Top Banner
Fraktur Tertutup Regio Antebrachii Dekstra 1/3 Tengah dengan Sindroma Kompartemen Kelompok E - 2 Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126 Yovinus Deny – 10.2010.119 Maria Mustika Dewanti – 10.2011.072 Richard Kevin – 10.2011.190 Raditia Kurniawan – 10.2011.219 Vivi N Rumahlatu – 10.2011.321 Olivia C. Kaihatu – 10.2011.370 Patricia Hapsari Jusuf – 10.2011.444 Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 Fax: (021) 563-1731 _____________________________________________________________ ____________ Pendahuluan Fraktur tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur merupakan masalah yang sangat banyak dialami oleh masyarakat dan menyita perhatian masyarakat yang cukup serius. Pada kehidupan sehari- hari terutama saat berkendara dalam padatnya lalu lintas, kecelakaan dapat terjadi dan sering menyebabkan luka yang serius terutama fraktur pada tulang dan dapat berdampak pada kecacatan tubuh hingga kematian. Terdapat dua tipe utama jenis fraktur menurut hubungan tulang dengan dunia luar lingkungan yaitu fraktur terbuka dan fraktur 1
35

Fraktur E2

Dec 01, 2015

Download

Documents

not_a_geek

fraktur, distal
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fraktur E2

Fraktur Tertutup Regio Antebrachii Dekstra 1/3 Tengah dengan Sindroma Kompartemen

Kelompok E - 2Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126

Yovinus Deny – 10.2010.119Maria Mustika Dewanti – 10.2011.072

Richard Kevin – 10.2011.190Raditia Kurniawan – 10.2011.219Vivi N Rumahlatu – 10.2011.321Olivia C. Kaihatu – 10.2011.370

Patricia Hapsari Jusuf – 10.2011.444

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061Fax: (021) 563-1731

_________________________________________________________________________

Pendahuluan

Fraktur tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis

dan luasnya. Fraktur merupakan masalah yang sangat banyak dialami oleh masyarakat dan

menyita perhatian masyarakat yang cukup serius. Pada kehidupan sehari-hari terutama saat

berkendara dalam padatnya lalu lintas, kecelakaan dapat terjadi dan sering menyebabkan luka

yang serius terutama fraktur pada tulang dan dapat berdampak pada kecacatan tubuh hingga

kematian.

Terdapat dua tipe utama jenis fraktur menurut hubungan tulang dengan dunia luar

lingkungan yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang

patah menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh, sedangkan pada fraktur tertutup tulang

yang patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh. Fraktur terasa sangat

sakit dan rasa sakit itu dapat meningkat dengan menggerakan bagian tubuh yang mengalami

fraktur. Oleh karena itu fraktur harus ditangani secara langsung dengan beberapa cara dan

metode penanganan sesuai dengan jenis dan luas fraktur yang terjadi.

1

Page 2: Fraktur E2

Dari berbagai lokasi fraktur yang terjadi, fraktur pada regio antebrachii merupakan salah

satu fraktur yang sering ditemui menyangkut dengan kecelakaan lalu lintas. Berbagai gejala

klinis pada pemeriksaan fisik serta penanganan yang tepat dapat di lakukan untuk menangani

fraktur tersebut

Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara tenang, ramah dan sabar, dalam suasana yang rahasia

dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Buatlah catatan penting

selama melakukan anamnesis sebelum dituliskan secara lebih baik di dalam status pasien.

Status adalah catatan medik pasien yang memuat catatan mengenai penyakit pasien dan

perjalanan penyakit pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-

anamnesis) atau terhadap keluarganya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk diwawancarai.1 Fraktur dalam sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi

sebagai rasa sakit dan nyeri gerak (khususnya pada bagian tulang yang patah), pemendekan

tulang, angulasi, rotasi, false movement, berkurangnya mobilitas, dan penurunan fungsi gerak.

Untuk itu dapat dilakukan autoanamnesis sebagai berikut.2,3

1. Identitas Pasien

Ditanyakan nama, usia, dan pekerjaan pasien.

2. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama yang pasien rasakan?

Bagaimana kronologi kejadian yang dialami pasien?

Dimanakah lokasi nyeri dan sakit yang dikeluhkan dan dirasakan pasien?

Sudah berapa lama pasien merasakan keluhan tersebut?

Bagaimana sifat sakit dan nyeri yang dirasakan pasien?

Bagaimana intensitas rasa sakit dan nyeri yang dirasakan pasien?

Apakah penanganan yang pernah diberikan pada pasien?

Adakah faktor yang memperberat keluhan pasien?

Adakah keluhan penyerta lain yang pasien rasakan?

3. Riwayat penyakit dahulu

Pernahkah pasien mengalami rasa sakit dan nyeri pada daerah yang sama?

2

Page 3: Fraktur E2

Pernahkah pasien mengalami trauma yang serupa?

Pernahkah pasien berobat alternatif sebelumnya?

Bagaimana riwayat pengobatan dan penanganan sebelumnya?

4. Riwayat sosial

Ditanyakan bagaimana lingkungan perumahan dan pekerjaan pasien?

Ditanyakan aktivitas pekerjaan pasien?

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik secara umum dokter dapat melihat kondisi kesadaran umum dari

pasien dan mencari adanya deformitas yang terlihat jelas, postur tubuh yang abnormal,

pembengkakan otot yang terlihat jelas dan apakah terdapat edema pada regio antebrachii

dekstra dan daerah sekitarnya. Pemeriksa juga dapat mengamati kontur permukaan otot regio

antebrachii dan melihat perubahan pada warna kulit serta gambaran pembuluh darah di daerah

fraktur. Pemeriksa juga perlu mengamati adakah penonjolan tulang yang abnormal pada

daerah fraktur secara lokal dan penonjolan tulang yang abnormal secara umum. Secara khusus

perlu diperhatikan apakah muncul gejala-gejala seperti berikut.4,5

Bengkak/edema

Memar/ekimosis

Spasme otot

Penurunan sensasi

Gangguan fungsi

Mobilitas abnormal

Krepitasi

Deformitas

Shock hipovolemik

Gambaran sinar-x menentukan fraktur

Setelah melakukan inspeksi dengan mengamati daerah fraktur, maka selanjutnya dapat

dilakukan palpasi secara perlahan untuk mengetahui letak dan lokasi dari fraktur (1/3

3

Page 4: Fraktur E2

proksimal, tengah atau distal). Kemudian melakukan palpasi secara perlahan untuk

menentukan adanya pembengkakan atau edema dan nyeri tekan yang dialami pasien pada

daerah yang mengalami oedem dan fraktur. Palpasi dilakukan juga untuk meraba pulsasi arteri

radialis dan mencari adanya krepitasi. Selain melakukan palpasi, selanjutnya dapat dilakukan

pergerakan pada lengan bawah untuk mengetahui apakah pasien dapat melakukan pergerakan

seperi fleksi, ekstensi, supinasi dan pronasi. Pergerakan dapat dilakukan secara aktif maupun

pasif. 4,5

Untuk melihat pemeriksaan fisik secara sistematis dan terperinci dapat dilihat sebagai

berikut.4, 5

Pemeriksaan Umum

Pada pemeriksaan umum, pemeriksaan dimulai dari ekstremitas atas dan ekstremitas

bawah secara lengkap dan menyeluruh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperiksa

adalah : 4, 5

Kesadaran pasien yang meliputi compos mentis, gelisah, apatis, sopor, delirium ,

dan koma.

Rasa sakit dan keadaan penyakit yang meliputi akut, kronis, ringan, sedang, dan berat.

Pada kasus fraktur biasanya keadaan penyakit dan rasa sakit yang dirasakan akut.

Tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan

dan suhu tubuh.

Pemeriksaan Lokal

Harus mempertimbangkan keadaan tubuh pasien pada anggota tubuh yang mengalami

fraktur terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan muskuloskeletal yang

penting adalah : 4,5,6,7

Look (Inspeksi)

Feel (Palpasi)

Move (pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)

4

Page 5: Fraktur E2

1. Inspeksi (LOOK)

a. Kulit : parut luka (scar), perubahan warna dan lipatan kulit abnormal

b. Bentuk : bengkak, wasting, benjolan, bentuk tulang bengkok

c. Posisi : berbagai kelainan sendi dan lesi saraf mengakibatkan deformitas

Yang khas. Ingat ekstremitas memiliki 3 dimensi, sehingga carilah deformitas

dalam 3 bidang

2. Palpasi (FEEL)

a. Kulit : hangat / dingin, lembab / kering, sensoris normal / abnormal

b. Jaringan lunak : benjolan, pulsasi

c. Tulang dan sendi : bentuk luar, penebalan sinovial, cairan sendi

d. Nyeri tekan : selalu penting dan sering kali diagnostik bila terlokalisir

3. Gerak (MOVE)

a. Aktif : minta pasien untuk menggerakkan sendi dan periksa kekuatannya

b. Pasif : catat lingkup gerak sendi pada setiap bidang gerak fisiologis

c. Abnormal : stabilitas gerak sendi

4. Tes khusus

Pemeriksaan ini khusus untuk daerah tertentu dengan keunikan tertentu.

Pemeriksaan Penunjang 8, 9

a) Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta

gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf

yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan

tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

b) Pemeriksaan radiologis

Foto polos: Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,

5

Page 6: Fraktur E2

lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak

selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk

imiobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya

Untuk menentukan teknik pengobatan

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan

lateral

Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang

mengalami fraktur

Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak

terutama pada fraktur epifisis.

Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah

tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada

panggul dan tulang belakang.

Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto

pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan toto berikutnya 10-14 hari

kemudian.

c) Pemeriksaan Radiologis Lainnya

1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia

2. CT Scan 4, 5

6

Page 7: Fraktur E2

Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang

sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah

tulang di daerah yang sulit dievaluasi.

3. MRI 6

MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh yang berbeda, yang

membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot, jantung, dan kanser

berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan seperti computed

tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau tradisional X-ray, MRI tidak

menggunakan.

4. USG dan Scan Tulang dengan Radioisotop (Scan tulang terutama berguna ketika CT

Scan/radiografi memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis).

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan

apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi

juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur

misalnya penyembuhan fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena kontak yang

kurang.

d) Pemeriksaan Laboratorium

Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan hematokrit

sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan

lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum dan fosfor akan

meningkat didalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4.5-5.5 mg/l atau 8.0-20.5

mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0 mg/dl dalam serum. 4, 5

Differential Diagnosis

1. Fraktur Galeazzi 10

Fraktur / dislokasi Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal dengan

disertai dislokasi caput radii

7

Page 8: Fraktur E2

Etiologi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal.

Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan

bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

Biomekanisme

Biasanya pada anak-anak muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan badan

dan terjadi pula rotasi. Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-

proksimal mengadakan angulasi ke anterior.

Manifestasi Klinik

Tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat

diraba tonjolan ujung distal ulna.

Epidemiologi

3-7% dari semua patah tulang lengan bawah, paling sering pada laki-laki. Walaupun pola

fraktur Galeazzi dilaporkan jarang, mereka diperkirakan 7% dari seluruh patah tulang lengan

bawah pada orang dewasa

Penatalaksanaan

Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik, dilakukan

immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan 4-6 minggu. Biasanya hasil reposisi

tertutup hasilnya kurang baikm, karena fraktur tidak stabil. Dalam hal ini diperlukan tindakan

operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi. Tulang radius, dipasang plate-screw atau

untramedullary nail. Kalau radius sudah tereposisi dengan sendirinya dislokasi sendi radius ulna

distal akan tereposisi.

Komplikasi

Delayed union, non union, mal union

2. Fraktur Montegia 10

Etiologi

Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal.

Terjadi karena trauma langsung.

8

Page 9: Fraktur E2

Manifestasi Klinis

Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi ( lebih sering ) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi juga

yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi,

gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan

angulasi ke posterior.

Penatalaksanaan

Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan

lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari

kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku

dengan posisi siku fleksi 90 dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,

dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).

3. Fraktur Smith 11

Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering

disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan

tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan

tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

Manifestasi Klinis

Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi

tangan ke radial (garden spade deformity).

Penatalaksanaan

Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi

ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku

selama 4-6 minggu.

4. Fraktur Colles 11

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok (dinner fork deformity). Pasien

terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam

(endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

9

Page 10: Fraktur E2

Manifestasi Klinis

Fraktur Metafisis distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari permukaan sendi distal radius.

Kemudian terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal dengan

terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya avulsi prossesus stiloideus ulna.

Penatalaksanaan

Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips

psirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi

tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi,

deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi

supinasi). Imobilisasi ini dilakukan selama 4-6 minggu

Working Diagnosis

Diagnosis fraktur tertutup regio antebrachii dekstra 1/3 tengah ditegakkan atas dasar

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta adanya gejala klinis yang

sesuai. Pada orang yang mengalami fraktur, anamnesis diperoleh dengan autoanamnesis

dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala

klinis seperti nyeri, pembengkakan atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis

yang melemah menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan sindroma kompartemen. Pada

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi dengan menggunakan sinar-x ditemukan

adanya fraktur di regio antebrachii dekstra 1/3 tengah yang sangat menunjang pemeriksaan

fisik dan mengarahkan pada diagnosis kerja.

Klasifikasi dan Jenis Fraktur 12, 13, 14, 15

Terdapat beberapa jenis fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, cruris, dst).

2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari:

10

Page 11: Fraktur E2

Fraktur komplit dimana garis patah tulang melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang.

Fraktur tidak komplit dimana garis patah tulang tidak melalui seluruh garis

penampang tulang. Fraktur tidak komplit meliputi :

Hairline fracture (patah retak rambur)

Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan pada satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal

radius anak-anak.

Greenstick yaitu patah tulang yang terjadi pada anak-anak atau pada

dewasa yang disebut dengan fraktur inkomplit. Fraktur tulang hanya

mengenai salah satu sisi korteks tulang.

3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).

Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan

tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dansebagainya).

4. Berdasarkan posisi fragmen :

Undisplaced (tidak bergeser) fraktur dimana garis patah komplit tetapi kedua

fragmen tidak bergeser.

Displaced (bergeser) fraktur dimana terjadi pergeseran antara dua fragmen

fraktur.

5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :

Tertutup yaitu fraktur tulang masih berada di dalam tubuh dan tidak adanya

perlukaan pada kulit.

Terbuka yaitu fraktur tulang keluar dari tubuh menembus kulit yang disertai

dengan adanya perlukaan pada kulit.

11

Page 12: Fraktur E2

6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :

Transversal yaitu patah yang melintangi tulang, biasanya disebabkan hantaman

keras dan sering terjadi pada lengan dan kaki.

Oblik / miring yaiut patah tulang yang menimbulkan sudut miring terhadap

sumbu panjang tulangnya.

Spiral yaitu patah yang disebabkan gerakan memuntir secara tiba-tiba, biasanya

terjadi pada tulang lengan atau kaki.

Kompresi / impresi yaitu patah tulang dimana satu area tulang melekuk kedalam,

fraktur ini sering timbul pada tulang tengkorak setalah pukulan yang keras.

Avulsi yaitu patah tulang dimana fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen

atau inseresi tendon.

Remuk yaitu patah tulang dimana bagian dalam tulang berbentuk seperti spons

remuk, biasanya hal ini terjadi pada tulang belakang penderita osteoporosis.

Kominutif yaitu patah tulang dimana terdapat bagian tulang yang pecah dan

pecahan tulang tersebut dapat menyebablan kerusakan jaringan di sekitarnya.

Biasanya disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan.

Impaction yaitu patah tulang yang disebabkan oleh gaya kompresi sehingga

ujung patahan yang satu menancap ke dalam patahan lainnya tanpa

menyebabkan fraktur dislokasi.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :

Tidak adanya dislokasi.

Adanya dislokasi

At axim yaitu membentuk sudut.

At lotus yaitu fragmen tulang berjauhan.

At longitudinal yaitu berjauhan memanjang.

At lotus cum contractiosnum yaitu berjauhan dan memendek.

8. Berdasarkan penyebab terjadinya fraktur

12

Page 13: Fraktur E2

Fraktur stress yaitu patah tulang yang disebabkan karena gaya atau trauma yang

berulang-ulang pada tulang tersebut, biasanya pada penari balet atau pelari

marathon.

Fraktur spontan / patologis yaitu patah tulang yang disebabkan karena adanya

ketidaknormalan struktur dan komposisi tulang, biasanya pada pasien yang

menderita osteoporosis atau tumor tulang.

Mekanisme Fraktur 8

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus

mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir

(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama

tekanan membengkok, memutar dan tarikan.

Trauma bisa bersifat:

1. Trauma langsung: menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada

daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut

mengalami kerusakan.

2. Trauma tidak langsung

Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih

jauh dan daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan

fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa:

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau

fraktur dislokasi

Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada

badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan

fraktur oblik atau fraktur Z

13

Page 14: Fraktur E2

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

Proses Penyembuhan

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara

ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium

penyembuhan tulang, yaitu pada gambar 1. 7

Gambar 1 : stadium penyembuhan tulang 7

1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah

membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya

kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti

sama sekali.

2. Inflamasi dan proliferasi seluler

14

Page 15: Fraktur E2

Pada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi proliferasi serta differensiasi

sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang

telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan

yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.

Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung

frakturnya.

3. Pembentukan Kallus (tulang muda)

Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan

keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini

dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi

sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,

membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang

yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur

berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.

Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui

reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan

mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau

tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang

yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya

lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya

dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

15

Page 16: Fraktur E2

Efek Fraktur Tulang 4

Sewaktu tulang patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar

tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya

juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih

dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin

(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas

segera terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin

direabsorpsi dan sel-sel tulang secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk

tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.

Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur pada anak

sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila hematom fraktur

atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak selama

proses kalsifikasi dan pengerasan.

Gejala Klinis

Fraktur Regio Antebrachii

Berikut merupakan gejala klinis dari fraktur antebrachii.3, 17

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang yang mengalami

fraktur diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

Deformitas dapat disebabkan oleh karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur

lengan dan eksremitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan

ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi

normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama .

Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

16

Page 17: Fraktur E2

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau

beberapa hari setelah cedera.

Sindroma Kompartemen 12, 13

Sindroma kompartemen adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan kedaruratan

yaitu dengan adanya peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruang tertutup, biasanya

kompartemen oseofasial ekstremitas yang noncompliant, misalnya kompartemen ateral,

anterior, dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superfisial dan dalam lengan

serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan mikrovaskular

dan nekrosis jaringan lokal.

Penyebab tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari fraktur,

trauma jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan anggota badan selama

kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga dapat menjadi salah satu penyebab

terjadinya sindroma kompartemen.

Pada sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen otot, tetapi

fasia fibrosa tidak dapat mengembang sehingga terjadi edema dan tekanan meningkat. Apabila

tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan terjadinya iskemia. Gejala utama adalah nyeri

hebat dan edema, tetapi gejala tersebut sering berkaitan dengan penyebab timbulnya sindroma

sehingga diagnosis sering sulit ditegakkan. Penilaian neurovaskular secara berkala merupakan

hal yang sangat perlu dilakukan.

Diagnosis juga sulit ditegakkan pada pasien yang dianestesi atau tidak sadar dan mungkin

memerlukan pengukuran tekanan secara langsung. Tekanan kompartemen yang lebih besar

dari 30 mmHg biasanya mengindikasikan intervensi pembedahan. Sindroma kompartemen yang

berkaitan dengan fraktur ekstremitas atas harus diteapi saat dilakukannya stabilisasi fraktur.

Modalitas pengobatan yang sering dilakukan adalah fasiotomi dan apabila dilakukan dalam 25

hingga 30 jam setelah awitan prognosisnya baik.

Fasiotomi meliputi pembukaan kulit, jaringan subkutis, dan fasia yang membungkus

kompartemen. Otot yang bengkak mungkin menonjol melalui insisi sehingga terjadinya

dekompresi kompartemen dan pulihnya perfusi jaringan. Pada fasiotomi ini mungkin perlu

17

Page 18: Fraktur E2

dilakukan lebih dari satu insisi, bergantung pada ukuran atau jumlah kompartemen yang

terkena. Semua jaringan nekrotik harus dikeluarkan dan luka dapat ditutup atau dibiarkan

terbuka beberapa lama, bergantung kepada keparahan dan kerusakan jaringan.

Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika

ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika

munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin

gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada

kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

Parestesia (rasa kesemutan)

Paralisis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut

dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindroma kompartemen.

Komplikasi

Komplikasi Fraktur

Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi utama yakni

komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat meliputi kehilangan darah, infeksi,

emboli lemak, DVT, dan sindroma kompartemen. Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-

union, delayed union, malunion, dan terhambatnya pertumbuhan. 3, 17

Komplikasi dini

Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan banyak

darah yang hilang saat trauma berlangsung.

Infeksi dapat terjadi terutama pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila

ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti

pin dan plat.

18

Page 19: Fraktur E2

Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.

Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun

terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau

dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam

lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering

tersangkut disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik

kembali terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga

mengikutsertakan lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas

Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu yang tidak

bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuannya bergerak

seperti pada lazimnya.

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler

yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

Komplikasi lanjut

Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi

yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan penyatuan tulang karena

penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran tulang dari tempat

yang normal.

Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

Gangren gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium

saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium

perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan

suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema,

gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat

berakibat fatal.

19

Page 20: Fraktur E2

Komplikasi Sindroma Kompartemen

Sindroma kompartemen harus mendapatkan penanganan dengan segera mungkin dan

sebaik mungkin, jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera maka sindroma

kompartemen akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain: 13, 18

Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis

jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan

tersebut.

Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan

kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari

beberapa minggu atau bulan.

Infeksi.

Hipestesia dan nyeri

Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal

akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis

kegagalan organ secara multisistem.

Penatalaksanaan Fraktur 9, 16

Umum

Cari tanda-tanda syok/ perdarahan dan periksa ABC (Airway Management, Breathing,

Circulation).

Cari trauma pada tempat lain yang berisiko (kepala dan tulang belakang, iga dan

pneumotoraks, femoral dan trauma pelvis).

Segera

Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips, dan traksi).

Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sampel untuk dicocokan.

Fraktur terbuka membutuhkan debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.

Definitif

Reduksi: Penyambungan kembali tulang; penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak

normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi

20

Page 21: Fraktur E2

tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat

dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi

untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan

Imobilisasi: Fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan

untuk memperkecil kerusakan. Imobilisasi jangka-panjang dilakukan setelah reduksi agar

kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya dilakukan

dengan gips, traksi, fiksasi internal, fiksasi eksternal, bracing fungsional

Rehabilitasi (bertujuan untuk mengembalikan pasien ke tingkat fungsi seperti sebelum

trauma dengan fisioterapi dan terapi okupasi).

Penatalaksanaan Sindrom Kompartemen 6

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi

neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.

Penanganan kompartemen secara umum meliputi:

1. Terapi Medikal / Non bedah

Terapi ini diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan

extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal.

Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga memperberat iskemia; pembukaan gips dan

pembalut konstriksi; pada kasus gigitan ular berbisa diberikan anti racun; mengoreksi

hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah; pemakaian diuretik dan manitol dapat

mengurangi tekanan kompartemen;

2. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg dan ada disfungsi

neuromuskular. Tujuannya yaitu menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.

Pencegahan Fraktur 4, 18

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur

disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada

dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan

terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.

21

Page 22: Fraktur E2

Pencegahan Primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma

benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau

mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan

dengan memakai alat pelindung diri.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari

terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada

penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian

tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis

dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto

radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat

dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan

fiksasi internal maupun eksternal.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya

komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk

menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis

dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan

untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti

biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif,

memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang

patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan

mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status

neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam

aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

22

Page 23: Fraktur E2

Prognosis

Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana

dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka

prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika

fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat

dengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan

buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi.

Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding

penderita dengan usia lanjut.

Kesimpulan

Fraktur tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya

digolongkan menjadi 3 yaitu fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress. Gejala klinis

yang nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan nyeri, tampak

deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta melemahnya denyut nadi,

menandakan adanya sindrom kompartemen. Penatalaksanaanya berupa tindakan non bedah

dan bedah (fasciotomi). Sementara itu penatalaksaan fraktur secara definitif berupa imobilisasi,

reduksi dan rehabilitasi. Prognosisnya baik jika pasien mendapatkan perawatan dengan tepat.

Daftar Pustaka

1. Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, WilsonLorraine McCarty.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke- 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.;2006.h. 1365-1371.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.10-6.

3. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.h.84-5.

4. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta:

EGC; 2008.h.15-32.

5. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2003.h.309-344.

23

Page 24: Fraktur E2

6. Bickley S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.

International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health.

2009.

7. Blundell A. Harrison R. Hand examination. Musculoskeletal examination 3. OSCEs at A

Glance. 1st edition. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons Ltd., Publication.UK. 2009.

8. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007. h.355-61,

368-9. Grace PA, Borley NR.

9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke 3. Jakarta:Penerbit Erlangga; 2007.

h.85.

10. Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2003.

11. Mahode AA, Halim MJ, Bourman V, Hartanto YB. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta:

EGC; 2011.h.157-175.

12. Davies K. Buku pintar nyeri tulang dan otot. Jakarta: Erlangga; 2007.h.90-1.

13. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC;

2006.h.288-98.

14. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h. 136-140, 599-600

15. Patel PR. Lecture notes radiologi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.221-3

16. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2004. h. 298-301.

17. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.335-9.

18. Oman KS, Mclain JK, Scheetz LJ. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: EGC;

2008.h.305-16.

19. Rasul AT. Acute compartment syndrome treatment & management. 2013 [dikutip 24

Maret 2013]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/307668-treatment.

24