Top Banner
Catatan Akhir Tahun 2018 Atas Kinerja DPR DPR: LEMBAGA DIGDAYA YANG TIDAK BERDAYA Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Jakarta, 21 Desember 2018 I. Pengantar Tahun kalender 2018 DPR memiliki 2 Tahun Sidang (TS): (2017- 2018 dan 2018-2019) dengan 5 Masa Persidangan (MS), yaitu MS III, IV, dan V TS 2017-2018 serta MS I dan MS II TS 2018-2019. Total hari kerja sidang-sidang DPR selama 5 kali MS ada 179 hari. Setiap awal tahun dan berakhirnya MS DPR, FORMAPPI selalu mengkritisi kinerja DPR dan memberikan pridiksi-prediksi ke depan, terutama bila dikaitkan dengan tahun politik dimana sebagian besar anggota DPR (529 dari 560) mencalonkan diri lagi pada Pemilu 2019. Karenanya mereka sangat sibuk mengkampanyekan diri kembali maupun pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (Paslon Capres dan Cawapres) yang diusung oleh koalisi partai politik (Parpol). Catatan akhir tahun ini ingin mengecek apakah prediksi FORMAPPI pada awal tahun 2018 mengandung kebenaran ataukah tidak. Cakupannya meliputi 4 aspek, yaitu kinerja: pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan kinerja kelembagaan. Catatan akhir tahun 2018 atas kinerja DPR ini akan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi. II. Kinerja Fungsi Legislasi 1. Pada dasarnya, FORMAPPI mengapresiasi langkah DPR yang setiap tahun selalu menggelontorkan target prioritas dalam jumlah yang banyak. Langkah tersebut sekurang-kurangnya menunjukkan semangat membara DPR setiap (awal) tahun. Bayangkan, sejak tahun 2015, DPR selalu menetapkan target Prolegnas Prioritas lebih dari 40 RUU. Sayangnya rencana yang nampak penuh semangat tersebut selalu berakhir lesu atau loyo. Selama 4 tahun bekerja dengan target RUU Prioritas yang selalu penuh semangat, DPR baru berhasil mengesahkan 24 RUU Prioritas. Jadi rata-rata hanya 6 RUU Prioritas dalam setahun. 1 2015 2016 2017 2018 0 10 20 30 40 50 60 40 50 52 50 3 10 6 5 TARGET DAN CAPAIAN RUU PRIORITAS TARGET CAPAIAN
66

Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Apr 30, 2019

Download

Documents

nguyentuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Catatan Akhir Tahun 2018 Atas Kinerja DPR

DPR: LEMBAGA DIGDAYA YANG TIDAK BERDAYAForum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)

Jakarta, 21 Desember 2018

I. PengantarTahun kalender 2018 DPR memiliki 2 Tahun Sidang (TS): (2017-2018 dan 2018-2019) dengan

5 Masa Persidangan (MS), yaitu MS III, IV, dan V TS 2017-2018 serta MS I dan MS II TS 2018-2019. Total hari kerja sidang-sidang DPR selama 5 kali MS ada 179 hari. Setiap awal tahun dan berakhirnya MS DPR, FORMAPPI selalu mengkritisi kinerja DPR dan memberikan pridiksi-prediksi ke depan, terutama bila dikaitkan dengan tahun politik dimana sebagian besar anggota DPR (529 dari 560) mencalonkan diri lagi pada Pemilu 2019. Karenanya mereka sangat sibuk mengkampanyekan diri kembali maupun pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (Paslon Capres dan Cawapres) yang diusung oleh koalisi partai politik (Parpol).

Catatan akhir tahun ini ingin mengecek apakah prediksi FORMAPPI pada awal tahun 2018 mengandung kebenaran ataukah tidak. Cakupannya meliputi 4 aspek, yaitu kinerja: pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan kinerja kelembagaan. Catatan akhir tahun 2018 atas kinerja DPR ini akan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi.

II. Kinerja Fungsi Legislasi

1. Pada dasarnya, FORMAPPI mengapresiasi langkah DPR yang setiap tahun selalu menggelontorkan target prioritas dalam jumlah yang banyak. Langkah tersebut sekurang-kurangnya menunjukkan semangat membara DPR setiap (awal) tahun. Bayangkan, sejak tahun 2015, DPR selalu menetapkan target Prolegnas Prioritas lebih dari 40 RUU. Sayangnya rencana yang nampak penuh semangat tersebut selalu berakhir lesu atau loyo. Selama 4 tahun bekerja dengan target RUU Prioritas yang selalu penuh semangat, DPR baru berhasil mengesahkan 24 RUU Prioritas. Jadi rata-rata hanya 6 RUU Prioritas dalam setahun.

Kelesuan atau keloyoan mencapai target RUU Prioritas sedikit tertolong dengan capaian DPR dalam menghasilkan RUU Kumulatif Terbuka. Sepanjang 4 tahun DPR bekerja, terhitung sebanyak 44 UU Kumulatif Terbuka berhasil disahkan.

Dengan demikian total RUU yang disahkan DPR selama 4 tahun berjumlah 68 RUU dengan rincian 24 RUU Prioritas ditambah 44 RUU Kumulatif Terbuka.

1

2015 2016 2017 20180

10

20

30

40

50

60

40

50 52 50

310

6 5

TARGET DAN CAPAIAN RUU PRIORITAS

TARGET CAPAIAN

2015; 14

2016; 92017; 11

2018; 10

RUU KUM TERBUKA YANG DISAHKAN

2015 2016 2017 2018

Page 2: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Catatan di atas menunjukkan kecenderungan produktivitas legislasi DPR yang semakin menurun. Kecenderungan itu seolah-olah menegaskan ketidaktahuan DPR akan makna kata “Prioritas” yang melekat pada kata Prolegnas setiap tahun. Padahal pengertian prioritas menurut kamus adalah sesuatu yang harus didahulukan daripada kegiatan-kegiatan lainnya. Selain itu menurut UU No 12 tahun 2011, Prolegnas merupakan skala prioritas program pembentukan UU dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional (Pasal 17). Capaian rendah DPR dalam menghasilkan UU Prioritas membuktikan pengabaian makna istilah skala prioritas dalam UU tersebut.

2. Pemandangan lain dalam pelaksanaan fungsi Legislasi DPR yang selalu berulang setiap masa sidang adalah terkait dengan kebiasaan DPR melakukan perpanjangan proses pembahasan terhadap RUU tertentu. Perpanjangan proses pembahasan tersebut ditengarai menjadi salah satu musabab rendahnya capaian legislasi DPR. Mekanisme perpanjangan pembahasan RUU membuka jalan bagi mandegnya penyelesaian RUU yang dibahas DPR bersama dengan Pemerintah. DPR nampak begitu menikmati mudahnya pembahasan RUU yang semestinya hanya dibatasi selama 3 kali masa sidang, tetapi disaat bersamaan mereka bisa mengabaikan batasan tersebut karena dimungkinkan oleh UU MD3 (Pasal 99). Dengan demikian bagi DPR yang terpenting adalah ketersediaan alasan untuk membenarkan perpanjangan pembahasan RUU. Selagi masih ada alasan yang tersedia, maka perpanjangan proses pembahasan tak bisa dihentikan oleh siapapun.

Keputusan memperpanjang proses pembahasan tak banyak disertai dengan penyampaian alasan yang mendasar. Keputusan tersebut semata-mata hanya karena persoalan waktu dan materi yang belum memungkinkan RUU tertentu selesai dibahas. Keanehan juga nampak ketika DPR cenderung tidak konsisten dalam memutuskan perpanjangan RUU tertentu. FORMAPPI menemukan bahwa keputusan memperpanjang proses pembahasan RUU-RUU cenderung tidak konsisten. Ada RUU yang sudah diperpanjang pada masa sidang sebelumnya tetapi tidak diperpanjang lagi pada masa sidang berikutnya, lalu diperpanjang lagi pada MS selanjutnya. Beberapa RUU juga selalu mengalami perpanjangan bahkan melewati belasan MS selama beberapa tahun tetapi belum selesai juga dan belum jelas juga kapan akan selesai. Apakah setiap keputusan memperpanjang proses pembahasan sekaligus berarti DPR memang benar-benar membahas RUU tersebut atau perpanjangan justru kerap terjadi karena RUU yang diperpanjang sesungguhnya tak dibahas hingga akhirnya harus diperpanjang kembali? (Lihat tabel berikut).

Tabel 1: PermintaanPerpanjanganWaktuPembahasan RUU Sepanjang 2018No. Nama RUU MS III MS IV MS V MS I MS II1. Larangan Minuman Beralkohol √ X √ X2. Pertembakauan √ X √ X3. Perkoperasian √ √ √ √4. Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat√ √ √ √

5. Penerimaan Negara Bukan Pajak √ X X X6. Ketentuan Umum Tata Cara

Perpajakan√ √ X √

7. Sistem Nasional Ilmu √ √ √ X

2

2015 2016 2017 20180

2

4

6

8

10

12

14

16

3

10

65

14

9

1110

TREND KINERJA LEGISLASI 2015-2018

RUU PRIORITAS RUU KUM TBK

Page 3: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

PengetahuandanTeknologi (SisnasIptek)

8. KitabUndang-undang Hukum Pidana (KUHP)

√ √ √ √

9. Jabatan Hakim √ √ √ √10. Mahkamah Konstitusi √ √ √ √11. Penyelenggaraan Haji dan Umrah √ √ √ √12. Penghapusan Kekerasan Seksual √ √ √ √13. Kewirausahaan Nasional - √ √ √14. Wawasan Nusantara - - √ √15. Kebidanan - - √ X16. Aparatur Sipil Negara - - √ √17. Ekonomi Kreatif - - √ X18. Sumber Daya Air - - - √19. Badan Pemeriksa Keuangan - - - √20. Karantina Hewan, Ikan dan

Tumbuhan- - - √

*) Diolah dari berbagai sumberCatatan:(√) = Diperpanjang(X) = Tidak disebut lagi(-) = Belum pernah disebut.

Tabel 2. RUU yang Pembahasannya Melebihi 5 (lima) MS:No. RUU1. RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana2. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan

Negara Bukan Pajak3. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol4. RUU tentang Wawasan Nusantara5. RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan6. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme7. RUU tentang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan8. RUU tentang Kewirausahaan Nasional9. RUU tentang Ekonomi Kreatif

10. RUU tentang Pertanahan11. RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan12. RUU tentang Perkoperasian13. RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah14. RUU tentang Jabatan Hakim15. RUU tentang Pertembakauan16. RUU tentang Perubahanatas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara17. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional

Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan TeknologiSumber: https://news.detik.com/berita/4026781/termasuk-ruu-antiterorisme-ini-17-uu-yang-masih-alot-di-dpr

3

Page 4: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

3. DPR selalu berusaha membela diri setiapkali kritikan atas rendahnya kinerja mereka di bidang legislasi dilancarkan oleh publik. Mereka berdalih bahwa bagi DPR, jumlah RUU yang dihasilkan bukan target utama. Kalau bukan jumlah, DPR mau mengatakan bahwa mereka lebih mengedepankan kualitas. Pernyataan ini menyesatkan, minimal bagi DPR periode 2014-2019 saat ini yang baik secara kuantitas maupun kualitas sama-sama memprihatinkan. Dari aspek kuantitas mungkin levelnya sudah terbukti rendah, buruk atau minim. Mengukur kuantitas RUU jadi sangat mudah karena tinggal membuat perbandingan antara target dan capaian.

Akan tetapi tak mudah untuk mengukur secara pasti soal kualitas sebuah produk legislasi DPR. Namun bukan berarti tak bisa dilakukan dan tak ada ukuran sama sekali. Tentu saja sebuah UU akan dikatakan berkualitas, jika kehadirannya sungguh-sungguh menjamin kepentingan publik, rakyat, bangsa dan negara. Jika UU yang dihasilkan DPR disambut dengan kritik dan protes dari publik dan berlanjut dengan permohonan uji materi ke MK, maka pertanyaan mengenai kualitas relevan diajukan. Apalagi jika setelah diuji oleh MK, materi yang diuji dari UU tertentu lalu dibatalkan keberlakuannya. Ini tentu menjadi salah satu ukuran seberapa UU yang dihasilkan DPR bermutu atau tidak.

Sepanjang tahun 2018 ini, kita menyaksikan rentetan pengajuan judicial review oleh berbagai pihak atas sejumlah ketentuan dalam UU MD3 dan UU Pemilu. Terkait UU MD3, pada 28 Juni 2018, MK memutuskan menerima sebagian gugatan yang dilayangkan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Dalam gugatannya, FKHK meminta pengujian pasal-pasal kontroversial dalam UU No. 2 tahun 2018 tentang MD3 yakni Pasal 73 ayat (3-6) tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR. Kemudian Pasal 122 huruf l mengenai langkah hukum dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap penghina kehormatan anggota dan kelembagaan DPR. Lalu, Pasal 245 ayat (1) terkait pemeriksaan wakil rakyat yang didahului pertimbangan Mahkamah Kehormatan DPR sebelum disetujui secara tertulis dari Presiden. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima inkonstitusionalitas Pasal 73 ayat (3), (4), (5), dan (6), serta Pasal 122 huruf l. Namun, MK mengabulkan sebagian permohonan dengan menghilangkan frasa “setelah mendapat pertimbangan dari MKD”.

UU Pemilu juga menjadi yang paling banyak diajukan judicial reviewnya ke MK. Pertama, soal masa jabatan presiden dan wakil presiden (Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i). Permohonan pengujian yang diajukan oleh Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar ditolak MK karena alasan legal standing pemohon.1 Isu yang sama kemudian diajukan lagi ke MK oleh Partai Perindo beserta Jusuf Kalla sebagai pihak terkait. MK lalu memutuskan mengabulkan penarikan kembali permohonan Partai Perindo.

Selain persoalan terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden, materi UU Pemilu lain yang digugat ke MK adalah mengenai Presidential Treshold (Pasal 222). Sama seperti terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden, pengaturan soal Presidential Treshold juga beberapa kali diajukan ke MK. Pada pengajuan pertama yang dilakukan oleh Partai Idaman, Effendi Gazali, Habiburokhman, Hadar Nafis Gumay, dan Mas Soeroso, MK akhirnya memutuskan menolak permohonan para pemohon. MK menganggap Pres-T relevan untuk memperkuat sistem presidential. Setelah pengujian pertama gagal menghasilkan perubahan pengaturan soal ambang batas pilpres, muncul lagi permohonan baru terhadap pasal yang sama. Untuk gugatan kedua ini, sampai sekarang MK belum membuat keputusan. Pemohon yang diantaranya adalah Titi Anggraini menilai Pasal 222 bertentangan dengan Pasal 6 (a) ayat (2) UUD 1945.

1https://katadata.co.id/berita/2018/06/28/mk-tolak-uji-materi-uu-pemilu-jk-tak-dapat-kembali-maju- cawapres

4

Page 5: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Gugatan lain yang diajukan oleh Partai Idaman dan dikabulkan oleh MK adalah terkait verifikasi parpol peserta pemilu (Pasal 173 ayat (1) dan (3)). MK memutuskan agar verifikasi juga dilakukan terhadap partai politik peserta pemilu 2014.

Partai Solidaritas Indonesia juga mengajukan judicial review terkait sejumlah pasal yang mengatur soal kampanye yakni: Pasal 1 angka 35, Pasal 275 ayat (2), dan Pasal 276 ayat (2) UU Pemilu. Ketiga pasal itu mengatur tentang citra diri dan kampanye bagi parpol.

Dari sejumlah contoh terkait banyaknya pasal UU MD3 dan UU Pemilu yang diajukan judicial reviewnya ke MK, sulit untuk tidak mengatakan bahwa UU yang dihasilkan DPR memang tidak bermasalah dari sisi substansi. Terlihat bagaimana DPR sebegitu rupa menginginkan pengaturan yang menguntungkan mereka secara politis lalu mengabaikan kepentingan pihak lain termasuk publik. Jadi bisa dikatakan secara kualitas pun, UU hasil kerja DPR tak bisa dikatakan baik adanya.

4. DPR kerap melemparkan tanggung jawab atas rendahnya capaian legislasi pada Pemerintah. Akan tetapi dengan menyebut keterlibatan pemerintah, tak berarti kritikan publik yang hanya tertuju pada DPR atas buruknya kinerja legislasi sepenuhnya salah (Pasal 20 ayat 1 UUD 1945: “DPR memegang kekuasaan membentuk UU”). DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat sudah semestinya menjadi pihak tujuan kritikan dari rakyat termasuk ketika mengkritik rendahnya kinerja legislasi. Kritikan kepada DPR tak berarti bahwa rakyat mengabaikan peran pemerintah dalam menyumbang persoalan atas rendahnya capaian legislasi. Tuntutan atas tanggung jawab pemerintah itu mestinya tak justru dijadikan alasan oleh DPR untuk merespons kritikan publik. Karena urusan mengawasi pemerintah itu seharusnya sudah menjadi bagian dari mandat yang telah diberikan rakyat kepada DPR termasuk bagaimana agar pemerintah disiplin dalam menghadiri pembahasan RUU di DPR. Ketika DPR menjawab kritikan atas buruknya kinerja legislasi dengan melemparkan sebagian tanggung jawab pada pemerintah, itu nampak hanya pembenaran diri saja.

III. Kinerja Fungsi Anggaran

Dalam melaksanakan fungsi anggaran, DPR tidak bisa berbuat banyak atas usulan-usulan Pemerintah, bahkan cenderung mengiyakan sepenuhnya, padahal oleh konstitusi maupun UU, terkait pelaksanaan fungsi anggaran, DPR dapat menyetujui atau menolak anggaran yang diajukan oleh Pemerintah. Jarang muncul pikiran-pikiran kritis dari DPR sebagai lembaga dalam penyusunan dan pembahasan terhadap APBN sehingga pengesahannya selalu berjalan mulus. Mulusnya pengesahan Pertanggungjawaban APBN tahun anggaran sebelumnya maupun RAPBN tahun tertentu menjadi APBN tahun berikutnya tampaknya bukan karena DPR tidak paham persoalan tetapi sikap tersebut dapat dibaca sebagai sikap kompromistis, atau saling tahu sama tahu untuk tujuan tertentu.2

Sikap tidak kritis DPR itu misalnya dapat dilihat pada MS III TS 2017-2018 ketika membahas laporan pertanggungjawaban APBN T.A. 2017. Komisi-komisi DPR hanya medengarkan dan mengapresiasi serta mendorong agar pencapaian kinerja K/L terus ditingkatkan di tahun mendatang. Bahkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan DPR hanya menyesalkan realisasi anggarannya sebesar Rp 6.110.349.718.698,- atau 66,87%. Komisi-komisi DPR juga tidak ada yang memperingatkan 2 Tujuan tertentu itu dapat dilihat dari fakta bahwa dalam tahun 2018 ada tiga anggota DPR yang terlibat korupsi, yakni Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat), Eni Maulani Saragih (Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI), dan yang terakhir Taufik Kurniawan (Wakil Ketua DPR-RI). Ketiganya diduga telah menerima sejumlah uang sebagai fee karena telah memperjuangkan pengucuran anggaran Dana Akokasi Khusus, Dana Perimbangan Keuangan untuk Daerah maupun pembangunan proyek-proyek bagi daerah tertentu. Ini membuktikan bahwa meski anggota DPR sudah dibayar mahal namun tetap saja mencari uang tambahan dengan mempermainkan (menjadi calo/mafia) APBN.

5

Page 6: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

kemungkinan akan diberikannya penghargaan atau sanksi atas tercapai atau tidaknya target serapan anggaran oleh K/L pasangan kerjanya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 258/PMK.02/2015 tertanggal 31 Desember 2015 tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga (BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 2056).

Dalam MS IV TS 2017-2018, terkait pembahasan terhadap RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2017, DPR juga tidak menampakkan “greget” atau semangatnya. Hanya 2 (dua) fraksi yang berbeda pendapat dengan pemerintah, satu menolak (Fraksi Gerindra) dan satu menerima dengan catatan (Fraksi PKS), sementara 8 (delapan) lainnya menyatakan setuju secara berjamaah. Melihat sikap DPR seperti itu dapat diberikan dua catatan: pertama: Pemerintah memang piawai untuk merealisasikan APBN 2017, baik pemenuhan target pendapatan negara maupun penyerapan anggaran. Jika demikian halnya, maka memang sulit bagi DPR untuk mengkritisinya. Kedua, DPR kurang peka atau tidak paham atau kurang peduli atas pelaksanaan APBN 2017, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Misalnya, mengapa sampai terjadi gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua. Terkait penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN, DPR menyetujui PMN sebesar 6,5 trilyun kepada PT. PLN dengan mengabaikan laporan BPK dan terjadinya kasus-kasus korupsi yang terjadi di PT. PLN. DPR juga membiarkan terjadinya pelanggaran UU APBN dan APBN-P 2017 oleh Menteri Keuangan terkait subsidi litrik kepada PT. PLN.

Selain tidak kritis dan tidak peka, DPR juga lebih mementingkan anggaran untuk dirinya sendiri. Hal itu tampak pada perjuangannya meningkatkan anggaran DPR dalam APBN 2019. Dimana DPR mengajukan kenaikan anggaran secara signifikan, yakni dari Rp. 5,7 trilyun menjadi Rp. 7,7 trilyun meskipun Pemerintah tetap memberikan anggaran 5,7 Triliun. Sebagai gambaran mementingkan anggaran untk diri sendiri, dapat dilihat dalam diagram berikut:

Sumber: Nota Keuangan dan APBN 2019 (http://www.kemenkeu.go.id/nota-keuangan-beserta-apbn-ta-2019) , serta Perpres No. 129/2018 lampiran IV (http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-peraturan-jenis-list.asp?jenis=4).

Ketidakberdayaan DPR dalam menjalankan fungsi anggaran juga tampak pada proses perubahan asumsi makro dari RAPBN menjadi APBN Tahun 2019. DPR sepertinya mau saja diarahkan Pemerintah dengan angka-angka yang diajukan dan diubah oleh Pemerintah. Misalnya DPR setuju dengan perubahan beberapa item dalam asumsi makro dalam RAPBN 2019, salah satunya patokan nilai tukar rupiah berubah dari 14.400 menjadi 15.000. Fraksi PKS, dalam tanggapan fraksi di rapat paripurna 31 Oktober 2018 sempat memberikan catatan mengenai perubahan patokan nilai rupiah ini sebagai ketidakmampuan pemerintah dalam meningkatkan persaingan ekonomi di pasar global. Sedangkan Fraksi PPP dalam kesempatan yang sama, juga sempat menilai bahwa pemerintah terlalu optimistis dengan mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% padahal tantangan kenaikan suku

6

2015 2016 2017 2018 2019 -

1,000.0

2,000.0

3,000.0

4,000.0

5,000.0

6,000.0

7,000.0

3,598.0 3,699.1 4,186.2

5,728.3 5,739.3

Anggaran DPR Sejak 2015-2019(Dalam Triliun Rupiah)

Page 7: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

bunga masih terlihat jelas. Pembacaan-pembacaan resiko dalam RAPBN 2019 harusnya bisa disuarakan lebih kencang lagi ketika pembahasan-pembahasan tengah berjalan di Komisi-komisi dan Banggar agar pemerintah meningkatkan kehati-hatiannya dalam menyusun RAPBN 2019.

IV. Fungsi Pengawasan

Sebagai lembaga kontrol/pengawas terhadap pemerintah, seharusnya DPR menjadi lembaga yang super body (digdaya) karena oleh konstitusi (UUD 1945) dan berbagai UU (UU MD3, UU Pertanggung Jawaban Pengelolaan Keuangan Negara, UU BPK) diberi wewenang, tugas, dan fungsi pengawasan yang luar biasa kepada pemerintah. Jika tidak puas terhadap penjelasan kinerja Pemerintah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, angket sampai dengan hak menyatakan pendapat dengan hasil akhir dapat berupa pemakzulan. Namun kenyataannya, semua “senjata” yang diberikan konstitusi dan UU itu tidak dipergunakan secara maksimal. DPR justru tampak lebih trampil dalam membentengi diri dan memenuhi kepentingan DPR sebagai lembaga dan anggotanya ketimbang menjadi representasi rakyat. DPR memang pernah menggunakan hak angket terhadap KPK tetapi yang dijadikan kasus beli bukannya soal-soal yang sangat strategis, berdampak luas, tetapi hanya karena adanya ketersinggungan sementara kalangan anggota DPR di Komisi III oleh keterangan salah seorang anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani dalam berita acara pemeriksaan atas dirinya oleh penyidik KPK bahwa dirinya ditekan oleh beberapa anggota Komisi III. Hasil akhir Pansus Angket KPK berupa kesimpulan dan rekomendasi pun ditolak oleh KPK.

Selama tahun 2018 telah muncul begitu banyak persoalan dan kasus-kasus luar biasa yang terjadi di negeri ini. Hal itu misalnya masalah beras (harga tinggi dan impor), gizi buruk dan wabah penyakit di Kabupaten Asmat Papua, kecelakaan pekerja pada pembangunan infrastruktur, dan penganiayaan pada tokoh-tokoh agama. Kecuali itu juga terjadinya gempa bumi di Nusa Tenggara Barat dan gempa bumi serta tsunami di Sulawesi Tengah, lalu jatuhnya pesawat Lion Air yang masih sangat baru di perairan Kabupaten Karawang dan terakhir terjadinya penembakan para pekerja pembangunan infrastruktur jembatan di Kabupaten Nduga, Papua pada 1 Desember 2018.

Terhadap masalah impor beras, misalnya memang telah terjadi perbedaan pandangan antara Komisi IV DPR dengan Pemerintah tetapi tidak ditemukan berita adanya sikap lanjutan DPR terhadap kebijakan tersebut. Terkait kasus gizi buruk di Papua, yang menemukan bukan DPR ketika melakukan kunker spesifik maupun Tim Pengawas bentukan DPR terhadap pelaksanaan Otsus Papua, tetapi karena adanya laporan masyarakat kepada Dinkes Provinsi Papua. Raker/RDP Komisi VIII selama MS III TS 2017/2018 juga tidak ditemukan mengadakan Raker/RDP dengan Kementrian pasangan kerjanya untuk membahas penanganan penyelesaian kasus gizi buruk dan wabah campak di Papua. Sedangkan terkait kecelakaan kerja di sektor pembangunan infra struktur, melalui penelusuran Lapsing Raker/RDP Komisi V dengan Kementerian PUPR sebagaimana diupload di website dpr.go.id, tidak ditemukan adanya pembahasan khusus. Sementara respon DPR secara kelembagaan terhadap kasus penganiayaan tokoh-tokoh agama tidak tegas dan tidak jelas, karena yang ada hanya respon perseorangan anggota DPR.

Sementara itu, selama tahun 2018, DPR juga telah menerima setidaknya tiga laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) teraudit maupun atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) serta BUMN dan BUMD. Ketiga laporan BPK itu terdiri atas: (1) hasil investigasi BPK terhadap kerugian Negara di PT Pelindo II; (2) IHPS II tahun 2017; (3) IHPS I tahun 2018. Laporan IHPS-IHPS BPK tersebut antara lain berisi temuan-temuan kerugian Negara K/L maupun BUMN, dan juga perkembangan tindak lanjut yang telah dilakukan Pemerintah terhadap rekomendasi yang diberikan BPK.Oleh UU MD3, UU Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara maupun UU tentang BPK serta Peraturan Tata Tertib DPR, temuan-temuan BPK

7

Page 8: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

tersebut diamanatkan untuk ditindaklanjuti oleh Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR maupun Komisi-komisi terkait.

Selama tahun 2018, respon DPR untuk menindaklanjuti temuan-temuan BPK terhadap kerugian Negara juga sangat minim dilakukan oleh Komisi-komisi DPR dengan K/L yang menjadi pasangan kerjanya.

Pada MS III TS 2017-2018, pelaksanaan rapat-rapat Komisi untuk menindaklanjuti temuan BPK hanya dilakukan oleh 3 (tiga) Komisi yaitu: Komisi V, VII dan VIII terhadap Kemenhub,Kemendes PDTT,Kepala BMKG, Kepala Basarnas, dan Kepala Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS), Kementerian PUPR, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM RI, dan Kemenag.

Pada MS IV TS 2017-2018, rapat-rapat untuk menindaklanjuti temuan BPK hanya dilakukan oleh 2 Komisi, yaitu Komisi V dengan Kementerian Perhubungan RI dan Komisi VIII dengan Kementerian Agama.

Sedangkan pada MS V TS 2017-2018 dan MS I TS 2018-2019, tidak ditemukan adanya rapat-rapat Komisi maupun BAKN untuk menindaklanjuti temuan-temuan BPK.

Minimnya Komisi-komisi menindaklanjuti temuan BPK tampaknya disebabkan karena menurut UU No. 2/2018 tentang Perubahan Kedua UU No. 17/2014 tentang MD3 sudah ada alat kelengkapan DPR yang dihidupkan kembali dari UU No. 27/2009, yaitu Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), khususnya Pasal 112D bahwa: (1) BAKN bertugas: a. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR; b. menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi; c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; d. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan; (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara, (3) BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan; (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.

Berdasarkan kalender kerja DPR pada MS II TS 2018-2019 ditemukan adanya rencana rapat tindak lanjut temuan BPK. BAKN melakukan kegiatan antara 4 Juni sampai dengan 11 Desember 2018 berupa: Rapat Konsultasi Pimpinan DPR RI, Pimpinan dan anggota BAKN DPR RI dengan BPK, mengundang pakar dalam rangka penelaahan temuan dan permasalahan hasil pemeriksaan BPK RI terkait pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah, rapat konsultasi dengan BPK membahas belanja subsidi dan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah. Kecuali itu, BAKN juga melakukan Raker dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/Kepala Bappenas serta BPKP dalam rangka konfirmasi hasil penelaahan atas temuan dan permasalahan dari hasil pemeriksaan BPK terkait Belanja Transfer ke daerah. Selanjutnya dilakukan pula konsinyering BAKN dengan BPK dalam rangka telaahan terhadap hasil pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK untuk TA 2015-2017. Disamping itu, BAKN juga melakukan rapat konsultasi dengan pimpinan DPR, Pimpinan Komisi I-XI, pimpinan dan anggota BAKN dengan BPK RI terkait tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK RI.

8

Page 9: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Seluruh hasil kerja BAKN tersebut dilaporkan dalam rapat Badan Musyawarah pada 11 Desember 2018 dalam rangka penjadwalan laporan kepada rapat paripurna DPR pada 13 Desember 2018. Akhirnya, hasil kerja BAKN tersebut dilaporkan kepada Rapur DPR 13 Desember 2018.

Sekalipun ada Komisi-komisi dan BAKN yang menindaklanjuti temuan BPK dengan K/L pasangan kerjanya melalui Raker/RDP, kesimpulan dan rekomendasi kepada K/L yang bersangkutan sangatlah lembek. Kelembekan tersebut tampak pada rumusan kata-kata 5 (lima) M dalam kesimpulan rapat-rapat Komisi maupun BAKN dengan mitra kerjanya: yaitu dapat memahami, mengapresiasi, meminta, mendorong, dan mendesak. Kesimpulan dan rekomendasi rapat-rapat dalam menindaklanjuti temuan kerugian Negara oleh BPK tidak ada rumusan yang bernada keras seperti usulan membentuk panitia khusus penyelidikan, apalagi berlanjut pada usul penggunaan hak menyatakan pendapat.

Contoh lembeknya kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut temuan BPK kepada K/L pasangan kerja Komisi-komisi DPR tersebut antara lain seperti berikut: Komisi VIII DPR-RI dapat memahami penjelasan Menteri Agama RI mengenai Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1438 H/2017 M. Komisi V memahami penjelasan Kementerian Perhubungan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terkait dengan progress tindak lanjut sebanyak 742 dari total sebanyak 803 rekomendasi. Terhadap sisa sebanyak 58 rekomendasi, Komisi V meminta Kementerian Perhubungan untuk segera menindaklanjuti hingga tuntas.

Komisi V memberikan apresiasi kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) atas Laporan Hasil Pemeriksaan BRK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).3 Komisi V memberikan apresiasi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Komisi V meminta Kemendes PDTT untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I tahun 2017 yang belum tuntas. Komisi V meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menyampaikan secara tertulis rincian tindak lanjut penyelesaian dari temuan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2017 kepada Komisi V DPR RI. Komisi V meminta BMKG, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dan Bapel-BPWS untuk melengkapi seluruh dokumen yang disampaikan kepada Komisi V terkait dengan seluruh tindak lanjut rekomendasi BPK dan evaluasi APBN TA. 2017. Hasil pemeriksaan BPK pada IHPS I tahun 2018 menyebutkan masih terdapat 8 Kementerian/Lembaga yang belum memperoleh opini WTP. Karena itu BAKN meminta komisi-komisi untuk melakukan pengawasan lebih lanjut terhadap kementerian/lembaga yang mitra kerja komisinya belum memperoleh opini WTP.

BAKN juga mendorong pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat proses pembahasan RUU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada prolegnas prioritas tahun 2019 yang merupakan inisiatif pemerintah. BAKN mendorong BPK menjalankan amanat UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK RI pasal 8 ayat (3) yang menyebutkan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. BAKN mendorong pemerintah terutama kementerian keuangan dan Bappenas untuk melakukan kajian terkait mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi dalam rangka memperhatikan hak anggota DPR RI untuk memperjuangkan aspirasi daerah pemilihannya.

3Sebagai catatan perlu dikemukakan bahwa Kemendes PDTT pernah menyuap auditor BPK untuk mendapatkan opini WTP atas LKPP TA 2016. Oleh Pengadilan TIPIKOR Jakarta, Mereka yang terlibat dalam suap-menyuap sudah divonis.

9

Page 10: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Komisi V mendesak BMKG dan Bapel-BPWS untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017 BPK RI yang belum tuntas sebelum pemeriksaan berikutnya dilaksanakan.

V. Kinerja Kelembagaan

1. Pimpinan DPRKetika dilantik menjadi Ketua DPR pada awal tahun 2018, publik sangat berharap pada Bambang Soesatyo (Bamsoet) akan membawa DPR ini menjadi lembaga negara yang lebih baik, lepas dari penilaian minim produktivitas, kualitas rendah, rapor merah, dan tidak memihak rakyat. Namun prediksi FORMAPPI dimana Bamsoet tidak akan mampu mengangkat kinerja DPR secara signifikan dalam setahun ini telah terkonfirmasikan dimana DPR tetap saja sama seperti sebelumnya. Kinerja DPR begitu saja menggelinding (business as usual) tanpa gaung yang membuat publik merasakan bahwa kepentingan rakyat benar-benar menjadi arena perjuangan.

Bamsoet sebetulnya memiliki potensi kepemimpinan yang baik karena berbekal pengalaman yang cukup panjang dalam kiprahnya di DPR (pernah menjadi Ketua Komisi III dan Ketua Fraksi Golkar), maupun pernah menjadi pengusaha dan wartawan. Misalnya, keinginannya menjadikan DPR sebagai parlemen modern, yakni DPR yang transparan, mudah diakses, dan merupakan representasi rakyat. Langkah awalnya dimulai dengan membuat aplikasi DPR-Now sebagai sarana akses publik untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Langkah ini baik karena publik atau siapa saja yang ingin menyampaikan keluhannya dapat melalui aplikasi ini. Sayangnya tidak semua rakyat Indonesia mempunyai alat untuk mengakses dan bisa menggunakan sarana ini. Yang lebih penting lagi adalah sejauh mana DPR sudah menindaklanjuti keluhan dan permasalahan yang disampaikan publik kepada DPR.

Namun pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, sehingga kinerja pimpinan tidak bisa ditumpukan hanya pada sosok Bamsoet semata. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pimpinan DPR sekarang terdiri dari seorang ketua dan 5 orang wakil ketua (setelah ditambah satu orang wakil Ketua lagi). Kedudukan wakil ketua sesungguhnya menjadi support bagi ketua dalam memimpin DPR sesuai bidang koordinasi masing-masing. Namun dalam perjalanannya beberapa dari wakil ketua justru menjadi bagian dari masalah atau memiliki permasalahan sendiri dan mengganggu kinerja pimpinan. Ada yang terlibat kasus korupsi, melanggar kode etik, ikut menyebarkan berita hoax, maupun sudah ditarik oleh fraksinya. Mengapa bisa pimpinan DPR diisi oleh orang-orang yang mempunyai masalah.

Pimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena dengan kewenangan yang dimilikinya dapat mempengaruhi arah kebijakan lembaga legislatif ini. Sifat strategis inilah yang menyebabkan jabatan pimpinan DPR menjadi rebutan anggota DPR dan parpol. Pimpinan DPR sebetulnya dapat mengarahkan lembaganya ke arah yang lebih baik apabila mau menerapkan managemen yang efektif, meningkatkan disiplin bagi anggota DPR (termasuk pimpinan sendiri), konsisten pada apa yang telah direncanakan dan agenda-agenda yang telah disepakati, serta kembali pada amanah dasar yakni menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya. Meski masa jabatan DPR periode 2014-2019 tinggal kurang dari setahun, namun jika pimpinan berbenah diri barangkali DPR bisa lebih baik dari sekarang.

2. Pola Hubungan DPR-PemerintahKonstitusi memang menjamin bagi setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat, apalagi sebagai anggota DPR yang memang tugasnya menyuarakan aspirasi rakyat dan melaksanakan fungsi-fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Meski demikian, dalam menyampaikan aspirasi rakyat dan melakukan fungsi-fungsi itu semestinya disampaikan di rapat-rapat Komisi dan alat kelengkapan

10

Page 11: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Dewan (AKD) lainnya atau paripurna sehingga dapat diselesaikan secara kelembagaan dengan mitra kerja masing-masing. Dalam hal kelembagaan maka hasil-hasil keputusan rapat-rapat AKD berkaitan dengan fungsi masing-masing disampaikan oleh Pimpinan DPR sebagai jurubicara kepada Pemerintah. Dengan demikian DPR sebagai badan legislatif berhadapan dengan Pemerintah sebagai badan eksekutif. Namun sering terjadi setiap anggota DPR (termasuk pimpinan DPR) bicara apa saja melalui media massa, dan celakanya pendapat pribadi seolah-olah menjadi pendapat DPR sebagai lembaga. Tempat bicara anggota DPR adalah rapat-rapat resmi AKD dan paripurna sehingga keputusan dalam rapat-rapat itu menjadi pendapat DPR dan pimpinan menjadi jurubicaranya.

Seperti disebutkan diatas bahwa salah satu fungsi yang diberikan oleh konstitusi kepada DPR adalah melakukan kontrol atau pengawasan, baik itu terhadap pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan anggaran, dan kebijakan pemerintah. Fungsi kontrol ini juga mesti dilakukan dalam rapat-rapat AKD dan paripurna sehingga keputusan yang diambil menjadi keputusan DPR sebagai lembaga. Kemudian keputusan itu disampaikan Pimpinan DPR kepada Pemerintah sehingga hasil pengawasan itu memiliki bobot dan daya tekan yang signifikan, dan dengan demikian Pemerintah mau lebih mendengar suara DPR. Dengan berkembangnya kritik yang begitu banyak terhadap pemerintah melalui media massa dan disampaikan secara perorangan oleh anggota DPR hanya menimbulkan kegaduhan dan kontraproduktif bagi demokrasi.

3. Pelanggaran Hukum dan EtikSelama tahun 2018 ini, masih saja ada anggota DPR yang melakukan pelanggaran hukum dan etik. Setidaknya ada tiga anggota DPR yang terlibat korupsi, yakni Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat), Erni Maulani Saragih (Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI), dan yang terakhir Taufik Kurniawan (Wakil Ketua DPR-RI). Ketiganya diduga telah menerima sejumlah uang sebagai fee karena telah memperjuangkan anggaran bagi pemberi fee di DPR. Kasus-kasus ini menjadi konfirmasi bahwa masih ada celah untuk melakukan hal tercela justru pada saat penyusunan APBN, artinya korupsi itu telah direncanakan. Kemudian dua anggota DPR lainnya yakni Herman Hery (Anggota DPR-RI Komisi III) diduga terkait kasus pengeroyokan dan Fadli Zon (Wakil Ketua DPR-RI) diduga terlibat dalam kasus penyebaran berita bohong atau hoax terkait Ratna Sarumpaet. Sementara seorang anggota DPR yaituArteria Dahlan (Anggota Komisi III DPR-RI dari Fraksi PDI-P) diadukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait masalah umroh di Kementerian Agama. Kesimpulan yang dapat ditarik disini adalah bahwa masih ada anggota DPR yang tidak mau belajar dari pengalaman koleganya yang telah terlebih dahulu terjerat hukum dan kode etik. Oleh sebagian anggota DPR, kedudukan yang terhormat tidak dilaksanakan secara terhormat pula.

4. Kehadiran Anggota DPR dalam Sidang ParipurnaSesungguhnya dalam tahun 2018 ini terdapat 5 (lima) masa sidang (MS), yakni MS III, IV, dan V Tahun Sidang (TS) 2017-2018, serta MS I dan II TS 2018-2019. Namun karena dalam Rapat Paripurna Penutupan MS II TS 2018-2019 (tanggal 13 Desember 2018) yang hanya dihadiri oleh 80 anggota tidak ada rincian kehadiran maka MS II ini tidak diikutkan. Karena itu kami mencoba menyajikan data kehadiran anggota DPR hanya pada 4 (empat) masa sidang. Dari empat MS itu tampak bahwa dalam tahun 2018 ini rata-rata kehadiran anggota DPR pada Rapat Paripurna hanya 201 orang (dari jumlah seluruh anggota DPR 560) atau 35,89% saja. Yang lebih menyedihkan Rapat Paripurna Penutupan MS II hanya dihadiri 80 orang. Ini menunjukkan bahwa DPR belum mampu meningkatkan kehadiran anggotanya sehingga sejatinya rapat paripurna masih banyak yang tidak kuorum atau tidak sah untuk mengambil keputusan. Artinya kesadaran anggota DPR akan pentingnya rapat paripurna belum terbangun sempurna. Padahal sebagai wakil rakyat mereka sudah diberi gaji dan tunjangan yang sangat besar, tapi tetap saja mereka suka bolos.

11

Page 12: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Sementara dari segi prosentase, maka Fraksi Golkar menempati peringkat tertinggi dengan rata-rata kehadiran 41,76% dan Fraksi PPP dalam peringkat terendah dengan rata-rata kehadiran 30,77%. Bahkan tidak satupun fraksi yang mampu menghadirkan anggotanya di atas 50%. Jumlah atau kuantitas sangat terkait pada kualitas, misalnya sedikitnya anggota hadir dalam Rapat Paripurna menjadikannya tidak kuorum sehingga tidak sah. Kemudian, semakin banyak yang hadir dan mau bicara akan menjadikan kualitas rapat semakin berbobot. Tapi yang ini, sudah hadir sedikit tidak bicara pula.

Kehadiran Anggota DPR dalam Sidang Paripurna Rata-rata per MS dan Rata-rata Selama Tahun 2018*)

Fraksi Jumlah Anggot

a

MS III TS 2017-2018

MS IV TS 2017-2018

MS V TS 2017-2018

MS I TS 2018-2019

Rata-rata Setahun

Hadir %PDI-P 109 48 45 32 46 43 39,45Golkar 91 46 35 29 40 38 41,76Gerindra 73 32 28 18 26 26 35,62Demokrat 61 22 21 16 23 21 34,43PAN 48 18 16 13 17 16 33,33PKB 47 16 14 13 15 15 31,91PKS 40 16 14 13 16 15 37,5PPP 39 12 10 10 15 12 30,77Nasdem 36 12 12 9 14 12 33,33Hanura 16 6 7 5 5 6 37,5TOTAL 560 228 202 158 216 201 35,89

*) Diolah dari berbagai sumber

VI. Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan1. Dalam melaksanakan fungsi legislasi, selama tahun 2018, DPR tidak mampu memenuhi

janjinya sendiri untuk menyelesaikan seluruh target prolegnas prioritas. Kinerja legislasi DPR selama satu tahun 2018 masih saja rendah. Setiap akhir masa sidang, DPR selalu memperpanjang waktu pembahasan RUU. Bahkan beberapa RUU ada yang sudah diperpanjang lebih dari 10 kali MS. Hal ini menunjukkan bahwa DPR tidak memahami arti kata prioritas.

2. Dalam melaksanakan fungsi anggaran, DPR tidak pernah kritis menghadapi pengusulan anggaran yang diajukan Pemerintah. Padahal dalam membahas pagu anggaran setiap K/L, DPR dan Pemerintah memiliki acuan yang jelas, yaitu PMK No. 258/2015. Terhadap K/L yang memperoleh opini WDP dan TMP dari BPK pun ada yang disetujui dinaikkan anggarannya pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun 2018. Sementara anggaran DPR yang selalu naik dari tahun ke tahun tidak linear dengan produktivitas kinerjanya.

3. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPR tidak mampu atau tidak mau mengkritisi dan menindaklanjuti temuan-temuan kerugian Negara yang telah disampaikan oleh BPK. Sekalipun DPR pernah menggunakan hak angket, namun kesimpulan dan rekomendasinya ditolak oleh lembaga yang diberi rekomendasi. Fungsi kontrol yang merupakan kunci keberlangsungan mekanisme checks and balances antara legislative dan eksekutif tidak mampu dijalankan oleh DPR secara maksimal.

4. Kepemimpinan DPR yang seharusnya mampu menjadi lokomotif penarik kinerja DPR agar lebih baik dari waktu ke waktu ternyata tidak terwujud.

12

Page 13: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

5. Catatan akhir tahun ini hanya menegaskan bahwa prediksi FORMAPPI yang dimulai dengan Catatan Awal Tahun dan dalam evaluasi setiap MS selalu pesimis akan hasil kerja DPR yang sangat minim, baik kuantitas maupun kualitas menjadi terkonfirmasi.

6. Lemahnya DPR dalam melaksanakan fungsi-fungsinya menunjukkan ketidakberdayaan DPR meski oleh konstitusi dan UU sudah diberi alat berupa wewenang dan hak yang seharusnya DPR menjadi digdaya.

B. Rekomendasi1. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan fungsi legislasi yang selalu tidak tepat waktu (3 kali

masa sidang), maka ke depan aturan tentang batas waktu berapa kali masa sidang tersebut perlu ditambah, misalnya menjadi maksimal 5 kali masa sidang. Jika misalnya sudah dibahas selama 5 kali masa sidang RUU tersebut belum juga berhasil disahkan menjadi UU, maka RUU-RUU tersebut dicabut saja dari prolegnas prioritas atau diberi sanksi yang tegas. Kecuali itu, jika wakil Pemerintah untuk membahas RUU bersama DPR berulang kali tidak hadir, DPR seharusnya bisa menggunakan hak-haknya di bidang pengawasan secara optimal.

2. Dalam membahas penentuan pagu anggaran kepada K/L pasangan kerjanya, setiap Komisi maupun Badan Anggaran di DPR dan juga Pemerintah hendaknya selalu mengacu pada PMK No. 258/2015 yang antara lain berisi pemberian reward and punishment bagi Kementerian/Lembaga (K/L) dalam penetapan anggaran tahun tertentu dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya. Pemberian reward berupa kenaikan anggaran tahun berikutnya dapat diberikan jika serap anggaran tahun sebelumnya oleh K/L yang bersangkutan mencapai minimal 95% dari pagu anggaran yang disediakan, dan K/L yang bersangkutan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengeculian dari BPK.

3. Pengelolaan keuangan Negara (APBN) secara tepat sasaran, tepat jumlah, bebas dari penyalahgunaan dan korupsi merupakan kunci terwujudnya kesejahteraan rakyat, maka DPR harus sangat kritis mengawasinya. Jika di K/L terjadi korupsi, maka DPR harus berani menggunakan hak interpelasi, angket sampai dengan menyatakan pendapat kepada K/L tertentu maupun kepada Pimpinan Eksekutif/Presiden.

4. DPR sudah seharusnya meletakkan kembali posisinya yang sejajar dengan Pemerintah, artinya semua pendapat DPR sebagai lembaga legislatif sebaiknya disampaikan secara kelembagaan (bukan per-individu) kepada pihak Pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Semua keputusan DPR harus diambil di rapat-rapat AKD dan Paripurna dan disampaikan oleh Pimpinan DPR sebagai jurubicara kepada Pemerintah.

Para penanggungjawab fungsi/bidang:1. Bidang legsilasi: Lucius Karus2. Bidang Anggaran: Yupita Jevanska Atuna dan Marius Air3. Bidang Pengawasan: M. Djadijono dan Albert Purwa4. Bidang Kelembagaan: I Made Leo Wiratma

13

Page 14: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

LIPUTAN MEDIACATATAN AKHIR TAHUN 2018 KINERJA DPR

JAKARTA, 21 DESEMBER 2018

Jumat 21 Desember 2018, 17:08 WIB

Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 RUU Prioritas di 2018Isal Mawardi – detikNews

Diskusi Formappi soal kinerja DPR sepanjang 2018. Kinerja DPR dinilai buruk karena dalam setahun hanya menciptakan 5 RUU prioritas. (Isal Mawardi/detikcom)

Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) membuat catatan akhir tahun soal kinerja DPR. Peneliti Formappi, Lucius Karus, menilai kinerja DPR sepanjang 2018 masih buruk."Intinya, DPR 2014-2019 di tahun 2018 masih berkinerja buruk," ujar Lucius di kantor Formappi, Jalan Matraman Raya No 32 B, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (21/12/2018).

14

Page 15: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Baca juga: Bamsoet Jelaskan Alasan Banyak Kursi Kosong di Paripurna DPRLucius menilai tidak ada perkembangan yang berarti dari kinerja DPR, baik dari fungsi legislasi, fungsi anggaran, maupun fungsi pengawasan. "Mereka bertahan pada situasi kinerja buruk saya kira, memasuki tahun pemilu ini, tidak ada harapan kinerja (DPR) jadi lebih baik. Penghujung 2018 ini, ruang-ruang sidang DPR sudah mulai sepi," ujar Lucius.

Baca juga: KPK Tangani 178 Kasus Korupsi di 2018, Terbanyak Libatkan LegislatifLucius mengatakan, dalam 5 masa sidang sepanjang 2018, DPR hanya menghasilkan 5 RUU prioritas. Menurutnya, ini menunjukkan produktivitas DPR rendah.

"Ada 5 masa sidang dan hanya 5 RUU prioritas yang bisa dihasilkan DPR. Ini melanjutkan produktivitas buruk yang telah dilalui DPR 3 tahun kerja sebelumnya. Tidak ada sesuatu yang baru," ujar Lucius.

Di lokasi yang sama, Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan produktivitas DPR jauh dari target yang telah ditentukan. I Made mengatakan rata-rata per tahun DPR hanya mengesahkan 6 RUU.

Baca juga: Hanya Dihadiri 80 Anggota, Sidang Paripurna DPR Ambil 3 Keputusan Penting"Sejak 2015, DPR menetapkan target Prolegnas prioritas lebih dari 40 RUU. Selama 4 tahun bekerja, DPR baru berhasil mengesahkan 24 RUU prioritas. Jadi rata-rata hanya 6 RUU prioritas dalam setahun," ujar I Made.

Dari catatan Formappi, pada 2015, dari target 40 RUU, DPR hanya mengesahkan 3 RUU. Pada 2016, 10 RUU disahkan dari target 50 RUU. Pada 2017, 6 RUU disahkan dari target 52 RUU. Sedangkan pada 2018, 5 RUU disahkan dari target 50 RUU. (jbr/jbr, https://news.detik.com/berita/d-4354284/formappi-dari-target-50-dpr-cuma-hasilkan-5-ruu-prioritas-di-2018)

Formappi Nilai Legislasi DPR Rendah, Hanya Sahkan 6 UU per Tahun

15

Page 16: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma (Foto: Adhim Mugni/kumparan)

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja legislasi DPR RI selama periode 2014-2019 masih rendah. Sebab, selama periode tersebut, rata-rata DPR hanya mampu mengesahkan enam undang-undang saja setiap tahunnya.

Misalnya, pada tahun 2018, dari 50 rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas, hanya lima saja yang menjadi Undang-Undang. Namun, menurut Direktur Eksekutif I Made Leo Wiratma, hal tersebut sedikit tertolong dengan hasil legislasi RUU Kumulatif Terbuka yang berjumlah 44.

"Total RUU yang disahkan DPR selama 4 tahun berjumlah 68 RUU dengan rincian 24 RUU Prioritas ditambah 44 RUU Kumulatif Terbuka," kata Made di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Jumat (21/12).

Namun demikian, Made masih menilai catatan tersebut menunjukkan kecenderungan produktivitas legislasi DPR yang semakin menurun. Ia menilai DPR masih belum paham arti kata prioritas dalam kerja legislasinya.

"Capaian rendah DPR dalam menghasilkan UU Prioritas membuktikan pengabaian makna istilah skala prioritas dalam UU tersebut," tambahnya.

Selain itu, Formappi menilai bahwa rendahnya hasil legislasi karena adanya pengulangan terhadap pembahasan RUU tertentu di setiap masa sidangnya. Mekanisme perpanjangan pembahasan RUU tersebut, dinilai membuka jalan bagi mandeknya penyelesaian RUU yang dibahas DPR bersama Pemerintah.

"DPR nampak sangat menikmati mudahnya pembahasan RUU yang semestinya hanya dibatasi selama 3 kali masa sidang, tetapi di saat

16

Page 17: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

bersamaan mereka bisa mengabaikan batasan tersebut karena dimungkinkan oleh UU MD3 pasal 99," ujarnya.Selain itu, dalam keputusan memperpanjang proses pembahasan tersebut tidak disertai dengan alasan yang jelas. Menurut Made, keputusan tersebut cenderung hanya dikarenakan persoalan waktu dan materi yang belum memungkinkan RUU tersebut dibahas."Formappi menemukan bahwa keputusan memperpanjang proses pembahasan RUU-RUU cenderung tidak konsisten. Ada RUU yang sudah diperpanjang pada masa sidang sebelumnya tetapi tidak diperpanjang lagi pada masa sidang berikutnya, lalu diperpanjang lagi pada masa sidang selanjutnya," ujarnya.

Salah satu contohnya adalah RUU larangan minuman beralkohol dibahas sebanyak dua kali masa sidang. Namun pembahasannya tidak konsisten di setiap masa sidang. RUU ini hanya dibahas pada masa sidang 4 tahun 2017-2018, namun masa sidang 5 tidak dibahas. Setelah itu kembali dibahas pada masa sidang ke 1 tahun 2018-2019, tapi masa sidang 2 tidak dibahas lagi."Beberapa RUU juga selalu mengalami perpanjangan bahkan melewati belasan masa sidang, selama beberapa tahun tetapi belum selesai juga dan belum jelas juga kapan akan selesai," pungkasnya (https://kumparan.com/@kumparannews/formappi-nilai-legislasi-dpr-rendah-hanya-sahkan-6-uu-per-tahun-1545380918698422435).

Beberapa Catatan Formappi soal Kinerja DPR pada Bidang Legislasi

REZA JURNALISTON Kompas.com - 21/12/2018, 16:08 WIB

17

Page 18: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma saat memaparkan Catatan Akhir Tahun Atas Kinerja DPR selama 2018 di Kantor Formappi, Jumat (21/12/2018).(KOMPAS.com/Reza Jurnaliston)

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) memberikan catatan mengenai kinerja DPR, khususnya terkait fungsi legislasi, selama 2018. Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan, dalam hal fungsi legislasi yaitu pembuatan UU, kinerja DPR menunjukkan penurunan. Hal itu terlihat dari produktivitas DPR dalam menghasilkan produk legislasi. Made menyebutkan, selama empat tahun bekerja, DPR baru berhasil mengesahkan 24 RUU prioritas. "Jadi rata-rata hanya 6 RUU prioritas dalam setahun,” kata Made, saat memaparkan 'Catatan Akhir Tahun Atas Kinerja DPR Selama 2018', di Kantor Formappi, Jumat (21/12/2018). Meski produktivitas pencapaian penyelesaian RUU Prioritas rendah, Made mengatakan, DPR agak "tertolong" dengan capaian RUU yang bersifat kumulatif terbuka.

Baca juga: Kinerja DPR Masa Sidang I 2018-2019 Diwarnai Rapat Tidak Kuorum hingga Kasus Korupsi

“Sepanjang 4 tahun DPR bekerja, terhitung sebanyak 44 UU kumulatif terbuka berhasil disahkan. Dengan demikian total RUU yang disahkan DPR selama 4 tahun berjumlah 68 RUU dengan rincian 24 RUU prioritas ditambah 44 RUU kumulatif terbuka,” papar Made. Catatan lain dari Formappi, soal kebiasaan DPR memperpanjang proses pembahasan terhadap RUU tertentu. Menurut Made, perpanjangan proses pembahasan itu ditengarai menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian legislasi DPR. “Mekanisme perpanjangan pembahasan RUU membuka jalan bagi mandegnya penyelesaian RUU yang dibahas DPR bersama dengan Pemerintah,” kata Made. Ia menilai, pada satu sisi, DPR terlihat leluasa karena pembatasan pembahasan RUU selama tiga kali masa sidang bersifat fleksibel jika merujuk Pasal 99 UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Baca juga: Formappi: Kinerja DPR di Masa Sidang I Jeblok Pasal 99 menyebutkan, “Pembahasan rancangan undang-undang oleh komisi, gabungan komisi, panitia khusus atau Badan Legislasi diselesaikan dalam 3 (tiga) kali masa sidang dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan rapat paripurna DPR”. “Keputusan memperpanjang proses

18

Page 19: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

pembahasan tak banyak disertai dengan penyampaian alasan yang mendasar,” kata Made. Made mengatakan, keanehan juga terlihat ketika DPR cenderung tidak konsisten dalam memutuskan perpanjangan pembahasan RUU tertentu. Formappi menemukan bahwa keputusan memperpanjang proses pembahasan RUU tidak konsisten. “Ada RUU yang sudah diperpanjang pada masa sidang sebelumnya, tetapi tidak diperpanjang lagi pada masa sidang berikutnya,” kata Made. Baca juga: Fadli Zon Minta Rakyat Maklum Kinerja DPR Jeblok Catatan lain, kata Made, DPR seringkali membela diri atas kritik yang dilancarkan publik terkait rendahnya legislasi. “Pekerjaan rumah DPR selalu berusaha membela diri setiap kali kritikan atas rendahnya kinerja mereka di bidang legislasi dilancarkan oleh publik. Mereka berdalih bahwa bagi DPR, jumlah RUU yang dihasilkan bukan target utama,” kata Made. “Kalau bukan jumlah, DPR mau mengatakan bahwa mereka lebih mengedepankan kualitas,” lanjut dia. Menurut Made, pernyataan itu menyesatkan karena untuk DPR periode 2014-2019, kuantitas maupun kualitas dalam fungsi legislasi sama-sama memprihatinkan. “Dalam fakta menyatakan bahwa tidak semua produk legislasi DPR bisa disebut baik, ditandai dengan terjadinya kritikan-kritikan yang sangat jelas diajukan undang-undang ke Mahkamah Konstitusi untuk di-judicial review,” kata Made (https://nasional.kompas.com/read/2018/12/21/16083171/beberapa-catatan-formappi-soal-kinerja-dpr-pada-bidang-legislasi).

.

Formappi Kritik DPR yang Tak Kritis terhadap Pembahasan APBN REZA JURNALISTON Kompas.com - 21/12/2018, 18:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberikan catatan terkait kinerja DPR dalam menjalankan fungsi anggaran selama 2018. Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma menyampaikan kritiknya. Menurut dia, dalam menjalankan fungsi anggaran, DPR tak kritis terhadap usulan anggaran yang diajukan pemerintah. “Jarang muncul pikiran-pikiran kritis dari DPR sebagai lembaga dalam penyusunan dan pembahasan terhadap APBN, sehingga pengesahannya selalu berjalan mulus,” kata Made, saat memaparkan 'Catatan Akhir Tahun Atas Kinerja DPR Selama 2018', di Kantor Formappi, Jumat (21/12/2018). Baca juga: Beberapa Catatan Formappi soal Kinerja DPR pada Bidang Legislasi Made mengatakan, dalam melaksanakan fungsi anggaran, DPR tidak bisa berbuat banyak dan cenderung mengikuti sepenuhnya usulan pemerintah. Menurut dia, “mulusnya” pengesahan pertanggungjawaban APBN tahun anggaran sebelumnya maupun RAPBN tahun berikutnya bukan karena DPR tidak paham persoalan. “Sikap (DPR) tersebut dapat dibaca sebagai sikap kompromistis, atau saling tahu sama tahu untuk tujuan tertentu,”kata Made. Ia memberi contoh, sikap tidak kritis DPR itu terlihat saat Masa Sidang III Tahun Sidang 2017-2018 ketika membahas laporan pertanggungjawaban APBN Tahun Anggaran 2017. Menurut Made, komisi-komisi di DPR hanya mendengarkan, mengapresiasi, serta mendorong agar pencapaian kinerja kementerian atau lembaga terus ditingkatkan pada tahun mendatang. 

Baca juga: Fadli Zon Minta Rakyat Maklum Kinerja DPR Jeblok “

Jadi DPR tidak taat berpegang kepada peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK Nomor 258/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga. Jadi kementerian atau lembaga mana yang harus diberikan reward, artinya penambahan anggaran dan mana yang tidak diberikan, ini seringkali dilanggar,” kata Made. Ia menilai, DPR juga kurang peka atau tidak paham atas pelaksanaan APBN 2017, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. “Selain tidak kritis dan tidak peka, DPR juga lebih mementingkan anggaran untuk dirinya sendiri,” ujar Made. Sikap mementingkan anggaran sendiri dinilainya terlihat saat DPR “ngotot” memperjuangkan peningkatan anggaran DPR dalam APBN 2019. DPR mengajukan kenaikan anggaran secara signifikan, yakni dari Rp. 5,7 triliun menjadi Rp. 7,7 triliun. Meskipun, anggaran yang disetujui pemerintah tetap Rp 5,7 triliun. (https://nasional.kompas.com/read/2018/12/21/18063481/formappi-kritik-dpr-yang-tak-kritis-terhadap-pembahasan-apbn) 

19

Page 20: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Merdeka > Politik

Formappi Nilai Kinerja DPR Tahun 2018 LoyoJumat, 21 Desember 2018 18:27Reporter : Devi Veviani

Merdeka.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR pada tahun kalender 2018 lesu alias loyo. Kesimpulan tersebut dirangkum dalam Catatan Akhir Tahun atas Kinerja DPR: Lembaga Digdaya yang Tidak Berdaya yang membahas empat aspek yaitu kinerja pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan kinerja kelembagaan.

BERITA TERKAIT Dihentikan Sementara dari DPD, GKR Hemas Melawan Secara Hukum Bahas Strategi Kampanye, Prabowo Tiba di Rumah SBY Spanduk Dirusak Satpol PP, Endang Pasang Baliho Prabowo-Sandi di Depan Rumah

Berdasarkan data Formappi, kinerja fungsi legislasi DPR selalu berakhir lesu atau loyo. Selama empat tahun sejak 2015, DPR baru berhasil mengesahkan 24 RUU prioritas, sehingga rata-rata hanya enam RUU prioritas dalam setahun."Minimnya RUU yang dibahas diklaim DPR adalah mengedepankan kualitas daripada kuantitas, padahal sama saja seharusnya keduanya bisa berjalan lebih baik," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (21/12).Terkait kinerja fungsi anggaran, Formappi menganggap DPR tidak bisa berbuat banyak atas usulan-usulan pemerintah. Selain tidak kritis dan tidak peka, DPR juga lebih mementingkan anggaran untuk dirinya sendiri, yang meminta peningkatan anggaran DPR dalam APBN 2019 yakni dari Rp 5,7 triliun menjadi Rp 7,7 triliun meski pemerintah tetap memberi anggaran Rp 5,7 triliun.Sedangkan dalam menjalankan fungsi pengawasan, DPR justru tampak lebih terampil dalam membentengi diri dan memenuhi kepentingan DPR sebagai lembaga dan anggotanya ketimbang menjadi representasi rakyat. Misalnya respons DPR untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap kerugian negara sangat minim. Pihak DPR juga melimpahkannya kepada Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (APBN), namun hasilnya kurang maksimal."Sekalipun ada komisi dan BAKN menindak lanjuti laporan BPK, kerjanya hanya berhenti pada 5 M yaitu memahami, mengapresiasi, meminta, mendorong, dan mendesak," ujarnya.Dirinya menambahkan, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang dulu ketika dilantik akan membawa DPR lepas dari rapor merah, kini setelah menjabat belum berhasil. Sebut saja pelanggaran kode hukum dan etik yaitu anggota dewan yang terlibat korupsi, belum lagi kehadiran anggota DPR dalam sidang paripurna dalam tahun 2018 ini rata-rata hanya 201 orang dari keseluruhan anggota DPR yaitu 560 orang atau sekitar 35,89 persen saja.

20

Page 21: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

"Padahal sebagai wakil rakyat mereka sudah diberi gaji dan tunjangan yang sangat besar, tapi tetap saja mereka suka bolos," ucapnya.Selanjutnya, peneliti Formappi lainnya, Lucius Karus, menegaskan bahwa jangan memilih kembali anggota dewan yang menjabat saat ini untuk periode selanjutnya. Sebab kinerja mereka yang buruk."Ada baiknya tidak pilih lagi mereka itu. Percuma saja nanti periode baru namun berisi wajah-wajah lama. Maka DPR akan seperti ini terus, kinerjanya buruk," tandasnya.Reporter Magang: Devi Veviani [dan, https://www.merdeka.com/politik/formappi-nilai-kinerja-dpr-tahun-2018-loyo.html]

Formappi : Sepanjang 2015 - 2018 Kinerja DPR BurukSafari

Jumat, 21 Desember 2018 - 15:50 W

Jakarta, HanTer - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberi catatan akhir tahun atas kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam catatannya, Formappi menilai kinerja DPR selalu berakhir lesu atau loyo. Karena dari 40 RUU yang menjadi target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sepanjang 2015 - 2018 baru berhasil mengesahkan 24 RUU.

21

Page 22: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

 "Jadi kinerja DPR rata-rata hanya 6 RUU Prioritas dalam setahun," ujar I Made Leo Wiratma, Bidang Kelembagaan Formappi di Jakarta, Jumat (21/12/2018).Menurut Made, kelesuan atau keloyoan mencapai target RUU Prioritas sedikit tertolong dengan capaian DPR dalam menghasilkan RUU Kumulatif Terbuka. Karena sepanjang 4 tahun DPR bekerja, terhitung sebanyak 44 UU Kumulatif Terbuka berhasil disahkan. Dengan demikian total RUU yang disahkan DPR selama 4 tahun berjumlah 68 RUU dengan rincian 24 RUU Prioritas ditambah 44 RUU Kumulatif Terbuka. Catatan Formappi, sambung Made, menunjukkan kecenderungan produktivitas legislasi DPR yang semakin menurun. Kecenderungan itu seolah-olah menegaskan ketidaktahuan DPR akan makna kata “Prioritas” yang melekat pada kata Prolegnas setiap tahun. Padahal pengertian prioritas menurut kamus bahasa Indonesia adalah sesuatu yang harus didahulukan daripada kegiatan-kegiatan lainnya. "Berdasarkan UU No 12 tahun 2011, Prolegnas juga merupakan skala prioritasprogram pembentukan UU dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Capaian rendah DPR dalam menghasilkan UU Prioritas membuktikan pengabaian makna istilah skala prioritas dalam UU tersebut," tegasnya.Lebih lanjut Made mengatakan, pemandangan lain dalam kinerja DPR adalah dalam pelaksanaan fungsi Legislasi DPR yang selalu berulang terkait dengan kebiasaan melakukan perpanjangan proses pembahasan terhadap RUU tertentu. Perpanjangan proses pembahasan tersebut ditengarai menjadi salah satu musabab rendahnya capaian legislasi DPR. Karena mekanisme perpanjangan pembahasan RUU membuka jalan bagi mandegnya penyelesaian RUU yang dibahas DPR bersama dengan Pemerintah. "DPR nampak begitu menikmati mudahnya pembahasan RUU yang semestinya hanya dibatasi selama 3 kali masa sidang, tetapi disaat bersamaan mereka bisa mengabaikan batasan tersebut karena dimungkinkan oleh UU MD3," paparnya.Dengan demikian, ujar Made, bagi DPR yang terpenting adalah ketersediaan alasan untuk membenarkan perpanjangan pembahasan RUU. Selagi masih ada alasan yang tersedia, maka perpanjangan proses pembahasan tak bisa dihentikan oleh siapapun.Keputusan memperpanjang proses pembahasan tak banyak disertai dengan penyampaian alasan yang mendasar. Keputusan tersebut semata-mata hanya karena persoalan waktu dan materi yang belum memungkinkan RUU tertentu selesai dibahas. Keanehan juga nampak ketika DPR cenderung tidak konsisten dalam memutuskan perpanjangan RUU tertentu. Keputusan memperpanjang proses pembahasan RUU-RUU cenderung tidak konsisten.  Karena ada RUU yang sudah diperpanjang pada masa sidang sebelumnya tetapi tidak diperpanjang lagi pada masa sidang berikutnya, lalu diperpanjang lagi pada masa sidang selanjutnya. "Kesimpulan kami dalam melaksanakan fungsi legislasi, selama tahun 2018, DPR tidak mampu memenuhi janjinya sendiri untuk menyelesaikan seluruh target prolegnas prioritas," paparnya.Lucius Karus, Bidang Legislasi Formappi mengatakan, intinya kinerja DPR periode 2015 - 2018 buruk. Karena  Formappi tidak menemukan perubahan yang membaik di lembaga DPR. Lucius juga menyebut kritikan terhadap kinerja DPR juga tidak hanya disampaikan Formappi tapi publik juga menyatakan hal yang sama terkait kinerja DPR yang buruk sepanjang periode 2015 - 2018."Apalagi di tahun politik ini banyak anggota DPR tidak berada di ruangan DPR  tapi justru berada di daerah pemilihan (dapil). Karena 529 dari 560 anggota DPR

22

Page 23: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

mencalonkan lagi pada Pemilu 2019. Rata-rata mereka juga mendapatkan nomor urut satu. Sehingga pada anggota DPR mendatang bukan wajah - wajah baru meskipun periode yang baru. Mereka wajah - wajah lama yang menorehkan kinerja yang buruk di DPR," paparnya.Atas kinerja DPR yang loyo tersebut maka Formappi memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, karena pelaksanaan fungsi legislasi yang selalu tidak tepat waktu (3 kali masa sidang), maka ke depan aturan tentang batas waktu berapa kali masa sidang tersebut perlu ditambah, misalnya menjadi maksimal 5 kali masa sidang. Misalnya jika sudah dibahas selama 5 kali masa sidang RUU tersebut belum juga berhasil disahkan menjadi UU, maka RUU-RUU tersebut dicabut saja dari prolegnas prioritas atau diberi sanksi yang tegas.  Kedua, dalam membahas penentuan pagu anggaran kepada Kementerian atau Lembaga pasangan kerjanya, setiap Komisi  maupun Badan Anggaran di DPR dan juga Pemerintah hendaknya selalu mengacu pada PMK No. 258/2015 yang antara lain berisi pemberian reward and punishment bagi Kementerian atau Lembaga dalam penetapan anggaran tahun tertentu dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya.Pemberian reward berupa kenaikan anggaran tahun berikutnya dapat diberikan jika serap anggaran tahun sebelumnya oleh K/L yang bersangkutan mencapai  minimal 95% dari pagu anggaran yang disediakan, dan K/L yang bersangkutan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengeculian dari BPK.Ketiga, lengelolaan keuangan Negara (APBN) secara tepat sasaran, tepat jumlah, bebas dari penyalahgunaan dan korupsi merupakan kunci terwujudnya kesejahteraan rakyat, maka DPR harus sangat kritis mengawasinya. Jika di Kementerian atau Lembaga terjadi korupsi, maka DPR harus berani  menggunakan hak interpelasi, angket sampai dengan menyatakan pendapat kepada Kementerian atau lembaga tertentu maupun kepada Pimpinan Eksekutif/Presiden.Keempat, DPR sudah seharusnya meletakkan kembali posisinya yang sejajar dengan Pemerintah, artinya semua pendapat DPR sebagai lembaga legislatif sebaiknya disampaikan secara kelembagaan (bukan per-individu) kepada pihak Pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Semua keputusan DPR harus diambil di rapat-rapat dan Paripurna dan disampaikan oleh Pimpinan DPR (https://www.harianterbit.com/nasional/read/3375/Formappi-Sepanjang-2015-2018-Kinerja-DPR-Buruk )

. medcom.id

Formappi Nilai Fungsi Legislasi DPR Masih JeblokMuhammad Al Hasan • 22 Desember 2018 02:25 WIB

Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) membeberkan catatannya tentang kinerja DPR sepanjang tahun ini. Formappi menilai kinerja DPR terkait fungsi legislasi masih jauh dari harapan.

23

Page 24: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma menjelaskan, sepanjang tahun ini DPR memiliki lima kali masa sidang. Namun, hanya menghasilkan lima Rancangan Undang-undang (RUU) prioritas, dari target 50 RUU prioritas. 

"Sementara selama 2014-2109, total keseluruhan DPR hanya mengesahkan 24 RUU prioritas. Rata-rata, 6 RUU per tahun," kata Made di Kantor Formappi, Jalan Matraman Raya No 32 B, Jakarta Pusat, Jum'at, 21 Desember 2018.

DPR agak 'tertolong' lewat capaian RUU yang bersifat kumulatif terbuka. Sepanjang empat tahun ini, tercatat ada 44 UU kumulatif terbuka disahkan. Dengan begitu, total ada 68 RUU yang disahkan DPR selama empat tahun. 

"Dengan rincian 24 RUU Prioritas ditambah 44 RUU kumulatif tebuka," ungkap Made.

Formappi juga mencatat DPR doyan memperpanjang proses pembahasan terhadap RUU tertentu. Perpanjangan itu sering tanpa batasan dan minim alasan. Made menduga situasi itu menjadi penyebab capaian legislasi masih rendah. 

"Ini dimungkinkan karena ada UU MD3 (MPR, DPR, DPRD dan DPD) pasal 99. Keputusan (perpanjangan) ini seringkali tidak disertai dengan alasan yang mendasar," ujarnya. 

Formappi juga menilai DPR suka berkelit setiap kinerjanya dikritik. Terutama, saat disoroti soal capaian legislasi. DPR selalu berdalih mengutamakan kuantitas daripada kualitas.

"Padahal secara kualitas pun tidak begitu baik bisa dilihat dari banyaknya pengajuan judicial review atau uji materi selama tahun 2018," ujar Made.

Sementara itu Peneliti bidang Legislasi Formappi, Lucius Karus menyebut capaian DPR periode 2014-2019 ini merupakan yang terburuk sejak reformasi. Ia tidak berharap banyak di tahun mendatang.

"Saya mengukuhkan diri, DPR 2014-2019 dengan kinerja terburuk dengan performa terburuk sejak reformasi. Saya kira kritikan kita menjadi sia-sia ketika respon dari DPR buruk," kata Lucius (https://www.medcom.id/nasional/politik/8N0Mw1Ob-formappi-nilai-fungsi-legislasi-dpr-masih-jeblok).

Formappi Nilai Fungsi Pengawasan DPR TumpulMuhammad Al Hasan • 22 Desember 2018 03:29 WIB

Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai fungsi penganggaran dan pengawasan sepanjang tahun ini tumpul. Utamanya, jika terkait dengan kebijakan eksekutif atau pemerintah.

"Padahal ini merupakan kunci keberhasilan check dan balances dalam legislatif dan eksekutif,

24

Page 25: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

tidak mampu dijalankan oleh DPR secara maksimal," kata Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma di Kantor Formappi, Jakarta Pusat, Jum'at, 21 Desember 2018.

Made menilai DPR lebih banyak manut dengan pemerintah. DPR dinilai hampir jarang memunculkan pikiran kritis terhadap usulan pemerintah. "Padahal sesuai konstitusi dan undang-undang, DPR berhak menolak bila tidak setuju."

Kemudian, para legislator juga dinilai sangat lembek dalam mengawasi pemerintah. Hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat dengan hasil akhir pemakzulan tidak dimaksimalkan untuk mendobrak kerja pemerintah.

"DPR justru lebih piawai membentengi diri daripada jadi wakil rakyat," ungkapnya.

Made bilang selama 2018 memang banyak kasus besar terkait lembeknya kerja pemerintah yang kemudian ditindaklanjuti DPR. Namun, kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan mayoritas di luar harapan. Formappi mengistilahkannya dengan 5M, yakni memahami, mengapresiasi, meminta, mendorong, dan mendesak. 

"Tidak ada rumusan yang bernada keras seperti usulan membentuk panitia khusus penyelidikan apalagi berlanjut kepada usulan menyatakan pendapat," ujar dia. (https://www.medcom.id/nasional/politik/8Ky4jMxk-formappi-nilai-fungsi-pengawasan-dpr-tumpul)

21/12/2018 23:47:04

Sejumlah Rekomendasi Formappi Untuk DPR

25

Page 26: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

JAKARTA, KOMPAS.com- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) I Made Leo Wiratma mengatakan, ada sejumlah masukan yang diberikan Formappi kepada DPR terkait pelaksanaan tugasnya dalam fungsi legislasi, anggaran, serta pengawasan.

Dalam hal fungsi legislasi, Formappi memandang perlu adanya perubahan peraturan terkait waktu penyelesaian pembahasan rancangan undang-undang. Aturan saat ini, pembentukan UU bisa dilakukan selama tiga kali masa sidang. Pada praktiknya, seringkali tak tepat waktu.

“Kami mengusulkan agar aturan diubah saja, ditambah masa sidangnya. Misalnya pembahasan RUU menjadi maksimal 5 kali masa sidang,” kata Made, di Kantor Formappi, Jumat (21/12/2018).

Jika tak selesai pada waktu yang ditentukan, Formappi mengusulkan agar RUU tersebut dicabut dari prolegnas prioritas.

"Atau diberi sanksi yang tegas,” lanjut Made.

Sementara itu, terkait fungsi pengawasan, DPR diminta tegas dan berupaya optimal menggunakan hak-haknya di bidang pengawasan.

Selama ini, menurut Formappi, perwakilan pemerintah sering tidak hadir dalam pembahasan RUU bersama DPR sehingga perlu ada ketentuan pemberian sanksi.

“Fungsi kontrol yang merupakan kunci keberlangsungan mekanisme checks and balances antara legislatif dan eksekutif tidak mampu dijalankan oleh DPR secara maksimal,” ujar Made.

Pelaksanaan Fungsi AnggaranRekomendasi lainnya, Formappi mengingatkan DPR untuk selalu mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258 Tahun 2015 dalam melakukan pembahasan penentuan pagu anggaran kepada kementerian dan lembaga.

PMK itu mengatur tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga.

Formappi juga meminta DPR tepat sasaran, tepat jumlah, bebas dari penyalahgunaan serta korupsi dalam pengelolaan keuangan negara. DPR harus sangat kritis mengawasinya.

“Semangatnya mbok ditingkatkan gitu yaaa, lebih giat lagi,” kata Made.

“Jika di Kementerian atau Lembaga terjadi korupsi, maka DPR harus berani menggunakan hak interpelasi, angket sampai dengan menyatakan pendapat kepada kementerian atau lembaga tertentu maupun kepada pimpinan eksekutif atau presiden,” lanjut dia. (http://www.24berita.com/nasional/beberapa-catatan-formappi-soal-kinerja-dpr-pada-bidang-legislasi/180986-berita).

Anggota DPR Masih Sering BolosData kehadiran DPR menunjukan masih ada kecacatan dalam lembaga tersebut  21 Desember 2018 , 19:18

JAKARTA - Kehadiran anggota DPR dalam Sidang Paripurna dinilai masih minim. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memaparkan, berdasarkan pemantauan Formappi dalam lima masa sidang (ms), yakni MS III, IV, V (2017-2018) serta MS I dan II (2018-2019), rata-rata kehadiran anggota DPR hanya 210 orang atau kurang dari setengahnya. 

26

Page 27: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

"Padahal seluruh anggota 560 orang," ungkap Peneliti Formappi, I Made Leo Wiratma saat memaparkan "Catatan Akhir Tahun Atas Kinerja DPR Selama 2018", di Kantor Formappi, Jumat (21/12).Made mengatakan, dari lima MS tersebut, yang paling memiriskan ialah MS II. Pasalnya pada Rapat Paripurna Penutupan tersebut, anggota DPR yang hadir hanya 80 orang. Berangkat dari ini, Made menilai, bahwa DPR belum mampu meningkatkan kehadiran anggotanya sehingga rapat paripurna masih banyak yang tidak kuorum  atau tidak sah mengambil keputusan.Ia melanjutkan, data ini juga menunjukan anggota DPR masih belum sadar akan pentingnya kesucian rapat paripurna. Padahal sebagai wakil rakyat mereka sudah diberi gaji dan tunjangan yang sangat besar, namun tetap saja mereka masih banyak yang suka bolos.Adapun dari segi presentase, Made mengungkapkan hanya Partai Golkar yang cenderung memerhatikan hal ini. Keadaan itu dapat dilihat karena Golkar merupakan partai yang memiliki peringkat tertinggi dalam konteks kehadiran. Golkar menempati peringkat terbaik dengan rata-rata 41,76%.Urutan kedua PDIP (39,45%), diikuti PKS  dan Hanura (37,5%), Gerindra (35,62%), Demokrat (34,43%), PAN dan Nasdem (33,33%), PKB (31,91%)."Untuk urutan kehadiran paling rendah ada ada fraksi PPP dengan presentase hanya 30,77%," bebernya.Dari data tersebut, dikatakan Made, tidak satupun fraksi yang mampu menghadirkan anggotanya di atas 50%. Hal ini menunjukan kecacatan lembaga tersebut.Padahal, lanjutnya, kualitas lembaga sangat terkait dengan kuantitas, misalnya sedikitnya anggota hadir dalam Rapat Paripurna menjadikannya tidak kuorum sehingga tidak sah. Kemudian, semakin banyak yang hadir dan mau bicara akan menjadikan kualitas rapat menjadi berbobot."Tapi yang ini, sudah hadir sedikit tidak bicara pula," tegasnya.Made sendiri mengatakan, salah satu kecacatan lembaga ini bukti daripada partai-parati politik belum berkualitas. Mereka hanya tercipta untuk menjadi kendaraan individu meraih jabatan di parlemen. Setelah itu mereka lepas kontrol. (Fadli Mubarok, https://www.validnews.id/Anggota-DPR-Masih-Sering-Bolos---LAz).

27

Page 28: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

DPR TAK BERDAYA AWASI PEMERINTAH (Evaluasi Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Tahun 2018)

PengantarSalah satu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) lembaga legislative

(DPR) yang sangat penting, strategis dan mendasar dalam sistem demokrasi adalah fungsi pengawasan. Sebab keberlanjutan demokrasi memerlukan kontrol atas aktifitas pemerintah oleh orang-orang yang dipilih langsung oleh rakyat. Pengawasan oleh legislative terhadap kebijakan eksekutif (Pemerintah), baik dalam pembuatan maupun pelaksanaannya memungkinkan terwujudnya kepentingan rakyat.4

Salah satu aspek pengawasan yang menurut peraturan perundangan dilakukan DPR adalah terhadap pelaksanaan penggunaan keuangan Negara (APBN) oleh Kementerian/Lembaga (K/L).5 Jika penggunaan uang Negara bebas dari penyalahgunaan (korupsi), salah urus, dan salah sasaran, maka APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab dapat mencapai sasaran yang ingin dicapai, yaitu terwujudnya kemakmuran rakyat.6 Secara demikian, tujuan akhir demokrasi yang menurut Amartya Sen antara lain adalah untuk mencerdaskan rakyat dan membuat perut rakyat kenyang dapat terwujud karena melalui mekanisme demokrasi, rakyat dapat mengontrol dan meminta pemenuhan kebutuhan ekonominya.7

Selama satu tahun kalender 2018, DPR-RI memiliki dua Tahun Sidang (TS), yaitu 2017-2018 dan 2018-2019. Pada TS 2017-2018 terdiri atas 3 Masa Persidangan (MS), yaitu: MS III, IV dan V. Sedangkan dalam TS 2018-2019 terdiri atas dua MS, yaitu MS I dan II. Jumlah hari kerja sidang DPR selama tahun 2018 ada 179 hari dialokasikan untuk melaksanakan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.8

Dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN, DPR memiliki data yang sangat lengkap, yaitu berupa laporan hasil audit BPK terhadap pengelolaan keuangan Negara oleh K/L. Sebab setiap semester BPK menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) atas 4 Wawan Ichwanuddin dan Syamsudin Haris (eds.), Pengawasan DPR: Era Reformasi: Realisasi Penggunaan Hak Interpelasi, Angket dan Menyatakan Pendapat (Jakarta: LIPI Press, 2014), hlm. 12.5APBN yang perlu diawasi oleh DPR selama tahun 2018 meliputi Pertanggungjawaban Keuangan Negara tahun anggaran 2017, dan juga pelaksanaan APBN tahun 2018, serta membahas RAPBN dan menetapkannya menjadi APBN tahun anggaran 2019. 6Pasal 23 ayat (1) UUD 1945.7 FES, Cara Mudah Memahami Demokrasi (Jakarta: 2002), hlm. 9. 8 Lihat http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Jadwal-Rapat-Badan-Musyawarah.

28

Page 29: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang sudah diaudit kepada DPR.9 Laporan IHPS BPK tersebut antara lain memuat temuan-temuan berupa ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan oleh K/L yang mengakibatkan kerugian Negara, hasil pemeriksaan investigatif, Penghitungan Kerugian Negara (PKN), maupun rekomendasi yang diberikan BPK kepada K/L serta respon K/L dalam melaksanakan rekomendasi BPK.

Temuan-temuan BPKSelama tahun 2018, BPK telah menyampaikan sekurang-kurangnya

tiga laporan kepada DPR: (1) pada 31 Januari 2018, Pimpinan BPK menyerahkan hasil temuan audit investigatif atas temuan dugaan kerugian keuangan negara dalam pembangunan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja dan Kalibaru di Jakarta; (2) pada 3 April 2018, BPK telah menyampaikan IHPS II 2017; (3) pada 2 Oktober 2018, BPK menyerahkan IHPS I 2018.

Dalam laporan investigative pada pembangunan terminal peti kemas, BPK menemukan sejumlah penyimpangan serta indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pelindo II minimal sebesar Rp 1,86 triliun di TPK Koja, dan dana Rp 741,75 miliar yang diduga telah disimpangkan hingga mengakibatkan kerugian negara dalam proses pembiayaan pembangunan TPK Kalibaru. Menurut Ketua DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), hasil audit ini membuktikan kerja Pansus Pelindo II yang dipicu oleh masalah di PT Jakarta International Container Terminal (JICT) nyata adanya kerugian negara yang harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Karenanya ia meminta penegak hukum, Kepolisian, KPK, Kejaksaan, bergerak menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Kecuali itu Bamsoet juga meminta sejumlah komisi terkait di DPR, yakni Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI ikut mengawasi tindak lanjut temuan BPK.10

Pada IHPS II 2017, BPK menemukan 233 permasalahan di Pemerintah Pusat berupa ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 1.154.103,82 (dalam juta).11 Kecuali itu BPK antara lain juga menemukan 75 permasalahan kekurangan volume atas beberapa paket pekerjaan pembanguna senilai Rp. 796,80 miliar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang terjadi juga pada 7 K/L lainnya (43 permasalahan senilai Rp. 126,34 miliar). Ditemukan pula 62 permasalahan kelebihan pembayaran seniliai Rp. 111,63 miliar pada Kementerian PUPR, Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kecuali itu, kelebihan pembayaran selain kekurangan

9Pasal 17 ayat (1) UU No. 15/2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 17 ayat (1) UU No. 15/2006 tentang BPK.10http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/19269/t/Penegak+Hukum+Diminta+Tindaklanjuti+Hasil+Audit+Investigatif+BPK11 IHPS II Tahun 2017 Ringkasan Eksekutif, hlm. xxix

29

Page 30: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

volume juga terjadi di 8 K/L lainnya (23 permasalahan senilai Rp. 18, 04 miliar).12

Permasalahan-permasalahan tersebut menurut BPK mengakibatkan antara lain: pertanggungjawaban belanja belum memenuhi aspek transparansi dan akuntabilitas. Kekurangan volume, kelebihan pembayaran atas pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai kondisi riil, spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak, dan belanja yang melebihi ketentuan merupakan ketidakhematan, ketidak efisienan dan ketidak efektifan pengeluaran belanja yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan atau kebutuhan.13

Kecuali itu, dalam IHPS II 2017 BPK juga mencatat ada 116.021 rekomendasi hasil pemeriksaan periode 2015-2017 senilai Rp 118,99 triliun. Hasil pemeriksaan tersebut terdiri laporan keuangan dan kinerja pemerintah pusat, daerah, BUMN dan badan lainnya. Pantuan tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan BPK kepada entitas yang diaudit menemukan hal-hal berikut: ada 37.627 rekomendasi (32,4%) senilai Rp 67,31 triliun belum sesuai dengan rekomendasi, 14.937 rekomendasi (12,9%) senilai Rp 26,02 triliun belum ditindaklanjuti dan sebanyak 219 rekomendasi (0,2%) senilai Rp 696,17 miliar tidak dapat ditindaklanjuti.14

Pada IHPS I 2018 atas pemeriksaan terhadap LKKL dan LKBUN Tahun 2017, BPK menemukan 525 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat mengakibatkan kerugian senilai Rp 447,51 miliar pada 83 K/L. Permasalahan tersebut meliputi kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume, belanja tidak sesuai/melebihi ketentuan, biaya perjalanan dinas ganda dan/atau tidak sesuai ketentuan, spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak dan permasalahan kerugian lainnya.15

Terkait biaya perjalanan dinas ganda dan/atau tidak sesuai ketentuan ditemukan senilai Rp 22,33 miliar pada 51 K/L, antara lain pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas pada Kementerian Pertahanan dan TNI senilai Rp 6,10 miliar tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, berupa adanya selisih harga antara bukti pertanggungjawaban dan bukti yang dikeluarkan oleh penyedia jasa, serta nama dan tujuan perjalanan dinas berbeda dengan dengan bukti yang dikeluarkan oleh penyedia; Kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas senilai Rp1,71 miliar pada Kemenristekdikti antara lain berupa perjalanan dinas luar negeri melebihi standar yang ditetapkan senilai Rp 12 IHPS II Tahun 2017 BAB I - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat, Tabel 1.6 Permasalahan Utama Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan atas Pengelolaan Belanja, hlm. 68 – 69.13 IHPS II Tahun 2017 BAB I - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat, hlm. 70.14 Lihat https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3950392/hampir-15000-temuan-bpk-belum-ditindaklanjuti-pemerintahan-jokowi dan https://economy.okezone.com/read/2018/04/03/20/1881735/bpk-beri-waktu-60-hari-untuk-kementerian-dan-lembaga-tindak-lanjut-hasil-temuan15Lihat BAB I - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat IHPS I Tahun 2018, hlm. 25 dalam http://www.bpk.go.id/assets/files/ihps/2018/I/ihps_i_2018_1538459607.pdf

30

Page 31: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

751,24 juta dan mark up perjalanan dinas luar negeri senilai Rp 816,53 juta antara lain pada pengiriman delegasi Indonesia pada The 29th Summer Universiade; Kelebihan pembayaran atas biaya perjalanan dinas senilai Rp1,71 miliar terjadi pada Bawaslu, antara lain pembayaran uang saku perjalanan dinas serta realisasi dan pertanggungjawaban biaya akomodasi dan transport melebihi yang senyatanya; Permasalahan biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi ketentuan juga terjadi pada 48 K/L lainnya senilai Rp12,81 miliar; Kelebihan pembayaran honorarium atas jam mengajar dosen, narasumber, moderator, tim/panitia senilai Rp2,61 miliar terjadi pada Kementerian Agama; Perjalanan dinas fiktif pegawai yang melaksanakan rekam kedatangan dan kepulangan secara elektronik di kantor, serta perjalanan dinas yang tidak didukung dengan bukti yang memadai senilai Rp 9,43 miliar pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Pemahalan harga/mark up antara lain atas pekerjaan pengembangan infrastruktur permukiman Motamassin, pembangunan jaringan irigasi, pekerjaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan pekerjaan pembangunan krib, serta perbaikan pondasi revetment bendungan senilai Rp 3,86 miliar terjadi pada Kementerian PUPR; Permasalahan kerugian lainnya juga terjadi pada 43 K/L lainnya senilai Rp 27,60 miliar.16

Terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada pimpinan K/L antara lain agar: Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pejabat/pegawai yang belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Memerintahkan PPK dan pelaksana/pengawas lapangan untuk lebih cermat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Memerintahkan pejabat/pegawai yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian. Memerintahkan pejabat/pegawai dan pihak lain yang bertanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan kerugian dengan menyetor ke kas negara.17

Pada IHPS I 2018 BPK juga menemukan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain: (1) Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Subbidang Prioritas Daerah dan Tambahan DAK Fisik Percepatan Infrastruktur Publik Daerah Tahun Anggaran (TA) 2017 tidak berdasarkan mekanisme dan formula perhitungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, DAK Fisik Afirmasi TA 2017 belum sepenuhnya sesuai dengan kategori daerah afirmasi sebagaimana ditetapkan dalam UU APBN.18 Akibatnya, timbul risiko penyimpangan dalam pelaksanaannya dan 16 Lihat BAB I - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat IHPS I Tahun 2018, hlm. 29-30,dalam http://www.bpk.go.id/assets/files/ihps/2018/I/ihps_i_2018_1538459607.pdf 17 Lihat BAB I - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat IHPS I Tahun 2018 dalamhttp://www.bpk.go.id/assets/files/ihps/2018/I/ihps_i_2018_1538459607.pdf , hlm. 31.18 Sebagai catatan perlu diingat pula bahwa terkait pengucuran DAK dari APBN pernah terjadi kasus suap menyuap pada tahun anggaran 2016 yang melibatkan Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN Taufik Kurniawan. Ia diduga menerima suap sebesar Rp 3,7 miliar (https://nasional.sindonews.com/read/1336036/13/kpk-dalami-dugaan-taufik-kurniawan-terima-rp37-miliar-1536172271);

31

Page 32: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

berpotensi tidak memenuhi asas keadilan dan objektivitas serta hasilnya berisiko tidak dimanfaatkan; (2) Penambahan pagu anggaran Subsidi Listrik Tahun 2017 sebesar Rp 5,22 triliun tidak sesuai dengan UU APBN-P dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai. Akibatnya, belanja subsidi listrik sebesar Rp 5,22 triliun direalisasikan tanpa penganggaran dalam APBN/APBN-P serta tidak didukung dengan dasar hukum yang jelas dan diragukan keabsahannya.19

Permasalahan ketidakpatuhan tersebut terjadi antara lain karena pemerintah belum berkomitmen penuh untuk melaksanakan mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengalokasian DAK Fisik dan belum menyusun mekanisme penyelarasan atas usulan DPR dengan alokasi hasil perhitungan dalam pembahasan. Kecuali itu, pemerintah tidak cermat dalam pengambilan keputusan atas subsidi listrik yang merevisi pagu. Atas permasalahan tersebut Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah menanggapi bahwa berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD diatur bahwa DPR memiliki hak untuk mengusulkan dan memperjuangkan program

Akhirnya pada 29 Oktober 2018, Taufik ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK (https://nasional.kompas.com/read/2018/10/30/15231401/kpk-tetapkan-wakil-ketua-dpr-taufik-kurniawan-sebagai-tersangka);

Korupsi APBN disangkakan dilakukan pula oleh Amin Santono, anggota Komisi XI (Keuangan) DPR-RI. Pada 5 Mei 2018, Amin ditetapkan sebagai tersangka korupsi (diduga menerima hadiah terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018). Amin diduga menerima uang Rp 400 juta dari Ahmad Ghiast (kontraktor). Pemberian uang senilai total Rp 500 juta ini merupakan fee sesuai komitmen imbalan 7 persen yang dijanjikan dari dua proyek di Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan nilai Rp 25 miliar. Komitmen fee nya diduga sebesar Rp 1,7 miliar (https://nasional.tempo.co/read/1086093/kpk-tetapkan-anggota-dpr-amin-santono-sebagai-tersangka/full&view=ok).

Kecuali itu, di PLN terjadi pula kasus korupsi yang melibatkan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih. Pada 14 Juli 2018, Eni ditetapkan sebagai tersangka korupsi (diduga menerima suap sebesar Rp 4,8 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited) terkait kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I Provinsi Riau (https://nasional.kompas.com/read/2018/07/14/21474001/eni-maulani-saragih-diduga-terima-suap-rp-48-miliar-terkait-proyek-pltu-riau ).

Pada 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi KTP Elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2013, tetapi ia mengajukan Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada 29 Seotember 2017 Pengadilan Negeri Memenangkan Gugatan Setnov. Namun pada 20 Oktober 2017, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, dan pada 24 April 2018, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis 15 tahun penjara, diwajibkan membayar denda Rp. 500 juta subsider 3 bulan kurungan, membayar uang pengganti US$ 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Majelis hakim juga mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun sejak masa penahanannya selesai. Sebagai catatan tambahan dapat dikemukakan bahwa total kerugian Negara dalam korupsi E-KTP tersebut sangat besar, yakni mencapai Rp 2,3 triliun. 19 IHPS I Tahun 2018, BAB I- Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat, hlm. 7.

32

Page 33: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

pembangunan daerah pemilihan. Namun demikian, usulan-usulan dari DPR memang tidak disampaikan melalui dokumen/korespondensi resmi, melainkan berupa catatan-catatan yang kemudian direkapitulasi. Terkait subsidi listrik, Pemerintah telah melakukan pengujian dan penelitian terlebih dahulu sebelum melakukan pembayaran tagihan atas subsidi listrik sebesar Rp 5,22 triliun, sehingga kurang sependapat apabila realisasi subsidi listrik tersebut diragukan keabsahannya.

Atas tanggapan tersebut, BPK berpendapat bahwa sampai dengan akhir pemeriksaan, pemerintah tidak dapat menjelaskan payung hukum penambahan belanja subsidi listrik untuk pembayaran utang subsidi listrik TA 2015 yang dilaksanakan dengan mekanisme on top. Terkait terjadinya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah antara lain agar: (1) Menyusun mekanisme dan kebijakan terkait dengan penyelarasan perhitungan teknis dan usulan DPR dalam pengalokasian DAK Fisik; (2) Bersama dengan DPR mengatur mekanisme pertanggungjawaban atas penambahan anggaran pagu APBN subsidi di luar parameter yang ditetapkan.20

Perintah Konstitusional kepada DPR Untuk Menindaklanjuti Temuan BPK

Terdapat beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan agar DPR membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan BPK: pertama, pasal 17 ayat (1) UU No. 15/2004 dan pasal 7 ayat (2) UU No. 15/2006 tentang BPK, lembaga perwakilan menindak lanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. Bahkan dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, DPR dapat meminta penjelasan kepada BPK serta dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Kecuali itu DPR juga dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan;

Kedua, pasal 72 huruf e UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 42/2014 dan juga pada 93 ayat (3); ketiga, pasal 112D UU No. 2/2018 tentang Perubahan Kedua UU No. 17/2014;

Ketiga, Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib (Tatib) sebagaimana telah diubah tiga kali (terakhir) diputuskan pada Rapat Paripurna DPR tanggal 16 Oktober 2018, yaitu pada pasal 7 huruf e, pasal 58 ayat (2) huruf i, ayat (3) huruf b, dan pasal 163.

Pertanyaan EvaluatifPertanyaannya adalah seperti apakah alur tindak lanjut temuan BPK

oleh AKD? Apakah selama tahun 2018 DPR melalui Komisi I s/d XI dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) menindaklanjuti temuan-temuan BPK melalui pelaksanaan Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat dengan K/L pasangan kerjanya maupun Rapat Dengar Pendapat Umum 20 BAB I - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat IHPS I 2018, hlm.8, dalam http://www.bpk.go.id/assets/files/ihps/2018/I/ihps_i_2018_1538459607.pdf

33

Page 34: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

dengan masyarakat serta kunjungan kerja spesifik oleh Komisi maupun AKD lainnya serta Tim Pengawas/Pemantau bentukan DPR/Komisi? Apakah dalam menindaklanjuti temuan BPK dalam rapat-rapat AKD dengan pasangan kerjanya (K/L) ada yang membuahkan penggunaan hak-hak DPR berupa hak interpelasi (hak bertanya), hak angket (penyelidikan) dan membentuk Panitia Khusus (Pansus)? Apakah hasil kerja dan kesimpulan serta rekomendasi Pansus diperhatikan dan dipatuhi/dilaksanakan oleh pihak yang diselidiki? Jika tidak diindahkan oleh pihak yang diberi rekomendasi, apakah DPR meneruskannya menjadi hak menyatakan pendapat?

Alur Tindak Lanjut Temuan BPK oleh DPRAlur tindak lanjut temuan BPK oleh DPR dapat dijelaskan seperti

berikut: BPK menyampaikan IHPS kepada DPR dalam Rapat Paripurna, kemudian Pimpinan DPR menyampaikan kepada Badan Musyawarah untuk menentukan langkah-langkah tindak lanjutnya oleh AKD, selanjutnya AKD melakukan Rapat-rapat dengan K/L pasangan kerjanya masing-masing. Kesimpulan rapat dapat berupa puas dan tidak puas atas penjelasan dari K/L. Jika AKD tidak puas, maka kemudian AKD yang bersangkutan menentukan sikap untuk menggunakan hak-hak DPR apakah akan menggunakan interpelasi, hak angket maupun menyatakan pendapat. Setelah AKD menyepakati sikap akan diambil, maka putusan tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR. Selanjutnya Pimpinan DPR mengadakan rapat Badan Musyawarah untuk menentukan langkah lanjutan dan kemudian menyampaikannya kepada Rapat Paripurna untuk diambil putusan oleh segenap anggota DPR apakah sikap AKD terkait. Alur laporan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR dan tindak lanjutnya selengkapnya dapat disimak pada gambar.

34

Page 35: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

BPK RI PARIPURNA DPR

PIMPINAN DPR

BAMUS

KOMISI

PUAS TIDAK PUAS

Komisi /AKD Mengajuk an Hak Interpelasi

Angket Menyatakan pendapat

PIMPINAN DPR

Badan Musyawarah

Rapat Paripurna Putuskan setuju/tolak gunakan hak : Interpelasi Angket Menyatakan pendapat

 

BAKN

Meminta Penjelaan dari BPK, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan Negara.

ALUR PELAKSANAAN TINDAK LANJUT TEMUAN BPK OLEH DPR (Berdasarkan UU No. 17/2014 dan UU No. 2/2018 tentang MD3, UU Pertanggungjawaban Keuangan Negara, UU BPK dan Tatib DPR)    

Realisasi Pengawasan DPR Terhadap Penggunaan Keuangan Negara oleh K/L

Selama tahun 2018, temuan-temuan BPK sebagaimana dikemukakan di depan (termasuk terjadinya kerugian Negara), sangat minim ditindaklanjuti oleh DPR. Jikapun ada AKD yang menindaklanjuti,

35

Page 36: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan kepada K/L pun sangat lunak. Tidak seperti pada periode sebelumnya (1999 - 2004 dan 2004 2009), DPR cukup banyak menggunakan hak angket.21 Sebaliknya, DPR periode 2014-2019 sangat minim menggunakan hak angket.

Minimnya tindak lanjut temuan BPK selama tahun 2018 tampaknya karena “almarhum” Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang pernah hidup pada masa berlakunya UU No. 27/2009 tentang MD3 tetapi “dibunuh” melalui UU 17/2014 tetapi dihidupkan kembali melalui UU No. 2/2018 tentang Perubahan Kedua UU No. 17/2014. Menurut Pasal 112D UU No. 2/2018: (1) BAKN bertugas: a. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR; b. menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi; c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; d. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan; (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara; (3) BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan; (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.

Lunaknya/lembeknya rekomendasi tindak lanjut Komisi/BAKN atas temuan-temuan BPK tersebut dapat disimak pada kesimpulan rapat-rapat Komisi dengan mitra kerjanya seperti berikut ini.TS 2017-2018:

Selama MS III TS 2017-2018 (9 Januari – 14 Februari 2018), pelaksanaan rapat-rapat Komisi untuk menindaklanjuti temuan BPK hanya dilakukan oleh 3 (tiga) Komisi yaitu: Komisi V, VII dan VIII terhadap Kemenhub, Kemendes PDTT, Kepala BMKG, Kepala Basarnas, dan Kepala BPWS, Kementerian PUPR, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM RI, dan Kemenag.

Kesimpulan rapat kerja Komisi V dengan Kementerian Perhubungan tanggal 24 Januari 2018 :1. Komisi V DPR RI memberikan apresiasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian. Namun demikian, Komisi V DPR RI meminta Kementerian Perhubungan untuk menyampaikan secara tertulis rincian tindak lanjut penyelesaian dari temuan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2017 kepada Komisi V DPR RI.

2. Komisi V DPR RI sepakat dengan Kementerian Perhubungan untuk mengagendakan Rapat Kerja mengenai tindak lanjut Penyelesaian

21 Penggunaan hak Angket terjadi pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999) misalnya terkait dugaan penyelewengan dana Yayasan Dana Kesejahteraan (Yanatera) Bulog dan bantuan dana dari Sultan Brunei (dikenal dengan istilah Buloggate dan Bruneigate).

36

Page 37: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2017 pada Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2017-2018.22

Kesimpulan rapat kerja Komisi V dengan Kemendes PDTT tanggal 1 Februari 2018:1. Komisi V DPR RI memberikan apresiasi kepada Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan BRK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian.23 Selanjutnya, Komisi V DPR RI meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I tahun 2017 yang belum tuntas.

2. Komisi V DPR RI meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk menyampaikan secara tertulis rincian tindak lanjut penyelesaian dari temuan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2017.24

Kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi V dengan Kepala BMKG, Kepala Basarnas, dan Kepala BPWS tanggal 30 Januari 2018:1. Komisi V DPR RI memberikan apresiasi kepada BMKG, Badan Nasional

Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dan Bapel-BPWS yang memperoleh Opini "Wajar Tanpa Pengecualian" terhadap Hasil Pemeriksaan Semester I BPK tahun 2017.

2. Komisi V DPR RI mendesak BMKG dan Bapel-BPWS untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017 BPK RI yang belum tuntas sebelum pemeriksaan berikutnya dilaksanakan.

3. Komisi V DPR RI meminta BMKG, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dan Bapel-BPWS untuk melengkapi seluruh dokumen yang disampaikan kepada Komisi V terkait dengan seluruh tindak lanjut rekomendasi BPK dan evaluasi APBN TA. 2017.25

22 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-14-01dfac7510dc297cabbd5ffec371170f.pdf 23 Sebagai catatan perlu dikemukakan bahwa Kemendes PDTT pernah menyuap auditor BPK untuk mendapatkan opini WTP atas LKPP TA 2016. Pada 25 Oktober 2017, Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis kepada Inspektur Jenderal Kemendes PDTT, Sugito dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan wajib membayar denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan penjara terkait kasus suap dua auditor pada BPK, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Sementara itu Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes PDTT, Jarot Budi Prabowo Jarot divonis 1 tahun 6 bulan penjara serta wajib membayar denda Rp 75 juta dengan subsidair 2 bulan kurungan penjara. Sedangkan pada 5 Maret 2018, auditor BPK (Rochmadi Saptogiri) divonis 7 (tujuh) tahun penjara dan didenda sebesar Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.24 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-14-8c419d19c683dd082d8ff1d5ed3fb204.pdf 25 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-14-3854d90112da98f7e24cc931b72c6738.pdf

37

Page 38: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Kesimpulan rapat kerja Komisi V dengan Kementerian PUPR tanggal 31 Januari 2018:1. Komisi V DPR RI memberikan apresiasi kepada Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian. Selanjutnya, Komisi V DPR RI meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017 BPK RI yarg belum tuntas.

2. Komisi V DPR RI meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menyampaikan secara tertulis rincian tindak lanjut penyelesaian dari temuan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2017 terkait dengan PPLS (Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo) kepada Komisi V DPR RI.26

Kesimpulan RDP Komisi VII dengan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM RI tanggal 23 Januari 2018: Komisi VII DPR RI mendesak Dirjen EBTKE Kementerian ESDM RI untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap bauran energi baru terbarukan dan pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan serta menyampaikan perkembangannya kepada Komisi VII DPR RI.27

Kesimpulan rapat kerja Komisi VIII dengan Kementerian Agama tanggal 22 Januari 2018: Komisi VIII DPR RI dapat memahami penjelasan Menteri Agama RI mengenai Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1438 H/2017 M dan mendesak untuk segera menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI.28

Selama MS IV (5 Maret – 27 April 2018 ) hanya dilakukan rapat-rapat Komisi dengan pasangan kerjanya untuk menindaklanjuti temuan-temuan BPK sebanyak 2 kali oleh Komisi V dan VIII.

Kesimpulan rapat kerja Komisi V dengan Kementerian Perhubungan RI tanggal 13 Maret 2018: Komisi V DPR RI memahami penjelasan Kementerian Perhubungan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terkait dengan progress tindak lanjut sebanyak 742 dari total sebanyak 803 rekomendasi. Terhadap sisa sebanyak 58 rekomendasi, Komisi V DPR RI meminta Kementerian Perhubungan untuk segera menindaklanjuti hingga tuntas.29

Kesimpulan rapat kerja Komisi VIII dengan Kementerian Agama tanggal 16 April 2018: Komisi VIII DPR memandang perlu untuk dilakukan audit kinerja pengawasan umrah pada Kementerian Agama RI oleh BPK RI.30

26 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-14-a9ea508fadcd1f0129f8e542bb1c8785.pdf 27 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K7-14-af4ac4af5e7908eaa6c8ea35521f1a23.pdf 28 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K8-14-65b25a60c51b4078f9811808b84646c2.pdf 29 http://dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-14-b9c8c17c3602e264a1ccf00a9b77d829.pdf 30 https://kumparan.com/@kumparannews/4-kesimpulan-rapat-komisi-viii-dengan-menag-soal-penipuan-travel-umrah

38

Page 39: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Selama MS V TS 2017-2018 (18 Mei–27 Juli 2018) dan MS I TS 2018-2019 (16 Agustus – 31 Oktober 2018), tidak ditemukan adanya rapat-rapat AKD untuk menindaklanuti temuan-temuan BPK.

Selama MS II TS 2018-2019 (21 November – 13 Desember 2018), ditemukan adanya tindak lanjut temuan BPK pada IHPS II tahun 2017 dan IHPS I Tahun 2018 oleh BAKN. BAKN melakukan kegiatannya antara 4 Juni hingga 11 Desember 2018 berupa: rapat konsultasi dengan Pimpinan DPR, dan BPK untuk membahas mekanisme kerja BAKN (4 Juni 2018 dan 27 Agustus 2018); mengundang pakar untuk menelaah temuan dan permasalahan hasil pemeriksaan BPK terkait pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah/Dana Bos (29 Agustus 2018); Rapat konsultasi dengan BPK untuk membahas belanja subsidi dan pengelolaan Dana BOS (5 September 2018); Raker dengan Kemedagri, Kemenkeu, Kepala Bappenas dan BPK untuk mengkonfrmasi temuan BPK terkait belanja transfer ke daerah (25 November2018); konsinyering dengan BPK terkait tindak lanjut rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan BPK Tahun Anggaran 2015-2017 (3-5 Desember 2018); rapat konsultasi dengan Pimpinan DPR dan Pimpinan Komisi I – XI untuk membahas tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK (10 Desember 2018); Menyampaikan hasil kerja BAKN kepada Badan Musyawarah/Bamus (11 Desember 2018); dan Menyampaikan hasil kerja BAKN kepada Rapat Paripurna DPR pada 13 Desember 2018.

Dalam laporan kepada Rapat Paripurna DPR pada 13 Desember 2018, BAKN antara lain menyampaikan hal-hal berikut: 1. Pemeriksaan BPK pada IHPS I tahun 2018 menyebutkan bahwa masih

terdapat 8 Kementerian/Lembaga yang belum memperoleh opini WTP. Maka BAKN meminta komisi-komisi untuk melakukan pengawasan lebih lanjut terhadap kementerian/lembaga yang mitra kerja komisinya belum memperoleh opini WTP.

2. Rapat kerja BAKN dengan kementerian dalam negeri, kementerian keuangan, dan kementerian PPN/Kepala Bappenas serta BPKP mengenai belanja transfer ke daerah menghasilkan kesimpulan:1). BAKN mendorong agar pemerintah dan DPR RI mempercepat proses

pembahasan RUU hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada prolegnas prioritas tahun 2019 yang merupakan inisiatif pemerintah.

2). BAKN mendorong pemerintah melakukan kajian terutama kementerian keuangan dan Bappenas terkait mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi dalam rangka memperhatikan hak anggota DPR RI untuk memperjuangkan aspirasi daerah pemilihannya.

3). BAKN mendorong pemerintah untuk melakukan penguatan implementasi system pengendalian intern pemerintah (SPIP) dan penguatan kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) daerah.

3. Berdasarkan penelaahan terhadap temuan dan permasalahan hasil pemeriksaan BPK RI dari TA 2015-2017 pada masing-masing entitas mitra kerja komisi sebagaimana telah disampaikan kepada komisi I-XI, BAKN memandang perlu agar komisi-komisi DPR memperhatikan dan

39

Page 40: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

melakukan pengawasan terhadap perkembangan tindak lanjut rekomendasi yang berstatus “belum sesuai” dan “belum ditindaklanjuti”.

4. Secara khusus BAKN mengingatkan sesuai dengan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 20 ayat (1) bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dan ayat (5) menyatakan bahwa Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian dan sanksi pidana sesuai dengan pasal 26 ayat (2) dan pasal 23 ayat (1) Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/walikota/Direksi perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK RI selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud.

5. BAKN mendorong BPK menjalankan amanat UU No 15 tahun 2006 tentang BPK RI pasal 8 ayat (3) yang menyebutkan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.

Kesimpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut Temuan BPK oleh Komisi dan BAKN Lembek

Sekalipun ada Komisi-komisi dan BAKN yang menindaklanjuti temuan BPK, kesimpulan dan rekomendasi kepada K/L yang bersangkutan sangatlah lembek. Kelembekan tersebut tampak pada rumusan kata-kata 5 (lima) M dalam kesimpulan rapat-rapat Komisi maupun BAKN dengan mitra kerjanya: yaitu dapat memahami, mengapresiasi, meminta, mendorong, dan mendesak. Kesimpulan dan rekomendasi rapat-rapat dalam menindaklanjuti temuan kerugian Negara oleh BPK tidak ada rumusan yang bernada keras seperti usulan membentuk panitia khusus penyelidikan, apalagi berlanjut pada usul penggunaan hak menyatakan pendapat.

Contoh lembeknya kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut temuan BPK kepada K/L pasangan kerja Komisi-komisi DPR tersebut antara lain seperti berikut: Komisi VIII DPR-RI dapat memahami penjelasan Menteri Agama RI mengenai Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1438 H/2017 M. Komisi V memahami penjelasan Kementerian Perhubungan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terkait dengan progress tindak lanjut sebanyak 742 dari total sebanyak 803 rekomendasi. Terhadap sisa sebanyak 58 rekomendasi, Komisi V meminta Kementerian Perhubungan untuk segera menindaklanjuti hingga tuntas.

Komisi V memberikan apresiasi kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) atas Laporan Hasil Pemeriksaan BRK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Komisi V

40

Page 41: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

memberikan apresiasi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, pada Semester I Tahun 2017 yang mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Komisi V meminta Kemendes PDTT untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I tahun 2017 yang belum tuntas. Komisi V meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menyampaikan secara tertulis rincian tindak lanjut penyelesaian dari temuan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2017 kepada Komisi V DPR RI. Komisi V meminta BMKG, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dan Bapel-BPWS untuk melengkapi seluruh dokumen yang disampaikan kepada Komisi V terkait dengan seluruh tindak lanjut rekomendasi BPK dan evaluasi APBN TA. 2017. Hasil pemeriksaan BPK pada IHPS I tahun 2018 menyebutkan masih terdapat 8 Kementerian/Lembaga yang belum memperoleh opini WTP. Karena itu BAKN meminta komisi-komisi untuk melakukan pengawasan lebih lanjut terhadap kementerian/lembaga yang mitra kerja komisinya belum memperoleh opini WTP.

BAKN juga mendorong pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat proses pembahasan RUU hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada prolegnas prioritas tahun 2019 yang merupakan inisiatif pemerintah. BAKN mendorong BPK menjalankan amanat UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK RI pasal 8 ayat (3) yang menyebutkan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. BAKN mendorong pemerintah terutama kementerian keuangan dan Bappenas untuk melakukan kajian terkait mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi dalam rangka memperhatikan hak anggota DPR RI untuk memperjuangkan aspirasi daerah pemilihannya.

Komisi V mendesak BMKG dan Bapel-BPWS untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017 BPK RI yang belum tuntas sebelum pemeriksaan berikutnya dilaksanakan.

Kinerja Tim Pengawas Bentukan DPRSelama 4 kali Masa Sidang (MS III, MS IV dan MS V TS 2017-

2018, dan MS I), DPR memiliki 7 Tim Pengawas yaitu: (1) Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia; (2) Tim Implementasi Reformasi DPR RI; (3) Tim Pemantau DPR RI terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta Pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta; (4) Tim Pemantau dan Evaluasi Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP); (5) Tim Penguatan Diplomasi Parlemen; (6) Tim Pengawas DPR RI tentang Pembangunan Wilayah Perbatasan; (7) Tim Pengawas DPR RI terhadap

41

Page 42: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pada MS II TS II 2018-2019 (21 November – 13 Desember 2018). Tim Pengawas bertambah satu yaitu Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana NTB dan Sulawesi Tengah.

Sekalipun tim yang dibentuk cukup banyak dan masa kerjanya sudah ada seumur DPR periode 2014-2019. namun dari ke-8 Tim tersebut, yang melaporkan hasil kerjanya hanya dua Tim yaitu: (1) Tim Pemantau Pelaksanaan UU Otonomi Khusus Aceh, Papua dan DIY; (2) Tim Pengawas Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Enam Tim Pengawas lainnya, sampai dengan tutup tahun 2018, tidak ditemukan adanya kegiatan dan laporannya.

KesimpulanBerdasarkan lapsing rapat-rapat AKD dengan agenda pembahasan

tindak lanjut ttemuan-temuan BPK maupun pertanggungjawaban pemerintah atas APBN 2017 selama MS III, MS IV dan V TS 2017-2019 srta MS I TS 2018-2019, dapalah diambil beberapa kesimpulan seperti berikut: pertama, DPR abai terhadap kerugian Negara temuan-temuan BPK pada K/L dalam IHPS II 2017 dan IHPS I 2018.

Kedua, DPR bersama-sama dengan Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan pelanggaran peraturan perundangan (Peraturan Menteri Keuangan No. 258/2015) dalam memberikan kenaikan anggaran kepada K/L pada APBN 2019.

Ketiga, pengawasan terhadap pelaksanaan APBN oleh DPR tidak pernah kritis meskipun di Kementerian PUPR, dan Kementerian Keuangan misalnya ditemukan adanya kasus-kasus korupsi (suap menyuap) yang melibatkan antara lain Wakil Ketua DPR bidang Anggaran, Pimpinan Komisi V, Anggota Komisi XI dan pihak swasta serta pejabat pemerintah.

Keempat, jika DPR kritis dalam melaksanakan pengawasan atas pengelolaan keuangan negara, semestinya dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket sampai dengan hak menyatakan pendapat, tetapi hal itu tidak pernah terjadi selama tahun kalender 2018.

Kelima, publik mencatat bahwa pada 28 April 2018, DPR membentuk Pansus Hak Angket KPK (diketuai oleh Agun Gunanjar Sudarsa). Tetapi yang menjadi pintu masuknya bukan karena akibat korupsi uang negara namun hanya karena ketersinggungan para anggota Komisi III atas keterangan Miryam Haryani (anggota Komisi II DPR). Ketika diperiksa penyidik KPK dalam kasus korupsi KTP elektronik, Miryam menyebut nama-nama besar dari DPR dan ditekan oleh para anggota Komisi III DPR. Pansus Angket KPK itu telah menyelesaikan seluruh tugasnya dan menyampaikan kesimpulan serta rekomendasinya kepada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 14 Februari 2018.31 Kesimpulan dan rekomendasi Pansus sudah disampaikan pula kepada KPK tetapi ditolak oleh KPK. Alasan penolakan KPK antara lain karena dari tiga pelaku korupsi yang diproses KPK, DPR ada di urutan ketiga dengan 144 anggota; Urutan pertama, pihak swasta dengan 184 orang, dan urutan kedua 31 Ringkasan Laporan Kinerja DPR-RI Tahun Keempat (16 Agustus 2017 – 15 Agustus 2018), Jakarta: DPR-RI, Agustus 2018, hlm. 24.

42

Page 43: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

pejabat eselon I sampai III sebanyak 175 orang.32 Kecuali itu, publik juga mencatat bahwa DPR pernah menggunakan hak angket, yaitu Pansus Pelindo II (disahkan pada Rapur 5 Oktober 2015). Ksimpulan dan rekomendasinya disahkan pada Rapur DPR 17 Desember 2015 serta sudah dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo pada 18 Desember 2015 tetapi rekomendasinya agar Menteri BUMN Rini Sumarno diberhentikan dari jabatannya tidak dilaksanakan oleh Presiden.

CATATAN AKHIR 2018 FUNGSI ANGGARAN DPR “DPR LEMBEK DALAM MELAKSANAKAN FUNGSI ANGGARAN”

Negara demokrasi menghendaki adanya pembagian kekuasaan yang mengimbangi kekuasaan pemerintah, diwujudkan dengan mekanisme checks and balance. Maka dalam rangka mendukung terwujudnya checks and balance antara Pemerintah dan DPR, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 20A memberikan 3 fungsi DPR yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Selanjutnya, Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3 memperkuat DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, yakni DPR berhak memberikan rekomendasi kepada setiap orang melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bangsa dan negara. Setiap orang wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Fungsi anggaran sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (2) Tata Tertib DPR Tahun 2014 yakni, untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Pada prinsipnya kedudukan DPR dan Pemerintah adalah sama kuatnya dalam 32 Lihat http://nasional.kompas.com/read/2018/02/14/12380691/kpk-jawab-surat-dpr-soal-pansus-angket-ini-isinya

43

Page 44: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

pembentukan undang-undang APBN. DPR punya hak untuk menerima maupun menolak rancangan APBN yang diajukan padanya oleh pemerintah. Akan tetapi, sepanjang tahun 2018 kinerja DPR lembek dan tidak berdaya, terhadap pemerintah DPR lebih suka setuju saja.

Sepanjang Masa Sidang III TS 2017-2018 dalam 24 kali rapat anggaran dengan 13 kali RDP dan 11 kali Raker dengan sejumlah kementerian/lembaga pendapat DPR didominasi persetujuan “DPR telah menerima, dapat menyetujui…”. Bahkan terhadap Kementerian Kelautan dengan penyerapan anggaran jauh dari target yakni 66,87% dari APBN Tahun 2017, DPR hanya mampu menyatakan penyesalannya tanpa diikuti rekomendasi yang berarti dan tegas. Sampai dengan dilaporkannya pelaksanaan APBN Semester I Tahun 2018, tidak ada peringatan-peringatan yang disampaikan DPR pada K/L terhadap laporan seperti berikut ini:33

33 file:///E:/CATATAN%20AKHIR%20TAHUN/2018%20lapsem%201.pdf

44

Page 45: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Grafik di atas menunjukkan, bahwa sampai dengan Semester I pelaksanaan APBN 2018, rata-rata daya serap anggaran K/L baru mencapai 34,9%, jauh dari ketentuan PMK yang mensyaratkan penyerapan anggaran minimal 95% untuk K/L nantinya boleh memperoleh kenaikan anggaran. Seharusnya, DPR sudah mulai mengingatkan dengan keras kepada K/L supaya tidak terjadi kompetisi menghabiskan anggaran K/L menjelang akhir tahun dengan berbagai motif seperti seminar, workshop disertai pemberian uang saku maupunsouvenir kepada seluruh peserta dan sebagainya. Anggaran K/L harus dapat dipastikan berguna

45

Page 46: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

sesuai peruntukkannya dan tepat sasaran. Kalua pun akhirnya membuktikan bahwa serapan anggarannya jauh dari 95%, tidak perlu dipaksakan untuk dinaikkan di tahun berikutnya.

Masa Sidang IV TS 2017-2018 juga tidak menghasilkan rekomendasi yang berarti untuk kementerian/lembaga, bahkan rapat kerja dan rapat dengar pendapat sangat sedikit jumlahnya. Pada Masa Sidang ini, DPR sibuk mengusahakan kenaikan anggarannya sebesar 7,7 Triliun, naik 2,2 Triliun dari tahun sebelumnya. Sekali lagi, anggaran untuk pembangunan gedung/penataan komplek DPR menjadi dasar pengajuan kenaikan anggaran meski sudah pernah ditolak di dalam pembahasan RAPBN 2017. Selain itu, OTT yang melibatkan anggota DPR di Masa Sidang ini bisa dibaca sebagai akibat loyalitas DPR memberikan persetujuan pada kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerjanya. Amin Santono yang waktu itu menjadi anggota dari Fraksi Demokrat di Komisi XI bersama dengan pejabat Kemenkeu, kontraktor dan perantara terjerat OTT KPK atas dugaan suap APBN-P 2018. Artinya, ada peluang bekerjasama untuk melakukan korupsi dalam rapat-rapat pembahasan anggaran di komisi-komisi bersama mitra kerja. Peluang-peluang itu bias jadi sengaja diciptakan melalui kompromi dan persetujuan agar proyek-proyek di kementerian/Lembaga segera berjalan mulus tanpa hambatan.

Jumlah rapat membahas anggaran di MS V TS 2017-2018 naik menjadi 53 kali rapat, namun peningkatan jumlah rapat ini belum mampu menuntaskan pembahasan anggaran dengan keseluruhan kementerian/Lembaga. Tercatat hanya ada 60 K/L dari 87 K/L yang melakukan rapat pembahasan dengan DPR. Pun juga di masa sidang ini DPR tidak mampu memberikan rekomendasi apa pun selain menyetujui atau menunda pembahasan. Meskipun BPK sudah menyerahkan IHPS semester I Tahun 2018, tidak ada satu komisi pun yang mengingatkan mitranya mengenai kemungkinan pengenaan sanksi berdasarkan PMK 258 Tahun 2015. Bahkan wacana kenaikan LPP RRI sudah dimulai di masa sidang ini, dimana menurut opini BPK, Lembaga ini memperoleh opini WDP yang berarti, Lembaga ini tidak memenuhi kententuan Pasal 3 ayat (2) untuk memperoleh kenaikan anggaran. Terhadap laporan pelaksanaan APBN 2018 mayoritas fraksi menerima tanpa memberikan catatan. Fraksi PKS adalah satu-satunya yang menerima dan mampu memberikan catatan terhadap laporan tersebut, meskipun tidak ditindaklanjuti lebih tegas dalam rapat-rapat komisi.

Kinerja DPR MS I TS 2018-2019 dengan 96 kali rapat pembahasan anggaran bersama K/L yang akhirnya berhasil mengesahkan RAPBN 2019 menjadi APBN 2019 Pada tanggal 31 Oktober 2018. LPP RRI tentu saja menjadi Lembaga yang lolos dari evaluasi DPR dan menerima kenaikan anggaran di APBN 2019. Parahnya lagi, Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) yang memperoleh predikat TMP juga memperoleh kenaikan anggaran dari 425,7 miliar menjadi 447,4 miliar. Berikut adalah perubahan anggaran kementerian/lembaga yang dapat dihimpun dari lapsing sepanjang MS I TS 2018-2019:

46

Page 47: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

Daftar K/L yang memperoleh kenaikan/penurunan anggaran dari APBN 2018 ke APBN 2019

No Nama K/L Opini BPK34

Jumlah Anggaran dalam APBN (dalam Rp.)

Keterangan

2018 20191 Kementerian

PertahananWDP 114.2

(Triliun)108.4

(Triliun)35Turun

2 Kementerian Kelautan dan

Perikanan

WDP 8,79 (Triliun) 5,48 (Triliun)36

Turun

3 Lembaga Penyiaran Publik RRI

WDP 958,1 (miliar) 994,1 (miliar)37

Naik

4 Badan Pengawas Tenaga Nuklir

(Bapeten)

WDP 175,4 (miliar) 178,7 (miliar)38

Naik

5 Badan Keamanan Laut

TMP 425,7 (miliar) 447,4 (miliar)39

Naik

Dengan memperhatikan data di atas maka dapat dikatakan DPR bersama dengan pemerintah telah melanggar ketentuan PMK 258 Tahun 2015 yang dibentuknya bersama. Menurut PMK No 258 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga diatur hal-hal seperti berikut: 1. Pemberian dan Bentuk Penghargaan: Pasal 3 ayat 2 menyatakan

bahwa Penghargaan diberikan dengan ketentuan capaian kinerja penganggaran kementerian negara/lembaga t.a sebelumnya: a. % penyerapan anggaran paling sedikit 95%; b. % realiasasi capaian output paling sedikit 95%; dan c. laporan keuangan K/L berpredikat wajar tanpa pengecualian (WTP) Pasal 4 menyatakan bahwa Bentuk Penghargaan yang diberikan kepada kementerian negara/lembaga dapat berupa: a. tambahan alokasi anggaran K/L pada t.a berikutnya, dengan memperhatikan kondisi keuangan negara; b. prioritas dalam mendapatkan dana atas inisiatif baru yang diajukan; atau c. prioritas dalam mendapatkan anggaran belanja tambahan apabila kondisi keuangan negara memungkinkan.

2. Pemberian Sanksi dan Bentuknya: 1) Pasal 2 PMK No. 258 Tahun 2015 menyatakan bahwa Kementerian

negara/lembaga yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja pada tahun anggaran (t.a) sebelumnya, dapat dikenakan pemotongan anggaran belanja tersebut pada t.a berikutnya, yang selanjutnya disebut dengan sanksi.

34 Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 201835 http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/data/document/paparan/2018/paparan/paparan%20APB N%202019.pdf 36 Lapsing Raker Komisi IV Bersama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Tanggal 12 September 201837 Lapsing Raker Komisi I Bersama dengan Menkominfo, RRI,TVRI, KPI,KIP, Dewan Pers Tanggal 23 Oktober 201838 Lapsing RDP komisi VII dengan Kementerian Ristekdikti dan Bapeten, Batan Informasi Geospasial dan BPPT …, 23 Oktober 2018.39 Lapsing Raker Komisi I Bersama dengan Lemhanas, Wantannas, dan Bakamla Tanggal 23 Oktober 2018

47

Page 48: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

2) Kriteria Sanksi diatur pada Pasal 5 ayat (1): a. Terdapat Sisa Anggaran Yang Tidak Dapat Dipertanggung jawabkan (SAYTD); dan b. SAYTD lebih besar dari Hasil optimalisasi (Ho) yg belum digunakan pada t.a sebelumnya.

3) Ketentuan Pengenaan Sanksi diatur pada Pasal 5 ayat 2 dan ayat 3, yaitu: Sanksi dikenakan paling banyak sebesar SAYTD, dengan ketentuan: a.tidak boleh menghambat pencapaian target pembangunan; b. tidak boleh menurunkan pelayanan kepada publik; dan c. Memperhatikan arah kebijakan penganggaran pada t.a berjalan.

Ketentuan dalam PMK 258 Tahun 2016 mengenai jumlah minimal serapan anggaran K/L nampaknya sulit direalisasikan. Sebab Laporan Pelakasanaan APBN 2018 edisi November 2018 mencatat bahwa serapan K/L baru mencapai angka 69,19 %40 dari pagu, dengan serapan anggaran tertinggi 88,63% oleh Kemenkumham. Tahun 2017, serapan anggaran K/L hanya mencapai 77,4% terhadap APBN-P 2017. 41Sudah sepatutnya PMK 258 Tahun 2016 ini dievaluasi, agar tetap pada semangat pembentukannya yakni mendorong efesiensi kinerja K/L bukan mendorong pemborosan anggaran K/L.

Peristiwa lain yang juga sangat mengerikan di masa sidang ini adalah ditemukannya rapat pembahasan anggaran yang tertutup. Rapat tertutup ini terlaksana sebanyak 11 kali oleh komisi VIII dengan mitra kerjanya sebagai berikut; Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, serta KPAI, BNPB dan Dewan Pengawas Badan Pelaksana BPKH. Adanya rapat tertutup mengindikasikan bahwa DPR memang tidak punya semangat memberantas korupsi di lingkungan kerjanya. Seperti dalam Masa Sidang III, Masa Sidang V kembali diwarnai dengan kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dari Fraksi Golkar yang pada waktu itu mejabat sebagai wakil ketua Komisi VII. Tetapi toh kasus Eni Saragih tidak mengurungkan niat DPR untuk beternak kebiasaan-kebiasaan yang menciptakan peluang korupsi.

Kegagalan luar biasa DPR dalam menjalankan fungsi anggaran di tahun ini adalah dengan menyetujui penyertaan modal negara (PMN) terhadap PT PLN sebesar Rp 6.500.000.000.000 (Enam Triliun Lima ratus milliar Rupiah). Bukan hanya karena PT PLN tidak memenuhi kriteria PMN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005, tapi karena ada temuan BPK yang amat penting yang diabaikan DPR. BPK dalam IHPS Semester I 2018 menyampaikan bahwa PT PLN telah melakukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berupa penambahan pagu anggaran Subsidi Listrik Tahun 2017 sebesar Rp 5,22 triliun yang tidak sesuai dengan UU APBN-P dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai. Akibatnya, belanja subsidi listrik sebesar Rp 5,22 triliun direalisasikan tanpa penganggaran dalam APBN/APBN-P serta tidak didukung dengan dasar hukum yang jelas dan diragukan keabsahannya. Alasan lain yang seharusnya membuat PT PLN 40 https://www.kemenkeu.go.id/media/11152/apbn-kita-edisi-november-2018_rev.pdf41 https://www.kemenkeu.go.id/media/6785/apbn-kita-edisi-desember-2017.pdf

48

Page 49: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

tidak menerima PMN yaitu kerugian yang terus menerus dialami sepanjang Tahun 2018 sampai kuartal III Tahun 2018, termasuk juga kasus suap PLTU Riau-1. DPR patut bertanggung jawab atas enam triliun lima ratus miliar rupiah uang rakyat jika nanti PT PLN kembali tidak mampu memberikan laba pada negara.

Ketidakberdayaan DPR dalam menjalankan fungsi anggaran juga diperkuat dengan melihat proses perubahan asumsi maksro dari RAPBN menjadi APBN Tahun 2019. DPR sepertinya mau saja diarahkan Pemerintah dengan angka-angka yang diajukan dan diubah, kan DPR akan setuju saja. Memang betul akhirnya DPR setuju saja dengan perubahan beberapa item dalam asumsi makro dalam RAPBN 2019, salah satunya patokan nilai tukar rupiah berubah dari 14.400 menjadi 15.000. Fraksi PKS, dalam tanggapan fraksi di rapat paripurna 31 Oktober 2018 sempat memberikan catatan mengenai perubahan patokan nilai rupiah ini sebagai ketidakmampuan pemerintah dalam meingkatkan persaingan ekonomi di pasar global. Namun penilaian ini tidak ditindaklanjuti lebih serius supaya mampu memberi daya tekan pada pemerintah. Fraksi PPP dalam kesempatan yang sama, juga sempat membaca bahwa pemerintah terlalu optimistis dengan mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% padahal tantangan kenaikan suku bunga masih terlihat jelas. Pembacaan-pembacaan resiko dalam RAPBN 2019 harusnya bisa disuarakan lebih kencang lagi agar pemerintah meningkatkan kehati-hatiannya dalam menyusun RAPBN 2019. DPR sesuai kewenangan yang diamanatkan padanya harus berani berjuang melindungi kepentingan rakyat yang berpotensi terabaikan oleh pemerintah. Tapi sekali lagi, DPR sudah menyetujui agar RAPBN 2019 disahkan menjadi APBN 2019.

Dengan demikian, kinerja DPR dalam melaksanakan fungsi anggaran di Tahun 2018 dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, DPR gagal membaca dan memahami kewenangan luar biasa yang diberikan undang-undang terhadapnya untuk melindungi hak-hak rakyat. Jawaban menyetujui, menerima adalah sikap paling aman yang bisa mereka lakukan. Kedua, DPR gagal menerapkan dan menegakkan sejumlah aturan yang dulu dibentuknya demi menyelamatkan uang rakyat. Peraturan itu antara lain; PMK 258 Tahun 2015, PP 44 Tahun 2005, APBN 2017 serta APBN-P 2017. Ketiga, potensi perbuatan koruptif sengaja dipelihara DPR dalam lingkungannya dengan sikap kompromi dan dengan rapat-rapat tertutup bersama K/L juga dalam kekompakan mengabaikan sejumlah aturan. DPR tidak mau atau belum mampu untuk memaksa pemerintah patuh terhadap aturan-aturan yang mereka ciptakan bersama. Keempat, kewenangan luar biasa yang diamanatkan pada DPR dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3 adalah sia-sia, mental DPR tidak mampu untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut. Kelima, sikap dan sejumlah langkah yang diambil dalam Tahun 2018 ini tidak menunjukkan keberpihakan DPR pada hak-hak rakyat. DPR lebih suka melindungi dan memperkaya lembaganya sendiri (hal itu tampak pada anggaran DPR yang terus naik dari tahun ke tahun, lihat diagram) daripada menyelamatkan masa depan rakyat yang telah menunjuknya untuk bekerja. Semoga catatan-catatan ini tidak lagi diamini oleh DPR untuk meminta pemakluman rakyat. Melainkan menjadi cambuk

49

Page 50: Formappi: Dari Target 50, DPR Cuma Hasilkan 5 …parlemenindonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/RILIS... · Web viewPimpinan DPR merupakan jabatan strategis dalam politik karena

untuk mendorong kesadaran dan perubahan kinerja DPR di masa mendatang.

Diagram Anggaran DPR dari Tahun ke Tahun

Sumber: Nota Keuangan dan APBN 2019 (http://www.kemenkeu.go.id/nota-keuangan-beserta-apbn-ta-2019) , serta Perpres No. 129/2018 lampiran IV (http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-peraturan-jenis-list.asp?jenis=4).

50

2015 2016 2017 2018 2019 -

1,000.0

2,000.0

3,000.0

4,000.0

5,000.0

6,000.0

7,000.0

3,598.0 3,699.1 4,186.2

5,728.3 5,739.3

Anggaran DPR Sejak 2015-2019(Dalam Triliun Rupiah)