Top Banner
Nama : Alif muchammad akbar putra wijaya NIM : 061430310171 Kelas : 1 L-B Sistem Bilangan Kompleks A.1 BILANGAN KOMPLEKS Sebuah bilangan kompleks z merupakan sebuah bilangan yang memiliki bentuk x + jy, di mana x dan y merupakan bilangan – bilangan real dan j = 1 . Dalam hal ini kita tuliskan x = Re z , bagian real dari z; y = Im z, bagian imajiner dari z. Dua buah bilangan kompleks dikatakan sama jika dan hanya jika masing- masing bagian real dan imajiner dari kedua bilangan kompleks tersebut sama. A.2 BIDANG KOMPLEKS Sepasang sumbu – sumbu ortogonal,dengan sumbu horizontal yang menggambarkan Re z dan sumbu vertikal j yang menggambarkan Im z akan membentuk sebuah bidang kompleks dimana setiapa bilangan kompleks memiliki sebuah titik yang unik. Pada Gambar A-1 ditunjukan posisi dari enam buah bilangan kompleks. Masing – masing bilangan kompleks dapat direpresentasikan oleh sebuah vektor yang unik yang berasal dari titik asal bidang kompleks seperti diilustrasikan oleh bilangan kompleks z 6 pada Gambar A-1. z 1 =6 z 2 =2j 3 z 3 =j 4
94

Fisika Friend

Jan 28, 2016

Download

Documents

R-Maruf

About Fisika
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fisika Friend

Nama : Alif muchammad akbar putra wijaya

NIM : 061430310171

Kelas : 1 L-B

Sistem Bilangan KompleksA.1 BILANGAN KOMPLEKS

Sebuah bilangan kompleks z merupakan sebuah bilangan yang memiliki bentuk x + jy, di mana x dan y merupakan bilangan – bilangan real dan j = √−1 . Dalam hal ini kita tuliskan x = Re z , bagian real dari z; y = Im z, bagian imajiner dari z. Dua buah bilangan kompleks dikatakan sama jika dan hanya jika masing-masing bagian real dan imajiner dari kedua bilangan kompleks tersebut sama.

A.2 BIDANG KOMPLEKS

Sepasang sumbu – sumbu ortogonal,dengan sumbu horizontal yang menggambarkan Re z dan sumbu vertikal j yang menggambarkan Im z akan membentuk sebuah bidang kompleks dimana setiapa bilangan kompleks memiliki sebuah titik yang unik. Pada Gambar A-1 ditunjukan posisi dari enam buah bilangan kompleks. Masing – masing bilangan kompleks dapat direpresentasikan oleh sebuah vektor yang unik yang berasal dari titik asal bidang kompleks seperti diilustrasikan oleh bilangan kompleks z6 pada Gambar A-1.

z1=6

z2=2− j3

z3= j 4

z4=−3+ j 2

z5=−4− j 4

z6=3+ j3

A.3 OPERATOR VEKTOR J

Sebagai tambahan terhadap pendefinisian parameter j yang diberikan pada Subbab A.1 sebelumnya,parameter j dapat dipandang sebagai sebuah operator yang berputar mengelilingi setiap bilangan kompleks (vektor) A 900 dalam arah yang berlawanan dengan

Page 2: Fisika Friend

arah putaran jarum jam. Pada kasus di mana A adalah bilangan real murni,x, prinsip kerja operator j ini dapat diilustrasikan pada Gambar A-2. Proses perputaran (rotasi) akan mengirim A ke posisi jx, pada sumbu imajiner positif. Jika dilanjutkan lebih jauh lagi, j2 akan

memutar A sejauh 1800; j3, 2700 ; dan j 4, 3600. Juga diperlihatkan dalam Gambar A-2,sebuah bilangan kompleks B di kuadran satu pada sudut θ. Perhatikan bahwa j B berada pada kuadran kedua, pada sudut θ + 900.

A.4 REPRESENTASI LAIN BILANGAN KOMPLEKS

Dalam Subbab A1, bilangan kompleks didefinisikan dalam bentuk yang disebut sebagai bentuk rektangular. Pada Gambar A-3, x = r cos θ, y = r sin θ, dan bilangan kompleks z dapat ditulis dalam bentuk trigonometrik sebagai

z = x + jy = r (cos θ + j sin θ)

dimana r adalah nilai modulus atau nilai absolut (notasi r = √ x2+ y2, dan sudut θ = tan−1 (y/x)

adalah argumen dari z.

Berdasarkan formula Euler, yaitu e jθ=cosθ+ j sin θ, maka bilangan kompleks dapat ditampilkan dalam bentuk yang lain disebut bentuk eksponenseial:

Z = r cos θ + jr sin θ = re jᶿ

Bentuk ketiga, yang merupakan bentuk bilangan kompleks yang di gunakan secara luas dalam analisis rangkaian adalah bentuk polar atau bentuk steinmetz yang di rumuskan sebagai z = r∟ᶿ di manaθ dalam derajat.

A.5 PENJUMLAHAN DAN PENGGURANGAN BILANGAN KOMPLEKS

Untuk menjumlahkan dua buah bilangan kompleks, jumlahkanlah bagian-bagian real dan imajiner dari masing-masing bilangan kompleks secara terpisah, sementara untuk mengurangkan bilangan kompleks, kurangkanlah bagian-bagian ral dan imajiner dari masing-masing bilangan kompleks dapat dilakukan dengan mudah jika kedua bilnagan berada dalam bnetuk rektanguler.

CONTOH A1 jika diberikan z1 = 5 – j2 dan z2 = -3 – j8, maka

z1 + z2 = (5-3) + j(-2-8) = 2 – j10

z1 + z2 = (-3-5) + j(-8+2) = -8 –j6

A.6 PERKALIAN BILANGAN KOMPLEKS

Hasil perkalian dua buah bilangan kompleks, jika keduanya memiliki bentuk ekspondensialn dapat dilakukan berdasarkan hukum eksponen sebagai berikut:

Page 3: Fisika Friend

z1z2 = (r1ejθ1)( r2ejθ2) = r1r2ej(θ1 + θ2)

perkalian bilangan kompleks yang memiliki bentuk polar atau Steinmeter adalah jelas dan mudah untuk di lakukan dengan mengacu pada bentuk eksponentensial.

z1z2 = (r1 /θ1)(r2/θ2 ¿¿=¿ r1 r1/θ1θ2

sedangkan perkalian dua buah bilangan kompleks dalam bentuk rektangular dapat diperoleh dengan memperlakukan kedua buah bilangan kompleks sebagai binomial.

z1 z2 = (x1 + jy1)(x2 + jy2) = x1x2+jx1y2+jy1x2+j2y1y2

= (x1x2 – y1y2) + j(x1y2+y1y2)

CONTOH A2 Jika z1 = 5ejπ/3 dan z2 = 2e-jπ/6, maka z1z2 = (5ejπ/3)(2e-jπ/6) = 10ejπ/6.

CONTOH A3 Jika z1 = 2/30 ° dan z2= 5/45° ,maka z1z2 = (2/30 °)(5/−45°) = 10/−15 °.

CONTOH A4 Jika z1 = 2+j3 dan z2 = -1 – j3. maka z1z2 = (2+3j)(-1-j3) = 7 – j9.

A.7 PEMBAGIAN BILANGAN KOMPLEKS

Untuk dua buah bilangan kompleks dalam bentuk eksponensial,pembagian di antara keduanya adalah mengikuti hukum eksponensial sebagai berikut :

z1

z2

=r1 e jθ1

r2 ejθ2

= r1

r2

e j (θ1−θ2)

Seperti dalam perkalian sebelumnya,pembagian bilangan kompleks yang memiliki bentukl polkar atau Steinmetz dapat dilakukan dengan mengacu pada bentuk eksponensialnya.

z1

z2

=r1/θ1

r2/θ2

= r1

r2/θ1−θ2

Pembagian dua buah bilangan kompleks dalam bentuk rektangular dilakukan dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan konjugat dari penyebutnya (lihat Subbab A.8).

z1

z2

=( x2− jy2

x2− jy2) = ¿ =

x1 x2+ y1 y2

x22+ y2

2 + jy1 x2+ y2 x1

x22+ y2

2

CONTOH A5 Jika diberikan z1 = 4ejπ/3 dan z2 = 2ejπ/6 maka

CONTOH A6 jika di berikan z1 = 8/-30 dan z2 =2/-60 ⁰ maka

Page 4: Fisika Friend

z1

z2

=8/−30 °2/−60 °

= 4/−30 °

CONTOH A7 Jika diberikan z1 = 4 – j5 dan z2 = 1+j2 maka

z1

z2

=4− j51+ j 2 ( 1− j2

1+ j 2 )= -65− j

135

A.8 KONJUGAT BILANGAN KOMPLEKS

Konjugat dari bilangan kompleks z = x+jy adalah bilangan kompleks z* = x - jy. Jadi,

Re z = z+z¿

2 Im z =

z+z¿

2 j |z|= √ z z¿

Dalam bidang kompleks, titik – titik z dan z* merupakan pencerminan terhadap sumbu real.

Dalam bentuk eksponensial : z = ℜ jθ, z* = r/−θ.

Dalam bentuk trigonometrik : z = r(cos θ + j sin θ), z* = r(cos θ + j sin θ).

Konjugasi memiliki beberapa sifat penting berikut ini :

(i) (z*)* = z (iii) (z1z2)* = z1* z2

*

(ii) (z1±z2)* = z1* ± z2

* (iv) ( z1

z2) =

z1

z2

APENDIKS B

Matriks dan Determinan Matriks

B.1 PERSAMAAN SIMULTAN DAN MATRIKS KARAKTERISTIK

Terdapat banyak sistem dalam bidang keteknikan yang

digambarkan melalui suatu kumpulan persamaan simultan independen

linear dalam bentuk

Page 5: Fisika Friend

y1 = a11x1 + a12x2 +a13x3 + ⋯ + a1nxn

y2 = a21x1 + a22x2 +a23x3 +⋯ + a2nxn

⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯

ym = am1x1 + am2x2 + am3x3+⋯ +amnxn

dimana xj merupakan variabel bebas (independen), yi adalah variabel tak

bebas (dependen), dan aij adalah koefisien-koefisien dari variabel bebas.

Aij dapat merupakan konstanta atau fungsi dari parameter tertentu.

Bentuk yang lebih sederhana dan mudah untuk dicermati dapat diperoleh

dengan menyatakan persamaan-persamaan di atas ke dalam bentuk

matriks

[ y1

y2

⋯ym

]=[ a11 a12 a13 ⋯ a1n

a21

⋯am1

a22 a23 ⋯ a2n

⋯ ⋯ ⋯ ⋯am2 am3 ⋯ amn

]=[ x1

x2

⋯xn

]Atau Y = AX, berdasarkan definisi perkalian AX dijabarkan pada subbab

B.3. matriks A =[a ij] disebut sebagai matriks karakteristik sistem; dimana

ordeatau dimensinya dinyatakan sebagai

d(A) = m x n

dengan m adalah jumlah baris dan n adalah jumlah kolomnya.

B.2 JENIS-JENIS MATRIKS

Matriks baris. Merupakan matriks yang memiliki berapapun kolom

tetapi hanya satu buah baris; d(A) = 1 x n. Matriks ini dikenal juga

sebagai vektor baris

Page 6: Fisika Friend

Matriks kolom. Merupakan matriks yang memiliki berapapun baris

tetapi hanya satu buah kolom; d(A) = m x 1. Matriks ini dikenal juga

sebagai vektor kolom.

Matriks diagonal. Adalah matriks yang elemen bukan nol-nya

merupakan elemen diagonal utama.

Matriks satuan. Adalah matiks diagonal yang nilai elemennya sama

dengan satu.

Matriks nol. Adalah matriks yang semua elemennya sama dengan

nol.

Matriks bujursangkar. Merupakan matriks dimana jumlah baris dan

kolomnya sama; d(A) = n x m.

Matriks simetri. Jika diberikan

A ≡[ a11 a12 a13 ⋯ a1 n

a21

⋯am1

a22 a23 ⋯ a2 n

⋯ ⋯ ⋯ ⋯am2 am3 ⋯ amn

]d ( A )=m xn

Maka transpose dari A adalah

AT ≡[a11 a21 a31 ⋯ am1

a12

a13

⋯a1 n

a22 a32 ⋯ am2

a23

⋯a33

⋯⋯⋯

am3

⋯a2n a3 n ⋯ amn

]d ( AT )=n x m

Jika baris dari matriks A merupakan kolom dari matriks AT, dan

sebaliknya. Matriks A disebut simetri (symetric) jika A = AT; suatu

Page 7: Fisika Friend

matriks simetri dengan demikian haruslah merupakan matriks

bujursangkar.

Matriks Hermitian. Jika diberikan

A ≡[ a11 a12 a13 ⋯ a1 n

a21

⋯am1

a22 a23 ⋯ a2 n

⋯ ⋯ ⋯ ⋯am2 am3 ⋯ amn

]Maka konjugat dari matriks A adalah

A¿≡[a11 a21 a31 ⋯ am1

a12

a13

⋯a1 n

a22 a32 ⋯ am2

a23

⋯a33

⋯⋯⋯

am3

⋯a2 n a3 n ⋯ amn

]Matriks A adalah matriks hermitian jika A = (A*)T; jadi matriks hermitian

adalah sebuah matriks bujursangkar dengan elemen-elemen real pada

diagonal utama dan elemen-elemen konjugat kompleks menempati posisi

yang merupakan cermin pada diagonal utama. Perhatikan bahwa (A*)T =

(AT)*.

Matriks nonsingular. Sebuah matriks bujursangkar A n x n adalah

nonsingular (dapat diinversikan) jika terdapat suatu matriks B n x n

sedemikian hingga

AB = BA = I

Dimana I adalah matriks satuan n x n. Matriks B disebut sebagai invers dari

matriks nonsingular A, dan kita tuliskan B = A-1. Jika A adalah nonsingular,

maka untuk setiap Y, persamaan matriks Y = AX pada subbab B1 akan

memiliki solusi unik sedemikian rupa sehingga

X = A-1Y

B.3 ARITMETIKA MATRIKS

Penjumlahan dan Pengurangan Matriks

Page 8: Fisika Friend

Dua buah matriks dengan orde yang sama adalah memenuhi persyaratan untuk penjumlahan atau pun pengurangan. Dua buah matriks yang memiiki orde yang berbeda tidak dapat dijumlahkan atau dikurangkan.

Jumlah (selisih) dari dua buah matriks m X n, A = [aij] dan B = [bij], adalah matriks C m X n yang masing –masing elemennya adalah jumlah (selisih) dari masing – masing elemen yang berkorespondensi dari matriks A dan B. Jadi, A±B = [aij ± bij].

CONTOH B1

A=[1 4 02 7 3] B=[5 2 6

0 1 1]Maka A + B = [1+5 4+2 0+6

2+0 7+1 3+1 ]= [6 6 62 8 4]

A - B = [−4 2 −62 6 2 ]

Transpos dari jumlah (selisih) dua buah matriks adalah jumlah (selisih) dari dua buah transposnya.

(A±B)T = AT ± BT

Perkalian Matriks

Perkalian AB dari matriks A 1 X m dan matriks B m X 1 adalah sebuah matriks 1 X 1 C = [cij], di mana

C = [a11 a12 a13 .... a1m]

= [a11 b11+ a12 b21+....+a1m bm1] = [∑k−1

m

a1 k bk 1]Perhatikan bahwa masing – masing elemen baris matriks dikalikan dengan elemen kolom matriks dan kemudian hasil perkaliannya dijumlahkan.Seringkali kita mengidentifikasikan C dengan besaran saklar c11, memperlakukannya sebagai sebuah bilangan biasa yang diperoleh dari medan bilangan merupakan elemen – elemen dari matriks A dan B.

Perkalian AB dari matriks A = [aij] yang berukuran m X s dan matriks B = [bij] yang berukuran s X n adalah matriks C = [cij] yang berukuran m X n ,dimana

cij = ∑k −1

s

a1 k bkj (i = 1,2,...,m, j = 1,2, ... , n)

CONTOH B2

Page 9: Fisika Friend

[a11 a12

a21 a22

a31 a32] [b11 b12

b21 b22] = [a11 b11+a12b12+¿a11 b12+a12b22

a21 b11+a22b21+¿a21b12+a22b22

a31b11+a32b21+¿ a31b12+a32b22]

[3 5 −82 1 64 −6 7 ] [ I1

I2

I3] = ¿

[5 −34 2 ] [8 −2 6

7 0 9]= [5 (8 )+(−3 )(7) 5 (−2 )+ (−3 )(0) 5 (6 )+ (−3 )(9)4 (8 )+2 (7 ) 4 (−2 )+2(0) 4 (6 )+2(9) ]=[19 −10 3

46 −8 42]Matrik A adalah memenuhi persyaratan untuk perkalian dengan matriks B atau dengan kata lain perkalian AB adalah terdefinisi hanya jika jumlah kolom matriks A adalah sama dengan jumlah baris matriks B. Jadi, jika matriks A adalah 3x2 dan matriks B adalah matriks 2x5, maka perkalian AB akan terdifinisi, tetapi perkalian BA tidak terdefinisi. Jika D dan E adalah matriks 3x3 maka baik perkalian DE dan ED terdefinisi. Mamun tidaklah selalu benar bahwa DE=ED.

Transpos dari perkalian dua buah matriks adakah perkalian dari dua buah tranpos matriks yang diambil dalam kebalikannya, (AB)T =BT AT. Jika A dan B adalah matriks-matriks non-singular dengan dimensi yang sama maka AB adalah juga non-singular dengan (AB)-1 = B-1 A-1.

Perkalian Matriks dengan Skalar

Perkalian matriks A = [aij] dengan skalar k didefinisikan dengan

kA=Ak=[kaij]

artinya, masing-masing elemen dari matriks A dikalikan dengan k. Perhatikan sifat-sifat berikut ini :

k(A+B)=kA+kB k(AB)=(kA)B=A(kB) k(A)T=kAT

B.4 DETERMINAN MATRIKS BUJURSANGKAR

Untuk setiap matriks A= [α ij] yang berukuran n x n melekat suatu fungsi scalar

tertentu aij yang disebut sebagai determinan A. Bilangan ini dinotasikan sebagai

det A atau |A| atau ∆A atau |a11 a12

a21 a22

… a1 n

… a2 n

… …an 1 an2

… …… ann

|dimana bentuk terakhir menampilkan elemen dari A. Untuk determinan orde n = 1n dan n =

2, diperoleh (eksplisit)

Page 10: Fisika Friend

|a11| = a11 |a11 a12

a21 a22|= a11 a22 – a12 a21

Untuk n yang lebih besar, pernyataan yang analogi dengan pernyataan diatas akan menjadi

sangat susah dan rumit sehingga seringkali dihindari melalui penggunaan teorema ekspansi

Laplace (lihat bahasan dibawah). Hal yang penting untuk dicatat adalah bahwa determinan

didefinisikan dengan cara sedemikian hingga

det AB = (det A)(det B)

untuk setiap dua buah matriks A dan B dengan ukuran n x n. Dua sifat dasar yang lain adalah

det AT = det A det kA = kn det A

akhirnya, det A ≠ 0 jika dan hanya jika A adalah monosingular.

CONTOH B3

Verifikasilah aturan perkalian determinan untuk

A = [1 43 2] B = [−2 9

1 π ]Dari kedua matriks di atas kita peroleh

AB = [1 43 2] [−2 9

1 π ] = [ 2 9+4π−4 27+2π ]

dan

| 2 9+4 π−4 27+2 π| = 2(27+ 2π) – (9+4π)(-4) = 90 + 20π

Akan tetapi |1 43 2|= 1(2)-4(3) = -10

|−2 91 π| = -2(π ¿ – 9(1)= -9 - 2π

Dan terlihat bahwa 90 + 20π = (-10)(-9 - 2π).

Teorema Ekspansi Laplace

Page 11: Fisika Friend

Minor, Mij dari elemen aij dari suatu determinan matriks dengan orde n adalah

determinan dengan orde n – 1 yang diperoleh dengan menghilangkan baris dan kolom yang

mengandung elemen aij Kofaktor ∆ ij dari elemen aij didefinisikan sebagai

∆ ij= (-1)i+j Mij

Teorema Laplace menyatakan : Dalam determinan dari matriks bujursangkar A,

kalikanlah masing-masing elemen dalam baris (kolom) ke-p dengan kofaktor dari elemen

yang berkorespondensi dalam baris (kolom) ke-q, dan jumlahkanlah hasil perkaliannya.

Hasil akan sama dengan 0 untuk p≠q ; dan det A, untuk p≠q.

Dari teorema Laplace juga dapat dinyatakan bahwa jika matriks A memiliki dua baris

dan kolom yang sama maka det A= 0 (dan A mestilah merupakan sebuah matriks singular).

Invers Matriks dengan Determinan; Aturan Cramer

Teorema ekspansi Laplace dapat ditunjukkan dalam perkalian matriks sebagai

berikut :

[ a11 a12

a21 a22

a13 … a1n

a23 … a2n

… …an 1 an 2

… … …an3 … ann

] [ ∆11 ∆12

∆12 ∆22

∆31 … ∆n1

∆32 … ∆n2

… …∆1 n ∆ an 2

… … …∆3n … ∆nn

]=[ ∆11 ∆12

∆12 ∆22

∆31 … ∆n 1

∆32 … ∆n 2

… …∆1 n ∆ an2

… … …∆3 n … ∆nn

] [ a11 a12

a21 a22

a13 … a1n

a23 … a2n

… …an 1 an 2

… … …an3 … ann

]= [det A 0

0 det A0 … 00 … 0

… …0 0

… … …0 … det A

]Atau A (adj A) = (adj A)A = (det A) I

Dimana adj= [∆ ij¿ adalah matriks transpose dari kofaktor aij dalam determinan A, dan I

adalah matriks satuan n x n.

Page 12: Fisika Friend

Jika A non-singular, maka kita bisa melakukan pembagian dengan det A≠0 dan

menyimpulkan bahwa

A−1 = 1

det A adj A

Ini berarti bahwa solusi unik untuk system linear Y= AX adalah

X= ( 1

det A adj A )Y

Yang merupakan aturan Cramer dalam bentuk matriks. Biasanya bentuk determinan

diperoleh dengan mempertimbangkan baris ke-r (r= 1, 2, 3,…..., n) dari solusi matriks.

Karena baris ke-r dari adj A adalah

[∆1 r ∆2 r … ∆nr ]

xr = ( 1det A ) [∆1 r ∆2 r ∆3 r … ∆nr ] [

y1

y2

y3

…yn

]= ( 1

det A )( y1∆1 r+ y2∆2 r+y3∆3 r+ …+ yn∆nr)

= ( 1det A ) |a11 … a1 (r−1 ) y1

a21 … a2 (r−1 ) y2

a1(r+1) … a1n

a2(r+1) … a2n

… … … …an 1 … an(r−1) yn

… … …an (r+1) … ann

|Persamaan terakhir dapat diverifikasi dengan mengaplikasikan Teorema Laplace pada kolom

ke-r dari determinan yang diberikan.

B.5 NILAI EIGEN DARI MATRIKS BUJURSANGKAR

Page 13: Fisika Friend

Untuk suatu sistem linear Y = AX, dengan matriks karakteristik A n x n, kita harus menyelidiki “eksitasi” X yang menghasilkan “respon” Y yang sesuai. Jadi, dengan memisalkan Y = λX, dimana λ adalah skalar.

λX = AX atau (λI - A) X = O

Dimana nilai O adalah matriks nol n x 1. Sekarang, jika matriks (λI - A) adalah nonsinguular maka hanya solusi yang trivial X = Y - O yang muncul. Oleh karenanya agar diperoleh soolusi yang benar maka nilai haruslah sedemikian hingga membuat (λI - A) menjadi matriks singular; artinya kita harus memiliki

det (λI – A) = |λ−a11 −a12

−a21

⋯−an 1

−a22

⋯−an2

−a13

−a23

⋯−an 3

⋯⋯⋯⋯

−a1n

−a2n

⋯λ−ann

|Akar – akar n dari persamaan polinominal dlam ini merupakan nilai eign

(eignvalue) dari matriks A ; solusi nontrival X untuk ini dikenal sebagai vektor eign (eigenvector) dari matriks A.

Dengan menetapkan λ == 0 pada sisi kiri persamaan karakteristik di atas, dapat kita lihat bahwa suku kosakata dalam persamaan haruslah

det (-A) = det [(-1)A ] = (−1)n (det A)

Karena koefisien λn dari persamaan jelas sama dengan satu, suku kostantanya juga sama

dengan (−1)n dikali dengan hasil perkalian semua akar persamaan. Determinan dari sebuah

matriks bujur sangkar adalah hasil perkalian dari semua eign nya – merupakan salah satu deinisi determinan yang lain, dan sangat bermanfaat.

Page 14: Fisika Friend

Nilai tambah materi dan soal

Bilangan Kompleks Bilangan Kompleks merupakan suatu bilangan yang memiliki komponen nyata dan komponen imaginer. Dapat dituliskan :                        V = a + jbDimana, a = bilangan nyata             b = bilangan nyata             j = bilangan imajiner

Secara grafis dapat dilihat pada gambar 1, bilangan nyata terdapat pada sumbu nyata (X) dan bilangan imajiner terdapat pada sumbu imajiner (Y).  Bentuk representasi ini disebut bentuk sudut siku (rectangular).

Gambar 1

Keterangan :ρ = garis yang terbentuk dari titik awal ke titik Vα = sudut yang terbentuk dari garis ρ dengan sumbu nyata X

Bilangan Kompleks Bentuk Polar (Fasor)Bentuk Polar merupakan bilangan kompleks yang diturunkan dari bentuk rectangular (sudut siku).a = ρ.cosθ  dan  b = ρ.sinθV = a + jbV = ρ cosθ + j ρ sinθV = ρ (cosθ + jsinθ)Persamaan bentuk polar nya yaitu:

Mengubah bentuk Sudut Siku (Rectangular) ke bentuk Fasor (Polar) dan sebaliknya

Page 15: Fisika Friend

Ada beberapa persamaan pokok yang harus dihafal untuk melakukan perubahan pada bilangan kompleks, yaitu merubah bentuk rectangular ke bentuk polar maupun sebaliknya. Berikut persamaan2 nya :

-         - Transformasi bentuk Polar ke Rectangular

-          -Transformasi bentuk Rectangular ke Polar

Melihat persamaan transformasi bentuk rectangular ke polar yang terlalu banyak menyulitkan kita untuk menghafalnya. Tetapi tidak sesulit yang dilihat, persamaan tersebut sangat mudah dihafal dengan cara memahami persamaan rectangular berdasarkan letak Quadran pada koordinat kartesius. Persamaan bentuk rectangular untuk masing-masing Quadran dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

4 Quadran pada koordinat kartesius

Page 17: Fisika Friend

Quadran IVPenjumlahan, Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks

1. PenjumlahanDalam operasi penjumlahan bilangan kompleks menggunakan bentuk RectangularV1 = a1 + jb1  dan V2 = a2 + jb2

V1 + V2 = (a1 + a2) + j(b1 +b2)Contoh :Jumlahkanlah bilangan kompleks dibawah iniA = 3 + j5 , B = 4 – j8Jawab :A + B = (3 + 4) + j(5 – 8)A + B = 7 – j3

2. PerkalianUntuk operasi perkalian bilangan kompleks lebih mudah jika menggunakan bentuk Polar

ρ1 = a < θ1 dan ρ2 = b < θ2

ρ1 . ρ2 = (a . b) < (θ1 + θ2)Contoh:Lakukan perkalian pada bilangan kompleks berikutρ1 = 15 < 300  , ρ2 = 20 < 450

Jawab :ρ1 . ρ2 = (15.20) < (300 + 450)ρ1 . ρ2 = 300 < 750

3. PembagianPada operasi pembagian bilangan kompleks lebih mudah menggunakan bentuk Polar, sama halnya saat operasi perkalian

dan

Contoh:Lakukan pembagian untuk bilangan kompleks berikutA = 15 < 300  , B = 20 < 450

Page 18: Fisika Friend

Jawab :

Contoh Soal Penggunaan Bilangan Kompleks Pada Rangkaian ListrikDalam menyelesaikan soal rangkaian listrik kita harus menguasai perubahan/ transformasi bentuk bilangan kompleks (rectangular ke polar atau sebaliknya), karena untuk menyelesaikan satu soal rangkaian listrik akan membutuhkan perubahan bentuk bilangan kompleks agar dapat melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Berikut contoh soal serta penyelesaiannya agar pembaca dapat lebih memahami penggunaan bilangan kompleks pada rangkaian listrik.

Hitunglah besar arus I yang mengalir pada rangkaianPenyelesaian

Page 20: Fisika Friend

Bilangan kompleks

Dalam matematika, bilangan kompleks adalah bilangan yang berbentuk

dimana a dan b adalah bilangan riil, dan i adalah bilangan imajiner tertentu yang mempunyai sifat i 2 = −1. Bilangan riil a disebut juga bagian riil dari bilangan kompleks, dan bilangan real b disebut bagian imajiner. Jika pada suatu bilangan kompleks, nilai b adalah 0, maka bilangan kompleks tersebut menjadi sama dengan bilangan real a.

Sebagai contoh, 3 + 2i adalah bilangan kompleks dengan bagian riil 3 dan bagian imajiner 2i.

Bilangan kompleks dapat ditambah, dikurang, dikali, dan dibagi seperti bilangan riil; namun bilangan kompleks juga mempunyai sifat-sifat tambahan yang menarik. Misalnya, setiap persamaan aljabar polinomial mempunyai solusi bilangan kompleks, tidak seperti bilangan riil yang hanya memiliki sebagian.

Dalam bidang-bidang tertentu (seperti teknik elektro, dimana i digunakan sebagai simbol untuk arus listrik), bilangan kompleks ditulis a + bj.

Definisi

Notasi dan operasi

Himpunan bilangan kompleks umumnya dinotasikan dengan C, atau . Bilangan real, R, dapat dinyatakan sebagai bagian dari himpunan C dengan menyatakan setiap bilangan real sebagai bilangan kompleks: .

Bilangan kompleks ditambah, dikurang, dan dikali dengan menggunakan sifat-sifat aljabar seperti asosiatif, komutatif, dan distributif, dan dengan persamaan i 2 = −1:

(a + bi) + (c + di) = (a+c) + (b+d)i(a + bi) − (c + di) = (a−c) + (b−d)i(a + bi)(c + di) = ac + bci + adi + bd i 2 = (ac−bd) + (bc+ad)i

Pembagian bilangan kompleks juga dapat didefinisikan (lihat dibawah). Jadi, himpunan bilangan kompleks membentuk bidang matematika yang, berbeda dengan bilangan real, berupa aljabar tertutup.

Dalam matematika, adjektif "kompleks" berarti bilangan kompleks digunakan sebagai dasar teori angka yang digunakan. Sebagai contoh, analisis kompleks, matriks kompleks, polinomial kompleks, dan aljabar Lie kompleks.

Definisi

Definisi formal bilangan kompleks adalah sepasang bilangan real (a, b) dengan operasi sebagai berikut:

Page 21: Fisika Friend

Dengan definisi diatas, bilangan-bilangan kompleks yang ada membentuk suatu himpunan bilangan kompleks yang dinotasikan dengan C.

Karena bilangan kompleks a + bi merupakan spesifikasi unik yang berdasarkan sepasang bilangan riil (a, b), bilangan kompleks mempunyai hubungan korespondensi satu-satu dengan titik-titik pada satu bidang yang dinamakan bidang kompleks.

Bilangan riil a dapat disebut juga dengan bilangan kompleks (a, 0), dan dengan cara ini, himpunan bilangan riil R menjadi bagian dari himpunan bilangan kompleks C.

Dalam C, berlaku sebagai berikut:

identitas penjumlahan ("nol"): (0, 0) identitas perkalian ("satu"): (1, 0) invers penjumlahan (a,b): (−a, −b)

invers perkalian (reciprocal) bukan nol (a, b):

Notasi

Bentuk Penjumlahan

Bilangan kompleks pada umumnya dinyatakan sebagai penjumlahan dua suku, dengan suku pertama adalah bilangan riil, dan suku kedua adalah bilangan imajiner.

Bentuk Polar

Dengan menganggap bahwa:

dan

maka

Page 22: Fisika Friend

Untuk mempersingkat penulisan, bentuk juga sering ditulis sebagai r cisθ .

Bentuk Eksponen

Bentuk lain adalah bentuk eksponen, yaitu:

Bidang kompleks

Bilangan kompleks dapat divisualisasikan sebagai titik atau vektor posisi pada sistem koordinat dua dimensi yang dinamakan bidang kompleks atau Diagram Argand.

Koordinat Kartesius bilangan kompleks adalah bagian riil x dan bagian imajiner y, sedangkan koordinat sirkularnya adalah r = |z|, yang disebut modulus, dan φ = arg(z), yang disebut juga argumen kompleks dari z (Format ini disebut format mod-arg). Dikombinasikan dengan Rumus Euler, dapat diperoleh:

Kadang-kadang, notasi r cis φ dapat juga ditemui.

Perlu diperhatikan bahwa argumen kompleks adalah unik modulo 2π, jadi, jika terdapat dua nilai argumen kompleks yang berbeda sebanyak kelipatan bilangan bulat dari 2π, kedua argumen kompleks tersebut adalah sama (ekivalen).

Dengan menggunakan identitas trigonometri dasar, dapat diperoleh:

dan

Penjumlahan dua bilangan kompleks sama seperti penjumlahan vektor dari dua vektor, dan perkalian dengan bilangan kompleks dapat divisualisasikan sebagai rotasi dan pemanjangan secara bersamaan.

Perkalian dengan i adalah rotasi 90 derajat berlawanan dengan arah jarum jam ( radian). Secara geometris, persamaan i2 = −1 adalah dua kali rotasi 90 derajat yang sama dengan rotasi 180 derajat ( radian).

Page 23: Fisika Friend

SISTEM DALAM BILANGAN KOMPLEKS

Karena tidak ada bilangan riil x yang memenuhi persamaan polinomial x^2 + 1 = 0 atau persamaan yang serupa dengan persamaan polinomial tersebut, maka diperkenalkanlah

himpunan bilangan kompleks.

Bentuk umum dari bilangan kompleks adalah a + bi dimana a dan b adalah bilangan – bilangan riil yang dinamakan bagian riil dan bagian imajiner , dan i = \sqrt{-1} dianamakan satuan imajiner (imaginary unit). Dua bilangan kompleks a + bi dan c + di adalah sama jika dan hanya jika a = c dan b = d . Kita dapat meninjau bilangan – bilangan riil sebagai subhimpunan dari himpunan bilangan kompleks dengan b = 0 . Bilangan kompleks 0 + 0i

besesuaian dengan bilangan riil 0.

Nilai Absolut  dari a + bi  didefinisikan sebagai |a + bi | = \sqrt{a^2 + b^2}. Konjugat komples (compleks konjugat) dari a + bi  didefinisikan sebagai a – bi . Konjugat kompleks dari bilangan kompleks z seringkali ditunjukan dengan z* .

Dalam melakukan operasi pada bilangan kompleks maka kita dapat melakukan operasi seperti dalam aljabar bilangan riil dengan menggantikan i^2 dengan –1 bilamana terdapat i^2 .Ketaksamaan untuk bilangan kompleks tidak didefinisikan.

Dari segi pandangan pondasi aksiomatik bilangan kompleks, maka diinginkan untuk memperlakukan sebuah bilangan kompleks sebagai pasangan (ordered paid) (a,b) dari bilngan – bilngan riil a  dan b yang menuruti kaidah operasional tertentu yang ternyata ekuivalen dengan yang diatas. Misalnya, kita mendefinisikan (a,b) + (c,d) = (a + c , b+ d),  (a,b) (c,d) = (ac – bd, ad + bc), m(a , b) = (ma , mb) dan lain sebagainya . Maka kita mendapatkan bahwa (a , b) = a (1 , 0) + b(0,1) dan kita mengasosiasikan ini dengan a + bi dimana i adalah lambang untuk (0,1).

A. Hitunglah penjumlahan dan pengurangan bilangan kompleks berikut ini

1. 10 + j15 + (22 ∟ 30°)2. 21,3 − j32,5 − (9 ∟ 71,3°)3. 0,75 − j0,1 + (0,3 ∟ 40°)4. −30 − j32 − (64 ∟ 31°)5. −j65 + (−80 ∟ 15°)

B. Hitunglah perkalian dan pembagian bilangan kompleks berikut ini

1. −2 + j6 × (5 ∟ 10°)2. 9 − j10 ÷ (12 ∟ 27,5°)3. 32 − j14 ÷ (−21 ∟ 63°)4. 43,2 + j21 ÷ (55 ∟ −30°)5. −j80 × (−33 ∟ 125°)

Page 24: Fisika Friend

Penyelesaian:

A. Penjumlahan dan pengurangan, bentuk polar harus diubah ke bentuk rectangular, lihat di Cara Penjumlahan Bilangan Kompleks

1. 10 + j15 + (22 ∟ 30°) =10 + j15 + [22×(cos 30) + j22×(sin 30)] =10 + j15 + 22×(cos 30) + j22×(sin 30) =10 + 22×(cos 30) + j15 + j22×(sin 30) = 29,05256 + j2610 + j15 + (22 ∟ 30°) = 29,05256 + j26

2. 21,3 − j32,5 − (9 ∟ 71,3°) =21,3 − j32,5 − [9×(cos 71,3) + j9×(sin 71,3)] =21,3 − j32,5 − 9×(cos 71,3) − j9×(sin 71,3) =21,3 − 9×(cos 71,3) − j32,5 − j9×(sin 71,3) = 18,41448 − j41,0248921,3 − j32,5 − (9 ∟ 71,3°) = 18,41448 − j41,02489

3. 0,75 − j0,1 + (0,3 ∟ 40°) =0,75 − j0,1 + [0,3×(cos 40) + j0,3×(sin 40)] =0,75 − j0,1 + 0,3×(cos 40) + j0,3×(sin 40) =0,75 + 0,3×(cos 40) − j0,1 + j0,3×(sin 40) = 0,97981 + j0,092840,75 − j0,1 + (0,3 ∟ 40°) = 0,97981 + j0,09284

4. −30 − j32 − (64 ∟ 31°) =−30 − j32 − [64×(cos 31) + j64×(sin 31)] =−30 − j32 − 64×(cos 31) − j64×(sin 31)] =−30 − 64×(cos 31) − j32 − j64×(sin 31)] = −84,85871 − j64,96244−30 − j32 − (64 ∟ 31°) = −84,85871 − j64,96244

5. −j65 + (−80 ∟ 15°) =−j65 + [−80×(cos 15) − j80×(sin 15)] =−j65 −80×(cos 15) − j80×(sin 15) =−80×(cos 15) −j65 − j80×(sin 15) = −77,27407 −j85,70552−j65 + (−80 ∟ 15°) = −77,27407 −j85,70552

B. Perkalian dan pembagian, bentuk rectangular harus diubah ke bentuk polar, lihat di Cara Perkalian Bilangan Kompleks

1. −2 + j6 × (5 ∟ 10°) =[√(2²+6²) ∟ tan⁻¹(6÷−2)°] × (5 ∟ 10°) =√(2²+6²) × 5 ∟ tan⁻¹(6÷−2)° + 10° = 31,62278 ∟ 118,43495°−2 + j6 × (5 ∟ 10°) = 31,62278 ∟ 118,43495°

2. 9 − j10 ÷ (12 ∟ 27,5°) =[√(9²+10²) ∟ tan⁻¹(−10÷9)°] ÷ (12 ∟ 27,5°) =√(9²+10²) ÷ 12 ∟ tan⁻¹(−10÷9)° − 27,5°) = 1,12114 ∟ −75,51279°9 − j10 ÷ (12 ∟ 27,5°) = 1,12114 ∟ −75,51279°

3. 32 − j14 ÷ (−21 ∟ 63°) =[√(32²+14²) ∟ tan⁻¹(−14÷32)°] ÷ (−21 ∟ 63°) =√(32²+14²) ÷ −21 ∟ tan⁻¹(−14÷32)° − 63°) = −1,66326 ∟ −86,62938°32 − j14 ÷ (−21 ∟ 63°) = −1,66326 ∟ −86,62938°

4. 43,2 + j21 ÷ (55 ∟ −30°) =[√(43,2²+21²) ∟ tan⁻¹(21÷43,2)°] ÷ (55 ∟ −30°) =

Page 25: Fisika Friend

√(43,2²+21²) ÷ 55 ∟ tan⁻¹(21÷43,2)° − (−30)° = 0,87334 ∟ 55,92490°43,2 + j21 ÷ (55 ∟ −30°) = 0,87334 ∟ 55,92490°

5. − j80 × (−33 ∟ 125°) =[√(0²+80²) ∟ tan⁻¹(−80÷0)°] × (−33 ∟ 125°) =√(0²+80²) × −33 ∟ tan⁻¹(−80÷0)° + 125° = −2640 ∟ 35°−j80 × (−33 ∟ 125°) = −2640 ∟ 35°]

Notasi Bilangan Kompleks : Polar dan Rectangular

Tidak seperti saat menganalisa tegangan DC, saat kita menganalisa tegangan AC, kita harus menggunakan analisa matematis yang disebut  vektor (bilangan kompleks). Ada dua bentuk dasar notasi bilangan kompleks yaitu : polar dan planar

Untuk menghitung dengan menggunakan bilangan kompleks ini tanpa menggambar vektor, kita membutuhkan suatu standar notasi matematika. Ada dua bentuk dasar untuk menyatakan notasi bilangan kompleks yaitu polar dan rectangular.

Bentuk polar menyatakan bilangan kompleks dalam dua nilai yaitu panjang (atau juga dikenal dengan sebutan magnitudo, nilai absolut, atau modulus) dan juga sudut dari vektornya (biasanya dilambangkan dengan simbol ∠). Untuk memahami kedua bentuk ini ke dalam kasus jarak dan arah antara dua kota, notasi polar untuk vektor dari kota New York menuju San Diego memiliki nilai jarak dan arah 2400 mil barat daya. Ini adalah contoh vektor yang dinyatakan dalam bentuk polar seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1 Vektor dengan notasi polar

Orientasi standar untuk sudut vektor dalam perhitungan rangkaian AC menggunakan 0o

berada disebelah kanan garis horisontal, nilai 90o ke arah atas, 180o ke arah kiri, dan 270o ke arah bawah. Perhatikan bahwa sudut vektor yang mengarah ke bawah dapat dinyatakan dalam nilai positif atau negatif (bila dinyatakan dalam nilai positif lebih dari 180o). Sebagai contoh, sudut vektor yang bernilai ∠270o (lurus ke arah bawah) dapat juga dinyatakan dengan nilai -90o. Gambar vektor di sebelah kanan atas (7.81 ∠ 230.19o) dapat juga dinyatakan dalam sudut yang bernilai negatif yaitu 7.81 ∠-129.81o.

Page 26: Fisika Friend

Gambar 2 Kompas vektor

Sebaliknya untuk bentuk rectangular dimana bilangan kompleks dinyatakan nilainya terhadap sumbu horisontal dan vertikal. Pada intinya, sudut vektor diambil dari garis miring pada segitiga siku-siku. Bentuk rectangular menyatakan seberapa jauh nilai bilangan kompleks ke arah kanan/kiri (horisontal) dan seberapa jauh ke arah atas/bawah (vertikal).

Gambar 3 Dalam bentuk recatangular, panjang vektor dan arahnya disimbolkan seberapa jauh jangkauannya terhadap sumbu horisontal dan vertikal, bilangan pertama menunjukkan bagian horisontal (“real”) dan bilangan kedua (yang memiliki akhiran “j”) memnunjukkan bagian vertikal (bilangan “imajiner”)

Gambar dua dimensi ini  (horisontal dan vertikal) disimbolkan dengan dua angka numerik. Untuk membedakan nilai pada sumbu horisontal dan sumbu vertikal, untuk nilai vertikal penulisan nilainya diawali dengan huruf ‘i’ (dalam matematika murni) atau huruf ‘j’ (dalam elektronika). Dua huruf ini tidak melambangkan variabel fisis (simbol ‘i’ disini bukanlah

Page 27: Fisika Friend

menyatakan besaran arus), tetapi simbol tersebut digunakan sebagai operator matematika untuk membedakan nilai vektor pada sumbu horisontal dan vertikal. Sebuah bilangan kompleks yang lengkap, nilai sumbu horisontal dan vertikalnya adalah dijumlahkan.

Gambar 4 Kompas vektor menunjukkan sumbu real dan imajiner

Komponen pada sumbu horisontal merupakan komponen bilangan real karena nilainya memiliki dimensi yang sama dengan bilangan skalar. Komponen pada sumbu vertikal merupakan komponen bilangan imajiner, dimensinya berada dalam arah yang berbeda dengan bilangan real. (perhatikan gambar 4).

Gambar 5

Kompas vektor dengan garis bilangan real (horisontal) dan imajiner (vertikal)

Page 28: Fisika Friend

Sumbu ‘real’ dari grafik  melambangkan nilai bilangan seperti pada garis bilangan yang telah di bahas pada bagian sebelumnya, bila ke arah kanan maka nilainya positif, sedangkan ke arah kiri nilainya negatif. Sumbu ‘imajiner’ dari grafik melambangkan garis bilangan lainnya yang berada pada kemiringan 90o dari sumbu ‘real’. Vektor dinyatakan ke dalam grafik dua dimensi, kita harus memiliki peta dua dimensi untuk menyatakannya, dua nilai ini masing-masing digambarkan ke dalam dua garis yang saling tegak lurus (perhatikan gambar 5).

Kedua notasi yang telah disebutkan di atas (bentuk polar dan rectangular) sama-sama bisa digunakan untuk menyatakan bilangan kompleks. Alasan utama mengapa terdapat dua metode notasi untuk menyatakan bilangan kompleks ini adalah untuk meringkas/menyederhanakan perhitungan matematika yang sangat panjang, bentuk rectangular sangat praktis apabila digunakan untuk operasi pengurangan dan penjumlahan, sedangkan bentuk polar sangat praktis apabila digunakan untuk operasi perkalian dan pembagian.

Konversi antara dua bentuk notasi ini menggunkan metode trigonometri sederhana. Untuk merubah bentuk polar ke dalam bentuk rectangular, nilai komponen real didapat dengan mengalikan magnitudo polar dengan cosinus sudut polar. Hal ini diturunkan berdasarkan rumus trigonometri sudut-sudut dalam segitiga siku-siku, hipotenusa (sisi miring) segitiga itu sendiri menunjukkan vektor yang dimaksud (panjangnya dan sudutnya terhadap garis horisontal), sedangkan sumbu horisontal dan vertikal menunjukkan bagian ‘real’ dan ‘imajiner’ dari komponen rectangular (lihat gambar). Berikut ini dicontohkan cara mengkonversi suatu bilangan kompleks dari bentuk polar ke dalam bentuk rectangular.

Gambar 6 Vektor ini memiliki nilai bagian real sebesar 4 dan bagian imajiner sebesar j3

5 ∠ 36.87o (bentuk polar)

(5) (cos 36.87o) = 4 (komponen real)

(5) (sin 36.87o) = (komponen imajiner)

4 + j3  (bentuk rectangular)

Untuk mengkonversi dari bentuk rectangular ke dalam polar, tentukan magnitudo polar dengan menggunakan teorema Phytagoras (magnitudo polar adalah hipotenusa dari segitiga siku-siku, dan komponen real serta imajinernya adalah sisi-sisi yang saling tegak lurus), sedangkan sudut polarnya dihitung dengan rumus arcus tangent dari nilai imajiner dibagi dengan nilai real. Berikut ini contoh perhitungan konversi dari bentuk rectangular ke dalam bentuk polar.

4 + j3  (bentuk rectangular)

Page 29: Fisika Friend

c = √(a2 + b2)  (teorema phytagoras)

magnitudo polar = √(42 + 32) = 5

sudut polar = arctan (3/4) = 36.87o

5 ∠ 36.87o (bentuk polar)

Berikut ini contoh konversi notasi bilangan kompleks dari bentuk rectangular ke dalam bentuk polar.

Berdasarkan gambar di atas, maka keempat titik tersebut

Titik C: Bagian Real = 4; bagian imajiner = 3. Oleh karena itu, C = 4 + j3. Dalam bentuk polar,

C = √(32 + 42) = 5 dan θC = tan-1 (3/4) = 36.87o. Oleh karena itu, C = 5 ∠ 36.87o.

Gambar vektor titik C ditunjukkan pada gambar berikut ini

Page 30: Fisika Friend

Titik D : Dalam bentuk rectangular, D = 4 – j4. Oleh karena itu, D = √(42 + 42) = 5.66 dan θD = tan-1 (-4/4) = -45o. Oleh karena itu, D = 5.66 ∠ -45o. Gambar vektor titik D ditunjukkan pada gambar berikut

Titik V: Dalam bentuk rectangular, V = -j2. Dalam bentuk polar, V = 2∠ -90o

Titik W: Dalam bentuk rectangular, W = -4 + j4. Oleh karena itu, W = √(42 + 42) = 5.66 dan θW = tan-1 (-4/4) = -45o. Tetapi nilai -45o ini adalah sudut yang bersuplementer. Sudut yang sebenarnya (diukur dari sumbu horisontal) adalah 135o. Oleh karena itu, W = 5.66∠135o.

Matriks dan determinan matriks

Matriks adalah kumpulan bilangan yang disusun dalam bentuk baris dan kolom.

Bilangan yang tersusun dalam baris dan kolom disebut elemen matriks.

Nama matriks ditulis dengan menggunakan huruf kapital.

Banyaknya baris dan kolom matriks disebut ordo matriks.

Bentuk umum :

Page 31: Fisika Friend

B. JENIS-JENIS MATRIKS

1. Matriks baris

adalah matriks yang hanya memiliki satu baris

Contoh : A = [ 2 3 0 7 ]

2.    Matriks kolom

adalah matriks yang hanya memiliki satu kolom

      3. Matriks persegi adalah matriks yang jumlah baris dan kolomnya sama.

Page 32: Fisika Friend

   

 4. Matriks Identitas

adalah matriks persegi yang elemen-elemen pada diagonal utamanya 1, sedangkan semua

elemen yang lainnya nol.

Contoh :

5. Matriks segitiga atas

adalah matriks persegi yang elemen-elemen dibawah diagonal utamanya nol.

6. Matriks segitga bawah

adalah matriks persegi yang elemen-elemen diatas diagonal utamanya nol.

Contoh : 

7. Matriks nol adalah matriks yang semua elemennya nol. 

Contoh :    

Page 33: Fisika Friend

C. TRANSPOSE MATRIKS

adalah perubahan bentuk matriks dimana elemen pada baris menjadi elemen pada kolom atau

sebaliknya.

Contoh : 

D. KESAMAAN MATRIKS

Dua matriks dikatakan sama jika, keduanya mempunyai ordo yang sama dan elemen-elemen

yang seletak juga sama.

Contoh : 

Page 35: Fisika Friend

Perkalian SkalarMatriks dapat dikalikan dengan sebuah skalar.

Contoh perhitungan :

Perkalian matriksMatriks dapat dikalikan, dengan cara tiap baris dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama.

Contoh perhitungan :

Jenis-jenis Matriks Jenis-jenis matriks dapat dibagi berdasarkan ordo dan elemen / unsur dari matriks tersebut.

Berdasarkan ordo Matriks dapat di bagi menjadi beberapa jenis yaitu :

Matriks Bujursangkar adalah matriks yang memiliki ordo n x n atau banyaknya baris sama dengan banyaknya  kolom yang terdapat dalam mtriks tersebut. Matriks ini disebut juga dengan matriks persegi berordo n.

          Contoh : 

Matriks Baris adalah Matriks Baris adalah matriks yang terdiri dari satu baris

Page 36: Fisika Friend

          Contoh :    A =  ( 2  1  3  -7 )

Matriks Kolom adalah  Matriks Kolom adalah matriks yang terdiri dari satu kolom.

          Contoh :   

                            

Matriks Tegak  adalah  suatu matriks yang banyaknya baris lebih dari banyaknya kolom.

          Contah :

Matriks datar adalah Matriks  yang banyaknya baris kurang dari banyaknya kolom.

       Contoh :

Berdasarkan elemen-elemen penyusunnya matriks  dapat di bagi menjadi beberapa jenis yaitu :

Matriks Nol adalah Suatu matriks   yang setiap unsurnya 0 berordo  m x n, ditulis dengan huruf  O. 

        contoh :

Page 37: Fisika Friend

Matriks Diagonal adalah  suatu matriks bujur sangkar yang  semua unsurnya , kecuali unsur-unsur pada diagonal utama adalah nol.

       Contah :  

Matriks Segi Tiga adalah  suatu matriks bujur sangkar yang unsur-unsur dibawah atau diatas diagonal utama semuanya 0 .

       Contoh : 

       Dimana Matriks C disebut matriks segi tiga bawah dan matriks D disebut matriks segitiga atas.

Matriks Skalar adalah matriks diagonal yang unsur-unsur pada diagonal utama semuanya sama.

       Contoh :

Matriks Identitas atau Matriks Satuan adalah matriks diagonal yang unsur-unsur pada diagonal utama semuanya satu ditulis dengan huruf  I.

       Contoh :

Page 38: Fisika Friend

Matriks Simetri adalah  suatu matriks bujur sangkar yang unsur pada baris ke-i kolom ke-j  sama dengan unsur pada baris ke-j kolom ke-i sehingga aij = aji .

       Contoh : 

A. Pengertian, Notasi, dan Ordo Matriks

1. Pengertian Matriks

Untuk memahami pengertian tentang matriks, perhatikan contoh berikut. Seorang siswa mencatat hasil ulangan hariannya untuk pelajaran Matematika, Sejarah, TIK, dan Bahasa Inggris dalam tabel berikut.

Mata Pelajaran Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IVMatematika 7 8 9 8Sejarah 8 7 8 6TIK 5 7 8 6B. Inggris 7 9 10 8

Tabel di atas dapat disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana.

Dalam membaca tabel di atas, siswa tidak mengalami kesulitan karena dia sudah tahu bahwa baris ke-1 adalah nilai Matematika, baris ke-2 nilai Sejarah, baris ke-3 nilai TIK, dan baris ke-4 nilai Bahasa Inggris. Untuk kolom pertama menyatakan nilai ulangan I, kolom ke-2 adalah nilai ulangan II, dan seterusnya.

Page 39: Fisika Friend

Dalam matematika, susunan bilangan yang ditulis menurut baris dan kolom serta ditandai dengan tanda kurung di sebelah kiri dan sebelah kanannya disebut matriks. Nama baris dan kolom disesuaikan dengan urutannya. Masing-masing bilangan yang ada di dalam tanda kurung tersebut disebut elemen matriks. Pada matriks di atas, elemen matriks baris ke-2 kolom ke-4 adalah 6 dan elemen matriks baris ke-3 kolom ke-1 adalah 5. Hal ini dapat dilihat dengan mudah pada matriks berikut.

Pada matriks di atas, elemen matriks baris ke-3 kolom ke-4 adalah 6. Elemen matriks baris ke-2 kolom ke-3 adalah 8.

2. Notasi dan Ordo Matriks

Untuk menyatakan matriks, biasanya digunakan huruf kapital, seperti A, B, C, ..., sedangkan untuk menyatakan elemen matriks ditulis dengan huruf kecil. Misalnya, aij untuk menyatakan tiap elemen matriks A, bij untuk menyatakan tiap elemen B, dan seterusnya.

Dari uraian yang telah disampaikan di atas, kita dapat mendefinisikan pengertian matriks sebagai berikut. 

Suatu matriks A berukuran m × n adalah susunan berbentuk persegi panjang yang terdiri atas m baris dan n kolom. 

Matriks A biasanya dinotasikan sebagai berikut.

Page 40: Fisika Friend

aij menyatakan elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j.

Untuk ukuran m × n, sering kali disebut ordo suatu matriks sehingga matriks A dapat ditulis Am x n. Kadang-kadang, bentuk umum matriks A dapat dituliskan secara singkat ke dalam notasi A = (aij), B = (bij), dan seterusnya.

Dari uraian di atas dapat diberikan definisi yang jelas tentang ordo matriks dan notasi matriks sebagai berikut.

Ordo suatu matriks adalah ukuran matriks yang menyatakan banyak baris diikuti dengan banyak kolom. Notasi dari matriks A dinyatakan dengan A = (aij).

Contoh Soal Matriks 1:

Hasil penelitian tentang keadaan harga-harga pokok selama tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 di suatu daerah adalah sebagai berikut.

TahunHarga Per Kilogram dalam Rupiah

Beras Gula Minyak Goreng2004 1.900 3.750 4.5002005 2.300 3.900 4.7002006 2.400 3.800 5.0002007 2.600 4.000 5.600

a. Susunlah data di atas ke dalam bentuk matriks dengan notasi A.b. Berapa banyak baris dan kolom dari matriks A?c. Sebutkan elemen-elemen pada baris kedua.d. Sebutkan elemen-elemen pada kolom ketiga.

Pembahasan Soal Matriks :

a. A = 

b. Banyak baris pada matriks A adalah 4 dan banyak kolom pada matriks A adalah 3.c. Elemen-elemen pada baris kedua adalah  a21 = 2.300, a22 = 3.900, dan a23 = 4.700.d. Elemen-elemen pada kolom ketiga adalah a13 = 4.500, a23 = 4.700, a33 = 5.000, dan a43 = 5.600.

Contoh Soal 2:

Diketahui matriks B = 

Tentukan :

a. ordo matriks B;

Page 41: Fisika Friend

b. elemen-elemen baris pertama;c. elemen pada baris ke-3 dan kolom ke-2;d. elemen pada baris ke-2 dan kolom ke-4.

Penyelesaian :

a. Matriks B mempunyai 3 baris dan 4 kolom sehingga ordo matriks B adalah 3 × 4 atau dinotasikan B3 × 4.b. Elemen-elemen baris pertama adalah 7, –5, 1, dan 8.c. Elemen pada baris ke-3 kolom ke-2 adalah 3, ditulis b32 = 3.d. Elemen pada baris ke-2 kolom ke-4 adalah 9, ditulis b24 = 9.

Contoh Soal 3 :

Diketahui sistem persamaan linear berikut.

3x + 5y – x = 45x + 2y – 3z = 82x – 4y + 2z = 6

a. Susunlah sistem persamaan linear di atas ke dalam matriks A.b. Tentukan ordo matriks A.c. Hitunglah a32 + a21 + a13.

Jawaban :

a. Sistem persamaan linear di atas dapat disusun dalam tabel berikut.

Koefisien x Koefisien y Koefisien z

Persamaan 1 3 5 –1

Persamaan 2 5 2 –3

Persamaan 3 2 –4 2

Dengan demikian, matriks yang bersesuaian dengan tabel di atas adalah A = 

b. Ordo matriks A adalah 3 × 3 atau ditulis A3 × 3.c. a32 adalah elemen baris ke-3 kolom ke-2, yaitu –4.a21 adalah elemen baris ke-2 kolom ke-1, yaitu 5.a13 adalah elemen baris ke-1 kolom ke-3, yaitu –1.Jadi, a32 + a21 + a13 = –4 + 5 + (–1) = 0.

3. Matriks-Matriks Khusus

Beberapa macam matriks khusus yang perlu kalian kenal adalah sebagai berikut.

Page 42: Fisika Friend

a. Matriks Baris

Matriks baris adalah matriks yang hanya terdiri atas satu baris.

Misalnya:

P = [3 2 1]Q = [4 5 –2 5]

b. Matriks Kolom

Matriks kolom adalah matriks yang hanya terdiri atas satu kolom, Misalnya:c. Matriks Persegi

Matriks persegi adalah matriks yang banyak baris sama dengan banyak kolom. Jika banyak baris matriks persegi A adalah n maka banyaknya kolom juga n, sehingga ordo matriks A adalah n × n. Seringkali matriks A yang berordo n × n disebut dengan matriks persegi ordo n. Elemen-elemen a11, a22, a33, ..., ann merupakan elemen-elemen pada diagonal utama.

Misalnya:

A =   merupakan matriks persegi ordo 2.

B =   merupakan matriks persegi ordo 4.

Elemen-elemen diagonal utama matriks A adalah 1 dan 10, sedangkan pada matriks B adalah 4, 6, 13, dan 2.

d. Matriks Diagonal

Matriks diagonal adalah matriks persegi dengan setiap elemen yang bukan elemen-elemen diagonal utamanya adalah 0 (nol), sedangkan elemen pada diagonal utamanya tidak semuanya nol. Misalnya:e. Matriks Identitas

Matriks identitas adalah matriks persegi dengan semua elemen pada diagonal utama adalah 1 (satu) dan elemen lainnya semuanya 0 (nol). Pada umumnya matriks identitas dinotasikan dengan I dan disertai dengan ordonya. Misalnya:f. Matriks Nol

Matriks nol adalah suatu matriks yang semua elemennya adalah 0 (nol). Matriks nol biasanya dinotasikan dengan huruf O diikuti ordonya, Om × n. Misalnya:4. Transpose Suatu Matriks

Page 43: Fisika Friend

Transpose dari matriks A berordo m × n adalah matriks yang diperoleh dari matriks A dengan menukar elemen baris menjadi elemen kolom dan sebaliknya, sehingga berordo n × m. Notasi

transpose matriks m n A × adalah  .

Contoh Soal 5 :

Jika A =   , tentukan AT dan ordonya.

Pembahasan :

Terlihat dari matriks A bahwa elemen baris ke-1 adalah 4, 2, dan –1, sedangkan elemen baris ke-2 adalah 3, 5, dan 6. Untuk mengubah matriks A menjadi AT, posisikan elemen baris ke-1 menjadi kolom ke-1 dan elemen baris ke-2 menjadi elemen kolom ke-2 sehingga

diperoleh AT = 

Ordo matriks A adalah 2 × 3, sedangkan ordo AT adalah 3 × 2.

B. Kesamaan Dua Matriks

Coba perhatikan bahwa :

4 = 4;5 = 3 + 2;9 = 33

Perhatikan juga dengan matriks berikut.

Matriks tersebut adalah dua matriks yang sama. Demikian juga dengan matriks berikut.

Tampak bahwa elemen-elemen seletak dari kedua matriks mempunyai nilai yang sama.

Sekarang, apakah matriks   merupakan dua matriks yang sama? Coba selidiki, apakah elemen-elemen seletak dari kedua matriks mempunyai nilai yang sama?

Jika kalian telah memahami kasus di atas, tentu kalian dapat memahami definisi berikut.

Dua matriks A dan B dikatakan sama, ditulis A = B jika matriks A dan B mempunyai ordo yang sama dan semua elemen yang seletak bernilai sama. Elemen yang seletak adalah elemen yang terletak pada baris dan kolom yang sama.

Contoh Soal 5 :

Page 44: Fisika Friend

Diketahui A =   , B =   , C =   , dan D =   .

Apakah A = B? Apakah A = C? Apakah A = D?

Pembahasan :

Dari keempat matriks tersebut, tampak bahwa matriks A = B karena ordonya sama dan elemen-elemen yang seletak nilainya sama. Matriks A ≠ C karena meskipun ordonya sama, tetapi elemen-elemen seletak ada yang nilainya tidak sama, sedangkan A ≠ D karena ordonya tidak sama.

Contoh Soal 6 :

Tentukan nilai x, y, dan z jika   = 

Jawaban :

Karena kedua matriks di atas sama dan elemen-elemen yang seletak bernilai sama, diperoleh x = 2, 12 = 3y atau y = 4, dan 2 – y = z atau z = –2. Jadi, x = 2, y = 4, dan z = –2.

C. Penjumlahan dan Pengurangan Matriks

1. Penjumlahan Matriks

Jumlah matriks A dan B, ditulis matriks A + B, adalah suatu matriks yang diperoleh dengan menjumlahkan elemen-elemen yang seletak dari matriks A dan B.

Misalnya:

Matriks   dapat dijumlahkan dengan matriks   .

Matriks   dapat dijumlahkan dengan matriks   .

dan seterusnya.

Secara umum, jika matriks A = [aij] dan B = [bij] maka matriks A + B = [aij] + [bij] = [aij + bij].

Bagaimana jika kedua matriks mempunyai ordo yang tidak sama?

Misalnya:

Page 45: Fisika Friend

matriks   dengan matriks   . Dapatkah kedua matriks itu dijumlahkan?

Coba kalian diskusikan dengan teman-temanmu. Setelah melakukan diskusi tentang permasalahan di atas, tentu kalian dapat menyimpulkan sebagai berikut.

Syarat agar dua matriks atau lebih dapat dijumlahkan adalah mempunyai ordo yang sama.

Contoh Soal 7 :

Diketahui A =   , B =   , dan C =   Tentukan :

a. A + B;b. A + C.

Penyelesaian :

a. A + B = 

b. A + C =   tidak dapat dijumlahkan karena ordonya tidak sama.

Contoh Soal 8 :

Carilah nilai x dan y yang memenuhi 

Jawaban :

Terlihat dari persamaan matriks ini, diperoleh 6x + 1 = 3↔ x = 1/3 dan 4y = 8 ↔ y = 2. Jadi, diperoleh nilai x = 1/3 dan y = 2.

2. Pengurangan Matriks

Page 46: Fisika Friend

a. Lawan Suatu Matriks

Sebelum kita membahas tentang pengurangan matriks, terlebih dahulu akan kita bicarakan mengenai lawan suatu matriks.

Lawan suatu matriks A adalah suatu matriks yang elemen-elemennya merupakan lawan dari elemen-elemen matriks A. Secara lebih jelas, dari suatu matriks A = [a ij] dapat ditentukan lawan matriks yang ditulis dengan –A sehingga –A = [–aij]. Misalnya sebagai berikut.

Jika A =   , lawan matriks A adalah –A = 

Jika B =   , lawan matriks B adalah –B = 

b. Pengurangan terhadap Matriks

Pengurangan matriks A dan B, ditulis A – B, adalah suatu matriks yang diperoleh dengan mengurangkan elemen-elemen yang bersesuaian letak dari matriks A dan B. Atau, matriks A – B adalah matriks yang diperoleh dengan cara menjumlahkan matriks A dengan lawan dari matriks B, yaitu A – B = A + (–B) dengan –B adalah lawan matriks B. Seperti halnya dengan penjumlahan matriks, syarat agar dua matriks atau lebih dapat dikurangkan adalah mempunyai ordo yang sama. Secara umum, jika

A = [aij] dan B = [bij] maka A – B = [aij] – [bij] = [aij] – [bij]

Contoh Soal 9 :

Diketahui A =   dan B =   . Tentukan A – B.

Jawaban :

Cara 1:

Karena –B =   maka

A – B = A + (–B) = 

Cara 2:

A – B = 

Page 47: Fisika Friend

Contoh Soal 10 :

Hitunglah X jika diketahui 

Penyelesaian :

X = 

3. Sifat-Sifat Penjumlahan Matriks

Agar kalian dapat menemukan sendiri sifat-sifat penjumlahan matriks, lakukan Aktivitas berikut.

Aktivitas :

Tujuan : Menemukan sifat-sifat penjumlahan matriks

Permasalahan : Sifat-sifat apakah yang berlaku pada penjumlahan matriks?

Kegiatan : Kerjakan soal-soal berikut di buku tugas.

1. Diketahui matriks A =   , B =   , dan C =   . Tentukan hasil penjumlahan berikut, kemudian tentukan sifat apa yang berlaku.

a. A + B c. (A + B) + Cb. B + A d. A + (B + C)

2. Untuk matriks A =   dan O =   , dengan ordo A adalah 2 × 3 dan ordo O adalah 2 × 3, apakah A + O = O + A? Apakah A + O = O + A berlaku untuk semua matriks yang dapat dijumlahkan?

3. Diketahui matriks A =   . Tentukan A + (–A) dan (–A) + A. Matriks apakah yang kalian peroleh?

Kesimpulan : Berdasarkan kegiatan di atas, sifat apa saja yang kalian peroleh?

Berdasarkan Aktivitas di atas dapat ditemukan sifat-sifat penjumlahan dan pengurangan matriks sebagai berikut. Jika A, B, dan C matriks-matriks yang berordo sama maka pada penjumlahan matriks berlaku sifat-sifat berikut.

a. A + B = B + A (sifat komutatif)b. (A + B) + C = A + (B + C) (sifat asosiatif)c. Unsur identitas penjumlahan, yaitu matriks O sehingga A + O = O + A = A.

Page 48: Fisika Friend

d. Invers penjumlahan A adalah –A sehingga A + (–A) = (–A) + A = O.

Perhatian :

Untuk pengurangan matriks tidak berlaku sifat komutatif, sifat asosiatif, dan tidak mempunyai unsur identitas.

D. Perkalian Suatu Skalar dengan Matriks

1. Pengertian Perkalian Suatu Skalar dengan Matriks

Misalkan A suatu matriks berordo m × n dan k suatu skalar bilangan real. Matriks B = kA dapat diperoleh dengan cara mengalikan semua elemen A dengan bilangan k, ditulis :

Contoh Soal 11 :

Diketahui A =   dan B =   .

Tentukan :

a. 3A; b. 6B; c. –3A + 2B.

Jawaban :

2. Sifat-Sifat Perkalian Bilangan Real (Skalar) dengan Matriks

Page 49: Fisika Friend

Perkalian bilangan real (skalar) dengan suatu matriks dapat dilakukan tanpa syarat tertentu. Artinya, semua matriks dengan ordo sembarang dapat dikalikan dengan bilangan real (skalar). Misalkan A dan B matriks-matriks berordo m × n serta k1 dan k2 bilangan real (skalar), berlaku sifat-sifat berikut.

a. k1(A + B) = k1A + k1Bb. (k1 + k2)A = k1A + k2Ac. k1(k2A) = (k1k2) A

Bukti :

Di buku ini, hanya akan dibuktikan sifat a. Misalkan k1 skalar, A dan B matriks berordo m × n.

Page 50: Fisika Friend

Cara membuktikan sifat ini dapat juga dilakukan sebagai berikut.

Misalkan matriks A = [aij] dan B = [bij], dengan i = 1, 2, ..., mdan j = 1, 2, ..., nk1(A + B) = k1([aij] + [bij])= k1([aij + bij])= [k1(aij + bij)]= [k1aij + k1bij]= [k1aij] + [k1bij]= k1[aij] + k1[bij]= k1A + k1B .............................................. (terbukti)

E. Perkalian Matriks

1. Pengertian Perkalian Matriks

Untuk memahami pengertian perkalian matriks, perhatikan ilustrasi berikut ini. Rina membeli bolpoin dan buku di dua tempat yang berbeda. Di toko I, ia membeli 3 bolpoin dan 2 buku, sedangkan di toko II, ia membeli 4 bolpoin dan 3 buku. Harga bolpoin dan buku di kedua toko tersebut sama, yaitu Rp2.500,00 dan Rp4.000,00 per buah. Berapa uang yang dikeluarkan Rina?

Tempat Bolpoin BukuToko I 3 2Toko II 4 3

Barang Harga

Bolpoin Rp2.500,00

Buku Rp4.000,00

Untuk menghitung jumlah uang yang dibayar oleh Rina dapat langsung kita hitung dengan cara mengalikan banyaknya barang dengan harga masing-masing sebagai berikut.

Toko I : (3 × Rp2.500,00) + (2 × Rp4.000,00) = Rp15.500,00Toko II : (4 × Rp2.500,00) + (3 × Rp4.000,00) = Rp22.000,00

Di samping itu, pernyataan di atas dapat disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut.

P =   menyatakan banyak bolpoin dan buku yang dibeli Rina. Baris 1 menyatakan toko I dan baris 2 untuk toko II.

Q =   menyatakan harga masing-masing bolpoin dan buku. Daftar jumlah uang yang dikeluarkan Rina dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 51: Fisika Friend

Tabel pengeluaran di atas bersesuaian dengan perkalian matriks P × Q, yaitu :

P × Q = 

Dari uraian di atas, matriks P berordo 2 × 2 dan matriks Q berordo 2 × 1, sedangkan P × Q berordo 2 × 1 sehingga bagan perkalian dan hasil kalinya mempunyai hubungan sebagai berikut.

Secara umum, perkalian matriks didefinisikan sebagai berikut.

Misalkan A matriks berordo m × p dan B matriks berordo p × n maka A × B adalah suatu matriks C = [cij] berordo m × n yang elemen-elemennya pada baris ke-i, yaitu kolom ke-j (c ij) diperoleh dari penjumlahan hasil kali elemen-elemen yang bersesuaian pada baris ke-i matriks A dan kolom ke-j matriks B.

Contoh Soal 12 :

Diketahui matriks A =   , B = [-3 2], C =   , dan D = 

Tentukan :

a. A × B; c. C × D;b. B × C; d. A × C.

Jawaban :

a. Hasil perkalian dari A × B.

b. Hasil perkalian dari B × C.

Page 52: Fisika Friend

c. Hasil perkalian dari B × C.

d. A × C =   tidak dapat dikalikan karena banyak kolom matriks A tidak sama dengan banyak baris matriks C.

2. Pengertian Dikalikan dari Kiri dan Dikalikan dari Kanan

Syarat dua matriks dapat dikalikan adalah jika banyak kolom matriks kiri sama dengan banyak baris matriks kanan. Jika perkalian A × B ada (dapat dikalikan) maka dikatakan bahwa :

a. matriks B dikali dari kiri oleh matriks A;b. matriks A dikali dari kanan oleh matriks B.

Contoh Soal 13 :

Diketahui matriks A =   dan B =   .

Tentukan hasil perkalian

a. matriks A dikali dari kiri oleh matriks B;b. matriks A dikali dari kanan oleh matriks B.

Pembahasan :

a. Matriks A dikalikan dari kiri oleh matriks B, berarti :

B x A = 

b. Matriks A dikalikan dari kanan oleh matriks B, berarti :

Page 53: Fisika Friend

A x B = 

Tampak dari hasil di atas bahwa A × B ≠ B × A, artinya perkalian matriks tidak bersifat komutatif.

3. Sifat-Sifat Perkalian Matriks

Misalkan matriks A, B, dan C dapat dikalikan atau dijumlahkan. Untuk memahami sifat-sifat perkalian matriks, lakukan Aktivitas berikut.

Aktivitas

Tujuan : Menemukan sifat-sifat perkalian matriks.

Permasalahan : Sifat-sifat apakah yang berlaku pada perkalian matriks?

Kegiatan : Kerjakan (selidiki) soal berikut di buku tugas.

Diketahui matriks A =   , B =   , dan C =   , . Jika k = 2, tentukan hasil perhitungan berikut.

a. A × B dan B × A. Apakah A × B = B × A?

Apa kesimpulanmu?

b. (A × B) × C dan A × (B × C).

Apakah hasilnya sama? Apa kesimpulanmu?

c. A × (B + C), (C × B) + (A × C), dan (A × C) + (A × B).

Bagaimana hubungan ketiga operasi perkalian matriks tersebut?

d. A × I dan I × A dengan I matriks identitas.

Hubungan apa yang terbentuk?

e. A × O dan O × A dengan O matriks nol ordo 2 × 2.

Apakah A × O = O × A = O?

f. (kA) × B dan k(A × B). Apakah (kA) × B = k(A × B)?

Kesimpulan : Sifat-sifat apakah yang kalian temukan dari kegiatan di atas?

Berdasarkan Aktivitas di atas ditentukan sifat-sifat perkalian matriks sebagai berikut.

Page 54: Fisika Friend

Jika k bilangan real (skalar); A, B, dan C matriks yang dapat dikalikan; serta B dan C dapat dijumlahkan maka berlaku sifat-sifat perkalian matriks sebagai berikut.

a. Tidak komutatif, yaitu A × B = B × A.b. Asosiatif, yaitu (A × B) × C = A × (B × C).c. Distributif, yaitu:

1) distributif kiri: A × (B + C) = (A × B) + (A × C);2) distributif kanan: (A + B) × C = (A × C) + (B × C).

d. Perkalian matriks-matriks persegi dengan matriks identitas I, yaitu A × I = I × A = A (ordo I sama dengan ordo matriks A).e. Perkalian dengan matriks O, yaitu A × O = O × A = O.f. Perkalian dengan skalar, yaitu (k A) × B = k(A × B).

Aktivitas

Tujuan : Menentukan hasil perkalian matriks dengan bantuan software komputer.Permasalahan : Bagaimana cara menentukan hasil perkalian matriks dengan menggunakan software komputer?Kegiatan : Kita akan menentukan matriks invers dengan Microsoft Excel. Fungsi yang digunakan adalah MMULT. Misalnya,

Untuk itu lakukan langkah-langkah berikut.

1. Masukkan elemen-elemen matriks pada sel-sel Microsoft Excel.

2. Tentukan hasil kali matriks A dengan B. Caranya adalah sebagai berikut. Blok sel-sel yang akan ditempati elemen-elemen matriks hasil kali dari matriks A dan B. Ketik  = MMULT(, kemudian sorot sel-sel yang mengandung matriks A tadi. Kemudian, ketik koma (,) . Sorot sel-sel yang mengandung elemen-elemen matriks B diikuti dengan mengetik ).

Tekan CTRL + SHIFT + ENTER maka matriks hasil kali dari A dan B akan muncul.

Kesimpulan : Jika kalian melakukan langkah-langkah yang diinstruksikan dengan benar, kalian akan memperoleh hasil berikut.

Page 55: Fisika Friend

4. Perpangkatan Matriks Persegi

Jika n adalah sebuah bilangan bulat positif dan A suatu matriks persegi, maka An = A × A × A × ... × A (sebanyak n faktor) atau dapat juga dituliskan An = A × An–1  atau An = An–1  × A.

Contoh Soal 14 :

Diketahui matriks A =   . Tentukan

a. A2; b. A3; c. 2A4.

Jawaban :

a. A2 = A × A = 

b. A3 = A × A2 = 

Dengan cara lain, yaitu A3 = A2 × A, diperoleh :

A3 = A2 × A = 

Ternyata, A2 × A = A × A2 = A3.

c. 2A4 = 2A × A3 = 

F. Invers Suatu Matriks

Dua hal penting yang diperlukan dalam mencari invers matriks adalah transpose dan determinan suatu matriks. Pada subbab sebelumnya, kalian telah mempelajari transpose matriks. Sekarang, kita akan mempelajari determinan matriks.

1. Determinan Suatu Matriks

a. Determinan Matriks Ordo 2 × 2

Misalkan A =   adalah matriks yang berordo 2 × 2 dengan elemen a dan d terletak pada diagonal utama pertama, sedangkan b dan c terletak pada diagonal kedua. Determinan matriks A dinotasikan ”det A” atau |A| adalah suatu bilangan yang diperoleh dengan mengurangi hasil kali elemen-elemen pada diagonal utama dengan hasil kali elemen-elemen diagonal kedua.

Page 56: Fisika Friend

Dengan demikian, dapat diperoleh rumus det A sebagai berikut.

det A =   = ad – bc

Contoh Soal 15 :

Tentukan determinan matriks-matriks berikut.

a. A =   b. B = 

Penyelesaian :

a. det A =   = (5 × 3) – (2 × 4) = 7

b. det B =   = ((–4) × 2) – (3 × (–1)) = – 5

b. Determinan Matriks Ordo 3 × 3 (Pengayaan)

Jika A =   adalah matriks persegi berordo 3 × 3, determinan A dinyatakan

dengan det A = 

Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menentukan determinan matriks berordo 3 × 3, yaitu aturan Sarrus dan metode minor-kofaktor.

Aturan Sarrus

Untuk menentukan determinan dengan aturan Sarrus, perhatikan alur berikut. Misalnya, kita akan menghitung determinan matriks A3 × 3. Gambaran perhitungannya adalah sebagai berikut.

Page 57: Fisika Friend

Metode Minor-Kofaktor

Misalkan matriks A dituliskan dengan [aij]. Minor elemen aij yang dinotasikan dengan Mij adalah determinan setelah elemen-elemen baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan. Misalnya, dari matriks A3 × 3 kita hilangkan baris ke-2 kolom ke-1 sehingga :

Akan diperoleh M21 =   . M21 adalah minor dari elemen matriks A baris ke-2 kolom ke-1 atau M21 = minor a21. Sejalan dengan itu, kita dapat memperoleh minor yang lain, misalnya :

M13 = 

Kofaktor elemen aij, dinotasikan Kij adalah hasil kali (–1)i+j dengan minor elemen tersebut. Dengan demikian, kofaktor suatu matriks dirumuskan dengan :

Kij = (–1)i+j Mij

Dari matriks A di atas, kita peroleh misalnya kofaktor a21 dan a13 berturut-turut adalah

K21 = (–1)2+1 M21 = –M21 = 

K13 = (–1)1+3 M13 = M13 = 

Page 58: Fisika Friend

Kofaktor dari matriks A3 × 3 adalah kof(A) =

Nilai dari suatu determinan merupakan hasil penjumlahan dari perkalian elemen-elemen suatu baris (atau kolom) dengan kofaktornya. Untuk menghitung determinan, kita dapat memilih dahulu sebuah baris (atau kolom) kemudian kita gunakan aturan di atas. Perhatikan cara menentukan determinan berikut.

Misalkan diketahui matriks A = 

Determinan matriks A dapat dihitung dengan cara berikut.

Kita pilih baris pertama sehingga

det A = a11 K11 + a12 K12 + a13 K13

= a11 (–1)1+1 M11 + a12 (–1)1+2 M12 + a13 (–1)1+3 M13

= a11(a22 a33 – a32 a23) – a12(a21 a33 – a31 a23) + a13(a21 a32 – a31 a22)= a11 a22 a33 – a11 a23 a32 – a12 a21 a33 + a12 a23 a31 + a13 a21 a32 – a13 a22 a31

= a11 a22 a33 + a12 a23 a31 + a13 a21 a32 – a13 a22 a31 – a11 a23 a32 – a12 a21 a33

Tampak bahwa det A matriks ordo 3 × 3 yang diselesaikan dengan cara minor kofaktor hasilnya sama dengan det A menggunakan cara Sarrus.

Contoh Soal 16 :

Tentukan determinan dari matriks A =   dengan aturan Sarrus dan minor-kofaktor.

Penyelesaian :

Cara 1: (Aturan Sarrus)

det A = = (1 × 1 × 2) + (2 × 4 × 3) + (3 × 2 × 1) – (3 × 1 × 3)– (1 × 4 × 1) – (2 × 2 × 2)= 2 + 24 + 6 – 9 – 4 – 8= 11

Page 59: Fisika Friend

Cara 2: (Minor-kofaktor)

Misalnya kita pilih perhitungan menurut baris pertama sehingga diperoleh :

det A = 

= –2 – 2(–8) + 3(–1)= –2 + 16 – 3 = 11

Coba kalian selidiki nilai determinan ini dengan cara lain. Apakah hasilnya sama?

c. Sifat-Sifat Determinan Matriks

Berikut disajikan beberapa sifat determinan matriks

1. Jika semua elemen dari salah satu baris/kolom sama dengan nol maka determinan matriks itu nol.

Misal  : 

2. Jika semua elemen dari salah satu baris/kolom sama dengan elemen-elemen baris/kolom lain maka determinan matriks itu nol.

Misal B =   (Karena elemen-elemen baris ke-1 dan ke-3 sama).

3. Jika elemen-elemen salah satu baris/kolom merupakan kelipatan dari elemen-elemen baris/kolom lain maka determinan matriks itu nol.

Misal A =   (Karena elemen-elemen baris ke-3 sama dengan kelipatan elemen-elemen baris ke-1).4. |AB| = |A| ×|B|5. |AT| = |A|, untuk AT adalah transpose dari matriks A.

6. |A–1| =   , untuk A–1 adalah invers dari matriks A. (Materi invers akan kalian pelajari pada subbab berikutnya).7. |kA| = kn |A|, untuk A ordo n × n dan k suatu konstanta. Sifat-sifat di atas tidak dibuktikan di sini. Pembuktian sifat-sifat ini akan kalian pelajari di jenjang yang lebih tinggi.

2. Pengertian Invers Matriks

Misalkan dua matriks A dan B adalah matriks berordo n × n dan In adalah matriks identitas berordo n × n. Jika A × B = B × A = In maka matriks A disebut invers matriks B, sebaliknya

Page 60: Fisika Friend

B disebut invers matriks A. Dalam keadaan seperti ini maka dikatakan bahwa A dan B saling invers.

Jika matriks A mempunyai invers, dikatakan bahwa matriks A adalah matriks nonsingular, sedangkan jika A tidak mempunyai invers, matriks A disebut matriks singular. Invers matriks A ditulis A–1.

Contoh Soal 17 :

Diketahui A =   dan B = 

Selidiki, apakah A dan B saling invers?

Penyelesaian :

Matriks A dan B saling invers jika berlaku A × B = B × A = I.

A × B = 

B × A = 

Karena A × B = B × A maka A dan B saling invers, dengan A–1 = B dan B–1 = A.

3. Menentukan Invers Matriks Berordo 2 × 2

Misalkan diketahui matriks A =   , dengan ad – bc ≠ 0.

Suatu matriks lain, misalnya B dikatakan sebagai invers matriks A jika AB = I. Matriks invers dari A ditulis A–1 . Dengan demikian, berlaku :

AA–1 = A–1A = I

Matriks A mempunyai invers jika A adalah matriks nonsingular, yaitu det A ≠ 0. Sebaliknya, jika A matriks singular (det A = 0) maka matriks ini tidak memiliki invers.

Misalkan matriks A =   dan matriks B =   sehingga berlaku A × B = B × A = I. Kita akan mencari elemen-elemen matriks B, yaitu p, q, r, dan s.

Dari persamaan A × B = I, diperoleh :

Jadi, diperoleh sistem persamaan :

Page 61: Fisika Friend

ap + br = 1  dan  aq + bs = 0cp + dr = 0         cq + ds = 1

Dengan menyelesaikan sistem persamaan tersebut, kalian peroleh :

Dengan demikian,

Matriks B memenuhi A × B = I.

Sekarang, akan kita buktikan apakah matriks B × A = I?

Karena ad – bc ≠ 0, berlaku B × A =   = I

Karena A × B = B × A = I maka B = A–1.

Jadi, jika A =   maka inversnya adalah :

untuk ad – bc ≠ 0.

Contoh Soal 18 :

Tentukan invers matriks-matriks berikut.

a. A = 

Page 62: Fisika Friend

b. B = 

Jawaban:

Aktivitas :

Tujuan : Menentukan invers matriks persegi dengan bantuan software komputer.Permasalahan : Bagaimana cara menentukan inver matriks dengan menggunakan software komputer?Kegiatan : Kita akan menentukan matriks invers dengan Microsoft Excel. Fungsi yang

digunakan adalah MINVERSE. Misalnya, akan ditentukan invers matriks  . Untuk itu lakukan langkah-langkah berikut.

1. Masukkan elemen-elemen matriks pada sel-sel Microsoft Excel yang membentuk persegi.

2. Tentukan invers matriks A dengan cara berikut. Blok empat sel yang akan ditempati elemen-elemen matriks invers dari A. Ketik “=MINVERSE(”, kemudian sorot sel-sel yang mengandung matriks A tadi. Diikuti dengan mengetik “)”.

Page 63: Fisika Friend

Tekan CTRL + SHIFT + ENTER maka matriks invers dari A akan muncul.

Kesimpulan : Jika kalian melakukan langkah-langkah yang diinstruksikan dengan benar, kalian akan memperoleh hasil berikut.

4. Menentukan Invers Matriks Berordo 3 × 3 (Pengayaan)

Invers matriks berordo 3 × 3 dapat dicari dengan beberapa cara. Pada pembahasan kali ini kita akan menggunakan cara adjoin dan transformasi baris elementer.

a. Dengan Adjoin

Pada subbab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai determinan matriks. Selanjutnya, adjoin A dinotasikan adj (A), yaitu transpose dari matriks yang elemen-elemennya merupakan kofaktor-kofaktor dari elemen-elemen matriks A, yaitu :

adj(A) = (kof(A))T

Adjoin A dirumuskan sebagai berikut.

Page 64: Fisika Friend

Invers matriks persegi berordo 3 × 3 dirumuskan sebagai berikut.

Adapun bukti tentang rumus ini akan kalian pelajari lebih mendalam dijenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Contoh Soal 19 :

Diketahui matriks A =   . Tentukan invers matriks A, misalnya kita gunakan perhitungan menurut baris pertama.

Jawaban :

Terlebih dahulu kita hitung determinan A.

det A = 

= 1(1) – 2(2) + 1(1) = –2

Dengan menggunakan rumus adjoin A, diperoleh :

Page 65: Fisika Friend

adj(A) = 

Jadi, A–1 dapat dihitung sebagai berikut.

b. Dengan Transformasi Baris Elementer

Untuk menentukan invers matriks An dengan cara transformasi baris elementer, dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut berikut.

1) Bentuklah matriks (An | In), dengan In adalah matriks identitas ordo n.2) Transformasikan matriks (An | In) ke bentuk (In | Bn), dengan transformasi elemen baris.3) Hasil dari Langkah 2, diperoleh invers matriks An adalah Bn.

Notasi yang sering digunakan dalam transformasi baris elementer adalah :

a) Bi ↔ Bj : menukar elemen-elemen baris ke-i dengan elemen-elemen baris ke-j;b) k.Bi : mengalikan elemen-elemen baris ke-i dengan skalar k;c) Bi + kBj : jumlahkan elemen-elemen baris ke-i dengan k kali elemen-elemen baris ke-j.

Contoh Soal 20 :

Tentukan invers matriks A =   dengan transformasi baris elementer.

Penyelesaian :

Page 66: Fisika Friend

Jadi, diperoleh A–1 = 

Keterangan : 

1/2 B1 : Kalikan elemen-elemen baris ke-1 dengan 1/2.B2 – 5B1 : Kurangkan baris ke-2 dengan 5 kali elemen-elemen baris ke-1.B1 – B2 : Kurangi elemen-elemen baris ke-1 dengan elemen-elemen baris ke-2.2B2 : Kalikan elemen-elemen baris ke-2 dengan 2.

Contoh Soal 21 :

Tentukan invers matriks A =   dengan transformasi baris elementer.

Jawaban :

Page 67: Fisika Friend

5. Persamaan Matriks Bentuk AX = B dan XA = B

Misalkan A, B, dan X adalah matriks-matriks berordo 2 × 2, dengan matriks A dan B sudah diketahui elemennya, sedangkan matriks X belum diketahui elemen-elemennya. Matriks X dapat ditentukan jika A mempunyai invers (matriks nonsingular). Untuk menyelesaikan persamaan matriks berbentuk AX = B dapat dilakukan dengan langkah berikut.

AX = B↔ A–1(AX) = A–1B↔ (A–1A)X = A–1B↔ IX = A–1B↔ X = A–1B

Dari persamaan terakhir tampak bahwa kedua ruas dikalikan dari kiri oleh A–1 sehingga diperoleh bentuk penyelesaian X = A–1B. Untuk menyelesaikan persamaan matriks berbentuk XA = B dapat ditentukan dengan cara mengalikan kedua ruas dari kanan dengan A–1 sehingga diperoleh penyelesaian X = BA–1 seperti berikut.

XA = B↔ (XA)A–1 = BA–1

↔ X(AA–1) = BA–1

↔ XI = BA–1

↔ X = BA–1

Oleh karena itu, diperoleh penyelesaian X = BA–1. Dengan demikian, dapat disimpulkan sebagai berikut.Penyelesaian persamaan matriks AX = B adalah X = A–1B.Penyelesaian persamaan matriks XA = B adalah X = BA–1.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.

Contoh Soal 22 :

Diketahui A =   dan B =   .

Tentukan matriks X yang memenuhi

a. AX = B;b. XA = B.

Jawaban:

Karena det A = 16 – 15 = 1 ↔ 0 maka matriks A mempunyai invers.

Jika dicari inversnya, kalian akan memperoleh A–1 = 

(Coba kalian tunjukkan).

Page 68: Fisika Friend

Dengan demikian, dapat kita tentukan sebagai berikut.

a. AX = B ↔ X = A–1B =

b. XA = B ↔ X = BA–1 =

G. Penyelesaian Sistem Persamaan Linear dengan Matriks

Matriks dapat digunakan untuk mempermudah dalam menentukan penyelesaian sistem persamaan linear. Pada pembahasan kali ini, kita akan menggunakannya untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dan tiga variabel.

1. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Bentuk umum sistem persamaan linear dua variabel adalah

ax + by = p ............................................................................ (1)cx + dy = q ............................................................................. (2)

Persamaan (1) dan (2) di atas dapat kita susun ke dalam bentuk matriks seperti di bawah ini.

Tujuan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel adalah menentukan nilai x dan y yang memenuhi sistem persamaan itu. Oleh karena itu, berdasarkan penyelesaian matriks bentuk AX = B dapat dirumuskan sebagai berikut.

asalkan ad – bc ≠ 0.

Contoh Soal 23 :

Tentukan penyelesaian dari sistem persamaan linear berikut dengan cara matriks.

2x + y = 7x + 3y = 7

Jawab:

Dari persamaan di atas dapat kita susun menjadi bentuk matriks sebagai berikut.

Dengan menggunakan rumus penjelasan persamaan matriks di atas, diperoleh sebagai berikut.

Page 69: Fisika Friend

Jadi, diperoleh penyelesaian x = 1 dan y = 2.

2. Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel

Kalian tentu tahu bahwa untuk menyelesaikan sistem persamaan linear tiga variabel dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya eliminasi, substitusi, gabungan antara eliminasi dan substitusi, operasi baris elementer, serta menggunakan invers matriks. Kalian dapat menggunakan cara-cara tersebut dengan bebas yang menurut kalian paling efisien dan paling mudah.

Misalkan diberikan sistem persamaan linear tiga variabel berikut.

a1x + b1y + c1z = d1

a2x + b2y + c2z = d2

a3x + b3y + c3z = d3

Sistem persamaan linear di atas dapat kita susun ke dalam bentuk matriks seperti berikut.

Misalkan A =   , X =   , dan B = 

Bentuk di atas dapat kita tuliskan sebagai AX = B.Penyelesaian sistem persamaan AX = B adalah X = A-1 B. Dalam hal ini, A-

1 = 

Oleh karena itu, diperoleh :

Page 70: Fisika Friend

asalkan det A ≠ 0.

Contoh Soal 24 :

Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan berikut.

2x + y – z = 1x + y + z = 6x – 2y + z = 0

Jawaban :

Cara 1:

Operasi elemen baris, selain dapat digunakan untuk mencari invers matriks, dapat pula digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear.

Dengan menggunakan operasi baris elementer.

Dengan demikian, diperoleh y = 2. Kita substitusikan nilai y = 2 ke persamaan (2) sehingga :

y + 3z = 11 ↔ 2 + 3z = 11↔ 3z = 11 – 2↔ 3z = 9↔ z = 3

Substitusikan y = 2 dan z = 3 ke persamaan (1) sehingga diperoleh :

x + y + z = 6 ↔ x + 2 + 3 = 6↔ x + 5 = 6↔ x = 6 – 5↔ x = 1

Jadi, penyelesaiannya adalah x = 1, y = 2, dan z = 3.

Dengan demikian, himpunan penyelesaiannya adalah {(1, 2, 3)}.

Cara 2:

Sistem persamaan linear di atas dapat kita susun ke dalam bentuk matriks sebagai berikut.

Page 71: Fisika Friend

Misalkan A =   , X =   , dan B = 

Dengan menggunakan minor-kofaktor, diperoleh :

det A = 

det A = 2(3) – 1(0) + (–1)(–3) = 9

Dengan menggunakan minor-kofaktor, diperoleh :

Dengan cara yang sama, kalian akan memperoleh K31 = 2, K32 = –3, dan K33 = 1 (coba tunjukkan).

Dengan demikian, diperoleh :kof(A) = 

Oleh karena itu, adj(A) = (kof(A))T.Adj(A) = 

Jadi, X = 

Jadi, diperoleh x = 1, y = 2, dan z = 3. Dengan demikian, himpunan penyelesaian sistem persamaan di atas adalah {(1, 2, 3)}.

3. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear dengan Determinan

Sistem persamaan linear yang disusun dalam bentuk matriks juga dapat ditentukan himpunan penyelesaiannya dengan metode determinan. Misalnya, sistem persamaan linear untuk dua variabel dan tiga variabel adalah sebagai berikut.

Page 72: Fisika Friend

a. ax + by = pcx + dy = q

b. a1x + b1y + c1z = d1

a2x + b2y + c2z = d2

a3x + b3y + c3z = d3

Pada sistem persaman linear dua variabel, bentuk tersebut dapat diubah ke bentuk matriks berikut.

 , dengan A =   , X =   , dan B =   .

D =   = ad – bc (Determinan koefisien x dan y, dengan elemen-elemen matriks A)

Dx =   = pd – bq (Ganti kolom ke-1, dengan elemen-elemen matriks B)

Dy =   = aq – cp (Ganti kolom ke-2, dengan elemen-elemen matriks B)

Nilai x dan y dapat ditentukan dengan rumus berikut.

Dengan cara yang sama dapat ditentukan D, Dx, Dy, dan Dz untuk sistem persamaan linear tiga variabel sebagai berikut.

Nilai x, y, dan z dapat ditentukan dengan cara berikut.

Contoh Soal 25 :

Tentukan penyelesaian sistem persamaan linear berikut dengan metode determinan.

a. 2x + y = 4

Page 73: Fisika Friend

x – 2y = –3

b. x + y + z = 0x + y – z = –2x – y + z = 4

Penyelesaian :

a. Sistem persamaan linear di atas dapat disusun dalam bentuk matriks berikut.

Kita tentukan nilai D, Dx, Dy .

D =   = – 4 – 1 = – 5

Dx =   = – 8 – (–3) = – 5

Dy =   = – 6 – 4 = – 10

Jadi, x =   =   = 1 dan y =   =   = 2.

b. Sistem persamaan linear tiga variabel di atas dapat disusun dalam bentuk matriks berikut.

Page 74: Fisika Friend

Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Menggunakan Determinan dan Aturan Cramer

Selain untuk mengidentifikasi matriks singular, determinan juga dapat digunakan untuk membangun rumus dalam menentukan solusi dari suatu sistem persamaan linear. Sekarang mari kita bandingkan sistem umum yang berukuran 2 × 2, dan sistem khusus yang juga berukuran 2 × 2 berikut ini. Untuk menuju suatu solusi yang memuat determinan, koefisien dari x kita tuliskan sebagai a11 dan a21, sedangkan koefisien y kita tuliskan sebagai a12 dan a22.

Perhatikan bahwa jumlah dari suku-x di kedua sistem adalah nol. Penulisan solusi di sebelah kiri memang dibiarkan tidak sederhana agar kita dapat membandingkan pola yang dibangun untuk sistem umum yang terletak di sebelah kanannya. Selanjutnya kita akan menyelesaikannya untuk mendapatkan nilai y.

Di sebelah kiri kita menemukan y = –7/–7 = 1 dan dengan melakukan substitusi-balik kita mendapatkan x = 2. Tetapi yang lebih penting, di sebelah kanan kita mendapatkan suatu rumus untuk menentukan nilai y:

Page 75: Fisika Friend

Apabila dari awal kita memilih untuk menyelesaikan x, maka kita akan mendapatkan

Perhatikan bahwa rumus-rumus tersebut akan terdefinisi jika a11a22 – a21a12 ≠ 0. Selain itu, penyebut dari solusi tersebut merupakan determinan dari matriks koefisien

Karena pembilangnya juga merupakan selisih dari perkalian, kita dapat menyelidiki kemungkinan bahwa nilai dalam pembilang tersebut juga dapat dituliskan sebagai determinan. Kita dapat menuliskan kembali pembilang untuk nilai x sebagai determinan dari matriks

yang apabila diperhatikan, matriks tersebut terbentuk dengan mengganti koefisien dari variabel-variabel x dengan suku-suku konstantanya.

Hal ini juga terjadi pada pembilang dari y, yang juga dapat diganti dengan determinan yang memiliki bentuk

atau suatu determinan dari matriks yang dibentuk dengan mengganti koefisien dari variabel-variabel y dengan suku-suku konstanta.

Page 76: Fisika Friend

Apabila kita menggunakan notasi Dy untuk determinan tersebut, Dx untuk determinan dimana koefisien-koefisien x diganti dengan konstanta, dan D sebagai determinan dari matriks koefisien—solusi dari sistem yang diberikan dapat ditentukan dengan rumus di halaman berikutnya, yang disebut sebagai aturan Cramer.

0