FIKOSIANIN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Milka Melinda Susanto NIM: 13.70.0012 Kelompok: D3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
FIKOSIANIN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama: Milka Melinda Susanto
NIM: 13.70.0012
Kelompok: D3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain erlenmeyer, gelas ukur,
pengaduk/stirrer, plate strirrer, tabung sentrifuge, wadah, sentrifuge, spektrofotometer,
timbangan elektrik, dan oven.
1.1.2. Bahan
Bahan – bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah biomasa Spirulina
basah/kering, aquades, dan dekstrin.
1.2. Metode
1.2.1. Pembuatan Pewarna Bubuk
Biomasa Spirulina ditimbang sebanyak 8 gram
Dimasukkan dalam Erlenmeyer dan dilarutkan dalam aquades dengan
perbandingan 1 : 10
Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam
Larutan di-sentrifuge (5000 rpm, 10 menit) sehingga
terbentuk endapan dan supernatan
Supernatan dipisahkan dari endapan dan diukur volumenya (vol. total filtrat)
8 ml supernatan diambil dan ditambah dekstrin dengan perbandingan 1:1
Diaduk hingga rata, lalu dituangkan ke dalam loyang dan dikeringkan dalam oven
(45-50˚C)
Didapatkan adonan kering yang gempal
Adonan ditumbuk hingga berbentuk serbuk
1.2.2. Analisa Fikosianin
Kadar fikosianin ditentukan menggunakan rumus
Rumus perhitungan kadar fikosianin (mg/g):
Supernatan/filtrat hasil ekstraksi diambil sebanyak 1 ml dan ditambah dengan 9
ml aquades (pengenceran 10-1), lalu dilakukan spektrofotometri dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan isolasi pigmen fikosianin dari Spirulina dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin
KelBerat Biomasa
Kering (g)Jumlah Aquades yang
ditambahkan (ml)Total Filtrat yang
diperoleh (ml)OD615 OD652
KF (mg/ml)
Yield(mg/g)
WarnaSebelum dioven
Sesudah dioven
D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +
Keterangan: Warna:+ = biru muda++ = biru+++ = biru tua
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa biomasa Spirulina yang digunakan sebanyak 8 gram, jumlah aquades yang ditambahkan
sebanyak 80 ml, dan total filtrat yang didapatkan sebanyak 55 ml. Konsentrasi fikosianin/KF tertinggi terdapat pada kelompok D4 sebesar
0,211 mg/ml dan terendah pada kelompok D5 sebesar 0,136 mg/ml. Kadar fikosianin/yield tertinggi terdapat pada kelompok D4 sebesar
1,451 mg/g dan terendah pada kelompok D5 sebesar 0,935 mg/g. Hasil pengamatan secara sensori menunjukkan semua sampel mengalami
perubahan warna setelah dioven yaitu dari biru menjadi biru muda.
3. PEMBAHASAN
Warna merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam industri pangan.
Secara umum pewarna dibedakan menjadi dua yaitu pewarna alami yang berasal dari
alam dan pewarna buatan yang berasal dari senyawa kimia (Mohammad, 2007).
Menurut Arylza (2003), pewarna alami yang ditambahkan dalam produk pangan lebih
mudah diuraikan oleh tubuh, sehingga tidak memberikan dampak negatif bagi
kesehatan. Meskipun demikian, pewarna alami mempunyai beberapa kelemahan antara
lain kurang stabil terhadap cahaya, suhu tinggi/panas dan pH, serta produksinya sangat
terbatas dan harganya mahal, sehingga kurang cocok untuk digunakan dalam skala
besar. Salah satu pigmen yang sering digunakan dalam industri pangan adalah
fikosianin.
Fikosianin (C33H40O6) adalah pigmen berwarna biru yang banyak ditemukan pada blue-
green algae. Secara kimia, pigmen ini tersusun dari biliprotein dengan rantai tetrapirol
terbuka dan mempunyai berat molekul sebesar 210 kda (Salama et al., 2015).
Karakteristik dari pigmen fikosianin adalah berwarna biru, mudah larut dalam pelarut
polar seperti air, dan sensitif terhadap pemanasan (Chandra, 2011). Selain itu Walter et
al. (2011) menambahkan bahwa fikosianin mempunyai nilai OD yang tinggi dan
kestabilan yang baik terhadap cahaya. Kemampuan penyerapan cahaya fikosianin akan
maksimal pada panjang gelombang 620 nm. Fikosianin biasanya diaplikasikan dalam
pembuatan permen karet, produk olahan susu dan jeli (Salama et al., 2015). Beberapa
spesies penghasil pigmen fikosianin adalah Spirulina platensis, Synechococcus sp.,
Anabaena cylindrica, Aphanothece halophytica, Nostoc sp. dan Anabaena ambigua
(Vijaya & Anand, 2009).
Spirulina merupakan salah satu organisme multiseluler yang termasuk dalam kelompok
blue-green microalgae. Sebagian besar mikroalga ini hidup di perairan yang bersifat
basa seperti rawa atau di perairan yang dangkal di daerah tropis. Spirulina mempunyai
struktur tubuh berupa filamen yang berbentuk silinder dan tidak bercabang (Sivasankari
et al., 2014). Menurut Richmond (1988), microalgae ini banyak mengandung pigmen
fikosianin yaitu sekitar 20% dari berat kering. Henrikson (1989) menambahkan bahwa
10 gram Spirulina dapat mengandung sekitar 1400 mg pigmen fikosianin. Intensitas
warna biru dari pigmen fikosianin dipengaruhi oleh cara hidup dari Spirulina. Biasanya
Spirulina hidup secara berkoloni, sehingga warna pigmen yang dihasilkan adalah biru
kehijauan hingga biru tua. Selain fikosianin, Spirulina juga memiliki beberapa pigmen
lain yang terdapat dalam jumlah sedikit seperti phycoerythrin dan allophycocyanin
(Walter et al., 2011).
Berdasarkan jurnal Walter et al. (2011), Spirulina platensis mengandung beberapa
komponen penting seperti antioksidan, fikosianin, dan asam lemak tidak jenuh yang
dapat mengingkatkan kolesterol HDL dalam darah. Pigmen fikosianin yang diekstrak
dari mikroalga mempunyai ikatan rangkap, sehingga lebih tahan terhadap proses
oksidasi dan kerusakan akibat radiasi. Selain itu karena tahan terhadap oksidasi, maka
pigmen ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pewarna alami tanpa adanya
dampak negatif bagi kesehatan. Gelagutashvili & Tsakadze (2013) menambahkan
bahwa fikosianin mempunyai kemampuan yang baik dalam menangkal radikal bebas
dan mempunyai efek fluorescence, sehingga dapat digunakan dalam pengujian
laboratorium dan immunoassay test. Hasil penelitian Romay & Gonzalez (2000) dalam
Salama et al. (2015) menunjukkan bahwa fikosianin mempunyai aktivitas antioksidan
20 kali lebih banyak dibandingkan asam askorbat.
Menurut Arylza (2003) dan Borowitzka & Borowitzka (1988), pengunaan pewarna
alami fikosianin dari Spirulina dapat mengurangi masalah produksi bahan pewarna yang
terbatas. Hal ini disebabkan karena mikroalga seperti Spirulina dapat tumbuh dengan
cepat, sehingga produksi pigmen berlangsung secara terus-menerus dan dapat dipanen
dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengisolasi pigmen fikosianin dari Spirulina sp. dan membuat pewarna bubuk dari
fikosianin.
3.1. Pembuatan Pewarna Bubuk
Dalam percobaan ini, mula – mula biomasa Spirulina ditimbang sebanyak 8 gram, lalu
dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan 1:10. Biomasa Spirulina yang di-
gunakan dalam praktikum ini berbentuk serbuk dengan warna biru kehijauan. Hal ini
sesuai dengan teori Henrikson (1989) bahwa Spirulina yang hidup secara berkoloni
memiliki warna biru kehijauan hingga biru tua. Penggunaan aquades berfungsi sebagai
pelarut pigmen fikosianin yang terkandung dalam Spirulina. Menurut Syah et al.
(2005), air merupakan pelarut polar, sehingga dapat melarutkan pigmen fikosianin yang
terkandung dalam Spirulina. Selain itu penggunaan aquades sebagai pelarut juga sesuai
dengan langkah kerja dalam jurnal Walter et al. (2011), dimana fikosianin diekstrak
menggunakan buffer fosfat pH 7. Kemudian larutan diaduk menggunakan stirrer selama
± 2 jam. Pengadukan dengan stirrer dilakukan untuk menghomogenkan larutan sehingga
proses ekstraksi fikosianin dari Spirulina dapat berlangsung lebih maksimal (Becker,
1994).
Selanjutnya larutan di-sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm,
sehingga dihasilkan cairan/supernatant dan endapan. Menurut Kimball (2005),
sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan cairan dari komponen padatannya, dimana
pada akhir proses dihasilkan fase padat berupa endapan dan fase cair berupa filtrat yang
mengandung pigmen fikosianin. Setelah selesai, supernatant/filtrat dipisahkan dari
endapan dan diukur volumenya (volume total filtrat). Kemudian filtrat diambil sebanyak
8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan 1:1 (sebanyak 8 gram dekstrin), lalu
diaduk hingga merata. Penambahan dekstrin berfungsi sebagai lapisan pelindung
fikosianin, sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan fikosianin akibat proses
pemanasan dengan suhu yang tinggi (Fennema, 1976). Selain itu penambahan dekstrin
juga dapat mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan jumlah fikosianin yang
dihasilkan (Murtala, 1999).
Menurut Rogers (1986), dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari proses
hidrolisis pati. Pada umumnya dekstrin mempunyai karakteristik berwarna putih, mudah
larut dalam air, tidak kental, mudah terdispersi dan mempunyai kestabilan panas yang
lebih baik dibandingkan pati. Secara kimia, dekstrin tersusun dari molekul – molekul
yang berbentuk spiral, sehingga mempunyai kemampuan untuk mengikat dan
memerangkap komponen flavor maupun pewarna dengan baik (Arief, 1987). Selain itu
penambahan dekstrin juga dapat mengurangi terjadinya penguapan komponen selama
proses pengolahan (Suparti, 2000).
Setelah itu adonan dituang ke dalam loyang dan dikeringkan dalam oven bersuhu 45-
50˚C. Setelah kering, adonan ditumbuk sampai berbentuk serbuk. Suhu yang digunakan
dalam praktikum ini sudah sesuai dengan teori Metting dan Pyne (1986), dimana
pengeringan fikosianin biasanya dilakukan pada suhu dibawah 60˚C. Hal ini disebabkan
karena fikosianin sangat sensitif terhadap suhu yang tinggi, sehingga mudah mengalami
degradasi/kerusakan. Selain itu suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan terjadinya
reaksi maillard yang akan berpengaruh terhadap penampakan fisik fikosianin
(Henrikson, 1989).
Dari hasil pengamatan secara sensori menunjukkan bahwa fikosianin yang dihasilkan
pada semua kelompok mengalami perubahan warna setelah dikeringkan dalam oven.
Perubahan warna terjadi dari biru menjadi biru muda. Hasil ini menunjukkan bahwa
pigmen fikosianin tidak stabil terhadap pemanasan, sehingga warnanya menjadi pudar.
Pernyataan tersebut didukung dengan teori Chandra (2011) dan Walter et al. (2011)
bahwa pigmen fikosianin dari Spirulina sangat sensitif terhadap suhu tinggi, namun
stabil terhadap cahaya. Selain itu Angka dan Suhartono (2000) menambahkan bahwa
penggunaan dekstrin yang terlalu banyak dapat menyebabkan warna fikosianin menjadi
semakin pudar/pucat. Dalam praktikum ini jumlah dekstrin yang ditambahkan sebanyak
8 gram, sedangkan pigmen fikosianin yang terkandung dalam 8 ml filtrat tidak terlalu
banyak, sehingga ketika dicampurkan maka warna putih dari dekstrin akan mengurangi
intensitas warna biru dari pigmen fikosianin dalam filtrat.
Menurut Zhang et al. (2015), beberapa kendala yang menghambat proses ekstraksi
fikosianin adalah adanya dinding sel multilayer pada sebagian mikroalga sehingga
menghambat masuknya air ke dalam sel, serta banyaknya jumlah kontaminan yang
terlarut di dalam sel. Hingga saat ini telah banyak metode yang dikembangkan untuk
ekstraksi fikosianin, namun dengan biaya dan waktu yang lebih banyak. Oleh karena itu
dalam praktikum ini, ekstraksi fikosianin dilakukan menggunakan sentrifugasi, dimana
padatan dan fikosianin akan tepisah dalam dua fase yaitu endapan dan cairan.
3.2. Analisa Fikosianin
Dalam percobaan ini, mula – mula supernatant/filtrat hasil ekstraksi diencerkan sampai
10-1. Pengenceran dilakukan dengan cara mencampurkan 1 ml filtrat dengan 9 ml
aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kepekatan dari larutan, sehingga
didapatkan hasil yang akurat. Setelah itu dilakukan spektrofotometri dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm untuk mengetahui konsentrasi fikosianin dalam larutan.
Panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum ini sudah sesuai dengan panjang
gelombang yang digunakan dalam jurnal Walter et al. (2011), dimana konsentrasi
fikosianin ditentukan melalui spektrofotometri pada panjang gelombang 615 nm dan
652 nm.
Dari tabel 1 didapatkan bahwa konsentrasi fikosianin yang terkandung dalam 55 ml
filtrat berkisar antara 0,136 – 0,211 mg/ml, dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada
kelompok D4 sebesar 0,211 mg/ml dan terendah pada kelompok D5 sebesar 0,136
mg/ml. Kadar/yield fikosianin yang dihasilkan berkisar antara 0,935 – 1,451 mg/g,
dengan kadar tertinggi terdapat pada kelompok D4 sebesar 1,451 mg/g dan terendah
pada kelompok D5 sebesar 0,935 mg/g. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi fikosianin, maka yield yang diperoleh juga semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena nilai yield diperoleh melalui rumus, dimana kadar fikosianin/yield
berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin. Sedangkan konsentrasi fikosianin
dipengaruhi oleh nilai OD, dimana selisih OD615 dan OD652 berbanding lurus dengan
konsentrasi fikosianin/KF, sehingga semakin besar selisih OD maka konsentrasi
fikosianin yang diperoleh semakin tinggi (Antelo et al., 2010). Oleh karena itu, hasil
pengamatan yang didapatkan sudah sesuai dengan teori tersebut.
Selain itu dari tabel 1 didapatkan bahwa nilai OD yang diperoleh pada panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm lebih dari 0,1 sehingga hasil tersebut sudah sesuai
dengan pernyataan Walter et al. (2011), dimana fikosianin mempunyai nilai OD yang
tinggi yaitu lebih dari 0,1. Selain itu dari tabel 1 juga diketahui bahwa nilai OD652 pada
sebagian besar kelompok lebih rendah dibandingkan OD615. Hal ini disebabkan karena
kemampuan fikosianin dalam menyerap cahaya pada panjang gelombang 615 nm lebih
baik dibandingkan pada panjang gelombang 652 nm. Pernyataan tersebut didukung
dengan penelitian Walter et al. (2011) bahwa fikosianin mempunyai kemampuan
penyerapan cahaya yang maksimal pada panjang gelombang 620 nm. Dari teori tersebut
dapat diketahui range panjang gelombang 615 nm tidak terlalu jauh dari 620 nm,
sehingga kemampuan penyerapan cahaya fikosianin pada panjang gelombang 615 nm
tidak berbeda jauh dengan 620 nm. Namun pada kelompok D5, nilai OD652 justru lebih
tinggi dibandingkan OD615. Hal ini dapat disebabkan karena dalam adanya kesalahan
pengenceran, sehingga konsentrasi filtrat yang diukur masih pekat (Fox, 1991). Hal
tersebut didukung dengan hasil penelitian Walter et al., (2011), dimana semakin jernih
larutan, maka konentrasi fikosianin yang didapat semakin tinggi. Selain itu adanya
kesalahan dalam melakukan spektrofotometri seperti cara memegang cuvet yang tidak
benar juga dapat mengganggu penyerapan cahaya sehingga berpengaruh pada nilai OD
yang didapatkan.
Berdasarkan hasil penelitian Salama et al. (2015), pigmen fikosianin juga dapat
diekstrak dari cyanobacteria seperti Anabaena oryzae. Ada dua cara yang dapat
dilakukan untuk mengekstrak pigmen fikosianin dari cyanobacteria yaitu secara fisik
(dengan freezing-thawing) dan enzimatis dengan enzim lysozyme. Kadar fikosianin yang
dihasilkan dari perlakuan freezing-thawing dapat mencapai 69,2%, sedangkan kadar
fikosianin yang dihasilkan dari perlakuan enzimatis 63,2%. Meskipun demikian,
masing-masing perlakuan mempunyai kelemahan yaitu dapat terjadi kerusakan sel
cyanobacteria pada perlakuan freezing-thawing dan adanya pengaruh suhu terhadap
aktivitas enzim.
4. KESIMPULAN
Ada dua jenis pewarna yaitu pewarna alami dan pewarna buatan.
Fikosianin merupakan pigmen alami berwarna biru yang banyak ditemukan pada
blue-green algae.
Karakteristik dari pigmen fikosianin adalah berwarna biru, mudah larut dalam air,
stabil terhadap cahaya, tetapi sensitif terhadap pemanasan.
Fikosianin mempunyai kemampuan penyerapan cahaya yang maksimal pada
panjang gelombang 620 nm.
Spirulina platensis merupakan salah satu organisme multiseluler penghasil pigmen
fikosianin yang paling banyak digunakan.
Pengunaan pewarna alami fikosianin dari Spirulina dapat mengurangi masalah
produksi bahan pewarna yang terbatas.
Penggunaan dekstrin bertujuan untuk melindungi fikosianin dari kerusakan akibat
proses pemanasan, mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan jumlah
fikosianin yang dihasilkan.
Proses pengeringan menyebabkan pigmen fikosianin mengalami perubahan warna
dari biru menjadi biru muda.
Konsentrasi fikosianin dipengaruhi oleh nilai OD dan kejernihan dari larutan.
Yield/ kadar fikosianin berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin.
Konsentrasi fikosianin dalam praktikum ini berkisar antara 0,136 – 0,211 mg/ml,
sedangkan kadar fikosianin berkisar antara 0,935 – 1,451 mg/g.
Dua kendala dalam proses ekstraksi fikosianin adalah adanya dinding sel multilayer
pada mikroalga dan banyaknya jumlah kontaminan yang terlarut di dalam sel.
Semarang, 27 Oktober 2015Praktikan, Asisten Dosen:
- Deanna Suntoro- Ferdyanto Juwono
Milka Melinda Susanto 13.70.0012
5. DAFTAR PUSTAKA
Angka, S.I. dan Suhartono, M.T. 2000. Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor: PKSPL-IPB.
Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. (2010). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.
Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press.Yogyakarta.
Arylza, IS. (2003). Isolasi pigmen baru fikosianin dari mikroalga Spirulina plantesis. Journal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38:79-92.
Becker, E.W. (1994). Microalgae: Biotechnology and Microbiology. Cambridge University press. Cambridge.
Borowitzaka MA dan Borowitzka LJ. (1988). Dunaliella dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ. (Eds). Mikroalgal Biotechnology. Cambridge University Press. Cambridge.
Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Fennema, O.R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Gelagutashvili, E. & Tsakadze, K. (2013). Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics Journal, 2013, 3, 122-127.
Henrikson, R. (1989). Earth Food Spirulina. Ronore Enterprises, California.
Kimball, J.W. (2005). Biologi. Terjemahan oleh: Siti Soetarmi Tjitrosomo & Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.
Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya, Malang.
Richmond A. (1988). Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor. Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Rogers, E.P. (1986). Fundamental of Chemistry. Books/Cole Publishing Company. California.Science Published Ltd., England.
Salama, A., Abdel Ghany, A., Osman, A. and Sitohy, M. (2015). Maximising Phycocyanin Extraction From A Newly Identified Egyptian Cyanobacteria Strain: Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.
Sivasankari, S., Naganandhini, & David R. (2014). Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis. International Journal of Current Microbiology and Applied Science (2014) 3(8) pp 904-909.
Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis.Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.
Syah et al. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Vijaya, V. & Anand, N. (2009). Blue Light Enhance The Pigment Synthesis in Cyanobacterium Anabaena ambigua Rao (Nostacales). ARPN Journal of Agricultural and Biological Science Vol. 4, No. 3.
Walter, A., de Carvalho, J.C., Soccol, V. T., de Faria, A. B. B., Ghiggi, V. and Soccol, C. R. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Brazilian Archives of Biology and Technology An International Journal Vol. 54, No. 4: pp. 675-682.
Zhang, X., Zhang, F., Luo, G., Yang, S. and Wang, D. (2015). Extraction and ZSeparation of Phycocyanin fom Spirulina using Aqueous Two-Phase System of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research Vol. 3, No. 1, 15-19.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Kelompok D1
Kelompok D2
Kelompok D3
Kelompok D4
Kelompok D5
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal