 14

Page 3: Gagal Induksi

jam sebelum datang ke RS, keluhan ini disertai keluar darah dan lendir

tetapi tidak disertai perut yang terasa kencang-kencang, sebelum

datang ke RSUD pasien sempat memeriksakan kandungannya kebidan

dilakukan pemeriksaan dengan hasil TD : 130/80, DJJ 158 x/menit

teratur. His Jarang. VT: pembukaan 1 cm, portio tebal lunak, ketuban

(+) , UUK belum jelas,

HPHT : 28 Februari 2014

TP : 5 November 2014

d. Riwayat Haid :

- Menarche : usia 13 tahun.

- Siklus : 28 hari, teratur.

- Lamanya : 5-7 hari

- Nyeri haid : tidak ada.

- Banyaknya : 3 kali ganti pembalut per hari.

e. Riwayat KB :

- Pasien tidak pernah menggunakan KB baik itu KB suntik

maupun PIL

f. Riwayat Pernikahan :

- Menikah 1 kali dengan suami yang sekarang selama 2 tahun.

g. Riwayat Obstetri :

- Ini kehamilan pertama pasien

- Abortus (-)

Page 4: Gagal Induksi

h. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi : Disangkal

- Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

- Riwayat Asma : Disangkal

- Riwayat Alergi : Disangkal

i. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Hipertensi : Ayah dan Ibu

- Riwayat Diabetes Melitus : Ayah

- Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

- Riwayat Asma : Disangkal

- Riwayat Alergi : Disangkal

j. Catatan Penting Selama Asuhan Antenatal

ANC di bidan, kontrol kehamilan sejak usia kehamilan 10

minggu. Setiap bulan sekali sampai usia kehamilan 31 minggu. Setelah

usia kehamilan 32 minggu, pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu

sekali.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis:

KU: CM

- Tekanan darah : 120/80 mmHg, lengan kanan, berbaring

- Frekuensi nadi : 80x/menit, reguler, kuat

Page 5: Gagal Induksi

- Pernapasan : 20 x/menit, reguler

- Suhu : 36,1 0C, aksiler, afebris

- Berat Badan : 62 kg

Status Generalis

Kepala

Bentuk kepala : Normosefali, tidak ada deformitas

Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris, deformitas (-)

Mata : Kelopak oedem (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-), pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya

tak langsung +/+

Telinga : Normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan

mastoid (-), sekret (-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-),

mukosa hiperemis (-)

Bibir : Simetris (-), sianotik (-), mukosa lembab

Mulut : Tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula ditengah,

oral higiene baik

Leher

Bentuk : Simetris, normal

KGB : Tidak teraba membesar

Trakhea : Lurus di tengah

Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar

Thoraks

Dinding dada : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Paru – paru

Inspeksi : Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan

ekspirasi.

Palpasi : Gerakan dada simetris, tidak ada hemitoraks tertinggal, vokal

fremitus kedua hemithoraks sama, krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : tidak dilakukan

Page 6: Gagal Induksi

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, tidak ada tanda radang

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm sebelah medial garis

midklavikularis kiri

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : tampak buncit, tidak tampak tanda radang, linea nigra (+), striae

alba (+), teraba supel, defans muskuler -/-, nyeri tekan -/-, nyeri lepas -/-,

bising usus (+) 3 kali/menit.

Ekstermitas : akral hangat pada ujung- ujung jari tangan dan kaki, oedem

tungkai +/+

Status obstetrikus

- Pemeriksaan Luar

Pemeriksaan luar

Inspeksi : tampak perut buncit

Palpasi :

Leopold 1 : TFU 33 cm, teraba bulat , lunak dan tidak melenting

Leopold 2 : kiri : teraba bagian rata, keras seperti papan

kanan : teraba bagian kecil-kecil

Leopold 3 : teraba bagian bulat, keras dan melenting

Leopold 4 : bagian terbawah janin belum masuk pintu atas

panggul

Pemeriksaan dalam

Vaginal Toucher: pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, arah posterior, ketuban

(+), kepala Hodge I.

Page 7: Gagal Induksi

Taksiran berat janin : (33 cm – 13) x 155 = 3100 gram

Pelvik Score : - dilatasi serviks 1-2 cm (skor 1)

- portio 31 – 50 % (skor 1)

- kepala bayi - 3 (skor 0)

- konsistensi serviks lunak (skor 2)

- posisi posterior (skor 0)

Total : 4 (<5)

Auskultasi :

Denyut jantung janin 156 kali/ menit, teratur

KESAN

- Hamil 42 minggu berdasarkan taksiran HPHT, belum ada

tanda-tanda inpartu sehingga direncanakan induksi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Laboratorium (19/11/2014)

Hemoglobin : 11,5 mg/dl ( Normal: 11,0 – 16,5 )

Leukosit : 14.500 /mm2 (normal : 3500-10.000)

Trombosit : 314.000 /mm2 ( Normal: 150 – 500 ribu/mm2)

Hematokrit : 34 % ( Normal : 35 – 47%)

Bleeding time : 2 menit

Clotting time : 9 menit

- USG (tanggal 19 November 2014)

- Janin tunggal, hidup, lengkap

- Presentasi kepala

Page 8: Gagal Induksi

- Plasenta letak normal

- Ketuban mulai berkurang, kelamin laki-laki

V. DIAGNOSIS

G1P1A0 Gr 42 minggu + janin tunggal intrauterine + Gagal Induksi

VI. RENCANA PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnosis:

- Rencana Diagnostik

- CTG

- Observasi DJJ tiap jam

- Observasi His (+)/(-) tiap jam

- Observasi tanda-tanda vital tiap jam

- Observasi tanda-tanda inpartu

Rencana Terapi:

- Induksi : Oxytocin 5 IU dalam Dextrose 5 % (10 tpm) – 40 tpm

- Observasi tanda-tanda inpartu, persalinan dengan partus biasa.

Rencana Pendidikan:

- Memberitahukan kepada pasien dan keluarganya tentang keadaan pasien

dan rencana pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya

- Memberitahu kepada pasien dan keluarga rencana pentalaksanaan dan

resiko yang mungkin akan dihadapi.

VII. PROGNOSIS

Page 9: Gagal Induksi

Ibu : bonam.

Janin : ad bonam

PERKEMBANGAN SOAP

Tanggal 20 -11 -2014,

pkl. 07.30 WIB

S : Pasien masuk dengan G1 P0 A0, hamil 42 minggu, dikirim dari

Poliklinik pro induksi dengan keluhan keluar air dari kemaluan,

keluhan ini disertai keluar darah dan lendir tetapi tidak disertai perut

yang terasa kencang-kencang

O : KU baik, kesadaran komposmentis

TD 100/ 70 mmHg Nadi 104 kali/ menit Suhu 36,10 C

Nafas 22 kali/ menit DJJ 158 kali/ menit, teratur

VT pembukaan 1 cm, portio tebal, kaku, ketuban (+), kepala hodge I

A : Ibu G1 P0 A0, inpartu kala 1 fase laten. Janin tunggal, hidup,

presentasi kepala

P : - Induksi dengan syntocinon 5 IU + D5 % 500 cc (8 tetes/ menit

selama 24 jam) untuk pematangan

- Observasi tanda-tanda inpartu

- Observasi tanda-tanda vital tiap jam

- Diet nasi biasa 1700 kalori

Tanggal 20 November 2014, pukul 11.00 WIB

S : perut terasa kencang

Page 10: Gagal Induksi

O : KU baik, komposmentis

TD 100/70 mmHg Nadi 84 kali/ menit

Suhu 36,50 C Nafas 24 kali/ menit

VT pembukaan 1 cm, portio tebal, kaku, ketuban (+), kepala hodge I

A : Ibu G1 P0 A0, inpartu kala 1 fase laten, gagal induksi

P : - Motivasi pasien dan keluarga untuk dilakukan seksio sesarea

- Menjelaskan penatalaksanaan berikutnya dan kemungkinan

resiko yang dihadapi (Inform Consent)

- Operasi Seksio Sesarea

LAPORAN OPERASI

D/ pre-op : G1P0A0 Gr 42 minggu + janin hidup tunggal intrauterine

D/ post-op : P1A0 + Post SC SCTP a/i KPD+Gagal Induksi.

1. Pasien terlentang di meja operasi dengan spinal anestesi.

2. Dilakukan pemasangan DC.

3. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada lapangan operasi.

4. Insisi Pfannensteil ± 12 cm, dibuka lapis demi lapis sampai peritoneum

terbuka.

5. Terlihat uterus gravida aterm dengan cairan intra peritoneum, cairan di

suction.

6. Dibuat irisan semilunar pada plika vesika uterina, kemudian vesika

disisihkan ke bawah

7. Segmen bawah uterus disayat semilunar, dilebarkan ke samping secara

tumpul

8. Selaput ketuban dipecahkan, keluar cairan ketuban yang jernih

Page 11: Gagal Induksi

9. Kepala bayi diluksir bayi lahir pada pukul 14.50 WIB, jenis kelamin

perempuan, BBL : 3100 gr, PBL : 52 cm, A/S : 8/9, anus (+), cacat (-),

HR 148 x/menit, RR 40x/menit, Suhu 37,1 0C, pernafasan cuping

hidung (-), retraksi dada (-), pergerakan bayi aktif, warna ketuban

jernih, plasenta lahir lengkap

10. Plasenta dilahirkan secara manual, cavum uteri dibersihkan.

11. Segmen bawah uterus dijahit dua lapis. Dilakukan reperitoniasi kedua

tuba dan ovarium (terlihat normal).

12. Rongga abdomen dibersihkan. Diperiksa sekali lagi untuk meyakinkan

tidak ada perdarahan.

13. Luka perut ditutup kembali lapis demi lapis. Luka operasi ditutup,

operasi selesai.

Follow up post partum

Tanggal 20-11-2014,

pkl. 16:30 WIB

S : nyeri post op (+), mobilisasi (-), ASI (-), makan (-), minum (-), BAK on

DC, BAB (-), flatus (-)

O : abdomen

Inspeksi : buncit (-)

Palpasi : TFU 2 jari dibawah pusat

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus ( - )

A : Post SC

P : R. Dx/ : - Observasi TTV

Page 12: Gagal Induksi

- Mobilisasi bertahap.

- Motivasi

- Diet TKTP

- Infus RL 20 tpm + 2 ampul oksitosin /24 jam

- inj ceftriaxone 2 x 1 gr iv

- inj vit c 2 x 1 amp iv

- inj neurobion 1 x 1 amp

- Ciprofloxacin tablet 3 x 500 mg

- Sangobion tab 1 x 1

- Asam mefenamat tab 3 x 1

- Ketoprofen supp 3 x 1 mg

VIII. Resume

Pasien berusia 24 tahun G1 P0 A0 hamil 42 minggu berdasarkan HPHT

28 Februari 2014 dikirim dari poliklinik dengan rencana untuk induksi. Pasien

membawa surat rujukan dari bidan. Pasien juga mengeluhkan keluar air darah

bercampur lendir sejak 14 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

status generalis dalam batas normal, status obstetrikus, Inspeksi : tampak perut

buncit, Palpasi : TFU 33 cm, teraba bulat , lunak dan tidak melenting, kiri :

teraba bagian rata, keras seperti papan, kanan : teraba bagian kecil-kecil,

dibawah teraba bagian bulat, keras dan melenting belum masuk pintu atas

panggul

Hasil USG tanggal 20 November 2014; Janin tunggal, hidup, lengkap

dengan presentasi kepala dan plasenta letak normal, ketuban mulai berkurang,

dan kelamin laki-laki. Pasien diinduksi tanggal 20 November 2014 pukul

Page 13: Gagal Induksi

07.30 WIB dengan Oxytocin 5 IU dalam D5 % 10 tpm – 40 tpm. Setelah

diobservasi selama 7 jam tetapi tidak ada perkembangan, dilakukan seksio

sesarea. Bayi dilahirkan pada pukul 14.50 WIB, jenis kelamin perempuan,

BBL : 3100 gr, PBL : 52 cm, A/S : 8/9, anus (+), cacat (-), HR 148 x/menit,

RR 40x/menit, Suhu 37,1 0C, pernafasan cuping hidung (-), retraksi dada (-),

pergerakan bayi aktif, warna ketuban jernih, plasenta lahir lengkap.. Kondisi

ibu setelah persalinan baik dengan hemodinamik stabil.

XII. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetri dan pemeriksaan

penunjang sangat berperan dalam menentukan diagnosis sehingga

perlu dilakukan dengan lebih teliti.

2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap pasien sehingga indikasi suatu

tindakan dapat diperjelas.

3. Monitoring post operasi diperketat.

Page 14: Gagal Induksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KEHAMILAN POST TERM

A. Definisi

Kehamilan serotinus atau kehamilan post term adalah kehamilan yang

berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama

haid terahir menurut rumus neagle dan siklus haid rata 28 hari. Kehamilan post

term memiliki pengaruh terhadap janinnya, walau masih dalam perdebatan tetapi

kehamilan post term memiliki hubungan terhadap perkembangan hingga kematian

janin. Ada janin yang lebih dari 42 minggu berat badannya terus bertambah, dan

ada yang tidak bertambah dan lahir dengan berat badan kurang dari semestinya,

atau meninggal di dalam rahim karena kekuangan oksigen dan makanan.

B. Konsep Kehamilan

Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin.

Lama kehamilan normal adalah 280 hari atau 40 minggu atau 9 bulan 7 hari,

dihitung dari hari pertama haid terakhir .Kehamilan matur (cukup bulan)

berlangsung kira-kira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu

(300hari). Kehamilan berlangsung antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan

premature, sedangkan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan post matur atau

serotinus.

Page 15: Gagal Induksi

C. Etiologi

Penyebab kehamilan post term sampai saat ini belum diketahui secara

jelas, namun beberapa teori kehamilan dapat menjelaskan tentang kehamilan

post term seperti pengaruh progesteron, teori oksitosin, teori kortisol, teori

syaraf uterus, dan herediter akan tetapi tidak ada yang dianggap mutlak benar

dari teori-tersebut.

faktor yang diduga berperan juga adalah rendahnya kadar kortisol pada

darah janin, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.

D. Patofisiologi

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak

menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan

kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan

pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian

dalam rahim, dimana terjadi perubahan-perubahan pada faktor fisiologi yaitu

disfungsi placenta. Yang terjadi pada placenta diantara lain adalah kalsifikasi

yang ditimbulkan karena penimbunan kalsium, selaput vakulosinsial menjadi

tambah tebal dan jumlah nya berkurang, terjadi proses degenerasi placenta, dan

perubahan biokimia pada placenta.

Fungsi placenta mencapai puncak pada umur 38 minggu, dan mulai menurun

sejak umur kehamilan 42 minggu. Rendahnya fungsi placenta berkaitan dengan

peningkatan kejadian gawat janin sebesar 3 kali lipat. Akibat penuaan placenta

membuat pasokan makanan dan oksigen menjadi berkurang disamping adanya

spasme arteri spiralis. Sirkulasi uretoplasenter berkurang 50%, dan mempengaruhi

beberapa hal, diantaranya :

Page 16: Gagal Induksi

Berat janin : kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan pasokan dari

placenta berkurang karena insufisiensi placenta sehingga berat janin berkurang

tetapi juga dapat menyebabkan bayi terus tumbuh jika placenta masih baik,

sehingga dapat menghasilkan bayi besar.

Sindroma postmatur : ditemui pada bayi dengan post matur adalah gejala-gejala

gangguan pertumbuahan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas, kuku

panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lugano,

maserasi kulit terutama di lipat paha dan genital, warna coklat kehijauan pada

kulit , muka tampak menderita dan rambut yang sudah tebal. Tidak semua bayi

menunjukan gejala tersebut, tergantung dari fungsi plasenta. Menurut derajatnya

ada 3 stadium :

Stadium 1 : kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,

rapuh dan mudah mengelupas

Stadium 2 : gejala diatas disertai pewarnaan kehijauan muconium pada kulit

Stadium 3 : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.

E. Gejala dan Tanda

Tanda dan gejala tidak terlalu dirasakan, hanya dilihat dari tuanya

kehamilan. Biasanya terjadi pada masyarakat di pedesaan yang lupa akan hari

pertama haid terakhir. Bila tanggal hari pertama haid terakhir di catat dan diketahui

wanita hamil, diagnosis tidak sukar, namun bila wanita hamil lupa atau tidak tahu,

hal ini akan sukar memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan USG dilakukan untuk

memeriksa ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban, umur

kehamilan melewati 294 hari/ genap 42 minggu palpasi bagian – bagian janin lebih

Page 17: Gagal Induksi

jelas karena berkurangnya air ketuban. Kemungkinan dijumpai abnormalitas detak

jantung janin, dengan pemeriksaan auskultasi maupun kardiotokografi (KTG). Air

ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui

dengan pemeriksaan USG.

F. Diagnosis

Dalam menegakan diagnosis pada kehamilan post term sebenarnya cukup sulit,

karena pada diagnosis kasus ini harus ditegakan berdasarkan umur kehamilan,

bukan terhadap kondisi kehamilan, maka menentukan umur kehamilan harus dapat

dipastikan karena dalam beberapa kasus, kesalahan dalam mendiagnosis kehamilan

post term adalah karena kesalahan dalam perhitungan kehamilan. Untuk

mendiagnosis kehamilan post term dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. Riwayat haid

Harus ditentukan dengan pasti riwayat HPHT nya, lalu siklus haid yang teratur,

dan tidak minum pil KB dalam 3 bulan terakhir ini.

b. Riwayat pemeriksaan antenatal

Dilihat dari tes kehamilannya,

Gerak janin biasanya dirasakan dalam 18-20 minggu. Pada primigravida biasanya

dirasakan pada 18 minggu, sedangkan pada multigravida dirasakan pada umur

kehamilan 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan umur kehamilan adalah

pada primigavida mulai gerak janin ditambah 22 minggu, sedangkan pada

multigravida ditambahan 24 minggu dari awal garak janin.

Pemeriksaan DJJ : DJJ dapat di dengar dengan stetoskop leanec pada kehanmilan

18-20 minggu, sedangkan dengan dopler dapat didengarkan 10-12 minggu.

c. Pemeriksaan TFU

Page 18: Gagal Induksi

Jika umur kehamilan lebih dari 20 minggu umur kehamilan dapat diperkirakan

secara kasar.

d. Pemeriksaan USG

Dengan USG dapat diperkirakan umur kehamilan dengan menukur diameter

biparietal dan panjang femur.

Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah

menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko

kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat dilakukan:

1. Tes tanpa tekanan (non stress test).

Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan

oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8%

menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan

yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan

berhubungan dengan keadaan postmatur.

2. Gerakan janin.

Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/ 20

menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/ 20

menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban

secara kualitatif dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan gambaran

banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan

telah terjadi kehamilan lewat waktu.

3. Pemeriksaan sitologik air ketuban : diambil dengan amniosentesis baik

transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban dipulas dengan sulfat biru

nil, terlihat sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.

Bila melebihi 10 % kehamilan di atas 36 minggu

Page 19: Gagal Induksi

Bila melebihi 50 % kehamilan di atas 39 minggu

4. Amnioskopi.

Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin

masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan

mengalami resiko 33% asfiksia.

5. Kematian janin

Disebabkan oleh makrosomnia yang dapat menyebabkan distosia, insufisiensi

placenta yang berakibat pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion,

hiposia dan kelarnya muconium dan terjadi aspirasi.

Pengaruh pada ibu

Morbiditas ibu karena makrosomnia bayi yang dilahirkan sehingga terjadi

distosia persalian, partus lama, meningkatkan tindakan obstetric yang

traumatis.

G. Komplikasi

Kematian janin terhadap kehamilan post teram adalah 30%sebelum persalinan,

55% dalam persalinan, dan 15% setelah persalinan, komplikasi yang terjadi

pada kehamilan serotinus yaitu:

(1) Komplikasi pada Ibu: Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat

menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan

postpartum.

Page 20: Gagal Induksi

(2)   Komplikasi pada Janin: Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat

badan janin bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi

kematian janin dalam kandungan.

H. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan

yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama

(sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28

minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan

memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7

bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada

bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar

usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.

Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan

merupakan perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat

tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah

hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam

seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Ny.X jatuh pada 2 Januari 1999.

Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah

61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat

ini 9 minggu.

Page 21: Gagal Induksi

I. Penatalaksanaan

Kehamilan lewat waktu

Non Stres Test

Non Reaktif

Reaktif

O. C. T

( - ) ( + )

Nilai Pelvik

SC

< 4 > 4

Induksi kateter His tidak Induksi oksitosin Foley 24 jam adekuat Amniotomi Ф 4 cm

Gawat janin His adekuat Kemajuan persalinan dlm 12 jamTdk memuaskan atau gawat janin

SC SC

Partus Pervaginam

KPD

I. Defenisi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban Pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan

ber1angsung.1

Page 22: Gagal Induksi

I.1 Etiologi

Insiden ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten,

polihidramnion, malpresentasi janin (letak sungsang dan lintang), kehamilan ganda,

atau infeksi vagina/serviks (vaginosis bacterial, klamidia, gonore, streptokokus grub

B). Hubungan yang signifikan juga telah ditemukan antara keletihan karena bekerja

dan peningkatan risiko ketuban pecah dini sebelum cukup bulan diantara nulipara.

Kemungkinan komplikasi akibat ketuban pecah dini antara lain persalinan dan

pelahiran premature, infeksi intrauteri, dan kompresi tali pusat akibat prolaps tali

pusat atau oligohidramnion.2

1. Serviks inkompeten

Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, servik

yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari peningkatan

aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan instrinsik uterus sehingga

menyebabkan ketuban pecah. Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa

nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai

prolapsus mebran amnion lewat servik dan penonjolan membrane tersebut kedalam

vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin

imatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif

rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap

kehamilan.3

Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya pada servik,

khususnya pada tindakan dilatasi, kauteterisasi, kuretasi.3 Pada kasus yang lain

perkembangan servik yang abnormal termasuk penggunaan preparat diebstilbestrol in

utero turot memainkan peranan. Dilatasi servik yang menjadi ciri khas keadaan ini

jarang terlihat menonjol sebelum minggu ke 16 kehamilan karena hasil konsepsi pada

umur kehamilan tersebut belum cukup besar untuk menimbulkan pendataran dan

dilatasi servik, kecuali terjadi kontraksi uterus dan nyeri. Penanganannya dengan

pelaksanaan penjahitan benang melingkar untuk menguatkan servik, namun harus

ditunda sampai sesudah kehamilan berusia 14 minggu. Factor resiko pada ketuban

pecah dini pada servik inkompeten adalah 25%.3

2. Polihidramnion

Hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban

melebihi 2000cc. Penambahan air ketuban ini bisa mendariak dalam beberapa hari

Page 23: Gagal Induksi

disebut hidramnion akut, atau secara perlahan-lahan disebut hidramnion kronis.

Insidennya berkisar antar 1:62 dan 1:754 persalinan, tetapi bentuk yang menyebabkan

gangguan lebih jarang (1:1000 persalinan). Hidramnion yang disertai dengan kelainan

konginital, terutama dari susunan saraf sentral dan traktus gastrointestinal, cukup

tinggi. Di samping itu, sering ditemukan pada kehamilan ganda dan beberapa

penyakit ibu seperti diabetes mellitus, preeklampsia.4

Sampai sekarang etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa

hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban

terganggu atau kedua-¬duanya. Diriuga air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di

samping itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada anensefalus. Air

ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah

satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian

dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban

akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus atau

tumor-tumor plasenta.4 Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim

meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya.3

3. Malpresentasi janin

Malpresentasi janin atau kelainan letak janin dapat membuat ketuban bagian yang

terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominant yaitu letak sungsang

dan bokong. Persalinan pada letak sungsang merupakan kontroversi karena

komplikasinya tidak dapat diriuga sebelumnya, terutama pada persalinan kepala bayi.

Sebab terjadinya letak sungsang adalah terdapat plasenta previa, keadaan janin yang

menyebabkan letak sungsang (makrosemia, hidrosefalus, anensefalus), keadaan air

ketuban (oligohidramnion, hidramnion), keadaan kehamilan (kehamilan ganda,

kehamilan lebih dari dua), keadaan uterus (uterus arkuatus), keadaan dinding

abdomen, keadaan tali pusat (pendek, terdapat lilitan tali pusat pada leher). Kejadian

letak lintang tidak terlalu banyak hanya sekitar 0,5% kehamilan. Penyebab letak

lintang dari sudut maternal (panggul sempit, multipara, kehamilan ganda,

hidramnion/oligohidramnion, tumor pada daerah pelvis).5

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan

dalam uterus. Pada kehamilan <32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak

sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa, dan demikian janin dapat

menempatkan diri dalam letak sungsang/letak lintang. Pada kehamilan trimester akhir

Page 24: Gagal Induksi

janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karena bokong

dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa

untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada

dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. Letak sungsang dapat

memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban

pecah sebelum waktunya.3

4. Kehamilan Ganda (gamelli)

Kehamilan ganda adalah kehamilan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat

memberikan resiko yang lebih tinggi baik bagi janin maupun ibu. Oleh karena itu,

dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan hamil yang

intensif. Frekuensi kehamilan kembar mengikuti rumus dari Hellin, yaitu 1.89 untuk

hamil kembar, triplet 1 :892 – dan kuadruplet 1.893. Factor yang dapat meningkatkan

kemungkinan hamil kembar adalah factor ras, keturunan, umur, dan paritas. Factor

resiko ketuban pecah dini pada kembar dua 50% dan kembar tiga 90%.5 Hamil ganda

dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput

ketuban pecah sebelum waktunya.3

5. Infeksi vagina/serviks

Di Amerika Serikat 0,5% – 7% wanita hamil didapatkan menderita gonorea.

Meningkatnya kasus gonore dalam kehamilan setara dengan peningkatan kejadian

ketuban pecah dini dalam kehamilan, korioamnionitis, dan terjadinya sepsis pada

neonatus..4

Infeksi Clamidydia trachomatis merupakan penyebab akibat hubungan seksual

yang kejadiannya semakin tinggi, kejadian infeksi ini pada serviks wanita hamil yaitu

2-37%. Beberapa penelitian menunjukkan berbagai masalah meningkatnya risiko

kehamilan dan persalinan pada ibu dengan infeksi ini. Misalnya dapat menimbulkan

abortus, kematian janin, persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, ketuban

pecah sebelum waktunya serta endometritis postabortus maupun postpartum.4

Penyakit bacterial vagionosis (BV) dahulu dikenal dengan sebagai vaginitis

nonspesifik atau vaginitis yang disebabkan oleh Haemophilus/ Gardnerella vaginalis.

Dalam kehamilan, penelitian membuktikan bahwa BV merupakan salah sate factor

pecahnya selaput ketuban pada kehamilan dan persalinan premature.4

Streptokokus grup B (GBS) adalah bakteri gram positif betahemolitikus yang

umumnya ditemukan dalam saluran cena. Diperkirakan 10 – 30% wanita hamil

Page 25: Gagal Induksi

memiliki penyakit GBS pada vaginan dan rectum. GBS dapat menyebabkan

korioamnionitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, dan hal itu

miliki kaitan dengan persalinan premature dan dengan pecah ketuban dini pada

persalinan premature.2

I.2 Kriteria Diagnosis

Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dari

anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan

yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga

diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut.riwayat pengeluaran cairan dalam

jumlah mendariak atau sedikit pervaginam. Anamnesa pasien dengan KPD merasa

basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih,

keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba

dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi.

Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.

Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. Untuk menegakkan diagnosis

dapat diambil pemeriksaan inspekulo. Inspekulo untuk pengambilan cairan pada

vorniks posterior dilakukan pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru/sifat

basa, fern tes cairan amnion, kemungkinan infeksi. Pemeriksaan USG untuk mencari

aktivitas janin, pengukuran BB janin, detak jantung janin, kelainan congenital.

I.3 Penilaian Klinik

Data ini diperlukan untuk menegakkan diagnosis:2

1) Riwayat

a) Jumlah cairan yang hilang, pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan

cairan yang besar diikuti keluarnya cairan yang terus menerus.

b) Wama cairan: cairan anmion dapat jernih atau keruh, jika bercampur

mekonium, cairan akan berwama kuning atau hijau.

c) Bau cairan, cairan amnion memiliki ban apek yang khas, yang

membedakannya dengan urin

d) Hubungan seksual terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat disalah

artikan sebagai cairan amnion.

1. Pemeriksaan fisik: lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan

amnion.

Page 26: Gagal Induksi

2. Pemeriksaan speculum stern

a) Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genetalia eksternal

b) Lihat servik untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium

c) Jika anda tidak melihat adanya cairan, minta ibu untuk mengejan (perasat

Valvasa)

d) Observasi cairan yang keluar.

4. Uji laboratorium

a) Uji pakis positif: pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus

(arborizatiaon), pada kaca objek mikroskop yang disebabkan keberadaan

natrium klorida dan protein dalam cairan amnion.

b) Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna murtard-emas yang sensitive

terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan

bahan bersifat basa.

c) Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B.

I.4 Pemeriksaan Penunjang

Penegakan diagnosa ketuban pecah dini diperlukan pemeriksaan penunjang, yaitu3

a) Pemeriksaan leukosit darah : Bila jumlah leukosit > 15.000/mm2 mungkin

sudah terjadi infeksi

b) Pemeriksaan ultraviolet : Membantu dalam penentuan usia kehamilan, letak

anak, berat janin, letak plasenta, serta jumlah air ketuban.

c) Nilai bunyi jantung dengan cardiografi : Bila ada infeksi urin, suhu tubuh ibu

dan bunyi jantung janin akan meningkat.

I.5 Penyulit ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan

ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Salah satu

fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan

ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode

laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan

selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi dalam rahim.

Di samping itu ketuban pecah dini yang disertai kelainan letak akan mempersulit

Page 27: Gagal Induksi

pertolongan persalinan yang dilakukan ditempat dengan fasilitas yang belum

memadai.1

I.6 Penatalaksanaan ketuban pecah dini

Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan,

adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan:

A) Konserpatif

1. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu

maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.

2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisisn bila tidak tahan

ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.

3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih

keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss

negatif bed deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan

janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.

5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan

tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.

6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, bed antibiotik dan lakukan

induksi.\

7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).

8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu

kematangan pare janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan

spingomielin tap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal

selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

B) Aktif

A. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.

Dapat pula diberikan misoprostol 50,xg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4

kali

B. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan

diakhiri :

a) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi.

Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea

Page 28: Gagal Induksi

b) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

Prinsip Penatalaksanaan KPD adalah :1

1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru

sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat

2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu

sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas

3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan

berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga

kematangan paru janin dapat terjamin.

4. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin

cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan

kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan

5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga

terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan

pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan

janinnya.

6. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia

biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan

pemeriksaan kematangan paru.

7. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-24

jam bila tidak terjadi his spontan

II. Definisi Cephalopelvic Disproportion (CPD)

Keadaan yang menggambarkan ketidaksesuian antara kepala janin dan panggul

ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.6

II.1 Pembagia pangul sempit.

1. Kesempitan pintu atas panggul ( pelvic inlet)

a) Pembagian tinggkatan panggul sempit:

Tingkat I : C.V.=9-10 cm = borderline

Tingkat II : C.V.=9-8 cm = relative

Tingkat II : C.V.=6-8 cm = ekstrim

Page 29: Gagal Induksi

Tingkat IV : C.V.= 6 cm = mutlat (absolute)

b) Pembagian menurut tindakan:

C.V. = 11 cm…………….partus biasa

C.V.= 8-9 cm……………partus percobaan

C.V.= 6-8 cm……………S.C primer

C.V =6 cm……………….S.C mutlak (absolute)

Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter

tranversal kurang dari 12 cm. Karena yang biasanya diukur adalah

conjunggata diagonalis (C.D).Maka inlet dianggap sempit bila C.D

kurang dari 11,5 cm

2. Kesempitan midpelvis

Terjadi bila :

a) Diameter interspinarum 9 cm

b) Kalau diameter tranversa ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior

kurang dari 13,5 cm

Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan rontngen pelvimetri.

Dengan pelvimetri klinik, hanya dapat dipikirkan kemungkinan kesempitan

midpelvis, kalau:

Spina menonjol, partus akan tertahan, disebut midpelvic arrest

Side walls konvergen

Ada kemempitan outlet

Midpelvis contraction dapat member kesulitan sewaktu partus sesudah kepala

melewati pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya merupakan

kontraindikasi untuk forcep karena daun forcep akan menambah sempitnya

ruangan.

3. Kesempitan outlet

Adalah bila diameter tranversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15

cm. kesempitan outlet, meskipun bisa tidak menghalangi lahirnya janin,

namun dapat menyebabkan perineal rupture yang hebat, karena arcus pubis

sempit sehingga kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.

Page 30: Gagal Induksi

II.3 Kriteria Diagnosis

Kita perlu memikirkan kemungkinan panggul sempit, diantaranya :

1.) Pada primipara, kepala anak belum turun setelah minggu ke 36

2.) Pada primipara ada perut yang menggantung

3.) Pada multipara, persalianan yang dulu –dulu sempit

4.) Ada kelainan letak pada hamil tua

5.) Terdapat kelaianan bentuk ibu ( cebol, skoliosis)

A. Anamnesis

Kepala tidak masuk p.a.p dan ada riwayat kesalahan letak (LLi, letak

bokong),partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan ditolong

dengan alat- alat (ekstraksi vacuum atau forsep) dan operasi.

B. Inspeksi

Ibu kelihatan pendek ruas tulang tulangnya atau ada skoliosis, kifosis, dan lain-

lain. Kelainan panggul luar (rachitis, dan sebagaimana) kalau kepala terdepan belum

masuk p.a.p kelaian kontur seperti kepala menonjol diatas simfisis.

C. Palpasi

Kepala tidak masuk p.a.p atau masih goyang dan terdapat tanda dari Osborn, yaitu

kepala didorong kearah p.a.p dengan satu tangan di atas simpisis pubis sedang tangan

yang lainnya mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol.

D. Pelvimetri Klinis

Untuk menentukan sempit atau tidaknya panggul yang kelak berpengaruh dalam

proses persalinan dengan pelvimetri klinis

1) Pemeriksaan panggul luar : apakah ukurannya kurang dari normal

2) Pemeriksaan dalam VT : apakah promontorium terpa , lalu diukur C.D dan

C.V : linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica dll

Page 31: Gagal Induksi

E. Rontgen Pelvimetri

Dari foto dapat ditentukan ukuran –ukuran C.V;C.O = apakah kurang dari

normalC.T; serta imbang kepala panggul.

II.4 Mekanisme Persalinan

Bila pinggul sempit dalam ukuran muka belakng dan C.V kurang dari 9 cm.

maka diameter ini tidak dapat dilalui oleh diameter biparietalis dari janin yang cukup

Gambar 1.1

Gambar 1.2

Page 32: Gagal Induksi

bulan. Maka dari itu kalu kepala turun biasanya terjadi defleksisehingga yang

melewati d.anteroposterioradalah diameter bitemporalis.

Jadi panggul sempit sering ditemukan letak defleksi. Karena panggul sempit

maka persalianan berlangsung lama, karena adanya obstrusksi pada:

1) KALA I : Kepala tidak masuk p.a.p maka pembukaan

berlangsung lama dan besar kemungkinan ketuban pecah

sebelum waktunya. Setelah ketuban pecah, maka kepala tidak

bisa menekan serviks kecuali kalau his kuar sekali sehingga

terjadi moulage yang hebat pada kepal. Jalannya pembukaan

dapat menentukan prognosa. Bila pembukaan lancar, biak, bila

lambat, maka besar kemungkinan janin tidak dapat melewati

panggul.

2) KALA II : Menjadi lama karena diperlukan waktu untuk

turunnya kepala dan untuk moulage.

II.5 Penanganan Cephalopelvic Disproportion

1. Partus percobaan

Partus percobaan adalah percobaan untuk melakukan persalinan per

vaginam pada wanita- wanita dengan panggul relative sempit. Partus

percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala. Partus percobaan

dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat

keyakinan bahwa persalianan tidak dapat berlangsung per vaginam atau stelah

anak lahir per vaginam. Partus per vaginam dikatakan berhasil jika anak lahir

per vaginam secara spontan atau dibantu oleh ekstraksi (forsep atau vakum)

dan anak serta ibu dalam keadaan baik.

Kita hentiakan partus percobaan jika :

a) Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya

b) Keadaan ibu dan anak kurang baik

c) Adanya lingkaran retraksi yang patologis

d) Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah walaupun his cukup baik

dan dilakukukan pimpinan persalinan yang baik, bagian kepala dengan

diameter terbesar dalam 1 jam tetap tidak mau melewati pintu atas panggul

e) Forsep atau vakum gagal.

Page 33: Gagal Induksi

Dalam keadaan – keadaan tersebut, dilakukan seksio sesar, jika seksiso sesar

dialakukan pada saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi sebab- sebab

yang menetap ( partus percobaan lengkap dan gagal), pada persalianan

berikutnya tidak ada gunanya untuk melahirkan persaliana percobaan lagi.

2. Seksio sesarea

Seksio sesarea elektif dilakukanpada kesempitan panggulberat dengan

kehamilan aterm, atau cephalopelvic disproportion yang nyata, seksio juga

dapat dilakukan pada kesempitan panggul rungan apabila ada komplikasi

seperti primigravida tua dan kalainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki.

Seksio sesarea sekunder (sesudah persaliana beberapa waktu) dilakukan

karena persalinan percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk

menyelesaikan persalianan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per

vaginam belum terpenuhi. Bila seksio sesarea dilakukan pada saat perbukaan

lengkap atas indikasi ibu atau anak yang kurang baik ( partus prcobaan belum

lengkap / gagal) persalina percobaan yang sipersingkat dapat dicoba lagi pada

prsalinan berikutnya. Dalam hal ini, pempinan persalinan berikutnya

mengikuti protocol yang berlaku bagi persalina pada bekas seksio sesaria.

II.6 Komplikasi

A. Saat persalinan

1) Persalinan berlangsung lama

2) Sering dijumpai ketuban pecah dini

3) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah,sering tali

pusat menumbung

4) Maulage kepala berlangsung lama

5) Sering terjadi insersi uteri sekunder

6) Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inersi

uteri primer

7) Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartial

8) Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan

lunak menyebabkan edema dan hematom jalan lahir yang kelak

dapat menjadi nekrotik dan terjadinya fistula

B. Pada anak

Page 34: Gagal Induksi

1) Infeksi intrapartial

2) Kematian janin intrapartial

3) Prolaps funikuli

4) Perdarahan intracranial

5) Kaput suksadenum dan sefalo-hematom yang besar

6) Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena

moulage yang hebat dan lama

INDUKSI PERSALINAN

Definisi

Induksi persalinan adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang

belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal untuk merangsang timbulnya

kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan.

Metode Induksi Persalinan

1. Medisinal;

- Infus oksitosin

- Prostaglandin

- Cairan hipertonik intrauterin

Yang banyak digunakan saat ini adalah pemberian infus oksitosin.

2. Manipulatif/ operatif;

- Amniotomi

- Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim

- Pemakaian rangsangan listrik

- Rangsangan pada puting susu

Page 35: Gagal Induksi

Indikasi

Indikasi Janin : - Kehamilan lewat waktu

- Ketuban Pecah Dini

- Janin mati

Indikasi Ibu : - Kehamilan dengan hipertensi

- Kehamilan 37 minggu dengan Diabetes Melitus

- Penyakit ginjal berat

- Hidramnion yang besar

- Primigravida tua

Kontra Indikasi

1. Malposisi dan malpresentasi janin

2. Insufisiensi plasenta

3. Disproporsi sefalopelvik

4. Cacat rahim

5. Grande multipara

6. Gemelli

7. Distensi rahim yang berlebihan

8. Plasenta previa

Syarat-syarat pemberian infus oksitosin

1. Kehamilan aterm

2. Ukuran panggul normal

3. Tidak ada CPD

4. Janin dalam presentasi kepala

Page 36: Gagal Induksi

5. Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan sudah

mulai membuka

6. Bishop score > 8 (kemungkinan besar induksi berhasil)

Skor 0 1 2 3

Pembukaan serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran serviks 0-30 % 40-50 % 60-70 % 80 %

Penurunan kepala diukur

dari bidang Hodge III

-3 -2 -1 +1 +2

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Ke

belakang

Searah sumbu

jalan lahir

Ke arah

depan

Komplikasi Infus Oksitosin

- Tetania uteri, ruptur uteri

- Gawat janin

Cara pemberian oksitosin drip:

- Kandung kemih dikosongkan

- Oksitosin 5 IU dimasukkan ke dalam dextrose 5 % 500 cc dimulai dengan 8

tetes per menit

- Kecepatan dapat dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai tetes maksimal 60 tetes/

menit

- Pasien harus diobservasi ketat

Page 37: Gagal Induksi

- Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar tetesan

dipertahankan sampai persalinan selesai. Bila kontraksi rahim sangat kuat,

jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.

- Bila dalam pemberian oksitosin ditemukan penyulit pada ibu atau janin, infus

oksitosin harus dihentikan dan kehamilan diselesaikan dengan seksio sesarea.

-

BAB 111

PEMBAHASAN

TEORI KASUS

Pasien merasa basah pada vagina.

Mengeluarkan cairan banyak tiba

-tiba dari jalan lahir.

Warna cairan diperhatikan.

Belum ada pengeluaran lendir

darah dan berbau khas

His belum teratur atau belum ada.

Belum ada pengeluaran lendir

darah.

Pasien datang dengan keluhan

keluar air-air dari jalan lahir

Riwayat keluar air dari jalan lahir

sejak 14 jam sebelum masuk

rumah sakit.

Keluar darah dan lendir.

Perut tidak terasa kencang-

kencang.

TEORI KASUS

Tanda-tanda infeksi:

Suhu ibu >38o C

Nadi cepat

Tidak ada tanda-tanda infeksi:

Suhu ibu 36,8o C

Nadi 82 kali / menit

TEORI KASUS

Page 38: Gagal Induksi

Pemeriksaan dengan spekulum tampak keluar cairan dari OUE

Tampak cairan keluar dari vagina Cairan yang keluar diperiksa

warna, bau dan pHnya Air ketuban yang keruh dan

berbau menunjukkan infeksi

Tidak dilakukan pemeriksaan

dengan spekulum.

Riwayat keluar air

Cairan jernih, pH diperiksa

dengan kertas Lakmus

TEORI KASUS

Pemeriksaan dalam dilakukan :

Seminimal mungkin untuk

mencegah infeksi.

KPD sudah dalam persalinan.

KPD yang dilakukan induksi

persalinan.

Selaput ketuban negatif.

Pemeriksaan dalam dilakukan :

Saat pertama kali datang.

Untuk memantau kemajuan

persalinan.

Selaput ketuban tidak dapat

dievaluasi

TEORI KASUS

Pemeriksaan leukosit untuk

mengetahui tanda-tanda infeksi

USG untuk melihat jumlah cairan

ketuban dalam kavum uteri

CTG

1. Terdapat paling sedikit 2 kali

gerakan janin dalam waktu 20

menit pemeriksaan yang disertai

adanya akselerasi paling sedikit

10-15 dpm,

2. Frekuensi dasar (baseline) denyut

jantung janin diluar gerakan janin

antara 120-160 kali/menit dan

Pada pasien ini dilakukan USG

didapatkan hasil

1. Janin tunggal, hidup, lengkap

2. Presentasi kepala

3. Plasenta letak normal

4. Ketuban mulai berkurang

Pemeriksaan CTG

1. Denyut jantung janin 156 kali/

menit, teratur

Page 39: Gagal Induksi

3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.

TEORI KASUS

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu

Bila bishop score < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.

Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Pasien diberikan injeksi antibiotik Ceftriaxone 2 x 1gr

Dilakukan induksi dengan drip oksitosin sesuai protap.

Bishop score pasien yaitu 5

TEORI KASUS

Induksi oksitosin 5 unit dalam

500cc RL dimulai dengan 8 tpm

dinaikan 4 tpm setiap 15 menit

hingga tetesan maksimal 40 tpm

Bila, sudah di induksi  dengan

Infus Drip 3x tapi tetap tidak ada

kemajuan, dikatakan induksi

gagal

Induksi oksitosin dilakukan

hingga tetesan maksimal 40tpm

Dilakukan drip oksitosin 5 unit

Tidak terdapat kemajuan

pembukaan

KESIMPULAN

• Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. H yang berusia 24 tahun datang

ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air

• Diagnosis G1P1A0 Gr 42 minggu + janin tunggal intrauterine + Gagal Induksi

Page 40: Gagal Induksi

• Pada pasien ini dilakukan induksi persalinan dengan drip oksitosin tetapi tidak

berhasil sehingga terjadi kegagalan induksi persalinan sehingga dilakukan

section caesaria

• Diagnosis akhir pada pasien ini adalah

• Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini

sudah tepat dan sesuai dengan teori

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar. Sinopsis Obstetri, Obsteri Fisologi dan Patologi, jilid 1&2. Jakarta :

EGC, 1998.

2. Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan edisi ke3. Jakarta : FKUI, 2003

3. Wiknjosastro. Ilmu Bedah Kebidanan edisi ke3. Jakarta : FKUI, 2003

Page 41: Gagal Induksi

4. Pernoll, Martin L. Late Pregnancy Complications. Dalam Current Obstetric &

Gynecologic Diagnosis & Treatment. Edition 8. International Edition. United

States of America : Appleton and Lange, 1994