Top Banner
1. MATERI METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer, oven, dan plate stirrer. 1.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomasa Spirulina basah, aquades, dan dekstrin. 1.2. Metode 1 8 gram biomasa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer Dilarutkan dalam aquades (biomasa : aquades = 1 : 10) Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam
32

Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

Dec 08, 2015

Download

Documents

fikosianin merupakan pigmen dari spirulina
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer, oven, dan

plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomasa Spirulina basah, aquades, dan

dekstrin.

1.2. Metode

1

8 gram biomasa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer

Dilarutkan dalam aquades (biomasa : aquades = 1 : 10)

Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam

Page 2: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

2

Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatan

Supernatan diencerkan dan divortex hingga pengenceran 10-2

Diukur kadar fikosianinnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

8 ml supernatan ditambah dekstrin (supernatan : dekstrin = 1 : 1)

Page 3: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

3

Dicampur rata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45ºC hingga kadar air ± 7%

Diperoleh adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk powder

Page 4: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

4

Page 5: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai OD, Konsentrasi Fikosianin, Yoeld, dan Warna dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield, dan Warna Fikosianin

KelompokBerat

Biomassa (gram)

Jumlah Akuades

(ml)

Total Filtrat (ml)

OD 615

OD 652

KF (mg/ml)

Yield (mg/g)

Warna

Sebelum di oven

Setelah dioven

B1 8 80 56 0,1521 0,1094 1,877 13,139 + +B2 8 80 56 0,1481 0,1094 1,800 12,600 ++ ++B3 8 80 56 0,1393 0,1732 1,071 7,497 + +B4 8 80 56 0,1676 0,1749 1,586 11,103 + +B5 8 80 56 0,1217 0,1743 0,732 5,124 + +

Keterangan :Warna :+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua

Dari Tabel 1. di atas dapat dilihat bahwa dengan berat biomassa sebesar 8 gram,

jumlah akuades yang digunakan sebagai pelarut sebesar 80 ml dan filtrat yang

dihasilkan sebesar 56 ml pada semua kelompok menghasilkan data pengukuran OD,

KF (konsentrasi fikosianin), yield dan warna yang berbeda-beda tiap kelompok. Hasil

OD615 pada kelompok B1 adalah sebesar 0,1521, OD652 yang dihasilkan sebesar 0,1094

sehingga konsentrasi fikosianinnya sebesar 1,877 dan menghasilkan yield sebesar

13,139. Hasil OD615 pada kelompok B2 adalah sebesar 0,1481, OD652 yang dihasilkan

sebesar 0,1094 sehingga konsentrasi fikosianinnya sebesar 1,800 dan menghasilkan

yield sebesar 12,600. Hasil OD615 pada kelompok B3 adalah sebesar 0,1393, OD652

yang dihasilkan sebesar 0,1732 sehingga konsentrasi fikosianinnya sebesar 1,071 dan

menghasilkan yield sebesar 7,497. Hasil OD615 pada kelompok B4 adalah sebesar

0,1676, OD652 yang dihasilkan sebesar 0,1749 sehingga konsentrasi fikosianinnya

sebesar 1,586 dan menghasilkan yield sebesar 11,103. Hasil OD615 pada kelompok B5

adalah sebesar 0,1217, OD652 yang dihasilkan sebesar 0,1743 sehingga konsentrasi

fikosianinnya sebesar 0,732 dan menghasilkan yield sebesar 5,124. Hasil hasil KF

dan yield terbesar diperoleh kelompok B4, sedangkan pada kelompok B5

menghasilkan nilai KF dan yield terendah. Pada pengujian warna fikosianin secara

5

Page 6: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

6

visual, dapat dilihat bahwa warna biru muda diperoleh kelompok B1, B3, B4 dan B5,

sedangkan pada kelompok B2 memiliki warna biru muda.

Page 7: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini, akan dibahas mengenai pigmen

fikosianin sebagai pewarna alami dari blue-green microalga spirulina.Pigmen atau

bahan pewarna dibutuhkan oleh industri pangan untuk memberikan warna pada

produk makanan agar lebih menarik. Produsen makanan memberikan pewarna

padaproduknyadengan tujuan untuk menggugah selera konsumennya, karena

penampakan produk termasuk warnanya mempengaruhi penerimaankonsumen

(Candra, 2011). Secara umum, pigmen digolongkan menjadi 2 jenis yaitu pigmen

buatan / sintetis dan pigmen alami / biopigmen (Mohammad, 2007). Industri pangan

berkembang dengan pesat di Indonesia begitu pula dengan tuntutan penggunaan

pigmen pun juga meningkat pesat. Pada umumnya, pigmen sintetis lebih banyak

digunakan karena mudah didapat, mudah digunakan serta memiliki stabilitas yang

tinggi. Namun penggunaan pigmen sintetis yan berlebihan dan kurang terkontrol

dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan, karena pigmen sintetis

seperti tartrazin, alluora red dan rodhamin B bersifat karsinogenik serta dapat

menyebabkan alergi hingga penyakit kanker (Tim IPPOM MUI, 2005). Untuk

mengatasi masalah tersebut, maka penggunaan pewarna alami dianjurkan untuk

digunakan. Selain itu, saat ini masyarakat juga semakin sadar akan pentingnya

kesehatan dan keamanan pangan, maka penggunaan bahan baku atau produk yang

bersifat alami seperti biopigmen terus meningkat.

Pigmen alami (biopigmen) merupakan jenis pigmen yang tidak memiliki sifat

karsinogenik, tidak memiliki efek samping negatif jika dikonsumsi, serta dapat

diuraikan.Pewarna alami yang banyak digunakan di masyarakat umumnya berasal

dari pigmen daun, buah, batang, atau umbi-umbian. Namun demikian, pewarna alami

dari bahan-bahan tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu stabilitasnya terhadap

panas, pH, dan cahaya kurang, ketersediaannya terbatas, serta lebih mahal sehingga

kurang cocok untuk produksi massal. Oleh karenanya, perlu dicari sumber pewarna

alami lain yang ketersediaannya melimpah. Salah satunya yaitu dari mikroalga,

produksi biopigmen mikroalga memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah

tidak bergantung pada iklim dan cuaca, waktu tumbuh cepat sehingga dapat dipanen

dalam waktu yang tidak terlalu lama, dapat diproduksi terus menerus, tidak

menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan, produksinya dapat dikendalikan sesuai

7

Page 8: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

8

kebutuhan dan keinginan, serta memiliki fungsi kesehatan sebagai antikanker, anti

hyperkolesterol,dan mampu meningkatkan daya tahan tubuh (Arylza, 2005). Salah

satu spesies mikroalga yang mampu menghasilkan bahan pewarna (pigmen) adalah

spirulina.Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru. Spolaore

et al. (2006) melaporkan bahwa pigmen ini berpotensi digunakan sebagai pewarna

alami.

2.1. Spirulina

Spirulina sendiri adalah organisme yang termasuk kelompok alga hijau biru (blue-

green algae). Spirulina termasuk organisme multiseluer, tubuhnya berupa filamen

berwarna hijau-biru berbentuk silinder dan tidak bercabang (Richmond 1988).

Spirulina mempunyai ukuran 100 kali lebih besar dari sel darah merah manusia.

Spirulina berwarna hijau tua di dalam koloni yang besar. Warna hijau tua ini berasal

dari klorofil dalam jumlah tinggi. Secara alami, Spirulina mampu tumbuh di perairan

danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah tropis.

Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah dicerna

(Tietze 2004). Karakteristik ini juga menyebabkan Spirulina tidak membutuhkan

proses pengolahan khusus (Richmond 1988).

Spirulina termasuk ke dalam kelompokblue-green algae/ cyanophyta yang telah ada

di bumi sejak 3500 juta tahun lalu. Mikroorganisme ini berukuran 3,5-10 mikron dan

memiliki filamen berbentuk spiral dengan diameter 20-100 mikron. Spirulina

mengandung 60% protein dengan asam-asam amino esensial, sepuluh vitamin, juga

berkhasiat sebagai obat (therapeutic). Selain itu pula, Spirulina memiliki pigmen

fikosianin yang merupakan antioksidan dan antiinflamatori, polisakarida yang

memiliki efek antitumor dan antiviral, γ-asam linoleat (GLA) dari Spirulina dapat

berfungsi sebagai penurun kolesterol (Desmorieux 2006).

Spirulina memiliki membran tilakoid. Pada membran tilakoid terdapat struktur

granula berupa fikobilisom yang terdiri dari fikobiliprotein yang berfungsi untuk

menyerap cahaya dan diduga dapat melindungi pigmen fotosintesis lainnya dari

oksidasi pada cahaya berintensitas tinggi. Cahaya yang diserap oleh fikosianin akan

ditransfer kepada allofikosianin kemudian diteruskan menuju pusat reaksi yaitu

klorofil di membran tilakoid. Klorofil merupakan pigmen fotosintesis mikroalga

Page 9: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

9

Pigmen spirulina terletak pada membran tilakoid yang tersebar di dalam kromoplasma

(Diharmi, 2001).

Spirulina fusiformis merupakan salah satu spesies Spirulina yang banyak ditemukan

di perairan tawar. Spirulina fusiformis adalah salah satu varian mikroalga Spirulina

yang berasal dari Madurai. Tiga varian dari Spirulina fusiformis, yaitu: Varian tipe S,

varian tipe C, dan varian tipe H (Richmond 1988). Secara taksonomi Spirulina

fusiformis (Pamungkas, 2005), diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Protista

Filum : Cyanobacteria

Divisi : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Oscillatoriaceae

Genus : Spirulina

Spesies : Spirulina sp.

Gambar 1. Spirulina sp.

Sumber: Mussagy et al. 2006

Spirulina adalah salah satu mikroalga penghasil fikosianin yang relatif cepat

bereproduksi dan mudah dalam sistem pemanenannya. Jenis ini hidup dalam

lingkungan yang sangat basa (pH 8-11) dengan kandungan senyawakarbonat-

bikarbonat yang tinggi, dalam hiduonya spirulina memerlukan cahaya dan CO2 untuk

berfotosintesis. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis dapat meningkatkan

kandungan O2 dalam medium pertumbuhannya. Unsur nitrogen juga harus dipasok

karena mikroalga ini tidak dapat mengkonsumsinya dari udara dan jika kondisi

pertumbuhan telah sesuai, biomasa kering spirulina yangdidapat bisa mencapai 60-70

ton/hektar kolam (Tri-Panji et. al. 1996).

Menurut penelitian Boussiba dan Richmond (1980), diketahui bahwa biomasaa sel

spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti pada air dan buffer bila

dibandingkan dengan pelarut yang kurang polar. Besar maupun kecilnya keberadaan

fikosianin yang terkandung dalam biomasa sel tergantung dari banyak sedikitnya

suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh spirulina.Spirulina merupakan alga mesofilik.

Mikroorganisme mesofilik dapat tumbuh optimal pada temperatur antara 35-40 °C.

Page 10: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

10

Kultur Spirulina di laboratorium memiliki suhu optimum pertumbuhannya antara 35-

37 °C. Suhu minimum berkisar antara 18-20 °C (Richmond 1988).

Ukuran spirulina cukup besar, sehingga dapat dipisahkan dari medium melalui

filtrasi. Di negara berkembang seperti Chad Afrika, pemisahan spiruinacukup

dilakukan dengan kain penyaring sederhana (Angka &Suhartono, 2000). Spirulina

segar difiltrasi dengan filter berukuran 20 μm (Desmorieux & Decaen, 2006). Proses

pengeringan pada produksi spirulina komersial merupakan pertimbangan ekonomi

yang sangat penting dan dapat mencapai 30% dari biaya produksi.Spirulina platensis

juga sering disebut dengan sebutan Arthospira platensis, selain menghasilkan protein

dan pigmen, mikroalga ini juga memiliki aktivitas antioksidan yang mampu

memerangkap radikal bebas karena memiliki komponen fenolik. Jumlah komponen

fenolik dapat ditingkatkan dengan mengubah kondisi kultur (Colla et al., 2007).Ada

empat kelas utama phycobiliproteins seperti allophycocyanin (APC hijau kebiruan),

phycocyanin (PC: biru), phycoerythrin (PE: merah tua) dan phycocyanobilin (PCB:

oranye). Cyanobacteria dengan tingkat tinggi tertentu phycobiliproteins yang

menarik. Potensi utama dari molekul ini sebagai pewarna alami dalam industri

makanan Hemlata, 2011.Phycocyanins memiliki massa molekul jelas 140-210 kDa.

Maksimal penyerapan untuk C-PC adalah antara 610 dan 620 nm, dan C-PC biasanya

tampak gelap biru kobalt. C-PC tidak hanya digunakan sebagai bahan nutrisi dan

pewarna alami untuk makanan dan kosmetik, tetapi juga digunakan dalam diagnostik,

penelitian biomedis dan terapi yang mungkin (Song, 2013).Menurut Moraes, (2010)

C-phycocyanin (C-PC) dapat diekstraksi dari cyanobacteria seperti Spirulina

platensis, yang telah banyak digunakan dalam aplikasi komersial di industri makanan

dan kosmetik sebagai pewarna biru alami. Phycocyanin adalah pigmen biru alam yang

paling penting yang digunakan dalam makanan dan bioteknologi karena warna

mereka, fluorescence dan sifat antioksidan. Cyanobacteria, sebagai sumber PC sedang

dieksploitasi untuk waktu yang lama (Kumar, 2014).Phycocyanin (PC) digunakan

untuk pewarna makanan, aplikasi diagnostik nutraceutical dan immuno dan terutama

diekstrak dari Spirulina. Struktur sel Spirulina dikelompokkan menjadi bakteri

prokariotik. Dalam Spirulina sel, karotenoid, klorofil, dan phycocyanin (PC) adalah

pigmen utama sebesar 0,4, 1,0 dan 14% berat kering, masing-masing PC adalah (biru)

protein pigmen (biliprotein) terletak di sistem tilakoid atau lamellas fotosintesis dalam

membran sitoplasma Duangsee, 2009.

Page 11: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

11

2.2. Fikosianin dan Karakteristiknya

Pigmen yang terdapat di dalam spirulina dikelompokkan menjadi tiga kelas: (1)

klorofil a terdiri dari 1,7% dari berat sel, (2) karotenoid dan xantofil yang berkisar

antara 0,5% berat sel, (3) fikobiliprotein yaitu fikosianin dan allofikosianin yang

secara normal terdiri dari 20% protein seluler dan secara kuantitatif merupakan

pigmen yang paling dominan pada spirulina (Richmond 1988).Keberadaan fikosianin

ini adalah sebagai komponen penyimpan nitrogen pada spirulina. Ketika ketersedian

nitrogen di dalam media menurun atau secara keseluruhan media pertumbuhan

kehilangan nitrogen, maka fikosianin mengalami penurunan dan penurunan jumlah ini

berkaitan dengan meningkatknya aktivitas protease yang bertindak dalam purifikasi c-

fikosianin (Richmond 1988).

Klorofil a merupakan pigmen fotosintesis spirulina yang terletak pada tilakoid tunggal

dan tersebar di dalam kromoplasma. Pada permukaan tilakoid terdapat struktur

granula berupa fikobilisom yang terdiri dari fikobiliprotein yang berfungsi untuk

menyerap cahaya dan diduga melindungi pigmen fotosintesis lainnya dari oksidasi

pada cahaya berintensitas tinggi. Lipofilik pigmen seperti klorofil dan karoten

terkandung sebesar 5% dari biomasa kering. Secara umum, bentuk pigmen pada

chlorophyceace serupa dengan yang ditemukan pada tanaman tingkat tinggi.

Cyanobacteria tidak mengandung klorofil b. Degradasi komponen klorofil seperti

phaeophorbide a dapat menyebabkan iritasi kulit pada manusia. Degradasi tersebut

terjadi karena pemindahan magnesium dan pembelahan enzimatis phytol ester oleh

chlorophyllase. Perlakuan pemanasan selama 3 menit pada suhu 100oC dibutuhkan

untuk menginaktivasi enzim chlorophyllase (Richmond 1988).

Pigmen fikosianin berwarna biru tua yang dapat memancarkan warna merah tua (Ó

Carra & Ó hEocha 1976). Fikosianin termasuk golongan biliprotein. Fikosianin

sebagai biliprotein diketahui mampu menghambat pembentukan koloni kanker

(kupka, 2007). Biliprotein atau biasa dikenal dengan fikobiliprotein adalah kelompok

pigmen yang ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga hijau-biru)

dan Cryptophyta (alga crytomonad). Pigmen ini berfungsi sebagai penyerap cahaya

pada sistem fotosintesis (Ó Carra &Ó hEocha 1976). Kelompokpigmen ini

Page 12: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

12

diantaranya adalah R-phycoerythrin, C-phycoerythrin B-phycoerythrin,

allophycocyanin, R-phycocyanin dan C-phycocyanin.

Fikosianin adalah pigmen yang paling banyak pada alga hijau biru, dan jumlahnya

lebih dari 20% berat kering alga (Richmond 1990). Fikosianin adalah pigmen

dominan pada Spirulina (Richmond 1988). Kandungan fikosianin dalam 500 mg

tablets spirulina adalah sebanyak 333,0 mg (Tietze 2004). Fikosianin mempunyai

absorbansi cahaya maksimum pada panjang gelombang 546 nm. Berat bobot molekul

fikosianin (C-fikosianin) adalah sebesar 134 kDa, namun ditemukan bobot molekul

yang lebih besar (262kDa) dari ekstrak fikosianin segar pada banyak spesies. Bobot

molekul yang lebih besar ini diduga disebabkan oleh keberadaan fragmen fikobilisom

(Ó Carra &Ó hEocha, 1976).

Gambar 2. Struktur fikosianin (Sumber : Goodwin, 1976 danO Carra & O Heocha,

1976).

Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka yang mungkin

mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen (Romay et al. 1998). Struktur

kimia chromophores pada c-fikosianin, (tetraphyrroles terbuka) sangat mirip dengan

bilirubin. Romay et al. (1998) melaporkan bahwa bilirubin adalah antioksidan yang

penting untuk fisiologis manusia karena mampu mengikat radikal peroksi dengan cara

mendonorkan atom hidrogen yang terikat pada atom C ke 10 pada molekul

tetraphyrroles.

Page 13: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

13

Fikosianin merupakan salah satu dari tiga pigmen (klorofil dan karotenoid) yang

mampu menangkap radiasi sinar matahari paling efisien (Kupka, 2007). Fikosianin

merupakan kompleks pigmen-protein yang saling berhubungan dan terlibat dalam

pemanenan cahaya dan energi transduksi. Fikosianin dapat bertindak sebagai bahan

penyimpan nitrogen karena konsentrasi fikosianin tinggi bila Spirulina platensis

ditumbuhkan dalam kondisi nitrogen yang optimal (Boussiba & Richmond 1980).

Pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar seperti air. Kupka (2007) dan El-

Baky (2003), juga melaporkan bahwa pemanfaatan pigmen fikosianin sebagai bahan

pewarna alami pada bahan makanan telah lama dilakukan. Perusahaan Dainippon Ink

& Chemicals (Sakura), bahkan telah mengembangkan produk dengan bahan dasar

pigmen fikobiliprotein dengan nama Lina Blue. Produk ini telah diaplikasikan pada

permen karet, ice sherberts, popsicles, permen, minuman ringan, dairy product, dan

wasabi. Sebagai pewarna alami, pigmen fikosianin juga berpotensi menjadi pewarna

untuk produk kosmetika yang bernilai jual tinggi. Contoh produk yang telah mereka

kembangkan adalah lispstick dan eyeliners (Spolaore et al. 2006).

Kondisi kultur dapat mempengaruhi fase pertumbuhan spirulina, mempengaruhi

perubahan komposisi dan dapat meningkatkan atau menurunkan proporsi

phycobiliproteins termasuk fikosianin.Jumlah komponen fenolik dapat ditingkatkan

dengan mengubah kondisi kultur sehingga dapat meningkatkan antioksidan dan

biomassa dari Spirulina platensis. Mikroalga merupakan mikroorganisme fotoautrotof

obligat sehingga dalam hidupnya, mikroalga membutuhkan sinar matahari sebagai

sumber energi dan karbondioksida sebagai sumber karbon untuk memproduksi

karbohidrat dan ATP. Kultur media dalam air laut yang optimal juga mengandung

nutrisi seperti C, N, O, H, P, dan Ca, S, Mg, dan K sebagai trace metal, serta agen

pengkelat seperti Fe, Mn, Cu, Mo, dan Co (Walter, 2011).

2.3. Ekstraksi Fikosianin

Dalam mengekstrak pigmen fikosianin dari Spirulina sp., yang pertama-tama

dilakukan adalah memasukkan biomassa spirulina ke dalam erlenmeyer. Kemudian

melarutkannya dengan aquades (metode ekstraksi pelarut polar). Hal ini dikarenakan

fikosianindapat larut dalam pelarut polar. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori

Syah et al. (2005) yang menyatakan bahwa spirulina mampu menghasilkan pigmen

Page 14: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

14

fikosianin berwarna biru. Pigmen ini dapat larut pada pelarut polar seperti air. Hal ini

juga diungkapkan dalam penelitian Walter (2011), yaitu bahwa dalam mengekstrak

fikosianin dari Spirulina digunakan pelarut polar yang memiliki pH netral yaitu buffer

fosfat pH 7.

Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pengadukan menggunakan stirrer selama kurang

lebih 2 jam. Pengadukan ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan untuk

memaksimalkan ekstraksi polar. Setelah itu larutan disentrifugasi 5000 rpm selama 10

menit hingga diperoleh endapan dan supernatant (cairan berisi fikosianin). Hal ini

sesuai dengan teori Silveira et al. (2007) yang menyebutkan bahwa langkah setelah

ekstraksi polar adalah sentrifugasi untuk mengendapkan debris sel dan mengambil

pigmen fikosianin yang larut dalam pelarut polar (air). Tujuan sentrifugasi secara

umum adalah untuk memisahkan padatan dan cairan sehingga tidak mengganggu

proses pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer. Hal ini didukung oleh

Kimball (2005), yang menyatakan bahwa Prinsip utama sentrifugasi adalah

memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya

sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan

substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut

dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan

yang bervariasi, contohnya 2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm. Kemudian

supernatant yang diperoleh diambil dan diukur kadar fikosianinnya dengan

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Hal

ini sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian Bennet & Bogorad (1973)

dalam Antelo et al. (2010) yang menyatakan bahwa supernatan atau filtrat hasil

ekstraksi fikosianin dapat diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang

615 nm dan 652 nm.Setelah diukur dengan spektrofotometer, supernatant

ditambahkan dekstrin dengan perbandingan supernatant : dekstrin = 1 : 1. Tujuan

penambahan dekstrin dalam pembuatan pewarna bubuk fikosianin menurut Murtala

(1999) adalah untuk mempercepat pengeringan danmencegah kerusakan akibat

panas,melapisi komponen flavour,meningkatkan total padatan, danmemperbesar

volume.

Menurut Reynold (1982), dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari

hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam,

Page 15: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

15

berwarna putih sampai kuning. Pada pembuatan dekstrin, rantai panjang pati

mengalami pemutusan oleh enzim atau asam menjadi dekstrin dengan molekul yang

lebih pendek, yaitu 6-10 unit glukosa, dengan rumus molekul (C6H10O5)n.

Berkurangnya panjang rantai menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari pati yang

tidak larut dalam air menjadi dekstrin yang mudah larut dalam air, memiliki

kekentalan lebih rendah dibandingkan pati. Dekstrinbersifat mudah larut dalam air,

lebih cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil daripada pati. Fungsi dekstrin

pada umumnya yaitu sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor

dan pewarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) karena

dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk (Ribut dan Kumalaningsih,

2004).Arief, (1987), mengemukakan bahwa struktur molekul dekstrin berbentuk

spiral, sehingga molekul- molekul flavor yang terperangkap di dalam struktur spiral

helix. Dengan demikian penambahan dekstrin dapat menekan kehilangan komponen

volatile selama proses pengolahan.

Penambahan dekstrin ke dalam produk dapat mengurangi kerusakan pigmen akibat

oksidasi. Fennema (1976) mengemukakan bahwa dekstrin tersusun atas unit glukosa

yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya

proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin memiliki sifat yang dapat larut dalam air,

lebih stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil dan

senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi dalam hal ini adalah untuk

melindungi fikosianin.

Dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah, sehingga pemakaian dalam

jumlah banyak masih diijinkan. Hal ini justru akan menguntungkan jika pemakaian

dekstrin ditujukan sebagai bahan pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat

meningkatkan berat produk serta memerangkap senyawa penting untuk

mempertahankan stabilitasnya (Wiyono, 2007).Dekstrin dapat digunakan pada proses

enkapsulasi, untuk melindungi senyawa volatile, melindungi senyawa yang peka

terhadap oksidasi atau panas, karena molekul dari dekstrin stabil terhadap panas dan

oksidasi. Dekstrin dapat melindungi stabilitas flavor selama pengeringan dengan

menggunakan spray dryer (Suparti, 2000).

Page 16: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

16

Adapun teknik dalam penuangan supernatant dan dekstrin perlu diperhatikan yaitu

dengan menuangkan dekstrin ke dalam alas / loyang pengering dahulu kemudian

barulah sedikit demi sedikit supernatant dituangkan di atasnya agar pencampuran

supernatant dengan dekstrin dapat tercampur secara sempurna. Setelah tercampur rata,

campuran supernatant dengan dekstrin tadi kemudian dimasukkan ke dalam oven

bersuhu 45°C dan dikeringkan hingga kering ± kadar airnya mencapai 7% (tidak perlu

mengukur kadar air – cukup diambil menggunakan spatula dan dilihat kering atau

masih menggumpal). Setelah dikeringkan maka akan terlihat atau terbentuk adonan

kering yang gempal, maka perlu dihancurkan dengan mengunakan alat penumbuk

hingga berbentuk powder.

Metode pengeringan fikosianin yang dilakukan dalam praktikum ini sudah sesuai

dengan yang diungkapkan oleh Desmorieux & Decaen (2006), yang menyatakan

bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan pemanasan yang

dirancang sedemikian rupa hingga suhu berkisar antara 40-60°C dan dengan

kecepatan udara 1,9 hingga 3,8m/s karena pengeringan yang dilakukan dalam

praktikum menggunakan suhu 45°C. Suhu pengeringan di atas 60°C akan

menyebabkan degradasi fikosianin dan timbulnya reaksi maillard. Kondisi

pengeringan secara konfeksi pada lapisan tipis yang paling optimum dilakukan pada

kondisi suhu dibawah 40°C dan kecepatan udara dibawah dan 2,5m/s. Pengeringan

menggunakan cahaya matahari langsung juga dapat dilakukan tetapi tidak

direkomendasikan untuk produk bagi konsumsi manusia selain karena dapat

menimbulkan aroma yang tidak diinginkan juga dapat meningkatkan jumlah

kontaminasi bakteri. Pengeringan spray memberikan hasil yang cukup memuaskan

dan secara umum tidak berakibat buruk terhadap kandungan gizi spirulina.

Penyimpanan spirulina dilakukan dalam keadaan kering karena spirulina kering tidak

mudah terfermentasi (Angka dan Suhartono 2000).

Pada hasil pengamatan yang diperoleh dalam praktikum, diperoleh bahwa dengan

pengukuran optical density (OD615 dan OD652), konsentrasi fikosianin, yield fikosianin

dan warna pada masing-masing kelompok berbeda-beda. Berdasarkan hasil tersebut

maka dapat diketahui bahwa konsentrasi fikosianin dan yield fikosianin dipengaruhi

langsung oleh optical density, karena menurut Bennet & Bogorad (1973) dalam

Page 17: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

17

Antelo et al. (2010), besarnya nilai KF (konsentrasi fikosianin) dapat dihitung dengan

persamaan :

Konsentrasi fikosianin (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )

5,34

Nilai yield diperoleh dari penghitungan KF (konsentrasi fikosianin) dikalikan dengan

volume filtrat dan dibagi dengan berat biomassa. Dengan demikian, besarnya nilai

OD615dan OD652akan berbanding lurus dengan perolehan KF dan yield

fikosianin.Sedangkan optical density atau absorbansi sendiri sangat dipengaruhi oleh

kejernihan larutan. Hal ini didukung oleh Fox (1991), yang jugamenyatakan bahwa

metode absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Semakin

pekat dan keruh suatu larutan, absorbansinya semakin tinggi. Jadi apabila semakin

tinggi OD maka konsentrasi dan yield fikosianin juga semakin tinggi karena nilai OD

berbanding lurus dengan konsentrasi dan yield fikosianin.

Pada table 1. hasil pengamatan dapat dilihat bahwa warna yang dihasilkan dari setiap

kelompok berbeda-beda dari yang berwarna biru muda hingga biru tua. Warna biru

tua diperoleh oleh kelompok B2, sedangkan pada kelompok yang lain berkisar antara

warna biru muda. Padahal jumlah sampel dan dekstrin yang ditambahkan pada semua

kelompok sama yaitu 20 ml supernatant dan 20 mg dekstrin. Hal ini dapat terjadi

karenakemungkinan adanya kekurangtelitian praktikan dalam mengambil dan

menimbangdekstrin sehingga dekstrin yang ditambahkan tidak sama karena menurut

Wiyono (2007), penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan membuat

bubuk fikosianin menjadi pudar/cenderung cerah, karena warna dekstrin adalah putih

sehingga dengan adanya penambahan dekstrin yang terlalu banyak akan membuat

bubuk fikosianin memudar. Atau juga dapat diakibatkan kesalahan saat

mencampurkan supernantant dengan dekstrin, pencampuran supernatant dengan

dekstrin secara bersamaan dan langsung dapat mengakibatkan pencampuran kurang

sempurna sehingga dekstrin juga kurang dapat memerangkap pigmen fikosianin

dengan sempurna, akibatnya dekstrin juga kurang dapat melindungi pigmen secara

sempurna saat pengeringan berlangsung, hal ini akan memperngaruhi hasil warna

akhir bubuk fikosianin menjadi semakin pudar.

Page 18: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

18

Page 19: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru.

Pigmen yang terdapat di dalam spirulina dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu

klorofil a, karotenoid dan xantofil, serta fikobiliprotein yaitu fikosianin dan

allofikosianin yang secara normal terdiri dari 20% protein seluler dan secara

kuantitatif merupakan pigmen yang paling dominan pada spirulina.

Fikosianin dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam bahan pangan

maupun non-pangan.

Pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar seperti air.

Pengadukan ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan untuk

memaksimalkan ekstraksi polar.

Tujuan sentrifugasi secara umum adalah untuk memisahkan padatan dan cairan

sehingga tidak mengganggu proses pengukuran absorbansi menggunakan

spektrofotometer.

Hasil ekstraksi fikosianin dapat diukur dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 615 nm dan 652 nm.

Tujuan penambahan dekstrin adalah untuk melindungi pigmen selama pemanasan,

bahan pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat meningkatkan berat

produk serta memerangkap senyawa penting untuk mempertahankan stabilitasnya.

Pengeringan fikosianin dilakukan pada suhu 45oC untuk mencegah terjadi nya

degradasi fikosianin oleh panas yang terlalu tinggi dan timbulnya reaksi maillard.

Besarnya nilai ODberbanding lurus dengan perolehan KF dan yield fikosianin.

Untuk memperoleh hasil warna yang maksimal (hijau tua), maka metode

pencampuran supernatant dan dekstrin perlu diperhatikan.

Semarang, 1Oktober 2015 Praktikan Asisten dosen

Robby Chaniago - Deanna Suntoro (13.70.0179) - Ferdyanto Juwono

19

Page 20: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka SI dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.

Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. (2010). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.

Arylza, IS. (2003). Isolasi pigmen bru fikosianin dari mikroalga Spirulina plantesis. Journal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38:79-92.

Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press. Yogyakarta.

Bennett, A.; Bogorad, L. (1973)Role of the Linker Polypeptides in the Assembly of Phycocyanin. The Journal of Biological Chemistry, 257, No. 7, 3429.

Boussiba S and Richmond A. (1980). c-Phycocianin as a storage protein in the blue-green alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.

Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Colla, Luciane M., Eliana Badiale F., Jorge A. V. Antioxidant Properties of Spirulina platensis Cultivated Under Different Temperatures and Nitrogen Regimes.Z. Naturforsch 59c: 55-59.

Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.

Diharmi A. 2001. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikrolaga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Duangsee R., et all. (2009). Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry. Thailand.

El-Baky HHA. 2003. Over production of phycocyanin pigment in blue green alga Spirulina sp. And it’s Inhibitory effect on growth of Ehrlich Aschites Carcinoma Cells Journal Medical Science 3(4):314-324.

Fennema, O.R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hemlata,et all. (2011). Studies on Anabaena sp. NCCU-9 with special reference to phycocyanin. J. Algal Biomass Utln. India

20

Page 21: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

21

Kimball, J.W. (1992). Biologi. Terjemahan oleh: Siti Soetarmi Tjitrosomo & Nawangsari Sugiri. Jakarta: Erlangga.

Kupka, M. and Scheer, H. (2007). Unfolding of C-phycocyanin followed by loss of noncovalent chromophore–protein interactions 1.Equilibrium experiments. Biochimica et Biophysica Acta. 1777: 94–103.

Kumar D.,et all. (2014). Extraction and purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis (CCC540). Ind J Plant Physiol

Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Moraes C.C., et all. (2011). C-PHYCOCYANIN EXTRACTION FROM Spirulina platensis WET BIOMASS. Universidade Federal do Rio Grande. Brazil.

Murtala, S. S. 1999. Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang. 70 hal.

Ó Carra P, Ó hEocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371.

Pamungkas Estiamboro. 2005. Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Kujang dengan Spirulina sp. pada Reaktor Curah (Batch). [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Reynolds, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth. The Pharmacentical Press. London.

Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.

Richmond A. (1988). Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor. Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae. Inflammation Research 47:36-41.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.; Bioresour. Technol. 2007, 98, 1629.

Page 22: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

22

Song W., et all. (2013). A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics. China.

Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. 2006. Comercial Application of Microalgae Review. J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.

Suparti, W. 2000. Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.

Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Tietze HW. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.

Tim IPPOM MUI. (2005). Dilema Pewarna Makanan. www.republika-online.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2015.

Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R. S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Vol. 54, pp 675-682.

Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

Page 23: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )

5,34

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)

Kelompok B1

KF= 0,1521 – 0,474 (0,1094)

5,34 = 1,877 mg/ml

Yield = 1 ,877 ×56

8= 13,139 mg/g

Kelompok B2

KF = 0,1481 – 0,474 (0,1094)

5,34 = 1,800 mg/ml

Yield = 1 ,8 00×56

8= 12,600mg/g

Kelompok B3

KF = 0,1393 – 0,474 (0,1732)

5,34 = 1,071 mg/ml

Yield = 1 ,071 ×56

8= 7,497 mg/g

Kelompok B4

23

Page 24: Fikosianin_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

24

KF = 0,1676 – 0,474 (0,1749)

5,34 = 1,586 mg/ml

Yield = 1 ,586×56

8= 11,103 mg/g

Kelompok B5

KF = 0,1217 – 0,474 (0,1743)

5,34 = 0,732 mg/ml

Yield = 0,732×56

8= 5,124 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal