Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Organisme hidup yang ada di dunia ini sangat beragam, memiliki system organisasi yang sangat komplek sehingga cenderung tidak mudah untuk dianalisis, dan didiskusikan kecuali dengan cara deskriptif. Atas dasar inilah maka dalam mempelajari system kehidupan ada kecenderungan orang membuat model atau penyederhanaan (reduksi) kompleksitas obyek kajian. Tujuannya adalah agar sistem organisasi kehidupan dapat lebih mudah diamati, dianalisis dan didiskusikan untuk mengembangkan konsep-konsep baru. Melalui cara ini berkembanglah bidang-bidang ilmu seperti Biologi sel, biokimia dan Biologi Molekuler (termasuk di dalamnya genetika molekuler). Dengan demikian teori evolusi pun tidak lepas dari sasaran kajian-kajian bidang ilmu tersebut karena evolusi menyangkut konsep asal-usul kehidupan. Biologi molekuler adalah bidang ilmu yang berkembang dari genetika molekuler yang diperluas. Bahasan Biologi molekuler meliputi semua aspek proses hidup, tidak saja hanya menyangkut sifat-sifat yang diturunkan melalui gen, melainkan juga ekspresi dan pelaksanaan program-program kehidupan dalam proses fisiologi, perkembangan reproduksi dan taksonomi sampai 1
69

Evolusi Genome

Apr 07, 2016

Download

Documents

Ummul Hasanah

makalah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Evolusi Genome

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Organisme hidup yang ada di dunia ini sangat beragam, memiliki system

organisasi yang sangat komplek sehingga cenderung tidak mudah untuk dianalisis,

dan didiskusikan kecuali dengan cara deskriptif. Atas dasar inilah maka dalam

mempelajari system kehidupan ada kecenderungan orang membuat model atau

penyederhanaan (reduksi) kompleksitas obyek kajian. Tujuannya adalah agar

sistem organisasi kehidupan dapat lebih mudah diamati, dianalisis dan

didiskusikan untuk mengembangkan konsep-konsep baru. Melalui cara ini

berkembanglah bidang-bidang ilmu seperti Biologi sel, biokimia dan Biologi

Molekuler (termasuk di dalamnya genetika molekuler). Dengan demikian teori

evolusi pun tidak lepas dari sasaran kajian-kajian bidang ilmu tersebut karena

evolusi menyangkut konsep asal-usul kehidupan.

Biologi molekuler adalah bidang ilmu yang berkembang dari genetika

molekuler yang diperluas. Bahasan Biologi molekuler meliputi semua aspek

proses hidup, tidak saja hanya menyangkut sifat-sifat yang diturunkan melalui

gen, melainkan juga ekspresi dan pelaksanaan program-program kehidupan dalam

proses fisiologi, perkembangan reproduksi dan taksonomi sampai dengan bahasan

tentang adaptasi dan interaksi dengan spesies lain.

Dengan demikian biologi molekuler merupakan bidang kajian yang

mengadung unsur biokimia maupun biofisika dan hanya dapat dibahas dengan

baik apabila cukup memiliki penguasaan bidang biologi secara mendasar.

Berkaitan dengan mengungkap peristiwa evolusi pada tingkat genom, maka perlu

dikajai dari aspek genetika dan Biologi molekuler untuk menjawab pertanyaan

apa dan bagaimana evolusi dapat terjadi pada tingkat genom. Hingga saat ini,

genom hanya dapat dipelajari secara tidak langsung, dengan menggunakan

rangkaian genomik parsial dan kadang-kadang tidak representatif. Situasi ini

berubah dengan cepat ketika rangkaian genomik yang sempurna sudah ada.

Genom-genom pertama organel yang diurutkan; pertama rangkaian mitokondria

sempurna (~17.000 bp) dipublikasikan pada tahun 1981, dan genom kloroplas

1

Page 2: Evolusi Genome

pertama (~156.000 bp) pada tahun 1986. Rangkaian genom sempurna pertama

dari organisme yang hidup bebas, eubacterium Haemophilus influenzae (-

1.830.000 bp), disempurnakan pada tahun 1995, diikuti dalam penggantian cepat

oleh rangkaian sempurna archaeon, Methanococcus jinnaschii (~1.660.000 bp} ,

dan 16 kromosorn ragi uni sel, Saccharomyces cerevisiae (~12.000.000 bp).

Genom sempurna pertama dari organisme multi sel, nematoda Caenorhabditis

elegans (-97.000.000 bp), dilaporkan pada tahun 1998, proyek-proyek genom

untuk Drosophila melanogaster , manusia, tikus, padi, dan tanaman jagung

diharapkan agar disempunakan di waktu dekat yang akan datang.

Sebelum sistem organisasi genom pada jasad yang mengalami evolusi

akan dibahas lebih lanjut, perlu dipaharni terlebih dahulu perbedaan pengertian

antara gen dengan genom. Gen adalah unit molekul DNA atau RNA dengan

panjang minimum tertentu yang membawa informasi mengenai urutan asarn

amino yang lengkap suatu protein, atau yang menentukan struktur lengkap suatu

molekul rRNA (RNA ribosom) atau tRNA (transfer RNA). Genom adalah satu

kesatuan gen yang secara alami dimiliki oleh satu set atau virus, atau satu

kesatuan kromosom jasad eukaryot dalam fase haploid. Dengan batasan semacam

ini maka dapat dimengerti bahwa sepotong molekul DNA yang tidak membawa

informasi genetik yang lengkap tidak dapat disebut Sebagai gen melainkan hanya

sebagai fragmen DNA, Demikian juga, satu kromosom suatu jasad yang

mempunyai lebih dari satu kromosom juga tidak dapat disebut sebaggi genom

jasad tersebut.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dari latar belakang tersebut adalah:

1. Bagaimana adanya variasi ukuran genom di antara organisme?

2. Bagaimana masalah keteraturan gen dan dinamika perubahan evolusi dalam

hubungannya dengan keteraturan gen?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui adanya variasi ukuran genom di antara organism

2

Page 3: Evolusi Genome

2. Untuk mengetahui masalah keteraturan gen dan dinamika perubahan evolusi

dalam hubungannya dengan keteraturan gen

D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini yaitu:

1. Dapat mengetahui mengetahui adanya variasi ukuran genom di antara

organisme

2. Dapat mengetahui masalah keteraturan gen dan dinamika perubahan evolusi

dalam hubungannya dengan keteraturan gen

3

Page 4: Evolusi Genome

BAB II

PEMBAHASAN

A. VARIASI UKURAN GENOM DI ANTARA ORGANISME

1. Nilai C

Pada organisme haploid seperti bakteri, ukuran genom ditunjukkan oleh

total jumlah DNA di dalam genom. Pada organisme diploid ataupun poliploid,

ukuran genom didefinisikan sebagai jumlah DNA dalam genom haploid yang

tidak direplikasi, seperti halnya pada inti sperma. Ukuran genom juga disebut nilai

C, dimana C diartikan sebagai “konstan” atau “karakteristik” yang menunjukkan

kenyataan bahwa ukuran genom haploid menunjukkan variabilitas intraspesifik

yang kecil, yang cukup konstan dalam setiap satu spesies. Sebaliknya, nilai C

memiliki variasi yang luas dari spesies satu ke spesies yang lain baik pada

prokariot maupun eukariot.

Ukuran genom inti pada eukariota biasanya diukur dalam picogram (pg)

DNA (1 pg = 10-12 g). Genom prokariotik yang lebih kecil umumnya diukur dalam

dalton, unit atom relatif atau massa molekular. Masih dengan ukuran genom yang

lebih kecil, seperti organel dan virus, sama besarnya dengan ukuran spesifik

untaian DNA atau RNA, yang biasanya dinyatakan dalam base pair (bp) atau

kilobase pairs (Kb) (1 Kb = 1000 bp). Sekuen genom yang lengkap dinyatakan

dalam megabase pairs (1 Mb = 1000 Kb). Untuk menghindari kebingungan, lebih

sering digunakan bp dan Kb. Perhatikan Tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1. Faktor Konversi Ukuran Genom Organisme

Unit Faktor Konversi

Picograms Dalton Base Pairs

Picogram 1 6,02 x 1011 0,98 x 109

Dalton 1,66 x 10-12 1 1,62 x 10-3

Base Pair 1,02 x 10-9 618 1

2. Evolusi Ukuran Genom pada Prokariot

4

Page 5: Evolusi Genome

Ukuran genom bakteri bervariasi berkisar antara 20-30 kali, dari yang

terkecil yakni 6x105 bp pada beberapa intraseluler parasit obligat, sampai lebih

dari 107 bp pada beberapa spesies cyanobakteri (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Kisaran Nilai C pada Beberapa Prokariot.

Genom terkecil yang diketahui adalah patogen urogenital, Mycoplasma

genitalium, yang mengandung sekitar 470 gen pengkode protein, 3 gen rRNA

spesifik, dan 33 gen tRNA spesifik. Informasi genetik yang terkandung di

dalamnya dipercaya hanya sebagian kecil yang dibutuhkan untuk kehidupan.

Jumlah gen di bakteri lainnya berkisar 500-8000 (kira-kira 20 kali lipat). Dengan

kata lain, variasi jumlah gen adalah sama dengan variasi pada nilai C.

Rata-rata ukuran gen pengkode protein pada bakteri adalah sekitar 1 Kb,

ukuran fraksi gen pada genom diperkirakan berkisar antara 500 Kb hingga sekitar

104 Kb. Kita dapat menyimpulkan bahwa prokariot tidak mengandung DNA

nongenik dalam jumlah yang besar. Memang, mayoritas sekuen pengkode protein

pada spesies bakteri lebih banyak mencapai 87-94% dari genom, sehingga fraksi

nongenik nampak sedikit lebih kecil.

Gambar 2.1. Hubungan antara jumlah gen dan ukuran genom pada sekuen lengkap spesies eubakteria dengan 12 genom sirkuler dan satu genom linier.

5

Page 6: Evolusi Genome

Genom bakteri dibagi menjadi 3 fraksi yaitu (1) DNA kromosomal, (2)

DNA yang berasal dari plasmid, dan (3) transposableelements. Fraksi

kromosomal mengandung gen pengkode protein yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan dan fungsi metabolisme (90-95%), pengaturan jarak dan jenis sinyal

(~5%), gen spesifik RNA (~1%), dan jumlah dari sekuen berulang, umumnya

pada urutan panjang beberapa pasang basa. Beberapa bakteri mungkin membawa

plasmid sebagai elemen genetik ekstrakromosomal. Pada beberapa contoh, gen

diturunkan dari plasmid yang ditemukan menyatu pada koromosom bakteri.

Transposable elements umumnya merupakan komponen dari genom bakteri.

Sebagai contoh, wild strain dari Eschericia coli mengandung 1-10 kopi pada

paling sedikit dari 6 tipe yang berbeda dari sekuen insersi (penyisipan). Fraksi

nongenik dari genom (mencakup sekuen insersi, termasuk plasmid dan

bekteriofag yang diturunkan dari gen) nampak pada satu urutan yang ukurannya

lebih kecil dari fraksi kromosom. Yang lebih menarik, pada semua spesies bakteri

yang memiliki sekuen genom yang lengkap, kami juga menemukan petunjuk

untuk gen fungsional yang ditemukan melalui transfer gen horisontal. Pada

banyak kasus, transfer gen horisontal telah disimpulkan melalui daerah unik

kandungan GC dan pemanfaatan kodon.

Semenjak dikemukakan pembahasan antara ukuran genom dan filogeni

bakteri, hal ini mendukung bahwa bertambahnya ukuran genom secara

berkelanjutan terjadi pada garis keturunan bakteri (Wallace dan Morowitz 1973).

Penggunaan filogeni bakteri sebagai dasar untuk membandingkan sekuen rRNA,

Herdman (1985) menghubungkan perubahan dalam ukuran genom yang

dipergunakan dalam sejarah filogeni. Hasil penyelidikan ini mengindikasikan

bahwa bertambahnya ukuran genom terjadi secara independen atau bebas pada

beberapa garis keturunan bakteri. Menariknya, bahwa banyak pertambahan

ukuran genom terjadi secara kebetulan pada beberapa garis keturunan bakteri dan

pada spesifik waktu yang lain dari sejarah evolusi di planet, yakni pada saat

jumlah oksigen di atmosfer bumi tidak dapat diperkirakan, kira-kira 1,8 milyar

tahun yang lalu.

Distribusi ukuran genom pada bakteri dapat dijelaskan melalui kombinasi

beberapa proses: (1) banyak gen independen dan duplikasi operon, (2) delesi

6

Page 7: Evolusi Genome

dalam skala kecil dan insersi, (3) transposisi duplikatif, (4) transfer horisontal gen

terutama dari plasmid dan bakteriofag, tetapi juga dari spesies lain, dan (5)

hilangnya ujung masif DNA dalam sebagian besar parasit.

3. Genom Minimal

Pencarian genom dari “wujud replikasi autonom terkecil” telah dimulai pada

akhir 1950an oleh Morowitz dan rekannya. Dimulai dengan mempelajari

Mollicutes, yang mana merupakan organisme seluler dengan genom terkecil dan

jumlah gen terkecil di alam. Tidak ada bukti, bagaimanapun juga bahwa 468 gen

pengkode protein dalam M. genitalium benar-benar mewakili kebutuhan minimal

untuk mempertahankan hidup. Ada kemungkinan bahwa derajat tertentu

redundansi genetik ada bahkan dalam genom yang paling efisien. Berikut ini akan

dijelaskan dua pendekatan untuk menyimpulkan set gen minimal untuk kehidupan

selular.

a) Pendekatan Analitis

Perkiraan awal komplemen gen minimal dilakukan dengan mengidentifikasi

himpunan semua gen ortolog yang umum untuk sekelompok organisme. Salah

satu contohnya, mengenai perbandingan proteomes E. coli, H. influenzae, dan M.

genitalium, ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dari perbandingan, dapat disimpulkan

perkiraan gen minimal ialah 239 gen.

Gambar 2.2 Diagram venn ortolog yang umum untuk gen pengkode protein antara tiga spesies bakteri. M.genitalium dan H.influenzae memiliki 240 kesamaan orthologs, M.genitalium dan E.coli memiliki 257, dan H.influenzae dan E. coli memiliki1,128. Terdapat 239 orthologs yang umum untuk ketiga spesies.

7

Page 8: Evolusi Genome

Dalam penambahan pada gen pengkode protein, pada beberapa gen vital

harus disertakan perangkat minimal. Gen ini tidak dapat diidentifikasi pada tahap

pertama analisis karena adanya fenomena “pemindahan gen nonorthologous”,

yang salah satu bentuk konvergen fungsionalnya terbawa ketika digunakan dalam

protein yang tidak mempunyai hubungan untuk menunjukkan beberapa fungsi

yang vital (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Sebuah skenario hilangnya gen diferensial untuk perpindahan gen nonortholog. Berasal dari nenek moyang yang memiliki dua protein (lingkaran dan segitiga) melakukan fungsi serupa. Pengkodean gen salah satu dari mereka hilang dalam keturunan1, sedangkan yang lainnya hilang dalam keturunan 2. hasilnya adalah konvergensi fungsional

Dari pendekatan ini, perangkat gen minimal yang telah ditemukan

mencakup: (1) sebuah sistem yang hampir sempurna dari translasi; (2) mesin

replikasi DNA yang hampir lengkap; (3) sebuah perangkat dasar dari gen untuk

rekombinasi dan perbaikan DNA; (4) sebuah perangkat transkripsi yang terdiri

dari empat unit RNA polimerase; (5) seperangkat besar protein penjaga; (6)

sedikit gen pengkode protein yang terlibat dalam metabolisme anaerob; (7)

beberapa gen yang mengkode enzim untuk lemak dan biosintesis kofaktor; (8)

beberapa protein transport pada transmembaran; dan (9) seperangkat dari 18

protein yang tidak diketahui fungsinya. Yang perlu diperhatikan pada perangkat

minimal ini tidak mengandung mesin esensial untuk biosintesis asam amino dan

8

Page 9: Evolusi Genome

nukleotida, yang sebelumnya dipercaya harus sudah didapatkan dari lingkungan

dalam bentuk “siap pakai”.

b) Pendekatan Eksperimental

Sebuah pendekatan eksperimental untuk masalah genom dengan 79 lokus

pengkode protein terpilih secara acak pada bakteri gram positif Bacillus subtilis

yang keluar melalui mutagenesis (Gambar 2.4). Mutasi yang hanya pada 6 dari

semua lokus membuat B. subtilis tidak mampu tumbuh dan membentuk koloni,

sementara mutan pada sisa 73 lokus mempertahankan kemampuannya untuk

membelah. Hanya tiga dari enam lokus keluar mengkode protein yang telah

diidentifikasi secara jelas fungsinya. Ini adalah dnaA dan dnaB, yang terlibat

dalam inisiasi pada replikasi DNA, dan rpoD, yang merupakan bagian hasil dari

sintesis RNA.

Gambar 2.4 Lokasi genomik dari 79 lokus yang dipilih secara acak (baris) dalam Bacillus subtilis yang telah tersingkir oleh mutagenesis. Enam lingkaran yang solid menunjukkan lokus yang sangat diperlukan, tiga yang teridentifikasi

Untuk memastikan keluarnya gen yang tidak mempengaruhi pertumbuhan

berlebihan yang bukan famili multigen, bakteri juga menunjukkan berbagai

mutasi. Menariknya, bahkan ketika 33 lokus yang tidak mampu secara simultan,

bakteri dan turunannya mempertahankan kemampuan mereka untuk membentuk

koloni. Maka, 73 dari 79 gen diduga benar-benar tidak diperlukan, selama hanya

sekitar 7,5% genom dianggap diperlukan. Panjang genom B. subtilis adalah 4,2 x

106 bp, dan diasumsikan bahwa perbandingan genom yang diperlukan dibanding

gen yang tidak diperlukan adalah sama, panjang genom yang diperlukan

diperkirakan mencapai 4,2 x 106 x 0,075 = 3,2 x 105 bp. Memakai 1,25 Kb sebagai

ukuran rata-rata dari gen pengkode protein, kita peroleh sebuah perkiraan

9

Page 10: Evolusi Genome

perangkat minimal gen dari 320.000/1.250 = 254 gen. Mengingat bahwa analitis

dan pendekatan eksperimental menggunakan metodologi dan data yang tidak

terkait, kesesuaian antara kedua hasil tersebut sangatlah menakjubkan.

4. Miniaturisasi Genom

Beberapa kesimpulan umum telah dicapai pada pokok bahasan evolusi

morfologi. Pada perbandingannya, salah satu aturan terkecil yang jelas dapat

disimpulkan mencakup pengaruh dari tidak digunakannya tingkatan molekuler:

reduksi drastis pada ukuran genom (miniaturisasi genom) selalu diasosiasikan

dengan kehilangan fungsi. Khususnya, bentuk hidup parasit atau endosimbiotik

yang ditemukan mempengaruhi ukuran genom secara mendalam dan jika kita

melihat sebelumnya, genom bakteri terkecil yang dimiliki oleh parasit

endoseluler. Miniaturisasi genom mungkin terjadi melalui dua proses: transfer gen

atau gen yang hilang. Penjelasan berikutnya terkait dengan reduksi ukuran genom

yang dikarenakan endosimbiosis dan parasit secara terpisah.

a) Reduksi Ukuran Genom yang Mengiringi Endosimbiosis

Miniaturisasi menyeluruh pada genom mengikuti kejadian endosimbiosis

yang memunculkan peristiwa pada mitokondria dan kloroplas. Beberapa organela

kemungkinan redundan dan hilang tanpa adanya penggantian melalui delesi;

lainnya ditransfer secara massal menuju genom inti.

Selain mitokondria dan kloroplas, banyak organela eukariotik lain yang

diturunkan melalui endosimbiosis di antara organisme independen. Margulis, dkk

(1979) mengusulkan bahwa flagel, silia, dan organel yang lain dari sel motil

diturunkan dari spirochetes yang lalu diasosiakan bersimbiosis dengan nenek

moyang eukariot. Jika usulan tersebut ternyata benar, maka organel ini harus telah

mengalami miniaturisasi genom maksimal yaitu, mereka telah kehilangan seluruh

genom mereka.

Contoh menarik reduksi genom yang mengikuti endosimbiosis mencakup

Chlorarachniophyta, sekelompok amoeba berflagel yang memperoleh kapasitas

fotosintesis dengan menelan dan mempertahankan flagel alga hijau (kelas

Ulvophyceae). Alga endosimbian mempertahankan kloroplas, nukleus,

sitoplasma, dan membran plasma. Sisa nukleus, yang disebut nukleomorph,

10

Page 11: Evolusi Genome

mengandung tiga kromosom linear kecil dengan jumlah total ukuran genom

haploid sekitar 380.000 bp, yang diketahui sebagai genom eukariot terkecil.

b) Reduksi Ukuran Genom pada Parasit

Parasitisme melibatkan hubungan yang intim antara dua organisme: sebuah

inang yang menyediakan banyak keperluan metabolik dan fisiologis bagi yang

lain, yaitu yang memparasit. Parasitisme selalu mengakibatkan kehilangan fungsi

genetik pada parasit dan sebagai akibatnya reduksi pada ukuran genom. Sebagai

contoh, tumbuhan Epiphagus virginiana, sebuah parasit nonfotosintesis keluarga

dari lavender, basil, dan catnip, yang mempunyai genom kloroplas sangat kecil

(~70.000 bp) yang mengandung hanya 42 gen. Dapat dipahami, semua gen untuk

fotosintesis dan klororespirasi tidak tersedia. Belum jelas, mengapa semua

kloroplas yang dikode gen RNA polimerase, gen pengkode protein ribosom dan

banyak gen sepesifik tRNA juga dihilangkan.

5. Ukuran Genom pada Eukariot dan Nilai C Paradox

Nilai C pada eukariot biasanya lebih besar daripada prokariot, tetapi ada

pengecualian. Contohnya, yeast S. cerrevisiae mempunyai genome yang

ukurannya hampir sama dengan beberapa bakteri gram positif, seperti

Streptomyces coelicolor dan S. rimosus, dan lebih kecil dari kebanyakan spesies

Cyanobacteria terutama genus Calothrix. Namun, karena genom inti eukariotik

berasal dari replikasi ganda sementara prokariota sekiranya hanya memiliki satu,

eukariota dapat mengalami replikasi DNA dalam jumlah yang lebih besar dari

DNA tiap satuan waktu dari pada prokariota. Variasi nilai C dalam eukariot jauh

lebih besar dari pada bakteri, dari 8,8 x 106 bp sampai 6,9 x 1011 bp, kira-kira

80.000 kali lipat (Tabel 2.3).

Tabel 2.3 Kisaran Nilai C pada Beberapa Kelompok Eukariot

Takson Genome Size Range (Kb)Ratio

(Highest/Lowest)

All Eukaryotes 8,800-686,000,000 77,955

Alveolata 23,500-201,000,000 8,553

Apicomlexians 9,400-201,000,000 21,383

Ciliates 23,500-8,620,000 367

11

Page 12: Evolusi Genome

Dinoflagellates 1,370,000-98,000,000 72

Diatoms 35,300-24,500,000 694

Amoebae 35,300-686,000,000 19,433

Euglenozoa 98,000-2,350,000 24

Fungi 8,800-1,470,000 167

Animals 49,000-139,000,000 2,837

Sponges 49,000-53,900 1

Cnidarians 323,000-715,000 2

Aschelminthes 80,000-2,450,000 31

Annelida 882,000-5,190,000 6

Mollusks 421,000-5,290,000 13

Crustaceans 686,000-22,100,000 32

Insects 98,000-7,350,000 75

Echinoderms 529,000-3,230,000 6

Non-vertebrate chordates 157,000-1,470,000 9

Agnathes 637,000-2,790,000 4

Elasmosbranch 1,470,000-15,800,000 11

Bony Fishes 340,000-139,000,000 409

Amphibians 931,000-84,300,000 91

Reptiles 1,230,000-5,340,000 4

Birds 1,670,000-2,250,000 1

Mammals 1,700,000-6,700,000 4

Monotremes 3,470,000-3,700,000 1

Marsupials 3,470,000-4,560,000 1

Placentals 1,700,000-6,700,000 4

Plants 50,000-307,000,000 6,140

Algae 80,000-30,000,000 375

Pteridophytes 98,000-307,000,000 3,133

Gymnosperms 4,120,000-76,900,000 17

Angiosperms 50,000-125,000,000 2,500

12

Page 13: Evolusi Genome

Menariknya, variasi interspesifik yang sangat besar dalam ukuran genom di

antara eukariotik tampaknya tidak berhubungan dengan kekompleksan organism

atau jumlah kemungkinan gen yang dikode oleh organisme. Contohnya, beberapa

protozoa uniseluler memiliki lebih banyak DNA dari pada mamalia, yang

diperkirakan lebih komplek. Organisme yang memiliki kemiripan morfologi dan

anatomi yang komplek (bawang dan lili, Paramecium aurelia dan P. caudatum)

menunjukkan luasnya perbedaan nilai C. Kurangnya kecocokan antara nilai C dan

banyaknya perkiraan dari informasi genetik membuat genom menjadi lebih

dikenal dalam literatur sebagai nilai C paradox. Nilai C paradox juga terbukti

dalam perbandingan beberapa spesies (spesies yang morfologinya sangat mirip

antara yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dibedakan fenotipnya).

Karena itu tidak dapat diasumsikan bahwa organisme memiliki DNA kurang dari

jumlah yang dibutuhkan untuk fungsi-fungsi vitalnya, harusnya dijelaskan

mengapa tampaknya begitu banyak spesies mengandung kelebihan DNA yang

cukup besar.

Pertanyaan pertama untuk mengklarifikasi apakah ada hubungan antara

ukuran genom dengan jumlah gen. Dengan kata lain, perbedaan khusus dalam

ukuran genom dapat disebabkan oleh DNA genik dan DNA nongenik? Jika

variasi nilai C disebabkan oleh gen, maka variasi nilai C dapat dibedakan ke

dalam 1). Jumlah protein-pengkode gen, 2). Ukuran protein, 3). Ukuran protein-

pengkode gen, 4). Jumlah dan ukuran gen lain dari protein pengkode.

Tanpa adanya penentuan sekuen genom yang sepenuhnya, pemastian jumlah

gen dalam spesies adalah tugas yang sangat sulit. Pada gen pengkode protein,

dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gel dua dimensi, protein

dipisahkan oleh tekanan pada dimensi pertama dan oleh titik isoelektrik (pH pada

protein tidak bermuatan) pada dimensi kedua. Hasilnya adalah kumpulan bintik

yang ukurannya berbeda-beda yang tersebar ke seluruh gel. Jumlah bintik tersebut

akan membantu kita dalam memperkirakan jumlah protein dalam sebuah sel. Pada

kenyataannya pemisahan tersebut sulit terjadi, biasanya bintik yang terbentuk

biasanya kurang jelas atau suram. Jumlah gen yang ditentukan dengan metode ini

biasanya diremehkan. Contohnya, jumlah protein-pengkode gen pada S.

cerrevisiae telah diperkirakan dengan elektroforesis dua dimensi sekitar 3.000.

13

Page 14: Evolusi Genome

Jumlah protein-pengkode gen bisanya dikenali dalam unting genom lebih dari dua

kali (sekitar 6.200 gen). Meskipun demikian kita tetap menggunakan perkiraan

yang berasal dari beberapa metode untuk menyamakan tujuan, kita juga dapat

menggunakan jumlah ini sebagai indikator relatif dari jumlah gen yang benar.

Jumlah protein pengkode gen pada eukariot biasanya hampir melebihi 50

kali lipat. Variasi ini tidak cukup jelas untuk menjelaskan mengenai 80.000 kali

lipat variasi dalam DNA inti. Jumlah gen berkorelasi positif dengan kompleksitas

sedangkan ukuran genom tidak. Kompleksitas adalah variabel yang sulit

didefinisikan, variasi khusus pada rantai molekul mRNA menjelaskan tentang

nilai C paradox. Sementara perbedaan kecil pada daerah pengkode dan non-

pengkode diantara organisme yang berbeda, tidak ada hubungannya dengan

panjang gen dan ukuran genom. Contohnya mRNA hanya sedikit lebih panjang

pada organisme multiseluler daripada protista (1.400-2.200 bp dibanding 1.200-

1.500 bp). Meskipun demikian organisme dengan genom yang lebih besar tidak

selalu menghasilkan protein yang lebih besar. Perbedaan pada ukuran gen

(panjang intron dan daerah non-kode lainnya) tidak dapat menunjukkan jumlah

variasi pada ukuran genom. Gen hewan 3-7 kali lebih panjang dibandingkan

panjang rata-rata gen protista dan gen dari vertebrata 2-4 kali lebih besar daripada

semua invertebrata, tidak ada hubungan antara ukuran genome dan rata-rata

panjang gen.

Mengenai jenis lain dari DNA genik, berkorelasi positif antara duplikat dari

beberapa RNA-gen spesifik dan ukuran genom. Korelasi tersebut tampak pada

ukuran genom dan jumlah copian dari gen yang tidak diterjemahkan yang terlibat

dalam replikasi kromosom segregasi, dan rekombinasi selama miosis dan mitosis.

Meskipun demikian gen hanya menyusun fraksi dari genom, misalnya variasi

pada jumlah RNA-gen spesifik dan gen yang tidak diterjemahkan tidak dapat

menjelaskan adanya variasi pada ukuran genom.

Cara lain untuk membandingkan jumlah gen antara dua genom adalah

membandingkan polysomal polyadenilated RNA complexity. Panjang total dari

berbagai molekul mRNA dihasilkan oleh suatu jaringan khusus. Perbandingan ini

juga menunjukkan tidak adanya korelasi antara jumlah gen dan ukuran genome.

Contohnya polysomal RNA complexity pada hati ayam adalah 2 x 10 nukleotida,

14

Page 15: Evolusi Genome

sedangkan polysomal RNA complexity pada hati tikus adalah setengah dari

jumlah pada hati ayam, walaupun pada kenyataannya ukuran genom pada tikus

lebih dari dua kali ukuran genom ayam.

Ringkasnya, fraksi DNA nongenik sebagai pelaku tunggal untuk nilai C

paradoks. Dengan kata lain, sebagian besar dari genom eukariotik terdiri dari

DNA yang tidak mengandung informasi genetik. Telah diperkirakan bahwa

jumlah DNA nongenic pergenom bervariasi pada eukariotik sekitar 3.0 x 103 Kb

sampai 108 Kb (kisaran 300.000 kali lipat) dan tersusun kurang dari 30% sampai

99,998% dari genom.

6. Mekanisme Kenaikan Global pada Ukuran Genom

Dalam upaya untuk menjelaskan keberadaan sejumlah besar DNA nongenic

dalam genom eukariota, pertama harus mengetahui proses yang dapat menuju

peningkatan ukuran genom. Peningkatan genom dibedakan atas dua jenis, yaitu

(1) kenaikan global, di mana terjadi duplikasi pada seluruh genom atau dari

bagian utamanya, seperti kromosom dan (2) peningkatan daerah, di mana urutan

tertentu dilipat gandakan dengan menghasilkan DNA berulang.

a. Polyploidi

Sejak genom eukariot bertambah besar secara signifikan pada semua

bakteri, evolusi eukariot dari prokariot sebagai nenek moyangnya telah

menyebabkan pertambahan ukuran genom. Ada beberapa mekanisme molekuler

yang dapat menyebabkan peningkatan ukuran genom. Salah satunya adalah

mekanisme polyploidisasi, yaitu penambahan satu set kromosom atau lebih. Satu

organisme yang memiliki sel mengandung 4 kopian dari autosom lain dinamakan

tetraploid, satu dengan enam copian dinamakan hexaploid dan seterusnya. Gamet

dari organisme polyploid tidak haploid, dan gamet dengan jumlah autosom ganjil,

misalnya tanaman pisang triploid (Musa acuminata) tidak dapat mengalami

meiosis dan reproduksi seksual.

Ada dua tipe utama dari polyploidy: allopolyploidy keadaan yang muncul

dari turunan kromosom tertentu dan autopolyploidy pembelahan berkali-kali dari

serangkaian kromosom dasar. Allopolyploidy umumnya terdapat pada tanaman.

Contohnya gandum (Triticum aestivum) adalah sebuah allohexaploid yang terdiri

15

Page 16: Evolusi Genome

dari tiga set kromosom yang berasal dari tiga macam spesies diploid (Aegilops).

Pada bagian ini dapat ditemukan adanya autotetraploidy (tetraploid sederhana),

yang juga disebut dengan duplikasi genom atau genom ganda. Penggandaan

genom terjadi sebagai akibat dari kurangnya pemisahan kromosom betina selama

replikasi DNA.

Tetraploid adalah mutasi yang sering terjadi di alam. Sebenarnya tetraploid

somatik dijumpai hampir pada seluruh organisme, meliputi protista, alga,

tumbuhan, moluska, insekta, dan mamalia. Meskipun demikian dalam sejarah

evolusi sangat jarang sekali tetraploid yang dapat bertahan hidup. Alasannya pada

beberapa kasus tetraploid bersifat merugikan dan akan diseleksi lebih ketat lagi.

Pengaruh yang merugikan tersebut meliputi: 1) semakin lamanya waktu

pembelahan sel, 2) pertambahan volume nukleus, 3) pertambahan jumlah

kromosom yang memisah selama meiosis, 4) ketidakseimbangan genetik, 5)

percampuran diferensiasi seksual terjadi saat jenis kelamin suatu organisme

ditentukan oleh sebab lain di antara jumlah kromosom kelamin dan jumlah

autosom (pada Drosophila) atau oleh urutan poliploid (pada Hymenoptera).

Pada beberapa kasus, tetraploid (tingkat poliploid yang lebih tinggi) tampak

tidak berpengaruh pada fenotip, contohnya diploid dan poliploid spesies

Chrysantemum mengalami perubahan jumlah kromosom dari 18 sampai 198,

meskipun demikian kebanyakan dari mereka tidak dapat dibedakan antara yang

satu dengan yang lainnya. Keadaan yang sama juga ditemukan pada roses (Rosa),

katak leptodactyl (Odontophrynus), dan ikan emas (Carasius). Kejadian pada

beberapa kasus mungkin menguntungkan. Contohnya pada tanaman, poliploidi

mengurangi hibrid yang tidak subur dan pada beberapa kasus tanaman yang

habitatnya di tebing dapat bereproduksi melalui penyerbukan sendiri.

Pada awal pembentukan tetraploid, tidak membahas mengenai pertambahan

nilai C, karena nilai ini mengacu pada ukuran genom haploid dan tidak tergantung

pada tingkat poliploid. Meskipun demikian, sebagai dua genom yang tidak

mengalami mutasi, translokasi, pengaturan kromosom, dan perubahan jumlah

kromosom, mereka mungkin akan menjadi sebuah genom tunggal yang baru,

keadaan tersebut dinamakan cryptopoliploid. Dengan kata lain poliploid purba

16

Page 17: Evolusi Genome

menjadi berbeda dengan diploid. Cryptopoliploid menjelaskan jumlah dari variasi

ukuran genom pada tanaman, amfibi, dan ikan bertulang (Tabel 2.3).

Distribusi polymodal dari ukuran genom telah terdaftar pada beberapa

kelompok eukariot. Hal ini terdapat pada monokotiledon dimana ukuran genom

menunjukkan suatu distribusi polymodal dengan puncak pada 0,60 x 106, 1,18 x

106, 4,51 x 106, dan 8,53 x 106 Kb (Gambar 2.5). Distribusi yang sama telah

diamati pada echinodermata, serangga, dan fungi, dan jumlahnya lebih kecil

daripada dalam amfibi dan ikan bertulang. Dengan demikian, duplikasi genom

tampaknya menjadi mekanisme utama dari evolusi dalam ukuran genom pada

eukariot. Menariknya, setiap lingkaran dari duplikasi genom telah melibatkan

sebagian kecil DNA yang hilang, seperti jumlah DNA setelah setiap lingkaran lain

ditambahkan oleh faktor ringan yang lebih kecil dari dua.

Genom mamalia kira-kira 1.000 kali lebih besar daripada genom bakteri dan

diasumsikan bahwa genom duplikat bertanggung jawab dalam perbesaran genom,

dapat disimpulkan bahwa kira-kira hanya sepuluh lingkaran genom duplikat yang

diperlukan untuk memperbesar genom dari ukuran bakteri primordial ke ukuran

mamalia yang sekarang. Duplikasi genom terjadi rata-rata sekali setiap 300-350

juta tahun. Di sisi lain, DNA yang meningkat secara terus menerus menyebabkan

penambahan potongan kecil dari DNA, yang dapat diartikan transposisi atau

pindah silang, kemudian laju pertumbuhan genom berkembang dari ukuran

bakteri ke ukuran mamalia seharusnya sekitar 6-7 nukleotida per tahun.

Bagaimana pun juga duplikasi genom dan penambahan nukleotida bukan proses

yang saling menguntungkan.

17

Page 18: Evolusi Genome

Gambar 2.5 Distribusi frekuensi ukuran genom dalam 80 spesies rumput (Family Poaceae). Puncak dalam distribusi multimodal ditandai dengan anak panah. Diketahui bahwa absis adalah dalam skala logaritmik.

Selama polyploidisasi, hilangnya duplikat gen terjadi sangat cepat. Contoh

yang umum adalah gandum Triticumaestivum merupakan allohexaploid yang

yang ada sekitar 10.000 tahun yang lalu. Dalam waktu yang singkat beberapa

lokus rangkap tiga menghilang. Diperkirakan bahwa proporsi enzim yang

dihasilkan oleh lokus triplet, duplet, dan tunggal pada gandum masing-masing

57%, 25%, dan 18%.

Poliploidi dapat menjadi suatu faktor penting dalam spesiasi. Khususnya

reproduksi seksual autotetraploid yang secara otomatis diisolasi dari nenek

moyang yang diploid karena mereka menghasilkan gamet diploid, dan akan

keturunan triploid. Seperti yang disebutkan sebelumnya, organisme dengan

jumlah autosom ganjil tidak dapat bereproduksi secara seksual, sehingga

poliploidi menggambarkan mekanisme efektif bagi isolasi reproduksi.

b. Polisomi

Aneuploidi mengacu pada kondisi dimana jumlah kromosom dalam sel

bukan merupakan kelipatan integral dari tipe susunan haploid untuk spesies.

(Euploidy mengacu pada sejumlah kromosom yang merupakan kelipatan yang

tepat dari jumlah kromosom haploid). Karena berhubungan dengan mekanisme

yang bertanggung jawab terhadap peningkatan ukuran genom, maka hanya ada

dua tipe aneuploidi yaitu duplikasi dari kromosom yang kompleks (polisomi) dan

duplikasi dari bagian utama kromosom (polisomi parsial).

Polisomi lebih sering merugikan, misalnya pada mamalia yang sering

dikaitkan dengan keletalan dan infertilitas. Pada manusia contoh polysome yaitu

sindrom Down’s (trisomy 21) dan trysomy 18. Demikian pula, kerusakan parah

dari manifestasi ini sering dikaitkan dengan polisomi parsial (misalnya sindrom

mata kucing). Oleh karena itu, duplikasi kromosom baik yang secara keseluruhan

atau yang sebagian tidak memberi kontribusi signifikan untuk meningkatkan

ukuran genom.

18

Page 19: Evolusi Genome

c. Genome Yeast: Tetraploidi atau Daerah Duplikasi?

Saccharomyces cerevisiae telah lama dicurigai sebagai sebuah crypto

tetraploid. Secara sistematik hasil pencarian proteomeragi lengkap untuk wilayah

yang diduplikasi ditunjukkan pada Gambar 2.6. Kriteria yang digunakan untuk

mendefinisikan dua daerah duplikasi ialah: (1) Sebuah sekuen yang sama diantara

dua wilayah yang bergabung dengan kemungkinan lebih kecil dari 10-18 secara

kebetulan. (2) Setidaknya terdapat tiga gen yang sama, dengan jarak intergen

kurang dari 50 Kb. (3) Konservasi urutan gen dan relatif berorientasi pada gen.

Berdasarkan kriteria ini, Wolfe and Shields (1997) mengidentifikasi 54 bagian

non-overlapping dari bentuk wilayah yang berduplikasi sekitar 50% dari genom

yeast (Gambar 2.6).

19

Page 20: Evolusi Genome

Gambar 2.6 Lokasi dari 54 daerah duplikasi yang tidak tumpang tindih (kotak yang solid) dalam genome yeast. Terdapat dua salinan pada tiap daerah duplikasidiberikan nomor yang sama dibawah kotak masing-masing (jumlah yang ditunjukkan dalam urutan kejadian kromosomal). Jumlah gen homolog dalam tiap daerah duplikasi ditunjukkan pada kotak diatasnya. Jumlah kromosom diberikan dalam angka romawi.

Terdapat dua kemungkinan penjelasan untuk pengamatan tersebut, yaitu (1)

daerah yang diduplikasi dibentuk secara mandiri dengan banyak duplikasi

regional yang terjadi pada waktu yang berbeda selama evolusi S. cerevisiae, atau

(2) daerah duplikasi yang dihasilkan secara simultan dengan kejadian tunggal

tetraploidisasi, diikuti dengan penataan ulang genom dan hilangnya banyak gen

duplikasi redundan. Terdapat dua alasan yang mendukung model yang terakhir.

Pertama, 50 di daerah yang diduplikasi telah mempertahankan orientasi yang

sama dengan mengarah ke sentromer. Yang kedua, berdasarkan pada distribusi

Poisson, 54 daerah duplikasi independen yang diharapkan dapat menghasilkan

sekitar 7 daerah triplikasi, tetapi tidak ada yang diamati.

Wolfe dan Shields (1997) mengemukakan bahwa S. Cerevisiae pada masa

lalu sebagai individu tetraploid, dibentuk dari fusi 2 nenek moyang genom khamir

diploid, masing-masing berisi 5000 gen. Hal tersebut diperkirakan terjadi kira-kira

100 juta tahun yang lalu pada 4 nenek moyang spesies Saccharomyces setelah

penyimpangan dari S. kluyveri. Spesies baru kemudian menjadi cryptotetraploid

dan kira-kira 92% dari duplikasi sekuen gen yang hilang atau delesi. Terdapat 70-

100 gangguan pemetaan (misalnya translokasi secara regional) yang disimpulkan

dapat menjelaskan distribusi kromosom yang terjadi saat duplikasi gen (Gambar

2.7).

20

Page 21: Evolusi Genome

Gambar 2.7 Skenario skematis dari jumlah gen dan evolusi urutan gen dalam penduplikasian genom seperti halnya pada yeast. Genom skematik ditunjukkan dengan dua kromosom (satu kotak) dan 26 gen (A sampai Z). Huruf besar dan huruf kecil digunakan untuk membedakan diantara dua rangkaian asli dari kromosom. Pada tahap terakhir, pengaruh dari kejadian rekombinasi dalam jangka waktu dua gen paralog yang ditunjukkan. Kejadian ini menghasilkan dua gen hibrid yang baru (ditunjukkan pada E dan e’) dan urutan gen yang baru.

d. Poliploidi dari Genom Vertebrata

Telah diketahui bahwa vertebrata memiliki gen lebih besar dari invertebrata.

Sebuah survei yang luas dari keluarga gen aldolases untuk zinc faktor transkripsi

yang mengungkapkan bahwa gen tunggal invertebrata biasanya berhubungan

hingga empat gen dengan vertebrata pada kromosom yang berbeda. Apalagi,

tampaknya bahwa urutan dari banyak salinan empat kali lipat yang berjarak sama

satu sama lain. Pola ini pertama kali diamati untuk kelompok gen Hox, tetapi

menurut Spring (1977), fenomena ini adalah umum. Ia mengemukakan hipotesis,

menurutnya munculnya vertebrata ini dimungkinkan oleh dua putaran

tetraploidization, sehingga terbentuk quadruplication genom. Dengan demikian,

vertebrata mungkin sebenarnya termasuk cryptooctoploids.

6. Pemeliharaan DNA Nongenik

Pertanyaan yang mendasar ialah apa fungsi DNA nongenik ini. Berbagai

usaha telah dilakukan untuk memecahkan paradoks nilai C, dan berikut akan

dijelaskan empat hipotesis dan bukti empiris yang bersangkutan.

a. Hipotesis

1). Hipotesis Seleksionis

Hipotesis Seleksionis yang menyatakan bahwa yang dikenal sebagai DNA

nongenik menunjukkan fungsi yang esensial seperti regulasi global pada ekspresi

gen. Menurut hipotesis ini, kelebihan DNA hanya semu dan DNA itu seluruhnya

21

Page 22: Evolusi Genome

fungsional. Akibatnya, jika terjadi delesi pada DNA akan mempengaruhi

kemampuan organisme.

2). Hipotesis Netralis

Hipotesis ini menyatakan bahwa fraksi DNA nongenik kurang berfungsi

secara genetika dan fisiologi. Ohno (1972) menyebut DNA ini sebagai sampah

DNA untuk menjelaskan ketidakberfungsiannya. Menurut pandangan hipotesis

ini, DNA nongenik hanya merupakan hasil kebetulan semata selama proses

evolusi dan tidak mempengaruhi kemampuan organisme, tetapi ini akan

diteruskan dari generasi ke generasi yang tak terbatas.

3). Hipotesis seleksionis intra genome

Hipotesis seleksionis intra genom menganggap DNA nongenik sebagai

"parasit fungsional" (Ostergren 1945), atau "Simbion genetik" (Cavalier-Smith

1983) yang terakumulasi digenom dan secara aktif dipertahankan oleh seleksi

intragenomik karena tingginya dalam tingkat reproduksi dibandingkan dengan

yang dari fraksi genom (Cavalier-Smith 1980). Pada literatur, adalah umum untuk

menemukan DNA selfish, sebuah istilah yang diterapkan pada fraksinongenik

(Orgel dan Crick1980; Doolittle dan Sapienza1980). DNA Selfish memiliki

duasifat yang berbeda: (1) akan muncul ketika urutan DNA menyebar dengan

membentuk salinan tambahan dari dirinya sendiri dalam genom, dan (2) baiknya

tidak membuat kontribusi khusus untuk kesesuaian organisme inang, atau yang

sebenarnya justru merugikan. Mekanisme utama untuk memperkuat DNA selfish

adalah transposisi duplikasi, dan yang paling umuma dalah elemen transposabel

dan retro-transposabel. Perbedaan penting antara DNA selfish dan DNA sampah

adalah bahwa sebelumnya mampu melakukan amplifikasi sendiri, sedangkan yang

kedua dilakukan secara pasif dalam genom. Jadi, DNA sampah dipertahankan

dalam populasi secara random, hanyutan genetik, sedangkan DNA selfish

dipertahankan oleh jenis insersi-delesi kesetimbangan semu, dimana proses

eliminasi oleh seleksi DNA selfish terlalu lambat untuk mengimbangi laju

akumulasi. DNA selfish memiliki kecenderungan meningkat dalam genom.

Namun, tidak dapat meningkat tanpa batas waktu, karena organisme dengan

jumlah DNA nongenic yang berlebihan akan dimetabolisme, dan karenanya

selektif, relatif merugikan untuk satu dengan jumlah yang kecil.

22

Page 23: Evolusi Genome

4). Hipotesis Nukleotipik

Hipotesis nukleotipik (Bennett, 1971) menghubungkan fungsi struktural

untuk DNA nongenik, yaitu, fungsi yang tidak berhubungan dengan sifatnya yang

membawa informasi genetik. Salah satu skema nukleotipik tersebut telah

diusulkan oleh Cavalier-Smith (1978,1985 a), yang berpendapat bahwa harus ada

suatu "kekuatan evolusi besar" yang mempertahankan genom besar. Hipotesis ini

menyatakan bahwa DNA bertindak sebagai "nukleoskeleton" yang

mempertahankan volume inti pada ukuran proporsional dengan volume

sitoplasma. Karena sel yang lebih besar membutuhkan inti yang lebih besar,

pilihan untuk volume sel tertentu secara sekunder akan menghasilkan pilihan

untuk ukuran genom tertentu. Menurut skema ini, kelebihan DNA dipertahankan

oleh seleksi, tetapi komposisi nukleotida dapat berubah secara acak. Banyak

fungsi nukleotipik tambahan telah dikaitkan dengan fraksi nongenik, tapi semua

hipotesis nukleotipik memiliki satu kesamaan; mereka semua menganggap genom

sebagai unit struktural dari arsitektur inti- sebuah blok bangunan yang terbuat dari

asam nukleat, bukan sekedar pembawa informasi genetik.

b. Bukti

Sangat sedikit sekali bukti tentang hipotesis seleksionis. Bahkan,

kebanyakan indikasi menjelaskan bahwa sebagian besar apa yang sekarang

dianggap DNA nongenik memang tidak memiliki informasi genetik, dan dapat

dihapus tanpa efek fenotipik yang jelas. Oleh karena itu tampaknya bahwa

kelebihan DNA pada eukariota tidak menghasilkan sistem metabolisme sampai

batas yang signifikan, dan bahwa kebutuhan (misalnya, dalam energi dan nutrisi)

akan mempertahankan dan mereplikasi sejumlah besar DNA nongenik yang tidak

berlebihan. Namun, mungkin ada beberapa kelemahan dalam mempertahankan

sejumlah besar DNA nongenik. Pertama, genom yang besar telah ditemukan

menunjukkan sensitivitas yang lebih besar untuk mutagen dari genom yang kecil

(Heddle dan Athanasiou,1975). Kedua, memelihara dan mereplikasi sejumlah

besar DNA nongenik mungkin mempersulit atau membebani organisme tertentu,

terutama ketika sebagian besar genom adalah nongenik. Oleh karena itu dapat

diterima bahwa DNA nongenik hanya dapat terkumpul sampai kebutuhan untuk

organisme bereplikasi menjadi signifikan.

23

Page 24: Evolusi Genome

Sangat sulit untuk membedakan antara hipotesis seleksionis intra genomik

dan hipotesis netralis dalam tingkatan konseptual, apalagi untuk menguji

berdasarkan data yang empirik. DNA selfish mungkin memang menjadi

kontributor utamadari DNA nongenik, meskipun ada mekanisme penting lainnya

untuk menghasilkan DNA tersebut. Namun, juga benar bahwa sebagian besar

fraksinongenik dari genom berasal dari DNA selfish tidak lagi diterima. Banyak

yang saat ini mengalami kondisi degenerasi elemen transposabel-dimana

dihadapkan pada kematian apabila tidak lagi mampu melakukan transposisi.

Membedakan antara eksperimen DNA sampah dan penjelasan

nucleoskeletal memang cukup sulit, Pagel dan Johnstone (1992) mengusulkan dua

ekspektasi yang berasal dari masing-masing dua teori, bahwa harga utama dari

DNA sampah adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan penggandaan.

Organisme yang berkembang lebih lambat karena itu mungkin bisa

"mentoleransi" jumlah yang lebih besar dari DNA sampah, dan dengan demikian

korelasi negatif di seluruh spesies antara ukuran genom dan tingkat perkembangan

akan diperkirakan. Sebaliknya, perkiraan hipotesis nucleoskeletal adalah untuk

korelasi positif antara ukuran genom dan ukuran sel. Sayangnya, organisme

dengan sel yang besar juga cenderung berkembang secara perlahan, sedangkan

organisme yang lebih cepat tumbuh biasanya memiliki sel lebih kecil. Jadi,

menurut hipotesis DNA skeletal korelasi negatif antara tingkat perkembangan dan

nilai C juga diharapkan. Namun, menurut hipotesis nucleotypic, hubungan antara

tingkat perkembangan dan ukuran genom terjadi kemudian, sebagai akibat dari

hubungan antara tingkat perkembangan dan ukuran sel.

Pagel dan Johnstone (1992), mempelajari 24 spesies salamander. Ukuran

genom inti ditemukan berkorelasi negatif dengan tingkat perkembangan, bahkan

setelah penghapusan efek volume inti dan sitoplasmik. Namun, korelasi antara

ukuran genom, di satu sisi, dan volume inti dan sitoplasma, di sisi lain, menjadi

tidak signifikan dilihat dari statistik dengan adanya penghapusan nilai

perkembangan. Hasil ini mendukung teori DNA sampah. Apakah hasil Pagel dan

Johnstone tersebut merupakan fenomena umum atau terbatas pada satu

Salamander tidak diketahui saat ini (Martin dan Gordon 1995; Jockusch1997).

Tidak ada penjelasan tunggal yang memecahkan paradoks nilai C. Semua

24

Page 25: Evolusi Genome

mekanisme di atas, dan banyak tambahan yang-bekerja sendiri atau dalam sinergi

(Xia, 1995) dapat berkontribusi pada pemeliharaan ukuran genom berlebih, dan

tugas kita di masa depan adalah untuk menentukan kontribusi relatif masing-

masing.

c. Mengapa Spesies yang Sama Memiliki Ukuran Genom yang Berbeda?

Terdapat perbedaan dalam ukuran genom antara organisme yang terkait erat,

di mana paradoks nilai C tidak dapat dijelaskan dengan menerapkan fungsi

nukleotipik, karena tidak adanya perbedaan nukleotipik. Yang tersisa hanyalah

dua kemungkinan mekanistik: baik ada perbedaan dalam tingkat akumulasi DNA

sampah, atau ada perbedaan dalam tingkat organisme berbeda yang

menghilangkan DNA sampah.

Untuk waktu yang cukup lama telah diketahui bahwa genom spesies

Drosophila mengandung pseudogen yang sangat sedikit (Vanin 1985;Weiner

dkk1986;. Wildf 1986). Baru-baru ini, Fetrovdkk (1996) dan Petrov dan Hartl

(1998) menemukan bahwa kematian Helenaretroposons akibat kehilangan DNA

pada tingkat yang luar biasa tinggi selama evolusi. Mereka menempatkan dua dan

keduanya, serta menyarankan bahwa maraknya pengahapusan daerah DNA yang

tidak mengikuti tingkat kendala selektif, dan mereka lebih lanjut terekstrapolasi

pada tingkat penghapusan yang berbeda, bukan tingkat akumulasi, yang dapat

menyebabkan perbedaan dalam ukuran genom antara taksa. Asumsi mereka

adalah bahwa tingginya tingkat penghapusan tidak terbatas pada elemen Helena

sendiri, tetapi bahwa fenomena tersebut yang berlaku umum untuk semua wilayah

seleksi yang tidak terbatas.

Untuk menguji asumsi ini, mereka membandingkan ukuran intron di antara

dua spesies Drosophila. D.virilis memiliki genom dua kali lebih besar dari D.

melanogaster (Moriyama etal. 1998). Perbedaan ini dapat dikaitkan dengan

heterokromatin, tetapi bahkan jika faktor ini diperhitungkan, genom D.virilis

masih sekitar 36% lebih besar dari D melanogaster. Dalam perbandingannya 115

intron lengkap dikumpulkan dari 42 gen ortolog, mereka menemukan bahwa

perbedaan panjang intron antara kedua spesies Drosophila yang signifikan secara

25

Page 26: Evolusi Genome

statistik. Perbedaan panjang rata-rata antara intron D.virilis dan D.melanogaster

(masing-masing 394 dan 283; bp) adalah 39%, yang mengherankan dekat dengan

ukuran yang berbeda dalam fraksinonrepetitive antara genom. Dengan demikian,

tampaknya bahwa beberapa organisme lebih efisien dalam "membuang sampah"

dari yang lain (Petrov dan Hartl 1997).

7. Struktur Urutan yang Berulang dari Genom Eukariotik

Genom eukariotik ditandai dengan dua fitur utama, yaitu pengulangan

sekuen, dan komposisi kompartementalisasi menjadi fragmen yang berbeda

ditandai dengan komposisi nukleotida spesifik.

DNA berulang terdiri dari sekuen nukleotida dari berbagai panjang dan

komposisi yang terjadi beberapa kali dalam genom, baik bersama-sama atau

secara tersebar. Segmen DNA yang tidak berulang yang disebut sebagai salinan

tunggal atau DNA unik. Proporsi genom diambil oleh sekuens berulang sangat

bervariasi antara taksa. Dalam ragi, proporsi ini berjumlah sekitar 20% dari

genom. Pada hewan, proporsinya berkisar dari sekitar 5% pada nyamuk yang

tidak menggigit Chironomustetans untuk menuju 90% pada kadal

Necturusmasculosus. Pada mamalia, hingga 60% dari DNA adalah berulang. Pada

tumbuhan, proporsinya bisa melebihi 80%, dan nilai-nilai yang jauh lebih tinggi

juga telah terdaftar (Flavell, 1986).

Studi klasik kinetika reaksi reasosiasi DNA dengan Britten dan Kohne

(1968) menunjukkan bahwa genom eukariota tingkat tinggi dapat dibagi secara

kasar ke dalam empat fraksi (Gambar 2.8). Fraksi pertama disebut DNA foldback,

dan terdiri dari urutan palindromik yang dapat membentuk jepitan beruntai

struktur ganda segera setelah DNA terdenaturasi yang kemudian diizinkan untuk

renaturasi. Fraksi DNA foldback biasanya sangat kecil, meskipun di beberapa

organisme mungkin mencapai nilai lebih dari 10%.

26

Page 27: Evolusi Genome

Gambar2.8 Sebuah profil reasosiasi DNA mamalia. DNA dimurnikan, dipotong, dilelehkan dengan panas ke dalam untai tunggal, dan kemudian dibiarkan reasosiasi melalui pendinginan bertahap. Persentase reasosiasi DNA untai ganda pada sumbu vertikal ditunjukkan sebagai fungsi dari produk konsentrasi DNA dan waktu (C0t) pada sumbu horisontal.

Beberapa DNA hanya reanneals pada nilai C0t tinggi (dibaca "cot"). Fraksi

ini terdiri dari satu salinan sekuen, dan karena sifat pewarnaan dalam persiapan

karyological, kadang-kadang disebut sebagai eukhromatin. Di antara kurang lebih

dua definisi komponen genom, terdapat sekuens DNA yang reanneal sebesar nilai

C0t menengah. Ini adalah kebiasaan untuk membagi urutan ini ke dalam DNA

yang sangat repetitif dan DNA berulang menengah. Fraksi sangat berulang terdiri

dari urutan pendek, dari beberapa ratusan panjang nukleotida, yang diulang ribuan

bahkan jutaan kali. Dalam persiapan karyological, fraksi sangat berulang tampak

gelap dan sangat bernoda dan disebut heterokhromatin. Fraksi berulang tengah

terdiri lebih dari ratusan atau ribuan urutan pasangan basa rata-rata, yang muncul

dalam genom hingga ratusan kali. Terdapat suatu rangkaian dari kedua ukuran

pengulangan dan nomorpengulangan dalam genom. Oleh karena itu, istilah DNA

sangat repetitif dan DNA berulang tidak mewakili kelas DNA benar-benar

berbeda.

Pada pola pokok penyebaran pengulangan, fraksi berulang ditemukan terdiri

dari dua jenis families: lokasi sekuen berulang dan penyebaran sekuen berulang.

a. Lokasi Sekuen Berulang

Kebanyakan genom eukariotik mengandun gurutan DNA berulang secara

acak. Dalam beberapa spesies, lokasi pengulangan sekuen DNA dapat

menjelaskan keutamaan DNA dalam genom. Sebagai contoh, pada tikus kanguru,

Dipodomysordii, lebih dari 50% dari genom terdiri dari tiga sekuens berulang:

AAG2, 4x 109kali ;TTAGGG, 2,2 x109 kali, dan ACACAGCGGG, 1,2 x 109kali.

Tentu saja, families ini tidak sepenuhnya homogen tetapi berisi banyak varian

yang berbeda dari urutan konsensus dalam satu atau dua nukleotida. Sebagai

contoh, beberapa urutan dalam family "TTAGGG" sebenarnya TTAGAG.

27

Page 28: Evolusi Genome

Bahkan genom yang jauh lebih kecil mungkin berisi sebagian besarurutan

yang sangat berulang. Sebagai contoh, 40% dari genom Drosophilavirilis terdiri

dari tiga urutan yang sangat berulang: ACAAACT1,1x 107kali;ATAAACT, 3,6x

106kali dan ACAAATT, 3,6x 106 kali. Anehnya, 35% genom dari kode

pencetakan uniseluler, Absidiaglauca, yang hanya sembilan kali lebih besar dari

E. coli, tersusun dari DNA berulang.

Banyaknya lokasi sekuen berulang memiliki sebuah komposisi nukleotida

yang seragam yang menunjukkan bahwa, pada saat fraksionalisasi DNA genomik

dan pemisahan dengan gradien kerapatan, mereka membentuk satu atau lebih pita

tebal yang jelas dibedakan dari apusan yang diciptakan oleh fragmen DNA

lainnya dengan banyak komposisi heterogen. Pita yang berukuran jauh lebih berat

atau lebih ringan dari urutan genom lain, yang disebut DNA satelit. Beberapa

DNA satelit mungkin sangat kaya G+ C atau sangat kaya A +T; GC dalam

rentang satelit dari yang terendah 1% pada kepiting Cancergracilis dan C.

antenarius, sampai mencapai 73% pada patogen trypanasomal

Leishmaniainfantum dan nyamuk Chironomusplumosus. Genom mamalia

biasanya terdiri dari DNA satelit 5-30%. Jumlah DNA satelit pada tanaman dapat

mencapai 40% dari genom total.

Dalam beberapa spesies, urutan berulang yang tersusun secara tandem

ditemukan pada semua kromosom, sementara lainnya dibatasi pada lokasi

kromosom tertentu. Sebagai contoh, lebih dari 60% dari genom

Drosophilanasutoides terdiri dari DNA satelit, dan sebagian besar terlokalisasi

pada salah satu dari empat autosom dan kromosom Y (Gambar 2.9), yang

tampaknya mengandung dalam jumlah sedikit (Miklos 1985). Tidak semua lokasi

pengulangan DNA terdiri dari pengulangan pendek. Misalnya, paus pembunuh,

Orcinusorca, mengandung sekitar setengah juta kopi dari sekuen panjang

1.579bp, terhitung sekitar 15% dari genom (Widegren et al.1985).

28

Page 29: Evolusi Genome

Gambar 2.9 Sekuens DNAyang sangat repetitif (daerah hitam) yang sebagian besar terlokalisasi paling besar dari tiga autosom dan kromosom Y

Berdasarkanbukti yang adapada saat ini, dimungkinkanbahwa lokasi sekuen

berulang adalah tanpafungsi.Selain itu, adalah mungkin bahwa jumlah lokasi

sekuen berulang tidak menurunkan atau meningkatkan ketahanan individu.

Akibatnya, evolusi sekuens tersebut tidak dipengaruhi oleh seleksi alam. Jumlah

dan komposisi ini terulang secara bervariasi melalui mutasi seperti konversigen

dan pindah silang yang tidak merata, dan fiksasi dalam populasi terjadi melalui

hanyutan genetik secara acak. Konversi gen dan pindah silang yang tidak

merataakan menghasilkan dua hasil untuk sekuen ini: (1) urutan homogenitas,dan

(2) jumlah fluktuasi dari waktu ke waktu (Charlesworth et.al,1986). Ini juga telah

menyarankan bahwa tingkat pergantian lokasi sekuen berulang yaitu, susunan

yang ada akan dihapus oleh pindah silang yang tidak merata, sedangkan susunan

baru dapat terus menerus diciptakan oleh proses duplikasi DNA (Walsh,1987).

Usulan bahwa pengulangan sekuen secara tandem pada DNA sampah pada

dasarnya menunjukkan tidak adanya efek fenotipik. Selain itu, diasumsikan

bahwa kehadiran mereka atau tidak dalam jumlah yang bervariasi tidak

mempengaruhi keberadaan operator. Meskipun ini mungkin benar dalam

kebanyakan kasus, ada bukti yang berkaitan dengan serangkaian sekuen berulang

tertentu yang menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu terjadi. Responden lokus

(Rsp) dalam populasi alami Drosophila melanogaster terdiri dari 20-2,500 salinan

dari sekuen kaya AT, panjang 120-bp- (Wu et al,1988). Dalam sebuah kompetisi

percobaan yang melibatkan populasi campuran yang terdiri dari lalat dengan 700

salinan pengulangan dan lalat dengan 20 copian, diamati bahwa frekuensi dari

lalat dengan 20 kali menurun seiring waktu (Wu et al,1989). Oleh karena itu,

disimpulkan bahwa lalat dengan 700 kopian memiliki keberadaan lebih tinggi dari

lalat dengan hanya 20 kopian. Kecuali untuk perannya dalam sistem distorsi

segregasi, fungsi lokus Rsp saat ini tidak diketahui, tetapi jelas bukan DNA

sampah, karena ketiadaan mempengaruhi keberadaan organisme. Namun, kami

29

Page 30: Evolusi Genome

tidak mengetahui adanya kasus lain di mana sekuen berulang secara tandem

ditunjukkan untuk mempengaruhi ketahanan.

b. Penyebaran Sekuen Berulang

Kelas keduadari pengulangan DNA terdiri dari urutan yang tersebar di

seluruh genom.Salinan dari penyebaran sekuen berulang ditemukan diintron,

mengapit daerah gen/daerah antargen, dan DNA nongenik.

Terdapat dua kategori utama dari penyebaran sekuen berulang: pengulangan

sekuens berupa tandem yang sederhana dan pengulangan yang berseling. Tabel

2.5 menunjukkan klasifikasi pengulangan sekuen berupa tandem yang sederhana

sesuai dengan ukuran dari unit yang berulang, jumlah tiap susunan unit berulang,

dan lokasi genom dari susunan tandem. Perhatikan lokasi sekuen berulang pada

sebagian besar satelit dan mini satellites, meskipun sebagian kecil dari

minisatellites tersebar. Telah diperkirakan bahwa terdapat 300.000 trinucleotide

dan tetra nucleotide pengulangan tandem pendek pada genom manusia atau satu

susunan setiap 10 Kb genom DNA (Beckmann dan Weber,1992). Umumnya

mikrosatelit manusia terdiri dari pengulangan dinukleotida CA.Terdapat sekitar

50.000 salinan mikrosatelit dalam genom manusia yaitu, satu susunan setiap 30

Kb (Hudson et al,1992).

Tabel 2.5 Klasifikasi Pengulangan Sekuen

Genom manusia juga berisi empat kelas utama pengulangan yang

berseling: (1) SINEs, (2) LINEs, (3) seperti retrovirus dan elemen

retrotransposon, dan (4) DNA yang

dimediasifosil

transposabel. Kelimpahan

30

Page 31: Evolusi Genome

dan distribusi relatif genom dari kelas-kelas pengulangan yang berseling

ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Kelimpahan relatif dan distribusi genom manusia melalui kelas pengulangan yang berseling pada daerah dengan kandungan GC.Distribusi hampir komplementer dengan pengulangan dari Alu dan LINE1.

Genom manusia mengandung dua families, LINE1 (LI) dan LINE2 (L2).

Terdapat sekitar 600.000 pengulangan LI dalam genom manusia, atau sekitar 15%

dari genom. Family LI telah aktif dalam genom mamalia sebelum terjadinya

perbedaan antara marsupial dan placentals. Asal dari family L2 jauh lebih kecil

(~271.000 pengulangan) yang mungkin sangat kuno, kemungkinan besar

terjadinya perbedaan amfibi dari vertebrata amniote. Sekitar 95% dari semua

urutan LI tersebut dipotong di ujung 5 dan tidak ditranskripsi atau retrotransposed.

Tingkat perbedaan urutan LI antara spesies jauh lebih besar dari pada derajat

perbedaan antara salinan LI yang sejenis. Sebagai contoh, urutan LI dari tikus dan

manusia rata-rata berbeda satu sama lain sekitar 30%, dibandingkan dengan

perbedaan sebuah sekuen dari sekitar 4% dalam tikus (Hutchison et al,1989).

Elemen L1 yang rusak berkembang jauh lebih cepat dari pada elemen yang

masih utuh. Selain itu, garis keturunan evolusi dari sekuen L1 yang rusak tidak

mengandung cabang, yang menunjukkan bahwa elemen-elemen tidak mampu

melakukan replikasi transposisi. Kemudian berbentuk pseudogen dari retroposons,

di mana kendala fungsional tidak lagi beroperasi, dan dengan demikian mengikuti

asimilasi komposional dan lamanya pembatasan sampai mereka tidak lagi dikenal

sebagai LINEs. Faktanya bahwa sebagian sekuen L1 yang rusak menyiratkan

bahwa penyebaran elemen L1 dalam genom tergantung pada sejumlah kecil

elemen sumber. Akibatnya, elemen L1 dalam genom sangat homogen dan tingkat

31

Page 32: Evolusi Genome

pergantian sekuens sangat tinggi. Memang, pada hewan pengerat telah

diperkirakan bahwa lebih dari setengah dari elemen L1 hanya 3 juta tahun atau

bahkan lebih muda.

Genom manusia juga mengandung dua families SINE, 7SL yang diturunkan

family Alu, dengan sekitar 1.100.000 salinan atau 10% dari genom, dan tRNA

yang diturunkan family MIR, dengan sekitar 400.000 salinan. Pada daftar

pengulangan berseling yang lengkap dalam genom manusia juga harus disebutkan

elemen-retrovirus dan retrotransposon (~5% dari genome), sisa-sisa elemen DNA

transposabel (~2%), dan sekitar 60.000 salinan tidak terklasifikasi dari

pengulangan berseling (~1%). Kesimpulannya, lebih dari sepertiga dari genom

manusia berasal dari mobile elements dari beberapa families. Keutamaan

pengulangan sekuen berseling tersebut, tidak lagi memiliki kemampuan untuk

berpindah.

c. Urutan yang Berulang: Penyebab Variasi dalam Ukuran Genom

Seperti disebutkan sebelumnya, komponen utama dari paradoks nilai C

adalah kenyataan bahwa organisme yang secara morfologis dan anatomis mirip

menunjukkan nilai C yang sangat berbeda. Ini lebih jelas dari pada dalam

perbandingan antara spesies yang termasuk dalam genus yang sama. Perbedaan

dalam ukuran genom dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam pecahan berulang.

Dari hewan pengerat seperti Ctenomys (tuco-tucos), untuk tanaman seperti Avena

(gandum), dan Hylobates (gibbon) sampai Drosophila, setiap spesies congeneric

berbeda satu sama lain nilai C-nya, perbedaan dapat sepenuhnya dijelaskan oleh

pengulangan fraksinongenic dari genom, sering pula dengan perbedaan dalam

jumlah pengulangan tandem sederhana. Selain itu, setiap kali takson ditemukan di

mana ukuran genom jauh lebih kecil dari taksa yang terkait, kami selalu

menemukan bahwa perbedaan adalah sepenuhnya karena sekuens berulang.

Sebagai contoh, beberapa kelelawar memiliki genom yang sekitar 50% ukuran

mamalia eutherian lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kurangnya

mikrosatelit AT dan GC, yang pada mamalia lain tersedia cukup. Demikian juga,

kurangnya variasi ukuran genom relatif pada burung (Tabel 8.3) dapat disebabkan

kelangkaan mikrosatelit pada genom burung.

32

Page 33: Evolusi Genome

8. Mekanisme Untuk Meningkatkan Daerah Dalam Ukuran Genom

Peningkatan regional dalam ukuran genom dapat dijelaskan dengan

beberapa mekanisme. Duplikasi transposition adalah salah satu mekanisme yang

telah diketahui yang bisa menghasilkan sekuens berulang yang terpisah.

Mekanisme lainnya menghasilkan lokasi sekuen berulang. Telah disarankan

bahwa seluruh pengulangan fraksi DNA pertengahan pada eukariotik berasal dari

elemen transposable. Sebagian besar elemen tidak lagi bisa berpindah karena telah

mengalami kerusakan akibat mutasi atau insersi pada elemen yang lain.

Peristiwa pindah silang yang tidak merata kemungkinan merupakan

mekanisme yang bertanggungjawab terhadap peningkatan dan jumlah salinan dari

satelit dan minisatelit. Meskipun demikian, fakta peristiwa pindah silang yang

tidak merata ini biasanya menghasilkan sekuens yang terdiri dari pengulangan

panjang. Dilain pihak, beberapa lokasi sekuen berulang seperti mikrosatelit dan

pengulangan tandem yang pendek.

Ditemukan adanya bukti bahwa jumlah salinan pada lokus minisatelit bisa

mengalamai peningkatan dengan cepat. Contohnya pada manusia, sebuah lokus

MS32 terdiri dari 600 pengulangan. Sedangkan pada monyet purba, lokus

homolog terdiri dari 3-4 pengulangan. Karakter terakhir agaknya mewakili

keadaan nenek moyang dan jumlah ulangan yang tinggi pada manusia mewakili

keadaan sekarang. Amplifikasi DNA mengacu pada setiap mekanisme yang

meningkatkan jumlah salinan gen atau sekuen DNA untuk tingkat karakteristik

organisme. Khususnya, amplifikasi DNA yang mengacu pada peristiwa yang

terjadi dalam kehidupan suatu organisme dan menyebabkan peningkatan secara

tiba-tiba dalam jumlah salinan dari sekuen DNA. Dalam hal ini dibedakan

menjadi 2 amplifikasi, yaitu amplifikasi vertikal dan amplifikasi horisontal.

Amplifikasi vertikal mengacu pada proses yang melalui pelipat gandaan sekuen

tertentu di luar kromosom. Amplifikasi horisontal mengacu pada proses

penciptaan beberapa salinan dari sekuen DNA tertentu dan penggabungannya

dalam genom yang diwariskan dari organisme.

Salah satu metode yang dapat menjelaskan mekanisme amplifikasi ialah

model rolling circle dari replikasi DNA (Gambar 2.11). Tipe replikasi ini

digunakan dalam amplifikasi gen rRNA pada oosit Amphibi. Dalam hal ini,

33

Page 34: Evolusi Genome

amplifikasi melibatkan pembentukan salinan extrachromosomal sirkuler sekuen

DNA, yang kemudian dapat menghasilkan banyak unitextrachromosomal

tambahan yang mengandung pengulangan tandem dari urutan asli. Jika unit

tersebut menjadi terintegrasi kembali ke dalam kromosom, akan ada tambahan

genom yang terdiri dari urutan berulang yang identik.

Gambar 2.11. Model Rolling Circle dari Amplifikasi Gen pada Oosit Amphibi. rRNA kromosomal disusun dalam susunan tandem yang berisi bagian transkripsi (hitam) dan daerah nontranskripsi (putih). Amplifikasi melibatkan pembentukan salinan ekstrakromosom sirkuler yang berisi jumlah variabel pengulangan, yang kemudian diamplifikasi melalui beberapa putaran dari replikasi rolling circle. Keperiodikan akan berubah mengikuti amplifikasi rolling circle.

B. KETERATURAN GEN DAN DINAMIKA PERUBAHAN EVOLUSI

DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KETERATURAN GEN

1. Distribusi Gen

Kita hanya berhubungan dengan porsi DNA yang mungkin atau mungkin

juga tidak memiliki fungsi, tetapi jika tetap bekerja, fungsi tersebut pasti bukan

protein- pengkode satu.Dimana protein yang mengkode gen? Kita akan membahas

34

Page 35: Evolusi Genome

5 isu yang berhubungan: (1) Jumlah gen, (2) lokasi gen genom, (3) Kepadatan

gen, (4) variabilitas jumlah kromosom, dan (5) Proses evolusi mempengaruhi

urutan gen.

Berapa banyak gen yang ada, dimana letaknya dan apakah kita

membutuhkannya?

Tiga organisme eukariotik yang digunakan untuk menjawab pertanyaan

tersebut :Yeast roti, Saccharomyces ceerevisiae, dan nematoda Caenorhabditis

elegans yang seluruh genomnya telah disekuensing.bagaimanapun organisme ini

tidak mewakili keseluruhan organisme eukariotik semenjak genom mereka dipilih

untuk disekuensing karena ukurannya kecil. Saccharomyces cerevisiae memiliki

lebih dari 6000 gen-gen pengkode protein yang menyebar merata diantara 16

kromosom, contohnya jumlah gen-gen pada tiap kromosom sebanding dengan

panjangnya (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Hubungan antara jumlah gen dan panjang kromosom pada Saccharomyces cerevisiae. Sedikit variasi disekitar garis regresi mengindikasikan bahwa gen didistribusikan merata diantara 16 kromosom

Disisi lain tidak terjadi distribusi gen sepanjang kromosom. Terdapat daerah

dengan densitas gen yang tinggi dan rendah (Gambar 2.13). Pada Caenorhabditis

elegans terdapat lebih dari 19.000 gen terdistribusi antara 6 kromosom dengan

panjang total sekitar 97 Mb. Distribusi kromosom kurang seragam daripada yeast,

dengan kromosom X memiliki kepadatan gen terendah daripada kromosom yang

lain.

35

Page 36: Evolusi Genome

Gambar 2.13 Periodisitas kerapatan gen sepanjang kromosom 11 pada Saccharomyces cerevisiae

Pengetahuan mengenai genom organisme multiseluler sangatlah

terbatas.Bagaimanapun juga sebagian besar genom belum tentu berisi informasi

pengkode protein.Jika kita mengurangi dari panjang semua genome sekuen

berulang, semua pseudogen, semua intron dan semua daerah intergenik sangat

sedikit yang tersisa. Pada manusia, eksperimen hibridisasi RNA-DNA masa

lampau telah menunjukkan bahwa banyak gen yang bukan pengkode protein di

dalam fraksi berulang dari genom dan bahkan di dalam fraksi DNA yang unik

hanya sekitar 3% dari DNA yang ditranskripsikan. Dengan menggunakan data

pemetaan transkripsi, Gardiner memperkirakan bahwa kurang dari 10% genom

manusia merupakan gen.

Distribusi gen pengkode protein diantara kromosom manusia sangat tidak

merata. Beberapa kromosom seperti kromosom 1, 19 dan 20 diprediksi sangat

kaya akan gen, lainnya kromosom 4 dan 18 mungkin tersusun banyak sparser

informasi genetik. Contohnya Kromosom 19 yang kaya akan gen diperkirakan

mengandung 2000 gen di dalam daerah eukromatik sekitar 60 juta pasang basa.

Kepadatan gen mencapai 0,03 gen/Kb. Kita mencatat bahwa nilai ini terlalu

tinggi bahkan untuk kromosom 19, apalagi untuk kromosom yang lain. Terdapat 3

alasan utama untuk statemen tersebut yaitu: (1) hanya derah eukromatin yang

telah diperhitungkan, (2) beberapa gen mungkin kenyataannya berupa pseudogen,

dan (3) seperti dikatakan sebelumnya, kromosom 19 merupakan kromosom

dengan kepadatan gen yang tinggi.

36

Page 37: Evolusi Genome

Kepadatan gen dan pemanjangan fraksi gen, terlihat berkorelasi negatif

dengan ukuran genom (Gambar 2.14). Pada Mycoplasma genitalium 0.8 gen/Kb.

Kerapatan menurun menjadi 0.6 gen/Kb pada E. coli, yang memiliki genom 8 kali

lebih besar. Pada Eukariota, kerapatan mendekati 0.5 gen/Kb pada yeast dan 0.2

gen/Kb pada Caenorhabditis yang memiliki genom 8 kali lebih besar. Perkiraan

kita kerapatan gen pada organsime lain adalah kurang pasti, tetapi jelas memiliki

kecenderungan yang sama. Contoh kerapatan gen pada Arabidopsis thaliana

adalah 0.2 gen/Kb dalam daerah kaya gen pada kromosom 1, tetapi hanya 0.03

gen/Kb pada eukromatin pada sebagian besar kromosom kaya gen pada manusia.

Tetapi nilai terakhir tidak cukup baik untuk membandingkan dengan perkiraan

kepadatan Alu pada kromosom yang sama (1,1 elemen/Kb).

Gambar 2.14 Hubungan antara fraksi gen dan ukuran genom

Pada umumnya genom tumbuhan seperti beras, jagung, dan (gandum)

barley sebagian besar protein pengkode gen dikelompokkan dalam segmen DNA

yang panjang (secara kolektif disebut gen space) yang mewakili sebagian kecil

(12-24%) dari genom inti, dipisahkan oleh hamparan luas daerah kosong-gen.

2. Evolusi Sejumlah Gen

Tidak ada ukuran umum mengenai kompleksitas ukuran biologi.dua

kemungkinan kandidat adalah sejumlah preotein kode-gen dan “kekayaan dan

37

Page 38: Evolusi Genome

variasi morfologi serta tingkah laku”. Tidak ada alasan untuk menduga bahwa

sejumlah gen meningkat sejalan dengan waktu evolusinya. Bagaimanapun bukti

empirik mengindikasikan bahwa pada beberapa garis keturunan/silsilah

kompleksitas gen meningkat secara pesat. Ini menunjukkan bahwa jumlah gen

tidak meningkat terus-menerus selama evolusi, tetapi meningkat dalam tahap-

tahap yang berbeda. Tahap terbesar terjadi pada saat transisi dari prokariot

menjadi eukariot dan saat transisi dari invertebrata menjadi vertebrata.Tahap

pertama dianggap telah difasilitasi oleh penemuan dari nukleosom, mengingat

pada tahap kedua dengan penyebaran metilasi gen sebagai mekanisme untuk

mengontrol ekspresi gen pada seluruh genom.

Akhir-akhir ini perkiraan yang dapat dipercaya mengenai jumlah gen

berdasarkan sampling sekuens/urutan besar dikumpulkan. Data ini

mengindikasikan bahwa sejumlah gen memang meningkat dan terjadi pada tahap

quantum. Pada faktanya terdapat suatu kejadian yang dimungkinkan secara tepat

merupakan waktu dimana tahap quantum terjadi. Pada hewan terjadi “lompatan ke

depan yang besar” pada jumlah gen yang kadang-kadang terjadi pada masa

silurian sebelum terjadinya perbedaan vertebrata tetapi setelah perbedaan kordata

(invertebrata) (Gambar 2.15).

Gambar 2.15 Perkiraan jumlah gen pada spesies bakteri, fungi, invertebrata, dan vertebrata.

Meskipun kenyataannya sitogenetik merupakan sebuah disiplin ilmu yang

lebih tua dari pada bio molekuler. Kita tahu sangat sedikit tentang evolusi

kromosom melebihi deskriptif fenomenologi. Bagaimanapun dengan kedatangan

38

Page 39: Evolusi Genome

era genomik, kita memulai untuk mengumpulkan beberapa wawasan ke dalam

isu-isu seperti evolusi sejumlah kromosom dan dinamika dari penataan kembali

urutan gen.

a. Kromosom, Plasmid dan Episom

Organisme dan organel tersusun atas dua jenis materi genetik: kromosom

dan elemen ekstrakromosom. DNA kromosomal berisi gen-gen yang sedikitnya

beberapa darinya tidak penting. Elemen ekstrakromosomal disisi lain berisi

informasi genetik meskipun mungkin memiliki efek fenotip yang penting, tidak

dibutuhkan pada semua kondisi. Antara efek 2 fenotipik yang diketahui paling

baik dari elemen ekstrakromosomal adalah : 1. Antibiotik, logam berat dan tahan

panas, 2. Virulensi dan patogenitas, 3 . autotrofi,dan 4. Kelenturan antigen.

Kelas utama dari elemen2 ekstrakromosomal adalah pllasmid dan episom.

Plasmid adalah molekul ekstrakromosomal yang secara sendiri bereplikasi dari

genom ekstrakromosomal. Plasmid ada semata-mata dalam sebuah tempat sendiri

dan bereplikasi secara independen dari kromosom.Rata-rata replikasinya mungkin

lebih tinggi dari DNA kromosom.

Genom plasmid dapat berupa sirkuler atau linier, dan ukuran yang berbeda-

beda dari 1000 nukleotida yang disebut kriptik plasmid hingga 400 kb (giant

plasmid). Episom berisi hanya informasi genetik non esensial, tetapi mereka

mampu berada diantara dua tempat: secara independen bereplikasi dalam sebuah

sel atau terintegrasi dalam sebuah kromosom. Contoh episom : profage virus.

b. Evolusi sejumlah kromosom pada Prokariot

Sebagian besar bakteri tersusun atas kromosom tunggal.Genus Brucella

merupakan kelompok bakteri gram negatif yang bersifat patoggen terhadap

manusia dan hewan yang salah satu spesiesnya kita temukan mengandung

kromosom tunggal atau ganda. Contohnya B. Melitensis yang patogen pada biri-

biri/domba dan kambing dan memiliki kromosom sirkular berukuran 2,100 Kb

dan 1,150 Kb. Pada spesies Brucella yang lain yang memiliki dua kromosom,

ukurannya mungkin berbeda misalnya 1,850 Kb dan 1,350 Kb pada B. Suis.

Sangat menarik bahwa ukuran kromosom tunggal pada rantai kromosom hampir

sama seperti ukuran total kromosom untuk dua rantai kromosom.

39

Page 40: Evolusi Genome

Kondisi yang hampir sama juga ditemukan pada anggota lain dari subdivisi

α proteobakteria. Rhodobacter sphaeroides, bakteri fotosintetik fakultatif

ditemukan memiliki dua kromosom sirkulaar yang sesungguhnya (3,000 dan

900Kb) yang masing-masing mengandung gen yang penting untuk fungsi

metabolik.

Sangat menarik, genom dari Methanococcus jannaschii, archaeon pertama

yang diurutkan secara lengkap ditemukan tersusun atas tiga elemen fisik yang

berbeda: (1) Kromosom sirkular besar sekitar 1,700 Kb berisi 1,700 gen pengkode

protein, (2) elemen besar 60 Kb, berisi 43 daerah yang diprediksi pengkode

protein, dan (3) elemen kecil sekitar 17 nKb dengan kapasitas pengkode 12

protein. Kita tidak mengetahui apakah dua elemen terakhir tersebut merupakan

kromosomal atau ekstrakromosomal.

Dengan menggunakan protokol laboratorium yang rumit, Itaya dan Tanaka

berehasil membagi kromosom bakteri menjadi dua subgenom replikasi

independen. Penemuan ini mengindikasikan bahwa evolusi sejumlah kromosom

pada bakteri mungkin dipotong oleh adanya mutasi daripada seleksi terhadap

multikromosom.

c. Variasi Sejumlah Kromosom pada Eukariotik

Pada serangga, n bervariasi antara 1 (semut Australia_Myrmecia pilosula)

hingga hampir 250 pada kupu-kupu Lysandra atlantica.Pada tumbuhan, dalam

famili tunggal (Asteraceae) kita menemukan bahwa n bervariasi dari 2 pada

Haplopappus gracilis hingga kira-kira 90 pada Senecio robertii-friesii. Pada

mamalia yang memiliki jarak ukuran genom yang sangat sempit (tabel 8.3),

nbervariasi dari 5 pada Ctenomys steinbachi hingga 102 pada Tympanoctomys

barrerae. Anehnya jumlah kromosom tidak semuanya berkorelasi pada konten

DNA.

3. Mekanisme Perubahan Urutan dan Distribusi Gen diantara Kromosom

Berdasar posisi seentromer, kromosom eukariotik dibedakan menjadi 3

jenis: Telosentrik, Akrosentrik dan Metasentrik (Gambar 2.16).

40

Page 41: Evolusi Genome

Gambar 2.16 Klasifikasi kromosom eukariotik berdasarkan posisi sentromer (lingkaran)

Banyak proses yang menyebabkan perubahan urutan gen (Gambar 2.17).

Pembalikan kromosom termasuk rotasi segmen 180o, dengan hasil bahwa urutan

gen untuk segmen merupakan kebalikan dengan mematuhi urutan aslinya.

Terdapat dua jenis inversi/pembalikan: Perisentrik dan parasentrik. Pada awalnya,

segmen mengalami pembalikan termasuk sentromer. Delesi kromosom mungkin

terjadi secara teminal atau interstisial.Sebagai alternatifnya, bagian kromosom

mungkin di duplikasi. Suatu proses yan dahulu kita sebut sebagai bagian polisomi.

Kromosom mungkin juga dieliminasi, suatu proses yang hanya terjadi pada sel

somatik arthropoda. Pada akhirnya kromosom berpisah menjadi dua dan tiap

kromosom hasil pemisahan memiliki kehidupan independen. Proses ini hanya

dapat terjadi jika kromosom berdifusi dengan sentromer, contohnya jika selama

mitosis dan meiosis,benang spindel menarik dan mengaitkan pada beberapa situs

sepanjang ukuran kromosom.

Gambar 2.17 Sebuah kromosom dengan 5 gen yan mungkin menyebabkan beberapa proses penataan ulang gen.

Kromosom yang berbeda mungkin mengubah informasi genetik melalui

proses yang demikian seperti translokasi resiprok dan non resiprokal, dan fusi

sentrik (Gambar 2.18). berdasarkan tipe pembalikan kromosom dalam prosesnya,

41

Page 42: Evolusi Genome

fusi sentrik mungkin atau juga mungkin tidak disertai hilangnya gen. Reduksi

sejumlah kromosom oleh fusi terlihat seperti kejadian evolusi berulang.

Gambar 2.18 Contoh perubahan informasi genetik antara 2 kromosom nonhomolog.

1. Penghitungan kejadian penataan Ulang Urutan Gen

Untuk mempelajari evolusi panataan ulang urutan gen kita harus mampu

memperkirakan sejumlah peristiwa seperti inversi, transposisi, dan delesi yang

penting dalam merubah urutan gen pada genom hingga yang lainnya. Metode

sederhana yang disebut Metode Reduksi Penjajaran, kita melakukian

penghitungan sehingga disebut Jarak Pemeriksaan Evolusi (dilambangkan E)

antara dua genom, A dan B. E memiliki dua komponen: Jarak Delesi (D) dimana

nomor terendah delesi atau insersi diperlukan oleh genom A dan B untuk

memiliki set gen yang serupa, sekalipun pada urutan yang berbeda, dan Jarak

Penataan ulang (R), contohnya sejumlah kecil inversi dan transposisi diperlukan

untuk merubah urutan gen A menjadi urutan gen B.

E = D + R

Untuk perkiraan E, kita menggunakan tiga prosedur sederhana geometrik:

Delesi, Bundling (ikat) dan inversi (Gambar 2.19). pertama kita hubungkan gen

yang homolog dengan suatu garis. Pada tahap ini kita membedakan antara

pasangan homolog yang memiliki persamaan orientasi dan relatif diinversikan

pada satu dan lainnya. Prosedur Delesi: semua gen yang tidak muncul pada salah

satu dari dua genom dihilangkan. Dengan demikian, D sama dengan

42

Page 43: Evolusi Genome

jumlahsegmen yang dipindahkan. Pada kasus ini kita menghilangkan 5 gen tetapi

hanya 2 segmen, sehingga D = 2.

Gambar 2.19 Tiga prosedur geometrik dasar yang menyertakan metode reduksi penjajaran untuk menyimpulkan sejumlah penataan ulang urutan gen antara dua genom

43

Page 44: Evolusi Genome

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Variasi genome di antara organisme. Ada beberapa variasi genom diantaranya:

nilai C, evolusi ukuran genom pada prokariot, genom minimal, miniaturasi

genom, ukuran genom pada eukariot dan nilai C paradox, pemeliharaan DNA

nongenik, struktur urutan yang berulang dari genom eukariot, mekanisme

untuk meningkatkan daerah dalam ukuran genom.

2. Keteraturan dan dinamika perubahan evolusi dan hubungannya dengan

keteraturan gen yaitu distribusi gen, evolusi sejumlah gen, mekanisme

perubahan urutan dan distribusi gen diantara krmosom.

B. Sarana

Berdasarkan pada kajian yang telah dilakukan dalam makalah ini, maka

penulis memberikan saran

1. Bagi pembaca untuk membaca dan mencari literatur yang mendukung dalam

penyempurnaan makalah ini

2. Keterbatasan penulis dalam mengkaji materi dalam makalah ini, sehingga

mengharapkan koreksi dan masukan litelatur yang lain.

44