Top Banner
KAREBA PALU KORO KABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG desember 2018 - II edisi #4 Akibat banjir bandang (11/12) di Salua. Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, FASILITAS MCK HANYUT Banjir bandang kembali menerjang Desa Salua, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, khususnya RT 1 dan RT 2 Dusun 3, pada Selasa malam (11/12). Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 7.30 WITA ketika warga sedang melakukan salat Isya di masjid dan dikagetkan dengan suara gemuruh air. "Ketika saya sedang salat Isya semalam, tiba-tiba terdengar suara perempuan menangis sambil berteriak air sudah masuk kampung,” kata Jusman Lahudo (59) seorang warga Desa Salua. Menurutnya, banjir bandang kali ini terbesar dan terparah semenjak tahun 1992. Beruntung seorang warga yang sedang sakit, yang rumahnya terisolasi banjir, cepat dievakuasi warga ke perbukitan di timur kampung Desa. Dewi Fatimah (29) guru TK Pelangi Salua, yang rumahnya juga terdampak banjir bandang semalam menuturkan, hujan tidak terlalu deras dan tidak lama, tapi tiba-tiba air sudah memasuki kampung dan melewati depan rumahnya. Selain guru TK, Dewi menjadi relawan yang mengajar di Ruang Ramah Anak bantuan ERCB. “Saya panik dan takut karena air semakin besar," kata Dewi. "Kalau sudah begini kami mau tinggal di mana lagi?" lanjut Dewi sambil menitikkan air mata melihat rumahnya yang telah hancur. Pada banjir bandang kali ini, jumlah kepala keluarga (KK) terdampak sebanyak 79 KK. Jumlah rumah terdampak 79 unit dan 40 unit diantaranya tidak layak huni. Ketinggian air yang bercampur lumpur setinggi lutut kaki orang dewasa. Potongan- potongan kayu pun bercampur dengan lumpur dan air tersebut. “Sampai saat ini (12.00 WITA) air masih mengalir di Desa Salua dan alat berat masih berupaya membersihkan puing-puing material di sungai dan jembatan,” kata Arul dari Karsa Institute yang bersama dengan Emergency Response Capacity Building (ERCB) langsung menuju Desa Salua pada hari Rabu pagi (12/12). Fasilitas SD dan SMP darurat yang didirikan pasca gempa pun tidak bisa digunakan lagi karena dipenuhi material banjir serta ada yang hanyut. “Kegiatan ujian di Madrasah Ibtidaiyah yang rencananya hari ini adalah hari terakhir terpaksa dibatalkan,” tambah Arul. Alat berat sudah diturunkan oleh Bina Warga untuk mengatasi tumpukan potongan kayu di jembatan yang menghalangi aliran air sehingga air meluap ke rumah-rumah warga. Menurut Darfian (50), salah satu pegawai Bina Marga Provinsi Sulawesi Tengah yang ditemui di lokasi mengatakan, untuk mengatasi dan menormalisasi Sungai Salua diturunkan 3 alat berat. Bersambung ke halaman 6...
8

Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

Mar 19, 2019

Download

Documents

lamnhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KOROKABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG

desember 2018 - II edisi #4

Akibat banjir bandang (11/12) di Salua.

Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB

BANJIR BANDANG DI SALUA, FASILITAS MCK HANYUT

Banjir bandang kembali menerjang Desa Salua, Kecamatan

Kulawi, Kabupaten Sigi, khususnya RT 1 dan RT 2 Dusun 3, pada

Selasa malam (11/12). Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 7.30

WITA ketika warga sedang melakukan salat Isya di masjid dan

dikagetkan dengan suara gemuruh air.

"Ketika saya sedang salat Isya semalam, tiba-tiba terdengar

suara perempuan menangis sambil berteriak air sudah masuk

kampung,” kata Jusman Lahudo (59) seorang warga Desa Salua.

Menurutnya, banjir bandang kali ini terbesar dan terparah

semenjak tahun 1992. Beruntung seorang warga yang sedang

sakit, yang rumahnya terisolasi banjir, cepat dievakuasi warga ke

perbukitan di timur kampung Desa.

Dewi Fatimah (29) guru TK Pelangi Salua, yang rumahnya juga

terdampak banjir bandang semalam menuturkan, hujan tidak

terlalu deras dan tidak lama, tapi tiba-tiba air sudah memasuki

kampung dan melewati depan rumahnya. Selain guru TK, Dewi

menjadi relawan yang mengajar di Ruang Ramah Anak bantuan

ERCB.

“Saya panik dan takut karena air semakin besar," kata Dewi.

"Kalau sudah begini kami mau tinggal di mana lagi?" lanjut

Dewi sambil menitikkan air mata melihat rumahnya yang telah

hancur.

Pada banjir bandang kali ini, jumlah kepala keluarga (KK)

terdampak sebanyak 79 KK. Jumlah rumah terdampak 79 unit

dan 40 unit diantaranya tidak layak huni. Ketinggian air yang

bercampur lumpur setinggi lutut kaki orang dewasa. Potongan-

potongan kayu pun bercampur dengan lumpur dan air tersebut.

“Sampai saat ini (12.00 WITA) air masih mengalir di Desa Salua

dan alat berat masih berupaya membersihkan puing-puing

material di sungai dan jembatan,” kata Arul dari Karsa Institute

yang bersama dengan Emergency Response Capacity Building

(ERCB) langsung menuju Desa Salua pada hari Rabu pagi (12/12).

Fasilitas SD dan SMP darurat yang didirikan pasca gempa pun

tidak bisa digunakan lagi karena dipenuhi material banjir serta

ada yang hanyut.

“Kegiatan ujian di Madrasah Ibtidaiyah yang rencananya hari ini

adalah hari terakhir terpaksa dibatalkan,” tambah Arul.

Alat berat sudah diturunkan oleh Bina Warga untuk mengatasi

tumpukan potongan kayu di jembatan yang menghalangi aliran

air sehingga air meluap ke rumah-rumah warga. Menurut Darfian

(50), salah satu pegawai Bina Marga Provinsi Sulawesi Tengah

yang ditemui di lokasi mengatakan, untuk mengatasi dan

menormalisasi Sungai Salua diturunkan 3 alat berat.

Bersambung ke halaman 6...

Page 2: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

RUANG RAMAH ANAK, RASA AMAN UNTUK ANAK-ANAK

Kondisi lingkungan pasca bencana yang seringkali tidak layak

biasanya akan menimbulkan permasalahan tersendiri. Rasa

nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam

kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi di Sulawesi Tengah

pasca bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi.

Dalam kurun waktu 2 bulan pasca bencana, sebagian besar

warga terdampak masih tinggal di posko pengungsian atau

hunian-hunian sementara. Menghadirkan rasa nyaman dan

aman bagi para warga terdampak tersebut menjadi pekerjaan

rumah bersama. Dan rasa nyaman dan aman tersebut harus bisa

dirasakan oleh seluruh anggota keluarga warga terdampak.

ERCB melalui Pusaka Indonesia berupaya untuk membuat

tempat layanan yang aman dan nyaman, terutama untuk anak-

anak. Pasca bencana yang terjadi, anak-anak banyak yang

kehilangan tempat belajar dan bermain. Sekolah banyak yang

rusak sehingga mereka terpaksa belajar di sekolah-sekolah

darurat di tenda. Mereka juga bermain di jalan dan tempat-

tempat yang dapat menimbulkan bahaya, oleh karena itu ruang

ramah anak (RRA) sebagai alternatif tempat bagi anak-anak untuk

bermain. Melalui bentuk-bentuk permainan yang kreatif, anak-

anak tersebut juga diajak untuk belajar.

Sebagai pelaksana tim di lapangan, Marjoko dari Yayasan

Pusaka Indonesia (YPI) mengungkapkan, kelompok paling rentan

ketika terjadi bencana adalah anak-anak, selain juga perempuan,

lansia dan difabel. Menurutnya, pengalaman traumatis akibat

menyaksikan kejadian mengerikan dapat menyebabkan stress

dan trauma yang dapat mengganggu perkembangan fisik, sosial

dan mental anak.

Dalam implementasinya, ERCB mendapat dukungan dari

masyarakat setempat. Hingga saat ini, ERCB melalui program RRA

yang dilaksanakan oleh YPI telah mendampingi 631 anak di 7

Desa dengan melibatkan 25 orang relawan pengajar dan 7 orang

dari unsur pemerintahan desa. RRA yang didirikan ERCB ada di 7

desa, antara lain di Desa Kabonga Besar, Loli Saluran, Loli Pesua,

Langaleso, Omu, Tuva dan Salua.

“RRA sebagai tempat menggerakan partisipasi masyarakat,”

kata Marjoko.

Anak penyintas yang mendapatkan layanan juga menjadi

tanggung jawab masyarakat sehingga masyarakat harus terlibat

dalam setiap proses.

“Dalam hal ini bentuk tanggung jawab masyarakat diwujudkan

dalam bentuk pembangunan RRA,” tambahnya.

“Jadi yang inti adalah bagaimana meningkatkan peran serta

masyarakat dalam perlindungan anak,” kata Marjoko.

“RRA juga memberikan layanan hukum apabila terdapat

tindakan yang menjurus pada tindakan kekerasan, eksploitasi

maupun perdagangan anak khususnya di desa-desa dampingan,”

tambahnya.

Selain melakukan aktifitas bermain, belajar, kreasi dan rekreasi,

YPI melalui RRA juga melakukan pelayanan IDTVR (Identification, Documentation, Tracing, Verification, and Reunification atau

Identifikasi, Dokumentasi, Penelusuran, Verifikasi dan Reunifikasi )

untuk anak yang terpisah dari orang tua/keluarga.

“Selain itu, dengan pelayanan ini diharapkan kami bisa

membantu mendata dokumen-dokumen yang hilang disaat

bencana terjadi,” kata Marjoko. (mdk)

Anak-anak di

Desa Loli Saluran

bermain dan belajar

di ruang ramah

anak agar terhindar

dari trauma pasca

bencana. Foto:

Martin Dody/ERCB

02

Page 3: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

Perjalanan jauh telah Rony Oagay tempuh dari Wamena Papua menuju Palu di Sulawesi Tengah. Lebih dari tujuh jam perjalanan pesawat, telah dilaluinya pada Jumat, 23 November 2018. Sebagai seorang dokter, Rony terpanggil untuk menjadi relawan pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala.

Dr. Rony, yang merupakan putra asli suku Dani dari lembah

Baliem pegunungan Jayawijaya, bergabung dengan Yayasan

Kemah Peduli untuk bisa mewujudkan niatnya itu.

Bersama Yayasan Kemah Peduli, dr. Rony telah pergi ke

puluhan tempat pengungsian di Palu, Sigi dan Donggala.

Diantaranya, dirinya pergi ke desa Bora dan Birumalu. Di sana, dr.

Rony memberikan pelayanan kesehatan bagi para pengungsi.

Dia banyak menemui pengungsi, terutama para ibu yang

menderita sakit, seperti: diare dan tensi yang naik.

Namun, ada juga pengungsi yang sakitnya sulit ditangani.

Sakitnya sudah lama, tetapi tidak cepat diobati. Seperti yang

dialami seorang ibu di pengungsian desa Bora. Ibu tersebut

menderita kista sehingga menyebabkan perutnya bengkak dan

tidak bisa berjalan lagi.

“Sungguh kasihan, karena kami juga tidak bisa tangani di

lapangan karena keterbatasan alat medis dan obat. Untuk itu,

kami merujuk ibu tersebut untuk segera dibawa ke rumah sakit,”

ujar dr. Rony.

Mengenai penyakit-penyakit yang sering dirinya temui di

tempat pengungsian, dr. Rony menemukan beberapa pengungsi

mengalami ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut dan diare.

Selain itu, persoalan kekurangan kamar mandi dan kakus juga

menjadi hal penting yang harus diperhatikan karena ini berkaitan

erat dengan tingkat kesehatan warga di pengungsian.

Menurut dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas

Cendrawasih Jayapura Papua tahun 2013 ini, penting bagi

pemerintah pusat maupun provinsi, khususnya Dinas Kesehatan

untuk memastikan ketersediaan obat yang cukup dalam situasi

pascabencana seperti ini. Stok obat yang selalu tersedia penting

untuk Rumah Sakit dan Puskesmas dan juga bagi para relawan

tenaga kesehatan yang akan melakukan pengobatan di tempat-

tempat pengungsian.

“Kami, para relawan kesehatan terhalang dengan stok obat

yang kurang. Mungkin Dinas Kesehatan bisa bantu kami.

Mungkin juga ada jalur khusus bagi relawan untuk dapat lebih

mudah mengakses obat. Ketika kami melakukan pelayanan

tetapi tanpa obat, sulit buat kami untuk melakukan pengobatan

di lapangan. Obat yang harus selalu tersedia itu cukup obat-

obatan ringan saja tidak apa-apa, seperti: obat rawat luka, obat

batuk pilek, obat cacing, dan lain lain,” tutur dr. Rony.

“Tidak mungkin kami dari Papua membawa obat sampai kesini.

Itu timbangannya berat,” lanjutnya berkelakar.

Pengalaman pertama

Meski sudah berpengalaman memberikan pelayanan

kesehatan ke daerah-daerah pedalaman dan sulit dijangkau di

tanah Papua, tetapi menjadi relawan untuk wilayah yang baru

saja mengalami bencana alam, ini merupakan pengalaman dr.

Rony yang pertama. Banyak hal menarik dan berkesan baginya

selama berada di Palu dan sekitarnya ini.

“Kami senang sekali karena disini kami bisa melayani kawan-

kawan dari suku lainnya di Indonesia yang berbeda bahasa dan

budaya dengan kami orang Papua. Disini juga kami bisa belajar

tanpa memandang ras, suku dan agama karena kami juga datang

ke Palu untuk membantu,” tutur dr. Rony.

Bersambung ke halaman 7...

DARI BALIEM MENUJU PALU

Dr. Rony Oagay bersama salah seorang

penyintas. Foto: Kabar Sulteng Bangkit

03

Page 4: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

Dibutuhkan

ruang dan waktu

yang tepat untuk

melepaskan emosi

atau perasaan

yang dipendam.

Hal tersebut

disampaikan oleh

tim PERDHAKI

yang memberikan

layanan psikososial

beberapa waktu

lalu ketika

mengobrol santai

dengan Kareba Palu

Koro. Ruang dan

waktu yang cukup

luas diberikan pada anggota tim pemberi layanan psikososial ini

kepada warga terdampak di Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala).

Ditemui di GKST Effatha pada Jumat malam (30/11), Maria

Goretti Ivoni Utami dan Hana Wiji Lestari dari PERDHAKI

berkumpul bersama muda-mudi di gereja tersebut dengan

mengangkat tema “Meaningless to be Meaningful”. Sekitar 20

orang muda-mudi diajak berelaksasi di awal kegiatan tersebut.

Mereka diajak seolah-olah berada di pantai untuk merasakan

keberadaan diri mereka, kehadiran orang tua mereka, dan juga

merasakan kesendirian mereka saat orang tua mereka tidak ada di

sekitar mereka. Perasaan sendiri dan tidak berarti inilah yang coba

digali. Beberapa peserta terlihat mulai tersentuh pada sesi ini.

Setelah sesi relaksasi tersebut, mereka diajak untuk

merefleksikan diri terkait apa yang mereka rasakan dalam

kesendirian dan tidak berarti. Dalam kelompok-kelompok kecil,

dibantu oleh beberapa fasilitator, muda-mudi gereja Effatha ini

mengeluarkan apa yang selama ini terpendam. Tidak sedikit yang

hanyut dalam perasaan mereka ketika mengungkapkan perasaan

mereka ketika merasa tidak berguna atau tidak dihargai dan

bagaimana mereka bangkit untuk mengatasinya dan memberikan

semacam pembuktian atas apa yang mereka sudah capai.

“Mereka ini butuh untuk didengarkan, butuh tempat untuk

mencurahkan apa yang selama ini mereka rasakan tapi tidak bisa

mereka ungkapkan,” kata Ivon. Thomas Aquinus yang lebih akrab

dipanggil Nino dari Bina Swadaya dan Titik Susana Ristiyawati

dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) yang

membantu sesi tersebut sepakat dengan hal itu.

“Uniknya mereka ini percaya dengan kami, yang baru saja

mereka kenal, untuk menceritakan segala yang mereka rasakan,”

kata Titik.

“Yang berkaitan dengan orang tua pun banyak yang tersentuh.

Kehadiran orang tua sangat dibutuhkan,”sambung Nino.

Menurut Florensius, pengurus pemuda GKST Klasis Palu,

metode yang diterapkan cukup efektif.

“Yang seharusnya dilakukan selama tiga hari, namun bisa

dilakukan hanya dalam waktu dua jam dengan hasil yang baik,”

kata Florensius.

“Muda-mudi yang mengikuti bisa menyampaikan segala

persoalan sebelumnya tidak bisa mereka ungkapkan,” tambahnya.

“Namun demikian, kita sebagai pendengar, harus menjaga

kerahasiaan mereka. Agar mereka juga yakin bahwa kita ini bisa

dipercaya sehingga mereka pun merasa nyaman ketika curhat,”

pesan Ivon.

Ketua muda-mudi tersebut, Nover Lambo, menyambut baik

kegiatan layanan ini.

“Temanya cukup mengena sehingga bisa memotivasi kami

kembali. Juga acara ini menjadi semacam media sehingga

perasaan yang selama ini kami simpan bisa kami keluarkan,”

katanya.

Hanya Nover menyayangkan waktu yang dirasa terlalu pendek.

Namun demikian, tim psikosial dari PERDHAKI berkenan untuk

menyediakan waktu untuk berkonsultasi melalui telepon.

“Jadi kapanpun mereka ingin konsultasi, bisa melalui nomor

telepon yang sudah saya berikan,” kata Ivon. (mdk)

Menjadi Berarti

Muda-mudi gereja

berkumpul di

GKST Effatha

untuk mengikuti

pelayanan

psikososial oleh tim

PERDHAKI. Foto:

Martin Dody/ERCB

04

Page 5: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

“Sigi Bangkit, Kulawi kuat!” Yel-yel

tersebut berkumandang di Gedung Serba

Guna yang terletak di Desa Bolapapu,

Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi saat

Rahmat Saleh, Direktur Karsa Institute,

atau yang lebih dikenal dengan panggilan

Oyong, memberikan sambutan dalam

acara penyerahan bantuan untuk 4 desa di

Kecamatan Kulawi tersebut.

Ada sebuah pesan yang menarik

yang disampaikan Rahmat kepada para

penyintas yang hadir. “Kita harus bangkit

untuk menjadi lebih baik,” pesan Rahmat.

Pesan tersebut dimaksudkan agar para

penyintas di Kulawi segera keluar dari

rasa keterpurukan akibat bencana dan

berbenah untuk masa depan lebih

baik serta tidak terus bergantung pada

bantuan dari luar.

Acara yang diselenggarakan

bersama oleh Konsorsium Emergency

Response Capacity Building (ERCB) yang

beranggotakan lembaga-lembaga non-

pemerintah seperti Pusaka Indonesia,

Lembaga Pengembangan Teknologi

Pedesaan (LPTP), Bina swadaya, Persatuan

Karya Dharma Kesehatan Indonesia

(PERDHAKI) serta mendapatkan dukungan

luar biasa dari lembaga-lembaga setempat

seperti Karsa Institute, Awam Green,

dan Yayasan Merah Putih dimaksudkan

untuk memberikan bantuan berupa beras

sebanyak 16 ton, water purifier, bedding

kits minyak kelapa, hygiene kits, dan pipa.

Bantuan tersebut diberikan kepada para

penyintas di Desa Bolapapu, Boladangko,

Tangkulowi, dan Lonca.

Hadir pula dalam kesempatan tersebut

kepala desa dari keempat desa yang

mendapatkan bantuan, Camat Kulawi,

Kapolsek dan Danramil Kulawi, serta

Wakil Bupati Sigi. Setelah sambutan

dari Focal Point Person ERCB, Agung

Prasetyo, Roli Bagalatu, S.Sos., selaku

Camat Kulawi menyampaikan apresiasi

atas upaya dari pemerintah setempat

yang bersinergi dengan lembaga-

lembaga non pemerintah, salah satunya

ERCB, sehingga wilayah Kulawi bisa

mendapatkan bantuan. “Air mata saya

sudah habis. Sejak tanggal 30 September

berjibaku dengan situasi dan kondisi yang

sangat memprihatinkan,” kata Roli. “Tetapi

Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.

Bukti nyata kehadiran Tuhan: hadirnya

pemerintah, hadirnya teman-teman

LSM untuk membantu mengangkat

penderitaan masyarakat,” tambahnya.

Diakhiri dengan penyerahan secara

simbolis oleh Wakil Bupati Sigi,

Paulina, S.E., M.Si., kepada para pejabat

setempat yang hadir, bantuan kemudian

didistribusikan kepada warga keempat

desa tersebut.

Ditemui selesai acara, Wakil Bupati

Sigi, Paulina, S.E., M.Si., menyampaikan

bahwa fokus utama pemerintah daerah

Kabupaten Sigi pada tahap rehabilitasi dan

rekonstruksi adalah pembangunan Hunian

Sementara (Huntara) dan kemungkinan

pembangunan Hunian Tetap (Huntap).

Prioritas pembangunan huntara tersebut

untuk para penyintas yang wilayah tempat

tinggalnya hancur, seperti di Desa Jono

Oge dan Langaleso. “Pembangunan

huntara tersebut tidak harus berkonsep

komunal,” kata Paulina. “Namun demikian

kami juga masih menunggu hasil riset

para ahli untuk menentukan dimana saja

zona aman untuk pembangunan huntara,”

tambahnya.

Ditanya tentang harapan pemerintah

daerah dalam menghadapi masa

rehabilitasi dan rekonstruksi, Paulina

menyampaikan bahwa pemerintah

daerah, khususnya pemerintah daerah

Kabupaten Sigi, mengharapkan lembaga-

lembaga non pemerintah, seperti ERCB,

untuk tetap membantu dalam tahapan

tersebut. “Sangat diharapkan kehadiran

dan bantuan dari teman-teman LSM

agar tahap rehabilitasi dan rekonstruksi

berjalan dengan lebih baik,” tutup Paulina.

(mdk)

SIGI BANGKIT,KULAWI KUAT Wakil Bupati Sigi, Paulina hadir dalam penyerahan

bantuan untuk warga Sigi. Foto: Martin Dody/ERCB

05

Page 6: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

Sambungan halaman 1...“Proses evakuasi, pengamanan serta normalisasi dipimpin langsung oleh Wakapolsek Kulawi, IPDA Deny Senewe yang dari semalam

memantau terus situasi yang ada,” lapor Florensius dari Karsa Institute.

Menurut IPDA Deny Senewe tidak ada korban jiwa dalam kejadian banjir bandang kali ini. "Anggota saya masih mencari tahu dan

menghitung berapa besar kerugian warga, khususnya warga Dusun 3," kata IPDA Deny Senewe.

Fasilitas MCK dan ruang ramah anak yang dibangun oleh ERCB ikut hanyut terbawa banjir bandang ini.

“MCK 4 kamar masing-masing di Dusun 3, satu titik di lorong pasar satu titik lagi di RT 02 serta satu unit ruang ramah anak terdampak

banjir bandang semalam,” kata Titik Susana Ristiyawati dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP). (ma/fl/tsr/mdk)

Infografis sebaran

respons gempa

tsunami dan

likuifaksi di

Kabupaten Sigi,

Sulteng.

Banjir Bandang...

06

Page 7: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

Sambungan halaman 3...

Masyarakat di pengungsian juga antusias, ramah dan sangat

menghormatinya. Mereka senang menerima para relawan,

terutama saat mengetahui bahwa dirinya seorang dokter dari

tanah Papua.

“Ketika kami datang ke tempat pengungsian di desa-desa, kami

selalu disambut hangat dan bahkan disediakan makan. Ketika

mereka senang, kami juga gembira. Sebab, itulah tujuan kami

agar mereka bisa tertawa juga bersama kami dan melupakan

sejenak peristiwa bencana yang telah mereka alami,”lanjut dr.

Rony.

Mengenai Yayasan Kemah Peduli, ini merupakan yayasan yang

relawannya terdiri dari hampir seluruh wilayah di Indonesia.

Selain dari Papua, juga ada relawan yang berasal dari Jawa, Bali,

Nusa Tenggara, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.

Kepada Yayasan Kemah Peduli, dr. Rony juga menyampaikan

terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk bisa menjadi

relawan di Palu hingga 15 Desember 2018, saat dirinya harus

kembali ke bumi Cendrawasih, Papua.

Menurut dr. Rony, motivasinya datang ke Palu ini untuk saling

menolong sesama saudara setanah air yang sedang mengalami

musibah. Namanya bencana, lanjut pria kelahiran tahun 1986 ini,

bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Karena itu, butuh banyak

orang untuk membangun kembali kerusakan akibat bencana

terutama trauma psikis pascabencana.

“Bisa saja suatu saat bencana terjadi di Papua, dan kami juga

butuh bantuan dan para relawan seperti kami saat ini. Kami

juga bersyukur dengan wadah Yayasan Kemah Peduli yang bisa

menyatukan kami dari berbagai pelosok Indonesia untuk dapat

menolong saudara-saudara kami disini,” ujarnya.

Dirinya juga berharap masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya

Palu, Sigi dan Donggala tetap semangat dan bangkit lagi dalam

membangun kembali wilayah tempat tinggal mereka.

“Pace-mace, adik-kaka dorang semua, kita datang dan mari

sama-sama bangun kembali Palu dengan semangat. Tanpa kalian

semangat, para relawan juga tidak akan semangat. Jika kalian

semangat, pasti relawan juga akan lebih semangat lagi untuk

membantu. Seperti semboyan dalam bahasa suku asli saya,

suku Dani: Yogotak huwuluk motok honorogo, hari esok harus

lebih baik lagi dari hari ini,” begitu harapannya. (Firmansyah MS/Internews. Sumber: Kabar Sulteng Bangkit)

Dari Baliem...

Berita Foto

Warga Dusun 3, Desa Langaleso memanfaatkan limpahan air dari mata

air untuk kegiatan mencuci. Foto: Martin Dody/ERCB

07

Page 8: Foto: Titik Susana Ristiawaty/ERCB BANJIR BANDANG DI SALUA, … · Rasa nyaman dan terlebih rasa aman akan lebih sulit dirasakan dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya yang terjadi

KAREBA PALU KORO

Kareba Palu Koro adalah media penyebaran informasi terkait penanganan bencana di Sulawesi Tengah yang dikelola oleh Jaringan Emergency Response Capacity Building (ERCB) pada masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi pasca bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi 28 September 2018 di Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Media ini didukung oleh pendanaan dari SHO dan Cordaid dan terbit dua mingguan.

Pemimpin Redaksi: Arfiana Khairunnisa (KARINA Yogyakarta)

Redaksi: Martin Dody Kumoro, Moh. Arul,Florensius, Titik Susana Ristiyawati (tim ERCB)

Saran dan masukan dapat dikirimkan melalui [email protected] atau dialamatkan ke Jl. Karanja Lembah, Lorong BTN Polda, Samping Perum Kelapa GadingDesa Kalukubula, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Sigi, Sulteng

REDAKSIONALINFOGRAFIS DISTRIBUSI BANTUAN ERCB DI SULTENG

Infografis distribusi bantuan Konsorsium ERCB di Palu, Sigi, dan Donggala (PASIGALA)

Sulawesi Tengah sampai dengan 9 Desember 2018. Bantuan yang diberikan berupa bahan

makanan seperti beras, ikan asin, minyak goreng dan juga non-food item seperti tangki air,

tempat sampah, hygiene kits, family kits, terpal, palet, pipa, fasilitas MCK (mandi, cuci dan

kakus) serta pelayanan kesehatan dan psikososial. (mdk)

08