Page 1
Laporan Sistem Blok Komunitas III
Program Pemberantasan dan Penanggulangan
Flu Burung
Di susun Oleh : Abdu Rahim KamilAldes SagitaBadrina AlfiDwi RahmawatiEdengHeri KiswantoJamiaturidhaNety KurniaNovina IndrianingrumRahayu NingtyasaputriRiry FarissaSri NurbaetiUlfah Dzakkiyah
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan KesehatanUniversitas Muhammadyah Jakarta
Page 2
201/2013KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin tiada kata yang paling indah dan paling bermakna,
kecuali Puji dan syukur kami kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya yang
telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan kelompok di
Blok Sistem Komunitas III tentang “Program Pemberantasan dan Penanggulangan Flu
Burung” .
Rasa terimakasih juga tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
bersedia membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Terutama kepada Bapak Syamsul
Anwar,Mkep,Sp.Kom sebagai Kordinator Blok Sistem Komunitas III yang telah
membimbing kami dengan sepenuh hati, kepada Orang tua kami yang selalu memberikan
dukungan moril kepada kami, dan kepada teman-teman yang dengan ikhlas memberi support
kepada kami.
Kami menyadari dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah kami butuhkan untuk memperbaiki
kesalahan kami di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat membantu pembaca untuk menambah pengetahuan tentang
“Program Pemberantasan dan Penanggulangan Flu Burung”.
Jakarta, 16 November 2012
Penyusun
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit flu burung atau Avian Influenza disebabkan oleh virus Influenza A dari
family Orthomyxoviridae. Virus dibagi dalam subtipe berdasarkan antigen permukaan
Haemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) yang dimilikinya. Saat ini, 15 jenis HA telah
dikenali, mulai H1 sampai H15 dan 9 jenis NA, mulai N1 sampai N9. Di antara 15 subtipe
HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas pada unggas. Penyakit flu burung mulai merebak
di Indonesia untuk pertama kalinya pada ayam tahun 2003. Departemen Pertanian (Deptan)
secara resmi menginformasikan adanya penyakit flu burung pada bulan januari 2004 dan
menyatakan penyakit disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1. Serangan flu burubg
mencapai puncaknya pada kuartal pertama tahun 2004. Setelah itu, serangan virus mematikan
tampaknya mereda dan pada tahun 2005 kembali mewabah. Virus tidak hanya menyerang
ayam, tetapi juga babi, kalkun, dan manusia. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, Deptan
menetapkan bahwa virus Avian Influenza yang menyerang tidak mengalamin perubahan ,
yaitu subtipe H5N1.
Penyakit flu burung umumnya menyerang unggas muda serta dapat menimbulkan
gejala yang ringan sampai berat dan fatal, yaitu menimbulkan kematian. Namun, kadang-
kadang unggas yang terserang penyakit, terutama unggas liar seperti itik dan burung liar,
tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi dapat menyebarkan pada hewan lain maupun
manusia. Gejala klinis yang terjadi adalah kerontokan bulu, penurunan produksi telur,
pembngkakan di daerah kepala, kelemahan, dan gangguan respirasi. Gejala penyakit flu
burung pada manusia mirip dengan influenza yang biasa terjadi pada manusia, antara lain
seseorang akan mengalami infeksi pada manusia, antara lain seseorang akan mengalami
infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan gejala demam 38oC atau lebih, batuk, pilek,
sakit tenggorokan, badan lemas, pegal linu, nyeri otot, pusing, peradangan selaput mata (mata
memerah), serta kadang-kadang disertai mencret dan muntah. Keadaan ini bisa berlanjut
menjadi gejala sesak nafas yang jarang terjadi pada seseorang dengan flu manusia biasa.
Dugaan penyakit flu burung dapat mengarah pada yang bersangkutan apabila dalam
seminggu terakhir ia mengunjungi peternakan yang sedang terjangkit penyakit flu burung,
Page 4
kontak dengan unggas yang dicurigai menderita flu burung, maupun bekerja pada suatu
laboraturium yang sedang memproses spesimen (sampel) manusia atau hewan yang dicurigai
menderita flu burung.
2. Tujuan Penulisan
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentan
Program Pemberantasan dan Penanggulangan Flu Burung, yaitu :
a. Mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian Flu Burung
b. Mahasiswa dapat menjelaskan Penyebab Flu Burung
c. Mahasiswa mampu menjelaskan Cara Penyebaran dan Penularan Flu Burung
d. Mahasiswa mampu menjelaskan Gejala Klinik Flu Burung
e. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengobatan dan Perawatan pada untuk penderita Flu
Burung
f. Mahasiswa mampu menjelaskan Cara Pencegahan Virus Flu Burung
g. Mahasiswa mampu menjelaskan Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Wabah Flu
Burung
Page 5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu atau avian influenza) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas, dalam hal ini
ayam, bebek, burung angsa, kalkun, atau unggas sejenis.
Sebenarnya penyakit flu burung adalah penyakit pada hewan (zoonosis). Akan tetapi,
dalam perkembangannya virus penyebab penyakit mengalami perubahan pada struktur
genetisnya (mutasi) yang mengakibatkan virus ini dapat ditularkan kepada manusia. Flu
burung dapat menyerang seluruh bangsa atau benua dan menimbulkan pandemi dalam waktu
2-3 tahun.
Pada unggas ternak atau piaraan, infeksi oleh virus flu burung menyebabkan
timbulnya dua bentuk penyakit, yaitu bentuk yang berpatogenisitas rendah atau “kurang
ganas” (low pathogenic) dan bentuk yang sangat patogen / “ganas” (high pathogenic). Bentuk
penyakit yang berpatogenisitas rendah atau “kurang ganas” dan tidak mematikan sering
disebut dengan Low Pathogenic Avian Influenza Viruses / LPAIV, yang hanya menyebabkan
gejala ringan dan biasanya tidak terdeteksi. Penyakit ini ditularkan dari unggas pembawa
virus virus flu burung ke unggas ternak yang rentan. Sementara itu, bentuk yang “ sangat
ganas/mematikan” dikenal dengan Highly Pathogenic Avian Influenza Viruses / HPAIV
menimbulkan gejala yang sangat hebat, mudah menular dan menyebabkan penyakit pada
organ-organ tubuh unggas. Tingkat kematian mencapai 100 % hanya dalam kurun waktu 48
jam (pada unggas). Contoh virus yang termasuk dalam HPAIV adalah H5N1.
2. Penyebab
Virus merupakan influenza tergolong family orthomyxoviridae. Virus terdiri dari atas
3 tipe antigenic yang berbeda ,yaitu A,B,dan C. virus influenza A terdapat pada unggas ,
manusia ,babi, kuda, dan kadang –kadang mamalia yang lain, minsalnya cerpelai , anjing
laut, dan ikan paus. Namun , sebenarnya horpes alaminya adalah unggas liar. Sebaiknya ,
virus influenza B dan C hanya ditemukan pada manusia . penyakit flu burung yang disebut
pula Avian Influenza disebabkan oleh virus influenza A . virus ini merupakan virus RNA dan
mempunyai aktivitas haemaglutinin (HA), dan Neuramminidase (NA). pembagian subtype
Page 6
virus berdasarkan permukaan antigen , permukaan Haemaglutinin (HA ), dan Neuraminidase
(NA ) yang dimilikinya.saat ini, 15 jenis HA telah di kenali , mulai H1 sampai H15 jenis HA
telah dikenali, mulai H1 sampai H15 dan N9. Diantara 15 subtipe HA, hanya H5 dan H7
yang bersifat ganas pada unggas.
Variasi antigenic virus influenza sering ditemukan sering ditemukan melalui drift dan
Shift antigenic. Drift antigenic terjadi kerana adanya perubahan struktur antigenic yang
bersifat minor pada permukaan antigen H dan atau N , sedangan Shift antigenic terjadi karena
adanya perubahan yang bersifat dominan pada struktur antigenic . pengaturan kembali
struktur genetic virus pada unggas dan manusia diperkirakan merupakan suatu penyebab
timbulnya strain baru virus pada manusia yang bersifat pandemic (meluas berbagai Negara).
Dalam hal ini ,virus pada unggas dapat berperan pada perubahan struktur genetic virus
influenza pada manusia dengan menyumbangkan gen pada virus galur manusia.
Penyebab flu burung pada unggas yang sangat ganas dan menular kemanusia pada
wabah akhir akhir ini dinyatakan virus influenza A subtype H5N1, sama seperti yang
ditemukan pada ayam dan manusia pada wabah flu burung di hongkong tahun 1997. Sebelum
terjadinya flu burung dihongkong , dinegara lain pernah pula ditemukan kejadian flu burung.
Table kejadian flu burung di dunia
no Nama atau Negara Tahun Penyebab
1 Spanish Flu 1918-1919 Influenza A H1N1
2 Amerika serikat 1983dan 1986 Influenza A H5N2
3 Asean flu 1957 -1958 Influenza H2N2
4 Hongkong Flu 1968- 1969 Influenza A H3N2
5 Indonesia 1982 Influenza A H4 NN2
6 Hongkong 1998 Influenza A H9N1
7 hongkong 2003 Influenza A H5N1
8 Vietnam 2004 Influenza A H5N1
9 Tailand 2004 Influenza A H5N1
Meskipun diberi nama flu burung (avian Influenza), namun penyakit tidak
hanya menyerang burung mau pun unggas saja .flu burung dapat menyeranga.
Berbagai penyakit unggas termasuk berbagai jenis ayam:brung laut ; burung laut ;
kalkun ; burung burung liar seperti pelican, merak, wallet, Itik , dan sebagnsanya;
Page 7
demikan pula burung liar yang kini sudah menjadi burung peliharaan seperti burung
parkit , kakatua, dan beo.
Babi, kuda, macan ikan paus ,cerpelai,dan diduga berbagai jenis mamalia yang lain
diduga dapat pula tertular flu burung.
Unggas yang menderita flu burung dapat mengeluarkan virus berjumlah besar
dalam kotoran (feses) mau pun sekreta yang dikeluarkan nya.virus flu burung mampu
bertahan hidup dalam air samapi 4 hari pada suhu 22 derajat celcius dan lebih dari 30
hari pada 0 derajat celcius . di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit ,
virus dapat bertahan lama ,namun akan mati pada pemanasan 60 derajat celcius selama 30
menit atau 90 derajat celcius selama 1 menit . virus mempunyai masa inkubasi (jarak
antara masuknya virus hingga terlihat gejala pada penderita)yang pendek , yaitu antara
beberapa jam sampai 3 hari, tergantung pada jumlah virus yan masuk , rute kontak , dan
spesies unggas yang terserang.
3. Sifat – sifat Virus Influenza
Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4
hari pada suhu 22 oC dan lebih dari 30 hari di suhu 0 oC. Di dalam tinja unggas dan dalam
tubuh unggas sakit dapat hidup lama, tetapi mati pada pemanasan 60 oC selama 30 menit
atau 560C selama 3 jam dan pemanasan 80 oC selama 1 menit. Virus akan mati dengan
detergen, desinfektan misalanya formalin, cairan yang mengandung iodin 70%.
Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk
mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat / mendadak maupun lambat
(bertahun-tahun). Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan
yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan yang
terjadi hanya sedikit, disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus
influenza B, sedangkan virus influenza C relatif stabil. Teori yang mendasari terjadinya
antigenic shift adalah adanya penysunan kembali dari gen-gen pada H dan N diantara
human dan avian influenza viruses melalui perantara host ketiga. Satu hal yang perlu
diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift akan memungkinkan terbentuknya virus
baru yang lebih ganas, sehingga keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi
sistemik yang berat karena sistem imun host baik seluler maupun humoral belum sempat
terbentuk.
Page 8
Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift adalah
adanya penduduk yang bermukim di dekat daerah peternakan unggas dan babi. Karena
babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human virus maka hewan
tersebut dapat berperan sebagai lahan pencampur (mixing vessel) untuk penysunan
kembali gen-gen yang berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan
terbentuknya subtipe virus yang baru. Akhir-akhir ini diketahui adanya kemungkinan
mekanisme sekunder untuk terjadinya perubahan ini. Bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa setidak - tidaknya ada beberapa dari 15 subtipe virus influenza yang terdapat pada
populasi burungg di mata manusia dapat berfungsi sebagai lahan pencampur. Bukti yang
nyata akan peristiwa ini adalah terjadinya pandemi pada tahun 1957 oleh subtipe virus
H2N2, dan tahun 1968 oleh pandemi virus H3N2.
4. Penyebaran dan Penularan Flu Burung
Penyebaran virus flu burung (H5N1) melalui unggas yang sedang bermigrasi belum
sepenuhnya dipahami. Hanya saja, unggas air liar, seperti bebek dan angsa yang
merupakan anggota Ordo Anseriformes serta burung camar dan burung laut dari Ordo
Charadriiformes adalah pembawa (Carrier) virus influenza A subtipe H5 dan H7. Virus
yang dibawa oleh unggas ini umumnya bersifat kurang ganas (LPAIV). Unggas air liar ini
jugamenjadi reservoir alami untuk semua virus influenza A.
Gambar Skema patogenesis dan epidemiologi flu burung
Page 9
Keterangan Gambar : HPAIV - highly pathogenic avian influenza virus ; HPAIV - low
pathogenic avian influenza virus HA – haemagglutinin protein; garis
putus-putus dengan tanda panah menunjukkan pertahanan spesies.
Sementara itu, spesies unggas yang sensitif atau rentan terinfeksi virus H5 atau H7
adalah jenis-jenis unggas ternak, seperti ayam, kalkun,burung puyuh, unggas guinea, dan
burung kuau.
Sebagian pembawa virus flu burung subtipe H5 atau H7, unggas air liar tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit. Hal ini disebabkan virus H5 dan H7 yang terdapat didalam
unggas tersebut bersifat kurang ganas dan berpatogenesitas rendah sehingga disebut LPAIV.
Virus jenis ini hanya menyebabkan penurunan produksi telur, bulu-bulu mengerut, atau berat
badan ayam pedaging tidak naik-naik. Setelah masuk dan bersirkulasi di dalam tunuh unggas
ternak, virus influenza A akan beradaptasi dan bermutasi menjadi bentuk yang ganas , yaitu
HPAIV dalam waktu beberapa bulan saja.Inilah yang harus diperhatikan, yakni mengapa
adanya virus H5 atau H7 pada unggas ternak perlu diwaspadai. Juga, karena virus ini dapat
hidup didalam tubuh manusia dan mamalia, seperti babi,kucing dan kuda.
Bagaimana manusia dapat tertular flu burung
Penyakit flu burung menular dari unggas ke unggas, dari unggas ke manusia, dan
secara terbatas dari manusia ke manusia meskipun belum ada sampai sekarang melalui
kontak langsung dan mungkin kontak tidak langsung dengan air liur, lendir dari hidung, dan
kotoran unggas yang sakit.
Penularan Antar unggas
Penyakit flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 Yang
berasal dari kotoran unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan
pasokan makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung.
Di peternakan unggas, penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan kandang,
pakaian, sepatu yang telah terpapar pada vrus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan itu
sendiri. Jalur penularanantarunggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang beresiko
sampai yang paling beresiko adalah melalui:
Pergerakan unggas yang terinfeksi (1%)
Kontak langsung selama perjalanan unggas ke tempat pemotongan (8,5%)
Page 10
Lingkungan sekitar (tetangga) dalam radius 1 km (26,2%)
Kereta/lori yang digunakan untuk mengangkut makanan, minuman unggas, dll
(21,3%)
Kontak tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat kerja (9,6%)
Penularan dari unggas ke manusia
Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia bersinggungan langsung
dengan unggas yang terinfeksi flu burung , atau dengan permukaan atau benda-benda yang
terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1.
Sampai saat ni kasus flu burung pada amanusia lebih banyak terjadi di daerah
perdesaan/perkampungan ataupun pinggiran kota yang padat penduduknya. Di daerah-
daerah semacam ini, kebanyakan unggas yang dipelihara dilepas begitu saja atau tidak
dimasukkan dalam kandang, bahkan terkadang menyatu dengan rumah. Banyak pula yang
kandangnya berada di tempat di mana anak-anak biasa bermain. Dengan kondisi seperti ini
sangat mungkin terjadi penularan dari unggas sakit ke manusia, karena di dalam kotoran
unggas yang sakit terkandung banyak sekali virus H5N1.
Yang Beresiko Tinggi Tertular Flu Burung
Pekerja di peternakan ayam
Pemotongan ayam
Orang yang berkontak langsung dengan unggas hidup yang sakit atau
terinfeksi flu burung
Orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung
Lingkungan sekitar dalam radius yang terinfeksi flu burung
Lingkungan sekitar dalam radius 1km dari lokasi terjadinya kematian unggas
akibat flu burung
Apakah virus H5N1 mudah menyebar dari unggas ke manusia ?
Tidak. Virus H5N1 tdak mudah menyebar dari unggas ke manusia ataupun dari
manusia ke manusia. Jumlah kasus infeksi flu burung pada manusia bila dibandingkan
dengan jumlah burung ataupun ayam ternak yang terinfeksi sangatlah kecil. Infeksi pada
manusia berkaitan dengan peluang paparan, khususnya di daerah dimana unggas biasa
dipelihara, seperti dikebun atau halaman rumah. Aktivitas yang termasuk dalam paparan
Page 11
resiko adalah bagian dari kegatan pemotongan ayam,pembersihan bulu,penjualan unggas
ternak/telur, dan penyajian makanan yang mengandung ayam/telur.
Penularan Antarmanusia
Sampai saat ini, penularan flu burung (H5N1) dari manusia ke manusia belum
terjadi. Model penularan ini sangat mungkin terjadi meskipun tidak efisien, karena semua
virus influenza mempunyai kemampuan untuk berubah-ubah secara genetis.Penularan
virus influenza A (H5N1) antarmanusia ditandai dengan terinfeksinya orang0orang dalam
satu kelompok, seperti tinggal dalam satu keluarga/rumah melalui kontak yang sangat
dekat, seperti ibu ke anak yang tidak melakukan tindakan pencegahan yang semestinya.
Penularan yang terjadi dalam lingkungan satu kelas atau satu kantor juga disebut
cluster.Para ilmuwan sadar bahwa suatu saat virus H5N1 dapat menyebar dengan
mudahnya dari orang ke orang. Apabila terjadi penyebaran antarmanusia, pandemi flu
burung dapat terjadi.tidak ada yang dapat memperkirakan kapan pandemi akan
muncul.untuk itu para ahli dari seluruh dunia, pemerintah dari lima benua, dan Organisai
Kesehatan Dunia (WHO) mengamati perkembangan H5N1 dengan cermat danmelakukan
berbagai persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Penularan dari Lingkungan ke Manusia
Secara teoritis, model penularan ini dapat terjadi oleh karena ketahanan virus
H5N1 di alam atau lingkungan. Penularan terjadi karena air yang terkontaminasi masuk
kedalam mulut selama berenang (didanau atau sungai) atau melalui penularan langsung
ke mata atau lubang hidung akibat terpapar air yang terkontaminasi oleh kotoran unggas
yang terinfeksi virus H5N1. Kotoran unggas, biasanya kotoran ayam yang digunakan
sebagai pupuk, menjadi salah satu faktor resiko penyebaran flu burung.
Penularan ke Mamalia lain
Virus flu burung (H5N1) dapat menyebar secara langsung pada beberapa
mamalia yang berbeda, yaitu babi,kkuda,mamalia yang hidup di laut, familia felidae
(singa,harimau,kucing) serta musang. Menurut penelitian yang telah dilakukan, babi tidak
berperan penting pada wabah flu burung yang disebabkan oleh virus H5N1 di Asia.
Berkenaan dengan penularan flu burung, kita harus mewaspadai hal
Page 12
Pertama, unggas liar seperti itik , angsa , serta pelikan termasuk burung burung migrant
dan burung peliharaan seperti jalak ,merpati, perkutut, nuri, kakaktua . mereka kadang
kadang tidak menunjukan gejala klinis bila terserang penyakit ini ,tetapi dapat
menularkannya pada hewan lain mau pun manusia. Adanya reservoir pada hewan lair
merupakan suatu faktor penting dalam penularan virus flu burung .
Kedua, unggas yang sembuh dari penyakit flu burung bertindak sebagai carier ,
sehingga masih dapat menular penyakit dalam waktu lama sebab tubuhnya masih
mengandung firus flu burung. Artinya ,kita tidak dapat dianjurkan memlihara unggas
yang pernah terserang flu burung ,lebih baik dibunuh , lalu dibakar dan ditimbun dalam
tanah.
Ketiga, bertenak dengan mencampur berbagai hewan tidak dianjurkan sebab dilaporkan
virus yang khusus ditemukan pada unggas dapat berasal dari letupan penyakit pada
mammalia, seperti anjing laut dan ikan paus, dan diperkirakan virus influenza pada babi
dapat ditularkan secara kontak langsung dengan manusia atau babi. Oleh karena itu ,
virus influenza mungkin dapat ditularkan antara speises satu dengan yang lain atau
hewan dan manusia dan sebaliknya. Selanjutnya ,kontak langsung antara itik , babi ,
dan ikan yang dipelihara pada lokasi yang sama dapat menimbulkan strain baru virus
influenza.
Keempat, kita harus selalu melakukan prosedur higienis saat melakukan kontak
langsung maupun tidak langsung dengan penderita maupun yang diduga flu burung,
baik hewan maupun manusia.alasan karena mutasi dan “perkawinan “virus flu burung
mungkin terjadi dan akan menyebabkan virus menular dari manusia kemanusia.
Kelima, lakukan biosekuriti ketat dan diusahakan selalu menjaga kebersihan kandang
dengan melakukan desinfeksi secara teratur pada semua peratatan kandang, dan
sekitarnya.
Mungkin sebagian dari kita sering bertanya Tanya mengapa jika dalam suatu
peternakan terdapat kasus flu burung , maka unggas yang lain termasuk yang sehat dalam
radius 1 km harus mengalami pemusnahan dengan dibunuh , dibakar ,dan dikubur . hal ini
yang sering tidak diketahui oleh masyarakat, sehingga menimbulkan ketakutan masyarakat
untuk mengkonsumsi daging unggas. Mereka mengira flu burung dapat ditularkan dengan
mengkonsumsi unggas,meskipun sudah masak. Pemusnahan dan pembakaran unggas
bukan karena unggas tertular berbahaya untuk dikonsumsi , tetapi untuk memutuskan
rantai penyebaran virus influenza H5N1 yang sangat berbahaya.
Page 13
Sebenarnya ,mengkonsumsi unggas mau pun telur yang sudah benar benar masak tidak
berbahaya, tetapi yang berbahaya adalah ketika menangani unggas yang masih hidup
maupun unggas mati yang sudah terserang flu burung .jika dalam suatu peternakan ada
unggas yang terserang flu burung , maka diasumsikan bahwa semua unggas yang ada
dalam peternakan sudah terserang flu burung , tetapi belum menunjukan gejala klinis .
unggas makan dan minum pada tempat serta dalam kandang yang sama, sehingga
penularan akan berlangsung bergitu cepat karena kotoran (feses) dan secret unggas
kandang menimbulkan penularan yang sangat cepat , baik melalui kontak langsung
maupun lewat udara yang sudah tercemar virus.
Mengeluarkan unggas dari lokasi peternakan akan menimbulkan resiko yang
sangat tinggi karena akan menimbulkan penyebaran lewat udara saat pemindahannya dan
akan meluas sepanjang alur yang dilewati. Dengan demikian untuk memutuskan rantai
penyebaran virus , maka kita melakukan pemusnahan dan pembakaran . karena virus flu
burung dapat menyebar lewat udara, maka pemusnahan unggas pun dilaksanakan dalam
radius 1 km dari daerah yang terjangkit flu burung karena diasumsikan unggas dalam
radius 1 km dari daerah terjangkit flu burung pun sudah tertular flu burung, meskipun
belum menunjukan gejala klinis .unggas unggas yang dikeluarkan dari peternakan
umumnya adalah unggas sehat. Pemerintah sudah melakukan program pemeriksaan flu
burung dan pemusnahan unggas yang terserang flu burung dengan kompensasi yang sudah
disediakan untuk peternak agar dapat meminimalisasi lolosnya unggas yang terserang flu
burung kepasaran.
Kita tidak perlu khawatir mengkonsumsinya dengan syarat daging unggas
hendaknya dimasak minimal pada suhu 80 derajat celcius selama 1 menit, sedangkan
untuk telur unggas minimal dimasak pada suhu 64 derajat celcius selama 5 menit.
Pemasakan dengan cara yang benar bertujuan mengantisipasi seandainya ada unggas yang
menderita flu burung lolos dipasarkan. Oleh karena itu, dengan memasaknya, kita sudah
meminimalisasi tertular flu burung. Sekali lagi, memakan daging dan telur unggas yang
sudah masak tidak akan menularkan flu burung.
Orang yang berisiko tinggi terkena virus flu burung adalah :
Page 14
1. Orang yang bekerja di laboratorium untuk memeriksa specimen (sampel ) hewan yang
diduga menderita penyakit flu burung atau melakukan penelitian tentang flu burung.
2. Pekerja peternakan unggas seperti anak kandang, dokter hewan , mantra hewan ,
maupun petugas kesehatan hewan lain yang sering melakukan kontak dengan unggas
3. Pekerja rumah potong unggas (RPU)terutama yang berhubungan langsung dengan
unggas yang dipotong.
4. Pekerja kebun binatang yang langsung menangani binatang terutama unggas
5. Pemilik unggas dan keluarga atau pegawainya yang bertugas mengurus unggas atau
siapa pun yang tersering melakukan kontak langsung dengan unggas
6. Penjual unggas dan orang yang berkeja dipasar burung
7. Tukang masak yang bertugas mengolah unggas yang masih mentah
8. Orang yang bekerja menangani produk yang dikeluarkan dari peternak seperti orang
yang mengolah kotoran unggas, bulu, dan darah untuk dijadikan pupuk, maupun
pegawai perkebunan pupuk dari produk sisa peternak unggas
9. Orang yang tinggal didekat peternak atau komplek pemukiman padat unggas dengan
system peternakan atau pemeliharaan yang tidak benar, terutama jika dalam situasi
wabah flu burung.
10. Semua orang yang pernah melakukan kontak langsung dengan unggas
5. Gejala Klinis
Tingkat kesehatan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortilitas) yang ditimbulkan
oleh virus flu burung sangat bervariasi tergantung galur virus yang menyerang , spesies
ungags yang terserang umur, lingkungan (kadar anomiak dan ventilasi), dan adanya
infeksi skunder. sejumlah subtype virus influenza A dapat menimbulkan penyakit parah
pada spesies ungas tertentu , tetapi pada spesies ungas lain tidak menimbulkan penyakit
atau hanya menimbulkan gejala yang sangat ringan. virus influenza A subtype H5N1 lebih
sering menyerang ayam muda dari pada yang lebih tua.
Pada burung liar misalnya itik, angsa, dan burung camar demikian pula berbagai
burung peliharaan seperti jalak, nuri, parkit yang sebenarnya dulupun merupakan burung
liar, virus flu burung umumnya tidak menyebabkan sakit . namun, hewan tersebut sebagai
reservoir yang dapat menularkan virus pada hewan lain atau manusia. Hal inilah yang
mengakibatkan pemberantasan flu burung menjadi makin sulit karena masyarakat yang
memelihara sejumlah ungags tidak menyadari bahwa unggas mereka terserang flu burung.
Dengan demikian, ketika pemerintah melakukan program pemberantasan flu burung
Page 15
dengan pemunahan, masyarakat yang memiliki unggas masih dalam keadaan sehat merasa
keberatan dan tidak menyadari bahwa ada di sekitarnya dan melarang unggas miliknya
dimusnahkan.
Tabel Perbedaan bentuk virus flu burung
LPAI HPAIMenyebabkan infeksi subklinis,
berkembang biak dalam saluran
pencernaan dan pernafasan pada
unggas ternak maupun unggas liar.
Merupakan penyakit sistemik pada
berbagai jenis unggas dan beberapa
mamalia
Selain H5 dan H7 dan Mayoritas
Virus LP H5 atau H7 Pasa H5 dan
H7,
Hanya sebagian kecil Virus H5 dan
H7 adalah HPAI, virus HPAI muncul
dari virus LPAI H% atau H7 dengan
struktur protein H yang mengalami
mutasi
Virus flu burung dapat menimbulkan gejala yang bervariasi pada unggas ternak,
seperti ayam dan kalkun, mulai gangguan pernafasan ringan yang bersifat tidak pathogen
sampai penyakit berrsifat fatal yang tidak pathogen. Virus flu burung yang ganas ( Highly
pathogenic Avian Influenza, HPAI) ditandai oleh proses penyaklit yang cepat dan disertai
tingkat kematian tinggi. kejadian penyakit kemungkinan berlangsung sangat cepat dan
unggas maatii mendadak tanpa didahului gejala tertentu, kemudian morbiditas dan
mortalitas mencapai 100%. Gejala yang dapat terjadi pada unggas yang terserang Avian
Fluenza jenis akut adalah :
Terjadi gangguan produksi telur seperti penurunan produuksi telur secara drastic,
sehingga produksi telur terhenti sama sekali. Pada ayam bibit, produksi telur
menurun secara drastic disertai penurunan daya tetas telur.
Mengalami gangguan pernafasan seperti batuk,bersin, dan ngorok.
Jengger kebiruan
Kaki berwarna kemerah-merahan sepert ‘dikerokin’ dan jiika dibuka terdapat
perdarahan.
Lakrimasi atau mengeluarkan leleran dari mata secara berlebihan.
Page 16
Peradangan pada sinus atau lubang hidung
Pembengkakan di daerah kepala dan muka
Kerontokan bulu
Perdarahan dibawah kulit diikuti kebiruan pada kulit, terutama di daerah kaki,
kepala ddan pial.
Diare
Gangguan syaraf yang ditandai unggas kadang membentur-benturkan kepalanya
serta gangguan keseimbangan seperti berdiri dan berjalan sempoyongan.
Tingkat kematian tinggi sering terjdi kematian mendadak.
Penyakit flu burung karena virus flu burung yang termasuk Low pathogenic Avian
Influenza (bentuk ringan, kurang ganas, LPAI) seperti H4N2 menimbulkan gejala
lebih ringan, antara lain :
Penurunan produksi telur sampai terhenti sama sekali
Gangguan pernafasan
Penurunan nafsu makan
Defresi
Peradangan sinus
Tingkat kematian rendah, namun cenderung meningkat.
Namun, flu burung bentuk ringan jika diikuti infeksi skunder oleh bakteri atau ayam
dalam keadaan stress akibat lingkungan, maka gejala klinis yang di timbulkan dapat lebih
parah. Infeksi sekunder oleh bakteri dilaporkan mempunyai peranan yang penting pada
kejadian flu burung,. hal ini karena bakteri menghasilkan enzim yang mampu memotong
hemaglutinin (H) dri virus influenza sehinga virus dapat melakukan perbanyakan dan
penyebar secara luas di dalam tubuh hewan atau manusia yang terserang.
Gejala flu burung pada manusia mirip dengan influenza yang bisa terjadi pada
manusia, antara lain seseorang akan mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
dengan gejala badan lemas , pegal linu, nyeri otot, pusing, peradangan selaput mata(mata
merah) , kadang-kadang disertai mencret dan muntah. Keadaan diatas bisa lanjut menjadi
gejala sesak nafas yang terjadi pada seseorang yang terserang flu manusia biasa. Dugaan
penyakit flu burung dapat mengarah pada yang bersangkutan apabila dalam seminggu
terakhir mengunjungi peternakan yang sedang terjangkit flu burung , kontak dengan
unggas yang dicurigai menderita flu burung,maupun bekerja pada laboraturium yang
sedang memproses specimen manusia atau hewan yang dicurigai menderita flu burung.
Page 17
Namun demikian , seseorang yang menunjukan gejala ISPA hendaknya meningkatkan
kewaspadaan apabila sebelumnya telah mengalami kontak dengan unggas terutama burung
peliharaan seperti nuri, merpati, kakaktua, perkutut, maupun burung-burung liar seperti
itik, angsa dan pelikan karena seringkali virus flu burung bersifat tidak pathogen pada
hewan-hewan tersebut. Oleh karena itu hewan-hewan di atas sangat tampak sehat,
walaupun tubuhnya mengandung Virus influenza H5N1 yang siap tertular pada manusia
maupun hewan lainnya. khusus flu burung pada manusia terbagi menjadi empat macam
kasus, yakni:
1. Kasus Observasi
Mengalami demam 38ºC atau lebih disertai salah satu keadaan berikut:
• Batuk
• Radang Tenggorokan
• Sesak Nafas
Dengan pemeriksaan klinis dan laboraturium masih berlangsung.
2. Kasus Suspek atau Possible
Mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) seperti demam lebih dari 38ºC,
batuk,sakit tenggorokan, pilek,serta dengan salah satu keadaan:
• Seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang terjangkit wabah flu burung.
• Kontak dengan penderita influenza subtype A (H5N1)
• Merupakan petugas laboraturium yang menderita flu burung atau orang atau
hewan yang diduga menderita flu burung A (H5N1).
3. Kasus Probable
Kasus suspek disertai salah satu kejadian berikut :
• Dalam waktu singkat, terjadi pneuomia gagal pernafasan atau meninggal
• Tes laboraturium mengarah ke virus influenza subtype A (H5N1) positif (H1 tes
atau IFA menggunakan antibody monoclonal).
• Tidak ada bukti penyebab lain
4. Kasus Confrim
Merupakan kasus suspek atau probable dan diduga oleh salah satu hasil pemeriksaan
laboraturium:
• Kultur virus influenza subtype A (H5N1) positif
• PCR influenza (H5) positif
• Terjadi peningkatan titer antibody H5 sebesar empat kali.
Page 18
6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis Flu Burung
Teknis Diagnosis
Diagnosis terhadap flu burung dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis
yang terjadi, melihat perubahan patologi anatomi, dan melakukan pemeriksaan
laboraturium. Diagnosis dengan melihat patologi anatomis yaitu dengan pemeriksaan
bangkai untuk melihat perubahan jaringan setelah kematian, baik secara mikroskopis
maupun makrokopis, Namun umumnya pemeriksaan secara patologi anatomis hanya
dilakukan pada hewan bukan pada manusia. Jika bangkai ayam yang terserang flu
burung dilakukan nekrobsi (bedah bangkai) untuk pemeriksaan patologi anatomis.
maka akan menimbulkan penyakit. umur unggas dan kondisi peternakan. lesi yang
dapat terjadi antara lain perdarahan pada kaki (cakar), pembengkakan muka di bawah
paruh, dan adanya cairan kekuning-kuningan yang jernih pada pada jaringan bawah
kulit. peradangan dapat pula terjadi pada trachea, proventikulus (lambung depan),
hati, jantung dan usus.
flu burung sering diikutiinfeksi skunder ( sampingan) oleh bakteri, sehingga
perubahan yang terjadi seringkali desebabkan kombinasi lesi karena bakteri dank
arena virus. Akibatnya adalah flu burung sering keliru dengan penyakit lain, terutama
yang disebabkan oleh bakteri. kombinasi lesi dengan bakteri inilah yang sering
menimbulkan kesalahan diagnosis, tetapi umumnya perdarahan pada kaki disertai
kebiruan pada jengger cukup spesifik untuk flu burung atau tidak, Kita bisa
melakukan Uji dengan PCR atau isolasi virus . unggas yang mati dalam waktu singkat
tidak meninggalkan perunahan pada jaringan karena lesi pada jaringan lesi jaringan
belum sempat terbentuk, sehingga harus dikomfirmasikan dengan pemeriksaan
laboraturium untuk memastikan penyebabnya.
Pada pemeriksaan laboraturium sampel, kita membutuhkan darah (serum),
apus tenggorokan, bilas tenggorokan, maupun kotoran (feses). Uji dilaksanakan saat
ini umumnya adalah:
1. Rapid Test
Page 19
Alat ini terbentuk kontak plastic kecil yang ddi dalamnya terdapat kertas putih
dengan kode C (control) dan T(test) yang sudah ditetesi antibody virus flu burung
yang berperan mendeteksi antigen virus. jika unggas terkena flu burung, antigen virus
pada unggas terikat dengan antibody yang ada dalam kertas, sehingga akan
memunculkan dua garis vertical pada area C dan T . Tes ini sering diragukan
kebenarannya karena hasilnya sering bertentangan dengan PCR, yaitu uji yang dinilai
sangat akurat untuk mendeteksi adanya virus flu burung. kemudian, uji ini tidak dapat
menunjukan tingkat pathogenesis( kemampuan menyebabkan sakit) virus.
Dari hasil penelitian, sejumlah unggas yang dinyatakan positif flu burung
dengan rapid test ternyata tidak mengandung virus H5N1 penyebeb flu burung ketika
dicek dengan alat pengetes yang lebih sensitive flu burung dengan rapid test
memerlukan virus dalam jumlah banyak untuk menunjukan hasil positif dan tidak bisa
membedakan terserang flu burung karena H5N1 atau subtype lain. kelebihan metode
adalah kecepatan karena kita langsung dapat mengetahui hasilnya. uji yang lebih
sensitive adalah HI test dan PCR, meskipun membutuuhkan waktu yang lebih lama.
meskipun masih diragukan kualitasnya, tetapi rapid test paling sering digunakan di
Indonesia.
2. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)
Alat ini untuk melihat antibody terhadap hemaglutinin (H). uji in I lebih
sensitive daripada test dan cukup murah, meskipun membutuhkan waktu lebih
lama( sekitar 3 hari ).
3. AGP ( Agar Gel presiptation )
Alat ini untuk melihat antibody terhadap neuraminidase (N)
4. VN (Virus Netralisasi)
Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibody
5. Isolasi Virus
6. PCR (Polimerase Chain Reaction)
Page 20
Alat ini untuk memastikan adanya virus infkluenza A subtype H5N1. metode
masih jarang digunakan pada hewan. uji ini sebenarnya sensitive dan akurasinya
tinggi, tetapi mungkin karena membutuhkan biaya mahal, sehingga masih jarang
dipergunakan.Pada manusia, selai pemeriksaan laboratoris di atas, ada pula
pemeriksaan laboratoris meliputi:
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan Hb, hitung jenis leukosit,
hitung total leukosit, trombosit, lanju endap darah, albumin, globulin,
SGPT, SGOT, ureum kreatinin, krear=tinin kinase, serta analisa gas darah.
Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA dan
pemeriksaan antigen (HI./IF,FA).
Lebih lanjut, manusia pasien flu burung melakukan pula foto toraks, yaitu
pemotretan pada daerah dada.
Diagnosis Banding
Flu burung sering dikeluarkan dengan infeksi saluran pernafasan yang lain
terutama dengan VVND atau tetelo sehubungan dengan tingkat kematian
mendadak, adanya tortikulis serta perdarahan pada organ dalam. pada awalnya
pemerintah pun mengira penyakitini adalah VVND (tetelo). table berikut
menunjukan perbedaan keduanya :
Perbedaan antara VVND dengan Flu burung
Tanda –tandaPenyakit
VVND Flu Burung Tingginya morbiditas + +
Tingginya Mortalitas + +
Perdarahan Organ Dalam + +
Tortikolis + +
Kebiruan Pada Jengger - +
Perdarahan Pada Kaki - +
Dengan melihat gejala klinis dan perubahan paskamati, perbedaan antara
tetelo dan flu burung adalah pada unggas yang menderita flu burung terdapat kebiruan
pada jengger dan disertai warna kaki yang terjadi merah-merah seperti habis
“dikeroki”, lalu setelah dibuka terdapat perdarahan. ketiga gejala merupakan
Page 21
perbedaan yang menciri antara flu burung dan tetelo. untuk lebih memastikannya,
kita perlu melakukan isolasi virus maupun uji dengan PCR.
Uji Konfirmasi:
Kultur dan informasi virus H5N1.
Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Uji Serologi:
- Imunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif
dengan menggunakan antobodi monoklonal Influenza A H5N1.
- Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibody spesifik
influenza A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan
uji netralisasi.
.
7. Pengobatan dan Perawatan
Perlu ditekankan bahwa belum ada obat yang efektiff untuk penyakit flu burung.
hanya langkah pencegahan yang terbaik untuk penyebaran flu burung, pada hewan,
untuk mencegah penyebaran flu burung, baik pada hewan lain maupun manusia, unggas
atau hewan yang terserang flu burung tidak diobati, tetapi harus dibunuh dan bangkainya
dibakar, lalu dikubur.
Penelitian terhadap obat yang diberikan pada penderita flu burung masih terus
dilakukan. obat antiviral (amantadine, rimantadin, oseltamivir (Tamiflu), dan zanamivir)
sering digunakan pada pasien flu burung tetapi sejumlah virus flu burung yang terbukto
terserang subtype H5N1 di asia tahun 2004 dan 2005 dinyatakan resistensi terhadap
amantadine, saat ini pasien yang terserang flu burung di Indonesia umumnya
mendapatkan obat antiviral Tamiflu, namun ternyata Tamiflu tidak efektif untuk
mengobati flu burung karena hanya berfungsi mencegah perbanyaknya virus tetapi tidak
dapat mematikannya kemudian, obat hanya berfungsi jika flu burung baru terjadi selama
48 jam saat virus flu burung mengalami perbanyakan. penelitian yang dipublikasikan
dijurnal kedokteran New England “ journal of Medicine “ menunjukan pasien yang
diobati Tamiflu, 25% sembuh. selain diberikan Tamiflu, pasien yang diduga menderita
flu burung mendapatkan perawatan suportif untuk menangani kondisi tubuh agar tetap
baik, dengan demikian system kekebalan alamai dapat berfungsi maksimal agar mampu
Page 22
bertahan menghadapi penyakit flu burung. tindakan yang dilakukan pada pasien yang
menderita flu burung antara lain :
1. Pasien dirawat dalam ruang isolasi selama kurang lebih 7 hari untuk menghindari
penularan lewat udara. Meskipun sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa flu
burung dapat menular dari manusia ke manusia, tetapi kita tetap harus mewaspadai
penyebaran virus dan kemungkinan virus melakukan mutasi maupun “perkawinan”
dengan virus flu burung subtype lain dan dapat menular antarmanusia.
2. Pemberian oksigen jika terdapat sesak nafas yang mengarah kepada gagal nafas.
3. Pemberian infus dan minum yang banyak.
4. Pengobatan terhadap gejala flu seperti pemberian penurunan panas dan penghilang
pusing, dekongestan, dan antitusif.
5. Amantadin dan rimantadin sebagai penghambat hemaglutinin pada awal infeksi (48
jam pertama) selama 3 sampai 5 hari 5 mg/kg BB perhari dibagi 2 dosis. Jika
penderita mengalami penurunan fungsi hati dan ginjal, maka dosis harus diturunkan.
6. Pemberian oseltamivir pada 48 jam pertama selama 5 hari untuk anak kurang dari 15
kg sebanyak 30 mg 2 kali sehari; berat badan lebih dari 15-23 kg sebanyak 45 mg 2
kali sehari; berat badan lebih dari 23-40 kg 60 mg 2 kali sehari; berat badan lebih dari
40 kg 75 mg 2 kali sehari, sedangkan untuk penderita lebih dari 13 tahun 75 mg 2 kali
sehari.
Pasien penderita flu burung dapat pulang setelah tidak mengalami demam, tidak
batuk, terdapat perbaikan foto toraks, dan pemeriksaan laboratorium yang sebelumnya
tidak normal menjadi normal. Satu minggu setelah pulang, pasien harus melakukan control
ke rumah sakit yang ditunjuk. Penanganan jenazah penderita flu burung harus secara
khusus pula, yaitu ditutup dengan plastic atau bahan lain yang tidak tembus air seperti
kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar dan tidak boleh disemayamkan lebih dari
4 hari.
8. Pencegahan
Page 23
Pencegahan flu burung pada manusia disampaikan dalam tip aman di kala wabah
menyerang pada bab terakhir. Sebaliknya, pada hewan pencegahan dapat dilakukan
dengan 3 jalan, yakni dengan peningkatan biosekuriti, pemberian vaksinasi, dan
depopulasi serta stamping out.
Biosekuriti
Biosekuriti adalah cara menangani ternak secara higienis. Cara meliputi semua
tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk mengendalikan wabah dengan
mencegah semua kemungkinan kontak atau penularan dengan peternakan yang
tertular dan penyebaran penyakit. Tindakan meliputi :
- Melakukan pengawasan lalu lintas dan tindakan karentina atau isolasi lokasi
peternakan tertular dan lokasi penampungan unggas yang tertular serta membatasi
secara ketat lalu lintas kontaminan yang meliputi hewan atau unggas, produk
unggas, dan alas kandang.
- Membatasi lalu lintas orang atau pekerja dan kendaraan yang keluar masuk lokasi
peternakan.
- Para pekerja dan semua orang yang ada di lokasi peternakan harus dalam keadaan
kondisi sehat.
- Untuk keamanan petugas maupun unggas, para pekerja dan semua orang yang ada
di lokasi peternakan atau penampungan unggas tertular harus menggunakan
pakaian pelindung, kacamata, masker, sepatu pelindung, dan harus melakukan
tindakan desinfeksi serta sanitasi.
- Mencegah kontak antara unggas denagn burung liar atau burung air, tikus, lalat,
dan hewan lainnya.
Dekontiminasi atau desinfeksi adalah tindakan untuk mensucihamakan secara
tepat dan cermat terhadap pakan, air minum, semua peralatan, pakaian pekerja
kandang, alas kaki, kendaraan, dan bahan lain yang tercemar termasuk bangunan
kandang yang bersentuhan dengan unggas, permukaan jalan menuju peternakan,
kandang, maupun tempat penampungan unggas.
Dalam melakukan dekontaminasi atau desinfeksi, semua peralatan atau bahan-
bahan seperti di atas yang bersentuhan dengan unggas meliputi limbah padat
maupun limbah cair. Apabila pelaksanaannya tidak dapat berjalan secara efektif,
Page 24
maka bahan-bahan terkontaminasi atau tercemar harus dimusnahkan dan dikubur di
lokasi peternakan. Lokasi jalan menuju area peternakan tertular atau area sekitar
kandang atau tempat penampungan unggas dan semua kendaraan, tanpa terkecuali
yang keluar masuk lokasi peternakan, harus didesinfeksi. Para pekerja peternakan
dan semua orang yang mengunjungi lokasi peternakan tertular harus menggunakan
pakaian pelindung, masker, pelindung (penutup) rambut, sepatu pelindung, sarung
tangan. Mereka dapat memasuki ke area peternakan setelah melalui tindakan
desinfeksi dan sanitasi. Desinfektan yang dapat dipergunakan misalnya formalin
2,5%; asam parasetat; hidroksiperoksida; iodine; fenol; atau natrium hipoklorit.
Vaksinasi
Vaksinasi merupakan program pengebalan dengan memasukkan virus flu
burung yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Tujuannya adalah merangsang tubuh
membentuk antibody untuk melawan virus flu burung apabila suatu saat menyerang.
Banyak peternak takut melakukan vaksinasi pada unggasnya dengan alasan takut
unggasnya mati. Hal itu kurang benar karena vaksin yang beredar saat ini (2006)
adalah vaksin inaktif yang berasal dari virus flu burung yang sudah dimatikan dan
tingkat keamanannya lebih baik. Vaksin terbaru akan diluncurkan mulai April 2006,
yaitu merupakan vaksin rekombinan inaktif produksi perusahaan farmasi yang
didirikan Institut Pertanian Bogor dan perusahaan Jepang Shigeta. Vaksin dibuat dari
virus H5N1 lokal dengan metode reverse genetic.
Dari segi keamanan, metode memang lebih menjanjikan karena virus yang
digunakan telah dimatikan, sehingga lebih aman bagi unggas maupun vaksinator.
Sampai saat ini, baik pemerintah maupun swasta masih terus melakukan berbagai
penelitian untuk meningkatkan kualitas vaksin agar semakin aman dan efektif.
Pemerintah pun sedang mengusahakan supaya program vaksinasi flu burung bisa
berjalan seperti Pekan Imunisasi Nasional (PIN) agar bisa didapatkan secara gratis
dan menjangkau semua unggas secara nasional untuk menciptakan kesehatan
masyarakat yang lebih baik. Saat ini pun, kita sudah bisa mendapatkan vaksinasi lu
burung secara gratis di sebagian besar wilayah Indonesia yang pernah terjangkit
penyakit flu burung dan semoga akan semakin meluas agar dapat menjangkau semua
unggas di Indonesia.
Page 25
Vaksin flu burung memang cukup aman untuk hewan sehat, tetapi jika sudah
terlanjur sakit sebaiknya jangan divaksin karena keamanannya tidak bisa dijamin.
Pemilik sebaiknya melakukan program vaksinasi secara rutin dan tidak usah
menunggu ada ayam yang sakit baru divaksin karena antibody untuk melawan flu
burung tidak langsung timbul seketika. Pada umumnya, unggas akan membentuk
antibody 2 minggu setelah divaksin. Jadi, kalau menunggu ada ayam yang sakit, maka
akan terlambat dan mungkin menimbulkan bahaya pada ayam atau unggas sakit yang
divaksin flu burung. Di Negara maju, program vaksinasi flu burung memang sudah
tidak dilakukan karena jika ada unggas yang menderita flu burung, maka mereka
segera melakukan depopulasi maupun stamping out dan berlanjut dengan sanitasi
lingkungan sebelum peternakan baru dimulai serta selalu melakukan biosekuriti
secara ketat dalam beternak.
Di Negara-negara berkembang yang terjangkit wabah flu burung, tindakan
depopulasi dan stamping out secara penuh masih menemui kendala yang besar,
terutama dana karena depopulasi serta stamping out secara penuh memerlukan dana
yang cukup besar, sehingga sebagai jalan tengah beberapa Negara berkembang yang
terjangkit flu burung melakukan kombinasi antara depopulasi, stamping out,
desinfeksi, dan vaksinasi. Kesulitan dilakukannya vaksinasi untuk unggas adalah
pemilik keberatan karena takut unggasnya mati jika divaksinasi dan jumlah unggas
sangat banyak. Kemudian, di Indonesia orang memelihara unggas sering dilepas,
sehingga menyulitkan vaksinasi karena ada yang terlewat. Apalagi kalau pemilik
rumah pergi, maka vaksinasi semakin tidak merata.
Jadi, sebelum memulai vaksinasi, sebaiknya system peternakan di Indonesia
harus diubah, semua unggas harus dikandangkan, dan jangan ada yang berkeliaran,
sehingga vaksinasi akan mudah dilakukan dan hasilnya lebih baik. Untuk
menanggulangi kurangnya kesadaran masyarakat melakukan vaksinasi, pemerintah
perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif pada masyarakat tentang vaksinasi flu
burung.
Depopulasi dan Stamping Out
Tindakan depopulasi dan stamping out merupakan cara mencegah meluasnya
penyakit flu burung dengan memutus rantai penyebaran virus flu burung.
Page 26
Depopulasi
Pemusnahan selektif (depopulasi) adalah suatu tindakan mengurangi populasi
unggas yang menjadi sumber penularan penyakit. Tindakan ini dilanjutkan dengan
prosedur disposal. Disposal adalah prosedur untuk melakukan pembakaran dan
penguburan terhadap bangkai unggas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang,
pupuk, dan pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan lain yang tercemar,
tetapi tidak dapat didesinfeksi secara efektif.
Stamping Out
Stamping out merupakan tindakan pemusnahan secara menyeluruh, yaitu
memusnahkan seluruh unggas yang sakit maupun sehat pada peternakan tertular dan
semua unggas yang berada dalam radius 1 km dari peternakan tertular.
Wabah Flu Burung pada Unggas dan Implikasinya di Indonesia
Virus flu burung (pada unggas) yang sejak akhir 2003 menyerang di kawasan
Asia Timur dan Asia Selatan, juga menyerang ternak ayam di Indonesia. Sejak
Oktober 2003 sampai Februari 2004, di Indonesia telah dilaporkan sebanyak 4,7 juta
ayam mati tetapi virus tersebut sampai saat ini belum secara efektif menyerang
manusia.
Pada umumnya, virus flu burung tidak langsung menyerang manusia. Tapi
belakangan terbukti beberapa tipe virus dapat menyerang manusia di mana virus
tersebut telah terlebih dahulu bermutasi, menjadi lebih ganas, dan mampu menyerang
manusia. Berikut ini disajikan kembali secara kronologis perlangsungan epidemic
tersebut (laporan Ditjen P2M/PLP Depkes RI, 2005).
Di Asia Tenggara, sampai dengan 6 Februari 2004, didapat 20 orang terserang
flu burung (15 orang di Vietnam dan 5 orang di Thailand). Enam belas di antaranya
meninggal dunia (11 orang di Vietnam dan 5 orang di Thailand) dengan Case Fatality
Rate sebesar 80%. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah
penderita flu burung akan meningkat dan menjadi pandemic, seperti yang terjadi satu
abad yang lalu.
Page 27
Laporan dari sejumlah daerah, menunjukkan bahwa sejumlah kasus flu burung
terus terjadi. Pada awal tahun, sekitar Januari-April, ada kecenderungan jumlah kasus
lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Jumlah kasus flu burung pada
unggas tahun 2012 yang dilaporkan ke Kementerian Pertanian telah mencapai 50
kasus, yang tersebar di sejumlah daerah di Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
Syukur Iwantoro mengatakan, jumlah kasus pada awal tahun ini masih lebih rendah
dibandingkan pada tahun lalu dan tahun 2010. Ia menyebutkan, jika mengambil kasus
pada Januari 2012, hanya terdapat 39 kasus, sementara pada Januari 2010 terdapat
284 kasus dan pada Januari 2011 sebanyak 174 kasus.
Namun, jumlah kematian manusia di Indonesia pada awal tahun ini tergolong
tinggi dibandingkan dengan negara lain. Kematian akibat flu burung (H5N1)
sebanyak tiga orang dan satu orang meninggal akibat flu babi (H1N1). Di Vietnam
dan Kamboja masing-masing hanya satu orang yang meninggal hingga laporan pekan
lalu. Secara keseluruhan, Indonesia masih berada di peringkat teratas dalam jumlah
orang yang meninggal akibat flu burung. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), 19 Januari lalu, di Indonesia, jumlah orang meninggal akibat flu
burung adalah 152 orang.
Penyebaran penyakit flu burung jelas melintasi batas Negara(pandemi) tapi
walau mewabah di Benua Asia, penyakit ini merupakan penyakit eksotis (penyakit
yang belum pernah ada) di Indonesia. Penyakit yang menjangkiti pekerja atau orang
yang hidup di lingkungan peternakan unggas ini merupakan penyakit mematikan.
Pada tahun 2003 selain di Asia, penyakit tersebut juga telah mewabah di Belanda.
Bisa terlihat sejarahnya, flu burung sudah terjadi sejak tahun 1960-an. Berikut
kilasnya :
1968 : Penularan virus influenza asal unggas ke manusia sudah sejak
1968
1997 : Flu burung pertama kali melewati “halangan spesies” dari unggas
ke manusia. Sebelumnya, flu ini hanya menyerang burung, bukan
manusia. Pertama kalinya di Hongkong dengan 18 orang dirawat
di Rumah Sakit dan 6 orang di antaranya meninggal dunia,
Page 28
kemudian menyebar ke Vietnam dan Korea. Tipe yang diketahui
menjangkit manusia adalah virus influenza tipe A subtype H5NI
1999 : Satu varian dari H5N1 yang disebut H9N2, kembali mengguncang
Hongkong dengan menginfeksi dua orang.
20 Mei 2001 : Untuk mencegah penyebaran flu burung, 40.000 ekor ayam
dimusnahkan di Hongkong dengan menggunakan karbon
dioksida
7 Februari 2002 : Ratusan ribu ekor ayam dan itik dimusnahkan di Hongkong.
Pemerintah setempat meminta penjualan dan impor ayam
dihentikan, menyusul merebaknya wabah flu burung. Sejak saai
itu pula, H5N1 mulai menyebar di luar tutorialnya.
April 2003 : Penyakit flu burung mewabah di Belanda.
15 April 2003 : Kantor kesehatan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, memeriksa
secara ketat semua jenis unggas dan bahan makanan hasil olahan
daging unggas yang berasal dari Belanda. Peraturan itu
diberlakukan hingga Negeri Kincir Angin itu bebas dari penyakit
flu burung, Instruksi itu dikeluarkan oleh Dirjen PEmberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI.
November 2003 : Tujuh juta ekor ayam dimusnahkan di Thailand. Sekitar 4,7 juta
ayam di Indonesia mati, 40% diantaranya terkena virus flu
burung dan virus New Castle.
Desember 2003 : Virus ini menunjukkan aksinya di Hongkong dan memakan satu
korban jiwa.
22 Desember 2003 : Virus flu burung menyerang unggas di Korea Selatan (Korsel).
Kasus flu burung pertama di Korsel ini ditemukan di peternakan
itik dekat Eumseong. Korsel yang sedang berusaha mengatasi
penyakit flu burung (bird flu) dengan tingkat penyebaran yang
tinggi, menyutujui langkah-langkah untuk menahan
perkembangan penyakit tersebut dan membatasi dampakny apada
industry peternakan. Virus yang dapat mematikan manusia
tersebut muncul diantara ayam-ayam di kandang peternakan
sekitar 80 km (50 mil) sebelah tenggara Seoul.
Page 29
24 Desember 2003 : Pemerintah Korsel memusnahkansekitar 60.000 ekor ayam dan itik
akibat menyebarnya virus H5N1.
Sepanjang 2003 : Ditemukan dua kasus di Hongkong dan satu diantaranya meninggal
dunia. Kedua kasus itu mempuyai riwayat perjalanan dari Cina.
Virus yang ditemukan adalah avian influenza tipe A subtype H5N1.
Ditemukan 83 kasus pada pekerja peternakan di Belanda, termasuk
keluarganya dan satu diantaranya meninggal. Virus yang ditemukan
adalah avian influenza tipe A subtipe H7N7. Di Hongkong
ditemukan seorang anak terinfeksi virus avian influenza tipe A
subtipe H9N2 tetapi tanpa kematian.
Januari 2004 : Penyakit flu burung mnenyebar sampai Jepang, Korsel, Vietnam, dan
Thailand dengan satu identifikasi yaitu mereka menyebar dari
Kamboja, Hongkong dan Taiwan.
13 Januari 2004 : Flu burung menewaskan jutaan ayam di Korsel, Vietnam, dan Jepang.
Para peternak di Thailand mengatakan, ribuan ayam telah tewas
karena sakit. Tapi sampai sekarang, belum dikonfirmasikan apakah
peristiwa itu disebabkan flu burung. Hongkong dan kamboja telah
melarang impor ayam dari negara-negara yang telah terkena wabah
itu. WHO menegaskan, tidak ada bukti flu burung menyebar dari
orang ke orang, seperti kasus virus SARS. Wabah flu burung
menyebar cepat di Vietnam, ketik asatu juta ayam tewas. Para
peternak Vietnam pun diperintahkan untuk membunuh semua ayam
yang sakit. Sementara itu, para pejabat di jepang mengatakan, 6.000
ayam tewas karena virus flu burung dan ribuan ayam akan dibasmi.
Ribuan ayam juga mati karena virus flu burung di Korsel.
14 Januari 2004 : Penyebaran flu burung juga sudah mencapai Jepang dan merajalela di
kawasan 800 km sebelah barat daya Tokyo. Enam ribu ekor ayam di
kawasan itu mati akibat virus dan 30.000 ekor lainnya terpaksa
dibinasakan pada hari-hari mendatang. Badan Penyakit Hewan
Sedunia (OIE) mengirim tim peneliti ke Asia untuk menyelidiki
penyakit flu burung yang telah menghancurkan industri peternakan
ayam di sejumlah negara Asia. OIE mengatakan, penelitian
dilakukan di Vietnam dimana badan kesehatan dunia atau WHO
menyatakan, wabah flu burung telah menewaskan dua orang anak
Page 30
dan seorang dewasa. Cina menyatakan mereka telah bebas dari flu
burung.
15 Januari 2004 : WHO mengatakan. Flu burung yang menyebar di peternakan ayam
di Asia telah menewaskan sedikitnya tiga orang di Vietnam. Tapi
dilaporkan virus itu belum menyebar ke manusia.
16 Januari 2004 : Empat orang tewas di Vietnam dan dikonfirmasikan terkena flu
burung. Kebanyakan ahli meyakini, transmisi penyakit ini berasal
dari burung ke manusia dan bukan dari manusia ke manusia. Jalur
Pantura-Indonesia, khususnya kabupaten Indramayu bisa saja
masuk daerah yang rawan terhadap berjangkitnya virus berbahaya
penyebab flu burung. Hal itu disebabkan wilayah udaranya selama
ini jadi jalur lintas migrasi jutaan burung setiap pergantian musim.
Burung dari Australia atau Eropa, dalam perjalanan migrasinya
yang menepuh ribuan kilometer, mengambil kepulauan Rakit
sebagai tempat peristirahatan atau transit. Pulau Rakit Utara,
Gosong, Rakit Selatan, atau pulau Biawak menjadi tempat
persinggahan burung-burung itu. Di pulau-pulau itu, jutaan ekor
burung-burung bereproduksi, kawin, dan banyak juga yang sampai
menetaskan telurnya.
17 Januari 2004 : Dua juta unggas di Vietnam dimusnahkan akibat terjangkit virus flu
burung.
18 Januari 2004 : WHO mengumumkan empat orang tewas akibat virus flu burung.
Sehingga , jumlah korban akibat virus itu menjadi enam belas orang
salah satunya adalah bocah lima tahun asal Nam Dinh, 60 mil
selatan Hanoi, Vietnam.
20 Januari 2004 : Karena kekhawatiran yang terus meningkat atau kasus ini, WHO
mengerjakan vaksin baru untuk melindungi penduduk dari flu
burung. Delapan belas kota dan provinsi di wilayah selatan dan
utara Vietnam telah terjangkit wabah flu burung. Wabah itu telah
menginfeksi sekitar 2,3 juta unggas dari total 245 hewan unggas
kebanyakan ayam di seluruh negeri itu.
21 Januari 2004 : Tiga orang di Thailand diperiksa untuk mengetahui apakah mereka
terkena virus AI, yang menewaskan sedikitnya lima orang di
Vietnam. Selama berhari-hari Thailand besikeras, penyakit yang
Page 31
melanda unggas di negara itu bukan disebabkan virus AI, meski
tetap melakukan pemusnahan unggas. Jepang bergerak cepat dengan
memberlakukan larangan sementara untuk mengimpor ayam dari
Thailand dengan menyebutnya sebagai langkah pencegahan dalam
memastikan keamanan makanan. Berita ini membuat harga saham
perusahaan eksportir ayam di bursa Thailand turun sekitar 7%.
Kementerian Kesehatan Thailand membenarkan bahwa di dalam
wilayahnya terdapat tiga kasus flu burung.
WHO menyatakan khawatir karena virus tersebut bisa bermutasi menjadi bentuk yang
lebih berbahaya saat menyebar.
22 Januari 2004 : Perdana menteri Thailand mengatakan, di wilayah Thailand
kemungkinan besar terdapat penderita flu burung. Di Thailand
ditemukan lagi dua kasus baru flu burung yang tercurigai, kedua
penderita itu sudah dikarantina lembaga bersangkutan di Thailand.
Sejak November 2003, ayam dalam jumlah besar mati di Thailand,
tapi pemerintah Thailand selalu meyangkal berjangkitnya flu burung
di negerinya. Departemen Kesehatan Thailand mengakui sedang
menyelidiki apakah tiga orang diantaranya seorang anak berusia
tujuh tahun dan seorang peternak ayam menderita flu burung.
23 Januari 2004 : Menteri Kesehatan Thailand menginformasikan bahwa dua anak
laki-laki telah didiagnosis terkana virus flu burung H5N1.
Dikatakannya, kedua anak laki-laki itu masing-masing berusia enam
dan tujuh tahun. Kedua anak itu sebelumnya pernah mengadakan
kontak dengan unggas. Dikabarkan, saat ini di Thailand masih
terdapat sedikitnya empat penderita flu burung tercurigai yang
dikarantina dan diobati. Komisi Uni Eropa mengumumkan larangan
impor unggas dar Thailand beserta produk terkait. Lima belas
negara Uni Eropa dan Jepang, menahan pengirimam ayam dari
Thailand. Korsel, Singapura, dan Taiwan juga termasuk negara yang
melarang impor, yang dipastikan akan mengurangi pendapatan
peternak Thailand. Pejabat Kementerian Kehutanan dan Perikanan
Kamboja mengatakan, sebuah perkebunan di luar Phnom Penh telah
terjangkit webah flu burung.
Page 32
24 Januari 2004 : PBB memperingatkan, flu burung lebih berbahaya dari SARS,
karena kemampuan virus ini dalam membangkitkan hamper
keseluruhan respon “bunuh diri” dalam sistem imunitas tubuh
manusia. Juru bicara kantor perdana menteri Thailand
mengumumkan, pemerintah Thailand sudah mengundang berbagai
negara yang terserang wabah flu burung dan dalam waktu dekat
berencana menyelenggarakan pertemuan multilateral di Bangkok
mengenai cara mengontrol penyebaran epidemic flu burung tersebut.
Pemerintah Thailand mengundang pejabat-pejabat Vietnam, Jepang,
Korsel, dan Kamboja yang menangani urusan kesehatan, pertanian,
dan luar negeri untuk berkonsultasi mengenai cara menghadapi
krisis flu burung yang terjadi di beberapa negar aAsia itu.
Pertemuan di Bangkok itu dihadiri oleh pakar terkait WHO,
Organisasi Bahan Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, dan pakar dari
negara-negara besar pengimpor daging ayam, termasuk Amerika
dan Uni Eropa.
Jawatan Kesehatan Vietnam mengumumkan, seorang anak laki-laki
berumur tiga belas tahun meninggal dunia akibat terinfeksi flu
burung. Pemerintah Vietnam dalam waktu dekat akan mengirim tim
ke beberapa daerah guna menyelidiki kemungkinan penularan
penyakit flu burung pada manusia.
25 Januari 2004: Departemen Pertanian membenarkan adanya flu burung yang masuk
ke Indonesia. Biro Umum Pengawasan, Pemeriksaan Mutu dan
Karantina Cina, dan Kementerian Pertanian Cina bersama-sama
mengeluarkan pemberitahuan darurat dan meminta berbagai daerah
meningkatkan pencegahan masuknya wabah flu burung dari
Thailand dan Kamboja ke wilayah Cina. Jika ditemukan unggas,
burung, atau produk terkait di kapal atau pesawat terbang yang
melewati atau singgah di Cina, maka barang-barang tersebut harus
disegel. Sampah penghidupan di alat-alat pengangkutan tersebut
harus diproses sampai tidak membahayakan di bawah pengawasan
badan pemeriksaan dan karantina keluar masuk wilayah, serta tidak
boleh dibuang sembarangan. Pihak kesehatan dan karantina
Chungcheongnam-do Korsel mengatakan, flu burung kembali
Page 33
berjangkit di sebuah peternakan ayam pada kota tersebut. Tiga ribu
lima ratus ekor ayam di daerah itu telah disembelih dan dikuburkan.
26 Januari 2004 : Pemerintah Indonesia melakukan tes Hemagglutinasi Inhibisi (H) atau
pemeriksaan dengan antiserum pada unggas untuk mengetahui
subtipe virus avian influenza (AI) yang telah menyebabkan
kematian 4,7 juta ekor ayam di Indonesia sejak Agustus 2003. Tes
dilakukan untuk membuktikan apakah virus AI termasuk tipe yang
bisa menular pada manusia atau yang dikenal dengan sebutan flu
burung yang kini sedang mewabah di sejumlah negara Asia.
Pemerintah melalui Departemen Pertanian akan mengimpor 40 juta
dosis vaksin dari Inggris dan Australia untuk membuktikan bahwa
kematian 4,7 juta ekor ayam tersebut dikarenakan terjangkit flu
burung atau tidak. Wabah penyakit flu burung yang sesungguhnya
telah menyerang perunggasan nasional sejak Agustus 2003 lalu dan
kini telah resmi diakui oleh pemerintah. Penyebab wabah penyakit
tersebut adalah virus avian influenza (AI) tipe A dan dinyatakan
pula telah membunuh 4,7 jutya ayam di Indonesia. Empat orang
dinyatakan meninggal dunia akibat wabah flu burung yang melanda
Vietnam. Flu burung juga terdekat di Pakistan. Merebaknya flu
burung, membuat peternak unggas di Bali mengisolasi diri. Ribuan
ayam dipotiong dan dibakar di Pulau Bali, slah satu daerah yang
paling parah dilanda wabah flu burung. Jepang menghentikan impor
unggas dan produk terkait dari Indonesia dikarenakan sudah terjadi
epidemi flu burung di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) ternyata sudah mampu
memproduksi vaksin antivirus avian influenza (AI) atau flu burung
sejak 2002.
27 Januari 2004 : Para pejabat kesehatan Kamboja melaporkan dua warganya dinyatakan
positif terjangkit virus flu burung. Namun, tiga orang yang
sebelumnya dilaporkan positif terkena virus flu burung, dinyatakan
bebas dari infeksi virus tersebut.
29 Januari 2004 : Pemerintah Indonesia menetapkan flu burung sebagai bencana darurat
nasional dan meminta persetujuan DPR untuk pengucuran dan
sebesar Rp 212 miliar untuk penanggulangannya. Pemerintah juga
Page 34
akan memusnahkan hewan dan unggas lain yang positif terkena
virus avian influenza.
30 Januari 2004 : Dalam dua pecan terkahir di bulan ini, beredar vaksin illegal untuk
burung atau avian influenza di kalangan peternak ayam di
Banyumas, Jawa Tengah. Para peternak terpaksa membeli vaksin
tersebut karena khawatir dengan meluasnya wabah flu burung
sementara vaksin resmi dari pemerintah sulit diperoleh. Jelas
tampak pada Januari 2004, terjadi KLB unggas di beberapa daerah
di Indonesia yang ditandai dengan banyaknya ternak unggas
terserang flu burung dengan resiko kematian. Walau belum
teriodentifikasi adanya serangan virus dari unggas kepada manusia
tetapi tetap perlu waspada dengan menyelenggarakan suatu
surveilans khusus di daerah yang dilaporkan sedang berjangkit KLB
unggas “flu burung” sampai keadaan kembali normal. Untuk
mengidentifikasi adanya penularan virus flu burung dari unggas ke
manusia, harus didapatkan gambaran epidemologi KLB flu burung
dan harus dibuktikan tidak ada penularan virus flu burung dari
unggas dan harus dibuktikan tidak ada penularan virus flu burung
dari unggas ke manusia di setiap daerah di Indonesia, oleh karena itu
pemerintah melakukan surveilans epidemologi. Daerah di Indonesia
yang sedang berjangkit KLB unggas “flu burung” itu adalah seluruh
Jawa, Lampung, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan
Kalimantan Barat. Untuk memastikan serangan virus tidak terjadi ke
manusia, badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan bekerja
sama dengan US NAMRU-2, menerima spesimen-spesimen untuk
divertifikasi dan dikirimkan ke laboratorium rujukan di Atlanta,
Amerika Serikat (Pedoman Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
yang Berhubungan dengan Flu Burung oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI).
Page 35
Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Wabah Flu Burung
Melalui keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan teratnggal 4
Februari 2004, pemerintah telah menetapkan strategi untuk melakukan pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan flu burung (Avian Influenza). Sayang sekali, tidak
semua orang mengetahuinya.
Pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit flu burung
mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan
jangka panjang program adalah mempertahankan daerah-daerah bebas flu burung dan
melaksanakan pengendalian di daerah tertular, sedangkan tujaun jangka panjangnya
adalah melaksanakan pemberantasan flu burung dengan arah pembebasan kembali
daerah tertular secara bertahap. Daerah bebas ialah daerah propinsi atau pulau yang
tidak pernah tertular atau tidak pernah dilaporkan adanya flu burung atau adanya
batasan alam bagi propinsi atau pulau (kepulauan) yang menjamin daerah itu sulit
terjadi penularan penyakit flu burung.
Daerah terancam ialah daerah yang tidak ada kasus, tetapi berbatasan langsung
sedaratan dan tanpa batasan alam dengan daerah tertular. Kemudian, daerah tertular
ialah daerah yang dijumpai kasus flu burung yang didiagnosis secara klinis, patologi
anatomis (pemeriksaan bangkai dengan atau tanpa mikroskop), epidemiologis
(melihat kejadian penyakitnya), dan dikonfirmasi secara laboratoris (dilakukan
penegasan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium).
Prinsip pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan flu burung yang
dilakukan pemerintah meliputi 5 hal, yakni: mencegah kontak antara hewan yang
peka dengan virus flu burung, menghentikan produksi virus flu burung oleh unggas
tertular, meningkatkan resistansi hewan (pengebalan terhadap hewan peka) dengan
cara vaksinasi, menghilangkan sumber penularan virus, dan meningkatkan kesadaran
masyarakat. Dalam melaksanakan prinsip dasar, pemerintah melakukan 9 tindakan
yang merupakan satu kesatuan satu sama lain, sehingga kesembilannya harus
dilaksanakan secara bersama-sama tanpa terpisah-pisah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Kegagalan pada satu sisi bisa menimbulkan kegagalan program
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit flu burung. Berikut adalah
kesembilan tindakan:
Page 36
Pelaksanaan Biosekuriti Secara Ketat
Biosekuriti adalah cara menangani ternak secara higienis. Tindakan biosekuriti
meliputi:
1. Pengawasan lalu lintas dan tindakan karentina atau isolasi lokasi peternakan tertular
dan lokasi penampungan unggas yang tertular.
a. Membatasi secara ketat lalu lintas kontaminan yang me;iputi hewan atau
unggas, produk unggas, dan alas kandang.
b. Membatasi lalu lintas orang atau pekerja dan kendaraan yang keluar masuk
lokasi peternakan.
c. Para pekerja dan semua yang ada di lokasi peternakan harus dalam keadaan
kondisi sehat.
d. Para pekerja dan semua orang yang ada di lokasi peternakan atau penampungan
unggas tertular harus menggunakan pakaian pelindung, kacamata, masker,
sepatu pelindung, dan harus melakukan tindakan desinfeksi dan sanitasi.
e. Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air, tikus, dan
hewan lainnya.
2. Dekontaminasi atau desinfeksi
Tindakan Pemusnahan Selektif Unggas (Depopulasi) Di Daerah tertular
Depopulasi atau pemusnahan selektif merupakan tidakan untuk mengurangi
populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit. Tindakan depopulasi
dilakukan terhadap semua peternakan yang tertular flu burung dan ditetapkan melalui
diagnosis secara klinis dan patologi anatomis oleh dokter hewan. Tindakan dilakukan di
peternakan tertular pada semua unggas hidup yang sakit (tertular) mauoun unggas sehat
yang sekandang dengan menyembelihnya sesuai prosedur pemotongan unggas yang
berlaku. Akibat atas kebijakan adalah adanya dana kompensasi bagi peternak. Tindakan
dilanjutkan dengan prosedur disposal. Disposal adalah prosedur untuk melakukan
pembakaran dan penguburan terhadap bangkai unggas, telur, kotoran (feses), bulu, alas
kandang, pupuk, dan pakan ternak tercemar serta bahan dan peralatan lain yang
tercemar, tetapi tidak dapat didesinfeksi secara efektif.
Page 37
Lokasi pelaksanaan pembakran atau penguburan harus dalam lokasi peternakan
daerah tertular dengan jarak minimal 20 meter dari kandang terdekat dan jauh dari
penduduk untuk mencegah polusi maupun penyebaran penyakit. Pembakaran
hendaknya dilakukan dalam lubang yang telah dipersiapkan untuk penguburan atau
menggunakan incinerator untuk mencegah polusi. Lubang penguburan sebaiknya
mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter. Unggas yang telah dibakar ditutup dengan
tanah secepat mungkin dan ditaburi kapur serta disinfektan. Apabila tempat
pembakaran dilakukan di luar area peternakan, maka harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari dinas peternakan setempat.
Pengebalan (Vaksinasi)
Vaksin yang dipergunakan adalah vaksin inaktif produksi dalam negri atau
impor yang strain virusnya homolog dengan subtipe virus isolate lokal (strain H5) dan
telah mendapatkan rekomendasi (nomor registrasi) dari pemerintah. Tindakan vaksinasi
hanya boleh dilakukan di daerah tertular secara masal terhadap seluruh unggas sehat
terancam (100%) dengan cara penyuntikan satu per satu dan apabila perlu, dilakukan
booster (penyuntikan ulang). Dosis vaksin sebagai berikut:
Ayam petelur: umur 4-7 hari sebanyak 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher;
umur 4-7 minggu sebanyak 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher; umur 12
minggu sebanyak 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher atau pada otot dada.
Pelaksanaan vaksinasi, depopulasi, serta stumping out diulang 0,5 ml pada otot
dada setiap 3-4 bulan.
Ayam pedaging: dilaksanakan pada umur 4-7 hari dengan dosis 0,2 ml di bawah
kulit pada pangkal leher.
Program vaksinasi pada unggas lain disesuaikan dengan petunjuk yang tercantum
pada etiket masing-masing produksi vaksin.
Pemberian vaksin yang selama ini dilakukan adalah vaksinator berkeliling
dari rumah ke rumah di kampung-kampung dengan dipandu petugas dari desa
untuk daerah yang memiliki banyak ayam. Sebaliknya, untuk kampung-kampung
yang hanya memiliki sedikit ayam petugas vaksinator menunggu di suatu tempat,
sedangkan petugas dari kampung sebelumnya telah memberikan pengumuman
adanya vaksinasi flu burung (AI). Kemudian, pemilik unggas darang membawa
unggasnya atau jika memiliki banyak unggas, pemilik cukup melaporkan dan
Page 38
petugas akan datang ke rumahnya. Vaksinasi AI yang selama ini dilakukan
memiliki banyak kendala antara lain belum adanya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya vaksinasi AI, sehingga kadang-kadang pemilik tidak mengizinkan
vaksinasi pada unggas yang bagus, seperti ayam hias dan ayam aduan, karena
malah takut akan mati setelah dilakukan vaksinasi. Selanjutnya, pada sistem yang
kedua di mana petugas menunggu, masyarakat malas datang, sehingga acara
vaksinasi kurang mendapat sambutan baik dari masyarakat.
Kendala lain program adalah keterbatasan petugas dan beberapa peternak
yang kurang memperhatikan instruksi petugas di desanya, sehingga pada waktu
kegiatan vaksinasi dilakukan unggas dilepas dan sulit mengumpulkannya. Untuk
keadaan yang demikian, vaksin ditinggal di tempat peternak dan peternak
memberikannya sendiri sore harinya ketika unggasnya terkumpul. Akibatnya
tingkat keberhasilan vaksinasi menurun karena tidak ada jaminan bahwa peternak
mau menyuntikkan vaksin. Jika diberikan, maka timbul keraguan apakah cara
pemberian dan jumlahnya tepat. Meskipun petugas sudah memandu sebelumnya,
tetapi pemberian vaksin dalam adjuvan minyak tidak mudah, sehingga ketepatan
pemberian vaksin diragukan. Kelemahan lain vaksinasi yang dilakukan selama ini
adalah petugas tidak mengenakan pakaian yang diisyaratkan seperti penggunaan
masker dan sarung tangan. Hal ini menimbulkan resiko yang sangat besar bagi
petugas, lebih lanjut, tampaknya sosialisasi yang dilakukan sangat kurang.
Buktinya adalah sering ada keluhan pemilik unggas bahwa belum ada vaksinasi
gratis di kampungnya.
Pengendalian Lalu Lintas
Pengaturan ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan unggas hidup, telur
(tetas dan konsumsi), produk unggas (karkas dan daging unggas serta olahannya),
serta limbah peternakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam DILARANG mengeluarkan
anak unggas umur sehari (DOC) kecuali anak unggas umur sehari bibit induk
(parent stock) dari peternakan pembibitan (breeding farm) yang tidak terjadi kasus
flu burung sekurang-kurangnya 30 hari terakhir.
Page 39
2. Dari daerah tertular ke daerah tertular lain diizinkan mengeluarkan anak unggas
umur sehari parent stock dan atau final stock dari peternakan pembibitan yang
tidak terjadi kasus flu burung sekurang-kurangnya 30 hari terakhir. Pengangkutan
DOC di atas hanya dapat dilakukan untuk satu kali tujuan dan setelah sampai di
tempat tujuan, boks pembawanya harus segera dimusnahkan. Pengiriman harus
menyertakan surat keterangan dari dokter hewan pemerintah kota atau kabupaten
asal dengan tembusan direktur kesehatan hewan dan kepala dinas peternakan atau
dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan propinsi. Surat
menerangkan bahwa DOC berasal dari peternakan pembibitan yang tidak tertular
flu burung setidak-tidaknya 30 hari terakhir. Pengiriman harus menyertakan pula
surat keterangan mengenai jenis DOC parent stock atau final stock.
3. Unggas dewasa DILARANG dikeluarkan dari daerah tertular ke daerah bebas atau
terancam, sedangkan dari daerah tertular ke daerah tertular lainnya diizinkan
mengeluarkan unggas dewasa yang telah mendapatkan tindakan vaksinasi,
depopulasi, serta stamping out minimal 21 hari sebelum tanggal pengeluaran.
Kemudian, unggas dewasa tersebut harus berasal dari peternakan yang bebas atau
tidak terjadi kasus flu burung sekurang-kurangnya 30 hari terakhir. Keranjang
(boks) unggas dewasa setelah selesai pengiriman harus segera didesinfeksi di
tempat tujuan.
4. Dari daerah tertulat ke daerah bebas atau terancam maupun ke daerah tertular
lainnya diizinkan mengeluarkan telur konsumsi maupun telur tetas dari peternakan
yang bebas atau tidak terjadi kasus flu burung sekurang-kurangnya 30 hari terakhir.
Kemudian, sebelum dikeluarkan, telur harus didesinfeksi terlebih dahulu. Kotak
atau boks telur harus pula didesinfeksi terlebih dahulu sebelum dikeluarkan. Kotak
telur hanya dapat digunakan untuk satu kali tujuan dan setelah sampai di tempat
tujuan, harus segera dimusnahkan.
5. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam maupun daerah tertular lainnya
diizinkan mengeluarkan karkas dan daging unggas yang tidak tertular maupun
tidak terjangkit kasus flu burung setidak-tidaknya 14 hari.
6. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam maupun ke daerah tertular
lainnya diizinkan untuk mengeluarkan pakan unggas (poultry feed) sepanjang
pakan berasal dari lokasi industri pakan ternak dan diangkut langsung ke tempat
Page 40
tujuan. Apabila di sekitar industri pakan ternak ada peternakan unggas yang
sedang, maka pada jarak radius 1 km sedang tidak terjadi kasus flu burung
sekurang-kurangnya 30 hari terakhir. Sebelum pengeluaran, pakan ternak telah
mengalami prosedur desinfeksi dan sanitasi secara cermat di tempat tujuan serta di
bawah pengawasan dinas peternakan dan kesehatan hewan setempat.
7. dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam maupun ke daerah tertular
lainnya DILARANG mengeluarkan semua jenis limbah.
8. Pengawasan lalu lintas antar-area secara ketat terhadap unggas hidup dan produk
unggas dilakukan oleh badan karatina pertanian melalui jajarannya di pintu-pintu
pengeluaran dan pemasukan di darat, laut, maupun udara.
9. Pengawasan terhadap pelanggaran maupun pembatasan lalu lintas dilakukan oleh
dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat.
Dengan aturan di atas, penyebaran virus flu burung dapat diminimalisasi.
Walaupun demikian, perbaikan di sana-sini masih perlau dilakukan karena
penyelundupan mungkin masih terjadi. Di sinilah peran serta semua pihak diharapkan.
Pemerintah berfungsi membuat aturan beserta pengawasannya, sedangkan setiap
warga masyarakat hendaknya menaati aturan yang sudah ditetapkan untuk
mewujudkan kesehatan kita bersama.
Surveillans Dan Penelusuran
Surveillans dan penelusuran dilakukan pada semua unggas yang rentan
(berisiko tinggi) terhadap penyakit dan sumber penyakit flu burung. Surveillans
bertujuan menetapkan sumber infeksi di daerah yang baru tertular; menetapkan
sumber penyebaran atau perluasan penyakit di daerah tertular; memantau
epidemiologi dan dinamika penyakit untuk mengetahui perkembangan pengendalian
dan pemberantasan penyakit; menetapkan perwilayahan (zoning) daerah bebas,
daerah terancam, dan daerah tertular penyakit; serta mendeteksi tingkat kekebalan
kelompok (herd immunity) setelah vaksinasi. Penelusuran (tracing) dilaksanakan
bersama dengan surveilan. Penelusuran dilakukan untuk menentukan sumber infeksi
Page 41
dan menahan secara efektif penyebaran penyakit. Penelusuran dilakukan paling cepat
14 hari sebelum timbulnya gejala penyakit sampai tindakan karantina mulai
diberlakukan.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan penelusuran adalah asal
dan jenis unggas, produk daging, telur, bulu, tulang, darah, dan lain-lain. Bahan
perantara seperti semua kendaraan pengangkut pakan, telur, unggas, maupun
pengunjung peternakan, peralatan, dan material terkontaminasi kotoran (feses) harus
diperhatikan pula.. demikian pula, semua orang yang berhubungan dengan unggas
seperti peternak atau petugas kandang, pedagang ternak, technical service, penjual
pakan, pengunjung, dan lain lain. Pelaksanaan surveillans dan penelusuran dilakukan
oleh balai penelitian veteriner Bogor, yaitu Balai Penyelidikan dan Pengujian
Veteriner Regional (BPPVR) masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan
sumber daya manusia yang dimiliki serta berkoordinasi dengan instansi terkait.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Public Awareness)
Program ini merupakan program sosialisasi atau kampanye tentang penyakit
flu burung kepada masyarakat dan peternak mengingat dampak kerugian yang
ditimbulkan akibat flu burung, baik secara ekonomis maupun kesehatan masyarakat.
Tindakan sosialisasi dilakukan melalui media elektronik, media massa, maupun
penyebaran brosur (leaflet), dan pemasangan spanduk agar masyarakat tidak panik.
Kemudian, tindakan dilakukan pula dengan membuat Pusat Krisis (Crisis Centre) dan
adanya jalur khusus (hotline) informasi mengenai flu burung di direktorat kesehatan
hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan jakarta, dan masing-masing
daerah propinsi maupun kabupaten atau kota.
Sosialisasi dapat pula diwujudkan sebagai program pendidikan kepada
masyarakat (Educational Programme) melalui seminar dan pelatihan dengan
bekerjasama dengan industri perunggasan dan asosiasi bidang peternakan.
Pengisian Kembali (Restocking) Unggas
Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilaksanakan
paling cepat 1 bulan setelah pengosongan kandang dilakukan dan semua tindakan
desinfeksi dan disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur.
Page 42
Pemusnahan Unggas Secara Menyeluruh (Stamping Out)
Tindakan stamping out merupakan tindakan pemusnahan secara menyeluruh,
yaitu tindakan memusnahkan seluruh unggas yang sakit maupun yang sehat pada
peternakan tertular dan semua unggas yang berada dalam radius 1 km dari peternakan
tertular. Tindakan dapat dilaksanakan apabila timbul kasus flu burung di daerah bebas
atau terancam dan telah didiagnosis secara klinis, patologi anatomis, dan
epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris. Tindakan dapat dilaksanakan
apabila dalam kondisi:
• Kejadian penyakit masih dapat dilokalisasi dan tidak berpotensi menyebar secara
cepat ke peternakan atau daerah lain.
• Batasan jumlah unggas yang akan dimusnahkan masih dianggap ekonomis oleh
peternak.
• Peningkatan biosekuriti dan pembatasan lalu lintas secara ketat harus diberlakukan
terhadap peternakan tertular.
• Pelaksanaan surveillans dan penelusuran untuk mengidentifikasi sumber penularan
oleh BPPV Regional di wilayah tersebut.
Apabila stamping out terlambat dilaksanakan dan penyebaran penyakit sudah
semakin luas, maka tindakan tidak dapat dilaksanakan dan diganti dengan tindakan
vaksinasi dan pemusnahan selektif (depopulasi).
Monitoring, Pelaporan, Dan Evaluasi
Kegiatan monitoring bertujuan mengetahui keberhasilan suatu kegiatan dan
dampak serta permasalahan yang timbul saat kegiatan dilaksanakan agar dalam
perkembangan lebih lanjut dapat disempurnakan kekurangannya. Kegiatan
dilaksanakan oleh pusat, daerah, serta laboratorium BPPV Regional selama
pelaksanaan di lapangan masih berlangsung. Pelaporan meliputi laporan situasi
penyakit dan perkembangan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit,
produsen, serta nama vaksin yang digunakan dan pendistribusiannya. Laporan dimulai
dari petugas lapangan peternakan atau kesehatan hewan kepada dinas peternakan atau
dinas yang melaksanakan fungsi peternakan atau kesehatan hewan di kabupaten atau
kota. Kemudian, kepala dinas yang bersangkutan menindaklanjuti laporan kepada
Page 43
bupati atau walikota dengan tembusan kepada kepala dinas peternakan atau dinasyang
melaksanakan fungsi peternakan atau kesehatan hewan propinsi dan Direktur Jenderal
Bina Produksi Peternakan, direktur kesehatan hewan dengan menggunakan format
laporan format yang berlaku. Selanjutnya, kepala dinas peternakan atau dinas yang
melaksanakan fungsi peternakan atau kesehatan hewan propinsi menindaklanjuti
dengan mengevaluasi dan menganalisis laporan yang diterima, berkonsultasi dengan
direktur kesehatan hewan untuk segera menurunkan tim diagnostik, serta melaporkan
kepada direktur kesehatan hewan yang bersangkutan.
Evaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan flu
burung bertujuan mengetahui pencapaian target kegiatan, dampak keberhasilan, dan
permasalahan yang timbul di lapangan. Hal-hal yang dievaluasi antara lain
penyediaan dan distribusi sarana seperti vaksin, obat, maupun peralatan. Kemudian,
evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui realisasi pelaksanaan kegiatan seperti
vaksinasi, pengamatan, diagnosis, tindakan yang telah diambil, serta situasi penyakit
(sakit, mati, stamping out, kasus terakhir, dan lain-lain). Evaluasi dilaksanakan pada
akhir kegiatan oleh pemerintah pusat dan daerah di akhir tahun anggaran.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu / avian influenza ) adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh virus avian influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas. Wabah penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus
avian influenza tipe H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Korea
Selatan, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, Cina, Indonesia, dan
Page 44
Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi
unggas terinfeksi. Dalam hal ini peran Pemerintah sangatlah penting, adapun
Prinsip pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan flu burung yang dilakukan
pemerintah meliputi 5 hal, yakni: mencegah kontak antara hewan yang peka
dengan virus flu burung, menghentikan produksi virus flu burung oleh unggas
tertular, meningkatkan resistansi hewan (pengebalan terhadap hewan peka)
dengan cara vaksinasi, menghilangkan sumber penularan virus, dan
meningkatkan kesadaran masyarakat.
Dalam melaksanakan prinsip dasar, pemerintah melakukan 9 tindakan yang
merupakan satu kesatuan satu sama lain, sehingga kesembilannya harus
dilaksanakan secara bersama-sama tanpa terpisah-pisah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Kegagalan pada satu sisi bisa menimbulkan kegagalan program
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit flu burung. Sembilan
tindakan itu , meliputi : Pelaksanaan biosekuriti secara ketat, Tindakan
pemusnahan selektif unggas (Depopulasi) di daerah tertular, Pengebalan
(Vaksinasi), Pengendalian lalu lintas, Surveillans dan penelusuran, peningkatan
kesadaran masyarakat (Public Awareness), Pengisian Kembali (Restocking)
unggas, Pemusnahan unggas secara menyeluruh (Stamping Out), serta
Monitoring, Pelaporan dan Evaluasi.
2. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
kita tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan Flu Burung. Kami
selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.
Page 46
Cucunawangsih. 2006. Flu Burung : Cara Mewaspadai dan Mencegahnya. Jakarta :PT
Bhuana Ilmu Populer.
Nurheti Yuliarti. 2006. Menyikapi Rahasia Penyakit Flu Burung. Yogyakarta : C.V Andi
Offset.
Tamher dan Noorkasiani. 2008. Flu Burung : Aspek Klinis dan Epidemiologis. Jakarta :
Salemba Medika.
http://regional.kompas.com/read/2012/02/13/01433393/Kasus.Flu.Burung.Kembali.Merebak