BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar belakangPenyakit Parkinson merupakan gangguan
neurodegeneratif tersering ke-dua setelah penyakit Alzheimer.1
Penyakit Parkinson menyerang jutaan penduduk di dunia atau sekitar
1% dari total populasi dunia. Penyakit tersebut menyerang penduduk
dari berbagai etnis dan status sosial ekonomi.2 Penyakit Parkinson
diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah
penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat Penyakit
Parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau
peringkat ke-5 di Asia, dengan prevalensi mencapai 1100 kematian
pada tahun 2002.3 Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui.
Penyakit ini dipercaya berkaitan dengan faktor usia, genetik, dan
lingkungan.4Proporsi penduduk Lanjut Usia ( 60 tahun) di Indonesia
semakin bertambah, yaitu 5,4 % pada tahun 1980 menjadi 6,1% pada
tahun 1995.5 Proporsi penduduk Lanjut Usia di Propinsi Jawa Tengah
tahun 2000 6,1 % dan 6,3% pada tahun 2001. Peningkatan ini antara
lain karena keberhasilan program pembangunan nasional khususnya
pembangunan kesehatan sehingga berhasil meningkatkan angka harapan
hidup, dari usia 52,41 tahun pada tahun 1980 menjadi usia 67,97
tahun pada tahun 2000.6Peningkatan proporsi penduduk lanjut usia
mempunyai konsekuensi tersendiri, sebagai akibat menurunnya fungsi
tubuh menyebabkan makin tingginya penyakit degeneratif pada
kelompok usia tersebut. Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif
yang paling lazim setelah penyakit Alzheimer, dengan insiden di
Inggris kira-kira 20/100.000 dan prevalensinya 100-160/100.000.
Prevalensinya kira-kira 1 % pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5%
pada usia 85 tahun. 7-9Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang
sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Penyakit ini
dapat menyebabkan pasien mengalami ganguan pergerakan. Tanda-tanda
khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda
motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron
dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan
defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering
disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi
autonom. Penyakit ini menyebabkan penderita tidak bisa
mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak
disadarinya.7-9Pengobatan Penyakit Parkinson saat ini bertujuan
untuk mengurangi gejala motorik dan memperlambat progresivitas
penyakit. Tetapi selain gangguan motorik penyakit Parkinson juga
mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan penurunan
kognitif, disamping terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal
tersebut tentu saja mempengaruhi kualitas hidup penderita
Parkinson. Peningkatan kualitas hidup adalah penting sebagai tujuan
pengobatan.7-9
I.2 Tujuan PenulisanRefarat ini dibuat untuk membahas aspek
defenisi, epidemiologi, klasifikasi, gambaran klinis, patogenesis,
penatalaksanaan, serta terapi rehabilitasi medik pada pasien-pasien
Parkinson .
I.3. Manfaat PenulisanDengan adanya refarat ini diharapkan dapat
diperoleh penjelasan mengenai defenisi, epidemiologi, klasifikasi,
gambaran klinis, patogenesis, penatalaksanaan dan terapi
rehabilitasi medik pada pasien-pasien penyakit Parkinson sehingga
dapat dilakukan penatalaksanaan yang maksimal.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II.1. SejarahParkinsons Disease (Penyakit Parkinson) adalah
penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, dan
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup
penderita maupun keluarga.6 Pertama kali ditemukan oleh seorang
dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887.
Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami
ganguan pergerakan.7 Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita
diantaranya; resting tremor, rigiditas, bradikinesia, dan
instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan
akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada sistem
nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut
beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi,
disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.8
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita
antara pria dan wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit
Gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata
menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 %
di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 %
pada usia 85 89 tahun.8,9
II.2. Definisi Parkinsons Disease (Penyakit Parkinson) merupakan
suatu penyakit karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal dopamine
deficiency).10
Parkinsons Disease adalah penyakit neurodegeneratif progresif
yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai
karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik
substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy
Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pada daerah
otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis
Meynert, hipotalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf
kranial, serta sistem saraf otonom.11
II.3. PrevalensiPenyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia,
jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 10 % orang yang
terjangkit penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia
40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60
64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.12 Di Amerika Serikat,
ada sekitar 500.000 penderita Parkinson. Di Indonesia sendiri,
dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar
200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50
tahun dengan rentang usia sesuai dengan penelitian yang dilakukan
di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa; 18 hingga 85 tahun.
Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri,
lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan, dengan
perbandingan 3:2, dengan alasan yang belum diketahui.13
II.4. KlasifikasiParkinsonism dapat dibagi atas 3 bagian besar,
yaitu :14a. Primer atau idiopatik : Penyakit Parkinson, Juvenile
Parkinsonismb. Sekunder atau simtomatik : berhubungan dengan
infeksi, obat, toksin, penyakit vaskuler, trauma, dan tumor otak.c.
Parkinson plus (disebut juga sebagai paraparkinson) : progressive
supranuclear palsy, degenerasi kortikobasal ganglionik, kelainan
herediter seperti penyakit Wilson, penyakit Huntington, dan
lain-lain.
II.5. Etiologi Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui.
Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah; infeksi oleh virus
yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap
virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.11Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak,
tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur
gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya,
penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak
disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu terjadi belum jelas
benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah
sebagai berikut:11 1. Usia Insiden meningkat dari 10 per 10.000
penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80
tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra. 2.
Genetik Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan
pada Parkinsons Disease. Yaitu mutasi pada gen sinuklein pada
lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif, ditemukan
delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom. Selain
itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.15Adanya riwayat
Parkinsons Disease pada keluarga meningkatkan faktor resiko
menderita Parkinsons Disease sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari
70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun
sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat
sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan
hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika
ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit
itu terjadi pada usia 46 tahun.13 3. Faktor Lingkungan a.
Xenobiotik Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang
lebih tinggi dan lama. c. Infeksi Paparan virus influenza
intra-utero diduga turut menjadi faktor predesposisi Parkinsons
Disease melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia
astroides.d. DietKonsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan
stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada
Parkinsons Disease. Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif. e.
Trauma kepala Cedera kranio serebral bisa menyebabkan Parkinsons
Disease, meski mekanismenya masih belum jelas benar. f. Stres dan
depresi Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului
gejala motorik. Depresi dan stres dihubungkan dengan Parkinsons
Disease karena pada stres dan depresi terjadi peningkatan turnover
katekolamin yang memacu stres oksidatif.
II.6. Patofisiologi 11Dua hipotesis yang disebut juga sebagai
mekanisme degenerasi neuronal pada penyakit Parkinson ialah:
hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1. Hipotesis radikal bebasDiduga bahwa oksidasi enzimatik dari
dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini
menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun
ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress
oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksinDiduga satu atau lebih macam zat
neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada
Parkinson.Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal
dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam
melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah
mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor
dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program
gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan
ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.Dasar patologinya
mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum,
nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus
rubra, lokus seruleus).Secara sederhana , penyakit atau kelainan
sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :1) Piramidal:
kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal2) Ekstrapiramidal: didomonasi oleh adanya
gerakan-gerakan involunter3) Serebelar: ataksia alaupun sensasi
propioseptif normal sering disertai nistagmus4) Neuromuskuler:
kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurunPatofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat
ini belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini
berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan
noradrenalin.Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel
neuron yang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di
antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus
basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal,
locus cereleus, nucleus central pontine dan ganglia otonomik.
Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan
kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi
antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar
antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87
%. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama
neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan
berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%),
putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%).
Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia
nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di
nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di
lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga
terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin,
leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.Perubahan neurotransmiter
dan neuropeptida menyebabkan perubahan neurofisiologik yang
berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter
yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan
respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward
dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan
mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia,
kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya
peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku
terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam
motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan
mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan
dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya
perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan
kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi
sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri.
Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan
aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan,
regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi
sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu
makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan
gambaran dari sindrom klasik depresi.11
Diagram Patofisiologi Depresi pada Penyakit Parkinson
Kehilangan neuron batang otak akibat penyakit ParkinsonDeplesi
biokimiawi korteksdan ganglia basalisPenurunan reward mediation,
ketergantunganterhadap lingkungan, dan responsterhadap stres yang
tidak adekuatApatis, rasa tidak berharga, rasa tidak bergunaTidak
ada harapan, putus asa
II.7. Gejala Klinis Gejala klinis yang sering timbul adalah : 1.
Gejala Motorik a. Tremor/bergetar Gejala Parkinsons Disease sering
luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang
lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari Parkinsons
Disease adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat.
Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut
tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang
juga sewaktu tidur.13 Tremor terdapat pada jari tangan, tremor
kasar pada sendi metakarpofalangeal, kadang-kadang tremor seperti
menghitung uang logam atau gerakan memilin (pil rolling). Pada
sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki
fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut
membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang
waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/
alternating tremor).10 Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau
kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata,
bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua
itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala
penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan
aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut
bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi,
namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah
sisi.13 b. Rigiditas/kekakuan Tanda yang lain adalah kekakuan
(rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan
(oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan
tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di
tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.
Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti
break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan
dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat
gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi
pendek-pendek.13 Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan
hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya
aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda gigi (cogwheel
phenomenon).10 c. Akinesia/Bradikinesia Kedua gejala di atas
biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba
lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada
tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik
sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit
itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga
sering keluar air liur.13 Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga
berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari
kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan
spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata
berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.10 d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk
melangkah Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat
saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan
start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga
terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi.13 Bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik muka. Disamping itu, kulit muka seperti
berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya
gerak menelan ludah. e. Mikrografia Tulisan tangan secara gradual
menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.10
f. Langkah dan Gaya berjalan (sikap Parkinson) Berjalan dengan
langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke
depan, punggung melengkung bila berjalan.10
(1) tubuh condong ke depan, (2) bahu abduksi, (3) siku fleksi
90, (4) pergelangan tangan ekstensi, (5) Hip dan lutut
semifleksi.
g. Bicara Monoton Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot
pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau
mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (
suara bisikan ) yang lambat.10h. Gangguan Behavioral Lambat-laun
menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut,
sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap
pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan
jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.10i. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)10
2. Gejala non motorik16 a. Disfungsi otonom Keringat berlebihan,
air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan
hipotensi ortostatik. Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
Pengeluaran urin yang banyak Gangguan seksual yang berubah fungsi,
ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, dan orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi c.
Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat d. Gangguan tidur,
penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia) e. Gangguan sensasi,
seperti : kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang,
pembedaan warna. penderita sering mengalami pingsan, umumnya
disebabkan oleh hypotension ortostatik, suatu kegagalan sistemsaraf
otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban
atas perubahan posisi badan - berkurangnya atau hilangnya kepekaan
indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
Hal yang termasuk dalam pemeriksaan koordinasi: 17 Lenggang
Bicara : berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai Menulis :
mikrografia Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan
tindakan yang terampil: mengancing baju, menyisir rambut, dan
mengikat tali sepatu Mimik wajah Tes telunjuk : pasien merentangkan
kedua lengannya ke samping sambil menutup mata. Lalu mempertemukan
jari-jarinya di tengah badan Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk
telunjuk pemeriksa, lalu menunjuk hidungnya Disdiadokokinesia :
kemampuan melakukan gerakan yang bergantian secara cepat dan
teratur Tes tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai
diluruskan, lalu pasien menempatkan tumit pada lutut kaki yang
lain.
II.8. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis, dapat melihat dari
derajat berdasarkan kriteria Hoehn and Yahr (1967), yaitu:
18Stadium 1 : Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang
ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi belum menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak.Stadium
2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan tergangguStadium 3 :Gerak tubuh nyata melambat,
keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum
sedangStadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan
hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu
berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium
sebelumnyaStadium 5 : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan
total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Kriteria Hughes (1992) :Possible: didapatkan 1 dari
gejala-gejala utamaProbable : didapatkan 2 dari gejala-gejala
utamaDefinite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama
II.9. Pemeriksaan penunjang10 EEG Biasanya terjadi perlambatan
yang progresif CT Scan kepala Biasanya terjadi atropi kortikal
difus, sulkus-sulkus melebar
II.10. Tatalaksana Penyakit ParkinsonPenyakit Parkinson
merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi
dapat mengatasi gejala yang timbul.16 Pengobatan penyakit Parkinson
bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa
diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau
meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan
slowness.17Perawatan pada penderita penyakit Parkinson bertujuan
untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu.
Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi
fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.16
1. Terapi Obat-obatan Beberapa obat yang diberikan pada
penderita penyakit Parkinson:16 a. Antikolinergik Benzotropine,
trihexypheni. Berguna untuk mengendalikan gejala dari Parkinsons
Disease. Untuk memperhalus pergerakan.
b. Levodopa Levodopa merupakan pengobatan utama untuk Parkinsons
Disease. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa
akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh
L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase).
Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback,
akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Karbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.18 Levodopa
mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
Parkinsons Disease ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya.19Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960-an, levodopa
dianggap merupakan obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini.
Levodopa dianggap merupakan tulang punggung pengobatan Parkinsons
Disease. Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat kembali
beraktivitas secara normal.19 Banyak dokter menunda pengobatan
simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala
pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan
levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas
levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan
mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat
aktifitas neuron di ganglia basal.19
c. COMT inhibitors Tapi karena efek samping yang berlebihan
seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama,
entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.20d. Agonis
dopamin Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid
(Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin
dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala
Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin,
akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin
secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan
gejala Parkinson.19 Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien
yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia
sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari
dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.18
e. MAO-B inhibitors Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect).
Inhibitor MAO diduga berguna pada Parkinsons Disease karena
neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah
perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya
sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan
gejala dari Parkinsons Disease. Yaitu untuk mengaluskan
pergerakan.20 Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan
dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga
menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron
dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and
L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan
L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini
tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini
adalah stomatitis.19
f. AmantadineBerguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia,
kekakuan, gemetaran.16
g. Inhibitor dopa-dekarboksilasi dan levodopa Untuk mencegah
agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase.
Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide (
madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus
sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat
menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi
dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek
samping yang ditimbulkan oleh levodopa.16
2. Deep Brain Stimulation (DBS)17 Pada tahun 1987, diperkenalkan
pengobatan dengan cara memasukkan elektroda yang memancarkan impuls
listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini
disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal
invasif yang dioperasikan melalui panduan komputer dengan tingkat
kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang disebut
neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.
Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan
tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua
gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayahsubthalamic
nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi
elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.
Kini DBS menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan
kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan Parkinsons
Disease. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan Parkinsons Disease
tahap lanjut (stadium 3 atau stadium 4) yang masih memberikan
respon terhadap levodopa. Pengendalian parkinson dengan terapi DBS
menunjukkan keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8
atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi DBS mencapai
peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal
sehari-hari. Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan
harus benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa
menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk menelan sehingga
bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan
berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang
disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.
3. Terapi Fisik Sebagian terbesar penderita Parkinson akan
merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan termotifasi
sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi
fisik pada Parkinsons Disease merupakan program jangka panjang dan
jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan
lainnya.16 Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi,
ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan
mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion.
Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi,
mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.16
4. Operasi Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan
sejak ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan
Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak
mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi
thalamik.20
5. Terapi neuroprotektif Terapi neuroprotektif dapat melindungi
neuron dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit.
Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics,
antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan complek I
mitochondrial fortifier coenzyme Q10.16
6. Nutrisi Beberapa nutrien telah diuji dalam studi klinik
klinik untuk kemudian digunakan secara luas untuk mengobati pasien
Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor
L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala
penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam
biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian
terhadap 110 pasien.16 THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan
koenzim dan perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan
efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat besi.
Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi
kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin
tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak
sel.16 Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara
kerja yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat
sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi mirip dengan
koenzim Q10.16
II.11. Prognosis Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan
gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum
bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.16 Tanpa perawatan,
gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak
general, dan dapat menyebabkan kematian.18 Dengan perawatan,
gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya
gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
terkadang dapat sangat parah.19 Parkinsons Disease (PD) sendiri
tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang
sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada
umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada
tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.20
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada
cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada
masing-masing individu. Dengan terapi yang tepat, kebanyakan pasien
PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.19
II.12. REHABILITASI MEDIKPeranan rehabilitasi medik pada
penyakit Parkinson adalah : Mencegah kontraktur oleh karena
rigiditas, dengan gerakan pasif perlahan namun full ROM.
Meningkatkan nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang
dimulai dari sendi proximal, misalnya dengan menggunakan PNF, NDT
atau konvensional. Meningkatkan fungsi koordinasi. Meningkatkan
transfer dan ambulasi disertai dengan latihan keseimbangan.II.12.1.
Terapi Fisik 21Rehabilitasi sebaiknya adalah terapi yang ditujukan
khusus melatih keterampilan dan fungsional training. Terapi
seharusnya diberikan dengan intensitas yang cukup untuk mencapai
keterampilan yang diperlukan. Teori latihan rehabilitasi utama
diantaranya: Terapi Range of Motion (ROM), penguatan, mobilisasi
dan tekhnik kompesatori. Neurodevelopmental Treatment (NDT)
Bobath-Training Pola otot, tidak mengisolasi gerakan, digunakan
untuk pergerakan. Ketidakmampuan untuk memberikan impuls langsung
pada otot dalam kombinasi yang berbeda oleh orang dengan susunan
saraf pusat yang utuh. Pola otot yang abnormal ditekan sebelum pola
otot yang normal muncul. Reaksi asosiasi: sinergi massa dihindari
karena dapat memperburuk kelemahan otot dan otot yang tidak
berserpon (penguatan yang abnormal akan meningkatkan tonus dan
spastisitas) Pola penghambat reflex digunakan untuk mencegah reaksi
postural yang abnormal; juga untuk memfasiliitasi gerakan
involunter. Pola yang abnormal dimodifikasi pada titik kunci
proksimal sebagai control (misalnya leher, tulang belakang, bahu
atau pelvis)
Proprioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) Stimulasi dari
saraf, otot, reseptor sensorik untuk menghasilkan respon melalui
rangsangan manual untuk meningkatkan kemudahan pergerakan dan
meningkatkan fungsi otot. Mekanise neuromuskular yang normal
memberi kemampuan untuk melakukan aktifitas motorik yang luas
dengan struktur anatomis yang terbatas. Hal ini terintegrasi dan
efisien tanpa mempengaruhi aksi motorik, aktifitas reflex dan
reaksi lainnya. Mekanisme neuromuskular yang tidak lengkap tidak
cukup memenuhi untuk hidup sehari-hari karena kelemahan,
ikoordinasi, spasme otot atau spastisitas. Keperluan khusus
diberikan oleh terapis fisik dan terapis okupasional memfasilitasi
efek dari mekanisme neuromuskular dan mengembalikan keterbatasan
pasien. Pola pergerakan-massa digunakan sesuai dengan aksioma
Beevor (bahwa otak tidak tahu tentang aksi dari otok tertentu tapi
tahu tentang pergerakannya) Brunnstrom: Fasilitasi sentral
menggunakan pemulihan Twitchell dimana meningkatkan sinergi
tertentu melalui stimulus proprioseptif pada kulit.Dengan
menambahkan breating retraining (BRT) dan inspiratory mucle
training (IMT) pada program rehabilitasi pasien Parkinsons Disease
menghasilkan perbaikan fungsi otot pernafasan, kapasitas latihan,
dan kualitas hidup menurut Sutbeyaz dkk. Pada studi ini pasien
diberikan BRT dan IMT selama setengah jam sehari, 6 kali
seminggu.
II.12.2. Terapi Sinar Infra Red II.12.2.1. Pengertian Sinar
Infra Red dan Prinsipnya 22-24Sinar infra red merupakan suatu
gelombang yang mempunyai pancaran gelombang yang mempunyai
elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 4.000.000
Amstrong.Sinar infra red ini selain berasal dari matahari, dapat
pula diperoleh dengan cara buatan dari bantalan listrik, lampu
luminous infra red gelombang panjang dan pendek. Berdasarkan
panjang gelombangnya infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
Gelombang PanjangGelombang panjang ini diatas 12.000 A sampai
dengan 150.000 A. Penetrasi sinar ini hanya sampai pada lapisan
superficial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm. Gelombang
PendekPanjang gelombang ini antara 7.700 A sampai dengan 12.000 A.
Daya penetrasi ini lebih dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai
jaringan subcutan darah kapiler, pembuluh lymph, ujung-ujung saraf
dan jaringan lain dibawah kulit. Berdasarkan tipe sinar infra red
dapat dibedakan sebagai berikut: Tipe A: panjang gelombang 780
15000 mm, penetrasi dalam Tipe B: panjang gelombang 1500 3000 mm,
penetrasi dangkal Tipe C: panjang gelombang 3000 10.000 mm,
penetrasi dangkal
II.12.2.2. Efek sinar infra red 22A. Efek FisiologisPengaruh
sinar infra red jika sinar infra red diabsorbsi oleh kulit, maka
panas akan timbul pada tempat sinar tadi diabsorbsi. Dengan adanya
panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh lain akan terjadi
antara lain adalah: Meningkatkan proses metabolisme Vasodilatasi
pembuluh darah Pigmentasi Pengaruh terhadap jaringan otot Menaikkan
temperatur tubuh Mengaktifkan kerja kelenjar keringatB. Efek
Terapeutik Relaksasi otot Meningkatkan suplai darah
II.12.2.3. Prosedur Pemberian Sinar Infra Red22,23Agar hasil
terapi dengan sinar infra red mempunyai hasil yang maksimal, maka
perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:1. Persiapan
AlatSebelum pemberian terapi harus diperhatikan: Sinar infra red
dalam keadaan nol Menyiapkan kaca mata pelindung Jaraknya diatur
sekitar 35 45 cm2. Persiapan PasienPasien dipersiapkan antara lain:
Sebelum diberikan terapi, pasien terlebih dahulu diberikan
penjelasan mengenai efeknya, cara kerja, dan kontra indikasinya
Posisi pasien dalam keadaan tidur terlentang dengan menggunakan
kaca mata pelindung Daerah yang akan diterapi bebas dari pakaian
Sinar infra red diarahkan tegak lurus pada daerah yang akan
diterapi3. Dosis Intensitas Durasi Frekwensi4. Hal-hal yang perlu
diperhatikan, yaitu: Sebelum terapiPerhatikan daerah yang akan
diterapi, apakah ada bengkak atau tidak, suhunya normal atau tidak,
jika ada bengkak ataupun suhu tidak normal maka sinar infra red
jangan mengenai daerah tersebut. Pada saat terapiApabila pasien
merasakan pusing, mual, menggigil, keringat dingin, maka terapi
segera dihentikan. Setelah terapiSetelah terapi, pasien dianjurkan
tidak segera bangun dari tempatnya dan bagian yang sudah diterapi
diperiksa kembali dan kemudian peralatan dirapikan kembali seperti
semula.II.12.3. Terapi Okupasi 21Kebanyakan pasien yang mengalami
kelainan neurologis seperti pada Parkinsons Disease sangat
tergantung kepada orang lain untuk melakukan ADL dasar (seperti
mandi, berpakaian, makan, ke toilet, bersih-bersih, berpindah
tempat). Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas ini biasanya
dinilai dengan disability rating scale seperti Fungsional
Independence Measure. Hampir semua pasien menunjukan peningkatan
ADL ketika pemulihan terjadi.Laporan dari kemandirian fungsional
level yang dicapai pada pasien Parkinsons Disease setelah perbaikan
bervariasi dari satu penulis dengan yang lainnya. Variabilitas ini
mungkin akibat perbedaan antara populasi penelitian, metode
rehabilitasi, follow up dan pelaporan data. Dalam kebanyakan
laporan, 47-76% pasien mencapai kemandirian parsial atau total dari
ADL. Kebanyakan peneliti berusaha meneliti faktor mana yang bisa
memprediksi fungsional ADL outcome dengan menggunakan multivariate
analysis. Berbagai variabel di uji, daftar dibawah ini dilaporkan
memiliki pengaruh yang paling besar. Bagaimanapun semua faktor
tersebut ditunjukkan untuk memprediksi outcome dalam setiap studi.
Faktor yang memprediksi ADL outcome yang jelek adalah : Usia tua
Adanya komorbiditas Myocardial infarction Diabetes mellitus
Parkinsons Disease yang berat Kelemahan yang berat Skor awal ADL
yang rendah Penundaan dalam memulai rehabilitasi sejak
onsetII.12.4. Latihan Keseimbangan dan Koordinasi251. Latihan
keseimbangan1) Posisi dudukPasien duduk di tempat tidur, terapis di
belakang pasien dengan memegang salah satu tangan pasien dan tangan
yang lain memfiksasi pada bahu yang kontralateral. Lalu terapis
menarik tangan pasien secara perlahan ke arah samping secara
perlahan dan pasien di minta untuk mempertahankan keseimbangan agar
tidak jatuh ke samping. Setelah itu dilakukan pada tangan yang lain
dengan prosedur yang sama.2) Posisi berdiriPasien berdiri dengan
tumpuan 10 cm, terapis memfiksasi pada pevis pasien, lalu terapis
menggerakkan ke depan, belakang, samping kanan dan samping kiri dan
pasien diminta agar menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.
2. Latihan koordinasiDilakukan pada posisi berdiri maupun duduk
untuk gerak jari ke hidung, jari pasien ke jari terapis, jari ke
jari tangan pasien, gerak oposisi jari tangan dan gerakan lain yang
ada pada pemeriksaan koordinasi non-ekuilibrium. Pasien duduk atau
berdiri dengan kedua lengan ke depan (fleksi sendi bahu 90)
sehingga ke dua jari telunjuk pasien dan terapis saling
bersentuhan, lalu pasien di minta mempertahankannya setelah itu
pasien di minta mengikuti gerakan tangan terapis, usahakan jari
telunjuk masih saling bersentuhan selama pergerakan tangan
terapis.
2.1. Frenkels exercise 27Merupakan suatu bentuk latihan gerak
untuk perbaikan koordinasi dengan menggunakan indra yang lain
(visual, pendengaran, reseptor). Program ini terdiri seri latihan
yang sudah terencana yang didesain untuk membantu mengkompensasi
ketidak mampuan dari lengan dan tungkai untuk melakukan gerakan
yang terkoordinasi, yaitu ketidak mampuan untuk meletakkan posisi
dan mengatakan dimana posisi lengan dan tungkai jika bergerak tanpa
pasien melihat gerakan.Dasar fisiologi Frenkels exercise sebagai
berikut :a. Perbaikan koordinasi melalui indra yang lainb. Belajar
kembali tentang fungsi dan pola fungsional yang hilangPrinsip
latihan antara lain sebagai berikut :a. Tujuan latihan untuk
melatih koordinasi bukan untuk tujuan penguatan otot.b. Selama
latihan harus diberikan instruksi dan aba-aba, suara yang lembut,
dan selama latihan harus dihitung.c. Pasien diposisikan sedemikian
rupa sehingga dapat dengan mudah melihat gerakan yang dilakukan.d.
Untuk menghindari kelelahan setiap gerakan dilakukan tidak boleh
lebih dari empat kali dan diselingi istirahat diantara setiap
gerakan.e. Latihan dilakukan dalam ROM yang normal untuk
menghindari over-streching dari otot.f. Latihan dimulai dari
gerakan yang sederhana kemudian ditingkatkan pada pola gerakan yang
lebih sulit.Gerakan dalam Frenkels exercise antara lain :a. Fine
motor, Gerakan halus yang memerlukan keterampilan dan koordinasi
visual yang prima serta melibatkan extremitas superiorb. Gross
motor, gerakan kasar yang melibatkan aktivitas tungkai atau
axtremitas inferior.Posisi latihan yang dapat dilakukan antara lain
:a. Posisi tidur terlentang (Lying)Posisi awal : Tidur terlentang
pada tempat tidur dengan permukaan yang lembut sehingga lengan dan
tungkai mudah digerakkan dan kepala lebih tinggi dengan disangga
bantal supaya pasien dapat melihat dengan jelas setiap gerakan yang
dilakukan. Adapun gerakan yang dilakukan sebagai berikut :a) Tekuk
satu lutut dan panggul dan geser tumit sepanjang tempat tidur,
luruskan kembali keposisi awal. Ulangi gerakan pada tungkai yang
lain.b) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul seperti pada
posisi 1, geser ke samping, kembali ketengah kemudian luruskan
tungkai kembali ke posisi awal. Ulangi gerakan pada tungkai yang
lain.c) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul dengan tumit
terangkat dari tempat tidur, luruskan kembali keposisi awal dan
ulangi pada tungkai yang lainnya.
d) Tekuk dan luruskan satu tungkai pada lutut dan panggul dengan
tumit digeser pada tempat tidur kemudian berhenti jika diberi
aba-aba. ulangi pada tungkai yang lainnya.e) Tekuk satu tungkai
pada lutut dan panggul dan letakkan tumit pada lutut tungkai yang
lain, kemudian geser kebawah sepanjang tulang kering kearah
pergelangan kaki dan kembali keatas kearah lutut, kembali keposisi
awal. ulangi pada tungkai yang lainnya.f) Tekuk kedua lutut dan
panggul, rapatkan kedua pergelangan kaki dan geser kedua tumit
sepanjang tempat tidur dengan kedua pergelangan kaki tetap rapat,
luruskan kedua pergelangan kaki tepat rapat, luruskan kedua tungkai
dan kembali keposisi awal.g) Tekuk satu tungkai pada lutut dan
panggul bersamaan dengan satu tungkai yang lain diluruskan seperti
gerakan mengayuh sepeda.
b. Posisi dudukPosisi awal : Duduk tegak pada kursi dengan kedua
kaki menempel dilantai. Gerakannya :a) Buatlah tanda, angkat
sebatas tumit, kemudian tingkatkan gerakan dengan mengangkat
seluruh kaki dan letakkan kaki secara perlahan pada gambar telapak
kaki yang digambar dilantai.b) Buat dua garis menyilang dilantai,
secara bergantian geser kaki sepanjang garis ke arah depan,
belakang, kiri dan kanan. c) Belajar untuk bangkit berdiri dan
duduk kembali dengan hitungan gerakan : Hitungan kesatu : tekuk
kedua lutut geser kebelakangHitungan kedua : condongkan badan
kedepanHitungan ketiga : angkat badan dengan meluruskan kedua
tungkai dan luruskan punggungUlangi proses ini untuk ke posisi
duduk kembali.
c. Posisi berjalanPosisi awal : Berdiri tegak dengan jarak kedua
kaki 4-6 inchi. Gerakannya :a) Berjalan ke samping dimulai dari
setengah langkah ke kanan. Lakukan gerakan ini dengan urutan
hitungan.Hitungan pertama: Pindahkan berat badan pada kaki
kiriHitungan kedua : Letakkan kaki kanan 12 inchi kekananHitungan
ketiga : Pindahkan berat badan kekaki kanan.Hitungan keempat :
Angkat kaki kiri melewati kaki kanan.Ulangi pada tungkai yang
lainnya.b) Berjalan kedepan diantara kedua garis sejajar dengan
jarak 14 inchi, letakkan kaki kanan disamping garis kanan, letakkan
kaki kiri disamping garis kiri, dan kemudian berjalan dengan
koreksi pada langkah kaki. Istirahat setelah 10 langkah.c) Berjalan
kedepan dengan meletakkan setiap kaki pada gambar kaki yang sudah
digambar dilantai. Latihan dengan quarter steps, half steps, three
quarter streps dan full streps.
d) Berputar kekanan, dengan hitungan pertama : Angkat jari-jari
kaki kanan dan putar keluar, pivot pada tumit. Hitungan kedua :
Angkat tumit kiri dan pivot pada jari-jari kaki putar kedalam.
Hitungan ketiga : Berputar penuh. Ulangi gerakan untuk berputar
kekiri.e) Berjalan naik dan turun tangga. Berjalan satu langkah,
letakkan kaki kanan ditangga kemudian angkat kaki kiri letakkan
disamping kaki kanan, kemudian lanjutkan ke anak tangga selanjutnya
dengan pola sama. Kemudian lanjutkan latihan dengan melangkah
bergantian dengan langkah biasa setiap anak tangga. Awal latihan
gunakan pegangan kemudian keseimbangan ditingkatkan tanpa
pegangan.
d. Latihan untuk ekstremitas atas.a) Gerakan fleksi dan ekstensi
bergantian b) Gerakan abduksi dan adduksi bergantianc) Satu lengan
fleksi dan abduksi, lengan lain ekstensi da adduksi bergantiand)
Latihan dipapan tulis : merubah tanda minus menjadi plus dan
mengkopi garis lurus, silang, lingkar, dan lain-lain.e) Latihan
koordinasi mata tanganf) Latihan menggunakan puzzle, balok susun,
dan lain-lain.II.12.5. Edukasi dan Home Program28Edukasi dan home
program prinsipnya adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh
keluarga dan penderita untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak
dan fungsi. Dengan melakukan program rumah ini akan sangat membantu
proses perkembangan motorik. Namun demikian, program latihan di
rumah hendaknya dilakukan dengan benar agar proses pembelajaran
motorik yang diberikan oleh fisioterapis tidak berlawanan dengan
yang dilakukan di rumah.a. Mengatur Posisi di Tempat TidurUmumnya
penderita Parkinsons Disease akan mengalami imobilisasi atau kurang
gerak karena menurunnya kemampuan fungsional. Dengan kondisi
tersebut, makan beberapa komplikasi mungkin terjadi seperti
pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur otot,
keterbatasan sendi, dan lain lain. b. Pijatan pada LenganPijatan
yang diberikan pada penderita Parkinsons Disease bertujuan untuk
meningkatkan sirkulasi darah local pada area yang diberikan
pijatan. Pada area lengan maka arah pijatan dari distal ke area
proksimal.
c. Latihan Mandiri (self exercise)Pada dasarnya penderita
Parkinsons Disease juga dapat melakukan latihan mandiri, hal ini
ditujukan untuk membantu proses pembelajaran motorik. Setiap
gerakan yang dilakukan hendaknya secara perlahan dan berkelanjutan
dan anggota gerak yang mengalami gangguan ikut aktif melakukan
gerakan seoptimal mungkin.d. Latihan Fungsional TanganSalah satu
ciri khas dari Parkinsons Disease adalah tangan tremor jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu,
getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Fungsi tangan begitu
penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian
yang paling aktif. Latihan fungsional tangan dapat berupa: Membuka
tangan. Menutup jari-jari untuk menggenggam objek. Menggeser engsel
kunci pintu atau lemari. Membuka menutup kran air Membuka dan
mengancingkan baju, dlle. Latihan pada Wajah dan MulutSalah satu
mesalah yang sering muncul pada penderita Parkinsons Disease adalah
menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi wajah. Latihan pada wajah
dan mulut antara lain, latihan tersenyum, memembentuk bibir menjadi
huruf O dan lain lain. II.12.6. Senam Parkinson29Kemampuan gerak
dan keseimbangan penderita parkinson akan menurun. Gejalanya bisa
tremor atau bagian tubuh tertentu sering gemetar. Otot dan anggota
tubuh menjadi kaku. Selain itu, penderita mudah lelah dan lupa.
Penyakit ini tentu akan sangat mengganggu kegiatan sehari-hari.
Karena itu, diperlukan latihan untuk mencegah atau memperbaiki
otot-otot tubuh. Ada sebuah senam yang gerakannya khusus diciptakan
untuk menguatkan kerja otot dan membangun keseimbangan tubuh. Senam
ini tepat dilakukan oleh para penderita parkinson. Tapi, mereka
yang tidak menderita penyakit ini juga dapat melakukana sebagai
tindakan pencegahan. Senam Parkinson dapat meningkatkan kesiagaan
tubuh atau body awareness. Hal ini penting untuk menjaga agar
penderita tidak sampai jatuh. Sebab, mereka yang sudah terbiasa
melatih keseimbangan secara refleks dapat menahan jika akan
terjatuh.Sebagai permulaan, sebelum melakukan senam, tetap harus
ada pemanasan. Tujuannya, meminimalkan cedera dan mempersiapkan
rasa gerak otot. Senam Parkinson tidak menjurus pada latihan
kardiovaskuler. Berbeda dengan aerobik yang bekerja pada bagian
prime muscle, senam itu lebih bekerja pada core muscle untuk
stabilisator sendi. Senam ini juga mampu meningkatkan peredaran
darah. Tujuannya bukan untuk menambah massa otot. Gerakannya
simultan berkesinambungan seperti menari. Untuk mendapatkan hasil
maksimal, perlu latihan rutin. Maksimal lima kali seminggu, dan
dalam tujuh hari tetap diberikan jeda istirahat total selama dua
hari. Hal ini berfungsi untuk proses pemulihan otot-otot yang telah
dilenturkan. Senam dianjurkan untuk penderita Parkinson karena
gerakannya lambat. Ketukan pada setiap gerakannya 80 kali per
menit. Senam juga tidak membutuhkan gerakan meloncat dan berputar.
Seseorang tidak disarankan senam jika malam sebelumnya tidak bisa
tidur dengan lelap. Walaupun tidur lelap, namun bila badan terasa
tidak bugar, tidak disarankan senam, karena hal ini dapat
menurunkan koordinasi gerakan. Gerakan 1: Melatih otot
pelvisFungsi: Memfiksasi panggul supaya tidak mudah jatuh.Cara:
Duduk tegak di atas bola, kedua kaki agak terbuka. Jaga
keseimbangan. Tegak dan pertahankan dalam waktu 10 detik, rileks,
ulangi lagi gerakan sebanyak 10 kali.Gerakan 2: Memindahkan berat
badan ke satu sisiFungsi: Melatih rasa gerak sendi panggul dan
otot-ototnya agar siap menghadapi perubahan posisi. Penting untuk
mengatur strategi agar tidak jatuh terutama saat berdiri.Cara:
Posisi awal duduk tegak di atas bola. Kemudian, gerakkan bola
dengan pantat ke kanan. Tahan dengan kedua tangan dan sebagian
badan digerakkan ke arah berlawanan. Ini dilakukan untuk menahan
berat badan jangan sampai jatuh menggelinding ke kanan. Ulangi 10
kali dengan arah berlawanan secara bergantian.Gerakan 3: Penguatan
otot pinggang, perut, dan pahaFungsi: Menguatkan otot pinggang,
perut, dan paha yang merupakan bagian dari penjaga
keseimbangan.Cara: Duduk tegak di atas bola. Kedua tangan saling
bersentuhan. Angkat salah satu kaki perlahan hingga lurus sejajar
paha. Lakukan gerakan dengan kaki yang berbeda. Ulangi 10
kali.Gerakan 4: Melatih gerak sendi panggulFungsi: Menjaga
keseimbangan.Cara: Duduk tegak di atas bola. Kemudian gerakkan bola
dengan pantat sedikit ke belakang. Kedua tangan diluruskan ke depan
untuk menahan berat badan agar tidak jatuh ke belakang. Kembali
lagi ke depan. Ulangi 10 kali.Gerakan 5: Penguatan otot pahaFungsi:
Stabilisator sendi lutut. Mengurangi kemungkinan jatuh akibat
kelemahan otot paha. Mengurangi nyeri otot.Cara: Berdiri tegap
dengan bola di belakang punggung. Turunkan bola dengan menggunakan
tubuh bagian belakang. Turunkan hingga posisi kaki menekuk 90
derajat seperti mau duduk. Saat turun tahan 5 detik. Kemudian naik
ke posisi semula dan ulangi lagi sebanyak 10 kali.Gerakan 6:
Melatih kelenturan otot punggung Fungsi: Otot punggung menjadi
lentur. Membuat gerak fleksibel, mengurangi risiko jatuh dan
mencegah kekakuan pada panggul.Cara: Duduk tegap di atas bola.
Kemudian gerakkan dan turunkan badan ke salah satu sisi. Posisikan
kedua tangan sejajar menyentuh lantai sesuai arah badan. Ulangi
dengan arah bergantian. Masing-masing arah (kanan-kiri) diulangi
sampai lima.
Gerakan 7: Melatih kelenturan otot sampingFungsi: Mencegah
kekakuan dan nyeri pada punggung. Menjaga kelenturan otot-otot
punggung.Cara: Berlutut dengan bola di samping badan. Gerakkan
badan bersama kedua tangan ke sisi yang terdapat bola. Saat miring
ke kanan, tangan yang terdekat dengan bola menyentuh bola. Lakukan
dengan arah berbeda. Masing-masing arah lima repetisi.
Gerakan 8: Stretching otot dadaFungsi: Meningkatkan ekspansi
thorax atau dada. Sehingga, pengembangan paru lebih bagus. Masukan
oksigen juga lebih banyak.Cara: Berlutut dengan bola di depan
badan. Kemudian dorong bola ke depan dengan kedua tangan. Dorong
hingga tulang punggung dan tangan lurus.
BAB IIIKESIMPULAN
Parkinsons Disease (Penyakit Parkinson) adalah penyakit
neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan suatu
penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine
deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita
parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta
orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.Penyakit
Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada
terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan
operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Obat-obatan yang ada
sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progres
hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan
ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek
samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Peranan
rehabilitasi medik pada penyakit Parkinson adalah mencegah
kontraktur oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif perlahan
namun full ROM, meningkatkan nilai otot secara general dengan
fasilitasi gerak yang dimulai dari sendi proximal, dengan
menggunakan PNF, NDT atau konvensional, meningkatkan koordinasi,
meningkatkan transver dan ambulasi disertai dengan latihan
keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dick, F.D. et al. 2007. Environmental Risk Factors for
Parkinsons Disease and Parkinsonism: the Geoparkinson Study on
Behalf of the Geoparkinson Study Group. Occup Environ Med.
64:666672.2. Samii, A., Nutt J.G., Ransom B.R. 2004. Parkinsons
Disease. Lancet. 363: 1783-93.3. World Health Organization.
Department of Measurement and Health Information. December 2004.
Estimated total deaths (2000), by cause and WHO Member State,
2002.4. Leah, M..R. dan Salil K.D. 2007. Cigarette Smoking and
Parkinsons Disease. EXCLI Journal. 6:93-99.5. Departemen Kesehatan
RI : Profil Kesehatan Indonesia 1995.6. Dinas Kesehatan Tingkat I
Jawa Tengah : Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2003.7.
Thomson F, Muir A, Stirton J et al. Parkinsons Disease . The
Parmaceutical Journal 2001; Vol.267 : 600 6128. Stephen K, Eeden
VD, Caroline M. Incidence of Parkinsons Disease: Variation by Age,
Gender, and Race/Ethnicity. Am J Epidemiol, 2003; 157: 1015 22.9.
Husni A: Parkinsons Disease, patofisiologi, diagnosis dan wacana
terapi. Disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional I dan konferensi
kerja III PERGEMI . Semarang, 2002 .10. Andi M, 2003. Parkinson.
http://medlinux.blogspot.com/2008/03/parkinson.html. 3 Juni
2008.11. Jankovic J, Tolosa E, 2002. Parkinsons Disease And
Movements Disorders 4th.Philadelpia : Lippincott &Wilkins. Pp
91-99, 39-5312. Clarke CE, Moore AP. Parkinsons Disease.
http://www.aafp.org/afp/ 20061215/2046.html, 3 Juni 2008. 13. Erik
Tapan, 2003. Parkinson http://www.suarapembaruan.com
/News/2003/02/02/Kesehata/kes01.htm. 3 Juni 2008. 14. Parkinsons
Disease and Other Movement Disorders. Editor: Hasan Sjahrir,
Darulkutni Nasution, Abdul Gofir. Cetakan pertama, Mei 2007.
Penerbit : Pustaka Cendikia Press. Yogyakarta15. Yayasan peduli
parkinson Indonesia. Parkinson disease. http://www.
parkinson-indonesia.com/. 3 Juni 2008 16. Anisa R., 2003.
Parkinson. http://www.neurologychannel.com /parkinsonsdisease. 3
Juni 2008.17.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/02/16/status-pemeriksaan-neurologi/18.
Sobha S. Rao, M.D., Laura A. Hofmann, M.D., and Amer Shakil, M.D.,
Parkinsons Disease: Diagnosis and
Treatment,http://www.aafp.org/afp/ 20061215/2046.html, 15 Desember
2006. 19. Terapi deep brain stimulation bantu kendalikan Parkinsons
Disease.
2007.http://www.medicastore.com/med/index.php?id=&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080527174540125.163.140.209
20. Maurice Victor, Allan H. Ropper, Raymond D, 2000. Adams &
Victors Principles Of Neurology 7th edition. Parkinson Disease
(Paralysis Agitans) 21. Greg Juhn, M.T.P.W., David R. Eltz, Kelli
A. Stacy, Daniel Kantor, M.D., 2006. University of Florida Health
Science Center, Jacksonville, FL. Parkinsons
disease.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000755.htm#Treatment
22. Lewis P. Rowland, 2000. Merritts Neurology 10th Edition.
Parkinsonism: Stanley Fahn and Serge Przedborski 23. Physical
Therapy in Parkinsons Disease. Available at:
http://www.emedicine.com 24. Lee JM. Prosedur-prosedur Termal,
Listrik dan Manipulatif. Dalam: Segi Praktis Fisioterapi. Edisi
kedua. Jakarta: Binarupa Aksara. 1990. 25. Marques PAMC, Soares
LGP, do Nascimento CM, Neto AAPV, Marques RC, Pinheiro ALB. In :
Laser phototherapy a case report.2010.26. Teixeira LJ. Soares BGDO,
Vieira VP. Physical therapy for Parkinsons Disease. The Cochrane
Collaboration. 2007. 2: 1-5.27. Frenkels Exercise. Available at
:http://ipuy-fullmoon.blogspot.com/2009/07/frenkels-exercise.html.28.
Penatalaksanaan Terapi Latihan. Blog ortotis prostetis. Available
at
http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2009/02/penatalaksanaan-terapilatihanpada.html29.
Irfan M. Fisioterapi pada Parkinsons Disease. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 2010 30. Dikutip dari: Soetini N. Senam Parkinson,
Latih Kesimbangan. Blog Fisioterapi Praktis. Available at
http://fisio-praktis.blogspot.com/2009/02/senam-parkinson-latih-keseimbangan.html.
35