Top Banner
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI GADAI SAHAM MELALUI PENJUALAN SECARA TERTUTUP A. LANDASAN TEORI A.1. TINJAUAN UMUM MENGENAI EKSEKUSI A.1.1. Sumber dan Dasar Hukum Pelaksanaan Eksekusi di Indonesia 1 Prosedur pelaksanaan eksekusi diatur mulai Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 258 RBG. Namun pada saat ini tidak semua ketentuan pasal-pasal tadi berlaku secara efektif. Beberapa ketentuan yang masih berlaku dalam praktek antara lain Pasal 195 sampai Pasal 208 dan Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 240 dan Pasal 258 RBG. Sedangkan Pasal 209 sampai Pasal 223 HIR atau Pasal 242 sampai Pasal 257 RBG yang mengatur tentang “sandera” atau “gijzeling” tidak lagi diberlakukan secara efektif. Seorang debitur yang dihukum untuk membayar utangnya berdasarkan putusan pengadilan tidak lagi dapat disandera sebagai upaya memaksa sanak keluarganya melaksanakan pembayaran menurut putusan pengadilan. Disamping itu, terdapat beberapa peraturan lainnya seperti Peraturan Lelang No. 189/1908 (Vendu Reglement St. 1908/No. 189) dan Pasal 180 HIR 1 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, halaman 2. 17 Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.
96

Extra of Law

Dec 10, 2015

Download

Documents

DionSihombing
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Extra of Law

BAB II

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI GADAI

SAHAM MELALUI PENJUALAN SECARA TERTUTUP

A. LANDASAN TEORI

A.1. TINJAUAN UMUM MENGENAI EKSEKUSI

A.1.1. Sumber dan Dasar Hukum Pelaksanaan Eksekusi di Indonesia

1Prosedur pelaksanaan eksekusi diatur mulai Pasal 195 sampai Pasal 224

HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 258 RBG. Namun pada saat ini tidak semua

ketentuan pasal-pasal tadi berlaku secara efektif. Beberapa ketentuan yang masih

berlaku dalam praktek antara lain Pasal 195 sampai Pasal 208 dan Pasal 224 HIR

atau Pasal 206 sampai Pasal 240 dan Pasal 258 RBG. Sedangkan Pasal 209 sampai

Pasal 223 HIR atau Pasal 242 sampai Pasal 257 RBG yang mengatur tentang

“sandera” atau “gijzeling” tidak lagi diberlakukan secara efektif. Seorang debitur

yang dihukum untuk membayar utangnya berdasarkan putusan pengadilan tidak

lagi dapat disandera sebagai upaya memaksa sanak keluarganya melaksanakan

pembayaran menurut putusan pengadilan.

Disamping itu, terdapat beberapa peraturan lainnya seperti Peraturan

Lelang No. 189/1908 (Vendu Reglement St. 1908/No. 189) dan Pasal 180 HIR

1 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta,

2006, halaman 2.

17Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 2: Extra of Law

atau Pasal 191 RBG yang mengatur tentang pelaksanaan putusan secara serta

merta (uit voerbaar bij vorraad) atau provisionally enforceable (to have immidiate

effect) yakni pelaksanaan putusan dengan segera dapat dijalankan terlebih dahulu

sekalipun putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal-pasal itulah yang menjadi pedoman tindakan eksekusi, yang akan

dibahas lebih lanjut secara terperinci. 2Namun, pembahasan berdasarkan pasal-

pasal tersebut sama sekali tidak terlepas dari peraturan lain seperti yang terdapat

dalam asas-asas hukum, yurisprudensi, maupun praktek pengadilan sebagai alat

pembantu memecahkan penyelesaian masalah eksekusi yang timbul dalam praktek.

Misalnya eksekusi mengenai barang hipotik dan hak tanggungan tidak bisa

diselesaikan pelaksanaannya secara tepat dan sempurna tanpa mengaitkan pasal-

pasal eksekusi dengan ketentuan hipotik yang diatur dalam KUHPerdata maupun

ketentuan hak tanggungan yang diatur dalam UU Agraria No. 5 Tahun 1960 dan

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Begitu pula untuk memecahkan

masalah noneksekutabel (tidak dapat dieksekusi), kreditur yang paling utama

kedudukannya dalam eksekusi atas sita jaminan yang sama dan atas suatu barang

yang sama tidak bisa terlepas dari patokan atau acuan asas-asas eksekusi.

Demikian juga permasalahan eksekusi antara instansi pengadian dengan PUPN,

tidak bisa dipecahkan tanpa mengkaitkan aturan pasal-pasal eksekusi dengan UU

No. 49 PrP/1960 sebagai sumber hukum yang mengatur kewenangan “parate

eksekusi” yang dilimpahkan undang-undang kepada instansi PUPN.

2 Ibid., halaman 4-5.

18Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 3: Extra of Law

A.1.2. Pengertian dan Asas-Asas Eksekusi

3Prof. R. Subekti dan Ibu Retnowulan Sutantio mengalihkan istilah

eksekusi (executie) kedalam bahasa Indonesia dengan istilah “pelaksanaan

putusan”. Pembakuan istilah “pelaksanaan putusan” sebagai kata ganti eksekusi

dianggap sudah tepat, sebab jika betitik tolak dari ketentuan bab kesepuluh bagian

kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBH, pengertian eksekusi sama

dengan tindakan “menjalankan putusan” (ten uitvoer legging van vonissen).

Menjalankan putusan pengadilan, tidak lain daripada melaksanakan isi putusan

pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan

bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalan tidak mau menjalankannya

secara sukarela.

Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat

dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, asas-asas atau aturan umum eksekusi

adalah sebagai berikut :4

- eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat kondematoir;

- karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, didalamnya mengandung

hubungan hukum yang tetap dan pasti antara para pihak yang berperkara;

- karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti (fixed and certain), maka mesti

ditaati dan dipenuhi;

3 Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Jakarta, 2006, halaman 3-4.

4 Ibid., halaman 4.

19Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 4: Extra of Law

- cara mentaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti tersebut

adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau dengan paksa melalui

bantuan alat-alat negara;

- kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepda Pengadilan Negeri;

- eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan Ketua Pengadilan

Negeri.

Terdapat beberapa pengecualian atas asas-asas atau aturan umum eksekusi

tersebut di atas. Dalam kasus-kasus tertentu, undang-undang memperbolehkan

eksekusi terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau

eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap bentuk produk tertentu diluar

putusan. Adakalanya eksekusi bukan merupakan tindakan menjalankan putusan

pengadilan, tetapi menjalankan pelaksanaan terhadap bentuk-bentuk produk yang

dipersamakan oleh undang-undang sebagai putusan yang teah memperoleh

kekuatan hukum tetap. Terhadap pengecualian yang dimaksud, eksekusi dapat

dijalankan sesuai dengan aturan tata cara eksekusi atas putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Berikut ini adalah bentuk-bentuk pengecualian

tersebut, yaitu :5

- Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar

bij vorraad)

Sesuai dengan ketentuan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBG

hakim dapat menjatuhkan putusan yang memuat amar putusan dapat

5 Ibid., halaman 4-5.

20Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 5: Extra of Law

dilaksanakan terlebih dahulu, yang lazim disebut “putusan dapat dieksekusi

serta merta”, sekalipun terhadap putusan itu dimintakan banding atau kasasi.

- Pelaksanaan Putusan Provisi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBG

pada kalimat terakhir mengenai “gugatan provisi” yakni tuntutan lebih dahulu

yang bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara. Apabila hakim

mengabulkan gugatan atau tuntutan provisi, putusan tersebut dapat dieksekusi

sekalipun perkara pokoknya belum diputus.

- Akta Perdamaian

Bentuk pengecualian lain adalah akta perdamaian yang diatur dalam Pasal 130

HIR atau Pasal 154 RBG. Menurut ketentuan pasal tersebut, selama

persidangan berlangsung, para pihak yang berperkara dapat berdamai, baik atas

anjuran hakim maupun atas inisiatif pihak yang berperkara. Apabila tercapai

perdamaian dalam persidangan, maka hakim akan membuat akta perdamaian

yang harus ditaati oleh para pihak. Sifat akta perdamaian yang dibuat di dalam

persidangan mempunyai kekuatan eksekusi seperti putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

- Eksekusi Terhadap Grosse Akta

Pengecualian lain yang diatur dalam undang-undang adalah menjalankan

eksekusi terhadap grosse akta baik grosse hipotik maupun grosse akta

pengakuan hutang, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258

RBG. Eksekusi yang dijalankan adalah memenuhi isi perjanjian yang dibuat

21Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 6: Extra of Law

para pihak dengan ketentuan perjanjian itu berbentuk grosse akta karena dalam

bentuk grosse akta melekat titel esekutorial, sehingga memiliki kekuatan

eksekutorial.

- Eksekusi Terhadap Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia

Atas obyek yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan atau menjadi

jaminan secara fidusia, pihak kreditur dapat langsung meminta dilakukan

eksekusi melalui penjualan secara lelang karena diperjanjikan klausul kuasa

menjual.

A.1.3. Bentuk-Bentuk Eksekusi

Salah satu asas eksekusi adalah hanya dapat dijalankan berdasarkan

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang bersifat

kondematoir, yakni dalam amar putusan terdapat pernyataan “penghukuman”

untuk melakukan suatu perbuatan yaitu :6

a. menyerahkan suatu barang;

b. mengosongkan sebidang tanah atau rumah;

c. melakukan suatu perbuatan tertentu;

d. menghentikan suatu perbuatan atau keadaan;

e. membayar sejumlah uang.

Berdasarkan amar putusan pengadilan yang bersifat kondematoir di atas,

maka bentuk-bentuk atau klasifikasi eksekusi dapat digolongkan menjadi :

6 Ibid., halaman 5.

22Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 7: Extra of Law

a. Eksekusi riil yaitu melakukan suatu tindakan nyata/riil seperti menyerahkan

suatu barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah, melakukan suatu

perbuatan tertentu dan menghentikan suatu perbuatan atau keadaan.

b. Eksekusi pembayaran uang yaitu membayar sejumlah uang.

Selanjutnya Prof. Sudikno Mertokusumo membagi jenis eksekusi menjadi

3 kelompok sebagai berikut :

a. membayar sejumlah uang, diatur dalam Pasal 196 HIR dan Pasal 208 RBG;

b. melaksanakan suatu perbuatan berdasarkan Pasal 225 HIR dan Pasal 259 RBG;

c. eksekusi riil berdasarkan Pasal 1033 RV.

Perbedaan antara eksekusi riil dengan eksekusi pembayaran uang dapat

diuraikan sebagai berikut :7

a. eksekusi riil mudah dan sederhana, sedangkan eksekusi pembayaran uang

memerlukan tahap sita eksekusi dan penjualan eksekusi;

b. eksekusi rill terbatas putusan pengadilan, sedangkan eksekusi pembayaran

uang meliputi akta yang disamakan dengan putusan pengadilan;

c. sumber hubungan hukum yang disengketakan, yakni bahwa pada umumnya

eksekusi riil adalah upaya hukum yang mengikuti persengketaan “hak milik”,

sedangkan eksekusi pembayaran uang hubungan hukumnya hanya terbatas

sekali semata-mata hanya didasarkan atas persengketaan “perjanjian hutang

piutang”.

7 Ibid., halaman 35.

23Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 8: Extra of Law

A.1.4. Eksekusi Jaminan Kebendaan

a. Eksekusi Hak Tanggungan

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun

1996 terkandung karakter parate eksekusi dan menjual atas kekuasaan

sendiri atau eigenmachtige verkoop (the right to sell), namun penerapannya

mengacu kepada ketentuan Pasal 224 HIR atau Pasal 256 RBG apabila

tidak diperjanjikan kuasa menjual sendiri. Penjualan lelang harus diminta

kepada Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan alasan cindera janji atau

wanprestasi.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak menjelaskan

apa yang dimaksud cidera janji. Dengan demikian, untuk menentukan

adanya cidera janji, maka harus merujuk kepada ketentuan Pasal 1243

KUHPerdata atau sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian

atau apabila dianalogikan dengan ketentuan Pasal 1178 KUHPerdata, yang

dikategorikan cidera janji adalah apabila debitor tidak melunasi hutang

pokoknya atau tidak membayar bunga yang terutang sebagaimana

mestinya.

Dari hasil penjualan, kreditur mengambil peluanasa lebih dahulu

atas seluruh hutang dari hasil penjuaan, dengan cara mengesampingkan

kreditur lain. Jika masih terdapat sisa, maka akan menjadi hak dari pemberi

hak tanggungan dan harus diserahkan kepadanya.

24Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 9: Extra of Law

Eksekusi ril berupa pengosongan atas obyek hak tanggungan yang

telah dijual, baik hal itu melalui pengadilan negeri berdasarkan Pasal 224

HIR atau melalui kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 6 Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1996, tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun

1996.

Apabila debitur cidera janji, pemenuhan pembayaran hutang akan

dilaksanakan melalui :

(1) parate eksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR dan Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996, dengan meminta fiat eksekusi kepada

Ketua Pengadilan Negeri, dimana berdasarkan permintaan tersebut,

Ketua Pengadilan Negeri akan melaksanakan penjualan lelang;

(2) melalui penjualan lelang atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 6

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu apabila dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan, pemberi hak tanggungan berjanji bahwa

pemegang hak tanggungan berhak menjual obyek hak tanggungan atas

kekuasaan sendiri, penjualan lelang dapat dilakukan tanpa campur

tangan pengadilan, sehingga pemegang hak tanggungan dapat langsung

meminta pelaksanaan penjualan kepada kantor lelang atau pejabat

lelang.

Penjualan dibawah tangan oleh pemegang hak tanggungan diatur

dalam Pasal 20 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996,

yaitu harus berdasarkan kesepakatan antara pemberi hak tanggungan

25Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 10: Extra of Law

dengan pemegang hak tanggungan. Kebebasan ini dimaksudkan untuk

mempercepat penjualan obyek hak tanggungan dan juga untuk mengurangi

pengeluaran biaya eksekusi yang harus dipikul oleh debitur.

Pelaksanaan penjualan menurut Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 baru dapat dilaksanakan :

(1) setelah lewat waktu 1 bulan dari tanggal pemberitahuan secara tertulis

oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak

yang berkepentingan, dengan tujuan untuk melindungi pihak-pihak

yang berkepentingan seperti pemegang hak tanggungan kedua, ketiga

dan kreditur lainnya dari pemberi hak tanggungan, sedangkan tanggal

pemberitahuan tertulis yang dimaksud dalam hal ini adalah tanggal

pengiriman pos tercatat atau tanggal penerimaan melalui kurir maupun

faksimili;

(2) diumumkan dalam sedikit-dikitnya 2 surat kabar;

(3) tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak mengatur mengenai

cidera janji, maka untuk menentukan apakah debitur cidera janji akan

merujuk kepada ketentuan Pasal 1243 jo. Pasal 1763 KUHPerdata. Namun

demikian, di beberapa negara diatur lebih rinci kapan debitur disebut cidera

janji atau default yaitu dalam hal :8

8 Ibid., halaman 303.

26Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 11: Extra of Law

(1) debitur melanggar salah satu ketentuan perjanjian yang berkenaan

dengan pokok pinjaman dan/atau bunga, yakni tidak membayar bunga

paling tidak 2 bulan;

(2) pelanggaran itu telah diberitahukan kepada debitur, namun meskipun

sudah lewat 3 bulan tetap tidak diindahkan.

Pasal 1267 KUHPerdata juga memberikan hak opsi kepada kreditur

untuk mengambil tindakan apabila debitur wanprestasi, tanpa

mempersoalkan apakah perjanjian telah jatuh tempo atau tidak, dengan

ketentuan meminta atau menuntut kepada pengadilan untuk memaksa

debitur memenuhi perjanjian, jika hal tu masih dilakukan oleh debitur atau

menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian biaya

kerugian dan bunga.

Dalam pelaksanaannya lelang hak tanggungan harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(1) dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan harus dimuat janji bahwa

apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan yang pertama

mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan

sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya daru hasil penjualan tersebut.

(2) pihak yang bertindak sebagai pemohon lelang adalah kreditur

pemegang hak tanggungan tingkat pertama;

(3) pelaksanaan lelang harus melalui pejabat lelang yang berwenang;

27Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 12: Extra of Law

(4) pengumuman lelang mengikuti tata cara pengumuman lelang eksekusi;

(5) tidak diperlukan persetujuan debitur untuk melaksanakan lelang;

(6) nilai limit sedapat mungkin ditentukan penjual;

(7) pelaksanaan lelang dapat melibatkan Balai Lelang pada jasa pralelang.

b. Eksekusi Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia adalah jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan

yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan yang tetap berada dalam

penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia

terhadap kreditor lainnya. Proses pembebanan fidusia dilakukan melalui

dua tahap sebagai berikut :

a. tahap pemberian jaminan fidusia dengan dibuatnya Akta Jaminan

Fidusia oleh notaris;

b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pendaftaran Fidusia yang merupakan

saat lahirnya jaminan fidusia yang dibebankan.

Asas-asas pokok dalam jaminan fidusia adalah sebagai berikut :

1. Asas Spesialitas atau Fixed Loan

Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Fidusia. Obyek jaminan fidusia merupakan agunan

atau jaminan atas pelunasan hutang tertentu yang memberikan

28Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 13: Extra of Law

kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur

lainnya. Oleh karena itu, obyek jaminan fidusia harus jelas dan tertentu

pada satu segi dan pada segi lain harus pasti jumlah hutang debitur atau

paling tidak dapat dipastikan atau diperhitungkan jumlahnya.

2. Asas Asesor

Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, fidusia

merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok (principal

agreement). Perjanjian pokoknya adalah perjanjian hutang, dengan

demikian keabsahan dan pengakhiran perjanjian fidusia akan

tergantung dari perjanjian pokoknya.

3. Asas Droit de Suite

Menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999,

jaminan fidusia akan tetap mengikuti benda yang menjadi obyek

jaminan fidusia tersebut, dalam tangan siapapun benda itu berada,

kecuali keberadannya pada pihak ketiga berdasarkan pengalihan atau

cessie berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata. Dengan demikian, hak

jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak atau in rem dan

bukan in personam

4. Asas Preferen (Droit de Preference)

Pengertian asas preferen atau hak didahulukan diatur dalam Pasal 27

ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu memberi hak

didahulukan atau diutamakan kepada penerima fidusia terhadap

29Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 14: Extra of Law

kreditur lain untuk mengambil pemenuhan pembayaran pelunasan

hutang atas penjualan benda obyek jaminan fidusia.

Lahirnya hak fidusia disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-

undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu terhitung sejak tanggal pendaftaran

akta fidusia ke kantor pendaftaran fidusia. Dengan demikian hak fidusia

akan tergantung dari fiing date dan apabila suatu obyek jaminan fidusia

dibebani lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, hak mendahului

diberikan kepada penerima fidusia yang lebih dahulu mendaftarkan pada

kantor pendaftaran fidusia (asas first registered).

Tujuan pendaftaran akta fidusia adalah untuk memenuhi asas

publisitas dan keterbukaan. Dengan demikian, segala keterangan mengenai

obyek jaminan fidusia yang berada pada kantor pendaftaran fidusia bersifat

terbukan untuk umum. Tujuannya adalah sebagai jaminan kepastian

terhadap kreditur lainnya mengenai kebenaran benda yang dibebani dengan

jaminan fidusia tersebut.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor

42 Tahun 1999, permohonan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia

memuat :

(1) identitas pemberi fidusia dan penerima fidusia;

(2) tanggal, nomor akta jaminan fidusia dan kedudukan notaris yang

membuat akta jaminan fidusia;

(3) data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

30Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 15: Extra of Law

(4) uraian mengenai obyek jaminan fidusia;

(5) nilai jaminan;

(6) nilai benda obyek jaminan fidusia.

Jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) Undang-

undang Nomor 42 Tahun 1999 akan dicatat dalam buku daftar fidusia.

Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000, fungsi

pekerjaan Dewan Komisaris adalah menerima permohonan, pendaftaran,

perjuangan dan latihan. Penerapan eksekusi jaminan fidusia harus

dilaksanakan berdasarkan ketentuan Bab V Undang-undang Nomor 42

Tahun 1999 mengenai obyek jaminan fidusia memberikan penegasan

kepastian atas ketidakjelasan praktek pengadilan terhadap eksekusi obyek

jaminan fidusia yang berlaku sampai dengan saat ini.

c. Eksekusi Gadai

Gadai termasuk jaminan yang memiliki hak didahulukan (droit de

preference). Berdasarkan Pasal 1133 KUHPerdata, gadai sama dengan

hipotik, artinya dilindungi hak preferen dan hak didahulukan. Oleh

karenanya, pemegang saham mempunyai hak mengambil pelunasan hutang

dari barang gadai dengan cara mengesampingkan kreditur lain. Bertitik

tolak dari hal tersebut di atas, Pasal 1334 KUHPerdata menempatkan

pemegang saham sebagai kredtitur sebagai kreditur konkuren.

31Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 16: Extra of Law

Salah satu prinsip pokok gadai diatur dalam Pasal 1152

KUHPerdata, yaitu :

- Obyek barang bergerak dan pitang

Perjanjian gadai hanya terbatas atas barang bergerak dan piutang,

sehingga tidak dibenarkan gadai atas barang tidak bergerak yang telah

diatur secara khusus (untuk obyek berupa tanah akan diikat dengan Hak

Tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, kapal

diatas 20m3 diikat dengan hipotik berdasarkan Bab XXI Buku II

KUHPerdata Pasal 1162-1232, pesawat terbang diikat dengan hipotik

berdasarkan aturan yang sama dengan kapal).

- Barang gadai mesti berpindah tangan di bawah kekuasaan

kreditur (pemegang gadai)

Syarat atau asas ini bersifat imperatif yakni barang gadai tidak boleh

tetap berada dibawah kekuasaan debitur (pemberi gadai), tetapi mesti

dialihkan ke tangan kreditur. Pelanggaran atas asas ini, yakni

membiarkan barang gadai tetap berada didalam kekuasaan debitur

mengakibatkan hak gadai menjadi tidak sah. Sehubungan dengan asas

ini, apabila barang gadai lepas dari kekuasaan pemegang gadai, dengan

sendirinya menurut hukum hak gadai akan hapus. Namun demikian,

apabila lepasnya barang gadai tersebut disebabkan dicuri, maka

berdasarkan Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata pihak yang menguasai

barang gadai tersebut akan dianggap sebagai pemiliknya.

32Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 17: Extra of Law

(3) Cara meletakkan hak gadai atas surat tunjuk (aan order)

Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 1152 bis KUHPerdata,

yaitu dengan endosemen dan selanjutnya surat akan diserahkan secara

fisik kepada pemegang gadai. Dengan endosemen, kreditur

dimungkinkan melakukan hak-hak yang timbul dari surat berharga

tersebut. Akan tetapi, dalam hal ini kepemilikan atas surat berharga

tersebut tidak beralih dan pemegang gadai berhak untuk menagih

menurut hukum hak atas surat berharga tersebut.

Timbulnya hak pemegang gadai untuk melakukan eksekusi diatur

dalam Pasal 1155 KUHPerdata, yaitu debitur cidera janji melaksanakan

kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam perjanjian

atau apabila tenggang waktu pemenuhan kewajiban tidak ditentukan dalam

perjanjian, debitur dianggap melakukan cidera janji memenuhi kewajiba

setelah adanya peringatan untuk membayar.

Tata cara eksekusi gadai dengan memperhatikan ketentuan Pasal

1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata telah ditentukan secara limitatif dan

imperatif dengan cara dan bentuk tertentu yaitu :

- Penjualan di muka umum

Penjualan dengan cara umum akan dilakukan menurut kebiasaan

setempat menurut syarat-syarat yang lazim berlaku. 9Dari hasil

penjualan, kreditur mengambil hasil pelunasan yang meliputi hutang

9 Ibid., halaman 273.

33Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 18: Extra of Law

pokok, bunga dan biaya yang timbul dari penjualan. Pasal 1155 pada

dasarnya juga mengatur penjualan secara ipso juri memberikan hak

parate executie dengan hak menjual atas kuasa sendiri (rechts van

eigenmachtige verkoop, the right to sell) obyek barang gadai kepada

pemegang gadai, namun Pasal 1155 mengatur prinsip-prinsip pokok

sebagai berikut :

a) penjualan barang lelang harus dilakukan di muka umum melalui

lelang (executoriale verkoop);

b) ketentuan penjualan barang lelang di muka umum bersifat “mandat

memaksa” (imperatief mandaat atau mandatory instruction) yang

diberikan kepada pemegang gadai atau kreditur dalam

kedudukannya sebagai eigenmachtige verkoop.

- Barang perdagangan dijual di pasar atau efek dijual di bursa

Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata mengatur bahwa penjualan atas

barang perdagangan atau efek dapat dilakukan dengan cara

menyimpang dari aturan pokok penjualan di muka umum, yaitu :

a) penjualan barang-barang perdagangan dapat dilakukan di pasar

tempat barang-barang tersebut biasa diperdagangkan;

b) penjualan efek dapat dilakukan di bursa;

c) syarat penjualan harus dilakukan dengan perantaraan 2 orang

makelar yang memiliki keahlian dalam melakukan penjualan atas

barang-barang tersebut.

34Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 19: Extra of Law

- Penjualan menurut cara yang ditentukan Hakim

Cara eksekusi ini diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata yang mengatur

bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur dapat menuntut kepada

Hakim agar barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan Hakim

atau Hakim mengizinkan agar barang gadai tetap berada di tangan

pemegang gadai atau kreditur, sebagai pelunasan atas jumlah yang akan

ditentukan oleh Hakim dalam putusan sampai meliputi hutang pokok,

bunga dan biaya.10 Ketentuan ini pun dapat menjadi dasar pengecualian

dari dilaksanakannya cara penjualan barang perdagangan dan efek

sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata. Dengan

demikian, sekiranya pemegang gadai tidak menghendaki penjualan

barang gadai dimuka umum atau penjualan barang dagangan atau efek

menurut di pasar atau bursa, pemegang gadai dapat mengajukan

gugatan untuk meminta agar Pengadilan memutuskan cara penjualan

lain yang ditentukan oleh Pengadilan.11

d. Eksekusi Hipotik Kapal Laut dan Pesawat Terbang

Pada prinsipnya pelaksanaan eksekusi hipotik kapal laut dan

pesawar terbang dapat dilaksanakan melalui beberapa alternatif sebagai

berikut :

10 Ibid., halaman 274. 11 Ibid.,.

35Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 20: Extra of Law

- Melalui proses Litigasi

12Pemegang hipotik kapal laut dapat mengajukan gugatan terhadap

debitur sebagai tergugat pada pengadilan yang memiliki komptensi

relatif sesuai dengan Pasal 118 KUHPerdata. Melalui gugatan

tersebut akan dilaksanakan pemeriksaan sesuai dengan sistem

kontradiktoir mulai dari tahap gugatan, jawaban, replik, duplik,

pembuktian, kesimpulan dan putusan. Terhadap putusan pengadilan

terbuka upaya hukum banding, kasasi ataupun peninjauan kembali.

Memperhatikan panjangnya proses persidangan atas gugatan

litigasi, kurang tepat jika kreditur pemegang hipotik menempuh

cara penyelesaian ini.

- Mengajukan permohonan eksekusi berdasarkan Pasal 224 jo.

Pasal 195 HIR

Sebagaimana diatur dalam Pasal 224 KUHPerdata, akta hipotik

termasuk dalam kategori grosse akta yang memiliki kekuatan

eksekutorial, sehingga dapat disamakan dengan putusan pengadilan

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan demikian,

apabila debitur cidera janji, maka kreditur atau pemegang hipotik

dapat langsung meminta fiat eksekusi berdasarkan Pasal 224 jo.

Pasal 195 dan Pasal 196 HIR kepada Ketua Pengadilan Negeri.

12 Ibid., halaman 281-282.

36Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 21: Extra of Law

- Penjualan lelang oleh kreditur berdasarkan kuasa sendiri

sesuai dengan Pasal 1178 KUHPerdata

Berdasarkan Pasal 1178 KUHPerdata, para pihak dapat

memperjanjikan mengenai pemberian kuasa kepada kreditur

pemegang hipotik untuk menjual sendiri barang hipotik tanpa

campur tangan pengadilan negeri apabila debitur melakukan cidera

janji. Akan tetapi, meskipun penjualan tersebut dilakukan tanpa

campur tangan pengadilan negeri dan dengan mengesampingkan

ketentuan Pasal 224 HIR, penjualan tersebut harus dilakukan

dimuka umum melalui kantor lelang.

- Penjualan dibawah tangan

Pada dasarnya penjualan hipotik tidak dapat dilakukan secara

bawah tangan berdasarkan ketentuan Pasal 224 HIR dan Pasal 1178

ayat (2) jo. Pasal 1211 KUHPerdata. Namun demikian, 13secara

analogis penjualan hipotik dapat dilakukan secara bawah tangan

dengan mengacu pada ketentuan Pasal 20 Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996, dengan syarat-syarat sebagai berikut :

a) harus berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur

setelah debitur melakukan wanprestasi berdasarkan Pasal 20

ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996;

b) bentuk kesepakatan harus tertulis;

13 Ibid., halaman 284.

37Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 22: Extra of Law

c) diperkirakan dapat diperoleh harga yang lebih tinggi;

d) pelaksanaan penjualan harus berpedoman padal Pasal 20 ayat

(3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu dalam waktu 1

bulan dari tanggal pemberitahuan secara tertulis dari pemberi

atau pemegang hipotik, diumumkan dalam sedikitnya 2 surat

kabar dan tidak ada pihak yang berkeberatan.

A.2. TINJAUAN UMUM MENGENAI GADAI SEBAGAI JAMINAN

KEBENDAAN

A.2.1. Pengertian dan Konsepsi Gadai

Pengertian gadai dirumuskan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata yang menyatakan sebagai berikut :

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Mr. Dr. Vollmar menyatakan bahwa hak gadai dalam Pasal 1150

KUHPerdata diberi definisi sebagai suatu hak atas benda bergerak milik orang

lain, yang tujuannya bukan untuk memberi kenikmatan atas benda tersebut kepada

orang yang berhak (pemegang gadai), tetapi hanya untuk memberi jaminan tertentu

38Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 23: Extra of Law

bagi pemenuhan suatu tagihan.14 Lazimya hak gadai tersebut dikategorikan sebagai

pengertian hak kebendaan (zakelijk recht), oleh karena melekat pada suatu barang

dan akan tetap berada, meskipun barangkali milik atas barang tersebut kemudian

jatuh ke tangan orang lain.15 Disamping itu, karena hak kebendaan akan

memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda kekuasaan mana dapat

dipertahankan terhadap tiap orang,16 maka setiap pihak yang berkedudukan

sebagai pemegang gadai berhak untuk secara hukum mempertahankan hak tersebut

kepada pihak lain.

Prof. Subekti berpendapat bahwa hak gadai akan memberikan kewenangan

untuk menyerahkan bezit atas suatu benda, dengan tujuan untuk mengambil

pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu lebih dahulu dari

penagih-penagih lainnya.17 Bezit sendiri adalah suatu keadaan lahir, dimana

seorang menguasai suatu benda seolah-olah itu kepunyaannya sendiri, keadaan

mana oleh hukum dilindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda

sebenarnya ada pada siapa.18 Berdasarkan pendapat ini, maka dalam gadai

penguasaan atas suatu benda akan diserahkan oleh pemiliknya kepada pihak

kreditur dan bukan hak milik atas benda tersebut. Akibatnya, hak milik akan tetap

14 H. F. A. Vollmar, Hukum Benda, disadur oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1980, halaman 185. 15 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda, PT Pembimbing Masa, Jakarta, 1963, halaman 181. 16 Subekti, op.cit., halaman 52. 17 Ibid., halaman 65. 18 Ibid., halaman 52.

39Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 24: Extra of Law

secara hukum berada pada pemilik benda, hanya saja secara faktual penguasaan

atas benda tersebut berada di tangan pihak kreditur. Hal ini dipertegas oleh

ketentuan Pasal 1152 KUHPerdata dalam paragraf pertama yang menyatakan

sebagai berikut :

“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakan dengan membawa barangnya gadai di bawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa disetujui oleh kedua belah pihak.”

Perlu diingat bahwa dalam gadai, hak menguasai benda yang digadaikan

tidak meliputi hak untuk memakai barang tersebut. Dengan demikian, gadai

memiliki karakteristik yang berbeda dengan hak kebendaan lainnya seperti hak

erfpacht, hak opstal, hak vruchtgebruik, hak memakai dan hak mendiami. Selain

itu, gadai menurut KUHPerdata semata-mata hanya bertujuan untuk menjamin

pelunasan hutang debitur kepada kreditur, yang mana hal ini berbeda dengan

konsepsi gadai berdasarkan hukum adat yang memberikan hak kepada si

pemegang gadai untuk memakai dan memungut hasil atas benda yang digadaikan

tersebut.19

Hak gadai atau pandrecht merupakan suatu hak accessoir artinya adanya

hak itu tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, ialah perjanjian hutang

piutang yang dijamin dengan hak tersebut. Hak ini semata-mata diadakan karena

19 Wirjono Prodjodikoro, op.cit., halaman 181.

40Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 25: Extra of Law

perjanjian dan karenanya gadai menurut hukum tidak akan daapat terjadi.20 Yang

dapat dijadikan obyek dari gadai adalah segala benda bergerak yang bukan

merupakan milik dari pihak yang memberikan hutang atau kreditur. Sebaliknya

tidaklah perlu bahwa benda itu kepunyaan pihak yang berhutang atau debitur,

meskipun biasanya pihak debitur akan memberikan tanggungan berupa benda

miliknya yang digadaikan.

Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi atau dipecah-pecah artinya 21hak gadai

tidak menindih bagian-bagian dari benda gadai berdaarkan perimbangan

hutangnya, tetapi menindih seluruh hutang dan setiap bagian dari hutang menindih

semua benda gadai sebagai suatu keseluruhan. Ketentuan mengenai hal tersebut

diatur dalam Pasal 1160 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut :

“Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun utangnya diantara para waris si berutang atau diantara para warisnya si berpiutang dapat dibagi-bagi.”

Hak gadai tidak hanya dapat diadakan oleh debitur sendiri, tetapi juga oleh

pihak lain atas benda-benda yang mereka miliki. Pasal 1150 KUHPerdata mencoba

menyatakan ini, tetapi dari kata-kata “atas namanya sendiri” yang terdapat dalam

pasal tersebut, tidak boleh ditarik kesimpulan bahwa pihak lain yang dimaksud

20 H. F. A. Vollmar, op.cit., halaman 186. 21 J. Satrio, loc.cit., halaman 130.

41Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 26: Extra of Law

hanya dapat bertindak sebagai wakil dari debitur, sebab maksudnya adaah bahwa

pihak tersebut dapat bertindak sebagai penggadai.22

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka secara umum unsur-unsur gadai

adalah sebagai berikut:

1. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang

bergerak. Pada dasarnya gadai itu merupakan suatu hak kebendaan bagi pihak

yang berpiutang atau kreditur. Hak kebendaan hanya meliputi barang-barang

yang bergerak dan tidak meliputi barang-barang yang tidak bergerak.

2. Barang bergerak tersebut diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau

seorang lain atas namanya. Perolehan dan penyerahan barang bergerak tersebut

adalah dari pihak yang berutang atau debitur ataupun dari pihak ketiga.

Penyerahan dapat dilakukan secara nyata ataupun melalui sebuah akta.

3. Memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan

dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang

lainnya. Melalui hak kebendaan berupa gadai ini, pihak yang berpiutang atau

kreditur menjadi kreditur konkuren terhadap kreditur-kreditur lainnya dalam

hal pelunasan hutang-hutang pihak yang berutang atau debitur.

4. Dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah

dikeluarkan untuk menyelematkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-

biaya mana harus didahulukan. Walaupun pihak yang berpiutang atau kreditur

ini memiliki hak konkuren dibandingkan dengan kreditur yang lainnya, namun

22 H. F. A. Vollmar, op.cit., halaman 186.

42Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 27: Extra of Law

terdapat hak lain yang lebih tinggi yaitu hak yang dimiliki oleh balai lelang

atas biaya-biaya pelelangan barang bergerak dan biaya pemeliharaan barang

bergerak yang digadaikan. Pelunasan biaya-biaya tersebut harus didahulukan

dari pelunasan atau hak-hak yang lain.

A.2.2. Obyek Gadai

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1150 jo. Pasal 152 KUHPerdata, benda

yang dapat dijadikan sebagai obyek gadai adalah benda bergerak. 23Perlu

diperhatikan bahwa suatu benda akan dapat dikategorikan sebagai benda bergerak

karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang

bergerak karena sifatnya adalah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau

dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot

rumah. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang misalnya

bruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, surat-surat sero daru suatu

perseroan perdagangan, surat-surat obligasi Negara dan sebagainya. Selanjutnya

hak atas suatu karangan dan hak atas suatu pendapatan dalam ilmu pengetahuan

juga dikategorikan sebagai benda bergerak.

Disamping merupakan benda yang bergerak, obyek gadai juga harus dapat

dipindahtangankan (dijual, diwariskan dan sebagainya) dan bukan miliki kreditur

23 Subekti, op.cit., halaman 51-52.

43Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 28: Extra of Law

sendiri.24 Dengan adanya penyebutan secara khusus dan berturut-turut dalam Pasal

1152 (1) KUHPerdata tentang “Hak gadai atas benda-benda bergerak dan

piutang-piutang atas bawa/tunjuk”, dapat disimpulkan bahwa gadai juga dapat

diletakkan, baik atas barang-barang bergerak bertubuh (berwujud) maupun yang

tidak bertubuh,25 termasuk dalam hal ini adalah suatu tagihan atau piutang

sebagaimana juga diatur dalam Pasal 1153, Pasal 1152 bis dan Pasal 1158

KUHPerdata. Piutang-piutang tersebut dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. piutang atas tunjuk (order) atau piutang atas bawa (toonder);

b. piutang atas nama (op naam).

Untuk meletakkan hak gadai terhadap piutang atas tunjuk diperlukan selain

endosemen, juga penyerahan suratnya yang membuktikan adanya piutang itu,

seperti yang ditentukan dalam Pasal 1152 bis dari KUHPerdata sebagai berikut :

“Untuk meletakkan hak gadai atas surat-surat tunjuk diperlukan selain endesomennya, juga penyerahan suratnya.”

Sedangkan untuk meletakkan hak gadai terhadap piutang atas nama (op

naam) diperlukan pemberitahuan dengan penggandaian itu kepada si debitur dari

piutang yang digadaikan.26 Ketentuan ini dapat dibaca dalam Pasal 1153

KUHPerdata sebagai berikut :

“Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya,

24 Kartono, Hak-hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, halaman 18. 25 J. Satrio, loc.cit., halaman 92. 26 Kartono, op.cit., halaman 18.

44Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 29: Extra of Law

kepada orang terhdap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang ijin si pemberi gadai dapat dimintanya suatu bukti tertulis.”

Setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka pihak debitur selanjutnya wajib

membayar kepada pemegang gadai (orang kepada siapa piutang tersebut

digadaikan), jadi tidak lagi kepada krediturnya yang semula.

Penyerahan dalam gadai atas barang-barang bergerak bertubuh atau barang

bergerak tidak bertubuh yang berupa tagihan atas tunjuk dilakukan dengan cara

penyerahan nyata (Pasal 1150 jo. Pasal 1153 KUHPerdata), sedangkan untuk

benda-benda tidak bertubuh yang berupa tagihan atas order dilakukan dengan

endosemen disertai penyerahan nyata (Pasal 1152 bis KUHPerdata). Penyerahan

atau levering dalam hal ini bukan merupakan penyerahan yuridis serta bukan

penyerahan yang mengakibatkan si penerima menjadi pemilik. Oleh karenanya,

pemegang gadai dengan penyerahan tersebut hanya berkedudukan sebagai

pemegang saja dan tidak menjadi bezitter dalam arti bezit keperdataaan.27

A.2.3. Para Pihak Dalam Gadai

Berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata, maka para pihak yang

terlibat dalam gadai adalah pemberi gadai sebagai pihak yang memberikan

jaminan dan penerima gadai yang dalam hal ini merupakan kreditur atas piutang

yang dijamin dengan benda gadai tersebut. Oleh karena pada umumnya kreditur

27 J. Satrio, op.cit., halaman 93.

45Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 30: Extra of Law

akan menerima jaminan gadai, maka dalam praktek sering kali disebut sebagai

pemegang gadai. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan bahwa atas persetujuan

para pihak, benda gadai dipegang oleh pihak ketiga sebagaimana diatur dalam

Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata.28 Dalam hal barang gadai dipegang oleh pihak

ketiga, maka pihak ketiga tersebut disebut sebagai pihak ketiga pemegang gadai.

Dalam Pasal 1156 KUHPerdata diatur bahwa pemberi gadai adalan pihak

yang memiliki hutang. Atas dasar tersebut, maka orang dapat menggadaikan

barangnya untuk menjamin hutang orang lain atau orang dapat mempunyai hutang

dengan jaminan gadai atas barang orang lain. Dalam hal debitur sendiri yang

memberikan jaminan gadai, maka ia disebut kreditur pemberi gadai, sedangkan

dalam hal jaminan gadai adalah milik dan diberikan oleh pihak ketiga, maka

disebut sebagai pihak ketiga pemberi gadai.

A.2.3. Perjanjian Gadai

Hak gadai secara yuridis akan lahir berdasaran perjanjian antara pemberi

gadai dengan penerima gadai, sehingga dalam hal ini perjanjian gadai tersebut

harus tunduk kepada ketentuan syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut :

“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan duoerlukan empat syarat : 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal.

28 Ibid., halaman 90.

46Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 31: Extra of Law

Sehubungan dengan rumusan ketentuan tersebut di atas, penjelasan atas

masing-masing syarat dapat diuraikan sebagai berikut :

Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus memiliki kemauan

yang bebas untuk dapat mengikatkan dirinya dan kemauan itu harus

dinyatakan. Kemauan yang bebas sebagai syarat perjanjian yang sah tersebut

akan dianggap tidak ada apabila perjanjian tersebut telah terjadi karena

paksaan/dwaang (Pasal 1323 jo. Pasal 1324 KUHPerdata), kekhilafan/dwaling

(Pasal 1321 jo. Pasal 1322 KUHPerdata) atau penipuan/bedrog (Pasal 1328

KUHPerdata) .

Paksaan terjadi jikalau seseorang memberikan persetujuannya karena

ia takut terhadap suatu ancaman, misalnya akan dianiaya atau akan dibuka

suatu rahasia apabila ia tidak menyetujui suatu perjanjian. Yang diancamkan

harus merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-

undangan. Jikalau yang diancamkan itu suatu perbuatan yang memang

diizinkan oleh undang-undang misalnya ancaman akan menggugat di muka

Hakim dengan penyitaan barang, maka tidak dapat dikatakan bahwa telah

terjadi suatu paksaan.29

Kekhilafan dibedakan dalam kekhilafan mengenai orangnya yang

dinaman error in persona dan kesesatan mengenai hakikat atau sifat barangnya

29 Subekti, loc.cit., halaman 112.

47Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 32: Extra of Law

yang dinamakan error in substantia.30 Kekhilafan mengenai orang terjadi

misalnya jikalau seorang direktur opera membuat kontrak dengan orang yang

dikiranya seorang penyanyi yang tersohor dan kemudian ternyata orang

tersebut bukan orang yang dimaksud, hanya namanya saja yang kebetulan

sama. Kekhilafan mengenai barang terjadi misalnya apabila seseorang membeli

sebuah lukisan yang dikiranya dari Basuki Abdullah dan kemudian ternyata

hanya turunan saja.

Penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan

keterangan-keterangan yang tidak benar disertai dengan akal-akalan cerdik,

sehingga pihak lainnya terbujuk karenanya untuk memberikan perizinan.31

Berdasarkan ketentuan Pasal 1328 KUHPerdata, penipuan yang dimaksud

dalam hal ini tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

Ad.2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Sehubungan dengan kecakapan para pihak sebagai salah satu syarat

sahnya suatu perjanjian, Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut :

“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika olehu undang-undang tidak dinyatakan cakap.”

Selanjutnya Pasal 1332 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut :

30 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,

halaman 75-76. 31 Subekti, op.cit., halaman 113.

48Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 33: Extra of Law

“Tidak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah : 1. orang-orang belum dewasa; 2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-

undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu,”

Menurut KUHPerdata, seseorang sudah dianggap telah dewasa dan oleh

karenanya oleh hukum dianggap cakap membuat perjanjian, jika :

a. sudah genap berumur 21 tahun;

b. sudah kawain, meskipun belum genap berumur 21 tahun; atau

c. sudah kawin dan kemudian bercerai , meskipun belum genap berumur 21

tahun.

32Namun demikian, dengan keluarnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, maka ketentuan umur dewasa diubah sehingga menjadi 18

tahun atau sudah pernah kawin. Ketentuan ini belaku untuk semua warga

negara Indonesia tanpa membedakan golongan penduduknya. Keberadaan

ketentuan ini menyebabkan berlakunya syarat-syarat dewasa menurut

KUHPerdata tidak lagi berlaku secara mutlak, karena khusus untuk masalah

perkawinan, maka syarat kedewasaan seseorang akan tunduk kepada ketentuan

Udang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

Khusus mengenai syarat izin bagi wanita yang bersuami, sejak tahun

1963 dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963

32 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1999, halaman 65.

49Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 34: Extra of Law

yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di

seluruh Indonesia, kedudukan wanita yang telah bersuami diangkat ke derajat

yang sama dengan pria. Untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap

di muka pengadilan, wanita bersuami tidak lagi membutuhkan bantuan dari

suaminya. Dengan demikian, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi.

Ad.3. Suatu hal tertentu

Yang dapat diperjanjikan dalam suatu perjanjian harus suatu hal atau

suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Syarat ini perlu untuk dapat

menetapkan kewajiban dari si berhutang jika terjadi perselisihan.33 Beberapa

persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang terhadap obyek tertentu dari

suatu perjanjian adalah sebagai berikut :34

a. barang yang merupakan obyek perjanjian tersebut haruslah barang yang

dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUHPerdata);

b. pada saat perjanjian dibuat, minimal barang tersebut sudah dapat ditentukan

jenisnya;

c. jumlah barang tersebut boleh tidak tertentu, asal saja jumlah tersebut

kemudian dapat ditentukan atau dihitung (Pasal 1332 ayat (2)

KUHPerdata);

33 Subekti, op.cit., halaman 113. 34 Munir Fuady, op.cit., halaman 72.

50Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 35: Extra of Law

d. barang tersebut dapat juga barang yang baru akan ada di kemudian hari

(Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata);

e. tidak dapat dibuat perjanjian terhadap barang yang masih ada daka warisan

yang belum terbuka (Pasal 1334 ayat (2) KUHPerdata.

Ad.4. Suatu sebab yang halal

35Undang-undang pada dasarnya tidak memberikan pengertian

mengenai “sebab” (oorzaak, causa). Sudah jelas bahwa yang dimaksud dengan

kausa bukanlah hubungan sebab akibat, sehingga pengertian kausa dalam hal

ini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan ajaran kausaliteit.

Disamping itu, yang dimaksud dengan “kausa” bukan sebab yang mendorong

pada pihak untuk mengadakan perjanjian, karena apa yang menjadi motif dari

seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian hukum.

Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan kausa adalah isi atau

maksud dari perjanjian. Melalui syarat kausa, di dalam praktek merupakan

upaya untuk menempatkan perjanjian di bawah pengawasan Hakim.36 Hakim

dapat menguji apakah tujuan dari isi perjanjian tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

35 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, loc.cit., halaman 81. 36 Ibid..

51Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 36: Extra of Law

Berkaitan dengan syarat sebab yang halal dalam satu perjanjian diatur

dalam Pasal 1335-1337 KUHPerdata, yang masing-masing mengatur sebagai

berikut :

a. Pasal 1135 KUHPerdata

“Suatu persetujuan tapa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.”

b. Pasal 1336 KUHPerdata

“Jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah.”

c. Pasal 1337 KUHPerdata

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal di atas, maka suatu perjanjian tidak

memenuhi unsur sebab yang halal jika :

a. perjanjian dibuat sama sekali tanpa sebab;

b. perjanjian dibuat dengan sebab yang palsu;

c. perjanjian dibuat dengan sebab yang terlarang, yang terdiri dari :

(i) sebab yang bertentangan dengan kesusilaan;

(ii) sebab yang bertentangan dengan ketertiban umum. yang dilarang

oleh peraturan perundang-undangan;

Kedua syarat yang pertama yaitu syarat “kesepakatan” dan “kecakapan”

dinamakan syarat subyektif karena berkaitan dengan subyek dari perjanjian. Jika

52Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 37: Extra of Law

terjadi salah satu dari hal tersebut, yaitu perjanjian tidak didasarkan kesepakatan

secara bebas atau salah satu pihak tidak cakap membuat perjanjian, maka

perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh Hakim atas permintaan pihak yang telah

memberikan kesepakatan secara tidak bebas atau yang tidak cakap membuat

perjanjian itu (vernietigbaar).37 Sebaliknya orang yang berhak meminta

pembatalan perjanjian itu juga dapat menguatkan perjanjian tersebut, penguatan

mana dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam.

Sedangkan kedua syarat yang terakhir yaitu “hal tertentu” dan “sebab yang

halal” merupakan syarat obyektif dari suatu perjanjian. Konsekuensi yuridis dalam

hal suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka perjanjian tidak

mempunyai kekuatan hukum. Dengan perkataan lain, perjanjian tersebut akan

merupakan pejanjian yang batal demi hukum.38

Perjanjian gadai harus memenuhi syarat-syarat umum sahnya perjanjian

sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dalam hal perjanjian gadai melanggar syarat-

syarat tersebut, maka perjanjian gadai tersebut akan “dapat dibatalkan” apabila

melanggar syarat subyektif atau “batal demi hukum” apabila melanggar syarat

obyektif.

Sehubungan dengan pembuktian dari perjanjian gadai, Pasal 1151

KUHPerdata menyatakan sebagai berikut :

37 Subekti, loc.cit., halaman 113. 38 Munir Fuady, loc.cit., halaman 75.

53Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 38: Extra of Law

“Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuannya pokok.” Berdasarkan Pasal 1151 KUHPerdata, maka perjanjian gadai dapat dibuktikan

dengan segala alat bukti sepanjang hal tersebut diperbolehkan oleh peraturan

perundang-undangan mengenai pembuktian persetujuan pokoknya. Oleh karena

persetujuan pokok bisa merupakan perjanjian obligatoir apa pun, namun pada

umumnya berupa perjanjian hutang, maka perjanjian gadai juga tidak terikat

kepada suatu bentuk tertentu, bisa lisan maupun tertulis, baik otentik ataupun

bawah tangan.39

Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu

kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan perjanjian

hutang piutang dan karenanya dikatakan bahwa perjanjian gadai akan mengabdi

kepada perjanjian pokoknya atau merupakan perjanjian yang bersifat accessoir.40

Perjanjian accessoir mempunyai ciri-ciri antara lain :41

a. tidak dapat berdiri sendiri;

b. ada/timbulnya maupun hapusnya bergantung pada perikatan pokoknya;

c. apabila perikatan pokoknya dialihkan, accessoir turut beralih.

Dengan demikian, konsekuensi perjanjian gadai sebagai perjanjian accessoir

adalah :42

39 J. Satrio, loc.cit., halaman 100. 40 Ibid. 41 Ibid., halaman 101.

54Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 39: Extra of Law

a. bahwa sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin batal karena melanggar

ketentuan gadai yang bersifat memaksa, tetapi perjanjian pokoknya sendiri

yang biasanya berupa perjanjian hutang piutang/kredit akan tetap berlaku,

apabila dibuat secara sah, hanya saja tagihan tersebut apabila tidak memilki

dasar preferensi yang lain, maka berkedudukan sebagai tagihan konkuren

belaka.

b. hak gadainya sendiri tidak dapat dipindahkan tanpa turut sertanya (turut

berpindahnya) perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya pengoperan perikatan

pokok meliputi pula semua accessoirnya, dalam mana yermasuk hak gadainya

(apabila ada). Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1533 KUHPerdata

yang mengatur sebagai berikut :

“Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya,

sepertinya penanggungan-penanggungan, hak istimewa dan hipotik-hipotik.”

A.2.4. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai

Hak-hak dari pemegang gadai menurut KUHPerdata antara lain adalah

sebagai berikut :43

a. Hak untuk menahan barang gadai (“retentie”) selama belum dilakukan

pelunasan atas hutang kepada, bunga dan biaya-biaya lain kepada

pemegang gadai yang harus dibayar oleh si berhutang. Hal ini dinyatakan

42 Ibid. 43 Wirjono Prodjodikoro, loc.cit., halaman 185-186.

55Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 40: Extra of Law

dalam Pasal 1159 KUHPerdata ayat (1) yang juga menyebutkan selama

pemegang gadai tidak melakukan misbruik atau memakai secara tidak sesuai

dengan maksudnya/sifatnya barang gadai tersebut. Sedangkan Pasal 1159 ayat

(2) KUHPerdata memperluas hak menahan tersebut dalam hal terdapat hutang

kedua dari si berhutang yang sudah harus dibayar pada saat hutang pertama

yang dijamin dengan gadai belum dibayar. Dalam hal ini pemegang gadai

dapat menahan barang gadai sampai dengan hutang kedua tersebut dibayar

lunas.

b. Hak untuk mendapat pembayaran hutang dari uang pendapatan

penjualan barang yang digadaikan (verhaalsrecht). Hal ini diatur dalam

Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata. Disamping itu, dalam Pasal 1154

KUHPerdata juga ditentukan bahwa apabila si berhutang tidak membayar

hutangnya tidak diperbolehkan di pemegang gadai memiliki barang itu dan

bahwa kalaupun diadakan perjanjian yang memperbolehkan mengenai hal

tersebut, perjanjian yang dimaksud adalah batal (nietig). Yang diperbolehkan

adalah hanya memperhitungkan pendapatan kembali dari uang pinjaman

dengan uang penjualan gadai. Menurut Pasal 1155 KUHPerdata penjualan

harus dilakukan di muka umum dan didahului dengan suatu teguran untuk

membayar hutang. Kalau barang gadai berupa barang dagangan atau surat-surat

yang biasanya diperdagangkan dalam pasar bursa, maka penjualan harus

dengan perantaraan dua orang makelar, yaitu orang-orang pedagang perantara.

Menurut Pasal 1156 KUHPerdata, pemegang gadai dapat menempuh jalan lain,

56Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 41: Extra of Law

yaitu meminta kepada Hakim supaya Hakim menetapkan cara bagaimana

penjualan tersebut harus dilaksanakan atau supaya barangnya ditetapkan oleh

Hakim menjadi milik si pemegang gadai sebagai pembayaran hutang,

seluruhnya atau sebagian. Dalam hal tersebut, maka harga nilai dari barang-

barang adalah lebih dari sisa hutang dan kelebihan tersbut harus dibayar berupa

uang tunai oleh si pemegang gadai kepada si pemberi gadai.

c. Hak untuk memperhitungkan biaya-biaya yang perlu guna

mempertahankan barang gadai (Pasal 1157 ayat (2) KUHPerdata.

Sebaliknya apabila barang gadai hilang atau menjadi kurang harga nilainya

akibat kesalahan si pemegang gadai, maka kerugian tersebut harus diganti oleh

si pemegang gadai (Pasal 1157 ayat (1) KUHPerdata). Dalam hal yang

digadaikan adalah saham-saham dari suatu perseroan terbatas, lalu terdapat

keraguan mengenai hak-hak yang melekat pada pemegang saham tersebut,

terutama hak untuk mengeluarkan suara dalam rapat umum pemegang saham,

maka hal ini dapat diantisipasi apabila dalam pemberian gadai saham tersebut

dilakukan persetujuan khusu yang memperkenankan si pemegang gadai

mengeluarkan suara dalam rapat umum pemegang saham, dengan berdasarkan

atas suatu surat kuasa dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.

d. Dalam hal suatu piutang digadaikan, si pemegang gadai mempunyai hak

untuk menagih hutang tersebut. Apabila hak ini dianggap ada, maka dapat

dipersoalkan apakah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1154 KUHPerdata

yang secara mutlak tidak memperbolehkan si pemegang gadai untuk memiliki

57Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 42: Extra of Law

barang gadai, sedangkan hak menagih hutang tersebut tidak berbeda dengan

hak memiliki barang tersebut. Pendapat yang tidak memperbolehkan si

pemegang gadai menagih hutang tersebut adalah kaku, oleh karena menurut

pendapat ini pelaksanaan dari hak gadai hanya dapat dilakukan secara menjual

piutang di muka umum, dengan tujuan supaya mendapat pembayaran hutang,

jadi praktis sana saja dengan penagihan hutangnya secara langsung.

e. Dalam melaksanakan hak gadai dengan cara menjual barang gadai, si

pemegang gadai berhak untuk didahulukan menerima pembayaran

hutangnya sebelum para berpiutang lain (recht van voorrang). Hal ini

ditegaskan oleh Pasal 1150 KUHPerdata yang menyebutkan dua pengecualian,

yaitu bahwa terdapat 2 macam hutang yang harus dibayar lebih dahulu

daripada hutang yang dijamin dengan hak gadai, yaitu biaya sita dan

pelelangan untuk melaksanakan hak gadai serta biaya yang perlu dikeluarkan

untuk mempertahankan barang gadai dari kemusnahan.

Disamping hak-hak sebagaimana diuraikan di atas pemegang gadai juga

memiliki kewajiban untuk merawat benda gadai yang berada padanya. Mengenai

hal ini Pasal 1157 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut :

“Si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotannya barangnya sekedar itu telah terjadi karena kekeliruannya. Sebaliknya si berpiutang diwajibkan mengganti kepada si berpiutang segala biaya yang berguna dan perlu, yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakangan ini guna keselamatan barangnya gadai.”

Berdasarkan rumusan pasal di atas, maka pemegang gadai betanggung

jawab atas kehilangan atau kemerosotan benda gadai, kalau hal tersebut terjadi

58Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 43: Extra of Law

karena kesalahan atau kelalaiannya. Sebagai imbalan terhadap kewajiban tersebut

ia berhak untuk memperhitungkan ongkos terhadap pemilik benda. Ongkos-ongkos

yang dapat diperhitungkan adalah ongko-ongko yang bermanfaat, sekalipun tidak

perlu bisa diminta kembali dari pemiliknya. Akan tetapi ongko yang bagaimana

yang dianggap bermanfaat dan yang bagaimana yang perlu akan bergantung

kepada keadaan dan haru ditinjau kasus demi kasus.44

A.2.5. Berakhirnya Gadai

Hak gadai hapus karena hal-hal sebagai berikut :45

a. dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai sesuai dengan

sifat accessoir dari gadai, sehingga akan bergantung kepada perikatan

pokoknya yang dalam hal ini dapat berakhir karena :

- pelunasan;

- kompensasi;

- novasi;

- penghapuasan hutang.

b. dengan terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang gadai, namun

pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dan

apabila berhasil, maka undang-undang menganggap perjanjian gadai tersebut

tidak pernah terputus (Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata);

44 J. Satrio, loc.cit., halaman 129. 45 Ibid., halaman 32.

59Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 44: Extra of Law

c. dengan hapus atau musnahnya benda jaminan;

d. dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela;

e. dengan percampuran, yaitu dalam hal pemegang gadai menjadi pemilik barang

gadai tersebut;

f. apabila terjadi penyalahgunaan benda gadai oleh pemegang gadai (Pasal 1159

KUHPerdata), dimana sebenarnya undang-undang tidak menyatakan secara

tegas mengenai hal ini, hanya saja dalam Pasal 1159 diatur bahwa pemegang

gadai mempunyai hak retensi, kecuali apabila ia menyalahgunakan benda gadai

(dengan demikian secara a contrario dapat disimpulkan, bahwa pemberi gadai

berhak untuk menuntut kembali benda jaminan dan apabila benda jaminan

keluar dari kekuasaan pemegang gadai, maka gadainya menjadi hapus).

A.2.6. Perbedaan Gadai Dengan Lembaga Jaminan Kebendaan Lainnya

Dari karateristik dan sifat khusus yang dimilikinya, gadai memiliki

perbedaan dengan lembaga jaminan kebendaan lainnya yang akan diuraikan

sebagai berikut :

a. Perbedaan Antara Gadai Dengan Hipotik

- gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang

dijadikan tanggungan, hipotik tidak;

60Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 45: Extra of Law

- gadai hapus apabila barang yang dijadikan tanggungan berpindah ke tangan

orang lain, tetapi hipotik tetap terletak sebagai beban di atas benda yang

dijadikan tanggungan meskipun benda ini dipindahkan kepada orang lain;

- lebih dari satu gadai atas suatu barang meskipun tidak dilarang oleh

undang-undang, di dalam praktek hampir tidak pernah terjadi, tetapi

beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan di atas suatu obyek

hipotik adalah uatu keadaan yang biasa

- perjanjian gadai bisa dibuat dibawah tangan atau dengan akta otentik,

sedangkan perjanjian hipotik harus dibuat berdasarkan akta otentik.

b. Perbedaan Antara Gadai Dengan Fidusia

- dalam gadai barang-barang yang digadaikan harus dilepaskan dari

kekuasaan si debtur atau orang lain yang memberikan hak gadai sedangkan

dalam fidusia, barang-barang yang dijadikan jaminan hutang tetap berada

dalam kekuasaan si debitur atau pemilik barang-barang tersebut dan hanya

hak miliknya yang selama hutang tersebut belum lunas berada di tangan si

kreditur;

- dalam gadai si debitur walaupun tidak lagi menguasai barang-barang yang

digadaikan adalah tetap pemilik dari barang-barang tersebut, sedangkan

dalam fidusia pemilik asli dari barang-barang yang difidusiakan itu selama

hutangnya belum lunas hanya berkedudukan sebagai detentor saja karena

pemiliknya adalah kreditur, apabila hutang tersebut telah dilunasi, maka

61Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 46: Extra of Law

hak milik akan kembali kepada debitur yang dalam hal ini adalah pemilik

asli dari barang-barang yang difidusiakan;

- perjanjian gadai bisa dibuat dibawah tangan atau dengan akta otentik,

sedangkan perjanjian fidusia harus dibuat berdasarkan akta otentik, yang

kemudian menjadi dasar pernerbitan sertifikat fidusia yang dikeluarkan

oleh Kantor Pendaftaran Fidusia yang berwenang.

c. Perbedaan Antara Gadai Dengan Hak Tanggungan

- gadai adalah lembaga jaminan dengan obyek berupa benda bergerak

sedangkan obyek dari hak tanggungan adalah tanah berikut dengan benda-

benda yang melekat di atasnya;

- gadai hapus apabila barang yang dijadikan tanggungan berpindah ke tangan

orang lain, tetapi hak tanggungan tetap terletak sebagai beban di atas tanah

dan benda yang dijadikan tanggungan meskipun dipindahkan kepada orang

lain;

- perjanjian gadai dapat dibuat secara bawah tangan maupun otentik,

sedangkan akta hak tanggungan harus dibuat dengan akta otentik dihadapan

PPAT sebagai dasar diterbitkannya Sertipikat Hak Tanggungan.

62Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 47: Extra of Law

A.3. TINJAUAN UMUM MENGENAI SAHAM

A.3.1. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham

Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas merumuskan pengertian saham sebagai berikut :

“Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.”

Selanjutnya penjelasan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 menyatakan sebagai berikut :

“Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan kepada setiap orang.”

Berkaitan dengan rumusan ketentuan di atas, Pasal 52 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur sebagai berikut :

“(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. menjalankan hak-hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

dari konsep yuridis saham adalah sebagai berikut :

(a) Bukti atas kepemilikan suatu Perseroan yang biasanya tercipta dengan

memberikan kontribusi kedalam modal Perseroan yang bersangkutan;46

(b) memberikan hak kepada pemiliknya untuk (i) menghadiri dan mengeluarkan

suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham suatu Perseroan; (ii) menerima

46 Steven H.Gifs, Law Dictionary, Baron’s Educational Series Ind., Woodbury, 1984, halaman 584.

63Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 48: Extra of Law

pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi Perseroan; dan (iii)

menjalankan hak-hak lain yang dapat dilakukan oleh pemegang saham

Perseroan menurut ketentuan Undang-Undang;

(c) memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya yang dapat dipertahankan

kepada setiap orang.

Lebih lanjut lagi, Pasal 49 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007

mengatur sebagai berikut :

“ (1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang Rupiah; (2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan; (3) Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (2) tidak menutup kemungkinan

diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.”

Rumusan Pasal di atas semakin mempertegas karakteristik saham yang

harus memiliki nilai nominal yang dicantumkan dalam mata uang Rupiah. Namun

demikian, hal ini secara hukum dapat disimpangi sejauh diatur secara berbeda

dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Nilai nominal bisa

saja tidak sama dengan nilai pasar (harga pasar) dari saham yang bersangkutan,

karenanya seseorang dapat menjual sahamnya dengan harga di atas nilai

nominalnya, dimana hal ini sangat bergantung kepada nilai dari perusahaan itu

sendiri pada saat saham tersebut dijual.47

Pemegang saham akan mendapatkan bukti kepemilikan saham yang

dimilikinya (Pasal 51 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Sedangkan

47 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2002, halaman 36.

64Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 49: Extra of Law

mengenai bentuk dari bukti kepemilikan atas saham tersebut, dapat diatur lebih

lanjut dalam anggaran dasar Perseroan (Penjelasan Pasal 51 Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007).

A.3.2. Klasifikasi Saham

Ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur

sebagai berikut :

“ (1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih. (2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada

pemegangnya hak yang sama. (3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran

dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. (4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), antara lain

lain : a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi

dan/atau Dewan Komisaris; c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau

ditukar dengan klasifikasi saham lain; d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima

deviden lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian deviden secara kumulatif atau nonkumulatif;

e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.”

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2007, saham dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. saham dengan hak suara;

b. saham tanpa hak suara;

c. saham dengan hak suara untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau Dewan

Komisaris;

65Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 50: Extra of Law

d. saham yang setelah jangka waktu tertentu dapat :

- ditarik kembali; atau

- ditukar dengan klasifikasi saham yang lain

e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya :

- pembagian deviden secara kumulatif; atau

- pembagian deviden secara non kumulatif

f. saham yang memberikan lebih dahulu kepada pemegangnya dari pemegang

saham klasifikasi yang lain atas pembagian deviden dan sisa kekayaan

Perseroan dalam likuidasi.

A.3.3. Jenis-Jenis Saham

Dalam dunia ilmu hukum Perseroan, dikenal beberapa jenis saham sebagai

berikut :48

(1) Saham atas nama (op naam)

Saham atas nama merupakan jenis saham dimana di atas lembar saham

tertulis nama pemegang saham. Cara peralihan saham atas nama dilakukan

dengan akta pemindahan hak yang salinannya harus disampaikn kepada

Perseroan.

(2) Saham atas tunjuk (on bearer, aan toonder)

48 Munir Fuady, op. cit., halaman 29-34.

66Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 51: Extra of Law

Pada saham atas tunjuk setiap pemegang saham secara fisik dianggap sebagai

pemiliknya, sehingga peralihan saham tersebut kepada pihak-pihak lain

cukup hanya dengan menyerahkan fisik surat sahan tersebut.

(3) Saham biasa (ordinary share, common share)

Saham biasa merupakan saham yang kepada pemegangnya tidak diberikan

syarat-syarat khusus dan tidak didahulukan dari yang lainnya.

(4) Saham preferens (preferred share, preferrece share)

Saham preferens merupakan saham yang kepada pemegangnya diberikan hak

terlebih dahulu dalam hal pembagian deviden dan/atau pembagian sisa

kekayaan Perseroan dalam likuidasi. Pembagian tersebut bisa diberikan

dengan presentasi tertentu dari keuntungan atau aset Perseroan. Namun

demikian, dalam hak voting, terhadap pemegang saham preferens tidak

diberikan hak khusus tertentu kepada pemegangnya, sehingga tetap

diperlakukan sebagaimana layaknya saham biasa.

(5) Saham preferens kumulatif

Untuk saham jenis ini, disamping bersifat preferens, tetapi jika dalam 1 tahun

tidak dapat diberikan deviden penuh karena alasan apapun, maka deviden

tersebut dapat diberikan pada tahun-tahun berikutnya.

(6) Saham preferens kumulatif profit sharing

Saham jenis ini merupakan saham preferens dimana selain mendapatkan hak-

hak istimewa sebagai saham preferens, pemegangnya masih berhak atas

67Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 52: Extra of Law

deviden dan.atau pembagian kekayaan Perseroan dalam likuidasi

sebagaimana layaknya pemegang saham biasa.

(7) Saham preferens non kumulatif

Saham jenis ini merupakan saham preferens yang jika dalam 1 tahun tidak

dapat diberikan hak-hak istimewa atas deviden kepada pemegangnya, maka

hak tersebut akan hangus dan tidak dapat diperhitungkan untuk tahun-tahun

selanjutnya.

(8) Saham prioritas

Saham prioritas merupakan saham yang mana pemegangnya mempunyai

hak-hak khusus dalam Rapat Umum Pemegang Saham atau Direksi.

Keistimewaan tersebut sering disebut dengan Kontrol Oligarkis dan biasanya

diberikan kepada Direksi atau anggota Dewan Komisaris, yang antara lain

mencakup :

a. pemberian hak veto terhadap perubahan anggaran dasar;

b. pemberian rekomendasi yang mengikat oleh pemegang saham prioritas

tergadap pengangkatan, suspensi atau pemberhentian direktur.

(9) Saham pendiri (founder’s share)

Saham pendiri merupakan saham yang diberikan kepada pendiri atas jasa-

jasanya, sehingga untuk mendapatkan saham pendiri tersebut, para pendiri

tidak perlu menyerahkan sejumlah uang, tetapi cukup dengan jasa-jasanya

yang telah diberikan sebagai pendiri.

68Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 53: Extra of Law

(10) Saham bonus

Saham bonus merupakan saham yang diberikan kepada pemegang saham

yang sudah ada tanpa harus membayar apapun kepada Perseroan. Saham

bonus ini diberikan sebagai ganti hak menagih dari pemegang saham kepada

Perseroan atas dana lebih (surplus) dari modal yang ditempatkan. Surplus

tersebut dapat terjadi karena ada keuntungan, hasil yang sangat baik dari

operasional, penilaian kembali aktiva tetap dan sebagainya.

(11) Saham konversi

Saham konversi merupakan saham yang dikonversi dari 1 jenis saham ke

jenis saham lainnya.

(12) Saham disetujui (assented share)

Saham disetujui adalah saham yang disetujui untuk ditukar dengan saham-

saham baru jika Perseroan melakukan reorganisasi.

(13) Saham tidak disetujui (non assented share)

Saham jenis ini merupakan kebalikan dari saham disetujui, sehingga terjadi

dalam hal saham tersebut tidak disetujui oleh pemiliknya untuk ditukar

dengan saham-saham baru apabila Perseroan melakukan reorganisasi.

(14) Saham yang dinilai (assessable share)

Saham yang dinilai merupakan saham yang dinilai/dibebani kepada

pemiliknya untuk membayar kewajiban-kewajiban Perseroan dalam hal

Perseroan pailit, misalnya dinilai dengan harga minimal saham tersebut.

69Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 54: Extra of Law

(15) Saham dibayar penuh (paid up share)

Saham jenis ini disebut juga “saham tidak dinilai (non assessable share)”

dimana saham telah dibayar penuh oleh pemegangnya sehingga tidak lagi

merupakan saham yang dinilai. Saham yang telah dibayar penuh tersebut

tidak boleh dibebankan kepada pemiliknya kewajiban pembayaran hutang-

hutang Perseroan dalam hal Perseroan pailit.

(16) Saham dinaikkan (watered share)

Saham jenis ini adalah saham yang nilai nominalnya dinaikkan.

(17) Saham donasi (donated share)

Saham jenis ini diserahkan kembali oleh pemiliknya kepada Perseroan,

akibatnya Perseroan dapat menjual kembali saham-saham tersebut kepada

pihak lain. Hal ini biasanya dilakukan agar Perseroan tersebut dapat

memperoleh tambahan dana.

(18) Saham tebusan (redeemable/callable share)

Saham tebusan merupakan saham yang ditarik kembali oleh Perseroan yang

mengeluarkannya atas kehendak Perseroan sendiri dipenuhi syarat-syarat

tertentu. Pengeluaran saham jenis ini biasanya dimaksudkan untuk

mendapatkan dana dari pihak pemegang saham untuk Perseroan, dimana

pada suatu masa dana tersebut dibayar kembali dengan cara menebus saham-

saham tersebut.

(19) Saham treasury

70Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 55: Extra of Law

Saham treasury merupakan saham-saham yang pernah dikeluarkan oleh

Perseroan, tetapi kemudian dibeli kembli oleh Perseroan dan tetap dimiliki

oleh Perseroan yang bersangkutan. Saham-saham tersebut kelak dapat dibagi-

bagikan kepada karyawan atau dapat pula dijadikan sebagai saham bonus.

(20) Saham terjamin (guaranteed share)

Saham terjamin tidak lain dari saham-saham yang dikeluarkan oleh Perseroan

A dengan jaminan dari Perseroan B. Yang dijamin dijamin dalam hal ini

adalah pembagian deviden kepada pemegang saham.

A.3.4. Penjualan dan Pemindahan Hak Atas Saham

Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pemindahan hak atas saham

dari penjual kepada pembeli saham. Pemindahan hak atas saaham tersebut harus

dilakukan berdasarkan Akta Pemindahan Hak Atas Saham yang dapat dibuat

dihadapan Notaris atau secara bawah tangan (Pasal 56 ayat (1) UU No. 40 Tahun

2007). Para pihak diharuskan untuk menyampaikan akta tersebut atau salinannya

secara tertulis kepada Perseroan (Pasal 56 ayat (2)) dan kemudian Direksi

Perseroan berkewajiban untuk melakukan pencatatan mengenai perubahan susunan

pemegang yang saham yang terjadi akibat pemindahan hak atas saham tersebut

serta memberikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM (Pasal 56 ayat

(3)).

Dalam anggaran dasar Perseroan, Direksi berhak untuk mengatur mengenai

(i) keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan

71Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 56: Extra of Law

klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; (ii) keharusan untuk

mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ Perseroan (pada umumnya

Rapat Umum Pemegang Saham); (iii) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih

dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentun peraturan perundang-

undangan (Pasal 57 ayat (1)). Namun demikian, perlu dicatat bahwa kewajiban

tersebut tidak berlaku dalam hal pemindaham hak atas saham disebabkan oleh

peralihan hak atas anak secara hukum, pengecualian atas syarat-syarat tersebut

akan terjadi dalam hal pemindahan hak atas saham diakibatkan oleh pewarisan,

karena dalam hal tersebut harus tetap dimintakan persetujuan dari instansi yang

berwenang (Pasal 57 ayat (2)).

Apabila anggaran dasar yang mewajibakan pemegang saham penjual untuk

menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau

pemegang saham lain, maka dalam hal setelah 30 hari sejak penawaran pemegang

dilakukan pemegang saham yang ditawarkan tersebut tidak membeli, maka

pemegang saham yang bersangkutan dapat menawarkan dan menjual sahamnya

kepada pihak ketiga (Pasal 58 ayat (1)). Namun demikian, pemegang saham

penjual yang diwajibkan untuk menawarkan sahamnya kepada pemegang saham

lain, dapat menarik kembali penawaran yang telah dilakukannya setelah lewatnya

jangka waktu 30 hari tersebut (Pasal 58 ayat (2)).

Pemberian persetujuan atas pemindahan hak atas saham membutuhkan

persetujuan dari organ Perseroan (Pasal 59 ayat (1)).. Selanjutnya dalam hal

setelah lewatnya jangka waktu 90 hari tidak ada jawaban apapun dari organ

72Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 57: Extra of Law

Perseroan tersebut, maka dengan demikian organg Perseroan dianggap telah

memberikan persetujuan atas penjualan dan pemindahan hak atas saham (Pasal 59

ayat (2)). Setelah diperolehnya persetujuan dari organ Perseroan, maka

pemindahan hak atas saham harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 56

dan dilakukan dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak persetujuan diberikan

(Pasal 59 ayat (3)).

B. STUDI KASUS DAN ANALISA

B.1. STUDI KASUS

B.1.1. KASUS POSISI

PT Ongko Multicorpora (“Ongko Multicorpora”) adalah pemegang atas

98.388.180 (sembilan puluh delapan juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu

seratus delapan puluh) saham (“Saham-saham OM”) di dalam PT BFI Finance

Tbk. (“BFI”). Sejak tahun 1997 dan 1998, Ongko Multicorpora telah memperoleh

fasilitas kredit dari BFI berdasarkan perjanjian Domestic Resource Factory

Agreement dan Financial Leasing Agreement. Selanjutnya, sebagai jaminan atas

fasilitas yang telah diberikan oleh BFI kepada Ongko Multicorpora tersebut,

Ongko Multicorpora telah memberikan jaminan berupa gadai atas Saham-saham

OM kepada BFI berdasarkan Pledge of Shares Agreement tertanggal 1 Juni 1999

yang ditandatangani oleh Ongko Multicorpora dan BFI (“Perjanjian Gadai

73Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 58: Extra of Law

Saham”), yang mana telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Komisaris

Ongo Multicorpora pada tanggal 31 Mei 1999 dan 1 Juni 1999.

Berdasarkan Perjanjian Gadai Saham, maka jangka waktu gadai saham

adalah selama 12 bulan atau 1 tahun terhitung sejak tanggal penandatanganan,

sehingga dengan demikian gadai saham akan berakhir pada tanggal 1 Juni 2000.

Namun demikian, pada tanggal 22 Februari 2000, Ongko Multicorpora dan BFI

sepakat untuk memperpanjang jangka waktu Perjanjian Gadai Saham menjadi 18

bulan, sebagaimana ternyata dalam surat tertanggal 22 Februari 2000 yang

ditandatangani oleh Ongko Multicorpora dan BFI. Atas dasar tersebut, maka

jangka waktu berlakunya gadai saham diperpanjang selama 18 bulan dan akan

berakhir pada tanggal 1 Desember 2000 (“Perubahan Perjanjian Gadai

Saham”).

Pada tanggal 7 Agustus 2000 Ongko Multicorpora telah memberikan

persetujuan kepada BFI untuk mengalihkan saham-saham tersebut berdasarkan

Letter of Consent to Transfer. Disamping itu, pada tanggal yang sama Ongko

Multicorpora juga telah memberikan kuasa kepada BFI untuk menjual saham-

saham yang digadaikan tersebut berdasarkan Irrevocable Power of Attorney to Sell

Shares. Oleh karena Ongko Multicorpora belum dapat melunasi hutangnya kepada

BFI yang telah jatuh tempo, maka sebagai pelaksanaan dari putusan perdamaian

dan dalam rangka restrukturisasi hutang BFI, pada tanggal 9 Februari 2001, BFI

kemudian menjual saham-saham yang telah digadaikan tersebut bersama dengan

111.804.732 (seratus sebelas juta delapan ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh

74Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 59: Extra of Law

dua ribu) saham milik PT Aryaputra Teguharta (“Aryaputra”) di dalam BFI

kepada The Law of Debenture Trust Corporation P.L.C (“Debenture Trust

Corporation”) berdasarkan Share and Purchase Agreement (Transfer to

Creditor), Share Sales and Purchase Agreement (Sale to Investor) dan Sale and

Purchase Agreement (Employee Incentive and Remuneration Scheme) yang dibuat

dan ditandangani oleh Debenture Trust Corporation. Atas penjualan saham-saham

tersebut, Ongko Multicorpora (Penggugat) kemudian mengajukan gugatan perdata

atas dasar Perbuatan Melawan Hukum terhadap BFI (Tergugat I), Debenture Trust

Corporation (Tergugat II), Badan Pengawasa Pasar Modal atau BAPEPAM

(Tergugat III) dan Aryaputra (Turut Tergugat) pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat, untuk membatalkan penjualan dan pengalihan saham-saham yang telah

dilakukan oleh BFI kepada Debenture Trust Corporation. Adapun pokok dalil-dalil

gugatan yang diajukan oleh Ongko Multicorpora adalah sebagai berikut :

(1) Dengan berakhirnya jangka waktu Perjanjian Gadai Saham pada tanggal 1

Desember 2000, maka Letter of Consent to Transfer dan Irrevocable Power

of Attorney to Sell Shares, yang keduanya tertanggal 7 Agustus 2000, secara

hukum menjadi berakhir dan tidak berlaku lagi, oleh karena persetujuan dan

kuasa tersebut pada prinsipnya menunjuk dan tunduk kepada ketentuan dan

syarat-syarat yang diatur dalam Perjanjian Gadai Saham.

(2) Tindakan Tergugat I melakukan penjualan dan pengalihan saham-saham

kepada Tergugat II adalah tidak sah dan cacat hukum karena dilaksanakan

75Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 60: Extra of Law

berdasarkan Letter of Consent to Transfer dan Irrevocable Power of Attorney

to Sell Shares tertanggal 7 Agustus 2000 yang sudah tidak berlaku lagi.

(3) Hak gadai atas Saham-Saham OM bersumber dari Perjanjian Gadai Saham

sebagaimana telah diubah berdasarkan Perubahan Perjanjian Gadai Saham,

dengan demikian eksekusi atas hak gadai tersebut harus dilakukan

berdasarkan ketentuan Pasal 1555 KUHPerdata yaitu melalui penjualan

dimuka umum atau secara lelang dengan perantaraan 2 orang makelar yang

memiliki keahlian dalam penjualan lelang tersebut dan bukan melalui

penjualan secara tertutup atau bawah tangan sebagaimana telah dilakukan

oleh Tergugat I kepada Tergugat II.

(4) Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan pengalihan Saham-Saham OM

secara melawan hukum dan telah mengakibatkan kerugian bagi Penggugat

sebagai berikut :

a. kerugian akibat tidak memperoleh pembayaran deviden saham yang

seharusnya diterima dari Tergugat I untuk tahun buku 2001, 2002 dan

2003 dengan jumlah selutuhnya sebesar Rp. 530.614.911.221,- dan

kehilangan hak-haknya sebagai pemegang saham;

b. apabila Saham-Saham OM tidak dialihkan kepada Tergugat II, maka

Penggugat dapat mempergunakannya untuk memenuhi kewajiban

Penggugat kepada pihak ketiga dan menjalankan usaha Penggugat;

c. akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan

Tergugat II, Penggugat mengalami kerugian materiil sebesar 28,44% x

76Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 61: Extra of Law

Rp. 530.614.911.221,- = Rp. 150.908.880.751,- dan kerugian

immateriil sebesar USD 1.000.000.000,-.

B.1.2. PUTUSAN PENGADILAN

B.1.2.1. Pada Tingkat Pengadilan Negeri

Terhadap gugatan perdata Ongko Multicorpora, Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat melalui Putusan No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST

tertanggal 2 Juni 2004 memutuskan mengenai pokok perkara sebagai

berikut :

DALAM POKOK PERKARA

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.

2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II baik secara sendiri-sendiri

maupun secara bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan

hukum.

3. Menyatakan Pledge of Shares Agreement tertanggal 1 Juni 1999 (Akta

Gadai Saham), Surat tertanggal 22 Februari 2000 (Perubahan Akta

Gadai Saham), Consent to Transfer OM tertanggal 7 Agustus 2000

telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember

2000 dan karenanya seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang

dibuat dan dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berdasarkan

perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah

batal demi hukum.

77Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 62: Extra of Law

4. Menyatakan Share Sale And Purchase Agreement (Transfer To

Creditors), Share Sale And Purchase Agreement (Transfer To Investor)

dan Share Sale And Purchase Agreement (Employee Incentive And

Remuneration Scheme), masing-masing tertanggal 9 Pebruari 2001

berikut seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan

dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berdasarkan perjanjian-perjanjian

tersebut adalaah batal demi hukum.

5. Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas 98.388.180 lembar

saham dalam Tergugat I.

6. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama mengembalikan dan menyerahkan 98.388.180

lembar saham Tergugat I kepada Penggugat terhitung sejak putusan

perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.

7. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk

membayar kepada Penggugat uang paksa atas keterlambatan

pengembalian dan penyerahan kepada Penggugat sebesar Rp.

150.000.000,- per hari apabila melakukan pelanggaran terhadap petitum

butir 6 di atas terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan

hukum tetap.

8. Menghukum Tergugat I untuk tidak menggunakan hak-hak yang lahir

atas 98.388.180 lembar saham Tergugat I yang dimiliki oleh Penggugat

termasuk tapi tidak terbatas pada menghadiri dan memberi suara dalam

78Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 63: Extra of Law

rapat umum pemegang saham Tergugat I dan untuk tidak memberikan

persetujuan dalam bentuk apapun kepada Dewan Direksi dan Dewan

Komisaris Tergugat I berkaitan dengan 98.388.180 lembar saham

tersebut adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat.

9. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II baik secara sendiri-sendiri

maupun secara bersama-sama untuk tidak melakukan perbuatan-

perbuatan hukum apapun termasuk namun tidak terbatas baik secara

langsung maupun tidak langsung menawarkan, memindahkan,

mengalihkan dan menjaminkan baik untuk sebagian maupun

seluruhnya dan karenanya segala tindakan hukum yang dilakukan oleh

Tergugat I dan Tergugat II sehubungan dengan penawaran, pemindahan

dan pejaminan 98.388.180 lembar saham tersebut, baik untuk sebagian

maupun untuk seluruhnya adalah batal demi hukum dan tidak

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

10. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk

membayar kepada Penggugat uang paksa atas keterlambatan

pengembalian dan penyerahan kepada Penggugat sebesar Rp.

1.000.000.000,- per hari apabila melakukan pelanggaran terhadap

petitum butir 9 di atas terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai

kekuatan hukum tetap.

79Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 64: Extra of Law

11. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar ganti

kerugian materiil secara tanggung renteng kepada Penggugat sebesar

Rp. 150.908.880.751,- terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai

kekuatan hukum tetap.

12. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada Putusan

Perkara ini.

13. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.

B.1.2.2. Pada Tingkat Pengadilan Tinggi (Banding)

Terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut di atas, Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta melalui putusan No. 60/PDT/2005/PT.DKI tertanggal

23 Maret 2005 memutuskan sebagai berikut :

- Menerima permohonan banding Tergugat I/Pembanding I dan Tergugat

II/Pembanding II tersebut.

- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 9

November 2004 No. 517/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst yang dimohonkan

pemeriksaan dalam tingkat banding tersebut.

DALAM POKOK PERKARA

- Menolak gugatan Penggugat/Terbanding seluruhnya.

- Menghukum Penggugat/Terbanding membayar biaya perkara dalam

kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp.

300.000,-.

80Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 65: Extra of Law

B.1.2.3. Pada Tingkat Mahkamah Agung (Kasasi)

Terhadap putusan Pengadilan Tingi DKI Jakarta tersebut,

Mahkamah Agung pada tingkat kasasi melalui putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No. 1478 K/Pdt/2005 tertanggal 27 Oktober 2005

memutuskan sebagai berikut :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT ONGKO

MULTICORPORA tersebut.

- Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam

tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 500.000,-.

B.1.2.4. Pada Tingkat Mahkamah Agung (Peninjauan Kembali)

Mahkamah Agung pada tingkat peninjauan kembali melalui

putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 115 PK/Pdt/2007

tertangga 19 Juli 2007 memutuskan sebagai berikut :

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan

Kembali PT ONGKO MULTICORPORA (PT MITRA

INVESTINDO MULTICORPORA) tersebut.

- Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya

perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp.

2.500.00,-.

81Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 66: Extra of Law

B.2. ANALISA

B.2.1. JANGKA WAKTU BERLAKUNYA PERJANJIAN GADAI SAHAM

Salah satu dalil yang diajukan oleh Ongko Multicorpora dalam gugatannya

terhadap BFI, Debenture Trust Corporation dan Bapepam adalah bahwa jangka

waktu Perjanjian Gadai Saham telah berakhir pada tanggal 1 Desember 2000.

Dengan demikian, ketentuan sebagaimana ternyata dalam Letter of Consent to

Transfer dan Irrevocable Power of Attorney to Sell Shares, yang keduanya

tertanggal 7 Agustus 2000, secara hukum menjadi berakhir dan tidak berlaku lagi,

oleh karena persetujuan dan kuasa tersebut merujuk dan tunduk kepada ketentuan

serta syarat-syarat yang diatur dalam Perjanjian Gadai Saham. Atas dasar tersebut

selanjutnya Ongko Multicorpora menyatakan bahwa Letter of Consent to Transfer

dan Irrevocable Power of Attorney to Sell Shares tidak dapat menjadi dasar dari

pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup yang

dilakukan oleh BFI kepada Debenture Trust Corporation.

Sehubungan dengan dalil yang diajukan oleh Ongko Multicorpora tersebut

di atas, hal pertama yang perlu dicermati adalah bagaimanakah sebenarnya

undang-undang mengatur mengenai ketentuan jangka waktu dari suatu perjanjian

gadai. Ketentuan jangka waktu berlakunya perjanjian gadai memang tidak diatur

secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu,

berkaitan dengan hal tersebut berlakulah ketentuan umum dari perjanjian atau

persetujuan berdasarkan KUHPerdata.

82Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 67: Extra of Law

Dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak sebagaimana

dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menerangkan

bahwa “segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya”. Sebenarnya yang dimaksud oleh Pasal tersebut

tidak lain daripada menyatakan bahwa setiap perjanjian akan berlaku secara

mengikat bagi kedua belah pihak, tetapi dari peraturan tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa orang adalah leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal

tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Para pihak oleh karenanya bebas

membuat suatu perjanjian dan mengatur sendiri isi dari perjanjian tersebut,

sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

(a) memenuhi syarat-syarat sebagai suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata

(b) tidak dilarang oleh undang-undang;

(c) sesuai dengan kebiasaan yang berlaku; dan

(d) sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.

Dengan adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana diuraikan di atas,

maka para pihak juga memiliki kebebasan untuk menentukan jangka waktu dari

suatu perjanjian gadai saham. Hal ini diperkenankan sepanjang tidak bertentangan

atau melanggar ketentuan KUHPerdata atau ketentuan perundang-undangan

lainnya yang berlaku. Para pihak dapat memperjanjikan berlakunya suatu

perjanjian gadai saham dalam waktu yang lebih singkat dari perjanjian hutang

antara para pihak yang merupakan perjanjian pokok dari perjanjian gadai saham

83Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 68: Extra of Law

tersebut. Dalam hal perjanjian semacam itu terjadi, maka masa berlaku dari gadai

saham dan kekuatannya sebagai suatu jaminan khusus hanya berlaku selama

jangka waktu yang telah diperjanjikan dan disepakati. Sedangkan untuk sisa jangka

waktu hutang yang masih ada, maka secara hukum tidak lagi terlindungi oleh

jaminan gadai saham karena berakhirnya jangka waktu dan keberlakuan dari

perjanjian gadai saham tersebut. Disamping itu, berakhirnya jangka waktu gadai

saham akan mengakibatkan berakhirnya pula hak-hak pemegang gadai

sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang, termasuk hak untuk melakukan

eksekusi atas obyek gadai baik melalui penjualan di muka umum maupun

penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Oleh karena jangka waktu berlakunya

suatu gadai saham akan diatur berdasarkan kesepakatan oleh para pihak sesuai

dengan asas kebebasan berkontrak, maka untuk mengetahui secara jelas mengenai

jangka waktu tersebut harus dilihat dari ketentuan perjanjian gadai saham yang

telah diperjanjikan oleh para pihak.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ongko Multicorpora mendalilkan gadai

saham yang telah diberikannya kepada BFI sebenarnya sudah berakhir pada

tanggal 1 Desember 2000. Dengan demikian, tindakan BFI yang telah melakukan

penjualan dan pengalihan saham-saham kepada Debenture Law Corporation adalah

tidak sah dan cacat hukum karena dilaksanakan berdasarkan Letter of Consent to

Transfer dan Irrevocable Power of Attorney to Sell Shares tertanggal 7 Agustus

2000 yang sudah tidak berlaku lagi, dengan merujuk kepada ketentuan Perjanjian

Gadai Saham yang nyatanya sudah berakhir.

84Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 69: Extra of Law

Selanjutnya, terhadap dalil yang diajuan oleh Ongko Multicorpora itu,

dalam jawabannya BFI memberikan beberapa tanggapan yang antara lain adalah

sebagai berikut :

(1) Bahwa Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 Juni 1999 tersebut akan berlaku

terus dengan sistem diperpanjang selama utang belum lunas, sesuai Pasal 3.2

Perjanjian Gadai Saham, adapun cara untuk memperpanjang berlakunya

perjanjian tertulis dari BFI kepada Ongko Multicorpora (tidak memerlukan

persetujuan), karena cara-cara perpanjangan berlakunya Perjanjian Gadai

Saham tersebut diatur dalam Pasal 4.2 yang secara jelas menyebutkan bahwa

Perjanjian Gadai Saham tersebut akan terus berlaku dan adanya Hak Opsi

dari penerima gadai (dalam hal ini BFI) untuk cukup dengan

memberitahukan secara tertulis kepada pemberi gadai (dalam hal ini Ongko

Multicorpora) bahwa gadai saham tersebut akan terus berlaku.

(2) Bahwa Perjanjian Gadai Saham pernah diperpanjang, yang pertama tanggal

22 Pebruari 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, yang kedua

tanggal 28 Nopember 2000, dari BFI kepada Ongko Multicorpora.

(3) Bahwa dengan surat tanggal 28 Nopember 2000, jelas terbukti bahwa

Perjanjian Gadai Saham masih berlaku sampai dengan tanggal 1 Desember

2001 karena telah diperpanjang 12 bulan terhitung sejak tanggal 1 Desember

2000 dari BFI kepada Ongko Multicorpora.

Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut pada tingkat Pengadilan

Negeri tidak sependapat dengan dalil tanggapan yang diajukan oleh BFI dan

85Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 70: Extra of Law

menerima dalil yang diajukan oleh Ongko Multicorpora selaku Penggugat, dengan

memutuskan bahwa Pledge of Shares Agreement tertanggal 1 Juni 1999 (Akta

Gadai Saham), Surat Tertanggal 22 Februari 2000 (Perubahan Akta Gadai

Saham), Consent to Transfer tertanggal 7 Agustus 2000 dan Power of Attorney

tertanggal 7 Agustus 2000 telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak

tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya seluruh perikatan dan perbuatan hukum

yang dibuat dan dilakukan Ongko Multicorpora dan Debenture Trust Corporation

berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah

batal demi hukum. Akan tetapi, pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan

kembali putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri tersebut dibatalkan, sehingga

Perjanjian Gadai Saham tertanggal 1 Juni 1999 dianggap masih berlaku dan

memiliki kekuatan hukum pada saat dibuat dan ditandatanganinya Consent to

Transfer tertanggal 7 Agustus 2000 dan Power of Attorney tertanggal yang sama.

Apabila dicermati secara seksama, dalam perkara ini kedua belah pihak

pada prinsipnya dapat menerima anggapan bahwa perjanjian gadai saham diantara

keduanya memang memiliki jangka waktu tertentu untuk dapat diberlakukan

secara mengikat. Anggapan ini pun dapat diterima oleh pihak lembaga peradilan

baik dalam tingkat pengadilan negeri, banding, kasasi, maupun peninjauan

kembali. Namun, yang menjadi pokok permasalahan utama justru berkaitan

dengan penafsiran dan intepretasi ketentuan Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham

tersebut yang dianggap sebagai dasar untuk menentukan jangka waktu berlakunya

Perjanjian Gadai Saham.

86Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 71: Extra of Law

Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham tertanggal 1 Juni 1999 menyatakan

sebagai berikut :

“Perjanjian gadai tunduk dengan pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktu atau perpanjangan waktu dengan pilihan penerima gadai yang setiap saat diberitahu kepada pemberi gadai.”

Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat diinterpretsikan bahwa ketentuan

Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham tertanggal 1 Juni 1999 pada intinya mengatur

sebagai berikut :

(1) Perjanjian Gadai dapat diakhiri sebelum berakhirnya jangka waktu;

(2) Perjanjian Gadai dapat diperpanjang untuk suatu waktu tertentu;

(3) Pelaksanaan pengakhiran dan perpanjangan h dilakukan berdasarkan pilihan

penerima gadai dengan memberikan pemberitahuan kepada pemegang gadai.

Dari uraian di atas, sebenarnya ketentuan Pasal 4.2 telah jelas mengatur

bahwa memang perjanjian gadai saham tersebut dapat diakhiri ataupun

diperpanjang setiap saat. Pengakhiran ataupun perpanjangan tersebut tidak harus

dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak atau dengan kata lain

untuk melakukan perpenjangan maupun pengakhiran tersebut penerima gadai

(dalam hal ini adalah BFI) cukup untuk memberikan pemberitahuan kepada pihak

pemberi gadai (dalam hal ini adalah Ongko Multicorpora). Oleh karenanya,

perpanjangan dan pengakhiran perjanjian gadai merupakan hak dari penerima

gadai yang dapat dilakukan secara sepihak, tanpa perlu persetujuan dari pemberi

gadai, dengan syarat harus diberitahukan kepada pemberi gadai. Dalam

persidangan, pihak BFI telah mengajukan bukti berupa surat tertanggal 28

87Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 72: Extra of Law

November 2000 mengenai pemberitahuan perpanjangan jangka waktu gadai saham

yang disampaikan oleh BFI kepada Ongko Multicorpora. Majelis Hakim pada

tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali beranggapan bahwa surat tersebut

sudah dapat membuktikan bahwa perpanjangan jangka waktu Perjanjian Gadai

Saham tertanggal 1 Juni 1999 telah dilaksanakan berdasarkan cara dan ketentuan

yang diatur dalam Perjanjian Gadai Saham tersebut.

Atas putusan tingkat banding dan kasasi yang menyatakan bahwa

perpanjangan Perjanjian Gadai tertanggal 1 Juni 1999 berdasarkan surat tertanggal

28 November 2000 adalah sah menurut hukum, Ongko Multicorpora dalam

memori peninjauan kembal yang diajukannya mengajukan dalil-dalil antara lain

sebagai berikut :

(1) Bunyi dan terjemahan Pasal 4.2 Akta Gadai Saham OM sangat jelas dan

tidak bisa ditafsirkan lain merupakan ketentuan yang mengatur mengenai

pengakhiran jangka waktu dan bukan mengenai perpanjangan jangka waktu

Akta Gadai Saham OM, dengan pengertian bahwa pengakhiran Akta Gadai

Saham OM dapat dilakukan setiap saat sebelum berakhirnya jangka waktu

Akta Gadai Saham OM atau pengakhiran tersebut tetap juga dapat dilakukan

setiap saat dalam hal Akta Gadai Saham OM tersebut telah dilakukan

perpanjangan masa berlakunya, dimana pengakhiran Akta Gadai Saham OM

tersebut dapat dilakukan oleh BFI cukup melalui pemberitahuan saja kepada

BFI. Dengan demikian sangatlah jelas dan tegas bahwa Pasal 4.2 Akta Gadai

Saham OM hanya mengatur mengenai tata cara pengakhiran Akta Gadai

88Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 73: Extra of Law

Saham OM saja dan sama sekali bukan mengatur mengenai perpanjangan

Akta Gadai Saham OM.

(2) Berhubung Pasal 4.2 Akta Gadai Saham tidak mengatur perpanjangan gadai,

maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata, berlakulah kepatutan

atau kebiasaan daam praktek perpanjangan gadai saham yang selama ini

dilakukan oleh Ongko Multicorpora dan BFI sebagai terbukti dari surat

tertanggal 22 Februari 2000 yang ditandatangani oleh Ongko Multicorpora

dan BFI, yang artinya perpanjangan Gadai Saham tidak cukup dengan

pemberitahuan melainkan harus ada persetujuan kedua belah pihak dan juga

tidak cukup hanya dengan pemberitahuan dari salah satu pihak, apalagi pihak

itu adalah pihak penerima gadai semata sebagaimana surat yang dibuat secara

sepihak oleh BFI tertanggal 28 November 2000. Jadi sejatinya pengakhiran

dan perpanjangan adalah dua hal yang sangat berbeda, namun BFI berhasil

menyesatkan Majelis Hakim Tingkat Banding dengan dalil-dalilnya selama

ini. Akibatnya Majelis Hakim yang tidak cermat dan teliti pun akhirnya

mempertimbangkan secara rancu dan keliru serta mencampuradukan dua hal

yang sangat berbeda itu.

(3) Dalam hal pengakhiran gadai saham, adalah sangat logis apabila cukup

dengan pemberitahuan sepihak saja dari penerima gadai karena memang

penerima gadailah yang berkepentingan terhadap adanya gadai. Pemberi

gadai tidak perlu dimintaan persetujuan karena pasti dengan senang hati

menerima pembebasan barang miliknya dari ikatan gadai.

89Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 74: Extra of Law

(4) Sebaliknya perpanjangan jangka waktu gadai adalah keliru dan harus dengan

persetujuan pemberi gadai karena pemberi gadai memiliki kepentingan

terhadap barang yang digadaikanny. Hal ini dimaksudkan sebagai kepastian

hukum dan perlindungan hukum terhadap pemberi gadai mengenai batas

waktu sampai kapan barang tersebut terikat jaminan gadai.

Majelis Hakim peninjauan kembali dalam putusannya memberikan pertimbangan

hukum terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh Ongko Multicorpora selaku

pemohon peninjauan kembali, sebagai berikut :

(1) Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Jurist yang

menguatkan putusan Judex Factie (Pengadilan Tinggi) tidak salah

menerapkan hukum dan telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar.

(2) Bahwa hal-hal yang dikemukakan oleh pemohon Peninjauan Kembali pada

hakekatnya tidaklah ada hal-hal baru yang diajukan, namun hanyalah sebagai

pengulangan yang berkaitan dengan penilaian hasil pembuktian yang bersifat

penghargaan tentang suatu kenyataan, yang hal tersebut adalah wewenang

Judex Factie (Pengadilan Tinggi), bukan wewenang Majelis Peninjauan

Kembali.

(3) Bahwa hal-hal yang diajukan sebagai alasan pemohon Peninjauan Kembali

dari adanya kekeliruan/kekhilafan yang nyata dari pertimbangan Judex Jurist,

hal tersebut tidak terbukti karena telah dipertimbangkan secara tepat dan

benar, sehingga oleh karenanya putusan tersebut perlu untuk dikuatkan dalam

putusan peninjauan kembali ini.

90Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 75: Extra of Law

Dengan berpedoman pada analisa yang telah dilakukan oleh penulis dalam

bagian ini, pertimbangan hukum dari Majelis Hakim peninjauan kembali yang

pada akhirnya memutuskan untuk menguatkan putusan pada tingkat banding dan

kasasi adalah tepat berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :

(1) Pendapat dari Ongko Multicorpora yang menyatakan bahwa perpanjangan

jangka waktu gadai harus dengan persetujuan pemberi gadai adalah tidak

tepat karena ketentuan Pasal 4.2 telah secara jelas dan tegas mengatur bahwa

perpanjangan gadai saham dapat dilakukan secara sepihak oleh pihak BFI

dengan memberikan pemberitahuan kepada Ongko Multicorpora.

Perpanjangan jangka waktu gadai saham yang telah dilakukan oleh BFI oleh

karenanya telah dilaksanakan secara sah sesuai dengan prosedur sebagaimana

diatur dalam Pasal 4.2, yaitu dengan cara memberikan pemberitahuan kepada

Ongko Multicorpora melalui surat tertanggal 22 November 2000.

(2) Oleh karena ketentuan Pasal 4.2 tersebut merupakan bagian dari Perjanjian

Gadai Saham yang sah antara Ongko Multicorpora dan BFI, maka kedua

belah pihak dengan demikian berkewajiban untuk mengikatkan diri dan

tunduk kepada ketentuan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1320 jo. Pasal

1338 KUHPerdata.

(3) Apabila sejak awal memang pihak BFI berkeberatan dengan cara

perpanjangan jangka waktu gadai saham yang diatur dalam Pasal 4.2,

seharusnya hal tersebut diselesaikan sejak awal penyusunan Perjanjian Gadai

Saham. Seluruh ketentuan termasuk Pasal 4.2 akan berlaku mengikat dan

91Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 76: Extra of Law

tidak dapat dikesampingkan oleh Ongko Multicorpora. Lebih lanjut lagi,

pendapat Ongko Multicorpora yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut

terlalu berat sebelah tidak dapat menjadi dasar untuk membatalkan ketentuan

Pasal 4.2, terkecuali apabila memang ketentuan Pasal 4.2 pada kenyataannya

bertentangan atau melanggar ketentuan perundang-undangan yang bersifat

memaksa, yang mana hal tersebut tidak dapat dibuktikan.

B.2.2. PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN EKSEKUSI GADAI

SAHAM MELALUI PENJUALAN SECARA TERTUTUP ATAU

BAWAH TANGAN

Dalam perkara gugatan perdata Ongko Multicorpora, BFI sebagai Tergugat

I mendalilkan bahwa dasar dari pelaksanaan eksekusi gadai Saham-Saham OM

melalui penjualan secara tertutup adalah berdasarkan persetujuan yang telah

diberikan oleh Ongko Multicopora kepada BFI, yaitu berdasarkan Letter of

Consent to Transfer tertanggal 7 Agustus 2000. Dengan keberadaan persetujuan

tersebut, maka penjualan dan pengalihan Saham-Saham OM secara tertutup atau

bawah tangan adalah sah menurut hukum oleh karena telah disetujui oleh pihak

Ongko Multicorpora selaku pemberi gadai.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada dasarnya tidak memberikan

pengaturan secara khusus mengenai persetujuan untuk melakukan eksekusi gadai

saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Namun demikian,

apabila dicermati secara seksama, ketentuan Pasal 1155 ayat (1) Kitab Undang-

92Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 77: Extra of Law

Undang Hukum Perdata sedikit menyinggung mengenai persetujuan pelaksanaan

eksekusi gadai melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Hal ini dapat

dilihat dari rumusan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan sebagai

berikut :

“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, eksekusi obyek

gadai harus dilakukan dengan cara penjualan di muka umum. Akan tetapi, dalam

Pasal yang sama juga diatur secara tegas bahwa ketentuan penjualan di muka

umum berlaku “apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain”. Dengan

adanya pembatasan tersebut, maka dapat dapat disimpulkan bahwasannya para

pihak dimungkinkan untuk mengatur secara berbeda dan dapat mengesampingkan

berlakunya ketentuan pelaksanaan eksekusi obyek gadai menurut cara yang diatur

dalam KUHPerdata. Lebih lanjut lagi, apabila diinterpretasikan secara gramatikal,

maka cara lain yang dimaksud dalam hal ini juga mencakup cara penjualan secara

tertutup atau bawah tangan, yang memang tidak diatur dan berbeda dengan

ketentuan KUHPerdata. Oleh karenanya dapat ditafsirkan bahwa KUHPerdata

tidak melarang terjadinya kesepakatan atau persetujuan antara pemberi gadai dan

penerima gadai untuk melaksanakan eksekusi gadai saham melalui penjualan

93Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 78: Extra of Law

secara tertutup atau bawah tangan, sepanjang hal tersebut memang benar-benar

dapat dibuktikan telah diperjanjikan oleh para pihak.

Berpedoman pada pendapat di atas, maka persetujuan pelaksanaan eksekusi

gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan akan tunduk

pada ketentuan dasar mengenai syarat-syarat keabsahan suatu persetujuan secara

perdata sebagaimana diatur dalam beberapa Pasal sebagai berikut :

Pasal 1320 KUHPerdata : “Untuk sahnya persetujuan-persetujuan duoerlukan empat syarat : 2. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 3. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 4. suatu hal tertentu; 5. suatu sebab yang halal.” Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Merujuk pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, persetujuan pelaksanaan

eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan telah

memenuhi syarat-syarat sahnya suatu persetujuan menurut hukum, sehingga

berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata harus dianggap berlaku sebagai

undang-undang dan mengikat bagi para pihak di dalamnya, yakni pemberi gadai

dan penerima gadai. Atas dasar inilah, maka eksekusi gadai saham melalui

penjualan secara tertutup atau bawah tangan oleh penerima gadai dapat

dilaksanakan berdasarkan persetujuan yang telah diberikan oleh pemberi gadai

kepada penerima gadai.

94Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 79: Extra of Law

J. Satrio, S.H. berpendapat bahwa memang ketentuan Pasal 1155 ayat (1)

KUHPerdata merupakan ketentuan yang bersifat menambah (aanvullend-rect),

karena para pihak bebas untuk menetapkan lain, sehingga dalam hal para pihak

tidak menyimpangi ketentuan tersebut, maka barulah ketentuan Pasal 1155 ayat (1)

berlaku. Namun demikian, kebebasan yang dimaksud dalam hal ini adalah

kebebasan untuk memperjanjikan mengenai pelaksanaan parate eksekusi berupa

tindakan kreditur untuk langsung melakukan eksekusi atas obyek gadai dengan

cara menjual di muka umum. Dengan adanya kebebasan tersebut, maka para pihak

dapat memperjanjikan untuk mengesampingkan hak untuk melaksanakan parate

eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Kebebasan

untuk memperjanjikan lain yang diatur dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata

tidak dimaksudkan sebagai kebebasan atau hak para pihak untuk memperjanjikan

cara eksekusi secara berbeda dari penjualan di muka umum.

Selanjutnya J. Satrio, S.H. juga berpendapat bahwa pembuat Undang-

Undang mempunyai kekhawatiran akan kemungkinan timbulnya kerugian yang

terlalu besar bagi debitur melalui persekongkolan antara penjual dengan calon

pembelinya. Namun, setelah debitur wanprestasi, maka para pihak dapat

mengadakan persetujuan untuk menjual benda jaminan di bawah tangan. Di dalam

praktek sering kali dijumpai perjanjian gadai yang mengandung kalusula

penjualan, baik di muka umum maupun di bawah tangan. Adanya janji seperti itu

sebenarnya tidak dimaksudkan untuk digunakan oleh kreditur secara semena-

mena, tetapi mengingat bahwa sering kali penjualan di bawah tangan memberikan

95Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 80: Extra of Law

hasil yang lebih baik dan ini menguntungkan kedua belah pihak, biasanya dalm

penjualan di bawah tangan, kreditur pemegang gadai meminta persetujuan dari

pemberi gadai. Disamping itu, untuk benda-benda gadai yang mempunyai nilai

yang kecil saja, sungguh tidak praktis dan efisien untuk melaksanakan penjualan

melalui juru lelang. Tidak tertutup kemungkinan bahwa hasil penjualan bisa lebih

kecil dari biaya lelang (dengan semua persiapan pendahuluannya).

Pendapat J. Satrio, S.H. di atas berbeda dengan hasil penafsiran secara

gramatikal dari ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Pada intinya J. Satrio,

S.H. berusaha menekankan bahwa pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui

penjualan di muka umum merupakan suatu hal yang tidak dapat disimpangi.

Kalaupun memang dalam ketentuan Pasal 1155 ayat (1) diatur mengenai

kebebasan untuk memperjanjikan lain, hal tersebut tidak dapat diartikan sebagai

kebebasan untuk memperjanjikan pelaksanaan eksekusi gadai saham dengan cara

lain dari penjualan di muka umum. Persetujuan atas pelaksanaan penjualan secara

tertutup atau di bawah tangan tetap dapat dilaksanakan, namun harus setelah

debitur melakukan tindakan wanprestasi. Hal ini dimaksudkan, untuk

mengantisipasi terjadinya persekongkolan antara penjual dengan calon pembelinya

yang dapat menimbulkan kerugian bagi debitur (dalam hal ini dimungkinkan

bahwa dengan terjadinya persekongkolan tersebut harga penjualan tidaklah

setinggi harga apabila saham yang digadaikan tersebut dijual di muka umum).

Apabila pembuat undang-undang pada kenyataannya memiliki maksud

sebagaimana diutarakan oleh J. Satrio, S.H., menurut hemat penulis hal tersebut

96Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 81: Extra of Law

dapat dimengerti, mengingat apabila persetujuan penjualan gadai saham diberikan

sebelum terjadinya tindakan wanprestasi oleh debitur, maka kedudukan antara

debitur dan kreditur tidaklah seimbang karena dengan adanya persetujuan tersebut

penjualan saham dapat dilakukan tertutup atau dibawah tangan dan tidak ada

jaminan bagi debitur bahwa penjualan saham tersebut tidak dalam posisi harga

terbaik seperti apabila penjualan dilakukan di muka umum. Hal ini tidak akan

terjadi dalam hal persetujuan tersebut diberikan setelah debitur melakukan

wanprestasi karena dalam keadaan demikian debitur dan kreditur berada dalam

posisi yang seimbang untuk memberikan penilaian mengenai cara penjualan yang

paling menguntungkan bagi para pihak, sehingga penjualan saham secara tertutup

atau bawah tangan pada akhirnya dapat dipastikan merupakan solusi untuk

memperoleh harga yang terbaik untuk pelunasan atas hutang debitur kepada

kreditur.

Mengenai hal ini memang tidak ada kepastian dan kejelasan sehubungan

dengan ketentuan kapan suatu persetujuan untuk melakukan eksekusi gadai saham

melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan dapat diperjanjikan. Di satu

sisi apabila ditafsirkan dari rumusan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, jelas terlihat

bahwa ketentuan Pasal tersebut tidak memberikan batasan ataupun syarat khusus

kapan persetujuan semacam itu dapat diperjanjikan atau dengan kata lain para

pihak dapat bebas memperjanjikan mengenai kesepakatan untuk melakukan

eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan pada

saat ditutupnya perjanjian gadai saham atau pada saat lain selama perjanjian gadai

97Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 82: Extra of Law

tersebut masih berlaku dan mengikat. Namun demikian, pada kenyataannya

doktrin dari ahli hukum berpendapat bahwa ketentuan Pasal 1155 ayat (1)

memiliki maksud yang berbeda sebagaimana telah dijelaskan pada paragraf

sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka berkaitan dengan syarat-syarat

keabsahan suatu kesepakatan atau persetujuan mengenai pelaksanaan eksekusi

gadai saham melalui penjualan di muka umum, dapat dilakukan analisa sebagai

berikut :

(a) Persetujuan yang diperjanjikan setelah adanya tindakan wanprestasi

dari pihak debitur

Dalam hal ini persetujuan tersebut dianggap sah menurut hukum karena

menurut doktrin hukum persetujuan semacam inilah yang sebenarnya

diperkenankan oleh ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Persetujuan

yang diperjanjikan setelah adanya tindakan wanprestasi oleh debitur dianggap

dapat memberikan perlindungan secara seimbang baik bagi pihak debitur

maupun kreditur, oleh karena dalam kondisi demikian, dapat dipastikan bahwa

cara eksekusi melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan merupakan

cara terbaik yang telah disepakati para pihak untuk memperoleh hasil harga

penjualan secara lebih baik apabila dibandingkan dengan cara penjualan di

muka umum atau secara lelang. Selain itu, dalam keadaan demikian, juga dapat

dipastikan bahwa cara penjualan secara tertutup atau bawah tangan merupakan

cara eksekusi yang lebih praktis, cepat dan dapat memberikan kemudahan bagi

98Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 83: Extra of Law

para pihak, tanpa adanya kekhawatiran bahwa hal tersebut justru dapat menjadi

suatu kelemahan yang dimanfaatkan oleh pihak kreditur untuk melakukan

penjualan semata-mata untuk kepentingannya sendiri, tanpa memperhatikan

kepentingan debitur untuk memperoleh harga jual yang lebih baik dengan

penjualan di muka umum. Dengan berpedoman pada syarat ini, maka pihak

debitur diberikan perlindungan dan memiliki kebebasan untuk menentukan

cara penjualan yang dapat memberikan hasil terbaik, sehingga pada akhirnya

debitur tetap dapat memanfaatkan hasil penjualan saham untuk pelunasan

hutangnya kepada kreditur, tanpa perlu dirugikan oleh hasil penjualan yang

kurang maksimal.

(b) Persetujuan yang diperjanjikan dalam perjanjian gadai saham atau

pada saat lain sebelum adanya tindakan wanprestasi dari pihak

debitur

Meskipun doktrin ahli hukum memiliki perndapat yang berbeda, namun

sebagian pihak berpendapat bahwa sebenarnya persetujuan semacam ini adalah

sah menurut hukum. Hal ini didasarkan oleh ketentuan Pasal 1155 ayat (1)

KUHPerdata yang secara tegas memperkenankan diperjanjikannya persetujuan

pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup, tanpa

mengatur lebih lanjut mengenai batasan ataupun syarat khusus kapan

persetujuan tersebut dapat diperjanjikan. Namun demikian, oleh karena terjadi

polemik dan perbedaan pendapat, dalam praktek hal ini sering dimanfaatkan

oleh pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa

99Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 84: Extra of Law

persetujuan demikian adalah batal demi hukum karena tidak sesuai dengan

maksud yang sebenarnya dari Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata sebagaimana

dinyatakan oleh doktrin ahli hukum yang berlaku. Persetujuan tersebut

dianggap memiliki kelemahan karena apabila diperjanjikan setelah debitur

melakukan tindakan wanprestasi, maka posisi antara debitur dan kreditur

tidaklah seimbang karena debitur tidak lagi memiliki hak untuk menentukan

cara penjualan lain yang lebih menguntungkan selain penjualan secara tertutup

atau bawah tangan. Kreditur berdasarkan persetujuan yang telah diperjanjikan

dapat langsung melakukan eksekusi melalui penjualan secara tertutup, tanpa

harus memperhatikan kepentingan debitur untuk memperoleh hasil penjualan

secara lebih baik yang dimungkinkan terjadi apabila penjualan dilakukan di

muka umum.

Dalam hal persetujuan pelaksanaan eksekusi melalui penjualan secara

tertutup atau bawah tangan memang telah diperjanjikan oleh para pihak dalam

perjanjian gadai atau pada saat lain sebelum terjadinya tindakan wanprestasi

dari debitur, menurut J. Satrio, S.H., keberadaan janji semacam itu tidak perlu

harus menjadikan klausula demikian batal demi hukum, namun kalusula

tersebut dapat dibatalkan, dengan catatan harus dilihat terlebih dahulu apakah

terdapat dasar yang patut untuk mencantumkan klausula semacam itu.49 Penulis

sependapat dengan apa yang disampaikan oleh J. Satrio, S.H., bahwa dengan

49 J. Satrio, loc.cit., halaman 123.

100Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 85: Extra of Law

demikian pencantuman janji atau persetujuan tersebut sebelum adanya tindakan

wanprestasi dari debitur, tidak dapat secara serta merta dianggap sebagai suatu

tindakan yang melanggar hukum atau menyebabkan persetujuan tersebut

menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Hal ini akan sangat bersifat

kasuistis, sehingga perlu dicermati terlebih dahulu dasar dan tujuan dari

pencantuman janji atau persetujuan semacam itu.

Sehubungan dengan analisa yang telah dijabarkan di muka, putusan

pengadilan untuk perkara gugatan Ongko Multicorpora dalam semua tingkatan,

baik tingkat pengadilan negeri, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, sama

sekali tidak menyinggung mengenai permasalahan keabsahan dari persetujuan atau

janji untuk melakukan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau

bawah tangan berdasarkan Letter of Consent to Transfer tertanggal 7 Agustus

2000, yang dalam hal ini diperjanjikan sebelum adanya tindakan wanprestasi dari

pihak debitur. Kalaupun memang persetujuan tersebut sempat dipermasalahkan,

hal ini hanya mengenai keberlakuan dari persetujuan tersebut yang disebabkan

oleh perbedaan interpretasi mengenai jangka waktu berlakunya perjanjian gadai

saham dan bukan mengenai permasalahan bahwa persetujuan semacam itu

memang pada dasarnya tidak diperkenankan atau bersifat melawan hukum.

Dengan demikian, lembaga peradilan tampaknya lebih condong pada pendapat

bahwa keberadaan janji semacam itu adalah sah menurut hukum. Namun

demikian, untuk dapat mengetahui sejauh mana kekuatan hukum janji atau

persetujuan tersebut sebagai dasar pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui

101Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 86: Extra of Law

penjualan secara tertutup atau bawah tangan, perlu dilakukan analisa terkait

dengan ketentuan dan syarat-syarat lebih lanjut mengenai keabsahan pelaksanaan

eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.2.3. IMPLEMENTASI DARI KETENTUAN PASAL 1156

KUHPERDATA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT

PELAKSANAAN EKSEKUSI GADAI SAHAM MELALUI

PENJUALAN SECARA TERTUTUP ATAU BAWAH TANGAN

Terkait dengan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau

bawah tangan yang dilakukan oleh BFI kepada Debenture Trust Corporation,

Ongko Multicorpora dalam memori peninjauan kembali yang diajukan kepada

Mahkamah Agung, menyatakan dalil-dalil sebagai berikut :

(1) Bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding tidak menelaah secara cermat dan

teliti maksud dan makna dari Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH.Perdata yang

mengatur cara penjualan barang gadai terkait dengan perkara a quo. Majelis

Hakim Tingkat Banding lebih condong mempertimbangkan dan

mengakomodir dalil-dalil Termohon Peninjauan Kembali I yang dari awal

jelas-jelas keliru dan menyesatkan, yaitu karena telah diperjanjikan, maka

barang gadai boleh saja dieksekusi tanpa melalui lelang. Seandainya pun

diperjanjikan oleh pemberi dan penerima gadai, tetap untuk mengeksekusi

barang gadai harus tunduk kepada aturan dan mekanisme yang mengaturnya,

102Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 87: Extra of Law

apalagi eksekusi gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai

yang bersifat tertutup dan tidak dapat disimpangi, dimana penjualan harus

dilakukan dengan cara lelang dimuka umum (sesuai ketentuan Pasal 1155

KUH.Perdata) atau dengan cara lain yang ditentukan oleh putusan

Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap melalui proses gugatan

(sesuai pasal 1156 KUH.Perdata);

(2) Bahwa telah terbukti bahwa penjualan Saham-Saham OM dilakukan

Termohon Peninjauan Kembali I dengan cara menjual secara dibawah

tangan, maka penjualan tersebut adalah bertentangan dan melanggar

ketentuan Pasal 1155 KUH.Perdata. Oleh sebab itu Majelis Hakim Tingkat

Banding seharusnya menyatakan bahwa perbuatan Termohon Peninjauan

Kembali I yang telah menjual Saham-Saham OM itu adalah perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad) ;

(3) Bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding dalam pertimbangan hukumnya pada

halaman 15 paragraf ke-2 telah membuat kekeliruan dalam menilai apakah

perbuatan Termohon Peninjauan Kembali I menjual Saham-Saham OM milik

Pemohon Peninjauan Kembali adalah perbuatan melawan hukum atau bukan,

karena hanya didasarkan pada keadaan bahwa hutang yang dijamin belum

lunas dibayar, tanpa mempertimbangkan apakah cara penjualan saham-saham

tersebut sudah sesuai dan memenuhi ketentuan hukum gadai yang bersifat

mengikat, yang diatur dalam Buku II KUH.Perdata, khususnya pada Pasal

1155 dan 1156.

103Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 88: Extra of Law

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada bagian B.2.2, berdasarkan

ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, pelaksanaan eksekusi gadai saham

pada prinsipnya harus dilakukan melalui penjualan di muka umum. Para pihak

namun demikian dapat memperjanjikan mengenai kesepakatan ataupun pesetujuan

untuk melaksanakan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau

bawah tangan dalam hal debitur melakukan tindakan wanprestasi terhadap

kreditur. Menurut doktrin hukum, persetujuan tersebut hanya dapat dibuat setelah

adanya tindakan wanprestasi dari debitur, karena akan dapat lebih memberikan

perlindungan hukum secara seimbang bagi kedua belah pihak (debitur dan

kreditur). Akan tetapi, apabila persetujuan tersebut dibuat sebelum adanya

tindakan wanprestasi, tidak berarti hal demikian dapat menjadi dasar untuk serta

merta membatalkan persetujuan tersebut, oleh karena harus dilihat secara kasuistis

dengan mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang telah terjadi.

Dalam perkara eksekusi gadai atas Saham-Saham OM, BFI menyatakan

bahwa eksekusi melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan dapat

dilaksanakan berdasarkan Persetujuan dan Kuasa untuk menjual tertanggal 7

Agustus 2000. Menanggapi hal tersebut, Ongko Multicorpora menyatakan bahwa

meskipun telah diberikan persetujuan, tetapi untuk mengeksekusi barang gadai

harus tunduk kepada aturan dan mekanisme yang mengaturnya, apalagi eksekusi

gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai yang bersifat tertutup

dan tidak dapat disimpangi, dimana penjualan harus dilakukan dengan cara lelang

dimuka umum (sesuai ketentuan Pasal 1155 KUH.Perdata) atau dengan cara lain

104Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 89: Extra of Law

yang ditentukan oleh putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

melalui proses gugatan (sesuai pasal 1156 KUH.Perdata). Mahkamah Agung

dalam putusan peninjauan kembali untuk perkara ini memutuskan untuk menolak

dalil-dalil yang diajukan oleh Ongko Multicorpora dan menyatakan bahwa

pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah

tangan oleh BFI kepada Debenture Trust Corporation adalah sah menurut hukum.

Berkenaan dengan putusan Mahkamah Agung tersebut di atas, Pasal 1156

KUHPerdata menyatakan sebagai berikut ::

Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata menyatakan sebagai berikut : “Bagaimanapun, apabila si berutang atau si pembeli gadai bercidera-janji, si berpiutang dapat menuntut di muka Hakim supaya barangnya gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh Hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya, ataupun Hakim atas tuntutan si berpiutang, dapat mengabulkan bahwa barangnya gadai akan tetap pada si berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya.”

Ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata menjelaskan bahwa pihak penerima

gadai dapat menuntut pelaksanaan eksekusi gadai dapat dilakukan dengan cara

selain diatur dalam ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata (melalui penjualan secara

tertutup) berdasarkan putusan dari Hakim. Tampaknya pihak Ongko Multicorpora

menjadikan ketentuan ini sebagai dasar hukum bahwa persetujuan dan kuasa yang

telah diberikannya kepada BFI untuk melakukan penjualan saham secara tertutup

atau bawah tangan tidak dapat secara serta merta menjadi dasar pelaksanaan

penjualan tersebut, karena berdasarkan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata masih

105Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 90: Extra of Law

diperlukan formalitas lain, yaitu untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan, agar

penjualan saham secara tertutup atau bawah tangan dapat dilakukan.

Keberadaan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata memang dapat

menimbulkan perdebatan apakah pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui

penjualan secara tertutup atau bawah tangan harus dilaksanakan berdasarkan suatu

putusan pengadilan atas gugatan yang diajukan oleh pihak kreditur. Sedangkan di

sisi lain, seperti telah dibahas sebelumnya pada B.2.2, para pihak seharusnya sudah

dapat melaksanakan eksekusi tersebut berdasarkan persetujuan yang telah

disepakati bersama (dengan catatan hal tersebut juga masih disetujui oleh debitur

setelah terjadinya tindakan wanprestasi). Disamping itu, apabila memang kreditur

masih diharuskan untuk mengajukan tuntutan atau gugatan50 agar dapat

memperoleh putusan pengadilan yang menjadi dasar pelaksanaan penjualan secara

tertutup, bukankan dengan demikian persetujuan yang telah disepakati sebelumnya

menjadi sama sekali tidak berguna dan sia-sia.

Untuk dapat menjawab permasalahan di atas, maka perlu terlebih dahulu

dicermati konsep dasar dari tuntutan atau gugatan yang dimaksud dalam hal ini.

51Menurut Yahya Harahap, dalam suatu gugatan contentiosa, gugatannya

mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan

dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan, merupakan sengketa atau

perselisihan antara para pihak. Gugatan semacam ini juga sering disebut sebagai

50 Tuntutan atau gugatan yang dimaksud dalam hal ini adalah gugatan contentiosa. 51 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian

dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, halaman 46.

106Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 91: Extra of Law

contentiosa reschtspraak, artinya penyelesaian sengketa pengadilan melalui proses

sanggah menyanggah dalam bentuk replik (jawaban dari suatu jawaban) dan duplik

(jawaban kedua kali). Perkataan contentiosa atau contentious berasal dari bahasa

Latin yang dekat kaitannya dengan penyelesaian sengketa perkara dengan penuh

semangat bertanding atau berpolemik. Hal ini yang menyebabkan penyelesaian

perkara yang mengandung sengketa disebut sebagai yurisdiksi contentiosa atau

contentious jurisdiction, yaitu kewenangan pengadilan yang memeriksa perkara

yang berkenaan dengan masalah persengketaan.

Bertitik tolak dari penjelasan di atas, maka telah jelas bahwa tutuntutan ke

muka Hakim yang dimaksud oleh Pasal 1156 KUHPerdata adalah gugatan

contentiosa yang melibatkan para pihak dalam keadaan bersengketa. Sedangkan

keadaan bersengketa yang dimaksud dalam hal ini adalah keadaan dimana terjadi

ketidaksesuaian, perselisihan dan ketidaksepahaman antara para pihak. Dengan

demikian, gugatan atau tuntutan di muka hakim seharusnya menjadi prasyarat

hanya apabila terjadi kondisi sengketa antara para pihak berkaitan dengan

pelaksanaan eksekusi gadai melalui cara selain penjualan secara tertutup.

Sebagai perbandingan, dalam lembaga jaminan Hak Tanggungan,

pelaksanaan eksekusi melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan dapat

dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996, sebagai berikut :

(1) setelah lewat waktu 1 bulan dari tanggal pemberitahuan secara tertulis oleh

pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang

107Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 92: Extra of Law

berkepentingan, dengan tujuan untuk melindungi pihak-pihak yang

berkepentingan seperti pemegang hak tanggungan kedua, ketiga dan kreditur

lainnya dari pemberi hak tanggungan, sedangkan tanggal pemberitahuan

tertulis yang dimaksud dalam hal ini adalah tanggal pengiriman pos tercatat

atau tanggal penerimaan melalui kurir maupun faksimili;

(2) diumumkan dalam sedikit-dikitnya 2 surat kabar;

(3) tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Pada angka (3), dinyatakan bahwa penjualan tersebut dilakukan dalam hal

tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Hal ini dapat dipersamakan dengan

kondisi dimana tidak terjadi sengketa atau peselisihan berkaitan dengan

pelaksanaan eksekusi melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Hanya

saja dalam Hak Tanggungan, diatur beberapa formalitas tambahan lainnya yang

harus dilakukan untuk dapat melindungi kepentingan para pihak yang terkait, yang

antara lain adalah memberikan pemberitahuan secara tertulis dan mengumumkan

dalam surat kabar. Disamping itu, para pihak yang berkepentingan juga harus

diberikan kesempatan untuk dapat mengajukan keberatan apabila penjualan

tersebut kiranya dapat menimbulkan kerugian, namun jangka waktu tersebut juga

dibatasi untuk tetap dapat memberikan perlindungan hukum kepada kreditur atau

penerima gadai yang dalam hal ini berkepentingan untuk dapat menjual obyek

jaminan serta mengambil hasilnya sebagai pelunasan atas hutang debitur kepada

kreditur.

108Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 93: Extra of Law

Untuk lembaga jaminan gadai, memang pelaksanaan eksekusi melalui

penjualan secara tertutup atau bawah tangan tidak diatur dengan prosedur secara

terperinci sebagaimana lembaga Hak Tanggungan. Namun demikian, secara

konseptual pelaksanaan penjualan secara tertutup atau bawah tangan, sebagai

bentuk pengecualian dari penjualan di muka umum dalam Hak Tanggungan,

memiliki tujuan yang sama yaitu untuk dapat memberikan kesempatan bagi

kreditur guna mendapatkan hasil penjualan terbaik dengan cara selain penjualan di

muka umum. Oleh karenanya, sebaiknya prosedur dan mekanisme serupa juga

dapat diterapkan dalam pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan

secara tertutup atau bawah tangan. Dengan diterapkannya mekanisme tersebut,

maka dapat diperoleh jalan keluar atas ketidakpastian dan permasalahan yang

terjadi selama ini sebagai akibat dari perbedaan interpretasi mengenai ketentuan

Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata.

Dalam perkara eksekusi gadai Saham-Saham OM, para pihak sebenarnya

telah memperjanjikan suatu persetujuan dan kuasa mengenai pelaksanaan eksekusi

gadai Saham-Saham OM melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan,

yang dibuat sebelum terjadinya tindakan wanprestasi oleh Ongko Multicorpora.

Dengan demikian, berdasarkan pembahasan pada paragraf di atas, persetujuan

tersebut dapat menjadi dasar pelaksanaan eksekusi gadai Saham-Saham OM

melalui penjualan secara bawah tangan oleh BFI kepada Debenture Trust

Corporation apabila telah terpenuhi kondisi berikut ini:

109Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 94: Extra of Law

(1) dapat dibuktikan bahwa kedua belah pihak (BFI dan Ongko Multicorpora)

telah setuju dan sepakat bahwa pelaksanaan eksekusi gadai Saham-Saham

OM harus dapat dilakukan dengan cara penjualan secara tertutup atau bawah

tangan kepada pihak ketiga (hal penting yang perlu dicatat adalah meskipun

memang persetujuan demikian telah diberikan berdasarkan Letter of Consent

tanggal 7 Agustus 2000, namun untuk tetap memberikan kepastian hukum

bagi kedua belah, sebaiknya persetujuan tersebut perlu untuk ditegaskan

kembali setelah terjadinya tindakan wanprestasi oleh Ongko Multicorpora);

(2) kedua belah pihak (BFI dan Ongko Multicorpora) tidak berada dalam

keadaan bersengketa atau beselisih mengenai cara pelaksanaan eksekusi

gadai Saham-Saham OM melalui penjualan secara tertutup atau bawah

tangan);

(3) pelaksanaan eksekusi gadai Saham-Saham OM merupakan cara atau

alternatif terbaik untuk memperoleh hasil penjualan terbaik (artinya tanpa

perlu melakukan penjualan di muka umum, penjualan secara tertutup atau

bawah tangan dapat memberikan hasil yang baik), sehingga dapat digunakan

untuk melunasi hutang kepada BFI, tanpa harus menimbulkan kerugian bagi

Ongko Multicorpora.

Dalam proses persidangan mengenai perkara ini telah terungkap beberapa

fakta hukum mengenai penjualan Saham-Saham OM oleh BFI kepada Debentur

Trust Corporation, sebagai berikut :

110Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 95: Extra of Law

(1) Pihak Debenture Trust Corporation telah melakukan pengumuman melalui

media masa Harian Bisnis Indonesia tanggal 14 Mei 2001 mengenai

penjualan saham dan atas pengumuman tersebut Ongko Multicorpora tidak

pernah melakukan protes maupun mengajukan keberatan.

(2) Pihak BFI telah memberi tahu Ongko Multicorpora tentang pelaksanaan

putusan perdamaian dan pengalihan Saham-Saham OM melalui surat tanggal

11 Mei 2001, yang telah disetujui oleh Ongko Multicorpora.

(3) Sejak perpanjangan terakhir, yaitu dengan surat tanggal 28 dan 29 November

2000 serta sejak dikeluarkannya surat-surat persetujuan untuk menjual

Saham-Saham OM tanggal 7 Agustus 2000 dan tanggal 11 Mei 2001, pihak

Ongko Multicorpora tidak pernah mengajukan protes atau meminta kembali

Saham-Saham OM karena Ongko Multicorpora mengakui bahwa Saham-

Saham OM memang masih digadaikan kepada BFI.

Berdasarkan fakta-fakta sebagaimana diuraikan di atas, terlihat bahwa

sebenarnya kedua belah pihak tidak berada dalam kondisi bersengketa pada saat

dilaksanakannya penjualan Saham-Saham OM atau dengan kata lain penjualan

tersebut telah disetujui oleh pihak Ongko Multicorpora bukan hanya pada saat

diberikannya persetujuan tertanggal 7 Agustus 2000, tetapi juga setelah terjadinya

tindakan wanprestasi oleh Ongko Multicorpora. Terlebih lagi pihak Ongko

Multicopora tidak mengajukan keberatan ataupun tanggapan lebih lanjut atas

pelaksanaan penjualan Saham-Saham OM dan baru setelah lewatnya waktu kurang

lebih 2 tahun mengajukan gugatan pembatalan atas jual beli saham tersebut.

111Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.

Page 96: Extra of Law

Kalaupun memang pada akhirnya penjualan tersebut dirasa merugikan Ongko

Multicorpora, yang bersangkutan seharusnya segera menyatakan keberatannya

pada saat diumumkannya penjualan saham tersebut.

Putusan Majelis Hakim pada tingkat peninjauan kembali yang menyatakan

bahwa penjualan Saham-Saham OM adalah sah menurut hukum, menurut hemat

penulis sudah tepat berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :

(1) meskipun persetujuan secara tertulis dibuat sebelum terjadinya tindakan

wanprestasi yang dilakukan oleh Ongko Multicorpora, namun fakta-fakta

hukum yang terjadi telah membuktikan bahwa Ongko Multicorpora secara

tidak langsung telah menegaskan persetujuan tersebut setelah terjadinya

tindakan wanprestasi, dengan tidak mengajukan keberatan ataupun tanggapan

atas pemberitahuan dan pengumuman yang dilakukan oleh BFI, atas dasar

inilah maka kedua belah pihak tidak berada dalam kondisi bersengketa,

sehingga tidak diperlukan persyaratan mengajukan gugatan atau tuntutan ke

muka hakim sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata;

(2) BFI telah melakukan tindakan-tindakan yang sekiranya dianggap perlu guna

memberikan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan dan mencegah

timbulnya permasalahan hukum di kemudian hari, antara lain dengan

memberikan pemberitahuan dan pengumuman di surat kabar, yang mana

tidak mendapatkan tanggapan ataupun keberatan dari pihak lain, termasuk

Ongko Multicorpora.

112Tinjauan yuridis ..., Ivan Lazuardi Suwana, FH UI., 2009.