BAB IISTUDI KASUS
2.1. Identitas PasienTanggal kunjungan : 18 Maret 2015No. Rekam
medik: 000385xxNama Pasien: Ariq Dwi OktarianUmur : 12 tahunAlamat
: Kubang Putiah Perumahan Pemda Kelurahan Anak Aia kasiang
Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam, Bukittingggi.Status :
BPJSPekerjaan : Pelajar
2.2. Ilustrasi KasusSeorang pasien anak laki-laki berumur 12
tahun melalui IGD masuk ke bangsal anak Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi pada tanggal 18 maret 2015 dengan :Anamnesa 1. Keluhan
UtamaMual dan muntah.2. Riwayat Penyakit SekarangDemam sejak 6 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, terutama malam hari. Sakit
kepala (+), mual (+), muntah (+), Nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK
(+).3. Riwayat Penyakit DahuluTidak pernah menderita penyakit berat
sebelumnya yang menyebabkan masuk rumah sakit, hanya menderita
batuk atau pilek ringan. 4. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada
riwayat penyakit serius.
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Sedang Tingkat kesadaran:
Compos mentis Nadi : 100x/menit Nafas : 20x/menit Suhu : 37,5o C
Berat badan : 25 Kg Mulut: Lidah kotor (+) Thorax: Cor S1-S2
reguler (normal), bisisng paru (-) Abdomen : NTE (nyeri tekan
epigastrum) (-), BU (+) N
Pemeriksaan PenunjangTanggal 18 maret 2015Widal test Salmonella
Typhii H: (+) 1/320 Salmonella Para Typhii AH, BH, CH: (+) 1/80
Salmonella Typhii O: (+) 1/320 Salmonella Para Typhii AO, BO, CO:
(+) 1/160Data PenunjangHasil LaboratoriumNilai Normal
WBC 8000/L4.800-10.800/L
RBC4,05 x 106/L4,7-6,1 x 106/L
HGB11,7 g/dL13-16 g/dL
HCT33,3 %42-52 %
MCV82,2 fL82-92 fL
MCH28,9 pg27-31 pg
MCHC35,1 g/dL32-36 g/dL
PLT306.000/L200.000-400.000
Diagnosa Kerja : Febris hari ke 6 ec demam
tifoid.PenatalaksanaanTindakan yang diterima saat di IGD : IVFD RL
16 gtt/i Paracetamol 3x250 mg Kp Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1
C
Pemberian Obat BersamaNama
obat18/319/320/321/322/323/324/325/326/3
RL 16 gtt/i 18 gtt/i Off habis
Paracetamol 4x375mg Kp188 1218 228 1218 228 1218 228 1218 22
Cefixime 2x125 mg188 188 188 188 188 188 188 188
Antacid 3x1 C188 12188 1218Ganti tablet8 12188 12188 12188 12188
12
Domperidon 3x5 mg8 12 188 12 188 12 188 12 18
Kapsul (ambroksol 12.5 mg + CTM 2 mg) 3x112 188 12 188 12 188 12
188 12 188 12 188 12 188 12
BAB IIIFOLLOW UP3.1. Follow Up1. 18 Maret 2015 (hari
pertama)Pasien masuk IGD dengan keluhan demam sejak 6 hari yang
lalu sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala (+), mual (+), muntah
(+), nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK (+).Diagnosa : Obs febris ec
thypoid Terapi yang diberikan di IGD : IVFD RL 16 gtt/i Paracetamol
3x250 mg Kp Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1 CTerapi yang
diberikan di bangsal anak : IVFD RL 16 gtt/i Jam 19.30 suhu tubuh
40,5o C, paracetamol tablet diganti menjadi 4x375 mg. Cefixime
2x125 mg Antasida syr 3x1 Ca. Sore S : Demam naik turun.O : Demam
(+), suhu tubuh 37,5oCA : Masalah belum teratasiP : Terapi
dilanjutkan.b. MalamS : Demam naik turun, letih.O : Suhu tubuh
40,5o CA : Masalah belum teratasiP : Paracetamol tablet diganti
menjadi 4x375 mg, terapi lain dilanjutkan.
2. 19 maret 2015 (hari kedua)a. Pagi S : Demam naik turun, badan
letih, mual, muntah, nafsu makan menurun, batuk, pilek, perut
sakit, NTE (+).O : Suhu tubuh 37,5oC, , Tes Widal : Salmonell
Typhii 1/320.A : Demam Tifoid + Gastritis. Masalah belum teratasiP
: Tes RL, terapi ditambah ambroksol + CTM. IVFD RL 16 gtt/i
Paracetamol tablet 4x375 mg. Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1 C
Domperidon 3x5 mg Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1b. Sore S
: Demam naik turun, badan letih, mual, muntah, batuk.O: Demam (+),
suhu tubuh 39,9oC, Tes rumpelit: (-)A : Masalah belum teratasi.P :
Terapi dilanjutkan.c. Malam S : Demam, badan letih, mual, muntah,
batuk.O : Demam (+), suhu tubuh 39oCA : Masalah belum teratasiP :
Terapi dilanjutkan
3. 20 maret 2015 (hari ketiga)a. Pagi S : Demam naik turun,
mual, batuk.O : Demam (+), suhu tubuh 38,5o C, A : Masalah belum
teratasiP : Terapi lanjut, tes RL.b. Sore S : Demam naik turun,
mual, batuk.O : Demam (-), suhu tubuh 36,9oC.A : Masalah belum
teratasiP : Terapi dilanjutkan.c. Malam S : Demam naik turun, mual,
batuk.O : Demam (-), suhu tubuh 36oCA : Masalah belum teratasi.P :
Terapi dilanjutkan.
4. 21 maret 2015 (hari keempat)a. Pagi S : Demam naik turun,
mual, batukO : Demam (+), suhu tubuh 39oC.A : Masalah belum
teratasi.P : Terapi dilanjutkan, antacid syrup diganti tablet 3x
tablet.Terapi yang diberikan : IVFD RL 16 gtt/i Paracetamol tablet
4x375 mg. Cefixime 2x125 mg Antasida tablet 3x tablet Domperidon
3x5 mg Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1b. Sore S : Demam
naik turun, mual, batukO : Demam (+), suhu tubuh 38,4oC.A : Masalah
belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.
c. Malam S : Demam naik turun, mual, batukO : Demam (-), suhu
tubuh 36,7oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.
5. 22 maret 2015 (hari kelima)a. Pagi S : Demam naik turun,
batuk sudah mulai berkurang, sedikit mual.O : Demam (-), suhu tubuh
36,5oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.b. Sore S
: Demam naik turun, masih sedikit mual, batuk sudah mulai
berkurang.O : Demam (-), suhu tubuh 36oC.A : Masalah belum
teratasi.P : Terapi dilanjutkan, infus ditambah menjadi 18
tts/menit. c. Malam S : Demam naik turun, batukO : Demam (+), suhu
tubuh 37,5oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.
6. 23 maret 2015 (hari keenam)a. Pagi S : Demam naik turun,
badan bintik-bintik merah, O : Demam (-), suhu tubuh 37,5oC,
patekie (+), rash (+), tekanan darah 110/70 mmHgA : Masalah belum
teratasi.P : Domperidon dan paracetamol dihentikan, terapi lain
dilanjutkan, cek darah lengkap per 6 jam.Terapi yang diberikan :
IVFD RL 16 gtt/i Cefixime 2x125 mg Antasida tablet 3x tablet Kapsul
ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1Hasil laboratorium jam 08.17 :
Trombosit : 27.000/L Leukosit : 13.900/L Hemoglobin : 13,6 g/dL
Hematokrit : 38,9%Diagnosa : observasi DBD derajad IIb. Sore S :
Demam (-), badan bintik-bintik merah.O : Patekie (+)A : Masalah
belum teratasi.P : Transfusi trombosit 5 kantong, terapi
dilanjutkan.Hasil laboratorium jam 14:12 : Trombosit : 36.000/L
Leukosit : 14.600/L Hemoglobin : 13,3 g/dL Hematokrit : 37,9%c.
Malam S : Demam (-), badan bintik-bintik merah.O : Patekie (+)A :
Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.
Hasil laboratorium jam 22:26: Trombosit : 48.000/L Leukosit :
16.670/L RBC: 4,06 x 106 /L Hemoglobin : 11,6 g/dL Hematokrit :
32,3 %
d. 24 maret 2015 (hari ketujuh)a. Pagi S : Badan bintik-bintik
merah, lelah, KU = sedang, demam (-)O : Rash (+), tekanan darah
90/70 mmHg.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, cek
darah setiap 6 jam.Hasil laboratorium jam 07.20 : Trombosit :
32.000/L Leukosit : 17.320/L RBC: 4,02 x 106 /L Hemoglobin : 12,2
g/dL Hematokrit : 33,4 %b. Sore S : Badan bintik-bintik merah,
lelah, demam (-)O : Rash (+)A : Masalah belum teratasi.P : Infus
Off, terapi lain dilanjutkan, cek darah per 6 jam.Terapi yang
diberikan : Cefixime 2x125 mg Antasida tablet 3x tablet Kapsul
ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1
Hasil laboratorium 17.57: Trombosit : 47.000/L Leukosit :
21.910/L RBC: 3,99 x 106 /L Hemoglobin : 11,5 g/dL Hematokrit :
32,1 %c. Malam S : Badan bintik-bintik merah, lelah.O : Rash (+)A :
Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.
e. 25 maret 2015 (hari kedelapan)a. Pagi S : Badan bintik-bintik
merah, lelah.O : Rash (+), tekanan darah 110/70 mmHg.A : Masalah
belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, cek darah setiap 2 jam. Jika
trombosit naik atau >100.000/L, infus tidak perlu dipasang lagi.
Hasil laboratorium jam 04.08 : Trombosit : 63.000/L Leukosit :
20.980/L RBC: 3,99 x 106 /L Hemoglobin : 11,4 g/dL Hematokrit :
31,9 %Hasil laboratorium jam 07.44 : Trombosit : 80.000/L Leukosit
: 18.500/L RBC: 4,10 x 106 /L Hemoglobin : 12 g/dL Hematokrit :
33,6 %b. Sore S : Badan bintik-bintik merah, lelah.O : Rash (+).A :
Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan. Hasil laboratorium
jam 18.23 : Trombosit : 111.000/L Leukosit : 16.890/L RBC: 4,07 x
106 /L Hemoglobin : 11,6 g/dL Hematokrit : 32,8 %c. Malam S : Badan
bintik-bintik merah.O : Rash (+).A : Masalah belum teratasi.P :
Terapi dilanjutkan, cek darah lengkap terakhir.
f. 26 maret 2015 (hari kesembilan)a. Pagi S : Badan
bintik-bintik merah, KU = sedang, demam (-).O : Rash (+), tekanan
darah 110/80 mmHgA : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.
Jika hasil trombosit pagi ini naik atau normal, pasien sudah
diperbolehkan pulang. Hari senin control ke poli anak.Hasil
laboratorium jam 07.53 : Trombosit : 156.000/L Leukosit : 11.280/L
RBC: 3,91 x 106 /L Hemoglobin : 11,6 g/dL Hematokrit : 32,7 %Dari
hasil laboratorium, trombosit pasien naik, sehingga pasien
diperbolehkan pulang.Obat yang diberikan ketika pulang : Cefixime
2x125 mg Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1
BAB IVDISKUSI
Pasien Aq, umur 11 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi pada tanggal 18 Maret 2015. Pasien masuk ruangan anak
jam 18.00 WIB melalui IGD, dengan keluhan demam sejak 6 hari yang
lalu sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala (+), mual (+), muntah
(+), nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK (+). Pasien ini didiagnosa
demam thypoid, gastritis , obs DBD derajat II. Pada pemeriksaan
lidah pasien, ditemukan bahwa lidah pasien berwarna putih, hal ini
menguatkan diagnosa bahwa pasien menderita tifoid, karena ciri khas
dari demam tifoid adalah lidah berwarna putih yang disebabkan oleh
bakteri salmonella tersebut. Hasil tes laboratorium menunjukkan tes
widalnya S. typhii H, O (+ 1/320), trombosit 306.000/L dan leukosit
8000/L. Tujuan dari penanganan demam tifoid disini adalah mencegah,
membunuh, menghambat perkembangan bakteri salmonella thypii, serta
diharapkannya kesembuhan dari pasien ini.Pada saat masuk IGD pasien
mendapatkan terapi cairan elektrolit IVFD RL 16 tts/menit untuk
memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit dan memperbaiki kondisi
umum pasien. Menurut Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (IDAI
2008), drug of choice untuk demam tifoid adalah kloramfenikol
50-100 mg/kg BB/hari. Namun pada pasien ini, terapi yang diberikan
adalah antibiotik cefixime 2x125 mg. Cefixime merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi ketiga oral, mempunyai aktifitas
antimikroba terhadap kuman gram positif maupun negatif termasuk
Enterobacteriacea. Pada pemberian secara oral, hampir 50% segera
mencapai konsentrasi bakterisidal dan menembus jaringan dengan
baik. Cefixime mempunyai efikasi dan toleransi yang baik untuk
pengobatan demam tifoid anak (4). Dosis cefixime untuk anak yaitu
10-15 mg/Kg BB/hari (2). Dosis untuk anak dengan BB 25 Kg adalah
250-375 mg/hari, sehingga dosis yang diberikan ke pasien sudah
tepat. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Mual dan muntah yang
tidak terkontrol dapat mempengaruhi terapi pada pasien secara
keseluruhan dan mempengaruhi respon terapi. Selain itu mual muntah
yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit. Untuk itu perlu terapi untuk
mengatasi mual dan muntahnya. Terapi yang diberikan adalah
domperidon 3x5mg. Dari perhitungan dosis yang ditelah dilakukan,
dosis yang diterima sudah tepat dan masuk dalam range dosis terapi
yaitu 3 x 5 mg/hari. Pada hari keenam perawatan, pasien sudah tidak
merasa mual dan muntah lagi sehingga domperidon dihentikan. Selain
itu pasien juga mendapatkan terapi Antasida syr 3 x 1 sendok makan
sejak masuk rumah sakit sampai hari perawatan ke-tiga (18-20 maret)
untuk mencegah peningkatan asam lambung dan mengurangi efek mual.
Dan pada hari perawatan ke-empat (tanggal 21 maret), antasid syr
diganti dengan sedaian tablet dengan dosis 3 x tablet sampai hari
perawatan ke-sembilan (26 maret).Untuk penanganan demamnya, pasien
diberikan paracetamol 3x250 mg bila panas saja. Namun pada pukul
19.30 suhu badan naik menjadi 40,5C, sehingga dosis parecetamol
ditingkatkan menjadi 4x375 mg. Untuk pasien ini dengan berat badan
25 kg, penggunaan paracetamol sudah tepat karena dosis paracetamol
untuk anak adalah 10-15 mg /Kg BB/kali (2). Pada hari keenam
perawatan, paracetamol dihentikan karena pasien sudah tidak demam.
Untuk mengobati batuk, pasien diberi kapsul ambroksol 12,5 mg dan
CTM 2 mg 3 kali sehari. Ambroksol bekerja sebagai mukolitik yaitu
mengencerkan dahak, sedangkan CTM bekerja dengan mengentalkan
dahak. Sehingga terdapat DRP dari kombinasi obat ini. Pada hari
keenam perawatan, trombosit pasien turun menjadi 27.000/L disertai
dengan demam, dan adanya bintik merah pada badan pasien. Dari
pemeriksaan tersebut pasien didiagnosa DBD. Tujuan dari penanganan
DBD derajat II adalah mengatasi kehilangan cairan plasma akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan pendarahan. Menurut Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis (IDAI, 2008), pasien DBD derajad II
tanpa peningkatan hematokrid, jika pasien masih bisa minum, cukup
diberi minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sensok makan tiap 5
menit. Dan untuk pasien yang tidak bisa minum dan muntah terus
menerus serta trombosit turun, maka diberi infuse RL 6-7 mL/Kg
BB/jam. Pada kasus ini, pasien masih bisa minum tapi diberi infus
RL 18 tetes/menit dan dosis infus seharusnya yang diberikan adalah
30,5 tetes/menit. Hal ini karena sulitnya mengontrol dan memastikan
bahwa pasien meminum air putih sesuai yang dianjurkan dan tetesan
infus yang kurang dapat dipenuhi dengan minum air putih karena
pasien masih bisa minum. Pada pasien DBD, Infus RL diberikan untuk
menjaga agar volume cairan di dalam pembuluh darah tetap terjaga
dengan baik agar terhindar dari hipovolemia yang dapat menyebabkan
syok. Setelah didiagnosa DBD II, dilakukan uji darah lengkap setiap
6 jam dan pemberian transfusi trombosit sebanyak 5 kantong.
Transfusi trombosit diberikan jika terjadi perdarahan spontan dan
masif (banyak). Di singapura indikasi untuk transfusi trombosit
adalah jika trombositnya < 10.000/L pada pasien yang stabil,
< 20.000/L dengan perdarahan minor dan 50.000/L dengan
perdarahan yang signifikan. Indikasi pasti dan pada situasi apa
transfusi trombosit ini diberikan masih bervariasi. Belum ada
panduan yang jelas tentang transfusi trombosit. Keputusan pemberian
transfusi trombosit selama ini masih tergantung dari pengalaman
para klinis dan ketersediaan komponen trombosit. Banyak dokter
memberikan tansfusi demi menghindari kepanikan, bukan berdasarkan
standar pelayanan medis (5) .Pada hari kedelapan perawatan, infus
dilepas pada pagi hari. Jika hasil laboratorium menunjukkan nilai
trombosit >100.000/L, maka infus tidak perlu dipasang lagi. Tapi
jika hasil laboratorium menunjukkan nilai trombosit 16500-1000
12-16480-750
10-12480-500
8-10360-375
6-8240-250
4-6240
2-4180
6-24 bulan120
3-6 bulan60
2-3 bulan setelah imunisasi60
Mekanisme Kerja: Bekerja langsung pada pusat pengaturan panas di
hipotalamus dan menghambat sintesa prostaglandin di sistem saraf
pusat.Efek Samping: Ruam, pembengkakan, kesulitan bernapas, gejala
alergi, tekanan darah rendah atau hipotensi, trombosit dan sel
darah putih menurun, kerusakan pada hati dan ginjal ketika
mengalami overdosis.Interaksi: Pada dosis tunggal dapat memperkuat
anti koagulansia.Farmakologi: Antipiretik (penurun demam), selain
itu parasetamol tergolong analgetik perifer sehingga parasetamol
dapat digunakan sebagai penghilang rasa nyeri.efek analgetiknya
diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan codein. Obat ini
tidak memiliki aktifitas sebagi antiinflamasi (antiradang) dan
tidak menyebabkan gangguan saluran cerna.Farmakodinamik: Efek
analgetik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, keduanya menurunkan
suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Efek antiinflamasi sangat lemah, oleh
karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang
lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat
pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan
keseimbangan asam basa.Farmakokinetika: Parasetamol diabsorbsi
cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi
dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara
1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25
% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh
enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugsi dengan
asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.
Selain itu obat juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil
hidroksilasi ini dapat menimbulkan hemoglobinemia dan hemolisis
eritrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal, sebagian kecil
sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjungasi.
2. CEFIXIMEIndikasi : Infeksi bakteri gram positif dan gram
negatifKontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap sefalosforin
porfiliaEfek Samping: Diare dan kolitis yang disebabkan oleh
antibiotik (keduanya karena penggunaan dosis tinggi) mual dan
muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi
alergi berupa ruam. Dosis: Dewasa dan anak-anak di atas 10 tahun
200 - 400 mg/hari sebagai dosis tunggal atau di bagi dua dosis.
Bayi di atas 6 bulan 8 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal atau di
bagi dua dosis. Bayi 6 bulan - 1 tahun 75 mg/hari. Anak 1 - 4 tahun
100mg/hari, anak 5 - 10 tahun 200 mg/hari.Farmakologi: Obat ini
stabil terhadap berbagai jenis betalatamase dan mempunyai spektrum
antibakteri menyerupai spektrum sefotaksim. cefiksim tidak aktif
terhadap S.aureus, enterokokus, pneumokokus yang resisten terhadap
penisilin, pseudomonas, L monocytogenes, acinetobakter dan B
fragllis. Cefiksim digunakan untuk terapi otitis media akut,
infeksi saluran kemih oleh kuman yang sensitif, dan
gonore.Farmakokinetika: Absorbsi cefiksim secara oral berjalan
lambat dan tidak lengkap, biovaibilitas absolut sekitar 40%-50%.
Dalam bentuk suspensi obat ini diserap lebih baik daripada bentuk
tablet. Kadar tinggi terdapat pada empedu dan urine. Cefiksim
dieksresi terutama diginjal, obat ini tidak di metabolisme, waktu
paruh eliminasi dalam serum antara 3-4 jam.Farmakodinamik:
Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis dinding sel. Cefixime
memiliki afinitas tinggi terhadap penicillin-binding-protein 1 (1a,
1b, dan 1c) dan 3, dengan tempat aktivitas yang bervariasi
tergantung jenis organismenya. Cefixim stabil terhadap -laktamase
yang dihasilkan oleh beberapa organisme, dan mempunyai aktifitas
yang baik terhadap organism penghasil -laktamase.
3. DOMPERIDONIndikasi: Untuk pengobatan dyspepsia fungsional,
mual dan muntah akutEfek Samping: Peningkatan prolaktin serum
sehingga menyebabkan galakthorrea dan ginekomastia, mulut kering,
sakit kepala, diare, rasa cemas dan gatal.Dosis: Dewasa 10-20 mg 3x
sehari jika perlu, 10-20 mg sekali sebelum tidur malam tegantung
respon klinik, pengobatan jangan melebihi 12 minggu.Kontra
Indikasi: Penderita hipersensitif terhadap domperidon. Penderita
dengan prolaktinomia tumor hipofise yang mengeluarkan
prolaktin.Interaksi: Domperidon mengurangi efek hipoprolaktenimia
dari bromokriptin. Pemberian obat anti kolonergik muskarinik dengan
analgetik opioid secara bersamaan dapat mengantagonisir efek
domperidon. Pemberian antasida secara bersamaan dapat menurunkan
biovaibilitas domperidon.Farmakologi: Domperidon merupakan
antagonis dopamin yang mempunyai kerja antiemetik. Efek antiemetik
dapat disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastropropinetik)
dengan antagonis terhadap reseptor dopamin di kemoreseptor trigger
zone yang terletak di luar saluran otak di area post trema.
Pemberian domperidon menambahkan lamannya kontraksi antral dan
duodenum, meningkatkan pengosongan lambung dalam bentuk cairan dan
setengah padat pada orang sehat, serta bentuk padat pada penderita
yang pengosongan lambungnya terhambat, dan menambah tekanan pada
sfringter esofagus bagian bawah pada orang sehat.Farmakokinetika :
Bioavailabilitas per oral 13-17 %, rendahnya bioavailabilitas
sistemik ini disebabkan oleh metabolisme lintas pertama di hati dan
metabolisme pada dinding usus. Pengaruh metabolisme pada dinding
usus jelas terlihat pada adanya peningkatan bioavailabilitas dari
13 % ke 23 % jika donperidon tablet diberikan 90 menit sebelum
makan dibandingkan jika diberikan dalam keadaan perut kosong.
Konsentrasi puncak dicapai dalam waktu 30-110 menit. Waktu untuk
mencapai konsentrasi puncak lebih lama jika obat diminum sesudah
makan. 91-93 % terikat pada protein plasma, volume distribusi 5,71
L/kg. Metabolisme terutama dihati. Waktu paroh eliminasi 7-9 jam.
Sekitar 30% dari dosis oral dieksresi lewat urine dalam waktu 24
jam. Hampir seluruhnya di eksresi sebagai metabolit. Sisanya
dieksresi dalam feses dalam beberapa hari, sekitar 10% sebagai
bentuk yang tidak berubah. Farmakodinamika: Domperidon memperlama
kontraksi antro-duodenal, mempercepat pengosongan lambung dan
meningkatkan tekanan springter esophagus bagian bawah. Donperidon
tidak memberikan efek pada sekresi lambung. 4. AMBROKSOL
HCLIndikasi: Sebagai sekretolitik pada gangguan pada penyakit
saluran pernapasan akut dan kronik yang disertai dengan sekresi
brongkus yang abnormal, terutama pada bronkitis kronik eksaserbasi,
asthamic bronchitis dan bronnchial ashma.Dosis: Ambroksol tablet :
dewasa dan anak di atas 12 tahun 1 tablet 2-3 kali sehari, anak
6-12 tahun : tablet 2-3 kali sehari. Ambroksol sirup : 1 sendok
takar (5 ml) 2-3 kali sehari, Anak 6-12 tahun = 2,5 ml ( sendok
takar ) 3 kali sehari. Di bawah 2 tahun = 2,5 ml ( sendok takar ) 2
kali sehari.Farmakokinetika: Cepat diabsorbsi setelah pemberian per
oral, bioavaibilitas oral kira-kira 70-80%. Waktu paruh distribusi
1-3 jam. Di metabolisme dalam bentuk metabolit dibromoantranilic
acid. Di ekskresi melalui ginjal, 5-6% diekresikan melalui urin
dalam bentuk tidak berubah.Farmakodinamika: Mekanisme kerja obat
ambroksol adalah dengan menstimulasi sel serous dari tonsil pada
mucus membrane saluran bronkus, sehingga meningkatkan sekresi mucus
didalamnya dan merubah kekentalan komponen serous dan mucus dari
sputum menjadi lebih encer dengan menurunkan viskositasnya.Efek
Samping: Gangguan ringan saluran pencernaan, reaksi alergi. Reaksi
intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan tetapi
jarang.Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap ambroksolInteraksi
Obat:Pemberian bersamaan dengan antibiotik (amoksisilin,cefuroxime,
eritromisin, doksisiklin) menyebabkan peningkatan penerimaan
antibiotik ke dalam jaringan paru-paru.
5. ANTASIDAIndikasi: Pengobatan hiperasiditas, hiperfosfatemia,
pengobatan jangka pendek konstipasi dan gejalagejala hiperasiditas,
terapi penggantian magnesium. Magnesium hidroksida juga digunakan
sebagai bahan tambahan makanan dan suplemen magnesium pada kondisi
defisiensi magnesium.Dosis: Dewasa oral 600 1200 mg antara waktu
makan dan sebelum tidur. Hiperfosfatemia: anak 50-150 mg/kgBB/24
jam dalam dosis terbagi tiap 4-6. Kontra Indikasi : Hipersensivitas
terhadap garam almunium atau bahan-bahan lain dalam formulasi.Efek
Samping: Sakit kepala, pusing, mual, diare, sakit otot dan sendi,
konstipasi.
Farmakokinetika :Farmakodinamika:Farmakologi:
6. CTMIndikasi : Rhenitis alergi, mengurangi gejala-gejala
alergi misalnya rhinorrhea, bersin, iritasi atau gatal-gatal,
lakrimasi, merah yang disebabkan oleh pelepasan histamine. Kontra
Indikasi : Dapat memperburuk asma bronchial, retensi urin, glaukoma
Efek Samping : Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif atau
rasa kantuk, gangguan saluran cerna, mulut kering, dan kesukaran
miksi.Dosis : Dewasa 3-4 kali sehari 0,5 1 tablet, anak-anak 6-12
tahun 0,5 dosis dewasa, anak-anak 1-6 tahun 0,25 dosis
dewasa.Farmakokinetika: Diserap dengan baik setelah pemberian oral,
tetapi hanya 25-45% untuk tablet konvensional atau 35-60% untuk
larutan dari dosis tunggal yang mencapai sirkulasi sistemik sebagai
obat tidak berubah. Konsentrasi plasma puncak umumnya terjadi dalam
waktu 2-6 jam setelah pemberian tablet oral konvensional atau
larutan oral. Efek antihistamin dapat bertahan selama 24 jam.
Ikatan protein plasma sekitar 69-72 %. Dieksresikan melalui
urinFarmakodinamik: Mekanisme kerja CTM adalah sebagai antagonis
reseptor H1. CTM akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu CTM dapat
merangsang maupun menghambat susunan syaraf pusat.
Lampiran 2. Analisa Potensi DRPNOJENIS PERMASALAHANANALISA
MASALAHCheck list
1.Terapi obat yang tidak diperlukanTerdapat terapi tanpa
indikasi medisTidak ada permasalahan
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukanTidak
ada permasalahan
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non farmakologiTidak
ada permasalahan
Terdapat duplikasi terapiTidak ada permasalahan
Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping yg seharusnya
dapat dicegahTidak ada permasalahan
Komentar/ Rekomendasi
2.Kesalahan obatBentuk sediaan tidak tepatTidak ada
permasalahan
Terdapat kontra indikasiTidak ada permasalahan
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obatTidak ada
permasalahan
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasienTidak ada
permasalahan
Terdapat obat lain yang lebih efektifTidak ada permasalahan
Komentar/ Rekomendasi
3.Dosis tidak tepatDosis terlalu rendahAda permasalahan
Dosis terlalu tinggiTidak ada permasalahan
Frekuensi penggunaan tidak tepatTidak Ada permasalahan
Durasi penggunaan tidak tepatTidak ada permasalahan
Penyimpanan tidak tepatTidak ada permasalahan
Administrasi obat tidak tepatTidak ada permasalahan
Terdapat interaksi obatTidak ada permasalahan
Komentar/ Rekomendasi
Menurut buku ajar infeksi dan peiatri tropis (IDAI 2008),
kebutuhan cairan untuk BB >18 kg, jumlah cairan yang dibutuhkan
yaitu 88 ml/kgBB/hari. Sehingga dosis infus yang seharusnya
diberikan yaitu 30,5 tetes/menit. Namun pada pasien ini hanya
mendapatkan 18 tetes/menit
4.Reaksi yang tidak diinginkanObat tidak aman untuk pasienTidak
ada permasalahan
Terjadi reaksi alergiTidak ada permasalahan
Terjadi interaksi obatTidak ada permasalahan
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepatTidak ada
permasalahan
Muncul efek yang tidak diinginkanTidak ada permasalahan
Administrasi obat tidak tepatTidak ada permasalahan
Komentar/ Rekomendasi
5.Ketidaksesuaian kepatuhan pasienObat tidak tersediaTidak ada
permasalahan
Pasien tidak mampu menyediakan obatTidak ada permasalahan
Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obatTidak ada
permasalahan
Pasien tidak mengerti instruksi penggunaan obatTidak ada
permasalahan
Pasien tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan
obatTidak ada permasalahan
Komentar/ Rekomendasi
6.Pasien membutuhkan terapi tambahanTerdapat kondisi yang tidak
diterapiTidak ada pemasalahan
Pasien membutuhkan obat lain yang sinergisTidak ada
permasalahan
Pasien membutuhkan terapi profilaksisTidak ada permasalahan
Komentar/ Rekomendasi
17