Top Banner
TINJAUAN PUSTAKA Es Krim Es krim merupakan makanan hasil olahan produk susu yang terdiri atas lemak, susu, gula, perasa, pewarna, penstabil, serta menggunakan tambahan lain seperti telur, buah, atau kacang yang diolah menjadi lembut karena proses penghancuran dan pengadukan sampai dengan proses pembekuan (Marshall dan Arbuckle 2000). Menurut standar SNI 01-3713-1995 es krim adalah makanan semi padat yang proses pembuatannya meliputi pembekuan campuran susu, lemak hewan maupun nabati, gula, dengan atau tanpa bahan makanan lain dan bahan makanan lain yang diijinkan. Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, baik dalam persyaratan mutu fisik, kimia, dan mikrobiologinya (Tabel 1). Tabel 1 Syarat kesesuaian mutu es krim No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan - Penampakan - Bau - Rasa - - - Normal Normal Normal 2. Lemak % b/b Minimum 5.0 3. Gula (sakarosa) % b/b Minimum 8.0 4. Protein % b/b Minimum 2.7 5. Total padatan % b/b Minimum 3.4 6 Bahan tambahan makanan - Pewarna tambahan* - Pemanis buatan - Pemantap dan pengemulsi* - Negatif 7. Cemaran Logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) mg/kg mg/kg Maks 1.0 Maks 20.0 8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0.5 9. Cemaran mikroba - Angka lempeng total - MPN Coliform - Salmonella - Listeria spp koloni/g APM/g koloni/25 g koloni/25 g Maks 2.0 x 10 5 <3 Negatif Negatif Sumber : SNI 01-3713-1995) Macy et al. (1999) menyebutkan bahwa es krim merupakan salah satu produk komersial yang mutunya dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik rasa, warna, tekstur, dan komposisi bahan penyusunnya. Jenis-jenis es krim dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu es krim keras yang menggunakan krim
12

Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

Aug 28, 2018

Download

Documents

phungkien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

4

TINJAUAN PUSTAKA

Es Krim

Es krim merupakan makanan hasil olahan produk susu yang terdiri atas

lemak, susu, gula, perasa, pewarna, penstabil, serta menggunakan tambahan

lain seperti telur, buah, atau kacang yang diolah menjadi lembut karena proses

penghancuran dan pengadukan sampai dengan proses pembekuan (Marshall

dan Arbuckle 2000).

Menurut standar SNI 01-3713-1995 es krim adalah makanan semi padat

yang proses pembuatannya meliputi pembekuan campuran susu, lemak hewan

maupun nabati, gula, dengan atau tanpa bahan makanan lain dan bahan

makanan lain yang diijinkan. Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar

mutu yang telah ditetapkan, baik dalam persyaratan mutu fisik, kimia, dan

mikrobiologinya (Tabel 1).

Tabel 1 Syarat kesesuaian mutu es krim

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan - Penampakan - Bau - Rasa

- - -

Normal Normal Normal

2. Lemak % b/b Minimum 5.0

3. Gula (sakarosa) % b/b Minimum 8.0

4. Protein % b/b Minimum 2.7

5. Total padatan % b/b Minimum 3.4

6 Bahan tambahan makanan - Pewarna tambahan* - Pemanis buatan - Pemantap dan pengemulsi*

-

Negatif

7. Cemaran Logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu)

mg/kg mg/kg

Maks 1.0

Maks 20.0

8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0.5

9. Cemaran mikroba - Angka lempeng total - MPN Coliform - Salmonella - Listeria spp

koloni/g APM/g

koloni/25 g koloni/25 g

Maks 2.0 x 10

5

<3 Negatif Negatif

Sumber : SNI 01-3713-1995)

Macy et al. (1999) menyebutkan bahwa es krim merupakan salah satu

produk komersial yang mutunya dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik

rasa, warna, tekstur, dan komposisi bahan penyusunnya. Jenis-jenis es krim

dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu es krim keras yang menggunakan krim

Page 2: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

5

dan lemak tumbuhan, es krim lunak yang hanya menggunakan lemak nabati, dan

sorbet (Muaris 2006).

Tahapan analisa pencicipan karakteristik bentuk atau tekstur, rasa, dan

aroma es krim berbeda dengan produk olahan susu lainnya. Menurut Clark et al

(2009) fokus utama ketika pertama kali es krim masuk ke dalam mulut adalah

tekstur kelembutan maupun ketegasan es krim. Ketika berada di dalam mulut, es

krim mulai mencair namun memiliki karakteristik berpasir yang tetap bertahan,

terutama pada kristal laktosanya. Setelah itu terdapat sensasi licin berminyak

pada permukaan mulut terutama pada bagian gigi setelah sebagian es krim mulai

mencair. Setelah mencair secara keseluruhan, fokus selanjutnya adalah pada

rasa yang ditimbulkan es krim, yaitu; manis, asin, pahit, asam dan sebagainya.

Ketika proses tersebut berlangsung, mulut berada pada kondisi tertutup. Proses

pernafasan yang terjadi melalui hidung. Proses pernafasan tersebut

memungkinkan uap dari produk es krim keluar sehingga memberikan

rangsangan kepada kontak persepsi aroma di dalam hidung. Oleh karena itu,

fokus terakhir identifikasi adalah aroma produk es krim.

Bahan Baku Es Krim dan Fungsinya

Setiap bahan utama dalam es krim berpengaruh terhadap mutu akhir

produk es krim. Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan es krim

antara lain susu, lemak susu, gula, bahan penstabil, bahan pengemulsi, bahan

pencita rasa, dan pewarna. Komposisi bahan baku yang umumnya digunakan

adalah 8-20% lemak, 8-15% padatan susu tanpa lemak (PSTL), 13-20% gula,

serta 0-0.7% stabilizer dan pengemulsi (Marshall dan Arbuckle 2000)

Susu dan produk olahannya merupakan komponen utama dalam proses

pembuatan es krim. Jumlah susu dan susu tanpa lemak yang terdapat di dalam

es krim mencapat 60% dari total padatan es krim (Marshall dan Arbuckle 2000).

Lemak pada susu berfungsi untuk melembutkan tekstur es krim, memberikan

karakteristik pelumeran yang baik dan memberikan kontribusi energi terbesar

pada es krim. Lemak juga memberikan efek sinergis pada penambahan flavor

yang digunakan, sehingga dapat meningkatkan mutu dan cita rasa es krim (Macy

et al. 1999).

Produk susu yang digunakan pada es krim adalah krim, susu skim, susu

kental manis, susu bubuk, mentega, dan butter (Macy et al. 1999). Berdasarkan

Khongjeamsiri et al. (2009) lemak susu dapat diganti dengan santan. Produk es

krim yang menggunakan santan dapat menghasilkan es krim dengan jumlah

Page 3: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

6

karbohidrat yang tinggi, namun rendah protein dan lemak (Marshall dan Arbuckle

2000).

Es krim yang dipasarkan kepada konsumen dibagi menjadi beberapa

kelas menurut komposisi lemaknya. Semakin tinggi lemak susu pada es krim,

maka semakin tinggi harga es krim tersebut. Golongan es krim dari harga

termurah hingga termahal adalah economy, good average, dan deluxe (Marshall

dan Arbuckle 2000). Komposisi ketiga kelompok es krim tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi es krim menurut jenisnya

Jenis Es krim Lemak Susu

Susu tanpa lemak

Gula Stabilizer & Emulsifier

Total Padatan

Economy 10 10-11 15 0.3 35-37 12 9-10 13-16 0.2-0.4

Good Average 12 11 15 0.3 37.5-39 14 8-9 13-16 0.2-0.4

Deluxe 16 7-8 13-16 0.2-0.4 40-41 18-20 6-7.5 16-17 0.0-0.2 42-45

20 5-6 14-17 0.25 46

Sumber: Marshall dan Arbuckle (2000)

Pengemulsi merupakan campuran yang dapat menyatukan air dan lemak

atau minyak (Marshall dan Arbuckle 2000). Fungsi pengemulsi menurut Buckle

et al (1987) adalah untuk menurunkan waktu pembekuan, memperbaiki waktu

whipping dan produksi es krim sehingga membentuk tekstur yang kaku dan

pelelehannya seragam. Jika tidak ada emulsifier, maka air dan lemak dapat

terpisah selama penyimpanan.

Bahan-bahan yang biasanya digunakan sebagai emulsifier adalah kuning

telur, lesitin, monogliserida dan digliserida asam lemak, serta polysorbate 80

(polyoxyethylene (20) sorbitan mono-oleate), dan polysorbate 65

(polyoxyethylene (20) sorbitan tristearate). Bahan-bahan ini membantu kelarutan

ingredient dalam es krim (Buckle et al 1987).

Konsentrasi pengemulsi yang digunakan sebesar 0.03-0.2% (Clark et al

2009). Monogliserida dan digliserida atau keduanya pada pengemulsi berasal

dari glycerolysis lemak nabati yang jumlahnya tidak boleh lebih dari dua persen

(Marshall dan Arbuckle 2000).

Penstabil atau stabilizer berfungsi untuk menjaga air di dalam es krim

agar tidak membeku secara utuh dan mengurangi kristalisasi es dan laktosa

ketika suhu penyimpanan berfluktuasi, sehingga kekentalan dan kelembutan

tekstur es krim tetap terjaga. Level standar penstabil yang digunakan pada susu

Page 4: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

7

dan produk olahannya adalah 0.15-0.5%. Penstabil yang digunakan untuk es

krim sebesar 0.5% (Clark et al 2009).

Stabilizer bersifat mengentalkan adonan sehingga tekstur lebih stabil.

Bahan penstabil yang digunakan dibagi menjadi dua jenis berdasarkan

sumbernya. Terdapat stabilizer jenis gelatin yang berasal dari sumber hewani

seperti kulit sapi dan kulit atau tulang babi, serta stabilizer yang berasal dari

sayuran seperti sodium alginate, irish moss, dan CMC (Sodium

Carboxymethylcellulose) (Marshall dan Arbuckle 2000). Penstabil yang umumnya

digunakan dalam pembuatan es krim adalah alginat, karagenan, guar, locust

bean, dan carboxymethyl cellulose (CMC) (Clark et al. 2009).

Karagenan menurut penelitian Spagnuolo et al. (2004) dapat digunakan

untuk menghambat pemisahan fase lemak dan air. Stabilizer berdasarkan Clark

et al. (2009) dapat membentuk emulsi seperti selaput yang berukuran mikro dan

mengikat molekul lemak, air, dan udara. Dengan demikian, air tidak akan

mengkristal dan lemak tidak akan mengeras

Pemanis es krim yang digunakan umumnya sebesar 13-15% (Clark et al

2009). Gula dapat memberikan rasa manis dan menurunkan titik beku adonan,

sehingga tidak terlalu cepat membeku saat diproses (Marshall dan Arbuckle

2000). Pengaturan titik beku penting agar udara yang masuk ke dalam adonan

dapat lebih banyak sehingga tekstur menjadi lebih lembut (Potter and Hotchkiss

1997). Jika penggunaan pemanis lebih dari 16%, maka titik beku campuran

menjadi lebih rendah dan produk akhir es krim akan cepat lumer (Clark et al

2009).

Rasa pedas pada es krim dapat diberikan dengan memberikan kayu

manis, jahe, cengkeh, pala, dan rempah lainnya. Rempah yang digunakan

sebagai campuran es krim berbentuk ekstrak. Rempah tersebut memiliki rasa

pedas yang kuat, sehingga hanya digunakan sebagai bahan tambahan es krim

dalam jumlah yang sedikit (Marshall dan Arbuckle 2000).

Proses Pengolahan Es Krim

Proses pembuatan es krim terdiri atas proses pencampuran adonan,

pasteurisasi, homogenisasi, proses penuaan (ageing), pembekuan (freezing),

dan proses pengerasan (hardening) (Marshall dan Arbuckle 2000).

Pencampuran adonan dilakukan dengan mencampur dan memanaskan

bahan-bahan yang cair hingga suhu 43.4oC. Setelah itu gula dan bahan kering

lainnya dimasukkan ketika campuran sudah mulai memanas agar mempermudah

Page 5: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

8

pelarutan yang lebih mudah. Bahan-bahan segar seperti buah segar dan kacang

ditambahkan ketika proses pembekuan (freezing) (Potter and Hotchkiss 1997).

Pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu dan waktu

tertentu untuk membunuh mikroba patogen yang terdapat di dalam bahan baku

es krim. Umumnya, proses pasteurisasi dengan steam bath dilakukan pada suhu

70oC selama 30 menit, sedangkan pasteurisasi dengan High Temperature Short

Time (HTST) dilakukan selama 25 detik pada suhu 82oC (Potter and Hotchkiss

1997). Selain membebaskan adonan dari bakteri patogen, proses ini juga

membantu melarutkan bahan, memperbaiki cita rasa dan mutu simpan,

mencegah globula lemak bersatu, dan mengurangi waktu yang diperlukan bagi

proses ageing pada adonan sehingga kekentalan tekstur es krim lebih baik

(Marshall dan Arbuckle 2000).

Homogenisasi dilakukan pada suhu 63o-77oC dengan tujuan untuk

memperkecil ukuran globula lemak sehingga permukaan menjadi lebih luas,

meningkatkan kemampuan pembuihan (whipping quality), mengurangi

kekentalan dan membentuk keseragaman tekstur pada es krim. Proses ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat viskositas, komposisi, stabilitas

adonan, suhu dan konstruksi mesin yang digunakan (Arbuckle dan Frandsen

1961).

Proses penuaan (ageing) merupakan proses penyimpanan es krim pada

suhu rendah yang terjadi selama 3-24 jam. Suhu yang digunakan adalah 4.4oC.

Selama proses penuaan berlangsung, lemak yang mencair akibat proses

pemanasan akan mengeras kembali dan penstabil akan mengembang dan

mengikat air. Protein juga mengikat air, sehingga viskositas adonan bertambah

dan daya mengembang es krim meningkat (Potter and Hotchkiss 1997).

Pembekuan (freezing) dimulai pada suhu -2.80C. Proses ini

menggunakan alat pembeku yang bertujuan untuk membekukan hingga suhu

terendah (250C), sehingga mendapatkan nilai overrun yang dikehendaki. Overrun

diketahui setelah pembekuan yang merupakan nilai persentase kelebihan

volume es krim akibat penyatuan gelembung udara yang dibandingkan dengan

volume adonan es krim sebelum dibekukan (Buckle et al 1987).

Pengerasan (hardening) dilakukan di dalam freezer namun tidak

menggunakan proses pengadukan. Temperatur yang digunakan -34oC atau lebih

rendah (Potter and Hotchkiss 1997). Penyimpanan pada ruangan pengerasan

(hardening room) bertujuan agar es krim mengeras. Setelah mengeras, maka es

Page 6: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

9

krim telah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Proses hardening harus dilakukan

secepat mungkin (fast hardening) untuk menghindari terbentuknya kristal es yang

besar. Ukuran dan bentuk permukaan kemasan, sirkulasi udara, pembagian

ruangan, suhu es krim setelah dibekukan, komposisi adonan es krim dan nilai

overrun dapat mempengaruhi proses hardening (Marshall dan Arbuckle 2000).

Wortel

Wortel segar adalah umbi (akar tunggang) dari tanaman wortel (Daucus

Carota L) dalam keadaan utuh, segar dan bersih (SNI 01-3163-1992). Jenis mutu

wortel segar berdasarkan karakteristik dan syaratnya dibagi menjadi Mutu I dan

Mutu II. Berdasarkan SNI 01-3163-1992, syarat mutu wortel I dan II dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3 Syarat dan Karakteristik Wortel Mutu I dan Mutu II

No. Karakteristik Syarat

Cara Pengujian Mutu I Mutu II

1. Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Organoleptik 2. Kekerasan Keras Keras Organoleptik 3. Warna Normal Normal Organoleptik 4. Kerataan permukaan Cukup rata Cukup rata Organoleptik 5. Tekstur Tidak mengayu Tidak mengayu Organoleptik 6. Persentase kerusakan

(jumlah/jumlah) maksimal 5 10 Organoleptik

7. Kotoran Tidak ada Tidak ada -

Keterangan : Kotoran dinyatakan tidak ada apabila tidak terdapat kotoran atau benda asing lainnya yang menempel pada umbi atau berada dalam kemasan yang mempengaruhi kenampakannya

Wortel yang beredar di Indonesia terdiri umumnya atas dua tipe, yaitu

Imperator dan Chantenay. Kedua tipe wortel tersebut memiliki perbedaan secara

visual baik dalam bentuk maupun teksturnya. Tipe Imperator mempunyai ujung

umbi yang runcing sedangkan tipe Chantenay ujung umbinya tumpul. Selain itu,

tipe Imperator bertekstur agak kasar dan keras sedangkan Chantenay tekstur

halus (Soehardi 2004).

Cahyono (2002) mengklasifikasikan wortel berdasarkan ukuran dan

tingkat kerusakannya menjadi beberapa kelas mutu, antara lain:

a. Kelas mutu I, terdiri atas umbi wortel yang berukuran besar, berdiameter

3-5 cm dan mempunyai berat lebih dari 300 gram, tekstur keras namun

tidak mengayu, berwarna normal, permukaan cukup rata, varietas

seragam, tidak cacat, dan tidak terinfeksi hama penyakit.

b. Kelas mutu II, terdiri atas umbi wortel yang berukuran sedang,

berdiameter antara 1.5-3 cm dan memiliki berat 200-300 gram, bertekstur

Page 7: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

10

keras dan tidak mengayu, berwarna normal, permukaan cukup rata,

varietas seragam, tidak cacat, dan tidak terinfeksi hama penyakit.

c. Kelas mutu III, terdiri atas umbi wortel berukuran kecil, berdiameter

kurang dari 1.5 cm dan memiliki berat umbi kurang dari 200 gram,

bertekstur keras, tidak mengayu, berwarna normal, permukaan cukup

rata, varietas seragam, tidak cacat, dan tidak terinfeksi hama penyakit.

Wortel mengandung banyak provitamin A yang mencapai 1800 RE per

100 gram wortel, disamping dengan vitamin lainnya seperti vitamin B, C, D, E,

dan K. Satu buah wortel (mutu I) mengandung 5.7 mg betakaroten, sedangkan

secangkir jus wortel mengandung 24.2 mg beta karoten (Soehardi 2004)

Tubuh lebih efektif menyerap betakaroten dari wortel setengah masak

daripada yang mentah. Oleh karena itu sebelum dibuat menjadi jus atau

makanan saji, wortel di blansir terlebih dahulu. Kandungan betakaroten

terbanyak terkosentrasi tepat di bawah kulit. Proses pengupasan wortel

menyebabkan 20-30% betakaroten dapat terbuang (Beeton 2000).

Warna oranye pada wortel dapat digunakan sebagai pewarna alami pada

makanan. Selain itu, wortel juga telah dikembangkan menjadi berbagai variasi

produk makanan maupun minuman. Di Indonesia wortel banyak digunakan

sebagai campuran sup atau tumisan sayur, mie, kue basah atau kue kering

(Cahyono 2002), serta campuran makanan tradisional seperti asinan sayur atau

gado-gado (Pertiwi dan Ginting 2007). Seiring dengan perkembangan teknologi,

wortel digunakan sebagai bahan baku produk pangan dalam kemasan seperti

bubur bayi dan selai (Beeton 2000), mentega (Stepaniak 2007), sirup dan

yoghurt (Wright dan Quigley 2008).

Tomat

Berdasarkan SNI 01-3162-1992 terdapat dua jenis tomat berdasarkan

klasifikasi mutu impor, yaitu tomat Mutu I dan Mutu II. Kriteria tomat Mutu I

memiliki varietas yang seragam, tidak terlalu matang, tidak lunak, ukuran buah

seragam, kotoran maksimal 5%, dan busuk maksimal 1%. Kriteria tomat Mutu II

hampir sama dengan tomat Mutu I, akan tetapi kotoran maksimal yang

diperbolehkan sebesar 10%. Ukuran tomat dinyatakan seragam apabila telah

sesuai dengan penggolongan tiga macam ukuran berat tersebut yang ditentukan

dengan toleransi 5% (jumlah/jumlah) maksimum.

Tomat juga dapat digolongkan berdasarkan beratnya. Klasifikasi tomat

berdasarkan beratnya dibagi menjadi beberapa kelas, antara lain kelas A dengan

Page 8: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

11

berat lebih dari 150 g/buah, kelas B atau sedang dengan beratnya 100g-

150g/buah dan kelas C atau kecil dengan beratnya kurang dari 100 g/buah

(Rukmana 1995).

Buah tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila tomat telah

mencapai kematangan penuh dengan tekstur daging yang lunak dan dianggap

telah lewat waktu pemasarannya. Tomat dinyatakan rusak apabila mengalami

kerusakan atau cacat oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yang terlibat

pada permukaan buah (SNI 01-3162-1992).

Zat-zat gizi yang terdapat pada tomat antara lain kalori, karbohidrat,

lemak, protein, serat makanan, dan vitamin A, B1, B5 (asam pantotenat), asam

folat, C, E, serta mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, natrium, yodium,

dan zat nongizi (Jones 2008). Tomat mengandung provitamin A sebesar 225 RE

per 100 gram (Soehardi 2004).

Rukmana (1995) menulis bahwa tomat melakukan proses respirasi

setelah dipetik. Proses respirasi terjadi karena terdapat perubahan-perubahan

kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C

menjadi vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula yang menghasilkan CO2,

H2O, dan ethylen. Akumulasi produk respirasi tersebut menyebabkan

pembusukan pada buah tomat

Proses penyimpanan tomat berdasarkan Rubatzky dan Yamaguchi

(1999) dilakukan selama beberapa minggu dalam suhu penyimpanan yang

direkomendasikan berdasarkan fase kematangannya. Suhu optimum untuk

pematangan buah hijau tomat adalah 18o-21oC. Tomat tersebut juga dapat

disimpan selama 6 minggu pada suhu 13o-18oC agar perkembangan warna

berlangsung lambat.

Jones (2008) menulis bahwa rasa tomat bergantung pada rasio antara

gula dan asam yang terkandung di dalam buah. Ketika buah berwarna oranye-

merah, kadar gula tinggi dan keasaman belum menurun. Penelitian Peet (1996)

dalam Jones (2008) mengenai kombinasi keasaman (pH rendah) dan kadar gula

buah yang mempengaruhi rasa pada tomat terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Rasa pada tomat berdasarkan rasio kandungan gula dan keasaman buah

Keasaman Kandungan gula Rasa

Tinggi Tinggi Baik Tinggi Rendah Asam (tart)

Rendah Tinggi Kurang, lemah (bland) Rendah Rendah Tidak ada rasa

Sumber: Peet (1996) dalam Jones (2008)

Page 9: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

12

Senyawa karotenoid yang terdapat pada tomat adalah likopen. Likopen

adalah salah satu zat pigmen kuning tua sampai merah tua yang termasuk

kelompok karotenoid yang bertanggung jawab memberikan warna merah pada

tomat. Senyawa karotenoid ini dikenal baik sebagai senyawa yang memiliki daya

antioksidan tinggi. Senyawa ini mampu melawan radikal bebas akibat polusi dan

radiasi sinar UV. Pemisahan antioksidan dari buah tomat dengan metoda

ekstraksi cair–cair, menggunakan campuran etanol, heksan, dan aseton sebagai

solven (Stahl and Sies 1992).

Likopen pada tomat mampu melindungi tubuh dari oksidan-oksidan

penyebab kanker yaitu radikal bebas (Stahl and Sies 1992). Berdasarkan Sanjiv

dan Rao (2000) likopen merupakan salah satu antioksidan yang potensial,

dengan kemampuan meredam oksigen tunggal dua kali lebih baik daripada beta-

karoten dan sepuluh kali lebih baik daripada alfa-tokoferol. Seseorang yang

memiliki kadar likopen yang tinggi dalam darahnya memiliki tingkat resiko yang

rendah terhadap penyakit kanker prostat (Dorgan et al 1998) dan osteoporosis

(Palan et al 2001).

Likopen pada produk olahan tomat seperti saus tomat, pasta tomat, dan

sup tomat lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan dengan lycopene pada

buah tomat (Soehardi 2004).

Tomat dapat langsung dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Tomat

dapat diolah menjadi produk pangan dalam kemasan, yaitu: (1) produk basah

(tomato preserve) seperti sari atau jus tomat, pulp tomat, bubur tomat dan pasta

tomat; (2) produk kering (dried tomatoes) seperti tepung tomat, chips tomat dan

flakes tomat; (3) produk campuran makanan (tomato-containing food) seperti

saus tomat sup tomat dan saus bolognaise (Jongen 2002).

Daun Katuk

Tanaman katuk atau Sauropus androgynus (L.) Merr merupakan tanaman

yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Azis dan Muktiningsih 2006).

Citarasa daun katuk akan meningkat jika daun katuk diolah terlebih dahulu

sebelum dikonsumsi. Daun katuk tidak dapat dimakan mentah, karena

tangkainya yang cukup liat. Daun katuk dapat diolah menjadi bahan baku jamu

atau obat-obatan, hidangan sup serta campuran tambahan pada makanan lain

misalnya pada telur dadar (Lingga 2010)

Penelitian Piliang et al (2002) menyebutkan bahwa tepung daun katuk

memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan serbuk ekstrak

Page 10: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

13

daun katuk kering. Daun katuk mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi,

vitamin A, vitamin B dan vitamin C (Muslisah 2002).

Daun katuk merupakan sumber vitamin A dalam bentuk karoten

(provitamin A). Kandungan gizi daun katuk per 100 gram terdiri atas 59 kal, 6.4 g

protein, 1 g lemak, 9.9 g hidrat arang, 1.5 g serat, 1.7 g abu, 233 mg kalsium, 98

mg fosfor, 3.5 mg besi, dan 1556 RE, 164 mg vitamin B dan C, serta 81 g air

(Azis dan Muktiningsih 2006). Kandungan zat besi daun katuk lebih tinggi jika

dibandingkan dengan daun pepaya dan daun singkong (Suyanti 2002).

Senyawa fitokimia yang berkhasiat sebagai obat banyak terdapat di

dalam daun katuk. Senyawa aktif yang terkandung di dalam daun katuk yang

dapat merangsang sintesis hormon-hormon steroid (progesteron, astradiol,

testosteron, dan glukokortikoid) serta senyawa eikosanoid (prostalglandin,

prostasiklin, tromboksan, lipoksin, dan leukotrien). Selain itu, daun katuk juga

mengandung tanin, saponin flavonoid, dan alkaloid papaverin yang sangat

potensial untuk dijadikan sebagai bahan pengobatan alami (Suyanti 2002).

Daun katuk kini telah diproduksi menjadi produk teh kemasan (Intiselaras

2005). Fungsi daun katuk antara lain memperlancar Air Susu Ibu (ASI) bagi ibu

menyusui, dan membersihkan darah kotor bagi ibu setelah melahirkan. Selain itu,

konsumsi daun katuk dapat mengobati penyakit frambusia, susah kencing, dan

mengobati bisul atau borok (ditumbuk dan dioleskan pada bagian yang luka)

(Muslisah 2002).

Cabai Rawit

Cabai rawit (Capsicum frutescens L) di dunia Internasional dikenal

dengan sebutan hot chilli atau cabai pedas. Cabai ini termasuk golongan cabai

kecil. Cabai rawit dibagi menjadi tiga kelompok yaitu cabai rawit kecil, cabai rawit

putih, dan cabai rawit hijau (Dahana dan Warisno 2010).

Cabai rawit hijau memiliki buah yang pendek dan gemuk, panjangnya

sekitar 2-3 cm dan lebar 1-1,5 cm. Rasanya tidak terlalu pedas sehingga banyak

orang menyukainya. Saat muda, buahnya berwarna hijau tua, namun warnanya

berangsur-angsur berubah kecoklatan dan menjadi merah tua ketika masak

(Santosa 2009).

Cabai rawit mengandung zat capsaicin, minyak atsiri capsitol, dan

bioflavonoid serta zat gizi lain yang cukup tinggi. Bagian yang dapat dimakan

pada cabai sebesar 90%. Zat gizi dalam 100 gram cabai rawit segar adalah

energi 103 kal, protein 4,7 g, lemak 2,4 g, karbohidrat 19,9 g, kalsium 45 g, fosfor

Page 11: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

14

85 g, vitamin A 1658 RE, zat besi 2,5 mg, vitamin B 0,08 mg, vitamin C 70 mg,

dan air 71,20 g (Cahyono 2003).

Cabai rawit banyak digunakan sebagai bumbu dapur, yakni sebagai

bahan penyedap berbagai macam masakan antara lain saus, aneka sayur, acar,

lalap, asinan, dan produk-produk makanan kaleng (Cahyono 2003). Cabai rawit

dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat-obatan (industri farmasi), industri

kosmetika, industri pewarna bahan makanan, dan penghasil minyak atsiri

(Dalimartha 2000)

Karotenoid

Karotenoid adalah prekursor vitamin A. Karotenoid merupakan senyawa

alami yang memberikan warna kuning tua, oranye dan merah pada buah dan

sayur. Penyerapan karotenoid pada tubuh bergantung pada jumlah lemak yang

dikonsumsi, bentuk matriks pada buah dan sayur, dan proses pengolahan fisik

pada makanan ketika persiapan maupun pengolahannya (Semba 2007).

Berdasarkan Bernstein et al. (2011), karotenoid yang utama terdiri atas α-

karoten, β-karoten, lutein, zeaxanthin, cryptoxanthin dan likopen. Tubuh dapat

mengkonversi α-karoten, β-karoten dan β-kriptosantin menjadi retinol sehingga

disebut sebagai karotenoid provitamin A. Lutein, zeaxanthin, dan likopen tidak

memiliki aktivitas vitamin A sehingga disebut sebagai karotenoid non provitamin

A

Kebiasaan mengkonsumsi makanan kaya karoten dapat melindungi tubuh

dari kerusakan oksidatif. Karotenoid dan retinoid pada satu makanan yang sama

memberikan ketersediaan vitamin A yang berbeda. Aktivitas biologi didalam

tubuh pada retinoid lebih tinggi dari karotenoid sehingga kontribusi vitamin A dari

retinoid lebih besar dari karotenoid (Mikesky et al 2009). Oleh karena itu, dibuat

ketetapan standarisasi satuan untuk mengukur aktivitas vitamin A keduanya.

Aktivitas vitamin A dalam bahan pangan dinyatakan dalam satuan Retinol Activity

Ekuivalen (RAE), dengan perincian antara laian 1 RAE ekuivalent dengan 1 µg

retinol, 12 µg beta karoten, atau 24 µg karotenoid (Kristina dan Sherry 2006).

Likopen merupakan salah satu kelompok karotenoid. Likopen juga

terbukti sebagai antioksidan yang efektif, yang berarti memiliki kemampuan untuk

mencegah radikal bebas merusak sel yang disebabkan oleh ROS (Reactive

Oxigen Species) (Davies 2000). Penelitian Shi and LeMaguer (2000)

menyebutkan bahwa sebagai antioksidan, likopen dua kali lebih efektif jika

Page 12: Formulasi dan Pengembangan Produk Es Krim Rujak …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54389/5/BAB II... · Es krim yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang telah

15

dibandingkan beta-karoten dalam melindungi sel darah putih dari kerusakan

membran oleh radikal bebas.

Bioavailabilitas karotenoid berdasarkan Kristina dan Sherry (2006) pada

makanan yang telah diolah lebih baik jika dibandingkan dengan makanan

mentah (raw food). Proses pemanasan tersebut menyebabkan protein pada

pigmen-protein kompleks jaringan terdenaturasi, sehingga karotenoid terlepas.

Prosesnya adalah pemanasan dengan waktu yang lama atau suhu tinggi dapat

mengkonversi lebih banyak konfigurasi all-trans karotenoid menjadi isomer cis.

Toksisitas vitamin A jarang terjadi kecuali dalam kasus konsumsi

suplemen vitamin A dosis tinggi. Keracunan vitamin A (hyperavitaminosis)

menimbulkan gejala seperti sakit persendian, muntah, dan kulit bersisik.

Toleransi maksimum konsumsi vitamin A adalah sebesar 3000 µg retinol per hari

(Mikesky et al. 2009).

Hipervitaminosis vitamin A dapat terjadi jika individu mengkonsumsi

makanan tinggi vitamin A yang berasal dari pangan hewani dan juga suplemen

tinggi vitamin A minimal 20 mg dalam periode yang lama (IARC 1998)

Konsumsi tinggi provitamin A tidak menyebabkan hypervitaminosis

vitamin A. Berdasarkan Kristina dan Sherry (2006), konversi preformed A

menjadi retinal didalam tubuh lebih cepat jika dibandingkan provitamin vitamin A.

Selain itu, Pelto dan Kuhnlein (1997) menyebutkan bahwa absorbsi preformed

vitamin A dari pangan hewani lebih efisien jika dibandingkan dengan absorbsi

provitamin A dari pangan nabati. Absorbsi preformed vitamin A dalam tubuh

sebesar 70-90%, sedangkan pada provitamin A sebesar 20-50% (Mikesky et al

2009).

Konversi provitamin A dalam tubuh juga dipengaruhi oleh status

kesehatan individu, kemampuan bioavailabilitas, absorbsi, dan metabolisme

vitamin A dalam tubuh, jumlah provitamin A dan vitamin A yang dikonsumsi baik

dari makanan atau suplemen, serta faktor kandungan zat gizi lain yang dapat

mempengaruhi penyerapan vitamin A (Pelto dan Kuhnlein 1997).