Acara I KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Yoceline Natalia NIM : 11.70.0036 Kelompok : B1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATA
Laporan Praktikum Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Acara I
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Yoceline Natalia
NIM : 11.70.0036
Kelompok : B1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi
Kelompok Perlakuan WaktuƩ MO tiap petak Rata-rata/ Ʃ
Kadar asam asetat dari vinegar bermacam-macam. Kadar asam asetat biasanya
berbeda antar negara maupun daerah, namun juga bisa berbeda karena perbedaan
bahan atau buah yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan vinegar itu sendiri.
Menurut Karim (2011), asam asetat dari sari buah apel adalah 5-6% sedangkan
untuk cuka yang telah disuling mengandung asam asetat sebesar 4-7%. Namun
walaupun menggunakan buah yang sama, kadar asam asetat produk cuka tetap bisa
berbeda apabila terdapat perbedaan perlakuan selama proses fermentasi. Berikut
merupakan sifat-sifat dari asam asetat :
Memiliki berat molekul 60,05
Cairannya tidak berwarna dan jernih
Memiliki bau yang khas
Mudah larut dalam air, alkohol, maupun eter
Larutan asam asetat dalam air bersifat korosif dan merupakan asam lemah
Asam asetat membentuk kristal pada suhu 16,7oC apabila tidak ada air
Titik didihnya 118,1oC
Titik bekunya 16,7oC
Memiliki gravitasi spesifik 1,049
Hardoyo et al (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Kondisi Optimum Fermentasi
Asam Asetat Menggunakan Acetobacter aceti B166” menambahkan bahwa asam
asetat atau asam cuka memiliki aplikasi yang luas pada bidang pangan, namun
penyediaannya masih sangat terbatas terutama di Indonesia. Proses produksinya
dapat dilakukan secara kimiawi maupun biologis. Pada praktikum kali ini produksi
asam cuka dilakukan secara biologi, yaitu dengan melakukan fermentasi dalam
kondisi aerob. Kualitas dan kuantitas asam asetat dapat dipengaruhi oleh :
Temperatur
pH
Pengadukan
Konsentrasi bahan baku yang digunakan
Tan (2005) menyatakan bahwa kandungan asam asetat yang terdapat di dalam
vinegar merupakan senyawa flavor dan komponen antimikroba. Dengan demikian
asam asetat yang terkandung di dalam vinegar dapat digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Selain asam asetat, juga ditemukan empat jenis asam lain yang
terkandung dalam vinegar, antara lain asam sitrat, asam tartarat, asam malat, dan
asam laktat. Flavor yang dihasilkan dari produk vinegar bergantung dari metode
proses, waktu aging, dan bahan mentah yang digunakan.
Untuk membuat vinegar dari apel malang pertama-tama apel harus dihancurkan
dengan menggunakan juicer. Apel yang telah dihancurkan tadi diambil sebanyak
250 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu 30 ml biakan yeast
ditambahkan di dalamnya secara aseptis. Setelah itu inkubasi dilakukan dengan
perlakuan penggoyangan dengan menggunakan shaker, pada suhu ruang selama 5
hari. Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 ml untuk melakukan
pengukuran biomassa, penentuan total asam, pengukuran pH, dan penentuan
hubungan absorbansi dengan kepadatan sel.
Karim (2011) berpendapat bahwa terdapat dua tahapan dalam proses pembuatan
cuka apel. Tahap pertama adalah tahap fermentasi alkohol, dan tahap kedua adalah
fermentasi asam asetat. Pada saat tahap fermentasi alkohol, Saccharomyces
cerevisiae yang bekerja dalam kondisi aerob akan memfermentasi glukosa menjadi
etanol. Suhu optimal yang dibutuhkan pada tahap pertama adalah 28 hingga 35oC
dengan kisaran pH 3,3 hingga 6. Pada tahap kedua dilakukan pada kondisi aerob,
bakteri asam cuka akan mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat dan air. Terdapat
tiga metode pembuatan cuka apel dalam skala industri, antara lain metode lambat,
metode cepat, dan metode perendaman. Cara pembuatan cuka apel yang dilakukan
pada saat praktikum termasuk dalam metode lambat.
Pengukuran biomassa dilakukan dengan Haemacytometer. Pengamatan dilakukan
dengan menentukan nilai N0, N24, N48, N72, dan N96 menggunakan teknik
kepadatan sel. Kemudian dari data-data yang diperoleh, dapat dibuat suatu grafik
yang menggambarkan pertumbuhan yeast selama proses fermentasi untuk
mempermudah pengamatan. Guzzon et al (2011) dalam jurnalnya yang berjudul
“Evolution of Yeast Populations during Different Biodynamic Winemaking
Processes” mengatakan bahwa Saccharomyces cereviseae merupakan bakteri yang
dominan dalam meningkatkan konsentrasi alkohol dalam suatu proses fermentasi.
Namun banyak juga hal yang dapat mempengaruhi hal tersebut, seperti iklim dan
kondisi bahan mentah yang digunakan. Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi
bakteri yang digunakan dalam suatu proses fermentasi. Jumlah yeast yang berperan
dalam suatu fermentasi ini dapat ditentukan dengan menggunakan alat
haemocytometer. Alat ini dapat mempermudah proses penghitungan koloni yang
terbentuk. Berikut merupakan hasil dari pengukuran biomassa dengan menggunakan
Haemocytometer yang dilihat dibawah mikroskop :
Gambar 1. Pengukuran haemocytometer hari ke-0
Gambar 2. Pengukuran haemocytometer hari ke-1
Gambar 3. Pengukuran haemocytometer hari ke-2
Gambar 4. Pengukuran haemocytometer hari ke-3
Gambar 5. Pengukuran haemocytometer hari ke-4
Penentuan total asam selama proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan
metode titrasi. Sebanyak 10 ml sampel diambil untuk dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
Sebelum melakukan titrasi, sampel ditambah dengan 3 tetes indikator PP. Titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah bata. Kadar total
titrasi dihitung dengan menggunakan rumus total asam :
total asam=ml NaOH xnormalitas NaOH x 19210 ml sampel
Kemudian dibuat analisis kadar total asam sitrat fermentasi dan hubungan total
biomassa dengan kadar asam.
pH minuman vinegar dilakukan dengan 10 ml sampel yang diukur dengan pH meter.
pH yang terukur kemudian dicatat. Sedangkan untuk mengetahui nilai absorbansi
dari sampel, dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat spektrofotometer.
Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukura nilai absorbansi adalah 660
nm. Nilai OD yang dihasilkan dicatat untuk kemudian dibandingkan dengan hasil
pengamatan kepadatan sel. Dari data-data yang diperoleh kemudian dapat
digambarkan dengan grafik hubungan antara OD dengan kepadatan sel.
Raspo & Goranovic (2006) menegaskan bahwa vinegar merupakan larutan yang
jernih dengan warna dari bahan yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatannya
atau dengan warna karamel. Warna karamel menandakan adanya kandungan asam
asetat di dalamnya. Vinegar dapat diperoleh dengan melakukan fermentasi oksidatif.
Vinegar berbahan dasar buah apel biasanya digunakan sebagai cuka makan. Warna
dari vinegar apel adalah kekuningan dan kadang berwarna gelap karena adanya
karamel. Tingkat keasamannya tidak terlalu tinggi, namun rasanya asam dan sepat.
Rasa vinegar tersebut diperoleh dari flavor buah aslinya yaitu apel. Penampakan
vinegar apel malang kelompok B1 dapat dilihat pada gambar 6
Gambar 6. Vinegar apel malang B1
Berdasarkan grafik yang digambarkan dapat diketahui bahwa nilai OD yang
diperoleh berfluktuasi seiring dengan pertambahan waktu. Demikian juga dengan
pH dari cuka apel yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena menurut Sina &
Yuwono (2008) karakteristik mutu dari cuka apel yang dihasilkan dapat dipengaruhi
oleh komposisi bahan penyusun dan kondisi penyimpanan nya. Semakin lama cuka
apel disimpan maka kecerahannya akan semakin menurun. Penurunan pH pada cuka
apel dapat terjadi karena adanya akumulasi asam asetat yang terjadi selama proses
fermentasi. Semakin rendah pH maka semakin tinggi asam asetat yang dihasilkan,
sehingga rasanya pun akan semakin asam. Rasa asam dapat muncul karena larutan
akan melepas proton H+ sehingga pH menurun. Peningkatan total asam pada cuka
apel disebabkan oleh proses fermentasi dengan bantuan dari Saccharomyces
cereviseae. Biasanya fermentasi cuka apel dilakukan selama 5 hingga 7 hari.
Meningkatnya kekeruhan larutan disebabkan oleh padatan tersuspensi dari buah apel
yang tidak larut. Namun kekeruhan juga bisa meningkat karena terjadi polimerasi
saat penyimpanan, sehingga gula dan protein menjadi menggumpal. Nilai OD yang
diperoleh berhubungan dengan jumlah sel, total asam, dan pH karena semakin keruh
larutan cuka maka nilai OD nya semakin tinggi, berarti semakin banyak jumlah sel
yang terdapat di dalam larutan. Dengan demikian total asam pun semakin meningkat
seiring dengan penurunan pH karena larutan semakin asam. Namun pada hasil
pengamatan juga diperoleh hasil OD yang negatif. Hal tersebut disebabkan karena
larutan cuka apel telah didiamkan selama semalam, sehingga endapannya tertinggal
di dasar erlenmeyer dan tidak terambil saat pengukuran absorbansi dengan
spektrofotometer, sehingga larutan yang terukur merupakan cairan yang bening.
3. KESIMPULAN
Vinegar merupakan cairan yang memiliki kandungan asam asetat di dalamnya
dan dibuat dari buah-buahan dengan proses fermentasi.
Cuka apel dibuat dengan proses fermentasi yang melibatkan ragi roti yaitu
Saccharomyces cereviseae.
Cara pembuatan cuka apel yang dilakukan pada saat praktikum termasuk dalam
metode lambat.
Jumlah yeast yang berperan dalam suatu fermentasi dapat ditentukan dengan
menggunakan alat haemocytometer.
Warna karamel pada vinegar menandakan adanya kandungan asam asetat di
dalamnya.
Semakin lama cuka apel disimpan maka kecerahannya akan semakin menurun.
Semakin rendah pH maka semakin tinggi asam asetat yang dihasilkan,
sehingga rasanya pun akan semakin asam.
Rasa asam dapat muncul karena larutan akan melepas proton H+ sehingga pH
menurun.
Fermentasi cuka apel dilakukan selama 5 hingga 7 hari.
Kekeruhan larutan disebabkan oleh padatan tersuspensi dari buah apel yang
tidak larut.
Kekeruhan juga bisa meningkat karena terjadi polimerasi saat penyimpanan,
sehingga gula dan protein menjadi menggumpal.
Hasil OD negatif karena endapannya tertinggal di dasar erlenmeyer dan tidak
terambil saat pengukuran absorbansi.
Semarang, 1 Juni 2014 Asisten Dosen,
- Adriani Cintya S
- Meilisa Lelyana
Yoceline Natalia - Stella Mariss H
11.70.0036
4. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Adrianto., Khairat., Aini, Sarifah. (2012). Pengaruh Konsentrasi Fosfor terhadap Biokonversi Reject Nanas menjadi Bioetanol. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Universitas Riau. Pekanbaru.
Effendi, M. Supli. (2002). Kinetika Fermentasi Asam Asetat (Vinegar) Oleh Bakteri Acetobacter aceti B127 Dari Etanol Hasil Fermentasi Limbah Cair Pulp Kakao. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Universitas Pasundan.
Guzzon, R., Widmann, G., Settanni, L., Malacarne, M., Francesca, N., Larcher, R. (2011). Evolution of Yeast Population during Different Biodynamic Winemaking Processes. Italy.
Hardoyo., Tjahjono, Agus Eko., Primarini, Dyah., Hartono., Musa. (2007). Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan Acetobacter aceti B166. Jurnal Sains MIPA Edisi Khusus. Balai Besar Teknologi Pati. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Karim, Nur Muhammad. (2011). Perbandingan Efektivitas Cuka Apel dan Dietilpropion Terhadap Penurunan Berat Badan Tikus (Rattus novergicus). Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.
Raspo, Peter., Goranovic, Dusan. (2006). Biotechnological Application of Acetic Acid Bacteria in Food Production. Biotechnology Vol.VII. Slovenia.
Sina, Muhammad Ibnu., Yuwono, Sudarminto Setyo. (2008). Pendugaan Umur Simpan Cuka Apel Dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing Dengan Pendekatan Arrhenius. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.
Tan, San Chiang. (2005). Vinegar Fermentation. University of Louisiana at Lafayette.