Top Banner
Skripsi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 OLEH : Febria Suryani NIM : 107101000572 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011
160

febria suryani

Feb 15, 2015

Download

Documents

Deffy Asharini
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: febria suryani

Skripsi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS

KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING

PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

OLEH :

Febria Suryani

NIM : 107101000572

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2011

Page 2: febria suryani

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2011

Febria Suryani

Page 3: febria suryani

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, November 2011

Febria Suryani, NIM : 107101000572

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT.COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

(xvi+ 115 halaman, 11 tabel, 12 gambar, 6 lampiran)

ABSTRAK

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik. Bahan kimia tersebut memiliki posibilitas untuk mengiritasi dan mensesitisasi kulit pekerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia, didapatkan bahwa 60% dari 15 orang pekerja mengalami dermatitis kontak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan juli-oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja di bagian processing dan filling sebanyak 50 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. Penentuan penyakit dermatitis kontak dan riwayat penyakit kulit didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel personal hygiene dan penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% pekerja mengalami dermatitis kontak, dengan 33,3% dermatitis kontak alergi dan 66,7% dermatitis kontak iritan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak dalam penelitian ini yaitu lama kontak (Pvalue 0.020), masa kerja (Pvalue 0.012), usia (Pvalue 0,006) dan personal hygiene (Pvalue 0,028). Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak disarankan agar pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memperhatikan kebersihan diri selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala dermatitis kontak serta pengawasan mengenai penggunaan APD dan personal hygiene. Daftar bacaan : 43 (1980 – 2010)

Page 4: febria suryani

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH

Paper, November 2011

Febria Suryani, NIM : 107101000572

FACTORS ASSOCIATED WITH CONTACT DERMATITIS AT PROCESSING AND FILLING SECTIONS IN PT.COSMAR INDONESIA SOUTH TANGERANG YEAR 2011

xvi+ 115 pages, 11 tables, 12 pictures, 6 attachments

Contact dermatitis prevalence among occupational disease is 50%, which irritant contact dermatitis is more often occurs than the allergic. One of the dermatitis contact agent is chemical which are often used in cosmetic production process. These chemical has possibility to irritate and sensitize the workers. Based on preeliminary study at PT.Cosmar Indonesia as one of cosmetic industries in Indonesia, showed that 60% of 15 workers suffer contact dermatitis. This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in Juli-October 2011 at processing and filling sections in PT.Cosmar Indonesia. The purpose of this study was to analyze factors associated with contact dermatitis in PT Cosmar Indonesia. Fifty workers was taken as total sampling at processing and filling sections. The independent variables are duration contact, years of employment, age, sex, skin diseases history, personal hygiene and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and skin diseases history obtained by diagnose doctor, for personal hygiene and used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionaire. Afterwards, tests, such as chi square and t independent, are used to analyze the data. Results showed that 48% workers suffered contact dermatitis, which 33,3% alergic type and 66,7% irritant type. Factors associated with contact dermatitis are duration contact (Pvalue: 0.020), years of employment (Pvalue: 0.012), age (Pvalue 0.006) and personal hygiene (Pvalue: 0,028).

To reduce contact dermatitis risk, workers should use completed PPE during work, and awareness of their personal hygiene, early recognizing of contact dermatitis symptoms and improve supervised the used of PPE and personal hygiene.

References : 43 (1980 – 2010)

Page 5: febria suryani

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 14 November 2011

Mengetahui,

Iting Shofwati, ST, MKKK M. Farid Hamzens, Msi Pembimbing I Pembimbing II

Page 6: febria suryani

v

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 14 November 2011

Penguji I,

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji II,

M. Farid Hamzens, Msi

Penguji III,

dr. Rahmania Diandini, MKK

Page 7: febria suryani

vi

DATA RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Febria Suryani

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Februari 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Nomor Telepon : 08567156252

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. H. Sarmili RT.003 RW.02 No.17.A Pd.Aren Jurang

Mangu Timur Tangerang, 15222

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

Tahun Riwayat Pendidikan 2007-Sekarang S1-Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)

Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta 2004-2007 SMA Negeri 47 Jakarta Selatan 2001-2004 SMP Negeri 177 Jakarta Selatan 1995-2001 SD Negeri Cipulir 04 Jakarta Selatan

Pengalaman Organisasi

Tahun Jabatan 2010-2011 Anggota BEMJ Kesehatan Masyarakat Divisi Dana dan

Usaha UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan 2004-2006 Anggota MPK Komisi II SMA Negeri 47 Jakarta Selatan 2001-2003 Anggota OSIS SMP Negeri 177 Jakarta Selatan

Page 8: febria suryani

vii

KATA PENGANTAR

��� ا ا ���� ا �� ���

ا ��� م ����� ور�� ا و �� �� �

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan

limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW

semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.

Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis

Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang

Selatan Tahun 2011” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini

banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan

laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS ; selaku ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih

ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat

berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Farid Hamzens, Msi; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih bapak

atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama

penyusunan skripsi.

5. dr. Rahmania Diandini, MKK; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas

bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama

penyusunan skripsi.

Page 9: febria suryani

viii

6. Ibu Febrianti, Msi; selaku dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas

bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama

penyusunan skripsi.

7. dr. Asmanudin, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama

proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin.

8. Ibu Leni Arsita Jadi, MM; selaku pihak personalia, yang telah memberikan izin,

sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Cosmar Indonesia.

9. Ibu Krisna dan Pak Sapto; selaku supervisior bagian produksi PT.Cosmar

Indonesia, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi,

membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data di perusahaan.

10. Para pekerja PT.Cosmar Indonesia, khususnya bagian processing dan filling,

terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data di perusahaan.

Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan

Special Thanks To :

1. Keluargaku Tercinta; Alm. Ayah dan Mama, Kakak-kakaku (Teh Elin, Teh Yeni,

A Asep) serta keponakan-keponakanku (Ryan, Athar, Amel, Noya) tersayang.

Terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, kasih

sayang yang berlimpah serta doa yang tulus sehingga de’ bisa menyelesaikan

kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin.. LUV U ALL!!

2. Sahabat-sahabatku tersayang; Shani, Menk, Ayu, Anita, Wita, makasii kalian

selalu menjadikan hari-hari ebby lebih indah dan penuh warna. That’s

Unforgetable Moment” Friends Forever Guys ☺!!!. Especially to deas, makasii

yah atas semua bantuan, saran dan bimbingan yang kamu berikan dari mulai awal

skripsi sampai selesai, semoga kamu cepet jadi dokter, amiin ☺.

3. Sahabat-sahabat K3 (farhan, firman, arif, hasyim, kemol, fadli, hara, dilla, yuni,

vita, agung, danis, said) makasii atas segala bantuan dan kebaikan kalian selama

kuliah, makasi juga telah membuat hari-hari ebby lebih indah ☺. Especially to

profesor ami (Nur Najmi Laila), thank’s banget mii atas segala bantuan ami dari

Page 10: febria suryani

ix

mulai magang sampe skripsi, semoga semua kebaikan ami dibalas Allah SWT,

amiin ☺.

4. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!

5. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal

dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa

laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

و ا ��� م ����� ور�� ا و �� �� �

Jakarta, November 2011

Penulis

Page 11: febria suryani

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................................ ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. v DATA RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. vi KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xiv DAFTAR BAGAN ............................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ................................................................................................................ 1 1.2.Rumusan Masalah.... ....................................................................................................... 5 1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................................................... 7 1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 8

1.4.1. Tujuan Umum .................................................................................................... 8 1.4.2. Tujuan Khusus.................................................................................................... 8

1.5.Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 9 1.5.1. Bagi Perusahaan ................................................................................................. 9 1.5.2. Bagi Peneliti ....................................................................................................... 9 1.5.3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ................................................. 9

1.6.Ruang Lingkup ................................................................................................................ 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit Manusia ................................................................................................... 11 2.2. Dermatitis Kontak .......................................................................................................... 13

2.2.1. Definisi Dermatitis Kontak .................................................................................. 13 2.2.2. Jenis Dermatitis Kontak ....................................................................................... 14 2.2.3. Patogenesis Dermatitis Kontak ............................................................................ 16 2.2.4. Gambaran Klinis Dermatitis Kontak ................................................................... 18 2.2.5. Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak .................................................................... 22

2.3. Kosmetik ........................................................................................................................ 23 2.3.1. Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak ............................. 24

2.4. Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia .................................................................. 31 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak .............................. 32 2.6. Faktor Langsung ............................................................................................................ 33

2.6.1. Bahan Kimia ........................................................................................................ 33

Page 12: febria suryani

xi

2.6.2. Lama Kontak ........................................................................................................ 36 2.7. Faktor Tidak Langsung .................................................................................................. 37

2.7.1. Suhu dan Kelembaban ......................................................................................... 37 2.7.2. Masa Kerja ........................................................................................................... 38

2.7.3. Usia ...................................................................................................................... 39 2.7.4. Jenis Kelamin ....................................................................................................... 42 2.7.5. Ras ........................................................................................................................ 43 2.7.6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ................................................................... 44 2.7.7. Personal Hygiene ................................................................................................. 45 2.7.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri ......................................................................... 47 2.8. Kerangka Teori............................................................................................................... 51 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................................ 52 3.2.Definisi Operasional........................................................................................................ 56 3.3.Hipotesis .......................................................................................................................... 58 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian ............................................................................................................. 59 4.2.Lokasi dan Waktu ........................................................................................................... 59 4.3.Populasi dan Sample ....................................................................................................... 59 4.4.Instrumen Penelitian........................................................................................................ 60 4.5.Jenis Data ........................................................................................................................ 61 4.6.Pengumpulan Data .......................................................................................................... 61 4.7.Pengolahan Data.............................................................................................................. 63 4.8.Analisis Data ................................................................................................................... 64 BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Perusahaan ........................................................................................ 65 5.1.1. Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia .............................................. 65 5.1.2. Visi dan Misi PT.Cosmar Indonesia .................................................................... 66 5.1.3. Sumber Daya Manusia (SDM) ............................................................................. 66 5.1.4. Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ......................................... 67 5.1.5. Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia .................... 72 5.2. Analisis Univariat .......................................................................................................... 79 5.2.1. Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak ............................................................... 79 5.5.2. Gambaran Faktor Langsung ................................................................................. 79 a. Lama Kontak ..................................................................................................... 80 5.2.3. Gambaran Faktor Tidak Langsung ...................................................................... 80 a. Masa Kerja ........................................................................................................ 81 b. Usia Pekerja ...................................................................................................... 81 c. Jenis Kelamin .................................................................................................... 82 d. Riwayat Penyakit Kulit ..................................................................................... 82 e. Personal Hygiene .............................................................................................. 82 f. Penggunaan APD ............................................................................................... 82

Page 13: febria suryani

xii

5.3. Analisis Bivariat ............................................................................................................. 83 5.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ........... 83 a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................................... 83 5.3.2. Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak . 84 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............................................. 85 b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................................... 85 c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................... 86 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................... 86 e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ................................... 86 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................................................. 88 6.2. Kejadian Dermatitis Kontak ........................................................................................... 89 6.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak ....................................... 92 6.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ............ 92 a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................................... 92 6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak .. 97 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............................................. 97 b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................................... 99 c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................... 102 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................... 104 e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ................................... 106 f. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak .................................... 108 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan .................................................................................................................... 113 7.2. Saran ............................................................................................................................... 114

Page 14: febria suryani

xiii

DAFTAR TABEL

No.Tabel Halaman

2.1. Iritan Primer ................................................................................................................. 34 3.1. Definisi Operasional .................................................................................................... 56 5.1. Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia ........................................................................ 67 5.2. List Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ......................................... 67 5.3. Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak ....................................................................... 79 5.4. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) ................................................................ 80 5.5. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) ............................................... 81 5.6. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,

Personal Hygiene, Penggunaan APD) ......................................................................... 81 5.7. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak ..... 83 5.8. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) dengan Kejadian Dermatitis

Kontak.......................................................................................................................... 84 5.9. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,

Personal Hygiene, Penggunaan APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............. 85

Page 15: febria suryani

xiv

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Halaman

2.1. Anatomi Kulit Manusia ............................................................................................... 11 2.2. Dermatitis pada Tangan ............................................................................................... 20 2.3. Dermatitis pada Wajah ................................................................................................ 20 2.4. Dermatitis pada Lengan ............................................................................................... 21 2.5. Dermatitis pada Kaki ................................................................................................... 21 2.6. Dermatitis pada Badan ................................................................................................. 22 2.7. Dermatitis pada Leher.................................................................................................. 22 2.8. Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air ............................................................. 46 2.9. Alat Pelindung Pernapasan .......................................................................................... 48 2.10. Alat pelindung Tangan ................................................................................................ 48 2.11. Alat Pelindung Kaki .................................................................................................... 49 2.12. Pakaian Pelindung ....................................................................................................... 49

Page 16: febria suryani

xv

DAFTAR BAGAN

No.Bagan Halaman

2.1. Kerangka Teori ............................................................................................................ 51 3.1. Kerangka Konsep......................................................................................................... 53 5.1. Alur Proses Pembuatan Kosmetik ............................................................................... 72 5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry ............................................................................... 74 5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik.......................................................................... 75 5.4. Alur Proses Kerja Pembuatan Liquid .......................................................................... 76 5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry ..................................................................................... 77 5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik ................................................................................ 78 5.7. Alur Proses Kerja Filling Liquid ................................................................................. 78

Page 17: febria suryani

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Kuesioner penelitian

Lampiran 4 Hasil Analisis Univariat

Lampiran 5 Hasil Analisis Bivariat

Lampiran 6 Foto

Page 18: febria suryani

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu

peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak

merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi

atau iritan (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh

bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak,

yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis

kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat

bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan peradangan

kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema

(kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm),

vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg,

2003).

Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit

akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak

iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki

urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor et al, 2008). Data dari United Stases Bureau of

Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988,

didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di

Page 19: febria suryani

2

Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat

kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 %

merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003).

Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski

(2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan

maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar

92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada

studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah

dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7%

adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).

Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar

50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa Tengah,

Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62%

dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis

kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test

(Orton dan Wilkinson, 2004).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyakit dermatitis kontak merupakan

penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia

dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan dan trauma. Beberapa jenis

dermatitis kontak seperti dermatitis kontak iritan disebabkan oleh bahan iritan absolut

seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan,

misalnya sabun, deterjen dan pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah

Page 20: febria suryani

3

dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau

lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008).

Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada

hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang

sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya

ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan

lain-lain (Orton dan Wilkinson, 2004). Bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik

yang merupakan penyebab dari dermatitis kontak diantaranya senyawa kimia, tanaman,

obat-obatan yang terkandung dalam krim kulit, zat kimia yang digunakan dalam

pengolahan pakaian dan kosmetik (Putra, 2008). Pekerja pembuat kosmetik juga

beresiko besar menderita penyakit dermatitis kontak, karena dalam proses

pembuatannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia.

Berdasarkan data penelitian di Indonesia pada tahun 1985 yang dilakukan di 14

Balai Hiperkes dilaporkan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis

kontak akibat bahan kimia (Cahyono, 2004). Salah satu penyebab dematitis kontak

adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri, seperti salah satu perusahaan

industri pembuatan kosmetik yang banyak mengunakan bahan-bahan kimia. Bahan-

bahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit pada pekerja yang berkontak

langsung dalam proses pembuatannya.

Bahan kimia dalam kosmetik yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit

pekerja diantaranya metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea,

DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-

chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one (methylchloroisothiazolinone), N-isopropyl-N-

Page 21: febria suryani

4

pheniyl para phenylenediamine, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate dan

methyldibromoglutaronitrile. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotya Prasari

dkk di Klinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - 2006, tiga

alergen kosmetik standart yang paling sering menimbulkan hasil patch test positif adalah

fragrance mix (13,7 %), N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine 0,1 % (10,7 %)

dan paraben mix 1 % (8,3 %). Alergen kosmetik yang paling sering menimbulkan hasil

pact test positif adalah facial cream (18,2 %), sabun (12,9 %) dan sampo (11,6 %).

PT.Cosmar Indonesia adalah sebuah perusahaan kosmetik yang menerima

pembuatan kosmetik berdasarkan pesanan (makloon). Perusahaan ini terletak di Taman

Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia

15314. Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini meliputi decorative cosmetics

(lipsticks, lip gloss,lip liner, liquid makeup, blushes, concealers, eye shadow, mascaras,

eye liner, powders), perawatan kulit (cleansing foam, body lotion, skin care regimens,

blemish balm ,lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment),

perawatan rambut (shampoo, conditioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa

straightening products, gels ,waxes) dan perawatan personal (shower gel, facial soap,

feminine wash, fragrances).

Alur pembuatan kosmetik di PT. Cosmar Indonesia dimulai dari purchasing,

ware house in, quality control, processing, filling, packaging dan ware house out.

Pekerjaan di bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk

menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan

kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Pada

processing dan filling tersebut pekerja berkontak dengan bahan kimia. Sedangkan

Page 22: febria suryani

5

terdapat ribuan macam bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik

di PT.Cosmar Indonesia, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang bersifat toksik

maupun alergik, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja sangat

besar.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja PT. Cosmar

Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja

tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan

pemeriksaan dokter. Kesembilan pekerja yang menderita dermatitis kontak kebanyakan

mengeluh kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Berdasarkan teori dari para

ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor

langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak)

dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras,

riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar

Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan

preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja untuk mencegah terjadinya

penyakit akibat kerja di PT.Cosmar Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak

yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Biasanya penyakit ini menyerang

pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik

Page 23: febria suryani

6

maupun alergik (Orton dan Wilkinson, 2004). Salah satu penyebab dari dermatitis

kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan kosmetik. Sebagian besar

bahan yang terdapat di dalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan

zat yang bersifat toksik dan alergik sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja di perusahaan

kosmetik PT.Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak

dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan

telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Pada saat proses pembuatan kosmetik di

PT.Cosmar Indonesia, pekerja pada bagian processing dan filling banyak berkontak

dengan bahan kimia, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak lebih besar

dibandingkan dengan bagian lain. Pada bagian processing pekerja melakukan

pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan,

kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan

ke dalam wadah yang telah ditentukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada

bagian processing dan filling.

Penyakit dermatitis kontak pada pekerja dapat mengurangi produktifitas kerja,

karena gejalanya dapat mengakibatkan rasa gatal, panas, kemerahan, bengkak serta

tonjolan padat maupun cairan, sehingga dapat menggangu pekerjaan. Berdasarkan teori

dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal

dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama

kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin,

ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).

Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor

Page 24: febria suryani

7

yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling

di PT.Cosmar Indonesia.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar

Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

2. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing

dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

3. Bagaimana gambaran faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing

dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

4. Bagaimana gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat

penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) pada pekerja

bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

5. Apakah ada hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia

Tangerang Selatan tahun 2011.

6. Apakah ada hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin,

riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan

kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar

Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

Page 25: febria suryani

8

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak

pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan

tahun 2011.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing

dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

2. Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang

Selatan tahun 2011.

3. Diketahuinya gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat

penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan

kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar

Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia

Tangerang Selatan tahun 2011.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin,

riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan

kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar

Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

Page 26: febria suryani

9

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi

perusahaan mengenai bahaya serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

dermatitis kontak pada pekerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan upaya-upaya

perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.

1.5.2 Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti serta

sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah

khususnya mengenai dermatitis kontak.

1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen

mengenai dermatitis kontak.

2. Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dangan fakultas dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di perusahaan

kosmetik PT.Cosmar Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian

processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. Hal tersebut dilakukan karena

Page 27: febria suryani

10

kemungkinan terjadinya dermatitis di perusahaan kosmetik sangat besar, mengingat

pekerja sering berkontak langsung dengan bahan-bahan kimia yang sebagian besar

bersifat toksik dan alergik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja

didapatkan 9 orang pekerja menderita dermatitis kontak (subjektif dan diperkuat dengan

pemeriksaan dokter).

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong

lintang). Populasi penelitian berjumlah 50 orang pekerja di bagian processing dan filling ,

dengan jumlah sampel seluruh populasi. Data-data yang diperoleh berasal dari data

primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan klinis, kuesioner

dan observasi, sedangkan data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen, catatan,

dan laporan dari perusahaan. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi,

kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare dan T-independen untuk

melihat hubungan antara variabel.

Page 28: febria suryani

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari

pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas

ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit

1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling

tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000).

Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda,

2007) :

Gambar 2.1

Anatomi Kulit Manusia

Page 29: febria suryani

12

1. Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis :

a. Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan

sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru.

Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di

kelopak mata.

b. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri

dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak

kaki dan tangan.

c. Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma

berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa

sel-sel mulai mati.

d. Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin

pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel

Langerhans.

e. Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang

tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable

membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini

mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari

stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya 40–56 hari.

2. Dermis

Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal

dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini

terdiri dari 2 lapis, yaitu :

Page 30: febria suryani

13

a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis,

mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.

b. Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung

kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di

folikel rambut.

3. Subkutis

Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan

sel-sel lemak.

2.2. Dermatitis Kontak

2.2.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.

Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di

tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Selain

itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan

sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan

alergi) (HSE UK, 2004).

Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh

bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus

dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat

bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang

mengenai kulit (Firdaus, 2002).

Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari

kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa

malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja (Michael,

Page 31: febria suryani

14

2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada

kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000)

dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh

bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi

alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002).

Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia

yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan) untuk

dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit

kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang

memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya

menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus

sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air

kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier

ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang

mudah ditembus (HSE UK, 2004).

2.2.2 Jenis Dermatitis Kontak

Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak

iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan

regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan

kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk

tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia

menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan

menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada

Page 32: febria suryani

15

seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk

dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan

medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.

1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang

bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema

(bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari

luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat

menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis

kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia

langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar

berasal dari sel epidermis (Michael, 2005).

Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat

iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk

kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat

molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain

ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama

kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan,

misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras

(kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis

kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami

(ambang rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopik

(Djuanda, 2007).

Page 33: febria suryani

16

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat

sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah

yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan

pada kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain

ruam kulit, bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan

lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul

lagi ketika kulit kembali terpapar (Widyastuti, 2006)

Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat

kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur,

parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman

merambat), racun pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang

terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan

pakaian.

2.2.3 Patogenesis Dermatitis Kontak

Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini

(Djuanda, 2007) :

1. Dermatitis Kontak Iritan

Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit,

tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria

atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala

Page 34: febria suryani

17

peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas,

nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah

berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena

delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,

sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.

2. Dermatitis Kontak Alergi

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi

mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV.

Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.

Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3

minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses)

masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel

langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom

atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen

lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah

bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel

langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik

untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori

akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada

saat tersebut individu menjadi tersensitisasi.

Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama

dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis

sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya

berlangsung antara 24-48 jam.

Page 35: febria suryani

18

2.2.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan

dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis

dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.

Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat

monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi.

1. Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan

suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi

iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh

detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam

waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi

ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang

cukup tinggi.

Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48

jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul

bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin

hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang

berat selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai

pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi

dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas.

Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2007).

Page 36: febria suryani

19

2. Fase Kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan

lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama

berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat

menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain

baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan.

Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan

bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan

faktor paling penting.

Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut

yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung

simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama,

terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema

ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini

sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain

yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).

Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis

kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan

untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003).

1. Dermatitis pada tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering terdapat

pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak

ditemukan di tangan. Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh

Page 37: febria suryani

yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering

berkontak langsung dengan bahan kimia.

2. Dermatitis pada wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat

topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata).

sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah

Dermatitis di kelopak mata da

mata dan obat mata.

3. Dermatitis pada lengan

Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena

dermatitis karena barang

debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu

di ketiak juga bisa terkena karena pen

yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering

berkontak langsung dengan bahan kimia.

Gambar 2.2 Dermatitis pada tangan

Dermatitis pada wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat

topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata).

sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah

Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona

mata dan obat mata.

Gambar 2.3 Dermatitis pada wajah

Dermatitis pada lengan

Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena

dermatitis karena barang–barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel),

debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu

di ketiak juga bisa terkena karena penggunaan deodoran. Pada pekerja,

20

yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat

topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau

sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan.

pat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona

Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena

barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel),

debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu

ggunaan deodoran. Pada pekerja,

Page 38: febria suryani

walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan

kimia, tetapi tidak menut

melakukan pekerjaan.

4. Dermatitis pada kaki

Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.

Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di

saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin),

semen,sandal dan sepatu.

kaki akibat tumpahan ataupun

5. Dermatitis pada badan

Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut

dan pewangi pakaian.

walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan

kimia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terciprat

melakukan pekerjaan.

Gambar 2.4 Dermatitis pada lengan

Dermatitis pada kaki

Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.

Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di

saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin),

semen,sandal dan sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadinya dermatitis pa

kaki akibat tumpahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan.

Gambar 2.5 Dermatitis pada kaki

Dermatitis pada badan

Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut

pewangi pakaian.

21

walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan

bahan kimia saat

Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.

Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di

saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin),

rja kemungkinan terjadinya dermatitis pada

cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan.

Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut

Page 39: febria suryani

6. Dermatitis pada leher

Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat

pewarna pakaian.

2.2.5 Diagnosis Klinis Dermatitis

Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan

teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi.

diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode

metode tersebut yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga

pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002).

Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,

pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh

dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang

Gambar 2.6

Dermatitis pada badan

Dermatitis pada leher

Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat

pewarna pakaian.

Gambar 2.7 Dermatitis pada leher

Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak

Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan

teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Secara garis besar terdapat tiga metode

diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode

yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga

pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002).

Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,

pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh

maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang

22

Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat

Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan

Secara garis besar terdapat tiga metode

diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode-

yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga

Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,

pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh

maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang

Page 40: febria suryani

23

pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam tangan serta kondisi lain

yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul

dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang

membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan

dapat meluas ke daerah sekitarnya.

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel

dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk alergen

dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan uji

tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti protein

dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier kulit tidak

utuh lagi.

2.3 Kosmetik

Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk

memperbaiki penampilan. Komponen kosmetik secara umum mengandung bahan aktif,

pewangi, pengawet, stabilizer, lipid, air, alkohol dan bahan pelarut lain serta zat warna.

Kandungan bahan-bahan ini di samping memberi efek seperti yang diinginkan, juga tidak

terlepas dari efek samping yang mungkin terjadi akibat bahan kima yang terkandung

seperti, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, kontak urtikaria, fotosensitivitas

dan lain sebagainya. Pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi

karena kosmetik setelah pewangi.

Pengawet adalah bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam kosmetik, obat

topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan

kontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang dan alga yang berimplikasi

Page 41: febria suryani

24

pada percepatan proses pembusukan. Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah

kontaminasi berbagai mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu

produk, non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi.

Kosmetik berdasarkan tempat aplikasi dibagi menjadi 4 golongan, yaitu kosmetik

rambut, wajah, mata, dan kuku, sedangkan menurut fungsinya dikenal kosmetik

perawatan dan kosmetik rias (dekoratif). Di dalam kosmetik rambut dan kuku paling

banyak menggunakan pengawet formaldehid sedangkan pengawet tersering untuk krim

wajah dan mata adalah paraben (Putra, 2008).

2.3.1 Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak karena bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik dapat

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan uji

tempel. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif

(pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan

dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Food and Drug Administration (FDA) pada

tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu:

metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin

(dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro-2methyl-4-

isothiazolin-3-one (methyl chloroisothiazolinone), quarternium-15, iodopropynyl

butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008). Berikut ini akan diuraikan

beberapa pengawet kosmetik yang sering menimbulkan reaksi sensitisasi dan iritasi pada

kulit, yaitu :

1. Paraben

Paraben atau ester alkyl parahydroxy benzoic acid adalah pengawet yang tidak

berwarna, tidak berbau, dan nonvolatil yang diinaktifkan oleh surfaktan non-ionik

Page 42: febria suryani

25

terdiri dari metil-, etil-, propil- dan butilparaben. Aktivitas paraben sebagai bahan

pengawet ditingkatkan oleh propilen glikol. Pada tahun 1930, paraben ini

diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik, makanan dan obat topikal.

Golongan yang tersering dipakai adalah metil dan etilparaben. Paraben efektif

terhadap jamur dan bakteri Gram positif tetapi kurang efektif terhadap Gram negatif

termasuk Pseudomonas aeruginosa, sehingga sering dikombinasi dengan pengawet

lain seperti isothiazolines atau phenoxyethanol yang bersifat formaldehyde releaser.

Konsentrasi yang dipakai pada kosmetik 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk

pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak

alergi yang disebabkan karena paraben.

Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan

Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi

dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai

bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi

walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini

disebabkan karena adanya fenomena paraben paradox. Fenomena ini terjadi karena

paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak

mensensitisasi kulit normal.

2. Formaldehid dan Pengawet Pelepas Formaldehid

Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas

formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol.

Secara alami formaldehid dapat dihasilkan dari hasil pembakaran kayu, tembakau,

batubara dan bensin, sedangkan síntesis formaldehid dibuat pada tahun 1889 dan

Page 43: febria suryani

26

dipergunakan secara luas dalam berbagai industri, pembuatan kain, kertas, lem,

kosmetik, pengawet kosmetik, obat-obatan, makanan, lateks dan lain sebagainya.

Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan

karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan

Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika

formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan

formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel

konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua.

Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America

Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%.

Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya

dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%,

pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %.

Produk kosmetik yang mengandung formaldehid masih mungkin ditemukan

dalam sampo, produk perawatan rambut dan pengeras kuku. Formaldehid saat ini

telah digantikan oleh pengawet yang melepas formaldehid dalam air (formaldehyde

releaser) seperti quarternium-15, diazodidinyl urea, imidazoldinyl urea, DMDM

hydantoin, dan bronopol. Reaksi silang antara formaldehid dan pengawet pelepas

formaldehid dapat terjadi, tetapi bila hasil uji tempel terhadap salah satu dari pelepas

formaldehid menunjukkan hasil positif tidak perlu menghindari semua pengawet

penghasil formaldehid.

3. Quarternium

Pengawet ini didapatkan dalam sampo, kondisioner, kosmetik mata, losyen,

krim, sabun cair dan lain-lain. Nama dagang quarternium adalah Dowicil 75, 100,

Page 44: febria suryani

27

200, dan sering dalam label disebut sebagai N-(3chlorally)-hexanium chloride dan

chlorallyl methanamine chloride. Sifat kelarutan yang baik dalam air, tidak berbau,

tidak berwarna dan aktivitas antimikrobialnya tidak tergantung dari pH membuat

pengawet ini dipakai secara luas. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri

termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum

didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas

formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi dalam kosmetik 0,02-0,3%.

Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air

(water-based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan

sabun cair. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam

petrolatum

4. Imidazolidinyl Urea

Bahan ini diperkenalkan sebagai pengawet pada tahun 1970. Nama dagang

imidazolidinyl urea adalah Germall 115 dan efektif terhadap bakteri. Germaben

adalah kombinasi Germall 115 dengan paraben yang menjadi efektif terhadap bakteri

dan jamur. Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik 0,03-0,2%, sedangkan

konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet

ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid.

5. Diazolidilnyl Urea

Diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama dagang Germal II. Diazolidinyl

urea sangat larut dalam air dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif.

Konsentrasi dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun

cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut.

Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua.

Page 45: febria suryani

28

6. Bronopol

Pengawet dengan nama 2-bromo-2-nitropropane-diol (BNPD) atau Myacide BT

diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik terutama sabun pada tahun 1970. Bahan

ini mempunyai aktivitas antimikroorganisme yang luas dan larut dalam air.

Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1%

dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol

disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga

penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan

amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai

sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah

0,5% dalam petrolatum.

7. Dimethyloldimethyl Hydantoin (DMDM Hydantoin)

Dipasarkan dengan nama dagang Glydant dan mempunyai spektrum antimikroba

yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo.

DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM

hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar

sebesar 1% dalam aqua.

8. Methylchloroisothiazolinone/Methylisothiazolinone (MCI/MI)

Pengawet ini dikenal dengan nama Kathon CG (CG=Cosmetic Grade), pertama

kali dipakai di Eropa pada tahun 1970 dan di Amerika tahun 1980. Bahan pengawet

ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. Formulasi

lainnya dipasarkan dengan nama Kathon 886 MW, Kathon WT, Kathon LX, dan

Euxyl K100 yang dipakai pada industri logam, produk pembersih, cat, lateks, lem,

Page 46: febria suryani

29

dan lain sebagainya. Sedangkan Kathon 893 dan Proxel dipakai dalam pewarna,

cairan fotografi, emulsi, plastik, dan penyegar udara.

MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm

bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-2000 yang

dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%.

Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam

air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi

MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm,

sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk

rinse-off.

Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan

dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim

moisturizer, lotion, dan gel rambut. Penderita dengan hasil tes positif alergi terhadap

MCI/MI terkadang masih toleran terhadap produk yang rinseoff, misalnya pada

kondisioner, sampo, dan bubble bath. Sumber dermatitis kontak alergi lain dari bahan

ini adalah kertas toilet, sampo karpet, dan pelembut pakaian.

9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol

Bahan ini diperkenalkan di Eropa pada tahun 1985 dan di Amerika Utara pada

tahun 1990. Di pasaran dikenal dengan nama Euxyl K 400. Euxyl K 400 terdiri dari

2-phenoxyethanol dan methyldibromoglutaronitrile (MDBGN) dengan perbandingan

4:1. Bahan ini juga dikenal dengan nama 1,2-dibromo-2,4-dicyabobutane (Tektamer

38). Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%.

Euxyl K 400 dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang

tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet

Page 47: febria suryani

30

kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun

2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada

periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7%

dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%.

Konsentrasi Euxyl K 400 untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum.

Konsentrasi Euxyl K 400 2,5% mengandung MDBGN 0,5%. Lesi dermatitis kontak

alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh

produk kosmetik yang leave-on seperti lotions, moist toilet paper, gel rambut, gel

mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. Bagian yang

menimbulkan alergi adalah MDBGN sedangkan phenoxyethanol jarang sebagai

sensitizer.

10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC)

Iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC) sangat efektif sebagai antifungi,

antibakteri dan antiparasit. Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet

kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-

up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas

toilet.

Selain pengawet kosmetik diatas, terdapat bahan-bahan kimia lain dalam kosmetik

yang dapat menyebabkan reaksi sensitisasi maupun iritasi pada kulit, diantaranya :

1. Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran

dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi

alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik

dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis

kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat

Page 48: febria suryani

31

memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat

tumbuh dengan subur.

2. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito

Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang paling sering memberikan

hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-N-phenyl para

phenylenediamine dan paraben mix.

2.4 Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia

Program perduli kesehatan kulit sebagai upaya pengendalian resiko paparan bahan

kimia. Paparan bahan kimia dapat terjadi akut maupun kronik, efek akut pada kesehatan

terjadi karena kontak dengan kulit berupa luka bakar, kemerahan, ekskoriasi sampai

rusaknya jaringan lunak. Bila penyakit dermatitis kontak pada pekerja terjadi, umumnya

tidak ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkannya. Penyakit akan berulang

karena pekerja berkontak dengan zat yang menimbulkan dermatitis semakin lama semakin

sering, sehingga penyakit tersebut semakit berat. Terjadinya dermatitis kontak alergi

memerlukan waktu yang lama sesuai proses sensitisasi bahan alergen (SHARP, 1999).

Usaha pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dalam

menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus mengidentifikasi

potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang digunakan dan pengaruhnya

terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk mengurangi resiko yang mungkin

timbul dikemudian hari (SHARP, 1999).

Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis, administratif

maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit (skin care program),

yaitu dengan cara sebagai berikut (SHARP, 1999) :

Page 49: febria suryani

32

1. Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai melalui penerapan

ventilasi udara yang memenuhi standar.

2. Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien dan efektif,

misalnya substitusi bahan kimia.

3. Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi kerja.

4. Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam lingkungan

kerja.

5. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian laboratoruim yang

tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan masker.

6. Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi pekerja atau

keluarga pekerja.

7. Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga kebersihan pribadi dan

melakukan upaya pencegahan pribadi.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak

Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain

yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor

individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnya usia (anak dibawah

8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada

kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada

wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan

iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik.

Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras, keringat,

Page 50: febria suryani

33

terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan APD.

Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis,

terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu

berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan

gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit.

Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang

meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal

hygiene. Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan

oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain

itu juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus

atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan.

Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab

dermatitis diatas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan

terjadinya dermatitis, yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya

larut, konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban,

masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal

hygiene dan penggunaan APD).

2.6 Faktor Langsung

2.6.1 Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)

Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan

pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis

kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan

pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi. Melalui

Page 51: febria suryani

34

kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia dapat

menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak

alergi.

Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak

langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan

perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan

kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan

besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut exposure-

respons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak

(durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006). Agen

kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.

1. Iritan Primer

Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer.

Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit

sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi.

Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan

pertama.

Tabel 2.1 Iritan Primer

Agen Produk Efek Paraben kosmetik, deodoran,

dan beberapa produk perawatan kulit

kemerahan dan reaksi alergi pada kulit

Propylene Glycol produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah

kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak

Isopropyl Alcohol produk perawatan kulit

iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.

(Sumber : Indonesian science forum )

Page 52: febria suryani

35

2. Sensitizers

Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi

pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang

menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan

iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lain-

lain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lain-

lain.

Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat

menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada

permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak

jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera korosif

dengan derajat ringan.

Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak jaringan lunak lebih kuat

daripada asam anorganik. Bahan ini merusak lebih dalam pada jaringan lunak kulit

dengan menimbulkan proses perlemakan dalam hitungan minggu, rasa nyeri yang

hebat dan melemahkan lapisan endermis sehingga kulit menjadi lebih rentan

terhadap bahan kimia lain. Namun pada saat permulaan terpapar justru tidak timbul

rasa sakit.

Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam

menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan

lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif

memerlukan pH yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera

korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan

Page 53: febria suryani

36

membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk

untuk terjadinya infeksi sekunder.

Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan

reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi sistem kekebalan tubuh

yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau struktur bahan kimia yang serupa

sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun

kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe

lambat maupun sedang. Contoh bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi yaitu

fromaldehid, kromium, nikel, fenoliat.

Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan dermatitis kontak

diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl

urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI),

iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/

phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-toluenediamine, petrolatum, paraffin,

cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium

lauryl ether sulfate.

2.6.2 Lama Kontak

Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan

kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai

dengan proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis

kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya

dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka

peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit

(Fatma, 2007). Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang

Page 54: febria suryani

37

bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan

menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat.

Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel

kulit lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan

yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.

Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang

terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan

bahan kimia dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational

Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan

bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per

hari (Agius R, 2006).

Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja

Press Industri, didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama

kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,003.

Berdasarkan penelitian tersebut kejadian dermatitis paling sering terjadi pada

responden dengan lama kontak 8 jam dengan 13 responden (92,8%) untuk dermatitis

kontak akut, 20 responden (95,2%) sub akut, dan 5 responden (100%) kronis.

2.7 Faktor Tidak Langsung

2.7.1 Suhu dan Kelembaban

Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan terjadi

beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa potensial bahaya

yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban

udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis

kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis.

Page 55: febria suryani

38

Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam

kuat, sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan

turunnya kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah

terjadinya dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban

udara turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit

sehingga memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi lebih

mudah terkena dermatitis.

Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk nyaman,

suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 oC

untuk musim dingin dan 23-28 oC untuk musim panas dengan kelembaban 35-65 oC.

Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang

mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban yang lebih tinggi rekomendasi

NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis. Maka berdasarkan

penelitian untuk ruangan ber-AC dianjurkan suhu antara 24-26 oC atau perbedaan

antara suhu di dalam dan diluar ruangan tidak lebih dari 5 oC (NIOSH, 1999).

2.7.2 Masa Kerja

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan

dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan

dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992) lama bekerja

adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat,

sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja adalah lama waktu

untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja.

Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin

lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan

Page 56: febria suryani

39

bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan

terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa

semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar

bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama

terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian

luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam

dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007).

Hubungan dermatitis kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa

penelitian terdahulu, yaitu:

1. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di

Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita

dermatosis daripada yang masa kerjanya <1.

3. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil

bahwa adanya hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian

dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui

pekerja yang memiliki masa kerja ≥ 5 tahun sebanyak 61,5% yang menderita

dermatitis, sedangkan pekerja dengan masa kerja < 5 tahun yaitu hanya 18,8 %.

4. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa

pada pekerja yang masa kerjanya ≤ 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami

dermatitis dan pekerja yang masa kerjanya ≥ 2 tahun sebanyak 15 orang yang

mengalami dermatitis.

2.7.3 Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu.

Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya

Page 57: febria suryani

40

dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia

mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan

lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan

bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena

dermatitis (Cohen, 1999). Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia

40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena

menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati

yang menumpuk karena pergantian sel menurun (HSE, 2000).

Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap

bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan

dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Dapat dikatakan

bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja dengan usia

yang lebih tua. Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih

mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan usia

yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.

Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung

berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga

memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan,

sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang

lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik

dengan kondisi kulit mereka (HSE, 2000).

Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia

dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan

pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat

Page 58: febria suryani

41

pelindung diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan

kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok usia,

artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan

penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung

didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama

usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.

Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari

beberapa penelitian terdahulu, yaitu:

1. Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan

yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.

2. Trihapsoro (2003) pada pasien rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan dengan

diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan penelitian tersebut diperoleh

hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah 31-40 tahun (17,5%) dan

pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada

perempuan adalah 10-20 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 12,5%) dan

pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 5,0%).

3. Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, berdasarkan

hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh

sebanyak 26 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan

untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13

orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena

dermatitis kontak.

Page 59: febria suryani

42

4. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah juga didapatkan hasil

bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak

dibanding pekerja berusia > 31 tahun.

2.7.4 Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary). Dalam hal

penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit

dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat

perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah

folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria

mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit

pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit

wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit.

Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan

rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring

bertambahnya usia, kulit akan semakin kering.

Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak

untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih

tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis,

terlihat dari beberapa penelitian, yaitu :

1. Trihapsoro, Iwan (2003) pada pasien rawat jalan RSUP Haji Adam Malik

Medan, berdasarkan jenis kelamin yang menderita dermatitis kontak terbanyak

adalah perempuan yaitu 72,5% sedangkan laki-laki hanya 27,5%.

Page 60: febria suryani

43

2. Mahadi (1991-1992) melaporkan penderita dermatitis kontak alergik pada

praktek klinik swasta di Medan 72,73% adalah perempuan dan 27,27% laki-laki.

3. Nasution dkk di RS Dr Pirngadi Medan tahun 1992 perempuan 63,79% dan laki-

laki 36,21%. Tahun 1993 perempuan 67,19% dan laki-laki 32,18%. Tahun 1993

perempuan 67,19% dan laki-laki 32,81%. Tahun 1994 perempuan 71,43% dan

laki-laki 28,57%. Terlihat adanya peningkatan persentase penderita perempuan

dari tahun 1992, 1993, 1994.

4. Villafuerte dan Palmero (2001) dari Filipina melaporkan dari tahun 1996- 2001

pada 267 pasien yang dilakukan uji tempel 71,4% adalah perempuan dan 28,6%

laki-laki.

2.7.5 Ras

Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan

pendukung terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah

karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok

dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan

salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis (Djuanda, 2007).

Ras dalam hubungannya dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap

individu mempunyai warna kulit yang berbeda berdasarkan ras-nya masing-masing.

Menurut Djuanda kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan dengan

kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena

kulitnya kaya akan melanin. Melanin merupakan pigmen kulit yang berfungsi

sebagai proteksi atau perlindungan kulit (Djuanda, 2007).

Sel pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini

berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit adalah 10 : 1.

Page 61: febria suryani

44

Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)

menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosit turut berperan dalam

melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis dan

kimiawi seperti zat kimia (Djuanda, 2007).

2.7.6 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan

berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk

riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi

terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra, 2008).

Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja lebih

mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah

berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan

yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran

kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit (Djuanda, 2007).

Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat

kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis

pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja

yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal

ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi

terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih

mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).

Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja di PT Inti Pantja

Press Industri, diketahui kejadian dermatitis kontak pada responden yang tidak

mempunyai riwayat penyakit kulit sebelumnya sebesar 44,4%, sedangkan responden

Page 62: febria suryani

45

yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya sebesar 57,7%. Hal tersebut

menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan dengan

timbulnya penyakit dermatitis kontak.

2.7.7 Personel Hygiene

Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan

perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat

ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman

dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan

melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan

kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak

antara lain:

1. Mencuci tangan

Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan,

karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan

kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi

kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan

dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang

memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk

memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).

Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya

dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita

benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat

menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci

tangan dan kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan

Page 63: febria suryani

46

masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit,

dan kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang

dapat menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health

Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu

minimal menggunakan air dan sabun. Cara mencuci tangan yang baik dapat

terlihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.8

Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air

Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis

kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang menempel pada kulit

ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat.

2. Mencuci Pakaian

Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang

menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang

kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila

dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota

keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya

Page 64: febria suryani

47

baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai

kembali (Hipp, 1985).

Personal Hygiene merupakan salah satu faktor penyebab dermatitis, hal ini

dapat terlihat dalam penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota

Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi

dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah.

2. Penelitian Lestari, Fatma pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang

memiliki personal hygiene kurang mengalami dermatitis, dan 10 orang yang

mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang baik.

2.7.8 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus

digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.

Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang

bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. Perusahaan

wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada (Cahyono AB,

2004).

Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis

kontak, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia

dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat

pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan

bahan kimia, yaitu:

Page 65: febria suryani

48

1. Alat Pelindung Pernafasan

Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas,

uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun,

korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker

yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang

masuk kedalam pernafasan.

Gambar 2.9

Alat Pelindung Pernapasan

2. Alat Pelindung Tangan

Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-benda

tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini dapat

terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan

bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan.

Gambar 2.10

Alat Pelindung Tangan

Page 66: febria suryani

49

6. Alat Pelindung Kaki

Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia,

benda panas dan kontak listrik.

Gambar 2.11

Alat Pelindung Kaki

7. Pakaian Pelindung

Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api,

panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit,

plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.

Gambar 2.12

Pakaian Pelindung

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi

tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan

Page 67: febria suryani

50

kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung

dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung

tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah

terjadinya dermatitis kontak, seperti pada beberapa penelitian dibawah ini :

1. Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa pekerja

yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan

dengan pekerja yang menggunakan APD hanya 19%.

2. Suryani (2008), didapatkan hasil sebanyak 23 orang yang mengalami dermatitis

kontak dari 30 orang yang tidak menggunakan APD yang lengkap. Sedangkan

pekerja yang menggunakan APD lengkap yang mengalami dermatitis kontak

hanya sebanyak 4 orang dari 16 orang.

Page 68: febria suryani

51

2.8 Kerangka Teori

Berdasarkan Teori Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda

(2007), Rietschel (1985), Cohen E David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003)

mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis kontak, maka

didapatkan kerangka teori sebagai berikut :

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Kejadian Dermatitis Kontak

Faktor Langsung - Bahan kimia (ukuran molekul,

daya larut dan konsentrasi) - Lama kontak

Faktor Tidak Langsung - Suhu - Kelembaban - Masa kerja - Usia

- Jenis kelamin - Ras - Riwayat penyakit kulit

sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD

Page 69: febria suryani

52

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu kepada teori-teori dari para ahli (Gilles L,

Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda (2007), Rietschel (1985), Cohen E

David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003)). Berdasarkan teori yang ada, faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis yaitu faktor langsung (bahan kimia

(ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak

langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit

kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Namum pada penelitian

ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, antara lain :

1. Variabel bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) tidak diteliti

karena homogen. Setiap pekerja terpapar dengan bahan kimia yang sama saat

proses pembuatan kosmetik, sehingga variabel tersebut tidak diteliti.

2. Variabel suhu dan kelembaban tidak diteliti karena homogen. Semua responden

bekerja pada lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang sama, sehingga

variabel tersebut tidak diteliti.

3. Variabel ras tidak diteliti karena homogen. Semua responden mempunyai ras

dengan warna kulit yang sama.

Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas

(independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah lama

kontak, sedangkan variabel dependen adalah kejadian dermatitis kontak dengan

Page 70: febria suryani

53

melibatkan faktor confounding yaitu masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat

penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, dan penggunaan APD,

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Confounding

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Variabel yang diteliti :

1. Lama kontak

Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama

kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam

hitungan jam/hari. Pekerja yang lebih lama berkontak dengan bahan kimia

menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka

semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk

terjadinya penyakit dermatitis.

Kejadian

Dermatitis Kontak

Faktor Langsung :

- Lama kontak

Faktor Tidak Langsung :

- Masa kerja - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit kulit

sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD

Page 71: febria suryani

54

2. Masa kerja

Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin

lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak

dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan

meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama

terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit

bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga

bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.

3. Usia

Usia merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memperparah terjadinya

dermatitis kontak, karena kulit manusia mengalami degenerasi seiring

bertambahnya usia, terutama dari sisi ketebalan lapisan kulit, fungsi kelenjar

ekrin dan holokrin. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan

menjadi lebih kering. Kekeringan dan menipisnya lapisan kulit ini memudahkan

proses bahan kimia untuk mengiritasi dan atau proses sensitisasi kulit. Sehingga

pada kulit usia lanjut lebih mudah terkena dermatitis.

4. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

dermatitis kontak. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan

antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel

rambut, kelenjar keringat dan hormon. Kulit wanita memproduksi lebih sedikit

minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih kering

daripada pria, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga

lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis.

Page 72: febria suryani

55

5. Riwayat penyakit kulit sebelumnya

Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja

lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari

kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya.

Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan

kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan

pH kulit.

6. Personal hygiene

Kebersihan perorangan seperti mencuci tangan yang baik dan benar dapat

mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan dan

menetralkan pH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai

melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. Perusahaan sudah membuat

peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama bekerja, terdapat pula aturan

untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan produksi, akan

tetapi semua tergantung dari perilaku pekerjanya masing-masing.

7. Penggunaan APD

Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak,

karena dengan mengunakan APD dapat menghindari pajanan langsung dari

bahan kimia. Perusahaan telah menyediakan APD sesuai dengan jenis dan

karakteristik potensi bahaya di tempat kerja, akan tetapi semua tergantung dari

perilaku pekerjanya. Pekerja yang menggunakan APD lengkap dan sesuai saat

melakukan pekerjaan akan mengurangi resiko menderita dermatitis kontak

dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengunakan APD.

Page 73: febria suryani

56

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala 1.

Kejadian Dermatitis Kontak

Peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit pekerja dengan gejala kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kering, mengelupas dan bersisik.

Pemeriksaan dokter

Diagnosa dokter 0. Dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter dermatitis kontak)

1. Tidak dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter tidak dermatitis kontak)

Ordinal

2. Lama Kontak Jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari.

Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Jam/hari Rasio

3. Masa Kerja

Jangka waktu pekerja mulai bekerja sampai waktu penelitian.

Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Bulan Rasio

4. Usia Lama waktu hidup pekerja (dalam tahun) dari sejak lahir sampai penelitian berlangsung.

Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Tahun Rasio

5. Jenis Kelamin Perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan.

Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

0. Perempuan 1. Laki-laki

Ordinal

Page 74: febria suryani

57

6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja pada bagian tangan.

Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

0. Memiliki riwayat 1. Tidak memiliki

riwayat

Ordinal

7. Personal Hygiene

Kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja.

Observasi Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist

0. Tidak baik, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai

1. Baik, jika semua hasil pengamatan sesuai

Ordinal

8. Penggunaan APD

Kelengkapan pekerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan.

Observasi Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist

0. Tidak lengkap, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai

1. Lengkap, jika semua hasil pengamatan sesuai

Ordinal

Page 75: febria suryani

58

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan

tahun 2011.

2. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja

bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun

2011.

3. Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja

bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun

2011.

4. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan

tahun 2011.

5. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar

Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

6. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan

tahun 2011.

7. Ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan

tahun 2011.

Page 76: febria suryani

59

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional (potong lintang), dimana variabel independen dan dependen diamati pada

waktu (periode) yang sama, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

4.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2011 di bagian processing dan

filling PT.Cosmar Indonesia yang berlokasi di Taman Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi

Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia 15314. Alasan memilih lokasi

karena pada bagian processing dan filling pekerja berkontak dengan bahan kimia.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja pada bagian processing dan

filling PT. Cosmar Indonesia, yaitu sebanyak 50 orang. Sedangkan untuk sampel dalam

penelitian ini adalah seluruh populasi pekerja pada bagian processing dan filling.

Perhitungan sampel dilakukan dengan mengunakan uji hipotesis dua proporsi dengan

rumus sebagai berikut :

{z1-α 2P̅(1- P̅) + z1-ß α P1 (1- P1)+ P2(1- P2) }2

n = (P1- P2)

2

Page 77: febria suryani

60

Keterangan :

n : Besar sampel

P1 : Proporsi pekerja yang masa kerja > 1 tahun dengan kejadian dermatitis

sebanyak 67% = 0,67 (Mausulli, 2010)

P2 : Proporsi pekerja yang masa kerja 1 tahun dengan kejadian dermatitis

sebanyak 31% = 0,31 (Mausulli, 2010)

P : Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2) 0,67 + 0,31 = 0,49 2 Z1-α : Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96

Z1-β : Kekuatan uji 80 % = 0,84

{1,96 2 x 0,49 (1-0,49) + 0,84 0,61 (1-0,61) + 0,31 (1-0,31) }2

n = (0,31- 0,67)2 n = 30 x 2 = 60

Berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini

adalah 60 pekerja, namun karena pekerja pada bagian processing dan filling hanya

sebanyak 50 orang, maka peneliti mengambil semua pekerja di bagian processing dan

filling untuk dijadikan sampel.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil

penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

berisikan pertanyaan yang harus dijawab oleh responden dan lembar ceklist hasil

pengamatan yang akan diisi oleh peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup

pertanyaan mengenai lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit

Page 78: febria suryani

61

kulit sebelumnya, sedangkan lembar ceklist mengenai personal hygiene dan penggunaan

APD.

4.5 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, meliputi

kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat

penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan

laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan, proses produksi dan list bahan

kimia yang digunakan.

4.6 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi kejadian dermatitis kontak, lama kontak, usia,

jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, penggunaan APD

dan masa kerja yang dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :

1. Kejadian Dermatitis Kontak

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendiagnosa secara klinis gejala-gejala

dermatitis yang terdapat pada pekerja dengan bantuan dokter.

2. Lama Kontak

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pekerja

berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari melalui kuesioner.

Page 79: febria suryani

62

3. Masa Kerja

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pertama kali

responden bekerja pada bagian processing dan filling sampai waktu penelitian

melalui kuesioner.

4. Usia

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan tanggal lahir (tanggal, bulan,

tahun) responden melalui kuisioner.

5. Jenis Kelamin

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jenis kelamin melalui

kuesioner.

6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan riwayat penyakit kulit

pekerja melalui kuesioner dan diperkuat dengan anamnesis dokter.

7. Personal Hygiene

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti

dengan panduan lembar cheklist mengenai kebiasaan pekerja untuk menjaga

kebersihan diri. Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak baik jika ada 1

atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai dan baik jika semua hasil pengamatan

sesuai.

8. Penggunaan APD

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti

dengan panduan lembar cheklist mengenai kelengkapan menggunakan APD.

Page 80: febria suryani

63

Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak lengkap jika ada 1 atau lebih

hasil pengamatan tidak sesuai dan lengkap jika semua hasil pengamatan sesuai.

4.7 Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah

melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Mengkode data (data coding)

Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti diberi kode

untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.

2. Menyunting data (data editing)

Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu, yaitu

kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban

pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.

3. Memasukkan data (data entry)

Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan data dari hasil

kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel. Setelah itu

dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan software

statistik untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara

umum) dan bivariat (untuk mengetahui variabel yang berhubungan).

4. Membersihkan data (data cleaning)

Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk

memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data

tersebut telah siap untuk dianalis.

Page 81: febria suryani

64

4.8 Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari

setiap variabel dependen, independen dan confounding. Variabel tersebut adalah

kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat

penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.

2. Analisa Bivariat

Analisa yang digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen) dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang

ada. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square untuk menghubungkan

variabel kategorik dengan kategorik dan uji T-independent untuk menghubungkan

variabel numerik dengan kategorik apabila variabel numerik berdistribusi normal.

Uji chi-Square dan uji T-independent menggunakan derajat kepercayaan 95%. Jika

P Value ≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya

hubungan bermakna antara variabel independen dengan dependen. Jika P Value >

0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan

bermakna antara variabel independen dengan dependen.

Page 82: febria suryani

65

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum Perusahaan

5.1.1 Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia

PT.Cosmar Indonesia adalah perusahaan milik keluarga yang merupakan

produsen pembuatan bahan-bahan kosmetik di Indonesia. PT.Cosmar sangat

menghargai dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan sehingga menghasilkan

hubungan kerja dalam jangka panjang. Untuk memastikan kepercayaan diri,

PT.Cosmar tidak memiliki merk dagang sendiri dan hanya berkonsentrasi dalam

memproduksi bahan kosmetik dan R&D.

PT.Cosmar Indonesia didirikan pada tanggal 11 April 2003 di Jl. Pulobuaran

II blok R2 BPSP, Pulogadung Industrial Estate, Jakarta 13920 Indonesia, dengan

Direktur Ibu.Juanita Aditiawan. Pada tahun 2005 PT.Cosmar sudah tersertifikasi ISO

9001-2000 dan cGMP. Tahun 2007 PT.Cosmar melaksanakan joint venture di

Etiopia dengan Perusahaan Afrika Selatan yang dinamakan Cosmar East Africa.

Tahun 2008 PT.Cosmar menjadi perusahaan dengan fasilitas penuh dan berpindah ke

Taman Tekno Blok A1/Nr.11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong 15314,

Indonesia. Pada tahun 2009 PT.Cosmar melaksanakan ekspor pertama ke Asia Timur

dan Asia Selatan.

Fasilitas produksi PT.Cosmar memenuhi syarat GMP dan meliputi peralatan

proses dan filling untuk memproduksi produk bubuk (powder products), produk cair

(liquid products) dan produk panas (hot poor products). PT Cosmar juga memiliki

Page 83: febria suryani

66

fasilitas uji mikrobial. Bertahun-tahun PT Cosmar telah membantu berbagai

pelanggan untuk mengelola konsep dan jalur produksi seperti akses produksi ke

jejaring suplaier material. Pelanggan PT.Cosmar termasuk perusahaan lokal dan

multinasional, perusahaan yang baru didirikan, organisasi jual langsung (direct

selling) dan organisasi retail dengan label pribadi (private labels for retailing

organisations). Pelayanan di PT.Cosmar termasuk formulasi sesuai pesanan,

pengisian dan pengepakan, efikasi dan uji keamanan.

Produk yang dihasilkan oleh PT. Cosmar diantaranya :

1. Decorative Cosmetics : lipstik, lip gloss, lip liner, cairan makeup, blush,

concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, bedak.

2. Perawatan kulit : cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm

(BB cream), lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment.

3. Perawatan rambut : sampo, kondisioner, hair mask, hair reconstructor serum,

hair spa, produk pelurus rambut, pewarna rambur, gel , minyak rambut.

4. Perawatan diri : sabun cair, sabun wajah, pembersih daerah kewanitaan,

wewangian.

5.1.2 Visi dan Misi PT Cosmar Indonesia

1. Menguasai kontrak produksi kosmetik di Indonesia.

2. Menjual kosmetik berkualitas dengan harga yang terjangkau.

3. Memastikan pelanggan mendapatkan produk dan pelayanan yang diharapkan.

5.1.3 Sumber Daya Manusia (SDM)

PT Cosmar Indonesia mempekerjakan 120 pekerja yang dipimpin oleh Ibu

Juanita Aditiawan. Pekerja di PT.Cosmar sudah terlatih dengan pelatihan GMP, ISO,

TPM and HACCP. Tim PT.Cosmar berusaha untuk memberikan kualitas dan

Page 84: febria suryani

67

pelayanan terbaik dengan tanggung jawab dalam produksi, sehingga pelanggan dapat

meningkatkan bursa mereka. Adapun distribusi sumber daya manusia yang terdapat

di PT.Cosmar dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1

Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia Berdasarkan Divisi Kerja Tahun 2011

Divisi Kerja Jumlah Staff 20

Processing 12 Filling 38

Packaging 50 Total 120

Berdasarkan tabel diatas jumlah pekerja terbanyak di PT.Cosmar indonesia

terdapat di bagian packaging dengan jumlah 50 orang. Kemudian pada bagian filling

jumlah pekerja 38 orang, staff jumlah pekerja 20 orang dan bagian processing

jumlah pekerja 12 orang.

5.1.4 Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia

Dalam proses pembuatan kosmetik, PT.Cosmar Indonesia menggunakan

ribuan macam bahan kimia. Pada proses pengambilan data, peneliti hanya diizinkan

untuk mengetahui beberapa macam bahan kimia yang digunakan, diantaranya :

Tabel 5.2

List Bahan Kimia yang Digunakan dalam Pembuatan Kosmetik di

PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011

No Bahan Kimia No Bahan Kimia 1 Paraben 22 Anthemis nobilis flower oil 2 Formaldehid dan cetyl alcohol 23 Polyethylene scrub 20 3 Quarternium-15 24 Sodium ascorbyl phosphate 4 Imidazolidinyl urea 25 Ceramide 3 5 Diazolidinylurea 26 P-toluenediamine 6 Bronopol 27 Isostearyl neopentanoate 7 Dimethyloldimethyl hydantoin 28 Sodium lauryl ether sulfate 8 Methylisothiazolinone (MCI/MI) 29 Ferric ammonium ferrocyanide 9 Methyldibromoglutaronitrile/ 30 N-isopropyl-N-pheniyl para

Page 85: febria suryani

68

No Bahan Kimia No Bahan Kimia Phenoxyethanol phenylenediamine

10 Iodopropylnyl buthylcarbamate 31 Butylene slycol cocoate 11 P-phenylenediamine (PPD) 32 Tocopheryl acetate 12 Sodium lauryl ether sulfate 33 Caprylic/capric triglyceride 13 Diazodidinyl urea 34 Pentaerythrityl tetraisostearate 14 Paraffin dan petrolatum 35 Calcium patothenate 15 Propylene glycol 36 Maltodextrin 16 Isopropyl alcohol 37 Octyldodecyl neopentanoate 17 Sodium hydroxine 38 Niacinamide 18 Glycerol esters 39 Octylacrylamide copolymer 19 Acrylates/Steareth-20 Methacrylate 40 Synthetic wax 20 Acrylates copolymer 41 Butyl stearete 21 Candelilla (Euphorbia Cerifera) wax

42 Aminopropyl

phenyltrimerthicone

Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), diantara bahan kimia

diatas terdapat beberapa bahan kimia yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit

kulit pada bekerja seperti dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia tersebut merupakan

pengawet kosmetik yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik

di PT.Cosmar Indonesia, diantaranya :

1. Paraben

Konsentrasi paraben yang dipakai pada kosmetik sebesar 0,1-0,8%.

Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940

telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben.

Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan

Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%.

Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal

yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan

kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari

pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben

Page 86: febria suryani

69

paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang

abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal.

2. Formaldehid

Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas

formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol.

Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan

karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia

dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika

formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa

penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada

uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua.

Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North

America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan

sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada

periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun

1970-1976 sebesar 3,4%, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun

1992-1994 sebesar 6,8 %.

3. Quarternium

Konsentrasi Quarternium dalam kosmetik sebesar 0,02-0,3%. Kosmetik yang

banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (water-

based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun

cair. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas

aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%.

Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm

Page 87: febria suryani

70

(parts per million). Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah

2% dalam petrolatum.

4. Imidazolidinyl Urea

Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik sebesar 0,03-0,2%,

sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam

aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif

terhadap formaldehid.

5. Diazolidilnyl Urea

Konsentrasi diazolidilnyl urea dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak

digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk

perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji

tempel standar 1% dalam aqua.

6. Bronopol

Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya

melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan

bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak

sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga

berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau

nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol

untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum.

7. Dimethyloldimethyl Hydantoin

DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman

DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji

tempel standar sebesar 1% dalam aqua. Dimethyloldimethyl Hydantoin

Page 88: febria suryani

71

mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga

dipakai sebagai pengawet sampo.

8. Methylisothiazolinone (MCI/MI)

Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan

perbandingan 3:1. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di

atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun

1985-2000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di

Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100

ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan

isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk

produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam

produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan

kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi

adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion,

dan gel rambut.

9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol

Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%.

Phenoxyethanol dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada

binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini

merupakan pengawet kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang

dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5%

sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada

periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7% dan pada periode tahun 1998-2000

sebesar 3,5%.

Page 89: febria suryani

72

Konsentrasi Phenoxyethanol untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam

petrolatum. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya

eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on

seperti lotion, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner

rambut, krim tabir surya dan sebagainya.

10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC)

Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan

konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim,

losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet.

Selain pengawet kosmetik di atas, terdapat pula bahan-bahan kimia lain yang

digunakan PT.Cosmar Indonesia dan berpotensi untuk menyebabkan dermatitis

kontak pada pekerja, diantaranya p-phenylenediamine (PPD) dan p-toluenediamine

pada pembuatan pewarna rambut, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene

glycol, isopropyl alcohol pada pembuatan krim wajah, sodium hydroxine pada

pembuatan sabun dan sodium lauryl ether sulfate pada pembuatan sampo (Prasari

Sotya, 2009).

5.1.5 Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia

Proses kerja pembuatan kosmetik di PT.Cosmar indonesia melalui beberapa

tahap. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Bagan 5.1

Alur Proses Pembuatan Kosmetik PT.Cosmar Indonesia

Purchasing Ware house in

Processing

Quality control

PPIC dan R&D

Ware house out

Packaging Filling

Page 90: febria suryani

73

Berdasarkan bagan 5.1, tahap pertama yang dilakukan dalam proses

pembuatan cosmetik di PT.Cosmar Indonesia yaitu membeli bahan-bahan yang

dibutuhkan untuk pembuatan produk (purchasing), selanjutnya bahan-bahan tersebut

dimasukan ke dalam gudang (ware house in), kemudian PPIC akan mengeluarkan

izin untuk pembuatan kosmetik disertai formula (build of materials) yang dibutuhkan

dan R&D akan mengecek formula tersebut untuk memastikan tidak ada kesalahan

dalam formula yang akan digunakan. Setelah izin dan formula dikeluarkan

selanjutnya bahan-bahan yang digunakan akan ditimbang sesuai lembar petunjuk

proses (quality control), kemudian bahan-bahan tersebut diproses (processing) sesuai

dengan petunjuk sehingga menghasilkan bulk (adonan). Selanjutnya masuk ke proses

pengisian (filling ) dan pengepakan (packaging), terakhir kosmetik yang telah di

packing dimasukan ke dalam gudang akhir (ware house out) yang selanjutnya akan

diambil oleh costomer.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil tempat di bagian processing dan

filling dengan pertimbangan pada kedua bagian tersebut pekerja banyak berkontak

dengan bahan kimia dibandingkan dengan bagian lain. Berikut akan dijelaskan

proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia.

1. Proses Kerja Bagian Processing

Pekerjaan di bagian processing, pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan

kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan. Produk yang dihasilkan terdiri

dari tiga jenis yaitu dry atau powder, lipstik dan liquid dimana proses kerjanya akan

dijelaskan berikut ini.

Page 91: febria suryani

74

a. Processing Dry atau Powder

Bagan 5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry

Tidak

Ya

Diayak sampai partikel benar-benar

halus

Campurkan seluruh bahan ke mesin

loudige

Masukan bahan ke dalam mesin nermix

Filling

Cek apakah warna bedak

sudah sesuai ?

Page 92: febria suryani

75

b. Processing Lipstik

Bagan 5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik

Tidak

Ya

Masukan pasta (pewarna) lipstik,

aduk hingga homogen

Masukan bahan ke mesin pemanas

Cairkan based (bahan berbentuk lilin)

Tambahkan vit.E dan parfum

Bulk (adonan) siap untuk di filling

Cek apakah warna sudah homogen ?

Page 93: febria suryani

76

c. Processing Liquid

Bagan 5.4. Arus Proses Kerja Pembuatan Liquid

Pada bagian processing pekerja berkontak dengan bahan kimia saat

melakukan proses kerja, seperti memasukan bahan-bahan ke dalam mesin, mengaduk

bahan (proses lipstik), serta memasukan bulk (adonan) yang sudah jadi ke dalam

tabung besar untuk dilanjutkan ke proses filling. Selain itu setelah proses pembuatan

kosmetik selesai, tugas pekerja selanjutnya yaitu membersihkan mesin yang selesai

digunakan untuk proses pembuatan kosmetik.

Masukan bahan ke mesin loudige

Bulk (adonan) siap untuk di filling

Panaskan pada suhu 70OC-80OC hingga

homogen

Ambil sampel sedikit, periksa

sesuai spesifikasi yang ditentukan

Page 94: febria suryani

77

2. Proses Kerja Bagian Filling

Pekerjaan di bagian filling, pekerja memasukan bulk (adonan) yang telah

diolah ke dalam wadah yang ditentukan. Berikut akan dijelaskan proses filling dry,

lipstik dan liquid.

a. Filling Dry atau powder

Bagan 5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry

Ya

Tidak

Masukan bedak ke dalam cetakan

Tempatkan ke dalam wadah yang telah ditentukan

Test kehalusan

Kembali ke Processing

Dry

Drop test (mengukur

apakah bedak mudah pecah atau

tidak) ?

Page 95: febria suryani

78

b. Filling Lipstik

Bagan 5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik

c. Filling Liquid

Bagan 5.7. Alur Proses Kerja Filling Liquid

Pada bagian filling pekerja berkontak dengan bahan kimia saat memasukan

bulk (adonan) ke dalam cetakan atau wadah. Selain itu pada saat melalukan proses

filling liquid apabila terdapat bulk (adonan) yang tercecer di pinggir wadah, tugas

pekerja membersihkan ceceran di sekitar wadah hingga bersih. Kemudian apabila

ada produk reject seperti krim padat yang tidak halus (terdapat gelembung udara),

tugas pekerja meratakan gelembung tersebut dengan jari hingga krim halus dan

padat.

Dinginkan ke dalam mesin pendingin hingga bulk (adonan) mengeras

Masukan bulk (adonan) ke dalam cetakan (khusus lipstik)

Masukan lipstik yang telah dicetak ke dalam wadah yang telah ditentukan

Khusus cream padat dinginkan ke dalam mesin pendingin

Masukan bulk (adonan) ke dalam cup/botol/pot

Masukan ke dalam kemasan

Page 96: febria suryani

79

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak

Hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak diperoleh dari diagnosa

dokter. Variabel kejadian dermatitis dikategorikan menjadi dua yaitu dermatitis dan

tidak dermatitis. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian dermatitis kontak

pada pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan

Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011

Kejadian Dermatitis Frekuensi Persentase (%) Dermatitis 24 48

Tidak Dermatitis 26 52

Jumlah 50 100 Dermatitis Kontak Alergi 8 33,3 Dermatitis Kontak Iritan 16 66,7

Jumlah 24 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 24 pekerja

(48%) mengalami dermatitis kontak dan 26 pekerja (52%) tidak mengalami

dermatitis kontak. Dari 24 (48%) pekerja yang menderita dermatitis kontak, 8

pekerja (33,3%) mengalami dermatitis kontak alergi, dan 16 pekerja (66,7%)

mengalami dermatitis kontak iritan.

5.2.2 Gambaran Faktor Langsung

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak dibedakan

menjadi faktor langsung dan faktor tidak langsung. Dibawah ini akan dijelaskan

gambaran distribusi faktor langsung terjadinya dermatitis kontak pada pekerja bagian

processing dan filling PT.Cosmar Indonesia.

Page 97: febria suryani

80

a. Lama Kontak

Dalam penelitian ini, lama kontak merupakan faktor langsung terjadinya

dermatitis kontak. Hasil mengenai lama kontak diperoleh dengan menyebarkan

kuesioner kepada responden. Distribusi faktor langsung (lama kontak) pada pekerja

bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) pada Pekerja Bagian Processing

dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011

Variabel Mean SD Min-Max

Lama Kontak 5.2 jam/hari 2.119 2 jam/hari - 8 jam/hari

Lama kontak dilihat dari lamanya responden berkontak dengan bahan kimia

selama proses pekerjaan dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan tabel 5.4 dapat

diketahui bahwa rata-rata lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah

5.2 jam/hari dengan standar deviasi 2.119. Lama kontak terendah adalah 2 jam/hari

pada bagian filling , sedangkan lama kontak tertinggi adalah 8 jam/hari pada semua

pekerja bagian processing.

5.2.3 Gambaran Faktor Tidak Langsung

Faktor tidak langsung dalam penelitian ini meliputi masa kerja, usia, jenis

kelamin, riwayat penyakit kulit, personal hygiene, dan penggunaan APD. Hasil

penelitian mengenai masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit kulit

pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuesioner, sedangkan personal hygiene dan

penggunaan APD diperoleh dari hasil observasi. Distribusi faktor tidak langsung

pada pekerja bagian processing dan filling dapat terlihat pada tabel 5.5 dan tabel 5.6

berikut ini.

Page 98: febria suryani

81

Tabel 5.5

Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) pada Pekerja Bagian

Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011

No Variabel Mean SD Min-Max 1. Masa Kerja 18 bulan 16.732 1 bulan – 84 bulan 2. Usia 22 tahun 3.738 17 tahun – 32 tahun

Tabel 5.6

Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,

Personal Hygiene, Penggunaan APD) pada Pekerja Bagian Processing dan

Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011

No Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Perempuan 30 60 Laki-laki 20 40

2. Riwayat Penyakit Kulit

Memiliki Riwayat Tidak Memiliki Riwayat

18 32

36 64

3. Personal Hygiene Tidak baik 11 22 Baik 39 78

4. Penggunaan APD Tidak lengkap 50 100 Lengkap 0 0 Jumlah 50 100

a. Masa Kerja

Masa kerja dalam penelitian ini dilihat dari lamanya responden bekerja pada

bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Berdasarkan tabel 5.5

didapatkan distribusi rata-rata masa kerja pekerja bagian processing dan filling

adalah 18 bulan dengan standar deviasi 16.732. Masa kerja terendah adalah 1 bulan

sedangkan masa kerja tertinggi adalah 84 bulan.

b. Usia

Variabel usia dinyatakan dalam tahun, yaitu lama hidup responden dari mulai

lahir hingga waktu penelitian. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata-rata

Page 99: febria suryani

82

usia pekerja bagian processing dan filling adalah 22 tahun dengan standar deviasi

3.738. Usia termuda adalah 17 tahun sedangkan usia tertua adalah 32 tahun.

c. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan. Distribusi frekuensi jenis kelamin pekerja bagian processing dan filling

dapat dilihat dari tabel 5.6. Dalam tabel tersebut diketahui bahwa dari 50 pekerja, 30

pekerja (60%) berjenis kelamin perempuan dan 20 pekerja (40%) berjenis kelamin

laki-laki.

d. Riwayat Penyakit Kulit

Riwayat penyakit kulit merupakan pekerja yang sebelumnya atau sedang

menderita penyakit kulit pada bagian tangan. Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui

bahwa dari 50 pekerja, 18 pekerja (36%) memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya

dan 32 pekerja (64%) tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.

e. Personal Hygiene

Personal Hygiene dalam penelitian ini merupakan kebiasaan pekerja untuk

menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja. Berdasarkan tabel 5.6 dapat

diketahui bahwa dari 50 pekerja, 11 pekerja (22%) memiliki personal hygiene yang

tidak baik dan 39 pekerja (78%) memiliki personal hygiene yang baik.

f. Gambaran Penggunaan APD

Penggunaan APD dalam penelitian ini merupakan kelengkapan pekerja untuk

menggunakan alat pelindung diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak

langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.6

Page 100: febria suryani

83

dapat diketahui bahwa seluruh pekerja bagian processing dan filling tidak lengkap

dalam menggunakan APD. Sehingga dalam penelitian ini variabel pengunaan APD

tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut, dikarenakan datanya homogen.

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang

bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor langsung

(lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak menggunakan uji t-independen

yang hasilnya akan dijelaskan dibawah ini.

a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor langsung (lama kontak)

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling

PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.7

Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis

Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia

Tahun 2011

Kejadian Dermatitis Kontak

N Mean

(jam/hari) SD P value

Dermatitis 24 5.92 2.083 0.020

Tidak dermatitis 26 4.54 1.964

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada

pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6 jam/hari dengan standar deviasi

sebesar 2.083, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami

Page 101: febria suryani

84

dermatitis kontak adalah 4.54 jam/hari dengan standar deviasi sebesar 1.964.

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.020, yang artinya

pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia

tahun 2011.

5.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis

Kontak

Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor tidak

langsung dengan kejadian dermatitis kontak pada penelitian ini, menggunakan uji t-

independen dan chi square. Uji t-independen digunakan untuk variabel masa kerja

dan usia, sedangkan uji chi square digunakan untuk variabel jenis kelamin, riwayat

penyakit kulit dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak. Hasil

penelitian mengenai hubungan antara faktor tidak langsung (masa kerja, usia, jenis

kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene) dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 5.8 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja dan Usia) dengan Kejadian

Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar

Indonesia Tahun 2011

No Variabel Kejadian

Dermatitis Kontak

N Mean SD P value

1. Masa Kerja Dermatitis 24 23.92 bulan 19.744 0.012

Tidak dermatitis 26 12.27 bulan 11.062 2. Usia Dermatitis 24 23.25 tahun 4.162 0.008 Tidak dermatitis 26 20.42 tahun 2.730

Page 102: febria suryani

85

Tabel 5.9

Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,

Personal Hygiene) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian

Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011

a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja yang

mengalami dermatitis kontak adalah 24 bulan dengan standar deviasi sebesar 19.744,

sedangkan rata-rata masa kerja pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak

adalah 12.27 bulan dengan standar deviasi sebesar 11.062. Berdasarkan hasil uji

statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.012, yang artinya pada α 5% ada

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.

b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja yang

mengalami dermatitis kontak adalah 23.25 tahun dengan standar deviasi sebesar

4.162, sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak

No. Variabel Kategori

Kejadian Dermatitis Total

Pvalue Dermatitis Tidak

Dermatitis n % n % n %

1. Jenis Kelamin Perempuan 11 36,7

19

63,3

30

100

0.094

Laki-laki 13 65,0 7 35,0 20 100

2. Riwayat Penyakit Kulit

Memiliki Riwayat

7 38,9

11

61.1

18

100

0.501

≠ Memiliki Riwayat

17 53,1 15 46.9 32 100

3. Personal hygiene

Tidak Baik 9 81,8

2

18.2

11

100

0.028

Baik 15 38,5 24 61.5 39 100

Page 103: febria suryani

86

adalah 20.42 tahun dengan standar deviasi sebesar 2.730. Berdasarkan hasil uji

statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.008, yang artinya pada α 5% ada

hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.

c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang berjenis kelamin perempuan dan

menderita dermatitis kontak sebesar 36,7% (11 dari 30 pekerja) sedangkan pekerja

yang berjenis kelamin laki-laki dan menderita dermatitis kontak sebesar 65% (13 dari

20 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.094,

yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling

PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.

d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan

menderita dermatitis kontak sebesar 38,9% (7 dari 18 pekerja) sedangkan pekerja

yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar

53.1 % (17 dari 32 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue

sebesar 0.501, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara

riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian

processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.

e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Berdasarkan tabel 5.9 pekerja dengan personal hygiene yang tidak baik dan

menderita dermatitis kontak sebesar 81.8% (9 dari 11 pekerja) sedangkan pekerja

Page 104: febria suryani

87

dengan personal hygiene baik dan menderita dermatitis kontak sebesar 38.5% (15

dari 39 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.028,

yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling

PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.

Page 105: febria suryani

88

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian

yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak dapat

menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan.

Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan

penelitian, serta efektif dari segi waktu.

2. Pemeriksaan kejadian dermatitis kontak hanya dilihat secara umum dari gejala-

gejala dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter, tanpa mengunakan uji

tempel untuk memperkuat hasil. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya

dan waktu penelitian.

3. Tidak ada data sekunder mengenai kondisi kesehatan pekerja. Hal ini

menyebabkan peneliti sulit menilai pencegahan kesehatan dan keselamatan kerja

yang sudah dilaksanakan secara baik dan efektif untuk mencegah terjadinya

dermatitis kontak di perusahaan.

4. Peneliti tidak diizinkan untuk mengetahui berapa konsentrasi setiap bahan kimia

yang digunakan, sehingga peneliti hanya melakukan analisis berdasarkan jenis

bahan kimia yang digunakan.

5. Peneliti hanya menganalisis beberapa bahan-bahan kimia umum yang pasti

digunakan dalam setiap proses pembuatan kosmetik di perusahaan. Hal tersebut

Page 106: febria suryani

89

dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mendapatkan data keseluruhan bahan

kimia yang digunakan serta dari segi waktu dan biaya untuk meneliti

keseluruhan bahan kimia yang digunakan di perusahaan.

6. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan setiap variabel.

6.2 Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.

Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di

tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor

(HSE,2000). Menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang

disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik

(melalui reaksi alergi) maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan).

Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% dari 50 orang pekerja di PT.Cosmar

Indonesia menderita dermatitis kontak. Berdasarkan diagnosa dokter, dari 48%

pekerja yang menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis

kontak alergi dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan. Hal tersebut

sejalan dengan studi epidemiologi di Indonesia yang memperlihatkan bahwa 97%

dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis

kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).

Menurut Cohen (1999), kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab

terbesar dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak

dengan bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan. Diantara ribuan macam bahan

kimia yang digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan

dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan

Page 107: febria suryani

90

kimia tersebut berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya

pengawet kosmetik yaitu paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea,

diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone

(MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/

phenoxyethanol dan bahan kimia lain seperti p-phenylenediamine (PPD), p-

toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl

alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate.

Bahan kimia yang digunakan PT.Cosmar Indonesia diatas umumnya bersifat

iritan lemah dan sensitizer, sehingga dapat menyebabkan dermatitis kontak. Terlihat

dari 66,7 % pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan timbul kelainan kulit

setelah berulang kali kontak dengan zat kimia, dengan kelainan kulit berupa plak

hiperpigmentasi (kulit yang menghitam dan terlihat lebih tebal), likenifikasi

(penebalan kulit), visura (retakan) serta timbul gejala seperti nyeri, panas, kulit

kering bahkan tanpa gejala.

Pada 33,3 % pekerja yang menderita dermatitis kontak alergi timbul kelainan

kulit setelah berkontak dengan zat kimia melalui proses sensitisasi sebelumnya.

Proses sensitisasi pada setiap individu bervariasi, bisa terjadi pada kontak pertama

kali atau kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Kelainan kulit pada pekerja yang

menderita dermatitis kontak alergi berupa bercak kemerahan, papula (tonjolan

padat), vesikel (tonjolan berisi cairan), endema (bengkak) dan gejala gatal yang tidak

tertahankan.

Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia di

bagian tangan meliputi punggung tangan, volar tangan, lengan bawah sisi depan dan

lengan bawah sisi belakang. Trihapsoro (2003) juga menyatakan bahwa dermatitis

Page 108: febria suryani

91

kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut terjadi karena

dalam melakukan proses pekerjaan yang berkontak secara langsung dengan bahan

kimia adalah tangan pekerja, sehingga memungkinkan untuk terciptrat atau

tertumpah bahan kimia saat melakukan pekerjaan apabila tidak menggunakan APD

dengan lengkap. Umumnya pekerja yang mengalami dermatitis ringan hanya

menunjukan gejala gatal-gatal, nyeri, kulit kering dan retak-retak, sedangkan pekerja

yang mengalami dermatitis berat merasakan nyeri, panas, serta kulit bengkak.

Namun mereka tidak menyadari bahwa gangguan kulit tersebut merupakan gejala

dermatitis kontak.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa faktor penyebab utama

terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia yaitu kontak dengan

zat kimia melalui proses kerja. Berdasarkan pengamatan peneliti, dermatitis kontak

yang terjadi pada pekerja timbul akibat kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang

buruk, seperti tidak memakai sarung tangan dan baju kerja yang menutupi seluruh

bagian tubuh saat melakukan proses pekerjaan serta kurang berhati-hati dalam

melakukan proses pekerjaan. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan, pekerja yang

terkena bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan tidak langsung membilasnya

dengan air, melainkan terus melanjutkan pekerjaannya. Hal tersebut memperbesar

peluang untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja.

Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitian ini juga sebagian besar

berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja, seperti 100% pekerja

di PT.Cosmar Indonesia tidak lengkap dalam menggunakan APD, frekuensi lama

kontak pekerja dengan bahan kimia rata-rata 5.2 jam/hari, rata-rata masa kerja

pekerja pada bagian yang berkontak dengan bahan kimia 1,5 tahun yang artinya

Page 109: febria suryani

92

selama 1,5 tahun pekerja terpapar dan kontak dengan bahan kimia, selain itu

walaupun pada saat dilakukan observasi didapatkan distribusi pekerja dengan

personal hygiene buruk lebih sedikit, hal tersebut tidak menutup kemungkinan pada

hari sebelum atau sesudah dilakukan observasi perilaku personal hygiene pekerja

lebih banyak yang tidak baik, karena observasi yang dilakukan hanya berdasarkan

satu waktu tertentu.

Maka dapat disimpulkan bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja

PT.Cosmar Indonesia, terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja

berkontak dengan bahan kimia, kelalaian pekerja serta faktor-faktor lain yang

mendukung untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Dibawah ini akan

dijelaskan lebih lanjut hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian procesing dan filling PT.Cosmar

Indonesia.

6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak

6.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak

a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia

dalam hitungan jam/hari. Lama kontak setiap pekerja berbeda-beda, sesuai dengan

proses pekerjaannya. Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui frekuensi rata-rata

lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah 5,2 jam/hari. Bila

dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, pada penelitian ini diketahui bahwa

rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6

jam/hari, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami

dermatitis kontak adalah 4,5 jam/hari.

Page 110: febria suryani

93

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue

sebesar 0,020. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari

(2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, dimana pada penelitian tersebut

didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan

kejadian dermatitis kontak dengan Pvalue sebesar 0,003.

Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak

akibat kerja (Cohen, 1999). Besarnya bahaya pada pekerja tergantung oleh besaran

kontak yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan

pengaruh pada kesehatan kulit pekerja. Menurut Hudyono (2002), kontak kulit

dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan

durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap

ringan sampai tahap berat.

Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak dengan bahan kimia saat

melakukan proses pekerjaannya. Diantara ribuan macam bahan kimia yang

digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan dalam setiap

pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan kimia tersebut

berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya paraben, formaldehid,

quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl

hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC),

methyldibromoglutaronitrile/ phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-

toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl

alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate

Page 111: febria suryani

94

Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), pengawet kosmetik

seperti paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea,

bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI),

iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile yang terdapat

di hampir setiap produk kosmetik merupakan bahan kimia bersifat iritan maupun

sensitizer yang dapat menyebabkan kelainan kulit seperti dermatitis kontak. Menurut

North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif (pengawet

kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis

kontak (Mehta and Reddy, 2003).

Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik,

deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan

dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan,

kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan

dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit

dapat memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri

dapat tumbuh dengan subur. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit

dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang

paling sering memberikan hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-

N-phenyl para phenylenediamine dan paraben mix.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat diketahui bahwa beberapa

bahan kimia umum yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar

Indonesia, berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia

tersebut umumnya bersifat iritan dan sensitizer. Pada bahan iritan, kelainan kulit

timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak

Page 112: febria suryani

95

lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan

mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak

(lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan

merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka

akan timbul peradangan pada kulit. Akibat peradangan tersebut akan menimbulkan

kelainan kulit disertai gejala dermatitis kontak.

Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali

kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang

menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah

kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Sedangkan pada bahan iritan kuat akan terjadi

kematian sel secara spontan (saat kontak pertama kali dalam hitungan menit-jam),

tergantung luas paparan pada kulit (Djuanda, 2007).

Selain bersifat iritan, bahan kimia yang digunakan di PT.Cosmar juga ada

yang bersifat sensitizer. Kontak dengan bahan kimia yang bersifat sensitizer

menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit akibat

bahan kimia yang bersifat sensitizer mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel

atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase

sensitisasi dan fase elisitasi.

Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3

minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk

ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang

kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di

konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans

melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui

Page 113: febria suryani

96

kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan

kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah

di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah

bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi

tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dangan zat yang

sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis

sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung

antara 24-48 jam (Djuanda, 2007).

Bila dikaitkan dengan lama kontak, rentetan peristiwa terjadinya dermatitis

kontak akibat bahan kimia diatas dapat terjadi pada pekerja saat pertama kali kontak

maupun pada kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Bahan kimia yang

digunakan di PT.Cosmar Indonesia bersifat iritan lemah dan sensitizer. Pada iritan

lemah kelainan kulit timbul setelah berulang kali kontak atau dalam durasi yang

lebih lama, begitu juga dengan bahan kimia sensitizer.

Pada penelitian ini menunjukan bahwa pekerja yang mempunyai rata-rata

lama kontak dengan bahan kimia lebih lama cenderung lebih banyak menderita

dermatitis kontak, dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai rata-rata lama

kontak lebih singkat. Terbukti bahwa lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis

kontak akibat kerja. Hal tersebut bisa terjadi karena semakin lama pekerja berkontak

dengan bahan kimia yang bersifat iritan maupun sensitizer, maka peradangan atau

iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit.

Oleh karena itu resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan dan dikontrol.

Cara mengontrolnya dengan melaksanakan standar dan prosedur kerja dengan baik,

misalnya memakai sarung tangan dan baju kerja yang tepat saat melakukan pekerjaan

Page 114: febria suryani

97

yang berkontak dengan bahan kimia. Pengendalian kontak dapat dilakukan dengan

cara langsung membilas bahan kimia saat pertama kali mengenai kulit. Selain itu

konsentrasi bahan iritan atau alergen yang berada di lingkungan kerja perlu dikontrol

dan dikendalikan.

6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis

Kontak

a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Menurut Handoko (1992) masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya

tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dalam penelitian ini merupakan

jangka waktu pekerja mulai bekerja di bagian processing dan filling sampai waktu

penelitian. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah

terpajan dengan bahan kimia. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa

distribusi pekerja menurut masa kerja cukup bervariasi, dengan rata-rata masa kerja

pekerja bagian processing dan filling adalah 1,5 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pekerja yang mengalami

dermatitis kontak adalah pekerja yang memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun,

sedangkan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak memiliki rata-rata masa

kerja selama 1 tahun. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak,

dengan Pvalue sebesar 0,012. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatma Lestari (2007)

di PT.Inti Pantja Press Industri yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak. Sejalan pula dengan

penelitian Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok yang mengatakan

Page 115: febria suryani

98

bahwa semakin lama pekerja di perusahaan percetakan, semakin beresiko terhadap

terjadinya dermatitis kontak.

Penelitian ini menunjukan bahwa pekerja dengan rata-rata masa kerja lebih

lama cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak, dibanding pekerja dengan

rata-rata masa kerja lebih singkat. Hasil ini sebanding dengan hasil penelitian

Trihapsoro (2008) pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa

kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada dengan masa kerja

<1tahun.

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja

maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan

kerja tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini, semakin lama masa kerja pekerja di

bagian processing dan filling , semakin sering terpajan dan berkontak dengan bahan

kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan

terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama terpajan dan

berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar,

semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan

memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.

Masa kerja berkaitan dengan lama kontak pekerja di PT.Cosmar Indonesia.

Semakin lama pekerja yang berkontak dengan bahan kimia setiap harinya, ditambah

masa kerja yang lama akan memperberat kejadian dermatitis kontak pada pekerja.

Seperti halnya rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak

yaitu 6 jam/hari dan pekerja tersebut memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun,

artinya dalam durasi 6 jam/hari selama 2 tahun pekerja terpapar dengan zat kimia.

Zat kimia tersebut akan menimbulkan kelainan kulit pada pekerja setelah berulang

Page 116: febria suryani

99

kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang

menyebabkan kulit kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan

sel dibawahnya. Semakin lama berkontak maka semakin memperberat keadaan kulit

pekerja dan timbullah dermatitis kontak.

Oleh karena itu, baik pekerja baru maupun pekerja lama sebaiknya diberi

pelatihan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang dapat menggangu keselamatan dan

kesehatan pekerja tersebut selama bekerja, yaitu melalui training mengenai proses

kerja aman, baik pada awal penerimaan bekerja maupun safety briefing terkait

melaksanakan standar dan prosedur kerja aman setiap hari sebelum mulai bekerja.

Selain itu juga perlu disediakan alat pelindung diri yang lengkap dan mencukupi

seluruh jumlah pekerja, sehingga dapat terhindar dari bahaya-bahaya bahan kimia.

Rotasi kerja ke bagian yang tidak mempunyai resiko kontak langsung dengan bahan

kimia juga pelu dilakukan.

b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak 2011

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu.

Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya

dermatitis kontak. Berdasarkan tabel 5.6 rata-rata usia pekerja bagian processing dan

filling PT.Cosmar Indonesia yaitu 22 tahun. Bila dihubungkan dengan kejadian

dermatitis kontak, hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata usia pekerja yang

mengalami dermatitis kontak yaitu 23 tahun, sedangkan rata-rata usia pekerja yang

tidak mengalami dermatitis kontak yaitu 20 tahun. Hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian

dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,008. Hal tersebut sejalan dengan

Page 117: febria suryani

100

penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya yang menunjukan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.

Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami

degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak

diatasnya dan menjadi lebih sensitif dan kering. Kekeringan pada kulit ini

memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih

mudah terkena dermatitis (Cohen,1999). Cronin (1980) juga berpendapat bahwa pada

dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan.

Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak,

sehingga timbul dermatitis kronik.

Walaupun dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara usia

dengan kejadian dermatitis kontak, akan tetapi sebagian besar usia pekerja bagian

processing dan filling PT.Cosmar Indonesia relatif muda dengan rata-rata usia 22

tahun. Menurut HSE (2000) kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia

40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena

menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga

banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Jika rata-rata usia

pekerja di PT.Cosmar Indonesia 22 tahun, maka dapat dikatakan masuk dalam

ketegori usia muda.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa pekerja dengan usia muda juga

berpotensi mengalami dermatitis kontak. Seperti penelitian Fatma Lestari (2007)

pada pekerja PT.Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil 26 pekerja yang berusia

≤30 tahun terkena dermatitis kontak dan 13 pekerja yang berusia >30 tahun yang

terkena dermatitis kontak. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah

Page 118: febria suryani

101

juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami

dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun.

Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia

dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan

pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat

pelindung diri. Menurut HSE (2000), pekerja muda memiliki kecenderungan untuk

tidak menghargai keselamatan dan kebersihan seperti kurang hati-hati dalam

pekerjaan dan kerapkali tidak mau memakai alat pelindung diri yang telah

ditentukan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia.

Menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak

berdasarkan umur dapat menyerang semua kelompok umur, artinya umur bukan

merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis

kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia

pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya

menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.

Maka dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa walaupun

sebagian besar usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia

relatif muda, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami dermatitis kontak.

Pekerja muda mempunyai fungsi proteksi kulit yang lebih baik dibanding pekerja

tua, akan tetapi apabila dalam melaksanakan prosedur kerjanya tidak memperhatikan

aspek keselamatan dan kesehatan kerja, maka akan berpotensi untuk mengalami

dermatitis kontak. Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja terkena dermatitis

kontak ataupun memperparah keadaan kulit pekerja, perlu dilakukan program

pemeriksaan kesehatan pada pekerja. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan

Page 119: febria suryani

102

sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala. Diajurkan juga untuk seluruh

pekerja menggunakan APD dan memperhatikan kebersihan diri masing-masing

pekerja.

c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary).

Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukan bahwa pekerja pada bagian processing

dan filling yang banyak mengalami dermatitis kontak ádalah pekerja dengan jenis

kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 13 pekerja (65%). Sedangkan pekerja dengan jenis

kelamin perempuan dan menderita dermatitis kontak hanya sebanyak 11 pekerja

(36,7%).

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue

sebesar 0,094. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA

Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan kejadian dermatitis kontak iritan, dengan Pvalue sebesar 1,000.

Penelitian Goh (1984-1985) di singapura juga melaporkan prevalensi dermatitis

kontak alergik pada 2471 pasien yang positif terhadap uji kulit terdiri dari 49,2%

perempuan dan 49,8% laki-laki.

Berbeda halnya dengan penelitian Trihapsoro (2003) yang menyatakan bahwa

perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan

laki-laki. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria

dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar

sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang

Page 120: febria suryani

103

dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat

dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit

pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar

aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif

saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin

kering. Maka berdasarkan pernyataan tersebut, dalam hal penyakit kulit perempuan

dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria.

Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin

dengan kejadian dermatitis kontak, hal tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian

ini pekerja laki-laki lebih banyak di tempatkan di bagian yang sering berhubungan

langsung dengan bahan kimia, dengan durasi kontak lebih lama dibandingkan

pekerja berjenis kelamin perempuan. Terlihat pada bagian processing dimana pekerja

melakukan proses pengolahan bahan-bahan kimia menjadi sebuah produk, lebih di

dominasi oleh pekerja laki-laki, dan bagian filling pekerja laki-lakilah yang

mempunyai tugas memasukan bulk (adonan) ke mesin yang selanjutnya di masukan

ke wadah sesuai takaran. Selain itu pekerja laki-laki juga mempunyai tugas untuk

membersihkan mesin-mesin setelah pengolahan bahan-bahan kimia. Sehingga pada

penelitian ini, didapatkan hasil tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan kejadian dermatitis kontak.

Walau demikian masih terdapat 35% pekerja laki-laki yang tidak menderita

dermatitis kontak, yang artinya tidak semua pekerja laki-laki pada penelitian ini

mengalami dermatitis kontak. Hal tersebut dapat terjadi karena dari 35% pekerja

tersebut memiliki lama kontak dan masa kerja yang lebih singkat dibandingkan

dengan pekerja laki-laki lainnya, serta perilaku personal hygiene mereka yang baik.

Page 121: febria suryani

104

d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Riwayat penyakit kulit dalam penelitian ini merupakan pekerja yang

sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja. Perlu dipertegas

bahwa riwayat penyakit kulit yang dialami pekerja pada penelitian ini terdapat di

bagian tangan, karena dalam proses kegiatan produksi yang berkontak dengan zat

kimia adalah tangan pekerja, sehingga apabila ada pekerja yang memiliki riwayat

penyakit kulit selain ditangan, masuk dalam kategori tidak memiliki riwayat.

Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa distribusi pekerja yang memiliki

riwayat penyakit kulit (36%) lebih sedikit, dibandingkan dengan pekerja yang tidak

memiliki riwayat penyakit kulit (64%). Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis

kontak, hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit

kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 38,9%, sedangkan pekerja yang tidak

memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 53.1 %.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak, dengan

Pvalue sebesar 0,501. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA

Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

riwayat penyakit dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Akan tetapi berbeda

halnya dengan penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press

Industri yang menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan

dengan timbulnya penyakit dermatitis kontak, responden yang tidak mempunyai

riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 44,4%, sedangkan

responden yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya dan menderita dermatitis

kontak sebesar 57,7%.

Page 122: febria suryani

105

Fatma lestari (2007) menjelaskan bahwa riwayat penyakit kulit akibat

pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja

terkena dermatitis kontak kembali. Menurut Djuanda (2007), pekerja yang

sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah

mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah

berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan

yang berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran

kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit.

Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat

kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis

pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja

yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal

ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi

terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih

mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).

Namun berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa pekerja yang

memiliki riwayat penyakit kulit lebih sedikit mengalami dermatitis kontak. Hal

tersebut bisa terjadi karena pada penelitian ini distribusi pekerja yang memiliki

riwayat penyakit kulit pada bagian tangan lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja

yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit. Pada saat bekerja pada bagian processing

dan filling pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebagian besar sudah benar-

benar sembuh dari penyakitnya, sehingga sudah terbentuk kembali fungsi

perlindungan kulitnya. Selain itu semua pekerja, baik yang memiliki atau tidak

memiliki riwayat penyakit kulit, berpotensi untuk menderita dermatitis kontak karena

Page 123: febria suryani

106

semua pekerja terpapar dan berkontak dengan zat kimia yang sama saat bekerja.

Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan

antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak.

e. Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan

perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat

ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman

dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan

melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan

kimia. Berdasarkan tabel 5.9, menunjukan bahwa sebagian besar pekerja pada bagian

processing dan filling PT.Cosmar Indonesia mempunyai personal hygiene baik

sebanyak 78%, dan hanya 22% pekerja yang mempunyai personal hygiene buruk.

Hasil tersebut didapat dari observasi peneliti pada satu waktu tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa 81.8% pekerja dengan

personal hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak, sedangkan hanya 38.5%

pekerja dengan personal hygiene baik yang menderita dermatitis kontak. Hasil

analisis bivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,028.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Metty Carina (2008) pada pekerja pengangkut

sampah kota Palembang, yang menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi

dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Penelitian Fatma

Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri juga menunjukan bahwa

29 pekerja dengan personal hygiene yang kurang mengalami dermatitis kontak dan

hanya 10 pekerja dengan personal hygiene baik yang mengalami dermatitis kontak.

Page 124: febria suryani

107

Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan terhadap

penyakit kulit. Salah satu tindakan personal hygiene untuk mencegah penyakit

dermatitis kontak yaitu dengan cara mencuci tangan yang baik dan benar. Karena

tangan merupakan anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia.

Dengan mencuci tangan sebelum melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan

kuman-kuman yang menempel sehingga tidak terbawa ke ruang produksi dan

mencuci tangan sesudah melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan dan

menetralkan pH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai

melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia (Cohen, 1999).

Perusahaan sudah membuat peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama

bekerja seperti peraturan untuk mencuci tangan. Sebelum memasuki ruang produksi

seluruh pekerja diwajibkan untuk mencuci tangan. Disediakan pula fasilitas lengkap

untuk membersihkan tangan seperti wastafel, sabun pencuci tangan dan pengering

tangan di lengkapi dengan panduan cara mencuci tangan yang baik dan benar

sebelum memasuki ruangan produksi. Hal tersebut sudah menjadi peraturan

perusahaan untuk menjamin kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan,

dan ternyata dapat pula memberikan efek positif untuk menghindari terjadinya

penyakit kulit diakibatkan bahan kimia yang menempel pada kulit. Terbukti pada

penelitian ini pekerja dengan personal hygiene baik lebih sedikit mengalami

dermatitis kontak dibanding pekerja dengan personal hygiene tidak baik.

Walau demikian masih terdapat beberapa pekerja yang tidak mematuhi aturan

untuk menjaga kebersihan diri selama di tempat kerja. Dari hasil observasi, selain

masih terdapat pekerja yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan

proses kerja, terlihat pula beberapa pekerja tidak langsung membilas ceceran bahan

Page 125: febria suryani

108

kimia yang menempel di kulit mereka saat melakukan proses pekerjaan. Pekerja

dengan personal hygiene buruk tersebut banyak yang mengalami dermatitis kontak.

Mereka tidak menyadari bahwa kontak dengan bahan kimia selama proses kerja,

apabila tidak langsung dibilas dengan air bisa menyebabkan penyakit kulit seperti

dermatitis.

Dari hal tersebut terlihat masih kurangnya kesadaran pekerja di PT.Cosmar

Indonesia akan pentingnya menjaga kebersihan diri mereka. Maka dari itu, perlu

adanya penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat kepada

semua pekerja, serta diimbangi dengan pengawasan yang dilakukan oleh pihak

manajemen. Selain itu agar terhindar dari penyakit kulit akibat kerja, seluruh pekerja

sebaiknya memperhatikan kebersihan diri selama berada di lingkungan kerja, seperti

mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, langsung membilas

bagian tubuh saat terkena bahan kimia serta menggunakan pakaian yang bersih (tidak

ada tetesan bahan kimia) selama melakukan proses pekerjaan.

f. Hubungan antara Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Penggunaan APD merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya

dermatitis kontak akibat kerja, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari

cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia.

Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak. Diantaranya

penelitian yang dilakukan oleh Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok,

menunjukan bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita

dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD hanya

19%.

Page 126: febria suryani

109

Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol juga menunjukan

adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian

dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0.001. Hal tersebut menunjukan bahwa

penggunaan APD merupakan faktor yang sangat penting terhadap terjadinya

dermatitis kontak. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa

seluruh pekerja tidak mengunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses

kerja. Sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut, karena data yang ada

bersifat homogen.

Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ada satupun pekerja yang

menggunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses pekerjaannya. Padahal

pihak manajemen di PT.Cosmar Indonesia telah mengupayakan berbagai cara untuk

menjaga keselamatan dan kesehatan kerja seperti menyediakan APD yang sesuai

dengan kondisi pekerjaan. Alat pelindung diri yang tersedia diantaranya sarung

tangan karet, baju pelindung, masker dan penutup kepala. Namun jumlah yang

disediakan belum sesuai dengan jumlah pekerja pada masing-masing bagian,

terutama jumlah baju pelindung. Perusahaan hanya menyediakan baju pelindung bagi

pekerja lama dan sebagian besar baju pelindung yang di sediakan tersebut di bawa

pulang oleh masing-masing pekerja. Sehingga ketika ada pekerja baru yang bekerja,

tidak disediakan kembali baju pelindung guna melindungi bagian tubuh mereka dari

cipratan bahan kimia. Berikut hasil penuturan salah seorang supervisior bagian

produksi, saat di wawancarai mengenai ketidaksedianya baju pelindung yang

mencukupi :

“Dulu disediakan jas laboratorium, tapi pada di bawa pulang sama

pekerjanya, terus ga’ di balikin lagi, jadi jumlah jas laboratorium sekarang kurang.

Page 127: febria suryani

110

Sekarang pekerja disuruh pakai baju kaos hijau dan putih aja yang bisa nyerap

keringat saat bekerja. Kaos hijau di bagian proses, kaos putih di bagian pengisian

dan pengemasan”.

Dari hasil penuturan diatas terlihat minimnya pengetahuan pihak manajemen

akan pentingnya menyediakan APD yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Hasil

pengamatan peneliti terlihat pada bagian processing pekerja hanya menggunakan

kaos berwarna hijau dengan lengan panjang, walaupun berlengan panjang akan tetapi

sebagian lengannya di gulung sehingga memungkinkan zat kimia untuk mengenai

kulit mereka. Sedangkan pada bagian filling pekerja menggunakan kaos berwarna

putih dan sebagian besar berlengan pendek, hal tersebut semakin memperbesar

kemungkinan untuk tercipratnya bahan kimia saat melakukan proses kerja. Mereka

tidak menggunakan baju pelindung yang sebagaimana di wajibkan untuk pekerjaan

yang berhubungan dengan bahan kimia. Hal tersebut semata-mata dikarenakan

ketidaksedianya baju pelindung yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Selain itu

pihak manajemen hanya memberikan alternatif untuk menggunakan kaos yang

menyerap keringat saat melakukan pekerjaan, bukan menyediakan kembali APD

yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Maka dari itu perlu dilakukan intervensi

kepada pihak manajemen mengenai pentingnya APD guna mencegah terjadinya

kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak.

Selain itu juga perlu di cek kelengkapan, jumlah dan fungsi APD secara berkala oleh

pihak manajemen. Serta diberlakukannya peraturan untuk meletakkan APD

(khususnya baju pelindung) pada tempatnya setelah selesai melakukan pekerjaan.

Selain baju pelindung, sarung tangan juga merupakan alat pelindung diri yang

tidak kalah pentingnya digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan

Page 128: febria suryani

111

kimia. Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang wajib digunakan pekerja

guna meminimalisir kontak langsung antara kulit dengan zat kimia. Berdasarkan

hasil pengamatan peneliti, pekerja bagian processing dan filling banyak yang tidak

menggunakan sarung tangan saat melakukan proses pekerjaannya. Hanya sedikit

pekerja yang menggunakan sarung tangan di tempat produksi. Padahal pihak

manajemen telah menyediakan sarung tangan yang mencukupi seluruh jumlah

pekerja. Berikut penuturan salah seorang pekerja saat diwawancarai mengenai

ketidakpatuhan mereka terkait penggunaan APD :

“Kalau pakai sarung tangan nanti kerjaannya jadi lama mbak, jadi

mengganggu pekerjaan. Terus juga cepet keringetan tangannya, jadi gak’ enak”.

Berdasarkan penuturan salah seorang pekerja tersebut, terlihat minimnya

pengetahuan pekerja terhadap pentingnya penggunaan APD. Sebagian besar pekerja

merasa risih dan berpendapat bahwa dengan mengunakan APD akan memperlambat

pekerjaan mereka. Mereka tidak mengetahui kontak langsung dengan bahan kimia

selama melakukan proses pekerjaan dapat mengakibatkan penyakit kulit akibat kerja.

Oleh karena itu, pihak manajemen perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja

terkait pentingnya penggunaan APD untuk mencegah terjadinya kecelakaan ataupun

penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak. Penyuluhan mengenai

ciri-ciri, gejala serta penyebab penyakit dermatitis kontak juga perlu dilakukan,

sehingga pekerja dapat menghindari dan mencegah bahaya tersebut.

Ketidakpatuhan terkait penggunaan APD di atas, akan terus berlangsung jika

tidak ada pemantauan dan sanksi yang keras bagi pekerja yang melanggar peraturan.

Di PT.Cosmar Indonesia peraturan yang mewajibkan setiap pekerja untuk

mengunakan APD saat melakukan proses kerja juga telah tertera, akan tetapi

Page 129: febria suryani

112

peraturan tersebut tidak berlaku apabila tidak diimbangi dengan pemantauan dari

pihak manajemen. Kepatuhan terkait penggunaan APD dapat berjalan dengan baik,

apabila pihak manajemen membentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi

proses kerja tetapi juga mengawasi penggunaan APD. Pihak manajemen juga perlu

memberikan peringatan ataupun sangsi yang keras bagi pekerja yang tidak patuh

dalam menggunakan APD, seperti berupa pemotongan gaji. Dengan adanya

kerjasama dari pihak manajemen dan pekerja mengenai tindakan pencegahan bahaya

di lingkungan kerja, diharapkan dapat menghindari dan meminimalisir resiko

terjadinya dermatitis kontak di perusahaan tersebut.

Page 130: febria suryani

113

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bagian processing dan

filling PT.Cosmar Indonesia, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Gambaran pekerja yang mengalami dermatitis kontak sebesar 48% dan pekerja

yang tidak mengalami dermatitis kontak sebesar 52%. Dari 48% pekerja yang

menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis kontak alergi

dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan.

2. Hasil yang secara statitik menunjukan hubungan dengan kejadian dermatitis

kontak adalah lama kontak (Pvalue 0,020), masa kerja (Pvalue 0,012), usia

(Pvalue 0,008) dan personal hygiene (Pvalue 0,028).

3. Sedangkan hasil yang secara statistik tidak menunjukan hubungan dengan

kejadian dermatitis kontak adalah jenis kelamin (Pvalue 1,000) dan riwayat

penyakit kulit (Pvalue 0,501).

4. Untuk variabel penggunaan APD didapatkan presentase sebesar 100% pekerja

tidak lengkap dalam penggunaan APD, sehingga tidak dapat dilakukan analisis

lebih lanjut karena data yang ada bersifat homogen.

Page 131: febria suryani

114

7.2 Saran

Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar

Indonesia, disarankan :

1. Bagi Pekerja

a. Pekerja seharusnya menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap

selama melaksanankan proses kerja, terutama sarung tangan, baju kerja dan

sepatu kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya kontak langsung dengan

bahan kimia.

b. Pekerja seharusnya memperhatikan kebersihan diri selama berada di

lingkungan kerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan

proses kerja, langsung membilas bagian tubuh saat terkena bahan kimia dan

menggunakan pakaian yang bersih (tidak ada tetesan bahan kimia) selama

melakukan proses pekerjaan.

2. Saran Bagi Pihak Manajemen PT.Cosmar Indonesia

a. Menyediakan alat pelindung diri yang lengkap seperti sarung tangan, baju

kerja dan sepatu kerja, serta mencukupi jumlah APD bagi seluruh pekerja.

b. Pekerja baru maupun pekerja lama seharusnya diberi pelatihan dan

penyuluhan mengenai proses kerja yang aman, pentingnya penggunaan

APD dan perilaku hidup bersih dan sehat selama bekerja.

c. Perlu dilakukan rotasi kerja pada pekerja bagian processing dan filling ke

bagian yang tidak mempunyai resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak,

seperti bagian gudang atau pengepakan, dengan tetap mempertimbangkan

skill dari masing-masing pekerja.

Page 132: febria suryani

115

d. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala baik pada pekerja

muda maupun pada pekerja usia lanjut, agar dapat terdeteksi secara dini

gejala-gejala dermatitis kontak sehingga dapat dilakukan tindakan

pengendalian dengan cepat.

f. Meningkatkan pengawasan yang bukan hanya mengawasi proses kerja

tetapi juga mengawasi personal hygiene dan penggunaan APD pekerja.

g. Memberikan peringatan atau pun sangsi tegas bagi pekerja yang tidak patuh

terhadap peraturan untuk menjaga kebersihan diri dan penggunaan APD.

3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melakukan uji tempel untuk

memperkuat hasil diagnosa mengenai kejadian dermatitis kontak.

b. Diagnosa kejadian dermatitis kontak sebaiknya dilakukan oleh dokter

spesialis kulit.

c. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti ukuran molekul, daya larut

serta konsentrasi dari bahan kimia yang kontak dengan kulit.

d. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti variabel suhu dan

kelembaban, jika dilakukan pada kondisi lingkungan kerja yang berbeda-

beda.

e. Penelitian mengenai dermatitis kontak sebaiknya lebih difokuskan pada satu

jenis dermatitis kontak saja.

f. Perlu diadakan penelitian kualitatif untuk menggali lebih dalam pekerja

yang tidak lengkap dalam penggunaan APD dengan kejadian dermatitis

kontak.

Page 133: febria suryani

DAFTAR PUSTAKA

Agius R. 2006. Occupational Exposure and its Limit, Practical Occupational Medicine.

www.agius.com. Diakses 21 Agustus 2011.

Cahyono A. 2004. Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Cohen. DE. 1999. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and

Health, second edition, Canada.

Cronin E. 1980. Contact Dermatitis. Ediburgh London dan New York: Churchill

Livingstone.

Daili, Emmy, dkk. 2005. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. PT Medical

Multimedia Indonesia.

Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Djunaedi H, Lokananta MD. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja, Majalah Kesehatan

Masyarakat Indonesia Nomor 3 volume 31.

Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri

dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F.

Lhoksumawe. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Page 134: febria suryani

Firdaus U. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5.

Florence, Suryani. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT X

Medan Tahun 2008. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Fredberg I.M, et all. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th Ed,

McGraw-Hill Professional, New York.

Gilles L, Evan R, Farmer and Antoinette F H. 1990. The Pathophysiology of Irritant

Contact Dermatitis. In : Jacksin EM, Goldner R, editors Irritant Contact

Dermatitis, Clinical Dermatology, New York : Marcel Dekker.

Harahap. 1998. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, jakarta.

Hudyono J. 2002. Dermatosis akibat kerja. Majalah Kedokteran Indonesia, November

2002.

HSE. 2000. The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing

Industry and Your Skin dalam hsebooks.co.uk.

HSE UK. 2004. Medical Aspect Of Occupational Skin Disease. Guidance Note MS 24,

Second Edition. Norwich, England.

Hayakawa, R. 2000. Contact Dermatitis. Med.Sci. Nagoya.

Hipp, LL. 1985. Industrial Dermatoses. Chicago, USA: National Safety Council.

Page 135: febria suryani

Indonesian Science Forum, Dermatitis Kontak Iritan, www.indonesiaindonesia.com,

Diakses tanggal 22 Juli 2011.

International Journal Of Cosmetic Surgery, Aesthetic Surgery Journal,

www.surgery.org, Diakses tanggal 25 Juli 2011.

Kosasih A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta.

Lestari, Fatma. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak

Pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Skripsi Universitas Indonesia.

Mahadi IDR. 1993. Allergic contact dermatitis at private clinic in Medan (Indonesia)

during 1991-1992. Majalah Nusantara Vol XXIII No 3 Sept 1993, Medan: FK

USU.

Mausulli Anissa. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak

Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun

2010. Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta.

Metha S.S, Reddy B.S.N. 2003. Cosmetic Dermatitis – Current Perspectives.

International Journal of Dermatology.

Metty Carina. 2008. Hubungan Antara Higiene Pribadi Dengan Kejadian Dermatitis

pada Pekerja Pengangkut Sampah Kota Palembang Tahun 2008. Skripsi

Universitas Sriwijaya.

Page 136: febria suryani

Michael, J. A. 2005. Dermatitis, Contact, Emedicine; www.emedicine.com, Diakses

tanggal 16 Juli 2011.

Nasution D, Manik M, Lubis E. 1995. Insidensi dermatitis kontak di RS Pirngadi Medan

Sumatera Utara 1992-1994.IN Kumpulan makalah Kongres Nasional VIII

Perdoski. Yogyakarta: Perdoski Yogyakarta.

NIOSH. 2006. Occupational and Environment Exposureof Skin to Chemic, dala,

http://www.mines.edu/outreach/oeesc.

NN, Kebersihan Perorangan, www.Hiperkes.com, Diakses tanggal 22 Juli 2011

Orton D.I, Wilkinson J.D. 2004. Cosmetic Allergy : Incidence, Diagnosis and

Managemen. Am J Clin Dermatol.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), 2009,

Kategori Galeri Kesehatan; Dermatitis Kontak, www.perdoski.org, Diakses 21

Agustus 2011

Putra, B. I. 2008. Penyakit Kulit Akibat Kerja Karena Kosmetik. Universitas Sumatera

Utara.

Prasari Sotya, dkk. 2009. Profil Dermatitis Kontak Kosmetik di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005 - 2006, Vol.XI.

Rietschel RL. 1985. Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in The

Workplace. New York: Van Nostrand Rienhold.

Page 137: febria suryani

SHARP. 1999. Preventing Occupational Dermatitsis. Washington State Departement of

Labour and Industries.

Suma’mur PK. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung

Agung

Suryani, Dinny. Dermatitis Akibat Kerja dan Upaya Pencegahan pada Pemulung

Sampah di LPA Benowo Surabaya. Skripsi FKM Universitas Airlangga.

Taylor S, Sood A. 2003. Occupational Skin Diseases. In : Fritzpatricks et al, editors

Dermatology in General Medicine 6 th ed. New York : Mc Graw Hill Book co.

Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP

Haji Adam Malik,Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Villafuerte LL, Palmero MLH. 2001. Prevalence and revalence pf patch test reactions at

the JRRMMC dermatology departement. The 6th Asian Dermatological Congress;

2001 Nov. 11-13; Bangkok.

Widyastuti, P. 2006. Dermatitis Akibat Kerja . Bumi Aksara. Jakarta.

World Health Organization (WHO). 2005. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health

Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press.

Page 138: febria suryani

KUESIONER PENELITIAN

Assalamualaikum wr.wb

Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin

menyampaikan bahwa akan melaksanakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.

Cosmar Indonesia Tahun 2011”, yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab

pertanyaan di bawah ini dengan jujur, semua jawaban Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya.

Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, saya mengucapkan terima kasih

Peneliti

Febria Suryani

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda.

2. Pada pilihan ganda, beri tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi

anda.

3. Kode diisi oleh peneliti.

4. Kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.

LAMPIRAN 3

Page 139: febria suryani

Diisi oleh peneliti

Hasil Diagnosis Dokter :

0. Dermatits kontak

1. Tidak dermatitis kontak

A1 ( )

Diisi oleh responden/pekerja

1. Nama :

2. Alamat :

3. No. Telp/HP :

4. Sub Bagian Kerja:

No Pertanyaan Kode

Lama Kontak

1. Pernahkan anda kontak/bersentuhan dengan bahan kimia selama proses

pekerjaan anda?

a. Ya

b. Tidak

Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.2, jika “tidak” langsung ke no. 4

B1 ( )

2. Berapa lama anda bersentuhan dengan bahan kimia setiap harinya?

.......................................jam/hari

B2 ( )

3. Apakah kontak/sentuhan dengan bahan kimia tersebut karena proses kerja

atau karena kecelakaan (cipratan/tumpahan bahan kimia)?

a. Proses kerja

b. Kecelakaan

c. Proses kerja dan kecelakaan

B3 ( )

Masa kerja

4. Kapan anda mulai bekerja pada bagian processing/filling di PT. Cosmar

Indonesia ?

bulan.....................tahun......................

C1 ( )

No. Responden :

Page 140: febria suryani

5. Apakah sebelumnya anda pernah bekerja dengan berkontak zat kimia pada

tempat kerja lain?

a. Ya

b. Tidak

Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.3, jika “tidak” langsung ke no.7

C2 ( )

6. Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya?

tahun......................................

C3 ( )

7. Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai apa?

-..................................................

-..................................................

-..................................................

C4 ( )

Usia

8. Pada tanggal, bulan dan tahun berapa anda lahir ?

Tgl................bulan...............tahun.............

D1 ( )

Jenis Kelamin

9. Apa jenis kelamin anda ?

0. Perempuan

1. Laki-laki

E1 ( )

Riwayat Penyakit Kulit

10. Apakah sebelum bekerja pada bagian processing/filling di PT.Cosmar

Indonesia anda pernah menderita penyakit/kelainan kulit?

0. Tidak

1. Ya

Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.7, jika “tidak” selesai

F1 ( )

11. Bagaimana bentuk kelainan kulit yang anda derita? *jawaban boleh lebih dari 1

a. gatal e. tonjolan berisi air

b. kemerahan f. bengkak

c. beruntusan kecil g. luka robek/bekas jahitan

d. koreng h. lainya.............................................

F2 ( )

12 Pada bagian tubuh mana posisi kelainan kulit yang anda derita ?

-................................................

F3 ( )

Page 141: febria suryani

-..................................................

-..................................................

13. Apakah anda telah melakukan pengobatan terhadap kelainan kulit yang

pernah anda derita?

a. Ya, hingga sembuh

b. Ya, tidak sembuh

c. Tidak melakukan pengobatan

F4 ( )

LEMBAR OBSERVASI

Personal Hygiene

No Kriteria Cheklist

1. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum melakukan proses pekerjaan.

2. Mencuci tangan dengan air dan sabun setelah melakukan proses pekerjaan.

3. Melakukan tahapan-tahapan cara mencuci tangan yang benar.

4. Tangan dibilas dengan air yang cukup hingga tidak tersisa sabun pencuci tangan

5. Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan.

6. Pakaian yang digunakan pekerja bersih tanpa ada tetesan bahan kimia

Penggunaan APD

No Kriteria Cheklist

1. Menggunakan sarung tangan yang terbuat dari terbuat dari vinyl atau neoprane

2. Sarung tangan yang digunakan menutupi seluruh bagian lengan

3. Mengunakan baju pelindung yang sesuai

4. Baju pelindung yang digunakan menutupi seluruh bagian tubuh sampai kebawah

5. Mengunakan sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki

Page 142: febria suryani

UNIVARIAT

1. KEJADIAN DERMATITIS KONTAK

dermatitis kontak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid DERMATITIS 24 48.0 48.0 48.0

TIDAK DERMATITIS 26 52.0 52.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

2. LAMA KONTAK

Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

lama kontak

N 50

Normal Parametersa Mean 5.20

Std. Deviation 2.119

Most Extreme

Differences

Absolute .174

Positive .174

Negative -.147

Kolmogorov-Smirnov Z 1.233

Asymp. Sig. (2-tailed) .095

a. Test distribution is Normal.

Statistics

lama kontak

N Valid 50

Missing 0

Mean 5.20

Median 5.00

Mode 8

Std. Deviation 2.119

Minimum 2

Maximum 8

Page 143: febria suryani

lama kontak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2 4 8.0 8.0 8.0

3 11 22.0 22.0 30.0

4 8 16.0 16.0 46.0

5 4 8.0 8.0 54.0

6 6 12.0 12.0 66.0

7 5 10.0 10.0 76.0

8 12 24.0 24.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

3. MASA KERJA

Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

masa kerja

N 50

Normal Parametersa Mean 17.86

Std. Deviation 16.732

Most Extreme

Differences

Absolute .157

Positive .142

Negative -.157

Kolmogorov-Smirnov Z 1.109

Asymp. Sig. (2-tailed) .171

a. Test distribution is Normal.

Statistics

masa kerja

N Valid 50

Missing 0

Mean 17.86

Median 12.50

Mode 7

Std. Deviation 16.732

Minimum 1

Maximum 84

Page 144: febria suryani

masa kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 4 8.0 8.0 8.0

2 2 4.0 4.0 12.0

4 4 8.0 8.0 20.0

5 1 2.0 2.0 22.0

6 3 6.0 6.0 28.0

7 6 12.0 12.0 40.0

8 1 2.0 2.0 42.0

9 1 2.0 2.0 44.0

12 3 6.0 6.0 50.0

13 1 2.0 2.0 52.0

14 1 2.0 2.0 54.0

15 1 2.0 2.0 56.0

17 3 6.0 6.0 62.0

21 1 2.0 2.0 64.0

23 1 2.0 2.0 66.0

24 2 4.0 4.0 70.0

25 1 2.0 2.0 72.0

27 3 6.0 6.0 78.0

28 1 2.0 2.0 80.0

29 1 2.0 2.0 82.0

30 2 4.0 4.0 86.0

33 1 2.0 2.0 88.0

34 1 2.0 2.0 90.0

41 1 2.0 2.0 92.0

42 1 2.0 2.0 94.0

48 1 2.0 2.0 96.0

61 1 2.0 2.0 98.0

84 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Page 145: febria suryani

4. UMUR

Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

umur pekerja

N 50

Normal Parametersa Mean 21.78

Std. Deviation 3.738

Most Extreme

Differences

Absolute .143

Positive .143

Negative -.136

Kolmogorov-Smirnov Z 1.011

Asymp. Sig. (2-tailed) .258

a. Test distribution is Normal.

umur pekerja

N Valid 50

Missing 0

Mean 21.78

Median 21.00

Mode 19

Std. Deviation 3.738

Minimum 17

Maximum 32

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 17 1 2.0 2.0 2.0

18 8 16.0 16.0 18.0

19 9 18.0 18.0 36.0

20 5 10.0 10.0 46.0

21 5 10.0 10.0 56.0

22 4 8.0 8.0 64.0

23 6 12.0 12.0 76.0

24 3 6.0 6.0 82.0

25 2 4.0 4.0 86.0

26 1 2.0 2.0 88.0

27 2 4.0 4.0 92.0

30 1 2.0 2.0 94.0

31 2 4.0 4.0 98.0

32 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Page 146: febria suryani

5. JENIS KELAMIN

jenis kelamin pekerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PEREMPUAN 30 60.0 60.0 60.0

LAKI-LAKI 20 40.0 40.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

6. RIWAYAT PENYAKIT KULIT SEBELUMNYA

Riwayat Penyakit Kulit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MEMILIKI RIWAYAT 18 36.0 36.0 36.0

TIDAK MEMILIKI RIWAYAT 32 64.0 64.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

7. PERSONAL HYGIENE

Personal Hygiene

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid TIDAK BAIK 11 22.0 22.0 22.0

BAIK 39 78.0 78.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

8. PENGGUNAAN APD

Alat Pelindung Diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid TIDAK LENGKAP 50 100.0 100.0 100.0

Page 147: febria suryani

BIVARIAT

1. LAMA KONTAK DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK

Group Statistics

dermatitis kontak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

lama kontak DERMATITIS 24 5.92 2.083 .425

TIDAK DERMATITIS 26 4.54 1.964 .385

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

lama kontak Equal variances assumed .069 .795 2.408 48 .020 1.378 .572 .227 2.529

Equal variances not assumed 2.402 47.073 .020 1.378 .574 .224 2.533

Page 148: febria suryani

2. MASA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK

Group Statistics

dermatitis kontak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

masa kerja DERMATITIS 24 23.92 19.744 4.030

TIDAK DERMATITIS 26 12.27 11.062 2.169

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

masa kerja Equal variances assumed 3.191 .080 2.600 48 .012 11.647 4.480 2.639 20.656

Equal variances not assumed 2.545 35.516 .015 11.647 4.577 2.360 20.934

Page 149: febria suryani

3. UMUR DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK

Group Statistics

dermatitis kontak N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

umur pekerja DERMATITIS 24 23.25 4.162 .850

TIDAK DERMATITIS 26 20.42 2.730 .535

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

umur pekerja Equal variances assumed 4.910 .031 2.861 48 .006 2.827 .988 .840 4.814

Equal variances not assumed 2.815 39.206 .008 2.827 1.004 .796 4.858

Page 150: febria suryani

4. JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * dermatitis

kontak 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

Jenis Kelamin * dermatitis kontak Crosstabulation

dermatitis kontak

Total

DERMATITIS

TIDAK

DERMATITIS

Jenis Kelamin PEREMPUAN Count 11 19 30

% within Jenis Kelamin 36.7% 63.3% 100.0%

LAKI-LAKI Count 13 7 20

% within Jenis Kelamin 65.0% 35.0% 100.0%

Total Count 24 26 50

% within Jenis Kelamin 48.0% 52.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.860a 1 .049

Continuity Correctionb 2.808 1 .094

Likelihood Ratio 3.907 1 .048

Fisher's Exact Test .082 .046

Linear-by-Linear

Association 3.782 1 .052

N of Valid Casesb 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,60.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 151: febria suryani

5. RIWAYAT PENYAKIT DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Riwayat Penyakit Kulit *

dermatitis kontak 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

Riwayat Penyakit Kulit * dermatitis kontak Crosstabulation

dermatitis kontak

Total

DERMATITIS

TIDAK

DERMATITIS

Riwayat Penyakit Kulit MEMILIKI

RIWAYAT

Count 7 11 18

% within Riwayat Penyakit

Kulit 38.9% 61.1% 100.0%

TIDAK MEMILIKI

RIWAYAT

Count 17 15 32

% within Riwayat Penyakit

Kulit 53.1% 46.9% 100.0%

Total Count 24 26 50

% within Riwayat Penyakit

Kulit 48.0% 52.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .935a 1 .333

Continuity Correctionb .452 1 .501

Likelihood Ratio .941 1 .332

Fisher's Exact Test .388 .251

Linear-by-Linear

Association .917 1 .338

N of Valid Casesb 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,64.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 152: febria suryani

6. PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Personal Hygiene *

dermatitis kontak 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

Personal Hygiene * dermatitis kontak Crosstabulation

dermatitis kontak

Total

DERMATITIS

TIDAK

DERMATITIS

Personal Hygiene TIDAK BAIK Count 9 2 11

% within Personal

Hygiene 81.8% 18.2% 100.0%

BAIK Count 15 24 39

% within Personal

Hygiene 38.5% 61.5% 100.0%

Total Count 24 26 50

% within Personal

Hygiene 48.0% 52.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.462a 1 .011

Continuity Correctionb 4.841 1 .028

Likelihood Ratio 6.834 1 .009

Fisher's Exact Test .016 .013

Linear-by-Linear

Association 6.333 1 .012

N of Valid Casesb 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,28.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 153: febria suryani

LAMPIRAN

Page 154: febria suryani

FOTO 1. Gedung Cosmar

FOTO 2. Bahan kimia yang di olah

LAMPIRAN 6

Page 155: febria suryani

FOTO 3. Bulk (Adonan) yang siap di filling

FOTO 4. Pekerja bagian processing

Page 156: febria suryani

FOTO 5. Pekerja bagian filling

Page 157: febria suryani

FOTO 6. Ketidakpatuhan penggunaan APD

Page 158: febria suryani

FOTO 7. Pekerja dengan personal hygiene buruk

ceceran bahan kimia

FOTO 8. Ketersediaan sarana kebersihan diri

Page 159: febria suryani

FOTO 9. Peraturan untuk menjaga kebersihan diri

Page 160: febria suryani

FOTO 10. Peraturan terkait penggunaan APD