Top Banner
112

Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

Aug 06, 2015

Download

Documents


Buku ini lebih merupakan catatan keprihatinan atas banyak hal dan kejadian yang menjadi potret buruk status kesehatan di Pulau Madura, khususnya di Kabupaten Sampang. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) menempatkan semua (empat) kabupaten di Pulau Madura sebagai Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Dalam catatan, hal ini sudah sangat biasa, bahwa empat kabupaten di Madura selalu, baik bergantian maupun bersama-sama, menempati posisi bawah pemeringkatan status kesehatan dilihat dari sisi manapun di Propinsi Jawa Timur. Faktor budaya Madura yang seringkali dipakai sebagai kambing hitam atas kondisi ini, meski dibantah keras oleh aktor kebijakan lokal. Buku ini merupakan dokumentasi salah satu rangkaian catatan ‘Diskusi Senin Pagi’ yang dilakukan oleh penulis di laman jejaring sosial Facebook. Penulis mencoba membawa ‘masalah kesehatan’, khususnya ‘kebijakan kesehatan’ menjadi ranah publik yang lebih populer. Hal ini lebih didasari pada keprihatinan bahwa bidang kesehatan lebih menjadi ‘mainstream’ pemerintah daripada menjadi milik masyarakat! Buku ini banyak mencatat permasalahan kesehatan aktual di Madura, khususnya Kabupaten Sampang. Mencoba memetakan setiap permasalahan tersebut, mencoba menawarkan solusi, sekaligus pada akhirnya mencatat juga geliat perubahan yang sedang terjadi, dan masih terus terjadi pada saat buku ini diterbitkan. Pada akhirnya buku menyisakan harapan masyarakat di Madura bisa terbebas dari tirani keterpurukannya, sekaligus bisa menjadi potret dan bahkan model pemberdayaan bagi daerah lainnya. Sungguh penulis berharap banyak untuk itu!
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono
Page 2: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

i

Gado-gado ala SAMPANG! Serial Diskusi Masalah Kesehatan

AGUNG DWI LAKSONO

Diterbitkan oleh;

PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176

Telp. +6231-3528748, Fax. +6231-3528749

Page 3: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

ii

Gado-gado ala SAMPANG! Serial Diskusi Masalah Kesehatan

Penulis:

Agung Dwi Laksono

©Agung Dwi Laksono

Cetakan Pertama –Januari 2013

Penata Letak – ADdesign

Desain Sampul – ADdesign

ISBN: 978-602-235-222-8

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

Page 4: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

iii

PengantarPengantarPengantarPengantar

Puji Tuhan akhirnya buku ‘Gado-gado ala SAMPANG!’

yang merupakan seri ke-lima ‘Serial Diskusi Masalah

Kesehatan’ dapat diselesaikan.

Buku ini lebih merupakan catatan keprihatinan atas

banyak hal dan kejadian yang menjadi potret buruk

status kesehatan di Pulau Madura, khususnya di

Kabupaten Sampang.

Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)

menempatkan semua (empat) kabupaten di Pulau

Madura sebagai Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK).

Dalam catatan, hal ini sudah sangat biasa, bahwa

empat kabupaten di Madura selalu, baik bergantian

maupun bersama-sama, menempati posisi bawah

pemeringkatan status kesehatan dilihat dari sisi

manapun di Propinsi Jawa Timur. Faktor budaya

Madura yang seringkali dipakai sebagai kambing hitam

atas kondisi ini, meski dibantah keras oleh aktor

kebijakan lokal.

Buku ini merupakan dokumentasi salah satu rangkaian

catatan ‘Diskusi Senin Pagi’ yang dilakukan oleh penulis

di laman jejaring sosial Facebook. Penulis mencoba

Page 5: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

iv

membawa ‘masalah kesehatan’, khususnya ‘kebijakan

kesehatan’ menjadi ranah publik yang lebih populer.

Hal ini lebih didasari pada keprihatinan bahwa bidang

kesehatan lebih menjadi ‘mainstream’ pemerintah

daripada menjadi milik masyarakat!

Buku ini banyak mencatat permasalahan kesehatan

aktual di Madura, khususnya Kabupaten Sampang.

Mencoba memetakan setiap permasalahan tersebut,

mencoba menawarkan solusi, sekaligus pada akhirnya

mencatat juga geliat perubahan yang sedang terjadi,

dan masih terus terjadi pada saat buku ini diterbitkan.

Pada akhirnya buku menyisakan harapan masyarakat di

Madura bisa terbebas dari tirani keterpurukannya,

sekaligus bisa menjadi potret dan bahkan model

pemberdayaan bagi daerah lainnya. Sungguh penulis

berharap banyak untuk itu!

Saran dan kritik membangun tetap ditunggu.

Salam facebooker!

Surabaya, Januari 2013

Pusat Humaniora

Page 6: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

v

Daftar IsiDaftar IsiDaftar IsiDaftar Isi

Pengantar Penulis iii

Daftar Isi v

� Maduraku Sayang, Maduraku Malang 1

� Generasi Liliput di Madura 17

� Persalinan di Rumah Dukun,

Kenapa Tidak??? 29

� Positioning Dukun Bayi 45

� Bagaimana Menggunakan IPKM? 61

� Gado-gado ala Sampang! 71

Page 7: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

vi

Page 8: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

vii

“Ini tugas berat, tentu saja!

but thats why we are all here to help initiating those

dialogs!”

-Husni Muadz-

Page 9: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

viii

Page 10: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

1

Maduraku Sayang, Maduraku Malang

Surabaya, 19 Maret 2012

Dear all,

Diskusi kali ini kita coba bedah status kesehatan dengan

spasial, yaitu dalam kaitannya dengan geografis dan

administratif.

Sederhana saja, kita bedah angka empat kabupaten

yang berada di Pulau Madura Propinsi Jawa Timur.

***

Empat kabupaten yang berada di Pulau Madura

menempati lima besar peringkat Indeks Pembangunan

Kesehatan Masyarakat (IPKM) paling bawah di Jawa

Timur bersama Kabupaten Probolinggo.

Page 11: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

2

Berita seperti ini tidaklah mengejutkan, karena empat

kabupaten di Pulau Madura (Bangkalan, Sampang,

Pamekasan dan Sumenep) sudah terlalu seringi

menempati posisi bontot dalam peringkat status

kesehatan di Jawa Timur.

Apa gerangan yang membuat kondisi Madura selalu

tertinggal seperti ini?

Peran serta masyarakat?

Sekarang mari kita lihat partisipasi masyarakat yang

memiliki balita dalam upaya menimbang balitanya...

Page 12: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

3

Page 13: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

4

Saya sungguh sesak melihat kenyataan pada gambar

tersebut, partisipasi rumah tangga di Pulau Madura

dalam upaya menimbangkan balitanya hanya mencapai

27,34% paling tinggi. Angka ini masih jauh dari rata-rata

nasional yang sebenarnya juga tidak terlalu tinggi, hanya

mencapai 57,19% dari seluruh rumah tangga yang

memiliki balita.

Sekarang kita coba bedah partisipasi masyarakat dalam

upaya lainnya, imunisasi balita yang dilakukan secara

lengkap. Definisi operasional imunisasi lengkap dalam

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 adalah BCG, DPT

minimal 3 kali, Polio minimal 3 kali, Hepatitis B minimal

3 kali, Campak, menurut pengakuan atau catatan

KMS/KIA.

Sungguh sangat layak kita menjadi prihatin dengan

kondisi seperti gambar terpapar di atas. Pencapaian

terbesar dari empat kabupaten yang ada di Pulau

Madura hanya mencapai 20,39%, itupun hanya di

Kabupaten Bangkalan, tiga kabupaten sisanya tak bisa

melebihi angka 10%.

Rata-rata nasional untuk imunisasi lengkap pada balita

adalah sebesar 46,2%. sedang di Propinsi Jawa Timur

sesungguhnya justru lebih tinggi dari rata-rata nasional,

meski tipis saja, yaitu 46,7%.

Pada tahun yang sama, menurut data Badan Pusat

Statistik jumlah penduduk miskin di ke-empat

kabupetan tersebut cukup tinggi, semuanya di atas 30%.

Page 14: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

5

Lengkapnya adalah Kabupaten Bangkalan mempunyai

penduduk miskin sebesar 31,56%, Kabupaten Sampang

sebesar 39,42%, Kabupaten Pamekasan sebesar 32,43%,

dan Kabupaten Sumenep sebesar 32,98%.

Pada saat yang sama rata-rata nasional jumlah

penduduk miskin berada pada kisaran 20,48%, sedang

rata-rata Jawa Timur mencapai 19,64%

Saya rasa kita cukupkan paparan data pagi ini. Data

partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan anak

sudah cukup menasbihkan bahwa ada sesuatu kondisi

yang berbeda di Pulau Madura yang mem-buatnya jauh

tertinggal dibanding saudara-saudaranya di Jawa Timur.

Apakah ada masalah sosial spesifik disana?

Apakah kemiskinan berkontribusi besar terhadap

partisipasi?

atau... ada kendala budaya di dalamnya?

let's discuss!

-ADL-

Page 15: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

6

D I S K U S I

Rofi Mubasyiroh Budaya "cuek" terhadap kebutuhan

kesehatan,dlm hal ini kesh anak. Seperti yg dikatakan

seorang pemimpin kesh salah satu kab,jgn langsung

menuding masy kita,mereka cuek mgkin karena

"pemerintah kesehatan" blm maksimal menanamkan

pengetahuan pentingnya masalah kesh anak.

Budi Aji Ya jelas "multi-determinant"... tapi kita juga

jangan terus-terusan blame the victim alias yang

disalahkan masyarakat melulu. saya pengen cermati

faktor struktural, pernahkah model kinerja pelayanan

kesehatan (terutama puskesmas) fokus kearah

performance based. Misal kalau puskesmas kinerjanya

bagus (capaian indikatornya bagus) maka akan

memperoleh tambahan insentif "carrot", baik "in cash"

maupun "in kind", periode berikutnya terus yang tidak

baik ya dapat "stick". Jadi kinerja bisa terukur dan

kompetisi performance antar puskesmas juga berjalan.

Yun Astuti Nugroho Sepertinya untuk dapat

meningkatkan capaian-capaian tersebut harus dengan

pendekatan dari sisi budaya dan tradisi panutan. Sebagai

contoh kalau Jakarta warga Betawi tahun 70-an sangat

sulit untuk mau menyekolahkan anaknya tapi dengan

Page 16: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

7

adanya bukti bahwa pendidikan akan lebih

menyejahterakan mereka maka sekarang sudah banyak

yang berpendidikan tinggi. Selamat mas Agung

Hanny Denny Niat dakwah, menehi1 contoh hidup bersih

dan sehat... ojo menehi contoh sing aneh2. koyo

selebritis dai...!

Agung Dwi Laksono yup! saya merasa kita tidak bisa

memakai pendekatan yang generik seperti yang sudah

berlangsung selama ini.

Bahwa kabupaten-kabupaten di Pulau Madura

membentuk cluster (kelompok) tersendiri yang menge-

lompok dalam status kesehatan merupakan evidence

yang tidak bisa kita pungkiri. Ada faktor ‘lain’ di luar

bidang kesehatan yang harus dan perlu dilakukan

intervensi.

Tumijan Skm Jadi ingat Pak Prayoga (dosen tamu mata

kuliah epidemiologi/dari Litbang) beliau bilang tidak

berani melaksanakan proyek/program di Madura

dengan biaya berapa pun, karena masyarakat di sana

tidak percaya pemerintah. jadi betul kata Pak Budi Aji :

Multi determinant, baik dari provider maupun

masyarakat.

1 ‘memberi’; bahasa Jawa

2 ‘jangan memberi contoh yang aneh’; bahasa Jawa

Page 17: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

8

Agung Dwi Laksono dan lalu... nyerah?

Yun Astuti Nugroho Nyerah ya enggaklah. Mas, PDBK

kan dikasih waktu 5 tahun. Saran saya usulan

penelitiannya jangan standar usulan penelitian biasa.

Harus berani menyelam lebih dalam ke kantong

permasalahan setiap kabupaten. Suwun

Rachmat Hargono Wah semua saran kok bagus semua

yha, tapi marilah jangan sekedar berteori, manfatkan

semua ilmu yang kita punyai (baik dari sekolah maupun

pengalaman-pengalaman yang didapat) untuk

membangun Madura. Senyampang PHK2PM (Pusat

Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat) berada di Surabaya (termasuk pak Agung-

nya), tidakkah tergerak untuk sementara konsentrasi di

Madura supaya Madura bisa mengejar keting-

galannya...? Mulai mendalami akar permasalahan

sampai membantu mengembangkan sumberdaya yang

ada.

Sutopo Patria Jati IPKM yang rendah di 4 kabupaten

tersebut dilihat dari patern-nya sama nggak ya?

terutama dari 11 variabel yang termasuk indikator

mutlak. Selanjutnya mungkin dicrosskan yang

diprioritaskan di renstra+renja mereka. Apa sinkron

dengan situasi IPKM tersebut. Jika belum sinkron

Page 18: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

9

minimal itu yang perlu di advokasikan ke mereka pak.

Sorry mungkin masih terlalu normatif ya...

Agung Dwi Laksono polanya hampir sama di 4

kabupaten tersebut. Saat ini yang menyadari posisinya

dan menggeliat baru Kabupaten Sampang. dengan

gerakan massifnya baru sampai pada tahap mengenali

masalah. Kita tunggu proses penanganannya. Mungkin

bro Maman Firmansyah bisa menambahkan evidence

saat ini...

Andrei Ramani Pertama kali ke Madura pada tahun

2003 (bantuin pre-survey WSLIC II). Salah satu aspek

kultural yang saya peroleh adalah ungkapan "Bapak,

Bebuk, Guru, Ratoh"3 - Kepatuhan/penghormatan pada

bapak-ibu (orang tua), guru (diwakili ustadz/kiai), ratu

(pemerintahan). Jika melihat fakta di lapangan,

masyarakat Madura tidak serta merta akan "patuh"

pada Pemerintah karena mereka (masyarakat) juga

menggunakan secondary opinion (opini ke-dua/lainnya)

yaitu para kiai dan ustadz setempat yang jadi panutan.

Jika pemerintah bilang "hijau" tapi Kiai bilang "merah"

maka masyarakat juga akan bilang "merah". Melihat

hasil diatas jangan-jangan metode pelaksanaan

program/kegiatan yang dilakukan kurang tepat? Atau

3 ‘bapak, ibu, guru, ratu’; bahasa Madura

Page 19: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

10

bisa juga dicross-check dengan program-program lain,

misalnya pendidikan, ekonomi, pembangunan, dan

lainnya, dalam artian apakah fenomena yang sama

(capaian rendah) juga berlaku untuk program-program

lainnya.

Andrei Ramani out of topic, untuk update IPM Jatim

2010 - 3 kabupaten terendah yaitu: Kabupaten Sampang

59,58 - Kabupaten Bondowoso & Kab Probolinggo

memiliki IPM sama besar 62,79

Rifmi Utami Cuman pengen nangis melihat kenyataan

ini...

Haruskah aku tetap "bangga" menjadi orang madura??

Banyak hal yang harus dilakukan. Memulai dari diri

sendiri rasanya tidak cukup

Tell me what can I do in order to never loose hope??

Andrei Ramani @Bu Rifmi : Never loose hope... itu

katanya Pak Dahlan Iskan. Fenomena kesehatan di

Madura menunjukkan bahwa masalah kesehatan di

Madura (mungkin) terkait erat dengan nilai-nilai lokal.

Jatim terdiri dari beberapa rumpun budaya besar:

Mataraman (Madiun ke barat & sekitar) - Jawa Timur-an

(Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Malang, Mojokerto, dll) -

Pesisiran - Madura (Pulau Madura & Madura swasta

tapal kuda) - Mandalungan - Osing. Mungkin selama ini

Page 20: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

11

aspek budaya sedikit kurang diperhatikan dalam

implementasi program-program pembangunan.

Tumijan Skm Bu Rifmi@ tidak sendiri Bu teman

seangkatan saya ada 2 orang (Laili & Sohibi, tapi di

Pamekasan atau sampang saya lupa) ayo semangat

Agung Dwi Laksono ehh... saya orang madura dong!

*ngaku

Dendhy Riskiawan kayaknya pemuda Madura kudu

punya cita-cita untuk bisa keluar Madura, minimal

merantau, dan setelah dapat ilmu baru kembali ke

Madura untuk membangun negerinya, sayangnya

kebanyakan yang udah pinter-pinter malah ogah-ogahan

kembali ke Sampang.

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Dah lengkap ....sila

bergerak Pusat 4....

Ilham Akhsanu Ridlo Cerdaskan mereka!

N J Firdausi Prasetyo Komplek sekali menghadapi

masalah kesehatan di Madura. Seperti yang saya tahu di

desa saya saat merekap grafik kunjungan posyandu di

desa saya ternyata adakalanya melonjak sekali dan

adakalanya turun sangat drastis. Setelah saya tanyakan

itu terjadi karena banyak hal terutama terkait dengan

kondisi cuaca, musim tanam dan musim panen. Mereka

Page 21: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

12

akan malas ke Posyandu saat musim hujan, saat tanam

padi atau tembakau kunjungan ke Posyandu juga akan

rendah begitu pula saat musim panen. Nahh...

kunjungan Posyandu juga akan naik drastis saat ada

pembagian gratis. Seperti yang saya tahu kunjungan

Posyandu kunjungan Posyandu di salah satu dusun

meningkat drastis pada saat ada pembagian susu gratis

dari program PNPM Mandiri. Seperti itu disana,

khususnya di desa saya. Balita gizi buruk juga masih

cukup banyak.

N J Firdausi Prasetyo banyak hal yang menyebabkan

pemuda Madura malas kembali ke tanah air kami itu,

mengambil pelajaran dari kakak kelas sesama SKM saat

ini yang sudah kembali ke Madura malah tidak

mendapat tempat sebagai tenaga kesehatan. Saat ini

malah jadi tenaga kerja di bank. Karena banyak hal

secara birokrasi yang rusak disana, khususnya dalam

sistem penerimaan pegawai negeri. Itu sudah menjadi

rahasia umum.

Rifmi Utami Pragmatisme yang terjadi dimana-mana.

Semboyan badha pakan badha pakon4 itu sudah

membumi dan mendarah daging. Huuuhhh, miriiiiis....!!!

4 ‘peribahasa Madura yang secara artian sama dengan peribahasa Jawa

jer basuki mawa bea, yang secara bebas dapat diartikan bahwa bila mau

hidup mulia ya ada biayanya’.

Page 22: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

13

Seperti memberantas korupsi, susah sekali menyelesai-

kannya. Kecuali jika semuanya "satu visi", dan itu tak

semudah membalikkan telapak tangan...

Riffa Hany perlu ada strategi khusus menangani madura,

jangan disamakan dengan masyarakat Jawa Timur yang

lain karena maybe ekonominya, sosial kultur, standar

pendi-dikannya beda. Kalau diinget budaya Madura yang

keras, perlu pendekatan "HALUS" dari orang yang

paham Madura. Cari cara gak umum saja supaya

program berhasil kalau perlu yang nekat tapi suksesss.

Piye....., setuju tow ????

Anni Haryati Di Lumajang, masyarakatku banyak juga

yang Madura. Saya rasa tidak semua seperti yang

dipaparkan di atas itu. Di sini seperti ada dua bagian

yang ekstrem, satu gampang didekati dan mudah

mengerti dan mudah menerima hal baru yang memang

nalar, dengan senang hati mereka lakukan (ibaratnya :

kepalapun rela saya berikan). Nhaaaa.. satunya lagi

bener-bener angot5, berrraaat! diambil dibawahnya gak

mau ngerti, diambil diatasnya.."gelut piye??6" deew...

yang ini ada hal apa yang membuat sudut 180 derajat.

Rasanya "PENDIDIKAN" yang harus segera dilakukan...

5 ‘sulit’; bahasa Jawa

6 ‘bagaimana bila berantem??’; bahasa Jawa

Page 23: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

14

Puskesmas Tamberu Barat Keadaan seperti inilah

Madura jauh tertinggal IPKMnya, apalagi nanti bulan

april BBM akan naik tambah bagaimana Madura ini.

Mari kawan semua majukan Madura IPKMnya, terutama

tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Kita

sebagai petugas kesehatan berkomitmen memajukan

Madura.

Agung Dwi Laksono bila seluruh orang kesehatan se-

Pulau Madura dikerahkan pun tidak akan bisa mengatasi

seluruh masalah kesehatan. Sangat-sangat perlu

menggerakkan semua elemen masyarakat. Lingkaran

setan kesakitan, kemiskinan dan kebodohan

membuktikan sinergi menjadi sangat penting untuk

dilakukan.

Rifmi Utami yuup betul! Kita-kita bergerak tanpa

masyarakatnya berdaya, it's non sense! Kalau di

daerahku (Sumenep) pentingnya advokasi kepada wakil

rakyat dan para penentu kebijakan yang non kesehatan

sangat perlu didahulukan, mengingat jumlah anggaran

kesehatan masih dianaktirikan...

Aku merindukan adanya kesadaran bahwa "sehat" itu

penting, penting bagi semua... masyarakat, wakil rakyat,

eksekutif kesehatan dan non kesehatan... dan tentu kita

para pelaku kesehatan sendiri...

Page 24: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

15

Rachmad Pg Jadi ingat tetang pengembangan capacity

building kepada para eksekutif agar mereka mampu

mengadvokasi ke jajaran legislatif dan stakeholder yang

lain (ulama, toma dll).

Kira-kira bagamana ya situasi/gambaran para eksekutif

dan legislatifnya, pemahaman dan wawasannya? Saya

masih percaya kunci penggerak pembangunan daerah

masih sekitar pihak-pihak tersebut, meski tanpa

menafikkan konsep parti-sipatif masyarakat.

Mungkin bisa diurai satu persatu dulu mas, dengan data

yang tersaji diatas, bagaimana situasi atas pihak-pihak

tersebut. Semoga bukan jadi benang kusut, kalaupun

sudah jadi benang kusut, ya harus tetep diurai.

Semangat buat para S.KM di Madura!!! SKM buat

Madura, juga bagian dari republik ini.

Nur Munawaroh tapi Madura jagoan lho untuk penyakit

KUSTA, sampe bisa jadi penyumbang terbesar di

Indonesia.

Page 25: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

16

Page 26: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

17

Generasi Liliput di Madura

Santika_Jogja, 02 April 2012

Dear all,

Kali ini saya masih menurutkan rasa prihatin dan

kepenasaran saya pada pulau dimana seperempat raga

saya berasal, Pulau Madura!

Pulau yang terdiri dari empat kabupaten, yang status

kesehatan berdasarkan IPKM (Indeks Pembangunan

Kesehatan Masyarakat) keempat-empatnya menduduki

lima besar rangking 'terbawah' di Jawa Timur. Pulau

yang ternyata menyimpan bom waktu yang sedemikian

besar.

Coba perhatikan paparan grafik berikut...

Page 27: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

18

Batang gray yang lebih terang merupakan persentase

status gizi balita berdasarkan tinggi badan per umur

(TB/U), yang di keempat kabupaten tersebut melebihi

40%. Sedang yang berwarna lebih gelap (sebelah kanan)

merupakan status gizi balita berdasarkan berat badan

per umur (BB/U).

Bila digabungkan, ada beban ganda (double burden)

yang kesemuanya melebihi 60%.

Saya merasa sangat tidak salah bila merasa miris dengan

kondisi ini.

Grafik berikutnya merupakan gambaran status gizi balita

berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB)

Page 28: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

19

Tetap saja sebuah masalah yang tersaji. Di semua

kabupaten kejadiannya melebihi angka 20%.

Bagaimana bisa seperti ini???

Sepertinya status gizi para balita ini bukanlah prioritas

bagi hampir seluruh komponen di Pulau Madura.

Bukan ngawur bila saya berani menyimpulkan seperti

ini.

Dari seluruh balita yang ada di Pulau Madura realitasnya

lebih dari 70%nya tidak ditimbang berat badannya

selama enam bulan terakhir.

Page 29: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

20

Artinya bahwa, lebih dari 70% balita di Pulau Madura

tidak melakukan kontak dengan Posyandu dan juga

pelayanan kesehatan lainnya selama enam bulan

terakhir.

Lalu bagaimana saya tidak menyimpulkan bahwa

mereka, balita itu, bukan sebuah prioritas???

saya sungguh berharap ada local wisdom yang mampu

diberdayakan untuk mengatasi masalah ini.

-ADL-

Page 30: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

21

Keterangan;

� Indikataur TB/U menggambarkan status gizi yang

sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari

keadaan yang berlangsung lama seperti

kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat,

sering menderita penyakit secara berulang karena

higiene dan sanitasi yang kurang baik.

� Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang

sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang

berlangsung dalam waktu yang pendek, seperti

menurunnya nafsu makan akibat sakit atau

karena menderita diare. Dalam keadaan demikian

berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak

proporsional lagi dengan tinggi badannya dan

anak menjadi kurus.

� Besarnya masalah kurus pada balita yang masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat

adalah jika prevalensi kurus > 5%. Masalah

kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila

prevalensi kurus antara 10,1% - 15,0%, dan

dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas

15,0% (UNHCR).

Page 31: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

22

D I S K U S I

Tri Kartika S Pulau Madura, adalah pulau yang

masyarakatnya masih sangat kental memegang tradisi

dan adat istiadat yang sudah mendarah daging dan jadi

kebiasaan dari masing-masing individu. Seperti bayi yang

harusnya masih mengkonsumsi ASI sudah diberi liwetan

nasi (beras yang dimasak seperti bubur, dengan air yang

cukup banyak; red) dan pisang. Melihat data di atas,

tidak begitu terkejut. Seperti pengalaman waktu PBL

(Praktek Belajar Lapangan) di daerah blok M (blok

Madura; red) di Surabaya bagi mereka, yang penting

balita/bayi bisa maem (makan; red) dan kenyang, itu

sudah cukup, masalah kandungan gizi urusan nanti.

Selain itu bagi sarana kesehatan bukan sebagai tempat

memantau perkembangan si kecil, tetapi adalah tempat

buat si kecil berobat kalo sudah sakit.

Vika Wati Masalah kesehatan & gizi terutama pada

balita, tidak datang begitu saja. Terjadinya juga bukan

sekonyong-konyong. Ada beberapa proses masalah

kesehatan yang terjadi di setiap tahap kehidupan, yang

tidak segera ada solusinya, sehingga berkelanjutan dan

menjadi kompleks. Banyak faktor pendukung yang

menyebabkan timbulnya masalah tersebut, so...

Page 32: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

23

solusinya? dimulai dari mana? Bagaimana caranya?

Siapa ya yang harus terlibat?

Sepertinya perlu ada komitmen nyata dari para pembuat

kebijakan di semua kementerian yang ada di negara kita

agar bersama-sama bekerja mengatasi masalah gizi

balita agar upaya kesehatan yang sudah diluncurkan

selama ini berdaya guna sehingga menunjukkan hasil

yang nyata, sehingga bayi yang BBLR (Berat Badan Lahir

Rendah), balita yang BGM (Bawah Garis Merah) dan

stunted (pendek; red) dan gizi buruk, berkurang tidak

saja di Pulau Madura, namun di seluruh pelosok wiayah

NKRI ini. Semangat dan terus berjuang dalam

menyumbangkan ilmu dan pikiran.

Yuliastuti Saripawan coba lihat kebelakang masalah

status kesehatan ibu hamil dan K1 dan K4-nya, karena

masalah gizi pada bayi dan balita berhubungan juga

dengan kondisi ibu waktu hamil. Dalam hal ini faktor

budaya dan tingkat pengetahuan juga memegang peran

penting.

Dalam hal mengatasi masalah tersebut peran

pemerintah daerah sangatlah besar. Bagaimana cara

pandang terhadap masalah tersebut? komitmennya

khususnya di kebijakan. Pada pemantauan status gizi

dapat dilakukan ke gerakkan penimbangan melalui

Page 33: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

24

PokBang (kelompok penimbangan) sehingga tidak

terfokus di Posyandu.

Arih Diyaning Intiasari Jujur gak pernah concern banget

dengan data madura, tapi mungkin gambarannya sama

dengan kabupaten Brebes di Propinsi Jawa Tengah.

Kabupaten terluas yang selalu dapet rangking buncit,

yang selalu dapat asupan dana besar dari banyak

sumber setiap tahunnya, yang secara teknis kadang di

tingkat operasional malah gak tau buat apa ada dana

sebanyak itu, yang terkadang para pejabat di daerah gak

merasa bahwa mereka bermasalah, dan malah

mempertanyakan sistem perhitungan rangking semua

indikator, baik IPM maupun IPKM.

*semoga gak ada yg tersinggung*

Rachmalina Prasodjo Insya Allah melalui Riset Etnografi

ini kita bisa 'do something' through local wisdom.

Agung Dwi Laksono Yes... jangan biarkan saya berputus

asa menatap bejibun data bin bejibun masalah.

Zamahsyari Ahmad Kunthet7 memang kalah sexy

daripada marasmus.

Agung Dwi Laksono sudah mulai di'sexy'kan pak. meski

butuh effort extra.

7 stunted, pendek

Page 34: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

25

Maman Firmansyah Yang jelas, saya akan kesulitan

mendapatkan pemain-pemain basket untuk bersaing

minimal di DBL8. Kompleks... iya, dan karena itulah kita

ada untuk mengurainya satu per satu. Dan kami sudah

memulainya. Sekarang... iya, sekarang! Makan/pangan

aja susah apalagi memikirkan nilai gizi yang dimakan.

Mandi dengan air bersih aja susah, gimana mau minum

dan masak sesuai kebutuhan nutrisi? Dsb... dsb, tapi itu

bukan alasan masalah itu tidak bisa diselesaikan.

Akhirnya, semua sektor harus berperan aktif dan effort

yang lebih besar. Do'akan revitalisasi dasa wisma (non

kesehatan juga masuk) kami berjalan baik. Tidak ada

kata putus asa!

Trias Mahmudiono Sepengetahuan saya, dari segi

asupan gizi, tinggi badan banyak ditentukan oleh asupan

protein khususnya hewani serta bahan makanan

mengandung zinc; yang sekali lagi banyak terdapat pada

makanan hewani. Ini merupakan makanan yang relatif

"mahal" termasuk bagi teman-teman di Madura, namun

potensi laut tentu sangat bisa dimanfaatkan; mungkin

perlu ada contoh gerakan makan ikan dalam bahasa

Madura yang dilakukan melalui fatwa kyai atau mufti

yang ada disana. Selain itu sebenarnya kalau untuk 1

8 Deteksi Basketball League, sebuah kompetisi olahraga basket pelajar

tingkat nasional yang dipelopori oleh Harian Jawa Pos.

Page 35: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

26

tahun awal melalui ASI ekslusif atau pembelian ASI

hingga 2 tahun bisa memberikan asupan gizi yang relatif

"murah" bagi setiap manusia, toh fitrah ibu adalah

menyusui bayinya. Sekali lagi gerakan menyusui dalam

Bahasa Madura yang difatwakan oleh kyai atau

dicontohkan oleh atlet atau selebritis asli Madura, atau

jangan-jangan Tak Oneng9.

Agung Dwi Laksono Aahhh... komentarmu ini cukup

menggugahku Trias Mahmudiono. Bukan sekedar

komentar, bukan sekedar jargon, ini solusi! Akan

kubawa sejauh aku mampu. terima kasih.

Rifmi Utami Hmm... setahu saya, masyarakat Madura

bukannya ngga suka makan ikan, tapi mereka (saya juga

termasuk loh ya) tidak suka makan sayur. Tentang

masalah yang diungkapkan mas Agung, lagi-lagi multi

faktor penyebabnya : asupan gizi seimbang yang kurang,

ditambah lagi kondisi endemik gondok yang terjadi,

ditambah lagi perihal pola asuh, sehingga ujung-

ujungnya nggak perhatian tentang zat gizi yang

diperlukan oleh anak-anak dan bumil.

Terlepas dari semua itu, sepertinya para penentu

kebijakan, tak peduli akan hal itu, nggak ada yang

tergugah. Baru kalau sudah Gizi Buruk blingsatan nggak

9 ‘tak ada’; bahasa Madura

Page 36: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

27

keruan, baru kalau sudah Difteri nyari siapa yang

dipersalahkan. Hhmmm... kelu lidahku tuk berkata-

kata...

Sutopo Patria Jati Maaf saya masih awam tentang

pengelolaan problem gizi masyarakat ini, asumsinya

tentu sudah ada rencana aksi daerah untuk upaya

mengatasinya ya (seperti di Propinsi Jawa Tengah saya

pernah mengikuti proses penyusunannya). Jika sudah

ada RAD (Rencana Aksi Daerah) untuk Gizi dan Pangan

tentu paling tidak sudah dihitung berapa biaya untuk

intervensi kasus tersebut. Problemnya biasanya RAD ini

masih orientasinya pada penggalian sumber dana dari

pemerintah yang makin terbatas (karena subsidi BBM

masih tinggi). Saya tidak tahu apa peluang dana CSR

(Corporate Social Responsibility) atau menghimpun dana

dari perhimpunan keluarga besar Madura, misal untuk

PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang berke-

sinambungan untuk ibu dan anak, masih ada dan layak

untuk dijajaki? Atau untuk anak sekolah siapa tahu bisa

juga menggali peluang kolaborasi dengan dana yang

bersumber dari Dinas Pendidikan.

Gus Cholik Kunci sebenarnya adalah ada di "POLA PIKIR

& INNER POWER". Semua pihak baik Decision Maker

maupun Masyarakat langsung, harus mulai merubah

POLA PIKIR ke arah situasi & kondisi yang lebih baik lagi.

Page 37: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

28

Sekuat & sehebat apapun sebuah "SOLUSI" tapi bila KITA

(pemangku kebijakan maupun masyarakat) masih

memiliki POLA PIKIR negatif tentang "SESUATU HAL"

dijamin sulit terwujud. Karena apapun yang terjadi SAAT

INI pada diri kita maupun lingkungan kita adalah buah

dari PIKIRAN kita sebelumnya, termasuk masalah GIZI

BURUK dkk. So... Kami sudah memulai & bergerak ke

arah sana, butuh waktu untuk MEWUJUDKANNYA

(termasuk merubah POLA PIKIR)... Trim's untuk Anda

semua yang telah memberikan sumbangan alternatif

SOLUSI untuk masalah ini. Mari kita SEMUA (mulai dari

atas sampai bawah) mulai "POSITIF THINKING"

menyikapi masalah ini, jangan sekali-sekali bersikap

SEBALIKnya, karena apapun PIKIRAN ANDA saat ini

tentang KONDISI KAMI sangat berdampak besar untuk

sebuah perubahan... MOTTO KAMI : YAKIN - SABAR -

ISTIKOMAH...

Page 38: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

29

Persalinan di Rumah Dukun,

Kenapa Tidak???

Surabaya, 26 Maret 2012

Dear all,

Minggu lalu, tiga teman peneliti sedang melakukan

pengamatan dalam sebuah moment pertemuan di

Kabupaten Sampang-Madura. Dalam salah satu

wawancara dengan Kabid Kesehatan ibu dan anak Dinas

Kesehatan terungkap bahwa kebanyakan masyarakat

masih banyak yang memilih untuk melahirkan di rumah

dukun bayi.

Persalinan di rumah dukun tetap menjadi pilihan, meski

saat ini telah ada upaya pembebasan beaya persalinan

Page 39: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

30

ke tenaga kesehatan, bahkan termasuk pelayan

antenatal care maupun perawatan pasca persalinan.

Faktor trust maupun kenyamanan patut diduga menjadi

alasan utama memilih Dukun sebagai pilihan utama

penolong persalinan. Dukun, yang telah berpraktek

puluhan tahun telah mampu merebut kepercayaan

masyarakat. Pelayanan penuh keikhlasan menjadikan

tumbuh suburnya rasa nyaman.

Keikhlasan menolong

persalinan dan bah

kan sampai beberapa

waktu pasca persa

linan yang dihargai

hanya dengan seekor

ayam dan ucapan te

rima kasih pun dite

rima dengan pela

yanan penuh kesa

baran. Sesuatu yang

jarang ditemui pada

tenaga kesehata

Keberadaan dukun

bayi, harus diakui

merupakan salah satu aset kekayaan republik ini.

Pilihan pemerintah republik ini pada pelayanan medis

modern yang lebih masuk rasio akal sehat, bukanlah

merupakan pilihan yang salah. Meski tidak bisa juga

ke tenaga kesehatan, bahkan termasuk pelayanan

antenatal care maupun perawatan pasca persalinan.

maupun kenyamanan patut diduga menjadi

alasan utama memilih Dukun sebagai pilihan utama

penolong persalinan. Dukun, yang telah berpraktek

puluhan tahun telah mampu merebut kepercayaan

masyarakat. Pelayanan penuh keikhlasan menjadikan

Keikhlasan menolong

persalinan dan bah-

kan sampai beberapa

waktu pasca persa-

linan yang dihargai

hanya dengan seekor

ayam dan ucapan te-

rima kasih pun dite-

rima dengan pela-

yanan penuh kesa-

baran. Sesuatu yang

jarang ditemui pada

tenaga kesehatan.

Keberadaan dukun

bayi, harus diakui

Pilihan pemerintah republik ini pada pelayanan medis

modern yang lebih masuk rasio akal sehat, bukanlah

merupakan pilihan yang salah. Meski tidak bisa juga

Page 40: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

31

serta merta melupakan local wisdom yang menjadi akar

budaya dan pilihan masyarakat selama ratusan tahun.

Pilihan untuk selalu mengkambinghitamkan dukun bayi

sebagai penyebab utama kematian ibu dan bayi saat

persalinan sudah seharusnya mulai ditinjau ulang, meski

banyak fakta yang menunjukkan banyaknya kematian

saat persalinan dilakukan oleh seorang dukun bayi.

Tapi apakah fakta itu mampu menggeser kepercayaan

masyarakat untuk tetap melakukan persalinan di dukun?

Pilihan untuk ‘menyingkirkan’ dukun telah diambil,

tapi tetap saja angka kematian ibu dan bayi kita selalu di

urutan buncit tertinggal dengan negara-negara kawasan

sekitar.

Sudah saatnya lebih wise menyikapi kekayaan lokal

budaya kita. Kenyamanan dan kepercayaan masyarakat

pada dukun sudah seharusnya diambil sebagai salah

satu aset yang harus diolah sebagai pengayaan

pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Dalam kasus di Sampang, bila benar masyarakat lebih

merasa nyaman dan memilih untuk melakukan

persalinan di rumah dukun daripada ke fasilitas

kesehatan, kenapa tidak kita coba membuat kebijakan

yang mem’boleh’kan itu?

Bagaimana bila meng’geser’ polindes ke rumah dukun?

Page 41: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

32

Bagaimana bila menjadikan dukun sebagai ‘asisten’

bidan?

Menjadikan ‘rumah’ dukun sebagai tempat persalinan

dengan bidan sebagai penolong persalinan, dan dukun

bayi sebagai tenaga perawatan pasca nifas dengan

supervisi dari bidan.

Tentu saja perlu banyak persyaratan dan penyesuaian

bila benar kebijakan ini diambil.

Tapi bukan sesuatu yang mustahil bukan?

Bila kebijakan ini dilihat dari sisi medis, tentu saja klaim

sebagai sebuah langkah mundur akan diteriakkan

banyak pihak.

Bagaimana bila mundur satu langkah untuk maju sekian

langkah berikutnya???

-ADL-

Page 42: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

33

D I S K U S I

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Wah lagi nungguin

di bandara, dapat sarapan dari Agung. Isu ini bolehlah,

karena memang perlu diakomodasi segera. Yang

menarik buatku, bahwa fakta menunjukkan banyak

kematian dari persalinan yang ditolong dukun. Ahhh...

fakta sih ya, dan perlu digali lebih mengakar dan tuntas,

apakah itu hanya kontribusi dukun? hehehe nakal

menjelang pagi terang.

Ilham Akhsanu Ridlo Memanusiakan dukun..menghargai

local wisdom, menyiapkan kebijakan tidak populis

mundur satu langkah untuk maju 5 langkah. Mungkin

tidak ada salahnya dicoba, tapi mungkin juga perlu dikaji

kembali bahwa kebijakan ini tidak bisa ditetapkan secara

general di semua wilayah, kekhususan tiap daerahlah

yang bisa diterapkan, dimana hanya daerah tertentu

saja dengan local wisdom yang kuat yang bisa

mengaplikasikan deviant policy ini. Apapun saya pikir

perlu dicoba seperti satu ini.

Lely Indrawati Jaga kemitraan dukun bayi-bidan desa

merupakan salah satu solusi aman bagi bayi dan ibu,

tentu saja dibutuhkan kesepakatan local specific

Page 43: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

34

bagaimana kemitraan tersebut, salah satunya mungkin

lahir di rumah dukun bayi, why not...?

Sutopo Patria Jati Setahu saya tempat favorit untuk

melahirkan justru di rumah ibu bersalin (dukun atau

bidan dipanggil), bener nggak? Mungkin harus selektif

jika persalinannya diprediksi normal bisa aja model

tersebut cocok meskipun saya yakin msh ada yang pro

dan kontra. Ekstrimnya jika model ini akhirnya diterima

dan dikembangkan lebih lanjut boleh jd suatu saat akan

ada tuntutan bahwa persalinan dengan komplikasi juga

boleh dilakukan di rumah dukun/bulin, maka sebagai

konsekuensinya salah satu yang perlu disiapkan adalah

semacam mobile unit untuk emergency response apapun

bentuknya bisa dikembangkan sesuai kebutuhan dan

kemampuan daerah. Pertanyaannya apa kita mau dan

mampu? Benefit versus cost-nya lebih oke yang mana ya

kira-kira?

Anni Haryati Pendampingan, pelatihan, tetap dilak-

sanakan tho...?? faktor nyaman sangat-sangat tidak

terbeli maupun tergantikan. Masalahnya, apa bener

dukun yang "angkatan" baru niiy sudah dilatih,

didampingi.. eh, mereka dpt ilmunya turun-temurun

lho... mereka bisa luwes, dan menyatu dengan ibu-ibu

yang mau melahirkan, mulai procot sampai mandiin,

mijetin, nglulurin, ngeramasin ibunya, biyuh... sampe

Page 44: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

35

selapan, that’s.. mbah/bu dukun/paraji! Lha kalau

tenaga kesehatan??? kita perlu emphaty yang dalem,

care yang lebih, dan sedikit senyuman.

Kata ibu-ibu muda : “lha dikengken10

ibu/mertua”, “lha

bu bidanne serrem”, “lha.. larang pisan11

”... ah

alasannya banyak Pa..

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ada sih bidan

serem dan tak serem, juga ada dukun care dan not

care... ah relatifnya insan profesi.

Agung Dwi Laksono Sangat perlu diperhatikan, bahwa

kejadian ini hanya di Sampang. Perlu banyak persyaratan

utk betul-betul mewujudkan kebijakan ini. Seperti

komentar Pak Topo, perlu dipersiapkan akses khusus

untuk rujukan, untuk menjamin kecepatan respon bila

terjadi faktor penyulit. Mungkin juga perlu ketegasan,

kondisi-kondisi mana saja yang harus langsung

dikondisikan di rumah sakit.

Tumijan Skm bukannya sudah lama ada program

kemitraan dengan dukun dan pelatihan dukun.

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ilmu pengetahuan

teknologi ditemukan bukan untuk menyalahkan dan

menafikan budaya. Budaya itu dibangun salah 3 dengan

10

‘disuruh’; bahasa Jawa 11

‘mahal juga’; bahasa Jawa

Page 45: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

36

ilmu pengetahuan dan teknologi... jadi ingat mata kuliah

Ilmu Budaya Dasar.

Anni Haryati Jadi inget... mau ditugaskan ke Sampang..hi

hi hi..ah, di Lumajang..ternyata banyak Sampang juga!

By the way... that’s our job, our responsibility! Semangat

dan keinginan untuk terus membaik adalah yang utama.

Yuuk keep spirit!... yakin, yakin... yang ngerti solusinya

adalah kita-kita yang ada di dekatnya. Yuk dibantu, yuuk

memberi... bukan untuk siapa siapa... untuk diri kita

sendiri! Merdeka garda depan kesehatan! Sungguh

dinamika ini takkan berkesudahan... salam untuk

semua... salam sehat!

Yun Astuti Nugroho Saya bisa merasakan kenapa ibu-ibu

yang mau melahirkan lebih memilih ditolong Dukun

bayi. Disamping faktor budaya dan rasa nyaman juga

rasa di "wong-ke"12

. Para dukun bayi tidak saja

membantu persalinan tapi juga memandikan bayi

sampai puput13

, membuatkan jamu untuk ibunya atau

mungkin malah diminta memberi nama sang bayi.

Sebetulnya para tenaga kesehatan terutama bidan desa

sudah banyak yang bisa berdampingan dengan dukun

12

‘dimanusiakan’; bahasa Jawa 13

Saat dimana tali plasenta terlepas dari bayi; bahasa Jawa

Page 46: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

37

bayi membantu persalinan tapi merasa secara finansial

so pasti kurang. Jadi??? Selamat berjuang!

Agung Dwi Laksono Kemitraan bidan dan dukun sudah

lama terjalin di beberapa daerah. Di Sampang fenomena

yang terjadi berbeda, sesuai pengakuan kabid KIA,

adalah ibu hamil lebih memilih melahirkan di rumah

dukun. Faktor kenyamananlah yang menjadikan mereka

memilih opsi itu.

Kenyamananlah yang menjadikan keikhlasan menja-

lankan kewajiban sebagai seorang ibu ini menjadi lebih

ringan, dan bahkan bila yang terburuk akan terjadi,

kematian.

Saat ini, biarlah kenyamanan itu mereka nikmati. Tugas

kita, menjamin kejadian paling buruk tidak terjadi.

Yun Astuti Nugroho Insya Allah. Amin. PDBK pasti bisa!

Charles Surjadi Pak saya teringat diskusi saya tahun 80-

an dengan Terry Hull, kalau diamati sejarah perdukunan

dan pertolongan persalinan, di Sulawesi Utara tenyata

waktu jaman kemerdekaan ada pejabat Departemen

Kesehatan yang berorientasi semua pertolongan

persalinan harus dengan perawat atau bidan sedang di

Jawa dan pulau lainnya ada yang memperjuangkan

dukun di ikut sertakan, waktu itu disimpulkan sejarah

ikut menentukan situasi saat ini jadilah di Sulawesi Utara

Page 47: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

38

sedikit dukun yang menolong persalinan, lebih banyak

bidan dan perawat dibandingkan daerah lain di

Indonesia.

Charles Surjadi Mengenai kemitraan buat saya sih oke,

akan tetapi mengenai pertolongan persalinan dan lain-

lain harus kita simak untuk mencegah kematian ibu.

Perlu untuk setiap setengah juta penduduk harus ada

satu PONEK dan 4 PONED (dengan standard pelayanan

dan waktu yang tepat), berkaitan dengan itu dukun

hanya bisa dijadikan mitra tidak bisa menggantikan

fungsi pertolongan gawat darurat kebidanan bila kita

mau menurunkan angka kematian, salam.

Rifmi Utami Idem dengan komentar sebelumnya yang

menyebut bahwa tempat favorit bersalin orang Madura

adalah di rumah ibu bersalin sendiri, jadi alternatifnya

adalah memanggil dukun atau bidan atau pula dukun

dan bidan sekaligus. Program kemitraan bidan dukun

selama ini akan menjadi "cukup" jika keduanya bisa

saling terbuka dan saling menghargai, namun

kenyataannya masih banyak yang satu sama lain

meletakkan rasa "gengsi" diantaranya, sehingga

terkesan masih ada "dusta" diantara keduanya.

Sejatinya jika ingin komplit dalam bersepakat, bukan

hanya dua figur yang melayani saja yang bermufakat,

tapi juga sangat perlu untuk yang "dilayani". Seperti

Page 48: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

39

konsep "three partij" dalam asuransi, sehingga ketiganya

seimbang dan tidak ada dusta diantara ketiganya.

Agung Dwi Laksono Dalam memilih opsi kebijakan ini,

saya mengajukan dengan 'klausul' banyak persyaratan

yang harus dipenuhi, salah tiganya termasuk yang ada

dalam komentar Prof Charles.

Tentang 'dusta' di antara kita, kita bisa meng-

hilangkannya. Mungkin tidak dair kedua belah pihak,

setidaknya dari sisi kita. Belajar berhubungan dengan

landasan 'kepercayaan', bukan 'ketidakpercayaan'.

Terlalu banyak kebijakan di negeri ini macet karna

dijalankan dengan prasangka buruk.

Arih Diyaning Intiasari di beberapa negara maju bahkan

persalinan sah-sah aja dilakukan di rumah ibu bersalin,

asal ditolong tenaga kesehatan. Tentu saja ini didukung

oleh hygiene personal dan sanitasi lingkungan yang baik

di sana, lha kalo di Indonesia....??

Trias Mahmudiono Selama ini yang saya tahu pernah

dilakukan pelatihan terkait higienisitas persalinan dan

lain-lain kepada dukun, tujuannya agar kematian bayi

karena persalinan yang tidak higienis oleh tenaga non

nakes bisa ditekan. Nah... apa seharusnya juga dilakukan

pelatihan pada para bidan agar bisa menolong

persalinan dengan "perceived quality dukun like"; toh,

Page 49: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

40

itu yang diminta masyarakat. Menurut saya pelayanan

paripurna dukun mulai saat hamil hingga pasca

melahirkan dengan "mbenakne weteng" (membetulkan

perut; red) sang ibu merupakan suatu bentuk layanan

persalinan yang mengedepankan "kepuasan" pelanggan.

Mungkin teman-teman yang minat AKK bisa mengkaji

dan meneliti lebih jauh. Perkembangan Complementary

Alternative Medicine (CAM) di luar juga lebih banyak

sukses karena pelayanan yang lebih "memanusiakan

manusia" bukan hanya prosedur medis yang runtut.

Trias Mahmudiono Oh iya... mungkin kurikulum

pendidikan bidan perlu "magang di dukun" juga, asal

bukan pada Ki Kumat Gendenge hehe..:p

Anisa Riza mungkin inilah yang dinamakan think global

act local... itulah indonesia! Begitulah seharusnya

penerapan sebuah kebijakan...!! sangat setuju dengan

pendapat Pak Agung dan Prof Charles.

Agung Dwi Laksono Sip! itulah yang mendasari

Kementerian Kesehatan mendirikan 'Pusat 4' di Badan

Litbangkes, 'Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat'. Humaniora dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia yang artinya... 'memanusiakan

manusia...'

Page 50: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

41

Siti Fatima Kenapa tidak apa bisa diartikan tidak

kenapa? Dukun juga manusia, demikian juga dengan

tenaga kesehatan, apa yang tidak equal kenapa tidak

diequalkan? tujuan akhirnya kan persalinan selamat ibu

dan anak.

Rachmalina Prasodjo Local leader empowerment, part

of partnership and empowering community.

Budi Eko Siswoyo wah kalo guru ada team teaching dan

kalo kemitraan bidan-dukun ada tim persalinan

(disesuaikan dengan kebijakan setempat yang notabene

peran dukun patut untuk dipertimbangkan), lumayan

kalo dukunnya juga tergabung dalam organisasi Polindes

>.< hehehe, moga aja ada budget khusus juga buat tim

persalinan ini "kali aja bisa dikelola aparat desa

setempat". Moga aja komunikasi sebagai awal birokrasi

bisa berjalan dengan lancar dan baik demi kebaikan

bersama. amin.

Riffa Hany Hohoho, enggak setuju banget bila skenario

persalinan d rumah dukun, kenapa enggak bidan kita aja

yang diajari ilmu-ilmu dukun seperti pijat ibu dan bayi,

pakai ramu- ramuan asal yang gak bertentangan dengan

kesehatan, pendampingan.

Agung Dwi Laksono Bicara kebijakan jangan lepas

dengan konteksnya, dalam Hal ini 'Sampang'.

Page 51: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

42

Pertanyaannya, seberapa tinggi nilai 'kenyamanan' dan

'trust' masyarakat di mata kita sebagai orang kesehatan?

Apakah serta merta 'kenyamanan' dan 'trust' ini bisa

dibeli dengan pelatihan? Mungkin disinilah letak

kearifan orang Jawa dalam menge-jawantahkan artian

'bener ning ora pener', 'benar tetapi tidak betul'.

Piye jal?

Juliantoro Ds Kenapa aparat hukum tidak bertindak

ketika seorang dukun bayi gagal menolong persalinan

yang menyebabkan kematian ibu ataupun bayi

tersebut...??? Seandainya dimasuki ranah hukum yang

tegas dan adanya efek jera pada dukun ????

Kalau di wilayah kami peran Koramil lebih di kedepankan

dalam hal sosialisai persalinan di tenaga kesehatan. Lha

wong sekarang itu diupayakan persalinan di Puskesmas ,

kenapa harus kembali lagi persalinan di rumah

dukun?????

Hasyim Purwadi dalam kondisi masyarakat transisi

terhadap penerimaan tenaga bidan, tenaga bidan

seharusnya mau mengalah tapi untuk kemenangan yakni

kesehatan dan keselamatan persalinan. Para dukun

perlu dilatih menolong persalinan yang sehat, bidan bisa

berpesan kepada dukun bila ada ibu yang mau

melahirkan agar bidan diberitahu untuk bersama-sama

Page 52: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

43

menolong, jangka panjangnya masyakat akan menilai bu

bidan dan mbah dukun rukun, lama-lama kan bidannya

dijadikan "dukun bayi" di daerah tersebut, tapi perlu

waktu.

Hasyim Purwadi Kadang kalau melawan arus di

masyarakat cukup berat. Semakin dilawan, masyarakat

anti pati, sehingga perlu alon-alon waton klakon ning

slamet (pelan-pelan tapi tetap berjalan dan selamat;

red).

Ilham Akhsanu Ridlo Koramil sampai turun tangan?

Sudah kekurangan strategi dan kebijakan yang belum

ciamik kah? Kok sampai TNI ikut-ikut. Apakah tidak ada

cara yang lebih 'humaniora' kata si Papa. Jadi ingat

jaman KB sama tentara... mekso! (maksa; red).

Vika Wati Menyikapi kenyataan tersebut, memang

dilematis ya pak. Kalo kita melihat sebagai manusia

biasa, hal tersebut sangat manusiawi. Sebagai contoh

dalam kehidupan ini, lepas dari tingkat intelektual dan

status ekonomi, untuk melakukan kegiatan yang

berhubungan dengan keselamatan jiwa raga dan nyawa,

tidaklah mudah, kenyataannya masih banyak ibu-ibu di

kota yang "memilih-milih dokter spesialis kandungan

untuk menolong persalinannya", demikian juga para

suami, pasti ikut memberikan saran bahkan ada yang

Page 53: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

44

menentukan, kepada dokter spesialis kandungan mana

yang aman dan nyaman untuk membantu istrinya

melahirkan. Pasti banyak pertimbangan-pertimbangan

yang dilakukan. Demikian juga pada ibu-ibu di desa,

pemikiran tersebut sedikit banyak juga berpengaruh

pada saat akan melahirkan. Juga urun rembug (sumbang

saran; red) dari suami bahkan "orangtua" yang dianggap

lebih dipercaya, karena dianggap lebih dahulu

berpengalaman.

So... sebagai seorang peneliti di bidang kesehatan, tentu

suatu pemikiran tersendiri, bila dikaitkan dengan

kebijakan yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Jadi alangkah 'eloknya', jika kebijakan program itu

dibuat dengan melihat fakta kehidupan yang ada, walau

tidak semua melakukannya, namun kita harus terima

kenyataan bahwa di pelosok wilayah manapun dari

Sabang sampai Merauke tetaplah kita adalah NKRI.

Hidup Indonesia Tanah Air Beta!

Page 54: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

45

Positioning14

Dukun Bayi

Blitar, 04 Juni 2012

Dear all,

Pada dekade terakhir Angka Kematian Ibu sudah

menunjukkan penurunan dibanding tahun-tahun

sebelumnya, meski tetap saja kita masih tertinggal dari

negara-negara tetangga. Upaya-upaya terobosan

pemerintah telah banyak dibuat, kebijakan paling baru

adalah kebijakan pembiayaan persalinan, Jaminan

14

Positioning, istilah yang umum dipakai dalam bidang pemasaran. Pada

konteks tulisan ini, merupakan proses untuk merancang suatu citra atau

nilai sehingga masyarakat memahami apa yang ditawarkan dalam

posisinya di sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Page 55: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

46

Persalinan (Jampersal), yang dikeluarkan mulai Maret

2011.

Sejalan dengan itu, sejak era reformasi juga telah

berlaku kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi.

Kebijakan yang mengatur pemberian kewenangan pada

daerah yang lebih besar, termasuk di dalamnya masalah

kesehatan. Kebijakan otonomi daerah memberi porsi

yang lebih besar pada kabupaten/kota untuk

mengembangkan kebijakan yang lebih local spesific,

tergantung pada situasi dan kondisi masing-

wila-yah. Kebijakan ini memberi peluang untuk

kabupaten /kota melakukan improvisasi kebijakan yang

bisa memberi daya ungkit paling besar.

Peluang untuk ber

main-main dengan

kebijakan ini seha

rusnya juga bisa

dikembangkan kabu

paten/kota untuk me

lakukan percepatan

penurunan Angka Ke

matian Ibu. Dengan

memperhatikan po

tensi yang ada di

wilayah setempat, ke

bijakan bisa disusun

berbeda antara satu

daerah dengan dae

Persalinan (Jampersal), yang dikeluarkan mulai Maret

Sejalan dengan itu, sejak era reformasi juga telah

berlaku kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi.

Kebijakan yang mengatur pemberian kewenangan pada

ah yang lebih besar, termasuk di dalamnya masalah

kesehatan. Kebijakan otonomi daerah memberi porsi

yang lebih besar pada kabupaten/kota untuk

local spesific,

-masing

ebijakan ini memberi peluang untuk

/kota melakukan improvisasi kebijakan yang

Peluang untuk ber-

main dengan

kebijakan ini seha-

rusnya juga bisa

dikembangkan kabu-

paten/kota untuk me-

lakukan percepatan

penurunan Angka Ke-

matian Ibu. Dengan

memperhatikan po-

tensi yang ada di

wilayah setempat, ke-

bijakan bisa disusun

berbeda antara satu

daerah dengan dae-

Page 56: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

47

rah lainnya, local spesific!

Di banyak daerah, kabupaten/kota, dalam hal Angka

Kematian Ibu seringkali sudah mempunyai ‘kambing

hitam’ yang diangkat sebagai penyebabnya, salah satu

yang paling populer adalah persalinan yang ditolong

oleh dukun bayi atau paraji. Hal ini sejalan dengan salah

satu indikator kesehatan yang mengadopsi dari kawasan

global, yaitu ‘persalinan tenaga kesehatan’. Jadi,

persalinan yang ‘benar’ (versi pemerintah) adalah

persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan).

Persalinan ke dukun tentu saja menjadi diharamkan.

Fakta di lapangan menunjukkan situasi yang kurang

menguntungkan bagi ‘keinginan’ yang ada dalam

kebijakan persalinan tenaga kesehatan tersebut, di

banyak kabupaten/kota dukun bayi memiliki jumlah

yang besar, dan bahkan lebih besar dari jumlah tenaga

bidan. Dalam catatan terakhir saya di Kabupaten

Sampang jumlah dukun bayi mencapai 516 dukun,

dengan jumlah bidan yang jauh lebih sedikit, 316 orang,

itupun sudah mencakup jumlah bidan pemerintah (PNS)

dan bidan praktek swasta. Dan celakanya lagi, masih

banyak kalangan masyarakat yang merasakan jauh lebih

nyaman untuk meminta pertolongan pada dukun bayi,

yang nyata-nyata memang memberi pelayanan yang

jauh lebih memanusiakan manusia.

Seringkali posisi jumlah dukun yang cukup banyak di

kabupaten/kota diberi label sebagai ‘hambatan’ dalam

setiap upaya penurunan Angka Kematian Ibu, meski

Page 57: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

48

beberapa kabupaten/kota telah berupaya mengandeng

dukun bayi sebagai ‘mitra’, dengan perlakuan yang

cukup beragam. Kebijakan untuk menjadikannya mitra

menjadi sebuah kebijakan yang wise dalam menyikapi

kondisi setempat.

Diskusi ini didedikasikan juga dalam rangka hal yang

sama, upaya pengembangan alternatif kebijakan

pemanfaatan ‘potensi’ lokal, dalam hal ini dukun bayi.

Langkah alternatif apa saja yang bisa kita kembangkan

dalam rangka positioning dukun bayi untuk bisa

memberi andil dalam melakukan percepatan penurunan

Angka Kematian Ibu.

Beberapa opsi kebijakan yang telah berlaku dibeberapa

kabupaten/kota, dan juga alternatif pilihan kebijakan

lainnya adalah sebagai berikut;

1. Menjadikan dukun bayi sebagai mitra yang ‘merujuk’

ibu hamil ke tenaga kesehatan. Dalam prakteknya,

dukun bayi memberitahukan ke tenaga kesehatan

saat ada ibu hamil yang datang kepadanya untuk

mendapatkan pertolongan persalinan. Dukun bayi

bisa mendapat fee dari upaya merujuk ibu hamil ke

tenaga kesehatan. Kebijakan ini cukup populer di

beberapa wilayah.

2. Menjadikan dukun bayi sebagai ‘asisten’ bidan. Dalam

alternatif yang ini, dukun bayi membantu bidan

dalam menolong persalinan, juga melakukan

perawatan ibu pasca nifas serta perawata bayinya.

Page 58: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

49

3. Menjadikan dukun bayi sebagai ‘kader’ kesehatan.

Langkah ini dilakukan dengan pemberian insentif

bulanan. Langkah ini dinilai efektif untuk merangkul

bidan desa dan memanfaatkan ‘pengaruh’nya

sebesar-besarnya untuk kepentingan kesehatan.

4. Menjadikan dukun bayi tetap sebagai tenaga

penolong persalinan. Langkah ini terpaksa dilakukan

di beberapa daerah dikarenakan jumlah tenaga

kesehatan yang tidak sesuai dengan jumlah wilayah

yang harus dilayani. Langkah ini diambil dengan

memberikan pelatihan khusus pada dukun bayi

tentang hygiene persalinan, dan bahkan di satu

kabupaten di Papua sempat diadakan pelatihan

Asuhan Persalinan Normal pada dukun bayi.

5. Menjadikan dukun bayi sebagai ‘host’ rumah bersalin.

Dukun bayi diberlakukan sebagai ‘manajer’ rumah

bersalin, atau bisa juga menjadikan rumah dukun

sebagai rumah bersalin. Langkah ini diambil dengan

tetap menggunakan tenaga kesehatan sebagai tenaga

penolong persalinan. Langkah ini sepertinya terlihat

langkah mundur, tetapi sebenarnya maju beberapa

langkah kemudian.

Itulah beberapa alternatif kebijakan yang bisa diberikan,

dengan feasibility implementasi yang berbeda-beda di

setiap wilayah. Tentu saja opsi-opsi kebijakan ini masih

debatable, untuk itulah forum diskusi ini dibentuk. Saya

berharap masih muncul alternatif-alternatif kebijakan

Page 59: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

50

lain yang bisa memberikan ‘jalan’ bagi kabupaten/kota

untuk membuat kebijakan yang lebih local spesific.

Dan tetap jangan lupa! Tujuan akhirnya adalah

penurunan Angka Kematian Ibu...

Let’s discuss!

-ADL-

Page 60: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

51

D I S K U S I

Veronica Suci Fridani Pemikiranku yang sederhana:

ditolong siapapun, asalkan persalinan lancar, ibu dan

bayi sehat, maka tak masalah.

Keberadaan dukun bayi masih diperlukan, tak hanya di

pelosok, namun juga di perkampungan dalam lingkup

kota besar pun masih banyak calon ibu yang kerap

mendatangi dukun bayi.

Semua memiliki kemampuan alamiah ataupun medis

untuk menolong persalinan. Selain kemampuan

individual, juga terkait dengan biaya persalinan. Saling

bermitra tentu lebih baik lagi.

Dalam kenyataan di lapangan, penerapannya masih

tergantung pada orang-orang yang diberi wewenang.

Kasus yang saya alami: walaupun kelahiran bayi sudah

bisa ditolong bidan, namun yang berhak adalah dokter

rumah sakit. Sekalipun, pada saat yang sama, dokter

juga sedang menolong persalinan di tempat yang

berbeda.

Hario Fisto Megatsari apa yang dikemukakan sampeyan

tentang Dukun Bayi udah oke, dan menurutku lesson

learn di beberapa kabupaten/kota juga sudah bisa

menjadi best practice serta bisa dimanfaatkan di

kabupaten/kota lain. Aku justru ingin melihat tugas

BIDAN DI DESA (BDD), yang selama ini aku melihat

Page 61: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

52

mereka sungguh keteteran15

. Beban mereka tidak hanya

mengurus masalah-masalah KIA, tapi mereka juga

mengurus permasalahan kader, desa siaga (mulai dari A

sampai Z) dan tetek bengek16

yang lain. Jadi ketika

mereka ingin fokus membuat inovasi di bidang KIA di

wilayah desanya, tenaga mereka sudah "habis" terpakai

hal-hal di luar KIA. selain masalah penugasan yang

bertumpuk dan over lapping, permasalahan bidan yang

lain adalah skill, baik hard skill maupun soft skill, dan ini

mungkin juga salah satu penyebab dukun bayi, masih

menjadi Trending Topic (cara twitter) di desa ketika ada

yang ingin melahirkan. Bidan yang baru dan muda masih

inyah-inyih17

dalam menangani proses persalinan, serta

mereka masih belum begitu meyakinkan dalam

menjelaskan banyak hal kepada masyarakat

(argumentasi ini belum ada penelitian yang valid, ini

hanya berdasarkan pengalamanku ketika di lapangan).

Satu lagi masalah terkait dengan bidan adalah sistem

pemerintahan yang bersifat desentralisasi. Ada di suatu

kabupaten di Jawa Timur, Dinkesnya sempat mengeluh

ke aku tentang masalah formasi tenaga kesehatan

(bukan Bidan). Ketika mereka mengajukan perencanaan

mereka mengajukan tenaga kesehatan yang

spesifikasinya adalah dokter (karena berdasarkan data,

dll), tetapi ternyata secara tiba-tiba, ketika proses

penerimaan pegawai baru, Dinkes sudah di-drop Bidan

15

‘kewalahan’; bahasa Jawa. 16

‘semua hal’; bahasa Jawa. 17

‘kebingungan’; bahasa Jawa.

Page 62: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

53

yang sudah mempunyai "surat sakti" dari pejabat di

kabupaten tersebut, sehingga mau tidak mau Dinkes

tersebut menempatkan bidan tersebut di desa tertentu,

dan hasilnya bisa diprediksi, ternyata Bidan baru

tersebut tidak bisa maksimal dalam menjalankan

perannya sebagai bidan.

Jadi secara umum aku melihat ada 3 permasalahan

besar yang ada di Bidan : (1) masalah penugasan yang

menumpuk dan tidak terkait dengan kmpetensinya; (2)

masalah skill; (3) masalah desentralisasi.

Dari 3 permasalahan tersebut, ada beberapa

pemikiranku untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut : (1) maksimalkan peran SKM di desa, karena

setelah diamati tugas bidan yang menumpuk tersebu

justru adalah garapan dari SKM itu sendiri; (2) masalah

skill ini harus ada pengawas proses pendidikan bidan,

bahkan menurutku perlu ada re-design kurikulum,

sehingga aspek soft skill dari bidan bisa maksimal. (3)

kalau masalah desentralisasi aku juga belum tau. Salam

sehat.

Hery Firdaus Well, sepakat dengan beberapa opsi

kebijakan alternatif diatas. Posisi paraji memang tidak

bisa dipungkiri memiliki peranan tersendiri dan

terkadang sudah menjadi bagian budaya masyarakat.

Meskipun upaya untuk meningkatkan cakupan

persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terampil

terus digenjot dengan berbagai cara, namun seperti

halnya juga disini, Timika-Papua, keterbatasan akses dan

Page 63: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

54

tenaga kesehatan di pedalaman harus menjadi

pertimbangan sendiri dalam melihat keberadan paraji.

Sutopo Patria Jati Positioning dari dukun bayi paling

tidak yang saya tangkap dari berbagai model yang

dikembangkan tersebut diatas sebagai upaya membuat

perubahan dari posisi yang tadinya bersifat substitusi

menjadi yang komplementer (sebagai bukti masih

adanya tarik menarik kepentingan maupun sebagai

akibat keterbatasan/ketidaksiapan resources yang ada).

Sehingga jika positioning ini toh akhirnya benar

dilakukan untuk dukun bayi, saya pikir bentuk kompromi

ini akan bersifat hanya sementara. Pertanyaanya mau

sampai kapan? Di sisi lain saya setuju bahwa beban

bidan di desa sudah cenderung makin gak manusiawi,

yang salah satu sumbernya karena terfragmentasinya

program dari atas sebagai cerminan/efek karena

arogansi dari pengelola program. Jadi jika pengin

mberesin kinerja bidan di desa sebaiknya beresin juga

para pengelola program dari level daerah sampai pusat

(mungkin ini bisa jadi semacam positioning Bidan di

desa). Satu PR yang menurut saya cukup meresahkan

bahwa kebijakan untuk "memaksa" seperti jaman inpres

dulu saat ini tidak pernah efektif lagi dijalankan dengan

berbagai alasan, sehingga gak usah heran bahwa mau

dihasilkan berapapun tenaga kesehatan selama gak ada

aturan yang dirasa "adil" dan tentu komitmen untuk

memberikan fasilitas dan kompensasi yang memadai

untuk para nakes/bidan yang bisa memaksa agar mereka

mau bekerja sepenuh hati di seluruh pelosok negeri

Page 64: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

55

maka ketimpangan penyebaran gak akan pernah

terselesaikan secara komprehensif dan tuntas.

Wallahua'lam.

Yuni Ulifah Di tempatku dukun bayi sudah tidak ada,

tapi tetap aja ada kematian ibu, karena memang tidak

hanya penolong persalinannya yang diperhatikan tapi

juga kondisi pre dan post kelahiran.

Ilham Akhsanu Ridlo Positioning setelah itu branding.

Semoga tepat pada target market dan tentunya hasil

akhir yang sesuai.

Apriliana Lailatul Maghfiroh Betul sekali Pak Fisto.

Saya melihat dengan jelas bahwa banya sekali beban

bidan desa, di luar KIA. Ga hanya melihat dengan mata

kepala sendiri tetapi juga sang bidan desa mengeluh

kepada saya tentang pekerjaannya yang over lapping

serta 'kompensasi' yang tidak sesuai dengan beban kerja

bidan. Berikut salah satu hasil wawancara informal

dengan bidan:

”Yah mbak... Beginilah tugas bidan. Udah harus kerja keras

biar bumil mau melahirkan ke saya, saya juga masih

ngurusi administrasi ini. Minta asisten, ga diijinkan sama

puskesmas. Ini hasilnya jg ga seberapa. Belum lagi kalo

posyandu. Bukannya saya ga ikhlas. Tapi capek mbak”.

Dan masih panjang lagi curhatannya.

Well, meskipun sudah berhasil bermitra dengan dukun,

tetapi menurut saya banyak sekali hal-hal selain masalah

persalinan yang juga butuh perhatian bidan (dan tenaga

Page 65: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

56

kesehatan yang lain). Contoh, pola asuh bayi setelah

persalinan. Di sini (Sampang/Desa Jrangoan), masih

banyak bayi yang diberi MPASI (Makanan Pendamping

ASI) segera setelah lahir. Kemudian pola asuh balita.

Banyak yang balitanya diasuh ala kadarnya, sehingga

BGM (Bawah Garis Merah) pun merajalela. Mungkin ini

juga bisa jadi tugas S.KM, seperti yang Pak Fisto

paparkan.

Intinya: over lapping tugas bidan, banyak masalah KIA

yang lain yang juga sangat perlu diperhatikan, kebijakan

local specific belum maksimal disusun oleh Dinas

Kesehatan setempat. Ini berdasarkan pengalaman saya

di lapangan, yg hanya memotret keadaan di 1 desa saja.

Salam sehat! :)

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Kepikiran...

wilayah luas NKRI ini, kondisi geografis, iklim yang

berbeda antar wilayah... tentu membutuhkan

pengelolaan khas toh? Apa nak dikata, bila suatu saat

sadar bahwa wilayah NKRI ini butuh model pelayanan

kesehatan yang khas lokal dengan utilisasi manusia,

kearifan lokal yang bersanding dengan iptek modern.

Ingat barefoot di RRC? yang sesuai dengan NKRI pasti

ada.

Dyah Prabaningrum Nah, mumpung banyak pakar turun

dari langit, saya newbie mau nanya. Pak, Bu, Om, Tante,

Kakak sekalian, dalam penyusunan peraturan (UU, PP,

Kepmen, dll) idealnya apakah berdasarkan kajian atau

pemikiran teoritis atau copy-paste dari konvensi

Page 66: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

57

internasional? Soalnya saya sering dicurhatin temen-

temen di kabupaten/kota dan puskesmas kalau mereka

terkendala ini-itu dalam implementasi program dan

kepentok sama peraturan. Kalau mau mengembangkan

local wisdom, teman-teman di provinsi kadang kejebak

juga sama kondisi ideal yang tertuang dalam peraturan

dan kurang harmonisnya hubungan antar SKPD (di

beberapa daerah, ya). Mohon pencerahan. terima kasih.

Yun Astuti Nugroho Alasan ibu-ibu yang akan

melahirkan pergi ke dukun bayi, antara lain;

1) Babar pindah atau sekaligus, komplit yang maksudnya

dukun bayi setelah melahirkan juga memijat ibu dan

bayi, melakukan upacara kelahiran serta merawat

plasenta;

2) Biaya murah, bisa dibayar kemudian; dan

3) Aspek psikologis, dukun dapat menentramkan ibu dan

keluarga serta menemani pasien sampai berjam-jam

bahkan lebih satu hari.

Bagaimana dengan Bidan ???

Masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa bila

persalinan ditolong oleh bidan biayanya mahal

sedangkan bila ditolong oleh dukun bisa membayar

berapa saja. Hal yang terpenting adalah bahwa dukun

dilihat mempunyai ’jampe-jampe’18

yang kuat sehingga

ibu yang akan bersalin lebih tenang bila ditolong oleh

dukun. Penyebab lain mengapa bidan tidak dipilih dalam

18

‘mantera atau doa’

Page 67: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

58

membantu persalinan adalah bahwa selain umurnya

masih relatif muda, bidan dipandang belum

memiliki pengalaman melahirkan dan kebanyakan

belum dikenal oleh masyarakat. Peranan dukun bayi

dalam proses kehamilan dan persalinan berkaitan sangat

erat dengan budaya setempat dan kebiasaan setempat.

Dari konsep ’the three delays’, salah satu faktor

kematian ibu dan bayi adalah terlambatnya

pengambilan keputusan yang diambil oleh keluarga dan

masyarakat termasuk dukunnya. Maka wajarlah jika

terjadi kematian ibu dan bayi karena akibat dari

terlambatnya mengambil keputusan dari keluarga,

masyarakat dan dukun, sehingga keluarga, masyarakat

dan dukun ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan

ibu dan bayinya. Kemitraan merupakan salah satu solusi

untuk menurunkan kematian ibu dan bayi. Pendekatan

ini terutama akan menguntungkan daerah-daerah

terpencil dimana akses terhadap pelayanan kesehatan

sangat terbatas.

Tulisan diatas saya ambil dari beberapa sumber (hasil

survey).

Jadi sekarang bagaimana temen-temen yang faham

dengan masalah ini akan merumuskan yang pasti bahwa

Dukun Bayi adalah salah satu ASET BUDAYA Bangsa

Indonesia. Suwun.

Agung Dwi Laksono Isyu lain yang saya tangkap dari

usulan teman-teman adalah positioning bidan desa yang

overload beban kerjanya. noted!

Page 68: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

59

Rifmi Utami Sebenarnya positioning dukun tak sulit

untuk di-copy bahkan dengan kemasan yang lebih baik,

karena kesemuanya adalah urusan melayani dengan

hati, yang pasti bisa dilakukan oleh hati-hati manusia

lain, apalagi oleh seorang yang mempunyai tugas

"menolong".

Kendalanya memang benar, yaitu keseluruhan tugas

fungsi puskesmas yang ditimpakan pada bidan di

kawasan desa, ibaratnya Puskesmas kecil di desa,

hmm... bisa dibayangin betapa overload-nya.

Sedangkan masalah budaya, pendidikan masyarakat,

sosial ekonomi, dll, bisa jadi sebagai pelengkap

(nggeneppin) kompleksnya masalah, karena telah

menjadi PR rutin yang kronis.

Mungkin sebaiknya kita perlu mengeksplorasi segala hal

dari semua sisi, dari kebutuhan biologis (terendah)

sampai aktualisasi diri (tertinggi) menurut Maslow.

Bagaimana mau mengaktualisasikan diri, jika kebutuhan

di bawahnya tidak terpenuhi. Contoh : dari sisi safety

saja beberapa waktu lalu diragukan ( kasus bidan

dibunuh).

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Setuju... beban

kerja sangat tak SEHAT... catat!

Erna Waty Masukkannya hebat-hebat luar biasa.

Semoga segera ada tindak lanjut dari yang berwenang,

yang berkuasa, yang punya power. Semoga segera

menjadi Indonesia yang lebih baik.

Page 69: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

60

Page 70: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

61

Bagaimana menggunakan IPKM?

Surabaya, 22 Mei 2012

Dear all,

Sebagai sebuah indeks pemeringkatan ‘Indeks

Pembangunan Kesehatan Masyarakat’ (IPKM) terdiri dari

24 indikator yang diperhitungkan secara bersama-sama

untuk melihat akumulasi status kesehatan masyarakat di

440 kabupaten/kota yang datanya berasal dari Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas), Survey Sosial Ekonomi

Nasional (Susenas) dan Survey Potensi Desa (PODES).

Semuanya merupakan data survey tahun 2007.

Rencananya pada tahun 2013 nanti akan dirilis IPKM

yang terbaru.

Page 71: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

62

IPKM terdiri dari 3 kriteria indikator dengan

pembobotan yang berbeda. Yang pertama adalah 11

indikator ‘mutlak’ dengan nilai pembobotan 5, yang ke

dua 5 indikator ‘penting’ dengan nilai pembobotan 4,

dan yang terakhir 8 indikator ‘perlu’ dengan nilai

pembobotan 3.

IPKM terdiri dari 3 kriteria indikator dengan

pembobotan yang berbeda. Yang pertama adalah 11

indikator ‘mutlak’ dengan nilai pembobotan 5, yang ke-

dua 5 indikator ‘penting’ dengan nilai pembobotan 4,

terakhir 8 indikator ‘perlu’ dengan nilai

Page 72: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

63

Bila sebuah kabupaten/kota ingin melakukan akselerasi

atau percepatan pembangunan kesehatan, maka tidak

perlu membabi-buta melakukan perombakan besar-

besaran di semua indikator, terutama bagi

kabupaten/kota yang jelas-jelas minim sumber

pembiayaannya. Upaya bisa langsung difokuskan pada

indikator-indikator yang mempunyai bobot besar, yang

bisa diartikan indikator tersebut memiliki daya ungkit

yang maksimal terhadap status kesehatan masyarakat.

Apa saja indikator dengan daya ungkit maksimal

tersebut?

Tentu saja indikator mutlak yang menjadi targetnya!

Tapi tidak semua indikator ‘mutlak’ harus digarap

maksimal. Perlu dipilih lagi, terutama indikator-indikator

dengan upaya berbudget minimal.

‘Rasio dokter/puskesmas’ dan ‘rasio bidan/desa’ perlu

dikeluarkan sementara, karena tentu saja tidak bisa kita

upayakan secara cepat. Kemudian indikator ‘akses air

bersih’ dan ‘akses sanitasi’ juga kita keluarkan, karena

upayanya tidak bisa kita usahakan hanya dari Dinas

Kesehatan saja, perlu melibatkan Bappeda/Bappeko

untuk pengadaannya. So... bisa butuh waktu lebih dari

lama untuk realisasinya.

Dari 11 indikator ‘mutlak’ dikurangi 4 indikator, jadi

tersisa 7 indikator yang harus kita upayakan secara

maksimal. Dan hampir semuanya berhubungan dengan

Page 73: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

64

‘Posyandu’ sebagai media upayanya, dan ibu hamil serta

balita yang menjadi sasarannya.

Bila ingin betul-betul mengupayakan pada 7 indikator

tersebut, tentu saja kita harus benar-benar tahu sasaran

kita! Bukan hanya target yang diproyeksikan dari angka-

angka Badan Pusat Statistik (BPS). Kita tidak bisa lagi

hanya menunggu balita dan ibu hamil datang ke

Puskesmas atau Posyandu ataupun pelayanan kesehatan

lainnya. Perlu dilakukan sensus menyeluruh terhadap

sasaran tembak, total populasi sasaran. Pelayanan

jemput bola.

Kita coba bedah data profil Kabupaten Sampang, ranking

IPKM paling buntut di Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan

data tahun 2010, dengan jumlah penduduk 837.275

jiwa, maka jumlah balita sekitar 10,1% atau 84.115 jiwa.

Dengan jumlah desa 180, maka beban per desa adalah

sekitar 468 balita. Rata-rata desa di Sampang memiliki 6

dusun, maka tiap dusun harus mencari sekitar 78 balita

selama setahun.

Masih mungkin bukan dilakukan?

Kita coba bedah data ibu hamil. Jumlah ibu hamil

diestimasikan sekitar 19.790 bumil. Jumlah bidan yang

ada pada tahun 2010 ada sekitar 309 bidan. Bila semua

kehamilan ditolong oleh bidan maka tanggung jawab

setiap bidan adalah menolong 64 persalinan setiap

tahunnya, yang artinya setiap bulan bidan wajib

menolong 5-6 persalinan. Apanya yang tidak mungkin?

Page 74: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

65

Untuk melakukan sweeping balita kita bisa

menggunakan seluruh tenaga kesehatan yang ada

sekitar 716 tenaga kesehatan tanpa memandang apapun

latar belakangnya. Bila dikerjakan dan menjadi tanggung

jawab bersama tentu menjadi lebih ringan lagi itung-

itungan beban kerjanya. Belum lagi pemanfaatan tenaga

kader Posyandu serta bantuan dari aparat desa/dusun

atau pak klebun.

Faktor budaya ada dimanapun tempat di republik ini.

Jangan dijadikan alasan, tapi mari kita jadikan kekayaan

untuk pengembangan upaya kesehatan yang lebih baik.

Piye jal?

-ADL-

Page 75: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

66

D I S K U S I

Yun Astuti Nugroho Wah kalau dari penjelasan

panjenengan cukup mudah ya untuk melakukan

percepatan pembangunan kesehatan. Apalagi kalau di

bagi lagi per-dasawisma. Setiap ketua dasawisma hanya

mencatat 10 rumah berapa balita dan ibu hamil. Tinggal

membuat laporan berjenjang sampai Dinas Kesehatan

kabupaten/kota. Tapi Apakah Kepala Dinas Kesehatan

kabupaten/kota sudah cukup faham trik-trik untuk

percepatan pembangunan kesehatan tersebut???

Anni Haryati Haiyuuk... ikutan ah, ikutan share

checklistnya ya, tengkyuu.. tak share sama teman-temen

di Dinas Kesehatan.

Ilham Akhsanu Ridlo Makasih pap, dengan adanya

bobot yang jelas dan indikator di atas, pemegang

kebijakan di daerah dapat merancang mind map-nya

untuk memecahkan masalah kesehatan di wilayahnya.

Kembali lagi ke itikad baik...

Rachmad Pg Note pagi yang mencerahkan. Salah satu

ujungnya juga perlu advokasi. Jangan sampai berhenti di

domain orang kesehatan aja.

Page 76: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

67

Andrei Ramani IPKM oh IPKM... orang-orang mungkin

lebih sering denger Indeks Pembangunan Manusia (IPM,

atau Human Development Indeks/HDI). Trik yang

feasible untuk daerah-daerah yang merasa IPM-nya

rendah.

By the way, pengenalan IPKM juga saya sampaikan ke

mahasiswa kami, meskipun hanya sepintas.

Mukhlissul Faatih Kalo yang ini bagaimana?

http://arali2008.wordpress.com/2009/07/03/apakah-

berat-badan-balita-dibawah-garis-merah-bgm-adalah-

gizi-buruk/

Andrei Ramani What is Indeks Pembangunan Kesehatan

Masyarakat? - silahkan download IPKM terbitan

Kementerian Kesehatan tahun 2010 yang memuat daftar

seluruh rangking IPKM kabupaten baik dalam propinsi

atau rangking nasional –

http://www.mediafire.com/view/?wgx1wivxd6tezzr

Anni Haryati Inggih pak Andrei...punyaku rapornya

masih jeleeekssss...

Mukhlissul Faatih Info, menurut Rofi Mubasyiroh,

giburkur (IPKM) = gizi buruk (profil) + BGM (profil)

Page 77: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

68

Agung Dwi Laksono yang dimaksud sama adalah

crosscutting kedua data tersebut denmas19

. jangan

sampai menimbulkan anggapan bahwa data IPKM

datanya diambil dari profil.

Mukhlissul Faatih Loh, kesimpulan mas ADL kok

mekoten20

? "data IPKM datanya diambil dari profil",

siapa yang bilang?

Agung Dwi Laksono Bukaan! Ntu karena denmas orang

Litbang yang mengerti sejarahnya. Coba kalo orang dari

luar, kesimpulan apa yg kemungkinan bisa diambil

dengan tanda “=” (sama dengan).

Mukhlissul Faatih Siyap mas suhu ADL. yang belum

ketemu itu kurus-sangat kurus (IPKM), pendek (IPKM),

imunisasi bayi kengkap (IPKM) yang belum ketemu

"crosscutting"nya dengan profil kesehatan.

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Inilah peran

Ilmuwan... menjadi ilmuwan dan advokat. Tidak sekedar

berkarya di menara gading namun juga berkarya

mencerdaskan rakyat. Yang krusial senator dan calon-

calon pejabat publik. Ajang pilkada sering mengangkat

isu kesehatan yang dominan dinilai praktisi kesehatan

19

‘adik’; bahasa Jawa. 20

‘begitu’; bahasa Jawa.

Page 78: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

69

sangat melenceng dan pinggir-pinggir doang bahkan

tidak memahami. Tapi tidak berhenti sampai di situ kan?

hanya komentar aja, wajib memberi advokasi dengan

diminta ataupun tidak diminta. Makasih bro, awakpun

tercerahkan, sekali-sekali berpaling dari peran

provokator menjadi advokator, terutama di masa-masa

sekarang ini, sangat.. sangat.. sangat.. dibutuhkan.

Tabik.

Page 79: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

70

Page 80: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

71

Gado-gado ala Sampang!

Surabaya, 28 Mei 2012

Dear all,

Pagi ini kembali lagi kita kupas beberapa hal terkait

Kabupaten Sampang untuk memetakan track record

yang sudah dan akan dilakukannya untuk mencoba

membawanya keluar dari dasar keterpurukan ranking

IPKM di Propinsi Jawa Timur.

Seperti telah beberapa kali dituliskan, bahwa Kabupaten

Sampang adalah kabupaten DBK yang menjadi penghuni

dasar peringkatan IPKM di Propinsi Jawa Timur, yang

data komparasinya dengan ranking satu Jawa Timur

(Kabupaten Tulungagung) bisa dilihat pada dua grafik

berikut;

Page 81: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

72

Page 82: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

73

Paparan data tersebut bersumber pada data survey

Riskesdas pada tahun 2007. Pada saat ini, saya sangat

berkeyakinan data tersebut telah berubah, kalau saya

tidak boleh berlebihan dengan mengatakan melonjak

drastis.

Atmosfir yang saya rasakan langsung di Kabupaten

Sampang sangat positif, antusiasme para petugas

kesehatan untuk memberikan yang terbaik sangat

kentara. Hal ini berbanding lurus dengan kenyataan di

lapangan berdasarkan pengakuan masyarakatnya.

Good Governance

Dalam era desentralisasi dan keterbukaan seringkali

para penggiat pemerintahan mendengung-dengungkan

jargon good governance, di Kabupaten Sampang good

governance bukan sekedar jargon, setidaknya di Dinas

Kesehatan. Perbaikan dari sisi administrasi dan

manajerial begitu sangat terasa. Tidak hanya

berdasarkan pengakuan policy maker di level Dinas

Kesehatan saja, tapi setidaknya hal tersebut dirasakan

oeh bidan sebagai pelaksana sekaligus sasaran

kebijakan, yang juga dirasakan juga oleh masyarakat

sasaran secara langsung.

Paling cepat proses klaim dari seluruh kabupaten/kota

yang saya tahu.

Page 83: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

74

“Pastikan (ibu hamil) lahir ke kamu (bidan), pastikan

tidak mati, jadi saya akan memastikan

pembayarannya...”

Dalam sebuah diskusi dengan para bidan yang terlibat

dalam Jampersal, rata-rata bidan mengungkapkan

bahwa proses pencairan klaim dana Jampersal sangat

cepat. Mereka mengaku proses tersebut jauh lebih

cepat dibanding dengan ‘saudara-saudara’ lainnya di

wilayah Kabupaten lainnya di Pulau Madura. Bahkan

untuk proses pencairan dari BPS (Bidan Praktek Swasta)

yang melakukan PKS (perjanjian kerja sama) dengan

Dinas Kesehatan proses bisa selesai dalam satu hari.

Sebuah capaian good governance yang tidak pernah

saya jumpai di banyak wilayah manapun di pelosok

negeri ini yang saya datangi khusus untuk pengelolaan

Jampersal.

Tata kelola yang menarik lainnya adalah kemauan

pemerintah setempat untuk memberi pelayanan terbaik

bagi warganya. Hal ini direalisasikan dengan pengadaan

rumah singgah bagi masyarakat Kabupaten Sampang

yang sakit dan memerlukan rujukan sampai ke tingkat

propinsi, rawat inap di Rumah Sakit dr. Soetomo

Surabaya. Disediakan ambulan sampai ke lokasi, dan

juga disediakan rumah singgah untuk para pengantar

atau penunggu pasien. Rumah tunggu yang beralamat di

Dharmahusada Gang 1 Nomor 17 tersebut selain

menyediakan fasilitas akomodasi juga menyediakan

konsumsi untuk 2 (dua) orang penunggu per pasien.

Page 84: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

75

Banyak Bicara Banyak Kerja

Berbeda dengan jargon yang berhubungan dengan

kinerja yang selalu diucapkan untuk memotivasi, yaitu

‘Sedikit Bicara Banyak Kerja!’. Hal ini tidak berlaku untuk

petugas kesehatan di Kabupaten Sampang, setidaknya di

wilayah Puskesmas Robatal.

“Banyak bicara banyak kerja...” demikian jargon yang

ditekankan oleh Totok Sudirman, selaku Kepala

Puskesmas Robatal kepada para petugas kesehatan di

jajarannya. Pendekatan jargon ini yang coba diterapkan

dalam keseharian pelaksanaan tugas bukannya tanpa

sebab. Berdasarkan data profil tahun 2011, dari seluruh

penduduk di Kabupaten Sampang yang berjumlah

803.866 jiwa, sebanyak 86% tidak sekolah, tidak tamat

SD, maupun tamat SD. Dengan tingkat pendidikan yang

demikian maka media sosialisasi maupun promosi yang

berisikan tulisan bisa dibilang menjadi kurang efektif,

kalau tidak mau disebut sia-sia.

Budaya masyarakat kita cenderung pada budaya oral

(percakapan) daripada budaya baca, apalagi dengan

tingkat pendidikan yang mayoritas lulusan sekolah dasar

ke bawah. Sudah tentu penyebarluasan informasi yang

berupa buku panduan, leaflet, maupun baliho yang

besar sekalipun, akan dianggap sebagai angin lalu.

Page 85: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

76

Pendekatan paling efektif adalah ‘banyak omong’.

Pendekatan penyampaian informasi yang getok tular21

dirasa paling efektif untuk dilakukan. Untuk itu petugas

kesehatan yang jumlahnya terbatas sudah tentu tidak

bisa bergerak sendiri, kerja sama dengan pak klebun,

mbah modin, kader dan tokoh masyarakat lainnya

menjadi mutlak diperlukan.

Community Empowerment

Dukungan tokoh masyarakat ini sangat nyata di

Sampang. Setiap akan dilakukan kegiatan Posyandu,

speaker22

di Masjid atau di beberapa tempat

pelaksanaan Posyandu yang sudah ada swadaya

pembelian speaker akan selalu berkumandang seruan

untuk para sasaran. Momen lain yang sering digunakan

sebagai media cangkrukan23

info kesehatan adalah

forum muslimatan, forum pengajian yang menjadi

kegiatan umum bagi masyarakat muslim Madura yang

cenderung agamis.

Di sisi lain, para tokoh masyarakat yang menjadi

penggiat menjadi marketing hebat dalam menyarankan

para ibu hamil untuk bersalin hanya ke bidan. Hal ini

disertai dengan keikhlasan mengantar ibu hamil dan

melahirkan ke bu bidan secara ber’jamaah’, bisa dengan

21

‘Penyampaian informasi yang dilakukan secara berantai dari mulut ke

mulut; bahasa Jawa. 22

‘pengeras suara’. 23

‘ngobrol atau diskusi santai’; bahasa Jawa

Page 86: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

cara digotong, ataupun sekedar naik motor bila lokasi

jauh.

Penggiat lain yang berada di jajaran pemerintahan desa

ikut membantu menyiapkan kelengkapan persyaratan

admini-strasi bagi warga sasaran. Sudah bukan rahasia

umum bahwa masyarakat Madura banyak yang tidak

mempunyai KSK (Kartu Susunan Keluarga) atau KTP

(Kartu Tanda Penduduk). Untuk keperluan tersebut,

Klebun24

bersedia di’ganggu’ kapan saja, 24 jam, untuk

pengurusan Surat Keterangan Domisili sebagai

pengganti KSK atau KTP untuk kelengkapan persyaratan

24

‘Nama lain lurah atau kepala desa di Pulau Madura’.

77

cara digotong, ataupun sekedar naik motor bila lokasi

Penggiat lain yang berada di jajaran pemerintahan desa

ikut membantu menyiapkan kelengkapan persyaratan

strasi bagi warga sasaran. Sudah bukan rahasia

dura banyak yang tidak

mempunyai KSK (Kartu Susunan Keluarga) atau KTP

(Kartu Tanda Penduduk). Untuk keperluan tersebut,

bersedia di’ganggu’ kapan saja, 24 jam, untuk

pengurusan Surat Keterangan Domisili sebagai

pengganti KSK atau KTP untuk kelengkapan persyaratan

Page 87: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

78

untuk mendapatkan Jampersal atau Jaminan Kesehatan

lainnya.

Strategi-strategi ini terbukti efektif. Dengan keberadaan

jumlah dukun bayi yang mencapai 516 dukun, hampir

dua kali jumlah bidan yang 'hanya' mencapai 314 bidan

(184 bidan PNS, sisanya bidan praktek swasta), ibu hamil

yang melakukan persalinan tidak ke tenaga kesehatan

hanya mencapai 5%. Capaian yang sungguh menjadi

prestasi tersendiri bila melihat situasi dan kondisi yang

ada.

Strategi lainnya adalah pembentukan ‘bagas’ (pembantu

petugas). Bagas sendiri diambil dari para kader yang

dinaikkan derajatnya dengan insentif sekedarnya dari

bidan desa. Berdasarkan pengakuan bagas dalam

diskusi, ada yang berinisiatif untuk menghimpun dana

dari masyarakat. Yang telah terrealisasi adalah

menghimpun ‘jimpitan’ Rp. 1.000,- perkali datang ke

Posyandu, selain juga menghimpun dana donatur untuk

membantu pelaksanaan Posyandu. Saat ini di salah satu

Posyandu di wilayah Puskesmas Batulenger telah

berhasil mempunyai kas mencapai tujuh juta, yang juga

dikelola sebagai ‘simpan pinjam’ untuk anggota

Posyandu yang memerlukan biaya saat sakit.

Sebuah jalinan emosi yang telah terjalin cukup kuat

antara petugas (bidan) yang bekerja penuh keikhlasan

dengan masyarakatnya...

"bu bidan itu semuanya baik-baik pak, gak ada yang

sadis..."

Page 88: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

79

"bu bidan itu suka memakai kata-kata... 'gini

sayang... gini sayang...', gitu paak!”

"kalau jam 6 pagi atau jam 3 sore di rumah Bidan itu

seperti rumah sakit pak, saking sukanya masyarakat

dengan bidan..."

"bu bidan itu lebih hapal siapa saja ibu yang hamil di

wilayahnya daripada saya yang jadi kadernya pak..."

"bu bidan itu tetap melayani dengan baik pak, meski

kadang hanya dibayar dengan jagung, kacang atau

bawang..."

Apalagi yang bisa saya katakan?

ghirah25

itu telah saya rasakan... telah saya temukan di

sini, di Sampang.

-ADL-

25

‘gairah atau semangat’; bahasa Arab

Page 89: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

80

D I S K U S I

Apriliana Lailatul Maghfiroh Well, luar biasa! 2 thumbs

up untuk Kecamatan Robatal. Sedikit berbeda dengan

Kecamatan Jrangoan. Puskesmasnya tidak seperti di

Robatal. Kalo bidan desanya sih sama kerennya dengan

yang di Robatal, meskipun beliau belum PNS tapi sangat

proaktif :)

Veronica Suci Fridani Yang kucermati dari ulasan di atas

adalah;

"Tata kelola yang menarik adalah kemauan pemerintah

setempat untuk memberi pelayanan terbaik bagi

warganya.

Hal ini direalisasikan dengan pengadaan rumah singgah

bagi masyarakat yang sakit dan memerlukan rujukan

sampai ke tingkat propinsi. Disediakan ambulans sampai

ke lokasi, dan juga disediakan rumah singgah untuk para

pengantar atau penunggu pasien."

Setiap akan dilakukan kegiatan Posyandu, 'speaker' di

Masjid atau di beberapa tempat pelaksanaan Posyandu

yang sudah ada swadaya pembelian 'speaker' akan

selalu berkumandang seruan untuk para sasaran.

Page 90: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

81

'Gethok tular'26

dalam masyarakat yang rajin

bersosialisasi dan berinteraksi merupakan sarana

penyampaian informasi yang ampuh. Meretas segala

sekat dan mendekatkan pada sasaran.

APabila semua daerah seperti yang diulas, maka

kesehatan yang menjadi dambaan masyarakat luas

bukanlah mimpi.

Tetap semangat dalam berkarya, Mas Agung.

Salam sehat

Pak Sawi Sip Om ADL :

1) Sebuah Perubahan, kan? Sejak kapan Om? Adakah

kaitannya dengan Kalakaryamu?

2) Tolong cermati bagaimana data mengalir-

membudaya, sejak di lokasi terjadinya layanan sampai

tercatat-terbaca-teranalisa di kabupaten balik

terfeedback ke lokasi terjadinya layanan. Hal ini untuk

melihat keterjaminan data di meja dengan data

dikenyataannya, bukankah Riskesdasmu akan begitu

melihatnya lagi nanti?

3) Banyak Bicara Banyak Kerja, kredo yg bagus,

meskipun bukan begitu maksudnya. Banyak bicara disitu

BICARA itupun KERJA. Sedang banyak bicara yang biasa

26

‘disampaikan secara berantai dari mulut ke mulut’; bahasa Jawa

Page 91: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

82

kita ledek itu adalah Bicara mau nimbang padahal gak

nimbang; bukan Bicara: halo-haloo... Balita harus

ditimbang yaaaa, dan Kerja: Nimbang!

4) Puskesmas, dan Juga Bidan yang diceritakan dapat

dijadikan panutan, jika butir 2) dapat dilakukan, maka

akan menampak apakah hanya Puskesmas satu ini saja

atau satu Bidan ini saja; kalau se-Sampang seperti ini

semua, wah... aku boleh ikut merasa menjadi bagian

darinya, bukankah kita pesta ultah terakhir sebagai PNS

di sana Gung? Tetapi andai tak berkait dengan

Kalakarya-pun, kita boleh juga 'diam-diam' bersyukur.

5) Sehari ganti biaya Jampersal, itu harus dibesar-

besarkan, dipamer-pamerkan kemana-mana. Kalau

perlu diterbitkan dokumen penghargaan khusus oleh

Kementerian Kesehatan atau oleh Gubernur Jawa Timur.

Nah tugas Agung adalah mencari tahu detail ‘piye to koq

bisa sehariiiii? Dhuwite sopooooo? Ngambilnya piyeeee?

Opo gak butuh waktu? Opo DPR-e gak crewet? Opo

petugas proyek di Dinkes gak crewetttt?’27

27

‘bagaimana sih kok bisa sehari? Uangnya siapa? Mengambilnya

bagaimana? Apa tidak memerlukan waktu? Apa DPR-nya gak cerewet?

Apa petugas proyek di Dinkes gak cerewetttt?’; bahasa Jawa.

Page 92: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

83

Pak Sawi Sori Gung, meski aku wis ga di PDBK, nek

sampeyan28

sekali waktu ke Sampang, ajaken29

aku

Gung, tak melu30

menikmatinya

Ade Ayu Siiipppp... Orang madura yang katanya kasar

suka carok31

tapi hatinya pada lembut.

Yun Astuti Nugroho Mas Agung apa yang panjenengan32

ulas akhirnya bisa jadi model pemberdayaan ........ Untuk

percepatan pembangunan kesehatan. Pertama yang bisa

pakai adalah Gorotalo.

Pak Sawi Gorotalo itu ada tiga atau berapa ya Gung?

ADL belum ke Gorotalo ya? Ada Kabupaten Gorontalo,

Kota Gorontalo, malah Propinsi Gorontalo, ada lagi

Kabupaten Gorontalo Utara. Apalagi ya, koq susah amat

nyari nama ya Gung. Mbok seperti Boalemo,

Bolebolango, gitu kek jadi jelas. Yang Mbak Yun ini crita

Gorotalo yang manaaaa? Yang kalakaryanya dihadiri 700

orang itu yaaaa?

28

‘kamu’; penyebutan orang ke-dua dalam bahasa Jawa ngoko alus. Biasa

dipakai dalam bahasa pergaulan sehari-hari. 29

‘ajaklah’; bahasa Jawa. 30

‘ikut’; bahasa Jawa. 31

‘pertarungan antar lelaki madura dengan menggunakan senjata clurit

(senjata tajam khas Pulau Madura), biasanya karena masalah harga diri

dan atau wanita’; bahasa Jawa. 32

‘kamu’; penyebutan orang ke-dua dalam bahasa Jawa kromo inggil,

tataran bahasa paling tinggi dalam adat Jawa, biasanya untuk

meng’orang’kan orang yang lebih tua, atau yang dihormati, di’tua’kan.

Page 93: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

84

Yun Astuti Nugroho Bapak ada Kabupaten Boalemo dan

Pohuwato, yang saya maksud supaya IPM-nya

kabupaten/kota lebih baik lagi bisa model

pemberdayaan seperti di Kabupaten Sampang bisa

ditularkan. Matur nuwun

Pak Sawi Benul.... hei betul. Itulah kenapa aku juga

pengin ngeliat, terus ADL tulis besar-besar di mana-

mana, biar kedengeran, keliatan, dan ditiru orang. Ga

apa-apa niru, niru yang bagus ini. Kuncinya 'cari

provokator utama di daerah itu' atau 'jadikan dirimu

provokator', kemudian jadilah orang yang 'budeg'33

dengan kecaman orang-orang yang 'keras kepala (lihat

Kompas Sabtu)', maju terus pantang nolah-noleh34

. Ayo

Bu Yun!

Sutopo Patria Jati maturnuwun35

sharing pengalaman yg

luarbiasa, kalau boleh tahu menurut njenengan siapa

opinion leader36

dan agent of change37

dari semua

fenomena tersebut pak? Satu hal lagi yang menjadi

concern saya adalah tentang aspek sustainabilitas dari

improvement yang saat ini berhasil dicapai oleh teman-

teman di Sampang, semoga bisa tetap bergulir dan

33

‘tuli’; bahasa Jawa 34

‘menoleh kiri-kanan’; bahasa Jawa 35

‘terima kasih’; bahasa Jawa 36

‘pemimpin yang berpengaruh sebagai pembentuk opini’ 37

‘agen perubahan’

Page 94: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

85

terjaga ghirah-nya bahkan bisa menular ke daerah lain,

aamiin.

Nagiot Cansalony Salomo Tambunan 1 poin, mulai

tereduksi lack information, yang masih banyak terjadi di

level tinggi birokrasi. Juga ada perubahan menjadi

bekerja bersama rakyat. tabik buat TEAM Sampang.

Agung Dwi Laksono Pak Sawi, proses klaim bisa satu hari

selesai karna sebenarnya duit sudah dititipkan di Dinas

Kesehatan oleh BUK. Jadi tinggal kelengkapan

administrasi saja yang harus dipaksa untuk ikut cepat

bergerak, dan hal ini sudah 'jelas' bagi orang lapangan

sampai pak klebunnya. Bagi mereka yang penting ibu

hamil dilayani dan jangan sampai ada yang mati. itu saja.

Yun Astuti Nugroho Aduh bapak maaf, saya hanya

partisipan di group PDBK. Kalau tim PDBK di Gorontalo

Pak Anorital Cs. Saya pernah menjadi tim Rifaskes dan

kebetulan anak salah satu dokter di Gorontalo. Jadi

boleh dong punya mimpi memajukan Gorontalo

terutama untuk kesehatannya. Suwun.

Agung Dwi Laksono Bu Yun Astuti Nugroho, model

pemberdayaan sebenarnya sudah cukup banyak,

termasuk yang local spesific masing-masing daerah.

Pemetaan potensi lokal untuk secara mandiri membuat

Page 95: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

86

kemajuan tanpa tergantung dengan pusat saya rasa

perlu digalakkan.

Agung Dwi Laksono Gorontalo! Mungkin memang benar

hebat apa yang sudah terjadi di sana, tapi sayangnya

saya belum diberi kesempatan bertandang di sana. saya

tak boleh menulis apa yg tidak saya lihat dan rasakan

sendiri, ntar malah jadinya ngapusi38

.

Yun Astuti Nugroho Iya mungkin, tapi saya tertarik

dengan ‘banyak bicara banyak kerja’. Ini yang bisa menjd

poin penting yang bisa diterapkan di Gorontalo.

Agung Dwi Laksono Pak Sutopo Patria Jati, opinion

leader di Sampang adalah para tokoh agama yang

sekaligus juga menjadi tokoh masyarakat, termasuk di

dalamnya adalah petugas kesehatan. Untuk geliat

perubahan di Sampang yang saya lihat sudah mengalami

proses kelembagaan sampai pada tingkat grass root.

Satu-satunya yang bisa mengganggu sustainaibilitasnya

saya rasa adalah 'pembiayaan kesehatan'. Seperti kita

ketahui masyarakat Sampang dominan miskin dan

berpendidikan rendah, perlu satu-dua generasi atau

lebih untuk membuat rakyat Sampang terlepas dari

lingkaran setan tersebut.

38

‘berbohong’; bahasa Jawa.

Page 96: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

87

Agung Dwi Laksono Untuk semua paparan di atas

memang saya tidak terjun turun langsung ke semua

wilayah Sampang. Saya hanya turun di tataran

kabupaten (Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit) serta di

dua kecamatan yang menjadi ampuan Puskesmas

Batulenger dan Robatal.

Pak Sawi, saya tidak dalam rangka PDBK saat turun di

wilayah ini. Saya hanya peneliti gatel yang menggendong

PDBK kemana-mana.

Ilham Akhsanu Ridlo Kemarin sore saya juga berdiskusi

dengan pelaku dan praktisi di sana, Maman Firmansyah

bersama Rachmad Pg dan beberapa rekan, setidaknya

membuktikan bahwa dukungan dan peran policy maker

disana luar biasa effortnya. Salut buat mereka!

Agung Dwi Laksono Saya hanya turun seminggu di

wilayah ini, selebihnya ada rekan-rekan saya yang stay di

sana. Kebetulan Pusat 4 Litbang Kesehatan (Pusat

Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat) sedang ada riset etnografi terkait

kesehatan ibu dan anak, yang 'menanam' 4 orang

peneliti disana selama kurang lebih 2 bulan. Jadi untuk

informasi detail ataupun konfirmasi bisa langsung pada

mereka. salah duanya adalah Ida Diana Sari dan

Apriliana Lailatul Maghfiroh.

Page 97: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

88

Agung Dwi Laksono Perubahan di Sampang tidak serta

merta saat kita ber-PDBK Pak Sawi. Kesadaran tersebut

sudah lama menjangkiti petugas kesehatan sejak

mereka menyadari selalu menjadi posisi paling buncit

dalam prestasi kesehatan yang manapun di Propinsi

Jawa Timur. Mereka sedang sangat gelisah untuk

bangkit, sedang sangat-sangat bergairah untuk lepas

dari keterpurukan.

Ilham Akhsanu Ridlo Iya... kalau boleh usul nih, PKL-nya

(Praktek Kerja Lapangan) FKM Unair dialihkan kesana,

pasti lebih bagus, setidaknya untuk membantu policy

maker disana.

Agung Dwi Laksono Rasa 'merinding' yang biasa kita

rasakan Pak Sawi, saat kita ikut merasi geliat perubahan

rekan-rekan DBK di banyak wilayah, saya merasakan

setiap hari, setiap saat, selama seminggu ketika

bersinggungan dengan mereka. Saat menulis inipun

kepala saya seperti melayang entah kemana? endorphin

yang sungguh saya nikmati.

Apriliana Lailatul Maghfiroh Well, setelah kurang lebih

satu bulan di Desa Jrangoan Kecamatan Omben, ada

beberapa hal yang berbeda dari yang Pak Agung

paparkan. Robatal memang keren, Usahanya luar biasa.

Alhamdulillah, di Jrangoan juga seperti itu. Mayoritas

Page 98: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

89

persalinan juga sudah ditolong oleh Bidan Desa. Karena

memang sudah sangat bermitra dengan dukun. Beliau

juga sangat proaktif sekali. 5 persalinan yang terjadi di

Jrangoan, selama 1 bulan ini, semuanya ditolong oleh

Bidan Desa. Alhamdulillah.

Tapi, saya belum melihat effort yang jelas dari pihak

Puskesmas untuk meningkatkan IPKM. Boro-boro mikir

IPKM, kalo banjir aja udah pada ga masuk petugasnya.

Padahal jalan alternatifnya ada lho. Paling cuma selisih 1

jam untuk nyampe ke Puskesmas dari waktu tempuh

biasanya. Belum lagi sering saya lihat Puskesmas sudah

sepi pada jam 12 ato ba'da Dzuhur. Bukan itu saja, disini

ga ada dokter, Kepala Puskesmasnya seorang perawat

yang lagi menempuh master (S2) di Universitas

Airlangga. Mengenai program-programnya juga belum

terlihat dengan jelas. Kami memang hanya beberapa kali

kesana dan berkali-kali lewat di depan Puskesmas.

Karena waktu kami banyak tersita dengan warga dan

pesantren. Ini memang tujuan kami, berbaur dengan

masyarakat setempat untuk mengkaji budaya KIA.

Bahkan, di desa sebelah, Desa Kebun Sareh, yang juga

termasuk wilayah kerja Puskesmas ini, masih

buaaaanyaak yang persalinannya ditolong oleh dukun.

Ada juga perawat yang buka praktek tanpa SIP resmi.

Page 99: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

90

Wohohoo.. Apakah Puskesmas tidak mengetahuinya??

Tidak mungkin tidak!

Mengenai policy, saya belum melihat Dinas Kesehatan

'menyentuh' Jrangoan. Mungkin Mas Maman bisa

menjelaskan.

Jadi, agak kaget ketika pak agung mengatakan Dinas

Kesehatan sangat ingin berubah menjadi lebih baik, saat

beliau memantau yang terjadi di Robatal.

Satu lagi hal yang selalu menggelitik otak saya.

Litbangkes sudah berkali-kali mengadakan penelitian,

pasti sudah banyak data yang diperoleh. Lalu, apakah

ada follow up untuk 'mengubah' data tsb menjadi lebih

'enak' dilihat?

Misal, Riskesdas 2010 sudah menunjukkan bahwa

Sampang adalah Kabupaten yang 'terparah' di Jawa

Timur. So, what's next? Apakah Dinkes tidak 'ditegor'

oleh 'atasan'? Lalu, apakah Dinkes tidak 'menegor'

Puskesmas-puskesmas? Sehingga Puskesmas sebagai

ujung tombak Dinkes bisa berbenah diri dengan

membuat program baru. Yang paham masalah

kesehatan di lini terbawah (desa/kecamatan) kan

Puskesmas, harusnya Puskesmas juga tau dong gimana

solusinya. Masalah kesehatan tiap daerah kan beda-

Page 100: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

91

beda, solusinya pun pasti beda-beda, ga bisa

disamaratakan. Bukan begitu, bapak dan ibu?

Di luar pemikiran waktu dan dana, saya memikirkan

suatu hal yang simpel untuk meningkatkan IPKM:

penelitian � data � lapor ke Kemenkes � tegor

Dinkes � tegor Puskesmas � mencari root cause �

menemukan solusi (program) � implementasi �

evaluasi � penelitian � data � begitu seterusnya.

Yah... sebagai putri daerah Sampang, saya ingin

menanyakan hal ini pada bapak dan ibu yang ada di

'atas' ini.

salam sehat!

Agung Dwi Laksono Waduuuh! Kok 'tegur' ya?

Manajemen 'teguran' sudah lama kita tinggalkan. Untuk

dasar pemikiran bisa dibuka-buka kembali Peraturan

Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 (kalo salah tolong

dibenerin) tentang Pemerintahan Daerah. Pada regulasi

tersebut jelas menyebutkan bahwa kesehatan

merupakan salah satu kewenangan wajib pemerintah

kabupaten/kota. Jadi bila 'pusat' turun tangan itu

sebenarnya sudah melampaui kewenangannya saja.

Untuk itu resep yang dibuat adalah PDBK

(Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan).

Pendekatan dalam PDBK lebih banyak pada sisi non

Page 101: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

92

material, yaitu empowerment, menggugah kesadaran

untuk berbuat, bukan hanya kepada petugas tetapi juga

masyarakat dan lintas sektor. Jadi mau bangkit atau

tidak bukan terletak pada kemauan pusat. Kemauan dan

kemampuan lokal-lah yang harus dibangkitkan, pusat

hanya bertindak sebagai katalis.

Dan benar bahwa solusi untuk masing-masing wilayah

adalah berbeda, local spesific. Sedikit koreksi, untuk

‘menunjukkan’ Sampang sebagai kabupaten terparah

bukan hasil Riskesdas tahun 2010, tetapi hasil Riskesdas

tahun 2007.

Seperti paparan sebelumnya, bahwa saya tidak turun di

semua wilayah Sampang, jadi tidak mewakili seluruh

wilayah. Meski demikian, saya melihatnya tidak serta

merta demikian.

Mbak Apriliana Lailatul Maghfiroh yang notabene 'baru',

belum bisa masuk di dalam sistem kesehatan. Masuk

'hanya' dalam tataran masyarakat dan melihat sistem

kesehatan hanya dari 'luar'. Meski juga kita tidak tutup

mata dengan adanya petugas yang belum mempunyai

ghirah untuk bangkit

Apriliana Lailatul Maghfiroh Pokok, jelas! Terimakasih

penjelasannya. Nice. Terimakasih juga koreksinya. Yups,

Riskesdas 2007 maksudnya.

Page 102: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

93

Well, jadi pusat tidak memiliki wewenang untuk ngutak-

ngatik Kabupaten. Semua tergantung Pemerintah

Daerah, secara udah otonomi daerah.

Daann.. Sepertinya PR untuk Sampang (semua wilayah

Sampang) masih banyak. Satu berhasil, semoga bisa

diikuti daerah yang lain. Semoga petugas kesehatan

lebih semangat lagi. Emm.. Karna saya memang

henghong, jadi saya nanya begitu pak, biar ga terlalu

henghong-henghong amat.

Penasaran sih.. 'pertanyaan terburuk adalah pertanyaan

yg tidak ditanyakan’. makasii makasii...

Maman Firmansyah Dear all, sebelumnya saya

sampaikan terima kasih buat om Agung yang sering

mengangkat Sampang dalam tulisan akhir-akhir ini,

khususnya setelah dimulainya PDBK. Beruntung bisa di-

tag om Agung di diskusi senin pagi ini, meski jarang

berkomentar tapi saya selalu baca... :-) . Banyak hal yang

saya peroleh dari tulisan-tulisan ini, terima kasih.

Pertama, untuk tulisan ini memang bukan untuk

digeneralisasi atas keadaan Sampang seutuhnya. Tapi

bukan berarti hal-hal buruk saja yang diangkat, kadang

tulisan seperti ini menjadi optimisme kami, bahwa masih

banyak peluang untuk bangkit, lain halnya kalo yang

buruk-buruk melulu yang diangkat, itu gaya berpikir

Page 103: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

94

pesimis. Meski saya bukan orang Sampang asli, saya

yakin Sampang bisa diperbaiki, minimal berada di atas

Kabupaten lain di Pulau Madura. Kedua, benar apa yang

disampaikan Pak Sawi, sustainabilitas dan data. Jujur

saja sampai detik ini, data yang benar, tidak sekedar

baik, menjadi kelemahan kami. Kami tidak berdiam diri,

untuk hal ini lagi-lagi Posyandu menjadi sasaran garap

kami. Posyandu adalah sumber data hampir semua

program kesehatan. Setelah kami mengetahui ternyata

selama ini tidak ada jenis laporan tersendiri dari kinerja

Posyandu yang disampaikan berkala bulanan. Yang ada

adalah masing-masing programmer dan bidan desa

mengambil data Posyandu yang ditulis ke dalam format

laporan masing-masing programmer, bukan utuh

laporan Posyandu. Kemarin pak Kadinkes meminta ini

diperbaiki, hidupkan SIP (Sistem Informasi Posyandu)

dan minta ada format laporan kinerja Posyandu utuh

yang disampaikan tiap bulan. Sedang kami kerjakan.

Dengan keterbatasan SDM baik dari segi kualitas,

kuantitas, dan niat, puldata dari masyarakat secara

langsung butuh effort besar, hingga akhirnya kami

melihat bahwa ada dasa wisma dan kadernya yang harus

’dihidupkan’ kembali, mereka akan sangat membantu.

Ini juga yang sedang kami kerjakan. Mohon do'anya.

Ketiga, mengenai apa yang ditulis mbak April, terima

Page 104: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

95

kasih atas masukannya, sebenarnya bukan tidak

disentuh, saat ini kami sedang memetakan Puskesmas

untuk didampingi, terinspirasi dari Pendampingan PDBK.

Armada kami yang "sehat" sangat terbatas, sehingga

kami harus petakan. Kami juga butuh SDM seperti mbak

April untuk bersama kami membangun Sampang, sudah

seperti tanah kelahiran saya sendiri. Pada intinya masih

banyak masalah yang harus kami selesaikan, dan seperti

yang kami dapat dari PDBK: Setiap apapun yang kita

putuskan/kerjakan/selesaikan hari ini, akan menim-

bulkan sesuatu berikutnya, termasuk masalah baru itu

sendiri, cycle. Dan seperti kutipan om Agung, masalah

kesehatan akan selalu ada, tapi untuk itulah kita semua

ada di sini. Mohon koreksinya kalo salah... Newbie...

Salam sehat, :-)

Apriliana Lailatul Maghfiroh Oke Mas Maman, sip :)

Harus selalu optimis. Nothing's impossible :)

Sebagai yang jauh lebih newbie, saya sangat butuh

tulisan dan koreksi-koreksi semacam ini. Terimakasih

banyak. Salam sehat! :)

Yulidar Yacob Nothing impossible but mission not

imposible...

Nur Munawaroh SEPAKAT dengan BANYAK BICARA

BANYAK KERJA. ‘Ngethuet-o yen meneeeennnngggg

Page 105: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

96

wae... yo akeh sing ra ngerti’39

. YANG PENTING

BICARAKAN yang MEMANG HARUS DIBICARAKAN....

UNTUK DIDENGAR dan DILAKUKAN BERSAMA.

Didik Supriyadi Alhamdulillah sudah ada perubahan

mas, dan mungkin untuk selanjutnya tata kelola yang

sudah baik ini bisa dilanjutkan. Dengan adanya sistem

pengendalian manajemen yang baik saya harapkan ini

bisa berkelanjutan. Karena seringkali kita cepat berpuas

dan akhirnya lupa dengan review dan evaluasi bahkan

untuk uji SPM (Standar Pelayanan Minimal) nya kembali.

Karena yang pasti adalah perubahan.

Anni Haryati Hahahaha... hallo Mbak Nur Munawaroh,

ok NGETHUET-O, asyiik dah, itu perlu... euuy Sampang,

ya... jadi inget 7 tahun yang lalu dapat tugas untuk

"kerja" di sana, eh... ditahan gini sama Dinkes Propinsi,

"coba dokter... dilihat dulu", huwahahaha... dan saya

masih ingat rumah dinas Rumah Sakit yang di

belakangnya adalah ladang garam dengan

windmollennya persis seperti di Belanda, ehhh SK turun:

Lumajang, hiyyaaah... yuuk yuuk semangat semangat...

masih banyak yang kita harus ngethuet. Matur nuwun

tagnya, Papa Gung.

39

‘Berusaha sekeras apapun kalau diam saja ya banyak yang tidak

mengerti’; bahasa Jawa

Page 106: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

97

Rifmi Utami Hmm... jadi kepengen pindah nang

Sampang

Vita Darmawati Hari ini saja di sini masih dibahas

dengan seru bagaimana tentang alur Jampersal, klaim,

dll, dst.

Sepertinya perlu pencerahan lagi.

Page 107: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

98

Page 108: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

99

E book 4 free!

Dapatkan e book

‘Analisis Kebijakan Ketenagaan;

Sebuah Formulasi Kebijakan Ketenagaan Dokter Umum’

Link download;

http://www.scribd.com/doc/95002369/Analisis-Kebijakan-

Ketenagaan-Agung-Dwi-Laksono

Page 109: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

100

E book 4 free!

Dapatkan e book

“Akses BEROBAT!

Serial Diskusi Masalah Kesehatan”

Link download;

http://www.scribd.com/doc/84376294/Akses-Berobat-Serial-

Diskusi-Masalah-Kesehatan-Agung-Dwi-Laksono

Page 110: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

101

E book 4 free!

Dapatkan e book

“Kekalahan Kaum Ibu???

Serial Diskusi Masalah Kesehatan”

Link download;

http://www.scribd.com/doc/77821601/Kekalahan-Kaum-Ibu-

Serial-Diskusi-Masalah-Kesehatan-Agung-Dwi-Laksono

Page 111: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono

102

E book 4 free!

Dapatkan e book

“JEBAKAN KEBIJAKSANAAN,

Serial Diskusi Masalah Kesehatan”

Link download;

http://www.scribd.com/doc/76912212/JEBAKAN-

KEBIJAKSANAAN-Serial-Diskusi-Masalah-Kesehatan-Agung-Dwi-

Laksono

Page 112: Gado-gado ala Sampang! Serial Diskusi Masalah Kesehatan - Agung Dwi Laksono