Top Banner
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR DERMATITIS ATOPIK OLEH: EVI ELVIRA LATIF 10542 0196 10 PEMBIMBING : dr. HELENA KENDENGAN, Sp.KK DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
45

Evi Elvira l

Jan 04, 2016

Download

Documents

lapsus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Evi Elvira l

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DERMATITIS ATOPIK

OLEH:

EVI ELVIRA LATIF

10542 0196 10

PEMBIMBING :

dr. HELENA KENDENGAN, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2015

Page 2: Evi Elvira l

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa:

Nama : Evi Elvira Latif

N I M : 10542 0196 10

Judul Referat : Dermatitis Atopik

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Ksehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2015

Pembimbing

(dr. Helena Kendengan, Sp.KK)

ii

Page 3: Evi Elvira l

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

hidayah serta petunjuknya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas Laporan Kasus

ini. Salam dan salawat senantiasa tercurah kepada junjungan kita Baginda Nabiullah

Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang

terang benderang seperti yang kita rasakan sekarang ini.

Laporan Kasus ini merupakan suatu tugas yang berikan dalam rangka

kepaniteraan klinik, Penulis sadar, laporan kasus ini masih jauh dari ukuran

kesempurnaan oleh karena itu sangat dibutuhkan saran dan kritikan yang

membangun dari para pembaca guna kesempurnaan pembuatan laporan kasus penulis

selanjutnya.

Akhir kata, penulis uacapkan terima kasih kepada dokter pembimbing,

dr. Helena Kendengan, Sp.KK dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian laporan kasus ini.

Billahi fii sabilil haq fastabiqul khairat

Wassalamualaikum wr.wb

Makassar, Juni 2015

Penulis

iii

Page 4: Evi Elvira l

DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................................. i

Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii

Kata Pengantar ...................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG............................................................................... 1

B. DEFINISI.................................................................................................. 3

C. EPIDEMIOLOGI...................................................................................... 3

D. ETIOPATOGENESIS............................................................................... 4

E. GEJALA KLINIS...................................................................................... 7

F. DIAGNOSIS.............................................................................................. 10

G. DIAGNOSIS BANDING.......................................................................... 12

H. PENATALAKSANAAN.......................................................................... 14

I. PROGNOSIS............................................................................................. 17

BAB II LAPORAN KASUS................................................................................ 18

A. IDENTITAS PASIEN............................................................................... 18

B. ANAMNESIS............................................................................................ 18

C. PEMERIKSAAN FISIK............................................................................ 19

D. DIAGNOSIS BANDING.......................................................................... 20

E. DIAGNOSIS.............................................................................................. 21

F. PENATALAKSANAAN.......................................................................... 21

G. RESUME................................................................................................... 21

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................... 23

Daftar Pustaka....................................................................................................... 26

iv

Page 5: Evi Elvira l

2

Page 6: Evi Elvira l

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,, vesikel,

skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul

bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderug

residif dan menjadi kronis.(1)

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan

kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),

mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya

dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.(1)

Istilah dermatitis banyak digunakan oleh para dermatologist yang

berorientasi pada sumber ilmu dari Amerika, digunakan untuk mengganti kata

“eksema” yang banyak dipakai di benua Eropa. Kata eksema sendiri telah lama

dikenal sejak dahulu yaitu pada zaman sebelum masehi, berasal dari bahasa

Yunani “ekzein” yang berarti mendidih atau berbuih. Istilah eksema ini

barangkali digunakan untuk menggambarkan penyakit kulit yang beragam wujud

kelainan kulitnya, seperti air mendidih.(2)

Pada tahun 1933 Wise dan Silzberger menyebut penyakit kulit dengan

gejala seperti tersebut di atas sebagai dermatitis atopik, istilah yang untuk

selanjutnya dapat diterima sampai saat ini dan penyakit kulit ini harus dibedakan

dengan dermatitis eksematosa tipe kontak. Konsep atopi diperkenalkan pertama

kali oleh Coca dan Cooke pada tahun 1923, sebagai suatu istilah yang dipakai

secara spontan pada individu yang mempunyai riwayat keluarga terhadap

kepekaan tersebut.(2)

Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat

kronis residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi

kekambuhan. Umumnya sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak, dapat

1

Page 7: Evi Elvira l

berlanjut hingga dewasa. Kelainan kulit berupa gatal,eritema, edema,vesikel dan

luka pada stadium akut, tetapi pada stadium kronik ditandai likenifikasi.(3)

Kejadian dermatitis atopik menunjukkan kecenderungan yang terus

meningkat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara

industri, angka kejadian dermatitis atopik yang tinggi. Di Amerika, insiden

dermatitis atopik sebesar 0,7-2,4% dari populasi dan paling banyak terjadi pada

bayi dan anak. Di negara-negara Eropa, insiden pada anak (sampai 7 tahun) yang

lahir sebelum tahun 1960 kurang dari 3%, pada anak yang lahir antara 1960 dan

1970 sebesar 4-8%, dan pada anak-anak yang lahir sesudah tahun 1970 sebesar 8-

12%. Dari penelitian terakhir, insiden di Eropa menjadi 15%.(4)

Prevalensi DA pada anak etnis Asia belum banyak dilaporkan. Angka

prevalensi yang dilaporkan adalah 20,1% di Hongkong, 19% di Jepang dan

20,8% di Singapura. Survei di negara berkembang menunjukkan 10-20% bayi

dan anak menderita dermatitis atopik. Pada tahun 2000, di Indonesia ditemukan

23,67% kasus baru dermatitis atopik pada anak dari 611 kasus baru penyakit kulit

lainnya. Angka prevalensi dermatitis atopik di Indonesia juga bervariasi.

Berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan oleh Kelompok Studi Dermatologi

Anak (KSDAI) dari lima kota besar di Indonesia pada tahun 2000, dermatitis

atopik masih menempati peringkat pertama (23,67%) dari 10 besar penyakit kulit

anak dan dari sepuluh rumah sakit besar yang tersebar di Indonesia. Pada tahun

2005 kejadian dermatitis atopik mencapai 36% dari keseluruhan diagnosis

dermatitis.(3,5)

Data Rekam Medis RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Pelamonia

di Makassar menunjukkan peningkatan jumlah kasus dermatitis atopik anak, 47

anak di tahun 2004, 106 anak di tahun 2005, 108 anak di tahun 2006, dan 115

anak di tahun 2007. Prevalensi DA di negara berkembang dan peningkatan

insidensi DA di negara industri merupakan refleksi pengaruh lingkungan sebagai

faktor pencetus pada individu yang telah memiliki suseptibilitas genetik. (5)

2

Page 8: Evi Elvira l

B. DEFINISI

Kata “atopi” pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah

yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat

kepekaan dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rhinitis alergik,

dermatitis atopik dan konjungtivitis alergik.(1)

Kata atopi diambil dari bahasa Yunani atopia yang berarti sesuatu yang

tidak lazim, different atau out of place, dan istilah ini untuk menggambarkan

suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan

oleh paparan benda asing yang terdapat di dalam lingkungan kehidupan manusia.(2)

Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,

disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak.

Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat

atopi pada keluarga atau penderita (Dermatitis atopik, rhinitis alergik dan atau

asma bronkial).(1)

C. EPIDEMIOLOGI

Berbagai penelitaian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis stopik

makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika

Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain, prevalensi dermatitis

atopi pada anak mencapai 10 – 20% , sedangkan pada dewasa kira-kira 1 – 3%.

Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah, prevalensi

dermatitis atopik jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita dermatitis

atopik daripada pria dengan rasio 1,3 : 1. Berbagai faktor lingkungan

berpengaruh terhadap prevalensi dermatitis atopik, misalnya jumlah keluarga

kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke

kota dan meningkatnya peggunaan antibiotik, berpotensi menaikkan jumlah

penderita dermatitis atopik. Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak,

meningkatnya jumlah keluarga, urutan lahir makin belakag, sering mengalami

infeksi sewaktu kecil akan melindungi kemungkinan timbunya dermatitis atopi

pada kemudian hari.(1)

3

Page 9: Evi Elvira l

Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari

seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik pada masa

kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari

separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan

meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Risiko mewarisi

dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang menderita dermatitis atopik

dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila dermatitis atopik yang dialami berlanjut

hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja

yaitu kira-kira 50%.(1)

D. ETIOPATOGENESIS

Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya

sangat komplek, tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai

faktor pencetus kelainan ini misalnya faktor genetik, imunologik, lingkungan dan

gaya hidup, dan psikologi.(6)

1. Faktor Genetik

Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang

mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33

mengandung kumpulan familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF,

yang diekspresikan oleh sel TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan

penting dalam ekspresi dermatitis atopik. Perbedaan genetik aktivitas

transkripsi gen IL-4 mempengaruhi presdiposisi dermatitis atopik. Ada

hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan

dermatitis atopik, tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis alergik.(1,6)

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih banyak

diturunkan dari garis keturunan ibu dari pada garis keturunan ayah. Sejumlah

survey berbasis populasi menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki

atopik lebih besar ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah

tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi yang ibunya atopik atau memiliki IgE

yang tinggi, sedangkan atopik paternal atau IgE yang meningkat tidak

berhubungan dengan kenaikan darah tali pusat IgE.(7)

4

Page 10: Evi Elvira l

2. Faktor Imunologi

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi

imunologik, yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.

Beberapa parameter imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik,

seperti kadar IgE dalam serum penderita pada 60-80% kasus meningkat,

adanya IgE spesifik terhadap bermacam aerolergen dan eosinofilia darah serta

diketemukannya molekul IgE pada permukaan sel langerhans

epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis

atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik

mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik.(6)

Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1,

Th2, Th17, sedangkan pada penderita dermatitis atopik terjadi

ketidakseimbangan sel T. Sitokin Th2 jumlahnya lebih dominan

dibandingkan Th1 yang menurun.Hal ini menyebabkan produksi dari sitokin

Th 2 seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-13 ditemukan lebih banyak

diekspresikan oleh sel-sel sehingga terjadi peningkatan IgE dari sel plasma

dan penurunan kadar interferon-gamma.Dermatitis atopik akut berhubungan

dengan produksi sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu

immunoglobulin tipe isq berubah menjadi sintesa IgE, dan menambah

ekspresi molekul adhesi pada sel-sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan

dalam perkembangan dan ketahanan eosinofil, dan mendominasi dermatitis

atopik kronis.(6)

Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan

imunogen atau alergen dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama

terjadi sensitisasi, dimana alergen akan ditangkap oleh antigen presenting cell

untuk kemudian disajikan kepada sel limfosit T untuk kemudian diproses dan

disajikan kepada sel limfosit T dengan bantuan molekul MHC kelas II. Hal

ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenai alergen tersebut melalui T

cell reseptor. Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi menjadi

subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang

aktivitas sel B untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada

di sirkulasi IgE segera berikatan dengan sel mast dan basofil. Pada paparan

5

Page 11: Evi Elvira l

alergen berikutnya IgE telah bersedia pada permukaan sel mast, sehingga

terjadi ikatan antara alergen dengan IgE.Ikatan ini akan menyebabkan

degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator baik

yang telah tersedia seperti histamine yang akan menyebabkan reaksi segera,

ataupun mediator baru yang dibentuk seperti leukotrien C4, prostaglandin D2

dan lain sebagainya.(2)

Sel langerhans epidermal berperan penting pula dalam pathogenesis

dermatitis atopik oleh karena mengekspresikan reseptor pada permukaan

membrannya yang dapat mengikat molekul IgE serta mensekresi berbagai

sitokin.(2)

Inflamasi kulit atopik dikendalikan oleh ekspresi lokal dari sitokin dan

kemokin pro-inflamatori. Sitokin seperti Faktor Tumor Nekrosis (TNF-α )

dan interleukin 1 (IL-1) dari sel-sel residen seperti keratinosit, sel mast, sel

dendritik mengikat reseptor pada endotel vaskular, mengaktifkan jalur sinyal

seluler yang mengarah kepada peningkatan pelekatan molekul sel endotel

vaskular. Peristiwa ini menimbulkan proses pengikatan, aktivasi dan

pelekatan pada endotel vaskular yang diikuti oleh ekstravasasi sel yang

meradang ke atas kulit. Sekali sel- sel yang inflamasi telah infiltrasi ke kulit,

sel-sel tersebut akan merespon kenaikan kemotaktik yang ditimbulkan oleh

kemokin yang diakibatkan oleh daerah yang luka atau infeksi.(8)

Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri,

virus, dan jamur, karena imunitas seluler menurun (aktivitas TH1 menurun).

Staphylococcus aureus ditemukan lebih dari 90% pada kulit penderita

dermatitis atopik, sedangkan orang normal hanya 5%. Bakteri ini membentuk

koloni pada kulit penderita dermatitis atopik, dan eksotosin yang

dikeluarkannya merupakan superantigen yang diduga memiliki peran

patogenik dengan cara menstimulasi aktivitas sel T dan makrofag. Apabila

ada superantigen menembus sawar kulit yang terganggu akan menginduksi

IgE spesifik, dan degranulasi sel mas, kejadian ini memicu siklus gatal garuk

yang akan menimbulkan lesi. Superantigen juga meningkatkan sintesis IgE

spesifik dan menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah

dermatitis atopik.(6)

6

Page 12: Evi Elvira l

3. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup

Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh terhadap

pravelensi dermatitis atopik. Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada

status sosial yang tinggi daripada status sosial yang rendah.Penghasilan

meningkat, pendidikan ibu makin tinggi, migrasi dari desa ke kota dan jumlah

keluarga kecil berpotensi menaikkan jumlah penderita dermatitis atopik.

Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan alergen-alergen mungkin

memicu reaksi atopik pada individu yang rentan. Paparan polutan dan alergen

tersebut adalah:(6)

a. Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas

ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban

udara, penggunaan pendingin ruangan.

b. Alergen :

- Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu rumah, serbuk sari

buah, bulu binatang, jamur kecoa.

- Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum

- Mikroorganisme: Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, P.ovale,

Candida albicans,Trycophyton sp.

- Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel

4. Faktor Psikologi

Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois, frustasi,

merasa tidak aman yang mengakibatkan timbulnya rasa gatal. Namun

demikian teori ini masih belum jelas.(6)

E. GEJALA KLINIS

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat atau redup,

kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis

meningkat. Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus,dapat hilang timbul

sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya,

penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit

berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta.(1)

7

Page 13: Evi Elvira l

Lesi kulit akut ditandai dengan pruritus intensif, papua eritematosa

dengan eskoriasi, vesikel eritematosa pada kulit dan eksudat serosa. Lesi sub akut

ditandai dengan eritema, eskoriasi dan papul. Sedangkan lesi kronik ditandai

dengan plak yang menebal pada kulit, likenifikasi, dan papul fibrotik.(8)

Gambar 1. A. Pronounced weeping and crusting of eczematous lesions in childhood atopic dermatitis. B. Excoriated papules and crusting in a acute flare of atopic dermatitis.(8)

Gambar 2. Gambar 3.Erytematous papules in a Severe lichenification and hyperpigmented patient with subacute prurigo papules seen in a patient with atopic dermatitis(8) chronic dermatitis(8)

8

Page 14: Evi Elvira l

Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu : dermatitis atopi

infantil, dermatitis atopik pada remaja dan dewasa.(1)

1. Dermatitis Atopik Infantil (Usia 2 bulan sampai 2 tahun)

Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan,

biasanya setelah usia 2 bulan, lesi mulai di muka (dahi,pipi) berupa eritema,

papulo-vesikel yang halus, karena gatal di gosok, pecah, eksudatif, dan

akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu skalp,

leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak,

lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk pada usia 2 bulan.

2. Dermatitis Atopik pada Anak ( usia 2 sampai 10 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infaltil, atau timbul sendiri (de novo).

Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan

sedikit skuama. Letak kelainan kulit pada lipat siku, lipat lutut, pergelangan

tangan, bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal

menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat terjadi erosi, likenifikasi,

mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan kulit menebal dan

perubahan lainnya yang menyebabkan gatal.

3. Dermatitis Atopik pada Remaja dan Dewasa

Lesi kulit dapat berupa plak papular eritematosa dan berskuama, atau plak

likenifikasi yang gatal. Pada dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di lipat

siku, lipat lutut dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada dermatitis

dewasa distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan

pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir

(kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi

meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak

menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi

dengan sedikit skuama, dan sering terjadi eksoiasi dan eksudasi karena

garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.

9

Page 15: Evi Elvira l

F. DIAGNOSIS

Pada awalnya diagnosis dermatitis atopik didasarkan atas berbagai

fenomena klinis yang tampak menonjol, terutama gejala gatal. George Rajka

menyatakan bahwa diagnosis dermatitis atopik tidak dapat dibuat tanpa adanya

riwayat gatal. Dalam perkembangan selanjutnya seiring dengan kemajuan di

bidang imunologi maka untuk diagnosis dermatitis atopik mulai dimasukkan uji

alergi sebagai kriteria diagnosis. Pemeriksaan/uji alergik tersebut adalah uji tusuk

(=skin pricktest) terhadap bahan alergen inhalan dan pemeriksaan kadar IgE total

di dalam serum penderita dermatitis atopik.(2)

Hanifin Rajka telah membuat kriteria diagnosis untuk dermatitis atopik

yang didasarkan pada kriteria mayor dan minor yang sampai sekarang masih

banyak digunakan.(6)

Kriteria Mayor (Harus memiliki 3 hal berikut)(1)

1. Pruritus

2. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak

3. Dermatitis di fleksura pada dewasa

4. Dermatitis kronik atau residif

5. Riwayat atopi pada pederita atau keluarganya

Kriteria Minor (Ditambah 3 atau lebih kriteria minor)(1)

1. Xerosis

2. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus herpes simpleks)

3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki

4. Iktiosis / hiperliniar palmaris / keratosis pilaris

5. Pitiriasis alba

6. Dermatitis di papilla mammae

7. White demographism dan delayed blanch response

8. Kelitis

9. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan

10. Konjungtivitid berulang

11. Keratokonus

12. Katarak subskapular anterior

10

Page 16: Evi Elvira l

13. Orbita menjadi gelap

14. Muka pucat atau eritema

15. Gatal bila berkeringat

16. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak

17. Aksentuasi perifolikuler

18. Hipersesitif terhadap makanan

19. Perjalanan penyakit dipenaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi

20. Tes kulit alergi tipe dadakan positif

21. Kadar IgE dalam serum meningkat

22. Awitan pada usia dini

Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan

kriteria minor. Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu(1)

Tiga kriteria mayor berupa:

1. Riwayat atopi pada keluarga

2. Dermatitis di muka atau ekstensor

3. Pruritus

Ditambah tiga kriteria minor

1. Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris

2. Aksentuasi perifolikuler

3. Fisura belakang telinga

4. Skuama di skalp kronis

Kriteria mayor dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka

didasarkan pengalaman klinis yang cocok untuk diagnosis berbasis rumah

sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada

penelitian berbasis populasi karena kriteria minor umumnya ditemukan pada

kelompok kontrol, disamping itu belum divalidasi terhadap diagnosis dokter

atau diuji untuk pengulangan (repeatability).(1)

11

Page 17: Evi Elvira l

G. DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis banding dermatitis atopik adalah: dermatitis seboroik

(terutama pada bayi), dermatitis kontak, dermatitis numularis, skabies, iktiosis,

psoriasis (terutama di daerah palmoplantar), dermatitis herpetiformis, sindrom

saezary, dan penyakit Letterer-siwe. Pada bayi juga sindrom imunodefisiensi,

misalnya sindrom wiskott-Aldrich dan sindrom hiper IgE.(1)

1. Dermatitis Seboroik

Merupakan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat

predileksi di tempat-tempat seboroik.(1)

Gambar 4. Dermatitis Seboroik (8)

2. Dermatitis Kontak

Merupakan dermatitis kontak yaitu dermatitis yang disebabkan oleh

bahan/substansi yang menempel pada kulit.

Gambar 5. DKI(9) Gambar 6. DKA(9)

12

Page 18: Evi Elvira l

3. Dermatitis Numularis

Dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau lonjong berbatas tegas

dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah hingga

basah.(1)

Gambar 7. Dermatitis Numularis(9)

4. Psoriasis

Merupakan penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,

ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama

yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin,

auspitz dan kobner.(1)

Gambar 8. Psoriasis(9)

13

Page 19: Evi Elvira l

5. Scabies

Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi

terhadap sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya.(1)

Gambar 9. Skabies (9)

H. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan medikamentosa dan non medikamentosa

ditujukan untuk memantau penyakit dengan cara mengurangi gatal, mengatasi

inflamasi, mengurangi kekeringan kulit, dan mengeliminasi faktor pencetus atau

yang memperberat penyakit.(10)

1. Pengobatan Medikamentosa

a. Obat Sistemik

Anti histamin (AH). Sebaiknya pada anak dipilih anti histamin jenis

klasik yang bersifat sedatif, contohnya Clorfeniramin maleat

(clorfenon) dan hidroksisin.

Anti histamin non sedasi dipilih untuk dewasa atau yang bekerja,

diantaraya ialah cetirizin, loratadin, terfenadin, feksofenadin.

Antibiotik, diberikan pada dermatitis atopik dengan infeksi sekunder,

seperti eritromisin, kloksasilin, metisilin, atau sefalosporin, maksimal

selama 2 minggu.

14

Page 20: Evi Elvira l

Kortikosteroid. Digunakan pada dermatitis atopik berat dan luas yang

sukar diatasi dengan anti histamin dan kortikosteroid topikal. Efek

samping pada anak adalah supresi pada axis hipotalamus-pituitari-

adrenal korteks (HPA) dan gangguan pertumbuhan tulang. Prednison

dengan dosis terapi 2 mg/kgbb cukup bermanfaat.(10)

b. Obat Topikal

Kortikosteroid topikal. Merupakan obat pilihan untuk dermatitis

atopik. Dianjurkan dari potensi yang ringan sampai sedang misalnya

hidrokortison, atau mometason furoat. Pada kasus yang berat dapat

diberikan potensi kuat, tetapi setelah satu minggu dosis diturunkan

perlahan-lahan.

Pelembab (moisturizing). Berbagai pelembab dapat digunakan antara

lain, gliserin, propilen glikol, urea, lanolin, vaselin, dan minyak

tumbuhan.

Antibiotik topikal. Digunakan bila terdapat infeksi sekunder ringan.

Dipilih antibiotik yang tidak digunakan pada terapi sistemik, yaitu

golongan as. Fusidat 5%, mupirosin 2%, dan kombinasi neomisin-

basitrasin-polimiksin B.(10)

2. Pengobatan Non Medikamentosa

Pengobatan dermatitis atopik secara komprehensif dan hilostik

penting pada penatalaksanaan dermatitis atopik, mengingat pengobatan lebih

ditujukan untuk mengendalikan penyakitnya. Edukasi pada pasien dan

keluarga ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup, cara menghindarkan

diri dari alergen, iritan, faktor lingkungan, dan memperbaiki kebiasaan hidup.(10)

3. Tatalaksana terhadap kemungkinan relaps

15

Page 21: Evi Elvira l

Dermatitis atopik termasuk penyakit kronis dan sering berulang. Oleh

karena itu, tatalaksana pencegahan yang tepat sangat diperlukan untuk

pencegahan terjadinya kambuh ulang (relaps). Pada dermatitis atopik,

terjadinya relaps dipengaruhi oleh beberapa faktor pencetus, yang bersifat

spesifik dan berbeda pada anak yang satu dengan anak lainnya. Oleh karena

itu, dalam upaya mencegah kambuhnya dermatitis atopik, maka perhatian

ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi berbagai faktor tersebut.

Tetapi karena penyebab dermatitis atopik belum dapat ditemukan dengan

jelas, maka upaya mencegah kekambuhan merupakan upaya yang sulit

dikerjakan dan memerlukan ketekunan penderita dan orang tuanya dibantu

dokter yang merawat.(4)

Penderita dermatitis atopik harus menghindari alergen hirup dan

pajanan pada bahan-bahan iritan, misalnya penggunaan sabun yang

mengandung asam dan basa kuat. Disamping itu, kekeringan kulit harus

dicegah dengan menggunakan emolien. Di daerah tropis seperti Indonesia,

alergen hirup di dalam rumah yang berpengaruh adalah Dermatophagoides

pteronyssinus, Dermato-phagoides farinae, dan debu rumah. Alergen hirup

tersebut banyak terdapat di kamar tidur, terutama di kasur, bantal, selimut,

karpet bulu, mainan anak yang berbulu, dan gorden. Karena itu, untuk

pencegahan pada anak kecil, jauhi mainan yang merupakan sumber debu,

atau bulu binatang, karpet yang kotor dan tirai, serta alas kasur harus sering

dicuci agar tidak menimbulkan debu.(4)

Sejumlah makanan, seperti susu, telur, ikan dan kacang-kacangan

sangat berperan terhadap terjadinya relaps dermatitis atopik, terutama pada

bayi dan anak kecil. Oleh karena itu, identifikasi makanan pencetus

dermatitis atopik harus dilakukan secara teliti melalui anamnesis dan

beberapa pemeriksaan khusus. Namun, eliminasi makanan esensial pada bayi

dan anak harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan

malnutrisi. Bila orang tua pasien yakin bahwa makanan tertentu

menyebabkan dermatitis atopik pada anaknya, maka makanan tersebut harus

dihindari. Sebagai alternatif perlu dicari makanan pengganti lainnya yang

tidak menimbulkan keluhan atau kambuhnya dermatitis atopik.(4)

16

Page 22: Evi Elvira l

I. PROGNOSIS

Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita dermatitis

atopik.Ada kecenderungan perbaikan masa spontan pada masa anak dan sering

ada yang kambuh pada masa dewasa.Sebagian kasus menetap pada usia diatas 30

tahun.(1)

Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik pada dermatitis

atopik adalah(1)

1. Dermatitis atopik luas pada anak

2. Menderita rhinitis alergik dan asma bronkial

3. Riwayat dermatitis atopik pada orang tua atau saudara kandung

4. Awitan dermatitis atopik pada usia muda

5. Anak tunggal

6. Kadar IgE serum sangat tinggi.

BAB II

LAPORAN KASUS

17

Page 23: Evi Elvira l

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Mika Aulia LH

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 14 Agustus 2014

Umur : 10 bulan

BB : 7,3 kg

Nama Orang tua

Ayah : Suhriadi

Ibu : Hasminah

Tanggal Periksa : 16 Juni 2015

Alamat : BTN Aura

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis atau heteroanamnesis yaitu

informasi didapatkan dari ibu pasien.

1. Keluhan Utama

Bercak atau bintik merah pada kedua pipi, dada, lipatan siku dan lutut, serta

bagian pinggang dan bokong.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

pasien datang dengan keluhan munculnya bintik bintik atau bercak merah di

kedua pipi, dada, lipatan tangan dan kaki, serta bagian pinggang dan bokong

sejak 1 bulan yang lalu. Di bagian dada dan pinggang sudah muncul tanda

eksoriasi. Pasien pernah dibawa oleh ibunya berobat ke puskesmas, diberikan

obat namun keluhan muncul lagi. Dari keterangan ibunya, pasien lebih sering

menggaruk badannya pada saat malam hari.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit seperti ini : disangkal oleh ibunya

18

Page 24: Evi Elvira l

Riwayat alergi : dari keterangan ibunya, pasien pernah

diberikan makanan bubur dicampur kuning

telur, tetapi keluhan muncul setelah 1 minggu

setelah diberi makanan kuning telur. Setelah

itu, pasien tidak lagi diberikan namun keluhan

tak kunjung berhenti.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Berdasarkan keterangan ibunya, ada sepupu dari pasien yang juga mengalami

gatal-gatal.

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berobat dengan menggunakan BPJS, terlihat dari penampilan pasien,

kesan ekonomi baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Dermatologis

Lokasi : kedua pipi, dada, lipatan siku dan lutut, bagian pinggang dan bokong

Efloresensi : vesikel, eritema, eksoriasi

Pipi Dada

19

Page 25: Evi Elvira l

Lipatan Siku Lipatan Lutut

Daerah Pinggang dan Bokong

D. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis seboroik

2. Dermatitis kontak

3. Dermatitis numularis

4. Psoriasis

5. Skabies

20

Page 26: Evi Elvira l

E. DIAGNOSIS

Dermatitis Atopik

F. PENATALAKSANAAN

R/ Erirtomisin 80 mg

CTM 2,5 mg

Methyl Prednisolon 1 mg

m.f pulv dtd no. XV

∫ 3 dd I

l

R/ Hydrocortison 2,5% no I

∫ u.e (2 x 1)

l

G. RESUME

Telah diperiksa seorang pasien dengan diagnosis Dermatitis Atopik

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama :

Bercak atau bintik merah pada kedua pipi, dada, lipatan siku dan lutut,

serta bagian pinggang dan bokong.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

pasien datang dengan keluhan munculnya bintik bintik atau bercak merah

di kedua pipi, dada, lipatan tangan dan kaki, serta bagian pinggang dan

bokong sejak 1 bulan yang lalu. Di bagian dada dan pinggang sudah

muncul tanda eksoriasi. Pasien pernah dibawa oleh ibunya berobat ke

puskesmas, diberikan obat namun keluhan muncul lagi. Dari keterangan

ibunya, pasien lebih sering menggaruk badannya pada saat malam hari.

21

Page 27: Evi Elvira l

2. Pemeriksaan Fisik

Status Dermatologis:

Lokasi : kedua pipi, dada, lipatan siku dan lutut, bagian pinggang dan

bokong

Efloresensi : vesikel, eritema, eksoriasi

22

Page 28: Evi Elvira l

BAB III

PEMBAHASAN

Dari anamnesis yang telah dilakukan, diketahui bahwa pasien datang bersama

ibunya dengan keluhan munculnya bintik bintik atau bercak merah di kedua pipi,

dada, lipatan tangan dan kaki, serta bagian pinggang dan bokong sejak 1 bulan yang

lalu. Di bagian dada dan pinggang sudah muncul tanda eksoriasi. Hal ini sesuai

dengan teori bahwa dermatititis atopik paling sering muncul pada tahun pertama

kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi dan pipi) berupa

eritem, vesikel dan kerena gatal sehingga di gosok dan muncul eksoriasi.

Dari pemeriksaan fisik telah ditemukan bercak atau bintik merah pada pipi,

dada, lipatan siku dan lutut serta bagian pinggang dan bokong. Berdasarkan

anamnesis ditambah dengan pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan diagnosis

yaitu Dermatitis Atopik. Berdasarkan predileksinya, lesi paling sering di pipi dan

terbukti pada pasien bahwa didapatkan lesi di kedua pipi. Pada kriteria diagnosis

telah memenuhi empat kriteria minor yaitu pruritus, Dermatitis di muka atau

ekstensor pada bayi dan anak, dermatitis kronis serta riwayat atopi pada keluarganya.

Ada beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding dengan Dermatitis

Atopik yaitu:

1. Dermatitis Seboroik

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan lesi pada

kepala, dimana ciri khas dari dermatitis seboroik paling sering di kepala

dan orang dewasa sedangkan pasien ini adalah seorang bayi berusia 10

bulan.

2. Dermatitis Kontak

Dari hasil anamnesis, tidak didapatkan pasien mengalami kontak dengan

zat-zat atau sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya lesi pada kulit

pasien.

3. Dermatitis Numular

Dari hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan lesi berbentuk uang logam

sirkumskrip serta edematosa yang merupakan tanda khas dari dermatitis

numular.

23

Page 29: Evi Elvira l

4. Psoriasis

Dari pemeriksaan pada pasien, tidak ditemukannya skuama yang tebal

dan berlapis-lapis serta fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner yang

merupakan tanda-tanda dari psoriasis.

5. Skabies

Pada skabies terdapat cardinal sign berupa pruritus nokturnal, menyerang

secara berkelompok, terdapat terowongan serta menemukan tungau. Pada

pasien tidak ada ditemukan satu pun cardinal sign pada skabies.

Pada pasien ini, diberikan penatalaksanaan berupa, pengobatan sistemik dan

topikal. Pengobatan sistemik yang diberikan yaitu campuran dari eritromisin 80 mg,

CTM 0,35 mg/kgbb (7,3 kg x 0,35 mg = 2,5 mg) dan Methyl prednisolon 1 mg,

diberikan sebanyak tiga kali dalam sehari. Sedangkan pengobatan topikal yaitu

diberikan Hydrocortison 2,5% sebanyak 2 kali dalam sehari.

Selain terapi farmakologi, juga diberikan edukasi kepada orang tua pasien

berupa pencegahan terjadinya kambuh ulang (relaps). Pada dermatitis atopik,

terjadinya relaps dipengaruhi oleh beberapa faktor pencetus, yang bersifat spesifik

dan berbeda pada anak yang satu dengan anak lainnya. Oleh karena itu, dalam upaya

mencegah kambuhnya dermatitis atopik, maka perhatian ditujukan untuk

mengidentifikasi dan mengeliminasi berbagai faktor tersebut.

Penderita dermatitis atopik harus menghindari alergen hirup dan pajanan pada

bahan-bahan iritan, misalnya penggunaan sabun yang mengandung asam dan basa

kuat. Disamping itu, kekeringan kulit harus dicegah. Jauhi mainan yang merupakan

sumber debu, atau bulu binatang, karpet yang kotor dan tirai, serta alas kasur harus

sering dicuci agar tidak menimbulkan debu.

Sejumlah makanan, seperti susu, telur, ikan dan kacang-kacangan sangat

berperan terhadap terjadinya relaps dermatitis atopik, terutama pada bayi dan anak

kecil. Oleh karena itu, identifikasi makanan pencetus dermatitis atopik harus

dilakukan secara teliti melalui anamnesis dan beberapa pemeriksaan khusus.

24

Page 30: Evi Elvira l

Prognosis pada dermatitis atopik lebih buruk bila kedua orang tuanya

menderita dermatitis atopik.Ada kecenderungan perbaikan masa spontan pada masa

anak dan sering ada yang kambuh pada masa dewasa.Sebagian kasus menetap pada

usia diatas 30 tahun.

25

Page 31: Evi Elvira l

DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Anonym. Problematika Dermatitis Atopik. Available at : lpp.uns.ac.id visited on 18 juni 2015

3. Safarina, DD. (2014). “ Karakteristik Penderita Dermatitis Atopik di Poliklinik

RSUP dr. Kariadi Semarang “ Jurnal Media Medika Muda. 1 – 2

4. Bakhtiar. (2010). “Faktor Risiko, Diagnosis, dan Tatalaksana Dermatitis Atopik pada Bayi dan Anak” JKM. 9 (2). 188 – 196

5. Tabri, Farida. Yusuf, Irawan. Boediardja, A.S. Aspek Imunogenetik Dermatitis Atopik Pada Anak :Kontribusi Gen Ctla-4, Kecacingan Dan IL-10”. 2 – 3

6. Safarina, Diadra Danisa. (2014). “Karakteristik Penderita Dermatitis Atopik di Poliklinik RSUP dr. Kariadi Semarang” Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

7. Burns T. 2010. Rook’s Textbook Of Dermatology. Eighth Edition. Wiley – Blackwell.

8. Wolff, Klaus. Dkk. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh Edition volumes 1 & 2. McGraw-Hill Medical Companies.

9. Wolff, Klaus dan Johnson, A.R. 2009. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition. McGraw-Hill Medical Companies.

10. Daili, S.S.E. Menaldi, L.S. dan Wisnu. M.I. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia.

26