Top Banner
STUDI LITERATUR FENOMENA PENUAAN DAN RELEVANSI DENGAN KEPERAWATAN GERONTIK Disusun oleh : Ns Muhammad Mu’in, S.Kep PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2007
31

Fenomena Penuaan

Dec 04, 2015

Download

Documents

y
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fenomena Penuaan

STUDI LITERATUR

FENOMENA PENUAAN DAN RELEVANSI DENGAN

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun oleh :

Ns Muhammad Mu’in, S.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2007

Page 2: Fenomena Penuaan

Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat menganalisis teori penuaan dan

relevansinya dengan keperawatan gerontik

Tujuan Instruksioanl Khusus

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan peran teori dalam memahami penuaan

2. Menjelaskan tentang teori biologis dalam penuaan dan relevansinya dengan

keperawatan gerontik

3. Menjelaskan tentang teori sosiologis dalam penuaan dan relevansinya dengan

keperawatan gerontik

4. Menjelaskan tentang teori psikologis dalam penuaan dan relevansinya dengan

keperawatan gerontik

Page 3: Fenomena Penuaan

Pendahuluan

Penuaan merupakan fenomena yang sampai sekarang masih menjadi bahan

kajian dan penelitian yang menantang. Pertanyaan mendasar tentang mengapa manusia

menjadi tua, bagaimana proses menjadi tua, dan apakah manusia bisa tidak menjadi

tua merupakan misteri yang menuntut pemecahan oleh ilmu pengetahuan.

Menua (aging) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam

Dharmojo dan Martono, 1999). Perdebatan tentang fenomena penuaan telah ada sejak

dulu, meskipun mayoritas masih berfokus pada penuaan secara biologis. Ilmuwan

yunani kuno seperti Aristoteles, Hippokrates, Galen dan ilmuwan filosofis lain

menghubungkan penuaan dengan adanya penurunan panas tubuh dan air.

Setelah metodologi penelitian dan keilmuan berkembang serta ditemukan lebih

banyak hal tentang penuaan, konsep penuaan menjadi semakin jelas, bahwa penuaan

sebenarnya proses yang sangat kompleks dan bervariasi, sehingga membutuhkan

pemahaman terhadap hal multi aspek pada penuaan. Penuaan pada manusia di

pengaruhi oleh aspek biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual. Penuaan yang

sukses ditandai dengan keadaan sejahtera secara fisiologis, psikologis, sosial dan

spiritual. Pemahaman terhadap kompleksitas dan ke-multiaspek-an proses menua

mutlak dikuasai oleh perawat gerontik yang harus memberikan asuhan keperawatan

pada lansia secara komprehensif mencakup kebutuhan biologi, psikologis, sosial,

kultural, serta spiritual.

Teori berfungsi membantu pemahaman tentang satu fenomena tertentu,

memberikan sudut pandang untuk melihat fakta, serta memberikan pijakan dan arah

untuk diskusi dan penelitian (Miller, 1999). Teori tentang penuaan masih berkembang

hingga sekarang karena teori yang ada sekarangpun dianggap belum mampu

menjawab pertanyaan tentang fenomena penuaan secara memuaskan. Teori yang akan

dibahas dalam makalah ini merupakan teori yang umum dan didukung oleh banyak

ilmuan, masih banyak teori lain yang juga berkontribusi terhadap pemahaman tentang

penuaan.

Page 4: Fenomena Penuaan

Menua merupakan proses yang dapat dilihat sebagai sebuah kontinum kejadian

dari lahir sampai meninggal (Ignativicus, Workman, Mishler, 1999 dikutip dari

Lueckenotte, 2000). Teori biologis menjelaskan bahwa penuaan terjadi karena proses

dinamika biologis seperti penumpukan kerusakan atau zat yang merusak di dalam

tubuh, pembelahan sel, mutasi gen yang berlangsung terus menerus dari awal

kehidupan manusia sampai meninggal. Teori sosial menjelaskan bahwa kehidupan

sosial pada masa lansia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial sebelumnya, pola

interaksi sosial pada masa sebelumnya akan mempengaruhi bagaimana lansia

berinteraksi sosial. Teori psikologis menjelaskan situasi dan kondisi psikologis pada

masa lansia merupakan cermin kondisi kejiwaan pada masa sebelumnya, mekanisme

koping dalam menghadapi masalah kehidupan dilatih dan dipraktikkan oleh manusia

berawal dari masa muda sampai masa lansia.

Teori Biologis tentang Penuaan

Teori biologis merupakan teori penuaan yang berkembang lebih awal

dibanding teori penuaan yang lain. Aristoteles, Galen dan Roger Bacon

mengemukakan teori penuaan dan menyusun daftar tentang umur terpanjang berbagai

spesies. Elie Metchnikoff (1908) mengajukan teori bahwa penuaan terjadi akibat

absoprsi toksin terus menerus oleh kuman usus (Hardywinoto, Setiabudhi, T, 1999).

Teori biologis konsern dengan jawaban terhadap pertanyaan mendasar tentang

proses fisiologis yang terjadi pada semua mahluk yang menua secara kronologis.

Perubahan akibat menua berjalan sendiri tanpa pengaruh faktor eksternal atau

penyakit. Pertanyan utama berkaitan dengan faktor yang memicu proses penuaan yang

aktual pada mahluk hidup. Teori ini secara umum melihat penuaan yang terjadi pada

titik pandang molekular, seluler, atau sistem tubuh (Lueckenotte, 2000).

Fokus teori biologis mencakup penjelasan tentang hal-hal berikut : 1) efek

deleterious menyebabkan penurunan fungsi pada mahluk hidup, 2) terjadi perubahan

terkait usia secara bertahap yang berkembang progresif dari waktu ke waktu, 3)

perubahan intrinsik dapat mempengaruhi setiap anggota suatu spesies akibat usia

kronologis (Lueckenotte, 2000). Karakteristik proses penuaan yang terjadi pada hewan

mamalia dan manusia (Vincent J. Cristofalo (1990) adalah : 1) Peningkatan kematian

Page 5: Fenomena Penuaan

sejalan dengan peningkatan usia, 2) Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan

jaringan tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan

lipofuscin yang dikenal sebagai age pigment, serta perubahan di serat kolagen yang

dikenal sebagai cross-linking, 3) Terjadi perubahan yang progresif dan merusak, 4)

Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya, 5)

meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit tertentu (Hardywinoto,

Setiabudhi, T, 1999).

Penurunan fungsi satu mahluk hidup dapat menyebabkan suatu kegagalan

menyeluruh baik pada satu organ maupun sistem (Hayflick, 1996). Menurut teori ini,

semua organ pada satu mahluk hidup tidak menua pada waktu yang sama, satu organ

yang sama pada 2 individu satu spesies tidak menua dengan laju yang sama. Teori

penuaan biologis secara umum terbagi menjadi dua yaitu stochastic dan nonstochastic.

Teori stochastic menerangkan menua sebagai proses kejadian yang terjadi secara acak

dan berakumulasi seiring waktu, sedangkan teori nonstochatic memandang penuaan

sebagai proses yang telah ditentukan secara tepat sebelumnya, merupakan fenomena

yang telah pasti waktunya. Sebagai sebuah kesimpulan bahwa proses penuaan tidak

hanya dipengaruhi oleh satu mekanisme, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor

mekanisme penuaan (Lueckenotte, 2000).

Teori Stochastic

Teori Kesalahan (Error Theory)

Setelah sel menua, banyak perubahan terjadi secara alami pada penyusun

utamanya, DNA dan RNA. Hipotesis teori ini berdasar pada ide bahwa kesalahan

dapat terjadi pada transkripsi dalam satu langkah sintesis protein DNA, hal ini dapat

menyebabkan penuaan atau kematian pada suatu sel. Kesalahan akan menyebabkan

reproduksi suatu enzim atau protein yang bukan kopi tepat dari aslinya. Transkripsi

berikutnya akan menghasilkan kesalahan juga. Apabila dampaknya berlanjut sampai

beberapa generasi protein, produk akhirnya tidak akan menyerupai sel aslinya dan

kemampuan fungsionalnya akan berkurang (Sonneborn, 1979 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Page 6: Fenomena Penuaan

Sekarang teori ini tidak didukung hasil penelitian, meskipun perubahan terjadi

pada aktivitas enzim seiring penuaan, penelitian tidak menemukan bahwa semua sel

yang menua mengandung protein yang berubah atau tidak spesifik, demikian juga

penuaan tidak berjalan lebih cepat pada saat protein atau enzim yang tidak spesifik

dimasukkan ke dalam sel (Hayflick, 1996; Goldstein, 1993; Schneider, 1992 dikutip

dari Lueckenotte, 2000).

Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)

Radikal bebas merupakan produk dari aktivitas metabolisme dasar di dalam

tubuh. Produksi radikal bebas dapat meningkat sebagai hasil polusi lingkungan

eksternal maupun internal seperti ozone, pestisida, radiasi, asap kendaraan dan rokok,

zat pengawet makanan, dan sinar ultra violet serta kerusakan sel atau sel yang mati.

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika fagosit

pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria

(Oen,1993 dikutip dari (Dharmojo, R.B, Martono, H.H, 1999). Pada metabolisme

aerob radikal bebas terbentuk pada fase respirasi di mitokondria.

Radikal bebas merupakan produk antara dalam metabolisme yang melibatkan

oksigen dalam mengubah bahan makanan menjadi ATP melalui enzim respirasi di

mitokondria. Radikal bebas yang terbentuk dalam fase ini antara lain : superoksida

(O2), radikal hidroksil (OH), dan peroksida hidrogen (H2O2). Secara normal, radikal

bebas dinetralkan oleh antioksidan alami non enzimatik seperti vitamin C (asam

askorbat), Provitamin A (Beta Karoten) dan Vitamin E (Tocopherol) at au aktivitas

enzimatik. Aktivitas enzimatik dalam tubuh dalam upaya menetralkan radikal bebas

terjadi dalam reaksi sebagai berikut (Dharmojo, R.B, Martono, H.H, 1999) :

1. Superoxide dismutase (SOD), yang berunsur Zn, Cu, dan juga Mn. Enzim ini

dapat menguraikan superoksida menjadi 2 O2 dalam reaksi :

2O2 + 2H+ SOD

2 H2O + O2

2. Enzim katalase yang berunsur Fe dalam bentuk Haem, dapat menguraikan

hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen :

2 H2O2 katalase 2H2O + O2

Page 7: Fenomena Penuaan

3. Enzin Glutation peroksidase berunsur selenium (Se), menguraikan hidrogen

peroksida :

H2O2 + GSH GSSG + H2O

Jika radikal bebas tidak dinetralkan akan berikatan dengan molekul lain.

Radikal bebas yang sangat reaktif ini bereaksi dengan molekul di membran sel

khususnya membran sel berupa lemak tak jenuh seperti mitokondria, lisosom, dan

membran inti. Kejadian ini mengakibatkan adanya monopoli terhadap tempat reseptor

pada membran yang menghambat interaksi dengan zat lain yang secara normal

menggunakan tempat reseptor, reaksi kimia ini dinamakan peroksidasi lemak.

Akibatnya organel sel tidak dapat berfungsi secara efisien dalam waktu lama, dan

membran selnya dapat mengalami kerusakan, menyebabkan peningkatan

permeabilitas. Apabila kehilangan atau kemasukan cairan berlebihan, homeostasis

(keseimbangan) internal dapat terganggu dan dapat terjadi kematian sel (Lueckenotte,

2000).

Kerusakan lain dapat terjadi berkaitan dengan adanya molekul radikal bebas

didalam tubuh. Meskipun molekul radikal bebas tidak mempunyai DNA sendiri, tetapi

dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada transkripsi DNA-RNA, sehingga

menyebabkan mutasi pada protein asal. Pada jaringan syaraf dan otot dimana radikal

bebas mempunyai daya ikat yang tinggi, ditemukan zat yang disebut lipofuscin yang

diduga sebagai indikasi terjadinya penuaan kronologis (Lueckenotte, 2000).

Teori Mata Rantai Silang (Cross-linkage theory)

Teori penuaan mata rantai silang mengajukan hipotesis bahwa seiring proses

penuaan banyak protein yang meningkat ter-cross-linked- atau terperangkap yang

dapat mempengaruhi proses metabolisme dengan mengganggu proses masuk dan

keluarnya zat nutrisi ke dalam dan zat buangan ke luar dari kompartemen intraseluler

ke kompartemen ekstraseluler dan sebaliknya. Menurut teori ini, normalnya struktur

molekul yang terpisah di dalam tubuh terikat dengan ikatan kimia. Utamanya hal ini

melibatkan kolagen, yang merupakan suatu makromolekul rantai panjang yang relatif

lembam yang diproduksi oleh fibroblast. Pada saat baru terbentuk, kolagen ini

Page 8: Fenomena Penuaan

kemudian menjadi terperangkap dengan serat-serat yang lama dan membentuk suatu

mata rantai silang kimia yang nyata (Lueckenotte, 2000).

Hasil akhir dari proses mata rantai silang ini adalah suatu peningkatan

kepadatan molekul kolagen tetapi penurunan pada kapasitas untuk transport nutrin ke,

dan pembuangan hasil buangan dari, sel. Akhirnya, hal ini berdampak pada penurunan

fungsi struktur. Satu contoh tentang hal ini adalah perubahan yang barkaitan dengan

kulit yang menua. Kulit pada bayi sangat lembut dan lentur, sedangkan kulit pada

orang tua kehilangan banyak kelembutan dan elastisitasnya. Proses penuaan sama

dengan proses penyamakan kulit, yang menciptakan mata rantai silang dengan tujuan

tertentu (Bjorkstein, 1976; Hayflick, 1996 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Agen mata rantai silang ditemukan pada lemak tak jenuh, ion logam polivalent

seperti aluminium, zinc, dan magnesium; serta berkaitan dengan paparan yang

meningkat terhadap radiasi. Banyak obat yang diberikan pada lansia mengandung

aluminium (antasid dan koagulan), demikian juga pada bahan masakan tepung

pengembang kue yang umum. Beberapa penelitian mendukung kombinasi latihan dan

pembatasan diit untuk membantu menghambat proses mata rantai silang, demikian

juga dengan agen vitamin C profilaksis sebagai agen antioksidan (Bjorsktein, 1976

dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Cerani menunjukkan gula darah bereaksi dengan protein tubuh membentuk

mata rantai silang. Dia menemukan bahwa kristal lensa mata, membran ginjal, dan

pembuluh darah adalah organ khusus yang diduga terjadi mata rantai silang pada

kondisi glukosa yang tinggi. Cerani menduga peningkatan kadar gula darah

menyebabkan peningkatan jumlah cross-linking yang mempercepat penyakit pada

lensa, ginjal, serta pembuluh darah (Schneider, 1992 dikutip dari Lueckenotte, 2000)

Teori mata rantai silang mengajukan bahwa seiring penuaan imunitas tubuh

mengalami penurunan efisiensi, mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat membuang

agen mata rantai silang sebelum ia tersusun/ terbentuk secara aman. Mata rantai silang

diajukan sebagai penyebab utama timbulnya arteriosklerosis, penurunan sistem imun

seiring penuaan, dan kehilangan elastisitas yang sering terlihat pada kulit lansia. Teori

mata rantai silang timbul dari pengalasan deduktif dan berbeda daripada contoh

Page 9: Fenomena Penuaan

sebelumnya, terdapat sedikit bukti untuk mendukung klaim teori ini ( Hayflick, 1996

dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Teori Pakai dan Aus (wear and tear theory)

Teori ini mengajukan bahwa sel menjadi aus seiring waktu karena penggunaan

yang terus menerus. Pada teori ini yang pertama kali diajukan oleh Weisman (1882),

kematian dilihat sebagai satu hasil dari jaringan yang telah aus karena mereka tidak

dapat memperbaharui mereka sendiri dalam sebuah pola yang tidak berakhir (Hayflick,

1998). Intinya, teori ini mencerminkan suatu kepercayaan bahwa organ dan jaringan

mempunyai sejumlah energi yang dapat dipergunakan yang sudah terprogram

sebelumnya dan pada suatu saat aus ketika energi habis terbagi. Pada waktunya, hal ini

berakibat pada kematian organisme secara keseluruhan (Lueckenotte, 2000).

Menurut teori ini penuaan dilihat sebagai sesuatu yang hampir pasti terprogram

sebelumnya- suatu proses yang diduga menjadi rentan terhadap stres, atau suatu

penumpukan injuri atau trauma, yang secara nyata mempercepat hal ini. Kematian

menurut Weisman terjadi karena jaringan yang aus tidak dapat memperbaharui dirinya

sendiri (Hayflick, 1996 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Pendukung teori ini mengajukan bukti mikroskopis wear and tear yang

ditemukan pada jaringan otot polos dan lurik serta pada sel-sel syaraf. Para peneliti

mempertanyakan teori ini dengan penelitian yang menunjukkan peningkatan

kemampuan fungsional pada individu yang berpartisipasi pada latihan sehari-hari.

Efek ini terjadi bahkan pada seseorang dengan keadaan keterbatasan kronis seperti

rheumatoid arthritis. Jika latihan terbukti meningkatkan tingkat fungsional seseorang

maka kebenaran teori wear and tear dipertanyakan. Teori ini berkembang pada saat

revolusi industri di Eropa, orang pada saat itu berusaha menyamakan manusia dengan

mesin mengagumkan yang mereka produksi. Pada satu saat menjadi jelas terbukti

bahwa manusia jelas berbeda dan tidak dapat disamakan dengan mesin.

Page 10: Fenomena Penuaan

Theory Nonstochastic

Teori Terprogram atau Teori Batas Hayflick (Programmed or Hayflick Limit

Theory)

Salah satu teori biologis yang pertama kali diajukan adalah berdasar pada studi

yang selesai pada 1961 oleh Hayflick dan Moorehead. Studi ini mencakup eksperimen

pada sel fibroblastik fetus dan kemampuan reproduktif mereka. Hal yang menonjol

(landmark) dari studi ini ini adalah perubahan cara ilmuan memandang proses penuaan

secara biologis.

Studi Hayflick dan Moorehead menunjukkan terdapat perubahan fungsional

yang terjadi di dalam sel yang bertanggung jawab pada penuaan sel dan organisme.

Studi ini kemudian didukung oleh hipotesis bahwa suatu efek kumulatif fungsi sel

yang tidak tepat dan kehilangan sel di dalam organ dan jaringan pada akhirnya

bertanggungjawab pada fenomena penuaan. Studi ini kontradiktif dengan studi

sebelumnya oleh Carel dan Ebeling dimana sel embrio ayam mampu hidup tidak tentu

waktu (indefinitely) di suatu seting laboratorium; kesimpulan dari eksperimen tahun

1912 ini adalah sel tidak aus, tetapi berlanjut berfungsi secara normal selamanya. Satu

aspek yang menarik dari studi 1961 ini adalah bahwa pembekuan ditemukan

menghentikan jam biologis seluler (Hayflick, Moorehead, 1961 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Berdasar studi tahun 1961 ini, pembelahan sel tanpa batas tidak ditemukan

terjadi, keabadian sel individual ditemukan lebih merupakan hal yang abnormal bukan

kejadian yang normal seperti halnya pada sel kanker. Terlebih lagi lingkungan

(setting) laboratorium jelas tidak dapat dianalogikan dengan lingkungan sebenarnya di

mana manusia hidup. Syarat agar manusia dapat bertahan hidup adalah dapat

beradaptasi terhadap stresor internal maupun eksternal, sehingga studi oleh Carel dan

Ebeling ini dianggap mendukung teori batas Hayflick. Harapan hidup secara umum

dianggap telah terprogram, di dalam satu kerangka spesifik spesies; jam biologis untuk

manusia diperkirakan pada 110 sampai 120 tahun (Gerhard, Cristofalo, 1992;

Hayflick, 1996). Berdasarkan kesimpulan eksperimen ini, teori batas Hayflick kadang

disebut Jam Biologis, Penuaan seluler, atau teori genetik (Lueckenotte, 2000).

Page 11: Fenomena Penuaan

Teori imunitas (Immunity Theory)

Sistem imun adalah suatu jaringan sel, jaringan, dan organ khusus yang

memberikan pada tubuh perlindungan terhadap organisme yang menyerang. Peran

utamanya adalah membedakan antara sendiri dan bukan sendiri, oleh karenanya

melindungi organisme dari serangan oleh kuman patogen. Telah ditemukan bahwa

seiring penuaan seseorang, fungsi sistem imun berkurang secara efektif. Istilah

imunosenescene diberikan pada penuruan fungsi yang terkait usia ini (Lueckenotte,

2000).

Komponen esensial sistem imun adalah sel T, yang bertanggung jawab pada

imunitas yang dimediasi sel, dan sel B, antibodi yang bertanggungjawab pada imunitas

humoral. Baik sel T maupun B dapat berespon terhadap invasi pada organisme,

bagaimanapun seseorang dapat memberikan perlindungan lebih dalam situasi tertentu.

Perubahan yang terjadi seiring penuaan paling nyata terjadi di dalam limfosit T,

meskipun perubahan juga terjadi pada kemampuan fungsional limfosit B. Menyertai

perubahan ini adalah penurunan pertahanan tubuh melawan pathogen asing, yang

barmanifestasi sebagai peningkatan kejadian penyakit infeksi dan peningkatan

produksi autoantibodi, yang memicu kecenderungan untuk berkembang penyakit yang

berkaitan dengan autoimun (Hayflick, 1996 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Perubahan yang terjadi pada sistem imun tidak dapat dijelaskan secara tepat

oleh satu hubungan penyebab dan efek yang pasti, tetapi mereka kelihatannya

meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini mencakup penurunan pada respon imun

humoral, sering menyebabkan lansia cenderung untuk mengalami : 1) penurunan

resistensi terhadap perubahan sel tumor dan perkembangan kanker, 2) penurunan

kemampuan untuk menginisiasi proses imun dan memobilisasi pertahanan tubuh pada

pathogen yang menyerang secara agresif, dan 3) produksi antigen yang tinggi,

seringkali memicu peningkatan penyakit terkait autoimun (Lueckenotte, 2000).

Kondisi imunodefisiensi, seperti halnya pasien human immunodeficiency virus

(HIV) dan pasien transplantasi organ dengan imunosupresan, yang menunjukkan

adanya hubungan antara imunokompetensi dan perkembangan kanker. HIV telah

dihubungkan dengan berbagai bentuk kanker, seperti sarcoma Kaposii. Penerima

Page 12: Fenomena Penuaan

transplantasi organ diduga 80 kali lebih mudah untuk terkena kanker dibanding

populasi lain (Black, Matassarin-Jacobs, 1997).

Teori Lain yang Muncul

Teori kontrol neuroendokrin atau pacemaker

Teori neuroendokrin menguji peran yang saling berhubungan antara sistem

neurologi dan endokrin selama rentang hidup seseorang. Sistem neuroendokrin

mengatur dan mengendalikan banyak aktivitas metabolisme yang penting. Telah

terlihat bahwa terdapat penurunan, atau bahkan kehilangan, pada banyak komponen

sistem neuroendokrin sepanjang rentang hidup. Sistem reproduksi dan perubahannya

sepanjang hidup seseorang, memberikan contoh yang menarik tentang kapabilitas

fungsional sistem neuroendokrin (Lueckenotte, 2000).

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang kompleks antara sistem

endokrin dan sistem syaraf. Hal ini memperlihatkan bahwa sistem reproduksi wanita

diperintah tidak oleh kelenjar ovari atau pituitari tetapi oleh Hipotalamus. Pria tidak

mengalami peristiwa reproduktif seperti menopause, meskipun mereka menunjukkan

penurunan kesuburan. Mekanisme yang memicu penurunan ini dapat memberikan

suatu contoh pola pemahaman terhadap fenomena penuaan (Hayflick, 1996 dikutip

dari Lueckenotte, 2000).

Hormon lain yang mendapat perhatian adalah dehydroepiandrosterone

(DHEA). Hormon ini, disekresi oleh kelenjar adrenal, menurun seiring waktu pada

individu. Pemberian hormon ini pada mencit di laboratorium menunjukkan mereka

berumur panjang, imunitas didukung (bolstered), dan membuat hewan ini terlihat lebih

muda. Mencit ini juga makan lebih sedikit, sehingga ada beberapa dugaan bahwa

mencit yang diberi makan DHEA menunjukkan dampak pembatasan kalori (Cupp,

1997; Guardiola-Lemaitre, 1997; Hayflick, 1996; Kendler, 1997 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Melatonin adalah hormon yang sedang diteliti tentang perannya sebagai jam

biologis. Melatonin diproduksi oleh kelenjar pineal, fungsinya masih merupakan

misteri hingga saat ini. Melatonin ditemukan sebagai pengatur irama biologis dan satu

antioksidan kuat yang dapat meningkatkan fungsi imun. Kadar produksi melatonin

Page 13: Fenomena Penuaan

menurun secara dramatis dari segera setelah pubertas sampai lansia (Lueckenotte,

2000).

Kepercayaan bahwa melatonin mempunyai peran pada penuaan datang tidak

hanya dari dampaknya pada sistem imun dan kemampuan antioksidannya, tetapi juga

dari studi pada hewan pengerat yang menunjukkan peningkatan rentang hidup ketika

melatonin diberikan pada hewan ini. Pada kejadian ini ditemukan juga bahwa hewan

pengerat yang diberi makan suplemen melatonin membatasi intake kalori mereka.

Penelitian lebih perlu dilakukan tentang keamanan dan kemanjuran melatonin.

Meskipun di AS, sudah dapat dijual sebagai suplemen dalam diet, sehingga terdapat

sedikit keuntungan dalam pelaksanaan penelitian. Di Eropa melatonin dikenal sebagai

suatu neurohormon, sehingga akan ada pendapatan finansial lebih untuk menentukan

perannya pada proses penuaan. Pada saat ini, tidak boleh seorang individu yang dapat

mengkonsumsi melatonin tanpa sepengetahuan pemberi pelayanan kesehatan utama

mereka (Guardiola-Lemaitre, 1997; Hayflick, 1996 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Teori Penuaan Metabolik/ Pembatasan Kalori (Methabolic Theory of Aging/

Caloric Restriction)

Teori ini mengajukan bahwa setiap organisme mempunyai satu jumlah waktu

hidup metabolik dan organisme yang mempunyai laju metabolisme yang lebih tinggi

mempunyai rentang masa hidup yanng lebih pendek. Bukti untuk teori ini berasal dari

penelitian yang menunjukkan bahwa ikan tertentu, pada saat temperatur air rendah,

hidup lebih lama dibanding sesamanya dengan air yang hangat. Percobaan yang luas

pada efek pembatasan kalori pada hewan pengerat menunjukkan bahwa pembatasan

kalori meningkatkan rentang hidup dan menunda terjadinya penyakit yang berkaitan

dengan penuaan (Hayflick, 1996; Schneider, 1992 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Penelitian Terkait DNA (DNA-Related Research)

Dua perkembangan utama sedang terjadi pada saat tulisan ini dibuat yang

berhubungan dengan pemahaman kita terhadap peran yang dimainkan DNA dalam

proses penuaan. Yang pertama melibatkan pemetaan, atau identifikasi genom manusia,

harapannya tugas ini akan selesai pada awal abad ke-21. Dipercaya bahwa terdapat

Page 14: Fenomena Penuaan

200 gen yang bertanggung jawab pada pengendalian penuaan manusia (Schneider,

1992). Penyelidikan terhadap gen pada sistem tubuh tertentu, misalnya sistem imun,

dapat memicu pemahaman yang lebih besar terhadap proses penuaan (Lueckenotte,

2000).

Perkembangan kedua yang terjadi adalah yang berkaitan dengan penemuan

telomere, yang merupakan daerah pada ujung kromosom yang mungkin berfungsi

sebagai jam biologis. Telah ditemukan bahwa dengan setiap pembelahan sel yang

ditempatkan di kultur sel manusia normal, bagian dari telomere menghilang.

Penemuan ini menjelaskan mengapa sel normal mempunyai kemampuan terbatas

untuk membelah. Sel abnormal, seperti sel kanker, nampaknya sudah menemukan

jalan untuk menjaga dari pemendekan pada setiap pembelahan yang memberikan satu

jenis “keabadian“ pada mereka. Ditemukan bahwa sel abnormal ini memproduksi satu

enzim yang disebut telomerase. Enzim telomerase sebenarnya menambah rangkaian

telomere pada ujung setiap kromosom pada setiap pembelahan sel. Manfaat segera

penemuan ini adalah perkembangan uji untuk untuk mendeteksi enzim telomerase,

sekaligus mengidentifikasi sel yang abnormal. Penelitian terus berjalan untuk

mengembangkan zat yang akan menghambat produksi telomerase dalam upaya untuk

mencegah sel kanker berlanjut memperbanyak diri (Gupta, Han, 1996; Hayflick, 1996

Keys, Marble, 1998 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Implikasi bagi Keperawatan

Saat berinteraksi dengan populasi lansia, penting untuk menghubungkan

konsep kunci pada teori biologis dengan asuhan keperawatan yang diberikan.

Meskipun teori ini tidak memberikan jawabannya, teori ini akan memberikan

penjelasan tentang beberapa perubahan yang terlihat pada individu lansia. Penuaan dan

penyakit tidak secara pasti berjalan “bergandengan tangan“, dan perawat lanjut usia

perlu mempunyai pemahaman yang jelas perbedaan antara perubahan terkait penuaan

dan perubahan yang sebenarnya patologis. Perawat harus ingat bahwa para ilmuan

masih dalam proses penemuan apa itu penuaan yang normal (Lueckenotte, 2000).

Saat membahas tentang teori biologis penuaan, dua konsep yang telah

memperoleh penerimaan yang luas adalah : 1) Ada kemungkinan kapasitas replikasi

Page 15: Fenomena Penuaan

terbatas untuk sel tertentu yang menyebabkan ekspresi berlebihan gen yang rusak serta

kerusakan oksidatif pada sel, dan 2) Radikal dapat menyebabkan kerusakan pada sel

dari waktu ke waktu. Berdasarkan konsep ini, perawat gerontologi dapat meningkatkan

kesehatan klien lansia dengan sejumlah cara. Pemberian bantuan untuk berhenti

merokok merupakan salah satu contoh promosi kesehatan. Merokok sigaret

meningkatkan pergantian sel di dalam rongga mulut, cabang bronkus dan alveoli.

Merokok juga memasukkan karsinogen ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan

peningkatan laju kerusakan sel yang dapat memicu kanker (Lueckenotte, 2000).

Menggunakan prinsip yang sama, aktivitas promosi kesehatan yang dapat

perawat kembangkan berupa pendidikan terkait paparan sinar matahari. Paparan

terhadap sinar ultraviolet yang berlebihan adalah contoh lain zat yang dapat

menyebabkan pergantian sel yang cepat, yang dapat menyebabkan mutasi, dan

akhirnya keganasan. Dalam upaya mengurangi kerusakan akibat radikal bebas,

perawat juga dapat menganjurkan klien untuk mengkonsumsi diit makanan yang

bervariasi menggunakan piramida makanan sebagai petunjuk, dan menganjurkan

suplementasi antioksidan seperti vitamian C dan E (Goldstein, 1993 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Aktivitas yang berlanjut memainkan peran penting dalam kehidupan lansia,

rutinitas harian diperlukan untuk menggabungkan kesempatan yang menghimpun

kemampuan yang masih ada, memperkuat otot, dan mencegah atropi otot lebih lanjut

berkaitan dengan keadaan tidak dipakai (disuse). Mendorong lansia untuk

berpartisipasi di dalam aktivitas dapat memberikan tantangan pada perawat yang

berinteraksi dengan klien seperti ini (Lueckenotte, 2000).

Kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) memerlukan

penggunaan ekstremitas secara fungsional. Aktivitas harian yang meningkatkan

kekuatan lengan atas dan ketrampilan tangan berkontribusi pada kemampuan lansia

untuk dengan sukses melakukan aktivitas ganti baju dan merawat (merapikan) diri.

Bahkan aktivitas di tempat duduk seperti nafas dalam, meningkatkan aliran oksigen ke

dalam otak, sehingga meningkatkan mental kognisi yang jelas, meminimalkan sakit

kepala/ pusing, dan meningkatkan stamina dengan aktivitas.mendorong lansia untuk

berpartisipasi dalam jalan-jalan harian, meskipun dengan dasar yang terbatas,

Page 16: Fenomena Penuaan

memfasilitasi sirkulasi perifer dan meningkatkan perkembangan sirkulasi kolateral.

Jalan-jalan juga membantu dalam pengendalian berat badan, yang sering menjadi

masalah pada lansia. Keuntungan tambahan jalan-jalan meliputi : 1) Penggantian

lemak dengan jaringan otot, 2) Pencegahan atropi otot, 3) Peningkatan perasaan sehat

sejahtera secara umum (Lueckenotte, 2000).

Sistem pelayanan kesehatan mulai berubah fokus ke arah promosi kesehatan

dan prevensi penyakit. Lansia harus dimasukkan dalam fokus ini. Pandangan stereotip

yang menganggap lansia “terlalu tua untuk belajar hal baru” harus digantikan oleh

pengetahuan faktual tentang kemampuan kognitif lansia. Perlu bagi pembelajaran klien

untuk menekankan konsep bahwa kondisi atau penyakit tertentu tidak tak terelakkan

hanya karena bertambahnya tahun. Tingkat kesejahteraan/ kesehatan yang tinggi

diperlukan untuk meminimalkan potensi kerusakan akibat penyakit pada masa lansia.

Meskipun penuaan secara normal membawa serta penurunan fungsi sistem imun,

lansia tidak harus mengalami infeksi dan/ atau penyakit yang tidak perlu. Mendorong

langkah preventif seperti vaksin influenza tahunan atau penanaman sekali waktu

vaksin pneumokokus adalah penting untuk memberikan pengalaman hidup yang

berkualitas bagi populasi lanjut usia (Lueckenotte, 2000).

Aplikasi teori biologis yang lain adalah pemahaman bahwa stres hidup, baik

fisik maupun psikis, mempunyai dampak pada proses penuaan. Dalam merencanakan

intervensi, perhatian harus diberikan pada pada faktor stres yang beragam pada

kehidupan lansia. Aktivitas untuk meminimalkan stres dan meningkatkan koping

mekanisme yang sehat harus dimasukkan ke dalam rencana pendidikan klien lansia.

Pendidikan tentang teknik dasar relaksasi, guided imagery, visualisasi,

distraksi, dan terapi musik dapat menfasilitasi rasa pengendalian terhadap potensial

stres akibat situasi. Penerapan lain yang melibatkan panas atau dingin, sentuhan

terapetik, dan terapi masssase dapat dikembangkan. Memahami kecenderungan

budaya individu dan membaginya dengan professional kesehatan lain lebih lanjut akan

membantu meningkatkan interaksi yang positif dengan lansia diberbagai tatanan

(Lueckenotte, 2000).

Page 17: Fenomena Penuaan

Teori Sosiologis tentang Penuaan

Teori sosiologis berfokus pada perubahan peran dan hubungan. Dalam

beberapa hal, teori sosiologis berkaitan dengan beberapa adaptasi sosial dalam

kehidupan lansia. Salah satu cara yang paling mudah untuk melihat teori sosiologis

adalah melihat lansia dalam konteks nilai-nilai sosial pada waktu di mana teori

berkembang. Penelitian terdahulu juga meneliti lansia yang ada di lembaga dan

menderita sakit, sesuai informasi yang didapat. Penelitian sekarang dilakukan dalam

ragam lingkungan yang lebih alamiah, mencerminkan secara lebih akurat keragaman

populasi lansia (Lueckenotte, 2000).

Selama 1960-an, sosiolog berfokus pada kehilangan lansia dan pola dimana

seseorang menyesuaikan diri dengan kehilangan dalam konteks peran dan kelompok

rujukan mereka. Satu dekade kemudian, masyarakat mulai mempunyai pandangan yan

lebih luas tentang penuaan seperti tercermin pda teori penuaan yang diajukan pada

periode ini. Teori ini lebih berfokus pada faktor yang mempengaruhi kehidupan

seorang lansia secara lebih global, memasyarakat, dan struktural. Tahun1980-an dan

1990-an membawa lagi perubahan dalam fokus oleh masyarakat. Pada titik ini

sosiolog mulai mengembangkan salingberhubungan-nya, khususnya antara lansia

dengan milieu fisik, politik, lingkungan, dan bahkan sosioekonomi dimana lansia

hidup (Lueckenotte, 2000).

Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory)

Ketika teori penarikan diri diperkenalkan oleh Cumming dan Henry pada 1961,

teori ini mencetuskan kontroversi seketika. Dua teorisi ini melihat penuaan sebagai

tugas perkembangan dalam dan tentang dirinya, dengan normanya sendiri dan pola

perilaku yang tepat. Pola perilaku tepat yang teridentifikasi yang terkonseptualisasi

sebagai sebuah persetujuan saling menguntungkan antara lansia dan masyarakat pada

penarikan yang saling berbalas (resiprokal). Seseorang akan berubah dari menjadi

berpusat pada masyarakat dan berinteraksi di komunitas menjadi seseorang yang

berpusat pada diri sendiri yang menarik diri dari masyarakat, oleh sifat menjadi tua.

Sehingga berikutnya keseimbangan sosial akan tercapai sebagai hasil akhirnya

(Cumming, Henry, 1961 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Page 18: Fenomena Penuaan

Ide bahwa lansia cenderung menarik diri dari masyarakat yang menurunkan

interaksi mereka secara sukarela dengan orang lain tidak segera diterima oleh

masyarakat umum, terlebih lagi populasi lansia. Meskipun teori ini terlalu

menyederhanakan proses penuaan, terdapat manfaat lain dari teori ini yang berkaitan

dengan kontroversi yang diciptakan. Teori ini sendiri segera tidak mendapat dukungan,

tetapi diskusi dan akar penelitian teori ini berlanjut sampai hari ini (Lueckenotte,

2000).

Teori Aktivitas atau Teori Tugas Perkembangan (Activity or Developmantal Task

Theory)

Begitu satu kelompok teorisi mengajukan konsep bahwa lansia perlu menarik

diri dari masyarakat, sosiolog lain mengajukan pendapat bahwa lansia perlu tetap aktif

jika mereka mau menua dengan sukses. Pada 1953, Havighurst dan Albrecht pertama

kali mengajukan ide penuaan yang sukses berarti tetap aktif. Tidak sampai 10 tahun

kemudian kalimat teori aktivitas secara aktual diciptakan oleh Havighurst dan kawan-

kawan (Havighurst, Neugarten, Tobin, 1963). Aktivitas dilihat oleh teori ini sebagai

kebutuhan untuk mempertahankan kepuasan hidup dan konsep diri yang positif

seseorang. Dengan tetap aktif, lansia tetap muda dan hidup serta tidak menarik diri dari

masyarakat karena parameter usia. Intinya seseorang secara aktif berpartisipasi dalam

perjuangan tanpa henti untuk tetap “berusia pertengahan“. Teori ini berdasar pada tiga

asumsi: 1) lebih baik aktif daripada tidak aktif, 2) lebih baik bahagia daripada tidak

bahagia, 3) seorang individu lansia adalah hakim terbaik terhadap kesuksesan mereka

sendiri dalam mencapai/ meraih asumsi pertama (Havighurst, 1972). Di dalam konteks

teori ini, aktivitas dapat dilihat secara luas sebagai aktivitas fisik maupun intelektual.

Karena itu, bahkan dengan penyakit atau bertambahnya usia, seorang lansia dapat tetap

aktif dan mencapai rasa kepuasan hidup (Havighurst, Neugarten, Tobin, 1963 dikutip

dari Lueckenotte, 2000).

Page 19: Fenomena Penuaan

Teori Keberlanjutan (Continuity Theory)

Teori keberlanjutan “menghilangkan“ dasar pikiran baik teori disengagement

maupun aktivitas. Menurut teori ini, menjadi aktif, berusaha untuk mempertahankan

perasaan menjadi usia pertengahan, atau berkehendak menarik diri dari masyarakat

tidak diperlukan untuk membawa kebahagiaan. Sebaliknya, teori keberlanjutan

mengajukan bahwa bagaimana seseorang telah melewati hidup adalah bagaimana

seseorang akan melanjutkan sampai sisa hidupnya (Havighurst, Neugarten, Tobin,

1963 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Masa tua tidak dilihat sebagai tempat atau bagian akhir hidup yang terpisah

dari kehidupan yang lain. Menurut teori ini, bagian akhir hidup adalah kelanjutan dari

bagian sebelumnya dan karenanya sebuah bagian integral dari keseluruhan siklus

hidup. Ketika melihat dari cara pandang ini, teori ini dapat dilihat sebagai teori

perkembangan. Singkatnya, teori ini mengajukan bahwa ketika seseorang menjadi tua,

mereka berusaha untuk mempertahankan kebiasaan, kecenderungan, komitmen, nilai,

kepercayaan, dan semua faktor sebelumnya yang telah berkontribusi terhadap

kepribadian mereka (Havighurst, Neugarten, Tobin, 1963 dikutip dari Lueckenotte,

2000).

Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)

Dimulai pada tahun 1970-an, teorisi penuaan mulai berfokus lebih luas pada

faktor sosial dan struktural yang mempengaruhi bagaimana populasi lansia dilihat.

Teori stratifikasi sosial hanya satu contoh yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Isu

sosial kunci yang berkaitan dengan teori ini adalah konsep interdependensi antara

orang lansia dengan masyarakat luas ( Riley, Johnson, Foner, 1972 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Teori ini melihat lansia sebagai elemen dan juga anggota masyarakat, dengan

kelompok berinteraksi dalam proses sosial. Teori ini berusaha menjelaskan saling

ketergantungan antara lansia dengan masyarakat dan bagaimana mereka saling

mempengaruhi satu sama lain secara konstan dengan cara yang beragam (Lueckenotte,

2000).

Page 20: Fenomena Penuaan

Riley (1985) mengidentifikasi lima konsep uatama dari teori ini : 1) setiap

individu berkembang melalui masyarakat dalam kelompok kohort yang secara kolektif

menua secara sosial, biologis, dan psikologis; 2) kohort baru berlanjut lahir, dan setiap

mereka mengalami perasaan bersejarah mereka sendiri yang unik, 3) masyarakat

sendiri dapat dibagi ke dalam berbagai strata sesuai parameter usia dan peran, 4)

tidak hanya orang dan peran dalam setiap strata yang berubah secara berkelanjutan ,

tetapi juga masyarakat secara luas, 5) interaksi antara individu masyarakat lansia dan

masyarakat secara keseluruhantidak stagnan tetapi tetap dinamis (Lueckenotte, 2000).

Teori Kesesuaian Orang-Lingkungan (Person Environtment Fit Theory)

Teori ini berkaitan dengan kompetensi personal individu di dalam lingkungan

di mana dia berinteraksi. Teori ini menjelaskan tentang konsep saling berhubungan

antara kompetensi kelompok orang, lansia, dengan masyarakat atau lingkungan. Setiap

orang termasuk lansia mempunyai kompetensi yang membantu mereka mencetak dan

membentuk mereka sepanjang hidup. Lawton (1982) mengidentifikasi kompetensi

personal ini mencakup kekuatan ego, tingkat ketrampilan motor, kesehatan biologis

individual, dan kapasitas kognitif serta persepsi sensori. Kompetensi diatas

memungkinkan individu berhadapan dengan lingkungan di mana individu hidup

(Lueckenotte, 2000).

Dengan meningkatnya usia individu dapat mengalami perubahan atau

penurunan kompetensi, hal ini akan berdampak pada kemampuan interrelasi individu

dengan lingkungan. Individu dengan penyakit kronis seperti rematoid arthritis,

penyakit jantung, PPOM, TBC dan sebagainya menyebabkan kompetensi individu

dapat terganggu dan saling berhubungan lansia dengan masyarakat menjadi terbatas

(Lueckenotte, 2000).

Teori ini lebih lanjut menjelaskan bahwa seiring penuaan lingkungan dapat

lebih menjadi ancaman bagi lansia dan lansia merasa tidak berkompeten untuk

berhadapan dengan lingkungan. Dalam konteks sekarang dimana perubahan iptek

dapat terjadi sedemikian cepat, teori ini dapat menjelaskan mengapa lansia merasa

segan dan dapat mundur/ mengasingkan diri dari masyarakat (Lueckenotte, 2000).

Page 21: Fenomena Penuaan

Implikasi Keperawatan

Sangat penting untuk diingat bahwa semua lansia tidak bisa dikelompokkan

secara kolektif sebagai hanya satu segmen populasi. Lansia muda (umur 65-74), lansia

pertengahan (75-84), lansia tua (lebih dari 85), dan orang tua elit (lebih dari 100)

adalah 4 kelompok kohort yang berbeda, dan individu dalam setiap kelompok ini

mempunyai sejarah mereka sendiri. Terdapat keragaman bahkan dalam satu kelompok

kohort dalam aspek budaya, pengalaman hidup, gender, serta status kesehatan dan

status keluarga. Perawat harus menyadari fakta bahwa apapun persamaan yang ada

diantara individu dalam kelompok kohort, mereka adalah individual adanya. Lansia

bukan kelompok sosial yang homogen, dan perawatan yang perlu dilakukan tidak

untuk merawat mereka sebagaimana adanya mereka secara kelompok (Lueckenotte,

2000).

Lansia berespon terhadap pengalaman sekarang berdasarkan pengalaman

hidup, nilai, dan harapan hidup masa lalu mereka. Jika respon tipikal mereka terhadap

stres, tantangan, dan ketakutan adalah menarik diri, maka pada saat lansia

menunjukkan dinamika yang sama. Klien lansia adalah individual, sehingga perawat

harus menghormati respon individual mereka. Perawat bertanggungjawab dalam

mengidentifikasi respon yang maladaptif dan memberikan intervensi untuk

mempertahankan integritas mereka (Lueckenotte, 2000).

Penarikan diri oleh lansia dapat berupa manifestasi masalah yang lebih dalam,

seperti depresi. Dengan penggunaan ketrampilan pengkajian dan alat yang spesifik,

perawat dapat menginvestigasi lebih lanjut dan merencanakan intervensi yang tepat

untuk membantu menyelesaikan potensi situasi yang merugikan. Lansia dapat menolak

untuk terlibat dalam aktivitas tertentu karena “takut untuk gagal” atau frustrasi tidak

dapat melakukan aktivitas. Perencanaan aktivitas yang realistis untuk kelompok klien

tertentu penting untuk interaksi kelompok yang berhasil. Penyelesaian yang berhasil

dari aktivitas kelompok memberikan kesempatan untuk meningkatkan kepercayaan

diri lansia sedangkan frustrasi dalam melaksanakan tugas yang tidak mungkin lebih

lanjut meningkatkan perasaan ketidakadekuatan dan rasa tidak berguna (Lueckenotte,

2000).

Page 22: Fenomena Penuaan

Dengan mengkaji masa lalu dan menyadari kejadian yang siginifikan atau

bahkan kepercayaan tentang sehat dan sakit, pemberi pelayanan kesehatan dapat

mengembangkan pemahaman yang lebih dalam mengapa lansia tertentu bertindak atau

percaya seperti adanya mereka (Lueckenotte, 2000).

Pemberi layanan kesehatan dapat juga mendapatkan wawasan/ pengertian ke

dalam bagaimana kelompok lansia tertentu berespon terhadap penyakit dan

memandang penuaan yang sehat. Pengetahuan dan wawasan ini dapat dengan tepat

membantu menolong merencanakan tidak hanya aktivitas tetapi juga pendidikan klien

yang bermakna (Lueckenotte, 2000).

Penerapan lain dari teori sosial berkaitan dengan membantu lansia untuk

beradaptasi denngan berbagai batasan dan menjamin pengaturan hidup yang tepat. Di

AS setelah ada UU tentang Keterbatasan tahun 1990 (1990 Americans with

Disabilities Act), kebanyakan gedung di AS dapat diakses dengan mudah oleh individu

dengan kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus ini mencakup pintu yang cukup luas

untuk kursi roda, pegangan di sepanjang tangga, pegangan tangan di gang-gang, dan

elevator. Sementara perubahan ini membantu anggota masyarakat yang lebih muda

dengan kemampuan fisik yang terbatas, ini juga menguntungkan lansia. Sebagai

tambahan, lansia dapat mempertimbangkan pemasngan alat peringatan medis, telpon

yang telah terprogram, dan bahkan sistem keamanan khusus (Lueckenotte, 2000). Di

Indonesia sendiri UU tentang perlindungan orang dengan keterbatasan (penyandang

cacat) sebenarnya sudah ada aturannya yang tercakup dalam UU No 4 Tahun 1997

tentang Penyandang Cacat dan secara operasional terkait aksesibilitas bagi semua

orang lebih lanjut tertuang dalam keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468

Tahun 1998, tetapi implementasi dari perturan tersebut masih belum terlaksana dengan

baik. Dapat dilihat misalnya banyak fasilitas umum bahkan instansi pemerintah yang

masih susah diakses oleh orang-orang dengan keterbatasan, hal ini tentu tidak

menguntungkan bagi orang dengan keterbatasan seperti ibu hamil, orang cacat dan

lansia.

Membantu lansia menyesuaikan diri dengan batasan, sementara menekankan

pada sifat yang positif, dapat membantu lansia dalam mempertahankan kemandirian

dan dapat mempertahankan kualitas hidup yang tinggi selama masa lansia. Adaptasi

Page 23: Fenomena Penuaan

ini dapat mendorong lansia untuk tetap berada di dalam komunitas, mungkin bahkan di

dalam rumah keluarga, tidak sebaliknya masuk lembaga (panti) secara prematur.

Lanjut usia berlanjut merasa dinilai dan dilihat sebagai anggota masyarakat yang aktif

apabila dimungkinkan untuk mempertahankan rasa pengendalian terhadap lingkungan

hidup (Lueckenotte, 2000).

Teori Psikologis tentang Penuaan

Asumsi dasar teori penuaan psikologis adalah bahwa perkembangan tidak

berhenti ketika seseorang mencapai usia dewasa, tetapi tetap sebuah proses yang

terjadi selama rentang kehidupan. Saat seseorang melewati dari peran usia pertengahan

ke kehidupan lansia, kemampuan, cara pandang, dan sistem kepercayaan memasuki

satu tahap transisi. Perawat, dengan memberikan perawatan yang holistik, berupaya

mencari cara bagaiman menerapkan strategi untuk mengembangkan kualitas hidup

klien (Hogstel, 1995). Teori penuaan psikologis lingkupnya lebih luas dibanding teori

biologis maupun sosiologis karena teori psikologis dipengaruhi oleh keduanya.

Dengan demikian penuaan psikologis tidak dapat dipisahkan begitu saja dari pengaruh

biologis dan sosiologis (Lueckenotte, 2000).

Setelah seseorang menua, banyak perubahan adaptif yang terjadi yang

membantu seseorang untuk berkoping dengan atau menerima perubahan biologis.

Beberapa mekanisme adaptif termasuk memori, kapasitas belajar, perasaan, fungsi

intelektual, dan motivasi untuk melakukan atau tidak melakukan aktivitas tertentu

(Birren, Cunningham, 1985). Penuaan psikologis, dengan demikian mencakup tidak

hanya perubahan perilaku tetapi juga aspek perkembangan yang berkaitan dengan

kehidupan lansia, bagaimana perubahan perilaku berhubungan dengan umur yang

bertambah, serta apakah perubahan perilaku ini konsisten polanya dari individu satu ke

individu yang lain (Lueckenotte, 2000).

Teori Hirarki Kebutuhan Manusia Maslow

Menurut teori ini, setiap individu mempunyai suatu hirarki kebutuhan internal

yang dibawa sejak lahir yang memotivasi semua perilaku manusia (Maslow, 1954).

Kebutuhan manusia ini mempunyai urutan prioritas yang berbeda. Ketika seseorang

Page 24: Fenomena Penuaan

mencapai pemenuhan dalam kebutuhan mendasar mereka, mereka berjuang untuk

memenuhi kebutuhan yang berada di level atasnya, berlanjut sampai kebutuhan yang

tertinggi tercapai. Kebutuhan manusia ini sering digambarkan sebagai sebuah piramid,

dengan kebutuhan paling dasar berada di bawah (Lueckenotte, 2000).

Kebutuhan manusia yang mendasar bagi setiap orang harus terenuhi yang

berkaitan dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan untuk pertahanan dasar. Pada

dasarnya, seorang yang lapar khawatir tentang bagaimana mendapatkan makanan

untuk bertahan. Saat kebutuhan ini terpenuhi, perhatian berikutnya adalah tentang

keamanan dan perlindungan. Kebutuhan ini harus terpenuhi, paling tidak pada

beberapa tingkat, sebelum kebutuhan akan cinta, penerimaan, dan perasaan memiliki

menjadi perhatian. Menurut Maslow (1968), setelah setiap pergantian lapis kebutuhan

tercapai, individu termotivasi untuk mencari kebutuhan tahap berikutnya yang lebih

tinggi (Lueckenotte, 2000).

Maslow meyakini bahwa seseorang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik

menunjukkan level yang tinggi pada semua karakteristik berikut ini : persepsi terhadap

realitas, penerimaan diri, orang lain, dan alam; spontanitas; kemampuan pemecahan

masalah; mengarahkan diri secara independen dan hasrat terhadap privasi; kesegaran

pengalaman puncak; identifikasi dengan umat manusia yang lain; kepuasan dan

hubungan yang berubah dengan orang lain; satu karakter yang demokratis; kreativitas;

dan rasa akan nilai (maslow, 1968). Seseorang yang teraktualisasi secara ideal menurut

Maslow mungkin hanya terdapat pada kurang lebih 1% populasi (Thomas, Chess,

1977). Meskipun pencapaian level puncak yang terbatas ini mungkin benar, seseorang

yang berkembang dalam cara yang sehat selalu bergerak menuju level yang lebih

memuaskan bagi dirinya (Lueckenotte, 2000).

Teori Individualisme Jung

Psikolog Swiss Carl Jung (1960) mengajukan teori perkembangan kepribadian

sepanjang hidup; kanak-kanak, remaja dan dewasa muda, lansia awal, dan usia tua.

Kepribadian individual terdiri atas ego, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran

kolektif. Menurut teori ini, kepribadian seseorang dilihat sebagai orientasi baik

terhadap dunia luar (ekstroverted) atau terhadap subjektif, pengalaman di dalam

Page 25: Fenomena Penuaan

(introverted). Keseimbangan antara dua kekuatan ini, yang terdapat dalam setiap

individu, adalah hal mendasar bagi kesehatan mental (Lueckenotte, 2000).

Menerapkan teori Jung pada individu seiring manusia berkembang selama

hidup, hal ini terjadi pada usia pertengahan dimana seseorang mulai menanyakan nilai,

kepercayaan, dan impian yang mungkin terlewati dan tidak tercapai. Istilah “krisis

paruh hidup” menjadi popular berdasar teori ini dan merujuk pada periode kekacauan

emosional dan kadang perilaku yang menunjukkan terjadinya permulaan usia

pertengahan. Periode ini dapat bertahan beberapa tahun, dengan waktu yang pasti dan

durasi yang bervariasi dari orang ke orang (Lueckenotte, 2000).

Selama periode ini, individu sering mencari jawaban terhadap pertanyaan

tentang pencapaian tujuan, pertanyaan tentang kepribadian mereka atau “sejatinya

diri“ telah ditelantarkan dan waktu telah habis untuk melengkapi pertanyaan ini. Pada

saat ini mungkin untuk pertamakalinya individu menyadari dampak proses penuaan

dan fakta bahwa tahap pertama kehidupan dewasa telah berakhir (Lueckenotte, 2000).

Setelah seseorang menua secara kronologis, kepribadian seringkali berubah

dari terfokus ke luar, konsern terhadap keberadaan dirinya di masyarakat, menjadi

lebih ke dalam, setelah individu mulai mulai mencari jawaban dari dalam. Penuaan

yang sukses menurut Jung terjadi ketika seseorang melihat ke dalam dan menilai diri

sendiri lebih dari sekedar batasan atau kehilangan fisik yang baru terjadi. Individu

menerima pencapaian dan keterbatasan sebelumya (Jung, 1960 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Teori Delapan Tahap Kehidupan (Eight Stages of Life Theory)

Erikson (1993) mengajukan satu teori perkembangan psikologis yang

mencerminkan pengaruh budaya dan sosial. Fokus perkembangan utama dalam teori

ini adalah pada struktur ego individu, atau perasaan sendiri, khususnya dalam

berespons terhadap cara dimana masyarakat membentuk perkembangannya. Pada

setiap delapan tahap yang diidentifikasi oleh Erikson, satu krisis terjadi yang

berdampak pada perkembangan ego seseorang. Sikap atau cara seseorang menguasai

tahap tertentu mempengaruhi sukses ke depan atau kegagalan untuk sukses menguasai

tahap perkembangan berikutnya (Lueckenotte, 2000).

Page 26: Fenomena Penuaan

Ketika mempertimbangkan lansia, perhatian perlu difokuskan pada tugas

perkembangan baik masa dewasa pertengahan maupun dewasa akhir. Tugas pada

dewasa`pertengahan adalah menyelesaikan konflik antara generativiti dan stagnasi.

Selama masa dewasa tua, tugas perkembangan memerlukan resolusi berupa

keseimbangan pencarian integritas dan kesemestaan (wholeness) dengan perasaan

keputusasaan (despair) (Lueckenotte, 2000).

Pada 1968, Peck mengembangkan teori asli dari Erikson yang berkaitan dengan

tahap ke delapan masa dewasa tua. Erikson mengelompokkan semua individu secara

bersama ke dalam “ usia tua” yang dimulai pada usia 65 dan tidak mengantisipasi

bahwa seseorang dapat berpotensi hidup selama 30 sampai 40 tahun di atas tonggak

sejaran usia yang teridentifikasi. Setelah usia harapan hidup semakin meningkat

menjadi kebutuhan yang nyata untuk mengidentifikasi usia tambahan orang dewasa

tua. Peck (1968) mengembangkan tahap ke delapan, ego integrity vs despair ke dalam

tiga tahap: ego diferensiasi vs preokupasi peran kerja, transendensi tubuh vs

preokupasi tubuh, dan transendensi ego vs preokupasi ego (Ignativicius, Workman,

Mishler, 1999 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Selama tahap ego diferensiasi vs preokupasi peran kerja, tugas untuk lansia

adalah untuk mencapai identitas dan perasaan berharga dari sumber selain peran kerja.

Permulaan pensiun dan kehilangan peran kerja dapat mengurangi perasaan harga diri.

Sebaliknya, seseorang dengan ego diferensiai yang baik, yang ditentukan oleh banyak

dimensi, dapat mengganti peran kerja sebagai sumber penentu utama harga diri orang

tersebut (Lueckenotte, 2000).

Tahap kedua transendenssi tubuh vs preokupasi tubuh merujuk pada pandangan

seorang lansia terhadap perubahan fisik yang terjadi akibat proses penuaan. Tugasnya

adalah untuk menyesuaikan pada atau mentransendensi penurunan yang mungkin

terjadi untuk mempertahankan perasaan sejahtera/ sehat. Tugas ini diselesaikan dengan

sukses dengan menfokuskan pada kepuasan yang didapat dari hubungan interpersonal

dan psikososial terkait aktivitas. Tugas yang ketiga dan terakhir transendensi ego vs

preokupasi ego melibatkan penerimaan kematian individu tanpa memikirkan secara

berlebihan pada kemungkinan terjadinya kematian. Mempertahankan keterlibatan

secara aktif dengan masa depan yang terbentang di atas kematian seseorang adalah

Page 27: Fenomena Penuaan

penyesuaian yang harus dilakukan untuk mencapai transendensi ego (Lueckenotte,

2000).

Optimisasi Selektif dengan Kompensasi

Baltes (1987) telah melakukan seri studi pada proses psikologis perkembangan

dan penuaan dari perspektif rentang hidup dan merumuskan satu model psikologis

penuaan yang sukses. Fokus utama teori ini pada individu mengembangkan strategi

tertentu untuk mengatur kehilangan fungsi yang terjadi seiring waktu. Proses adaptasi

umum ini terdiri atas tiga elemen yang berinteraksi. Pertama, terdapat elemen seleksi,

yang merujuk pada peningkatan pembatasan kehidupan seseorang untuk domain

fungsinal yang lebih sedikit karena satu kehilangan terkait usia. Elemen kedua,

optimisasi, mencerminkan pandangan bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk

memperkaya kehidupan mereka. Elemen ketiga, kompensasi, juga akibat pembatasan

selama penuaan, menuntut lansia untuk mengkompensasi secara harfiah terhadap

segala kehilangan dengan mengembangkan adaptasi alternatif yang sesuai (Schroots,

1996 dikutip dari Lueckenotte, 2000)

Proses optimimisasi selektif dengan kompensasi memungkinkan seseorang

menjadi tua dengan sukses. Konsep seleksi, optimisasi, dan kompensasi dapat

diaplikasikan pada aspek apapun dari kehidupan lansia untuk menunjukkan koping yag

berhasil terhadap fungsi yang menurun (Lueckenotte, 2000).

Implikasi Keperawatan

Mengintegrasikan teori psikologis penuaan ke dalam praktek keperawatan

lansia menjadi makin penting setelah populasi berlanjut menua. Generasi sekarang dan

mendatang dapat belajar dari masa lalu. Lansia harus didorong untuk melibatkan diri

dalam proses life review; hal ini dapat dicapai dengan menggunakan sejumlah teknik

seperti mengenang (reminiscence), oral histories, dan tutur cerita (story telling).

Melihat kembali pencapaian atau kegagalan masa lalu penting untuk membantu lansia

memenuhi tugas perkembangan (misalnya dalam ego integrity), untuk meningkatkan

harga diri, dan untuk memahami bahwa seseorang tidak hidup dalam kesia-siaan

(Lueckenotte, 2000).

Page 28: Fenomena Penuaan

Setelah perawat menerapkan teori psikologis ke dalam perawatan lansia di

berbagai tatanan, perawat membantu menghilangkan banyak mitos tentang menjadi

tua. Jika seorang lansia membicarakan tentang pensiun, mengkhawatirkan tentang

ruang kehidupan fisik, atau bahkan rencana pengaturan pemakaman, semuanya

merupakan bagian tugas perkembangan yang tepat bagi kelompok usia ini. Perawat

tidak boleh mencoba untuk mengganti topik atau berusaha untuk membantu lansia agar

tidak terlalu ”tidak sehat/ waras”, perawat harus memahami bahwa setiap tahap

kehidupan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Perawat tidak boleh

menghambat pencapaian ini, perawat harus berupaya untuk menfasilitasi pencapaian

tugas perkembangan mereka. Perawat juga harus meyakini bahwa fungsi intelektual

tetap berlanjut utuh pada kebanyakan lansia. Anak muda dapat memperoleh banyak

hal dengan melihat seorang lansia, mendengarkan bagaimana mereka berkoping

terhadap pengalaman hidup, dan mendiskusikan masa depan mereka dengan lansia

(Lueckenotte, 2000).

Sebagaimana psikolog humanis yang lain, Maslow berfokus pada potensi

manusia, yang menata satu pondasi yang efektif dan positif untuk interaksi perawat-

klien. Teori Maslow juga menata prioritas unutk perawat terkait kebutuhan klien.

Menerapkan teori Maslow, perawat memahami bahwa elemen dasar seperti makanan,

air, oksigen, eliminasi, dan istirahat harus terpenuhi sebelum kebutuhan aktulisasi diri.

Perawat memahami sebagai contoh bahwa pendidikan klien akan lebih berhasil jika

kien sudah beristirahat dengan baik (Carson, Arnold, 1996 dikutip dari Lueckenotte,

2000).

Dalam merencanakan aktivitas untuk lansia, perawat perlu mengingat bahwa

setiap individu menikmati perasaan dibutuhkan dan dihormati serta dipertimbangkan

sebagai anggota masyarakat yang berperan. Aktivitas seperti mengumpulkan satu oral

history, menciptakan sebuah lukisan dinding, atau menulis satu kejadian tertentu atau

bahkan masa hidup individual dapat membantu meningkatkan perasaan di atas.

Aktivitas ini tidak hanya dapat memberikan penghargaan bagi individu lansia, tetapi

hal ini juga akan tukar menukar informasi dari satu generasi ke generasi berikutnya; ini

adalah tugas penting yang sering terlupakan (Lueckenotte, 2000).

Page 29: Fenomena Penuaan

Program interaksi yang promotif antara lansia dengan orang muda terbukti

bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Bagi beberapa lansia, merawat anak-anak

kecil mewakili satu masa bahagia dalam hidup mereka. Bergoyang-goyang, mengasuh,

dan bermain bersama anak dapat membawa kembali perasaan bermakna dan

dibutuhkan. Aspek sentuhan dari aktivitas ini juga penting dalam mengurangi stress,

banyak lansia tidak lama mengalami tipe kontak fisik tertentu yang berarti dengan

orang lain, padahal semua individu membutuhkan jenis kontak fisik tertentu

(Lueckenotte, 2000).

Setelah ketajaman penglihatan dan ketrampilan tangan berkurang, banyak

lansia menikmati waktu untuk memasak atau bekerja di kebun. Seringkali perasaan

kotor antar jari merelaksasi dan membawa kembali ingatan tentang bunga yang indah

dan sayuran (Lueckenotte, 2000). Demikian halnya dapat dilakukan aktivitas-aktivitas

lain yang masih bias dilakukan oleh lansia.

Perkembangan Moral/ Spiritual

Umat manusia mencari penjelasan dan menvalidasi eksistensi mereka di dunia.

Bagi beberapa individu hal ini terjadi melalui perkembangan mereka sebagai pemikir

moral dan spiritual. Kohlberg telah memformulasikan satu teori perkembangan moral

yang didasarkan pada wawancara dengan orang-orang muda. Dia menemukan terdapat

tahap rangkaian pemikiran moral yang berbeda. Meskipun dia tidak melakukan studi

pada lansia, satu persamaan dapat digambarkan antara tahap perkembangan moral

tertinggi (prinsip etika universal), dan tahap tertinggi kebutuhan transendensi diri

menurut Maslow (Lueckenotte, 2000).

Dalam banyak hal hanya sebagian masyarakat yang mencapai tahap

perkembangan moral/ spiritual tertinggi ini, dimana kebutuhan personal mereka telah

tergantikan oleh kebajikan masyarakat yang lebih besar (Edelman, Mandle, 1998;

Levin, Chatters, 1998; Mehta, 1997 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Penting bagi perawat untuk mengenali dimensi spiritual seseorang dan

mendukung ekspresi dan perkembangan spiritual (Hogstel, 1995). Spiritualitas tidak

hanya menunjukkan satu afiliasi keagamaan; ini mensintesakan pengalaman

kontemplatif seseorang. Penyakit, krisis hidup, atau bahkan pemahaman bahwa hidup

Page 30: Fenomena Penuaan

kita di dunia terbatas dapat menyebabkan seseorang merenung secara spiritual.

Perawat dapat membantu klien dalam menemukan makna dalam krisis kehidupan

mereka. Penelitian telah dimulai untuk mengeksplor hubungan antara hasil berpusat

pada klien dengan spiritualitas. Hubungan antara hasil yang sukses dengan spiritualitas

telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Mengabaikan hasil, perawat perlu

menyebut spiritualitas sebagai satu komponen perawatan yang holistik (Phipps, Sands,

Marek, 1999 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Page 31: Fenomena Penuaan

Referensi

1. Dharmojo, B.D; Martono, H.H (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut). Jakarta : Balai Penerbit FKUI

2. Gavrilov, L.A; Gavrilova, S.N Evolutionary Theories of Aging and Longevity. http:

WWW.Longevity-Science.Org/Evolution.htm Acces date 13 Maret 2007

3. Hardywinoto, Setiabudhi, T (1999) Panduan Gerontologi; Tinjauan dari Berbagai

Aspek, Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama.

4. Lueckenotte, A.G (2000). Gerontologic Nursing, 2nd

Ed. St. Louis : Mosby

5. Miller, C.A (1999). Nursing Care of Older Adult; Theory and Practice 3rd

Ed.

Philadelphia: Lippincott.

6. ________ Theories of Aging. http: www.antiaging-systems.com/age theory.htm.

Access date 13 Maret 2007

7. Saidah, C. Pemantauan Warga dalam Pembangunan Prasarana Pelayanan

Publik: Studi Kasus Pemantauan Fasilitas Infrastruktur oleh Komunitas

Penyandang Cacat. 22 September 2005. http:WWW.fppm.org. Acces date 22

Maret 2007