Top Banner
i KODE ETIK HAKIM DI PENGADILAN STUDI PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DI INDONESIA DISERTASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Keislaman (Konsentrasi Hukum Islam) Pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel OLEH: AKHMAD BISRI MUSTAQIM NIM: F0.150.507 PROGRAM PASCA SARJANA (S3) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2012
147

Etprof Hakim Br

Dec 01, 2015

Download

Documents

bina_artha
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Etprof Hakim Br

i

KODE ETIK HAKIM DI PENGADILAN STUDI PROBLEMATIKA

PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DI INDONESIA

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Keislaman

(Konsentrasi Hukum Islam)

Pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel

OLEH:

AKHMAD BISRI MUSTAQIM

NIM: F0.150.507

PROGRAM PASCA SARJANA (S3)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2012

Page 2: Etprof Hakim Br

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : AKHMAD BISRI MUSTAQIM

NIM : FO. 150.507.

Program : Doktor.

Institusi : Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa disertasi ini secara keseluruhan adalah hasil

penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang ditunjuk sumbernya.

Surabaya, 20 Mei 2012

Saya yang menyatakan.

Akhmad Bisri Mustaqim.

P E R S E T U J U A N

Page 3: Etprof Hakim Br

iii

Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah disetujui

Tanggal 20 Mei 2012

Oleh

PROMOTOR

Prof. Dr. H.M. RIDLWAN NASIR, M.A.

PROMOTOR

Prof. Dr. H. AHMAD ZAHRO, M.A.

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Page 4: Etprof Hakim Br

iv

Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah diuji dalam tahap pertama

Pada tanggal 19 Nopember 2012

Tim Penguji :

1. Prof. Dr.H. Burhan Djamaluddin, MA (Ketua)

2. Masdar Hilmy, MA, Ph.D (Sekretaris)

3. Prof. Dr. H.M. H. M. Ridlwan Nasir, M.A. (Promotor/Anggota Penguji)

4. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A. (Promotor/Anggota Penguji)

5. Prof. Dr. H. Rifyal Ka‟bah, M.A. (Penguji Utama)

6. Prof. Dr. H. Faishal Haq, M.Ag. (Anggota Penguji)

7. Dr. Priyo Handoko, MH. ( Anggota Penguji)

Surabaya, 19 Nopember 2012

Direktur,

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A.

NIP: 1950.08171981031002

Page 5: Etprof Hakim Br

v

PENGESAHAN DIREKTUR

Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah diuji tahap pertama

Pada tanggal 19 Nopember 2012

Tim Penguji :

1. Prof. Dr.H. Burhan Djamaluddin, M.A. 1…………………………….

2. Masdar Hilmy, MA, Ph.D 2…………………………….

3. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A. 3……………………………..

4. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A. 4……………………………..

5. Prof. Dr.H. Rifyal Ka‟bah, M.A. 5……………………………..

6. Prof. Dr. H. Faishal Haq, M.Ag. 6……………………………..

7. Dr.H. Priyo Handoko, MH. 7……………………………..

Surabaya, 19 Nopember 2012

Direktur,

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A.

NIP: 1950.08171981031002

Page 6: Etprof Hakim Br

vi

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah diuji tahap kedua

Pada tanggal ………. 2013

Tim Penguji :

1. Prof. Dr.H. Burhan Djamaluddin, M.A. 1…………………………….

2. Masdar Hilmy, MA, Ph.D 2…………………………….

3. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A. 3……………………………..

4. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A. 4……………………………..

5. Prof. Dr.H. Rifyal Ka‟bah, M.A. 5……………………………..

6. Prof. Dr. H. Faishal Haq, M.Ag. 6……………………………..

7. Dr.H Priyo Handoko, MH. 7……………………………..

Surabaya, ……………… 2013

Direktur,

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A.

NIP: 1950.08171981031002

Page 7: Etprof Hakim Br

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam yang telah memberikan hidayah

dan taufik Nya kepada penulis, sehingga penulis telah diberikan kekuatan dan kesabaran dalam

menyelesaikan disertasi ini.

Alhmadulillah, atas izin Allah SWT sebagai mahasiswa Program Doktor (S3) dan

sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Doktor IAIN Sunan Ampel

Surabaya dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang telah menguras tenaga, pikiran juga

materi .

Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Abd „Ala, MA selaku Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya,

yang telah membimbing dan dosen mengampu penulis;

2. Yth. Bapak Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA selaku Direktur Pascasarjana IAIN

Sunan Ampel Surabaya (selaku Promotor) sebagai Dosen pengampu dan Guru Besar ;

3. Yth. Bapak Prof. Dr. Ahmad Zahro, MA (selaku Promotor) sebagai Dosen pengampu

dan Guru Besar ;

4. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, M.A, sebagai Asisten Direktur Bidang

Akademis (Asdir AKA);

5. Yth. Bapak Prof. Dr. Zainul Arifin, M.Ag, sebagai Asisten Direktur Bidang

Administrasi dan Keuangan (Asdir AKU);

6. Yth. Bapak. Masdar Hilmy, MA. Ph.D, sebagai Asisten Direktur Bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama (Asdir KK);

7. Yth. Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, yang telah memberikan ijin kepada

Penulis untuk mengikuti perkuliahan Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel

Surabaya.

Ucapan terima kasih pula disampaikan seluruh jajaran Pengelola Program Pascasarjana IAIN

Sunan Ampel Surabaya, beserta seluruh staf telah memberikan bantuan dan dorongan moril

Page 8: Etprof Hakim Br

viii

untuk dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik. Semoga semua amal baik

bapak-bapak dan ibu-ibu merupakan investasi yang tinggi nilainya di sisi Allah SWT.

Terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Mahkamah Agung RI dan Direktur

Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI di Jakarta serta Pimpinan Komisi

Yudisial RI yang telah memberikan data-data yang otentik dari kedua lembaga negara tersebut,

sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini berjalan lancar.

Demikian pula kepada para responden yang terdiri dari para hakim tinggi, dan para

hakim tingkat pertama di wilayah Jawa Timur dari 4 (empat) lingkungan badan peradilan di

bawah naungan Mahkamah Agung RI, yang telah memberikan masukan dan pendapat dalam

kuisioner yang telah kami kirimkan.

Ucapan terima kasih disampaikan secara khusus kepada isteriku tercinta Hj. Rodliyah,

dan anak-anak, Isti‟anatur Rahmah, Muhammad Rif‟an Rahmatulloh, yang telah setia dan sabar

mendampingi sejak mendapatkan amanat sebagai hakim dan Ketua Pengadilan Agama di

Wilayah Nusa Tenggara Timur, Surabaya dan Lumajang sampai mendapatkan kesempatan

mengikuti perkuliahan di Pascasarjana (S3) IAIN Sunan Ampel Surabaya yang cukup

melelahkan. Keuletan, kesetiaan dan kesabaran mereka menjadi motivator yang tinggi bagi

penulis.

Disertasi ini dipersembahkan kepada ananda Isti‟anatur Rahmah sekarang, sebagai

guru, dan Muhammad Rif‟an Rahmatulloh, (staff di BPPT/Kemenristek), supaya dijadikan

motivator untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S2 dan S3) semoga Allah

mengabulkan cita-cita mereka.

Kami menyadari disertasi yang telah dihasilkan ini, masih banyak kekurangannya,

mohon kepada para pembaca demi kesempurnaan disertasi ini untuk dikoreksi, dan atas

koreksinya disampaikan terima kasih.

Surabaya,10 Agustus 2012 M

21 Ramadan1433 H.

Penulis.

Akhmad Bisri Mustaqim NIM:

NIM: FO.150.507.

Page 9: Etprof Hakim Br

ix

ABSTRAK

Akhmad Bisri Mustaqim NIM: FO. 150 507. Judul Disertasi : Kode Etik Hakim di Pengadilan Studi

Problematika Dalam Penegakan Hukum Dan Keadilan Di Indonesia Promotor : Prof. Dr. H. M. Ridlwan

Nasir MA dan Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA. Kata Kunci : Kode Etik Hakim.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan 4(empat) lembaga peradilan di bawahnya, telah

mendapat kritikan yang tajam dari masyarakat, karena merebaknya mafia hukum dan peradilan di

Indonesia, berakibat menurunnya kepercayaan dan kewibawaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan

di Indonesia. Maka untuk membangun kembali kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum

dan keadilan di Indonesia, Mahkamah Agung harus mereformasi sebagai change of agent dengan

menyusun blueprint pertama dengan membangun kembali citra Mahkamah Agung untuk mencapai

Mahkamah Agung yang berwibawa dan bermartabat,

Dilanjutkan perubahan blueprint ke dua paradigma yang baru dengan mencanangkan program visi

dan misi 2010-2035 Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan yang agung di Indonesia. Paradigma

yang diambil oleh penulis adalah perubahan ke arah lebih baik dan terhormat demi tercapainya peradilan

yang agung. Penelitian dan penulisan disertasi ini menggunakan metodologi empiris tentang aplikasi kode

etik hakim dan tindak lanjut hasil pengawasan terhadap hakim yang melanggar kode etik.

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, didasarkan pada hasil rumusan Munas

Ikatan Hakim Indonesia terbatas di Surabaya 25-29 September 2002 dan dengan Surat Keputusan Bersama

Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor : 02

/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009. Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI diberi

berwenang untuk mengawasi jalanya proses peradilan yang dilakukan oleh para hakim demi tercapainya

efektifitas penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.

Kode Etik Hakim berdasarkan teori hukum Islam sebagaimana prinsip-prinsip dasar Shari‟ah

adalah ada 2 dua macam konsep, yaitu pertama: Konsep Tauhi d yang terdiri dari : (i). Unity of Creation (

Meyakini Kesatuan Penciptaan), (ii). Unity of Mankinde (meyakini kesatuan kemanusiaan). (iii). Unity of

Guidance (meyakini kesatuan tuntutan hidup). (iv). Unity of Propose of life (meyakini kesatuan tujuan

hidup). (v). Unity of Godhead ( semuanya merupakan derifasi kesatuan keTuhanan).

Konsep kedua, etika sintesis Islami, terdiri dari : (i). Prinsip Khilafah ( manusia sebagai Khalifah fi

al-Ardi). (ii). Prinsip „Adalah (yaitu prinsip keadilan). (iii). Prinsip Nubuwwah ( yaitu prinsip sifat

kenabian). (iv). Prinsip Ukhuwwah (yaitu prinsip persaudaraan) (v). Prinsip al-Khurriyyah wa al-

Mas‟uliyyah (yaitu prinsip kemerdekaan dan pertanggung jawaban ).

Penegakan hukum dalam prespektif Hukum Islam, bahwa Hukum Islam dapat berjalan secara

efektif ada 4 faktor : (1). Falsafatu al- tashri‟ (filsafat hukum Islam dan tujuan hukum Islam) (ii). T uruqu

al-Istinbat Nazariyah (methodologis bagaimana menetapkan hukum). (iii). Nazariyah fiqhiyyah (teori

penalaran dalam istinbat hukum) (iv). Siyasah Shar‟iyyah (politik hukum yang terkait dengan aplikasi dan

situasi yang dihadapi).

Khalifah Umar Ibn Khattab RA, telah menyampaikan risalahnya sebagai dasar teori penegakan

hukum dan keadilan, sebagai dasar peradilan di negara-negara Islam, termasuk di Indonesia yang telah

dijadikan dasar kode etik hakim di lembaga peradilan agama.

Page 10: Etprof Hakim Br

x

Berdasarkan teori Lourence Meir Friedmand penegakan hukum dan keadilan dapat berjalan efektif

ada 3(tiga) faktor: Yaitu faktor subtansi hukum, faktor struktur hukum, dan faktor kultur Hukum. Dalam hal

ini, kode etik hakim mempunyai peranan penting dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia,

sebagai alat control struktur hukum yaitu alat regulasi dan subtansi hukum pengawasan, terhadap perilaku

hakim dalam menjalankan tugas memeriksa dan mengadili perkara yang diamanahkan kepada para hakim.

Disamping teori tersebut ada juga teori yang dapat membawa keterpurukan hukum, yaitu Teori

Donald Black dan Achmad Ali yang dapat dukungan dari Teori Sampford dengan Teori melee, yaitu tiga

faktor yang membawa keterpurukan hukum yaitu faktor De Socialization. faktor De Legalization dan faktor

Internalization (transendental) dan teori yang mengakibatkan diskriminatif yang ditimbulkan Stratatifiksi,

Morfologi, Kultur, Organisasi dan Social Control (pengendalian sosial).

Page 11: Etprof Hakim Br

xi

ABSTRACT

Akhmad Bisri Mustaqim NIM: FO. 150 507. Dissertation Title: Judges Code Study Problems in Law

Enforcement and Justice In Indonesia Promoter: Prof. Dr. H M. Ridlwan Nasir MA. and Prof. Dr. H.Ahmad

Zahro, MA.

Keywords: Code of Justice.

Supreme Court of the Republic of Indonesia, and 4 (four) of the judiciary under him, had sharp criticism

from the public, since the outbreak of the legal and judicial mafia in Indonesia, resulting in declining public

trust and authority for law and justice in Indonesia. So to rebuild public confidence in the authority and law

and justice in Indonesia, the Supreme Court should reform the change of agent by arranging the first

blueprint by rebuilding the image of the Supreme Court to reach the Supreme Court the authority and

dignity.

Continuing changes to the blueprint of the new paradigm with the two launched a program of the vision and

mission of 2010-2035 Supreme Court as the supreme judicial institution in Indonesia. Paradigm taken by

the author is a change for the better and honorable to achieve great justice. The research and writing of this

dissertation uses empirical methodology of the application code of conduct of judges and supervision

follow-up results of the judges who violate the code.

Code of Ethics and Code of Conduct Judges in Indonesia, based on the formulation of the National

Conference Judges Association Limited in Surabaya Indonesia 25 to 29 September 2002 and the Joint

Decree of the Supreme Court and the Judicial Commission No.: 047/KMA/SKB/IV/2009 and Number : 02 /

SKB/P.KY/IV/2009 dated 8 April 2009. The Supreme Court and the Judicial Commission was given the

authority to oversee Republic of Indonesia nets proceedings conducted by the judges in order to achieve the

effectiveness of law enforcement and justice in Indonesia.

Judges Code of Conduct based on the theory of Islamic law as the fundamental principles of the Shari'ah is

there are 2 two kinds of concepts, namely consisting of: (i).�first: Concepts Tauhid Unity of Creation

(Affirming the Unity of Creation), (ii). Unity of Mankinde (believe in the unity of humanity). (iii). Unity of

Guidance (union believes the demands of life). (iv). Unity of Propose of life (believe in the unity of purpose

of life).

(v). Unity of Godhead (divine unity are all derivation).

The second concept, the synthesis of Islamic ethics, consisting of: (i). Principle Khilafah fi al-Ard

(Caliphate human (ii). Principle al-„Adalah (the principle of justice). (iii). Nubuwwah principle ( the

principle of the nature of prophethood). (Iv). Ukhuwwah principle ( the principle of brotherhood) (v). The

principle of al-Khurriyyah wa al-Mas'uliyyah ( the principle of independence and accountability).

Law enforcement in the perspective of Islamic law, the Islamic law can operate effectively there are 4

factors: (1). al-Falsafatu al-tashri (philosophy of Islamic law and Islamic law purposes) (ii).� Turuqu al-

Istinbat Nazariyah (methodologis how to lay down the law).(iii). Nazariyah fiqhiyyah (theory of legal

reasoning in istinbat) (iv). Siyasah Shar'iyyah (political law relating to the application and the situation at

hand).

Caliph Umar Ibn Khattab RA, has expressed his treatise as a theoretical basis of law and justice, as the basis

of justice in Islamic countries, including Indonesia, which has been used as the basis of the code of conduct

of judges in the judiciary religion.

Page 12: Etprof Hakim Br

xii

Based on the theory Lourence Meir Friedmand law enforcement and justice will be effective there are 3

(three)

factors: These are factors substantive law, legal structure factors, cultural factors and the Law. In this case,

the code of conduct of judges have an important role in upholding law and justice in Indonesia, legal

structures as a means of control is a tool of regulation and supervision of legal substances, the behavior of

judges in performing their duties and adjudicates cases entrusted to judges.

Besides the theory there are also theories that can bring legal downturn, the theory of Donald Black and

Achmad Ali Theory to support the Theory Sampford melee, the three factors that brought the legal slump

De Socialization factors. Legalization and De factors Internalization factor (transcendental) and the

resulting discriminatory theory posed Stratatifiksi, Morphology, Culture, Organization and Social Control.

Page 13: Etprof Hakim Br

xiii

اخض

احدبشرستم١ اس

١٥٠٥٠٧﴾ف ﴿ رة

امؼبح شبو ف ئفبر امب اؼذاخ ف اشج ئذ١غ١بدةألخالل٠اتدساعخ :ػا اشعبخ ٠ادىتراحاجاحدزرااجست١ر٠ادىتراحاجحداصرااجست١ر‚االستاذ٠االستاذاشرف

٠ة امؼبدةألخالل٠ات :اجسث

وب اسىخ اؼ١ب دس٠خ ئذ١غ١ب، أسثؼخ امؼبء ازبثغ ، ازمبداد زبدح ادس، ز اذالع ابف١ب امب١خ امؼبئ١خ ف ئذ١غ١ب، ب أد ئ ثمخ ادس ف االخفبع عـخ امب اؼذاخ ف

ئذ١غ١ب زه ٠جغ إلػبدح ثبء ثمخ ادس ف اغـخ امب اؼذاخ ف اذ١غ١ب اسىخ اؼ١ب ئطالذ اـجبػخ األي ئػبدح ثبء طسح سىخ اؼ١ب طي ئ اسىخ اؼ١ب عـخ ز اإعغبد ػغ

وشاخ، اطذ رغ١١شاد ػ خـؾ رج خذ٠ذ غ اث١

٢٠٣٥-حت-٢٠١٠ئؿالق ثشبح شؤ٠خ سعبخ سىخ اؼ١ب

2035-2010أطمت اتغ١١رات استرة خطة ذج جد٠د غ اث١ براج رؤ٠ة رساة احىة اؼ١ا

ذج ات اتخذا صاحب ابالؽ تغ١١ر ؼداة اؼظ١ أفض . باػتبارا اإسسة امضائ١ة اؼ١ا ف ئد١س١ا

ابحث وتابة أطرحة ٠ستخد ذا اج اتجر٠ب اتؼ١ات ابرج١ة تطب١ك سن . شرفة تحم١م

.امضاة اإلشراف تابؼة تائج امضاة اذ٠ ٠تى اما

، دة لاػد سن امضاة ف اد١س١ا ػ أساس ص١اغة اداالت ات جرت ف ذخ ألخالل١بد

: جر٠ة أد١س١ا رلة امضاجساػ، لرار شترن جر٠ة اد١س١ا ٢٠٠ ٢ سبتبر٢٥سرابا٠ا ف

٠٤٧ / KMA/٤/ ٢٠٠٩ / SKB٢: رل, ٢٠٠٩/ SKB /P.KYغ در . ٢٠٠٩ أبر٨٠ تار٠ح. / ٤/٢٠٠٩

جر٠ة اد١س١ا بصفا واة ٠ؼ١ اما أذ ة امضاجساػاحىة اؼ١ا ف جر٠ة اد١س١ا،

أج تحم١ك فؼا١ة . الشراف ػ اشبان، اؼ١ة امضائ١ة لب امضاة، اؼ١ة امضائ١ة لب امضاة

ئفاذ اما اؼداة شؼب تسؼ ئ تحم١ك اؼداة

. ف اد١س١ا

رز ظر اسن اظر مضاة اشر٠ؼة اإلسال١ة ف دػ اما اؼداة ف اد١س١ا ابادب

أال ف اتح١د ٠ؼتمد أ حدة اخك، ؼتمد ف حدة : األساس١ة شر٠ؼة أ ان ػ١ افا١

اإلسا١ة، ؼتمد ف حدة تطبات اح١اة، ؼتمد ف حدة ادف االشتماق احدة اإل١ة

ابدأ األي إلبراطر٠ة اإلسا اخ١فة : و االخالق ف ات١ف اإلسال ٠تى خسة بادب

اخاس االستمال١ة بادب أربؼة األخة بادب,بادب اثاثة اؼداة ,ف األرض، بادب اثا١ة طب١ؼة ب٠ة

. اساءة

افسفة اما١ة اإلسال١ة ف١ا ٠تؼك غرض االاي ,ئفاذ ظر اشر٠ؼة اإلسال١ة ان أربؼة ػا

اشاثغ, امب اثاث اطك اما ف اإلػداد , اثا١ة ج١ة ى١ف١ة تحد٠د اما , أداف اما

Page 14: Etprof Hakim Br

xiv

. اغ١بعخ اشرجـخ رـج١ك اػغ ف زبي ا١ذ

األي ز ;اؼب ئ١ش ئفبر ٠ى أ رى فؼبخ، بن ثالثخ ػا١رفر١داعزبدا ئ ظش٠خ سظ

ف ز اسبخ ذخ ابدح امب، اثب ا١ى امب ؼب ، اثبث اؼب اثمبفخ امب١خماػذ اغن مؼبح دسا بب ف رـج١ك امب اؼذاخ ف اذ١غ١ب وع١خ عبئ اغ١ـشح ػ ا١ى

امب ظه ازظ١ اشلبثخ بدح امب١خ غن ادبص امؼبئ ف االػـالع ثخ ثسث زبي ار ف امؼ١خ ئ

امؼب. . احدػ ثبالػبفخ ا اظش٠خ از رمي ئ بن ظش٠بد امب١خ از ردت اس ب٠هظش٠خ دبذ غ

ظش٠خ رذفك أ اشبخشح زا أي رأث١ش االخزبػ١خ اج١ئ١خ افر اششػ١خ ػا رذخ١شفردظش٠خ از١١ض ثغجت اؼشق اػغ اـجم، ػب ػ غ١ش ػاللخ أثك ثىث١ش اؼا األسثؼخ ثمبفخ،

اؼب اخبظ غ١ـشح االخزبػ١خ

Page 15: Etprof Hakim Br

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ................................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………….. .................... ii

PERSETUJUAN PROMOTOR ................................................................................... iii

PERSETUJUAN PENGUJI ……………………………………….. .......................... iv

PENGESAHAN DIREKTUR ……………………………………………. ................ v

PERNYATAAN KESEDIAAN PERBAIKAN DISERTASI………….. .................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................. vii

ABSTRAK……………………………………………………………….................... ix

ABSTRACT……………………………………………………………. .................... xi

MULAKHKHAS……………………………………………………….. .................... xiii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... xv

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................................. xvii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG KODE ETIK HAKIM,

PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN………………………… 17

BAB III. PENERAPAN KODE ETIK HAKIM INDONESIA………………….. 47

BAB IV. ANALISIS TEMUAN DAN PROBLEMATIKA KODE ETIK HAKIM 90

BAB V. PENUTUP ……………………………………………………………... 105

A. Kesimpulan ……………………………………………………………... 105

B. Rekomendasi………………………………………………………………. 106

C. Keterbatasan Penelitian……………………………………………..……... 107

D. Implikasi Teoritik…………………………………………………..……... 108

Page 16: Etprof Hakim Br

xvi

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………................ 114

DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………..………………………….. 119

LAMPIRAN ……..…………………………………………………............................ 121.

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penulisan disertasi ini menggunakan tranliterasi Arab-Indonesia berdasarkan buku

pedoman penulisan disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2011,

sebagai berikut:

NO ARAB INDONESIA ARAB INDONESIA

1 2 3 4 5

1 t

2 b z

3 t „

4 th gh

5 j f

6 h q

7 kh k

8 d l

9 dh m

10 r n

11 z w

12 s h

13 sh `

14 s y

15 d

Sedang untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd) dengan cara menuliskan tanda coretan

horizontal (macroon) di atas huruf a, i dan u ( , dan ) bunyi hidup dobel (dipthong) Arab

ditranslitkan dengan menggabung dua huruf “ay” dan “au”, seperti layyinah, lawwamah. Kata

yang berakhiran ta` marbutah dan berfungsi sebagai sifat (modifier) atau mud af alayh

ditransliterasikan dengan “ah” sedang yang berfungsi sebagai mudaf ditranliterasikan dengan

“at”.

Page 17: Etprof Hakim Br

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa

kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan “. 1 Hal ini kemudian dipertegas lagi

dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa “kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik

Indonesia”.2. Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip penting negara

hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas

dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.3

Hukum merupakan panglima di negara Indonesia, karena Indonesia merupakan

negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat)

belaka. Untuk itu, hukum itu harus betul-betul ditegakkan demi terciptanya negara yang adil,

aman, tertib dan sejahtera. Hukum menempati posisi strategis dengan peranan yang dapat

dilakukan sebagai sarana mewujudkan tujuan kebijaksanaan yang dicita-citakan dalam

bentuk hukum. Perwujudan dalam bentuk hukum ini tidak terlepas dari tujuan hukum itu

sendiri, yaitu untuk mengatur masyarakat secara efektif dengan menggunakan peraturan-

peraturan hukum yang ada.4

Penegakan hukum dan keadilan merupakan amanat yang harus ditegakkan oleh

aparatur hukum, sebagaimana diperintahkan Allah dalam Al Qur‟an Surat 4 al-Nisa‟ ayat 58 yang berbunyi :

1 Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Amandemen Ketiga Tahun 2004.

2 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

3 Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Amandemen Ketiga Tahun 2004.

4 Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, . Jakarta, LP3IS, 2001, .2.

Page 18: Etprof Hakim Br

xviii

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya

kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”5

Rasul Allah SAW telah memberikan pesan kepada para hakim, agar melaksanakan

tugas menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana amanat yang dibebankan di pundak

para hakim. Oleh karena itu beliau menggolongkan hakim itu menjadi tiga golongan sebagaimana hadith beliau :

أث١ ػ ثش٠ذح اث ػ بش أث ػ خ١فخ ث خف ثب اغز زغب ث سذ زذثب

ادخ ف از فأب ابس ف اثب ادخ ف ازذ ثالثخ امؼبح " لبي ع ػ١ اهلل ط اج ػ :

ف ف خ ػ بط لؼ سخ ابس ف ف اسى ف فدبس اسك ػشف سخ ث فمؼ اسك ػشف فشخ راابدادابس

Dari Muhammad bin Hasan al-Samaty dari Khalaf bin Khalifah dari Abi Hashim dari Ibnu

Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW telah bersabda:“Hakim-hakim itu terbagi menjadi

tiga golongan, satu golongan masuk surga dan dua golongan masuk neraka. Golongan yang

berbuat adil dalam keputusan hukumnya, maka ia masuk surga. Golongan lainnya yang

mengetahui keadilan itu, tetapi mereka menyeleweng dengan sengaja, maka mereka masuk

neraka. Adapun golongan lainnya adalah mereka memutuskan perkara tanpa ilmu, tetapi

mereka malu mengatakan aku tidak tahu, maka mereka pun masuk neraka.” (H.R. Abu Dawud)6

Hakim7 sebagai aparat hukum, mempunyai peran sangat strategis negara yang

berdasarkan hukum, karena hakim yang ada di pengadilan memeriksa dan memutus setiap

5 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya .S. 4 al- Nisa‟ : 58

6 Abu Dawud, Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ash'ats bin Ishaq bin Bashir bin Shidad bin Amru bin Amir al-Azdi al-

Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz 5, (Lebanon, Dar wa Matbi‟ al-Sya‟bi Maktabah1398 H),79.

7 Hakim adalah sebuah gelar yang mempunyai pengetahuan tentang masalah-masalah yang tinggi nilainya, Dalam

literature Islam Istilah hakim sering disebut dan digunakan untuk filosof. Lihat Ensiklopedia Indonesia, Jakarta ,

Gramedia, 1983: 1208. Definisi Hakim menurut Abdul Kadir Muhammad: Pegawai Negeri Sipil yang diangkat

sebagai pejabat penegak hukum mengadili perkara berdasarkan syarat-syarat dan prosedur yang ditetapkan oleh perundang-undangan yang berlaku. Dan untuk hakim Agung dipilih DPR dari hasil seleksi awal oleh Komisi Yidisial

dan diangkat oleh Presiden selaku kepala Negara.

Page 19: Etprof Hakim Br

xix

perkara yang diajukan kepadanya. Hakim harus melahirkan putusan yang adil, legal dan pasti serta membawa manfaat bagi masyarakt pencari keadilan. 8

Untuk itu, perlu adanya kode etik profesi hakim yaitu aturan tertulis yang

merupakan pedoman perilaku setiap hakim di Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi

sebagai hakim. Adapun maksud dan tujuan adanya kode etik profesi hakim adalah sebagai

alat pembinaan dan pembentukan karakter hakim dan pengawasan tingkah laku hakim.

Selain itu juga, sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan ekstra judicial, dan

pencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar sesama hakim dan antara hakim

dengan masyarakat. Tujuan dari kode etik ini adalah memberikan jaminan peningkatan

integritas moral bagi hakim dan kemandirian fungsional bagi hakim dan menumbuhkan

kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan itu sendiri.9 Dengan adanya kode etik

profesi hakim, diharapkan hakim dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam

kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.

Namun dalam kenyataannya masih ada sebagian hakim yang menyimpang dari

kode etik tersebut. Banyak melalui media cetak dan elektronik yang memberitakan tentang

adanya penyimpangan aparat hukum, mulai dari tingkat penyelidikan dan penyidikan di

kepolisian, penuntutan di kejaksaan, hingga putusan peradilan. Sebagian media juga

mengekspose adanya penyimpangan dan tidak profesionanya hakim sampai terjerat kasus

pelanggaran kode etik profesi hakim, baik berupa suap menyuap maupun grativikasi dari pihak-pihak yang berperkara.10

Kode etik profesi hakim sudah tentu berisikan aturan-aturan mengenai etika-etika

hakim yang baik, sehingga sumber dari kode etik ini tentunya adalah sumber yang baik dan

dapat dipercaya. Nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh agama yang bersumber dari wahyu,

melahirkan nilai moralitas yang baik adalah sumber dari kode etik profesi hakim ini.

Oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu landasan bagi hakim untuk

menerapkan kode etik profesinya dalam menjalankan tugas penegakan hukum dan keadilan,

8 Sementara Ulama Mazhab ahli fiqh telah berselisih pendapat tentang boleh dan tidaknya seorang wanita menduduki

jabatan hakim. Ulama Mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hanbali dari kalangan ulama hijaz bersikap ikhtiyathi (kehati-

hatian), wanita dilarang menduduki jabatan hakim, ulama Mazhab Hanafi dari kalangan ulama kuffah, membolehkan

wanita menduduki jabatan hakim terbatas perkara perdata, tetapi dilarang menangani perkara bidang pidana (had).

Sedangkan Ibnu Jarir al-Thabary dan Ibnu Hazm membolehkan perempuan menduduki jabatan hakim untuk semua

jenis perkara perdata maupun perkara pidana. Di Indonesia telah diatur dalam undang-undang tentang persyaratan sebagai hakim, tidak membatasi jenis kelamin, jabatan hakim boleh laki-laki atau perempuan.

9 Wildan Suyuti, Etika Profesi, Kode Etik Dan Hakim Dalam Pandangan Agama,(Jakarta,Mahkamah Agung RI, 2005),

23

10 Wasingatu Zakiyah dkk. Menyikap Tabir Mafia Peradilan, (Jakarta, ICW 2002. Cet. I. ) : 9.

Page 20: Etprof Hakim Br

xx

oleh karena kode etik hanya merupakan sebatas aturan saja. Adanya Komisi Yudisial yang

berada dalam struktur lembaga pengawasan pada jalannya yudikatif di Indonesia, yang

mengawasi jalannya peradilan di Indonesia, di era reformasi pengawasan internal belum

mencukupi dalam mengawasi hakim menjalankan tugasnya. Lahirnya pengawasan dari

eksternal yang diunjuk oleh undang-undang, dibutuhkan hukum yang tegas, moralitas hakim

yang baik, dan dilandasi keimanan yang kuat atau nilai-nilai norma agama atau Akhlaq al-

kari mah dan integritas moral yang tinggi bagi seorang hakim dalam menjalankan tugasnya dengan kode etik profesi hakim tersebut.

Penegakan supremasi hukum yang menjadi salah satu amanat reformasi hingga saat ini

sedang dalam proses. Hal ini terjadi mengingat dalam waktu tiga puluh tahun di masa orde

baru sistem kekuasaan yang represif, telah mengakibatkan wajah hukum dan praktek

peradilan kita

menjadi tidak sehat bahkan terpuruk.11 Tentu hal ini menjadi tugas berat bagi

jajaran kekuasaan kehakiman untuk membangun kembali citra peradilan menjadi lembaga

peradilan yang bermartabat dan dihormati oleh masyarakat. Terlepas dari kekurangan yang

ada, terjadinya kekurang-percayaan publik terhadap lembaga peradilan tercermin dari

banyaknya kritik dan berbagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap lembaga peradilan

di Indonesia.

Tentu yang menjadi sorotan terkait dengan masalah penegakan hukum ini salah

satunya adalah aparat peradilan (hakim). Masyarakat menyandarkan harapan yang sangat

besar kepada hakim yang benar-benar memiliki integritas moral yang tinggi dan profesional

sehingga tindakan dan tingkah lakunya menunjukkan ketidakberpihakan (impartiality),

memiliki integritas moral serta profesional pada kemampuannya memberikan putusan yang

baik dan benar. Apabila hakim mengangkat citra dan wibawanya, maka hakim tersebut

berarti telah memberikan kontribusi positif dalam penegakan hukum dalam rangka terwujudnya supremasi hukum di Indonesia.

Keberhasilan seorang hakim dalam menegakkan hukum dengan demikian selain

bersandar pada prinsip rule of law dan kemandirian kekuasaan kehakiman, juga sangat

ditentukan bagaimana integritas moral dan perilaku hakim dalam menjalankan tugas sehari-

hari, baik dalam persidangan maupun di luar persidangan. Dalam konteks ini, Mahkamah

Agung RI, sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman sekaligus sebagai pelaksana fungsi pengawasan, telah menyusun pedoman perilaku aparat peradilan.

Pada saat berdirinya Ikatan Hakim Indonesia(IKAHI) pada tanggal 20 Maret 1953

di Tawangmangu Jawa Tengah belum disusun Kode Etik Hakim. Pada Kongres IKAHI Ke

III tanggal 5-7 April 1965 dibentuk Code Ethiek untuk menjaga harkat dan martabat para

hakim dan sekaligus pembentukan pengurus pada setiap daerah hukum Pengadilan Tinggi

11

Munculnya mafia peradilan, yang berbentuk konspirasi-konspirasi di pengadilan untuk memenangkan salah satu pihak

tertentu dan sebutan bagi pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dari sistem hukum yang ada di

Pengadilan. ICW menghendaki pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).

Page 21: Etprof Hakim Br

xxi

suatu Dewan Code Ethiek. Dalam kongres Ke IV pada tanggal 23-30 Nopember 1966

dengan menetapkan Kode Kehormatan Hakim dan Majelis Kehormatan Hakim dan pada

kongres-kongres selanjutnya terus diupayakan perubahan tentang istilah Kode Etik seiring

dengan perubahan perundang-undangan tentang Kehakiman. Namun kode etik tersebut tidak

berjalan efektif, sehingga dalam Kongers Ke V di Jakarta tanggal 18-20 Oktober 1968

diubah menjadi Code Kehormatan Hakim dalam hasil Musyawarah Nasional agar mengaktifkan Majelis Kehormatan Hakim.12

Selanjutnya pada Munas IKAHI Ke XII di Jakarta telah diputuskan yaitu

bergabungnya Ikatan Hakim Indonesia dan Ikatan Hakim Agama (IKAHA) pada tanggal 28

Maret 1995 yang dituangkan Surat Keputusan Bersama IKAHI dan IKAHA, sekaligus dengan

diputuskan Aggaran Dasar Keanggotaan IKAHI dan Kode Etik Profesi Hakim, meliputi

hakim pada lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama

dan pengawasan terhadap perilaku hakim kurang berjalan efektif. Fenomena tidak efektifnya

penegakan hukum dan keadilan ini disebabkan oleh perilaku hakim yang tidak menjalankan

kode etik yang telah

dirumuskan oleh Ikatan Hakim Indonesia, perlu adanya paradigma kearah perubahan yang lebih baik dan lebih terhormat dan bermartabat.

Agar pengawasan terhadap perilaku hakim dapat berjalan efektif, Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial RI telah menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB).

Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 berupa

Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, yang berisikan 10 prinsip

pedoman Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesiah, yang meliputi kewajiban

untuk : 1. Berperilaku adil, 2. Berperilaku jujur, 3. Berperilaku arif dan bijaksana, 4.

Bersikap mandiri, 5. Berintegrasi tinggi, 6. Bertanggung jawab, 7. Menjunjung tinggi harga diri, 8. Berdisipilin tinggi, 9. Berperilaku rendah hati, 10. Bersikap professional.

Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI dan

Komisi Yudisial RI ini diharapkan para hakim dan aparat peradilan lainnya lebih memahami

dan mengimplementasikan kode etik hakim, baik dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan

(penanganan perkara) maupun perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat luas.

Dengan demikian, peraturan tentang Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku

Hakim ini merupakan harapan ideal yang diharapkan dari hakim dan sifat yang mewarnai

perilaku hakim. Namun, pada sisi lainnya masih ada sebagian para hakim yang terkena

sanksi akibat pelanggaran dan kelalaian hakim dalam menjalankan tugas sebagai hakim. Ini

kondisi riil, yang menjadi fakta di lapangan, yang membuat kesenjangan antara dassollen

dan dessain. Hal inilah yang akan penulis ungkapkan dalam penelitian dan penulisan

disertasi ini. Antara lain adanya hakim yang mendapatkan hukuman disiplin, baik berupa

12

Iskandar Kamil, Kode Etik Profesi Hakim, (Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2005) :3.

Page 22: Etprof Hakim Br

xxii

tegoran lisan, tegoran tertulis, dan hukuman administrasi berupa penundaan kenaikan

pangkat, pemberhentian tunjangan hakim, sampai kepada pemberhentian tidak hormat.13.

Yang menjadi keperihatanan penulis, meskipun telah dikeluarkan kode etik hakim,

ternyata masih banyak hakim yang melakukan pelanggaran. Faktor-fakator apa yang

menjadi penyebab adanya pelanggaran tersebut, apakah faktor subtansi dari kode etik

tersebut, atau faktor struktur atau sifat dan watak hakimnya, atau faktor kultur hukum yang

melingkarinya. Sekaligus apa langkah-langkah dan tindakan yang diambil oleh Mahkamah

Agung dan Komisi Yudisial dalam menerapkan kode etik hakim tersebut.

Dalam teori manajemen pemerintahan yang baik dan efektif untuk tercapainya

tujuan penegakan hukum dan keadilan sebagaimana yang diamanatkan undang-undang, ialah

menerima, memeriksa, mengadili dan menjalankan putusan pengadilan. Hal ini perlu adanya

jalanya pilar administrasi pemerintahan yaitu:

Pertama adanya planning atau perencanaan yang baik, agar tercapainya fungsi dan

tujuan peradilan yang baik. Kedua adanya actuating atau pelaksanaan yang sesuai dengan

yang dikehendaki peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu jalanya peradilan yang

sederhana cepat dan biaya yang ringan, dan tercapainya rasa keadilan bagi masyarakat pencari

keadilan. Ketiga controlling atau pengawasan dari institusi yang ditunjuk oleh undang-

undang untuk melakukan pengawasan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

apakah petugas aparatur hukum, khususnya dalam menjalankan tugas yudikatif telah sesuai

dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sehingga menghasilkan putusan yang membawa

kepastian hukum dan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat pencari keadilan.

Bagir Manan, pada saat menjabat Ketua Mahkamah Agung RI, telah menggagas

untuk membangkitkan kembali teganya hukum dalam kondisi keterpurukan hukum di

Indonesia, perlu adanya langkah-langkah perbaikan. Menurut teori hukum “sebab akibat”

Brian Tracy, yang menyatakan: “ everithing happens of a reason, and for every effect there

is a specificcase” (Segala sesuatu terjadi karena ada sebabnya, dan setiap tindakan pasti

akan menimbulkan akibat).14

Berdasarkan teori efektifitas penegakan hukum, sebagaimana yang dikemukakan

oleh para ahli hukum diantaranya: Lawrence Meir Freidmand, ada 3(tiga) pilar sebagai

penopang penegakan hukum dapat berjalan dengan efektif 15.

Pilar pertama faktor subtansi hukum, yaitu adanya peraturan perundang-undangan

itu sendiri, yaitu hukum berfungsi sebagai a tool of social enginiering, sebagai alat untuk

membentuk masyarakat, dan hukum berfungsi sebagai a tool of sociaal control, yakni

13

Mahkamah Agung RI, Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2010 ,(Jakarta Mahkamah Agung –RI, 2010)

:103.

14 Bagir Manan, Memulihkan Peradilan yang Berwibawa dan Dihormati, Pokok-Pokok Pikiran Bagir Manan dalam

Rakernas IKAHI, (Jakarta Mahkamah Agung-RI 2008), vii.

15 Lawrence Meir Friedman, Tree Elements of Legal System, a Social Science Prespectiv, (New York, Russel Sage

Foundation), dalam Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penyebab dan Solusinya, (Jakarta, Ghalia

Indonesia, 2002): 7.

Page 23: Etprof Hakim Br

xxiii

hukum sebagai alat kontrol masyarakat, dan hukum berfungsi sebagai alat integrator yaitu

hukum berfungsi untuk mempersatukan masyarakat, demi tercapainya penegakan hukum

dan keadilan.

Pilar kedua, faktor struktur hukum, yaitu yang terdiri dari apatur penegak hukum,

yang terdiri dari, Polisi, Jaksa, Hakim, advokat, bahkan termasuk pembuat undang-

undangnya, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pilar ketiga adanya faktor kultur hukum, yaitu menyangkut kesadaran hukum

masyarakat dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi

dengan hukum yang berlaku yang dikendaki Undang Undang Dasar Negara Republik

Indosesia. Dari tiga faktor yang mempengaruhi efektifitas penegakan hukum dan keadilan

faktor apakah yang paling dominan, apakah faktor subtansi hukumnya, atau faktor struktur

hukum, atau faktor kultur atau budaya hukum masyarakat.

Berdasarkan pandangan Donald Black, penegakan hukum tidak berjalan efektif

adanya penyimpangan dilakukan oleh struktur hukum dalam menjalankan tugas penegakan

hukum maupun tugas pemerintahan, adanya penyimpangan dalam menegakkan hukum yang

dilakukan oleh aparatur hukum, sehingga bukan tercapainya keadilan tetapi mendatangkan

putusan yang diskriminatif bagi masyarakat pencari keadilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi diskriminatif dan ketidak adilan tersebut.

Sebagaimana teori Donal Black ada beberapa faktor yang mempengaruhinya16:

Petama faktor De-Socialization, ialah dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh

dari masyarakat lingkungannya yang berperan untuk menggagalkan penegakan hukum dan

keadilan itu sendiri. Contoh untuk mencapai kehendaknya ada pihak dengan cara KKN

(Kolusi, Korupsi

dan Nepotisme) atau ada pihak-pihak bermain mata dengan aparatur

hukum,dengan demikian sulit akan tercapai penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.

Kedua faktor De-legalization yaitu adanya faktor peraturan dan perundang-

undangan itu sendiri, yaitu peraturan perundang-perundangan yang masih ada celah-celah

kelemahan dan kekurangan sehingga kelemahan dan kekurangan tersebut dijadikan dalih

tidak ada hukum yang mengaturnya. Akibatnya perkara tersebut tidak dapat diputuskan,

dengan demikian tidak dapat ditegakkan hukum dan keadilan.

Ketiga Faktor De-Internalization, yaitu kesadaran hukum bagi aparat hukum itu

sendiri dan masyarakat, yang dilandasi keimanan yang kokoh (transendental) tidak mudah

tergoyahkan dengan godaan. Janganlah kita takut hanya karena manusia, marilah kita takut

kepada Allah yang mengawasi kita. Contoh, jika kita perhatikan pelanggaran lalu lintas yang

berada pada perempatan jalan (lampu lalu lintas), lampu warna merah adalah berlaku hukum

bahwa pengendara harus berhenti, untuk memberikan kesempatan penyeberang kaki dan

pengendara kendaraan yang lainnya untuk dapat melintas. Tetapi karena sebagian

pengendara yang ditakuti hanya polisi, maka jika tidak ada polisi, mereka jalan terus.

Peristiwa tersebut di atas menyadarkan kita semua agar mempunyai integritas moral yang

tinggi untuk menegakkan hukum dan keadilan ada pengawasan maupun tidak ada

pengawasan, haruslah merasa diawasi oleh Allah, hal ini penting bagi aparatur hukum untuk

mempunyai integritas moral yang tinggi atau Akhlaq al- karimah.

16

Donald Black, The Behavior of Law, (New York USA Academic Press, Inc), dalam Achmad Ali, Keterpurukan

Hukum di Indonesia, 2002 : 47

Page 24: Etprof Hakim Br

xxiv

Berdasarkan teori efektifitas penegakan hukum yang telah diungkapkan oleh

Soerjono Soekanto, dalam bukunya yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum adalah ada 5 (lima) macam sebagai berikut:

1. Faktor subtansi hukumnya sendiri, yaitu undang-undangnya atau subtansi hukum

peraturan-peraturan yang diberlakukan;

2. Faktor struktur hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk undang-undang dan yang

menerapkan hukum, yaitu jika di Indonesia adalah pembentuk undang-undang (DPR)

dan yang menerapkan hukum adalah, polisi, jaksa, hakim dan advokat;

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yaitu sarana prasarana

yang mendukung operasionalnya penegakan hukum berupa gedung dan termasuk

sarana prasarana peradilan lainnya.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan (kultur) yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.17

Dari hal-hal yang sudah dipaparkan di atas, maka penulis mengambil tema untuk

Disertasi ini yaitu “Kode Etik Hakim Di Pengadilan Studi Problematika Penegakan Hukum dan Keadilan Di Indonesia “. Yang definisi operasionalnya sebagai berikut:

1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, pedoman yang berisikan norma-

norma tentang perintah dan larangan bagi hakim dalam menjalankan tugas, menerima,

memeriksa dan mengadili perkara yang dibebankan kepadanya, norma dalam

persidangan dan norma-norma yang harus diperhatikankan di luar persidangan. Yaitu

ada 10 (sepuluh) aturan perilaku hakim sebagai berikut : 1. Berperilaku Adil. 2.

Berperilaku Jujur. 3. Berperilaku Arif dan bijaksana. 4. Bersikap Mandiri. 5.

Berintegritas Tinggi. 6. Bertanggung Jawab. 7. Menjunjung Tinggi Harga Diri. 8.

Berdisiplin Tinggi. 9. Berlaku Rendah Hati. 10. Bersikap Profesional.18

2. Pengertian “penegakan hukum” dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum

sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaanya agar tidak terjadi pelanggaran atau

penyimpangan dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu

supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum

menurut aturan yang berlaku, berupa pemberian sanksi ringan, sedang dan sanksi yang

berat.19

3. Hukum, menurut Ulama Ahli Ushul Fiqh ialah: “ Tuntutan Allah yang berkaitan dengan

perbuatan orang Mukallaf, berupa tuntutan, pilihan atau menjadikan sesuatu sebagai

17

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta , Raja Grafindo Persada, Cet Ke

iv. 2002): 5

18 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 /

Nomor : 02 /SKB/ P.KY/ IV/2009 : Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Yaitu ada 10 (sepuluh) aturan

perilaku hakim sebagai berikut : 1. Berperilaku Adil. 2. Berperilaku Jujur. 3. Berperilaku Arif dan Bijaksana. 4. Bersikap Mandiri. 5. Berintegritas Tinggi. 6. Bertanggung Jawab. 7. Menjunjung Tinggi Harga Diri. 8. Berdisiplin

Tinggi. 9. Berlaku Rendah Hati. 10. Bersikap Profesional

19 Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Aditya Bakti, 2001), 115.

Page 25: Etprof Hakim Br

xxv

sebab, syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah atau azimah yang bersumber dari Al-

Qur‟an, Al-Sunnah, Ijma‟, dan Qiyas (Mas adir al-Tashri‟) 20

4. Hukum, menurut teori hukum positif dan legalitas, adalah segala peraturan dan norma

yang diproduk oleh institusi yang diberi kewenangan untuk itu, dan dapat dipaksakan

oleh yang berwenang serta mendapatkan sanksi bila melanggarnya. Hukum adalah

institusi atau instrumen yang dibutuhkan dan keberadaannya melekat pada setiap

kehidupan sosial atau masyarakat. Hukum diperlukan untuk mewujudkan dan menjaga

tatanan kehidupan bersama yang harmonis. Tanpa adanya aturan hukum, kehidupan

masyarakat akan tercerai- berai dan tidak dapat lagi disebut sebagai satu kesatuan

kehidupan sosial. Oleh karena itu, terdapat adagium, di mana ada masyarakat di situlah

ada hukum. Kehidupan sosial yang harmonis dapat tercapai manakala keadilan

terpelihara dan dapat ditegakkan. Keadilan dalam hal ini meliputi perlindungan terhadap

hak individu anggota masyarakat dan hak kolektif masyarakat,memberikan sesuatu

kepada yang berhak, serta memperlakukan sama terhadap sesuatu yang sama dan

memperlakukan berbeda terhadap sesuatu yang berbeda. Terdapat berbagai pemikiran

dan konsep tentang keadilan.21

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, penulis menguraikan identifikasi masalah yang

muncul setelah diterapkan kode etik hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia

yaitu:

1. Apakah yang menjadi faktor penyebab, masih ada sebagian hakim yang belum merubah

dirinya, yang bertingkah laku, dan bertindak sebagaimana hakim-hakim sebelum zaman

reformasi, melakukan tindakan kolusi dan berbuat tidak professional, inkonstitusional dan

indisipliner dalam menjalankan tugas sebagai hakim Indonesia, sehingga wajah lembaga

peradilan menjadi tercoreng dan tidak berwibawa.

2. Apa faktor penyebab masih ada sebagian hakim di Indonesia di era reformasi ini, tidak

sepenuhnya memahami dan menerapkan “Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim” ?

3. Apa langkah-langkah yang ditempuh oleh Mahkamah Agung RI untuk tercapainya kualitas

para hakim agar dapat melaksanakan kode etik hakim dan pedoman perilaku hakim

Indonesia, sehingga dapat tercapai lembaga peradilan yang berwibawa dan agung dan bebas

dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan tindakan indispliner lainnya.

4. Lembaga hukum manakah yang berwenang, jika terjadi adanya hakim yang melakukan

pelanggaran kode etik (code unprofessional coundauct), dan hakim yang melakukan

tindakan pelanggaran hukum (code unprofessional law) ?

20

Abd. Azis Dahlan, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 2 , (Jakarta PT. Ichytiar Baru Van Hoeve, 1996), 571

21 Koko Istya Temorubun, Arti dan makna hukum menurut Aristoteles, Teori Hukum Legalitas,. (Jakarta, Universitas

Indonesia, 2001): 6.

Page 26: Etprof Hakim Br

xxvi

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menegakkan hukum

dan keadilan di Indonesia ?

2. Apakah faktor-faktor penyebab kode etik dan pedoman perilaku hakim di Indonesia belum

dapat dilaksanakan secara efektif di Indonesia ?

D. Tujuan Penelitian

Dengan masalah yang berhubungan dengan penerapan kode etik dan Pedoman Perilaku

Hakim di Indonesia sebagai subtansi hukum pedoman perilaku hakim dalam menegakkan hukum

dan keadilan di Indonesia sekaligus alat kontrol dalam pengawasan, dalam hal ini penulis

bertujuan :

1. Untuk memahami bagaimana Kode etik hakim Indonesia diterapkan dan dijalankan oleh

para hakim, dengan mengkaji teori-teori tentang etika oleh para ahli dibidang filsafat etika

dan teori penegakan hukum dan keadilan oleh para ahli di bidang hukum. Baik teori

penegakan hukum dari para ahli hukum barat dan teori penegakan hukum dari para ahli

hukum Islam.

2. Untuk mengetahui apa faktor-faktor penyebab bahwa kode etik hakim dan pedoman perilaku

hakim Indonesia belum dapat berjalan efektif yang diambil dari teori efektifitas penegakan

hukum oleh para ahli hukum. Dan untuk memahami apakah langkah-langkah yang

ditempuh oleh Mahkamah Agung R I dan Komisi Yudisial RI agar Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim Indonesia agar dapat berjalan efektif dalam menegakkan hukum dan

keadilan di Indonesia.

E. Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian dan penulisan Disertasi ini diharapkan dapat berguna :

1 . Dari segi teoritis, agar dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan

khususnya di bidang pelaksanaan dan implementasi kode etik dan pedoman perilaku hakim

dalam

melaksanakan tugas sebagai hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia,

serta dapat mengembangkan konsep-konsep pemikiran yang berhubungan dengan kode etik

prespektik filsafat etika dan peran antisipatif dalam menghadapi arus perkembangan hukum di

era modern.

2. Dari segi praktis, untuk memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa lembaga peradilan

mulai dari Mahkamah Agung RI dan 4 (empat) lembaga peradilan di bawah Mahkamah

Agung RI telah ada peraturan yang mengikat kepada para hakim sebagai struktur hukum

dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum dan keadilan, agar hakim lebih berhati-hati

dan waspada dengan adanya keterbukaan informasi dan Trasparansi, apabila berperilaku dan

bertindak tidak profesional dan inkonstitusional, dan bertindak atau perilaku yang terpengaruh

dari kultur budaya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) telah terbaca dan dilihat masyarakat,

berakibat pula akan menjadi jatuhnya martabat dan harga diri sebagai hakim di Indosnesia.

Dari segi pelaksanaan dan implementasi kode etik dan pedoman perilaku hakim di Indonesia,

untuk lebih efektifnya setiap individu hakim, secara teologis hakim adalah jabatan dan amanat

Page 27: Etprof Hakim Br

xxvii

yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, maka perlu memiliki skill kemampuan

dari keilmuan hukum formil dan materiil yang optimal dan mempunyai integritas moral dan

Akhlak yang luhur dan keimanan yang kokoh sebagai pengendali dan pencegah terhadap

perilaku yang menghadirkan sikap kufur dan z alim. Dengan demikian harapan tercapainya

penegakan hukum dan keadilan akan terwujud di Negara Indonesia.

Dari hasil penelitian dan observasi yang dituangkan penulisan Disertasi ini yang diharapkan

oleh penulis dapat menemukan adanya temuan teori baru yang dapat menunjang perbaikan

atau kelengkapan teori-teori penegakan hukum dan keadilan yang telah diungkapkan oleh

pakar-pakar di bidang hukum di era terdahulu sebagai pengembangan teori tersebut yang

berguna di era global dan modern ini, dengan adanya kemajuan teknologi dan informasi.

Dengan harapan tercapainya peradilan yang berwibawa dan peradilan yang agung akan segera

terwujud di Indonesia.

F. Studi Terdahulu

Selanjutnya penulis menyampaikan Mapping hasil Penelitian dan Penulisan terdahulu Tentang

Etika Profesi Hakim:

Nama dan Karya

Tulis

Hasil Penelitian dan

Penulisan

Dasar Hukum

dan Regulasi

Struktur dan

Pelaksanaan

Pengawasan

Tindak Lanjut

Pengawasan

1. Junaidi

Abdullah,

Kode Etik

Profesi Hakim.

Norma kode etik hakim,

yaitu nor ma atau aturan

yang harus dipedomani

dan dijalankan oleh para

hakim Indonesia dalam

menjalankan tugas pro

fesi hakim Indonesia.

Dalam hal ini, hanya

mendiskripsikan makna

Etik, Profesi dan Hakim dan isi dari 10 norma

pokok kode etik dan

pedoman perilaku hakim

Indonesia

HasilMusya

warah Nasi onal

ke XII Ikatan

hak im Indone

sia di Ban dung

pada Tahun

2001

Tidak dijelas kan

secara ter perinci

pelak sana atau struk

tur pengawasan dan

penindakan bagi

pelaku pe langgaran kode etik hakim.

Tidak dije

laskan secara

terperinci hasil

pengawasan.

2. Muh Rofiq

Nasihudin

“Kode Etik

Profesi Ha kim

dalam Islam “

1.Meletakkan kerja

sebagai sebuah amal

shaleh yang dilaku kan

dalam kontek dan

aktifitas yang ber nilai

ibadah atas iman, ilmu,

dan amal. Disini kerja

berorientasi kepa da dua

pandangan beherja dan

men dapatkan financi al.

2. Kerja sebagai penuaian

Norma al-

Akhlaq. Yaitu

Akh laq Mahmu

dah(perila ku

yang baik) dan

Akhlaq Maz

mumah peri

laku yang

buruk).yang

bersumber dari

kitab-kitab al-

Sebagai manusia

beriman kepada

Allah, setiap sa at dan

dimana saja kita

berada Allah

mengawa si kita.

Sanksi ke

sengsaraan

hidup ukhrawi.

Page 28: Etprof Hakim Br

xxviii

22. sebagai sua amanah yang harus

dilakukan secara

professio nal.

3.Melakukan kerja de ngan

wawasan masa depan

dan wawasan ukhrawi.

akh laq dalam

Islam.

3.Muhammad

Rodlin,

“Etika Profesi,

Telaah Pendekat

an Moral”.

Kode etik untuk segala

profesi, tidak terbatas

pada profesi hakim.

Setiap profesi yang

mendapatkan imbalan

dari profesinya harus

ada kode etiknya,

Segala ma cam

aturan tentang

pro fesi, Guru,

dokter,Apoteker

, Advo kat dll.

Masing masing induk

organisasi profesi.

Sanksi dari

induk orga

nisasi tidak

dijelaskan

secara

terperinci.

4.Wahyudi.

“Tinjuauan

Hukum Is lam

Terha dap Ke

bebasan Ha kim :

Study analisis

pasal 1 ayat 1

dan pasal 14 ayat

1 UU.Nomor

35Tahun

1999Tentang Ke

kuasaan

Kehakiman”.

Skripsi dari

Fakultas Sya

ri‟ah UIN

Yogjakarta

Hakim dalam me

negakkan hukum dan

keadilan dan kebenaran,

harus terbebas dari pe

ngaruh ekstra yudisial

baik dari dalam maupun

dari luar.

UU. Nomor 35

Tahun 1999.

Tentang Ke

kuasaan Ke

hakiman. Yaitu,

sete lah terjadi

nya perubah an

undang- undang

Ten tang keku

asaan Keha

kiman dan

pemisahan

secara jelas

kekuasaan

antara Ekse

kutif, Yudi katif

dan Legislatif.

Tidak ada struk tur

pengawasan yang

dijelaskan secara rinci.

Dan sudah terja di

perubahan per

undang-undang an

Kekuasaan

Kehakiman.UU, No. 4

Tahun 2004 Tentang

Undang-Undang

Pokok Kekuasa an

Kehakiman.

Tidak ada tindak

lanjut sanksi

jika ada ha kim

yang mela

kukan penyi

mpangan dan

pelanggaran.

5.Sofia Hardani,

Tesis, “Kode

Etik Hakim da

lam Islam”.

1.Hakim harus tahu

fakta yuridis perkara yang dihadapi.

2.Hakim harus

mengupayakan damai

para phak berperkara.

3.Mampu menye

lesaikan perkara dan

dapat diek sekusi.

4. Bersikap adil, jujur,

bijaksana, berwibawa,

meng hidari perbuatan

yang tercela.

5. Bebas dari pengaruh

Kitab-kitab fiqh

dan Akhlak da

lam Islam.

Tidak diterang kan

struktur pe ngawasan

bagi hakim yang me

langgar kode etik.

Dan hanya bersifat

normatif saja.

Tidak dite

rangkan tin

daklanjut jika

ada hakim yang

melanggar kode

etik.

Page 29: Etprof Hakim Br

xxix

ekstra yudisial.

6.Mampu melakukan

Ijtihad menemukan

hukum.

6.MuchsinHarTesis

,Akhlak,Etika

dan Moral Tesis,

Universitas

Muhammadi

yahYogjakarta

2008

Makna Etimologi dan

Terminologi, Akhlak,Etika, Moral .

Norma perilaku yang

baik dan yang buruk.

Yang membedakan ada

lah sumbernya.

Akhlak ber

sumber dari

wahyu al-

Qur‟an dan as

Sunnah.

Etika dari aturan

atau norma ter tulis.

Moral ber

sumber dari adat

istiadat

Tidak diterang kan

struktur pe ngawasan

bagi hakim yang me

langgar kode etik.

Tidak dite

rangkan tin dak

lanjut dan sanksi

bagi yang

melanggar kode

etik. Penulis ha

nya mene

rangkan definisi

dan per

bedaannya.

Perbedaan penelitian dan penulisan disertasi penulis ini, legalitas subtansi norma-norma

kode etik disusun oleh lembaga negara, struktur pengawasan dan penindakan adalah Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial dan sanksi yang jelas dan tegas diputuskan oleh Majelis Kehormatan

Hakim (MKH). Dalam penulisan terdahulu tidak diterangkan tindak lanjut hasil pengawasan. Dan

secara kwantitatif jumlah hakim yang mendapat sanksi hukuman disiplin juga tidak dijelaskan.

G.Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif. Eksplorasi ialah

penggambaran (deskriptif) dan penjelasan (eksplanasi). Dalam konteks ini, penelitian

eksplorasi adalah usaha untuk membentuk pengertian umum terhadap suatu fenomena.22

Dengan demikian fokus penelitiannya adalah pada struktur hukum, yaitu para hakim dan

struktur hukum yang mengawasi implementasi bidang kode etik hakim yang berada di bawah

naungan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI.

Penelitian ini diarahkan pada suatu penelitian yang intensif terhadap suatu satuan

análisis tertentu, dalam hal ini hakim yang terdahulu atau tokoh atau ahli di bidang etik

profesi dan penegakan hukum. Ciri-ciri yang melekat pada penelitian ini adalah :

a. Satuan analisis dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dan terintegrasi. Ia terdiri dari

beberapa unsur yang saling berhubungan. Pendekatan yang dilakukan adalah secara

22

Tim Wikipedia Bahasa Indonesia : “Eksplorasi “ dalam . hhtp //id wikipedia org/wiki/Eksplorasi tanggal 1 Februari

2011. 1

Page 30: Etprof Hakim Br

xxx

kualitatif dan bersifat holistik. Satuan analisis memiliki hubungan dengan unsur lain di

luar dirinya dalam konteks yang lebih luas, dalam hal ini sistem sosial.

b. Studi analis ini diarahkan untuk menemukan spesifikasi atau kekhususan satuan analisis,

dalam hal ini tokoh di bidang filsafat etika dan penegakan hukum dan pengaruhnya

terhadap generasi selanjutnya.

c. Data yang diperlukan beberapa laporan resmi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial

dan Berita Acara Proses persidangan pada Majelis Kehormatan Hakim, rekomendasi dari

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI dan surat-surat keputusan atas Pemberian

sanksi oleh Mahkamag Agung RI.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI.

Kedua lembaga ini diambil sebagai tempat penelitian, dengan pertimbangan bahwa

Mahkamah Agung RI cq. Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI, Ketua Muda

Pengawasan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI adalah lembaga yang diberi

kewenangan oleh undang-undang untuk mengawasi jalannya peradilan di Indonesia. Pada

dua lembaga tersebut terdapat sumber data dokumenter tentang para hakim yang telah

mendapatkan pendidikan kode etik dan Para Hakim yang mendapatkan hukuman disiplin

sebagai hakim karena melakukan pelanggaran Kode Etik Hakim yang telah diputus dalam

persidangan Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Guna mengetahui bagaimana pelaksanaan

materi pendidikan, pembinaan kode etik hakim dan pengawasan serta hasil pengawasan serta

prosedur pemberian sanksi bagi hakim yang telah melanggar kode etik dan pedoman

perilaku hakim di Indonesia, serta mengetahui arah pembinaan ke depan oleh Mahkamah

Agung RI.

3. Penarikan Informan

Penulis dalam hal pengambilan informan ini adalah para hakim dalam

lingkungan Mahkamah Agung dan 4(empat) peradilan di Jawa Timur untuk mengetahui

efektifitas pelaksanaan kode etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia diaplikasikan

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, yang terkait dengan subtansi hukum, struktur hukum

dan kultur hukum dan aplikasinya di lapangan, yang bersumberkan dari:

a. Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung RI;

b. Anggota Majelis Kehormatan Hakim yang pernah dibentuk ;

c. Direktur Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI ;

d. Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ;

e. Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

f. Ketua Mahkamah Tinggi Militer Surabaya ;

g. Ketua Komisi Yudisial RI ;

Page 31: Etprof Hakim Br

xxxi

h. Ka Pusdiklat Mahkamah Agung pelaksana pada Pendidikan Calon Hakim pada

Pusdiklat Mahkamah Agung RI.

i. Pengurus Pusat IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia).

j. Sebagian hakim dari hakim yang berada di kelas I A di Jawa Timur.

Pengambilan data untuk mengetahui adanya pelanggaran kode etik hakim dan

pedoman perilaku hakim adalah :

a. Data-data tentang hasil pemeriksaan adanya pelanggaran kode etik yang telah

diputuskan Majelis Kehormatan Hakim dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2007-

2011), yang telah direkomendasikan oleh Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial

RI.

b. Sebagian para hakim yang berada di tingkat pertama kelas I (satu ) di Jawa Timur untuk

mengetahui apakah para hakim telah memahami isi kode etik tersebut dan

menerapkannya dalam melaksanakan tugas memeriksa dan mengadili perkara.

3. Jenis dan Sumber Data Penulis menggunakan melakukan penelitian lapangan dan sumber data-data

diambil dari buku-buku dan data dokumenter yang diperoleh dari Mahkah Agung RI maupun

dari Komisi Yudisial, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui penelitian

maupun wawancara dan kuiseoner yang terstruktur pada responden yaitu para hakim, di

pengadilan tingkat pertama,

para hakim pada peradilan tingkat banding, dan hakim bidang pengawasan dan lembaga yang kompeten di bidang pengawasan jalannya peradilan pada Komisi Yudisial RI.

Penulis menggunakan penelitian lapangan tentang aplikasi dan penerapan atau

penelitian empirik kode etik hakim oleh para hakim dalam menjalankan tugas profesinya.

Yaitu dari telaah hasil wawancara dan kuisener yang telah disampaikan kepada para hakim di

lapangan dan telaah atas dokumen-dokumen pelaporan resmi, dan pustaka mengenai jumlah

para hakim di Indonesia, untuk mengetahui secara kuantitatif berupa jumlah kasus

pelanggaran atau penyelewengan yang dilakukan oleh hakim, bentuk pelanggaran, dan berat

atau ringannya sanksi yang dijatuhkan kepada para hakim yang melanggar kode etik dan

pedoman perilaku hakim di Indonesia dalan kurun waktu tertentu, yaitu minimal 5 (lima)

tahun terakhir (2007-2011).

Penelitian dari sumber pustaka, yang terkait dengan buku-buku kode etik hakim,

buku-buku yang terkait dengan teori efektifitas penegakan hukum dan keadilan, yang terdiri

dari:

a. Sumber Primer yang terdiri dari : 1. Laporan-laporan resmi dari Mahkamah Agung RI

dan Komisi Yudisial RI. 2 Proses dan Berita Acara Persidangan Majelis Kehormatan

Hakim 3 Rokomendasi Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung RI. 4. Surat-Surat

Keputusan Pemberian Sanksi oleh Mahkamah Agung RI.

b. Sumber sekundernya terdiri dari buku-buku dan karya tulis para ahli di bidang kode

etik dan di bidang hukum. sumber lainnya terdiri dari buku-buku yang semuanya

sebagai penunjang sumber primer dan sumber sekunder, terdiri dari kamus-kamus,

Page 32: Etprof Hakim Br

xxxii

dan buku Insiklopedia dan ensiklopedi hukum Islam.

c. Hasil kuissener yang telah disebarkan kepada para hakim sebagian di Jawa Timur dari

(4) empat lingkugan peradilan terhadap implementasi kode etik hakim.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dari sumber data dalam penelitian dan penulisan

Disertasi ini dengan menggunakan:

a. Studi Dokumenter diambil dari sumber primer yang terdiri dari : 1. Laporan-laporan

resmi dari Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. 2 Proses dan Berita Acara

Persidangan Majelis Kehormatan Hakim 3 Rokomendasi Komisi Yudisial kepada

Mahkamah Agung RI. 4. Surat-Surat Keputusan Pemberian Sanksi oleh Mahkamah

Agung RI.

b. Sumber sekundernya terdiri dari buku-buku dan karya tulis para ahli di bidang kode etik

dan dibidang hukum. Sumber tersiernya terdiri dari buku-buku yang semuanya sebagai

penunjang sumber primer dan sumber sekunder, terdiri dari kamus-kamus, dan buku

Eksiklopedia dan eksiklopedi hukum Islam.

c. Penyebaran kuisioner yakni dengan membuat pertanyaan secara tersetruktur yang

diarahkan pada efektifitas penegakan hukum dan faktor-faktor yang menghambat dan

penyebab timbulnya diskriminasi yang berkaitan penerapan kode etik hakim

beradasarkan teori para ahli hukum.

d. Observasi, yaitu pengamatan langsung perilaku hakim dalam menerapkan kode etik di

sebagian pengadilan terpilih.

e. Wawancara terhadap nara sumber terkait dengan pengawasan dan penindakan atas

pelanggaran kode etik.

5. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul yang bersumber dari beberapa sumber data literatur maupun

dokumenter di Makhmah Agung RI dalam kewenangan Ketua Muda Bidang Pengawasan

Mahkamah Agung RI, maupun data yang telah direkomendasikan oleh Komisi Yudisial

dan Majelis Kehormatan Hakim atas pelanggaran kode etik, maupun hasil jawaban kuisener

yang telah terhimpun dari responden para hakim tentang kode etik dan pedoman perilaku

hakim dalam menerapkan penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, diklafisifikasikan

menurut katagori tertentu.

Page 33: Etprof Hakim Br

xxxiii

Penulis menggunakan analisa dengan Metode Distributive frekuensi untuk

mengetahui faktor-faktor penyebab mengapa kode etik belum diterapkan secara maksimal.

F

P = --------X 100% KETERANGAN : P = PERSENTASE

N F = FREKUENSI

N = JUMLAH INFORMAN

100% = ANGKA PEMBULATAN

G. Sistematika Penulisan

Penelitian dan penulisan Disertasi ini penulis menggunakan sistematika yang terdiri bab-

bab, dan setiap bab terdiri dari sub bab sebagai berikut :

Bab pertama merupakan bab pendahuluan, yang merupakan fenomena yang berkembang

dengan lahirnya Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, untuk menjalankan tugas

sebagai hakim yang menerima, memeriksa dan memutus perkara di pengadilan apakah telah

berjalan efektif di Indonesia, setelah berjalannya era reformasi di bidang penegakan hukum di

Indonesia. Kajian ini dilakukan dengan dikaitkan teori tentang filsafat etika oleh para ahli, dan

teori para ahli dibidang penegakan hukum. Menyampaikan hasil penelitian dan penulisan

terdahulu atau karya ilmiyah tentang etika. Kemudian digali berdasarkan fokus permasalahan

penelitian, dan terjawab pada tujuan penelitian. Dari tujuan penelitian diharapkan dapat

memberikan hazanah keilmuan. Metode Penelitian yang mengambarkan cara melakukan

penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penarikan kesimpulan.

Bab kedua. Tinjauan UmumTentang Kode Etik Hakim, Penegakan hukum dan Keadilan.

Dipaparkan tentang : Definisi Kode Etik dan Kode etik Profesi Hakim dan Implementasinya.

DefinisiHukum dan Keadilan menurut para ahli. Asas-Asas Hukum dalam Penegakan Hukum di

Indonesia. Fungsi Hukum dan Tujuan Hukum

Bab ketiga. memaparkan Teori Implementasi Kode Etik dan Penegakan Hukum dan

Keadilan di Indonesia sebagai bahasan pokok dalam penelitian dan penulisan dengan

menjelaskan: Kerangka Teoritik Impementasi Tentang Kode Etik Hakim. 1. Teori Efektifitas

penegakan hukum dan keadilan Laurence Meir Friedman.2. Teori Efektifitas penegakan hukum

dan keadilan Donald Balck dan Teoritik Sorjono soekanto. Implementasi Kode Etik Hakim di

Indonesia dengan paparan tentang Arah Pembinaan Hakim di Indonesia agar tercapainya

lembaga peradilan Indonesia menjadi peradilan yang bermartabat dan agung sebagai cita-cita

reformasi di bidang hukum di Indonesia. Dalam hal ini berisikan paparan tentang: Fungsi dan

kedudukan Kode Etik Hakim Indonesia sebagai subtansi hukum sebagai pedoman hakim dalam

menjalankan tugas memeriksa dan mengadili perkara. Bagaimana para hakim dan masyarakat

mensikapi Kode Etik Hakim sebagai analisa Kultur Hukum dalam mengimplementasikan berupa

uraian (hambatan dan tantangan). Menguraikan tentang Sanksi atas hasil pengawasan terhadap

perilaku hakim atas pelanggaran Kode Etik Hakim. Selanjutnya diuraikan langkah ke depan

Mahkamah Agung RI dalam meningkatkan kuwalitas hakim Indonesia.

Bab keempat . Analisis Temuan dan Problematika Kode Etik Hakim, dan diuraikan

tentang hasil wawancara dan kuiseoner kepada informan tentang aplikasi kode etik hakim

tergambar prosentase terhadap hakim yang mendapat hukuman atau sanksi selama 5 tahun

terakhir.

Page 34: Etprof Hakim Br

xxxiv

Bab kelima, penutup berisi kesimpulan dari temuan penelitian, kemudian Rekomendasi

dan diuraikan tentang implikasi teoritik dan keterbatasan penelitian, di bagian akhir daftar

pustaka, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran sumber data dan responden dari Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial RI dan lampiran-lampiran lainya.

Page 35: Etprof Hakim Br

xxxv

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KODE ETIK HAKIM,

PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN

A. Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim.

Oleh karena hakim adalah sebagai profesi yang perkedudukan mulya dan sebagai

pejabat negara, maka perlu diuraikan syarat-syarat menjadi hakim dan apa saja perilaku para

hakim yang menjadi penyebab dapat diberhentikan menjadi hakim sebagaimana telah diatur

dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, merupakan perubahan kedua dari

perubahan pertama undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahan pertama Undang-

Undang nomor 3 Tahun 2006 yaitu Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

perubahan tersebut menambah kompetensi peradilan agama dengan menambah kewenangan

menerima dan memeriksa perkara ekonomi syari‟ah. Perubahan kedua tentang sistem

penerimaan dan pengangkatan dan pemberhentian hakim dengan melibatkan dan kewenangan

Komisi Yudisial, sekaligus Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal Terhadap

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut adalah

usaha optimalisasi meningkatkan fingsi dan tugas badan peradilan yang bersih dan berwibawa

guna menghapus praktek-praktek mafia peradilan di Indonesia sebagai landasan das Sollen

yang diharapkan, maupun das Sein yang diterapkan dalam praktek sebagai hakim.

Dalam Pasal 13 Undang Undang Nomor 50 tahun 2009

(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

a. Warga negara Indonesia;

b. Beragama Islam;

c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

d.Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

e. Sarjana syari‟ah, sarjana hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;

f. Lulus pendidikan hakim;

g.Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

h. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

i. Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh)

tahun; dan

j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (pasal 13 UU. Nomor 50

Tahun 2009)

Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai

berikut:

(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:

a. atas permintaan sendiri secara tertulis;

b. sakit jasmani atau rohani secara terusmenerus;

c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan

agama, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan

tinggi agama; atau

d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Page 36: Etprof Hakim Br

xxxvi

(2) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya

diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden. (Pasal 18 UU.Nomor 50 Tahun

2009).

Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya

dengan alasan:

a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

b. melakukan perbuatan tercela;

c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama 3 (tiga)

bulan;

d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17; dan/atau

f. melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua

Mahkamah Agung kepada Presiden.

(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh

Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.

(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan

huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.

(5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh

Komisi Yudisial. (6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian

karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim pengadilan

mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.

(7) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. (Pasal 19 UU.Nomor 50 Tahun 2009).

Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:

Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena

atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a,

tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim. (Pasal 20 UU.Nomor 50 Tahun 2009)

Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 21 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) yang berbunyi

sebagai berikut:

(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf

f dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.

(2) (1a) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh

Komisi Yudisial.

(3) Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).

(4) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6

(enam) bulan. (pasal 21 UU Nomor 50 Tahun 2009).

B. Problematika Pengangkatan Hakim Wanita Pandangan Ahli Fiqih..

Indonesia adalah mayoritas penduduknya beragama Islam, namun dalam hal

pengangkatan hakim wanita, jika kita kembali mengkaji pandangan kitab-kitab fiqh para imam

mazhab, telah berselisih pendapat tentang sah tidaknya pengangkatan hakim wanita, apalagi jika

dikaitkan dengan kode etik hakim itu sendiri, maka berakibat pula pada putusannya, sah atau

tidaknya putusan hakim wanita. Sebagaimana hadith Rasul Allah SAW, tentang tiga golongan

hakim, satu golongan hakim masuk surga dan dua golongan hakim masuk neraka. Jika

Page 37: Etprof Hakim Br

xxxvii

diperhatikan teks nas hadith tersebut lafaz bilangan (i‟dad) menyebutkan mu‟annath (perempuan)

adalah menyebutkan kepada dlamir fa‟il muzakkar (laki-laki), sebaliknya jika (i„dad) muzakkar

(laki-laki) adalah menyebutkan dlomir fa‟il muannath untuk perempuan.

Sebagaimana yang dinukilkan dalam nas hadith tiga macam golongan adalah untuk

hakim laki-laki, bukan hakim untuk perempuan. Maka Ulama dari kalangan mazhab Maliki dan

Syafi‟i dan Hanbali memberikan suatu syarat untuk mendapatkan kedudukan hakim harus laki-

laki. Namun Imam Hanafi memperbolehkan wanita menduduki jabatan sebagai hakim.

Ada tiga pendapat tentang hakim wanita dikalangan ulama mazhab fiqh.

Pertama, Perempuan tidak sah menjadi hakim, pendapat ini diwakili oleh tokoh

mazhab terkenal seperti, Imam Malik, Syafi‟i dan Ahmad Ibnu Hanbal.

Kedua, Perempuan sah menjadi hakim, kecuali pada persoalan hukum hudud (pidana)

dan qishah, pendapat ini diwakili oleh tokoh fiqh rasional, Imam Abu Hanifah

Ketiga, Perempuan sah menjadi hakim secara mutlak dalam kasus apapun (perdata,

maupun pridana), pendapat ini diwakili oleh imam Ibnu Jarir Al-Thabary. Sejalan dengan

pendapat Imam Thabary, Imam Ibnu Hazm juga mengemukakan kebolehan perempuan sebagai

hakim secara mutlak, tidak terkecuali pada perkara perdata ataupun pidana, ini berarti bahwa

perempuan sah menjadi hakim.23

Adapun landasan pertama yang mengharamkan wanita menjadi hakim adalah. Dari ketiga

kelompok ulama yang memiliki pendapat berbeda tersebut masing–masing memiliki landasan argumentatif yang cukup kuat baik dari nas-nas shari‟at atau dalil naqli maupun aqli. antara lain:

1. Menurut penjelasan Muhammad Abu Al-„Ainaini, kelompok ulama yang meragukan keabsahan

perempuan menduduki jabatan sebagai hakim, seperti yang diwakili Imam Malik dan Syafi‟i, yang berpedoman pada teks al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 47,

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan

sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S. 4 (an Nisa ‟ 47).

Menurut interpretasi ulama kelompok yang melarang wanita menduduki jabatan

hakim, kalimat (kelebihan) yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah berkaitan dengan

penggunaan daya nalar dan fikir, yang dalam banyak hal, terutama dalam kontek proses peradilan, perempuan tidak dapat melakukan hal yang sama dengan pria.

23

San‟any, Al-Shan‟any, Subul al-Salam, Juz IV, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) :412.

Page 38: Etprof Hakim Br

xxxviii

Demikian pula pandangan Hamid Muhammad Abu Thalib mengemukakan bahwa

kehadiran perempuan dalam sebuah proses peradilan, apalagi sebagai hakim dapat menimbulkan

fitnah, terutama bertentangan dengan kelaziman yang berlaku dalam masyarakat, oleh karenanya

kesaksian bagi perempuan tidak sama dengan laki-laki yaitu seorang saksi perempuan belum

mencukupi, dan nilai kesaksian dua perempuan sama dengan satu laki-laki secara hukum. Maka

kehadiran perempuan dalam proses peradilan dinilai tidak lazim dan akan memperlemah suatu

proses peradilan karena keterbatasan mental dan daya nalar perempuan baik sebagai saksi maupun sebagai terdakwa.

Argumentasi lain yang dikemukakan oleh ulama madzhab Maliki dan Syafi‟i

adalah berdasarkan Sunnah Rasul Allah SAW. Hadith yang meriwayatkan tentang kematian

raja Kisra dari Persia, Nabi SAW sempat mengemukakan pertanyaan di kalangan sahabat,

“menurut anda (para sahabat) siapakah yang layak akan menggantikan raja Kisra,” ?. Para

sahabat serta merta menjawab, “ tentu saja putrinya yang bernama Nora, sebagai pengganti

raja”. Kemudian Nabi segera mengkonter jawaban para sahabat itu dengan menyampaikan

hadith beliau:

بىرة أب ػ رض ا ػ ػ ص اب ا ػ١ : } س ٠فح ا ل ر رأة أ { ا ا ر ابخار

Dan dari Abu Bakrah RA. Dari Nabi SAW bersabda:“Tidak akan mengalami kesuksesan, suatu bangsa apabila pemimpin diserahkan kepada perempuan.” (HR. Al-Bukhari).24

Ketika menafsirkan hadith tersebut sebagian ulama yang melarang hakim wanita,

juga menggunakan logika silogisme (hampir identik dengan qiyas). Logika silogeisme yang

digunakan para ulama dalam memahami hadith tersebut adalah bahwa, hadith tersebut bersifat

celaan, sedangkan celaan membawa larangan, dan selanjutnya larangan itu berarti juga

menunjukkan jeleknya sesuatu yang dilarangnya. Dari pernyataan ini, apapun alasannya

keabsahan perempuan sebagai Hakim tetap tidak dapat dipertanggungjawabkan, atau dengan

kata lain bathal sebagai hakim. Tidak saja menggunakan nas shari‟at sebagai argumentasi

larangan perempuan sebagai hakim, akan tetapi mereka juga mengemukakan faktor historis

yang berkembang dalam peradaban umat Islam. Menurut para ulama, memang tidak pernah

tercatat dalam sejarah, masa Rasulul Allah SAW maupun para sahabat sesudahnya (khulafa al-

Rasyidin), mengangkat perempuan sebagai hakim, Jika saja secara syari'at dibolehkan, tentu ada

perempuan yang diangkat menjadi hakim untuk menetapkan vonis terhadap tindak pidana yang

dilakukan kaum perempuan. Demikian argumentasi yang digunakan kelompok ulama pertama ini, yang jelas bahwa kaum perempuan tidak sah jika diangkat sebagai hakim.25

Berbeda dengan pendapat kelompok pertama Imam Abu Hanifah, justru

mengemukakan argumentasi yang lain, dan berksimpulan bahwa sah hukumnya, jika

perempuan menjadi hakim sepanjang perkara yang dihadapinya bukan pada perkara pidana

(hudud). (Pendapat ini dianalogikan dengan status kesaksian perempuan). Sepanjang kesaksian

24

بىرة أب ػ رض ا ػ ػ ص اب ا ػ١ } لاي س ٠فح ا ل ر رأة أ { ا ا ر ( ابخار ف١ ػ د١ از ػد ١ة ج رأة ت ا

ش١ئا ة اأحىا اؼا ب١ ١ س ا ئ ا أثبت لد اشارع وا ا ا ب١ت ف راػ١ة أ ج ب ز از ئ احف١ة ذ ا ج ١ت ت اسال احدد سب ئا اأحىا٤١٢ ص / ٦ ج- ) )

25 Abu Zahrah, Muhammad Abu Zahrah, Syafi‟i, Hayatuhu, Wa Ashruhu Wa Ara uhu Wa Fiqhuhu, (Mesir : Dar Al-Fikr

Arabi), 1978: 53.

Page 39: Etprof Hakim Br

xxxix

perempuan dianggap sah dalam persoalan persoalan perdata, maka wanita sah jika menduduki jabatan hakim pada persoalan tersebut.

Berlainan halnya dengan Imam Abu Hanifah, yang menurutnya perempuan boleh

menjadi hakim. Abu Hanifah yang hidup di kawasan Irak dimana akulturasi budaya asing

sudah sedemikan kental, pemikiran masyarakatnya pun sudah sedemikan liberal. Kondisi Irak

dimana Hanafi tinggal sudah sedemikian maju dibanding Hijaz atau Arab. Akulturasi dengan

Persia yang sudah maju lebih dulu telah terbangun lama. Sehingga sedikit banyak kebudayaan

Persia yang maju itu ikut mempengaruhi cara berfikir masyarakat Irak. Semakin maju

kebudayaan bangsa, semakin baik pula pandangan mereka terhadap perempuan. Oleh

karenanya kedudukan perempuan di Irak lebih beruntung di banding dengan kedudukan

perempuan di Hijaz.26

Perbedaan yang sedemikan kontras ini agaknya juga berpengaruh besar terhadap

wacana pemikiran para ulamanya. Maka sekali lagi dapat difahami kalau kemudian Abu

Hanifah membolehkan perempuan sebagai Hakim, oleh karena kultur Irak waktu itu

memungkinkan ke arah itu. Kondisi sosial budaya seperti itulah yang banyak mempengaruhi

pemikiran hukum Islam dari kalangan mujtahid dimasanya, termasuk di dalamnya Ibnu Jarir

Al-Thabary dan Ibnu Hazm, yang lebih liberal menyatakan kebebasan dan keabsahan perempuan sebagai hakim secara mutlak.

Faktor lain mengapa terjadi perbedaan pandangan ulama di Hijaz dan Irak adalah,

Jika di Hijaz cenderung ingin mempertahankan tradisi nas dan hadith Rasul Allah SAW, maka

di Irak justru lebih mengedepankan pemikiran rasio dan penalaran bebas. Itulah kemudian

muncul istilah fiqh tradisional Hijaz dan Fiqh rasional Irak. Tradisi penggunaan ra‟yu yang

sudah sedemikian rupa itupun kemudian berkembang secara pesat dalam wacana fiqh Islam,

yang pada gilirannya juga mempengeruhi corak fiqh yang berkembang. Maka kebolehan

perempuan sebagai hakim yang dianut olek kelompok ketiga ini juga diduga kuat akibat

kebebasan rasio yang digunakan sebagai istinbath.

Perbedaan pendapat ulama fiqh tentang status perempuan, terlebih perempuan

menduduki jabatan hakim, disamping karena faktor perbedaan penggunaan metode istinbath

dan cara pandang terhadap nas shar‟i (al-Qur‟an dan al-Hadith), ternyata juga dipengaruhi oleh

faktor sosial budaya (cultur) dan kondisi ulama setempat. Jika dalam kultur masyarakat tertentu

tradisi pingitan terhadap perempuan masih begitu dominan, sebagaimana di kawasan Hijaz

ketika Imam Malik hidup, maka fatwa tentang hakim perempuanpun merupakan refleksi dari

kondisi tersebut. Sebaliknya jika kultur masyarakat cenderung liberal, akulturasi budaya masuk

deras seperti di Irak ketika Hanafi hidup, maka hakim perempuanpun dianggap tak ada masalah

dan sah sah saja. Begitu juga kondisi masyarakat ketika Ibnu Jarir At-Thabary tinggal. Cukup

26

Imam Abu Hanifah tidak membolehkan perempuan sebagai hakim dalam perkara perkara pidana (hudud dan qishah),

Karena secara syari‟at kesaksian satu orang perempuan tehadap persoalan hudud dan qishah tidak bisa diterima, maka tentu dengan sendirinya apalagi sebagai hakim dalam persoalan yang sama. Jadi Bagi Abu Hanifah Keabsahan

perempuan sebagai hakim ini hanya pada persoalan perdata. Lebih lanjut mengenai uraian Abu Hanifah tentang ini

dapat di lihat pada Ibnu Al-Humam, Syarh Fath al-Qadir, Juz V, Beirut: Dar Al-Fikr, t.th. hal. 252-253.

Page 40: Etprof Hakim Br

xl

memberi alasan untuk memberikan kebebasan bagi perempuan menduduki jabatan sebagai hakim secara mutlak.27

Di Indonesia dalam hal wanita menduduki jabatan hakim, semula ulama

melarangnya, namun dengan perkembangan zaman, karena kemajuan pendidikan, wanita telah

banyak melaksanakan pendidikan di bidang hukum, serta undang-undang di Indonesia tidak

membatasi perempuan menduduki jabatan hakim, baik perkara perdata atau perkara pidana

dibolehkan, penulis berpendirian sebagaimana kaidah fiqh yang berbunyi:

احى٠تغ٠ربتغ٠راالزااالوا

“ Bahwa hukum itu berubah, seiring dengan berubahnya waktu dan tempat ”.

C. Definisi Etika dan Kode Etik Hakim.

Pengertian etika dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah, Ilmu Pengetahuan tentang

asas-asas akhlak (moral).28 Menurut Verkuyl, bahwa perkataan etika berasal dari kata “ethos”

sehingga muncul kata-kata ethika. 29 Perkataan ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan

bathin atau kecendrungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.

Menurut Bertens, etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk

tunggal, yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos

adalah ta etha, artinya adat kebiasaan oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat

moral. Dengan demikian, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang

adat kebiasaan. Sehingga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, etika dirumuskan dalam tiga hal :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (al-

Akhlaq). Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi

pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Hal ini

disebut sebagai system nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat.

2. Kumpulan asas-atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Dalam hal ini etika dipakai dalam

arti merupakan suatu kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode

etik profesi

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika dipakai

dalam arti merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Atau etika di sini sama

dengan filsafat moral.

27

Achmad Kholiq, Hakim Wanita Menurut Para Ulama Madzhab. (Suatu Analisis terhadap Polemik Para Ulama

Fiqh) (Makalah STAIN Cirebon 2004).

28 WJS Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai pustaka, 1986):278

29 Suhrawardi K.Lubis dalam Rudolf Pasaribu, Etika Profesi Hukum, (Jakarta Sinar Grafika, 2000):1

Page 41: Etprof Hakim Br

xli

Dihubungkan dengan etika profesi hukum, bahwa etika dalam arti pertama dan kedua

adalah sangat relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau

kelompok profesi hukum. Misalnya kata hakim tidak bermoral, artinya, tindakan perbuatan hakim

itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok profesi hakim. Jika

dihubungkan dengan dengan arti yang, kedua adalah etika profesi hakim berarti “Kode Etik Profesi

Hakim”.30

Pendangan Hamzah Ya‟kub, Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan

mana yang buruk dan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh

akal pikiran.31

Etika dalam ajaran Agama Islam, adalah merupakan bagian dari Akhlak. Karena

akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilkau manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, tetapi

mencakup hal-hal yang bersifat lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, Ibadah dan Syari‟ah.

Karena itu akhlak dalam Islam cakupannya luas sekali yaitu menyangkut ethos, ethis, moral dan

estetika;

a. Etos, yaitu yang mengatur hubungan seseorang dengan khaliknya (al Ma‟bud bi al Khaliq )

serta kelengkapan uluhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-rasul Allah, Kitab Nya dan

lain sebagainya;

b. Etis, yaitu mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya dalam kegiatan

kehidupan sehari-harinya ;

c. Moral, yaitu yang mengatur hubungan sesamanya, yang berlainan jenis dan atau yang

menyangkut kehormatan tiap pribadi.

d. Estetika, yaitu rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya

serta lingkungannya, agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.

Dari uraian di atas, dapatlah dirumuskan bahwa Akhlak adalah ilmu yang membahas

perbuatan manusia baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam

hubungan dengan Allah SWT, manusia dan alam sekitar dalam kehidupan sehari-hari sesuai

dengan nilai-nilai moral.32

D. Hubungan Etika dengan Profesi Hakim.

Etika dimasukkan dalam disiplin ilmu pendidikan hukum, karena belakangan ini terlihat

adanya gejala penurunan etika di kalangan aparat hukum, yang dapat merugikan pembagunan di

bidang hukum, reformasi di bidang hukum dan merugikan bagi masyarakat pencari keadilan di

Indonesia. Kode etik ini masuk dalam kurikulum di perguruan tinggi dengan harapan akan

melahirkan calon-calon aparat penegak hukum yang apabila mengabdi pada masyarakat akan

mempunyai bekal etika sebagai orang yang berprofesi dalam penegakan hukum sebagai polisi,

30

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung Citra Aditya Bhakti, 2001): 14

31 Hamzah Ya‟kub, Etika Islam, (Jakarta Raja Grafindo, 1983) : 13

32 Lubis, Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994 : 3.

Page 42: Etprof Hakim Br

xlii

jaksa, hakim dan Advokat dan sebagai notaris yang betul-betul profesional. dan berintegritas

moral yang tinggi.33

Sebagai aparat penegak hukum, Etika Islam harus dijadikan sebagai landasan yang

dijunjung tinggi seperti seorang hakim (qadi) dalam menjalankan profesinya adalah memberi

keputusan (judgement) bukan menghadiahkan keadilan dan keputusan. Dalam konsep Islam,

profesi hakim harus benar-benar menegakkan etika atau yang disebut etika profesi hakim.

Adapun konsep profesi dalam Islam tersebut adalah. 34

1) Meletakkan kerja sebagai sebuah amal shaleh yang dilakukan dalam kontek dan tahapan

yang runtut atas iman, ilmu, dan amal. Di sini kerja terorientasi kepada dua pandangan :

aktifitas yang bernilai ibadah dan aktifitas untuk memperoleh keuntungan finansial.

Menunaikan kerja sebagai suatu penunaian amanah yang harus dilakukan secara

professional

2) Melakukan kerja dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi artinya dalam

melakukan kerja, seseorang harus mengingat kepentingan akan hari depannya.35

Dari uraian di atas dapat dijelaskan etika profesi dalam Islam adalah aktivitas yang

bukan hanya bersifat duniawi, melainkan juga sangat ukhrawi. Artinya, Islam melibatkan aspek

transendental dalam beribadah, sehingga bekerja tidak hanya bisa dilihat sebagai prilaku ekonomi

semata, tetapi juga ibadah, sehingga profesi hakim yang dijalani adalah suatu profesi yang harus

dipertanggung jawabkan di akhirat.

Muhammad Imaduddin Abdulrahim, memahami profesionalisme adalah kualitas seorang aparatur

di bidang hukum yang harus mempunyai 4 (empat) sifat adalah:

1) Punya keterampilan tinggi dalam suatu bidang dalam hal ini profesi hukum, serta kemahiran

menggunakan perangkat hukum, yaitu hukum formil dan hukum materiil sebagai subtansi hukum

yang digunakan memeriksa dan memutus perkara dalam persidangan dan menyelesaikan perkara

dan peka dalam membaca situasi dengan cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil

keputusan terbaik;

2) Punya ilmu pengetahuan dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah

serta peka di dalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan

terbaik atas dasar kepekaan .

3) Punya sikap orientasi ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan

lingkungan yang terbentang di hadapannya.

4) Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi ( ) ‟Izzat al-nafsi

atau self-confidence, serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat

dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya36.

33

Ibid : 6

34 Sidiktono, Ainur Rahim Faqih dan Amir Muallim dkk( ed ), Ibadah.: (bandung, Mizan,Cet ke 3. 2003), 138.

35 Sementara itu yang dimaksud dengan bekerja dengan wawasan ukhrawi adalah dalam melaksanakan sebuah profesi

seorang muslim harus merasakan semua akibat di akhirat nanti. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh melakukan kecurangan dan tindakan yang dilarang atau diharamkan dalam menyelesaikan sebuah kerja. inilah salah

satu kelebihan yang dimiliki oleh Islam. Ibid. . 139

36 Imaduddin Abdulrahim, Profesionalisme dalam Islam, (Jurnal Ulumul Qur‟an Nomor 2 Vol . IV 1993). 96.

Page 43: Etprof Hakim Br

xliii

Selanjutnya Imaduddin mengemukakan bahwa orang yang berkualitas adalah

disebutkan dalam Al-Qur‟an dengan sebutan لو (ulu al-bab).37 Sebagaimana firman Allah

SWT dalam Al Qur‟an Surat 11 : 61.

“Orang-orang yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang

yang mempunyai akal”.38

A.M. Saefuddin, menjelaskan bahwa kerangka dasar etika perilaku manusia

harus dilandasi kepada asas ketauhidan (tauhi d )39 meletakkan dasar-dasar aturan hubungan

manusia dengan Allah manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitar, tauhi d

merupakan konsep yang essensial dari prinsip hukum.40 Secara etimologis istilah tauhi d adalah

mempersatukan hal-hal yang berserakan atau yang terpecah-pecah, misalnya, kata

(tauhi d al) kalimah artinya mempersatukan paham, kata yang lain : (tauhid al quwwah),

artinya mempersatukan kekuatan. Tauhid dalam khazanah keilmuan Islam adalah sebagai paham

me-Maha-Esakan Tuhan.41

Bangunan tauhid bukan hanya diterapkan pada ajaran monoteisme saja (Ke-esaan

Tuhan), tetapi juga diterapkan pada penerapan pembangunan dalam hal ekonomi (iqtisa diyah),

terlebih lagi dalam pembangunan dalam bidang hukum (mu‟amalah dan jinayah) dan dalam hal

penegakan hukum dan keadilan di muka bumi.42

E. Definisi Hukum dan Keadilan

Para ahli hukum di dunia ini membagi 5 (lima) aliran hukum yaitu:

1. Definisi hukum menurut aliran hukum Alam.

Tokoh aliran hukum alam adalah Aristoteles (abad IV) yang hidup pada abad 4

masehi, mendefinisikan hukum sebagai: “sesuatu yang mengatur dan mengekspressikan

dalam bentuk konstitusi. Hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan

37

Imaduddin Abdulrahim, ibid, :97..

38 Departemen Agama RI,al Qur‟an dan Terjemahannya (.S.39 :Az-Zumar ): 18.

39 AM. Saefuddin, Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam, (Bandung,Mizan , 1998) , 59

40 Muhammad Shaltut, Islam Aqidah wa Shari‟ah,( Caero, Maktabah Wa al Matba‟ah Dar al Qalam 1380):7

41 Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan , Kemanusiaan

dan Kemodernan, (Jakarta, Paramadina, 1992 ), 72

42 Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung :Mizan 1996); 18.

Page 44: Etprof Hakim Br

xliv

putusannya di pengadilan dan menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.”43. Demikian pula

sepadan dengan definisi hukum oleh Thomas Aquinas (abad VIII), mendefinisikan hukum

sebagai : “suatu aturan atau ukuran dari tindakan untuk manusia dan manusia untuk diajak

bertindak sesuai dengan aturan dan ukuran itu dan dikekang untuk bertindak sesuai dengan

aturan dan ukuran tertentu dan disebarkan kepada masyarakat luas melalui perintah”.44.

Thomas Hubbes (abad XVII), memberi definisi hukum sebagai “perintah-perintah

hukum yang didukung oleh kekuasaan tertinggi di negara itu, mengenai tindakan-tindakan

di masa datang yang dilakukan oleh subjeknya”.45 Dan John Locke (abad XVII),

mendefinisikan hukum sebagai “suatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada

umunya tentang tindakan-tindakan mereka, untuk menilai atau mengadili mana yang

merupakan perbuatan yang jujur dan mana perbuatan yang curang”. Dalam pandangan

Achmad Ali, bahwa definisi yang yang dituangkan oleh John Locke ini hukum ada 3 (tiga)

jenis: yaitu: 1. Hukum Agama ; 2. Hukum Negara ; 3. Hukum Opini atau Reputasi. Hukum

Agama: menilai mana tindakan berdosa dan mana tindakan yang wajib dilaksanakan.

Hukum negara mengatur tentang mana tindakan yang kriminal dan mana tindakan yang

bukan kriminal. Hukum opini atau hukum reputasi menilai mana tindakan yang luhur dan

mana perbuatan yang buruk secara kesusilaan. John Lock tidak memisahkan secara tegas

mana hukum dan mana moral.46

Emmanuel Kant ( abad XVIII), memberi definisi hukum sebagai : “keseluruhan

kondisi pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan

hukum umum tentang kemerdekaan”. Definisi hukum oleh Emanuel Kant ini tidak

memisahkan antara hukum dan kaidah sosial lainnya. Dengan demikian akan mampu dan

dapat diciptakan kaidah sosial lainnya seperti moral dan agama.47 Immanuel Kant

menyatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem dapat dilaksanakan menjadi dua jenis :

a). Hukum kodrat yaitu norma yang ditetapkan oleh Tuhan yang mengandung prinsip-

prinsip a priori.

b). Hukum positif yaitu norma buatan manusia (pembentuk undang-undang) yang

mengandung prinsip-prinsip yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang.

Adapun yang dimaksud dengan kelompok manusia, dapat dipahami sebagai

penguasa (pembentuk undang-undang), kelompok masyarakat dan dipahami kelompok

profesi. Dengan demikian hukum positif adalah 3 (tiga) macam:

a). norma buatan penguasa, disebut undang-undang;

43

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) (Jakarta, PT. Gunung Agung, 2002) ,

25.

44 Ibid, 26.

45 Ibid , 26

46 Ibid , 27

47 Ibid : 27

Page 45: Etprof Hakim Br

xlv

b). norma buatan kelompok masyarakat umum, disebut kebiasaan;

c). norma buatan kelompok profesi, disebut kode etik.48

1. Hukum menurut aliran hukum Posisitivis dan Dogmatik

Hukum oleh para ahli hukum yang beraliran positivis dan dogmatik mendefinisikan

hukum adalah : “ perintah negara yang mengandung sanksi” dan hukum hanyalah apa yang

diproduk oleh negara, yaitu hukum positif. Di luar hukum positif tidaklah disebut hukum.

Positivis memisahkan hukum dengan moral. Melihat hukum bukan sebagai das sein

(kenyataan pada masyarakat), memandang hukum sebagai aturan yang seharusnya untuk

dilaksanakan das sollen.

Adapun tokoh hukum yang menganut aliran positivis dan dogmatis adalah:

John Austin yang memberi definisi hukum sebagai : “seperangkat perintah, baik

langsung ataupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya

yang merupakan masyarakat politik yang independen, dan otoritasnya (pihak yang

berkuasa)

a. adalah merupakan otoritas tertinggi”. Apa yang didefinisikan oleh John Austin, ada

kelemahannya, antara lain:

1).Hukum semata-mata sebagai kaidah yang mengandung sanksi yang dibuat dan

diberlakukan oleh negara, padahal belum tentu kaidah tersebut berlaku;

2).Kita menerima sebuah undang-undang sebagai salah satu sumber hukum, tetapi

undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum.

3).Austin menjadikan masyarakat sebagai subjek hukum. Subjek hukum bisa saja

berupa badan-badan hukum atau badan-badan lembaga. Bahwa subjek hukum tata

negara dan hukum administrasi negara adalah subjek hukum adalah badan hukum

atau lembaga.49

Hans Kelsen mendefinisikan hukum sebagai : “ suatu perintah memaksa terhadap

tingkah laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi”.

Definisi Kalsen tentang hukum ini menunjukkan tentang cermin dan ciri positivis. Hukum

positif hanyalah satu-satunya hukum dan harus pisah dengan pengaruh anasir-anasir non

hukum, seperti moral, politik, ekonomis, sosiologis dan lain sebagainya. Pandangan

semacam ini sudah tidak relevan lagi dalam masa modern ini. Tidak mungkin kita

menjadikan hukum sebagai sesuatu “ benda otonom” yang berdiri terlepas sama sekali dari

pengaruh ekonomi, politik, sosial dan budaya.50

48

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2001), 111

49 Ibid : 28.

50 Ibid , 29.

Page 46: Etprof Hakim Br

xlvi

a. Hukum menurut aliran Sosiologis

Roscoe Pound, memberi definisi hukum sebagai : “ sistem pengaturan

hubungan-hubungan dan penertiban tingkah laku manusia dengan menerapkan secara

sistematis dan teratur, kekuatan masyarakat yang terorganisir secara politis, dalam usaha

untuk menerapkan secara wibawa yang menjadi pedoman, baik bagi hakim untuk membuat

putusan, bagi penasehat hukum untuk dasar nasihatnya dan bagi siapa saja untuk

pedomannya bertingkah laku dalam masyarakat. Roscoe Pound pandangannnya yang

realistis dan sosiologis adalah realitas sosial, dan sejalan dengan pandangan Satjipto Rardjo,

yang mengatakan bahwa hukum harus dipandang sebagai pranata sosial.51

Pandangan Eugen Ehrlich, aliran sosiologis, memberi definisi hukum yang

tampak sangat jauh dengan aliran positivis dan dogmatis. Hukum tidak terwujud sebagai

kaidah, melainkan hukum dalam wujudnya di dalam masyarakat sendiri. Ehrlich melahirkan

konsep living law ( hukum yang hidup dalam masyarakat) dan berbeda dengan positive law

(hukum yang diberlakukan oleh pemerintah, pada suatu waktu dan tempat tertentu) yang

diagungkan oleh pandangan dogmatic-positivis.52

Pandangan aliran sosiologis lainnya adalah Jhering, seorang pakar hukum

Jerman dan mengajarkan hukum Romawi dan terkenal sebagai “ the father of sociological

jurisprudence” dan melahirkan doktrin yang sistematis yang didasarkan pada “social

utilitarianism”. Hukum dalam esensinya yang terekspressi melalui masyarakat dan individu

melalui koordinasi antar kepentingan-kepentingan tersebut. Jika terjadi konflik antara

kepentingan individu dengan masyarakat, maka kepentingan masyarakat harus didahulukan.

Dengan demikian, hukum, didominasi oleh pemikirannya kepentingan tentang kebutuhan

manusia sebagai warga masyarakat.53

b. Hukum menurut aliran Antropologis

Tokoh aliran Antropologis adalah Schapera, mendefinisikan hukum sebagai : “

law is any rule of likely to be enforceed by the courts “(hukum adalah setiap aturan tingkah

laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan). Di sini pengadilan sebagai salah satu

unsurnya. Hal ini ada kesamaan dengan aliran realisme Amerika, yang menekankan pada

unsur pengadilan. Sedangkan Schapera menekankan pada unsur aturan tingkah lakunya.54

Selanjutnya Paul Bohannan, mendefinisikan hukum sebagai : “law is that body

of binding obligations which has been reintituonalised within the legal institution” (hukum

merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam

pranata hukum).55. Dan tokoh lainnya adalah Puspisil, mendefinisikan hukum sebagai : “

51

Ibid , 19.

52 Ibid , 20

53 Ibid , 21.

54 Ibid , 24

55 Ibid , 24

Page 47: Etprof Hakim Br

xlvii

law is rules or modes of conduct made obligatory by some sanction which is imposed and

enforced for their violation by a controlling autority “ (hukum adalah aturan-aturan

dan mode-mode tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang

dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatu otoritas pengadilan).56

Selanjutnya penganut aliran Antropologis lainnya adalah Gluckman, mendefinisikan hukum

sebagai : law is the whole reservoir of rules on which judge draw for their decisions”.

(hukum ialah keseluruhan gudang aturan di atas yang mana para hakim mendasarkan

putusannya ). 57

c. Hukum menurut aliran Realisme

Penganut aliran Realisme antara lain Holmes, definisi hukum ialah : the forcested of

what the court will do. are what I mean the law. ( apa yang diramalkan akan diputuskan

oleh pengadilan, itulah yang dimksud oleh (Holmes) yang diartikan sebagai hukum);58 Dan

pandangan Salmond, penganut aliran realisme mendefinisikan hukum ialah : “ law is maked

todefined as basiss collection that admitted and applied by country in judicature. With word

other? Law consists of rules that admitted and carried out in court (hukum dimungkinkan

untuk didefinisikan sebagai kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di

dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan -aturan yang diakui dan

dilaksanakan pada pengadilan).59 Sedangkan pandangan Lundstedt, definisi hukum ialah : law is simply the facts

of social existence, all else is illusion. Law is essential if society is to endure; its basis is;

therefore, the very requirements of social welfare. ( hukum sungguh-sungguh berwujud

eksistensi dari fakta-fakta sosial, yang secara keseluruhan berbeda dari sekedar ilusi.

Hukum adalah esensial jika masyarakatnya bertahan lama, inilah hal yang mendasar dari

hukum. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kesejahteraan masyarakat.60 Dan definisi hukum

menurut Olivecrona, hukum ialah: law as consisting cheifly of rules about force, rules

which countain patterns of conduct for the exercise of force. ( hukum utamanya tersususun

dari aturan-aturan tentang kekuasaan,yang memuat pola-pola tingkah laku bagi pelaksana

kekuasaan ). 61

d. Hukum menurut Kamus Bahasa Indonesia:

Mr. N.E. Algra, definisi hukum : bagi ahli hukum yang berpendirian bahwa

hanya undang-undanglah yang memberikan hukum, sudah lama ditinggalkankan. Secara

menyeluruh dapat dikatakan bahwa sebagian besar aturan undang-undang diterima sebagai

aturan hukum. Selanjutnya hanyalah aturan hukum yang tidak terdapat dalam undang-

56

Ibid , 24

57 Ibid , 24

58 Ibid : 23

59 Ibid : 23

60 Ibid : 23

61 Ibid : 24.

Page 48: Etprof Hakim Br

xlviii

undang. Misalnya aturan hukum kebiasaan, aturan yang dibentuk dalam keputusan

pengadilan, aturan yurisprudensi, aturan itikad baik dan lain sebagainya ;62

E. Utrecht. definisi hukum ialah : “ himpunan petunjuk hidup, berupa perintah-

perintah dan larangan-larangan yang mengatur tata-tertib dalam sesuatu masyarakat yang

bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan

tindakan pemerintah atau penguasa masyarakat itu “. 63

Abdul Kadir Muhammad. Definisi hukum adalah “segala peraturan tertulis dan

tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Atau norma yang

mengatur segala aspek kehidupan masyarakat baik tertulis berupa hukum positif atau tidak

tertulis berupa hukum kodrat”.64

Definisi Hukum oleh Achmad Ali, ialah “ seperangkat kaidah atau ukuran yang

tersusun dalam satu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya,

yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain. Yang diakui

berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam

kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang bersifat eksternal”.65

e. Hukum menurut Pandangan Ahli Hukum Islam.

Hasbi Ash Shiddieqy, memberikan kumpulan definisi hukum yang telah

diungkapkan oleh para ulama ahli fiqih diantaranya : Al Imam Abu Hamid Al Ghazali,

definisi hukum dalam pandangan ulama Islam adalah fiqh. ialah ; “Hukum fiqh bermakna

faham dan ilmu. Akan tetapi pada urf para ulama telah menjadikan suatu ilmu yang

menerangkan hukum-hukum Syara‟ yang tertentu bagi perbuatan-perbuatan mukallaf,

seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, shahih, bathil, qadla, ada‟ dan yang

sepertinya “.

Sedangakan definisi hukum Muhammad Ali al-Tahanawi, dari kalangan ulama

Syafi‟iyah, mendefinisikan hukum sama dengan fiqih, yaitu ilmu yang menerangkan

hukum-hukum syara‟ yang amaliyah yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili. Hukum

Islam terbagi 4(empat) bagian : 1. Terkait dengan urusan akhirat yaitu tentang hukum

ibadat. 2. Terkait dengan urusan dunia adalah hukum muamalat, 3. Terkait dengan

kelanjutan manusia disebut hukum munakahat. 4. Terkait dengan pergaulan umum yaitu

tentang soal-soal „uqubat.

62

Algra, NE & Duyvendijk, K,Van. Rechtsaanvang (Enkelehoofdstukken Over Recht en Rechtsweetenschap voor he ton

derwiijs in de inleiding tot de rechtswetenschap, alphenaan de rijn Tjeenk Willink, alih bahasa Achmad Ali dalam

bukunya : Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. (Jakarta, PT. Gunung Agung Jakarta 2002 ),

32.

63 E. Utrecht & Muh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta, Ikhtiar, 1983), 5.

64 Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001) 140.

65 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. (Jakarta,PT. Gunung Agung), 2002), 35.

Page 49: Etprof Hakim Br

xlix

Demikian pula pandangan Ibnu Khaldun, mendefinisikan fiqih ialah : Ilmu yang

dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan

mukallaf, baik yang wajib, haram, makruh, dan mubah yang diambil (diistinbathkan) dari

al-Qur‟an dan al-Sunnah dan dari dalil-dalil yang ditegakkan syara‟ seperti qiyas. Apabila

dikeluarkan hukum-hukum dengan jalan ijtihad dan dalil-dalilnya, maka yang dikeluarkan

itu dinamai fiqih.66

F. Definisi Tentang Keadilan

Salah satu tujuan hukum adalah tercapainya keadilan. Oleh karena itu berikut ini

diuraikan tentang definisi adil menurut para ahli:

Definisi adil menurut N.E Algra : “apakah sesuatu itu patut dikatakan adil

(rechtvaardig) lebih banyak tergantung pada (rechmatigheid) pandangan pribadi seorang yang

menilai. Kiranya lebihbaik tidak mengatakan “ itu adil” tetapi mengatakan “ hal itu saya anggap

adil”, memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan suatu pendapat mengenai nilai secara

pribadi.67 Adil dalam Kamus Bahasa Indonesia, dari kata justice,dari kata juste (perancis) justus

(latin), jus (hukum) diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mengandung makna keadilan, berasal

dari bahasa Arab dari kata ػد („adl ) yang mengandung arti lurus, konsisten dan berimbang atau

sama dan patut.68. Dan adil bermakna tidak berat sebelah, tidak memihak, atau berpihak atau

berpegang kepada kebenaran atau sepatutnya, tidak sewenang-wenang.69

Dalam Kamus Bahasa Arab bahwa adil digunakan dalam istilah hukum

mengandung definisi sebagai berikut : ئػط ارء اخذ اػ٠ (memberikan apa yang menjadi milik

seseorang dan mengambil apa yang menjadi haknya).70 Di sini terlihat bahwa adil berhubungan

dengan hak yang harus diterima dan kewajiban yang harus dibayarkan. Sebagaimana kata (jus)

yang mengandung pengertian hukum (law) dan mengandung makna (right), berarti hak . 71

Adil menurut pandangan Rifyal Ka‟bah berasal dari kata justice (keadilan), dalam

bahasa Inggris, dari kata just, dalam bahasa Prancis juste. Bahasa Latin dari kata jus (hukum)

yang berarti : having a basis in or conforming to fact reason ( mempunyai dasar dalam fakta atau

sesuai dengan fakta atau akal) atau conforming to a standard of correctness ( cocok dengan

standar tentang suatu yang betul) atau acting or being in conformity with what is morally upright

or good ( berbuat atau keadaan sesuai dengan apa yang dipandang baik atau bagus secara moral.

66

Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta , 1975. 15.

67 Algra N.E., 7

68 Rifyal Ka‟bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta Univesitas Yarsi , 1999) : 28

69 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka Edisi II,1996), 7.

70 Majma‟ al-Lughah al-Arabiyyah, Jamhuriyah Mishr al-„Arabiyyah , Al-Mu‟jam al –Wasith , (Kaero, Dar al-Ma‟arif,

1980) : 588

71 Hendry Campbell Black, Black‟s Law Dictionary ,(St.Paul: west Publishing Co, 1990) , 657.

Page 50: Etprof Hakim Br

l

72 Adil adalah mengandung makna sesuatu yang sesuai dengan fakta atau logika dan sesuai

dengan norma baik dan buruk.

Mohammad Hashim Kamali, mendifinisikan adil sebagai : “placing something in its

righful placewhere it belongs (meletakkan sesuatu pada tempatnya yang benar di mana ia berasal)

dan adil juga mengandung makna : “according equal treatment to others or reaching a state of

equilibrium in transaction with them (memberikan perlakuan yang sama kepada orang lain atau

mencapai suatu keadaan berimbang dalam transaksi dengan orang lain)73

Pandangan Hans Kelsen keadilan adalah merupakan tatanan masyarakat : Bahwa

keadilan mengandung arti sebuah kualitas tatanan masyarakat yang mengatur hubungan timbal

balik antar manusia, yang mungkin diwujudkan. Tetapi tidak mesti selalu terwujud. Maka

keadilan adalah sebuah norma manusia, bila tingkah lakunya sesuai dengan norma sebuah

tatanan masyarakat dapat dikatakan adil dan adil, bila tatanan masyarakat tersebut mengatur

tingkah laku anggota-angotanya dengan cara yang dapat memuaskan semua orang dan dapat

membahagiakan banyak orang. Adil merupakan kebahagiaan sosial.74

Selanjutnya adil prespektif hukum Islam dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Terma-terma keadilan

Al-Qur‟an, setidaknya menggunakan tiga terma untuk menyebut keadilan, yaitu al-

„adl, al-qist, dan al-mizan. al-„adl, berarti “sama”, memberi kesan adanya dua pihak atau

lebih; karena jika hanya satu pihak, tidak akan terjadi adanya “persamaan

al-Qist, berarti “bagian” (yang wajar dan patut). Ini tidak harus mengantarkan

adanya “persamaan”. al-Qist lebih umum dari al-„adl. Karena itu, ketika al-Qur‟an menuntut

seseorang berlaku adil terhadap dirinya, maka kata al-qist yang digunakan. Allah SWT

berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak al-qist (keadilan),

menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (Surah 4: al-Nisa‟: 135).

72

Merriam-Webster collegiate Dictionary, 1994 terjemahan Rifyal Ka‟bah dalam artikel Just dan justice. Legal Justice,

Moral Justice and Social Justice, Makalah berkaitan dengan Kode Etik Hakim dalam Rapat Kerja Nasional terbatas

pada tanggal 25 s/d 29 September 2002 di Surabaya.

73 Mohammad Hashim Kamali, freedem, Equality and justice in Islam,(Kuala Lumpur, Ilmiah Sdn, Bhd, 1999) 140.

74 Hans Kelsen, What Is Justice, Law and Politics in Mirrror fo science .Barkeley and los Angeles , University of

California Press, 1957 : 1-2 dalam Rifyal Ka‟bah , Legal justice, Moral justice, social justice, dalam Makalah Kode

Etik Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Mahkamah Agung RI , 2005 : 97.

Page 51: Etprof Hakim Br

li

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak

keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan

kaum kerabatmu. jika iaKaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.

Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.

dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka

Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”75

al-Mi zan, berasal dari akar kata wazn (timbangan). al-Mi za n dapat berarti

“keadilan”. al-Qur‟an menegaskan alam raya ini ditegakkan atas dasar keadilan. Allah SWT

berfirman: (Surah 55 al-Rahman : 7).

“ Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).supaya

kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.”76

Bidang-bidang Keadilan

Dalam uraian macam-macam keadilan yang harus ditegakkan oleh ummat Islam di

muka bumi antara lain: keadilan bidang hukum, keadilan bidang ekonomi, keadilan bidang

politik, keadilan berkeyakinan, keadilan bidang pendidikan, dan keadilan bidang kesehatan.

a. Keadilan hukum

Ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, itulah ayat-ayat yang memerintahkan untuk

menegakkan keadilan hukum, kendati pada diri dan keluarga kita sendiri. Ketegasan tanpa

pandang kedudukan, suku dan strata golongan manusia, inilah yang juga diteladankan Nabi

Muhammad Saw.

عؼ١ذ زذثب ث ب ا١ث زذثب ع١ ػ بة اث ش ح ػ ػش ػب اهلل سػ - ػبئشخ ػ لش٠شب أ ز شأح أ ا١خ خض فمبا عشلذ از ا سعي ٠ى - ع ػ١ اهلل ط - ا ٠دزشب خ ئال ػ١ سعي زت أعب - ا

- . ع ػ١ اهلل ط سعي فى زذ ف أرشفغ » فمبي - ع ػ١ اهلل ط - ا زذد « . ا ث ـت لب لبي فخب ٠ب» ب ابط أ٠ ئ ػ لجى اؼؼ١ف عشق ئرا ، رشو اشش٠ف عشق ئرا وبا أ ا ف١ ألب ، اسذ ػ١ ا٠ ا خ أ ذ فبؿ ذ ث ـغ عشلذ س ذ م ب س ٣١٠ ص / ٢٢ ج - )اجخبس طس١ر « .٠ذ )

Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga bangsawan Suku al-

Makhzumiyah bernama Fatimah al-Makhzumiyah ketahuan mencuri bokor emas. Pencurian ini

membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi, jerat

hukum saat itu mustahil dihindarkan, karena Nabi Muhammad SAW sendiri yang menjadi

hakim-nya. Bayang-bayang Fatimah al-Makhzumiyah akan menerima hukum potong tangan

terus menghantui mereka sebagaimana firman Allah(Surah 5 al-Ma‟idah: 38).

75

Q.S. Surah 4: al-Nisa‟: 135

76 Q.S. 55. Surah al-Rahman : 7-8 .

Page 52: Etprof Hakim Br

lii

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)

pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu)

sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima

taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.77

Jika hukuman potong tangan ini benar-benar diterapkan, mereka akan menanggung

aib maha dahsyat, karena dalam pandangan mereka seorang keluarga bangsawan tidak layak

memiliki cacat fisik. Lobi-lobi politis pun digalakkan supaya hukum potong tangan itu bisa

diringankan atau bahkan diloloskan sama sekali dari Fatimah al-Makhzumiyah. Uang

berdinar-dinar emas dihamburkan untuk upaya itu. Puncaknya, Usamah bin Zaid, cucu Nabi

Muhammad Saw dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah, lantas dinobatkan

sebagai pelobi oleh Suku al-Makzumiyah. Kenapa Usamah? Karena Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi. Melalui

orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi itu akan menemui jalan mulus tanpa rintangan

apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari jerat hukun bisa tercapai. Apa yang terjadi?

Upaya lobi Usamah bin Zaid, orang dekatnya, itu justru mendulang dampratan keras dari Nabi

Muhammad Saw, bukannya simpati. Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat

ditawar sedikitpun, sampai oleh orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang:

“rusaknya orang-orang terdahulu, itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka

mereka melepaskannya dari jerat hukum. Tetapi ketika yang mencuri orang lemah, maka

mereka menjeratnya dengan hukuman. Saksikanlah! andai Fatimah binti Muhammad mencuri,

niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan

hukum, sampai pada orang yang paling disayanginya sekalipun.78

b. Keadilan ekonomi Islam tidak menghendaki adanya ketimpangan ekonomi antara satu orang dengan

yang lainnya. Karena itu, (antara lain) monopoli, penimbunan (al-ihtikar) atau apapun

istilahnya, sama sekali tidak bisa dibenarkan. Nabi Muhammad SAW melarang menimbun

barang kebutuhan pokok orang-orang Islam.

﴾رااحد﴿احتورػاس٠طؼاضرباهللاباحذااإلفالس

“Barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan

menghukumnya dengan penyakit supak dan kebangkrutan”. (H.R.Ahmad)79

Larangan demikian juga ditemukan dalam al-Qur‟an. Allah SWT berfirman:

(Q:S.59 al-Hasyr: 7).

77

Q.S 5: (al-Ma‟idah): 38.

78 Bukhari, Jamiu‟ al-Sahih al Bukhari, Juz 22. 31.

79 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, dalam Ahmad Al-Hasimi, Mukhtar al-Hadithi al-Nabawiyyah wa-al

hikam al-Muhammadiyyah, (Surabaya. Dar al-Ilmi) tt, terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta , Pustaka Amani, 1995),

440

Page 53: Etprof Hakim Br

liii

“ apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta

benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,

supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang

diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka

tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

(Q:S.59 al-Hasyr: 7). 80

Umar bin al-Khat t ab (khalifah Islam ke-2) pernah mengumumkan pada seluruh

masyarakat yang dipimpinnya, bahwa menimbun barang dagangan itu tidak sah dan haram.

Menurut riwayat Ibnu Majah, Umar berkata, “orang yang membawa hasil panen ke kota kita

akan dilimpahkan kekayaan yang berlimpah dan orang yang menimbunnya akan dilaknat. Jika

ada orang yang menimbun hasil panen atau barang-barang kebutuhan lainnya sementara

makhluk Tuhan (manusia) memerlukannya, maka pemerintah dapat menjual hasil panennya

dengan paksa.”

Dalam pandangan Khalifah Umar ibn al-Khatt ab, pemerintah wajib turun tangan untuk

menegakkan keadilan ekonomi, sehingga ketika ada oknum-oknum tertentu melakukan

monopoli. Sehingga banyak pihak yang terugikan secara ekonomi, pemerintah tidak bisa tinggal

diam apalagi malah ikut menjadi bagian di dalamnya. Membiarkan dan atau menyetujui

perbuatan mereka sama halnya berbuat kezaliman itu sendiri. 81

c. Keadilan politik

Dalam melaksanakan pemerintahan diperintahkan agar pemimipin melakukan

keadilan kepada rakyat yang dipimpin, terlebih para hakim yang menangani perkara yang

diamanatkan kepadanya, sebagaimana sabda Rasul Allah SAW.

سببؼة١ظاهللافظ٠لارساهللاصاهللاػ١سػابر١رةرضاهللاػلا

رجيلبؼكباسجدئذاخرجحت ١ؼدا٠شاب شأفػبادةاهللائاػادالظياالظ

هللاجتؼاػ١افترلاػ١ رجذىراهللافخةففاضتػ٠ارجدػتئرأة ١رجالتحاباف

ذاتصبجاافسافمائاخافاهللارباؼا٠رجتصدكبصدلةفأخفاا

﴾راابخار﴿حتالتؼشااتفق٠٠ ”Dari Abu Hurairah RA. Rasul Allah SAW bersabda: “Ada tujuh golongan yang bakal

dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali

naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada

Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu

melakukan shalat berjamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah,

80

Q.S.59( al Hasyr) :7.

81 Ibn Qayyim al-Jauziyah, Al-Turuq al-Hukmiyah fi al-Shiyasah al-Shar‟iyyah, alih bahasa Adnan Qohar dan

Anshoruddin, (Yogjakarta , Pustaka Pelajar, ceti II 2007) , 23.

Page 54: Etprof Hakim Br

liv

keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, dan seseorang yang berdzikir (mengingat)

Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.seseorang yang

diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk bezina), tapi ia mengatakan: "Aku takut

kepada Allah", seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai

tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya.”(HR.Bukhari). 82

Pemerintah atau pemimpin yang adil akan memberi hak pada yang berhak, yang

komitmen bertanggungjawab pada warganya. Tidak mudah menjadi pemimpin adil. Karena itu,

kita tidak seharusnya berebut menjadi pemimpin. Inilah sebabnya Umar bin al-Khattab menolak

usul pencalonan anaknya, Abdullah bin Umar, sebagai penggantinya. Namun prinsipnya, Islam

memandang siapapun berhak menjadi pemimpin tanpa melihat latar belakangnya, meskipun

orang Habasyah (Etiopia sekarang) yang rambutnya kriting laksana gandum sekalipun. Dan,

sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW, kepemimpinannya harus ditaati.

لاي ػ اهللا رض اه ب أس ػ ات١اح أب ػ شؼبة ػ سؼ١د ب ٠ح١ حدثا سدد حدثا

رأس وأ حبش ػبد ػ١ى استؼ ئ أط١ؼا اسؼا) س ػ١ اهللا ص اهللا رسي لاي

﴾زب١بة

١٢٩ص ٦ج - ابخار صح١ح

“ Diriwayatkan oleh Musaddad dari Yahya bin Sa‟id dari Shu‟bah dari Abi Al-Tiyyah dari

Anas bin Malik RA. Berkata, Bersabda Rasulullah SAW . “ Dengarkan dan taatilah olehmu

siapa yang memimpin kamu tanpa melihat latarbelakang meskipun pemimpin itu dari orang

Habasyah yang rambutnya keriting (H.R. Bukhari). 83

d. Keadilan berteologi atau berkeyakinan

Islam memberikan kebebasan penuh bagi siapapun untuk menjalankan keyakinan

yang dianutnya. Termasuk keyakinan yang berbeda dengan Islam sekalipun. Konsekuensinya,

kebebasan mereka ini tidak boleh diganggu-gugat. Bahkan Muhammad Syahru r 84menyatakan,

percaya pada kekebasan manusia untuk berkeyakinan adalah satu dasar akidah Islam yang

pelakunya dapat dipercayai beriman pada Allah SWT. Sebaliknya, kufur adalah tidak mengakui

kebebasan manusia untuk memilih beragama atau tidak beragama.

Bukti kebebasan ini, antara lain: Allah SWT berfirman:

82

Bukhari, Imam Al Bukhaari, Jami‟u Shahih Al-Bukhari, Terjemahan Al-Hashimy, Sayid Ahmad, Mukhtar al-Ahadithi

al Nabawiyah, Terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta, Pustaka Amani Cet.I 1995).258.

83 Ibid: Al-Bukhari, Jami‟u sahih al-Bukhari, Juz 6 : 129 Terjemahan Al-Hashimy, Sayid Ahmad, Mukhtar al-Ahadithi

al Nabawiyah, Terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta, Pustaka Amani Cet.I 1995).

84 Sharur, Muhammad Shahrur, Nahwu Usul Jadidah Lil-al-Fiqh al-Islami, terjemahan K.H. Mustain Syafi‟I dan Sahiron

Syamsuddin,( El SAQ Press, Jogjakarta, vet II) , 2004: 123.

Page 55: Etprof Hakim Br

lv

“ Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa

yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia

kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum

dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling

buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal

saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan

amalan(nya) dengan yang baik. (Surah :18 al-Kahfi : 29).85

Dan firman Allah yang lain dalam (Q.Su rah 2.al-Baqarah: 256).

“ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang

benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan

beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat

kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Allah

pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)

kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan,

yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah

penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.Su rah 2.al-Baqarah: 256-257).86

Yang penting diperhatikan, adalah bahwa pilihan kepercayaan apapun yang kita

anut, semua memiliki konsekuensinya masing-masing. Kesadaran untuk memilih keyakinan

harus pula dibarengi oleh kesadaran akan konsekuensinya, sehingga pilihan kita betul-betul

sebagai pilihan yang bertanggungjawab dan bisa dipertanggungjawabkan.

85

Q. S :18( al-Kahfi ): 29-30

86 Q.S 2: (al-Baqarah): 256-257.

Page 56: Etprof Hakim Br

lvi

2. Keadilan kesehatan

Islam telah mengajarkan untuk dan memperhatikan tercapainya kesejahteraan,

kesehatan masyarakat secara adil dan merata sebagaimana yang telah disampaikan Rasulullah

SAW dalam hadith qudsi sebagai berikut:

ػابر١رةرضاهللاػلارساهللاصاهللاػ١سئاهللاػزج٠مي٠ام١اة

١اابادرضتفتؼدلا٠اربى١فاػدهاترباؼا٠لاأاػتاػبدف

ال

﴾راس﴿رضفتؼدااػتاهػدتجدتػد 87

Abu Hurairah RA. meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya Allah

SWT berfirman pada hari kiamat: Wahai bani Adam, Aku sakit dan kamu tidak menjenguk-

Ku. Bani Adam bertanya: Wahai Rabbku, bagaimana bisa aku menjenguk-Mu sedang Engkau

adalah Tuhan sekalian Alam? Allah menjawab: Tidakkah kamu melihat seorang hamba-Ku

sedang sakit dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu mengetahui, andaikata kamu

menjenguknya, kamu mendapati-Ku di sisinya? (HR. Imam Muslim).

Hadith kudsi di atas menunjukkan, jika kita “menjenguk” dalam pengertiannya

yang luas tetangga kita yang sakit, maka kita akan menemukan Allah SWT di sana. Tidak

“menjenguk”nya berarti tidak menemukan-Nya, maksud hadith tersebut agar kita bisa

merenungkannya masing-masing. Yang jelas, dalam hal ini pemerintah juga wajib

“menjenguk” warganya yang sakit. Siapapun dia dan apapun latar belakangnya, adapun cara

“menjenguk”nya bisa dengan pengobatan geratis, atau membantu biaya perawatan bagi yang

sakit dan sebagainya.

3. Keadilan pendidikan

Setiap muslim kewajiban menuntut ilmu, sebab dengan ilmu kaum muslimin

tercapainya derajat yang tinggi. Sebagaimana firman Allah dalam (Surah 5. al-Mujadilah: 11).

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam

majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila

dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 88

87

Muslim, Sahih Muslim, dalam Sayid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar Ahadithi Nabawiyyah, Terjemahan Mahmud Zaini,

(Jakarta, Pustaka Amani Cet 1 1995), 567.

88 Q.S.5. (al-Mujadilah): 11

Page 57: Etprof Hakim Br

lvii

Nabi Muhammad SAW bersabda:

ػأسرضاهللاػلارساهللاصاهللاػ١سطباؼفر١ضةػىسئطباؼ

﴾رائبػبدابر﴿٠ستغفرويشءحتاح٠تافابحر 89.

“Dari Anas RA. Bersabda Rasulullah SAW “ Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim,

orang menuntut ilmu itu dimohonkan baginya oleh semua makhluk hingga ikan-ikan yang

ada dilaut (HR.Ibn Abd al-Bar).

Setidaknya dua argumen ini, memberikan pengertian bahwa menuntut ilmu atau

mendapatkan pendidikan, adalah hak bagi siapapun tanpa pandang latar belakang.

5. Universalisme keadilan dalam Islam

Keadilan dalam Islam itu universal dan tidak mengenal batas-batas, baik batas

nasionalitas, kesukuan, etnik, bahasa, warna kulit, status (sosial, ekonomi, politik), dan

bahkan batas agama sekalipun. Pada orang yang berbeda keyakinan dan bahkan hewan

sekalipun, keadilan harus ditegakkan.

Penegakan hukum dan keadilan, harus berlaku secara adil tidak pandang ada

hubungan kerabat, tidak boleh memandang strata atau kedudukannya, adil untuk semua.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.Surah 4: al-Nisa': 135.

“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,

menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum

kerabatmu. jika kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika

kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah

adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (Q.Surah 4: al-Nisa': 135). 90

Jika mengadili suatu perkara janganlah didasari karena kebencian terhadap sesuatu

kaum, mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Hendaklah selalu menegakkan (kebenaran)

karena Allah.

89

Ibnu Abd al-Bar, dalam Al-Hasimi Sayyid Ahmad, Mukhtar al-Hadithi al-Nabawiyyah wa-al hikam al-

Muhammadiyyah, (Surabaya. Dar al-Ilmi) tt, terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta , Pustaka Amani, 1995), 290

90 Q.S. 4: (al-Nisa'): 135-136

Page 58: Etprof Hakim Br

lviii

“ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu

menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali

kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku

adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.Surah :5 al-Maidah : 8) 91

Orang berbeda agama pun wajib diberi keadilan. Allah berfirman dalam Q.Surah 68

al-Mumtahanah:8-9.

“ Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang

tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya

melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama

dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan

barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

(Q.Surah 68 al-Mumtahanah:8-9). 92

6.Pelaksanaan keadilan

Islam hanya menekankan prinsip keadilan dan pentingnya keadilan bagi semua.

Perihal bagaimana cara mendapatkan keadilan, itu sepenuhnya diserahkan pada umatnya.

Termasuk bagaimana membangun negara yang akan menjadi sarana tercapainya keadilan, itu

juga tidak diatur oleh Islam. Mau berasas Islam, sekuler, demokrasi, teokrasi, teodemokrasi, dan

apapun namanya, yang penting ditekankan adalah keadilan.

Yang jelas, siapapun kita, baik sebagai individu maupun pemerintah, harus

menjadi martir penegakan keadilan sesuai jangkaun wilayah kita. “Kalian semua adalah

pemimpin, dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian”,

pesan Rasul Allah Muhammad SAW.

حدثا اػ١ اه حدث ئس ػبد ػ ا د٠ار ب ػبد ػ ا ر ب - ػا اهللا رض - ػ رسي أ ػ١ اهللا ص - ا

أال » لاي - س ، راع وى سئي وى ػ ، رػ١ت ا راع ااس ػ اذ فاإل سئي ػ ، رػ١ت راع ارج

91

Q.S :5 : (al-Maidah) : 8

92 Q.S. 68 : (al-Mumtahanah) :8-9).

Page 59: Etprof Hakim Br

lix

ػ أ ب١ت سئي ػ رأة ، رػ١ت ػ راػ١ة ا ا ب١ت أ ج ز د سئة ػبد ، ػ ػ راع ارج

اي س١د سئي أال ، ػ راع فىى سئي وى ػ ٣٥٤ص ٢٣ج - ابخار صح١ح «رػ١ت

93

“ Diriwayatkan oleh Ismail dari Malik dari Abdullah ibnu Dinar diriwayatkan dari Abdullah

Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda. “ Ingatlah kamu semua adalah

pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Suami adalah pemimpin terhadap keluarganya, isteri adalah pemimpin terhadap kebaikan rumah

tangganya dan anak-anaknya akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya,

pembantu adalah pemimpin atas keselamatan harta tuannya, dan akan diminta

pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, ingatlah kamu semua adalah pemimpin dan akan

diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. (HR. Al-Bukhari)

7. Buah keadilan Keadilan dalam hal apapun, akan membuahkan kedamaian dan kesejahteraan

terpainya kemaslahatan bagi umat. Dan ini lebih mungkin dilaksanakan oleh para pemimpin

atau pemerintah.

زظسفاإلبػاشػ٠خ ؽ جبظسخ

“Setiap tindakan pemerintah atau otoritas mengatur yang berkaitan dengan rakyat senantiasa

terkait dan bertujuan tercapainya kemaslahatan masyarakat. 94

M. Quraysh Shihab dalam Tafsir Al- Mishbah 95 terkait dengan perintah

melaksanakan amanah, ditekankan bahwa amanah tersebut harus ditunaikan kepada ahlinya

( ) yakni pemiliknya, dan ketika memerintahkan menetapkan hukum dengan adil, dinyatakan

“ apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia”. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil

itu ditujukan terhadap manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanah maupun

keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, suku atau ras.

Ayat-ayat Al Qur‟an yang menekankan hal ini sungguh banyak. Salah satunya berupa teguran

kepada Nabi SAW yang hampir saja terpedaya oleh dalih seorang muslim yang munafik, yang

bermaksud mempersalahkan seorang Yahudi.

Dalam konteks inilah turun firman Allah dalam Al Qura‟an Surat 4 An Nisa‟: 105

yang berbunyi :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa

kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan

93

Bukhari, Jami‟u Sahih al-Bukhari, Juz 23 : 354.

94 Al-Suyuti, Al Ashbah Wa al- Nazair, hal. 60. Lihat pada Abu Yusuf, : Al Kharraj, dalam Dahlan dkk.Insiklopedi

Hukum Islam, (Jakarta Van hove Jilid I. 1999): 199.

95 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, (Jakarta, Lentera hati , Ciputat 2007 : vol II ), 481-482

Page 60: Etprof Hakim Br

lx

kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena

(membela) orang-orang yang khianat”.96

Nabi SAW, telah mengingatkan hal ini dengan sabda beliau :

﴾رااحد﴿ػابر١رةرضاهللاػلالارسياهللاصاهللاصاهللاػ١سدػةاظستجابة ئوافاجراففجرػفس

“ Berhati-hatilah doa orang yang teraniaya diterima Allah, walaupun dia durhaka, (karena)

kedurhakaannya dipertanggungjawabkan oleh dirinya sendiri “ (HR. Ahmad )97

G.Asas Hukum Acara dan Kode Etik Hakim menurut Umar bin Khat t ab

Dalam sejarah Peradilan Islam, telah diterapkan bagaimana beracara di hadapan

peradilan. Dalam hal ini dikenal dengan “Risalah Umar bin Khat t ab” yang telah ditulis oleh

Ibnu Al-Qayyim Al Jauziyyah, merupakan pegangan bagi para hakim di lingkungan peradilan

agama di Indonesia dan muatan risalah tersebut mengandung asas-asas peradilan terkait hukum

acara dan etika hakim yang harus diikuti oleh para hakim. 98 yang bunyinya sebagai berikut:

امؼبء ف ػش خـبة

ث خؼفش ػ ؼ١ أث لبي ثشلب ث خؼفش ػ شب ث وث١ش ثب ػج١ذ أث لبي ث اهلل ػجذ أث ئدس٠ظ ثب ػ١١خ ث عف١ب لبي اؼا أث ػ اجظش ؼش ػ ثشلب

ثب ٠ىزت وب از اخـبة ث ػش سع ػ فغأز ثشدح أث ث عؼ١ذ أر١ذ لبي ئدس٠ظ فشأ٠ذ وزجب ئ١ فأخشج ثشدح أث ئ أط لذ ع أث وب األشؼش ع أث ئ فا ثؼذ أب ع أث ئ ػش وزت لبي اؼا أث زذ٠ث ئ سخؼب ب وزبة ف

آط فبر ال ثسك رى ٠فغ ال فا ئ١ه أد ئرا فبف زجؼخ عخ سىخ فش٠ؼخ امؼبءشش٠ف ٠ـغ ال زز لؼبئه خه ف دغه ف ابع ػؼ١ف ١٠أط ال ز١فه ف

طسب ئال اغ١ ث١ خبئض اظر أىش ػ ا١١ اذػ ػ اج١خ ػذه ث١ فا ئ١ ٠ز أذا فبػشة ث١خ أ غبئجب زمب ادػ زالال زش أ زشاب أز

أخ اؼزس ف أثغ ره فا امؼ١خ ػ١ اعزسذ ره أػدض ئ ثسم أػـ١ز رشاخغ أ ششذن ف١ فذ٠ذ سأ٠ه ف١ فشاخؼذ ا١ ف١ لؼ١ذ لؼبء ٠ؼه ال ؼبء

اجبؿ ف ازبد خ١ش اسك شاخؼخ شء ٠جـ ال لذ٠ اسك فا اسك ف١ أ زذ ف ددا أ صس شبدح ػ١ دشثب ئال ثؼغ ػ ثؼؼ ػذي اغ

96

M. Quraish Shihab menjelaskan, bahwa ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan

pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah

tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan

oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada Nabi s.a.w. dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, Kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, Nabi

sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. 97

Ahmad Ibnu Hanbal, dalam Ahmad Al-Hashimi, Mukhtar al-Hadithi al-Nabawiyyah wa-al hikam al-

Muhammadiyyah, (Surabaya. Dar al-Ilmi) tt , terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta , Pustaka Amani, 1995),233

98 Ibnu al-Qayyim al-Juziyyah, „Ilam al-Muwaqi‟in, Juz 1 (Maktabah Syamilah, Lebanon, Al Maktabah wa al-Matbaah,

1381 H), 86.

Page 61: Etprof Hakim Br

lxi

ئال اسذد ػ١ عزش اغشائش اؼجبد ر رؼب اهلل فا لشاثخ أ الء ف ظ١ب ث عخ ال لشآ ف ١ظ ب ػ١ه سد ب ئ١ه أد ف١ب اف اف ث اإل٠ب ثبج١بد

ثبسك أشجب اهلل ئ أزجب ئ رش ف١ب اػذ ث األثبي أػشف ره ػذ األس لب٠ظ أث شه اخظ أ اخظخ ػذ ازىش ثببط ازأر اؼدش امك اغؼت ئ٠بن

ث اهلل ٠خت ب اسك اؿ ف امؼبء فا ػج١ذ

وب ب ئال اؼجبد ٠مج ال رؼب اهلل فا اهلل شب فغ ف ١ظ ثب رض٠ اهلل سزخ ػ١ه اغال سزز خضائ سصل ػبخ ف اهلل ػذ ثثاة ظه فب خبض

ث١ ث١ ب اهلل وفب فغ ػ اسك ف ١ز خظذ ف ازوش ث ٠سغ األخش ابط

“ Bahwa sesungguhnya peradilan itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT,

dan suatu sunnah Rasul yang harus diikuti. Maka fahamilah benar-benar jika kepadamu

diajukan suatu perkara dan selesaikanlah setelah jelas bagimu, karena tiadalah berguna suatu

ucapan tentang kebenaran tanpa realisasi. Persamakanlah kedudukan semua orang di dalam

majelismu, pandanganmu dan putusanmu dan orang-orang lemah takkan berputus asa atas dari

keadilanmu.

Pembuktian pertama-tama dibebankan kepada penggugat, kemudian setelah ia tidak mampu,

maka barulah pembuktian dialihkaan kepada tergugat dengan cara mengangkat sumpah.

Perdamaikan di kalangan orang muslim yang bersengketa boleh saja dilakukan, kecuali

perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

Barang siapa yang mengaku mempunyai hak, tetapi ia belum sempat membuktikan ketika itu,

maka hendaklah ditunda perkaranya ke waktu tertentu dan apabila ia mengemukakan alat-alat

bukti yang meyakinkan, maka berilah haknya, dan jika tidak mampu, maka selesaikanlah

persoalan. Yang demikian itu adalah lebih beralasan dan lebih tepat dan janganlah kamu

dihalangi oleh putusan yang kamu telah ambil pada suatu ketika untuk meninjau kembali

pendapatmu, dengan demikian kamu mendapat hidayah karena kecerdasanmu kembali kepada

yang hak .

Sesungguhnya kebenaran (hak) itu adalah qadim, tidak mungkin dibatalkan oleh sesuatu, dan

merujuk yang hak itu adalah lebih utama daripada tetap bergelimang di dalam kebathilan.

Orang-orang muslim itu adalah adil terhadap sesamanya, kecuali orang-orang yang pernah

menjadi saksi palsu, atau pernah dijatuhi hukum dera, atau tertuduh memberikan kesaksian

karena famili dan kerabat.

Sesungguhnya hanya Allah jualah yang mengetahui rahasia hambanya dan Dialah yang

melindungi dari hukuman sebelum ada bukti-bukti.

Kemudian, fahamilah benar-benar persoalan yang diajukan kepadamu tentang perkara yang

tidak terdapat di dalam Al-Qur‟an atau Sunnah Rasul. Lalu pergunakanlah qiyas (analog) dalam

keadaan yang demikian itu dengan terlebih dahulu berusaha untuk mengetahui contoh-

Page 62: Etprof Hakim Br

lxii

contohnya. Kemudian pegangilah yang menurut pendapatmu lebih disenangi oleh Allah dan

lebih dekat kepada kebenaran.”99

H.Tujuan dan Fungsi Hukum

Dari berbagai literatur penulis akan menyampaikan tujuan hukum dan fungsi hukum,

baik dari hukum konfensional yang berlaku di dunia, dan tujuan hukum dan fungsi hukum yang

bersumberkan dari literatur hukum Islam.

1. Tujuan hukum

Penulis dalam hal ini membedakan antara fungsi dan tujuan hukum, sebagaimana

yang telah diungkapkan oleh Achmad Ali bahwa sering terjadi dicampur adukkan istilah

“fungsi hukum” dan “tujuan hukum”. Misalnya tentang kendaraan pesawat garuda adalah

sebagai alat yang berfungsi untuk mengangkut penumpang dan pesawat mempunyai tujuan

ke kota tertentu.100

Tujuan hukum dilihat dari 3(tiga) sudut pandang:

a. Dari sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau dari sudut pandang yuridis

dogmatis, maka tujuan hukum akan dititik beratkan pada segi “kepastian hukum.”

b. Dari sudut pandang ilmu filsafat hukum, maka tujuan hukum akan dititik beratkan pada

segi “keadilan.”

c. Dari sudut pandang ilmu sosiologi hukum, maka tujuan hukum menitik-beratkan pada

segi “kemanfaatan.”

Selanjutnya, Achmad Ali mengklasifikasikan menjadi 2(dua) kelompok teori

hukum, masing-masing:

a. Ajaran Konvensional : bahwa tujuan hukum adalah 3 (tiga) macam:

- Ajaran Etis, bahwa asasnya tujuan hukum semata-mata hanya bertujuan untuk mencapai

keadilan.

- Ajaran Utilitis, yang menganggap bahwa asasnya tujuan hukum adalah semata-mata

untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga masyarakat.

- Ajaran Normatif-Dogmatik. yang menganganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum

adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.101

99

Salam Madkur, Al-qada‟ fi- al Islam, alih bahasa M. Imran,(Surabaya, Bina Ilmu, 1978), 5.

100 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta, PT.Gunung Agung, 2002),

72.

101 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum : 73.

Page 63: Etprof Hakim Br

lxiii

b. Ajaran Modern : bahwa tujuan hukum adalah 2 (dua) macam:

Ajaran Prioritas Baku, adalah yang diajarkan oleh Gustav Raddbruch, seorang filosof

Jerman, dengan mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar tujuan hukum, yaitu 1.

Keadilan; 2. Kemanfaatan, 3. Kepastian hukum.

Ajara Prioritas yang Kasuistis, adalah ajaran Gustav Raddbruch tersebut dengan

perkembangan multi modern kadang justeru bertentangan dengan kebutuhan hukum

dalam kasus-kasus tertentu. Kadang adakalanya untuk suatu kasus memang tepat dan

patut diprioritaskan “keadilan” yang lebih utama ketimbang “kemanfaatan”

dan“kepastian”. Ada kalanya dalam kasus yang lain perlu diprioritaskan “kemanfaatan”

dari pada “keadilan” dan “kepastian”. Terkadang adakalanya prioritas “kepastian”

dibandingkan “keadilan” dan “kemanfaatan”.

Menurut Achmad Ali, tujuan hukum bila hanya ditujukan pada keadilan saja

adalah subyektif dan abstrak. Oleh karena itu, ada 3(tiga) tujuan hukum itu adalah keadilan,

seharusnya bersama-sama dengan kemanfaatan dan kepastian hukum. Dijadikan tujuan

hukum prioritas adalah sesuai dengan kasus in konkreto. 102

2. Fungsi hukum:

Jika hukum untuk mencapai tujuan, maka hukum harus difungsikan sebagaimana

fungsi yang sebenarnya, tergantung tujuan apa yang akan dicapai. Oleh karena itu, Achmad

Ali, membagi fungsi hukum adalah 5(lima) macam:

a. Fungsi hukum sebagai “ a tool social control” yaitu fungsi hukum adalah sebagai salah

satu alat kontrol sosial di dalam masyarakat. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian

sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana

yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum, dan apa sanksi atau

tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.103 Terlaksana

atau tidak terlaksananya fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial ditentukan oleh 2

(dua) hal yaitu: 1. Faktor aturan hukumnya sendiri; 2. Faktor pelaksana (orang)

hukumnya.104

Zainal Abidin Faried berpendapat, bahwa “kalau saya disuruh memilih antara

hukum yang baik dengan pelaksanaan yang buruk, dan hukum yang buruk dengan

pelaksanaan yang baik, maka saya memilih hukum yang buruk dengan pelaksanaan

yang baik. Tentu lebih baik lagi jika baik aturannya maupun pelaksanaannya juga

baik.”105

102

Ibid : 75.

103 Ronny Hantijo Soemitro, Masalah-Masalah Sosiologi Hukum, (Bandung, Sinar Baru, 1984) 134.

104 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum(suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis: 89.

105 Andi Zainal Abidin Farid, Persepsi Orang Bugis Makassar tentang Hukum, Negara dan Dunia Luar, (Bandung,

Alumni, 1983) 45. Dan Dalam Achmad Ali, Munguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) : 89.

Page 64: Etprof Hakim Br

lxiv

b. Fungsi hukum sebagai “a tool social engineering”,fungsi hukum sebagai alat untuk

mengubah masyarakat106. Konsep ini dipelopori oleh aliran historis hukum Friederich

Karl von Savigny dengan teori “Volksgeist”, artinya, jiwa rakyat, yaitu hukum lahir

merupakan kebiasaan hukum masyarakat, kemudian dari putusan hakim. Selanjutnya,

diciptakan hukum

itu oleh kemauan kekuatan dari dalam yang bekerja secara diam-diam oleh kemauan

sendiri legeslatif sebagaimana sekarang berjalan abad sekarang.

Menurut Achmad Ali, “ tool social engineering” dapat diartikan rekayasa

sosial, dan oleh karena itu agar efektifitas peraturan yang dibuat itu mempunyai hasil

maksimal. Ada empat (4) faktor sebagaimana yang diungkapkan oleh Adam

Podgorecki sebagai berikut:

1. Menguasai dengan baik situasi yang dihadapi;

2. Membuat suatu analisis tentang penilaian-penilaian yang ada serta menempatkan

dalam suatu urutan hirarkhi. Analisis dalam hal ini mencakup pula asumsi mengenai

apakah metode yang akan digunakan tidak akan lebih menimbulkan suatu efek yang

memperburuk keadaan.

3. Melakukan verivikasi hipotesis-hipotesis seperti apakah suatu metode yang

dipikirkan untuk digunakan pada akhirnya nanti memang akan membawa kepada

tujuan sebagaimana yang dikehendaki.

4. Pengukuran terhadap efek perundang-undangan yang ada.107

c. Fungsi hukum sebagai simbol.

L.B. Curzon menjelaskan, yang dimaksud dengan hukum adalah berfungsi

sebagai simbolis, yaitu : “involves the process whereby persons consider in simple term

the social relationships and other phenomena arising from their interaction” 108(segala

hal yang mencakup proses-proses yang dilakukan oleh manusia menerjemahkan atau

memahami atau mengartikan suatu istilah yang sederhana tentang hubungan sosial dari

fenomena-fenomena yang tibul dari akibat interaksi dengan orang lain).

Achmad Ali memaknakan hukum adalah simbol, karena simbolis itu

mencakup proses-proses jika seseorang menerjemahkan atau menggambarkan atau

mengartikan dalam suatu istilah yang sederhana tentang perhubungan sosial serta

fenomena-fenomena lainnya yang timbul dari interaksinya dengan orang lain. Contoh,

pencuri atau tindakan pencurian ialah: “ seseorang yang mengambil barang orang lain

106

Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan sosial , (Bandung ,Alumni 1981), 104.

107 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum(suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis , 90

108 L.B. Curzon, Jurisprudence, M & E Hand Book, dalam Achamd Ali, Menguak Tabir Hukum(suatu Kajian Filosofis

Dan Sosiologis) : 97.

Page 65: Etprof Hakim Br

lxv

dengan maksud memiliki dengan jalan melawan hukum”. Oleh hukum pidana

disimbulkan sebagai tindakan pidana yang seyogyanya dihukum.

d. Fungsi hukum sebagai alat politik

Hukum dan politik sulit untuk dipisahkan. Terlebih lagi khususnya hukum yang

berkaitan langsung dengan negara. Hukum (khususnya hukum tertulis) adalah sebagai alat

politik. Hukum merupakan hal yang universal. Apalagi jika dikaitkan dengan fungsi

hukum sebagai alat rekayasa sosial (a tool of social engineering), maka peranan penguasa

politik terhadap hukum adalah sangat besar. Sebagaimana yang berlaku di negara

Indonesia Dewan

Perwakilan Rakyat dan Pemerintah berperan secara politik untuk memproduk

peraturan perundang-undangan yakni berupa hukum tertulis. Posisi negara dalam rangka

membangunan di segala bidang sangat memerlukan legalitas dari sektor hukum.109

e. Fungsi hukum sebagai mekanisme untuk integrasi.

Seperti kita ketahui bahwa di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat

berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang bisa selaras

dengan kepentingan lain, tetapi ada juga kepentingan itu yang menyulut konflik dengan

kepentingan lain. Hukum sering disalah artikan, ia hanya berfungsi jika terjadi konflik.

Padahal hukum berfungsi sebelum konflik itu terjadi. Dengan demikian hukum berfungsi :

1. Sebelum ada konflik;

2. Setelah ada konflik;

Atau dapat dikatakan ada 2 (dua) penerapan hukum yaitu :

1. Penerapan hukum dalam hal tidak ada konflik, misalnya jika seorang pembeli

barang telah membayar harga barang, dan penjual menyerahkan barang yang

dibelinya dan telah menerima uang pembayaran sesuai harganya, pembeli telah

menerima barang yang dibelinya;

2. Penerapan hukum dalam hal terjadi konflik, misalnya si pembeli sudah membayar

lunas harga barang, tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah

dijualnya;

Sehubungan dengan hal itu, maka fungsi hukum sebagai mekanisme untuk

melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat dan juga berlaku

jika tidak ada konflik maupun setelah ada konflik. Perlu diketahui penyelesaian konflik-

konflik kemasyarakatan, bukan hanya hukum satu pengintegrasian, melainkan masih

109

Ibid : 99.

Page 66: Etprof Hakim Br

lxvi

banyak terdapat sarana pengintegrasian lainnya seperti kaidah agama, kaidah moral dan

lain-lainnya.110

Dalam prespektif sosio-historis Islam, pemberlakuan hukum Islam itu

diformulasikan tujuanya diarahkan kepada nilai-nilai kemaslahatan, keselamatan ummat

dan tegaknya keadilan. Yang dikonsepsikan dengan Al-dlaruriyat al-khamsah (lima hak

dasar manusia) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Abu al-Ma‟ali al-Juawainy (419-

478 H) dan al-Ghazaly (401- 514 H) hukum Islam dilegeslasikan di muka bumi oleh

Allah SWT adalah untuk memelihara agama (hifdl al-din), untuk memelihara jiwa (hifdl

al-nafs), untuk memelihara akal ( hifdl al-„aql), untuk memelihara keturunan (hifdl al-

nasl) dan untuk memelihara harta (hifdl al-mal)111

Dan keberlakuan hukum Islam dalam sejarah dan sosio kultural

sebagaimana telah diungkapkan oleh Rifyal Ka‟bah 112 Bahwa keberlakuan hukum

Islam dalam bingkai negara Republik Indonesia. Indonesia sebagai penduduk mayoritas

Muslim telah menerapkan hukum Islam bahkan sejak abad pertama Hijrah ketika Islam

masuk melalui Aceh dan Jawa Timur. Penerapannya bersifat sporadis, tergantung

kepada penguasa lokal dan kondisi-kondisi setempat. Penerapannya mulai meningkat

dan teratur setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Tulisan ini menjelaskan

tentang perkembangan ini secara umum sampai sekarang.

Penerapan Hukum Islam, Rifyal Ka‟bah mengikuti teori Mustafa Azzarqa

dari Suriah, yang diikuti oleh Ziya Gokap dari Turki, hukum Islam terbagi pada hukum

yang bersifat diyani dan hukum yang bersifat qada ‟i.113

Disebut diyani karena bersifat keagamaan yang tergantung kepada ketaatan

dan kepatuhan individu kepada ajaran agamanya. Disebut qadha‟i yang bersifat yudisial

yang memerlukan kekuasaan negara untuk penerapannya terutama bila terjadi sengketa

antara pihak-pihak dan terjadi pelanggaran hukum. Hukum diyani sudah berlaku sejak

lama di Indonesia mengikuti tradisi turun menurun. Misalnya masyarakat melaksanakan

perkawinan melalui para penghulu atau P3NTR. Membagi waris sesuai hukum faraid,

memungut dan membagikan zakat, melaksanakan wasiat, hibah, sadaqah dan wakaf.

Semua itu dilakukan berdasarkan fiqih para fuqaha dan fatwa para ulama.

Sedangkan hukum yang bersifat qada‟i berhubungan dengan hukum negara

dan peradilan untuk penyelesaian sengketanya. Misalnya masalah perkawinan, nikah,

talak dan rujuk dicatat oleh pegawai yang berwenang dan dalam hal perceraian,

pengasuhan anak, harta bersama dan nafkah dilakukan melalui peradilan agama atau

Mahkamah Syar‟iyah. Begitu juga masalah kewarisan yang dibagi menurut hukum

faraid dan dalam hal terjadi sengketa diselesaikan melalui peradilan agama atau

110

Ibid : 101.

111 Rachmat Djatnika, Jalan Mencari Hukum Islami Upaya ke Arah Pemahaman Metodologi Ijtihad, (Jakarta, Ikaha,

Kemudi Mas Abadi, 1994) : 15l-151.

112 Disampaikan dalam Rakernas Mahkamah Agung RI Tahun 2012 bersama para hakim tingkat banding di Manado

tanggal 31 Oktober sampai dengan 3 Nopember 2012.

113 Rifyal Ka‟bah, Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia, Materi Rakernas Mahkamah Agung RI di Manado tahun

2012 tanggal 31 Oktober s/d 3 Nopember 2012 dalam Komisi Lingkungan Peradilan Agama.

Page 67: Etprof Hakim Br

lxvii

Mahkamah Syar‟iyah. Masalah zakat, infaq dan sadaqah serta waqaf dicatat oleh

pegawai yang berwenang dan dalam hal terjadi sengketa diselesaikan melalui peradilan.

Masalah zakat dan haji juga diatur menurut undang-undang dan peraturan

pemerintah tersendiri. Semua hukum qadha‟i ini pada umumnya tidak mempunyai

sanksi pidana kecuali beberapa qanun atau peraturan daerah di Provinsi Aceh sebagai

provinsi khusus yang menerapkan hukum syariah. Di sini pelanggaran-pelanggaran

qanun diberi sanksi pidana tertentu tetapi tidak persis seperti sanksi pidana yang

ditetapkan dalam hukum Islam.

Di samping adanya hukum qadha‟i, masyarakat masih melaksanakan

perkawinan dan perceraian secara sirri tanpa dicatat oleh pejabat yang berwenang,

akibatnya banyak hak-hak dan kewajiban para pihak yang tidak dapat terpenuhi. Begitu

juga dalam bidang waqaf, banyak pewaqaf yang tidak mencatatkan waqafnya karena

berbagai alasan sehingga rentan terhadap sengketa antara ahli waris dan penerima waqaf

di kemudian hari.

Karena itu, pelaksanaan hukum diyani ini harus dicegah oleh pemerintah

sehingga tidak menimbulkan persoalan dalam masyarakat di kemudian hari.

Akhir-akhir ini, masalah ekonomi syariah seperti perbankan, asuransi,

reasuransi, reksadana, dan bisnis syariah sengketanya juga diselesaikan melalui

peradilan agama. Juga bisa diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Nasional Indonesia

(BANI), Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional (BASYARNAS) dan Peradilan Negeri bila

para pihak memperjanjikan masalah hal itu, tetapi dengan syarat harus diselesaikan

menurut hukum syariah. Hukum pidana Islam belum berlaku di Indonesia kecuali

beberapa pelanggaran pidana terhadap qanun di Aceh seperti diterangkan di atas. Sanksi

pidana ini sangat penting dalam penegakan hukum. Pelaksanaan hukum tanpa sanksi

pidana adalah seumpama orang yang tidak bergigi. Banyak sekali putusan peradilan

agama dan mahkamah syariah yang tidak dipatuhi oleh para pihak karena ketiadaan

sanksi pidana. Misalnya suami yang menceraikan isterinya tanpa melunasi kewajiban-

kewajiban yang dibebankan oleh peradilan seperti nafkah lalu, nafkah iddah, mut‟ah,

dan nafkah anak bisa terlepas begitu saja karena ketiadaan sanksi pidana.

Di negara-negara maju seperti di Australia, Eropah dan Amerika Serikat,

putusan hukum keluarga ini disertai dengan sanksi pidana kurungan,

penyitaan/pelelangan harta yang bersangkutan, denda, dan lain-lain sehingga para pihak

sangat menghormati putusan peradilan.

Segi lain pelaksanaan hukum Islam di Indonesia adalah tidak tersedianya

kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum pidana, kitab

undang-undang hukum ekonomi yang berdasarkan syariat Islam dan kitab undang-

undang hukum acara. Kitab undang-undang ini sangat penting demi kepastian hukum.

Memang sudah tersedia Kompilasi Hukum Islam berdasarkan Instruksi Presiden Nomor

1 Tahun 1991 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah berdasarkan PERMA nomor 2

Tahun 2008 tetapi belum memadai untuk memenuhi tantangan masa depan.

Indonesia mempunyai ahli hukum yang lumayan dalam bidang ini dan bila

diminta partisipasi mereka, maka tentu akan menghasilkan berbagai RUU bernuansa

syariah yang diperlukan.

Akhirnya penerapan hukum Islam di Indonesia sebagai hukum qadha‟i

terlihat pada hukum perdata yang mencakup perkawinan, perceraian, wakaf, infaq,

shadaqah dan ekonomi syariah. Hukum perdata ini pada umumnya belum mempunyai

sangsi pidana, kecuali pidana tertentu di Propinsi Aceh. Pada masa depan diperlukan

penerapan hukum pidana Islam dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab

Page 68: Etprof Hakim Br

lxviii

Undang-Undang Hukum Pidana, dan Kitab Undang-Undang Hukum Ekonomi Syariah,

untuk menjawab tantangan masa depan.114

Hukum Islam sebagai wujud pembawa rahmat dimuka bumi, Penulis berpandangan,

bahwa dalam Syari‟at Islam bukan hanya mengatur hukum perdata (Mu‟amalah), hukum

pidana (Jinayah), hukum Politik dan Pemerintahan (Shiyasah wa Dusturiyyah) hukum Ibadah

dan Aqidah saja, tetapi Islam tidak kalah pentingnya, juga telah mengatur tentang hukum

perilaku baik dan buruk (al-Akhlaq) yang sekarang disebut etika atau moral.115

114

Rifyal Ka‟bah, Makalah Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Hasil Rapat

Kerja Nasional Mahkamah Agung RI tahun 2012 di Manado, dalam sosialisasi hasil Rakernas 2012 (PTA.

Suarabaya 2012).

115 Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996). 5. dan Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin,

Pengatar Studi Akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004), 8.

Page 69: Etprof Hakim Br

lxix

BAB III

PENERAPAN KODE ETIK HAKIM DI INDONESIA

A. Kerangka Teoritik

Fokus utama dalam penelitian ini, adalah untuk menemukan bagaimana penerapan

Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia dapat berjalan efektif dan apakah

faktor-faktor penyebab sebagian para hakim Indonesia tidak menjalankan Kode Etik Hakim dan

Pedoman Perilaku Hakim Indonesia sebagai subtansi hukum etik .

Penulis menggali dari beberapa teori tentang filsafat Etika yang bersumber dari para

ahli di bidang etik dan menggali teori efektifitas penegakan hukum dari para ahli di bidang

hukum.

1. Teori Filsafat Etika

a. Abdul Kadir Muhammad.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna karena dilengkapi oleh

Tuhan dengan akal, perasaan dan kehendak. Akal alat berfikir, sebagai sumber ilmu dan

teknologi. Dengan akal manusia dapat menilai mana yang benar dan yang salah, sebagai

sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan, sebagai sumber

seni. Dengan perasaan manusia menilai mana yang indah (estetis) dan yang jelek, sebagai

sumber nilai keindahan. Kehendak adalah alat untuk menyatakan pilihan, sebagai sumber

kebaikan. Dengan kehendak manusia menilai yang baik dan yang buruk, sebagai sumber

nilai moral.

Manusia adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan untuk

memilih yang paling menguntungkan yang mempunyai nilai moral.

Perasaan merupakan sumber daya rasa jasmani dan rohani. Daya rasa jasmani

berkenaan dengan tubuh, sedangkan daya rasa rohani berkenaan dengan moral, yang hanya

ada pada manusia. Adapun daya rasa rohani adalah sebagai berikut :

1. Daya rasa intelektual, berkenaan dengan pengetahuan. Manusia merasa senang, bahagia,

puas apabila dapat mengetahui sesuatu. Sebaliknya , manusia merasa sengsara, susah,

kesal apabila tidak berhasil mengetahui sesuatu.

2. Daya rasa estetis berkenaan dengan seni. Manusia merasa senang, bahagia, puas apabila dapat melihat, mendengar, merasakan yang indah. Sebaliknya, manusia merasa

sengsara, kesal, bosan apabila mengalami sesuatu yang jelek.

3. Daya rasa etik berkenaan dengan kebaikan. Manusia merasa senang, bahagia, puas

apabila dapat memilih sesuatu yang baik. Sebaliknya manusia merasa sengsara,

menyesal, kesal dan benci apabila terpilih pada atau mengalami sesuatu yang buruk atau

jahat.

4. Daya rasa sosial berkenaan dengan masyarakat kelompok atau korp. Manusia ikut

merasakan kehidupan orang lain. Apabila orang berhasil, dia ikut senang, apabila orang

lain gagal, atau memperoleh musibah dia ikut susah.

Page 70: Etprof Hakim Br

lxx

5. Daya rasa religious berkenaan dengan agama. Manusia merasa bahagia, tentram jiwanya

apabila mendekatkan diri atau taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya,

manusia merasa gelisah, frustrasi dalam hidupnya apabila menjauhkan diri atau lupa

pada Tuhannya.116

b. Soren Kierkegaard.

Soren Kierkegaard, filosuf Denmark pelopor ajaran “Eksistensialisme”

memandang bahwa manusia secara konkret yang kita alami dalam kehidupan sehari-

hari. Eksistensi manusia dalam konteks kehidupan konkret adalah manusia secara

alamiah yang terikat dengan linkungannya, memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada

hukum alamiah pula. Keterikatan dengan lingkungan itu tercermin pada kehidupan

sosial (daya rasa sosial) dan perilaku etis. Untuk menyempurnakan hidupnya manusia

harus bekerja keras dan berkarya. Bekerja dan berkarya merupakan kebutuhan dan

sekaligus bukti kualitas dan martabat manusia. Manusia bermula dari taraf estetis,

kemudian meningkat ke taraf etis, dan terakhir taraf religius. 117

Inti ajaran eksistensionalisme Soren Kierkegaard adalah manusia adalah

makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungaannya. Kesempurnaannya

dibuktikan oleh kemampuannya bekerja keras dan berkarya serta penghayatannya

terhadap Tuhan penciptanya. Makin mendalam penghayatan manusia terhadap Tuhan

makin bermakna hidupnya dan melahirkan kenyataan pribadi (subyektif) yang memiliki

harkat dan martabat yang tinggi.

c. Theo Huijbers, menyatakan bahwa martabat manusia itu menunjukkan manusia sebagai

makhluk istimewa yang tiada bandingannya di dunia. Keistimewaan tersebut tampak

pada pangkatnya, bobotnya, relasinya, fungsinya sebagai manusia, yang berbeda dengan

makhluk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam arti universal ini semua bernilai.

Sesuai dengan nilainya itu, semua manusia harus dihormati. 118

d. Kerangka Teoritik Kode Etik Hakim Prespektif Hukum Islam

Prinsip-prinsip dasar etik dan moral prespektif hukum Islam, berdasarkan

pandangan Teori Konsep Ke-Tauhidan oleh Ismail Al faruqi, dalam karyanya The

Cultur Atlas Of Islam, memberikan teori efektifitas tentang etika dalam segala

kehidupan untuk tercapainya kesuksesan ada beberapa faktor:

1. Konsep tauhid, yang terdiri dari : a). Unity of creation (meyakini kesatuan penciptaan).

b). Unity of mankind (kesatuan kemanusiaan). (c).Unity of guidance ( kesatuan tuntunan

hidup). d). Unity of porpose of life ( kesatuan tujuan hidup). e).Unityof godhead (

116

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001): 1-2.

117 Soren Kierkegaard, dalam Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (ibid) : 3

118 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit Kanisius( Yogjakarta, Penerbit Kanisius 1995 ). 4

Page 71: Etprof Hakim Br

lxxi

semuanya merupakan derifasi kesatuan ke Tuhanan).119

2. Konsep etika sintesis Islami, yang diungkapkan oleh Syed Nawab Haidar Naqvi dalam

bukunya Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu sintesis Islami, bahwa efektifitas etika dalam

Islam adalah pengembangan dari nilai dasar tauhid. Dilanjutkan dalam nilai dan prinsip-

prinsip dasar Shari‟ah, yang terdari dari:

a. Prinsip khilafah yaitu menjelaskan tentang status dan peran manusia sebagai wakil

Allah di muka bumi sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an Surat 2 al Baqarah : 30

berbunyi:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa

Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan

padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji

Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui

apa yang tidak kamu ketahui."120

Manusia sebagai pengemban amanah Allah, manusia diberi kebebasan untuk

memilih dan mengubah kehidupannya sesuai dengan pesan pemberi amanah, yaitu

terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh alam. Hal itu tidak terlepas dari prinsip-prinsip

hukum:

1. Tercapainya persamaan dan keadilan menghindarkan diskriminatif.

2. Segala sumber daya yang ada di alam ini adalah amanah dan titipan dari Maha

Pencipta, manusia bukan pemilik obsolut dan akan dimintai pertanggung jawaban

atas segala apa yang diamanatkan .

3. Manusia wajib hidup sederhana, tidak sombong, angkuh, tamak dan berlebih-

lebihan.

4. Manusia sebagai khalifah tidak boleh menghambakan diri kepada seseorang atau

makhluk lainnya.121

119

Ismail al Faruqi, dalam karyanya The cultur Atlas Of Islam, (London, Macmillan Publisher,1986). alih bahasa

Fathurrahman Jamil, Makalah Prinsip-Prinsip Syari‟ah dalam Implementasi Lembaga Keuangan Ekonomi Syari‟ah, (Mahkamah Agung, Diklat Ekonomi Syari‟ah. Batu-Malang) .2006.73.

120 Departemen Agama RI, Q.S.2 (Al-Baqarah) : 30.

121 Fatchurrahman Djamil, Makalah Pembinaan Para Hakim dalam pelatihan fingsional Peningkatan Profesional

Hakim di Bidang Ekonomi Syari‟ah, Batu-Malang, 2006 : 3.

Page 72: Etprof Hakim Br

lxxii

b. Prinsip al-„adalah, bahwa alam ini didasarkan pada keadilan dan keseimbangan. Adil

adalah seseorang harus diperlakukan sesuai dengan haknya, tanpa adanya diskriminasi

dan penekanan. Adil juga mengandung arti “sama” , “proporsional” dan “seimbang”.

Adil diperlakukan pada bidang ekonomi, yaitu penentuan harga, kualitas

produk, perlakuan ongkos kerja bagi pekerja dan kaum buruh. Adil dapat diperlakukan

bidang lingkungan hidup tidak membawa dampak kepada kerusakan lingkungan,

polusi.122 Terkait dengan adil dan sikap keadilan telah digariskan oleh Allah SWT.

dalam Al Qur‟an Surat 57 Al Hadid : 25 yang berbunyi :

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti

yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan)

supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. 123

c. Prinsip nubuwwah : Nabi dan Rasul Allah merupakan suri Tauladan yang baik setiap

manusia, karena Akhlak dan sifat kenabian dan kerasulannya yang melekat pada dirinya

yang perlu kita teladani, sifat-sifat tersebut :

1. S iddiq, artinya bersifat jujur ;

2. Amanah, artinya dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas dan segala aktivitas

usahanya selalu dilandasi sifat amanat tidak berkhianat atas amanah yang

dibebankan pada dirinya.

3. Fatanah, artinya cerdas dalam melaksanakan tugas membekali diri dengan ilmu dan

keterampilan dengan strategi yang yang baik dan benar.

4. Tabligh, artinya sikap keterbukaan dalam melaksanakan tugas dan kegiatan atau

transparansi tidak ada yang disimpan , dirahasiakan, disempunyikan dan ditutup-

tutupi, perbuatan salah katakan salah, perbuatan benar katakan benar.

d. Prinsip Ukhuwwah dan Mushawwah ( persaudaraan dan persamaan).

Prinsip semua manusia bersaudara antara satu sama lainnya. Artinya dalam penegakan

hukum tidak ada yang superior, dan inverior atau dalam hal penegakan hukum asas

equel justice under law ( semua orang berkedudukan sama di bawah hukum)

menghindarkan sikap diskriminatif dalam penegakan hukum, sebagaimana firman Allah

dalam Surat 49 (Al Hujurat) : 13. yang berbunyi :

122

Ibid, 3

123 Q.S. 57(al-Hadid) :25.

Page 73: Etprof Hakim Br

lxxiii

” Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya

kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu

disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui lagi Maha Mengenal”124.

Persaudaraan akan melahirkan sikap ta‟awun (tolong-menolong) dalam hal

kebaikan dan kebenaran sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an Surat 2 (Al

Baqarah) : 148 :

” Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti

Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha

Kuasa atas segala sesuatu.125

e. Prinsip al-khurriyyah wa al mas‟uliyyah126 manusia sebagai khalifah di bumi diberi

kebebasan untuk berfikir dan bernalar untuk memilih yang benar dan yang salah dan

mengubah kondisi hidup yang lebih baik dan sanggup menjaga diri dan kehormatannya

sebagaimana firman Allah dalam Surat 30 (ar Ru m) : 95:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah

Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada

fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak

mengetahui”.127

124

Q.S 49 (Al Hujurat ) : 13.

125 Q.2 : ( al-Baqarah ) : 148

126 Syed Nawab haidar Naqvi dalam bukunya Etika dan Ilmu Ekonomi suatu sintesis Islami, ( Bandung, Mizan 1991).

43.

127 Q.S. 30 (ar Rum) : 95.

Page 74: Etprof Hakim Br

lxxiv

2. Kerangka teoritik efektifitas penegakan hukum dan keadilan

a. Teori Efektifitas Penegakan Hukum dan Keadilan oleh Lourence Meir Freidman.128

Dalam kondisi negara mengalami keterpurukan di bidang hukum, adalah

lemahnya penegakan hukum penulis mengambil teori dan konsep Lawrence Meir Friedmand

dalam bukunya Tree elements of legal System (Tentang tiga unsur sistem hukum), ketiga

unsur tesebut terdiri dari :129

1. Subtasi hukum (legal Subtance)

2. Struktur hukum (Legal Structure)

3. Kultur hukum (Legal Culture)

Pertama: unsur subtansi hukum didefinisikan sebagai berikut: “ The substance

is composed of subtantive rules about how institutions shoul be have“ . Subtansi hukum

ialah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Subtansi

hukum ialah produk yang dihasilkan orang-orang yang berada dalam sistem hukum itu,

berupa keputusan yang dikeluarkan oleh struktur hukum. Subtansi hukum juga mencakup

living law (hukum yang hidup) bukan hanya pada aturan tertulis dalam Kitab Undang-

Undang atau law in book.

Tentang legal culture, Fredmand memberikan definisi : system their beliefs,

128

Lawrence M. Friedman Professor (by courtesy) of History and Professor (by courtesy) of Political Science An

internationally renowned, prize-winning legal historian, Lawrence M. Friedman has for a generation been the

leading expositor of the history of American law to a global audience of lawyers and lay people alike and a leading

figure in the law and society movement. He is particularly well known for treating legal history as a branch of

general social history. From his award-winning History of American Law, first published in 1973, to his American

Law in the 20th Century, published in 2003, his canonical works have become classic textbooks in legal and

undergraduate education. Professor Friedman is a prolific author on crime and punishment, and his numerous

books have been translated into multiple languages. He is the recipient of six honorary law degrees and is a fellow

in the American Academy of Arts and Sciences. Before joining the Stanford Law School faculty in 1968, he was a

professor of law at the University of Wisconsin Law School and at Saint Louis University School of Law.

Lawrence M. Friedman, Profesor(dengan keahlian) bidang Sejarah dan Profesor (dengan keahlian) bidang Ilmu

Politik Internasional terkenal, pemenang hadiah sejarawan hukum, Lawrence M. Friedman telah selama satu generasi menjadi ekspositor terkemuka sejarah hukum Amerika ke seluruh dunia pengacara dan orang awam sama

dan seorang tokoh terkemuka dalam hukum dan gerakan masyarakat. Ia terutama dikenal untuk mengobati sejarah

hukum sebagai cabang dari sejarah sosial umum. Dari pemenang penghargaan History Hukum Amerika, pertama

kali diterbitkan pada tahun 1973, UU Amerika di abad ke-20, yang diterbitkan pada tahun 2003, karya kanonik itu

telah menjadi buku teks klasik dalam pendidikan hukum dan sarjana. Profesor Friedman adalah seorang penulis

produktif tentang kejahatan dan hukuman, dan berbagai buku itu telah diterjemahkan ke beberapa bahasa. Dia adalah penerima enam predikat kehormatan dan hukum adalah rekan dalam American Academy of Arts dan Ilmu

Pengetahuan. Sebelum bergabung dengan fakultas Stanford Law School pada tahun 1968, ia adalah seorang profesor

hukum di Fakultas Hukum Universitas Wisconsin dan di Saint Louis University School of Law.

129 Freidmance Lawrence M, The Legal System a Social Science Prespective, (New York Russell Sage Foundation).

dalam Achmad Ali dalam Keterpurukan Hukum di Indonesia (penyebab dan solusinya) , (Ghalia Jakarta 2002), 8.

Page 75: Etprof Hakim Br

lxxv

values, ideas and expectations. Jadi kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan

sistem hukum-hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya, kultur hukum adalah

suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana kultur hukum

digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu tidak

berdaya. Seperti ikan yang mati dalam keranjang, bukan seperti ikan hidup yang dapat

berenang di lautan.130

Apakah yang dimaksud dengan struktur hukum (Legal Structure): ialah “The

structure of a system is skeletal framework ; is permanent shape the institutional body of the

system , the thaouhh, rigid bones that keep the process flowing within bounds. Struktur

hukum, adalah kerangka atau rangkanya, yaitu bagian yang tetap bertahan, bagian yang

memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Bagaimana kalau kita tinjau di

Indonesia tentang Struktur Hukum ini adalah termasuk didalamnya Struktur adalah institusi-

institusi penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

Selanjutnya unsur subtansi hukum didefinisikan sebagai berikut: “ The

substance is composed of Subtantive rules about how institutions shoul be have“. Subtansi

hukum ialah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.

Subtansi hukum ialah produk yang dihasilkan orang-orang yang berada dalam sistem hukum

itu. berupa keputusan yang dikeluarkan oleh struktur hukum. Subtansi hukum juga

mencakup living law (hukum yang hidup) bukan hanya pada aturan terrtulis dalam Kitab

Undang-Undang atau law in book.

Tentang legal culture, Fredmand memberikan definisi : system their beliefs,

values, ideas and expectations. Jadi kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan

sistem hukum-hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur Hukum

adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana kultur

hukum digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum

itu tidak berdaya. Seperti ikan yang mati dalam keranjang, bukan seperti ikan hidup yang

dapat berenang di lautan.131

c. Teori efektifitas penegakan hukum dan keadilan oleh Donald Black.

Bahwa Donald Black 132dalam hal penegakan hukum, menyoroti adanya variable

yang menyebabkan terjadinya diskriminasi hukum dan ketidak adilan:133.

130

. Ibid. : 9.

131 Ibid. 9.

132 Donald Black is University Professor of the Social Sciences at the University of Virginia. Black received his Ph.D.

in sociology from the University of Michigan in 1968, and he taught at Yale and Harvard before coming to Virginia

in 1985. Black is the author of The Behavior of Law, The Manners and Customs of the Police, and Sociological

Justice, all of which present various aspects of his theory of law. More recently, The Social Structure of Right and Wrong extends the theory to address conflict management more broadly. It thus focuses on instances where people

handle conflicts through means other than the law, such as through gossip, avoidance, suicide, or feuding. Black's

latest book, Moral Time, identifies the causes of moral conflict in all human relationships. Black is also the founder of pure sociology, a distinctive theoretical approach that explains human behavior with its social geometry. Since

Page 76: Etprof Hakim Br

lxxvi

1). De-legalization, artinya semua norma-norma hukum itu telah ada pada masyarakat,

negara dan pemerintah telah berusaha segala urusan kehidupan manusia telah diatur

dalam bentuk perundang-undangan, demikian pula terjadi konflik atau adanya

penyimpangan maka hukum yang tertuang dalam norma perundang-undangan sebagai

alat control ( A tool of social control). Tetapi kenyataannya apabila ada kasus aparat

hukum, bisa mempermainkan pasal-pasal dalam perundang-undangan tersebut. Contoh

kasus Gayus, apakah termasuk dijerat pasal perkara penggelapan, atau pasal tentang

korupsi.

2). De-socialization, yaitu sikap yang menghindarkan pandangan strata sosial pihak yang

berperkara, tidak memandang karena suku, ras dan warna kulit, golongan maupun

keturunan.

Sebagai hakim harus sebagai moderator atau penengah tidak dibenarkan mengadili karena

sukunya atau golongannya, ia yang dimenangkan.

2). De-internalization, seorang penegak hukum haruslah mempunyai integritas moral yang

tinggi, masalah integritas adalah suatu sikap yang tumbuh dari dalam jiwa penegak

hukum itu sendiri dalam hal ini hakim. Jika tidak mempunyai integritas moral yang

tinggi, maka akan terjadi sikap diskriminatif. Hindari suap menyuap atau kolusi, hindari

adegium “siapa yang membayar dia yang menang”.134

Bahkan pandangan Donald Black selaras dengan pendapat Carles Sampford

tentang teori ” Melee “, artinya teori “air yang mengalir”, bahwa munculnya diskriminasi

itu, karena lima aspek yaitu : 135

pure sociology is a general sociological paradigm, it may be applied to subjects other than law, conflict, and conflict management -- for example, art[1], religion[2], and ideas[3].

Donald Black , adalah Guru Besar Ilmu Sosial di Universitas Virginia. Ia menerima gelar Ph.D. dalam sosiologi dari University of Michigan di tahun 1968, dan ia mengajar di Yale dan Harvard sebelum datang ke Virginia pada tahun

1985. Black adalah penulis The Perilaku Hukum, The Manners dan Polosi dan Bea Cukai, Sosiologi dan Keadilan,

yang semuanya menyajikan berbagai aspek teori hukum. Baru-baru ini, Struktur Sosial Hak dan Salah memperluas teori untuk mengatasi manajemen konflik lebih luas. Dengan demikian berfokus pada kasus di mana orang

menangani konflik melalui sarana selain hukum, seperti melalui gosip bunuh diri, menghindari, atau bermusuhan.

Buku Black terbaru, Waktu Moral, mengidentifikasi penyebab konflik moral dalam semua hubungan manusia. Balck juga pendiri sosiologi murni, pendekatan teoritis berbeda yang menjelaskan perilaku manusia dengan geometri

sosialnya. Sejak sosiologi murni adalah paradigma sosiologis umum, dapat diterapkan untuk mata pelajaran lain

selain hukum, konflik, dan manajemen konflik - misalnya, seni [1], agama [2], dan ide-ide [3].

133 Achmad Ali , Donald Black Karya dan Kritikan Terhadapnya, (Universitas Hasanuddin, Makassar 2000),78.

134 Achmad Ali, Kritikan terhadap Buku Donald Black. (Hasanudin Press Makasar, 2002), 56

135 Charles,Samford, The Sholder of Law: Critiqui of Legal Theory,( New Yor, USA, 1989, Basil Blackwell,1989).

Achmad Ali dalam Keterpurukan Hukum, 44. Melee adalah keteraturan proses beracara di Pengadilan, mulai dari proses tingkat pertama, tingkat banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali. Namun, terkadang ada yang langsung

mengajukan grasi. Terdakwa kalau PK “belum mengaku bersalah”. Jika mengajukan grasi kepada kepala negara

bahwa terdakwa “mengaku bersalah”, maka terdakwa mohon ampunan.

Page 77: Etprof Hakim Br

lxxvii

1). Stratafikasi. (status sosial), yaitu status sosial seseorang yang lebih tinggi akan

menyebabkan terjadinya diskriminasi atau perlakuan tidak adil. Atau karena faktor

status sosial akan diperlakukan berbeda bagi orang yang strata lebih tinggi dibanding

orang yang strarta lebih rendah status sosialnya. Seharusnya sebagai hakim dengan

menyuarakan slogan equal justice under law (semua orang berkedudukan sama dibawah

hukum) tidak memandang status orang kaya atau orang miskin, orang punya kedudukan

tinggi orang biasa diperlakukan sama di depan hukum.

2). Morfologi (kedekatan ) yaitu kedekatan dan kejauhan hubungan antara sesorang dengan

dengan orang lain, sehingga di dalam kenyataannya slogan tentang “equal justice under

law, but who can afford it”.(semua orang kedudukan sama di bawah hukum, tetapi

sering terjadi siapa dulu bapaknya).

3). Cultur (budaya), ialah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana kultur hukum digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Kenyataannya

banyak terjadi sebagian masyarakat takut kepada manusia, tidak takut adanya hukum.

Contoh ketaatan masyarakat berlalu lintas, seharusnya ada lampu merah berhenti, tetapi

kalau tidak ada polisi yang menjaga, pengendara jalan terus.

4). Organisation (perkumpulan), bahwa orang yang terikat dalam suatu organisasi sosial

maupun organisasi politik, sering ada adigium demi kepentingan bangsa dan negara,

realitanya demi kepentingan golongannya. Bagaimanapun namanya kawan atau

keluarga dibela secara maksimal, dengan mengabaikan norma hukum yang ada.

5). Pengendalian sosial (social control), bila terjadi kesalahan yang ada pada anggota, maka

akan berusaha untuk membela dan mencegah pihak lain untuk mencampuri dan anggota

akan dibela semaksimal mungkin. Oleh karena itu hukum sebagai (A tool of social

control) tidak dapat berjalan. Berusaha pembelaan bahwa anggotanya tidak bersalah.

3. Teori efektifitas penegakan hukum di Indonesia

Soerjono Soekanto, dalam bukunya Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum di Indonesia ada 5(lima) faktor sebagai berikut:

1). Faktor hukumnya sendiri, yaitu undang-undangnya atau subtansi hukum;

2). Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk undang-undang dan yang

menerapkan hukum, yaitu jika di Indonesia adalah pembentuk undang-undang (DPR)

dan yang menerapkan hukum adalah, polisi, jaksa dan hakim dan Advokat;

3). Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yaitu sarana prsarana

yang mendukung operasionalnya penegakan hukum berupa gedung, dan termasuk

sarana lainnya.

4). Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5). Faktor Kebudayaan (kultur) yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.136

136

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada), 2002,

5.

Page 78: Etprof Hakim Br

lxxviii

B. Pendidikan Kode Etik Hakim Indonesia

Sebelum menduduki jabatan hakim, setiap calon hakim harus mengikuti pendidikan

calon hakim yang telah diprogramkan oleh Mahkamah Agung RI. Sebagai bekal untuk

menjalankan tugas hakim. Dan materi pendidikan yang harus diikuti oleh setiap calon hakim

adalah meliputi teknis yustisial, hukum materiil dan hukum acara, adminstrasi peradilan dan kode

etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia.

Dengan adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, Mahkamah Agung RI menyusun

program pendidikan calon hakim sebagaimana cita-cita visi dan misi Mahkamah Agung yang

bermartabat dan terhormat serta Mahkamah Agung yang agung. Antara lain memiliki sumber

daya manusia yang berkualitas moral dan kualitas intelektual.

Untuk terwujudnya lembaga peradilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten,

transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman

hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak

dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan

hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan

serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat

dan integritas Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure sentral dalam proses peradilan

senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral

dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.

Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus

dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu

dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana

setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim. Wewenang dan tugas hakim yang

sangat besar itu menuntut tanggungjawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang

diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

menunjukkan kewajiban menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib

dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada semua manusia, dan secara vertikal

dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana di atas, perlu terus diupayakan

secara maksimal tugas pengawasan secara internal dan eksternal, oleh Mahkamah Agung RI

dan Komisi Yudisial RI. Wewenang dan tugas pengawasan tersebut diorientasikan untuk

memastikan bahwa

semua hakim sebagai pelaksana utama dari fungsi pengadilan itu berintegritas tinggi, jujur,

dan profesional, sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan pencari keadilan.

Salah satu hal penting yang disorot masyarakat untuk mempercayai hakim, adalah perilaku

dari hakim yang bersangkutan, baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun dalam

kesehariannya

Sejalan dengan tugas dan wewenangnya itu, hakim dituntut untuk selalu menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta etika dan perilaku hakim. 137

137

Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, SKB.Nomor 074/KMA/SKB/IV/ dan SKB Nomor

02/SKB/P.KY/IV/2009, tanggal 8 April 2009, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia, Alinea

Pembukaan.

Page 79: Etprof Hakim Br

lxxix

1. Peranan Ikatan Hakim Indonesia dalam pembinaan hakim Indonesia.

Tidak kalah pentingnya, bahwa lahirnya Kode Etik Hakim Indonesia, adalah hasil

upaya besar dari induk organisasi hakim yaitu Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), yang

merumuskan Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct) yang telah tersusun dari hasil Rapat

Kerja Nasional terbatas tanggal 25-29 september 2002 di Surabaya dan menyusun serta

menghasilkan rekomendasi perlu disempurnakannya Pedoman Perilaku Aparat Peradilan.138

Selanjutnya dalam tulisan Iskandar Kamil,SH yang telah menuliskan tentang

Definisi Etika dan kode etik profesi hakim dan sejarah lahirnya Kode etik yang digagas oleh

IKAHI sejak tahun 1953 sejak berdirinya pada tanggal 20 Maret 1953 di Tawangmangu Jawa

Tengah. Dan pada tahun 1957 dalam Kongres ke III di Tugu Bogor Jawa Barat yang memutuskan

agar dibentuk Code Ethik untuk menjaga harkat dan martabat Para Hakim, dan dibentuknya

Dewan Code Ethik di setiap Pengadilan Tinggi. Dan selanjutnya terus menerus adanya

pembenahan dan perubahan dan penigkatan dalam hasil Kongres-kongres berikutnya.

Dengan adanya sindroma reformasi adalah menjadi momentum yang baik untuk

upaya pembenahan, pembaharuan dan penyempurnaan. Maka keharusan adanya perubahan,

apalagi tuntutan reformasi adalah termasuk perubahan di bidang penegakan hukum.

Adanya sebagian hakim Indonesia yang tertangkap atas tindakan pelanggaran hukum

dan pelanggaran tindak pidana korupsi ada tiga macam pelanggaran yang diarahkan pada hakim:

1). Ketentuan dalam bidang hukum pidana:

a. Pidana biasa; b. Pidana berkaitan dengan Tugas (KKN)

2). Ketentuan dalam bidang hukum administrasi.

a. Kepegawaian. b. Teknis Peradilan.

3). Ketentuan pelanggaran pada kode etik profesi hakim.

Permasalahan yang timbul dari ketentuan tersebut apakah ketentuan-ketentuan

tersebut bersifat kumulatif, atau alternatif atau subsidiaritas. Dan permasalahan lainnya karena

tugas pemeriksaan adalah berbentuk majelis apakah pertanggung jawabannya bersifat pribadi

atau kolektif

Mengingat hakekat perbuatan yang dilakukan tersebut, maka pertanggung

jawabannya bisa bersifat pribadi, bisa kolektif, tergantung kasusnya dan perbuatannya.

138

Wildan Suyuthi, Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct) dan Makalah yang Berkaitan,

Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2005. iv.

Page 80: Etprof Hakim Br

lxxx

2. Pelaksana pendidikan calon hakim dan pendidikan lanjutan bagi hakim.

Mahkamah Agung RI, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah

menetapkan pelaksaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu.139 Setelah bagi

calon hakim diseleksi dan dinyatakan lulus, maka perlu dan wajib mengikuti pendidikan calon

hakim, sebagaimana Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : 169/KMA/SK/X/2010 Tanggal :

4 Oktober 2010 : tentang “Penetapan dan Pelaksaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon

Hakim Terpadu” untuk para calon hakim pada 4 (empat) lingkungan badan peradilan di bawah

naungan Mahkamah Agung RI.

Adapun maksud dan tujuan dari Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim terpadu adalah:

a. Untuk menetapkan standar kurikulum Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim

Terpadu pada lingkungan MA RI;

b. Untuk tercapainya suatu standar pendidikan dan pelatihan calon hakim terpadu.

Kurikulum Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu terdiri dari:

a. Kurikulum pendidikan dan latihan pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI.

b. Panduan magang pada pengadilan tingkat Pertama dengan tahapan sebagai gambar tabel

berikut:

Gambar 3.1.

Waktu Pendidikan Calon Hakim 140

NO. KEGIATAN MINGGU

1 Diklat I 2

2 Magang I 22

3 Diklat II 13

4 Magang II 26

5 Diklat III 13

6 Magang III 30

Total 106

3. Materi dan kurikulum pendidikan kode etik hakim

Arahan Pembaruan Sistem Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Hakim dan

aparatur peradilan yang bernaung di bawah Badan Peradilan dituntut untuk senantiasa

meningkatkan dan memperluas wawasan serta keahliannya. Peningkatan kapasitas profesi akan

mendorong meningkatnya kualitas penyelenggaraan peradilan dan pelayanan hukum kepada

masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dan kepercayaan

139

Mahkamah Agung RI : Keputusan MA. Nomor : 169/KMA/SK/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010 : tentang

Penetapan dan Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu.(Litbang Diklat Mahkamah

Agung RI). Dan Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, Mahkamah Agung RI. Bab V Arahan Pembaharuan

Fungsi Pendukung, 29-32.

140 Mahkamah Agung RI : Ibid, Keputusan MA. Nomor : 169/KMA/SK/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010 : tentang

Penetapan dan Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu.(Litbang Diklat Mahkamah

Agung RI). Dan Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, Mahkamah Agung RI Bab V Arahan Pembaharuan

Fungsi Pendukung, 29-32.

Page 81: Etprof Hakim Br

lxxxi

terhadap badan peradilan. Salah satu caranya adalah dengan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan yang komprehensif, terpadu dan sinergis dengan kebutuhan badan peradilan dan nilai

keadilan yang hidup di masyarakat. Selain itu, sistem rekrutmen juga harus dilihat sebagai

bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan dan pelatihan, dalam rangka mengelola kualitas

SDM badan peradilan. Hal ini merupakan cara yang komprehensif dalam mengelola dan

membina sumber daya manusia yang kompeten dan obyektif, sehingga tercipta personil

peradilan yang berintegritas dan profesional. Sumber daya manusia yang kompeten dengan

kriteria obyektif, berintegritas dan profesional adalah salah satu ciri dari badan peradilan

Indonesia. Oleh karenanya telah menjadi tekad Mahkamah Agung untuk menghasilkan lulusan

hakim dan pegawai pengadilan yang terbaik dari segi keahlian, profesionalitas, serta integritas.

Untuk mendapatkan SDM yang berkompeten dengan kriteria obyektif, berintegritas dan

profesional, maka Mahkamah Agung telah mengembangkan “Sistem Pendidikan dan Pelatihan

Profesi Hakim dan Aparatur Peradilan yang Berkualitas dan Terhormat atau Qualified and

Respectable Judicial Training Center (JTC)”.

Sistem ini akan dapat terwujud dengan usaha perbaikan pada berbagai aspek,

yaitu:

1. Kelembagaan (institusional);

2. Sarana dan prasarana yang diperlukan;

3. Sumber daya manusia;

4. Program diklat yang terpadu dan berkelanjutan;

5. Pemanfaatan hasil diklat;

6. Anggaran diklat; serta

7. Kegiatan pendukung lainnya (misalnya kegiatan penelitian dan pengembangan).

Perbaikan pada ketujuh aspek di atas akan menjadi fokus perhatian pada usaha

perbaikan kualitas pendidikan dan pelatihan. Konsep yang akan diadopsi dalam

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ke depan adalah konsep pendidikan yang permanen

dan berkelanjutan continuing judicial education atau (CJE). Maksudnya, pendidikan dan

pelatihan yang diberikan kepada calon hakim dan aparatur peradilan merupakan kelanjutan dari

pendidikan formal yang sebelumnya telah mereka dapatkan. Pengembangannya akan

menyesuaikan dengan perkembangan profesi yang mereka geluti sepanjang karirnya di

pengadilan, misalnya bagaimana seorang hakim dapat terus mengikuti perkembangan wacana

dan rasa keadilan yang terus berkembang di masyarakat atau bagaimana seorang aparatur

peradilan mempelajari penggunaan aplikasi komputer tertentu untuk mendukung pelaksanaan

tugasnya.

Sebagai pedoman implementasi continuing judicial education (CJE ) ini, terdapat

beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Bersifat komprehensif, terpadu dan sinergis untuk membantu hakim dan aparatur

peradilan memenuhi harapan masyarakat;

2. Bersifat khusus yang merupakan bagian dari pendidikan berkelanjutan dan terpusat

pada kebutuhan pengembangan kompetensi hakim dan pegawai pengadilan.

Dalam mengimplementasikan konsep continuing judicial education (CJE) ini,

Mahkamah Agung RI akan sepenuhnya mengembangkan metode belajar cara orang

dewasa (adult learning). Penerapan metode ini akan menumbuhkan dasar-dasar sistem

dan budaya dalam implementasi desain organisasi berbasis pengetahuan (knowledge

based organization). Para

3. hakim serta aparat peradilan akan terus belajar dari produk-produk yang dihasilkan oleh

mereka sendiri.

4. Untuk memastikan berhasilnya implementasi konsep continuing judicial education

(CJE) dalam sistem pendidikan dan pelatihan profesi hakim dan aparatur peradilan

Page 82: Etprof Hakim Br

lxxxii

yang berkualitas dan terhormat, kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain

sebagai berikut:

(1). Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumber daya Manusia pada

pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan.

(2). Penyusunan kurikulum dan materi ajar berbasis kompetensi bagi program

pendidikan dan pelatihan hakim dan aparatur peradilan yang akan diperbaharui

secara berkelanjutan, termasuk penyesuaian dengan penerapan sistem kamar.

(3) Pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi hakim dan

aparat peradilan.

(4) Rekrutmen SDM pada pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan yang berbasis

kompetensi, termasuk melibatkan tenaga eksternal untuk mendukung

penyusunan kurikulum dan materi ajar, ataupun menjadi tenaga pengajar yang

dibutuhkan.

(5) Pelaksanaan proses integrasi sistem diklat dengan sistem SDM secara

keseluruhan.141

Gambar 3.2

Kurikulum Diklat Pertama 142

No. POKOK BAHASAN JPL

1 Kurikulum Diklat I 4

2 Konstitusi Negara Republik Indonesia 2

3 Kekuasaan Kehakiman 2

4 Mahkamah Konstitusi 2

5 Kekuasaan Mahkamah Agung RI 8

6 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)* 4

7 Pedoman Perilaku Hakim ** 24

8 Tim Building (Outbound) 8

9 Sistem Pembinaan Hakim 2

10 Sistem Pengawasan Hakim pada Mahkamah Agung RI 3

141

Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, (Jakarta Mahkamah

Agung-RI 2010) . 33-35

142 Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Pendidikan Calon Hakim, (Jakarta, Mahkamah Agung RI.

2009).

Page 83: Etprof Hakim Br

lxxxiii

11 Sistem Pengawasan Hakim pada Komisi Yudisial 3

12 Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik 2

13 Asas-asas Peradilan yang Baik 2

14 Kompetensi Peradilan Umum 3

15 Kompetensi Peradilan Agama 3

16 Kompetensi Peradilan TUN 3

17 Kompetensi Peradilan Militer 3

18 Tugas dan Fungsi Pegawai Pengadilan Negeri 2

19 Pola Pembinaan Administrasi Umum Peradilan 2

20 Sosialisasi Lingkungan Kerja 2

21 Sistem Informasi Peradilan 2

22 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Umum pada Pengadilan Negeri 4

23 Teori Tugas Pokok, Fungsi Bagian Kepegawaian pada Pengadilan

Negeri dan Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan (Binganis)

4

24 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Keuangan pada Pengadilan

Negeri

4

25 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Panitera Hukum pada

Pengadilan Negeri

4

26 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Panitera Pidana pada Pengadilan

Negeri

6

27 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Panitera Perdata pada

Pengadilan Negeri

6

28 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Juru Sita pada Pengadilan Negeri 6

TOTAL 120

1 Jam Pelajaran (JPL)= 45 Menit; 2 JPL= 1 sesi; 1 Hari= 4 sesi/8JPL

3 minggu adalah 120 JPL

Page 84: Etprof Hakim Br

lxxxiv

Gambar 3.3

Kurikulum Ikahi

33

KPOKOK BAHASAN IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia)

Subpokok

Bahasan

(Topik)

a. Sejarah

b. Struktur organisasi

c. Dasar pembentukan dan wewenang IKAHI

d. Situasi saat ini

e. Role Model Hakim

Tujuan

Menjelaskan organisasi yang akan menaungi profesi hakim dan

membuat mereka bangga dan merasa terikat pada profesi hakim

itu sendiri.

Uraian Singkat

Setelah ditunjuk menjadi cakim, mereka menjadi anggota

sementara IKAHI yang merupakan suatu organisasi profesi

hakim.

Pada pokok bahasan ini, IKAHI menjelaskan peran mereka dan

bagaimana mereka mendukung profesi hakim dan cakim.

Selain itu, mereka memberikan arahan secara garis besar dan

umum hakim seperti apa yang baik dan memberikan role model

hakim-hakim terdahulu dan pada saat ini yang patut untuk

dicontoh.

Durasi 4 JPL (1 JPL=45 menit) 180 Menit

Sumber Kepustakaan Anggaran Dasar / ART IKAHI

um

Gambar 3.4

Kurikulum Kode Etik Hakim

Pokok Bahasan Pedoman Perilaku Hakim

Subpokok

Bahasan

(Topik)

a. Sejarah

b. Peraturan

c. 10 (sepuluh) prinsip pedoman perilaku hakim

d. Implementasi dari Pedoman Perilaku Hakim

Tujuan Untuk mensosilisasikan etika berperilaku hakim

Uraian Singkat Pokok bahasan ini mempelajari pedoman perilaku hakim

dan mendiskusikan implementasi dari pedoman itu sendiri.

Durasi Durasi 24 JPL (1 JPL=45 menit) – 3 hari=1080 MENIT

Sumber

Kepustakaan

- Pedoman Perilaku Hakim

- SKB MA dan KY

143

Adapun Subtansi materi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia adalah isi

dari : Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI DAN Ketua Komisi Yudisial RI Nomor

143

Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Kurikulum Pusdiklat Calon Hakim, (Balitbang MARI 2009):

31-32

Page 85: Etprof Hakim Br

lxxxv

: 047/KMA/SKB/IV /2009 dan Nomor : 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanaggal 8 April 2009. tentang

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang berisikan 10 norma yang harus dilakukan oleh

setiap hakim di Indonesia yaitu: 1. Berlaku adil, 2. Berlaku jujur, 3. Berlaku arif dan bijaksana,

4. Bersikap mandiri, 5. Berintegritas tinggi, 6. Bertanggung jawab, 7. Menjunjung tinggi harga

diri, 8 Berdisiplin tinggi, 9. Berperilaku rendah hati, 10. Bersikap professional.

4. Waktu pendidikan kode etik hakim.

Konsep yang akan diadopsi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ke depan

adalah konsep pendidikan yang permanen dan berkelanjutan (Continuing Judicial Education

atau CJE). Maksudnya, pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada (calon) hakim dan

aparatur peradilan merupakan kelanjutan dari pendidikan formal yang sebelumnya telah mereka

dapatkan.

Pengembangannya akan menyesuaikan dengan perkembangan profesi yang mereka

geluti sepanjang karirnya di pengadilan, misalnya bagaimana seorang hakim dapat terus

mengikuti perkembangan wacana dan rasa keadilan yang terus berkembang di masyarakat atau

bagaimana seorang aparatur peradilan mempelajari penggunaan aplikasi komputer tertentu

untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Sebagai pedoman implementasi CJE ini, terdapat

beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Bersifat komprehensif, terpadu dan sinergis untuk membantu hakim dan aparatur peradilan

memenuhi harapan masyarakat;

2. Bersifat khusus yang merupakan bagian dari pendidikan berkelanjutan dan terpusat pada

kebutuhan pengembangan kompetensi hakim dan pegawai pengadilan.

Dalam mengimplementasikan konsep (Continuing Judicial Education atau CJE ini,

Mahkamah Agung RI akan sepenuhnya mengembangkan metode belajar cara orang dewasa

(adult learning). Penerapan metode ini akan menumbuhkan dasar-dasar sistem dan budaya

dalam implementasi desain organisasi berbasis pengetahuan (knowledge based organization).

Para hakim serta aparat peradilan akan terus belajar dari produk-produk yang

dihasilkan oleh mereka sendiri. Untuk memastikan berhasilnya implementasi konsep

Continuing Judicial Education (CJE) dalam sistem Pendidikan dan Pelatihan Profesi Hakim

dan Aparatur Peradilan yang Berkualitas dan Terhormat, kegiatan-kegiatan yang akan

dilaksanakan antara lain sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas SDM (sumber daya manusia) pada

pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan.

2. Penyusunan kurikulum dan materi ajar berbasis kompetensi bagi program pendidikan dan

pelatihan hakim dan aparatur peradilan yang akan diperbaharui secara berkelanjutan,

termasuk penyesuaian dengan penerapan sistem kamar.

3. Pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi hakim dan aparat

peradilan 4. Rekrutmen sumber daya manusia pada pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan yang

berbasis kompetensi, termasuk melibatkan tenaga eksternal untuk mendukung penyusunan

kurikulum dan materi ajar, ataupun menjadi tenaga pengajar yang dibutuhkan.

5. Pelaksanaan proses integrasi sistem diklat dengan sistem sumber daya manusia secara

keseluruhan.

Panduan magang pada Pengadilan Tingkat Pertama dengan tahapan sebagai berikut:

kurikulum Ikatan Hakim Indonesia dilakukan pada Pendidikan tahap pertama dan Pedoman

Perilaku Hakim juga dilaksanakan pada tahap pertama sebagai berikut:

C. Penerapan Kode Etik Hakim

Page 86: Etprof Hakim Br

lxxxvi

Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku

hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan

secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas

yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan.

Kehormatan adalah kemuliaan atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan

dengan sebaik-baiknya oleh para hakim dalam menjalankan fungsi pengadilan. Kehormatan

hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau

keseluruhan proses pengambilan keputusan yang bukan saja berlandaskan peraturan perundang-

undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat. Sebagaimana halnya

kehormatan, keluhuran martabat merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang

mulia yang sepatutnya tidak hanya dimiliki, tetapi harus dijaga dan dipertahankan oleh hakim

melalui sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur. Hanya dengan sikap tindak atau

perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dijaga

dan ditegakkan. Kehormatan dan keluhuran martabat berkaitan erat dengan etika perilaku. Etika

adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang

dianut satu golongan atau masyarakat. Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi

individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai dengan apa yang dianggap

pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang

didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku di

dalam masyarakat. Implementasi terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim dapat

menimbulkan kepercayaan, atau ketidak-percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Oleh

sebab itu, hakim dituntut untuk selalu berperilaku yang berbudi pekerti luhur. Hakim yang

berbudi pekerti luhur dapat menunjukkan bahwa profesi hakim adalah suatu kemuliaan (officium

nobile).

Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu menciptakan disiplin tata kerja

dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk

menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya. Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan panduan keutamaan moral bagi hakim, baik dalam

menjalankan tugas profesinya maupun dalam hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan. Hakim

sebagai insan yang memiliki kewajiban moral untuk berinteraksi dengan komunitas sosialnya,

juga terikat dengan norma – norma etika dan adaptasi kebiasaan yang berlaku dalam tata

pergaulan masyarakat. Namun demikian, untuk menjamin terciptanya pengadilan yang mandiri

dan tidak memihak, diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan prasarana bagi Hakim baik

selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat. Untuk itu, menjadi tugas dan

tanggung jawab masyarakat dan Negara memberi jaminan keamanan bagi Hakim dan Pengadilan,

termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas dan anggaran. Walaupun demikian,

meskipun kondisi-kondisi di atas belum sepenuhnya terwujud, hal tersebut tidak dapat dijadikan

alasan bagi Hakim untuk tidak berpegang teguh pada kemurnian.pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada pencari

keadilan dan masyarakat. Sebelum disusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini, Mahkamah Agung telah

mengadakan kajian dengan memperhatikan masukan dari Hakim di berbagai tingkatan dan

lingkungan peradilan, kalangan praktisi hukum, akademisi hukum, serta pihak-pihak lain dalam

masyarakat. Selain itu memperhatikan hasil perenungan ulang atas pedoman yang pertama kali

dicetuskan dalam Kongres IV Luar Biasa Ikatan Hakim Indonesia Tahun 1966 di Semarang,

dalam bentuk Kode Etik Hakim Indonesia dan disempurnakan kembali dalam Munas XIII IKAHI

Tahun 2000 di Bandung. Untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung

RI Tahun 2002 di Surabaya yang merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku Hakim

yang didahului pula dengan kajian mendalam yang meliputi proses perbandingan terhadap

prinsip-prinsip internasional, maupun peraturan-peraturan serupa yang ditetapkan di berbagai

Negara, antara lain The Bangalore Principles of Yudicial Conduct. Selanjutnya Mahkamah Agung

Page 87: Etprof Hakim Br

lxxxvii

menerbitkan pedoman perilaku hakim melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI

Nomor : KMA/104A/SK/XII/2006 tanggal 22 Desember 2006, tentang Pedoman Perilaku Hakim

dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 215/KMA/SK/XII/2007 tanggal 19

Desember 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim.

Demikian pula Komisi Yudisial RI telah melakukan pengkajian yang mendalam dengan

memperhatikan masukan dari berbagai pihak melalui kegiatan Konsultasi Publik yang

diselenggarakan di 8 (delapan) kota yang pesertanya terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum,

akademisi hukum, serta unsur-unsur masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan memenuhi pasal 32A

juncto pasal 81B Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-

Undang Nomor : 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka disusunlah Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim yang merupakan pegangan bagi para hakim seluruh Indonesia serta

Pedoman bagi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi

pengawasan internal maupun eksternal. 144

D. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik

Dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama antara Mahkamah Agung RI dan Komisi

Yudisial Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim Indonesia Nomor :

047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02 /SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 dan mengefektifkan

Badan Pengawas Mahkamah Agung RI. Dengan langkah-langakah sebagai berikut :

1. Pengawasan melekat

Pengawasan melekat dalam organisasi Mahkamah Agung dan Lembaga Peradilan di

bawahnya adalah pengawasan secara struktural yang melekat dalam suatu organisasi,

sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pedoman Umum Angka 1 huruf a Instruksi Presiden

Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan Melekatyaitu sebagai berikut ;

“Pengawasan Melekat, adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai

pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya,

secara preventif ataurepresif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara

efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”.

Oleh Mahkamah Agung, pengawasan melekat secara mikro dilaksanakan oleh

masing-masing Satuan Kerja (Satker), dan secara makro dilaksanakan secara berjenjang

yaitu Mahkamah Agung, Pengadilan Tingkat Banding, dan Pengadilan Tingkat Pertama.

2. Pengawasan fungsional

Satuan Kerja Pengawasan Fungsional Internal Mahkamah Agung berada di dalam

struktur organisasi yang bertugas untuk melakukan pengawasan internal, baik di lingkungan

Mahkamah Agung, maupun terhadap Pengadilan Tingkat Banding, dan Tingkat Pertama.

Kedua bentuk pengawasan tersebut dapat dilakukan melalui dua pendekatan atau sifat,

yaitu:

144

Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, ibid, SKB.Nomor 074/KMA/SKB/IV/ dan SKB Nomor

02/SKB/P.KY/IV/2009, tanggal 8 April 2009, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia, Alinea

Pembukaan, 3-6

Page 88: Etprof Hakim Br

lxxxviii

a. Preventif

Berbagai kegiatan Mahkamah Agung untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia

peradilan seperti halnya mengadakan pendidikan dan pelatihan, memberikan petunjuk-

petunjuk dalam bentuk Surat Edaran, pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan

fungsi pengawasan dalam pengertian pengendalian guna mencegah terjadinya

penyimpangan- penyimpangan tugas. Demikian pula kegiatan-kegiatan koordinasi dan

sosialisasi yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan.

b. Persuasif

Sifat persuasif ini diwujudkan dalam bentuk himbauan-himbauan yang bersifat

menyadarkan dan memotivasi aparat peradilan untuk meningkatkan etos kerja dan

semangat pengabdian dalam memberikan

pelayanan publik yang sebaik-baiknya.

c. Akomodatif

Dalam melaksanakan pengawasan, Mahkamah Agung selalu memperhatikan kondisi

objektif yang ada serta aspirasi aparat peradilan. Hal ini terlihat dari pelaksanaan tugas

Badan Pengawasan dalam bentuk pengawasan reguler dimana hasilnya merupakan

bahan masukan bagi Pimpinan Mahkamah Agung dalam pengambilan keputusan dan

kebijakan.

d. Apresiatif

Dalam melaksanakan pengawasan, Mahkamah Agung juga memperhatikan prestasi dan

nilai lebih yang ditunjukkan oleh aparat peradilan untuk diberikan reward.

e. Represif

Dalam hal yang sangat terpaksa sekali, Mahkamah Agung tidak memiliki pilihan lain

untuk melakukan penindakan sebagai punishment dalam bentuk hukuman disiplin atau

treatment.145

3. Pengawas terhadap pelaksanaan kode etik

Untuk pelaksanaan Kode Etik dapat dijalankan oleh aparat peradilan agar berjalan

efektif, perlu adanya badan yang mengawasi implemantasi kode etik tersebut.

Struktur Organisasi yang menangani bidang pengawasan di Mahkamah Agung RI

adalah badan pengawasan yang berada pada Sekretariat Jendral Mahkamah Agung RI.

Adapun Visi dan Misi Badan Pengawas Mahkamah Agung RI adalah :”Terwujudnya

aparatur peradilan yang bersih dan berwibawa”.

Sedangkan Misi Badan Pengawasan :

a. Mengoptimalkan pengawasan melekat dan mengintensifkan pengawasan fungsional;

145

Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI Tahun 2007, (Jakarta Mahkah Agung

RI),90

Page 89: Etprof Hakim Br

lxxxix

b. Meningkatkan profesionalisme aparat badan pengawasan dan peradilan tingkat banding

di bidang pengawasan.

c. Terwujudnya fungsi pengawasan yang efektif dan efisien dilingkungan Mahkamah

Agung dan badan peradilan di bawahnya.

d. Terwujudnya aparatur yang profesional, bersih, netral, bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

4. Organisasi badan pengawasan.

Badan Pengawasan dipimpin oleh seorang Kepala Badan, yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya Kepala Badan Pengawasan dibantu oleh :

1. Sekretaris Badan Pengawasan;2. Inspektorat Wilayah I; 3. Inspektorat Wilayah II;4. Inspektorat Wilayah III; 5. Inspektorat Wilayah IV.

2. Susunan Sekretariat Badan Pengawasan terdiri dari : a). Bagian Perencanaan dan

Keuangan;b). Bagian Kepegawaian; c). Bagian Organisasi dan Tata Laksana; d). Bagian Umum;e). Kelompok Jabatan Fungsional.

Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan tugas pengawasan, badan Pengawasan telah

membagi beberapa wilayah:

Inspektorat Wilayah I : mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan

perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis

dan administrasi peradilan serta administrasi umum di wilayah I, yang meliputi : Nanggroe

Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan Bangka Belitung.

Inspektorat Wilayah II : mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan

perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis

dan administrasi peradilan serta administrasi umum di wilayah II, yang meliputi : Banten,

DKI Jakarta (termasuk unit organisasi yang ada di Mahkamah Agung), Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.

Inspektorat Wilayah III :mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan

perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis

dan administrasi peradilan serta administrasi umum di wilayah III, yang meliputi :

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.

Inspektorat Wilayah IV: bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan

kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis dan

administrasi peradilan serta umum di wilayah IV, yang meliputi: Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya.

Gambar 3.5 dan 3.6

Page 91: Etprof Hakim Br

xci

5. Ruang lingkup pengawasan meliputi :

Penyelenggaraan, pelaksanaan dan pengelolaan organisasi, administrasi, dan

finansial peradilan, sedangkan sasaran pengawasan meliputi : lembaga peradilan, yang meliputi Mahkamah Agung, pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama.

6. Sejarah terbentuknya badan pengawasan Mahkamah Agung

Pada sekitar tahun 1980an barulah dirasakan pentingnya fungsi pengawasan dalam

penyelenggaraan negara di Indonesia. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya :

a. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan

b. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 Tentang Pembentukan Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP);

c. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan Melekat.

Sampai dengan tahun 2001, fungsi pengawasan ini dilaksanakan oleh Mahkamah

Agung dengan menunjuk hakim agung penanggung jawab Pengawasan wilayah, tanpa

memiliki struktur dan supporting unit.

Pada tahun 2001, atas usulan dari Mahkamah Agung RI, dikeluarkanlah Surat

Keputusan Presiden RI Nomor 131 / M Tahun 2001 tertanggal 23 April 2001 Tentang

Pengangkatan Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan. Jadi

sejak tahun 2001 di

Mahkamah Agung sudah ditunjuk seorang Hakim Agung yang ditugaskan untuk

melakukan pengawasan dan pembinaan yang merupakan salah satu fungsi dari Mahkamah

Agung, Namun pelaksanaan tugas Ketua Muda Mahkamah Agung RI urusan pengawasan dan

pembinaan ini tidaklah dapat terlaksana secara maksimal karena tidak memiliki struktur dan

tidak tersedianya Supporting Unit untuk membantu melaksanakan tugas-tugasnya.

Guna mengatasi kendala tersebut, Mahkamah Agung mengajukan konsep

pembentukan unit pengawasan dan pembinaan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara, dan kemudian Menteri memberikan persetujuannya dengan Surat Nomor 156 /

M.PAN / VI / 2002 tertanggal 10 Juni 2002. Persetujuan tersebut oleh Panitera / Sekretaris

Jenderal Mahkamah Agung RI ditindaklanjuti dengan pembentukan Unit Asisten Bidang

Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Keputusan Panitera /

Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI Nomor : MA / PANSEK / 013 / SK . VI / Tahun

2002 tanggal 12 Juni 2002 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Panitera / Sekretaris

Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : MA / PANSEK / 02 / SK / Tahun

1986 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan / Sekretariat Jenderal Mahkamah

Agung Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, dibentuklah struktur

organisasi Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI yang terdiri atas

:

Page 92: Etprof Hakim Br

xcii

1. Seorang Pejabat Struktural Eselon IIa selaku Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan

Mahkamah Agung RI ( Surat Keputusan Panitera / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung

RI Nomor : UP.IV / 116/ PSJ / SK / 2003 tanggal 14 April 2003 Tentang Pengangkatan

Para Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung

RI ).

2. Sembilan orang Hakim Tinggi Pengawas / Pejabat Fungsional Pengawasan.

3. Tiga orang Pejabat Struktural Eselon III yaitu Kepala Bidang Peradilan Umum dan

Peradilan Tata Usaha Negara, Kepala Bidang Peradilan Agama dan Peradilan Militer dan

Kepala Bidang Peradilan Mahkamah Agung.

4. Enam orang Pejabat Struktural Eselon IV yang masing-masing adalah Kepala Sub Bidang

Peradilan Umum, Tata Usaha Negara, Agama, Militer, Mahkamah Agung dan Tata

Operasional. 5. Sebelas orang Staff.146

Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI

(Asbidwasbin) secara struktural organisatoris berada dibawah Panitera / Sekretaris Mahkamah

Agung RI yang dalam pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan.147

7. Pengawasan dalam sistem peradilan satu atap

Dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 4 dan 5 Tahun 2004 maka

organisasi, administrasi dan finansial seluruh badan peradilan berada di bawah kekuasaan

Mahkamah Agung, hal mana juga membawa dampak terhadap fungsi pengawasan Mahkamah

Agung.

Pasal 46 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 memberikan tenggang waktu

kepada Mahkamah Agung paling lambat 12 bulan terhitung sejak undang-undang tersebut

diundangkan yaitu tanggal 15 Januari 2004 untuk menyusun organisasi dan tata kerja yang

baru di lingkungan Mahkamah Agung.

Pasal 5 ayat (2) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 menentukan bahwa Wakil

Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Wakil Ketua

Yudisial dan Wakil Ketua Bidang Non - Yudisial. Pada ayat (5) ditentukan bahwa Wakil

Ketua Bidang Non - Yudisial membawahi Ketua Muda Pembinaan dan Ketua Muda

Pengawasan.

Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 menentukan

bahwa pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya Sekretariat yang dipimpin oleh seorang

Sekretaris Mahkamah Agung. Pada ayat (3) ditentukan bahwa pada Sekretariat Mahkamah

Agung dibentuk beberapa Direktorat Jenderal dan Badan yang dipimpin oleh beberapa

Direktur Jenderal dan Kepala Badan. Dan sejak saat itu terdapat Badan yang bertugas untuk

146

Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI, Tahun 2010, Bab Pengawasan, Jakarta, 2010, 115

147 Ibid , 116

Page 93: Etprof Hakim Br

xciii

melakukan Pengawasan Fungsional di Mahkamah Agung RI dan seluruh Badan Peradilan di bawahnya dengan nama “ Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI“. 148

8. Sarana dan prasarana.

Agar masyarakat untuk mengetahui sejauh mana perjalanan proses perkara

yang diajukan di peradilan, dan untuk menghindarkan adanya komoniksi langsung

kepada aparat peradilan, telah dipersiapkan sarana dan prasarana pelayanan publik

berupa teknologi informasi yang terdiri dari :

a. Touch screen

b. IVR (interactive voice respond)

c. Portal internet badan pengawasan Mahkamah Agung

d. Layanan SMS

9. Pengawasan oleh pengadilan tingkat banding.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana

telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004, menentukan adanya Pengawasan

Fungsional pada struktur organisasi Mahkamah Agung.

Namun demikan mekanisme pengawasan fungsional pada Pengadilan Tingkat

Banding dan Tingkat Pertama belum diatur, padahal Pasal 32 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1985 yang tidak dirubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 pada Penjelasan

ayat (3) diuraikan bahwa: Kewenangan untuk melaksanakan Pengawasan oleh Mahkamah

Agung dapat didelegasikan kepada Pengadilan Tingkat Banding di semua Lingkungan

Peradilan. Berdasarkan penjelasan Pasal inilah kemudian berkembang istilah Pengadilan

Tingkat Banding sebagai Voorpost .

Mahkamah Agung. Melihat penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

yang didelegasikan itu hanyalah pengawasan terhadap penyelenggaraan pengadilan (ayat 1)

dan pengawasan terhadap tingkah laku para Hakim (ayat 2).

Pendelegasian itu pun hanya sampai ke Pengadilan Tingkat Banding saja, tentu

dengan asumsi bahwa Pengadilan Tingkat Banding sebagai voorpost Mahkamah Agung di

daerah yang menerima pendelegasian tersebut berwenang mengawasi pengadilan-

pengadilantingkat pertama di lingkungan daerah hukumnya. Timbul pertanyaan, bagaimana

mekanisme pengawasan internal pada Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat

Pertama itusendiri.

Sebagai jawabannya dapat digunakan dan masih relevan Surat Edaran Mahkamah

Agung RI Nomor 2 Tahun 1988 tanggal 1 Februari 1988 Tentang Pedoman Pembagian Tugas

Antara Ketua Pengadilan Tinggi/Negeri dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi/Negeri, dimana

pengawasan (control) terhadap masalah-masalah keuangan, kepegawaian dan peralatan oleh

Ketua Pengadilan Tinggi /Pengadilan Negeri didelegasikan kepada Wakil Ketua.

148

Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI, Tahun 2010, Bab Pengawasan, (Jakarta, Mahkamah Gung RI.

2010) :117

Page 94: Etprof Hakim Br

xciv

Selanjutnya, Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor :

KMA/006/SK/III/1994, tanggal 31 Maret 1994 Tentang Pengawasan dan Evaluasi Atas Hasil

Pengawasan Oleh Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama menegaskan

bahwa Ketua Pengadilan Tingkat Banding melakukan pengawasan terhadap jalannya

peradilan di Pengadilan Tingkat Pertama di daerah hukumnya. Pengawasan mana meliputi:

teknis peradilan, administrasi peradilan serta perbuatan dan tingkah laku Hakim dan Pejabat

Kepaniteraan Pengadilan. Berhubung tidak diaturnya pengawasan fungsional secara struktural

di Pengadilan Tingkat Banding, maka penunjukan Hakim Tinggi Pengawas Daerah dan

Hakim Tinggi Pengawas Bidang di Pengadilan Tingkat Banding serta penunjukan Hakim

Pengawas Bidang di Pengadilan Tingkat Pertama sebagaimana yang sekarang ini berlaku

berdasarkan Surat Ketua Mahkamah Agung RI dengan Nomor : MA/

KUMDIL/207/VIII/K/1994 Tanggal 1 Agustus 1994, Perihal Pengawasan dan Evaluasi Atas

Hasil Pengawasan, dapat diintensifkan dan ditingkatkan peranannya.

10. Prosedur pengawasan dan pengaduan pelanggaran kode etik hakim

Pengaduan yang diajukan pada lembaga peradilan dapat berasal dari berbagai

sumber, antara lain:149

a. Pengaduan masyarakat,

Pengaduan-pengaduan yang ditujukan terhadap aparat peradilan atau mutu

pelayanan publik pengadilan. Pengaduan ini umumnya diajukan oleh para pencari

keadilan, pengacara, danlembaga bantuan hukum yang langsung diajukan kepada

Mahkamah Agung atau Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama.

Ada kalanya pengaduan tersebut disampaikan oleh masyarakat umum melalui Lembaga

Swadaya Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden atau Wakil Presiden, Komisi

Yudisial, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi Peberantasan Korupsi,

Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman Nasional danlain-lain. b. Pengaduan internal, yaitu pengaduan yangditujukan terhadap Aparat Peradilan dan

diajukan oleh warga Pengadilan sendiri (termasuk keluarganya).

c. Laporan kedinasan yang merupakan laporanresmi dari Pimpinan Pengadilan mengenai

Aparat Pengadilan yang dipimpinnya.

d. Informasi yang diperoleh dari instansi lain, atau berita melalui media massa, atau dari

isu-isu yang berkembang. Berbagai pengaduan di atas pada umumnya meliputi hal-hal

antara lain:

1. Penyalahgunaan wewenang / jabatan.

2. Pelanggaran sumpah jabatan.

3. Dugaan melakukan tindak pidana.

4. Maladministrasi, yaitu terjadinya kesalahan, atau kekeliruan, atau kelalaian yang

bersifat administratif.

5. Pelanggaran hukum acara, baik yang dilakukan dengan sengaja, maupun karena

kelalaian dan ketidakpahaman.

149

Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI 2010, (Website Mahkamah Agung RI) , Kamis, 26 Januari

2012 12:29 Bab Pengawasan.

Page 95: Etprof Hakim Br

xcv

6. Pelayanan publik yang tidak memuaskan, yang dapat merugikan pihak-pihak yang

berkepentingan pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya mengenai aspek

waktu, biaya, dan atau perilaku.

7. Pelanggaran terhadap kode etik dan code of conduct Hakim.

8. Perbuatan tercela, yaitu berupa perbuatanperbuatan amoral, asusila, atau perbuatan

perbuatan yang tidak selayaknya dilakukanoleh seorang aparat lembaga peradilan

maupun selaku anggota masyarakat.

9. Tindakan indisipliner.

10. Tindakan arogansi.

Gambar 3.7

Pengaduan dan Tindak Lanjutnya :

Gambar di atas merupakan Skema Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat

berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009.

11. Pengawasan eksternal

a. Fungsi dan peran Komisi Yudisial pengawasan kode etik hakim

Redefinisi Fungsi Hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai

Mitra dalam Pelaksanaaan Fungsi Pengawasan. Mahkamah Agung RI berkepentingan

terhadap pengawasan eksternal tepat dan efektif oleh Komisi Yudisial. Apabila pengawasan

yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai

tujuannya, maka tujuan pengawasan perilaku hakim oleh Mahkamah Agung juga tercapai.

Selain itu, keberadaan pengawasan eksternal mendorong unit pengawasan internal untuk

menjaga dan meningkatkan akuntabilitas dan mutu pengawasan yang dilaksanakan.

Redefinisi dan meningkatkan koordinasi serta kerjasama dengan Komisi Yudisial adalah

agenda yang penting, yaitu dengan melakukan:

Page 96: Etprof Hakim Br

xcvi

1. Hubungan kemitraan yang setara dengan meningkatkan kerjasama, antara lain

pelaksanaan kegiatan pengawasan secara bersama-sama.

2. Pembentukan standar dan pedoman bersama dalam pengawasan dan pemeriksaan

dugaan pelanggaran perilaku hakim, yang memuat: mekanisme koordinasi dalam

kegiatan pengawasan perilaku hakim, baik antara Komisi Yudisial RI dan Mahkamah

Agung RI, maupun antara Komisi Yudisial dengan badan peradilan di bawah

Mahkamah Agung RI, mekanisme dalam penyampaian rekomendasi hukuman disiplin

oleh Komisi Yudisial dan penetapan hukuman disiplin oleh Mahkamah Agung RI,

mekanisme pembentukan dan pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Hakim, jaminan

hak dan kepastian hukum dari pihak-pihak yang menjadi obyek pengawasan atau

pemeriksaan, dan standar minimum pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan

dalam rangka mengakomodasi prinsip objektivitas dan akuntabilitas kegiatan

pengawasan.

3. Penegasan atas independensi hakim dan pengadilan dengan menyusun draf perubahan

Undang Undang Mahkamah Agung RI, Undang-Undang Badan Peradilan dan Undang-

Undang Komisi Yudisial serta melakukan kegiatan-kegiatan strategis untuk mendorong

dihilangkannya ketentuan-ketentuan yang mengandung unsur-unsur: penilaian terhadap

bunyi putusan hakim, ketidakseimbangan dalam proses pengawasan dan pendisiplinan

hakim, dan berpotensi menimbulkan multi tafsir berkaitan dengan kewenangan

pengawasan yang dimiliki oleh pengawas internal Mahkamah Agung RI dan lembaga

pengawas eksternal Komisi Yudisial.

Gambar : 3.8 Struktur Organisasi Biro Pengawasan Hakim Di Komisi Yudisial :

Page 97: Etprof Hakim Br

xcvii

Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara

menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.150

c.Dasar dan kewenangan Komisi Yudisial.

Dasar Hukum Dibentuknya Komisi Yudisial adalah : Pasal 24A ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Calon

hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk

mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden”.

Dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim

agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,serta perilaku hakim. (Pasal 24B ayat 1).

150

Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta Mahkamah Agung RI), 109

a. Tugas Komisi Yudisial Mengusulkan pengangkatan hakim agung

Komisi Yudisial mempunyai tugas:

1. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;

2. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

3. Menetapkan calon Hakim Agung;

4. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.

b. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim

Komisi Yudisial mempunyai tugas:

1. Pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim.

2. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,

3. Melakukan verifikasi, klarifikasi dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran

kode etik dan pedoman perilaku hakim,

4. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik.

5. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorang, kelompok

orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

6. Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim.

7. Meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya pelanggaran kode etik.

Pertanggungjawaban dan laporan

Page 98: Etprof Hakim Br

xcviii

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-

undang.152

Pasal 34:

151

Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta Mahkamah Agung RI), 109

151 Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta Mahkamah Agung RI), 109

152 Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945

2) Tugas Komisi Yudisial Mengusulkan pengangkatan hakim agung

Komisi Yudisial mempunyai tugas:

a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;

b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

c. Menetapkan calon Hakim Agung;

d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.

3) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim

Komisi Yudisial mempunyai tugas:

a. Pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim.

b. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,

c. Melakukan verifikasi, klarifikasi dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran kode

etik dan pedoman perilaku hakim,

d. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik.

e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorang, kelompok orang

atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

f. Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim.

g. Meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya pelanggaran kode etik.

Pertanggungjawaban dan laporan

Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara

menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.151

Page 99: Etprof Hakim Br

xcix

(1) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang.

(2) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung

dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-undang.153

E. Perbandingan Komisi Yudisial di Berbagai Negara

Selanjutnya penulis akan menyampaikan perbandingan Komisi Yudisial di 43 (empat

puluh tiga) negara, Tugas dan Kewenangannya dan Jumlah Anggota Komisioner: 154

1. Negara Afrika Selatan (Judicial Service Commission)

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden dalam pengangkatan dan

pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua dan Wakil Ketua

Mahkamah Agung, dan hakim di semua lembaga peradilan. Jumlah anggota 19 orang.

Keanggotaan dan susunan Komisi terdiri dari: Ketua Mahakamah Agung sebagai Ketua; Ketua

Mahakamah Konstitusi; satu (1) orang hakim pilihan; anggota kabinet yang bertanggung jawab

terhadap administrasi pengadilan; dua (2) orang advokat yang dinominasikan organisasinya dan

diangkat oleh presiden; dua (2) orang jaksa yang dinominasikan organisasinya dan diangkat oleh

presiden; satu (1) orang pengajar fakultas hukum yang dipilih dari universitas universitas di

Afrika Selatan; tujuh (7) orang yang dibentuk oleh National Assembly dimana tiga (3) di

antaranya harus dari partai oposisi; empat (4) orang yang mewakili provinsi; dan empat (4) orang

yang dipilih presiden setelah melalui persetujuan National Assembly.

2. Negara Argentina (Council of Magistracy )

Tugas dan kewenangannya: Mengajukan calon hakim agung kepada Senat dan diangkat oleh

Presiden; bertangung jawab terhadap seleksi calon hakim dan administrasi kekuasaan kehakiman;

mengembangkan pemilihan kandidat hakim tingkat bawah melalui kompetisi publik;

mengeluarkan usulan tiga (3) orang kandidat hakim tingkat bawah; mengurus sumber daya untuk

administrasi pengadilan; melakukan tindakan pendisiplinan terhadap hakim; memutuskan

pemberhentian hakim; dan mengeluarkan peraturan tentang organisasi pengadilan untuk

menjamin independensi hakim dan efisiensi administrasi pengadilan. Jumlah anggota Tidak diatur

di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

3. Negara Bulgaria ( Supreme Judicial Council )

Tugas dan kewenangannya: Mengusulkan kepada Presiden tentang pengangkatan dan

pemberhentian Ketua Mahkamah Agung Kasasi, Ketua Mahkamah Agung Administratif, dan

Jaksa Agung. Jumlah anggota 25 orang. Keanggotan Komisi terdiri : Dua puluh lima (25) orang.

Tiga (3) orang duduk secara ex officio, yaitu Ketua Mahkamah Agung Kasasi, Ketua

Mahkamah Agung Administratif, dan Jaksa Agung.

4. Negara ( Etiopia State Judicial Administration Council )

Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan kepada State Council tentang pengangkatan

Hakim Agung, Hakim Tinggi,dan Hakim Tingkat Pertama . Jumlah anggota tidak diatur di dalam

Konstitusi. Keanggotaan komisi tidak diatur di dalam Konstitusi

153

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

154 A. Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,

Jakarta, Cet. I , 2004) : 5-19.

Page 100: Etprof Hakim Br

c

5. Negara (Fiji Judicial Service Commission )

Tugas dan kewenangannya : Merekomendasikan kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim

Agung dan Hakim Banding. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan

Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua Public Service

Commission; dan Ketua Fiji Law Society.

6. Negara (Filipina Judicial and Bar Council )

Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan pengangkatan para hakim. Jumlah anggota 6

orang. Keanggotaan komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua

Public Service Commission; dan Ketua Fiji Law Society.

7. Negara (Gambia Judicial Service Commission )

Tugas dan kewenangannya: Memberikan konsultasi kepada Presiden tentang anggota anggota

pengadilan yang akan diangkat. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan

Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

8. Negara Ghana ( Judicial Council ) .

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim

Agung, Hakim Banding, dan Hakim Tingkat Pertama. Selain itu, juga berfungsi mengusulkan

pertimbangan tentang pemerintah, perbaikan administrasi dan efisiensi peradilan; menjadi forum

untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan fungsi peradilan;

dan menyelenggarakan fungsi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jumlah anggota

17 orang. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

9. Negara ( Guyana Judicial Service Commission )

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan para

hakim, pejabat hukum lain, dan Ketua Mahkamah Agung. Jumlah anggota tidak diatur di dalam

Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari: Pejabat hukum sebagai Ketua Komisi; Ketua

Mahkamah Agung; Ketua Public Service Commission; dan anggota-anggota lain.

10. Negara Indonesia ( Komisi Yudisial ).

Tugas dan kewenangannya: Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang

lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan tidak diatur di dalam

Konstitusi. Tetapi diatur oleh Undang-Undang. Anggota Komisi Yudisial dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dari Akademisi di bidang hukum, dan praktisi atau advokat sebanyak 7

anggota.

Komisi Yudisial di Indonesia diatur dalam Pasal 24B Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar

1945. Kehadiran Komisi Yudisial, karena didasari pemikiran bahwa hakim agung yang duduk di

Mahkamah Agung dan para hakim merupakan figur-figur yang sangat menentukan dalam

perjuangan menegakkan hukum dan keadilan. Apalagi hakim agung duduk pada tingkat peradilan

tertinggi dalam susunan peradilan. Sebagai negara hukum, masalah kehormatan dan keluhuran

martabat, serta perilaku seluruh hakim merupakan hal yang sangat strategis untuk mendukung

upaya menegakkan peradilan yang handal dan realisasi paham Indonesia adalah negara hukum.

Melalui lembaga Komisi Yudisial ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang

sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian

keadilan melalui putusan hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta

perilakunya.155

155

Pasal 24B ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.”

Pasal 24B ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, “Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai

pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.” Pasal 24B ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Page 101: Etprof Hakim Br

ci

11. Negara Italia ( Superior Council of the Judiciary )

Tugas dan kewenangannya: Berhak mengangkat, memberhentikan, memutasikan, dan

mempromosikan anggota badan peradilan dan memberikan tindakan pendisiplinan terhadapnya.

Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam

Konstitusi.

12. Negara Kazakhstan ( Higher Judicial Council )

Tugas dan kewenangannya : Tidak diatur di dalam Konstitusi. Jumlah anggota tidak diatur di

dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

13. Negara Kamerun ( Higher Judicial Council ).

Tugas dan kewenangannya : Mendampingi Presiden dan memberikan opininya dalam hal

pengangkatan para anggota hakim dan departemen kehakiman serta memberikan opininya tentang

para calon hakim dan mengambil tindakan pendisiplinan terhadap aparat hukum dan pengadilan.

Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam

Konstitusi.

14. Negara Kongo ( High Council of the Magistrate )

Tugas dan kewenangannya: Mengadakan jabatan hakim dan menjamin kemerdekaan kekuasan

kehakiman; dan harus membentuk Dewan Kedisiplinan (Disciplinary Council) sebagai lembaga

yang mengurusi kareir para hakim. di dalam Konstitusi . Jumlah anggota tidak diatur dalam

Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

15. Negara Kroasia ( National Judicial Council ) .

Tugas dan kewenangannya: Mengangkat dan memberhentikan hakim dan memutuskan segala hal

yang berkaitan dengan pertanggungjawaban kedisiplinannya. Jumlah anggota 11 orang.

Keanggotan Komisi terdiri dari : Sebelas (11) orang yang dipilih oleh Parlemen Kroasia dari para

hakim, advokat, dan guru besar fakultas hukum.

16. Negara Kenya ( Judicial Service Commission )

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim,

Jumlah anggota 5 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung sebagai

Ketua Komisi; Jaksa Agung; dua (2) orang hakim yang mewakili Mahkamah Agung dan

Pengadilan Tinggi; dan Ketua Public Service Commission.

17. Negara Lesotho (Judicial Service Commission )

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan hakim

agung. Jumlah anggota 4 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung

sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; Ketua Public Service Commission; dan satu (1) orang yang

diangkat Raja.

18. Negara Makedonia ( The Republican Judicial Council ).

Tugas dan kewenangannya: Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian para hakim;

memutuskan pertanggungjawaban kedisiplinan para hakim; memberikan penilaian kompetensi

dan etika para hakim dalam menjalankan jabatannya; dan mengusulkan dua (2) orang hakim

untuk duduk dalam Mahkamah Konstitusi Makedonia. Jumlah anggota 7 orang. Keanggotaan

Komisi ada tujuh (7) orang anggota yang dipilih oleh Majelis (The Assembly).

19. Negara Malawi (Judicial Service Commission) .

Tugas dan kewenangannya: Mencalonkan seseorang untuk menduduki jabatan kehakiman;

menjalankan kekuasaan pendisiplinan terhadap pejabat peradilan; merekomendasikan

pemberhentian seseorang dari jabatan kehakiman; dan menjalankan kekuasaan lain yang

diperlukan sesuai dengan konstitusi. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi.

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 24B ayat (4) Perubahan Ketiga UUD 1945

menyatakan, “Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.”

Page 102: Etprof Hakim Br

cii

Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua Civil

Service Commission ; Hakim Banding; dan praktisi hukum.

20. Negara Malaysia (Judicial and Legal Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Di dalam Konstitusi hanya dikatakan bahwa Komisi mempunyai

yurisdiksi setiap anggota badan peradilan dan pelayanan hukum. Jumlah anggota tidak diatur di

dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari: Ketua Public Service Commission sebagai

ketua; Jaksa Agung; dan satu (1) orang atau lebih anggota yang diangkat oleh Yang di- Pertuan

Agong setelah berkonsultasi dengan Ketua Mahkamah Agung.

21. Negara Marshall Islands (Judicial Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Membuat rekomendasi tentang pengangkatan kehakiman atas

inisiatif sendiri atau atas permintaan Kabinet; merekomendasikan atau mengevaluasi kriteria dan

kualifikasi para hakim; mengangkat atau memberhentikan para hakim dari pengadilan rendah;

dan menjalankan fungsi dan kekuasaan lain yang diatur dengan undang-undang. Jumlah anggota

tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung

sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; dan warga negara Marshall Islands.

22. Negara Namibia ( Judicial Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Membuat rekomendasi tentang pengangkatan hakim atas inisiatif

sendiri atau atas permintaan Kabinet; merekomendasikan atau mengevaluasi kriteria dan

kualifikasi para hakim; mengangkat atau memberhentikan para hakim dari pengadilan rendah;

dan menjalankan fungsi dan kekuasaan lain yang diatur dengan undang-undang. Jumlah anggota 5

orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung; hakim yang diangkat oleh

Presiden; Jaksa Agung; dan dua (2) orang anggota dari profesi hukum.

23. Negara Nepal (Judicial Council ).

Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan dan memberikan advis kepada Presiden tentang

pengangkatan, pemindahan (mutasi), tindakan pendisiplinan, dan pemberhentian para hakim serta

hal-hal lain yang berkaitan dengan administrasi pengadilan. Jumlah anggota 5 orang.

Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung yang secara ex officio sebagai Ketua

Dewan; Menteri Kehakiman; dua (2) orang Hakim Agung paling senior; dan satu (1) orang juri

yang dicalonkan oleh Raja.

24. Negara Nigeria (Judicial Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya tidak diatur di dalam Konstitusi. Jumlah anggota tidak diatur di dalam

Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

25. Papua Nugini ( Judicial and Legal Services Commission )

Tugas dan kewenangannya: Mengangkat Wakil Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung

(selain Ketua Mahkamah Agung); dan mengangkat Ketua Hakim; mengangkat Jaksa Agung dan

Jaksa Agung Muda. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi :

Tidak diatur di dalam Konstitusi.

26. Negara Prancis ( Conseil Superieur de la Magistrature).

Tugas dan kewenangannya: Membantu Presiden sebagai penjamin kemerdekaan kekuasaan

kehakiman; mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan pimpinan Hakim Banding; dan

bertindak sebagai Dewan Pendisiplinan Hakim. Jumlah anggota 11 orang. Keanggotaan Komisi

terdiri dari : Sembilan (9) orang yang diangkat oleh Presiden.

27. Negara Saint Christopher and Nevis ( Judicial and Legal Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Sebagai pihak yang harus diajak konsultasi dalam pengangkatan

seseorang untuk menduduki jabatan publik di bidang kehakiman. Seseorang yang menduduki

jabatan public di bidang kehakiman tidak bisa diberhentikan kecuali atas persetujuannya. Jumlah

anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

28. Negara Saint Lucia ( Judicial and Legal Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Melakukan kontrol kedisiplinan terhadap pejabat publik di bidang

kehakiman dan memberhentikannya. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi.

29. Negara Saint Vincent ( Judicial and Legal Service Commission ).

Page 103: Etprof Hakim Br

ciii

Tugas dan kewenangannya: Berkonsultasi dengan Gubernur Jendral tentang pemberhentian

pejabat publik di bidangkehakiman; menyetujui pemberhentian pejabat publik di bidang

kehakiman; mengangkat orang untuk menduduki jabatan dalam Kejaksaan Agung; dan

memberikan advis kepada Gubernur Jendral tentang pengangkatan Jaksa Agung. Jumlah anggota

Tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

30. Negara Samoa ( Judicial Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Kepala Negara mengenai pengangkatan,

promosi, dan mutasi pejabat pengadilan (selain Ketua Mahkamah Agung); dan pemberhentian

setiap pejabat peradilan (selain Hakim Agung). Jumlah anggota 3 orang. Keanggotaan Komisi

terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; dan satu (1) orang yang

dicalonkan oleh Menteri Kehakiman. Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung

sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; dan satu (1) orang yang dicalonkan oleh Menteri

Kehakiman.

31. Negara Sierra Leone ( Judicial and Legal Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Ketua Mahkamah Agung dalam

penyelenggaraan fungsifungsi administratif dan lainlain; mengangkat, mempromosikan,

memutasikan, memberhentikan, dan mendisiplinkan orang-orang yang menduduki jabatan

kehakiman. Jumlah anggota 7 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung

sebagai Ketua Komisi; Hakim Banding paling senior; Jaksa Agung; satu (1) orang praktisi

hukum; Ketua Public Service Commission; dan dua (2) orang yang diangkat oleh Presiden dengan

persetujuan Parlemen.

32. Negara Slovenia ( Judicial Council )

Tugas dan kewenangannya: Memberikan rekomendasi kepada National Assembly dalam

pemilihan para hakim. Jumlah anggota 11 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Lima (5)

orang anggota dipilih melalui pemungutan suara National Assembly yang dicalonkan Presiden

dari kalangan praktisi hukum, guru besar hukum, dan lawyer; enam (6) orang anggota dipilih dari

kalangan hakim. Ketua Komisi dipilih oleh para anggotanya.

33. Negara Solomon Islands ( Judicial and Legal Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Mengangkat, memberhentikan, dan melakukan pendisiplinan para

hakim. Jumlah anggota 4 orang. Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai

Ketua Komisi; Jaksa Agung; Ketua Public Service Commission; anggota tambahan yang diangkat

Gubernur Jendral sesuai dengan advis dari Perdana Menteri.

34. Negara Spanyol General ( Council of the Judicial Power ).

Tugas dan kewenangannya: Menentukan organ administrasi pengadilan khususnya yang

berkaitan dengan pengangkatan, promosi, inspeksi, dan pendisiplinan. Jumlah anggota 22 orang.

Keanggotaan Komisi terdiri : Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; dan dua puluh (20) orang

hakim, empat (4) orang di antaranya diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat; empat (4) oleh

Senat yang diambil dari lawyer dan ahli hukum.

35. Sri Lanka Judicial Service Commission

Tugas dan kewenangannya: Mengangkat, mempromosikan, memutasikan, memberhentikan, dan

mengontrol kedisiplinan pejabat pengadilan. Jumlah anggota 3 orang. Keanggotaan Komisi terdiri

dari : Ketua Mahkamah Agung; dan dua (2) orang Hakim Agung yang diangkat oleh Presiden.

36. Negara Thailand ( Judicial Commission of the Court of Justice ).

Tugas dan kewenangannya: Memberikan persetujuan pengangkatan dan pemberhentian Hakim

Agung sebelum diajukan kepada Raja; dan memberikan persetujuan tentang promosi, kenaikan

gaji dan menghukum Hakim Agung. Jumlah anggota 15 orang. Keanggotaan Komisi terdiri :

Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; dua belas (12) orang anggota dari setiap

tingkatan pangadilan; dan dua (2) orang anggota di luar hakim yang dipilih oleh Senat.

37. Negara Timor Timur ( Superior Council for the Judiciary ).

Tugas dan kewenangannya: Mengelola dan mendisiplinkan para hakim pengadilan; dan

mengangkat, memberhentikan, memutasikan, dan mempromosikannya. Jumlah anggota 5 orang.

Page 104: Etprof Hakim Br

civ

Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Dewan; satu (1) orang ditunjuk oleh Presiden; satu (1)

orang dipilih oleh Parlemen; satu (1) orang ditunjuk oleh Pemerintah; dan (1) satu orang dipilih

oleh para hakim.

38. Negara Trinidad dan Tobago (Judicial and Legal Service Commission).

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim

Agung. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua

Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua Public Service Commission; dan anggota-

anggota lain yang diangkat.

39. Negara Tunisia ( Superior Council of the Magistrature).

Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan kepada Presiden tentang pencalonan hakim;

mengawasi hakim dalam hal pelaksanaan pencalonan, kemajuan, pemutasian, dan kedisiplinan.

Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam

Konstitusi.

40. Negara Vanuatu ( Judicial Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan hakim; dan

memberikan advis kepada Presiden tentang promosi dan mutasi anggota kehakiman. Jumlah

anggota 3 orang. Keanggotan Komisi terdiri dari : Menteri yang bertanggung jawab terhadap

kehakiman; dan Ketua Public Service Commission; dan perwakilan National Council of Chiefs.

41. Negara Venezuela (The Council on the Judiciary ).

Tugas dan kewenangannya: Mengatur penjaminan independensi, efisiensi, disiplin, dan kepatutan

pengadilan; dan menjamin hal-hal yang berkaitan dengan karier seorang hakim. Jumlah anggota

tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

42. Negara Zambia ( Judicial Service Commission ).

Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim

Agung; dan fungsi lain

yang berkaitan dengan pelayanan publik atau pelayanan hukum atau pengadilan. Jumlah anggota

tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.

43. Negara Zimbabwe ( Judicial Service Commission ) .

Tugas dan kewenangannya: Memberikan konsultasi kepada Presiden tentang pengangkatan Jaksa

Agung, Deputi Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung. Jumlah anggota tidak diatur di dalam

Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.156

Setelah melihat nama, tugas dan fungsi utama, dan jumlah anggota Komisi Yudisial di

empat puluh tiga (43) negara tersebut, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil sebagai

berikut:

1. Judicial Service Commission adalah nama yang paling banyak dipakai oleh negara-negara yang

mengatur Komisi Yudisial di dalam Konstitusinya, yaitu lima belas (15) negara;157

2. Komisi Yudisial adalah lembaga yang diharapkan dapat merekomendasikan nama Ketua

Mahkamah Agung terbaik bahkan di beberapa negara juga Hakim Agung dan hakim lain di

bawahnya tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak terkait dengan kecakapan;

3. Komisi Yudisial adalah lembaga yang diharapkan dapat melakukan tindakan pendisiplinan

terhadap para hakim;

156

A. Ahsin Thohari , Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,

Jakarta, Cet. I , 2004) : Ibid : hal 5-20.

157

Kelima belas negara tersebut adalah Afrika Selatan, Fiji, Gambia, Guyana, Kenya, Lesotho, Malawi, Marshall

Islands, Namibia, Nigeria, Samoa, Sri Lanka, Vanuatu, Zambia

Page 105: Etprof Hakim Br

cv

4. Keberadaan Komisi Yudisial terkait dengan masalah gagasan kemerdekaan kekuasaan

kehakiman di dalam suatu negara;

5. Keberadaan Komisi Yudisial terkait dengan masalah administrasi pengadilan, termasuk

promosi dan mutasi hakim.158

Latar Belakang Pembentukan Komisi Yudisial

Di bebarapa negara, Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau lebih

dari lima hal sebagai berikut:

a) Lemahnya controlling dan monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena

controlling monitoring hanya dilakukan secara internal saja;

b) Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive

power) dalam hal ini Departemen Kehakiman dan kekuasaan kehakiman (judicial power);

c) Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam

menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalan-persoalan teknis non-hukum;

d) Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh

penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.

e) Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga

yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau

parlemen.159.

Dengan perubahan sistem seleksi penerimaan calon hakim yang dilakukan oleh

Komisi Yudisial, diharapkan pengaruh politik dari penguasa baik presiden maupun parlemen,

demi terciptanya kemerdekaan hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia.

F. Penerapan sanksi bagi pelanggar kode etik hakim di Indonesia.

1. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Hakim

a. Macam-macam sanksi hukuman disiplin pelanggaran kode etik hakim

Macam-macam sanksi hukuman disiplin pelanggaran kode etik hakim yang

telah diterapkan dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim antara lain terdiri dari :

158

Hal lain yang patut dicatat adalah susunan keanggotaan Komisi Yudisial di empat puluh tiga (43) negara tersebut ada

beberapa perbedaan satu sama lain. Utamanya tentang keanggotaan Komisi Yudisial ini memang kadang-kadang

terjadi persamaan antara satu negara dengan negara lainnya. Akan tetapi, perbedaan bahkan secara diameteral juga

kadang kadang terjadi, karena memang Komisi Yudisial diberbagai negara tersebut ditentukan oleh konteks sosial

dan ketatanegaraan suatu negara serta perkembangan kultural yang telah dilalui oleh negara tersebut.

159 Hal lain yang patut dicatat adalah susunan keanggotaan Komisi Yudisial di empat puluh tiga (43) negara tersebut ada

beberapa perbedaan satu sama lain. Utamanya tentang keanggotaan Komisi Yudisial ini memang kadang-kadang terjadi

persamaan antara satu negara dengan negara lainnya. Akan tetapi, perbedaan bahkan secara diameteral juga kadang

kadang terjadi, karena memang Komisi Yudisial diberbagai negara tersebut ditentukan oleh konteks sosial dan

ketatanegaraan suatu negara serta perkembangan kultural yang telah dilalui oleh negara tersebut..

159 A. Ahsin Thohari , Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, ( ibid) : 29.

Page 106: Etprof Hakim Br

cvi

1. Diberikan izin kepada Kepolisian untuk memeriksa hakim terlapor sehubungan dengan

dugaan telah melakukan tindak pidana dalam pelanggaran (Code of Unprofessional

Law).

2. Dibebaskan dari jabatannya dan dipekerjakan untuk tugas peradilan (Yustisial) di

PengadilanTinggi.

3. Dikenakan penahanan ringan selama 14 hari (Mahkamah Militer).

4. Tidak diperbolehkan melaksanakan tugas pokok sebagai Hakim dan dipekerjakan untuk

tugas peradilan (Yustisial) di Pengadilan Tinggi dan dikenakan penurunan pangkat

setingkat lebih rendah untuk paling lama selama 1 (satu) tahun.

5. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim dan sebagai Pegawai Negeri Sipil.

b. Frekuensi jumlah putusan pelanggaran kode etik hakim.

Majelis Kehormatan Hakim telah banyak memberikan putusan atas pelanggaran

Kode Etik Hakim. Penulis akan menampilkan hasil laporan Mahkamah Agung RI mulai dari

hukumn/saksi ringan, sedang sampai pada hukum/sanksi berat sejak tahun 2007 sampai pada

tahun 2011 sebagaimana tabel di bawah ini

Tabel : 3.3

Jumlah Hakim terkena sanksi.

No 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah

1 2 3 4 5 6 7

1 18 38 78 110 53 297

2 6 % 12,79 % 26,26 % 37 % 17,84 % 100 %

Catatan: Pada tahun 2010 bagi hakim kena sanksi tertinggi mencapai 110 hakim = 37 % dari

urutan tertinggi 5 tahun terakhir.160

a. Penanganan pengaduan

Jumlah pengaduan yang ditangani oleh Mahkamah Agung selama tahun 2007

sampai dengan bulan Maret 2008 adalah sebanyak 532 (lima ratus tiga puluh dua) pengaduan,

jumlah tersebut sudah termasuk sisa pengaduan pada tahun 2006 sebanyak 145 (seratus empat

puluh lima).

160

Mahkamah Agung RI, Laporan Tahunan 2007-2011 Web site Mahkamah Agung RI.

Page 107: Etprof Hakim Br

cvii

Dari 532 (lima ratus tiga puluh dua) tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh

Badan Pengawasan Mahkamah Agung sebanyak 253 (dua ratus lima puluh tiga) pengaduan, dan

didelegasikan ke PengadilanTingkat Banding sebanyak 279 (dua ratus tujuh puluh sembilan)

pengaduan.

Pada tahun 2011 jumlah pengaduan dari masyarakat mencapai 3.232 aduan,

Mahkah Agung RI telah memberi hukuman 53 Hakim "Setelah dilakukan rekapitulasi terhadap

dugaan pelanggaran kode etik. Hukuman disiplin berat 12 hakim, 12 disiplin sedang, dan 29

hakim mendapat hukuman disiplin ringan, kata Ketua Mahkamah Agung, Harifin Andi Tumpa di Jakarta, Jumat 30 Desember 2011.

Dari jumlah total 3.232 pengaduan itu, terdiri dari 2.833 pengaduan masyarakat,

141 pengaduan online, dan 258 pengaduan Institusi. Harifin mengatakan jumlah pengaduan

yang masuk ke institusinya lebih banyak daripada pengaduan yang masuk ke Komisi Yudisial, yang mencapai angka 1.658 pengaduan.

Hal itu bukan berarti makin banyak pengaduan yang masuk, makin banyak hakim

ditindak untuk dijatuhkan hukuman," tegasnya. Mengapa dari sekian banyak aduan hanya 53

hakim yang ditindak. Menurut Harifin, setelah dilakukan penyelidikan, banyak pengaduan yang

tidak terbukti. Setelah dilakukan rekapitulasi terhadap dugaan pelanggaran kode etik, banyak

pengaduan yang tidak layak ditindaklanjuti.

Ketua Mahkamah Agung RI mengaku banyak pengaduan yang masuk lebih bersifat

teknis yudisial. Bahkan pengaduan itu lebih layak ditindaklanjuti ke institusi penegak hukum kepolisian ataupun kejaksaan sehingga tidak layak ditindaklanjuti MA. 161

c. Penjatuhan hukuman disiplin dan pengenaan tindakan administratif.

Selama periode tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan bulan Maret 2008, telah

dijatuhkan hukuman disiplin dan tindakan terhadap 53 (lima puluh tiga) personil termasuk

diantaranya 18 (delapan belas) orang.

Hukuman / Sanksi sebagai hakim, panitera / panitera pengganti dan kaur-kaur yang

ada di kesekretariatan dan Jenis Hukuman dan jumlah Jumlah yang terkan hukuman sanksi

pelanggaran kode etik. Mahkamah Agung mengungkapkan, jumlah hakim yang dijatuhi

hukuman disiplin oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung RI selama 2011 sebanyak 53

orang, atau turun 51,8 persen dibandingkan pada 2010. Tahun lalu, yang dijatuhi hukuman

disiplin mencapai 110 hakim yang keseluruhannya adalah sebagai tabel berikut :

a. Hasil Pengawasan Tahun 2011 Oleh Mahkamah Agung RI.

1. Pengawasan internal dan penegakan kehormatan perilakusepanjang tahun 2011.

161

Ismoko Widjaya, Nur Eka Sukmawati, (VIVA news www.com). Ketua MA, Harifin A Tumpa.Jum'at, 30 Desember

2011, 14:12 WIB

Page 108: Etprof Hakim Br

cviii

Mahkamah Agung terus melakukan proses rutin pengawasan internal, sekaligus secara

berkelanjutan mencari cara untuk meningkatkan integritas lembaga peradilan untuk terus

menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Sepanjang tahun 2011, Badan Pengawasan Mahkamah

Agung RI menerima total pengaduan sejumlah 3.232 pengaduan, dengan perincian, 2.833

merupakan pengaduan masyarakat, 258 merupakan pengaduan institusi, dan 141 masuk melalui pengaduan online.

Tabel :3.9 :Pengaduan Tahun 2011:

No Pengaduan

Masyarakat

Pengaduan

Institusi

Pengaduan On

line

Jumlah

1 2 3 4 5

1 2833 258 141 3232

2 87,65 % 7,98 % 4,36 % 100 %

Tabel.3.10.

Hukuman disiplin: Berat, sedang, ringan terhadap hakim dan pegawai/staf pengadilan 2011

No Hukuman

Berat

Hukuman

Sedang

Hukuman

Ringan

Jumlah Keterangan

1 2 3 4 5 6

1 43 22 65 130

2 33,07 % 16,92 % 50 % 100 %

Pada tahun 2011, tercatat 43 aparatur peradilan telah dikenakan hukuman disiplin berat, diikuti 22

aparat yang dijatuhi hukuman sedang, 62 orang aparatur peradilan yang dikenakan hukuman disiplin

ringan, dan 3 orang dari peradilan militer, dengan perincian 2 orang teguran dan 1 orang penahanan

ringan. Dari total 130 aparatur peradilan yang dikenakan sanksi, tercatat mayoritas 38% diantaranya

adalah hakim, disusul oleh staf pengadilan sebesar 19,6% dan Panitera Pengganti sebesar 11,8%.

Sementara itu dari sisi jenis pelanggaran, maka pelanggaran yang paling sering terjadi adalah

pelanggaran peraturan disiplin sebanyak 53,85% yang disusul oleh unprofessional conduct sebanyak

20,77% dan pelanggaran kode etik sebanyak 13,85%.

Tabel 3.10

Hukuman/sanksi hakim dan staf Strukturan dan fungsional 2011

No. Hakim Staf Panitera/Panitera

Pengganti

Jurusita /Juru

Sita Pengganti

Jumlah

1 2 3 4 5 6

1 49 25 15 41 130

2 38% 19,6% 11,8%. 30,6 100 %

Sementara itu dari sisi jenis pelanggaran, maka pelanggaran yang paling sering terjadi adalah

pelanggaran peraturan disiplin sebanyak 53,85% yang disusul oleh unprofessional conduct sebanyak

Page 109: Etprof Hakim Br

cix

20,77% dan pelanggaran kode etik sebagai Hakim sebanyak 13,85 %. Dan pelanggaran lainnya 15 atau 11,53 %.162

Tabel 3.11. Jenis Pelanggaran

No Disiplinan Unprofessional

Conduct

Kode Etik Pelanggaran

lainnya

Jumlah

1 2 3 4 5 6

1 70 27 18 15 115

2 53,85% 20,77% 13,85 % 11,53 100 %

Mahkamah Agung RI menitik beratkan pada pengawasan internal. Belajar dari pengawasan selama 3

tahun, saya menilai pengawasan berjalan efektif dilakukan oleh Pengadilan Tingkat Banding”.

Maka, sejak tahun 2007 Ketua Mahkamah Agung RI menginstruksikan untuk memberikan anggaran pembinaan kepada Pengadilan Tingkat Banding.

Kedua Tim tersebut berperan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi koordinasi dan komunikasi

antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial sekaligus mendorong penyelesaian agenda-agenda

kunci penyusunan dan implementasi petunjuk pelaksanaan yang terkait dengan isu Pemeriksaan

Bersama, Petunjuk Pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Penyempuranaan Petunjuk

Pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Sistem Rekrutmen Hakim dan Hakim Ad Hoc pada

Mahkamah Agung RI, Peningkatan kapasitas hakim melalui pendidikan dan pelatihan serta kesejahteraan hakim. (humas/ats) 163

Tabel 3.12:

Hakim yang terkena hukuman disiplin dan pelanggaran kode etik dalam lima tahun terakhir 2007-2011.

No Tahun PN/PT PTUN/PT

TUN

PA/PTA Mahmil/Mahmilti Jumlah Ket

1 2 3 4 5 6 7 8

1 2007 5 4 1 2 12 -

2 2008 31 1 6 - 38 -

3 2009 70 1 6 1 78 -

162

Mahkamah Agung RI, Laporan tahun 2011. Web site Mahkamah Agung RI , 3 Maret 2012

163 Mahkamah Agung RI, Capaian Mahkamah Agung di Tahun 2011, (website Mahkamah Agung RI ) tanggal 28

Pebruari 2012 . pukul 11:51:16 AM

Page 110: Etprof Hakim Br

cx

4 2010 93 2 14 1 110 -

5 2011 40 5 4 4 53 -

6 Jumlah 239 13 31 8 291 -

7 Prosentase 82,1% 4,46% 10,65 % 2,75 100 % -

Dari hasil penelitian laporan Mahkamah Agung RI sejak 5 tahun terakhir 2007 sampai

dengan tahun 2011. Bahwa hukuman atau sanksi yang telah dijatuhkan sebagaimana urutan tertinggi

masih dari kalangan para hakim dari Badan Peradilan Umum dan Pengadilan Tinggi mencapai 82,1 %

atau 239 hakim. Selanjutnya dari Badan Peradilan Agama dan Mahkamah Syari‟ah mencapai 10,65 %

atau 31 hakim, selanjutnya dari Badan Peradilan Tata Usaha Negara 4,46 % atau 13 hakim dan

selanjutnya dari Badan Mahkamah Militer 2,75 % atau 8 orang hakim.

Dari jumlah Hakim seluruh Indonesia, berjumlah 7.944 hakim, dengan setaf Mahkamah

Agung RI dengan 4 Badan Peradilan berjumlah >30.000 orang. Bila 5 tahun terakhir hakim yang telah

terkena hukuman disiplin atas pelanggaran Kode Etik dan peraturan perundang-undangan lainnya

berjumlah 291 hakim atau 3,66 %. Dari jumlah hakim di Indonesia, inilah merupakan pekerjaan besar

dan tanggung jawab bersama untuk memperbaiki moral hakim, jika kita berkeinginan meningkatkan

citra, wibawa dan martabat Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya, kalau ingin menjadi

badan peradilan yang bermartabat dan terhormat serta Peradilan yang Agung di Indonesia.164

G. Strategi Mahkamah Agung dalam peningkatan kualitas hakim dan pencegahan

pelanggaran kode etik.

1. Rencana ke depan pembinaan hakim Indonesia

Permasalahan yang paling esensial bagi Mahkamah Agung adalah, persepsi

masyarakat terhadap badan peradilan yang masih negatif. Bahkan Mahkamah Agung telah

berupaya dan berbagai program untuk mengikis persepsi masyarakat yang masih dianggap

negatif.

Upaya yang ditempuh adalah merencanakan beberapa program yang diarahkan

dalam Blue Prient (buku cetak biru) pada tahun 2003. Namun kenyataannya, berdasarkan hasil

efaluasi yang dilakukan Mahkamah Agung RI sendiri pada tahun 2008, dari sekian banyak

program dan kegiatan yang telah direncanakan baru mencapai 30 % yang berhasil dilaksanakan.

Sedangkan berdasarkan hasil Organizational Diagnostic Assesment (ODA) yang

dilakukan pada tahun 2009 dengan menggunakan instrumen Court of Exellence menunjukkan

bahwa secara umum lembaga peradilan di Indonesia baru mencapai 50 % untuk mewujudkan

sebuah Court of Excelence.165

164

Mahkamah Agung, Reformasi Birokrasi dan Adminstrasi Pengadilan (Pelaksanaan, Kemajuan dan Hambatan),

(Jakarta MA-RI, 2012).

165 Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010- 2035, Jakarta . 2010 : 4

Page 111: Etprof Hakim Br

cxi

Maka permasalahan utama yang dihadapi oleh Mahkamah Agung RI adalah sebagai

berikut:

a. Visi, misi dan organisasi.

Berdasarkan Organizational Diagnostic Assesment (ODA) ditemukan data

bahwa visi dan misi yang sebelumnya ternyata tidaklah dopahami sepenuhnya oleh seluruh

personil peradilan. Ketidakpahaman tersebut antara lain disebabkan oleh rumusan visi dan

misi yang kurang operasional sehingga sulit untuk dipahami oleh pengadilan di tingkat

bawah. Oleh karenanya diperlukan visi dan misi yang baru beserta proses sosialisasi yang

komprehensif dan terstruktur.

Permasalahan yang lain adalah organesasi Mahkamah Agung, dimana

organisasi MA RI, belum sepenuhnya dapat memenuhi fungsinya untuk pasca penyatuan

satu atap. Berdasarkan data Organizational Diagnostic Assesment (ODA) ditemukan, masih

terdapat jabatan yang tumpang tindih, fungsi organisasi yang kurang efektif dan distribusi

kerja yang kurang merata. Budaya organisasi yang cenderung feodal dan masih kentalnya

KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) juga menjadi sebab belum profesionalnya organisasi

Mahkamah Agung RI dan pengadilan di bawahnya. 166 Maka Mahkamah Agung RI

merubah Visi dan Misi untuk kedepan dalam program panjang tahun 2010 – 2025 yaitu :”

Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung “. 167

b. Pelaksanaan fungsi teknis.

Hakekat fungsi kekuasaan kehakiman yang telah ditegaskan oleh Undang-

Undang Dasar 1945, dan mengingat permasalahan dan tantangan yang dihadapi, maka

harus berupaya untuk pembaharuan peradilan yang mengarah pada tujuan utama yaitu,

“Badan Peradilan yang dapat melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara efektif“.

Maka reformasi di bidang teknis dalam mewujudkan agar tujuan badan

peradilan tercapai dengan pembaharuan revitalisasi fungsi Mahkamah Agung sebagai

pengadilan tertinggi yang menjaga kesatuan hukum, dan revitalisasi fungsi pengadilan yang

berfungsi menyediakan pengadilan yang terjangkau bagi masyarakat dengan upaya

perbaikan akses pada keadilan. Maka untuk mencapai tujuan tersebut program utama yang

perlu dilakukan adalah :

a). Pembatasan perkara kasasi dan peninjauan kembali.

Bahwa tujuan pembatasan perkara kasasi adalah :

(1). Mengurangi beban kerja Mahkamah Agung.

(2). Memudahkan MA melakukan pemetaan permasalahan hukum

(3). Meningkatkan kualitas putusan.

166

Ibid ,4.

167 Ibid, 8.

Page 112: Etprof Hakim Br

cxii

b). Penerapan sistem kamar secara konsisten.

Tujuan penerapan sistem Kamar adalah :

(1). Mengembangkan kepakaran dan keahlian hakim dalam mengadili perkara.

(2). Meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara.

(3). Memudahkan pengawasan putusan.

c). Penyederhanaan proses berperkara

Tujuan penyederhanaan proses berperkara adalah:

(1). Mempercepat proses penyelesaian perkara.

(2). Menekan biaya perkara baik yang dikeluarkan para pihak maupun negara.

(3). Mengurangi arus perkara ke tingkat kasasi.

(4). Meningkatkan akses keadilan pada masyarakat.

d). Penguatan akses pada keadilan.

Tujuan akses pada Pengadilan adalah

(1). Meringankan beban biaya berperkara untuk masyarakat miskin (dilakukan sidang

keliling).

(2). Memberi kemudahan akses fisik kepada pencarai keadilan dengan menyediakan Pos

Bantuan Hukum (Posbakum) dan memperbaiki mekanisme dan akutabilitas

penggunaan anggaran bantuan hukum ( probono).168

2. Upaya mengurangi pelanggaran kode etik hakim Indonesia.

Dalam program bidang pembaharuan akuntabilitas ada dua program prioritas yaitu :

(1). Program pembaharuan di bidang sistem pengawasan .

(2). Program pembaharuan sistem keterbukaan Informasi.

Profil Pengawasan Mahkamah Agung RI, untuk masa depan dan jangka panjang

2010-2035 adalah sebagai berikut, fungsi pengawasan peradilan dilaksanakan oleh unit

organisasi yang kridebel dan berwibawa, yang disegani dan dihormati oleh seluruh jajaran

pengadilan karena kompetensi dan integritas personilnya, serta peran dan kedudukan dalam

organisasi Mahkamah Agung RI.

168

Ibid : 16

Page 113: Etprof Hakim Br

cxiii

Perlu penguatan organisasi pengawasan. Dengan berlakunya satu atap dan

meningkatnya fungsi pengawasan dan tingginya sorotan masyarakat terhadap kinerja dan

integritas moral para hakim dan pegawai di pengadilan. Oleh karena itu, Badan Pengawasan

dituntut melaksanakan fungsinya serta independensinya sampai batas tertentu sehingga

kinerja badan pengawas mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap badan peradilan.

Struktur organisasi Pengawasan perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Misalnya Badan

Pengawas yang belum setingkat Inspektorat Jendral, garis komando dan koordinasi badan

Pengawas yang masih belum jelas adanya kebutuhan untuk menjamin independensi Badan

Pengawas dari segi struktural, segi kewenangan, tugas dan posisi Inspektorat Wilayah yang

perlu ditinjau ulang dan dikuatkan agar mampu mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan

secara optimal di seluruh Indonesia serta tantangan sumber daya dan kapasitas badan

pengawas untuk mengawasi Mahkamah Agung dan Pengadilan di seluruh Indonesia.

Penguatan Organisasi pengawasan di fokuskan pada lima aspek sebagai berikut:

a. Restrukturisasi organisasi pelaksana Pengawasan

b. Penguatan Sumber Daya Manusia pelaksana fungsi pengawasan

c. Penggunaan parameter obyektif dalam pelaksanaan pengawasan

d. Peningkatan akuntabilitas dan kualitas pelayanan pengaduan bagi masyarakat.

e. Redefinisi hubungan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial sebagai mitra dalam

pelaksanaan fungsi pengawasan.169

Arah Pembaharuan Sistem Keterbukaan Informasi. Sejak berlakunya Undang-

Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Mahkamah Agung RI

telah mendahului adanya sistem keterbukaan informasi publik dengan telah dikeluarkan SK

Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan informasi

Pengadilan, Kebijakan ditempuh guna :

1. Memenuhi kebutuhan masyarakat pencari keadilan.

2. Mewujudkan akuntabilitas dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:

a. Membangun kultur keterbukaan di pengadilan.

b. Mekanisme akses informasi sederhana, cepat, tepat waktu dan biaya ringan.

c. Membangun struktur organisasi dan mengembangkan kebijakan pendukung.

d. Mekanisme pemantauan dan pengawasan, pengaduan dan penyelesaian keberatan, serta

insentif dan insentif atas pelaksanaan informasi.

169

Ibid : 47-49.

Page 114: Etprof Hakim Br

cxiv

e. Peningkatan pemahaman masyarakat akan kegunaan dan kebutuhan informasi

pengadilan.170

3. Tindak Lanjut Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Tentang Kode

Etik Hakim.

Untuk meningkatkan efektifitas pemberlakuan Surat Keputusan Bersama Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial RI Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, telah

dikeluarkan 4 (empat) Peraturan Bersama sebagai peraturan pendukung pengawasan dan

pembinaan sebagai berikut:

1. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 01 /PB/MA/IX/2012 –

01/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012. Tentang Seleksi Pengangkatan Hakim.

2. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 02 /PB/MA/IX/2012 –

02/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012 Tentang Panduan Penegakan Kode etik dan

Pedoman Perilaku Hakim.

3. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 03 /PB/MA/IX/2012 –

03/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama. .

4. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 04 /PB/MA/IX/2012 –

03/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012 Tentang Tata Cara Pembentukan, Tata kerja

dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.171

170

Ibid : 50-52.

171 Mahkamahah Agung RI, Hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI Tahun 2012 di Manado, (Pengadilan

Tinggi Agama Surabaya), disampaikan oleh : Ketua Muda Pengawasan MA.RI, kepada: Para hakim agung, Hakim

Tinggi, Ketua, Wakil Ketua dan Panitera sekretaris Pengadilan Tingkat pertama se Wilayah Jawa Timur di

Surabaya, tanggal 25 s/d 27 Nopember 2012 ). Bab Pemantapan Sistem Pengawasan Internal Dalam rangka Menuju

Peradilan Yang Agung.

Page 115: Etprof Hakim Br

cxv

BAB IV

ANALISIS TEMUAN DAN PROBLEMATIKA KODE ETIK HAKIM

A. Para nara sumber dan informan:

1. Soedarto. Informan dari Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Surabaya yang ditunjuk oleh

Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya. Terkait dengan tugas dan kewenangan pengawasan

(wawancara).10-2-2012.172

a. Tentang Tugas dan kewenangan Pengadilan Tinggi sesuai apa yang dikehendaki

dengan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang Undang No 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Pengadilan Tinggi adalah

sebagai kawal depan pengawasan terhadap peradilan tingkat pertama. Pengawasan

bidang kesekretariatan, Kepaniteraan dan Pengawasan terhadap Kode Etik Hakim.

b. Sistem Pengawasan internal meliputi pengawasan regular, dan pengawasan yang

dilakukan melalui eksaminasi terhadap putusan para hakim tingkat pertama terkait

dengan hukum acara maupun hukum materiil yang diterapkan oleh Majelis hakim. Dan

dibentuk hakim pengawas wilayah. Meliputi ketertiban Administrasi di Kesekretariatan

dan Tertib administrasi di Kepaniteraan Pengadilan tingkat pertama.

c. Pengawasan yang non reguler adanya pengaduan masyarakat melalui surat, kepada

Pengadilan Tinggi atas perilaku hakim, bahkan ketidak puasan atas putusan hakim

tingkat pertama. Hakim Pengawas Pengadilan Tingkat Banding mengambil langkah

pengawasan sebagai berikut:

1. Memanggil kepada pihak pelapor terlebih dahulu tentang identitas pelapor, kebenaran

dan akuratan pengaduan, bukan surat kaleng, apakah pengaduan dilanjutkan atau

perkara dilakukan banding oleh pihak pelapor. Bila pelapor melakukan upaya

hukum banding perkara yang diadukan, maka pengaduannya dicabut. Dan surat

pengaduannya merupakan bagian dari memori banding. Yang nantinya akan

ditanggapi oleh pihak lawan dengan kontra memori banding. Dan akan

dipertimbangkan oleh Majelis hakim di tingkat banding.

2. Mengkonfirmasi kepada pihak hakim yang menangani perkara yang dilaporkan.

d. Tentang Subtansi dari isi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia nara

sumber menyatakan sudah cukup baik, tinggal aplikasinya oleh para hakim di

Indonesia. Dan tindak lanjut atas adanya pengaduan oleh pihak Badan Pengawas di

Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. Dan pelaksanaan sidang Majelis

Kehormatan Hakim.

e. Responden adalah salah satu hakim inggi yang terkena sanksi terkait dengan PP 10

Tahun 1983 Jo. PP.45 Tahun 1990. Dengan sanksi yang diterimanya, dicopotnya

sebagai struktural Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dan sekarang menjadi Hakim Tinggi

172

Soedarto, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Surabaya yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya sebagai

Responden dari hakim tinggi Pengadilan Tinggi Surabaya.(wawancara).10-2-2012.

Page 116: Etprof Hakim Br

cxvi

Surabaya dan mendekati masa pensiun. Peristiwa yang dialaminya merupakan pelajaran

bagi para hakim lainnya, baik ditingkat banding, maupun hakim tingkat pertama.

f. Dalam menangani kasus yang terkait adanya hubungan sosial, kekerabatan sepatutnya

hakim mengajukan mundur dari anggota majelis hakim kepada Ketua Pengadilan yang

menetapkan majelis hakim, dengan mengajukan alasan-alasan yang rasional dampak

dari perkara yang ditangani jika ada pihak ada hubungan sosial hubungan kerabat,

hubungan organisasi yang mengarah tidak fairly dalam memutus perkara.

g. Untuk tujuan hukum yang terkait dengan perkara tindak pidana harus mengacu pada

asas legalitas yang ada dalam perundang-undangan, namun untuk berat ringannya

hukuman atau sanksi adalah pertimbangan sosial untuk tercapainya rasa keadilan bagi

masyarakat.

h. Atas aplikasi kode etik hakim, serta pengawasan dan tindak lanjut dari hasil

pengawasan oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, serta

pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakim adalah telah berjalan dengan baik. Terbukti

telah diumumkan bagi para hakim yang melanggar kode etik dan sanksi-sanksi yang

diberikan kepada hakim yang melanggarnya diumumkan secara transparan.

2. Syamsul Falah.173 Informan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.

Terkait dengan tugas dan kewenangan pengawasan. (wawancara). 17 Pebruari 2012.

a. Tentang Tugas dan kewenangan Pengadilan Tinggi Agama sesuai apa yang

dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Pengadilan Tinggi Agama

dan Mahkamah Tinggi Syari‟ah adalah sebagai kawal depan pengasan terhadap

peradilan tingkat pertama. Pengawasan dilakukan di bidang Kepaniteraan dan

Pengawasan di bidang kesekretariatan dan pengawasan kode etik hakim.

b. Sistem Pengawasan internal oleh hakim pengawas pengadilan tingkat banding meliputi

pengawasan regular, yaitu pengawasan telah diprogramkan sesuai dengan DIPA dan

pengawasan yang dilakukan melalui eksaminasi terhadap putusan para hakim tingkat

pertama terkait dengan hukum acara maupun hukum materiil yang diterapkan terkait

dengan kualitas profesional hakim dalam menjalankan tugasnya menerima dan

memutus perkara.

c. Pengawasan yang non reguler adanya pengaduan masyarakat melalui surat, kepada

Pengadilan Tinggi Agama atas perilaku hakim, bahkan ketidak puasan atas putusan

hakim tingkat pertama. Hakim pengawas Pengadilan Tingkat Banding mengambil

langkah pengawasan sebagai berikut:

1. Memanggil kepada pihak pelapor terlebih dahulu tentang identitas pelapor, tentang

kebenaran pihak pelapor, dilanjutkan apakah pengaduan pelapor dilanjutkan atau

perkara dilakukan banding oleh pihak pelapor. Bila pelapor banding maka

pengaduannya dicabut. Dan pengaduan dimasukkan dalam memori banding dan

173

Syamsul Falah, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.(wawancara). 17 - 2 – 2012

Page 117: Etprof Hakim Br

cxvii

akan ditanggapi oleh pihak lawan sebagai kontra memori, yang selanjutnya akan

menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding.

2. Mengkonfirmasi kepada pihak hakim yang menangani perkara yang dilaporkan,

tentang pengaduan yang disampaikan oleh pihak pelapor, kebenaran pengaduan.

Apakah ada indikasi pelanggaran kode etik oleh hakim tersebut atau tidak.

d. Pengaduan lewat website Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang telah ada dan telpon

pengaduan yang telah dipersiapkan khusus untuk pengaduan masyarakat.

e. Tentang subtansi dari isi Kode etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia sudah

cukup baik, tinggal aplikasinya oleh para hakim di Indonesia. Baik hakim tingkat

banding, maupun hakim tingkat pertama.

f. Terkait dengan pelaksanaan pengawasan oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung RI

dan Komisi Yudisial serta tindak lanjut hasil pengawasan adanya sebagian para hakim

yang melanggar kode etik telah disidangkan oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH)

adalah menjadi sarana untuk penjeraan dan menjadi dorongan kepada hakim yang lain

untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas sebagai hakim.

3. Achmad Kamil.174 Wakil Ketua Mahkamah Agung RI. Terkait dengan kebijakan program

Reformasi Birokrasi pada Mahkamah Agung RI, sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung

Bidang Non Yudisial. Disampaikan pada Ketua Pengadilan dan Mahkamah Syari‟ah dan

Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia pada tanggal 27 Pebruari 2012:

a. Agar para pimpinan seluruh Badan Peradilan untuk memahami isi dari Buku Blue

Print 2010-2035 yang mengarahkan kepada cita-cita Terwujudnya Badan Peradilan

Yang Agung. Dengan arah pembenahan dan perbaikan :

i. Arah pembaruan fungsi Teknis dan Manajemen.

ii. Arah pembaruan fungsi Pendukung terdiri dari : Litbang-Diklat, Sumber Daya

Manusia (SDM), Anggaran, Tekonologi Informasi (TI ).

iii. Arah pembaruan sistem pengawasan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

iv. Redefinisi hubungan antara Mahkamah Agung RI dengan Komisi Yudisial

sebagai mitra dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan peningkatan bidang

keterbukaan informasi.

174

Achmad Kamil, Wakil Ketua MA RI Bidang Non Yudisial, disampaikan pula pada Ketua Mahkamah Syari‟ah dan

Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia pada tanggal 27 Pebruari 2012:

Page 118: Etprof Hakim Br

cxviii

b. Agar para hakim memahami Quality assurance (Penjaminan Kualitas) Pelaksanaan

Reformasi Birokrasi di Mahkamah Agung RI serta seluruh Badan Peradilan di

Indonesia. Dengan SK. KMA RI. No. 71/2011 dengan upaya pembenahan dan penataan

sebagai berikut:

1.Penataan Perundang-undangan, 2. Manajemen Perubahan, 3. Penataan & Penguatan

Organisasi, 4. Panataan Tata Laksana, 5. Penataan Sumber Daya Manusia, Penataan

Sumber Daya Manusia Aparatur, 6. Penguatan Internal, 7. Penguatan Akuntabilitas

Kinerja. 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

c. Analisa penulis, untuk mengefektifkan pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, serta

berjalannya Majelis Kehormatan Hakim yang sudah berjalan baik, agar tetap

ditingkatkan fungsinya, baik fungsi pengawasan dan penindakannya. Dan masing-

masing lembaga telah ditunjuk oleh undang-undang dan tetap menjaga hubungan yang

harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk tercapainya keberhasilan

yang optimal.

4. Eman Suparman Ketua Komisi Yudisial (KY), 175 pandangannya terkait telah dibatalkannya

butir-butir pedoman perilaku hakim Indonesia oleh Majelis Hakim Agung Mahkamah

Agung RI. Ketua Komisi Yudisial menilai ketentuan umum butir 8 dan butir 10 SKB

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

(KEPPH) masih berlaku. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Yudisial

menanggapi putusan uji materiil terhadap butir 8 dan butir 10 kode etik hakim dan pedoman

perilaku hakim (KEPPH) oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI.

a. Yang dibatalkan dalam putusan itu hanya penerapan butir 8 dan butir 10. Yaitu butir 8.1

sampai 8.4 dan butir 10.1 sampai 10.4. Sementara ketentuan umum butir 8 maupun butir

10 tidak dibatalkan.

b. Walaupun putusan uji materiil ini berpengaruh terhadap Komisi Yudisial, Ketua KY

mengatakan dirinya tetap menghormati putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI

tersebut.

c. Permohonan uji materi butir 8 dan butir 10 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

diajukan oleh sejumlah advokat, yakni Henry P Panggabean, Humala Simanjuntak,

Lintong O. Siahaan dan Sarmanto Tambunan.

d. Majelis hakim agung kemudian menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir-butir 10.1,

10.2, 10.3, dan 10.4 Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua MA dan Ketua KY pada 8

April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bertentangan dengan

undang-undang atau peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.

e. Majelis Hakim Agung menyatakan butir 8.1 sampai 8.4 dan 10.1 sampai 10.4 Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim itu bertentangan dengan Pasal 40 Ayat (2) dan Pasal 41

Ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo

Pasal 34A Ayat (4) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang

Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

f. Putusan ini dibacakan oleh Majlis Hakim Agung Mahkamah Agung RI pada 9 Februari

2012 dan diputuskan oleh majelis hakim agung MARI yang terdiri dari Dr. Paulus

Effendie Lotulung, S.H (ketua) dan anggota terdiri dari Dr. H. Ahmad Sukardja, S.H.,

175

Eman Suparman, Ketua Komisi Yudisial (KY), Web site Komisi Yudisial, tanggal 27 Pebruari 2012

Page 119: Etprof Hakim Br

cxix

M.A, Rehngena Purba, S.H., M.S, Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M, dan Dr. H.

Supandi, S.H., M.Hum.

Analisis penulis, meskipun oleh Majelis Hakim Agung RI dalam gugatan

Yudisial Revew telah membatalkan sebagian isi dari norma Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim Indonesia pada poin 8 dan poin 10, namun Mahkamah Agung RI dan

Komisi Yudisial RI, telah menjalankan pengawasan dan penindakan dari hasil

pengawasan untuk diajukan majelis kehormatan hakim telah cukup berhasil dan akan

membawa kepada penjeraan, mengurangi pelanggaran kepada hakim-hakim lainnya dan

tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik. Terlebih adanya

transparansi proses pemeriksaan dalam persidangan pada Majelis Kehormatan Hakim

setiap digelar di Mahakamah Agung.

5. Penulis telah mengajukan kuiseoner kepada para hakim tingkat banding dan para hakim

tingkat pertama dari 4 (empat) lingkungan Badan Peradilan yang telah terkirimkan 140

kuiseoner di Jawa Timur yang telah menyerahkan kembali berjumlah 94 hakim yang terdiri

dari :

a. Hakim Peradilan Umum (Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama) berjumlah 12

hakim.

b. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara (Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama)

berjumlah 2 hakim.

c. Hakim Peradilan Agama (Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama) berjumlah 75

Hakim.

d. Hakim Mahkamah Militer (Hakim Tinggi Militer dan Hakim Militer Tingkat Pertama)

berjumlah 6 Hakim.

Kuiseoner yang disampaikan kepada para hakim di wilayah Jawa Timur secara

terstruktur mengenai aplikasi kode etik hakim yang berkaitan dengan subtansi atau isi dari 10

norma. Dan terkait dengan pengaduan masyarakat kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung

RI dan Komisi Yudisial tentang efektifitas terhadap tindak lanjut dari pengaduan sampai kepada

keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Serta tanggapan dari para hakim terhadap sorotan

terhadap budaya korupsi kolusi nepotisme (KKN) di lingkungan Badan Peradilan Indonesia

terkait dengan kultur hukum.

Kuisener juga tentang pemahaman terhadap profesional hakim mengenai tujuan hukum terkait

dengan produk putusan hakim, serta fungsi hukum yang dikaitkan dengan kode etik hakim

sebagai a tool of social engeneering dan a tool of social control bagi hakim.

B. Kajian Teoritikal Penegakan Hukum Kode Etik

1. Subtansi kode etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia.

Dari kuisener yang telah dihimpun oleh Penulis dari 94 responden, ternyata mayoritas

para hakim di Jawa Timur telah membaca dan mempelajari Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim Indonesia sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama, Mahkamah Agung RI

dan Komisi Yudisial RI. Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009

Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tanggal 8 April 2009. Membaca dan

Page 120: Etprof Hakim Br

cxx

memahaminya diperoleh dari edaran pimpinan pengadilan dan membaca di website Mahkamah

Agung RI.

Sebagian para hakim pernah mendaptkan pendidikan khusus kode etik hakim pada

masa pendidikan calon hakim sebanyak (61,9 % atau 60 hakim), dan sebagian menyatakan

belum pernah mengikuti dan menerima kode etik hakim (38,1 % atau 30 hakim).

Atas pertanyaan penulis apakah subtansi 10 norma dari kode etik hakim tersebut sudah

cukup atau perlu ada tambahan, mengingat bahwa sumber hukum kode etik atau akhlak dalam

hukum Islam masih banyak belum terkafer dalam kode etik. Para hakim menyatakan sebagian

sudah cukup (60 hakim atau 68,15 %) dan sebagian menyatakan perlu ada tambahan norma-

norma yang hidup dalam masyarakat 29 hakim atau 31,85% .

Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,

adalah merupakan sebagian dari subtansi hukum yang harus ditaati oleh para hakim karena

sebagai hakim adalah pegawai negeri dan pejabat negara yang terikat dengan sumpah jabatan

sebagai hakim. Berarti, ada peraturan-peraturan lain yang mengikat kepada para hakim, yaitu

segala peraturan perundang-undangan sebagai pilar penegakan hukum dari masing-masing

badan peradilan, mulai dari undang-undang Mahkamah Agung RI dalam hal bidang

pengawasan internal dan Undang-Undang Tentang Komisi Yudisial sebagai kewenangan

pengawasan eksternal, demi tercapainya keluhuran dan kemulyaan badan peradilan di

Indonesia. Para hakim membenarkan hal tersebut.

Dari beberapa jawaban dari responden telah menerima pendidikan kode etik hakim 61,9

% atau 60 hakim, dan sebagian menyatakan belum pernah mengikuti dan menerima pendidikan

khusus tentang kode etik hakim 38,1 % atau 30 hakim. Hal ini menunjukkan selama ini,

program pendidikan hakim khususnya materi kode etik kurang merata. Untuk selanjutnya bagi

yang belum mendapatkan pendidikan materi kode etik, Mahkamah Agung RI agar

memperhatikan, setidaknya untuk penyegaran lagi materi kode etik hakim perlu diadakan

pembinaan lagi setiap adanya pembinaan teknis yustisial.

2. Struktur hukum badan pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial.

Menanggapi atas efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI,

dalam hal ini, Badan Pengawas pada Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial, para hakim,

dengan terbentuknya Majelis Kehormatan Hakim, yang terdiri para hakim agung dan anggota

komisi yudisial, antara kedua lembaga Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial merupakan dua

lembaga patnership yang harus ditingkatkan sesuai dengan kewenangan sebagaimana kehendak

undang-undang. Adapun para hakim yang telah mendapatkan hukuman disiplin berat, sedang

dan ringan yang diumumkan oleh Mahkamah Agung RI merupakan sockterapi (penjeraan) bagi

hakim-hakim lain untuk lebih introspeksi dan berhati-hati dalam menjalankan tugas menerima,

memeriksa dan mengadili perkara yang dibebankan kepada para hakim. Dengan demikian

tindakan tegas dari Mahkamah Agung terhadap para hakim yang nakal, secara transparan

diketahui oleh masyarakat. Hal ini menggambarkan tidak main-main, tetapi sungguh-sungguh.

87 Hakim atau 92,5 %, menyatakan Majelis Kehormatan Hakim adalah telah efektif

menjalankan tugasnya, dan 7 hakim atau 7,5 % menyatakan belum efektif perlu ditingkatkan

tindak lanjut pengawasan terlebih setelah adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial. Dengan Blue Print 25 tahun 2015 - 2035, yang akan

meningkatkan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk ditingkatkan menjadi Inspektorat

Jendral.

Analisis akan adanya perubahan Badan Pengawas Mahkamah Agung dalam rencana

25 tahun ke depan akan ditingkatkan menjadi Inspektorat Jenderal karena badan pengawas

sekarang ini dalam struktur Mahkamah Agung berada di bawah sekjen Mahkamah Agung, jika

diupayakanmenjadi Inspektorat adalah sejajar eselon dengan Sekjen Mahkamah Agung. Dengan

Page 121: Etprof Hakim Br

cxxi

dibentuknya Inspektorat wilayah, agar efektifitas pengawasan lebih ditingkatkan. Dan hakim

pengawas daerah yang sekarang menjadi hakim tinggi pengawas agar berfokus menangani

perkara.

Adapun langkah dari para hakim sendiri agar tidak terkena hukuman disiplin setelah

melihat dan membaca atas diumumkan secara terbuka bagi hakim yang terkena hukuman

disiplin, sebagian menyatakan untuk introspeksi diri dan berhati-hati dalam menjalankan tugas,

sebanyak 38 hakim atau 40,42% dan sebagian menyatakan untuk berhenti dan bertaubat tidak

melakukan seperti yang telah mendapatkan sanksi 1 orang hakim atau 1,06 % dan biasa-biasa

saja tidak mempunyai beban rasa khawatir dan tidak ada rasa takut dan hawatir, jika

menjalankan tugas dengan baik dan tidak melanggar kode etik, sebanyak 41 hakim atau 43,61

% dan 2 orang hakim atau 2,12 %, menyatakan introspeksi diri dan biasa-biasa saja tidak ada

rasa khawatir selama menjalankan tugas tidak melanggar kode etik .

3. Kultur hukum pembudayaan kode etik oleh para hakim.

Terkait dengan pertanyaan para responden tentang kultur hukum, bagi penulis

hubungannya dengan budaya hukum atau kultur hukum atas sorotan atau kritik dari luar

bahwa hakim di Indonesia hanya terikat dengan legal justice, yang tidak mau beranjak dan

hanya dari aturan tertulis belaka, sehingga hakim hanya merupakan corong undang-undang.

Dari 73 hakim atau 77,65 % menyatakan, hakim dalam mengadili perkara bukan hanya

sebagai corong undang-undang belaka, tetapi memperhatikan moral justice dan sosial

justice, dan 3 hakim atau 3,19 % menyatakan tetap berpedoman pada legal justice yaitu

berpedoman kepada aturan hukum yang baku, sebagaimana tentang definisi tindak pidana

pencurian, korupsi dan money loundrey (pencucian uang) itu diatur dalam undang-undang.

Dan hakim yang mendahulukan dan mempertimbangkan sosial justice, 26 hakim atau 27,65

%. Dalam hal ini penulis melihat kasusnya atau kasuistis. Jika dalam hal terkait dengan

tindak pidana definisinya dan poin-poin pelanggarannya adalah legalistik, tetapi dalam hal

berat ringannya hukuman adalah harus adanya pertimbangan sosial (social justice), sehingga

tercapai rasa keadilan (moral justice ) bagi masyarakat. Contoh pencuri sandal dengan

korupsi, sama-sama pencuri, namun mengenai berat ringannya hukuman adalah

pertimbangan sosial (social justice).

Untuk integritas moral adalah pengawasan atas diri sendiri (transedental), oleh

para hakim 94 hakim 100 % menyatakan sangat setuju ketahanan mental internal (akhlak)

dari pribadi hakim sendiri yaitu sikap internalisasi akhlak dan keimanan yang kokoh. Tidak

memandang ada hubungan dekat atau orang yang jauh, dan hakim bersikap asas equality &

fairness, hakim memutus perkara berdasarkan keyakinan dan fakta hukum dalam

persidangan tidak memandang adanya kekerabatan atau atau hubungan sosial.

C. Profesionalisme hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

1. Sikap hakim dalam memeriksa dan memutus perkara

a. Memahami tujuan hukum.

Sebagaimana tujuan hukum yang telah disampaikan oleh para ahli di bidang hukum

adalah tercapainya keadilan itu sendiri, seperti yang dianut oleh aliran etis. Sedangkan adil

itu sendiri adalah abstrak. Tujuan hukum yang lain adalah kepastian menurut aliran legis,

dan tujuan hukum menurut aliran utilitis atau kemanfaatan. Dalam ketiga hal tujuan hukum

tersebut hakim harus mempertimbangkan dalam putusannya mana skala prioritas, apakah

prioritas keadilan dahulu, atau skala prioritas kepastian, atau prioritas kemanfaatan.

Page 122: Etprof Hakim Br

cxxii

Dari responden 11 hakim atau 11,7 % menyatakan, akan mempertimbangkan

prioritas keadilan (etis) dahulu, dari pada tujuan hukum kepastian dan manfaat. Sedangkan

2 orang hakim atau 2,12 %, mengutamakan pertimbangan kepastian (legis) dan 1 hakim

atau 1,06 %, mendahulukan asas manfaat (utilitis) dan 69 hakim atau 73,40 %, menyatakan

ketiga tujuan hukum tersebut akan dipertimbangkan bersama-sama.

Analisa penulis terhadap para hakim, dalam hal memahami tujuan hukum yang

akan dituangkan dalam putusan hakim adalah dapat digunakan pertimbangan skala prioritas

mana yang dipertimbangkan terlebih dahulu melihat kasusnya atau kasuistis, yang

terpenting, ketiga tujuan hukum perlu dipertimbangkan dalam putusan hakim.

b. Memahami fungsi hukum kode etik.

Di antara fungsi hukum menurut para ahli di bidang hukum adalah a tool of

social engeneering dan a tool of social control. Untuk tercapainya managemen

pemerintahan yang baik adalah harus adanya planning (perencanaan), actuating

(pelaksanaan) dan controlling (pengawasan). Untuk membentuk karakter dan watak hakim

agar menjadi hakim yang baik perlu dibuat aturan oleh institusi yang berwenang untuk itu,

yang mempunyai daya paksa dan dapat mengikat kepada para hakim. Kode Etik Hakim

sebagai alat untuk membentuk watak dan karakter hakim agar semakin baik dan terjaga

kehormatannya. Dari 91 hakim atau 96 % menyatakan dapat dijadikan alat untuk

membentuk karakter atau a tool social engeneering dan alat pengawasan a tool of social

control dan 3 hakim atau 3,1 %, kurang setuju. Karena dalam hal pembentukan carakter dan

pengawasan sudah ada tertuang dalam undang-undang dan ajaran agama yang dianutnya.

Dalam hal ini untuk mengetahui, bahwa Kode Etik yang telah dibuat oleh

Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial adalah berfungsi sebagai a tool of social

engeneering dan a tool of social control. Namun, bukan satu-satunya aturan yang menjadi

acuan, tetapi masih ada undang-undang yang lebih tinggi yang mengikat dan adanya daya

paksa kepada para hakim. Seperti undang-undang yang mengatur tentang syarat-syarat

sebagai hakim, dan syarat-syarat hakim dapat diberhentikan menjadi hakim. Undang

Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan umum, Undang Undang Nomor 8 Tahun

2004 dan Undang Undang Nomor 49 Tahun 2009. Undang Undang No.7 Tahun 1989.

Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006. Undang Undang No. 50 Tahun 2009. Dan

Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 69 Tahun 2009. KMA No. 71 2008 KMA Nomor

215 Tahun 2007. PP.30 Tahun 1980 dan PP Nomor 53 Tahun 2010. Keputusan Panglima

TNI No. Kep. 22/VIII/2005. tentang Prajurit TNI. Hal ini sebagai dasar pertimbangan

hukum yang digunakan oleh Majelis Kehormatan Hakim dalam memutus persidangan

pelanggaran kode etik.

Dalam hal fungsi hukum Kode Etik Hakim, dapat dijadikan fungsi sebagai a tool of

social engeneering dan a tool of social control untuk membentuk karakter yang tidak baik

menjadi lebih baik, dan sebagai alat untuk pengawasan terhadap para hakim. Pandangan

Penulis sepadan dengan pendapat Zaenal Abidin Faried, dimana peraturan yang jelek dan

sederhana tetapi efektif dalam aplikasi dan implementasi itu adalah lebih baik, disbanding

peraturannya bagus, tetapi aplikasi dan implementasi tidak baik dan tidak efektif. Harapan

penulis peraturannya bagus dan bagus juga pelaksanaannya.176

176

Zaenal Abidin Faried, Budaya Orang Bugis dalam Memahami Hukum.

Page 123: Etprof Hakim Br

cxxiii

Dalam laporan Mahkamah Agung bidang pengawasan dan tindak lanjut

pengawasan terhadap serta keputusan Majelis Kehormatan Hakim, adalah juga

mempertimbangkan seluruh perundang-undangan dan peraturan kepegawaian, yang

mengikat kepada para hakim dan pejabat peradilan pada empat lingkungan peradilan. Bukan

hanya pelanggaran atas kode etik saja, tetapi menyangkut segala peraturan lainnya tentang

kepegawaian.

Pandangan penulis dengan dibentuknya aturan yang dituangkan dalam

peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bertunjuan demi kebaikan

dan maslahatan masyarakat patut untuk diikuti selama tidak mengajak kepada kemaksiatan,

sebagaimana firman Allah dalam al-Qura‟an Surat 4(Al-Nisa‟ ).59:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di

antara kamu.”177.

Dan kaidah fiqh yang terkenal yaitu:

زظسفاإلبػاشػ٠خ ؽ جبظسخ

“Setiap tindakan pemerintah atau otoritas mengatur yang berkaitan dengan rakyat

senantiasa terkait dan bertujuan tercapainya kemaslahatan masyarakat “

2. Pemahaman dan penerapan teori diskriminasi

a. Stratafikasi, dari 94 hakim atau 100 %, menyatakan, dalam memeriksa dan mengadili perkara,

apabila pihak-pihak berperkara adanya perbedaan warna kulit, perbedaan suku dan bangsa,

perbedaan agama, perbedaan derajat dan pangkat semua adalah sama di mata hukum dengan asas

semua orang adalah sama di bawah hukum yaitu, hakim tidak dibolehkan membeda-bedakan

karena stratafikasi, dengan berpedoman : equal justice under law (artinya semua orang

berkedudukan sama di bawah hukum). Hal ini telah diperintahkan Allah SWT agar para hakim

dalam memeriksa dan mengadili perkara berlaku adil untuk semua orang dengan firman Allah

dalam Surat Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur‟an Surah 4: al-Nisa': 135.

b.

“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak

keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan

177

Q.S. 4 (an-Nisa‟) :59.

Page 124: Etprof Hakim Br

cxxiv

kaum kerabatmu. jika kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.

Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari

kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi,

Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu

kerjakan.178

c. Morfologi, terkait dengan adanya para pihak dalam memeriksa dan mengadili perkara karena

adanya para pihak yang berperkara adanya hubungan kedekatan atau kejauhan dengan hakim

yang menangani perkara tersebut, 94 hakim atau 100 % menyatakan, jika ada hubungan keluarga

hakim ada hak mengundurkan diri sebagai hakim atau anggota majelis, terutama bila ada

hubungan dekat karena hubungan saudara atau dekat secara tidak langsung misalnya hubungan

karena tetangga. Terkait dengan adanya kedekatan hubungan dengan pihak-pihak yang berkara

atau hubungan jauh dengan para pihak telah dipraktekkan Rasul Allah SAW akan memberikan

hukman yang tegas kepada anaknya bernama fatimah jika mencuri dalam hadith Rasul Allah

SAW sebagai berikut:

عؼ١ذ زذثب ث ب ا١ث زذثب ع١ ػ بة اث ش ح ػ ػش ػب اهلل سػ - ػبئشخ ػ لش٠شب أ ز شأح أ ١خ ا خض فمبا عشلذ از ا سعي ٠ى اهلل ط - ا

- ع ػ١ ٠دزشب خ ئال ػ١ سعي زت أعب - . ع ػ١ اهلل ط - ا فى سعي زذ ف أرشفغ » فمبي - ع ػ١ اهلل ط - ا زذد « . ا ث ـت لب فخ

ب ٠ب » لبي ب ابط أ٠ ئ ػ لجى عشق ئرا ، رشو اشش٠ف عشق ئرا وبا أ اؼؼ١ف ا ف١ ألب ، اسذ ػ١ ا٠ ا خ أ ذ فبؿ ذ ث ـغ عشلذ س ذ م س

ب «٠ذ

“Diriwayatkan oleh Sa‟id bin Sulaiman dari Al Layth dari ibnu Shihab dari Urwah dari

„Aishah RA. sesungguhnya bangsa Quraysh telah menghormati seorang wanita dari

golongan terhormat apabila ia telah mencuri, mereka berkata siapa yang bisa berkata

kepada Rasul Allah SAW. Agar ia mendapat ampunan keringanan atas hukuman yang

telah ditetapkan oleh Allah. Kemudian Rasul Allah SAW berdiri dan berkata secara tegas:

“Wahai manusia sesungguhnya kesesatan yang dilakukan oleh orang-orang sebelum

kamu, apabila orang-orang terpandang melakukan pencurian mereka biarkan, apabila

yang melakukan pencurian orang-orang jelata dan lemah dalam kekuasaan mereka

ditegakkan hukum had, Demi Allah Jika anakku Fatimah binti Muhammad mencuri akan

Muhammad potong tangannya.” ( HR. Al-Bukhari).179

c. Cultur, terkait dengan adanya adigium atau slogan dari masyarakat, siapa yang mau

membayar kepada majelis hakim, dia yang menang. Dari 94 hakim atau 100 % menyatakan

bahwa semboyan tersebut tidak benar. Jika ada hakim yang menerima suap atau berkolusi

dengan hakim, itu adalah oknum hakim maupun pihak-pihak berperkara yang melanggar

Kode Etik, mereka tidak dapat mandiri dan merdeka dari pengaruh external non yudisial.

178

Q.S. 2: (al-Nisa') : 135

179 Bukhari, Jami‟u al-Sahih al Bukhari, (Caero, Dar wa Mutaba‟ah al-Sha‟bi, Juz. 6 ) .178.

Page 125: Etprof Hakim Br

cxxv

Memperhatikan dari hasil tindak lanjut pengawasan adanya hakim yang telah

diperiksa oleh Majelis Kehormatan Hakim dari rekomendasi badan pengawas Mahkamah

Agung RI, seorang hakim di Pengadilan Negeri Madiun telah melakukan pelanggaran kode

etik, yaitu melakukan pertemuan pihak berperkara dengan hakim, tanpa adanya pihak jaksa

diduga kolusi pembayaran berupa nilai uang tertentu kepada hakim tersebut dan diakui.

Dan hindari suap menyuap terkait dengan perkara yang ditangani oleh hakim

pengadilan khususnya upaya pendekatan kepada hakim dengan memberikan imbalan atau

kolusi, grafitasi imbalan terhadap perkara yang ditangani oleh hakim dari pihak berperkara.

Sebagaimana pasal 6 ayat 1 huruf a. Undang Undang.Nomor 20 Tahun 2001. Dan Undang

Undang Nomor 31 Tahin 1999, dianggap perbuatan Tindak Pidana Korupsi, yang unsurnya

sebagai berikut : “Setiap orang, memberi atau menjanjikan kepada hakim, dengan maksud

untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.” Dengan

ancaman hukuman penjara 3 tahun, atau paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp

150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) atau paling banyak sebesar Rp 750.000.000,-

(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Akhlak dalam Islam budaya suap menyuap atau riswah adalah perbuatan

terkutuk dan dilarang, karena suap menyuap adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh

Rasul Allah SAW. Sebagaimana hadith Rasul Allah SAW sebagai berikut:

د حدثا أح حدثا ٠س ب ذئب أب اب احارث ػ ػبد ب ارح أب ػ

ة س ػبد ػ ا ر ب لاي ػ رسي ؼ - س ػ١ اهللا ص ا اراش رتش ا

“ Disampaikan oleh Ahmad bin Yunus dari Ibnu Abi Zi‟bin dari Harith bin Abdul

Rahman dari Abi Salamah dari Abdullah bin „amr, berkata Rasul Allah SAW telah

bersabda : Rasul Allah SAW melaknat kepada penerima dan pemberi suap.”(H.R.

Abu Dawud).180

d. Organisation, dari 94 hakim, atau 100 % menyatakan, hakim merdeka dan bebas dari

tekanan dari manapun atau organisasi masyarakat atau organisasi politik manapun yang

sedang berkuasa atau tidak berkuasa dalam pemerintahan. Para hakim tidak terpengaruh

dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Tetap teguh untuk menegakkan hukum

dan keadilan, tidak terpengaruh dengan kekuatan politik yang berkuasa dengan asas equely

and fairness.

Jika mengadili suatu perkara janganlah didasarkan karena kebencian terhadap

sesuatu kaum, mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Hendaklah selalu menegakkan

keadilan dan (kebenaran) karena Allah.

180

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 10: 44

Page 126: Etprof Hakim Br

cxxvi

“ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu

menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali

kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku

adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.Surah :5 al-Maidah : 8) 181

e. Social control, dari 94 hakim atau 100 % menyatakan, social control terhadap perkara yang

dihadapi oleh hakim, misalnya jika yang dihadapi oleh hakim adalah pihak yang ada

hubungannya dengan organisasi politik tidak akan membela, dan hakim harus bebas dari

tekanan-tekanan dari organisasi manapun. Karena hakim harus bebas dari hubungan partai

politik dan hal ini demi kemerdekaan hakim memeriksa dan mengadili perkara.

Adanya diskrimanatif, yang disebabkan adanya social control, dari organisasi

sosial atau partai politik ini pernah terjadi yang telah diungkap oleh para ahli hukum pada

zaman kekuasaan orde baru, karena semua pegawai negeri, termasuk hakim, harus masuk

sebagai organisasi partai politik berkuasa. Berakibat hakim telah terbelenggu dengan

kekuasaan dan berpengaruh dengan perkara yang ditanganinya. Allah berfirman dalam al-

Qur‟an Surat 4(an Nisa‟) 58.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia

supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang

sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

melihat”.182

D. Sikap para hakim terhadap sanksi pelanggaran kode etik hakim

Sikap internalisasi transendental pengokohan keimanan dan ketakwaan 48 hakim

atau 51 % berupaya menghindari agar tidak terkena hukuman atau sanksi atas pelanggaran kode

etik dengan menempuh jalan untuk selalu introspeksi diri dengan memperkokoh keimanan dan

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar dijauhkan diri dari sifat berbuat kezaliman atau

diskriminasi. Selalu berdoa dan mohon petunjuk kepada Tuhan agar selalu bertindak dan

berbuat berdasar kepada kebenaran dan kejujuran. Sebagaimana hadith Rasul Allah SAW:

Sebagaimana perintah jujur dan benar dari Rasul Allah SAW.

ػ١ىباصدقفااصدق٠داابرابر٠دااجةا٠زايارج٠صدق٠تحر

181

Q.S :5 (al-Maidah ): 8

182 Q S. 4 (an Nisa‟) : 58

Page 127: Etprof Hakim Br

cxxvii

اصدق حت٠ىتبػد اهللاصد٠مائ٠اواىذبفااىذب٠داافجرافجر٠د

﴾راابخار﴿ ااار ا٠زاياؼبد٠ىذب٠تحراىذبحت٠ىتبػداهللاوذابا

“Berlakulah kalian jujur dan benar, karena kejujuran itu menunjukkan ketaqwaan, dan

ketaqwaan itu mengantar kamu ke surge. Seseorang yang selalu berlaku jujur dan berusaha

mencari kejujuran niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan waspadalah

terhadap dusta, sebab dusta itu termasuk perbuatan durhaka, sedangkan durhaka itu

mengantar kamu ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan mencari-cari kedustaan

niscaya di sisi Allah sebagai seorang pendusta”183.

Sikap penolakan dan pencegahan dengan menanamkan budaya malu (al-Haya‟),

dari 10 hakim atau 10,6 % menyatakan, harus mempunyai sifat dan sikap malu. Budaya

malu untuk ditanamkan kepada jiwa hakim apabila adanya dorongan untuk bertindak dan

berprilaku yang mengarah kepada penyimpangan yang tidak diridoi oleh Tuhan. Apalagi

bagi sebagian hakim melanggar kode etik, telah mendapatkan hukuman disiplin yang

diumumkan secara terbuka oleh Mahkamah Agung, yang disebutkan nama maupun

pengadilannya dan jenis pelanggaran dan beratnya hukumannya.

زذثب ش أث اث ذ ػ أز ؼ - ١غ ث زذثب لبال ازذ ا عف١ب ػ١١خ ث ػ ش اض ػ عب ػ أث١ سعي أ ش- ع ػ١ اهلل ط -ا ثشخ ٠ؼظ سعي فمبي اس١بء ف أخب اس١بء- » ع ػ١ اهلل ط -ا

ب ذ لبي «. اإل٠ أز ف ١غ ث زذ٠ث ئ غ- ع ػ١ اهلل ط -اج ٠ؼظ سخال ع زذ٠ث زا لبي. اس١بء ف أخب اجبة ف. طس١ر زغ خ طس١ر أث ثىشح أث ش٠شح أث ػ ب ١٧ص / ١ ج - )اجخبس أ )

“Disampaikan dari Ibnu Abi Umar dan Ahmad bin Muni‟ dan disampaikan dari Sufyan bin

„Uyaiynah dari Al Zuhriy dari Salim dari ayahnya Sesungguhnya Rasul Allah SAW telah

berjalan dengan seorang laki-laki dan laki-laki itu mengajarkan saudaranya untuk berbuat “

Malu” Maka Rasul Allah SAW bersabda: “Malu itu adalah sebagian dari iman”. Berkata

Ahmad bin Muni‟ dalam hadith Sesungguhnya Nabi SAW mendengar seorang laki-laki

yang menasehati saudaranya agar berbuat malu. Hadits ini ini adalah hadith hasan sahih di

terangkan dalam bab Dari Abu hurairah dan abu Bakar bin Umamah RA. (HR. Al

Bukhari)184

Sikap Keberanian (al-Shaja‟ah) dari 21 hakim atau 22,34% menyatakan bahwa

pentingnya mempunyai sikap keberanian untuk mencegah dan menolak ajakan para pihak

untuk melakukan penyimpangan, atau melakukan kolusi dengan para pihak yang berperkara.

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasul Allah SAW, pernah diajak untuk melakukan kolusi

karena yang diadili adalah orang yang dekat dan kedudukan terhormat seorang bangsawan

di kalangan bangsa Arab. Rasul Allah SAW bersabda : “Andaikan Fatimah binti Muhammad

mencuri akan aku potong tangannya”. Hadith tersebut adalah keberanian untuk menolak

untuk kolusi dan keberanian menegakkan keadilan untuk semua orang tidak pandang

kalangan orang terhormat atau rakyat jelata.

183

Al-Bukhari, Jamiu al Sahih al Bukhari, dalam Sayyid Ahmad al-Hashimi, Mukhtar Ahadithi an-Nabawiyah,

Terjemahan Muhammad Zaini, (Jakarta Pustaka Amani, 1975) : 309.

184 Bukhari, Jami‟u al-Bukhari, Juz 1 :17.

Page 128: Etprof Hakim Br

cxxviii

Sikap menerima apa adanya (qana‟ah), dari 94 hakim, ada 15 hakim atau 15,95 %

hakim menyatakan, menerima apa adanya gaji yang diterima dari negara. Hal ini penting

kita tanamkan kepada setiap hakim. Tentang sikap qana‟ah karena hal ini wujud dari sifat

syukur atas ni‟mat, mempunyai hati yang menerima apa adanya atas rizki yang diterima

sebagai imbalan jerih payah untuk kesejahteraan hakim. Dengan demikian dapat

menghindarkan penyimpangan dari (kufur ni‟mat) sifat kurang puas atas ni‟mat, sehingga

berbuat korupsi dan kolusi untuk memperkaya diri. Hal Korupsi ini merupakan pelanggaran

Kode Etik dan pelanggaran tindak pidana Korupsi. Allah berfirman dalam al-Qur‟an. Surat

14: Ibrahim :7 .

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,

pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),

Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".185

Adanya sikap ( internalisasi transendental ) keimanan dan ketaqwaan,

budaya malu (al-Haya‟), sikap keberanian (al-Shaja‟ah) dan sikap menerima apa adanya

(qana‟ah), adalah suatu sikap yang telah ditanamkan oleh akhlak Islam, dalam era reformasi

ini sangat penting untuk terus dibudayakan oleh para hakim di Indonesia.

Jika mengambil Ibrah atau contoh yang terjadi pada sikap Nabi Sulaiman AS

dan Nabi Dawud AS dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang diajukan kepada

beliau, maka hakim perlu mempunyai ilmu hukum dalam memeriksa dan mengadili

sehingga dapat melahirkan keputusan yang dapat dirasakan adil oleh masyarakat pencari

keadilan, sebagai firman Allah dalam al-Qur‟an Surat 21 (al-Anbiya‟); 79

186

“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) 187; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami

185

Q. S.14 (Ibrahim ):7.

186 Q.S 21; (al-Anbiya‟) :79.

187 Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. Maka pihak yang

mempunyai tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing

itu harus diserahkan kepada yang mempunyai tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. tetapi Nabi

Sulaiman a.s. berbeda dalam memutuskan, supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang

memmpunyai tanaman untuk diambil manfaatnya. dan orang yang mempunyai kambing diharuskan mengganti

tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru, apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang

mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali dan putusan Nabi Sulaiman AS. ini adalah keputusan

yang tepat.

Page 129: Etprof Hakim Br

cxxix

tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan Kamilah

yang melakukannya. Q.S 21 ; (al-Anbiya‟ :79

188

188

Q.S 21; (al-Anbiya‟) :79.

Page 130: Etprof Hakim Br

cxxx

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia (KEPPHI), adalah aturan

yang dibuat untuk kemulyaan martabat hakim Indonesia, belum sepenuhnya diterapkan

dengan baik oleh sebagian hakim di Indonesia, karena selama 5 (lima) tahun terakhir 2007-

2011 masih terdapat 291 hakim yang mendapat sanksi hukuman disiplin, mulai hukum

disiplin ringan, sedang, sampai hukuman berat yang diberhentikan dengan tidak hormat.

Jumlah hakim yang mendapat sanksi atau hukuman disiplin, yang terkena sanksi setiap

tahunnya terjadi bervariasi, pelanggaran yang tertinggi lima tahun terakhir pada tahun 2010

berjumlah 110 hakim, jika diprosentasekan menjadi 3,66 % dari 7.944 hakim di seluruh

Indonesia, yang mendapat hukuman disiplin atau sanksi, diseluruh Indonesia mencapai

jumlah 291 hakim. Mulai hukuman berat diusulkan dan diterimanya pemeriksaan oleh pihak

penyidik karena perilaku tindak pidana korupsi, sanksi hukuman diberhentikan tidak hormat

sebagai hakim, dan hukuman sanksi dinonpalukan, serta tidak diberikan tunjangan kinerja

remunerasi bagi hakim. Jika diurutkan badan peradilan, hakim yang mendapatkan hukuman

adalah Peradilan Umum dan Pengadilan Tinggi 239 hakim atau 82,1 %, dari Peradilan Tata

Usaha Negara dan Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara 13 hakim atau 4,46 %, dari

Mahkamah Militer dan Mahkamah Tinggi Militer 8 hakim atau 2,75 % dan dari Peradilan

Agama 31 hakim atau 10,65 %.

2. Faktor-faktor penyebab Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, belum dapat

dilaksanakan secara efektif .

Berdasarkan teori efektifitas penegakan hukum Lawrence Mier Freidmand ada 3

(tiga) hal yaitu : a. Subtansi hukum (legal substance) b. Struktur hukum (legal structure) dan

c. Kultur hukum (legal culctur ). Maka penulis akan menguraikan dari hasil Penelitian

sebagai berikut :

a. Dari subtansi hukum (legal substance) kode etik berlandaskan Surat Keputusan

Bersama adalah produk hukum etika profesi hakim (Code Ethiec) antara Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial yang menghasilkan 10 Norma yaitu 1. Berperilaku

Adil, 2. Berperilaku Jujur, 3. Berperilaku Arif, 4. Bersikap Mandiri, 5. Berintegritas

Tinggi, 6. Bertanggung Jawab, 7 Menjunjung Tinggi Haraga Diri, 8. Berdisiplin Tinggi,

9. Berperilaku Rendah Hati, 10. Bersikap Profesional. Setiap norma diberikan

pedoman perilaku hakim. Aplikasi dalam penerapan pengawasan bahwa Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim Indonesia (KEPPHI), bukan satu-satunya subtansi hukum

pengawasan, tetapi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengikat

dan mempunyai daya paksa kepada hakim dan pajabat peradilan, yaitu peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan kepegawaian negara dan peraturan-peraturan

bidang pengawasan.

b. Dari struktur hukum (legal structure) yaitu badan negara yang diberi kewenangan

melaksanakan pengawasan internal adalah semua unit kerja badan peradilan disemua

tingkatan untuk mengawasi perilaku dari hakim dan pejabat peradilan mulai dari

pimpinan yaitu Ketua, Wakil Ketua, Panitera/Sektretaris, dan kepala-kepala bagian

Page 131: Etprof Hakim Br

cxxxi

untuk lebih intensif dalam melakukan pengawasan internal. Jika ada perilaku

penyimpangan maka pimpinan untuk memberikan peringatan dan pembinaan terus

menerus kepada bawahan. Jika terdapat laporan atau pengaduan dari masyarakat,

pimpinan harus proaktif untuk menindak lanjuti, karena sistim pengawasan oleh

masyarakat dan pengaduan telah disediakan sarana prasarana pengaduan melalui surat,

telpon /Hand Phon pengaduan, dan website pengadilan. Dengan sistem keterbukaan dan

transparansi, banyak yang langsung melaporkan dan pengaduan kepada Mahkamah

Agung RI, Komisi Yudisial RI sebagai pengawas eksternal. Setiap pengaduan telah

diseleksi yang patut untuk ditangani oleh Mahkamah Agung RI dan pengaduan mana

yang harus diserahkan kepada Pengadilan Tingkat Banding sebagai kawal depan

pengawasan atas perilaku pejabat peradilan dibawahnya. Struktur pengawasan

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dengan berlakunya SKB tentang kode etik

telah menampakkan hasilnya, karena banyaknya para hakim yang terjerat dengan

pelanggaran kode etik, dan tindak lanjut dari Pengawasan adalah efektifnya Majelis

Kehormatan Hakim (MKH). Untuk struktur hukum bidang pengawasan adalah sudah

baik namun perlu ditingkatkan.

c. Dari kultur hukum (legal culctur ) yaitu budaya hukum yang perlu menjadi perhatian

khusus adalah tercapainya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah. Namun

dari hasil penelitian dan data dari laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 5 (lima) tahun

terakhir (2007-2011) masih ada sebagian dari hakim melakukan penyimpangan

disamping pelanggaran kode etik hakim, dan peraturan peraturan yang berlaku, juga

pelanggar kode etik tidak sesuai dengan norma hukum negara dan norma agama

misalnya terjadinya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) dalam menangani perkara.

Terbukti adanya hukuman disiplin berat, sedang, dan atau ringan pada 5 tahun terakhir

2007-2011 mencapai 291 hakim yang terkena sanksi setiap tahunnya terjadi bervariasi,

jika diprosentasekan 3,66 % dari 7.944 hakim di seluruh Indonesia, yang mendapat

hukuman disiplin atau sanksi, diseluruh Indonesia mencapai jumlah 291 hakim. Mulai

hukuman ringan, sedang sampai hukuman berat diusulkan dan diterimanya pemeriksaan

oleh pihak penyidik karena perilaku tindak pidana korupsi, hukuman diberhentikan

sebagai hakim, dan hukuman sanksi dinon palukan, serta tidak diberikan tunjangan

kinerja Remunerasi bagi hakim. Dengan faktor-faktor penyebab pelanggaran antara lain

: (1). Tidak disiplin telah mencapai 53,85 %. (2). Unprofessional conduct mencapai

20,77. % (3). Pelanggaran Kode Etik 13,85 %. (4). Pelanggaran lainnya 11,53 %.

Budaya ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan masih banyak

terjadi kesenjangan antara Das sollen dengan Des sein.

B. Rekomendasi.

1. Agar kode etik hakim sebagai subtansi hukum dapat dilaksanakan secara optimal oleh para hakim

selaku struktur hukum perlu dilegalkan menjadi aturan yang mempunyai daya ikat dan daya paksa

dalam hal penerapannya, dimana kode etik hakim tersebut berfungsi sebagai a tool of social

control, dan a tool social engineering, disamping peratauran perundang-undangan lainnya bidang

pengawasan. Dengan perubahan sistem pendidikan calon hakim yang memprogramkan

pendidikan berkelanjutan continuing judicial education (CJE) kurikulum tentang kode etik hakim

24 jam pelajaran, diharapkan dapat meningkatkan kualitas moral para hakim dan sekaligus

mengurangi dan menghapus perilaku yang tidak baik, menjadi lebih baik lagi, bagi para hakim

Indonesia.

2. Dari hasil penelitian penulis dengan mengajukan kuisener kepada para hakim, bahwa dengan

berfungsinya dua lembaga Pengawasan yaitu Badan Pengawas pada Mahkamah Agung RI,

Page 132: Etprof Hakim Br

cxxxii

dengan peran dari Badan Pengawas di Mahkamah Agung RI sebagai lembaga pengawasan

internal dan lembaga pengawas eksternal oleh Komisi Yudisial RI, telah nyata ada perubahan

efektifitas dalam pengawasan dan penindakan. Hal ini menunjukkan kinerja dua lembaga tersebut

telah melaksanakan tugas kewenangannya dengan baik, akuntabel dan transparansi karena hasil

pengawasan telah diumumkan secara terbuka. Dengan harapan adanya perubahan dari yang tidak

baik, menjadi lebih baik, yang tidak

displin menjadi lebih disiplin, yang tidak profesional menjadi lebih profesional. Sehingga upaya

untuk meningkatkan keluhuran martabat hakim semakin hari semakin lebih baik. Hal ini

tergambar dari jumlah hukuman dan sanksi yang diberlakukan kepada para hakim maupun

pejabat peradilan lainnya lebih banyak dibanding sebelum berlakunya Surat Keputusan Bersama

(SKB) tentang kode etik. Dengan meningkatnya hakim yang terjaring hukuman disiplin dan

sanksi atas pelanggaran kode etik, menunjukkan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial telah

menjalankan tugasnya di bidang pengawasan dan penindakan telah efektif dan terkesan sungguh-

sungguh dan tidak main-main. Bila program kerja blue print 25 tahun 2010-2035 agar segera

struktur Mahkamah Agung bidang pengawasan sekarang Badan Pengawas diubah menjadi

Inspektorat sekaligus terwujudnya Inspektorat di wilayah seluruh Indonesia.

3. Faktor internalisasi moral (transendental ) keimanan dan ketakwaan yang tertanam dalam jiwa

setiap hakim Indonesia sesuai keyakinan agamanya sebagai kualitas moral adalah sangat penting,

yang ditunjang dengan kualitas intelektual di bidang hukum formil dan hukum materiil dalam

menjalankan tugas sebagai hakim dalam menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang

dibebankan kepada hakim Indonesia. Oleh karena itu sistem rekrutmen calon hakim harus betul-

betul selektif demikian pula sistem pendidikan calon hakim dan pendidikan penjenjangan dan

berkelanjutan perlu ditingkatkankan kualitasnya.

C. Keterbatasn Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam berbagai hal, terutama

dalam analisa dan penyampaian teoritiknya. Permasalahan yang ada pada penegakan hukum bagi

pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia (KEPPHI), dari hasil penelitian

bahwa setelah berlakunya SKB Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, penindakan dan

tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terhadap sikap dan perilaku hakim yang melanggar kode

etik lebih menampakkan adanya perubahan yang lebih signifikan dan efektif, terbukti, dengan

adanya sebagian para hakim yang mendapatkan hukuman disiplin, terlebih hasil putusan

persidangan Majelis Kehormatan Hakim telah diinformasikan secara transparan. Dengan

demikian akan menjadi penjeraan dan kewaspadaan bagi hakim untuk lebih berhati-hati dalam

menjalankan tugasnya.

Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ini, terkait dengan penerapan Subtansi

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia, Struktur pengawasan di Mahkamah Agung RI

dan Komisi Yudisial dan Kultur atau budaya hukum yang dilakukan oleh para hakim itu sendiri.

Telah memperoleh data dari penelitian ini, berupa sanksi bagi hakim yang melanggar kode etik.

Adapun yang belum diteliti adalah audit kinerja penerapan SK.KMA Nomor

026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan, terkait capaian pelayanan peradilan

yang berasaskan, sederhana, cepat dan biaya ringan. Dan terwujudnya peningkatan kedisiplinan

pejabat peradilan dan terkait dengan sistem pendidikan calon hakim sebagaimana SK.KMA

Nomor 169/KMA/SK/X/2010 tentang Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu dan

Page 133: Etprof Hakim Br

cxxxiii

berkelanjutan (CJE) yang diharapkan peneliti yang lain dapat melakukan penelitian hal ini,

keberhasilan dan hambatan dapat terukur sistem pendidikan yang baru ini, dibandingkan dengan

sistem pendidikan yang terdahulu.

Dan yang belum diteliti adalah perubahan sistem kamar, apakah dengan sistem kamar

tersebut betul-betul membawa perubahan kepada kualitas hakim agung dalam memeriksa dan

memutuskan perkara dan rencana pembatasan perkara yang dapat dilakukan kasasi di Mahkamah

Agung dan apa akibat dengan dibatasi upaya hukum (kasasi) kaitannya dengan perkara

kewenangan peradilan agama, apabila perkara-perkara yang menjadi kewenangan peradilan

agama jika dibatasi hanya pada peradilan banding.

D. Implikasi Teoritik

Dalam penulisan disertasi ini, penulis mengambil paradigma (agent of change) pelaku

perubahan untuk ke arah yang lebih baik, atau upaya perubahan kearah yang lebih baik

(taghayyur) hal ini sesuai dengan kondisi dan situasi penegakan hukum di Indonesia di masa

sekarang telah mengalami chaos atau keterpurukan yang diakibatkan oleh struktur hukum di

semua bidang pada institusi atau lembaga hukum di Indonesia, kepolisian, kejaksaan, dan 4 badan

peradilan di bawah naungan Mahkamah Agung, bahkan pada lembaga legislatif sebagai lembaga

control jalanya pemerintahan (lembaga pengawasan, budgeting, dan legislasi) tidak luput dari

keterpurukan yang diakibatkan oleh runtuhnya etika atau moral aparatur.

Achmad Ali, dengan teorinya sapu kotor, jika pelaku-pelaku penegak hukum

moralitas merosot, tidak akan dapat membersihkan dan menghilangkan kotoran, karena dirinya

kotor. Oleh karena itu hakim, jaksa dan kepolisian harus bersih dari anasir-anasir perbuatan dan

moral yang kotor.

Dengan lahirnya Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia merupakan alat a

tool of social control yang dilahirkan oleh pembuat aturan kode etik hakim tersebut,

sebagai agent of change adalah Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI.

Dibentuknya kode etik profesi hakim sebagai alat a tool of social engineering atau

disebut pula dengan a tool of social engineering law,

teori ini yang dicetuskan oleh Freiderich Karl von Sabigny.189 Tidak kalah

pentingnya, juga dalam al-Qur‟an konsep perubahan dari sikap dan tabiat yang buruk menjadi

sifat dan tabiat yang lebih baik sebagaimana firman Allah dalam al-Qur‟an Q.S 2 (al-Baqarah) :

257 yang berbunyi:

189

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bina Cipta, Bandung,1983).104 dan dalam Achmad Ali, Menguak Tabir

Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (PT.Toko Buku Gunung Agung, Jakarta, 2002) ; 89.

Page 134: Etprof Hakim Br

cxxxiv

“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan

(kekafiran) kepada cahaya (iman)”.190

Fenomena munculnya mafia hukum di Indonesia, yang dilakukan oleh struktur

hukum, aparatur kepolisian, aparatur kejaksaan, advokat dan hakim, pada peradilan yang telah

meresahkan masyarakat, tidak terlepas dari subtansi hukum yang di buat oleh struktur hukum

masa pemerintahan terdahulu telah nampak adanya kelemahan dan kekurangan. Dari celah-celah

kelemahan dan kekurangan itulah dijadikan pembenar oleh struktur hukum yang berfrofesi di

bidang hukum, melakukan kecurangan-kecurangan dengan munculnya mafia hukum. Dengan

merebaknya mafia hukum pada lembaga-lembaga hukum di Indonesia, mulai dari kepolisian,

kejaksaan dan peradilan, dapat meruntuhkan tujuan hukum itu sendiri, serta membawa runtuhnya

kewibawaan hukum di Indonesia. yaitu tidak tercapainya rasa keadilan sebagai (asas etis) dalam

penegakan hukum dan keadilan, tidak tercapainya kepastian hukum (asas legis) dan tidak

tercapainya manfaat hukum bagi masyarakat pencari keadilan (utilities) dalam pandangan Gustav

Redbruch. Dan Sebagaimana pandangan seorang penyair dari Mesir Shauqi Bey:

ئااأل ابم١ت األخالك فاا ذبت اخالل ذبا

“ Sesungguhnya kekuatan suatu bangsa dan negara itu, tergantung pada akhlaq bangsa itu

sendiri, apabila akhlaq suatu bangsa itu rusak, maka berakibat pula membawa rusaknya bangsa

dan negara “191

Siapakah yang patut menyusun dan melegalkan kode etik profesi hakim,

sebagaimana pandangan Emanual Kant kode etik profesi hakim dibuat oleh induk organisasi

profesi hakim, namun norma yang dibuat oleh Induk Organisasi Profesi Ikatan Hakim Indonesia

(IKAHI) tidak berjalan efektif karena struktur pengawasan tidak berjalan dan tidak independen

karena diawasai oleh internal organisasi. Dengan diubahnya Undang-Undang Mahkamah Agung

RI dan lahirnya Undang-Undang Komisi Yudisial semakin memperkuat adanya struktur

pengawasan internal Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi

Yudisial, kedua lembaga negara tersebut bekerja secara sinergis akan membawa lebih efektif

dalam pengawasan dan penindakan. Sebagaimana pemberlakuan Komisi Yudisial di berbagai

negara di dunia ini. Oleh Undang-Undang yang telah ditunjuk pelaku perubahan (agent of

change) sebagai struktur pengawas adalah dua lembaga Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Dan selama 5(lima) tahun terakhir adalah menampakkan keberhasilan di bidang pengawasan

sekaligus penindakan sebagai tindak lanjut hasil pengawasan dan lahirnya Majelis Kehormatan

Hakim (MKH). Dan lahirnya peraturan tindak lanjut untuk lebih mengefektifkan Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim Indonesia yang terdiri dari Surat Keputusan Bersama (SKB). Antara

lain : Peraturan Tentang Seleksi Pengangkatan Hakim, Peraturan Tentang Panduan Penegakan

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan

Peraturan Tentang Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

Norma-norma yang tertuang dalam kode etik hakim, termuat perilaku yang baik dan

norma perilaku yang seharusnya dilakukan oleh para hakim dan seharusnya untuk

ditinggalkannya. Sebagaimana teori L.B. Curzon aturan hukum itu berfungsi sebagai simbol.

Dan yang dimaksud dengan simbolis disini adalah: involves the procces whereby persons

190

Q.S 2 (al-Baqarah) : 257

191 Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996): 10

Page 135: Etprof Hakim Br

cxxxv

consider in simple term the social relationships and other phenomana arising from their

interaction. (segala sesuatu yang mencakup proses-proses apabila seseorang menerjemahkan atau

menggambarkan atau mengartikan dalam suatu istilah yang sederhana tentang perhubungan

sosial serta fenomena-fenomena lainnya yang timbul dari interaksinya dengan orang lain ).

Contoh kasus yang sekarang menjadi perhatian publik tentang tindak pidana korupsi, kolusi, dan

nepotisme (KKN), dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi: “ Setiap

orang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi

putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili “ berdasarkan pasal tersebut termasuk

perbuatan korupsi. Dengan ancaman hukumannya 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana

denda paling sedikit 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

750.000.000.(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Berdasarkan teori Donald Black, faktor-faktor yang membawa runtuhnya martabat

dan kewibawaan hukum De-legalization dan De-Socialization dari dua faktor tersebut hukum

sebagai alat politik sebagaimana pandangan Curzon hukum sebagai alat rekayasa sosial, maka

peranan penguasa politik yang membuat perundang-undangan (hukum tertulis) sehingga hukum

dan peraturan tertulis era orda lama dan orde baru lembaga yudikatif ada dalam cengkeraman

eksekutif dan legislatif, sehingga kemerdekaan kekuasaan yudikatif terbelenggu dengan dua

kekuasaan politik tersebut. Dan berakibat pelaksanaan kekuasaan kehakiman dan produk putusan

lembaga yudikatif dirasakan tidak adil tidak terpenuhi asas equality dan fairly bagi masyarakat

pencari keadilan.

Perubahan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan yudikatif, telah dilkukan pada

zaman daulah „Abbasiyyah, dengan perintah Abu Yusuf selaku Qadi al Qudah pada zaman

Khalifah Harun al-Rashid, telah menetapkan larangan kepada para hakim agar tidak melakukan

hubungan atau kedekatan dengan keluarga kerajaan, yang dikhawatirkan kedekatan para hakim

dengan keluarga kerajaan akan berpengaruh kepada putusan yang diambil oleh para hakim.192

Sepadan dengan teori Donald Black timbulnya diskrimanatif adalah adanya faktor morfologi

(kedekatan atau kejauhan), faktor stratafikasi (memandang warna kulit, suku dan golongan),

kultur, organisasi, dan pengendalian sosial. Sepatutnya para hakim tidak masuk dalam partai

politik sebagaimana zaman Orde Baru. Hal tersebut merupakan faktor penyebab kemunduran atau

keterpurukan dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, hakim tidak merdeka

terbelenggu oleh kehendak penguasa.

Berdasarkan firman Allah dalam al-Qur‟an Surat 7 (al-Ra‟du): 11

192

Dahlan Dkk, Insiklopedi Hukum Islam,( Jakarta Van hove Jilid I): 109, perhatikan pula dalam kitab Al-Kharraj,

Page 136: Etprof Hakim Br

cxxxvi

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,193 di muka dan di

belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah

keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” 194

Dari Donald Black tersebut mendapatkan kritikan dari Achmad Ali dengan

menambah faktor ketiga adalah faktor De-Internalization yaitu sikap transendention ketaatan dan

kepatuhan kepada Allah yang tumbuh dalam jiwa manusia.195 Selain faktor moralitas struktur

hukum, yang menjadi faktor penyebab kerusakan dan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap

hukum dan keadilan di Indonesia ada pada subtansi hukum konstitusi dan undang-undang lainnya

dan struktur hukum. Kultur hukum merebaknya budaya koruposi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Maka konstitusi negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 harus

dilakukan amandemen dan undang-undang lainnya yang terkait kehakiman dan peradilan juga harus

ada perubahan, karena selama ini Mahkamah Agung sebagai pelaksana kehakiman khususnya pada

pasal 24 Undang Undang Dasar 1945 harus ada pemisahan yang jelas kekuasaan kehakiman

(Yudikatif) dengan kekuasaan Pemerintahan (Eksekutif). Demikian juga dalam hal pengelolaan

anggaran, fasilitas dan finansial selama orde baru ada pada kekuasaan eksekutif yaitu ada pada

Departemen Kehakiman, Departemen Agama dan Departemen Hankam, telah diubah sepenuhnya

dikelola dalam satu atap di Mahkamah Agung RI.196

Faktor penyebab keterpurukan ( chaos ) berakibat jatuhnya martabat dan

kewibawaan dalam penegakan hukum dan keadilan yang terjadi di Indonesia sebagaimana

pandangan teori Lawrence Meir Freidmand adalah ada tiga faktor : 1. Faktor legal subtantion (ada

pada aturan hukumnya). 2 Faktor legal structur (ada pada pelaku dalam struktur hukum) 3. Legal

cultur (ada pada budaya hukumnya).197 Subtansi kode etik yang dibuat dan disusun berdasarkan

Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI Nomor 047 /KMA/SKB/IV/ 2009 dan Komisi

Yudisial Nomor 01/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009. Masih ada celah-celah kekurangan,

selanjutnya Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI melahirkan peraturan berupa Surat

Keputusan Bersama untuk lebih mengefektifkan tindak lanjut dari pengawasan berupa: Sistem

193

Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa

malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara

bergiliran itu, disebut malaikat hafazhah

194 al-Qur‟an Surat 7 (al-Ra‟du): 11 Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-

sebab kemunduran mereka.

195 Donald Black, Pemikiran dan Kritikan, Terjemahan Achmad Ali, Hasanuddin Press, 2001.

196 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor

14 Tahun 1970.

197 Lawrence Meir Freidmand, The Legal System, A Social Sceince Perspective, (New York : Russel Sage Foundation),

dalam Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, (Jakarta Ghalia Indonesia) : 5

Page 137: Etprof Hakim Br

cxxxvii

pendidikan Calon Hakim, sistem pemeriksaan dan pengambilan keputusan Majelis Kehormatan

Hakim dan sanksi pelanggaran kode etik hakim dan sistem rekrutman dan pengangkatan hakim.198

Pandangan Andi Zaenal Abidin Faried, Peraturan dibuat oleh lembaga negara

meskipun sederhana, yang penting adalah aplikasi dan pelaksanaannya baik dan optimal itu baik,

lebih jelek lagi peraturan disusun dengan baik, tetapi aplikasi tidak optimal. Harapan kita peraturan

baik dan aplikasinya juga baik oleh para hakim maupun para struktur pengawasan dan penindakan

atas pelanggran kode etik.199

Khalifah Umar Ibnu Khattab dalam etika hakim dalam persidangan, telah

mengeluarkan Risalah ( امؼبء ف ػش خـبة ), atau seruan kepada para Gubernur dan para hakim di

dalam memeriksa dan mengadili perkara agar berlaku adil (equality and fairness) tidak memihak,

agar mendudukkan sama para pihak yang berperkara dalam persidangan. Penggugat wajib

membuktikan gugatannya dan tergugat wajib membuktikan bantahannya dengan sumpahnya.

Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak menghalalkan yang haram dan

mengharamkan yang halal.200

Sebagaimana pandangan Rifyal Ka‟bah yang sependapat dengan teori Mustafa

Azzarqa dari Suriah, yang diikuti pula oleh Ziya Gokap dari Turki, Shari‟at Islam, yang terdiri dari

hukum aqidah, akhlaq, hukum Ibadah, hukum mu‟amalah dan jinayah dalam penerapannya,

terbagi pada hukum yang bersifat diyani dan hukum yang bersifat qadha‟i, Demikian pula tentang

perilaku baik dan buruk semula hanya bersifat diyani sebagaimana hadith Rasul Allah SAW.

ئابؼثتألتىاراألخالك“Sesungguhnya aku diutus dimuka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak”

Sumber hukum diyani adalah al-Qur‟an al-Hadith dan kitab-kitab fiqh, dan kitab-kitab

tentang akhlak, hal itu ditaati oleh ummat penganut agama Islam, selanjutnya dibuatlah sebagai

hukum negara yang disebut dengan peraturan perundang-undang atau berupa keputusan Pemerintah

menjadi hukum qadha‟i.

Indonesia adalah mengikuti asas legalitas, Kode etik hakim untuk dapat mengikat

kepada para hakim dan dapat dipaksakan, aturan kode etik profesi hakim dan dapat menjatuhkan

sanksi bagi para hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim di Indonesia, telah

ditunjuk struktur hukum pengawasan dan penindakan adalah Institusi Lembaga Negara yang

ditunjuk oleh Undang-Undang adalah Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dan dengan

dibentuknya Majelis Kehormatan Hakim.

Disamping 10 norma Kode etik Hakim Indonesia yang telah ditetapkan oleh Mahkamah

agung RI dan Komisi Yudisial adalah sudah baik, tidak bertentangan dengan norma akhlak dalam

Islam, perlu masing-masing hakim Indonesia yang mayoritas beragama Islam agar kembali kepada

norma etika Islam atau akhlak.

Konsep-konsep Akhlak yang bersifat diyani yang telah diungkapkan oleh para ahli di

bidang ilmu akhlak antara lain : Ismail Al-Faruqi dan Haidar Naqfi Kode Etik Hakim berdasarkan

teori hukum Islam sebagaimana prinsip-prinsip dasar Shari‟ah adalah ada 2 dua macam konsep,

198

Keputusan bersama, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2012, Nomor 2Tahun 2012, Nomor 3

Tahun 2012, Nomor 4 tahun 2012. Merupakan peraturan tindak lanjut untuk mengefektifkan implementasi Kode

Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia.

199 Andi Zaenal Abidin Farid, Persepsi Orang Bugis Makassar tentang Hukum, Negara dan Dunia Luar, Alumni

Bandung, 1983 :

200 Ibn al-qayyim, Al-jauziyyah, I‟lam al Muwaqi‟in„an Rabb al-„Alamin (Juz I, Matba‟ah Sa‟adah, Mesir, 1387): 95.

Page 138: Etprof Hakim Br

cxxxviii

yaitu pertama: Konsep Tauhid yang terdiri dari : (i). Unity of Creation ( meyakini kesatuan

penciptaan), (ii). Unity of Mankinde (meyakini kesatuan kemanusiaan). (iii). Unity of Guidance

(meyakini kesatuan tuntutan hidup). (iv). Unity of Propose of life (meyakini kesatuan tujuan hidup).

(v). Unity of Godhead ( semuanya merupakan derifasi kesatuan ke-Tuhanan).

Konsep kedua, etika sintesis Islami, terdiri dari : (i). Prinsip Khilafah ( manusia

sebagai Khalifah fi al-Ardi). (ii). Prinsip „Adalah (yaitu prinsip keadilan). (iii). Prinsip Nubuwwah (

yaitu prinsip sifat kenabian). (iv). Prinsip Ukhuwwah (yaitu prinsip persaudaraan) (v). Prinsip al-

Khurriyyah wa al-Mas‟uliyyah (yaitu prinsip kemerdekaan dan pertanggung jawaban ).

Sebagaimana pandangan Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya‟ „Ulu al-Din Akhlaq Islam

mempunyai 4(empat) pilar atau induk semua akhlak yang terpuji (Ummahat mahasin al-Akhlaq),

yaitu : a. Hikmah (bijaksana), b. Shaja‟ah (keberanian), c. Qana‟ah dan d. „Adil.

Hikmah (sikap bijaksana) adalah kondisi jiwa yang dapat membedakan mana yang

benar dan mana yang salah, Hikmah adalah merupakan pilar yang utama. Sikap Shaja‟ah (sikap

berani) adalah sikap yang ada dalam jiwa yang dapat menundukkan nafsu untuk patuh kepada akal.

Dan qana‟ah adalah situasi jiwa yang mampu menertibkan nafsu atas dasar pertimbangan akal dan

shari‟at. Dan „Adil adalah kondisi jiwa yang dapat mengendalikan hawa nafsu di bawah perintah

akal dan shari‟at.201

Sebagai hakim yang beragama Islam, pondasi yang utama adalah sikap transendensi

keimanan yang kuat, menjalankan rukun Islam yang baik, dan tanamkan sikap ihsan dalam jiwa kita

sebagaimana hadith Nabi SAW yang berbunyi:

٠ران فا ترا ال ئ فاه ترا وأه اهللا تؼبد أ

“Hendaknya engkau sembah Allah seakan-akan engkau melihat Nya. Kamu tidak melihat Nya.

Maka sesungguhnya Dia(Allah) melihatmu”.202

Dengan keyakinan bahwa perilaku kita baik dan buruk dilihat oleh Allah SWT. Kita

akan berhati-hati dalam bertindak dan berbuat, dengan menanamkan sikap ihsan dalam jiwa kita.

Akhlak yang mulia dalam Islam, yaitu akhlak yang dirid ai oleh Allah SWT, akhlak

yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi

segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah

Rasul Allah, untuk mendekati yang ma‟ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam

al-Qur‟an surat 3 (Al-Imran) : 110 :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang

ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah “.

201

Al-Ghazali, Abu Hamid al-Ghazali, Ihya‟ Ulum al-Din, dalam Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, (

Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004) : 43

202 Muslim, Sahih Muslim, Juz I : 90 dalam Sayyid Ahmad al Hashimi, Muhtar al Ahadithi al- Nabawiyyah terjemahan

Mahmud Zaini, (Pustaka Amini Jakarta 1995):519.

Page 139: Etprof Hakim Br

cxxxix

Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub,

dengki, sombong, nifaq (munafik) dengan tanda-tanda kemunafikan, hasud, suudzan (berprasangka

buruk), rishwah (suap menyuap)dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat

mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya

maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk

masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah SWT. dalam al-Qur‟an Surat 30 (Ar-Ruum ayat):41.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi,

supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Dari fenomena dan perkembangan penegakan hukum di Indonesia yang telah

mengalami keterpurukan atau chaos dan dari hasil uraian yang cukup luas dan panjang sebagaimana

telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu dan dari hasil temuan pelanggaran hakim selama 5 (lima)

tahun terakhir. Upaya perubahan dilakukan oleh Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI agar

tercapainya lembaga hukum yang terhormat dan agung di Indonesia. Maka penulis akan

menyampaikan temuan teori baru sebagai tambahan dari temuan-temuan sebelumnya yaitu ada 4

faktor untuk lebih mempercepat efektifitas emplementasi kode etik hakim di Indonesia antara lain:

1. Peningkatan kualitas sistem pendidikan calon hakim dengan kurikulum atau silabus yang

disesuaikan dengan kebutuhan masa kini, yaitu kurikulum materi hukum materiil dan hukum

formil, kurikulum materi administrasi peradilan dan Kurikulum materi kode etik dan pedoman

perilaku hakim. Dengan demikian akan tercapainya kualitas Intelektual dan kualitas moral bagi

hakim Indonesia.

2. Peningkatan kesadaran secara transendensi ketaatan sesuai ajaran agama adalah lebih efektif

dengan memperteguh keimanan dan ketaqwaan sebab sumber etika dan moral tentang perilaku

baik dan buruk sudah diajarkan melalui doktrin agama yang sudah melekat pada jiwa masing-

masing hakim dan petugas peradilan.

3. Penguatan struktur pengawasan dan penindakan bagi hakim yang melanggar kode etik, struktur

pengawasan di Mahkamah Agung RI maupun pengawasan di Komisi Yudisial dan pengawasan

internal dan pengawasan melekat dalam setiap unit badan peradilan, dan layanan pengaduan

pengawasan masyarakat ;

4. Agar para Para hakim tidak tersosialisasi dengan pengaruh kekuatan penguasa, dan kebebasan

dan kemerdekaan hakim terjaga patutlah hakim dilarang menjadi anggota partai politik.

5. Agar para hakim tidak terpengaruh dengan godaan materi, dan terhindar dari sikap rishwah atau

terjadi suap menyuap dalam menerima, memeriksa dan mengadili perkara, perlu adanya

peningkatan kesejahteraan hakim dan pejabat peradilan.

Page 140: Etprof Hakim Br

cxl

DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ash'ats bin Ishaq bin Bashir bin Shidad bin Amru bin Amir al-

Azdi al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (al-Matba‟ah Misriyyah, 1349 H.

Abu Zahrah, Fiqh al-Madzahib al-Islamiyah, (Dar al Fikr, Beirut, tt);

Achamd Ali, 1988, Perubahan Masyarakat, Perubahan Hukum dan Penemuan Hukum Oleh

Hakim, (LEPHAS, Ujung Pandang), 1988.

------------------, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penyebab dan Solusinya, (Ghalia

Indonesia, Jakarta), 2002.

------------------, Konsep-Konsep Sosilogi Hukum, (Web site Undip Semarang).

-----------------, Mengembara di Belantara Hukum, (Hasanuddin University Press, Ujung

Pandang), 1990 ;

-----------------, Menguak Tabir Hukum, Sosiologi, dan Filosofis, (CV. Kartini, Jakarta),2002.

Ali Yafie, Fungsi Hukum Islam dalam kehidupan ummat, (PP.IKAHA Jakarta, PT

Kemudimas Abadi), 1974.

Amidi, Saif al- Din Muhammad, al-„Amaidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ihkam, (Dar al- Kitab al-

Ilmuah, Beirut), 1983.

Amin Rais, Cakrawala Islam,antara cita dan Fakta, (Mizan, Bandung). 1996.

Ansyarul, Pemuliaan Peradilan dari Dimensi Integritas Hakim, Pengawasan, Dan Hukum

Acara (Kumpulan Makalah), (Mahkamah Agung RI, Jakarta, Cetakan III), 2011.

Asqalany, Muhammad Ibnu Hajar Al Asqalany, Fathu al-Bari Sharah S ahih Al-Bukhari, (al

Matba‟ah Al Bahiyyah Al Misriyah 1404 H) .

Asyhadi, Zaini Asyhadi, Hukum Bisnis, (PT.Raja Grafindo Prasada, Jakarta), 2005

B.A. DAR , Ajaran-ajaran Al-Qur‟an tentang Etika, (Mizan Bandung), 1990;

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Raja Gravindo Persada, Jakarta), 2002.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Sinar grafika, Jakarta), 2002.

Bambang Widjojanto, Etika Profesi Suatu Kajian dan Beberapa Masalah Pokok, Makalah

disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan I,(Depok, April-

Juni 2005).

Beekum, Refik Isa.. Etika Bisnis Islami, (Pustaka Pelajar,Yogyakarta).2004 Bertens, K. Etika, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta). 1997

Black, Donald, terjemahan Achmad Ali, Karya dan Kritik, Penegakan Hukum, (Hasanuddin

Press. Makassar), 2002.

Bukhari, Abdullah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim ibn al Mughirah bin Bardizyah al

Bukhari, Shahih al Bukhari, (Caero, Dar wa Mutba‟ah al-Sha‟bi) tt.

Charles Samford, The Discorder of Law A Critique of Legal Theory, (Basil Blackwell, New

York USA), 1989;

Dahlan, dkk. Inseklopedi Hukum Islam, (Ikhtiar Baru Van Hove, Jakarta)1996.

-----------------------------dan Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, , (Citra Aditya

Bhakti. Jakarta), 1993;

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya,(Edisi yang Disempurnakan, Lentara Abadi

Jakarta),2010.

Djatnika, Rachmat Djatnika, Jalan mencari Hukum Islam, (Upaya ke-arah Pemahaman

Metodologi ijtihad), (PP.IKAHA. Jakarta, PT. Kemudimas Abadi), 1974

Fajlur Rahman, Membuka Pintu ijtihad, (Pustaka, Bandung, 1983).

Faruqi, Ism‟il, The Cultural atlas of Islam, (London, Macmillan Publisher), 1986.

Fatchurrahman, Kaidah-Kaidah Fiqhiyah, (Bulan Bintang , Jakarta), 1987

Page 141: Etprof Hakim Br

cxli

Freidmen, Lawrence M., The Legal System , a social science prespectiv, (Russel Sage

Foundation, New York), 1975;

Friedman, Lawrence Meir Friedman, The Legal System, A Sosial Science Prespective, (Russel

Foundation, New York), 1975.

Ghazali Said, Editor, Kumpulan Bahtsul Masail dan hasil Munas Ulama NU dan Konbes.

Solusi Hukum Islam, (Diantama, Jakarta, Cet II) 2006.

Hakim, Al-Ushul al-„ammah fi -al-Fiqh al-Muqarana,( Dar al-Andalus, Beirut),1974

Hamid, Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Shirah al Nabiyyi SAW. (Darul fikri, Beirut

Lebanon, Juz 4), 1974.

Humaysyi, Abdu al Haq dan Al- Husayn Shuat al-humaysyi , Al Fiqhu al „Uqud al-Maliyyah,

(Dar al Bayyaq, Beirut), 2001.

Husnaini, Reposisi Peradilan di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar Tahun

1945, Makalah, 2004;

Ibnu Hisham, Shiratu Al-Nabi Salallahu „Alayhi Wasallama, (Al-Maktabah wa Al-Matba‟ah,

Lebanon), 1956.

Ibnu Katsir, „Imad al-Din Abi al-Fira al Isma‟il, Tafsir al-Qur‟an al-Azim, (Al-Haramain li al-

Tiba‟at wa al-Nsyr al-Fauzi, Singapore), tt

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, I‟lam al-Muwaqi‟in „an Rabb al-„Alami n, (Matba‟ah Sa‟adah,

Mesir), 1387.

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, (Maktabah al Babi wal Matba‟ah, Beirut, Lebanon),tt ;

Ignatius, Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, (Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang), 1996.

Ikatan Hakim Indonesia, 2009. Kode Etik Hasil Kongres Ikatan Hakim Indonesia, (Bandung,

Tanggal 27 Januari 2005).

Kamus Bahasa Arab Munjid Al Thullab, (Dar al-Masyriqi, Beirut. Lebanon cetakan ke 15),

1986.

Kamus Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta), 1983

Kamus Hukum Fekomena Indonesia Belanda, 1995 ;

Kanter , E.Y., Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius, (Storia Grafika, Jakarta),

2001.

Keputusan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 1991. Tentang Administrasi Pola Bindalmin,

(Jakarta,Mahkamah Agung RI), 1991.

Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2004, Tentang Pengalihan Organesasi,

Administrasi, dan Finansial di Lingkungan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung

;

Khudlari Beq, Syaykh Muhammad al-Khudlari Beq, Tarikh al-Tashri al-Islamy, ( Daral-

Fikr,Beirur,1388 H / 1968M) .

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta PT. Gramedia),1983

Kusumaatmadja, Muchtar, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,

(Binacipta Jakarta),1989;

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1989, (CV Pustaka Kartini, Jakarta), 1990 ;

M. Zein, Satria Efendi M. Zein, Metodologi Hukum Islam, (PP. IKAHA, Jakarta,

PT.Kemudimas Abadi), 1974.

Madkur, Muhammad Salam Al Madkur, Al Qada‟ al Islami, (Caero, Maktabah Al Matba‟ah),

1987.

Page 142: Etprof Hakim Br

cxlii

Mahadi, Penelitian Hukum Adat dan Pembentukan Asas-Asas serta Teori Hukum di

Indonesia, (Fakultas hukum USU Medan), 1982;

Mahkamah Agung RI Dan Komisi Yudisial , Kode Etik Hakim di Indonesia (Pedoman

Perilaku Hakim);Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial

Tentang Pedoman Perilaku Hakim (SKB. Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 dan

02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009.

Mahkamah Agung RI, KMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi Oleh Hakim.

Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ; KMA No 1 Tahun 2009.

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Mahkamah Agung RI,

Jakarta Tahun 1994 ;

Mahkamah Agung RI, Sistem Pengawasan atas perilaku Hakim dalam menjalankan tugas

Penegakan Hukum.Jakarta, 2010.

Mahkamah Agung RI. Dokumentasi Pencatatan dan kodifikasi putusan Hak

Mahmud, Abdul Halim Mahmud, Al- Tafkir al-Falsafati fi Islam, (Dar al-Kitab al-Arabi,

Beirut), 1982.

----------------------------------------, Al-Tafkir al-Ammah fi al-Fiqhi al-Muqarran, (Dar-Al

Kitab Al-Arabi, Beirut),1982.

Majid, Khadduri, The Islamic Conception of Justice, (Balimore: John Hopking University ) ,

1984.

Majid, Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan peradaban, Sebuah telaah Kritis masalah

keimanan, Kemanusiaan dan kemodernan, (Jakarta, Paramadina), 1992.

Maraghi, Muhammad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Dar al Fikri, Kuliyah Dar al

Ulum, Caero), 1980.

Mawardi, al-Syafi‟i Abu al- Hasan Ali Ibn Muhammad ibn habib al-Bashari al-Baghdadi , Al-

ahkam al-syulthaniyah Wal-Wilayah Al-Diniyah, Maktabah al-Diniyah, (Maktabah

Musthafa al-Baba al-Halabi, Cairo),1393 H / 1973M

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, Peraturan Bersama Nomor : 01/PB/MA/IX/2012 –

01/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Seleksi Pengangkatan

Hakim;

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Peraturan Bersama Nomor : 02/PB/MA/IX/2012 –

02/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Panduan Penegakan

Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Peraturan Bersama Nomor : 03/PB/MA/IX/2012 –

03/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan

Bersama.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Peraturan Bersama Nomor : 04/PB/MA/IX/2012 –

04/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Tata Cara Pembentukan

, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

Merto Kusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, (Liberty, Yogjakarta). 1998;

Nasution S, Buku Penuntun membuat Disertasi, Thesis, Skripsi, raport, Paper, (Bandung.

CV.Jemars), 1977;

Muslim, Imam Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Kaushaz Al-Qusyairi

An-Naisaburi, Sahih Muslim, ( al-Matba‟ah Misriyyah, 1349 H.

Prayitno, Roesnastiti. 2008. Kode Etik Profesi Hukum, Makalah yang disampaikan pada acara

Pendidikan dan Pelatihan PPAT Tahap I di Yogyakarta, tanggal 23 Nopember 2008.

Purbacaraka, Purnadi Purbatjaraka, dan Soerjono Notosukanto, Sendi-sendi hukum dan tata

Hukum, (Alumni Bandung), 1997.

Quraisyi Shihab, Muhammad Quraisyi Shihab, Tafsrir al Misbah, (Lentara Jakarta), 2003

Page 143: Etprof Hakim Br

cxliii

Rahardjo, Satipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran tentang Ancangan Antar disiplin dalam

Pembaharuan Hukum Nasional, (Bandung, Sinar Baru), 1985;

Rahardjo, Satjipto, Hukum Progresip, (CV. Ghalia Graha Indonesia, Jakarta), 2007

----------------------, Konsep-Konsep Sosiologi Hukum, (Website Undip Semarang).

---------------------, Penafsiran Hukum Yang Progresif, (Bacaan untuk (Mahasiswa Program

Doktor Ilmu Hukum Undip), (Undip, Semarang) , 2004:

Rasyid Ridha, Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, (Dar Al Fikri, Caero), 1980

Roestam, St. dkk. Menelusuri Perkembangan Sejarah Hukum dan Syari‟ah Islam, (Jakarta,

Kalam Mulia), 1992;

Rusli Efendy dan Achmad Ali, dan Poppy A. Lolo, Teori hukum, (Hasanuddin Press.

Makssar), 1998

Nasution, S. Metode Penelitian Kualitatif. (Tarsito : Bandung), 1982

Schulta, Theodore W Schulta, Invesment in Human Capital, (Amerika Econ), Review Maret

1961.

Setiawan, Rachmat. Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Cet. 6, Putra A. Bardin, Bandung),1999.

Shan‟any, Isma‟il Muhammad, Subul al- Salam, (Toha Putra, Semarang), 1980;

Sharur, Muhammad Shahrur, Nah wu Usu l Jadidah Li-al Fiqh al-Isla mi, Penerjemah, Sahiron

Syamsuddin dkk, Yogjakarta, el-SAQ, Cet. 2 2004.

Shatiby, Abu Ishaq al-Shatiby, Al- Muwafaqat fi Ushul al-Syari‟at. (Matba‟ah al-Maktabah

al-Tijariyah al-Kubra), 1412 H.

S iddieqy, Hasbi Ash S iddieqy, PengantarHukum Islam, (PT Bulan Bintang, Jakarta), 1989.

Shuyut i, Jalal al-din „Abd al-Rahman al-Shuyut i, Al-Asbah wa Nad a‟ir fi Qawa‟id wa Furu‟

al-Fiqh al-Syafi‟iyyah, (Isa al -Bab al Halabi, Caero), 1987

Soebroto, Endah Parwati, Metode Sampling, (UI. Jakarta, Diktat), 1986

Soekanto, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Rajawali Press , Jakarta), 1990.

----------------------, Efektivitas Hukum dan Peranan sanksi, (Remaja Karya,Bandung), 1985 ;

-----------------------, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Rajawali Pers,

Jakarta), 1983;

----------------------, Fungsi Hukum dan perubahan Sosial, (Alumni, Bandung), 1998.

-----------------------, Hukum dan Methode Metode Kajiannya, BPHIN, 1981

-----------------------, Ilmu Hukum, (Alumni, Bandung), 1990.

----------------------dan Soetandjo, Hukum dan Metode-Metode Kajiannya, penelitian Hukum:

Sebuah Tepologi, Majalah Masyarakat Indonesiaa, Tahun ke I No. 2 1974.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum. (Ghalia Indonesia : Jakarta). 1985

Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, (Grafita, Jakarta).2000

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta).

2003

Suseno, Magnis . Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswa,(APTIK Gramedia, Jakarta). 1991

Shawkani, Muhammad bin „Ali al-Shawkani, Irsh ad al-Fukhul ila Tahqiq al haqq min „ilmi

Usul, (Shirkah Maktabah Ahmad bin Nabhan, Surabaya), 1987.

S iba‟i, Mustafa al-S iba‟i, Al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tashri‟i al-Islami, (Caero, Al-Dar

al-Qaumiyyah), 1974

Taufik Abdullah, dkk. Isiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta PT Ichtiar Baru Van Hoeve),

2002.

Page 144: Etprof Hakim Br

cxliv

Tawana, Musa Tawana, Al-Ijtihad: Wa Ma dha Hajatina ilayhi fi Haza al-„Asri, (Dar al Kutub

Hadithah, Caero), 1978.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Komisi Yudisial

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ;

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan kehakiman ;

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak ;

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak;

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1989 Tentang Peradilan Agama;

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Komisi Pembrantasan Korupsi

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Nomor 30 Tentang Pegawai Negeri Sipil;

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan anak ;

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman;

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 14

Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;

Wahjono, Padmo Wahjono, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila,

(Rajawali Press, Jakarta),1998 .

Wasit Aulawi, Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia, (PP.IKAHA Jakarta, PT

Kemudimas Abadi), 1974

Widjojanto, Bambang. 2005. Etika Profesi Suatu Kajian dan BeberapaMasalah Pokok, (

Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan I,

Depok) , April-Juni 2005.

Wisnubroto, Iptek, Perubahan Masyarakat dan Hukum: Dalam Kajian Aspek-Aspek

Pengubah Hukum, (Jakarta, Grafindo), 1996.

Yasir Nasution M. Ekonomi Islam Ketiga, Dalam Prospek Bank Syari‟ah Pada Melenium

Ketiga, Peluang dan Tantangan, Editor Azhari Akmal Tarigan. (IAIN Sumatera

Utara bekerjasama dengan FKBEBI Medan dan BI Medan), 2002.

Zaidan, Abdu al- Karim, Al-Madkhal Lidirasati as-Syari‟ah, al Islamiyah, (Dar al Fikr

Beirut), (tt).

Zaini, Ahmad Nuh, Kepustakaan jawa sebagai Sumber Sejarah Perkembangan Hukum Islam,

(PP. IKAHA Jakarta, PT .Kemudimas Abadi), 1994.

Zarqa‟, Must afa al-Zarqa‟, Al Madkhal al fiqh al Islamiy fi Saubih al Jadi d, (Dar al Fikr

Beirut), 1976.

Zuhayli. Abdu al-Wahhab, al-Zuhayli, Al Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, (Dar al-Fikri Beirut),

1989.

Page 145: Etprof Hakim Br

cxlv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

I . DATA PRIBADI

a. Nama : AKHMAD BISRI MUSTAQIM

b. Tempat/Tanggal Lahir :Jember 22 Juni 1956

c. Pekerjaan : Hakim

d. Pangkat /Golongan/Jabatan : Hakim Madya Muda /Wakil Ketua

e. Instansi /Unit Kerja : Pengadilan Agama Lumajang

f. Alamat Rumah Wonocolo Gg. Mudin No 21 Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan

Wonocolo Kota Surabaya. Telp.8490814.

g. Kantor : Jl. Ahmad Yani No 12 Lumajang

II. PENDIDIKAN

a. Tahun 1969 : MINU Nurul Islam Balung Kulon. Jember

b. Tahun 1973 : PGAP NU 4 Tahun Balung. Jember

c. Tahun 1975 : PGAA NU 6 Tahun Balung. Jember

d. Tahun 1980 : SM Fak. Syaria‟ah IAIN Sunan Ampel Surabaya

e. Tahun 1985 : S.1 Fak. Syari‟ah IAIN sunan Ampel Surabaya

f. Tahun 1982 : S.2 Fak. Hukum UMI Makassar.

g. Tahun 2012 : S.3 IAIN Sunan Ampel Surabaya.

III. PENDIDIKAN TAMBAHAN/PELATIHAN/KURSUS

a. Tahun 1991 : Pendidikan Calon Hakim di Bandung

b. Tahun 1994 : Pendidikan Profesionalisme Hakim di Surabaya

c. Tahun 1995 : Pendidikan Hakim Hisab dan Rukyat di Kupang

d. Tahun 1998 : Pendidikan Manajemen Polabindalmin di Kupang

e. Tahun 2000 : Pendidikan Hukum Lingkungan Hidup Kupang

f. Tahun 2004 : Kursus Bahasa Inggris YPIA Surabaya.

Page 146: Etprof Hakim Br

cxlvi

g. Tahun 2005 : Pendidikan Hukum Perlindungan anak dan Pencegahan

perdagangan Manusia Trafikking di Surabaya.

h. Tahun 2008 : Pendidikan Hukum Ekonomi Syari‟ah Megamendung Bogor

i. Tahun 2009 : Pendidikan Hakim Mediasi di Megamendung Bogor

IV. PENGALAMAN PEKERJAAN

a. PNS / Calon Hakim Tahun 1990 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT

b. Hakim Tahun 1993-1995 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT

c. Wakil Ketua Tahun 1995-1997 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT

d. Ketua Tahun 1997-2000 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT

e. Ketua Tahun 2000-2004 : di PA. Kupang NTT.

f. Hakim Tahun: 2004-2011 : di PA. Surabaya.

g.Wakil Ketua Tahun 2012 : di PA. Lumajang.

V. ORGANISASI

a. Anggota IPNU di MINU dan PGA NU Balung Jember

b. Anggota Kepramukaan di PGA NU Balung Jember

c. Seksi Humas Senat Mahasiswa Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Ampel Surabaya

d. Anggota PMII Pergerakan Mahasiswa Indonesia IAIN Sunan Ampel Surabaya.

e. Rais Syuriah Nahdlatul Ulama Cabang Flores Timur NTT.

f. Ketua MUI Bidang Pendidikan Kabupaten Fores Timur NTT.

g. Wakil Rais Syuriah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Timur NTT.

h. Ketua Bidang Pertimbangan Hukum Syar‟i Kordinasi Masjid Surabaya.

VI. KELUARGA

a. Isteri : Hj. RODLIYAH S Pd. (Guru)

b. Anak :

1.ISTI‟ANATUR RAHMAH S.Pd (Unesa Surabaya).Guru.

2. MUHAMMAD RIF‟AN RAHMATULLOH.S.TP.(Universitas Negeri Jember dan

Universitas Drisden Berlin Jerman). Staf Ahli Peneliti BPPT Kemenristek. Devisi

Ketahanan Pangan, sekarang diperbantukan Balitbang Propinsi Jatim

Page 147: Etprof Hakim Br

cxlvii

3. HERU KURNIAWAN, S.Kom. (Menantu)

4. WAFIQ ZIYADATUN NI‟MAH (cucu).

VII. DAFTAR JUDUL PENELTIAN DAN PENULISAN

1. Faktor-Faktor Penyebab dan Implikasi Perkawinan Usia Tua menurut Hukum Islam 1985

(Sekripsi S.1 Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Ampel Surabaya).

2. Undang-Undang Otonomi Daerah Prespektif Hukum Islam Tahun 1999 Seminar Otonomi

Daerah di Pemda Flores Timur NTT.

3. Mediasi Prespektif Hukum Islam 2002 (Tesis F. Hukum S2. UMI Makassar)

4. Penyelesaian Sengketa Wakaf berlakunya UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan,

disampaikan pada Pembinaan PPAIW KUA se Jawa Timur di Kanwil Kementrian Agama

Jawa Timur 2009.

5. Menghitung Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Problematikanya di Indonesia.(Makalah

disampaikan pada Para Muballigh dan Khotib serta Ta‟mir dan Imam Masjid, se Wilayah

Kordinasi Masjid Surabaya 2007).

6. Kode Etik Hakim dan Problematikanya dalam Menegakkan Hukum dan Keadilan di

Indonesia 2012 (Disertasi S.3 IAIN Sunan Ampel Surabaya).

Surabaya, 10 Agustus 2012

AKHMAD BISRI MUSTAQIM