Top Banner
Acara IV FIKOSIANIN PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAE” SPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Liem Pamela Lukito NIM: 13.70.0014 Kelompok: E3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
32

Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Feb 04, 2016

Download

Documents

Fikosianin adalah pigmen biru yang dapat menggantikan posisi pewarna sintetik yang berbahaya bagi kesehatan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara IV

FIKOSIANINPEWARNA ALAMI DARI “BLUE

GREEN MICROALGAE” SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Liem Pamela Lukito

NIM: 13.70.0014

Kelompok: E3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. ALAT DAN BAHAN

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer, alat

pengering (oven), dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina kering, aquades,

dan dekstrin.

1.2. METODE

1

Biomassa Spirulina kering dimasukkan dalam erlenmenyer.

Spirulina dilarutkan dengan aquades (perbandingan 1:10)

Diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam.

Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit lalu supernatan dipindah ke gelas ukur.

Page 3: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Sebagian supernatan pada gelas ukur diencerkan hingga 10-2

kemudian diukur kadar fikosianinnya dengan spektrofotometer

(615

nm

Sisa supernatan pada gelas ukur ditambahkan desktrin dengan

perbandingan supernatan:desktrin = 8:9 (kelompok E1, E2, dan E3)

dan 1:1 (kelompok E4 dan E5).

Setelah tercampur rata lalu dituangkan ke dalam wadah yang dapat

digunakan sebagai alas untuk proses pengeringan.

Page 4: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Dioven pada suhu 45C hingga kering kurang lebih kadar air sekitar

7% (cukup diambil dengan spatula dan dilihat kering atau masih

gempal).

Adonan yang telah dikeringkan, dihancurkan dengan alat penumbuk

hingga berbentuk powder.

Page 5: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Kadar fikosianin diukur dengan rumus:

Konsentrasi Fikosianin/KF (mg/ml) = OD615−0,474(OD 652)

5,34x

1fp

Yield (mg/g) = KF xVol(total filtrat)

g(berat biomassa)

Page 6: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin

KelompokBerat Biomassa

Kering(g)

Jumlah aquades yang ditambahakan

(ml)

Total filtrat yang diperoleh

(ml)

OD 615

OD 652

KF (mg/ml)

Yield (mg/ml)

WarnaSebelum dioven

Sesudah dioven

E1 8 80 56 0,0551 0,0164

0,886 6,202 ++ +

E1 8 80 56 0,0575 0,0164

0,931 6,517 ++ +

E3 8 80 56 0,0647 0,0159

1,070 7,493 + +

E4 8 80 56 0,0613 0,0144

1,020 7,140 + +

E5 8 80 56 0,0624 0,0176

1,012 7,084 +++ ++

Keterangan : Warna + = biru muda ++ = biru tua +++ = biru sangat tua

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat bahwa ada variasi nilai optical density (OD) dengan perlakuan yang sama.

Selain itu dapat dilihat juga bahwa konsentrasi fikosianin berbanding lurus terhadap yield yang dihasilkan. Kemudian parameter warna

5

Page 7: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

bubuk fikosianin juga diamati, yang mana tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dari warna bubuk fikosianin sebelum dan setelah

dikeringkan.

6

Page 8: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan proses isolasi pigmen fikosianin dan pembuatan

pewarna bubuk dari fikosianin yang berasal dari mikroalga Spirulina platensis. Pada

jaman sekarang ini banyak sekali pewarna sintetis yang digunakan. Meskipun pada

kenyataannya pewarna sintetis lebih mudah didapat dengan harga terjangkau, namun

seringkali konsumen bertanya-tanya apakah pewarna tersebut aman atau tidak. Oleh

karena itu ditemukan cara lain untuk menanggapi keinginan konsumen, yaitu dengan

memproduksi pewarna alami. Menurut Sutomo (2005) mikroalga dapat menghasilkan

senyawa berpotensi antara lain pigmen, asam lemak, dan faktor tumbuh. Astawan

(2008) menambahkan bahwa mikroalga sudah sering dimanfaatkan sebagai pewarna

alami karena kelebihan-kelebihannya di bidang kesehatan. Salah satu mikroalga yang

dapat dimanfaatkan dalam hal tersebut adalah Spriulina platensis yang menurut

Richmond (1988) tergolong dalam organisme alga hijau biru.

3.1. Spirulina platensis, Fikosianin dan Dekstrin

Berdasarkan Zahroojian et al. (2013) Spriulina platensis adalah kelompok organisme

yang masuk dalam golongan alga hijau-biru, yang memiliki jumlah sel yang banyak.

Mikroalga ini sering digunakan untuk bahan pangan karena sifatnya yang bernutrisi

dengan kandungan protein yang tinggi. Tietze (2004) melanjutkan bahwa pada tubuh

mikroalga tersebut ada filamen-filamen berwarna hijau-biru dan berbentuk silinder

linear. Ukuran dari tubuh mikroalga ini adalah 100 kali lipat ukuran sel darah merah

manusia. Warna hijau-biru yang ada pada mikroalga ini disebabkan karena adanya

kandungan pigmen klorofil dan fikosianin yang dominan. Menurut Saranraj dan

Sivasakthi (2014) Spirulina sp ini biasanya hidup dalam habitat alkali dengan suhu

hangat atau kolam yang dangkal di wilayah tropis. Berdasarkan Soundarandian dan

Vasanthi (2008) dalam Diaa A.M. et al. (2013) pH 10 adalah batas maksimal untuk

pertumbuhan dari S.platensis. Menurut Ray dan Sengupta (2007) dan Belay (2002)

dalam Sudha dan Kavimani (2011) Spirulina sp memiliki kandungan protein 50-70%

dan beta-karoten, vitamin B12 dan vitamin E. Selain itu ada juga kandungan karbohidrat

seperti fruktosa, ribosa, manosa dan rhamnosa. Spirulina sp ini juga dikatakan

mengandung 7% fikosianin dari berat kering dan juga polisakarida yang memiliki sifat

7

Page 9: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

antioksidan yang dapat mengkelat ion bebas atau logam. Jumlah fikosianin di dalam

Spirulina platensis ini dipengaruhi dari kadar nitrogen di dalamnya. Semakin rendah

konsentrasi nitrogen maka kadar fikosianin akan semakin menurun juga (Diaa A.M. et

al., 2013). Oleh karena kandungan nutrisinya yang tinggi, tidak toksik dan memiliki

peran dalam mencegah anemia, pertumbuhan tumor dan malnutrisi maka Spirulina

dianggap sebagai makanan yang sangat baik (Saranraj dan Sivasakthi, 2014).

Richmond (1988) menambahkan bahwa di dalam spesies ini terkandung pigmen klorofil

α sebesar 1,7%; karotenoid dan xantofil sebesar 0,5%; dan fikobilliprotein sebesar 20%

dari berat sel. Fikobilliprotein ini biasanya terdapat dalam struktur granula fikobillisom

yang berguna untuk menyerap cahaya dan untuk melindungi pigmen fotosintesis

terhadap cahaya yang dapat mengoksidasi. Saranraj dan Sivasakthi (2014) serta Sarada

et al. (1998) menambahkan bahwa penyusun fikobilliprotein adalah allophcocyanin,

phycoerythrin dan yang paling banyak adalah phycocyanin. Perbedaannya adalah pada

gugus proestetik tertrapirol linear yang berbeda pada ikatan rangkapnya. Oleh karena itu

digunakan Spirulina platensis sebagai penghasil pigmen fikosianin penghasil warna biru

alami. Pigmen tersebut memiliki karakteristik larut dalam air (pelarut polar) (Spolaore

et al., 2006; Saranraj dan Sivasakthi, 2014). Ketika Spirulina sp yang digunakan

berbentuk koloni besar, maka warna yang dihasilkan adalah biru kehijauan (agak gelap)

yang disebabkan karena kandungan klorofil yang besar.

Colla (2005) menambahkan bahwa Spirulina platensis dapat membentuk populasi yang

besar di dalam air, di mana ia mengandung banyak karbonat dan pH nya berkisar di

angka 11 (basa). Mikroalga ini selain mengandung pigmen yang dapat dimanfaatkan

sebagai pewarna alami, juga mengandung nutrisi lain seperti provitamin, mineral,

protein, lemak tidak jenuh hingga asam amino esensial berupa gamma-linoleat (Hanaa

et al., 2004).

Menurut Ó Carra & Ó heocha (1976) fikosianin yang dapat ditemukan pada Spirulina

platensis ini memiliki sifat tidak tahan panas karena dapat mengalami kerusahakan

ketika terekspos suhu tinggi. Larutan fikosianin mampu mengalami degradasi warna

hingga mencapai 30% setelah disimpan selama 5 hari. Selanjutnya jika diteruskan

Page 10: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

hingga penyimpanan hari ke-15 pada suhu ruang, maka warna larutan menjadi bening.

Berikut adalah gambar struktur fikosianin:

Gambar 1. Struktur fikosianin

Berdasarkan pendapat Romay et al. (1998) bahwa fikosianin terdiri dari struktur

tertrapirol terbuka yang mampu mengikat atau mengangkap radikal oksigen. Fikosianin

ini mampu menangkap radiasi sinar matahari yang mana tergolong paling efisien jika

dibanidngkan dengan klorofil dan karotenoid. Estrada et al. (2001) dan Eriksen (2008)

menambahkan bahwa fikosianin memiliki kelebihan sebagai pewarna biru yaitu sifatnya

yang tahan terhadap oksidasi sehingga aman untuk manusia dan dapat menetralisir

radikal bebas. Warna biru dari fikosianin ini berasal dari adanya ikatan kovalen pada

rantai kromofors tetrapirol terbuka dengan cincin fikobillin sehingga memiliki

kemampuan dalam mengikat radikal oksigen (Saranraj dan Sivasakthi, 2014). Selain itu

menurut Prasanna et al. (2007) dan Saranraj dan Sivasakthi (2014) fikosianin memiliki

aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan alpha-tocoferol atau

zeaxanthin sehingga mampu menekan terjadinya kanker pada manusia. Kelebihan

lainnya terkait dengan aktivitas antioksidan adalah tidak hilangnya kemampuan tersebut

meskipun Spirulina sp dikeringkan. Thompson (2011) menambahkan bahwa aktivitas

antioksidan tersebut didasarkan pada adanya ikatan pada rantai tetrapirol terbuka yang

memiliki struktur mirip dengan bilirubin dimana struktur terbuka tersebut

memungkinkan adanya pengikatan terhadap senyawa radikal bebas.

Ditinjau dari kestabilannya terhadap cahaya dan panas, fikosianin merupakan pigmen

yang tidak tahan panas dan cahaya, serta asam. Fikosianin mengalami pemudaran warna

(degradasi warna) pada suhu lebih dari 45ºC atau pada pH di bawah 4. Fikosianin

cenderung stabil pada kisaran pH 4-9. Namun disamping kelemahannya terhadap

Page 11: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

cahaya dan panas serta asam, fikosianin merupakan pigmen penghasil warna biru yang

paling cerah dan cemerlang (Yan et al., 2011).

Menurut Thompson (2011) untuk memperpanjang umur simpan dari fikosianin

sehingga warnanya tetap terjaga adalah dengan penambahan dekstrin ke dalam larutan

Spriulina. Desktrin adalah polisakarida yang dihasilkan dari hidrolisa pati, yang

produksinya ditentukan oleh enzim tertentu dan berwarna putih hingga kuning. Dekstrin

dapat juga dihidrolisis oleh larutan asam. Dekstrin bersifat larut dalam air, mudah

terdispersi, dan cair. Cara kerja dekstrin dalam menghambat penurunan intensitas warna

dari fikosianin adalah dengan melindungi atau memerangkap pigmen fikosianin.

Fennema (1985) menambahkan bahwa dekstrin sangat larut dalam pelarut polar, seperti

air namun sukar larut dalam pelarut non-polar seperti alkohol. Hal tersebut terjadi

karena unit penyusun dekstrin adalah glukosa yang bersifat hidrofilik. Suparti (2000)

menambahkan bahwa dekstrin cenderung stabil pada suhu tinggi dan mampu

melindungi komponen volatil dari penguapan akibat pemanasan, dan kestabilannya itu

lebih tinggi daripada pati. Hal tersebut dibuktikan dari jarang terjadinya pengendapan

dekstrin ketika dilarutkan di dalam air. Berdasarkan paparan di atas maka dekstrin dapat

digunakan sebagai penstabil dalam bahan pangan, terkhusus dalam praktikum ini adalah

pigmen fikosianin. Ketika di dalam larutan fikosianin ditambahkan dekstrin maka

fikosianin akan terenkapsulasi atau terperangkap sehingga pigmen terlindungi. Dekstrin

juga mampu meningkatkan presentase berat produk bubuk.

3.2. Ekstraksi Fikosianin

Isolasi fikosianin ini diawali dengan pelarutan biomassa Spirulina platensis dalam

aquades dengan perbandingan 1:10. Penggunaan Spirulina platensis ini menurut Belay

(2008) dan Mani et al. (2008) dalam Diaa A.M. et al. (2013) dikarenakan mudah

dikultur, dipanen dan dikeringkan. Menurut Syah et al. (2005) aquades digunakan

sebagai pelarut polar yang dapat melarutkan fikosianin yang ada di dalam Spirulina sp.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa fikosianin merupakan pigmen yang larut dalam

pelarut polar seperti air atau aquades. Jumlah fikosianin dalam biomassa tersebut

ditentukan oleh jumlah suplai nitrogen yang ada di dalam Spirulina sp yang digunakan.

Kemudian dilakukan pengadukan mengunakan stirrer selama 2 jam. Menurut Silveira et

Page 12: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

al. (2007) pengadukkan berfungsi untuk menghomogenkan larutan Spirulina sp dengan

aquades dan memberikan peningkatan kontak antara aquades dengan fikosianin

sehingga ekstraksi berlangsung optimal. Setelah itu disentrifugasi selama 10 menit

dengan kecepatan 5000 rpm hingga didapatkan endapan dan supernatan atau cairan

berisi fikosianin. Silveira et al. (2007) menambahkan bahwa sentrifugasi dilakukan

supaya larutan Spirulina sp dan fikosianin dapat dipisahkan, dimana fikosianin sendiri

terdapat pada bagian cairannya.

Cairan diambil dan diencerkan hingga pengenceran 10-2. Pengenceran ini bertujuan agar

larutan tidak terlalu pekat sehingga absorbansi tidak akurat. Supernatan yang sudah

diencerkan diukur absorbansinya (kadar fikosianin) menggunakan spektrofotometer

dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Menurut Prabuthas et al. (2011)

pengukuran tingkat kemurnian dari fikosianin dievaluasi berdasarkan rasio absorbansi.

Lorenz dalam Saranraj dan Sivasakthi (2014) menambahkan bahwa selama proses

spektrofotometer, energi cahaya akan tertangkap dan ditransfer menuju klorofil a oleh

bantuan c-phycocyanin. Sarada et al. (1998) menambahkan bahwa memang untuk

mengetahu konsentrasi fikosianin dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang

gelombang 615 nm dan 652 nm.

Selanjutya supernatan tadi ditambahkan dengan dekstrin dengan perbandingan

supernatan:dekstrin 8:9 (kelompok E1, E2, E3) dan perbandingan 1:1 (kelompok E4 dan

E5). Menurut Thompson (2011) dekstrin berperan dalam mencegah kerusakan pigmen

akibat panas, memperbesar volume produk bubuk dan mempercepat pengeringan, dan

juga meningkatkan total padatan. Kerusakan pigmen dapat dihambat oleh penambahan

dekstrin karena ketika di dalam larutan fikosianin ditambahkan dekstrin maka fikosianin

akan terenkapsulasi atau terperangkap sehingga pigmen terlindungi dari proses

pengeringan. Dekstrin dapat membawa bahan pangan aktif seperti flavor dan pewarna

karena sifatnya yang sangat mudah larut dalam air. Peningkatan berat bubuk dengan

adanya dekstrin disebabkan karena dekstrin bersifat sebagai filler atau bahan pengisi.

Setelah tercampur rata, lalu dituangkan ke wadah untuk alas dalam proses pengeringan.

Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45ºC. Menurut Chandra (2011)

pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air di dalam produk sehingga diperoleh

Page 13: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

produk yang kering. Penggunaan suhu di bawah 60ºC menurut Desmorieux dan Dacaen

(2006) disebabkan karena pada suhu di atas 60ºC fikosianin dapat terdegradasi dan

memunculkan reaksi Maillard. Selain itu menurut Metting dan Pyne (1986) pengeringan

dengan oven sudah tepat dibandingkan dengan menggunakan matahari langsung. Hal ini

dikarenakan ketika dikeringkan secara langsung dengan matahari maka akan terbentuk

aroma yang tidak enak dan menimbulkan kontaminasi bakteri. Adonan kering yang

terbentuk dihancurkan dan dihaluskan hingga terbentuk bubuk pewarna. Pada dasarnya

menurut Suhartono (2000) fikosianin berupa bubuk atau serbuk memiliki umur simpan

yang lebiht inggi daripada wujudnya yang cair. Sehingga dapat dimanfaatkan lagi untuk

digunakan sebagai pewarna. Menurut Saranraj dan Sivasakthi (2014) kondisi optimal

untuk mengekstraksi Spirulina platensis adalah pada suhu 25ºC. Konsentrasi fikosianin

yang dihasilkan dapat dihitung dengan rumus:

Konsentrasi fikosianin (KF) = OD615−0,474 (OD652)

5,34x

1fp

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, didapatkan nilai OD (optical density)

yang berbeda. Hal ini disebabkan karena menurut Fox (1991) nilai OD ditentukan oleh

kejernihan dan konsentrasi dari larutan yang diuji. Ketika larutan uji semakin pekat dan

tinggi konsentrasinya maka nilai OD akan semakin tinggi. Namun ketika dicermati

dapat dilihat bahwa nilai OD antar kelompok tidak jauh berbeda satu sama lain.

Sedangkan jika ditinjau dari nilai konsentrasi fikosianin didapatkan kisaran 0,886

mg/ml hingga 1,070 mg/ml. Kemudian setelah dikeringan dan ditumbuk dihasilkan

serbuk fikosianin (yield) dengan kisaran 6,202 mg/g hingga 7,493 mg/g. Berdasarkan

paparan tersebut diketahui bahwa konsentrasi fikosianin berbanding lurus dengan yield

yang dihasilkan, di mana semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang didapatkan maka

yield yang dihasilkan akan semakin tinggi. Menurut Abalde et al. (1998) dan Reis et al.

(1998) dalam Prabuthas et al. (2011) yield fikosianin yang dihasilkan ditentukan oleh

metode penggangguan selular (disrupsi sel), tipe dari larutan yang digunakan dan

lamanya proses ekstraksi. Prabuthas et al. (2011) menyatakan bahwa pelarut yang baik

untuk proses ekstraksi fikosianin adalah kalsium klorida dengan bantuan ultrasound.

Page 14: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Selain itu dilakukan pengamatan terhadap warna sebelum dioven dan setelah dioven.

Secara keseluruhan warna yang dihasilkan adalah warna biru. Hal ini sudah sesuai

dengan teori Romay et al. (2003) bahwa fikosianin yang ada di dalam Spriulina sp

memiliki warna biru. Dapat diamati bahwa setelah dioven, warna yang dihasilkan

cenderung lebih muda daripada sebelum dioven. Hal ini menurut Angka dan Suhartono

(2000) adanya penambahan dekstrin yang terlalu tinggi akan menghasilkan bubuk

fikosianin yang semakin muda atau pucat. Namun dijumpai juga ada beberapa

kelompok yang setelah pengovenan tidak terjadi perubahan warna. Hal ini menurut

Thompson (2011) dikarenakan adanya dekstrin dengan konsentrasi yang tinggi mampu

melindungi fikosianin dengan cara membungkus atau mengenkapsulasi fikosianin

sehingga pemudaran warna dapat dihambat. Perbedaan dari hasil yang diperoleh antar

kelompok disebabkan karena menurut Day & Underwood (1992) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi proses penelitian ini, yaitu kotornya kuvet sehingga akan

berpengaruh terhadap OD yang dihasilkan, dan juga adanya kesalahan pada tahap awal

penimbangan.

Page 15: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Spirulina sp merupakan mikroalga yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami

karena di dalamnya terkandung pigmen fikosianin berwarna biru.

Fikosianin memiliki karakteristik larut dalam air, mudah rusak karena cahaya, pH

dan suhu tinggi.

Karena karakteristiknya yang larut dalam air maka ekstraksi dilakukan dengan

menggunakan aquades.

Perlakuan stirrer dilakukan untuk menghomogenkan larutan dan meningkatkan

optimalisasi dalam pengekstrakkan fikosianin.

Dekstrin ditambahkan untuk mencegah kerusakan fikosianin akibat suhu tinggi saat

pengovenan karena fikosianin terenkapsulasi oleh dekstrin.

Sentrifugasi dilakukan untuk mendapatkan fikosianin.

Proses penurunan kadar air berguna supaya fikosianin berada dalam bentuk bubuk

yang mana umur simpannya menjadi lebih lama.

Konsentrasi fikosianin berbanding lurus dengan yield yang dihasilkan.

Adanya penambahan dekstrin yang melindungi fikosianin terbukti dari tidak adanya

perubahan yang terlalu jauh dari warna sebelum dan sesudah pengovenan.

14

Semarang, 30 Oktober 2014

Liem, Pamela Lukito13.70.0014

Asisten Dosen:Deanna SuntoroFerdyanto Juwono

Page 16: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.

Astawan M, Kasih AL. (2008). Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 161-184.

Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Colla, L. M . (2005). Production of Biomass and Nutraceutical Compounds by Spirulina platensis under Different Temperature and Nitrogen Regimes. Journal of Bioresource Technology. Elsevier. Brazil.

Day, R.A. & A.L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.

Diaa A.M., Mohamed M.N., Yousef Y.S., Zakaria Y.D., Aziz M.H. (2013). Impact of Culturing Media on Biomass Production and Pigments Content of Spirulina platensis. International Journal of Advanced Research. Volume 1 Issue 10: 951-961.

Eriksen, N.T. (2008). Production of phycocyanin-a pigment with application in biology, biotecnology, food and medicine (abstract). J. Appl. Microbiol. Biotechnol. 80 (1): 1-14.

Estrada, J,E.P., P.B. Bescos, & A.M. V. Fresno. (2001). Anti oxidant activity of different fractions of Spirulina platensis protean extract. Il Farmaco 56: 497- 500.

Fennema, D. R. (1985). Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hanaa H. Abd El-Baky, Farouk K. El Baz And Gamal S. El-Baroty. (2004). Production of Antioxidant by the Green Alga Dunaliella salina. International Journal of Agriculture and Biology.

15

Page 17: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Metting, B. and Pyne, J.W. (1986). Biologically Active Compounds from Microalgal.

Ó Carra P, Ó hEocha C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic press inc. London.

Prabuthas, P., Majumdar S., Srivastav P.P., & Mishra H.N. (2011). Standarization of rapid and economical method for nutraceuticals extraction from algae. J. Stored Products and Post Harvest Res. 2(25): 93-96.

Saranraj dan Sivasakthi. (2014). Spirulina platensis – Food For Future: A Review. Asian Journal of Pharmaceutical Science and Technology. Volume 4 Issue 1: 26-33.

Sudha M., Kavimani S. (2011). The Protective Role of Spirulina on Doxorubicin Induced Genotoxicity in Germ Cells of Rats. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol 2 Issue 3 ISSN 0975-6299.

Zahroojian N., Moravej H., Shivazad M. (2013). Effects of Dietary Marine Algae (Spirulina platensis) on Egg Quality and Production Performance of Laying Hens. Journal of Agricultural Science Technology. Volume 15: 1353-1360.

Prasanna, R., A. Sood, A. Suresh, S. Nayak, & B.D. Kaushik. (2007). Potential and aplications of algal pigment in biology. .Acta Botan. Hungaria 49 (1- 2): 131-156.

Richmond A. (1988). Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor. Micro-algal biotechnology. Cambridge University Press. Cambridge.

Romay C, González R, Ledón N, Remirez D, Rimbau V.(2003). C-phycocyanin: a biliprotein with antioxidant, anti-inflammatory and neuroprotective effects. Current Protein and Peptide Science 4:207-216.

Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.Inflammation Research 47:36-41.

Sarada, R, Manoj G. Pillai, G. A. Ravishankar. (1998).Phycocyanin from Spirulina sp: influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process Biochemistry 34: 795 – 801.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.;(2007). Bioresour. Technol. 2007, 98, 1629.

Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae Review.J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.

Page 18: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

Suhartono TS. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat. Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: Pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.

Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia; 37:43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.

Syah, Dahrul; S. Utama & Z. Mahrus. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Thompson, Caroline. (2011). What Is Wheat Dextrin? http://www.livestrong.com/article/499266-what-is-wheat-dextrin/ Diakses pada 29 Oktober 2015 pukul 21.37 WIB.

Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.

Yan, S., Zhu LP, Su HN, Zhang XY, Chen XL, Zhou BC, Zhang YZ. (2011). Single-step chromatography for simultaneous purification of C-phycocyanin and allophycocyanin with high purity and recovery from Spirulina (Arthrospira) platensis. J. Appl. Phycol. 23: 1-6.

Page 19: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Konsentrasi Fikosianin (mg/ml)=OD615−0,474 (OD 652 )

5,34×

1faktor pengenceran

Yield (mg/g)=KF ×vol (total filtrat)

g (berat biomassa)

E1

Konsentrasi Fikosianin =0,0551−0,474 (0,0164 )

5,34×

1

10−2

= 0,886mg /ml

Yield ¿ 0,886 ×568

¿6,202 mg / g

E2

Konsentrasi Fikosianin =0,0575−0,474 (0,0164 )

5,34×

1

10−2

= 0,931 mg /ml

Yield ¿ 0,931× 568

¿6,517 mg / g

E3

Konsentrasi Fikosianin =0,0647−0,474 (0,0159 )

5,34×

1

10−2

= 1,070 mg /ml

Yield ¿ 1,070× 568

18

Page 20: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

¿7,493 mg / g

E4

19

Page 21: Fikosianin_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

20

Konsentrasi Fikosianin =0,0613−0,474 (0,0144 )

5,34×

1

10−2

= 1,020 mg /ml

Yield ¿ 1,020× 568

¿7,140 mg / g

E5

Konsentrasi Fikosianin =0,0613−0,474 (0,0176 )

5,34×

1

10−2

= 1,012mg /ml

Yield ¿ 1,012× 568

¿7,084 mg / g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal