Top Banner
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Fellycia Devi P. 12.70.0109 Kelompok F5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATA SEMARANG 2015
18

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP _ FELLYCIA DEVI PARAMITHA _ 12.70.0109 _ F5

Sep 11, 2015

Download

Documents

James Gomez

Pada praktikum kecap kali ini dilakukan pengujian sensori meliputi atribut warna, kekentalan, rasa serta aroma.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • FERMENTASI SUBSTRAT PADAT

    FERMENTASI KECAP

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI FERMENTASI

    Disusun oleh:

    Fellycia Devi P. 12.70.0109

    Kelompok F5

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2015

  • 1

    1. HASIL PENGAMATAN

    Data hasil pengamatan uji sensori kecap kloter F dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini.

    Tabel 1. Uji Sensori Kecap

    Kel Perlakuan Aroma Rasa Warna Kekentalan

    F1

    Kedelai hitam 150 g + garam 20% +

    inokulum tempe komersial 0,5 %+

    kayu manis 12 g + ketumbar 1,8 g +

    laos 1

    2 jentik + bunga pekak 1 kelopak

    + gula jawa 600 g + cengkeh 0,6 g

    + ++ +++ ++

    F2

    Kedelai putih 250 g + garam 20% +

    inokulum tempe komersial 0,75 % +

    kayu manis 20 g + ketumbar 3 g +

    laos 1 jentik + bunga pekak 1 buah +

    gula jawa 1 kg + cengkeh 1 g

    ++ ++ ++ +++

    F3

    Kedelai hitam 250 g hitam + garam

    20% + inokulum tempe komersial

    0,75 %+ kayu manis 20 g + ketumbar

    3 g + laos 1 jentik + bunga pekak 1

    buah + gula jawa 1 kg + daun sereh 1

    buah

    +++ +++ +++ +++

    F4

    Kedelai putih 250 g + garam 20% +

    inokulum tempe komersial 1 % +

    kayu manis 20 g + ketumbar 3 g +

    laos 1 jentik + bunga pekak 1 buah +

    gula jawa 1 kg + daun sereh 1 buah

    +++ +++ +++ ++

    F5

    Kedelai hitam 150 g + garam 20% +

    inokulum tempe komersial 1 % +

    kayu manis 12 g + ketumbar 1,8 g +

    laos 1

    2 jentik + bunga pekak 1 kelopak

    + gula jawa 600 g + pala 3

    5 buah

    +++ ++ +++ +++

    Keterangan:

    Aroma Kekentalan Rasa Warna

    + : kurang kuat + : kurang kental + : kurang manis + : kurang hitam

    ++ : kuat ++ : kental ++ : manis ++ : hitam

    +++ : sangat kuat +++ : sangat kental +++ : sangat manis +++ : sangat hitam

    Berdasarkan Tabel 1., dapat dilihat bahwa pembuatan kecap pada tiap kelompok didapati

    perlakuan yang berbeda-beda seperti penambahan inokulum serta bumbu-bumbu yang

    ditambahkan. Uji sensori kali ini meliputi 4 atribut yaitu, warna, aroma, rasa serta

  • 2

    kekentalan. Dapat dilihat bahwa semakin banyak inokulum komersial yang ditambahkan,

    maka aroma akan semakin kuat. Rasa kecap yang kuat dimiliki oleh kelompok F1, F2 dan

    F5, sedangkan rasa kecap yang sangat kuat dimiliki oleh kelompok F3 dan F4. Lalu,

    warna kecap yang hitam dimiliki oleh kelompok F2, sedangkan warna kecap yang sangat

    hitam dimiliki oleh kelompok F1, F3, F4 dan F5. Kemudian, untuk kekentalan kecap yang

    kental dimiliki oleh kelompok F1 dan F4, sedangkan kecap yang sangat kental dimiliki

    oleh kelompok F2, F3 dan F5.

  • 3

    2. PEMBAHASAN

    2.1. Pendahuluan

    Pada praktikum kali ini, praktikan akan membuat salah satu produk fermentasi yaitu

    kecap manis. Fermentasi merupakan salah satu proses pengawetan bahan pangan yang

    dapat meningkatkan rasa, kualitas, nutrisi serta umur simpan dari bahan pangan

    (Visessanguan et al., 2004). Kecap merupakan salah satu produk cair hasil fermentasi

    maupun hidrolisis asam dari dari kacang kedelai (Glycine max L.) dengan atau tanpa

    adanya penambahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI

    01-3543-1994; Rahman, 1992). Kedelai dapat dibedakan berdasarkan warna kulitnya,

    yaitu kedelai putih atau kuning, kedelai hitam, kedelai hijau serta kedelai coklat.

    Perbedaan warna kulit berpengaruh pada penggunaan kedelai sebagai bahan utama

    pembuatan produk pangan, misalnya kecap biasanya menggunakan kedelai hitam, putih

    atau kuning, sedangkan produk susu kedelai biasanya menggunakan kedelai putih atau

    kuning (Purwoko & Noor, 2007; Suliantari & Winiati, 1990). Terdapat 2 jenis kecap

    berdasarkan rasa dan kekentalannya, yaitu kecap manis dan kecap asin (Kurniawan,

    2008). Kecap menandung flavor organik yang bersifat volatil contohnya ester, fenol,

    alkohol, asam amino, asam organik serta senyawa heterosiklik. Asam amino dan asam

    organik merupakan senyawa yang berkontribusi pada pembentukan flavor kecap selama

    proses fermentasi berjalan (Feng et al., 2013).

    Menurut Suprapti (2005), kecap manis memiliki tekstur yang kental, berwarna coklat

    kehitaman, dan biasanya digunakan sebagai penyedap makanan. Kadar gula dan

    kekentalan yang tinggi pada kecap manis disebabkan karena adanya penambahan gula

    pada proses pembuatannya. Hal ini didukung pula oleh teori Santoso (1994) dan

    Judoamidjojo (1987) yang mengatakan bahwa kandungan terbesar pada kecap manis

    ialah karbohidrat sebesar 26-61% (dalam bentuk sukrosa, glukosa serta fruktosa) dan

    asam amino yang berasal dari kacang kedelai itu sendiri.

    2.2. Metode Pembuatan Kecap Manis

    Proses pembuatan kecap dapat menggunakan 3 cara yaitu, fermentasi, hidrolisis asam

    maupun kombinasi dari kedua cara tersebut. Prisip dari pembuatan kecap sendiri adalah

  • 4

    untuk mengurai karbohidrat, protein serta lemak menjadi bentuk yang lebih sederhana

    yaitu monosakarida, asam amino serta asam lemak (Koswara, 1992). Pemecahan molekul

    menjadi lebih sederhana dapat menyebabkan kecap lebih mudah dicerna oleh tubuh

    (Rahayu et al., 2005). Berdasarkan dari teori diatas, cara pembuatan kecap manis pada

    praktikum yang kami lakukan adalah dengan cara fermentasi.

    Bahan utama pembuatan kecap adalah kacang kedelai hitam dan kacang kedelai putih.

    Hal ini sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Purwoko & Noor (2007) serta

    Suliantari & Winiati (1990) bahwa kecap biasanya dibuat dengan menggunakan kedelai

    putih atau kuning dan kedelai hitam. Pertama-tama, dilakukan perendaman kedelai hitam

    (kelompok F1, F3, dan F5) dan kedelai putih atau kuning (kelompok F2 dan F4) sebanyak

    250 gram selama 1 malam. Namun, untuk kelompok F1 dan F5 hanya menggunakan 150

    gram kacang kedelai hitam karena sewaktu dilaksanakannya praktikum, kelompok F5

    lupa untuk membawa kacang kedelai tersebut. Menurut teori Tortora et al., (1995) serta

    Kasmidjo (1990), proses perendaman berguna untuk membersihkan kulit ari kacang

    kedelai, meningkatkan berat kacang kedelai menjadi 2 kali lipat lebih berat dari berat

    sebelumnya dan untuk menghidrasi masukanya air ke dalam kedelai agar sewaktu kacang

    kedelai direbus akan cepat melunak dan singkat waktunya. Setelah kedelai mekar,

    kemudian dilakukan pencucian dan penirisan kacang kedelai hingga kering. Setelah itu,

    dilakukan proses perebusan dan penirisan kacang kedelai. Tujuan dari perebusan adalah

    untuk menghilangkan bau langu, membuat tekstur kedelai menjadi lebih lunak,

    menginaktivasi enzim, serta dapat membunuh bakteri (Tortora et al., 1995).

    Gambar 1. Proses Perbusan dan Penirisan Kacang Kedelai

  • 5

    Lalu, kacang kedelai yang sudah direbus tadi kemudian didinginkan. Pendinginan kacang

    kedelai dengan cara meletakkan kacang kedelai diatas daun pisang, dilap dengan

    menggunakan tisu dan diangin-anginkan. Proses pendinginan dilakukan untuk

    menurunkan kadar air agar tidak ditumbuhi bakteri pembusuk yaitu Bacillus subtilis yang

    dapat menyebabkan kacang kedelai berlendir. Selain itu, proses pendinginan jangan

    dilakukan terlalu lama karena pada kacang kedelai dalam kondisi yang hangat dapat

    menginaktivasi enzim proteinase serta amilase dan keadaan yang hangat merupakan

    keadaan yang optimal untuk pertumbuhan jamur pada permukaan kedelai (Atlas, 1984).

    Gambar 2. Proses Pendinginan Kacang Kedelai

    Lalu, dilakukan penimbangan inokulum komersial dengan menggunakan timbangan

    analitik. Inokulum komersial yang ditambahkan pada tiap kelompok adalah berbeda-

    beda. Untuk kelompok F1 menggunakan 0,5% inokulum komersial, untuk kelompok F2

    dan F3 menggunakan 0,75% inokulum komersial dan untuk kelompok F4 dan F5

    menggunakan 1% inokulum komersial dari berat kering kacang kedelai. Kemudian

    dilakukan pengadukan inokulum pada kacang kedelai dengan menggunakan sendok

    hingga merata. Sebelum dilakukan penambahan inokulum, daun pisang serta besek yang

    akan digunakan untuk pemeraman disemprot terlebih dahulu dengan menggunakan

    alkohol. Tujuan pemberian alkohol adalah untuk memberikan keadaan yang steril pada

    wadah dan mencegah kontaminasi pada tahap koji (Santoso, 1994). Setelah dirasa proses

    pencampuran inokulum dengan kacang kedelai telah merata, kemudian kacang kedelai

    ditutup rapat dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang. Tujuan penginkubasian ini

    adalah untuk melakukan fermentasi kedelai menjadi tempe atau biasa disebut fermentasi

    koji. Biasanya fermentasi koji dilakukan pada suhu ruang (25-30 oC) selama 3 sampai 5

    hari (Astawan & Astawan, 1991; Bucke et al., 1988).

  • 6

    Gambar 3. Penambahan Inokulum dan Proses Fermentasi Koji Kacang Kedelai

    Hasil fermentasi koji seluruh kelompok telah berhasil karena kacang kedelai ditumbuhi

    oleh miselium dari jamur akibat penambahan inokulum komersial. Menurut Prasetyo

    (1996), miselium tumbuh pada permukaan kacang kedelai karena diberi inokulum.

    Penambahan inokulum jamur Aspergillus oryzae pada fermentasi koji akan menghasilkan

    enzim protease serta amilase yang dapat memecah karbohidrat dan protein menjadi lebih

    sederhana (Wu et al., 2010; Suganuma et al., 2007 dalam Chancharoonpong et al., 2012).

    Hasil dari fermentasi koji seluruh kelompok memiliki karakteristik yang berbeda-beda

    dikarenakan terdapat berbedaan kacang kedelai dan inokulum yang berbeda-beda.

    Berikut adalah hasil proses fermentasi koji kloter F.

    Gambar 4. Hasil Fermentasi Koji Kloter F

  • 7

    Setelah dilakukan proses fermentasi koji, kedelai yang telah berjamur dipotong-potong

    dengan menggunakan pisau dan dikeringkan dengan menggunakan dehumidifier selama

    4 jam. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan

    pangan (Peppler & Perlman, 1979). Selanjutnya dilakukan penambahan air pada kacang

    kedelai sebanyak 500 ml (untuk kelompok F2, F3 dan F4) dan 300 ml (untuk kelompok

    F1 dan F5). Lalu, dilanjutkan dengan penimbangan garam sebanyak 20% dari berat air

    yang ditambahkan yaitu 100 g (untuk kelompok F2, F3 dan F4) dan 60 g (untuk kelompok

    F1 dan F5). Penggunaan garam sebanyak 20% telah sesuai dengan teori Krisno (1990)

    yang menyatakan bahwa konsentrasi garam yang biasanya digunakan untuk fermentasi

    moromi/fermentasi garam ialah 20-25%.

    Gambar 5. Pemotongan Kacang Kedelai dan Penimbangan Garam

    Setelah itu, kacang kedelai didiamkan selama 1 minggu dan pada siang hari selama 1 jam

    dilakukan penjemuran dan pengadukan. Hal ini sudah sesuai dengan teori Panghegar

    (1989) bahwa proses fermentasi koji selanjutnya dicampurkan dengan garam dan

    dilakukan fermentasi selama 1 minggu hingga 4 bulan lamanya. Teori Suriadi (1992) dan

    Wibowo (1990) menambahkan bahwa selama proses fermentasi moromi, dilakukan

    proses pengadukan setiap harinya untuk menjaga keseragaman konsentrasi garam,

    mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba pembusuk, serta merangsang pertumbuhan

    Lactobacillus, Zygosaccharomyces dan Hansenula yang berperan pada proses fermentasi

    moromi (Koswara, 1992). Wu et al., (2010) mengatakan bahwa suhu yang optimal untuk

    fermentasi ialah 25-45 oC. Apabila suhu fermentasi semakin tinggi, akan terjadi

    perubahan warna larutan garam menjadi lebih gelap. Berdasarkan teori tersebut, proses

    penjemuran dilakukan pada tempat yang berbeda-beda (di kampus dan di rumah

    praktikan) serta pada suhu yang berbeda. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseragaman

  • 8

    hasil fermentasi moromi pada tiap kelompok. Yanfang & Wenyi (2009) dalam Rosida et

    al., (2013) menyatakan bahwa pada fermentasi moromi terjadi proses degradasi protein

    yang dapat mempengaruhi nilai nutrisi, rasa, dan flavor. Wijaya (1986) menambahkan

    bahwa fermentasi moromi dipengaruhi oleh suhu, nutrisi, derajat keasaman (pH), serta

    ada atau tidaknya oksigen.

    Kemudian, dilakukan penyaringan hasil fermentasi moromi dengan menggunakan kain

    saring yang nantinya akan didapatkan air hasil fermentasi moromi sebanyak 250 ml

    (kelompok F2, F3 dan F4) serta 150 ml (kelompok F1 dan F5). Selanjutnya, dilakukan

    penambahan air sebanyak 750 ml (kelompok F2, F3 dan F4) serta 450 ml (kelompok F1

    dan F5). Lalu, dilakukan penambahan bumbu untuk kelompok F2, F3 dan F4 adalah 1 kg

    gula jawa, 20 g kayu manis, 3 g ketumbar bubuk, 1 jentik laos, 1 buah bunga pekak dan

    tambahan bumbu yang membedakan tiap kelompok adalah 1 g cengkeh (F2) dan 1 buah

    daun sereh (F3 dan F4). Lalu, untuk kelompok F1 dan F5 ditambahkan 600 g gula jawa,

    12 g kayu manis, 1,8 g ketumbar bubuk, 1

    2 jentik laos, 1 kelopak bunga pekak dan

    tambahan bumbu yang membedakan tiap kelompok adalah 0,6 g cengkeh (F1) dan 3

    5 pala.

    Menurut Wiratma (1995), penambahan gula dimaksudkan untuk memberikan rasa manis

    pada kecap, meningkatkan viskositas kecap sehingga dapat meningkatkan umur simpan

    serta menyebabkan reaksi maillard serta karamelisasi yang dapat membentuk flavor dan

    aroma khas serta warna coklat dari kecap manis apabila dipanaskan. Rahayu et al., (2005)

    menambahkan bahwa tahapan pemasakan kecap yaitu adanya penambahan air pada hasil

    fermentasi moromi yang kemudian direbus dan ditambahkan bumbu.

    Gambar 6. Penyaringan Moromi, Bumbu-bumbu dan Pemasakan Kecap

  • 9

    Selanjutnya, kecap yang telah mengental disaring kembali untuk memisahkan kecap dari

    ampas bumbu-bumbu. Setelah itu, kecap diambil sedikit untuk dilakukan uji sensori

    secara organoleptik dengan 4 atribut mutu yaitu aroma, rasa, warna serta kekentalan

    dengan bantuan panelis. Sisanya, kecap dimasukkan kedalam botol dan dapat dibawa

    pulang oleh praktikan. Menurut Kartika et al., (1988), uji sensori (sensory test methods)

    adalah cara untuk mengetahui kualitas bahan pangan secara objektif berdasarkan pada

    alat inderawi manusia yang bersifat subjektif. Soekarto (1981) menambahkan bahwa

    sensori secara organoleptik menggunakan bantuan panelis dimaksudkan untuk

    mengenalkan alat indera akan sifat suatu bahan pangan dengan adanya rangsangan yang

    diterima seperti warna, rasa, bau dan lain-lain.

    Gambar 7. Penyaringan, Pemasukan Kecap dalam Botol dan Sensori Kecap (F1-F5)

    2.3. Hasil Pengamatan Sensori Kecap

    Pada praktikum kecap kali ini, didapatkan hasili uji sensori yang berbeda-beda karena

    digunakan bahan utama yaitu kacang kedelai yang berbeda-beda dan pemberian bumbu

    juga berbeda-beda tiap kelompok. Terdapat 4 atribut yang akan disensori yaitu, aroma,

    rasa, warna serta kekentalan. Pada atribut aroma, aroma pada seluruh kelompok berturut

    turut adalah kurang kuat (F1-inokulum 0,5%), kuat (F2 dan F3-inokulum 0,75%), dan

    sangat kuat (F4 dan F5-inokulum 1%). Dapat dilihat bahwa semakin tinggi inokulum

    yang ditambahkan ke dalam kacang kedelai, maka aroma kecap yang dihasilkan akan

    semakin kuat. Santoso (1994) menambahkan bahwa aroma pada kecap didapatkan

    sewaktu proses pemasakan dengan bumbu yang mengakibatkan komponen-komponen

    aroma volatil pada kecap yang khas dapat terbentuk. Komponen volatil tersebut ialah 1-

    piridin, 1-tiazol, 2 senyawa mengandung sulfur, 3-pirazin, 5 senyawa furan, 9-asam

    lemak, 9-keton alifatik dan lakton, 12 turunan benzen, 14-aldehid alifatik, 14-ester, 15-

  • 10

    alkohol alifatik dan aromatik, serta 18-terpenoid. Didukung pula oleh teori Apriyantono

    & Gono (2004) bahwa penambahan inokulum yang semakin banyak pada kacang kedelai

    mampu mempengaruhi komponen volatil aroma pada kecap menjadi semakin banyak

    pula, sehingga aroma pada kecap akan semakin kuat. Berdasarkan teori diatas, kecap

    seluruh kelompok telah sesuai dengan teori karena semakin tinggi inokulum yang

    ditambahkan ke dalam kacang kedelai, maka aroma kecap yang dihasilkan akan semakin

    kuat.

    Kemudian, untuk atribut kedua ialah rasa dari kecap. Rasa kecap pada seluruh kelompok

    adalah kuat (F1, F2 dan F5) dan sangat kuat (F3 dan F4). Dapat dilihat bahwa

    penambahan inokulum tidak berpengaruh terhadap rasa manis dari kecap. Rahayu et al.,

    (2005) berkata bahwa fermentasi dapat menghasilkan bakteri asam laktat (BAL) yang

    dapat mempengaruhi rasa manis pada kecap. Saat fermentasi moromi, pH menurun

    karena terjadi metabolisme BAL tersebut untuk menghasilkan asam laktat. Dimana pH

    yang asam tersebut dapat memicu pertumbuhan ragi sehingga rasa khas pada kecap dapat

    muncul. Didukung pula oleh teori Wiratma (1995) bahwa penambahan gula berfungsi

    untuk dapat memberikan rasa manis pada kecap, meningkatkan viskositas kecap sehingga

    dapat meningkatkan umur simpan serta menyebabkan reaksi maillard serta karamelisasi

    yang dapat membentuk flavor dan aroma khas serta warna coklat dari kecap manis apabila

    dipanaskan. Berdasarkan teori tersebut, dapat dilihat bahwa rasa seluruh kecap yang

    dihasilkan tidak dipengaruhi oleh inokulum yang diberikan sewaktu proses fermentasi

    koji. Hal-hal yang dapat membedakan rasa tiap kecap ialah keterbatasan panelis pada

    indera pengecap maupun ketidakseragaman suhu dan waktu proses pemasakan pada

    kecap. Pada praktikum kali ini, suhu serta waktu pemasakan kecap tidak diukur dengan

    menggunakan alat bantu termometer maupun stopwatch. Cara mengetahui bahwa proses

    pemasakan telah selesai adalah ketika kecap dirasa sudah mengental. Hal inilah yang

    dapat menyebabkan hasil dari kecap yang berbeda-beda. Selain itu, sebelum dan sesudah

    melakukan sensori, panelis telah membilas indera pengecapnya dengan cara berkumur-

    kumur dengan menggunakan air agar indera pengecap kembali netral. Sesuai dengan teori

    Kartika et al., (1988) bahwa uji sensori (sensory test methods) adalah cara untuk

    mengetahui kualitas bahan pangan secara objektif berdasarkan pada alat inderawi

    manusia yang bersifat subjektif.

  • 11

    Selanjutnya, untuk atribut ketiga ialah warna dari kecap. Warna kecap pada seluruh

    kelompok adalah hitam (F2) dan sangat hitam (F1, F3, F4 dan F5). Dapat dilihat bahwa

    penambahan inokulum tidak berpengaruh terhadap warna dari kecap. Warna kecap

    didapatkan sewaktu proses pemasakan dan sewaktu ditambahkan gula jawa. Wiratma

    (1995) mengatakan bahwa penambahan gula berfungsi untuk dapat memberikan rasa

    manis pada kecap, meningkatkan viskositas kecap sehingga dapat meningkatkan umur

    simpan serta menyebabkan reaksi maillard serta karamelisasi yang dapat membentuk

    flavor dan aroma khas serta warna coklat dari kecap manis apabila dipanaskan. Didukung

    pula oleh teori Peppler & Perlman (1979) bahwa warna coklat kehitaman pada kecap

    terbentuk sewaktu penambahan gula. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa

    warna kecap dapat dipengaruhi oleh fermentasi moromi. Wu et al., (2010) menambahkan

    bahwa suhu yang optimal untuk fermentasi adalah 25-45 oC. Apabila suhu fermentasi

    semakin tinggi, akan terjadi perubahan warna larutan garam menjadi lebih gelap. Pada

    praktikum kali ini, penjemuran moromi dilakukan pada tempat yang berbeda-beda (di

    kampus dan di rumah praktikan) serta pada suhu yang berbeda (tidak menggunakan alat

    bantu termometer). Hal ini dapat membedakan tiap warna pada kecap karena tidak

    digunakannya termometer sewaktu melakukan penjemuran untuk mengukur suhu

    moromi. Karena penjemuran yang dilakukan adalah penjemuran dengan menggunakan

    bantuan matahari. Selain itu, waktu menjemur tiap kelompok mungkin bisa berbeda-beda

    yaitu sewaktu matahari masih belum terik hingga sangat terik (sekitar jam 1 siang).

    Menurut Soekarto (1981), sensori secara organoleptik menggunakan bantuan panelis

    dimaksudkan untuk mengenalkan alat indera akan sifat suatu bahan pangan dengan

    adanya rangsangan yang diterima seperti warna, rasa, bau dan lain-lain. Didukung pula

    oleh Kartika et al., (1988) bahwa uji sensori (sensory test methods) adalah cara untuk

    mengetahui kualitas bahan pangan secara objektif berdasarkan pada alat inderawi

    manusia yang bersifat subjektif. Ketidakseragaman warna pada kecap kloter F dapat

    dipengaruhi oleh keterbatasan panelis pada indera penghilatan sewaktu melihat warna

    kecap yang hampir serupa. Pengamatan ini seharusnya dilakukan seobjektif mungkin agar

    akurat. Seharusnya, untuk meningkatkan keakuratan pengamatan pada warna, dapat

    dilakukan dengan bantuan chromameter untuk membantu panelis dalam mengamati

    warna pada kecap. Menurut Gonnet (1999), chromameter merupakan alat bantu yang

    digunakan untuk mengukur indeks warna LAB color (Lightness A (Green-red axis) B

  • 12

    (Blue-yellow axis) yang diukur dengan menggunakan cahaya masuk yang ditembakkan

    kepada bahan yang diukur dengan bantuan chromameter. Lightness dengan nilai antara 0

    dan 100 menunjukkan nilai gelap dan terang. Pada nilai a* (+) dan (-) mengindikasikan

    warna merah dan hijau. Pada nilai b* (+) dan (-) menunjukkan warna biru dan kuning.

    Lalu, untuk atribut terakhir ialah kekentalan dari kecap. Kekentalan kecap pada seluruh

    kelompok adalah kental (F1 dan F3) dan sangat kental (F2, F4 dan F5). Dapat dilihat

    bahwa penambahan inokulum tidak berpengaruh terhadap kekentalan dari kecap.

    Kekentalan pada kecap dapat dipengaruhi oleh penambahan gula jawa sewaktu

    dipanaskan. Wiratma (1995) mengatakan bahwa penambahan gula berfungsi untuk dapat

    memberikan rasa manis pada kecap, meningkatkan viskositas kecap sehingga dapat

    meningkatkan umur simpan serta menyebabkan reaksi maillard serta karamelisasi yang

    dapat membentuk flavor dan aroma khas serta warna coklat dari kecap manis apabila

    dipanaskan. Walaupun gula yang diberikan adalah berbeda 1 kg (kelompok F2, F3 dan

    F4) dan 600 g (F1 dan F5), hal ini tidak menjadi pemicu perbedaan kekentalan tiap kecap,

    karena sudah dilakukan kalkulasi perbandingan antara kacang kedelai dengan bumbu-

    bumbu yang ada. Rahayu et al., (2005) menambahkan bahwa proses pemasakan yang

    terlalu lama dapat menguapkan air pada kecap sehingga didapatkan kecap yang semakin

    kental. Yang dapat membedakan kekentalan antara tiap kecap pada praktikum kali ini

    ialah suhu dan waktu pemanasan kecap yang tidak seragam karena tidak diberikan alat

    bantu seperti termometer dan stopwatch sewaktu memasak. Sehingga, suhu dan waktu

    pemanasan tiap kelompok tidaklah seragam. Sehingga, viskositas dari kecap antar

    kelompok saling berbeda-beda. Selain itu, ketidakseragaman kekentalan pada kecap

    kloter F dapat dipengaruhi oleh keterbatasan panelis pada indera penghilatan dan perasa

    sewaktu melihat dan merasakan kekentalan kecap yang hampir serupa. Pengamatan ini

    seharusnya dilakukan seobjektif mungkin agar akurat. Seharusnya, untuk meningkatkan

    keakuratan pengamatan pada kekentalan kecap, dapat dilakukan dengan bantuan

    viskotester. Menurut Giancoli (2001), peralatan untuk mengukur viskositas suatu larutan

    disebut viskotester.

  • 13

    3. KESIMPULAN

    Kecap merupakan produk fermentasi yang dibuat dari kacang kedelai melalui proses

    fermentasi koji, fermentasi moromi serta pemasakan dengan bumbu-bumbu.

    Aspergillus oryzae pada fermentasi koji dapat menghasilkan enzim amilase dan

    protease untuk memecah karbohidrat dan protein menjadi lebih sederhana.

    Pada fermentasi moromi terjadi proses degradasi protein yang dapat mempengaruhi

    nilai nutrisi, rasa, dan flavor pada kecap.

    Fermentasi moromi dipengaruhi oleh suhu, nutrisi, derajat keasaman (pH), serta ada

    atau tidaknya oksigen.

    Penambahan gula jawa yang tinggi dapat memberikan kontribusi terhadap warna yang

    hitam, rasa manis, aroma khas karamel dan viskositas yang tinggi pada kecap.

    Semakin tinggi inokulum yang diberikan, maka aroma kecap akan semakin kuat.

    Semakin tinggi suhu dan waktu selama penjemuran kacang kedelai dan pemasakan

    kecap, maka warna kecap yang dihasilkan akan semakin gelap.

    Semakin tinggi suhu dan waktu selama pemasakan kecap, maka viskositas kecap akan

    meningkat.

    Semarang, 10 Juli 2015

    Praktikan Asisten Praktikum,

    - Abigail Sharon Effendy

    - Frisca Melia

    Fellycia Devi Paramitha

    12.70.0109

  • 14

    4. DAFTAR PUSTAKA

    Apriyantono, A dan Gono D. Y. (2004). Perubahan Komponen Volatil Selama

    Fermentasi Kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. VOl XV, No 2.

    Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat

    Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

    Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc.

    New York.

    Badan Standarisasi Nasional. (1994). Kecap Kedelai. SNI 01-3543-1994. Jakarta.

    Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wooton, M. (1988). Ilmu Pangan. Jakarta:

    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

    Chancahroonpong, C., Hsieh, Pao-Chuan., dan Sheu, Shyang-Chwen. (2012). Enzyme

    Production and Growth of Aspergillus oryzae S. on Soybean Koji Fermentation.

    Elsevier Journal of Biotechnology and Food Science, Vol 2, pp: 57-61.

    Feng J., Zhan X.-B., Zheng Z.-Y., Wang D., Zhang L.-M., dan Lin C.-C. (2013). New

    Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci., 31: 292305.

    Giancoli, D. C. (2001). Fisika. Jilid 1. Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

    Gonnet, J. (1999). Colour effects of co-pigmentation of anthocyanins revisited 2. A

    colorimetric look at the solutions of cyanin co-pigmented by rutin using the CIELAB

    scale. Food Chemistry.

    Judoamidjojo, R.M. (1987). Studies on Chemical and Microbiological Aspect of Kecap

    as Fundamental to Improve ITS Quality. Kumpulan Seminar Bioteknologi Pertanian.

    PAU Bioteknologi, IPB.

    Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. (1988). Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.

    PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

    Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta

    Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

  • 15

    Koswara S. (1992). Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Jakarta:

    Sinar Harapan.

    Krisno, Y. S. (1990). Mempelajari Aspek Pengolahan Kecap di Perusahaan Kecap Cap

    Bulan Palembang. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Kurniawan, R. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi

    Terhadap Kwalitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia 2(2):127-135.

    Panghegar. (1989). Aspek-aspek Teknologi Pengolahan Kecap pada Perusahaan Kecap

    Zebra dan Bemo [laporan praktik lapang]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,

    Institut Pertanian Bogor.

    Peppler, H.J. dan Perlman, D. (1979). Microbial Technology. Fermentation Technology.

    Academic Press. San Fransisco.

    Purwoko, T., dan Noor, S. H. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa

    Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus.

    Biodiversitas Vol 8, No. 3, hal 223-227.

    Rahayu, Anny; Suranto; dan Tjahjadi P. (2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan

    Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucanena leucocephala)

    terfermentasi Aspergillus oryzae. Bioteknologi 2(1):14-20.

    Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

    Rosida, D. F., Wijaya, C.H., Apriantono, A., dan Zakaria, F. R. (2013). Karakteristik

    Moromi dan Kecap Manis serta Kajian Aktivitas Antioksidannya. Rekapangan, 4(2).

    Santoso HB. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Yogyakarta: Kanisius.

    Soekarto, S. T. (1981). Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil

    Pertanian. PUSBANGTEPA / Food Technology Development Center. IPB. Bogor.

    Suganuma T, Fujita K, dan Kitahara K. (2007). Some distinguishable properties

    between acid-stable and neutral types of -amylase from acidproducing koji. J Biosci Bioeng;104:353-62.

    Suliantari dan Winiati, P. R. (1990). Teknologi Fermentasi Biji-bijian dan Umbi-umbian.

    Lembaga Suberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Suprapti MS. 2005. Kecap Tradisional. Yogyakarta: Kanisius.

  • 16

    Suriadi, P. (1992). Mempelajari Aspek-aspek Teknologi Pengolahan Kedelai di PT. ABC

    Central Food. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings

    Publishing Company, Inc. USA.

    Visessanguan, W., S. Benjakul, S. Riebroy dan P. Thepkasikul. (2004). Changes in

    Composition and Functional Properties of Proteins and Their Contributions to Nham

    Characteristics. Food Chemistry., 66: 579-588.

    Wibowo F. (1990). Mempelajari Aspek-aspek Teknologi Pengolahan Kecap di PT. ABC

    Central Food. [laporan praktik lapang]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

    Pertanian Bogor.

    Wijaya. (1986). Mempelajari Penggunaan Starter Murni Kapang Aspergillus sp. Dalam

    Pembuatan Kecap [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

    Bogor.

    Wiratma, E. (1995). Analisis Komponen Flavor Kecap Manis [skripsi]. Bogor: Fakultas

    Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Wu, T. Y., Mun, S. K., Lee, F. S. dan Lithnes, K. P. (2010). Effect of Temperature on

    Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration. African Journal of

    Biotechnology. Vol 9(5), pp. 702-706.

    Yanfang, Z. dan Wenyi, T. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese

    SolidFermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol.8, No. 4:pp.673,

    681.

  • 17

    5. LAMPIRAN

    5.1. Laporan Sementara

    5.2. Jurnal