Top Banner
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : Tn. B S TTL : Medan, 21 januari 1973 Umur : 40 tahun Jenis kelamin : laki-laki Alamat : Jl. Cempaka III RT 05/04 No.A Tgl dan jam masuk : 14 Mei 2013 No. Kamar : 0627/Matahari Dua No. rekam medik : 00803074 Dokter yang merawat : dr.Ihsanil Husna, Sp.PD ANAMNESIS Keluhan utama Os mengeluh demam disertai timbulnya bintik-bintik merah di lengan kiri dan kanan sejak 5 hari SMRS. Keluhan tambahan Mual,muntah, nafsu makan menurun, nyeri kepala,pegal-pegal,ngilu- ngilu pada sendi. Riwayat Penyakit Sekarang Os datang ke rumah sakit islam cempaka putih dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS, os mengeluh demam tinggi, demam dirasakan pada 1
37

f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Dec 28, 2015

Download

Documents

dhf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Tn. B S

TTL : Medan, 21 januari 1973

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Jl. Cempaka III RT 05/04 No.A

Tgl dan jam masuk : 14 Mei 2013

No. Kamar : 0627/Matahari Dua

No. rekam medik : 00803074

Dokter yang merawat : dr.Ihsanil Husna, Sp.PD

ANAMNESIS

Keluhan utama

Os mengeluh demam disertai timbulnya bintik-bintik merah di lengan kiri dan kanan sejak 5 hari SMRS.

Keluhan tambahan

Mual,muntah, nafsu makan menurun, nyeri kepala,pegal-pegal,ngilu-ngilu pada sendi.

Riwayat Penyakit SekarangOs datang ke rumah sakit islam cempaka putih dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS, os mengeluh demam tinggi, demam dirasakan pada hari pertama lalu turun dihari ketiga dan demam muncul lagi di hari ke lima, demam kadang disertai menggigil, os mengaku berkeringat sesudah menggigil. OS juga mengeluh pusing yang dirasakan hilang timbul. Penglihatan kabur disangkal Os menyangkal mimisan maupun gusi berdarah. Os mengeluh ada bintik-bintik merah di lengan kanan dan kiri. Os juga mengeluh badan terasa lemas, pegal-pegal dan nyeri pada tulang dan sendi. batuk dan pilek disangkal.OS merasakan mual, muntah frekuensi 5x, banyaknya ± ½ gelas belimbing, nyeri pada ulu hati, tidak nafsu makan. BAB cair dan berwarna hitam, BAK lancar.1

1

Page 2: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

hari SMRS Os minum obat sakit maag namun keluhannya tidak membaik sehingga os dibawa ke Rumah Sakit. Riwayat berpergian keluar daerah (lampung dan daerah timur) disangkal.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat asma, hipertensi dan diabetes melitus, Tb paru, malaria disangkal, sakit maag (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

Dikeluarga ada yang mengalami hal yang sama

Ibu : riwayat asma, diabetes mellitus dan Tb

Paru disangkal. Hipertensi (+)

ayah : riwayat asma, diabetes mellitus dan Tb

Paru disangkal. Hipertensi (+)

Riwayat Pengobatan

Os sudah minum obat sakit maag (inpepsa) namun keluhannya tidak membaik.

Riwayat Alergi

Os menyangkal adanya alergi obat,cuaca,debu maupun makanan.

Riwayat PsikososialOs mengaku tidak merokok, makan 2x/hari dan tidak teratur, jarang olahraga. Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria disangkal. Os mengaku jarang beristirahat. Minum alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Status Gizi

BB sebelum sakit : 55 kg BB setelah sakit : 54 kg TB : 165 cm Kesimpulan :, gizi baik (IMT 18,73)

2

Page 3: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Tanda Vital

Suhu : 39,2o C Nadi : 100 x/menit regular, kuat angkat, isi cukup Pernafasan : 20 x/menit Tekanan darah : 110/90 mmHg

STATUS GENERALIS

Kepala : normocephal, distribusi rambut merata tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva anemis +/+ , sclera ikterik -/-

Hidung : deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), secret (-)

Mulut :bibir kering (+), sianosis (-), stomatitis (-),coated tongue(-), faring hiperemis (-),perdarahan gusi(-).

Telinga : normotia, serumen (-), secret (-),nyeri tekan tragus(-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : retraksi dinding dada -/-

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : teraba ictus cordis ICS-V linea midklavikularis

Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : BJ 1 dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

3

Page 4: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Abdomen

Inspeksi : datar, luka bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen

Ascites : (-)

Palpasi : nyeri epigastrium (+), hepatomegali (+) tidak ada pembesaran spleen.

Ekstremitas Atas

Petekie : +

Akral : hangat

RCT <2 detik : +/+

Edema : -/-

Ekstremitas Bawah

Petekie : +

Akral : hangat

RCT <2 detik : +/+

Edema : -/-

uji Tourniquet (Rumple Leede) : (+)

RESUME :

4

Page 5: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

laki-laki usia 40 tahun datang ke RS dengan keluhan febris sejak ± 5 hari SMRS. Disertai menggigil. Malaise myalgia, artralgia, cephalgia, nausea, vomitus dengan frekuensi 5x, banyaknya ± ½ gelas belimbing, nyeri epigastrium, petekie pada ekstremitas atas, BAB cair dan berwarna hitam. Riwayat sakit maag. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 110/90 mmHg, nadi : 100 x/menit, suhu : 39,2oC RR : 20 x/menit, nyeri tekan epigastrium (+), uji tourniquet (+) hepatomegali (+). Pemeriksaan penunjang didapatkan Hb : 12,1 mg/dl, leukosit : 2,76 ribu/µl, trombosit : 97 ribu/µl.

DAFTAR MASALAH :

1. Febris e.c Dengue hemorraghic fever2. Anemia3. Dyspepsia

ASSASSMENT :

Febris e.c dengue hemorraghic fever

Dari anamnesis pasien mengeluh febris sejak 5 hari yang lalu (bifasik), menggigil, malaise, myalgia, artralgia, chepalgia, nausea, vomitus frekuensi 5x, nafsu makan menurun. Riwayat sakit maag (+). Dari pemeriksaan fisik suhu : 39,2oC, hepatomegali (+). Dari pemerikaan laboratorium leukosit : 2,76 ribu/µl, trombosit : 97 ribu/µl.

WD : dengue hemorraghic fever derajat 1 demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari biasanya bifasik. Disertai gejala konstitusinal seperti sakit kepala, mialgia, artralgia, manifesatsi perdarahan petekie dengan uji bendung positif, trombositopenia.

DD : dengue fever demam disertai 2 tanda atau lebih, sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, trombositopenia namun tidak ada manifestasi perdarahan.

Rdx : periksa anti dengue IgG dan IgM untuk mendeteksi zat kebal tubuh yang timbul akibat infeksi dengue

Dengue NS1 antigen untuk mendeteksi antigen virus dengue. Antigen ini merupakan bagian virus yang merangsang timbulnya kekebalan pada tubuh.

darah rutin untuk memantau kadar leukost dan trombosit. Dimana dapat ditemui leukopenia

Rth : Non medikamentosa :

Tirah baring

5

Page 6: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Medikamentosa Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam

penanganan kasus DBD. Pasien tanpa perdarahan spontan dan massif dan tanpa syok maka diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah rumus :1500 + {20 x (BB dalam Kg – 2-)}Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, tiap 24 jam:- Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap

seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.- Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan

protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%. Terapi simptomatis seperti Paracetamol dosis 500 mg diberikan sehari tiga kali.

2. Dyspepsia

Dari anamnesis pasien mengeluh nyeri ulu hati, mual dan muntah frekuensi 5 kali, malaise. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium (+), TD : 110/90.

WD : dyspepsia fungsional kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada.

DD : gastritis proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, dengan keluhan yang tidak khas seperti nyeri panas dan pedih di epigastrium disertai mual-mual dan terkadang sampai muntah.

Rdx : pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeklusi gangguan organik atau biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pancreas, dsb), radiologi (barium meal, USG) dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting untuk ekslusi penyebab organic ataupun biokimiawi.

Rth :

Non medikamentosa

- Pasien dinsasehati untuk menghindari makanan yang dapat mencetuskan serangan keluhan, seperti pedas, asam, tinggi lemak, sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan sampai menurunkan / mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Medikamentosa

- Domperidone. Frekuensi pemberian obat 3 x/hari. - Ranitidine injeksi. Pemberian 2 x 1 mg /hari.

6

Page 7: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 14Mei 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin L 12,1 mg/dl 13,2 - 17,3

Leukosit L 2,76 ribu/µl 3,80 - 10,60

Trombosit L108 ribu/ µl 150 - 440

Hematokrit 44 % 40 – 52

Imunoserologi

Anti salmonella IgM 2,0 (-) <= 2

Pemeriksaan Tanggal 15 Mei 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

GDS 121 Mg/dL 70-200

SGOT 32 U/l 10-34

SGPT 27 U/l 9-43

Ureum darah 18 Mg/dL 10-50

Kreatinin Darah 0,8 Mg/dL < 1,4

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin L10,00 mg/dl 13,2 - 17,3

Leukosit L 2,5 ribu/µl 3,80 - 10,60

Trombosit L124 ribu/ µl 150 - 440

Hematokrit 43 % 40 – 52

7

Page 8: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Pemeriksaan Tanggal 16Mei 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin L11,0 mg/dl 13,2 - 17,3

Leukosit L3,6 ribu/µl 3,80 - 10,60

Trombosit L 97 ribu/ µl 150 - 440

Hematokrit 44 % 40 – 52

BAB II

PEMBAHASAN

8

Page 9: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

2.1 Penurunan Jumlah Trombosit Sebagai Resiko Terjadinya Perdarahan

Demam Berdarah Dengue ( DBD ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh 4 ( empat ) serotipe virus Dengue ( DEN-1, DEN-2, DEN-3. DEN-4 ) dan ditandai dengan adanya manifestasi klinis demam, nyeri kepala, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leukopenia, limfadenopati, trombositopenia, perdarahan dan perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit ) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Penyakit DBD di Indonesia merupakan salah satu emerging disease dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun. Adapun jumlah penderita DBD di Indonesia sepanjang tahun 1999 sebanyak 21.134 orang, tahun 2000 sebanyak 33.443 orang, tahun 2001 sebanyak 45.904 orang, tahun 2002 sebanyak 40.377 orang, dan tahun 2003 sebanyak 50.131 orang. Pada tahun 2000 insiden rate sebesar 15,75 per 100.000 penduduk meningkat pada tahun 2001 sebesar 17,2 % per 100.000 penduduk. Jumlah kasus DBD di Indonesia antara Januari sampai Maret 2004 secara kumulatif yang dilaporkan dan ditangani sebanyak 26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 ( CFR= 1,53 % ). Fenomena perdarahan sering terjadi pada DBD. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Perdarahan lainnya seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena dan perdarahan otak juga dapat terjadi meskipun lebih jarang terjadi. Petekie merupakan tanda perdarahan yang paling sering ditemukan, terutama pada dahi dan ekstremitas distal. Tanda ini muncul pada hari-hari pertama demam, namun dapat pula dijumpai pada hari ke- 3,4,5 demam.

2.2 PATOGENESIS DEMAM BERDARAH DENGUEPatogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (seconday heterologous infection theory) atau teori antibody dependent enhancement (ADE). Hipotesis infeksi sekunder menyatakan bahwa seseorang yang terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue yang berbeda, maka akan terjadi reaksi anamnestik dari antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya. Ikatan virus-antibodi non netralisir ini mengaktivasi makrofag dan akan bereplikasi di dalam makrofag. Sedangkan teori ADE menyatakan bahwa adanya antibodi yang timbul justru bersifat mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Siklus intraseluler virus dengue hampir serupa dengan siklus virus lain yang juga tergolong dalam genus flavivirus (Gambar 1). Infeksi virus Dengue dimulai saat vektor mengambil darah host dan memasukkan virus ke dalamnya. Virus Dengue berikatan dan masuk ke dalam sel host melalui proses endositosis yang dimediasi oleh reseptor afinitas rendah seperti DC-Sign (dendritic cells). Selama terjadi internalisasi dan asidifikasi endosom, virus berfusi dengan membran vesikuler mengakibatkan masuknya nukleokapsid menuju sitoplasma dengan genome tanpa amplop (uncoating genome).Selanjutnya proses translasi terjadi di membran retikulum endoplasma, suatu protein intermediate rantai negatif terbentuk dan menjadi dasar dicetaknya beberapa rantai RNA virus

9

Page 10: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

(vRNA). Sehingga terbentuklah protein virus dalam jumlah yang banyak. Bersama dengan struktur protein lainnya seperti inti (core), premembran (prM), dan amplop (E), vRNA akan menjadi cikal bakal virus dengue yang baru. Pematangan virus terjadi di kompartemen golgi dan akhirnya akan disekresikan keluar sel menuju sirkulasi.Mekanisme imunopatogenesis infeksi virus dengue melibatkan respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Juga melibatkan limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8), monosit dan makrofag, sitokin serta aktivasi komplemen. Terjadinya infeksi makrofag, monosit atau sel dendritik oleh virus Dengue melalui proses endositosis yang dimediasi reseptor dan atau melalui ikatan kompleks virus antibodi dengan reseptor Fc. Infeksi ini secara langsung mengaktivasi sel T helper (CD4) dan sel T sitotoksik (CD8) yang menghasilkan limfokin dan interferon gamma. Selanjutnya interferon gamma akan mengaktivasi makrofag yang menyebabkan sekresi berbagai mediator inß amasi seperti TNF , IL-1 dan PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin. Mediator inflamasi ini mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Selain itu kompleks virus dan antibodi ini akan mengaktifkan sistem komplemen dengan mensekresikan C3a dan C5a, yang akibatkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi plasma dari intravaskuler menuju ekstravaskuler. Selain disfungsi endotel yaitu terjadi peningkatan permiabilitas vaskuler, kompleks virus antibodi yang terbentuk juga mengaktifkan system koagulasi,sistem fibrinolisis, kinin dan gangguan terhadap proses agregasi trombosit, yang secara keseluruhan akan mengakibatkan manifestasi perdarahan yang timbul pada DBD.

A. HemostasisKomponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas pembuluh darah, trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor koagulasi, dan fibrinolisis.

Permeabilitas, fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah berupa petekie, purpura, dan ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas menyebabkan ruptur yang berefek sama seperti peningkatan permeabilitas, namun disertai dengan perdarahan hebat pada jaringan yang lebih dalam.

Bila pembuluh darah mengalami cedera atau ruptur, hemostasis terjadi melalui beberapa cara: 1) konstriksi pembuluh darah, 2) pembentukan sumbat platelet (trombosit), 3) pembentukan bekuan darah sebagai hasil dari pembekuan darah, dan 4) akhirnya terjadi pertumbuhan jaringan fibrosa ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara permanen.

Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:

1. Langkah pertama: proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan ekstrinsik yang menghasilkan tenase kompleks yang mengaktivasi faktor X.

10

Page 11: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

2. Langkah kedua: pembentukan prothrombin activator (kompleks protrombinase) yang akan memecah protrombin menjadi trombin.

3. Langkah ketiga: prothrombin activator merubah protrombin menjadi trombin.4. Langkah keempat: trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan F.XIII

sehingga timbul fibrin yang stabil

Kaskade koagulasi pada proses pembentukan bekuan darah secara ringkas digambarkan dalam diagram berikut:

1 à Kompleks Tenase (Aktivator Faktor X) à F. VIIa, Ixa, Ca2+, PL2 à Kompleks Protrombinase (Aktivator Protrombin) à F. Va, Xa, Ca2+, PL, PF3

Faktor-faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam plasma darah yang berfungsi dalam proses koagulasi.

MANIFESTASI KELAINAN HEMATOLOGI PADA DEMAM BERDARAH DENGUE

Vaskulopati

Disfungsi endotel pada infeksi virus dengue tampak dalam manifestasi klinis berupa peningkatan permiabilitas kapiler, yang bertanggung jawab terhadap proses kebocoran plasma, hemokonsentrasi, hipoproteinemia atau hipoalbuminemia, efusi pleura, asites dan gangguan sirkulasi. Kebocoran plasma biasanya terjadi pada fase febris akut dan sangat menonjol terlihat terutama pada pasien-pasien dengan kegagalan sirkulasi. Tes torniket atau uji Rumple Leede yang positif menandakan adanya kebocoran plasma, dan biasanya terjadi pada hari awal serangan. Patomekanisme terjadinya kebocoran plasma pada DBD disebabkan oleh beberapa faktor. Infeksi virus Dengue pada makrofag dan monosit selanjutnya akan mengaktivasi limfosit T, baik CD4 maupun CD8. Aktivasi ini makrofag dan monosit akan merangsang infeksi virus dengue untuk mengaktivasi makrofag dan monosit yang lainnya, yang selanjutnya akan memproduksi mediator inflamasi seperti TNF , IL-1, PAF, IL-6, histamin sedangkan limfosit T menghasilkan mediator inflamasi berupa IL-2, TNF , IL-1, IL-6 dan IFN. Peningkatan C3a dan C5a juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma melalui anafilaktoksin yang dihasilkannya.

11

Page 12: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Koagulopati

Komplek virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor Haegeman (faktor XII) menjadi bentuk aktif (faktor XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Di samping mengaktifkan sistem koagulasi, faktor XIIa juga akan mengaktifkan sistem fibrinolisis, yaitu terjadi perubahan plasminogen menjadi plasmin melalui proses enzimatik. Plasmin memiliki sifat proteolitik dengan sasaran khusus yaitu fibrin. Fibrin polimer akan dipecah menjadi fragmen X dan Y. Selanjutnya fragmen Y dipecah lagi menjadi fragmen D dan fragmen E yang dikenal sebagai D-dimer. Degradasi fibrin ini (FDP) memiliki sifat sebagai anti koagulan, sehingga jumlah yang cukup banyak akan menghambat hemostasis. Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat menurunnya berbagai faktor koagulasi seperti faktor II, V, VII, VIII, IX, dan X serta plasminogen. Hal ini memperberat perdarahan yang terjadi pada penderita DBD. Sistem kinin dan sistem komplemen juga turut diaktifkan oleh faktor XIIa. Faktor XIIa mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein yang juga merupakan enzim proteolitik. Kalikrein akan mengubah kinin menjadi bradikinin, suatu zat yang berperan dalam proses spesifik diantaranya adalah proses inflamasi yang menyebabkan pelebaran dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Sistem komplemen merupakan salah satu mediator dasar pada proses inflamasi dan memegang peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Komplemen merupakan sejumlah protein inaktif yang dapat diaktifkan oleh faktor XIIa. Sebagai hasil akhir aktivasi ini ialah terjadi lisis dari sel. Disamping itu terbentuk juga anafilatoksin yang juga meningkatkan permiabilitas pembuluh darah.

Trombositopenia

Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal.

Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Trombosit akan mengalami peristiwa adhesi, aktivasi, dan agregasi.Nilai normal hitung trombosit adalah 150.000-450.000/mm3. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini terjadi akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3.Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Gangguan produksi Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus.

12

Page 13: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Sebagai bagian dari “bone marrow failure” umum:a)      Anemi aplastik

b)      Leukemia akut

c)      Sindrom mielodisplastik

d)     Mielosklerosis

e)      Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma

f)       Mieloma multipel

g)      Anemia megaloblastik

2. Peningkatan destruksi trombosit Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada: SLE, CLL, limfoma Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal thrombocytopenia Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid Disseminated intravascular coagulation (DIC)3. Distribusi tidak normal Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit dalam lien.4. Akibat pengenceran ( dilutional loss ) Akibat transfusi masif.

Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas dan mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP (adenosin di posphat) diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif. Pada suatu studi yang dilakukan pada 35 anak-anak dengan DBD di Thailand, ditemukan pada fase akut infeksi DBD baik dengan ataupun tanpa syok terjadi penurunan aktivitas agregasi trombosit, hal ini diimbangi dengan meningkatnya betatromboglobulin (BTG) dan platelet factor-4 (PF4) dalam plasma. Pada beberapa kasus, penurunan jumlah trombosit ini bisa terjadi hingga waktu yang cukup lama. Suatu laporan kasus di Malaysia melaporkan bahwa pemulihan jumlah trombosit pada seorang penderita DBD sampai mencapai hari ke-40. Setelah menyingkirkan kemungkinan dari penyebab lain terjadinya trombositopenia, diperkirakan

13

Page 14: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

hal ini terjadi karena infeksi virus Dengue yang menyerang berasal dari jenis virus yang mengalami mutasi. Atau kemungkinan lain diperkirakan penderita terinfeksi virus dengue yang baru saat berada dalam fase konvalesen. Terdapat beberapa pendapat mengenai indikasi dan dosis pemberian transfusi trombosit. Departemen Kesehatan merekomendasikan transfusi trombosit konsentrat pada penderita DBD diberikan hanya pada kasus dengan perdarahan masif dan jumlah trombosit < 100.000 . Perdarahan spontan dan masif termasuk perdarahan yang tampak ataupun yang tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 - 5 cc/kg berat badan/jam. Nimamanitya menuliskan indikasi transfusi pada DBD bila perdarahan yang volumenya melebihi 10% dari jumlah cairan tubuh. aktif. Makroo di India tahun 2007 menuliskan bahwa penderita dengan kadar trombosit < 20.000/cumm termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi terjadi perdarahan karenanya indikasi untuk diberikan transfuse trombosit, Sedangkan kelompok risiko sedang terjadi perdarahan (trombosit 20.000 - 40.000/cumm) indikasi diberikan trombosit bila terjadi perdarahan. Kelompok dengan risiko ringan perdarahan (trombosit 41.000 - 50.000/cumm) tidak diberikan transfusi trombosit.

Hematokrit dan hemoglobin

Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD. Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malahan menurun.Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang ditemukan pada DBD.

Jumlah leukosit dan hitung jenis

Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai lekositosis sedang. Lekopeni dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal.Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai ke delapan. Pada syok berat, dapat dijumpai lekositosis dengan netropenia absolut. Hal lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak (20 - 50%) limfosit bertransformasi atau atipik dalam sediaan apus darah tepi penderita DBD, terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu (mononuklear) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relative lebar dan berwarna biru tua. Oleh karenanya sel ini juga dikenal sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga panas dan digunakan sebagai penunjang diagnostik .

14

Page 15: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Koagulasi intravaskular diseminata (KID)

KID dapat merupakan salah satu kedaruratan medik pada pasien DBD. Aktifasi dari system koagulasi dan penurunan jumlah trombosit akibat ikatan virus antibodi pada pasien DBD dapat mencetuskan terjadinya KID. Selain itu kondisi lain seperti syok, hipoksia dan sidosis juga dapat menjadi pencetus terjadinya KID. Gejala klinis yang bervariasi dapat timbul, namun pada dasarnya terjadi proses perdarahan dan trombosis pada waktu yang bersamaan. Manifestasi perdarahan yang sering muncul adalah petekie, ekimosis, hematom di kulit, hematuri, melena, epistaksis dan perdarahan gusi, serta kesadaran menurun akibat perdarahan otak. Sedangkan gejala trombosis yang terjadi dapat berupa gagal ginjal akut, gagal nafas dan iskemia serta kesadaran menurun akibat trombosis pada otak. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terjadinya KID pada pasien DBD sama dengan KID yang terjadi atas dasar penyakit lainnya, yaitu pemeriksaan hemostasis (masa protrombin dan masa trombin parsial), kadar faktor pembekuan, FDP, D-Dimer, serta plasmin. Suatu studi yang dilakukan di Thailand menunjukkan bahwa ada korelasi yang signiÞ kan antara kadar D-dimer sebagai indikator terjadinya KID dengan beratnya penyakit pada pasien DBD.

Penekanan sumsum tulang

Beberapa peneliti mengatakan bahwa pada pemeriksaan sumsum tulang penderita DBD pada awal masa demam, terdapat hipoplasi sumsum tulang dengan hambatan dari semua sistem hemopoesis, terutama megakriosit. Setelah itu pada hari kelima sampai kedelapan perjalanan penyakit, terjadi peningkatan cepat eritropoesis dan megakariosit muda. Pada masa konvalesensi sumsum tulang menjadi hiperseluler yang terutama diisi oleh proses eritropoesis dan trombopoesis dengan pembentukan eritrosit dan trombosit yang sangat aktif. Mekanisme penekanan sumsum tulang pada infeksi virus dijelaskan sebagai akibat dari proses penekanan virus secara langsung, ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-sitokin proinßamasi yang menekan sumsum tulang. Sebuah telaah pustaka mengenai supresi sumsum tulang pada infeksi DBD menyatakan proses ini terjadi dalam 6 fase yaitu fase pertama, saat terjadi supresi sumsum tulang di hari 3 - 4 infeksi, fase kedua yaitu saat timbulnya respon inflamasi dari sumsum tulang pejamu, selanjutnya fase ketiga saat hari keempat atau kelima bebas panas terjadi fase nadir dari neutrofil. Fase keempat terjadi hampir secara simultan aktivasi sistem imun yang akan menetralisasi viremia dan mempercepat eliminasi sel yang terinfeksi. Fase kelima masa pemulihan dan terakhir terjadi resolusi sitopenia.

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

15

Page 16: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi ternyata diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun, karena itu disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura.Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan untuk reseptor GP IIb/IIIa pada trombosit. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya terjadi trombositopenia.

Gambaran klinik ITP, yaitu 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa peteki, ekimosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi, 2) perdarahan SSP jarang, tetapi fatal, dan 3) splenomegali, terjadi pada 10% kasus.Pada ITP kelainan laboratorium yang terjadi: 1) darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3, 2) sumsum tulang: megakariosit meningkat, multinuklear, disertai lobulasi; dan 3) imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gp IIb/IIIa atau gp Ib.Diagnosis ITP ditegakkan bila dijumpai: 1) gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa, 2) trombositopenia, 3) sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat, 4) antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi tidak harus demikian, dan 5) tidak ada penyebab trombositopenia sekunder.

2.3  Perdarahan

Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi salah satu dari faktor-faktor pembekuan. Tiga jenis utama perdarahan adalah: 1) perdarahan akibat defisiensi vitamin K, 2) hemofilia, dan 3) trombositopenia.

Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan kekurangan protrombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hemofilia adalah penyakit perdarahan yang diturunkan. Hemofilia A disebabkan oleh kekurangan faktor VIII, hemofilia B disebabkan oleh kekurangan faktor IX, dan hemofilia C disebabkan oleh kekurangan faktor XI.

Mekanisme perdarahan pada DBDPenyebab perdarahan pada pasien DBD adalah vaskulopati, trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Seperti terlihat pada gambar.5 bahwa komplek virus antibodi mengakibatkan trombositopenia dan juga gangguan fungsi trombosit. Selain itu komplek virus antibodi ini mengaktifkan faktor Hageman (faktor XIIa) sehingga terjadi gangguan sistem koagulasi dan fibrinolisis yang memperberat perdarahan, serta mengaktifkan sistem kinin dan komplemen yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma serta meningkatkan risiko terjadinya KID yang juga memperberat perdarahan yang terjadi. Jenis perdarahan yang

16

Page 17: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

terbanyak adalah perdarahan kulit seperti torniquet (uji Rumple Leede, uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda yang tersering ditemukan. Tanda ini muncul pada hari-hari pertama demam. Bentuk perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau hematuri.

Vi-ab

Gambar 5. Patofisiologi perdarahan pada DBD

2.4 Pemeriksaan Fungsi HemostasisKelainan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat merupakan kelainan pembuluh darah,

trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, dan kelainan koagulasi. Sejumlah pemeriksaan

sederhana dapat dikerjakan untuk menilai fungsi trombosit, pembuluh darah, serta komponen

koagulasi dalam hemostasis.

Pemeriksaan penyaring ini meliputi pemeriksaan darah lengkap (Complete Blood Count/CBC),

evaluasi darah apus, waktu perdarahan (Bleeding Time/ BT), waktu protrombin (Prothrombin

Time/PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan agregasi trombosit.

CBC dan evaluasi darah apus. Pasien dengan kelainan perdarahan pertama kali harus menjalani

pemeriksaan CBC dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain memastikan adanya

trombositopenia, dari darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang jelas seperti

misalnya leukemia.

17

XIIa

FibrinolisiPembekua Kini KomplemeTrombos

Agregas Plasmi

RES Fibri

Anafilatoksi

Trombositopen FD

Permeabilitas pb

Darah

PERDARAHA KI

Hipoksia

SYOK

Volume plasma

TF3

Page 18: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstrinsik dari

sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin. PT (Prothrombin Time)

mengukur faktor VII, X, V, protrombin, dan fibrinogen. aPTT (activated Partial Prothrombin

Time) mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII. TT (Thrombin Time) cukup sensitif untuk menilai

defisiensi fibrinogen atau hambatan terhadap trombin.

Pemeriksaan faktor koagulasi khusus. Pemeriksaan fibrinogen, faktor vW, dan faktor VIII.

Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT). Memeriksa fungsi trombosit abrnormal misalnya pada

defisiensi faktor Von Willebrand (VWf). Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga akan

memanjang, namun pada perdarahan abnormal akibat kelainan pembuluh darah, waktu

perdarahan biasanya normal.

Pemeriksaan fungsi trombosit. Tes agregasi trombosit mengukur penurunan penyerapan sinar

pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit.

Pemeriksaan fibrinolisis. Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi

dengan memendeknya euglobulin clot lysis time.Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.

Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan

18

Page 19: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 4). 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 5).3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (gambar 6).4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 7).

19

Page 20: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

 

Gambar 4. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

20

Page 21: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

21

Page 22: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang

22

Page 23: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

minimal. Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi. Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.

23

Page 24: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari beberapa penelitian-penelitian diketahui bahwa Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini terjadi akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3.Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Gangguan produksi Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus. Sebagai bagian dari “bone marrow failure” umum: Anemi aplastik, Leukemia akut, Sindrom

mielodisplastik, Mielosklerosis, Infiltrasi sumsum tulang (limfoma, carcinoma), Mieloma multiple, Anemia megaloblastik2. Peningkatan destruksi trombosit

Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada: SLE, CLL, limfoma Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal thrombocytopenia Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid Disseminated intravascular coagulation (DIC)

3. Distribusi tidak normal Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit dalam lien.

4. Akibat pengenceran ( dilutional loss ) Akibat transfusi masif.

Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP (adenosin di posphat) diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif. Terdapat beberapa pendapat mengenai indikasi dan dosis pemberian transfusi trombosit. Departemen Kesehatan merekomendasikan transfusi trombosit konsentrat pada penderita DBD diberikan hanya pada kasus dengan perdarahan masif dan jumlah trombosit < 100.000 . Perdarahan spontan dan masif termasuk perdarahan yang tampak ataupun yang tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 - 5 cc/kg berat badan/jam. Nimamanitya menuliskan indikasi transfusi pada DBD bila perdarahan yang volumenya melebihi 10% dari jumlah cairan tubuh.

24

Page 25: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

aktif. Makroo di India tahun 2007 menuliskan bahwa penderita dengan kadar trombosit < 20.000/cumm termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi terjadi perdarahan karenanya indikasi untuk diberikan transfuse trombosit, Sedangkan kelompok risiko sedang terjadi perdarahan (trombosit 20.000 - 40.000/cumm) indikasi diberikan trombosit bila terjadi perdarahan. Kelompok dengan risiko ringan perdarahan (trombosit 41.000 - 50.000/cumm) tidak diberikan transfusi trombosit. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, yaitu : Penanganan tersangka DBD tanpa syok, Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat, Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%, Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa, Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Pada kasus laki-laki usia 40 tahun datang ke RS dengan keluhan febris sejak ± 5 hari SMRS. Disertai menggigil. Malaise myalgia, artralgia, cephalgia, nausea, vomitus dengan frekuensi 5x, banyaknya ± ½ gelas belimbing, nyeri epigastrium, petekie pada ekstremitas atas, BAB cair dan berwarna hitam. Riwayat sakit maag. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 110/90 mmHg, nadi : 100 x/menit, suhu : 39,2oC RR : 20 x/menit, nyeri tekan epigastrium (+), uji tourniquet (+) hepatomegali (+). Pemeriksaan penunjang didapatkan Hb : 12,1 mg/dl, leukosit : 2,76 ribu/µl, trombosit : 97 ribu/µl. dapat di diagnosis dengan febris e.c dengue hemorraghic fever. Pada kasus ini dapat dsimpulkan trombositopenia pada pasien ini dapat di lakukan protokol pemberian cairan tersangka DBD dewasa di ruang rawat dengan infuse kristaloid dan pantau Hb, HT, dan trombosit/ 12 jam.

25

Page 26: f i n a l p a p e r Terapi Trombositopenia Pd Dhf

DAFTAR PUSTAKA

1. Papadakis Maxine A, McPhee Stephen J. 2013. Current Medical Diagnosis & Treatment. Mc Graw Hill.

2. Sudoyo Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.

3. Kresno SB. 2001. Respon Imun Terhadap Infeksi Virus. In: imunologi – Diagnosis dan Prosedur. Jakarta : FKUI, pp: 178-181.

4. Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-209.

5. Srichaikul T, Nimmannitya S. Hematology in dengue and dengue haemorrhagic fever. Best Practice & Research Clinical Haematology : 2000.

6. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of dengue hemorrhagic fever. Transfusion alternatives in transfusion medicine. Journal Compilation 2006;8(suppl 1):3-11.

7. Reynaldo Angelo C. De Castro, Jo-Anne A. De Castro, Marie Yvette C. Barez, Melchor V. Frias, Jitendra Dixit, and  Maurice Genereux. Respon Trombositopenia pada Penderita Demam Berdarah Dengue Terhadap Pemberian Intravena Globulin Anti-D. Scientific Medical Activities of Research and Technologi : FKUI.

8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan, 2005.p.19-34

9. Huang Y, Liu C, Wang S, Lei H, Liu H, Lin Y, et al. Activation of coagulation and Þ brinolysis during dengue virus infection. Journal of Medical Virology 2001;63:247-51.

10. Halstead SB. Dengue Infection. Curr Opin Infect Dis 2002;15;471-6.11. Clyde K, Kyle J, Harris E. Recent advances in deciphering viral and

host determinants of dengue virus replication and pathogenesis. Journal of Virology 2006;80:11418-31.

12. Kamil SM, Mohamad NH, Narazah MY, Khan FA. Dengue haemorrhagic fever with unusual prolonged thrombocytopaenia. Singapore Med J, 2006;47(4):332-34.

13. Guyton and Hall

26