Top Banner
Thaharah (Hadats, Najis, dan tata cara membersihkannya, tata cara wudhu dan mandi wajib) Makalah kajian fiqih ibadah disampaikan dalam diskusi Forum Studi Islam FISIP Universitas Indonesia Oleh : MAHMUDIN SUDIN, MA A. PENDAHULUAN “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, basuhlah (cucilah) mukamu, tanganmu sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika kamu berjunub maka bersuci (mandi) lah. Dan jika kamu sakit atau bepergian atau salah seorang diantara kamu buang air (buang hajat) atau kamu sentuh wanita (bersetubuh), dan tidak kamu dapati air maka bertayammumlah kamu dengan debu yang bersih maka usaplah mukamu dan tanganmu dengan debu itu”. Allah tidak menginginkan kesempitan kepadamu, tetapi hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan ni‟matnya kepadamu, supaya kamu bersyukur”. ( Qs. Maidah : 6) Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy‟ari radhiyallaahu „anhu, Dia berkata: Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan „Alhamdulillah‟ akan memenuhi timbangan, „subhanalloh walhamdulillah‟ akan memenuhi ruangan langit dan bumi, sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran itu merupakan sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu. Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” (HR Muslim) Bersuci Adalah Separuh Iman
21

Fiqh- Thaharah

Jul 04, 2015

Download

Documents

Sari Haerunnisa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fiqh- Thaharah

Thaharah

(Hadats, Najis, dan tata cara membersihkannya, tata cara wudhu dan mandi wajib)

Makalah kajian fiqih ibadah disampaikan dalam diskusi Forum Studi Islam FISIP Universitas

Indonesia

Oleh : MAHMUDIN SUDIN, MA

A. PENDAHULUAN

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, basuhlah

(cucilah) mukamu, tanganmu sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai

kedua mata kaki. Dan jika kamu berjunub maka bersuci (mandi) lah. Dan jika kamu sakit atau

bepergian atau salah seorang diantara kamu buang air (buang hajat) atau kamu sentuh wanita

(bersetubuh), dan

tidak kamu dapati air maka bertayammumlah kamu dengan debu yang bersih maka usaplah

mukamu dan tanganmu dengan debu itu”. Allah tidak menginginkan kesempitan kepadamu,

tetapi hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan ni‟matnya kepadamu, supaya kamu

bersyukur”. ( Qs. Maidah : 6)

Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy‟ari radhiyallaahu „anhu, Dia berkata: Rasulullah

sholallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan

„Alhamdulillah‟ akan memenuhi timbangan, „subhanalloh walhamdulillah‟ akan memenuhi

ruangan langit dan bumi, sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran

itu merupakan sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu.

Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang

membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam

siksa-Nya).” (HR Muslim)

Bersuci Adalah Separuh Iman

Page 2: Fiqh- Thaharah

Ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci merupakan separuh iman. Dua pendapat

yang paling masyhur adalah:

1. Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa, baik dosa batin

maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu meninggalkan dan melakukan, maka

tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti sudah memenuhi separuh iman.

2. Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua macam, yaitu

bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil

dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman adalah sholat. Jadi bersuci itu separuh

dari sholat. Sholat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan iman.

Pada masa kehidupan modern, mobilitas masyarakat semakin tinggi dengan wilayah yang luas

muncul persoalan mengenai air yang dapat dipakai untuk bersuci (mandi, wudhu, dan

membersihkan diri dari hadats, najis dan istinja. Apakah sudah dibolehkannya oleh syari‟at

Islam tatkala ummat mengalami kendala air bersih seperti sekarang ini dengan cara

bertayammum?. Permasalahan-permasalahan bersuci dengan air yang memiliki derajat yang

suci lagi mencusikan memang semakin menjadi persoalan yang serius dikalangan umat Islam.

Maka penting untuk dibahas dan dicarikan solusinya agar menjadi jelas dan menghilangkan

keraguan dalam beribadah.

B. PEMBAHASAN

HADATS

Setelah kamu berwudlu dengan cara-cara yang tersebut diatas, maka kamu dalam keadaan

suci, selagi belum ada sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan (27) dan selama kamu

tidak menyentuh wanita (setubuh) (28) dan tidak menyentuh kemaluan (29) dan tidak tidur yang

nyeyak dengan miring (30).

1) . : )

:

.

: . :

.

.

ALASAN (DALIL)

Page 3: Fiqh- Thaharah

(1) Karena hadits dan Nasa‟i dengan sanad yang baik : “Wudlu-lah kamu dengan membaca

“Bismillah!”. Ibnu Hadjar menyatakan dalam kitab “Takhrij Ahadits al-Adzkar”, bahwa hadits ini

hasan shahih, Imam Nawawi setelah membawakan hadits dari Anas seluruhnya, menyatakan

bahwa hadits itu sanadnya baik. Dan menurut hadits: “segala perkara yang berguna, yang tidak

di mulai dengan Bismillahirrahmanirrahim itu tidak sempurna.” (Diriwayatkan oleh Abdul-Kadir

Arruhawi dari Abu Hurairah ).

a. Keluar sesuatu dari dua pintu

(27) Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan : atau salah satu dari kamu datang

dari kamar kecil. Dan hadist Safwan tersebut No 26 dan pula karena apa yang telah ditetapkan

dalam Bukhari, muslim dan lainnya dari Abu Khurairah, telah berkata: Bersabda Rasulullah

s.a.w.: “Alllah tidak menerima shalat salah seorang dari kamu sekalian, jika ia berhadats kecuali

ia berwudlu”. Dan Abu Khurairah telah menerangkan kepada orang yang telah bertanya

kepadanya:” Apakah Hadats itu?” Jawabnya: “ Ialah kentut yang berbunyi atau yang tidak

berbunyi”. Dan menurut hadits:” apabila salah seorang dari kamu ada dalam masjid maka ia

merasa ada angin diantara pantatnya, maka jangan keluar sehingga mendengar suara atau

mendapat bau (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi). Dan menurut hadits Ali

pada Bukhari dan Muslim : “Aku adalah orang yang sering mengeluarkan Madzi, maka aku

malu menanyakan pada Rasulullah s.a.w. karena putrinya menjadi istriku, maka aku menyuruh

Miqdad bin Aswad supaya menanyakannya”. Maka bersabda Nabi s.a.w. “ Hendaklah ia

mencuci kemaluannya dan berwudlu".

b. Menyentuh Wanita

28) Menurut arti ayat dalam pendahuluan: atau kamu sentuh wanita, dengan tafsirnya

Ibnu Abbas, bahwa menyentuh itu artinya bersetubuh, menurut pendapat yang terpilih oleh ahli

bahasa. Dan karena hadits Nasa‟i dari Aisyah r.a., berkata: "Sungguh Rasulullah s.a.w.

bershalat dan aku berbaring di mukanya melintang seperti mayat, sehingga ketika beliau akan

witir, beliau menyentuh aku dengan kakinya". (Isnadnya shahih). Dan karena hadits 'Aisyah r.a.

yang berkata:

"Aku kehilangan Rasulullah s.a.w. pada suatu malam dari tempat tidur, maka aku mencari dan

memegang/meletakkan kedua tanganku pada telapak kakinya".... seterusnya hadits.

(Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dan dishahihkan olehnya).

Page 4: Fiqh- Thaharah

c. Menyentuh Kemaluan

(29) Karena hadits Busrah binti, Shafwan r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda: "Barang siapa

menyentuh kemaluannya, maka jangan shalat sebelum berwudlu. (Diriwayatkan oleh Ampat

Imam). Dan karena hadits Thalq bin 'Ali: "Barang siapa menyentuh kemaluanya, maka

berwudlulah". (Diriwayatkan oleh Thabrani dan dishahihkannya). Dan karena hadits 'Amr bin

Syu„aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapa saja orang

laki-laki yang menyentuh kemaluannya maka berwudlulah dan siapa saja orang perempuan

yang menyentuh kemaluannya, maka berwudlulah". (Diriwayatkan oleh Ahmad). Dan karena

hadits Abu Hurairah; "Apabila seorang dari kamu sekalian memegang kemaluannya dengan

tidak pakai tutup (alas), maka wajiblah berwudlu". (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam

Shahihnya dan dishahihkan o1eh Hakim dan Ibnu 'Abdil-Bar). (30) Karena hadits 'Ali r.a.

bersabda Rasulullah s.a.w.: "Kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka siapa telah tidur,

berwudlulah".1) (Diriwayatkan oleh Abu Dawud). Dan karena hadits Ibnu 'Abbas r. a. bahwa ia

melihat Rasulullah s.a.w. tidur sedang beliau bersujud sehingga mendekur, kemudian berdiri

shalat., Maka aku berkata:"Hai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah tertidur". Maka beliau

bersabda: "Sesungguhnya wudlu itu tidak wajib (tidak batal) melainkan bagi orang yang tidur

berbaring: karena jika berbaring lemaslah sendi-sendinya". (Diriwayatkan oleh Imam-lmam yang

mempunyai kitab sunnah)2)

d. Berzima / bersetubuh / mengeluarkan Mani

(31) Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan: dan jika kamu junub, maka bersuci

mandi)-lah kamu. Dan hadits: "Sesungguhnya air itu dari air." (Diriwayatkan oleh Muslim dan

Abu Sa'id Khudri). Dan hadits dari Ali r.a. berkata: "Adalah aku seorang yang sering

mengeluarkan madzi, maka aku bertanya kepada Nabi s.a.w. maka jawabnya:”Keluar madzi

harus wudlu, dan keluar mani harus mandi". (Diriwayatkan oleh Ahmad, lbnu Majah dan

Tirmidzi).

Dan hadits Ummi Salamah tersebut dalam Bukhari dan Muslim, berkata: "Hai Rasulullah s.a.w.,

sesungguhnya Allah tidak malu (sungkan) dari suatu kebenaran, apakah wajib mandi bagi

wanita kalau bermimpi?". Beliau menjawab: "Ya, kalau melihat, cairan”. (32) Menurut hadits:

"Apabila seorang bersetubuh, maka wajiblah mandi”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan

lain-lainnya dari Abu Hurairah).

Page 5: Fiqh- Thaharah

MANDI

Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan mani (31) atau bertemunya kedua persunatan

(32) atau kamu hendak menghadiri shalat Jum‟ah (33) atau kamu baru selesai dari Haid (34)

atau Nifas (35), maka hendaklah kamu mandi dan mulailah dengan membasuh (mencuci)

kedua tanganmu (36) dengan ikhlas niatmu karena Allah (37) lalu basuhlah (cucilah)

kemaluanmu dengan tangan kirimu dan gosoklah tanganmu dengan tanah atau apa yang

menjadi gantinya (38) lalu berwudlulah seperti yang diatas; kemudian ambillah air dan

masukkanlah jari-jarimu pada pangkal rambut dengan sedikit wangi-wangian (39), sesudah

dilepaskan rambut-nya (40). Dan mulalilah dengan yang kanan (41), lalu tuangkan air ke atas

kepalamu tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu semuanya (42), serta di gosok (43), kemudian

basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri (44),

dan jangan berlebih-lebihan dalam menggunakan air (45).

ALASAN (DALIL)

(33) Karena hadits Ibnu 'Umar pada riwayat Muslim, Rasulullahs.a.w.bersabda: "Apabila salah

seorang dari kamu sekalian akan menghadiri shalat Jum‟ah, maka hendaklah mandi".

(34-35) Yang menunjukkan wajib mandi dalam keduanya, ialah nas dari Quran, surat Baqarah

ayat 222: Dan janganlah kamu mendekati Isteri (yang sedang haid) sehigga bersuci, dan

apabila sudah bersuci (mandi)….. Dan hadist dari 'Aisyah r.a. bahwa Fathimah binti Abi

Hubaisy istihadlah, lalu menanyakan kepada Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda: "Itulah darah

penyakit, bukan haidl maka kalau kamu berhaidl maka tinggalkanlah shalat dan kalau sudah

selesai maka mandilah, lalu shalatlah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).

RUKUN MANDI WAJIB :

1. Membasuh Kedua Tangan

Page 6: Fiqh- Thaharah

(36) Karena hadits 'Aisyah r.a.bahwa Nabi saw. itu apabila mandi karena junub, ia mulai

membasuh kedua tangannya, kemudian menuangkan dengan kanannya pada kirinya, lalu

mencuci kemaluannya, lalu berwudlu sebagaimana beliau wudlu untuk shalat; kemudian

mengambil air dan memasukkan jari-jarinya di pangkal rambutnya sehingga apabila ia merasa

bahwa sudah merata, ia siramkan air untuk kepalanya tiga tuangan, lalu meratakan seluruh

badannya; kemudian membasuh kedua kakinya. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).53

2. Niat Ikhlas Karena Allah

3. Membasuh Kemaluannya dengan tangan kiri

4. Berwudhu

(37) Karena hadits: “Sesungguhnya semua pekerjaan itu dengan niyat, tercantum pada No 2

diatas. (38) Karena menurut hadits Maimunah pada Bukhari dan Muslim: "Kemudian

menuangkan air pada kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kirinya, lalu digosokkan

tangannya pada tanah". Dan dalam riwayat lain: “maka ia mengusap tangannya dengan tanah.

5. Memulai dari sisi sebelah kanan tiga tuangan

(39) Lihat hadits 'Aisyah r.a.: jika Nabi s.a.w. mandi karena janabah, beliau minta suatu wadah,

(seperti ember) lalu mengambil air dengan telapak tangannya dan memulai dari sisi kepalanya

yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiri, lalu mengambil air dengan kedua telapak

tangannya, maka ia, membasuh kepalanya dengan keduanya.(Diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim).

Dan dari hadist 'Aisyah r.a "Sesungguhnya Asma menanyakan kepada Nabi s.a.w. tentang

mandinya orang haidl, maka bersabda s.a.w.: "Ambillah seorang dari kamu sekalian air dan

daun bidara, lalu mandilah dengan sebaikbaiknya, lalu curahkan air lagi dari atas kepalanya

dan gosok dengan sebaik-baiknya, sehingga sampai ke dasar kepalanya, lalu curahkan air lagi

dari atasnya, kemudian ambil sepotong kapas (kain yang diberi minyak kesturi), lalu usaplah

dengan kain itu…….seterusnya hadits. (Diriwayatkan oleh Muslim).

Page 7: Fiqh- Thaharah

(40) Karena hadits 'Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda kepadanya padahal dia sedang

haidl: "Lepaskanlah rambutmu dan mandilah.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan isnad atau

rangkaian yang shahih).

6. Menyiramkan air ke seluruh badan

(41) Lihatlah hadits „ Aisyah r.a. tersebut nomor 15, yang menerangkan tentang mendahulukan

yang kanan. (42) Menurut hadits „Aisyah r.a tersebut nomor 36: menyiram. Untuk kepalanya

tiga tuangan, lalu menyiramkan air pada semua badannya.

7. Tertib

(43) Karena arti kata "tathahhur" dalam surat Maidah ayat 6, menegaskan arti lebih dari pada

mandi biasa, ialah dengan "gosokan". (44) Lihatlah hadits 'Aisyah r.a tersebut nomor 36:

(kemudian membasuh kedua kakinya), dan haditsnya tentang mendahulukan bagian kanan.

(45) Dan haditsnya tentang mendahulukan yang kanan. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh

Anas:” Adalah Nabi s.a.w. mandi dengan satu sha‟ sampai lima mud dan wudlu dengan satu

mud3 ( Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

TAYAMMUM

Dan jika kamu berhalangan menggunakan air atau sakit atau khawatir mendapat madlarat (46),

atau kamu di dalam bepergian, kemudian tidak mendapat air, maka tayammumlah dengan debu

yang baik, untuk mengganti wudlu dan mandi (47), maka letakkanlah kedua tanganmu ke tanah

kemudian tiuplah keduanya (48) dengan ikhlas niatmu karena Allah (49) dan bacalah

:Bismillahirrahmanirrahim (50) kemudian usaplah kedua tanganmu pada mukamu dan kedua

telapak tanganmu (51). Dan apabila kamu dapat menggunakan air maka bersucilah dengan air

itu (52).

ALASAN (DALIL)

Page 8: Fiqh- Thaharah

(36) Menurut hadits „Amr bin Ash bahwa sesungguhnya ia diutus ke medan perang Dza-

tussalasil, ia berkata: "Aku mimpi (mengeluarkan air mani) pada suatu malam yang amat dingin,

maka aku takut jika aku mandi akan berbahaya, lalu aku tayammum; kemudian aku shalat

Shubuh bersama

shahabat-shahabatku. Tatkala kami datang pada Nabi s.a.w. mereka menceritakan hal itu,

kepadanya; maka beliau bersabda padanya: "Hai 'Amr, engkau shalat bersama sahahabat-

sahabatmu sedang engkau junub?" Maka aku menyahut: "Saya ingat akan firman Tuhan Allah

s.w.t.: dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah itu maha belas kasih

kepadamu, maka aku bertayammum dan lalu shalat". Maka tertawalah Rasulullah s.a.w., dan

tidak bersabda apa-apa (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Daruqutni)

(37) Menurut ayat tersebut dalam pendahuluan: (sedang kamu tidak mendapatkan air, maka

bertayammumlah kamu dengan debu yang suci). Dan menurut hadits Jabir ia berkata: "Kami

sedang dalam bepergian (musafir) lalu seorang dari kami terkena batu sehingga melukai

kepalanya; kemudian ia bermimpi (mengeluarkan air mani), maka ia bertanya kepada teman-

temannya: Apakah kamu berpendapat bahwa aku mendapat kemudahan bertayammum?.

Dijawab oleh mereka: "Kami tidak berpendapat bahwa kamu mendapat kemudahan, sedang

kamu kuasa memakai air". Maka mandilah ia lalu meninggal dunia. Tatkala kami datang kepada

Nabi s.a.w., kami khabarkan yang demikian itu, maka Nabi s.a.w. bersabda: ”mereka

membunuh dia, mereka dikutuk oleh Allah". Mengapa mereka tidak bertanya sedang mereka

tidak mengerti? Obat 56

untuk kebodohan adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum".

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Daraquthni).

(48) Menurut hadits 'Ammar r.a. berkata: "Aku Pernah berjanabat dan tidak mendapatkan air,

kemudian aku berguling-guling di tanah dan shalat. Makaaku ceritakan hal tersebut kepada

Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda:“Sesungguhn-ya cukup bagimu begini : lalu beliau meletakkan

kedua tangannyadi tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua

telapaktangannya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

MENGHILANGKAN NAJIS

Page 9: Fiqh- Thaharah

Apabila sebagian dari badanmu, pakaianmu dan tempatmu sholat terkena najis hendaklah

dibasuh (dengan menggosok dan menghilangkannya kalau itu darah haid) (53), sehingga

hilanglah sifat-sifatnya, bau dan rasanya, dengan air yang suci (54), dan tidak mengapa

tertinggal bekas salah satu sifat najis tadi (55). Dan untuk menghilangkan najis kencing anak

laki-laki yang belum makan41 makanan, percikkan dengan air sampai basah (56). Dan apa

yang terkena oleh liur anjing cucilah tujuh kali, salah satunya dengan debu yang bersih (57).

ALASAN (DALIL)

a. DARAH HAID

(53) Dengan alasan hadits Asma' puteri Abu Bakar r.a. berkata: "Datang kepada Nabi s.a.w.

seorang wanita, lalu berkata: seorang dari kami pakaiannya terkena darah haidl, bagaimana

seharusnya dilakukan? Maka bersabda Nabi s.a.w.: "Supaya dia 'menghilangkan dan mencuci

pakaian itu dengan air, kemudian disiramnya lalu dipakai shalat." (Diriwayatkan oleh Imam

Enam Ahli hadist) (54) Karena firman Tuhan Allah dalam Al Quran surat Anfal ayat 11: "Dan

Tuhan menurunkan air dari langit kepada kamu, agar membersihkan kamu dengannya.”

(55) Karena hadits Abu Hurairah, bahwa Khaulah binti Yasar telah berkata: "Hai Rasulullah,

saya tidak mempunyai pakaian kecuali selembar yang kupakai sedangkan saya berhaidl". maka

Jawab Nabi s.a.w.: "Jika kamu telah bersih (dari haidl), maka cucilah tempat yang kena darah,

lalu shalatlah dengan pakaian itu. Kemudian Khaulah bertanya lagi: "'Hai Rasulullah,

bagaimana jika

bekas darah tadi tidak hilang? Jawab Nabi saw.: "Cukup bagi kamu dengan memakai air, dan

tidak mengapa (tidak masalah) dengan bekas darah tadi.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu

Dawud dan Tirmidzi).

b. AIR KENCING LAKI-LAKI

Page 10: Fiqh- Thaharah

(56) Karena hadits Ummu Qais binti Muhshan r.a.: "bahwa ia bersama anaknya laki-laki yang

masih kecil dan belum pernah makan makanan, telah datang kepada Rasulullah s.a.w. Lalu

Nabi Mendudukkan anak tadi diatas pangkuannya: tiba-tiba anak itu kencing pada pakaian

beliau: kemudian beliau meminta Air, lalu dipercikkan dan tidak dicucinya. (Diriwayatkan oleh

Jama'ah

Ahli hadits). 4. Bukhari, Muslim, ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah.

c. AIR LIUR ANJING

(57) Karena menurut hadits, Abu Hurairah: "Sucinya bejana salah seorang dari kamu sekalian,

apabila digunakan minum (dijilat) oleh anjing, supaya dicuci tujuh kali, permulaannya dengan

debu, (Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad). Dan Tirmidzi meriwayatkannya dengan

tambahan: "Permulaannya atau pengbabisannya dengan debu”.

d. KELUARNYA KOTORAN DARI DUA PINTU

(58) Karena menurut hadits Anas r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. masuk ke jamban, maka aku

bersama anak yang sebaya dengan aku membawa tempat air dan tongkat, maka beliau

beristinja' dengan air". (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

(59) Karena hadits 'Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: "Apabila salah seorang dari kamu

sekalian pergi ke jamban, maka bersucilah dengan tiga batu. Sesungguhnya tiga batu itu telah

mencukupi". (Diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan lainnya). Dan karena hadits Salman,

berkata: "Rasulullah s.a.w. melarang kami menghadapkan qiblat waktu buang air (besar atau

kecil ) atau

istinja‟ dengan batu yang kurang dari tiga butir, atau istinja‟dengan kotoran atau dengan tulang".

(Diriwayatkan oleh Muslim)

(60) Menurut hadits yang tersebut No 59; dan mengingat hadits Salman, katanya: "Kami

diperintah oleh Rasulullah s.a.w. agar jangan mencukupkan batu yang kurang dari tiga buah,

tidak termasuk kotoran dan tulang. (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dan Muslim). Sebab

andaikan Nabi s.a.w. dalam sabdanya mengenai batu-batu itu, tidak dimaksudkan memasukkan

benda-benda lainnya pula yang sama dapat membersihkan, maka dalam membedakan "tulang

dan kotoran" tidak ada artinya.

Page 11: Fiqh- Thaharah

Wudhu

Wudhu (Arab: ض al-wuḍū', Persian: ت ب ābdast, Turkish: abdest, Urdu: ض wazū')

dalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan air. Seorang muslim dwajibkan

bersuci setiap akan melaksanakan salat. Berwudhu bisa pula menggunakan debu yang disebut

dengan tayammum.

Rukun berwudhu ada 6 (enam);

1. Berniat ikhlas karena Allah

2. Membasuh muka (dengan merata)

3. Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)

4. Membasuh kepala sampai kedua daun telinga

5. Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)

6. Tertib (berurutan)

Dalam mencapai kesempurnaan wudhu, Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang

selayaknya kita ikuti, sebagaimana kutipan hadits berikut:

Selesai salat Subuh, Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal: "Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku

tentang perbuatan yang paling bermanfaat yang telah kamu lakukan setelah memeluk Islam.

Karena semalam aku mendengar suara langkah sandalmu di depanku dalam surga". Bilal

berkata: "Aku tidak pernah melakukan suatu amalan yang paling bermanfaat setelah memeluk

Islam selain aku selalu berwudu dengan sempurna pada setiap waktu malam dan siang

kemudian melakukan salat sunat dengan wudhuku itu sebanyak yang Allah kehendaki". (H.R.

Abu Hurairah ra).

Berikut ini adalah cara menyempurnakan wudhu, yang mana termasuk hal-hal yang

disunnahkan:

Berniat Niat Ikhlas karena Allah

عنهما عن جابر بن ع للاه رض ه وسلهم -بد للاه عل صلهى للاه ب به )قال صلى للا عله وسلم -ف صفة حج النه ( ابدؤوا بما بدأ للاه

هكذا بلفظ المر وهو عند مسلم بل سائ فظ الخبر أخرجه النه

“ Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu tentang cara haji Nabi Shallallaahu 'alaihi wa

Sallam Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mulailah dengan apa yang telah

Page 12: Fiqh- Thaharah

dimulai oleh Allah." Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan kalimat perintah sedang Muslim

meriwayatkannya dengan kalimat berita.”

Memulai dengan yang kanan

رة رض للا عنه قال صلى للا عله وسلم : عن أب هر امنكم )قال رسول للاه أتم فابدأوا بم حه ابن أخرجه الربعة (إذا توضه وصحه

مة خز

“ Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

bersabda: "Apabila kamu sekalian berwudlu maka mulailah dengan bagian-bagian anggotamu

yang kanan." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah. “

Membasuh telapak tangan sampai pergelangan hingga 3 kali

ات ثمه تمضمض واستنشق واستن ه ثلث مره ات ثمه وعن حمران أنه عثمان دعا بوضوء فغسل كفه ده ثر ثمه غسل وجهه ثلث مره غسل

سرى مثل ذلك ثمه مسح برأسه ثمه غسل رجله ال ات ثمه ال منى إلى المرفق ثلث مره سرى مثل ذلك ال ات ثمه ال ن ثلث مره منى إلى الكعب

ص : ثمه قال ت رسول للاه هرأ فق عل أ نحو وضوئ هذا مته ه وسلهم توضه عل لهى للاه

“Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga

kali lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar kemudian

membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan

tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kaki kanannya

hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya

melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. Muttafaq

Alaihi.”

Berkumur dan menghirup air ke hidung dan menghembuskannya kembali keluar

رض للا عنه عن أخذ ) -ف صفة الوضوء -عل نثر من الكف الهذي مضمض و ثمه تمضمض صلى للا عله وسلم واستنثر ثلثا

(منه الماء سائ أخرجه أبو داود والنه

“ Dari Thalhah Ibnu Musharrif dari ayahnya dari kakeknya dia berkata: Aku melihat Rasulullah

Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memisahkan antara berkumur dan hirup air melalui hidung.

Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah. “

رض للا عنه أخذ ثمه تم ) -ف صفة الوضوء -عن عل نثر من الكف الهذي مضمض و ضمض صلى للا عله وسلم واستنثر ثلثا

(منه الماء سائ أخرجه أبو داود والنه

Page 13: Fiqh- Thaharah

“ Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara wudlu: Kemudian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa

Sallam berkumur dan menghisap air melalui hidung dengan telapak tangan yang digunakan

untuk mengambil air. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.”

د رض للا عنه بن ز ده فمضمض واستنشق من كف واحدة ثمه أدخل صلى للا عله ) -ف صفة الوضوء -عن عبد للاه وسلم

فعل ذلك ثلثا ه ( فق عل . مته

“ Dari Abdullah Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu: Kemudian beliau

memasukkan tangannya lalu berkumur dan menghisap air melalui hidung satu tangan.

Beliau melakukannya tiga kali. Muttafaq Alaihi.”

Membasuh muka (dengan merata) 3 kali

Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)

Membasuh kepala hingga kedua telinga

عنه للاه رض ه وسلهم -وعن عل عل صلهى للاه ب أخرجه أبو داود ومسح برأسه واحدة : قال -ف صفة وضوء النه

سائ رمذي والنه رمذي . بإسناد صحح وأخرجه الت ء ف الباب: بل قال الت ه أصح ش إنه

“Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dia

berkata: Beliau mengusap kepalanya satu kali. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Tirmidzi dan

Nasa'i juga meriwayatkannya dengan sanad yang shahih bahkan Tirmidzi menyatakan bahwa

ini adalah hadits yang paling shahih pada bab tersebut.”

عنهما وعن عبد للاه د بن عاصم رض بن ز ه : ف صفة الوضوء قال -للاه د ه وسلهم برأسه فأقبل ب عل صلهى للاه ومسح رسول للاه

ه.وأدبر فق عل مته

“ Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu dia berkata:

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari

muka ke belakang dan dari belakang ke muka. (Muttafaq Alaihi) “

هما إلى المكان الهذي بدأ منه : وف لفظ لهما م رأسه حتهى ذهب بهما إلى قفاه ثمه رده بدأ بمقده

&am p;nb sp;

عنهما للاه بن عمرو رض ه ومسح ثمه مسح برأس : قال -ف صفة الوضوء -وعن عبد للاه ن ف أذن احت به ه السه ه وأدخل إصبع

سائ ه أخرجه أبو داود والنه ه ظاهر أذن مة. بإبهام حه ابن خز وصحه

“ Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu ia berkata: Kemudian

beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua

Page 14: Fiqh- Thaharah

telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh

Abu Dawud dan Nasa'i. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.”

Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)

Membaca doa sesudah berwudhu.

صلى للا عله وسلم : عن عمر رض للا عنه قال قول ) قال رسول للاه سبغ الوضوء ثمه أ ف توضه ل أشهد أن : ما منكم من أحد

دا عبده ورسوله إله فتحت له أبو وحده ل شرك له وأشهد أنه محمه ة إله إله للاه رمذي وزاد (اب الجنه اللههمه ) أخرجه مسلم والت

ابن واجعلن م وه رن اجعلن من الته ن المتطه

Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tiada seorang pun di antara kamu yang berwudlu dengan sempurna kemudian berdo'a:

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagiNya dan aku

bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan utusanNya-kecuali telah dibukakan baginya

pintu syurga yang delapan ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki."

Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dengan tambahan (doa): "Ya Allah jadikanlah aku

termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang

selalu mensucikan diri."

"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh,

Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.", artinya: "Aku bersaksi

bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu

adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ya allah, masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang

yang bertaubat, dan masukkanlah ke dalam golongan orang-orang yang suci."

Tertib (berurutan)

Berikut ini kami akan membawakan beberapa permasalahan yang dianggap sebagai pembatal

wudhu padahal tidak demikian, diantaranya.

Tidak Membatalkan Wudhu

Maha Suci Allah yang telah menyempurnakan agama-Nya sebagaimana Allah telah berfirman

dalam Al Qur‟an (yang artinya), “Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian” (QS

Al Maidah:3)

Page 15: Fiqh- Thaharah

Maka dipahami dari ayat tersebut bahwasanya Islam itu agama yang sempurna, tidak ada

perkara yang bisa mendekatkan kepada Allah melainkan sudah ada keterangannya. Dan

diantara permasalahan-permasalahan yang telah Allah jelaskan adalah permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dengan pembatal-pembatal wudhu, maka tidak boleh seseorang

menetapkan sesuatu hal sebagai pembatal wudhu kecuali harus berdasarkan dengan dalil dari

Al Qur‟an ataupun As Sunnah.

Berikut ini kami akan membawakan beberapa permasalahan yang dianggap sebagai pembatal

wudhu padahal tidak demikian, diantaranya:

1. Al Istihadhah

Berkata Al Imam An Nawawi Rahimahullah , “Al Istihadhah adalah keluarnya darah dari

kemaluan wanita bukan pada waktunya (bukan pada waktu menstruasi dan bukan pada saat

melahirkan) yang darah tersebut keluar dari urat yang bernama adzil, berbeda dengan haidh,

karena haid keluar dari dalam rahim” Lihat Syarh Shahih Muslim (4-16)

Dalam kesempatan yang ringkas ini kita akan membawakan 2 hukum yang berkaitan dengan

istihadhah.

Masalah pertama adalah tidak diwajibkannya bagi wanita yang terkena istihadhah untuk mandi

setiap hendak shalat, kecuali pada saat berhenti haidnya maka diwajibkan untuk mandi sekali

saja. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama bahwa seorang wanita yang terkena istihadhah

tidak wajib baginya untuk mandi setiap shalat sebagaimana hadits „Aisyah Radhiyallahu „Anha

(yang artinya), “Telah berkata Fatimah bintu Abi Ubaisy, “Wahai Rasulullah Aku terkena

Istihadhah dan tidak suci darinya apakah aku boleh meninggalkan sholat?” Berkata Rasulullah

Sholallahu „Alaihi Wasallam, “Tidak, itu adalah darah yang keluar dari urat (bukan darah dari

rahim, darah haidh atau nifas) akan tetapi engkau boleh meninggalkan shalat di hari-hari

haidmu kemudian mandilah dan shalatlah (setelah haidmu selesai)” “. Lihat Shahih Al Bukhary

(325).

Dan kita lihat bahwasanya Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam tidak memerintahkan untuk

mandi setiap shalat. Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah, “Pendapat kebanyakan ulama

adalah pendapat yang benar, bahwasanya tidak wajib untuk mandi (setiap shalat) kecuali ketika

haidnya selesai dikarenakan tidak ada dalil yang shahih (yang mewajibkan harus mandi setiap

shalat)“. Lihat Nail Al Authar (jilid 1 hal:261).

Demikian juga telah berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah, “Adapun riwayat yang disitu

Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam memerintahkan untuk mandi setiap shalat maka

periwayatan tersebut telah diingkari oleh ulama‟ ahlul hadits“.

Page 16: Fiqh- Thaharah

Adapun riwayat yang shahih adalah Ummu Habibah binti Jahsy Radhiyallahu „Anha sendirilah

yang mandi setiap hendak shalat.

Maka telah berkata Al Imam Asy Syafi‟i Rahimahullah, “Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam

hanya memerintahkan untuk mandi dan sholat dan tidaklah Rasulullah Sholallahu „Alaihi

Wasallam memerintahkan padanya untuk mandi setiap sholat“. Demikian juga dinukil perkataan

yang sama dari Sufyan Bin Uyainah juga Laits Bin Sa‟d. Lihat Fath Al Baari (jilid 1 halaman 535)

dan Syarh Shahih Muslim (jilid 4 halaman 18)

Pendapat ini pendapat yang benar, yang diriwayatkan dari Ali Bin Mas‟ud, Ibnu „Abbas, „Aisyah,

Urwah Bin Zubair, Abi Salamah, Malik, Abi Hanifah, Asy Syafi‟i, dan Ahmad. Pendapat ini juga

dikatakan oleh Al Imam An Nawawi, Al Hafidz Ibnu Hajar, Al Imam Asy Syaukani, Asy Syaikh

Muhammad Bin Ibrahim Alu Asy Syaikh. Lihat Jami‟ Ahkam Al Qur‟an (jilid 2 no 77), Al Ihkam

(No 192), Ainul Ma‟bud (Jilid 1 No 333), Subul As Salaam (Jilid 1 no 160).

Tidak juga diwajibkan bagi wanita yang terkena istihadhah untuk wudhu setiap kali hendak

sholat, maka bila telah berwudhu boleh baginya untuk untuk sholat dengan wudhu tersebut

lebih dari satu kali sholat selama tidak berhadats selain darah istihadhah (semisal buang air

besar, jima‟, atau buang angin). Adapun darah istihadhah tidak membatalkan wudhu.

Ini adalah pendapat yang lebih kuat daripada yang mewajibkan untuk wudhu setiap kali sholat.

Karena tidak ada dalil shahih yang mewajibkan untuk berwudhu setiap kali sholat.

Adapun hadits yang memerintahkan untuk berwudhu setiap kali hendak sholat adalah hadits

lemah yangtelah diingkari oleh imam-imam ahli hadits, diantaranya Al Imam Muslim

Rahimahullah dalam Shahih-nya, tatkala berkata, “Di periwayatan Hammad Bin Zaid ada

tambahan (perintah berwudhu setiap kali sholat) sengaja kami tidak sebutkan“. Syarah Shahih

Muslim (4/19). Perkataan Imam Muslim Rahimahullah tersebut merupakan isyarat dari beliau

bahwa periwayatan tersebut tidak shahih atau lemah. Hal ini perkara-perkara yang dipahami

oleh orang-orang yang memperhatikan kebiasaan Imam Muslim Rahimahullah dalam Shahih-

nya.

Mengingat kesempatan yang sedikit mungkin ada baiknya kalau kita bawakan bukti-bukti yang

menguatkan hal itu di kesempatan yang lain. Dan hal ini juga dipahami oleh Al Hafidz Ibnu

Hajar bahwasanya hadits ini dianggap lemah oleh Al Imam Muslim, walaupun Al Hafidz tidak

sependapat dengan Al Imam Muslim dalam hal ini. Lihat Al Fathu AL Baari (1/512)

Demikian juga Al Imam An Nasa‟i Rahimahullah mengatakan bahwa periwayatan yang

memerintahkan untuk berwudhu setiap hendak sholat tidaklah shahih. Demikian juga Abu Daud

dalam Sunan-nya, “Hadits „Adi Bin Tsabit dan al A‟masy dan Habib dan Ayub Abi Al „Ala

semuanya lemah tidak shahih”. Kemudian Beliau berkata, “Telah meriwayatkan Ibnu Abi Daud

Page 17: Fiqh- Thaharah

dari Al A‟masy marfu‟ awalnya kemudian ia ingkari hadits yang mewajibkan wudhu setiap

sholat“. Lihat Ainul Ma‟bud (1/337)

Kesimpulan: Tidak wajib bagi perempuan yang terkena istihadhah untuk berwudhu setiap kali

hendak sholat dan darah istihadhahnya bukanlah pembatal wudhu. Pendapat ini adalah

pendapat Imam Rabiah, Imam Malik, Dawud, dan merupakan pendapat yang dipilih oleh

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang tersebut dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah (hal.

27)

2. Menyentuh Wanita

Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini menjadi lima pendapat

sebagaimana yang telah disebutkan oleh Al Imam Qurtubi dalam Jami Li Ahkamil Qur‟an (3-

199). Akan tetapi bisa dikatakan pendapat yang mahsyur ada 3 pendapat. Lihat Majmu‟ Al

Fatawa (21-230)

Pendapat pertama: Menyentuh perempuan membatalkan wudhu secara mutlak (terangsang

ataupun tidak terangsang) dengan syahwat atau tidak dengan syahwat. Mereka berdalil dengan

ayat dalam Al Qur‟an (yang artinya), “Atau bila kalian menyentuh perempuan dan kalian tidak

mendapatkan air maka bertayamumlah” (QS An Nisaa‟:43). Lihat Nailul Authar (1-213). Ayat

tersebut sepintas menunjukkan apabila menyentuh perempuan dapat membatalkan wudhu.

Pendapat kedua: Menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu apabila disertai dengan

syahwat. Mereka juga berdalil dengan ayat di atas sebagaimana perkataan Ibnu Al Arabi dalam

Ahkamul Qur‟an (1-223) sebagaimana yang dinukil oleh Al Imam Al Qurtubi dalam Jami‟ Ahkam

Al Qur‟an (3-200) bahwasanya perkataan Allah “Atau bila kalian menyentuh perempuan”

bermakna menyentuh dan mencium.

Pendapat ketiga: Menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhu baik dengan syahwat

maupun tidak, selama tidak keluar sesuatu dari kemaluannya (mani atau madzi). Pendapat

inilah yang diperkuat oleh Ali, Ibnu Abbas, Atha‟, Thawus, Abu Hanifah, Sufyan Ats Tsauriy, dan

lainnya. Lihat Ainul Ma‟bud (1-2)

Berkata Al Imam Ibnu Jarir Ath Thabari sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir, “Pendapat yang

paling benar dalam permasalahan ini adalah pendapat yang mengatakan bahwasanya yang

dikehendaki Allah Ta‟ala dari perkataan-Nya, “Atau apabila kalian menyentuh perempuan”

maksudnya adalah jima‟ (hubungan suami istri -red) bukan yang lain dari makna tersebut

karena telah ada hadits dari Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam mencium istri kemudian

sholat dan tidak mengulangi wudhunya“. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1-516).

Berkata Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah, “Pendapat yang benar

adalah menyentuh perempuan tidaklah membatalkan wudhu secara mutlak kecuali jika keluar

Page 18: Fiqh- Thaharah

dari kemaluannya sesuatu. Dalilnya bahwa telah ada hadits dari Rasulullah Sholallahu „Alaihi

Wasallam bahwasanya beliau mencium istrinya kemudian Sholat tanpa mengulangi wudhunya.

Selain itu tidaklah sesuatu itu bisa dianggap sebagai pembatal wudhu kecuali ada dalil yang

shahih yang menunjukkan dengan jelas bahwa hal tersebut pembatal wudhu, dikarenakan

seseorang yang yang telah berwudhu dengan mengikuti dalil syar‟i maka tidak ada yang

membatalkannya kecuali dengan keterangan dalil syar‟i yang lain. Adapun firman Allah Ta‟ala,

“Atau apabila kalian menyentuh perempuan” maksudnya adalah jima‟ (melakukan hubungan

suami istri) sebagaiman ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, kemudian yang lebih memperkuat

pendapat ini adalah ayat tersebut menjelaskan tentang pembagian (yang serasi) dari ayat Al

Qur‟an yaitu pembagian bersuci dengan thaharah yang asli (wudhu) dan thaharah pengganti

(tayammum) kemudian pembagian yang serasi tentang bersuci dari hadats besar dan sebab-

sebab untuk bersuci dari hadats kecil“. Lihat Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah (59)

Kesimpulan: Pendapat yang benar dalam hal ini adalah pendapat yang mengatakan

“menyentuh perempuan tidaklah membatalkan wudhu dengan syahwat ataupun tidak dengan

syahwat kecuali kalau keluar sesuatu dari kemaluannya (mani atau madzi)“

Hal tersebut dikarenakan tidak adanya dalil yang mengharuskan untuk bersuci setelah

menyentuh perempuan. Adapun ayat pada surat An Nisaa‟ maknanya adalah “melakukan

hubungan suami istri” sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas yang telah didoakan oleh

Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam agar Allah memberikan kepada Ibnu Abbas pemahaman

tentang ilmu tafsir Al Qur‟an. Dan diperkuat lagi oleh hadits Shahih Muslim dari Aisyah

Radhiyallahu „Anha bahwasanya dia berkata, “Aku letakkan tanganku di telapak kaki Rasulullah

Sholallahu „Alaihi Wasallam (yang sedang sholat)“

Berkata Imam Asy Syaukani, “Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh perempuan tidaklah

membatalkan wudhu“. Lihat Nail Authar (1-25). Pendapat ini juga diambil oleh Syaikhul Islam

pada kesempatannya yang terakhir sebagaimana tertera dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah (hal:

28)

3. Mimisan

Adapun dua pendapat dikalangan ulama yang mempermasalahkan ini: Ada yang mengatakan

“Mimisan merupakan salah satu pembatal wudhu.” Mereka berdalil dengan hadits Aisyah yang

dikeluarkan oleh Ibnu Majah (bab 137 hadits 1222) dan dikeluarkan oleh Al Imam Ad

Daruquthni dan Al Imam Ahmad (yang artinya), “Barangsiapa yang muntah atau mimisan atau

keluar sisa makanan dari kerongkongan atau madzi maka hendaklah ia berwudhu.”

Page 19: Fiqh- Thaharah

Adapun sebagian ulama yang lain berpendapat “mimisan tidak membatalkan wudhu.” Pendapat

ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Malik As Syarif, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid,

Ibnu Al Musayyab, Makhul dan Rabi‟ah. Lihat Nail Authar (1/206).

Pendapat yang kedua (mimisan tidak membatalkan wudhu) adalah pendapat yang dikuatkan

oleh Syaikhul Islam sebagaimana dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah (hal 28). Selain itu juga

dikuatkan oleh Al Imam Asy Syaukani. Beliau berkata, “Tidaklah pantas untuk mengatakan

bahwa darah atau muntah sebagai pembatal wudhu kecuali jika ada dalil yang menunjangnya

dan memastikan kewajiban (wajib wudhu dari mimisan atau muntah) sebelum mengetahui

kebenaran dalilnya, sama sepertu memastikan keharaman sebelum mengetahui kebenaran

dalil yang mengharamkan. Semua itu adalah menyandarkan kepada Allah suatu perkataan

padahal Allah tidak mengatakannya“. Lihat Nail Al Authar (1-207)

Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa‟di, “Pendapat yang benar adalah darah dan muntah

dan yang semisalnya (sesuatu yang keluar dari tubuh manusia yang bukan dari kemaluan dan

anus) tidak membatalkan wudhu banyak atau sedikit karena tidak ada dalil yang menunjukkan

kalau darah atau muntah membatalkan wudhu, dan hukum asal seseorang yang telah bersuci

adalah tetap dalam keadaan suci (sampai ada dalil yang mengeluarkan dari kesuciannya)“.

Lihat Tawdhih Al Ahkam (1/301).

Berkata Asy Syaikh Ibnu Utsaimin, “Sesuatu yang keluar dari sealin 2 jalan (kemaluan dan

anus) tidaklah membatalkan wudhu sedikit ataupun banyak kecuali kencing atau tinja (atau

madzi atau mani) karena hukum asalnya adalah tidaklah sebagai pembatal wudhu.

Barangsiapa yang mengeluarkan dari hukum asal maka wajib baginya untuk mendatangkan

dalilnya“. Lihat Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah (57).

Kesimpulan: Pendapat yang benar dalam hal ini adalah yang mengatakan bahwa mimisan

bukanlah sebagai pembatal wudhu dikarenakan hukum asal seseorang yang sudah bersuci

tetap dalam keadaan kesuciannya selama tidak ada dalil yang mengeluarkan dari hukum asal

tersebut dan dalam permasalahan ini tidak ada dalil yang kuat untuk mengeluarkan dari hukum

asal. Adapun hadits yang dikeluarkan „Aisyah bahwa mimisan dan muntah sebagai pembatal

wudhu, maka hadits ini adalah hadits yang lemah dikarenakan perawinya yang bernama Ismail

bin Ayyas telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, sementara periwayatannya dari selain orang se-

negrinya sering salah, lihat At Taqrib (48), ditambah lagi dalam hal ini ia menyelisihi perawi-

perawi yang lebih kuat darinya dan mereka meriwayatkannya secara mursal (terputus jalan

haditsnya) dan riwayat yang mursal telah dikuatkan oleh Al Imam Muhammad Bin Yahya Ad

Dzuhli, Ad Daruquthni dan Abu Hatim. Adapun jalan yang lain, dikeluarkan Ad Daruquthni

darinya dari Atha‟ bin Ajlan dan Abbad Bin Katsir dari Ibnu Abi Mulaikah dari „Aisyah.

Page 20: Fiqh- Thaharah

Berkata Al Imam Baihaqi, “Yang benar irsal dan hadits dirafa‟kan (disambungkan jalannya) oleh

Sulaiman bin Arqam tetapi periwayatannya ditinggalkan oleh ahlul hadits. Selain itu juga ada

periwayatan dari Ibnu Abbas dikeluarkan oleh Ad Daruquthni, Ibnu Adiy dan Ath Thabrani tetapi

di jalannya ada Sulaiman Bin Arqam. Kemudian dari shahabat Abi Said dikeluarkan oleh Ad

Daruquthni di sanadnya ada Abu Bakr Adz Dzahiri, dia juga ditinggalkan periwayatannya“. Lihat

Nail Al Authar (1-206)

4. Muntah

Demikian juga dalam hal ini bahwa pendapat yang benar adalah muntah tidak membatalkan

wudhu. Hal ini dikarenakan tidak ada dalil yang kuat yang mengharuskan wudhu dari muntah.

Sebagaimana kaidah berulang-ulang kali disebutkan, yaitu “hukum asal seseorang yang telah

bersuci maka tidak membatalkan sucinya kecuali perkara-perkara yang datang dengan dalil

yang kuat.” Pendapat ini adalah pendapat Al Imam Malik, Imam Asy Syafii, dan lain-lain dan

diperkuat oleh Syaikhul Islam, Al Imam Asy Syaukani, Asy Syaikh As Sa‟di, Asy Syaikh Ibnu

Utsaimin, dan lain-lain. Lihat Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah (28), Nail Al Authar (1-207), Taudhih

Ahkam (1/301), Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah (57).

Adapun hadits Aisyah yang mewajibkan wudhu dari muntah telah dijelaskan kelemahannya.

Sedangkan hadits Abi Darda‟, “Bahwa Nabi Sholallahu „Alaihi Wasallam muntah kemudian

berwudhu” Hadits riwayat Al Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnul Jarud, Ibnu Hibban, Ad Daruquthni,

Al Baihaqi, Ath Thabrani, Ibnu Majah, dan Al Hakim. Berkata Ibnu Mandah, “Isnadnya shahih

bersambung akan tetapi ditinggalkan oleh Al Bukhari dan Muslim karena ada perselisihan di

jalan haditsnya“.

Berkata At Tirmidzi, “Husein Al Mu‟allim telah membaikkan sanadnya dan ini yang paling shahih

dalam permasalahan ini. Demikian juga berkata Ahmad dan di situ ada perselisihan yang

banyak sebagaimana disebutkan oleh Ath Thabrani dan juga yang lainnya. Berkata Al Baihaqi:

Jalan haditsnya mudhthradib (banyak perselisihan) tidak dapat dipakai sebagai hujjah” Talkhis

Al Habir (2-190)

Kesimpulannya: Hadits ini tidak bisa dipakai hujjah, kalaupun hadits ini dianggap shahih

sebagaimana disebutkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Tamamul Minnah (hal 111) hadits

ini tidak tidak menunjukkan wajibnya wudhu dari muntah akan tetapi hanya mustahab saja

(disunnahkan saja), afdhal untuk dilakukan dan tidaklah mengapa jika ditinggalkan karena

hanya berupa fiil saja (perbuatan saja). Sebagimana dinukil oleh Syaikh Al Albani dalam

Tamamul Minnah (112) dari Syaikhul Islam di Majmu‟al Ar Rasail 1 dan sebagaimana

disebutkan oleh Al Imam Asy Syaukani dalam Nail Al Authar (1-205) dan ditekankan juga oleh

Syaikh Ibnu Utsaimin. Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah

Page 21: Fiqh- Thaharah

DAFTAR PUSTAKA

1. Dani Hidayat, Kitab Bulughul Marram, Pustaka Al Hidayah, th. 2008

2. PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Th. 2010

3. Kitab Hadits Shahih Sembilan imam hadits.

4. AL Qur‟an al-Kariim.