Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memerlukan perawatan terhadap kesehatan, baik ketika dalam kondisi sakit maupun dalam kondisi sehat seutuhnya. Dalam pemberian perawatan kesehatan tentu tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, melainkan harus dilakukan oleh perawat yang telah menempuh pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Tenaga keperawatan merupakan The caring profession yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual yang dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibandingkan pelayanan yang lainnya (Departemen Kesehatan RI ,2001). Di dalam rumah sakit terdapat berbagai jenis pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan umum, darurat, maupun intensive. Bagian pelayanan kesehatan intensive yaitu Intensive Care Unit (ICU) menjadi salah satu bagian pelayanan sentral bagi rumah sakit. Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian pelayanan di rumah sakit dengan staf khusus, perlengkapan 1
37

Fix Bab i, II, III, IV, V

Feb 10, 2016

Download

Documents

green mood booster
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fix Bab i, II, III, IV, V

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang memerlukan perawatan terhadap kesehatan, baik ketika

dalam kondisi sakit maupun dalam kondisi sehat seutuhnya. Dalam

pemberian perawatan kesehatan tentu tidak dapat dilakukan oleh sembarang

orang, melainkan harus dilakukan oleh perawat yang telah menempuh

pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Tenaga keperawatan merupakan

The caring profession yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan

kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan

berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual yang dilaksanakan selama

24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri

dibandingkan pelayanan yang lainnya (Departemen Kesehatan RI ,2001).

Di dalam rumah sakit terdapat berbagai jenis pelayanan kesehatan,

baik pelayanan kesehatan umum, darurat, maupun intensive. Bagian

pelayanan kesehatan intensive yaitu Intensive Care Unit (ICU) menjadi

salah satu bagian pelayanan sentral bagi rumah sakit.

Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian pelayanan di rumah sakit

dengan staf khusus, perlengkapan khusus, yang memberikan pelayanan

intensive bagi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera yang

mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa. Saat ini, ICU modern

telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu Intensive Care Medicine dan tidak

terbatas pada menangani pasien pasca bedah maupun ventilasi mekanis saja.

Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital

seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lainnya

baik pada pasien dewasa atau pasien anak (Kepmenkes No

1778/MENKES/SK/XII/2010).

Pelayanan yang diberikan di ICU sangatlah kompleks apalagi ICU

yang khusus pada pasien gangguan kardovaskular. Keberhasilan perawatan

di pelayanan ICU yang melayani pasien gangguan kardovaskular didukung

1

Page 2: Fix Bab i, II, III, IV, V

oleh adanya peran perawat dimana mereka harus memiliki kemahiran dalam

melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien kritis.

Memberikan perawatan di pelayanan ICU apalagi pada pasien dengan

gangguan kardovaskular bukan hal yang mudah. Diperlukan kondisi fisik,

kognitif dan emosional yang selalu prima dalam memberikan perawatan

karena berkaitan dengan masalah perawtan yang komplek. Ada berbagai

kegiatan yang dilakukan diantaranya yaitu penilaian terhadap kondisi yang

mengancam jiwa pasien dengan kelainan kardovaskular, deteksi awal

terjadinya tanda dan gejala komplikasi akibat penyakit kardovaskular,

perawatan pasien dengan kondisi kritis akut yang memerlukan tindakan

segera (Life Saving) atau pasien kritis dengan kondisi sakit kronik,

pemantauan hemodinamik secara terus menerus setiap jam, interpretasi dan

intervensi tes diagnostic pada pasien, pemberian terapi sesuai dengan

program terapi, dan tindakan-tindakan lainnya. Dinamika perawatan ICU

yang kompleks dan kondisi pasien kritis inilah yang sering memicu stresor

terjadinya stress di ICU (Hudak & Gallo, 2010). Berdasarkan survei awal

tanggal 28 Februari 2008 pada 5 perawat yang bertugas di Ruang ICU

Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan didapatkan perawat yang

merasakan pekerjaan di Ruang ICU sebagai beban kerja berat sebesar 60%

atau 3 perawat, beban kerja sedang sebesar 20% atau 1 perawat, dan beban

kerja ringan sebesar 20% atau 1 perawat. Perawat tidak ada yang mengalami

stres kerja berat, stress kerja sedang sebesar 40% atau 2 perawat, dan stres

kerja ringan sebesar 60% atau 3 perawat.

Perawat Intensive Care Unit juga lebih rentan mengalami Post

Traumatic Stres Disorder (PTSD) di bandingkan dengan perawat

umum(Mealer, 2007). Berdasarkan penelitian Mealer di dapatkan hasil

bahwa dari 230 perawat Intensive Care Unit, terdapat 54 responden yang

mengalami PTSD (24%), sedangkan dari 121 responden dari perawat umum

terdapat 17 responden yang mengalami PTSD (14%).

Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa

disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan dan situasi social, 2

Page 3: Fix Bab i, II, III, IV, V

yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (Morgan dan King dalam

Waluyo 2008). The National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) mendefinisikan stress kerja sebagai suatu kondisi fisik dan

emosional yang berbahaya yang terjadi ketika pekerjaan yang dilakukan

tidak sesuai dengan kemampuan, sumber daya dan kebutuhan pekerjaan

(NIOSH, 2008).

Menurut Survey nasional di Prancis (Frasser 1997) ditemukan bahwa

presentase kejadian stress sekitar 74% dialami oleh perawat. Sedangkan di

Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan

Perawatan Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9% perawat Indonesia di

empat provinsi mengalami stress kerja. Selain faktor penyebab stress yang

bersumber dari tekanan psikologis tersebut, rentannya kondisi perawat

terhadap stress kerja dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti

faktor yang bersumber pada pekerjaan itu sendiri, faktor yang bersumber

dari organisasi tempat bekerja dan faktor eksternal di luar pekerjaannya

seperti faktor lingkungan, keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan dan

lain-lain (Greenberg, 2002). Ada berbagai faktor yang bersumber pada

pekerjaan, salah satu diantaranya ialah beban kerja.

Selain menimbulkan gejala fisik dan psikologis, stress kerja juga

menimbulkan perilaku absenteisme, turnover, dan kesalahan dalam

melakukan pengobatan atau perawatan (NIOSH, 2008). Stress tentu saja

dapat mempengaruhi motivasi serta energy fisik pekerja untuk melakukan

tugas dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas kerja

serta meningkatkan eror dan kecelakaan (Handayani, 2003). Terjadinya

komunikasi yang kurang efektif akibat hubungan interpersonal yang kurang

baik serta suasana lingkungan kerja yang kurang menunjang dapat menjadi

faktor penyebab terjadinya stres kerja (NIOSH, 2008; Hudak & Gallo,

2010). Stres kerja banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang tidak

nyaman (Evan & Johnson, 2000).

Stres kerja yang dialami perawat ICU dapat memberikan banyak

dampak tidak hanyak pada kondisi perawat sendiri tetapi juga pada 3

Page 4: Fix Bab i, II, III, IV, V

performa kerjanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meltzer, L.

S. et al., (2004) dari 60 perawat ICU pada dua buah rumah sakit di

California Selatan terhadap kejadian stress kerja yang dialami oleh beberapa

perawat yang bekerja di ruangan perawatan ICU, setelah diidentifikasi

diperoleh bahwa sebagian perawat sebanyak 17 perawat (56,7%)

mengalami stress kerja berat, 46,7% memiliki tingkat kepuasan kerja yang

kurang dengan 20 perawat (66,7%) dengan kinerja buruk.

Semakin banyak stressor dan pengalaman yang dialami dan mampu

menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasinya sehingga

kemampuan adaptif akan semakin baik pula (Hidayat, 2007). Pengelolaan

stress tersebut dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang meliputi

penggunaan obat cemas (axiolytic) dan anti depresi (anti depressant), serta

terapi non farmakologi yang meliputi pendekatan perilaku, pendekatan

kognitif, serta relaksasi.

Ada bebagai jenis terapi nonfarmakolgi, salah satu diantaranya ialah

terapi warna. Salah satu jenis terapi yang dapat menimbulkan relaksasi

sehingga dapat mengurangi stress dan belum banyak di terapkan di

Indonesia adalah terapi warna (Kusuma, 2010). Warna yang digunakan

untuk terapi pun beraneka ragam, salah satunya yaitu watna hijau. Salah

satu warna yang dapat dimanfaatkan dan memiliki efek positif yaitu warna

hijau (Kusuma, 2010). Warna hijau dapat menimbulkan rasa nyaman, rileks,

mengurangi stres, menyeimbangkan, dan menenangkan emosi (Kusuma,

2010).

Mengingat beban kerja yang dapat menimbulkan stress kerja, stress kerja yang dapat memberikan dampak bagi kinerja perawat dan manfaat positif dari warna hijau serta kurangnya penerapan warna hijau untuk mengadaptasi stress kerja perawat, maka Tim Penulis menyusun karya tulis ilmiah dengan judul: “ Green Mood Booster (GEMBOOST) Efek Terapi Warna Hijau pada Wallpaper di Nurse Station Sebagai Proses Adaptasi Stres Beban Kerja Perawat dalam Pemberian Pelayanan Pasien dengan Gangguan Cardiovascular Disease di Ruang Intensive Care”

4

Page 5: Fix Bab i, II, III, IV, V

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat

dalam karya tulis ini adalah: Bagaimana warna hijau pada Wallpaper di

ruang perawat berperan terhadap proses adaptasi stress beban kerja perawat

dalam pemberian pelayanan pasien dengan gangguan kardiovaskular di

ruang Intensive Care?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan karya ini adalah: Mengetahui serta

mampu menerapkan bagaimana warna hijau pada Wallpaper di ruang

perawat berperan terhadap proses adaptasi stress beban kerja perawat dalam

pemberian pelayanan pasien dengan gangguan kardiovaskular di ruang

Intensive Care.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan karya tulis ini antara lain:

1. Pemerintah

Dalam hal ini khususnya adalah Dinas Kesehatan. Bagi Dinas

Kesehatan diharapakan karya tulis ini mampu menjadi sebuah pandangan

maupun harapan baru akan sebuah upaya-upaya dalam peningkatan

kesejahteraan dan kualitas hidup perawat yang selama memiliki peran

penting dari pelayanan kesehatan.

2. Rumah Sakit

Mampu memberikan wacana bagi rumah sakit dalam upaya

mensejahterakan para tenaga kesehatan khususnya perawat. Jika perawat

sejahtera maka dalam memberikan perawatan kesehatan kepada pasien pun

dapat optimal. Dengan perawatan kesehatan optimal tentu dapat

meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang ada di

rumah sakit tersebut. Hal tersebut akan menarik lebih banyak pasien untuk

mengunjungi rumah sakit tersebut baik untuk berobat maupun hanya untuk

merawat kesehatan.

3. Akademisi

5

Page 6: Fix Bab i, II, III, IV, V

a. Sebagai upaya meningkatkan kreatifitas dan ketrampilan mahasiswa untuk

menemukan metode baru dalam terapi nonfarmakologi.

b. Sebagai upaya menggali potensi diri dari mahasiswa yang diharapkan

potensi-potensi tersebut mampu menjadikan para mahasiswa menjadi

manusia yang cerdas dan unggul. Kecerdasan dan keunggulan tersebut

tentunya juga diharapkan mampu dimanfaatkan oleh para mahasiwa dengan

baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup manusia

menjadi lebih baik. Dengan demikian potensi tersebut tidak akan terbuang

sia-sia tetapi mampu menjadikan sosok mahasiswa menjadi sosok manusia

yang berharga karena potensi yang dimilkinya bermanfaat bagi sesama.

1.5 Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan maka perlu ditetapkan

batasan masalah. Sasaran dari subjek penulisan ini adalah perawat dengan

stress beban kerja yang dialami selama pemberian pelayanan pasien dengan

gangguan kardovaskular di ICU. Proses adapatasi stress karena beban kerja

tersebut dilakukan dengan memanfaatkan warna hijau pada Wallpaper alam

yang diaplikasikan di ICU khususnya pada ruang perawat.

6

Page 7: Fix Bab i, II, III, IV, V

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres

2.1.1 Definisi Stres

Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa

disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan dan situasi social,

yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (Morgan dan King dalam

Waluyo 2008). Menurut Cooper (1994) dalam Perry & Potter (2005) Stres

didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang

mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau

melebihi batas kemampuan subjek.

2.1.2 Tahapan Stres

Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan,

menurut Van Amberg (1979 dalam Alimul 2008), tahapan stres dapat

terbagi menjadi enam tahap diantaranya :

a. Tahap Pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya

semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya,

merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya,

kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi kemampuan yang

dimiliknya semakin berkurang.

b. Tahapan Kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut,

adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa

lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh

lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih .

c. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti

pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar

tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,

7

Page 8: Fix Bab i, II, III, IV, V

gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah

malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.

d. Tahap Keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan

yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi

menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak

mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur,

sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan

konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan

yang tidak diketahui penyebabnya.

e. Tahap Kelima

Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak

mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan

pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan

kecemasan semakin meningkat.

f. Tahap Keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik

dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung

semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan

berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

2.1.3 Stres Kerja

Greenberg (2002) mendefinisikan stress kerja sebagai kombinasi

antara sumber-sumber stress pada pekerjaan, karakteristik individual, dan

stresor di luar organisasi. Stres kerja (Selye, dalam Behr et al., 1992, dalam

Waluyo, 2009) dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang

menyebabkan reaksi individu berupa rekasi fisiologis, psikologis, dan

perilaku.

Faktor-faktor yang menyebakan stress kerja menurut Greenberg

(2002) meliputi kombinasi dari:

(1) faktor pekerjaan yang bersumber pada pekerjaan

8

Page 9: Fix Bab i, II, III, IV, V

(2) faktor stress kerja yang bersumber pada karakteristik individu

(3) faktor stress kerja yang bersumber di luar organisasi.

2.1.4 Gejala Stres Kerja

Respon tertentu dapat mengindikasikan adanya stress kerja pada

seseorang atau kelompok. Hal tersebut dapat berupa keluhan sakit kepala,

gangguan tidur, sulit untuk berkonsentrasi, gangguan pada lambung, dan

ketidakpuasan kerja (NIOSH, 2008).

Dalam penelitiannya, Mojoyinola (2008) menyatakan bahwa terdapat

efek yang signifikan antara stress kerja dengan kesehatan fisik dan mental

perawat di rumah sakit dan terdapat perbedaan signifikan dalam pribadi dan

perilaku perawat yang mengalami stress kerja yang tinggi dengan perawat

dengan tingkat stress yang rendah. Pada penelitian tersebut disebutkan

bahwa perawat yang mengalami stress kerja yang tinggi (55,5%)

menunjukkan masalah pribadi dan perilaku kerja seperti perilaku intimidasi,

absenteisme, mengundurkan diri, dan turn over.

2.1.5 Dampak Stres Kerja

Stres yang timbul akibat akibat ketidakjelasan sasaran dalam

pekerjaan akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki

percaya diri, rasa tidak berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi,

motivasi rendah untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan detak nadi,

dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan (Munandar, 2008).

Dari hasil penelitian Indriyani (2009) menunjukkan bahwa semakin

tinggi stress kerja akibat tingginya konflik keluarga-pekerjaan atau

pekerjaan-keluarga, maka semakin rendah kinerja perawat tersebut. Arnold

(1986) dalam Waluyo (2009) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi

yang dapat terjadi akibat stress kerja yang dialami oleh individu, yaitu

terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta

mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.

9

Page 10: Fix Bab i, II, III, IV, V

2.2 Intensive Care Unit (ICU)

ICU atau ICCU (Intensive care unit/ Intensive cardiac care unit)

adalah layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara

terkonsentrasi dan lengkap. Unit ini memiliki tenaga perawat yang terlatih

khusus dan berisi peralatan pemantauan dan dukungan khusus untuk pasien

yang membutuhkan perawatan dan observasi intensif dan komprehensif,

karena syok, trauma, atau kondisi yang mengancam jiwa.

Bekerja di ruang ICU membutuhkan kecekatan, keterampilan dan

kesiagaan setiap saat (Nur’aini, 2004). Hal ini dikarenakan kondisi pasien di

ruang ICU kritis, di mana pasien merupakan pasien dengan tingkat

ketergantungan total sehingga membutuhkan bantuan pada semua atau

hampir semua kebutuhan. Pasien harus selalu diobservasi setiap jam bahkan

lebih sering lagi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan stres kerja di ruang

ICU.

Tugas dan tanggung jawab atau beban kerja perawat ICU cukup

kompleks, antara lain : melakukan observasi pasien secara ketat, banyaknya

dan beragamnya pekerjaan yang harus dilakukan demi keselamatan

pasien,perawat juga harus melakukan kontak langsung dengan pasien secara

terus menerus selama jam kerja, dan lain sebagainya (Nursalam, 2003).

2.3 Kardiovaskular

Fungsi sistem kardiovaskular adalah untuk memberikan dan

mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan serta organ tubuh

yang diperlukan untuk proses metabolisme. Normalnya setiap jaringan dan

organ tubuh akan menerima aliran darah yang cukup serta penuh dengan

nutrisi yang adekuat.

Sistem kardiovaskular memerlukan banyak mekanisme yang

bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons seluruh aktivitas tubuh,

salah satunya adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas

jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, maka aliran darah tersebut

lebih banyak diarahkan pada organ organ vital seperti jantung dan otak yang

berguna untuk memelihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

10

Page 11: Fix Bab i, II, III, IV, V

Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem transport tertutup yang

terdiri atas beberapa komponen berikut ini.

1. Jantung: sebagai organ pemompa darah

2. Komponen darah: sebagai pembaw materi oksigen dan nutrisi

3. Pembuluh darah: sebagai media atau jalan dari komponen darah

2.3.1 Jantung

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empar ruang yang

terletak di rongga dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah

kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis

disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut

ventrikel (bilik).

Jantung terdapat di dalam sebuah kantung longgar berisi cairan yang

disebut pericardium. Keempat ruang jantung tersebut adalah atrium kiri dan

kanan serta ventrikel kiri dan kanan. Atrium terletak di atas ventrikel dan

saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan satu dari yang lain

oleh katup satu-arah. Sisi kiri dan kanan jantung dipisahkan oleh sebuah

dinding jaringan yang disebut septum. Dalam keadaan normal tidak terjadi

pencampuran darah antara kedua atrium, kecuali pada masa janin, dan tidak

pernah terjadi pencampuran darah antara kedua ventrikel pada jantung yang

sehat. Semua ruang tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat. Jantung juga

mendapat suplai persarafan yang luas.

2.3.2 Macam-Macam Kelainan Jantung

1. Gagal Jantung adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi

miokardium yang menyebabkan penurunan curah jantung.

2. Infark Miokardium adalah nekrosis miokardium yang disebabkan oleh

tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner.

11

Page 12: Fix Bab i, II, III, IV, V

3. Endokarditis adalah peradangan pada katup dan permukaan endotel

jantung.

4. Perikarditis adalah peradangan perikardium parietal, perikardium

viseral, atau kedua-duanya.

5. Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokard.

6. Kardiomiopati adalah suatu penyakit miokardium yang menyerang otot

jantung (miokard) dan penyebabnya tidak diketahui.

7. Stenosis Mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah bilah

katup mitral yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan

progresif aliran darah.

8. Stenosis Aorta menghalangi aliran darah dari venrikel kiri ke aorta pada

waktu sistolik ventrikel.

9. Insufisiensi Mitral adalah daun katup mitral yang tidak dapat menutup

dengan rapat, sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami

kebocoran (sinonimnya adalah regurgitasi katup mitral dan

inkompetensi katup mitral).

2.4 Warna Hijau

Warna hijau memiliki efek penenang, mengurangi iritasi dan

kelelahan, serta dapat menenangkan gangguan emosi dan sakit kepala

(Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003). Warna ini menimbulkan rasa nyaman,

rileks, mengurangi stres, menyeimbangkan, dan menenangkan emosi

(Kusuma, 2010).

a. Hijau daun

Memudahkan relaksasi,menyeimbangkan emosi dan member rasa aman.

12

Page 13: Fix Bab i, II, III, IV, V

b. Hijau muda

Penuh ketenangan, menghadirkan keseimbangan dan menciptakan

keyakinan.

c. Hijau Pupus

Menciptakan suasana tenang, hening dan elegan .

2.4.1 Terapi Warna

Terapi warna adalah teknik mengobati penyakit melalui penerapan

warna agar tubuh tetap sehat dan memperbaiki ketidakseimbangan di dalam

tubuh sebelum hal itu menimbulkan masalah fisik maupun mental.

Terapi warna yang dikenal juga dengan nama chromatherapy

merupakan terapi yang didasarkan pada pernyataan bahwa setiap warna

tertentu mengandung energi-energi penyembuh. Dalam bidang kedokteran,

menurut Kusuma (2010) terapi warna digolongkan sebagai electromagnetic

medicine atau pengobatan dengan gelombang elektromagnetik.

2.4.2 Terapi Warna Hijau

Terapi warna hijau ini dapat mempengaruhi hipotalamus dalam

mengeluarkan berbagai neurohormon sehingga dapat mengurangi stres.

Jalur utama dari mekanisme transmisi warna menuju sistem limbik dan

sistem endokrin adalah Retinohypothalamic tract yang merupakan salah satu

jalur dimana hipotalamus menghubungkan sistem saraf dengan Autonomic

Nervous System (ANS) dan sistem endokrin (Holzberg & Albrecht, 2003

dalam Honig, 2007).

13

Page 14: Fix Bab i, II, III, IV, V

Berdasarkan studi percontohan yang dilakukan oleh Shealy dkk

(1996) dalam Honig (2007), yang mengukur perubahan dalam berbagai zat

kimia saraf dan neurohormonnya sebagai respon terhadap cahaya berwarna,

ditemukan bahwa warna hijau menyebabkan terjadinya peningkatan rata-

rata kadar serotonin hingga 104%, oksitosin hingga 45,5%, beta endorfin

hingga 33%, dan growth hormone hingga 150%. Warna hijau juga

menyebabkan terjadinya penurunan kadar norepinefrin hingga 29%.

Perubahan kadar zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki

pengaruh dalam menurunkan stres.

Pemberian terapi warna hijau akan merangsang pelepasan serotonin,

sehingga peningkatan kadar serotonin dapat meningkatkan mood seseorang

sehingga dapat menciptakan rasa bahagia dan menurunkan stres

(Psychother, 2005).

2.5 Wallpaper

Wallpaper dinding atau kertas dinding merupakan jenis bahan yang

digunakan untuk menutupi dan menghiasi dinding rumah, gedung dan lain-

lain. Kertas dinding juga merupakan sejenis kertas yang digunakan

sebagai bahan bangunan pelapis dinding. Kertas dinding menjadi salah satu

yang sangat digemari karena memiliki keunggulan yaitu pilihan corak yang

ditawarkan cukup banyak sehingga banyak pilihan yang diberikan. Untuk

melekatkan kertas dinding pada dinding, digunakan bahan perekat khusus.

Kertas dinding diperdagangkan dalam bentuk roll dengan lebar tertentu,

yaitu 50 centi meter sampai 130 centi meter dengan panjang roll 10 meter

sampai 50 meter. Kertas dinding merupakanmaterial yang cukup rentan

dengan kelembapan. Ketika seseorang ingin memasang kertas dinding

pastikan permukaan dinding bener-bener kering karena kertas dinding tidak

akan bisa benar-benar merekat sempurna pada permukaan dinding yang

lembab sehingga dapat mengakibatkan kertas dinding cepat rusak.

Ada beberapa jenis kertas dinding yaitu vinni Wallpaper, pre-pasted

walpaper, lining paper. Vinni Wallpaper merupakan kertas dinding

berlapis PVC yang membuatnya lebih kuat dan tahan air. Pre-pasted 14

Page 15: Fix Bab i, II, III, IV, V

walpaper merupakan kertas dinding yang dibuat dengan lapisan belakang

bahan adesif koring. Lining paper merupakan kertas dinding yang

digunakan di bawah kertas dinding untuk memberi tampilan yang lebih

baik.

Gambar 2.1 Pilihan Warna dan Motif Wallpaper

15

Page 16: Fix Bab i, II, III, IV, V

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Tahapan penulisan

Penyusunan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif untuk

mengolah dan menganalisis data yang diperoleh serta memilki tahapan-

tahapan dalam proses penulisanya yang dilakukan sebagai landasan untuk

mengembangkan konsep dasar dalam perumusan masalah yang diangkat.

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahapan perumusan tema dan permasalahan

b. Tahapan pengumpulan landasan teori dan data

c. Tahapan analisis

d. Tahapan kesimpulan dan rekomendasi

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan karya tulis ini,

mengunakan beberapa metode yaitu:

a. Tinjauan pustaka

Data-data yang diperoleh, diambil dari jurnal ilmiah serta reverensi

buku yang didapat dari perpustakaan yang memiliki relevansi dengan

pembahasan.

b. Tinjauan media

Adanya informasi-informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam

penyusunan karya ini melalui internet, media cetak dan media

elektronik.

3.3 Metode Analisa Data

Adapun metode pendekatan pada proses analisis yang dilakukan adalah:

a. Metode analisis deskriptif untuk mengolah dan menafsirkan data yang

diperoleh sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya

pada objek yang dikaji.

16

Page 17: Fix Bab i, II, III, IV, V

b. Metode analisis komparatif untuk melihat perbandingan gagasan yang

ditawarkan dengan beberapa teori yang relevan dengan gagasan.

3.4 Kerangka Konsep

Tulisan ini memiliki kerangka konsep dalam proses penulisannya.

Kerangka atau alur pikir digunakan untuk mempermudah proses penulisan.

Adapun kerangka konsep dalam tulisan ini akan dijelaskan pada gambar 2.1

di bawah ini :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penulisan

17

IDE TULISAN

Dinamika perawatan ICU yang kompleks dan kondisi pasien kritis sering memicu terjadinya stress di ICU (Hudak & Gallo, 2010).

Stres kerja banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang tidak nyaman (Evan & Johnson, 2000)

EKSPLORASI PERMASALAHAN

Rendahnya kualitas kerja perawat akibat stres Terjadinya eror dan kecelakaan kerja yang berdampak buruk pada pasien

Diperlukan upaya adaptasi stress beban kerja perawat

Pemanfaatan warna hijau pada Wallpaper bertemakan alam yang diaplikasikan di ruang perawat ICU untuk proses pengadaptasian stress beban kerja perawat

Stres teradaptasi dibuktikan dengan perfoma kerja perawat meningkat setelah dilakukan proses adaptasi diruang perawat ICU

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 18: Fix Bab i, II, III, IV, V

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Efektivitas Terapi Warna Hijau sebagai Proses Adaptasi Stres

Pelaksanaan tersebut berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di

Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.

Metode penerapan terapi warna hijau untuk mengadaptasi stres beban

kerja perawat diawali dengan menentukan populasi dari penelitian dan

diperoleh populasi 52 lansia. Kemudian peneliti mengambil sampel

berjumlah 30 orang sesuai dengan kriteria sampel. Pengambilan sampel

dilakukan dengan teknik sampling Non Probability Sampling, yaitu

Purposive Sampling.

Identifikasi stres yang dilakukan sebelum penerapan terapi warna hijau

untuk mengetahui pengaruh warna hijau untuk adaptasi stres. Tahap

selanjutnya yaitu pelaksanaan terapi warna hijau dengan prosedur sebagai

berikut:

1. Satu hari sebelum terapi, kaji tingkat stress melalui wawancara dan

pengukuran stress menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (DASS

42) sebagai amatan awal atau pre-test

2. Kondisikan tempat dan suasana ruangan dengan nuansa warna hijau

3. Persiapkan responden untuk menuju ruang terapi

4. Responden masuk kedalam ruangan dengan nuansa hijau dan diberikan

paparan slide berwarna hjjau selama 10 menit

5. Terapi dilakukan selama satu kali sehari selama satu minggu

6. Hari kedelapan dilakukan post-test dengan wawancara terstruktur

menggunakan kuesioner DASS 42

7. Analisa hasil

18

Page 19: Fix Bab i, II, III, IV, V

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan gambaran stres responden

kelompok kontrol sebelum terapi warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan

sebesar 27,13 dengan standar deviasi sebesar 8,66, berdasarkan pembagian

kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden 46,7% mengalami

tingkat stres ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres sedang. Gambaran

stres responden kelompok kontrol setelah terapi warna hijau yaitu rata-rata

skor didapatkan sebesar 25,93 dengan standar deviasi sebesar 8,24,

berdasarkan pembagian kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden

46,7% mengalami tingkat stres ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres

sedang. Gambaran stres responden kelompok eksperimental sebelum terapi

warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan sebesar 31 dengan standar

deviasi sebesar 5,21, berdasarkan pembagian kategori stres, didapatkan dari

15 orang responden 6,7% mengalami tingkat stres ringan dan 93,3%

mengalami tingkat stres sedang. Gambaran stres responden kelompok

eksperimental setelah terapi warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan

sebesar 19,2 dengan standar deviasi sebesar 5,16. Berdasarkan pembagian

kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden 86,7% mengalami

tingkat stres ringan dan 13,3% mengalami tingkat stres sedang.

Keefektifan penerapan warna hijau pada dalam mengadaptasi stres ini

berdasarkan terapi warna hijau ini dapat mempengaruhi hipotalamus dalam

mengeluarkan berbagai neurohormon sehingga dapat mengurangi stres.

Jalur utama dari mekanisme transmisi warna menuju sistem limbik dan

sistem endokrin adalah Retinohypothalamic tract yang merupakan salah satu

jalur dimana hipotalamus menghubungkan sistem saraf dengan Autonomic

Nervous System (ANS) dan sistem endokrin (Holzberg & Albrecht, 2003

dalam Honig, 2007).

Berdasarkan studi percontohan yang dilakukan oleh Shealy dkk

(1996) dalam Honig (2007), yang mengukur perubahan dalam berbagai zat

kimia saraf dan neurohormonnya sebagai respon terhadap cahaya berwarna,

ditemukan bahwa warna hijau menyebabkan terjadinya peningkatan rata-

rata kadar serotonin hingga 104%, oksitosin hingga 45,5%, beta endorfin

19

Page 20: Fix Bab i, II, III, IV, V

hingga 33%, dan growth hormone hingga 150%. Warna hijau juga

menyebabkan terjadinya penurunan kadar norepinefrin hingga 29%.

Perubahan kadar zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki

pengaruh dalam menurunkan stres.

Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari medial batang

otak dan berproyeksi di sebagian besar daerah otak, khususnya yang menuju

radiks dorsalis medula spinalis dan hipotalamus. Setelah dilepaskan,

serotonin mampu mengaktifkan reseptor serotonin pre-sinaps maupun post-

sinaps. Serotonin dalam kondisi normal mempunyai peran penting untuk

mengontrol tidur-bangun, perilaku makan, pengendalian transmisi sensoris,

mood, dan sejumlah perilaku. Pemberian terapi warna hijau akan

merangsang pelepasan serotonin, sehingga peningkatan kadar serotonin

dapat meningkatkan mood seseorang sehingga dapat menciptakan rasa

bahagia dan menurunkan stres (Psychother, 2005).

Di hipotalamus, oksitosin dibuat di magnocellular neurosecretory cells

di supraoptik and nukleus paraventrikular. Oksitosin dapat menginduksi anti

stres serta memberikan efek dalam penurunan tekanan darah dan kadar

kortisol (Psychother, 2005). Tingkat oksitosin endogen berhubungan dengan

kecemasan dan stres secara dua arah, yaitu oksitosin memberikan efek

ansiolitik, tetapi oksitosin juga dirilis dalam respon terhadap stres.

Pemberian terapi warna hijau dapat meningkatan kadar oksitosin dalam

darah, sehingga efek ansiolitik yang dikeluarkan dapat menurunkan stres.

Terapi warna hijau juga meningkatkan beta endorfin yang merupakan

hormon antistres yang tentunya juga dapat menurunkan stres (John Hughes,

1975 dalam Liza 2010).

Norepinefrin merupakan hormon stres yang mempengaruhi

hipotalamus. Sama dengan epinefrin, norepinefrin juga mendasari respon

fight-or-flight yang bekerja meningkatkan denyut jantung, memicu

pelepasan glukosa dari penyimpanan energi, dan meningkatkan aliran darah

ke otot rangka (Heneka et al, 2010). Pemberian terapi warna hijau dapat

20

Page 21: Fix Bab i, II, III, IV, V

menurunkan kadar norepinefrin dalam darah, sehingga stres dapat

berkurang.

4.2 Penggunaan Wallpaper dengan Nuansa Warna Hijau sebagai Proses

Adaptasi Stres Beban Kerja Perawat

Ada berbagai cara dalam menerapkan warna hijau sehingga rasa stress

dapat teradaptasi, salah satunya yaitu menggunakan media Wallpaper yang

diaplikasikan pada dinding suatu ruangan, berikut pilihan motif wallpaper

seperti pada gambar dibawah:

Gambar 4.1 Macam-Macam Motif Wallpaper

Dalam Tehnik Pemasangan Wallpaper pada dinding dibutuhkan

beberapa alat yaitu antara lain: alas plastik, tangga, cutter, pensil, penggaris

dan meteran, benang dengan pemberat, lem wallpaper dinding, bak untuk

adukan lem (2 buah), spons, kuas lem, roller,amplas, dan kape untuk

meratakan dinding.

Aplikasi wallpaper pada dinding dilakukan dengan berbagai tahap

yaitu:

1. Pengukuran panjang dan lebar bidang yang akan dilapisi wallpaper dinding.

21

Page 22: Fix Bab i, II, III, IV, V

2. Pemotongan Potong panjang wallpaper dinding menjadi panel-panel, namun

disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Tandai posisi wallpaper dinding dengan pensil. Gunakan alat bantu berupa

benang dengan alat pemberat agar lurus dan rapi.

4. Menempel wallpaper dinding dengan hati-hati.

5. Sambungan Pada bagian sambungan, gunakan lem yang lebih kental.

Sapukan dengan kuas khusus pada bagian ini.

6. Meratakan wallpaper dinding yang telah terpasang dengan penggaris akrilik.

Potong sisa wallpaper dinding dengan cutter. Gunakan spons untuk

menyerap kelebihan lem. Proses ini juga berfungsi untuk meratakan

wallpaper dinding.

Gambar 4.2 Aplikasi Wallpaper Warna Hijau didalam Interior

Ruangan

Setiap ruang perawat ICU yang ada di rumah sakit dapat menerapakan

warna hijau pada Wallpaper pada seiap dinding ruang perawat tersebut

sesuai dengan ketentuan yang disepakati dengan pihak-pihak terkait.

Praktis, ekonomis, dan Estetika merupakan hal utama yang dijadikan alasan

22

Page 23: Fix Bab i, II, III, IV, V

penggunaan Wallpaper dalam menerapkan warna hijau untuk mengadaptasi

stress beban kerja perawat ICU.

Penerapan warna hijau pada Wallpaper pada ruang perawat ini lebih

menekankan kepada: Pertama; peningkatan performa kerja perawat ICU,

Ke-dua; mengoptimalkan kesehatan perawat ICU, Ke-tiga; meningkatkan

kesejahteraan perawat ICU. Sedangkan melalui proses adaptasi stress

perawat didalam ruangan lebih diarahkan kepada peningkatan perfoma

kerja, pengetahuan serta keterampilan perawat dalam memanfaatkan media

Wallpaper atau kertas dinding dengan menampilkan nuansa warna hijau

yang telah terbukti dapat memberikan efek relaksasi.

Perawat memiliki hak untuk sejahtera dan bebas dari rasa stress yang

sering dirasakannya akibat beban kerja nya. Oleh karena itu, suatu

pendekatan nonfarmakologi dalam proses pengadaptasian stress beban kerja

perawat merupakan hal yang penting. Perawat ICU memiliki beban kerja

yang cukup berat jika dibandingkan dengan perawat di ruangan lain. Beban

kerja inilah yang menjadi faktor utama terjadinya stress pada perawat. Stres

yang dirasakan perawat dapat berdampak buruk tidak hanya pada

lingkungan kerjanya tetapi juga kondisi kesehatan perawat itu sendiri. Ada

banyak sekali dampak buruk yang dapat ditimbulkan akibat stress mulai dari

terjadinya kecelakaan kerja pada perawat maupun penyakit yang menyerang

perawat seperti penyakit jantung serta masih banyak yang lainnya.

Partisipasi perawat, rumah sakit, dinas kesehatan, serta pihak-pihak

terkait dalam perancangan, perencanaan dan penerapan warna hijau akan

mewarnai dunia kesehatan, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin

bahwa persepsi setempat, pola sikap, dan pola pikir serta nilai-nilai

pengetahuannya ikut mendapat perhatian secara penuh.

23

Page 24: Fix Bab i, II, III, IV, V

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Simpulan

Jadi, terapi warna hijau terbukti mampu mengadaptasi stress beban

kerja perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien dengan gangguan

kardiovaskuler di ruang intensive care.

5.2 Saran

Penulisan karya tulis ini diharapkan akan berguna bagi beberapa pihak

yang terkait antara lain :

1. Pemerintah

Dalam hal ini Dinas Kesehatan yang merupakan lembaga pemerintah

yang bergerak dalam bidang kesehatan termasuk dalam permasalahan

peningkatan performa kerja dan kualitas hidup perawat.

2. Rumah Sakit

Dalam hal ini khususnya pihak pihak yang terkait dalam pengelolaan

rumah sakit seperti direktur dapat menjadikan karya ini sebagai wacana

dalam meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit tersebut.

3. Akademisi

Sebagai usaha dalam peningkatan keterampilan mahasiswa untuk

penemuan baru dalam terapi pengobatan nonfarmakologi.

24