Page 1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT PAKET TBC PADA PENDERITA TBC
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UTEUN PULO
KECAMATAN SEUNAGAN TIMUR
KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
HERIADI NIM : 07C10104063
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
2013
Page 2
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT PAKET TBC PADA PENDERITA TBC
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UTEUN PULO
KECAMATAN SEUNAGAN TIMUR
KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
HERIADI NIM : 07C10104063
Skripsi Ini Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2013
Page 3
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PAKET TBC PADA PENDERITA TBC DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS UTEUN PULO KECAMATAN SEUNAGAN TIMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
Nama Mahasiswa : Heriadi NIM : 07C10104063 Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing Ketua Pembimbing Anggota
Firdaus, SKM. MKM Marniati, SKM, M.Kes NIDN: 0103087101 NIDN: 0104097801
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Ketua Program Studi
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Marniati, SKM, M. Kes Sufyan Anwar, SKM, MARS
NIDN: 0104097801 NIDN: 0121067602
Page 4
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PAKET TBC PADA PENDERITA TBC DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS UTEUN PULO KECAMATAN SEUNAGAN TIMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
Yang Disusun Oleh:
Nama Mahasiswa : Heriadi
NIM : 07C10104063 Fakultas : Kesehatan Masyarakat Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 22 November 2013 dan
Dinyatakan Memenuhi Syarat Untuk Diterima SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua : Firdaus, SKM. MKM .............................................
Anggota 1 : Marniati, SKM.M.Kes ..............................................
2. Salman Rusly, SKM, M.Epid ..............................................
3. Erni Yuslima, SKM ..............................................
Alue Peunyareng, 28 Jan 2014 Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Marniati, SKM, M. Kes
NIDN : 0104097801
Page 5
ABSTRAK
Heriadi. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Paket TBC Pada Penderita TBC di Puskesmas Uteun Pulo Kecamatan Seunagan Timur
Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013. Di bawah bimbingan Firdaus, SKM, MKM dan Zahari, SKM, MARS. Pengobatan Tuberculosis Paru (TB Paru) membutuhkan waktu panjang (sampai 6
atau 8 bulan) untuk mencapai penyembuhan dan dengan panduan (kombinasi) beberapa macam obat, sehingga tidak jarang pasien berhenti minum obat sebelum
masa pengobatan selesai yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan TB Paru. Kegagalan penderita TB Paru dalam pengobatan TB Paru dapat diakibatkan oleh banyak faktor, seperti obat, penyakit dan penderitanya sendiri. Faktor obat terdiri dari
panduan obat yang tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu pengobatan yang kurang dari semestinya, dan terjadinya resistensi
obat. Faktor penyakit biasanya disebabkan oleh lesi yang terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya gangguan imonologis, faktor terakhir adalah masalah penderita sendiri, seperti kurangnya pengetahuan mengenai TB Paru,
kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sudah sembuh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara pengetahuan,
sikap, fasilitas kesehatan dan pengawas minum obat dengan kepatuhan minum obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Uteun Pulo dengan sampel 36 orang. Jenis penelitian yang dilakukan yaitu analitik dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini di laksanakan sejak tanggal 06 sampai dengan 16 September tahun 2013. Pengolahan data dilakukan secara SPSS dengan menggunakan rumus
chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat paket pada penderita TBC dengan p value (0,009), ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum
obat paket pada penderita TBC dengan p value (0,229), ada hubungan yang bermakna antara fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum obat paket pada penderita TBC
dengan p value (0,024) ada hubungan yang bermakna antara pengawas minum obat dengan kepatuhan minum obat paket pada penderita TBC dengan p value (0,009). Harapan penulis agar penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penulis, petugas
kesehatan dan masyarakat.
Kata Kunci :Pengawas Minum Obat, Kepatuhan, Obat Paket TBC
Page 6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan rahmat-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat
Paket TBC Pada Penderita TBC Di Wilayah Kerja Puskesmas Uteun Pulo Kecamatan
Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya”.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam
hal ini penulis dengan tulus mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini.
Keberhasilan penulis dalam menyusun Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan dukungan moril maupun spiritual dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Orang Tua yang telah bersusah payah demi kesuksesan saya, Prof.Dr.Jasman J.
Ma’ruf,SE,MBA selaku Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Bapak
Sufyan Anwar, SKM, MARS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Bapak Firdaus , SKM. MKM. Selaku
pembimbing satu yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh
perhatian selama penyusunan penelitian ini, Ibu Marniati, SKM, M. Kes selaku
pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh
perhatian selama penyusunan penelitian ini, Bapak/Ibu Dosen dan staff pegawai di
Fakultas Kesehatan Masyarakat yang memberi ilmu dan nasehat selama mengikuti
Page 7
pendidikan di Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Teman-teman di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Semua pihak yang
telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi jembatan
untuk melakukan penelitian terhadap judul yang telah di tetapkan.
Penulis
Page 8
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL DALAM ..................................................................... i
ABSTRAK...................................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... .. iii KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... vi DAFTAR TABEL........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................ viii DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 4
1.3.1. Tujuan Umum ..................................................... 4 1.3.2. Tujuan Khusus .................................................... 4
1.3.3. Hipotesis Penilitian .............................................. 4 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... 5
1.4.1. Manfaat Teoritis…………………….................. 5
1.4.2. Manfaat Praktis................................................... 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 6
2.1. Kepatuhan ........................................................................ 6
2.1.1 Pengertian Kepatuhan dan Ketaatan.................... 6 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kepatuhan ............................................................ 8 2.2 Pengetahuan...................................................................... 11 2.3 Sikap................................................................................. 11
2.4 Fasilitas Kesehatan............................................................ 12 2.5. Pengawas Minum Obat..... ............................................... 13
2.5.1 Pengertian...... ...................................................... 13 2.5.2 Tujuan................................................................... 13 2.5.3 Persyaratan PMO.................................................. 13
2.2.4 Siapa Yang Bisa Jadi PMO.................................. 14 2.2.5 Tugas PMO.......................................................... . 14
2.2.6 Informasi Penting Yang Perlu di Pahami PMO.... 14 2.3. Tuberculosis Paru............................................................. 15 2.3.1 Pengertian....................................................... ..... 15
2.3.2 Manifestasi Klinis................. ............................... 15
Page 9
2.3.3 Cara Penularan...................................................... 16
2.3.4 Diagnosa Tuberculosis......................................... 17 2.3.5 Pencegahan Tuberculosis..................................... 18
2.3.6 Pengobatan Tuberculosis...................................... 19 2.4. Kerangka Teori............................................ .................... 25 2.5. Kerangka Konsep................. ............................................ 26
BAB III : METODE PENELITIAN ....................................................... 27
3.1. Jenis Penelitian................................................................. 27 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 27 3.2.1. Lokasi Penelitian ............................................... 27
3.2.2. Waktu Penelitian ................................................ 27 3.3 Populasi dan Sampel ........................................................ 27
3.3.1. Populasi .............................................................. 27 3.3.2. Sampel ................................................................ 27
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................ 28
3.5. Definisi Operasional......................................................... 28
3.6. Aspek Pengukuran………………………………………29 3.7. Pengolahan Data dan Analisis Data .............................. . 31 3.7.1 Pengolahan Data……………………………….... 31
3.7.2 Analisis Data……………………………………. 31
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………… 33
4.1. Gambaran Umum Lakasi Penelitian........ ........................ . 33 4.2. Hasil Penelitian.................................................................. 33
4.2.1. Analisis Univariat......................... ...................... . 33 4.2.1.1 Variabel Penelitian............................... 34
4.2.2. Analisis Bivariat................................................... 36 4.2.2.1 Pengetahuan.......................................... 36 4.2.2.2 Sikap..................................................... 37
4.2.2.3 Fasilitas Kesehatan................................ 38 4.2.2.4 Pengawas Minum Obat......................... 39
4.3. Pembahasan....................................................................... 40 4.3.1 Pengetahuan.......................................................... 40 4.3.2 Sikap..................................................................... 40
4.3.3 Fasilitas Kesehatan................................................ 41 4.3.4 Pengawas Minum Obat......................................... 41
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN..........................……………… 43
5.1. Kesimpulan........................................................................ 43
5.2. Saran................................................................................... 43
Daftar Pustaka Lampiran
Page 10
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional………………………………………….. 28
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan di Puskesmas
Uteun Pulo Tahun 2013.............................................................. 34
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan Sikap di Puskesmas
Uteun Pulo Tahun 2013.............................................................. 34
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan fasilitas kesehatan di
Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013........................................... 35
Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan Pengawas minum obat di
Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013........................................... 35
Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan kepatuhan minum obat paket
di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013........................................ 35
Tabel 4.6 Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum
obat paket di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013...................... 36
Tabel 4.7 Hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat paket
di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013......................................... 37
Tabel 4.8 Hubungan antara fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum
obat paket di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013........................ 38
Tabel 4.9 Hubungan antara pengawas minum obat dengan kepatuhan
minum obat paket di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013........... 39
Page 11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Tabel Skor
Page 12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori……………………………………………. 25
Gambar 2.2 Kerangka konsep………………………………………….. 26
Page 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengobatan Tuberculosis Paru (TB Paru) membutuhkan waktu panjang
(sampai 6 atau 8 bulan) untuk mencapai penyembuhan dan dengan panduan
(kombinasi) beberapa macam obat, sehingga tidak jarang pasien berhenti minum obat
sebelum masa pengobatan selesai yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan
TB Paru. World Health Organization (WHO) menerapkan strategi Direct Observed
Treatment Short Course (DOTS) dalam manajemen penderita TB Paru untuk
menjamin pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung oleh seorang
pengawas minum obat (PMO). Indikator Strategi DOTS angka kesembuhan pasien
TB Paru menjadi > 85%. Obat yang diberikan dalam bentuk kombinasi dosis tetap
karena lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Angka penderita yang tidak
patuh untuk meneruskan minum obat tetap cukup tinggi.
Menurut Amin (2006) kegagalan penderita TB Paru dalam pengobatan TB
Paru dapat diakibatkan oleh banyak faktor, seperti obat, penyakit dan penderitanya
sendiri. Faktor obat terdiri dari panduan obat yang tidak adekuat, dosis obat yang
tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu pengobatan yang kurang dari
semestinya, dan terjadinya resistensi obat. Faktor penyakit biasanya disebabkan oleh
lesi yang terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya gangguan
imonologis, faktor terakhir adalah masalah penderita sendiri, seperti kurangnya
pengetahuan mengenai TB Paru, kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sudah
Page 14
sembuh. Sebagian besar kasus ketidakpatuhan minum obat pada tahun 2012
disebabkan oleh faktor kekurangan biaya atau karena pasien sudah merasa sembuh,
sehingga mengakibatkan pasien menjadi tidak patuh untuk melanjutkan pengobatan.
Faktor penentu dalam keberhasilan pengobatan dipengaruhi oleh peran
perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan dan patuh/ ketidakpatuhan dalam
melakukan pengobatan. Obat TB Paru dikenal obat anti tuberculosis (OAT) harus
diminum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya. OAT yang
diberikan bukanlah obat tunggal tetapi merupakan kombinasi dari beberapa jenis obat
karena itu pengguna dan penghentian obat TB Paru harus dilakukan atas seizin
dokter. Hal-hal yang mempengaruhi ketidak berhasilan pengobatan TB Paru
diantaranya masalah sosial ekonomi bagi penderita, keluarga serta faktor sosial
ekonomi lainnya.
Berdasarkan berbagai penelitian, terbukti bahwa paling banyak hanya 1/3 dari
penderita yang minum atau melakukan pengobatan persis seperti yang dianjurkan.
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Sujayanto (2008), yang mengatakan
pengobatan yang tidak teratur bukan hanya tidak menyembuhkan penderita tetapi
juga menyebabkan kekebalan terhadap obat. Peneliti Becker (2007), menyatakan
bahwa ketidakpatuhan berobat mempunyai hubungan yang erat dengan gagalnya
informasi yang disampaikan petugas kesehatan.
Berdasarkan data dari Kemenkes RI tahun 2012, jumlah penderita TB paru di
Indonesia sebesar 6.436.234 orang. Penderita positif TB Paru di provinsi Aceh
sebanyak 2.968 orang dari 5.538.367 penduduk Provinsi Aceh. Ditargetkan cakupan
penemuan sebesar 70%, angka penemuan penderita TB Paru kasus baru dengan BTA
Page 15
positif Case Detection Rate (CDR) untuk tahun 2011 sebesar 2.880 kasus (33,9%)
meningkat jika dibandingkan tahun 2010 (26,6 %jumlah kasus 2.205) dan tahun 2007
sebesar 2.003 kasus (21,8%) (Profil Kesehatan Aceh, 2012). Jumlah penderita TB
paru dalam wilayah Kabupaten Nagan Raya sampai dengan desember 2012 adalah
246 kasus (Profil Dinkes Nagan Raya tahun 2012).
Berdasarkan data sementara bulan Maret 2013 di Puskesmas Uteun Pulo
Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya didapatkan data sebanyak 36
orang penderita TB paru. Distribusi penderita TB Paru di Puskesmas Uteun Pulo
terdiri dari Penderita lama sebanyak 24 orang dan penderita baru sebanyak 12 orang
(Data Profil Puskesmas Uteun Pulo, 2012). Diantara para penderita ada yang sudah
pernah meminum obat paket selama 3 bulan tapi berhenti berobat karena menderita
penyakit lain seperti demam. ada juga diantara pasien yang berhenti berobat karena
merasa perih di dada dan susah tidur serta tidak ada nafsu makan. Hal ini terjadi
karena tidak adanya penjelasan serta pengawas minum obat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: Faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Uteun Pulo Kecamatan
Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.
1.2 Perumusan Masalah
Kurangnya kepatuhan penderita TBC untuk meminum obat paket di wilayah
kerja Puskesmas Uteun Pulo Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya
tahun 2013.
Page 16
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan peran pengawas minum obat dengan tingkat
kepatuhan minum obat pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Uteun Pulo
Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan kepatuhan minum obat pada
penderita TBC.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TBC.
3. Untuk mengetahui hubungan fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TBC.
4. Untuk mengetahui hubungan pengawas minum obat dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TBC.
1.3.3 Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan yang significan antara pengetahuan, sikap, fasilitas kesehatan dan
peran pengawas minum obat dengan kepatuhan dalam minum obat paket pada
penderita TB paru.
Ho : tidak ada hubungan yang significan antara pengetahuan, sikap, fasilitas
kesehatan dan peran pengawas minum obat dengan kepatuhan dalam minum obat
paket pada penderita TB paru.
Page 17
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Dinas Kesehatan
Dapat menjadi masukan tentang pentingnya pengawas minum obat (PMO)
dalam keberhasilan pengobatan TBC serta menjadi rujukan dalam
pengambilan keputusan berkaitan dengan pengobatan penderita TBC.
2. Bagi Puskesmas
Dapat menjadi sebuah ajang dalam rangka mengurangi penderita TBC dalam
wilayah kerjanya.
3. Bagi Masyarakat
Dengan penelitian ini di harapkan dapat memberi masukan bagi masyarakat
tentang pengobatan yang teratur dapat menyembuhkan penderita TBC
sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan dari
tenaga kesehatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Pentingnya di ketahui bagaimana pengetahuan, sikap, fasilitas kesehatan
keterlibatan pengawas minum obat (PMO) yang bertujuan untuk
Meningkatnya angka kesembuhan pasien TBC.
Page 18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepatuhan
2.2.1 Pengertian Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence)
Adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain. Kepatuhan pasien sebagai sejauh
mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan. Atau juga dapat didefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap
pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang telah
ditentukan (Gabit, 2004).
Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam
manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan.
Penderita yang patuh berobat adalah yang menyeselaikan pengobatan secara teratur
dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes
RI, 2012).
Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2 bulan
dari tanggal perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut
tidak datang berobta setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI, 2000).
Pengobatan memerlukan jangka waktu yang panjang akan memberikan pengaruh-
pengaruh pada penderita seperti:
Page 19
a. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita tanpa keluhan
atau gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan
sekian lama.
b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah menjalani
pengobatan 1-2 bulan atau lebih lama keluhan akan segera berkurang atau
hilang sama sekali penderita akan merasa sembuh dan malas untuk
meneruskan pengobatan kembali.
c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga menurunkan
motivasi yang akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengobatan.
d. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang harus
dikeluarkan.
e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa tidak enak
terhadap penderita.
f. Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat selama jangka
waktu yang ditentukan. Karena jangka waktu pengobatan yang ditetapkan
lama maka terdapat beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu
penderita berobat teratur dan memakai obat secara teratur, penderita tidak
berobat secara teratur (defaulting), penderita sama sekali tidak patuh dalam
pengobatan yaitu putus berobat (droup out) (Partasasmita, 2006).
Oleh karena itu kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:
1) Kepatuhan penuh (Total compliance)
6
Page 20
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas
waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai
petunjuk.
2) Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance) Yaitu penderita
yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama sekali.
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
Menurut Smet (1994) dalam Nuraini (2005), faktor- faktor yang
mempengaruhi kepatuhan adalah:
a. Faktor komunikasi
Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter mempengaruhi
tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang,
ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter, ketidakpuasan
terhadap obat yang diberikan.
b. Pengetahuan
Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit terutama
sekali penting dalam pemberian antibitoik. Karena sering kali pasien menghentikan
obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu habis.
c. Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dimana dalam memberikan
penyuluhan terhadap penderita diharapkan penderita menerima penjelasan dari tenaga
kesehatan yang meliputi: jumlah tenaga kesehatan, gedung serba guna untuk
penyuluhan dan lain- lain.
Page 21
Sementara itu menurut Niven (2002) dalam Nuraini (2005), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan adalah:
a. Faktor penderita atau individu
1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh Motivasi atau sikap yang paling
kuat adalah dalam diri individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap
mempertahankan kesehatanya sangat berpengaruh terhadap faktor- faktor yang
berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya
2) Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan.
Penderita yang berpegang teguh terhadap keyakinanya akan memiliki jiwa yang tabah
dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian juga cara
perilaku akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat
dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki keyakinan yang
kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.
b. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan
tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tenteram apabila mendapat
perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya
dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh
keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.
c. Dukungan sosial
Page 22
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga
lain merupakan faktor- faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-
program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit
tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.
d. Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna saat pasien
menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan ha l penting. Begitu
juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan
antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus menerus
memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu berapdatasi
dengan program pengobatanya.
Faktor lain adalah peran PMO, kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga
yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum obat, juga faktor yang
perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat kepatuhan dan keberhasilanya (Purwanta,
2005).
Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka panjang, sehingga
kepatuhan minum obat (adherence) juga sering menjadi masalah yang harus
dipikirkan sejak awal pengobatan. Minum obat yang tidak rutin terbukti telah
menyebabkan resistensi obat yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan.
Berdasarkan hal tersebut, tentu perlu adanya pengaturan penggunaan obat sesuai
tujuannya terutama obat seperti yang dikehendaki. Aturan minum obat sangat
berpengaruh pada kepatuhan penderita (complience) (Nirmala, 2003).
Page 23
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni penciuman, penglihatan, pendengaran, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu, diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan masyarakat dalam mengingat
kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima.
2) Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mempraktekan materi tersebut
secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
terhadap obyek yang dipelajari.
3) Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4) Analisis, diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.
Page 24
5) Sintesis, menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau obyek.
2.3 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003). Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian antara reaksi terhadap stimulus tertentu
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
derajat sosial. Necomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan presdeposisi tindakan suatu perilaku, sikap masih merupakan
reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap suatu obyek (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap terdiri dari berbagai tindakan yaitu:
1) Menerima, diartikan bahwa seseorang atau subyek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan obyek.
2) Merespon, diartikan memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indiksi dari sikap.
Page 25
3) Menghargai, diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanya bagaimana pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu
obyek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).
2.4 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang di gunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang di selenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah maupun masyarakat.
2.5 Pengawas Minum Obat (PMO)
2.5.1 Pengertian
Pengawas minum obat adalah orang yang bertugas mengawasi secara
langsung terhadap penderita tuberculosis paru pada saat minum obat setiap harinya
dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Depkes RI, 2000).
2.5.2 Tujuan
Menurut Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (2007), tujuan diadakannya
pengawas minum obat pada penderita TB Paru adalah:
Page 26
a. Untuk menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan sesuai jadwal yang
telah disepakati pada waktu awal pengobatan.
b. Untuk menghindari penderita dari putus berobat sebelum waktunya.
c. Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan kekebalan terhadap
OAT.
2.5.3 Persyaratan PMO
Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, seseorang
yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela,
bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita (Depkes
RI, 2000).
2.5.4 Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya senitarian, juru imunisasi dan lain- lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,
PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga (Nuraini, 2005).
2.5.5 Tugas PMO
Menurut Nuraini (2005), tugas PMO terhadap penderita TB Paru adalah:
a. Mengetahui tanda-tanda tersangka TB Paru.
b. Mengawasi penderita minum obat setiap hari.
c. Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali.
Page 27
d. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak.
1) Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan (untuk menentukan obat
tambahan).
2) Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan (untuk mengetahui
kegagalan).
3) Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan (untuk mengetahui
kesembuhan).
e. Memberikan penyuluhan pada penderita dan keluarga.
f. Memberitahukan adanya suspek pada keluarga penderita.
g. Merujuk kalau ada efek samping obat.
2.5.6 Informasi penting yang perlu dipahami PMO
TB Paru bukan penyakit keturunan atau kutukan, TB Paru dapat disembuhkan
dengan berobat teratur, tata laksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan
lanjutan, pentingnya berobat secara teratur karena itu pengobatan perlu diawasi, efek
samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek samping tersebut,
cara penularan dan pencegahan penularan (Nuraini, 2005).
2.6 Tuberculosis Paru
2.6.1 Pengertian
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
microbakterium tuberculosis kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit ada beberapa microbakteri patogen,
Page 28
tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia (Wilson,
2001) dalam . Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri microbakterium tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke orang
lain melalui nuklei droplet (Nettina, 2002). Sedangkan menurut Daniel (1999),
tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh microbakterium
tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi
dan oleh hipersensitifitas yang diperantoral sel (sell mediated hypersensitifi) penyakit
ini biasanya menyerang diparu tetapi dapat menyerang organ lain seperti ginjal tulang
meningen dan modus limfe.
2.6.2 Manifestasi Klinis
Seringkali gejala penyakit TB Paru yang timbul tidak khas dan menyerupai
penyakit lainnya sehingga disebut sebagai the great imitator (Amin, 2009). Ada
beberapa gejala TB Paru harus diwaspadai adalah jika batuk tidak sembuh-sembuh
selama 3 minggu, demam dan badan mengeluarkan keringat dingin saat tidur malam
meskipun udara sedang tidak panas (Long, 1996) dalam Nuraini (2005).
Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah ada perasaan lelah terus menerus
padahal sedang tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, hilang selera makan
yang tanpa diketahui penyebabnya serta berat badan berkurang lebih cepat dalam
pemeriksaan Laboratorium akan ditemukan laju endap darah (Sibusea, 2007). Gejala
penyakit TB Paru lainnya bisa pula diketahui dengan ada rasa sakit yang muncul
dibagian dada dan jika penyakit TB Paru semakin parah maka ketika terjadi batuk
akan mengeluarkan darah (Nuraini, 2005).
2.6.3 Cara Penularan
Page 29
Sumber penularan adalah penderita TB Paru dengan basil tahan asam (BTA)
Positif mycrobakterium ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernafasan
walaupun mungkin terjadi jalur penularan lain dan kadang-kadang terbukti tidak ada
satupun yang penting. Basilus tuberculosis disekret pernafasan membentuk nuklei
droplet cairan yang dikeluarkan selama batuk bersin dan berbicara (Harrison, 2000).
Penularan biasanya melalui inhalasi butiran (droplet) terinfeksi yang terbentuk
karena penderita batuk atau bersin. (Robbins, 1999). Setiap kali seorang TB batuk,
maka akan dikeluarkan 3000 droplet infektif (memiliki kemampuan menginfeksi).
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, bahkan dapat
bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan tergantung pada ada tidaknya sinar ultra
violet, ventilasi yang baik dan kelembapan partikel ini kemudian menempel pada
jalan nafas atau paru (Danusantoso, 2000).
Tidak semua pasien TB Paru akan menularkan penyakitnya, pasien TB Paru
yang dapat menularkan penyakitnya keorang lain adalah seorang pasien yang pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopik ditemukan BTA sekurang-kurangnya 2 kali
dari 3 kali pemeriksaan atau disebut BTA Positif. Seorang pasien TB yang pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis 3 kali tidak ditemukan BTA tetapi pada
pemeriksaan radiologi ditemukan kelainan yang mengarah pada TB aktif maka
disebut BTA Negatif, BTA Negatif yang telah diobati selama 2 minggu kecil
kemungkinannya menularkan penyakitnya keorang lain. BTA Negatif diperkirakan
akan menjadi BTA Positif dalam jangka 2 tahun bila tidak diobati (Depkes RI, 2000).
Penularan TB Paru juga terjadi dilingkungan yang kumuh, kotor, dan
penularan jika terjadi keadaan tubuhnya lemah, orang yang kurang gizi, kurang
Page 30
protein, kurang darah, dan kurang beristirahat. Mudah tertular juga jika penderita TB
Paru membuang ludah dan dahaknya sembarangan sehingga dahak yang mengandung
basil mengering (Nasedul, 1999). Mereka yang paling berisiko terpajan kebasil
adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi (Corwin, 2000).
2.6.4 Diagnosa Tuberculosis
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik selain tidak
memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan akurat, pemeriksaan mikroskopis
merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan drajat
penularan, resiko kematian serta prioritas pengobatan (Spiro, 2004).
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesemen SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) BTA positif bila hanya satu spesemen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut Rontgen dada atau pemeriksaan dahak
SPS ulang. Kalau hasil Rontgen dada mendukung TB Paru maka penderita
didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif kalau hasil Rontgen dada tidak
mendukung TB maka pemeriksaan dahak SPS diulang. Bila ketiga spesemen dahak
hasilnya negatif diberi antibiotik spektrum luas misalnya kotrimoksasol atau
amoksilin selama 1-2 mingggu, bila tidak ada perubahan ulangi pemeriksaan dahak
SPS. Kalau hasil SPS positif didiagnosa sebagai penderita TB BTA positif dan bila
hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan Rontgen dada untuk mendukung
diagnosis TB BTA negatif Rontgen positif bila hasil Rontgen tidak mendukung TB
maka penderita tersebut bukan TB (Depkes RI, 2000).
Page 31
Selain dengan SPS, diagnostik TB dapat pula dengan polymerase chain reaction
(PCR), yakni teknik analisis DNA maupun RNA. Keunggulan PCR adalah daya lacak
tinggi. Sehingga secara teoritis adanya satu basil TB dalam spesimen sudah dapat
memberikan hasil yang positif. Waktu pelaksanaan lebih cepat, sekitar 5 jam,
dibandingkan dengan kultur dahak. PCR dapat digunakan untuk untuk mendeteksi
adanya resistensi obat anti TB secara cepat dibandingkan cara konvensional. Selain
itu PCR dapat digunakan untuk menentukan strain M. tuberculosis dan epidemiologi
melekuler (Kasper, 2005).
2.6.5 Pencegahan Tuberculosis
Tindakan-tindakan kesehatan masyarakat ditujukan untuk menemukan sedini
mungkin adanya kasus dan sumber infesi. Terapi pencegahan tuberculosis dengan
obat anti microbal merupakan sarana yang efektif untuk mengawasi penyakit, ini
merupakan tindakan preventif yang ditujukan baik untuk mereka yang sudah
terinfeksi maupun masyarakat pada umumnya. Karena itu penduduk yang
mempunyai resiko menderita tuberculosis harus dilakukan prioritas untuk melakukan
program pengobatan, dengan mempertimbangkan resiko terapi dan kepentingan
individual (Wilson, 1990).
Pemberantasan tuberculosis berupa gabungan kemotherapy yang efekt if,
identifikasi sedini mungkin serta follow up dan kemotherapy pada golongan
masyarakat yang mempunyai resiko tinggi (Garay, 2004).
Menurut Utomo (2005) pencegahan tuberculosis dapat berupa:
a. Memberi imunisasi pada bayi-bayi yang baru lahir dengan BCG, dan diulang
pada umur 12 atau 16 bulan kemudian bila diperlukan.
Page 32
b. Memberikan imunisasi keluarga yang terdekat, bila pemeriksaan tes
tuberculin negatif.
c. Jangan minum susu sapi mentah, harus dimasak dahulu.
d. Memberikan penerangan pada penderita untuk menutup mulut dengan sapu
tangan bila batuk serta tidak meludah atau mengeluarkan dahak di sembarang
tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dan mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
2.6.6 Pengobatan Tuberculosis Paru
a. Tujuan Pengobatan
Dengan strategi DOTS, maka tujuan pengobatan yang sesungguhnya dapat
dipenuhi yaitu menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT dan memutuskan rantai
penularan (Depkes RI, 2000).
b. Jenis dan dosis obat anti tuberculosis paru
Menurut Depkes RI (2000), TB harus diobati dengan kombinasi beberapa
obat, untuk menghindari timbulnya resistansi. Ada lima pilihan obat yang biasanya
dipakai di Indonesia.
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan, obat ini sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10mg/kg BB.
Page 33
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid dosis 10mg/kg BB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Bersifat baktersid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dalam
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35mg/kg BB.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita
berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari sedangkan untuk berumur 60 tahun
atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.
c. Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan. Pada tahap awal atau intensif penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap Rifampisin, bila
pada tahap ini diberikan secara tepat penderita menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif menjadi BTA negatif
Page 34
pada akhir pengobatan intensif, sedang untuk tahap lanjutan penderita mendapat obat
dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah
terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2000).
d. Panduan OAT di Indonesia
Menurut Depkes RI (2000), program nasional penanggulangan TB Paru di
Indonesia menggunakan panduan OAT panduan obat ini d isediakan dalam bentuk
paket kombipak dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan pengobatan sampai selesai satu paket untuk satu penderita dalam satu
masa pengobatan.
1) Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Obat tersebut diberikan selama 2 bulan (2HRZE) kemudian diteruskan dengan
tahap lanjutan Isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan 3 kali dalam seminggu
selama 4 bulan (4H3R3) obat ini diberikan untuk penderita TB Paru BTA Positif, TB
Paru Negatif Rontgen Positif yang sakit berat dan TB ekstra paru berat.
2) Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan dengan H,R,Z,E
dan suntikan Streptomisin setiap hari di UPK dilanjutkan satu bulan dengan H,R,Z,E
setiap hari. Tahap lanjutan selama 5 bulan dengan H,R,E 3 kali seminggu obat ini
diberikan untuk penderita kambuh (Relaps), penderita gagal (failure), dan penderita
dengan pengobatan setelah lalai (after default).
3) Kategori 3 ( 2HRZ / 4 H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ)
diteruskan dengan tahapan lanjutan terdiri dari H,R selama 4 bulan diberikan 3 kali
Page 35
seminggu (4H3R3) obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negatif Rongten
positif sakit ringan, penderita ekstra paru ringan.
4) OAT sisipan ( HRZE )
Bila pada akhir tahap intensif dan pengobatan dengan kategori 1 atau
penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
e. Efek samping obat
Sebagian besar penderita TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping oleh karena itu
pemantauan efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan dengan cara
menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping, menanyakan adanya gejala
efek samping pada waktu penderita mengambil OAT (Soeparman, 2004).
Tabel 2.1 Efek samping ringan dari OAT
Efek Samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, sakit
perut
Rifampisin Obat diminum sebelum
tidur
Page 36
Nyeri sendi Pirasinamid Beri aspirin
Kesemutan dan rasa terbakar di
kaki
INH Beri vitamin B6
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa
tapi perlu penjelasan pada
pasien
Tabel 2.2 Efek samping berat dari OAT
Efek Samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan pada kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk pelaksanaan
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti ethambutol
Ikterus tanpa penyebab lain Semua jenis OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah Semua jenis OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterus menghilang
Gangguan penglihatan Etambutol,
rifampisin
Hentikan etambutol dan
rifampisin
f. Hasil Pengobatan
Menurut Crofton, Horne dan Miller (2002), hasil pengobatan dapat
dikategorikan sebagai :
1) Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak satu bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir
pengobatan BTA negatif.
Page 37
2) Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena
sebab apapun.
3) Defauled atau Drop out
Penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
4) Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.
g. DOTS (Directly Observed Treatment Short Couse)
Menurut Depkes RI (2000), DOTS adalah nama untuk suatu strategi yang
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB Paru strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:
1) Dukungan politik para pimpinan wilayah disetiap jenjang sehingga program
ini menjadi salah satu prioritas dan pendanapun tersedia.
2) Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB Paru melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif.
3) Pengawas minum obat yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh
pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh
obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya diharapkan
sembuh pada akhir masa pengobatan.
4) Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sehingga bagian dari sistem
surverlans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
Page 38
5) Panduan obat anti TB Paru jangka pendek untuk keberhasilan pengobatan
termasuk terjaminnya kelangsungan persediaan panduan obat ini
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : Notoatmodjo, 2003)
2.8 Kerangka Konsep
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepatuhan
dalam minum obat: 1. Komunikasi
2. Pengetahuan 3. Fasilitas kesehatan 4. Faktor penderita
a. Sikap b. Keyakinan
5. Obat 6. Dukungan keluarga,
pengawas minum obat
(PMO) 7. Dukungan sosial
8. Dukungan petugas kesehatan
Tingkat kepatuhan minum obat:
a. Patuh
b. Tidak patuh
Page 39
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
(Sumber : Notoatmodjo, 2003)
Pengetahuan
Kepatuhan dalam
minum obat: a. Patuh
b. Tidak patuh
Independen Dependen
Sikap
Fasilitas Kesehatan
Peran pengawas minum obat
Page 40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu jenis Survey Analitik
dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan untuk membuat gambaran atau untuk mendeskripsikan
tentang suatu keadaan secara objektif di masa sekarang (Notoatmodjo,
2003).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Uteun
Pulo Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 09-13 September tahun 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TBC yang
mendapatkan obat paket dari puskesmas. Berdasarkan data
tahun 2012 terdapat 36 orang penderita TBC yang mendapatkan
obat paket dari Puskesmas Uteun Pulo.
3.3.2 Sampel
27
Page 41
Karena populasinya dapat di jangkau, maka pengambilan sampel dilakukan
dengan tehnik total sampling yaitu 36 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, untuk mencari informasi dari responden tentang kepatuhan dalam
meminum obat paket.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung yang dibutuhkan peneliti yang berupa
data Gambaran Umum, Lokasi penelitian, dan laporan tahunan tentang pasien
hypertensi karena kehamilan.
3.5 Definisi Operacional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Independen
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Pengetahuan Pemahaman
Penderita TBC Tentang Proses Penyembuhan
penyakit TBC
Wawancara Kuisioner 1. Baik
2. Kurang Baik
Ordinal
2 Sikap Cara pandang pasien tentang
penyakit TBC yang dideritanya
Wawancara Kuisioner 1. Baik 2. Kurang Baik
Ordinal
3 Fasilitas Kesehatan
Alat atau bahan yang dibutuhkan
untuk penyembuhan
pasien TBC
Wawancara Kuisioner 1. Memadai 3. Tidak Memadai
Ordinal
4 Pengawas Orang yang Wawancara Kuisioner 1. Baik Ordinal
Page 42
minum obat dipercaya baik oleh pasien
maupun petugas kesehatan yang
akan ikut mengawasi pasien minum
seluruh obatnya
2. Kurang Baik
Variabel Independen
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Kepatuhan dalam
minum obat paket
Ketaatan pasien dalam minum
obat seperti yang disarankan oleh
petugas kesehatan
Wawancara Kuisioner 1. Patuh 2. Tidak Patuh
Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran
Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang meliputi pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Alat yang digunakan adalah lembar
kuesioner.
Adapun penjelasan dari hasil ukur pada definisi operasional adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:
1. Baik > 2 jawaban benar
2. Kurang Baik ≤ 2 jawaban benar
(sumber : Depkes RI, 2005)
3. Sikap
Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:
Page 43
1. Baik > 2 jawaban benar
2. Kurang Baik ≤ 2 jawaban benar
(sumber : Depkes RI, 2005)
3. Fasilitas Kesehatan
Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:
1. Memadai > 2 jawaban benar
2. Tidak Memadai ≤ 2 jawaban benar
(sumber : Depkes RI, 2005)
4. Pengawas minum obat :
Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:
1. Ada > 4 jawaban benar
2. Tidak ≤ 4 jawaban benar
(sumber : Depkes RI, 2005)
5. Kepatuhan minum obat paket
Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:
1. Patuh > 2 jawaban benar
2. Tidak Patuh ≤ 2 jawaban benar
(sumber : Depkes RI, 2005)
3.7 Pengolahan Data
Page 44
Data yang telah dikumpul diolah secara manual, dengan langkah
sebagai berikut :
1. Editing adalah pemeriksaan atau pengecekan kelengkapan data melalui
kuesioner yang telah dikumpulkan.
2. Coding adalah proses untuk memberikan kode pada jawaban-jawaban
responden dan atau ukuran-ukuran yang diperoleh dari unit analisis sesuai
dengan rancangan awalnya.
3. Scoring adalah pemberian skor dimana setiap jawaban yang benar diberi skor 1
dan yang salah skor 0, hasil jawaban responden yang telah diberikan
pembobotan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor kemudian
dipresentasikan dengan jumlah dikali 100%. Kuesioner atau angket yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pertanyan tertutup dengan
alternative yang telah ditentukan.
4. Tabulating adalah menyajikan data dalam bentuk tulisan dan tabel.
3.8 Analisa Data
3.8.1 Analisa Univariat
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan statistic sederhana yaitu persentase atau
proporsi. (Eko Budiarto, 2001).
Page 45
3.8.2 Analisa Bivariat
Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan
menentukan hubungan variabel independen dengan variabel dependen
melalui uji chi square (x²). Pengolahan data akan dilakukan dengan
bantuan komputerisasi.
Adapun ketentuan untuk uji chi-square adalah sebagai berikut:
1. Pada tabel 2x2 nilai yang di ambil adalah pearson chi-square
pada kolom Asimp sig 2 side.
2. Bila tabel lebih dari 2x2 nilai yang di ambil adalah pearson chi-
square pada kolom Exact sig 2 side.
3. HO di terima jika p value > ά, artinya tidak ada hubungan antara
variabel independent dengan variabel dependen.
4. HO di tolak = jika p value < ά, artinya ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
Page 46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Uteun Pulo adalah puskesmas perawatan yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang berada dalam wilayah kerja
Kecamatan Seunagan Timur.
Adapun batas-batas puskesmas adalah sebagai berikut:
- Timur berbatasan dengan Gampong Keude Linteung
- Barat dengan Gampong Blang Panyang
- Utara dengan Gampong Uteun Pulo
- Selatan dengan Gampong Keude Neulop
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tanggal 09 s/d 13
September Tahun 2013 di Puskesmas Uteun Pulo terhadap 36 orang
Responden didapatkan hasil sebagai berikut.
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan data responden dan
variabel penelitian secara tunggal. Variabel penelitian terdiri dari pengetahuan, sikap,
fasilitas kesehatan, pengawas minum obat dan kepatuhan minum obat.
4.2.1.1 Variabel Penelitian
33
Page 47
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan di Puskesmas
Uteun Pulo Tahun 2013.
No Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 15 41,7
2 Kurang Baik 21 58,3
Jumlah 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
berpengetahuan kurang sebanyak 21 orang (41,7%), selebihnya baik sebanyak 15
orang (58,3%).
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan sikap di Puskesmas Uteun
Pulo Tahun 2013.
No Sikap Frekuensi %
1 Baik 13 36,1
2 Kurang Baik 23 63,9
Jumlah 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
bersikap kurang baik sebanyak 23 orang (63,9%), selebihnya baik sebanyak 13 orang
(36,1%).
Page 48
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan fasilitas kesehatan di
Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
No Fasilitas Kesehatan Frekuensi %
1 Memadai 14 38,9
2 Tidak Memadai 22 61,1
Jumlah 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
mengatakan fasilitas kesehatan tidak memadai sebanyak 22 orang (61,1%),
selebihnya mengatakan memadai sebanyak 14 orang (38,9%).
Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan Pengawas minum obat di
Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
No Pengawas Minum Obat Frekuensi %
1 Ada 13 36,1
2 Tidak Ada 23 63,9
Jumlah 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
mengatakan tidak ada pengawas minum obat sebanyak 23 orang (63,9%), selebihnya
mengatakan ada sebanyak 13 orang (36,1%).
Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan Kepatuhan minum obat paket
di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
No Kepatuhan Minum Obat Paket Frekuensi %
1 Patuh 16 44,4
2 Tidak Patuh 20 55,6
Page 49
Jumlah 36 100
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
mengaku tidak patuh minum obat paket sebanyak 20 orang (55,6%), selebihnya
mengatakan patuh sebanyak 16 orang (44,4%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis Bivariat menggunakan uji Chi Square χ² terhadap α 0,05 yaitu
melihat variabel pengetahuan, sikap, fasilitas kesehatan dan pengawas minum obat
terhadap kepatuhan minum obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja
Puskesmas Uteun Pulo.
4.2.2.1 Pengetahuan
Tabel 4.6 Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat
paket di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
Pengetahuan
Kepatuhan Minum Obat Paket Total
Patuh Tidak Patuh
n % n % F % P OR
Baik 11 73,3 4 26,7 15 100
0,009
8,800 Kurang Baik 5 23,8 16 76,2 21 100
Jumlah 16 44,4 20 55,6 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa dari 36 responden yang di wawancarai,
11 orang (73,3%) pengetahuannya baik serta patuh minum obat paket dan 4 orang
(26,7%) tidak patuh. Pada responden yang pengetahuannya kurang baik sebanyak 5
orang (23,8%) patuh minum obat paket serta 16 orang (76,2%) tidak patuh.
Page 50
Dari hasil perhitungan Chi Square pada derajat kemaknaan 95 % (ά = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,009 (< ά). Oleh karena itu Ho di tolak
sehingga ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat paket.
Dengan nilai OR 8,800 maka responden dengan pengetahuan yang baik mempunyai
kemungkinan 8 kali untuk patuh dalam minum obat paket TBC.
4.2.2.2 Sikap
Tabel 4.7 Hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat paket di
Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
Sikap
Kepatuhan Minum Obat Paket Total
Patuh Tidak Patuh
n % n % F % P OR
Baik 8 61,5 5 38,5 13 100
0,229
3,000 Kurang Baik 8 34,8 15 65,2 23 100
Jumlah 16 44,4 20 55,6 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa dari 36 responden yang di wawancarai,
8 orang (61,5%) mempunyai sikap yang baik serta patuh minum obat paket dan 5
orang (38,5%) tidak patuh. Pada responden yang bersikap kurang baik sebanyak 8
orang (34,8%) patuh minum obat paket serta 15 orang (65,2%) tidak patuh.
Dari hasil perhitungan Chi Square pada derajat kemaknaan 95 % (ά = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,229 (> ά). Oleh karena itu Ho gagal di tolak
sehingga tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat paket.
Dengan nilai OR 3,000 maka responden dengan sikap yang ba ik mempunyai
kemungkinan 3 kali untuk patuh dalam minum obat paket TBC.
Page 51
4.2.2.3 Fasilitas Kesehatan
Tabel 4.8 Hubungan antara fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum
obat paket di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
Fasilitas
Kesehatan
Kepatuhan Minum Obat Paket Total
Patuh Tidak Patuh
n % n % F % P OR
Memadai 10 71,4 4 28,6 14 100
0,024
6,667 Tidak Memadai 6 27,3 16 72,7 22 100
Jumlah 16 44,4 20 55,6 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa dari 36 responden yang di wawancarai,
10 orang (71,4%) mengatakan fasilitas kesehatan memadai serta patuh minum obat
paket dan 4 orang (28,6%) tidak patuh. Pada responden yang mengatakan fasilitas
kesehatan tidak memadai sebanyak 6 orang (27,3%) patuh minum obat paket serta 16
orang (72,7%) tidak patuh.
Dari hasil perhitungan Chi Square pada derajat kemaknaan 95 % (ά = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,024 (< ά). Oleh karena itu Ho di tolak
sehingga ada hubungan antara fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum obat
paket. Dengan nilai OR 6,667 maka dengan fasilitas kesehatan yang memadai
mempunyai kemungkinan 6 kali untuk patuh dalam minum obat paket TBC.
Page 52
4.2.2.4 Pengawas Minum Obat
Tabel 4.9 Hubungan antara pengawas minum obat dengan kepatuhan
minum obat paket di Puskesmas Uteun Pulo Tahun 2013.
Pengawas Minum
Obat
Kepatuhan Minum Obat Paket Total
Patuh Tidak Patuh
n % n % F % P OR
Ada 10 76,9 3 23,1 13 100
0,009
9,444 Tidak Ada 6 26,1 17 73,9 23 100
Jumlah 16 44,4 20 55,6 36 100
Sumber : Data Primer Diolah 2013
Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa dari 36 responden yang di wawancarai,
10 orang (76,9%) mengatakan ada pengawas minum obat serta patuh minum obat
paket dan 3 orang (23,1%) tidak patuh. Pada responden yang mengatakan tidak ada
pengawas minum obat sebanyak 6 orang (26,1%) patuh minum obat paket serta 17
orang (73,9%) tidak patuh.
Dari hasil perhitungan Chi Square pada derajat kemaknaan 95 % (ά = 0,05)
diketahui bahwa nilai p value adalah 0,009 (< ά). Oleh karena itu Ho di tolak
sehingga ada hubungan antara pengawas minum obat dengan kepatuhan minum obat
paket. Dengan nilai OR 9,444 maka dengan fasilitas kesehatan yang memadai
responden mempunyai kemungkinan 9 kali untuk patuh dalam minum obat paket
TBC.
Page 53
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengetahuan
Pemahaman yang baik terhadap pengobatan TBC sangat mendukung untuk
mencegah kegagalan dalam pengobatan. Pasien memperoleh penge tahuan yang baik
tentang obat paket yang di konsumsinya dari penjelasan petugas dan mencari tahu
sendiri dari sumber informasi lainnya.
Berdasarkan penelitian ini di peroleh hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam meminum obat paket TBC. Hasil
penelitian ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Armiyati di Desa
Telegorejo Semarang tahun 2010.
4.3.2 Sikap
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu obyek. Sikap yang positif dari
pasien TBC terhadap kepatuhan dalam meminum obat paket dapat mencegah pasien
untuk melakukan suatu tindakan yang menyebabkan kegagalan dalam pengobatan,
misalnya tidak merokok dengan cara menghindari orang yang merokok.
Berdasarkan penelitian ini tidak di peroleh hubungan yang bermakna antara
sikap dengan kepatuhan pasien dalam meminum obat paket TBC. Hasil penelitian ini
sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita di Desa Serempah
Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah tahun 2010.
Page 54
4.3.3 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang memadai sangat mendukung untuk perawatan pasien
yang harus di rawat inap di puskesmas. Dalam penelitian ini mayoritas pasien rawat
jalan. Kaitan antara pasien rawat jalan TBC dengan fasilitas kesehatan adalah untuk
tegaknya diagnosa seperti pemeriksaan dahak di laboratorium serta tersedianya obat
paket TBC di puskesmas. Dengan diagnosa yang tepat pasien yakin untuk
mengonsumsi obat paket yang di berikan tanpa ada keraguan terhadap diagnosa
tersebut.
Berdasarkan penelitian ini di peroleh hubungan yang bermakna antara fasilitas
kesehatan dengan kepatuhan pasien dalam meminum obat paket TBC. Hasil
penelitian ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita di Desa
Serempah Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah tahun 2010.
4.3.4 Pengawas minum obat
Penunjukan seorang pengawas yang akan memantau pasien agar teratur dalam
mengonsumsi obat seperti yang di anjurkan oleh petugas puskesmas sangat penting
mengingat syarat minum obat tersebut agar tidak terlewati walaupun hanya satu
waktu.
Menurut amatan peneliti, pengawas yang di tunjuk adalah orang terdekat dari
penderita misalnya suami atau istri serta kerabat terdekat. Tugas dari pengawas
tersebut adalah mengingatkan dan menyiapkan obat yang akan di minum pasien. Dari
penelitian ini dapat di ketahui begitu besarnya peranan dari pengawas minum obat
Page 55
tersebut dalam meyakinkan pasien agar minum obat secara teratur. Sering terjadi
penolakan dari pasien untuk minum obat karena pasien mengeluh sakit di dada, mual,
tidak nafsu makan, susah tidur, gelisah. Dalam keadaan seperti ini pengawas akan
menjelaskan pada pasien tentang ketidaknyamanan tersebut sebagai akibat yang di
timbulkan dari obat yang di minum.
Karena proses minum obat paket ini berlangsung sampai 6 bulan, maka
kecenderungan untuk putus berobat mempunyai kemungkinan besar terjadi. Selain
karena keluhan dari ketidaknyamanan, putus minum obat juga bisa terjadi karena
pasien merasa sudah sembuh sehingga mereka tidak menuntaskan minum obat paket
sampai enam bulan. Dengan adanya pengawas maka ada yang selalu mengingatkan
pasien tersebut agar patuh minum obat sampai enam bulan.
Berdasarkan teori dari Depkes RI tahun 2012 Kepatuhan terhadap pengobatan
membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam manajemen perawatan diri dan kerja
sama antara pasien dan petugas kesehatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang
menyeselaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal
6 bulan sampai dengan 9 bulan. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
yang di lakukan oleh Armiyati di Desa Telegorejo Semarang tahun 2010.
Page 56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum
obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Uteun Pulo
Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya.
2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum
obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Uteun Pulo
Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya.
3. Ada hubungan yang bermakna antara fasilitas kesehatan dengan kepatuhan
minum obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Uteun
Pulo Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya.
4. Ada hubungan yang bermakna antara pengawas minum obat dengan
kepatuhan minum obat paket pada penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas
Uteun Pulo Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya.
43
Page 57
5.2. Saran
Dari kesimpulan yang telah diambil peneliti memberi saran sebagai berikut :
1. Kepada Dinas Kesehatan supaya dapat melakukan supervisi ke Puskesmas
dalam rangka meningkatkan motivasi petugas puskesmas khususnya yang
memegang program TBC.
2. Kepada petugas puskesmas agar berupaya untuk meningkatkan
pengetahuannya tentang cara-cara penanganan pasien TBC dari berbagai
artikel.
3. Kepada masyarakat agar memahami dengan benar cara-cara pencegahan, dan
penanganan penyakit TBC mengingat mudahnya penularan terjadi serta
dampak bila penyakit semakin parah.
Page 58
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Fadel (2009). Pengaruh Pengawasan Terhadap Keberhasilan Minum Obat Paket TB Paru. Jakarta. ECG.
Danusantoso, (2000). Karakteristik Responden Terhadap Keberhasilan Minum Obat Paket TBC. Skripsi USU.
Depkes RI, (2012). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta.
Depkes RI, (2000). Penanggulangan Penyakit Tuberculosis di Negara Berkembang. Jakarta.
Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (2007). Fungsi Pengawas Minum Obat Dalam
Keberhasilan Pengobatan TB Paru. Depkes
Gabit, (2004). Penyakit TBC dan Cara Pencegahannya. Jakarta. ECG.
Nirmala, (2003). Peningkatan angka Kesembuhan Pasien TB Paru Dengan adanya
Pengawas Minum Obat. Jakarta. ECG
Nuraini, (2005). Hubungan Antara Pengetahuan Penyakit TB Paru dan Cara
Penanggulangannya Dengan Ketaatan Terhadap Program Pengobatan TB Paru BTA positif di BP4 Surakarta.
Partasasmita, (2006). Riset Tentang Penderita TBC di Wilayah Kabupaten Sleman Jogyakarta. Jakarta. ECG
Purwanta, (2005). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek . Jakarta. ECG.
Sibusea, 2007). Karakteristik Penderita TB Paru Relapse Yang Berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2010-2011.
Soeparman, (2004). Peran Pengawas Minum Obat Dalam Mengurangi angka Putus
Minum Obat Pada Penderita TB Paru. Jakarta. ECG
Utomo (2005). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengobatan
TB Paru. Jakarta. ECG
Page 59
TABEL SKOR
NO VARIABEL YANG DI TELITI
NO URUT PERTANYAAN
SKOR JAWABAN INTERVAL
Ya Tidak
1 Pengetahuan 1 1 0 0 s/d 4
2 1 0 0+4/2=2
3 1 0 Baik = ≥ 2
4 1 0 Kurang = < 2
2 Sikap 1 1 0 0 s/d 4
2 1 0 0+4/2=2
3 1 0 Baik = ≥ 2
4 1 0 Kurang = < 2
3 Fasilitas
Kesehatan
1 1 0 0 s/d 4
2 1 0 0+4/2=2
3 1 0 Baik = ≥ 2
4 1 0 Kurang = < 2
4 Peran Pengawas 1 1 0 0 s/d 8
Minum Obat 2 1 0 0+8/2=4
3 1 0 Baik = ≥ 4
4 1 0 Kurang = < 4
5 1 0
6 1 0
7 1 0
8 1 0
5 Kepatuhan dalam 1 1 0 0 s/d 4
Minum Obat 2 1 0 0+4/2=2
3 1 0 Baik = ≥ 2
4 1 0 Kurang = < 2
Jumlah 24 24 0
Page 60
MASTER TABEL
NO PENGETA
HUAN
T
O T
A L
K
E T
SIKAP T
O T
A L
K
E T
FASILITAS
KESEHATAN
T
O T
A L
K
E T
PENGAWAS
MINUM OBAT
T
O T
A L
K
E T
KEPATUHAN
MINUM OBAT
PAKET
T
O T
A L
K
E T
1 1 0 0 1 2 B 1 0 0 1 2 B 1 0 0 1 2 M 1 0 0 1 1 0 0 1 4 A 0 0 0 0 0 T
2 0 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 T 0 0 0 0 0 1 0 1 2 T 0 1 0 0 1 T
3 0 0 0 1 1 K 1 0 0 0 1 K 1 0 0 0 1 T 1 0 0 1 1 0 0 0 3 T 1 1 1 1 4 P
4 0 0 1 0 1 K 0 0 1 1 2 B 0 1 1 1 3 M 0 1 0 1 0 1 1 0 4 A 0 1 1 1 3 P
5 0 0 0 1 1 K 1 0 0 0 1 K 1 0 0 0 1 T 1 0 0 1 1 0 0 1 4 A 1 1 0 1 3 P
6 0 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 T 0 0 0 0 1 0 0 0 1 T 1 0 0 0 1 T
7 1 0 0 1 2 B 1 0 0 0 1 K 1 0 0 1 2 M 1 0 0 1 1 0 0 0 3 T 0 0 0 0 0 T
8 0 0 0 0 0 K 0 1 0 1 2 B 0 1 0 0 1 T 0 0 0 1 0 0 0 0 1 T 1 0 0 0 1 T
9 1 0 0 0 1 K 0 0 0 1 1 K 1 0 0 1 2 M 1 0 0 1 1 0 0 1 4 A 0 0 1 0 1 T
10 1 1 1 0 3 B 0 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 T 0 1 0 1 0 1 0 0 3 T 0 1 0 1 2 P
11 1 0 0 0 1 K 1 0 0 0 1 K 0 1 0 0 1 T 1 0 0 0 1 0 0 1 3 T 0 0 1 0 1 T
12 0 1 1 1 3 B 0 0 1 0 1 K 0 0 1 0 1 T 0 0 0 0 0 0 1 0 1 T 0 0 0 1 1 T
13 1 0 0 0 1 K 0 1 0 1 2 B 0 1 0 1 2 M 1 1 0 0 1 1 0 1 5 A 0 1 0 0 1 T
14 0 0 0 0 0 K 1 0 0 0 1 K 1 0 0 0 1 T 0 0 1 1 0 0 1 1 4 A 1 1 0 1 3 P
15 1 1 1 1 4 B 0 0 0 1 1 K 1 0 0 0 1 T 0 1 0 0 0 1 0 1 3 T 1 0 0 0 1 T
16 0 0 1 1 2 B 0 0 0 0 0 K 0 0 0 0 0 T 1 0 1 0 1 0 1 0 3 T 0 0 0 1 1 T
17 0 1 0 0 1 K 0 1 0 0 1 K 1 1 0 0 2 M 1 0 0 1 1 0 0 1 4 A 0 0 0 0 2 P
18 1 0 1 0 2 B 0 0 0 1 1 K 0 0 0 1 1 T 0 1 0 0 0 0 1 0 2 T 1 0 0 0 1 T
19 1 0 0 0 1 K 1 1 1 1 4 B 0 0 0 1 1 T 1 0 0 0 1 1 0 0 3 T 0 0 0 0 0 T
20 0 1 1 1 3 B 1 0 0 0 1 K 0 0 0 0 1 T 1 0 1 1 1 0 1 1 6 A 0 0 0 0 0 T
21 1 1 1 1 4 B 0 0 0 0 0 K 1 0 0 1 2 M 0 0 0 1 1 0 0 1 3 T 1 0 1 1 3 P
Page 61
22 1 0 0 0 1 K 1 0 0 1 2 B 0 0 0 0 0 T 0 1 1 1 1 1 1 1 7 A 0 1 1 0 2 P
23 1 0 0 1 2 B 0 1 1 1 3 B 0 0 0 1 1 T 1 0 0 1 0 0 0 1 3 T 0 0 0 0 3 P
24 0 1 1 1 3 B 1 0 0 0 0 K 0 1 1 1 3 M 0 1 1 1 1 1 1 0 6 A 1 0 1 1 3 P
25 1 0 0 0 1 K 0 1 0 1 2 B 1 0 0 0 1 T 1 0 0 1 1 0 0 0 3 T 0 0 0 0 0 T
26 0 0 0 0 0 K 1 0 0 0 1 K 0 1 0 1 2 M 0 1 0 1 0 1 0 0 3 T 0 0 0 1 1 T
27 1 0 0 1 2 B 0 0 0 0 0 K 1 0 0 1 2 M 1 0 0 1 1 0 0 1 4 A 1 1 1 1 4 P
28 0 0 1 1 2 B 1 1 0 0 2 B 0 0 0 0 0 T 0 1 1 0 0 0 0 0 2 T 1 0 0 1 2 P
29 1 0 0 0 1 K 0 0 1 0 1 K 1 1 0 0 2 M 1 1 0 0 0 0 0 0 2 T 0 0 0 0 0 T
30 0 1 0 0 1 K 0 1 0 1 2 B 0 0 1 0 1 T 0 0 1 1 0 0 1 1 4 A 1 0 0 0 1 T
31 1 0 1 1 3 B 1 0 0 0 1 K 0 1 0 1 2 M 0 1 0 1 0 1 0 0 3 T 1 1 1 1 4 P
32 0 0 0 0 0 K 1 0 0 1 2 B 0 0 1 0 1 T 1 0 0 0 1 0 0 1 3 T 0 1 0 1 2 P
33 1 0 0 0 1 K 0 0 0 0 0 K 1 1 0 1 3 M 0 1 1 1 1 1 1 1 7 A 0 0 1 0 1 T
34 0 0 1 0 1 K 1 1 0 0 2 B 0 0 0 0 0 T 0 0 0 1 1 0 0 1 3 T 1 0 0 1 2 P
35 0 1 0 1 2 B 1 0 0 1 2 B 0 1 0 0 1 T 0 1 0 0 0 1 0 1 3 T 0 0 0 0 0 T
36 0 0 1 0 1 K 1 0 0 0 1 K 1 0 0 1 2 M 1 0 0 0 1 0 0 1 2 T 1 1 1 0 3 P
KETERANGAN
B = BAIK K = KURANG A = ADA
T = TIDAK (tidak memadai, tidak ada, tidak patuh) M= MEMADAI
P = PATUH