Top Banner

of 78

ESDM SDE.pdf

Mar 01, 2018

Download

Documents

Toni Isbandi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    1/78

    tp://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Hasil%20Kajian/ESDM%20SDE.pdf

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    2/78

    SUPPLY DEMAND

    ENERGI

    Kajian

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    3/78

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    4/78

    Kata Pengantar

    Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

    kami sampaikan hasil kajian evaluasi dan analisis Supply-DemandEnergi Tahun 2012. Laporan ini menggambarkan kondisi pasokan

    dan kebutuhan energi data tahun 2011 dan faktor-faktor yang

    memengaruhi dinamika kondisi tersebut serta upaya-upaya yang

    dilakukan untuk mengatasinya.

    Setiap tahun sektor energi nasional selalu mengalami tantangan

    dalam pemanfaatan bahan bakar fosil kkhususnya BBM yang terus

    menunjukkan peningkatan konsumsi. Di saat bersamaan produksi

    minyak bumi tidak sebesar pada tahun sebelumnya dan pemanfaatanbatubara dalam negeri masih terbatas serta pengembangan EBT

    masih belum maksimal. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan dari sisi

    supply sehinga volume impor semakin bertambah banyak.

    Sebagai upaya mengatasi permasalahan, Pemerintah beserta

    pemangku kepentingan menyusun kebijakan energi dan rencana aksi

    penerapannya. Namun demikian terdapat tantangan lain khususnya

    dalam hal komunikasi dan koordinasi antar instansi sehingga rencana

    implementasi belum berjalan maksimal. Hal ini tentu menjadi salahsatu perhatian dalam analisis Supply-Demand Energi 2012 yang

    diharapkan dapat dijadikan masukan dalam penyusunan kebijakan

    sektor energi di tahun-tahun mendatang.

    Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

    besarnya kepada semua pihak atas bantuannya dalam menyelesaikan

    kajian ini. Akhirnya, semoga kajian ini dapat bermenafaat bagi

    semua pihak dalam pengembangan sektor energi di Indonesia dan

    semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa meridhoi kita dalam

    memanfaatkan sumber daya energi secara efektif dan esien untuk

    mewujudkan ketahanan energi nasional.

    Jakarta, Desember 2012

    Penyusun

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    5/78

    Energy Overview

    Overview Energi Primer

    Overview Energi Final

    Perkembangan Ekonomi Makro dan Peran Energi dalam

    Perekonomian Nasional

    Peran Sektor Energi dalam Perekonomian Nasional

    Analisa Supply dan Demand Minyak

    Harga

    Produksi Minyak Bumi

    Produksi BBM

    Kebutuhan Minyak BumiKebutuhan BBM

    Konsumsi BBM Sektor Transportasi

    Konsumsi BBM Sektor Industri

    Konsumsi BBM Sektor Pembangkit

    Konsumsi BBM Sektor Rumah Tangga

    Konsumsi BBM Sektor Komersial

    Konsumsi BBM Sektor Lainnya

    Kebutuhan LPG

    Ekspor-ImporAnalisa Supply dan Demand Gas

    Harga

    Produksi

    Kebutuhan

    Gas Bumi untuk Industri

    Gas Bumi untuk Pembangkit

    Ekspor-Impor

    Analisa Supply dan Demand Batubara

    HargaProduksi

    Kebutuhan Batubara untuk Pembangkit

    Kebutuhan Batubara untuk Industri

    Ekspor-Impor

    Analisa Supply dan Demand Listrik

    Harga

    Produksi

    Konsumsi/Penjualan

    1

    1

    3

    7

    10

    13

    14

    16

    19

    2224

    25

    29

    30

    31

    32

    33

    34

    3538

    39

    40

    42

    43

    45

    45

    47

    4849

    51

    52

    53

    55

    55

    56

    59

    Daftar Isi

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    6/78

    Analisa Supply Demand Energi Baru Terbarukan

    Potensi

    Pemanfaatan

    Analisa dan Rekomendasi Kebijakan Dalam Pengembangan

    Energi

    Evaluasi Peranana Sektor dalam Perekonomian Nasional

    Pengaturan Harga Energi

    Kebijakan Domestic Market Obligation

    Penurunan Produksi Minyak Naasional

    Infrastruktur Energi

    62

    62

    64

    66

    66

    66

    67

    68

    68

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    7/78

    1

    Energy OverviewKeseimbangan interaksi supply-demand energi dapat ditunjukan

    melalui neraca energi. Melalui format ini, alur dan besaran yang terjadidalam proses penyediaan dan pemanfaatan energi dapat diketahui

    termasuk esiensi yang terjadi selama porses penyediaan energi

    hingga akhirnya dapat digunakan oleh sektor pengguna.

    Selama tahun 2011, sebagaimana ditunjukan di dalam Handbook of

    Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012, total pasokan energi

    primer indonesia sebesar 1.686,4 juta SBM. Jumlah ini meningkat 15%

    jika dibandingkan dengan pasokan energi primer tahun sebelumnya.Di sisi permintaan, membaiknya perekonomian indonesia yang

    ditunjukan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi hingga

    mencapai 6,5% telah ikut mendorong peningkatan konsumsi energi

    nasional tahun 2011 hingga 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya

    atau sebesar 1.112,1 juta SBM.

    Overview Energi PrimerSelama 11 tahun terakhir, produksi energi nasional terus mengalami

    peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,6% per tahun.Ekspor mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun, impor

    tumbuh rata-rata 10,2% per tahun sementara konsumsi domestik

    hanya tumbuh 1,8% per tahun.

    Grak 1. Gambaran Pasokan dan Kebutuhan Energi Indonesia 2000-2011

    Pertumbuhan produksi energi terbesar terjadi pada batubara, selamakurun waktu tersebut produksi batubara mengalami pertumbuhan

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    8/78

    2

    rata-rata 15,1% per tahun dari 323.569 ribu SBM menjadi 1.483.738

    ribu SBM. Sementara minyak bumi cenderung mengalami penurunan

    produksi rata-rata 4% per tahun dari 517.489 ribu SBM menjadi

    329.265 ribu SBM. Di sisi lain, ekspor batubara juga mengalami

    peningkatan yang sangat cepat, dengan rata-rata pertumbuhan

    mencapai 15,3% per tahun dari 245.534 ribu SBM menjadi 1.145.220

    ribu SBM. Sementara pada sisi impor, produk petroleum merupakan

    jenis energi yang mengalami pertumbuhan impor sangat besar hingga

    mencapai 15,1% per tahun dari 93.285 ribu SBM menjadi 311.472 ribu

    SBM selama kurun waktu 2000 s.d 2011.

    Kondisi ini tentunya perlu menjadi perhatian yang penting, dimana

    peningkatan produksi energi nasional ternyata tidak diimbangi denganpertumbuhan konsumsi energi domestik. Hal ini mengindikasikan

    kecenderungan bahwa produksi yang ada tidak digunakan untuk

    memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri melainkan digunakan

    untuk memenuhi kebutuhan ekspor untuk kepentingan negara lain.

    Seperti yang terjadi pada batubara, tingginya pertumbuhan produksi

    batubara indoneisa sangat dipengaruhi oleh tingginya permintaan

    batubara di dunia khususnya India dan China, sementara konsumsi

    batubara domestik cenderung tidak mengalami peningkatan sebesar

    produksi batubara.

    Grak 2. Perbandingan Kondisi Energi Primer 2010-2011

    Jika dibandingkan pada kondisi tahun 2010 jelas terlihat bahwa,

    produksi, impor dan ekspor energi Indonesia tahun 2011 cenderung

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    9/78

    3

    mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan peningkatan

    yang terjadi pada sisi konsumsi energi primer. Dibandingkan kondisi

    pada 2010, masing-masing produksi, impor, dan ekspor energi primer

    2011 meningkat 10,76%, 60,15%, dan 19,45%. Sementara konsumsi

    energi primer dalam negeri hanya meningkat 1,7%. Peningkatan

    produksi yang tidak diimbangi dengan peningkatan konsumsi

    dapat berarti bahwa kebijakan pengelolaan energi di Indonesia

    belum sepenuhnya menjadikan sumber energi sebagai sumber

    pembangunan negara, sumber energi baru sebatas berupa komoditas

    yang menguntungkan untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan.

    Dengan mempertimbangkan besaran produksi, ekspor, impor dan

    stok dapat diketahui nilai pasokan energi primer. Total penyediaanenergi primer tahun 2011mencapai 1.526 juta SBM (dengan biomasa)

    dan 1.245 ribu SBM (tanpa biomasa), meningkat 6,77% (dengan

    biomasa) dan 7,8% (tanpa biomasa) jika dibandingkan dengan kondisi

    tahun 2010. Berdasarkan jenisnya, bauran energi primer (termasuk

    biomasa) pada tahun 2011 terdiri dari minyak 41,55%, batubara

    23,38%, gas 18,31%, biomasa 12,48%, air 2,87%, dan panas bumi

    1,06%. Jika biomasa tidak diperhitungkan, maka bauran energi primer

    akan terdiri dari minyak 47,49%, batubara 26,82%, gas 21,01%, air

    3,29%, panas bumi 1,21%, dan biofuel 0,19%.

    Overview Energi FinalSeiring dengan meningkatnya aktitas sektor ekonomi dan semakin

    membaiknya kondisi ekonomi masyarakat Indonesia, energi sebagai

    salah satu faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi cenderung

    terus mengalami pertumbuhan selama beberapa tahun terakhir.

    Antara tahun 2000 sampai dengan 2011, konsumsi energi nal

    (termasuk biomasa) tumbuh rata-rata 3,4% per tahun dari 777.925

    ribu SBM menjadi 1.116.105 ribu SBM, jika tanpa biomas rata-rata

    tumbuh 4,7% per tahun dari 508.883 ribu SBM menjadi 836.055 ribu

    SBM. Sementara jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2010,

    konsumsi energi nal 2011 (termasuk biomasa) meningkat 4,55% dari

    sebelumnya 1.067,5 juta SBM. Jika tanpa biomasa, pertumbuhan

    konsumsi energi nal tahun 2011 dibanding tahun 2010 mencapai

    5,3%, dari sebelumnya 793,9 juta SBM pada tahun 2010.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    10/78

    4

    Grak 3. Konsumsi Energi Final per Jenis Energi 2000-2010

    Bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi energi yang paling besar

    dikonsumsi dibandingkan dengan jenis energi lainnya. Konsumsi

    BBM pada tahun 2011 mencapai 365 juta SBM atau setara dengan

    32,7% (dengan bilomassa) dan 43,6% (tanpa biomasa) terhadap total

    konsumsi energi nal seluruhnya. Sementara LPG merupakan jenis

    energi yang mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dengan

    energi jenis lainnya. Pada tahun 2011, konsumsi LPG mencapai 37.046

    ribu SBM atau tumbuh 15,56% dibandingkan konsumsi pada tahunsebelumnya. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh perluasan program

    konversi minyak tanah ke LPG ke wilayah-wilayah yang sebelumnya

    belum terjangkau oleh program ini. Konsumsi listrik pada tahun 2011

    juga menunjukan peningkatan yang cukup besar hingga 8,04% jika

    dibandingkan pada tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi listrik

    tidak lepas dari program-program dan kebijakan Pemerintah dan PLN

    dalam rangka meningkatkan rasio eletrikasi nasional, mengurangi

    pemadaman bergilir dan melakukan program sambungan satu juta

    pelanggan.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    11/78

    5

    Grak 4. Perbandingan Konsumsi Energi Final 2010 dan 2011

    Tanpa memperhitungkan penggunaan biomassa, pengguna energi

    terbesar di tahun 2011 adalah sektor industri, diikuti dengan sektor

    transportasi masing masing sebesar 43% dan 38%. Sedikit berbeda

    jika dibandingkan dengan kondisi penggunaan energi pada tahun

    sebelumnya, dimana porsi penggunaan energi di sektor industri

    mencapai 44% sedangkan transportasi 36%.

    Akan sangat berbeda jika biomasa ikut diperhitungkan dalamkonsumsi energi nal. Pada tahun 2011 komposisi penggunaan energi

    nal terbesar ada pada sektor industri dan rumah tangga dengan nilai

    masing masing sebesar 41% dan 29%, sama dengan kondisi pada

    tahun sebelumnya. Besarnya penggunaan biomasa di rumah tangga

    dalam bauran energi nal dapat diartikan dan mengindikasikan bahwa

    masih banyak dari masyarakat di Indonesia yang sesungguhnya belum

    mendapatkan akses energi modern secara baik disebabkan karena

    kondisi geogras wilayah yang sangat remote atau pembangunan

    infrastruktur yang kurang handal.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    12/78

    6

    Gambar 1. Komposisi Penggunaan Energi Final Berdasarkan Sektor 2010-2011

    Tanpa Biomasa Dengan Biomasa

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    13/78

    7

    Perkembangan EkonomiMakro dan Peran Energidalam PerekonomianNasionalMeskipun secara global pada tahun 2011 kondisi ekonomi dunia

    sedang mengalami perlambatan akibat krisis utang Eropa, namun

    ekonomi Indonesia dapat menunjukan kemampuannya untuk tetap

    bertahan, terlihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi hingga

    6,5%, merupakan angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, disertai

    realisasi inasi pada angka 3,79%, jauh di bawah target inasi yangditetapkan di dalam APBNP 2011 5,65% . Pertumbuhan tersebut juga

    didukung dengan perbaikan kualitas pertumbuhan yang ditunjukan dari

    pertumbuhan investasi menjadi 8%, konsumsi rumah tangga 4,7%,

    ekspor naik 29,05% mencapai US$203,62 miliar sedikit diatas targetpemerintah sebesar US$200 miliar, tingkat pengangguran menurundari 7,1% pada tahun 2010 menjadi 6,6% pada 2011 dan kemiskinan

    dari 13,33% menjadi 12,36%, pemerataan pertumbuhan ekonomiantar wilayah yang semakin membaik, cadangan devisa meningkatdari US$95,3 miliar menjadi US$110,12 miliar, dan nilai tukar rupiahmenguat 3,56% menjadi Rp 8.786 per dolar AS dari sebelumnya Rp9.080 per dolar AS. Indonesia juga mencatatkan surplus yang relatifbesar sebesar US$11,9 miliar pada neraca transaksi berjalan maupuntransaksi modal.

    Kondisi tersebut menunjukan bahwa Indonesia memiliki fundamental

    ekonomi yang kuat dan tingkat antisipasi yang baik guna meminimalkandampak dari gejolak ekonomi global. Rendahnya realisasi inasimenunjukan bahwa dibandingkan tahun 2010, pemerintah lebih siapmenyediaakan pasokan barang-barang kebutuhan pokok sehingga

    harga dapat lebih terkendali dan daya beli masyarakat tetap dapat

    terjaga. Hal lain yang mendukung ekonomi Indonesia adalah struktur

    demogra masyarakat indonesia yang sebagian besar berada dalamusia produktif.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    14/78

    8

    Tabel 1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2011

    Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia

    Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi untuk sektor

    pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10,7%, diikuti dengan

    sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor industri pengolahanmengalami pertumbuhan 6,2% sementara sektor pertambangan

    dan penggalian hanya mengalami pertumbuhan 1,4%, terendahdibandingkan pertumbuhan sektor-sektor lainnya.

    Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2011 mencapai Rp 2.463,2triliun, sedangkan pada tahun 2010 hanya Rp 2.178,9 triliun. Jikadilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2011 meningkat Rp990,8 triliun dari Rp 6.436,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp7.427,1 triliun

    Lapangan Usaha

    Atas Dasar Harga Berlaku

    (Triliun Rupiah)

    Atas Dasar Harga Konstan

    (Triliun Rupiah)

    Pertumbuhan

    2011 (%)

    2009 2010 2011 2009 2010 2011

    1. Pertanian,

    Peternakan,

    Kehutanan, dan

    Perikanan

    857,2 985,4 1093,5 295,9 304,7 313,7 3

    2. Pertambangan dan

    Penggalian

    592,1 718,1 886,3 180,2 186,6 189,2 1,4

    3. Industri Pengolahan 1477,5 1595,8 1803,5 570,1 597,1 634,2 6,2

    4. Listrik, Gas, dan Air

    Bersih

    46,7 49,1 55,7 17,1 18,1 18,9 4,8

    5. Konstruksi 555,2 660,9 756,5 140,3 150 160,1 6,7

    6. Perdagangan, Hotel,

    dan Restoran

    744,5 882,5 1022,1 368,5 400,5 437,2 9,2

    7. Pengangkutan dan

    Komunikasi

    353,7 423,2 491,2 192,2 218 241,3 10,7

    8. Keuangan, Real Estat,

    dan Jasa Perusahaan

    405,2 466,6 535 209,2 221 236,1 6,8

    9. Jasa-Jasa 574,1 654,7 783,3 205,4 217,8 232,5 6,7

    Produk Domestik Bruto

    (PDB)

    5606,2 6436,3 7427,1 2178,9 2313,8 2463,2 6,5

    PDB Tanpa Migas 5141,4 5936,2 6794,4 2036,7 2171 2321,8 6,9

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    15/78

    9

    Ekonomi indonesia tahun 2011 masih banyak dipengaruhi oleh tiga

    sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan

    sektor perdagangan. Peranan ketiga sektor tersebut dalam distribusi

    PDB nasional mencapai 52,8 %. Sektor industri memberikan peran

    sebesar 24,3 %, sektor pertanian 14,7 %, dan sekor perdagangan 13,8%. Dibandingkan tahun 2010, dari ketiga sektor tersebut hanya sektor

    perdagangan yang mengalami peningkatan peranan dari sebelumnya

    13,7 %, sementara peranan sektor industri dan pertanian mengalamipenurunan dari sebelumnya 24,8 % untuk sektor industri dan 15,3% untuk sektor pertanian. Jika dibandingkan berdasarkan provinsi-provinsi di Indonesia; DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat adalahtiga provinsi penyumbang terbesar PDB nasional dengan kontribusi

    masing-masing sebesar 16,5 %, 14,7 %, dan 14,3 %.

    Hal menggembirakan lainnya ditunjukan oleh kinerja ekspor Indonesia

    yang menunjukan pertumbuhan yang masih tinggi di tengah

    perlambatan ekonomi global. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekspor

    mencapai 29,05%. Sektor yang dominan mendorong pertumbuhanekspor Indonesia adalah sektor pertambangan, sementara ekspor

    manufaktur relatif stabil meskipun untuk beberapa sektor seperti tekstildan produks tekstil yang mengalami sedikit penurunan pada awal

    periode 2011 namun berhasil bertahan dengan adanya pengalihanpasar tujuan ekspor tekstil dan produk tekstil. Sektor yang beradadalam tren penurunan ekspor adalah komoditas pertanian seperti

    biji kakao dan kopi. yang diakibatkan oleh faktor musim yang kurangkondusif dan adanya kebijakan bea keluar biji kakao. guna memacuekspor produk olahan kakao. Adapun 5 negaratujuan utama ekspor

    Indonesia adalah China, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, danIndia adalah 5 negara tujuan utama ekspor Indonesia yang sekitar

    49,4% dari total ekspor nonmigas yang mencapai US$ 162.023,5 juta.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    16/78

    10

    Tabel 2. Perkembangan Ekspor Non Migas 5 Negara Utama Tujuan Ekspor Indonesia

    Sumber : Ringkasan Perkembangan Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi

    Internasional Bulan Februari 2012, Bappenas

    Peran Sektor Energi dalam Perekonomian

    NasionalKetergantungan perekonomian nasional terhadap minyak dan gasbumi sebagai andalan sumber penerimaan negara harus segera

    dikurangi mengingat dari sisi ketersediaan, potensi dan sumber daya

    minyak bumi sudah semakin menipis dan berkurang jauh, sementara

    di sisi lain Indonesia memiliki variasi ketersediaan potensi dan sumber

    daya energi lain seperti batubara.

    Pada tahun 2010 penerimaan sektor ESDM yang berasal dari

    sektor migas baik penerimaan yang berasal dari pajak, non pajak,dan penerimaan lain-lain mencapai Rp 220,98 triliun atau mencapai77% dari total penerimaan negara di sektor ESDM Rp 288,77 triliun.Sementara pertambangan umum hanya menyumbang Rp 18,4 triliiunyang berasal dari iuran tetap, royalti dan penjualan hasil tambang.

    Nilai penerimaan ini belum termasuk deviden dari BUMN di lingkungansektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM sepertiPPN, PBBKB, dan PBB serta usaha pertambangan lain seperti KP

    dan SIPD.

    Negara Tujuan Ekspor 2010 2011 Growth Share 2011 Shar

    2011/10 2011 2011

    Jepang 16.497 18.332 11,1% 11,3% 41.826 8,0%

    Mineral fuels, mineral oils and products of their distillation * 12.087 3.366 -72,2% 2,3% 35.423 6,8%

    Rubber and articles thereof * 1.233 1.933 56,8% 1,3% 447 0,1%Electrical machinery and equipments; sound

    recorders/reproducers, visu* 1.240 1.115 -10,0% 0,8% 58 0,0%

    Amerika Serikat 13.327 15.685 17,7% 9,7% 3.788 0,7%

    Rubber and articles thereof * 2.183 3.210 47,1% 2,2% 753 0,1%

    Articles of apparel and clothing accessories, knitted or

    crocheted* 1.836 1.966 7,1% 1,3% 147 0,0%

    Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or

    crocheted* 2.041 1.937 -5,1% 1,3% 101 0,0%

    Singapura 9.554 11.116 16,4% 6,9% 8.258 1,6%

    Electrical machinery and equipments; sound

    recorders/reproducers, visu* 2.212 2.357 6,6% 1,6% 80 0,0%

    Nuclear reactors, boilers, machinery and mechanical

    appliances; partspearls,* 1.303 1.279 -1,9% 0,9% 87 0,0%

    Tin and articles thereof boilers, machinery and mechanical

    appliances; parts* 1.123 1.368 21,8% 0,9% 63 0,0%

    Cina 14.081 21.595 53,4% 13,3% 205.519 39,3%

    Mineral fuels, mineral oils and products of their distillation* 6.024 6.592 9,4% 4,4% 104.450 20,0%

    Ores, slag, and ash* 1.387 2.621 88,9% 1,8% 91.004 17,4%Animal or vegetable oils/fats and their cleavage products* 2.446 2.831 15,7% 1,9% 2.902 0,6%

    India 9.851 13.279 38,8% 8,2% 81.615 15,6%

    Animal or vegetable oils/fats and their cleavage products* 4.567 5.010 9,7% 3,4% 5.126 1,0%

    Mineral fuels, mineral oils and products of their distillation* 2.484 4.292 72,8% 2,9% 74.705 14,3% *

    NILAI (Juta USD) VOLUME (Juta Kg

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    17/78

    11

    Di dalam APBN-P 2011, sektor ESDM ditargetkan menyumbang Rp336,93 triliun atau setara dengan 29% dari total rencana penerimaannegara 2011 sebesar Rp 1.165, 25 triliun, dimana penerimaandari sektor migas ditargetkan mencapai Rp 249,59 trilliun. Jikadibandingkan dengan realisasi tahun 2010, target penerimaan

    sektor ESDM tahun 2011 meningkat 16,65%. Dari Rp 336,93 triliunyang ditargetkan, realisasi penerimaan negara dari sektor ESDMdiperkirakan mencapai 151% yaitu Rp 387,97 triliun, terdiri daripenerimaan migas Rp 278,4 triliun, pertambangan umum Rp 107,3triliun, panas bumi Rp 0,4 triliun, dan lainnya Rp 1,8 triliun.

    Meningkatnya penerimaan negara di sektor pertambangan pada

    tahun 2011 selain dipengaruhi oleh peningkatan produksi mineraldan batubara juga disebabkan oleh meningkatnya harga batubara

    dan mineral di pasar internasional. Akan tetapi meskipun mengalami

    peningkatan, penerimaan sektor pertambangan sesungguhnya dapat

    lebih dioptimalkan dan ditingkatkan. Pertama melalui perbaikan

    perijinan yang diterbitkan khususnya oleh Pemerintah Daerah. Dari

    sekitar 9000 perijinan yang diterbitkan, 4000 perusahaan yangterdaftar di Ditjen Pajak dan 1000 perusahaan yang memberikankontribusi bagi penerimaan negara . Dengan adanya perbaikan

    perijinan maka penerimaan di sisi perpajakan dapat lebih ditingkatkan.Kedua, perbaikan mekanisme perdagangan terutama ekspor untuk

    mengurangi kebocoran penerimaan negara akibat banyaknya

    pelabuhan-pelabuhan ilegal yang beroperasi. Adanya pelabuhan-

    pelabuhan ilegal yang beroperasi di sekitar wilayah pertambanganmenjadi pintu penyelundupan barang tambang ke luar negeri sehingga

    kontribusi sektor pertambangan terhadap negara tidak ada.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    18/78

    12

    Tabel 3. Penerimaan Negara Sektor ESDM Target dan Realisasi

    Satuan2010 2011

    Realisasi APBN-P Realisasi

    PENERIMAAN SEKTOR ESDM

    Rp Triliun

    288,84 336,93 387,97

    Migas 220,99 249,59 278,39

    Pertambangan umum 68,82 86,12 107,27

    Panas bumi 0,52 0,36 0,43

    Lain-lain 0,52 0,86 1,89

    Sumber : Kementerian ESDM

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    19/78

    13

    Analisa Supplydan Demand

    MinyakSelama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan cadangan terbuktiminyak bumi sebesar 92,5 juta barel per tahun, atau dengan kata

    lain selama sepuluh tahun cadangan minyak dan kondensat nasional

    hilang sebesar 1 miliar barel.

    Grak 5. Perkembangan Cadangan Minyak Bumi Indonesia

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Dibandingkan tahun 2010, ketersediaan cadangan minyak bumiIndonesia pada tahun 2011 mengalami penurunan hingga 0,03 miliarbarel menjadi 7,73 miliar barel termasuk di dalamnya cadangan

    blok Cepu. Dengan rata-rata tingkat produksi 0,329 miliar barel,ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia saat ini hanyacukup untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi Indonesia hingga 23tahun ke depan. Ditambah dengan adanya fokus Pemerintah untukterus menggenjot dan meningkatkan produksi minyak bumi, guna

    mencapai target lifting minyak bumi hingga 1 juta barel pada tahun

    2014 dapat menyebabkan ketersediaan minyak bumi berkuranglebih cepat kurang dari 23 tahun, jika tidak disertai dengan usaha

    penemuan cadangan minyak bumi baru, baik di dalam negeri maupun

    di luar negeri.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    20/78

    14

    Selain usaha tersebut, perlu juga dipikirkan usaha pembentukan

    cadangan strategis minyak bumi guna meningkatkan ketahanan

    energi nasional seperti yang berlaku di beberapa negara antara lain

    China yang memiliki cadangan strategis minyak setara 30 hari impor

    minyak dan akan ditingkatkan menjadi 90 hari impor, serta AmerikaSerikat yang memiliki cadangan strategis lebih dari 700 juta barel atausetara 35 hari konsumsi minyak nasional .

    HargaDi dalam APBN-P 2011 harga minyak mentah Indonesia ditetapkansebesar USD 95 per barel, namun antara Januari s.d Desember 2011rata-rata realisasi ICP sebesar USD 111,55 per barel atau 17,42%

    lebih tinggi dari perkiraaan yang terdapat di dalam APBN-P 2011.

    ICP sempat mencapai USD 123 per barel pada April 2011, kemudiankembali menurun dan berada pada kisaran USD 109-117 per barel.selain faktor-faktor fundamental seperti adanya musim dingin ekstrimdi Eropa dan Amerika, menurunnya stok minyak mentah Amerika

    Serikat, terhentinya suplai minyak dari jalur pipa Trans-Alaska akibatkebocoran, faktor geopolitik seperti krisis politik di Timur Tengah dan

    tumbangnya Khada di Libya juga mempengaruhi peningkatan harga

    minyak serta adanya krisis ekonomi yang melanda wilayah Eropa danAmerika.

    Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak Tahun 2011

    ICP WTI BRENTJan 97,1 89,4 96,3Feb 103,3 89,7 104,0Mar 113,0 102,9 114,0

    Apr 123,4 110,0 123,1Mei 115,2 101,3 114,5Jun 113,8 96,3 113,8Jul 117,2 97,3 116,5

    Agust 111,7 86,2 109,7Sep 111,0 85,6 112,2Okt 109,3 86,4 109,5Nop 112,9 97,2 110,5Des 110,7 98,6 107,7

    ,

    ,

    ,

    ,

    100,00

    110,00

    120,00

    130,00

    140,00

    - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

    - - - - -

    - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

    US$ per barel

    i

    - i j i i i

    - ' - '

    - - '

    *) Rata-rata sampai tgl 19 Desember 2011

    ,

    103,31

    91,37

    113,07

    123,36

    115,18 113,82 117,15 111,67111,00 109,25

    112,94

    110,70*)

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    21/78

    15

    Bagi Indonesia sendiri, kenaikan harga minyak mentah menjadisebuah dilema tersendiri. Di satu sisi kenaikan harga minyak

    mengakibatkan penerimaan negara ikut naik, namun pada saat yang

    sama pengeluaran negara juga ikut melonjak, akibat adanya subsidi

    yang diberikan untuk harga BBM dan listrik. Perhitungannya, setiapkenaikan harga minyak sebesar USD 1 per barel, dengan asumsi kurs

    Rp 9000, dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 3,37triliun. Namun kenaikan tersebut juga mengakibatkan meningkatnyapengeluaran negara hingga Rp 4,3 triliun .

    Grak 6. Perbandingan Perkembangan Harga BBM PSO dan Keekonomian

    Sumber : Ditjen Migas, 2012

    Faktor yang paling mempengaruhi meningkatnya pengeluaran negara

    akibat kenaikan harga minyak adalah subsidi harga yang diberikan

    pemerintah untuk jenis premium dan solar. Subsidi BBM yang saatini diberikan sebenarnya sudah melenceng dari makna subsidi

    sebenarnya ketika awal dulu dicanangkan.

    Pada awalnya, sekitar tahun 1968 subsidi BBM hanya diberikanterhadap minyak tanah, mengingat minyak tanah adalah bahan bakar

    untuk rumah tangga, sehingga pemberian subsidi diharapkan dapat

    meringankan beban pengeluaran keluarga berpendapatan rendah.

    Selanjutnya subsidi diberikan untuk solar karena solar adalah bahan

    bakar untuk kendaraan barang dan transportasi umum. Subsidi untuk

    premium per liter pada saat itu relatif masih lebih kecil dibandingkan

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    22/78

    16

    subsidi untuk minyak tanah dan solar karena premium lebih

    banyak digunakan untuk kendaraan pribadi yang memiliki kondisi

    perekonomian yang lebih baik . Saat ini yang terjadi adalah, sebagian

    besar yang menikmati subsidi BBM bukanlah golongan masyarakattidak mampu namun justru kelompok masyarakat yang memilki

    kendaraan pribadi dengan kondisi prekonomian yang lebih baik.

    Pemerintah juga memberlakukan dua jenis harga untuk komoditasLPG di masyarakat, subsidi dan non subsidi. Untuk harga LPG 3kg, penetapan harga berdasarkan contract price (CP) Aramco rata-rata pada periode bulan yang bersangkutan ditambah dengan biaya

    distribusi dan margin. Jika dituliskan dalam bentuk formula harga

    LPG 3 kg adalah CP Aramco + US$ 68,84/MT + 1,88% CP Aramco +Rp 1.750/kg.

    Untuk jenis LPG non subsidi yaitu LPG 12 kg dan 50 kg, harga yangberlaku pada tahun 2011 adalah Rp 5.950 per kg untuk LPG 12 kgdan Rp 7.500 per kg untuk LPG 50 kg. Harga tersebut sesungguhnya

    jauh di bawah harga pasar dunia namun karena Pemerintah tidakmengizinkan Pertamina menaikan harga maka pada tahun 2011,diperkirakan Pertamina menanggung kerugian sebesar Rp 4,9 triliun

    dari penjualan LPG 12 kg dan 50 kg.

    Produksi

    Produksi Minyak Bumi

    Hingga akhir tahun 2011, produksi minyak Indonesia mencapai902 ribu barel per hari, terdiri dari minyak 794 ribu barel per haridan kondensat 108 ribu barel per hari . Nilai ini lebih rendah 4,5%dibandingkan produksi minyak Indonesia tahun sebelumnya dantarget produksi/lifting minyak bumi di dalam APBN-P 2011 sebesar945 ribu barel per hari.

    Seharusnya tingkat produksi minyak nasional dapat mencapai 912

    ribu barel per bari, karena sepanjang 2011 terdapat 7 proyek baruyang dapat meningkatkan produksi minyak hingga 15 ribu barel per

    hari, namun karena proyek tersebut baru dapat onstreampada kuartal

    3 atau 4 maka efek penambahan produksi yang dapat diberikan rata-rata dalam setahun hanya sekitar 5 ribu barel per hari.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    23/78

    17

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Grafik 1. Produksi Minyak Bumi Nasional

    Tabel 5. Sepuluh Produsen Minyak Terbesar Indonesia (ribu barel per hari)

    No. Nama KontraktorRealisasi

    Produksi

    Target APBN-P

    2011

    Kelebihan/Kekurangan

    Produksi

    1 Chevron Pacific Indonesia 356.987 356.818 169

    2 Pertamina 123.518 132 -8.482

    3 Total E&P Indonesie 82.232 92 -9.768

    4 Conoco Phillips Ind. Ltd 52.655 54 -1.345

    5 CNOOC Ses.Ltd 34.69 40 -5.31

    6 PHE ONWJ 32.119 31 1.1197 Chevron Indonesia 28.233 28 233

    8 Medco E&P (Blok Rimau) 16.463 15.7 763

    9 Vico Indonesia 16.29 18 -1.71

    10 PHE West Madura Offshore 13.796 18 -4.204

    Sumber : BP Migas dikutip vivanews.com

    1.4141.341

    1.249

    1.1471.094 1.062

    1.006954 977 949 945

    902

    0

    200

    400

    600

    800

    1.000

    1.200

    1.400

    1.600

    2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

    Ribu

    bph Kondensat Minyak

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    24/78

    18

    PT Chevron Pacic Indonesia masih menjadi produsen minyak bumidan gas (Migas) terbesar di Indonesia pada tahun 2011, dengantingkat produksi sebesar 356.987 barel per hari, 169 barel lebih tinggidari target APBN-P 2011 sebesar 356.818 barel per hari. PT Pertamina

    (Persero) menempati posisi kedua dengan produksi 123.518 barel perhari. Peringkat ketiga ditempati oleh PT Total Indonesia E&P yangberoperasi di Kalimantan Timur dengan tingkat produksi sebanyak

    82.232 barel per hari, atau 9.768 barel lebih rendah dari target APBN-P2011 sebesar 92 ribu barel.

    Pada posisi keempat, ConocoPhilips Blok B yang beroperasi diNatuna, Kepulauan Riau memproduksi Migas sebanyak 52.655 ribu

    barel per hari. Sama seperti Pertamina dan Total Indonesia E&P,produksi Migas CoconoPhilips juga lebih rendah dari target pemerintahyaitu kurang 1.345 barel per hari. Sementara pada posisi 5 ditempatioleh perusahaan minyak asal China, CNOOC, SES. Produksi minyakCNOOC sebesar 34.690 barel per hari. Produksi ini 5.310 barel dibawah target APBN-P 2011 sebesar 40 ribu barel per hari.

    Belum tercapainya produksi minyak tahun 2011, antara laindisebabkan karena terjadinya beberapa kerusakan pada peralatan

    seperti kompresor, pompa, dan turbin seperti yang terjadi di KKKSTotal E&P, COPI Blok B, CICO; kerusakan FPSO yang terjadi diKKKS Star Energy, TAC PAN, dan CNOOC; permasalahan offtakeryang terjadi di KKKS MCL, JOB Talisman Jambi Merang, PHE ONWJ;kejadian alam yang terjadi di KKKS CPI, BOB BSP, COPI Blok B;perpanjangan unplanned shutdown yang terjadi di KKKS Star Energy,

    Exxon Mobil, dan BP Berau; kendala subsurface (kenaikan water cut,problem kepasiran, natural decline yang lebih cepat dari perkiraan,

    realisasi produksi hasil pemboran, dan work overtidak sesuai dengan

    target) yang terjadi di KKKS Pertamina EP, CPI, Total E&P; sertapencurian minyak dan demonstrasi masyarakat yang terjadi di KKKS

    Copi Grissik, JOB Medco Tomori, dan Pertamina EP.

    Selain diakibatkan oleh adanya beberapa gangguan teknis dan

    unplanned shutdowndi beberapa lapangan, ada beberapa hal yang

    menyebabkan produksi Indonesia semakin menurun dalam 10tahun terakhir . Utamanya disebabkan karena mayoritas lapangan

    minyak yang berproduksi di Indonesia adalah lapangan tua yangtelah beroperasi sejak tahun 1971. Dari total 271 lapangan yang

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    25/78

    19

    mengantongi ijin kontrak kerja sama, hanya 46 wilayah kerja yangmenghasilkan minyak dan gas dimana dari ke 46 wilayah tersebut41 diantaranya merupakan lapangan yang berasal dari kontrak lamadibawah rejim UU No 8 tahun 1971.

    Minimnya minat investor untuk mengembangkan lapangan minyakbaru di Indonesia salah satunya disebabkan karena adanya PP No79 tahun 2010 tentang Biaya Operasional yang Dapat Dikembalikandan Perlakuan Pajak Penghasilan Sektor Hulu Migas. PP tersebutmengakibatkan iklim investasi migas di Indonesia menjadi kurangmenguntungkan dan berpotensi mengurangi 20% investasi sektormigas atau setara 150 ribu barel per hari .

    Produksi BBM

    Sebagian besar kilang minyak yang dimiliki Indonesia saat ini dimilikioleh Pertamina dengan usia rata-rata diatas 30 tahun, mengingatsudah lebih dari 20 tahun tidak ada penambahan kapasitas kilangminyak baru di Indonesia. Berdasarkan teknologinya sebelum tahun1970 kilang yang dibangun adalah kilang dengan low processingdimana spesikasi kilang dirancang untuk mengolah minyak ringan.Setelah 1970 kilang yang dibangun dirancang dengan spesikasi high

    processinguntuk mengolah minyak berat baik yang berasal dari sumurlokal maupun timur tengah. Dua kilang minyak lainnya (Tri WahanaUniversal, dan Tuban/TPPI) yang dikelola swasta belum mampumelakukan produksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan BBMnasional.

    Dari kapasitas kilang nasional sebesar 1.157 juta barel per hari, kilang

    Pertamina memproduksi BBM nasional hanya mencapai 37,7 juta kiloliter per tahun atau sekitar 0,65 juta barel per hari. Produksi tersebut

    diantaranya terdiri dari premium 10,2 juta KL, solar 18,5 juta KL, minyaktanah 2,3 juta KL, dan avtur 2,7 juta KL . Selain memproduksi bahanbakar minyak, kilang-kilang minyak Pertamina juga menghasilkanbahan bakar khusus seperti pertamax, pertamax plus, pertadex, LPG,serta produk petrokimia seperti pelumas, aspal, propilen, dan naphta.

    Terkait dengan rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan

    BBM bersubsidi, Pemerintah perlu mempertimbangkan kemungkinanimpor BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax plus, Pertamina Dex)karena produksi BBM non subsidi dalam negeri hanya 3,3 juta barelper tahun, jauh di bawah kebutuhan BBM nasional dan terbatas hanya

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    26/78

    20

    dihasilkan dari Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, dan Kilang Balongan.Pertimbangan lainnya adalah adanya excess produksi BBM subsidiakibat kebijakan pembatasan tersebut.

    Dengan ketersediaan infrastruktur kilang nasional saat ini, produksi

    BBM oleh nasional baru dapat memenuhi sekitar 56% kebutuhan

    BBM nasional. Ditambah dengan teknologi kilang yang sudah tuamengakibatkan esiensi kilang semakin lama semakin menurun.Diperkirakan jika kondisi kilang minyak nasional tidak ada perbaikan

    dan penambahan kapasitas kilang baru, dengan asumsi pertumbuhan

    kebutuhan BBM 4% per tahun, pada tahun 2015 Indonesia akanmengalami desit BBM hingga mendekati 50% dari total kebutuhannasional. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan ketergantungan

    Indonesia terhadap impor BBM semakin besar dan cenderungmerugikan Indonesia mengingat harga BBM impor yang dibeli oleh

    Indonesia dalam hal ini Pertamina merupakan harga spotyang banyakdipengaruhi oleh aksi spekulan.

    Rencana pembangunan kilang sebetulnya sudah dilontarkan sejak8 tahun lalu, tepatnya Desember 2005. Ketika itu Pertamina sudahmenandatangani kesepakatan pembangunan kilang minyak di Tuban

    bersama dengan Sinopec dengan kapasitas 200.000 bph. Pada tahun2006 PT Intanjaya Agromegah Abadi yang didukung oleh pendanaan

    Arab Saudi dan Inter Global Tech sempat merencanakan untukmelakukan pembangunan kilang di Pare-Pare dengan kapasitas

    Tabel 6. Produksi Kilang Minyak Pertamina 2011

    LokasiKapasitas

    (ribu bpd)

    Produksi (ribu barel)

    BBM Non BBM

    UP I P. Brandan P. Brandan - - -

    UP II Dumai Dumai 120 36.103 5.523

    S. Pakning 50 4.007 7.896

    UP III Plaju Musi 118 23.642 12.288

    UP IV Cilacap Cilacap 348 80.020 19.676

    UP V Balikpapan Balikpapan 260 61.481 21.118

    UP VI Balongan Balongan 125 31.712 22.141

    UP VII Sorong Kasim 10 3 -

    Sumber : PT. Pertamina (Persero)

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    27/78

    21

    300.000 bph dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2010. Pertaminajuga sempat bekerjasama dengan NIORDC dari Iran dan Petroelddari Malaysia untuk membangun kilang Bojonegoro pada tahun2009. Namun sampai saat ini belum ada satu pun kilang minyak baruyang berhasil dibangun. Mundurnya rencana pembangunan kilang

    di Indonesia banyak disebabkan oleh kecilnya insentif yang dapatdiberikan oleh Pemerintah kepada investor disamping masalah lainseperti sulitnya pembebasan lahan.

    Kini Indonesia kembali merencanakan pembangunan dua kilangminyak baru dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph, yaituKilang Balongan Baru Indramayu ditargetkan beroperasi 2017 dan

    Kilang Tuban, ditargetkan beroperasi 2018. Dengan dibangunnyadua kilang baru tersebut, akan memberikan tambahan produksi BBMsebesar 17,89 juta KL yang terdiri dari premium 7,79 juta KL, solar 7,23

    juta KL, dan avtur sebesar 2,87 juta KL. Selain dua kilang tersebut,Pemerintah juga berencana untuk membangun kilang sendiri denganmenggunakan dana APBN dengan kapasitas 300 MBCD dimulai padatahun 2012 dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2019.

    Selain penambahan kilang, Pertamina juga berencana melakukan

    refurbishment kilang untuk meningkatkan kualitas produksi, antaralain refurbishmentKilang Plaju, kero treaterKilang Dumai-BLPP untukpengalihan minyak tanah menjadi avtur, penambahan Residual FluidCatalytic Cracking(RFCC) Kilang Cilacap-Proyek Langit Biru Cilacap(PLBC), bottom upgradingBLPP Kilang Balikpapan, dan revampingKilang Dumai. Melalui refurbishment Kilang Plaju Pertaminamentargetkan penambahan produksi premium sebesar 120 ribu KL,dan avtur 2,61 juta KL melalui proyek kero treaterKilang Dumai padatahun 2013. Pada tahun 2014 akan terdapat penambahan produksi

    Premium 1,9 juta KL melalui proyek RFCC Kilang Cilacap. Dan padatahun 2017 melalui proyek bottom upgradingKilang Balikpapan danrevamping Kilang Dumai akan menambah produksi premium sebesar1,23 juta KL, minyak tanah 470 ribu KL, solar 2,26 juta KL, dan avtur480 ribu KL.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    28/78

    22

    Gambar 1. Sebaran dan Lokasi Kilang Minyak Indonesia

    PermintaanKebutuhan Minyak Bumi

    Total minyak mentah yang dibutuhkan oleh kilang minyak dalam negeripada tahun 2011 adalah sebesar 300,5 juta barel. Dibandingkan tahunsebelumnya, kebutuhan minyak bumi tahun 2011 lebih rendah 40 jutabarel atau 11,7%. Dari jumlah tersebut 201,1 juta barel berasal daridalam negeri, sementara sisanya 99,4 juta barel berasal dari impor.Sedangkan dari total jumlah kebutuhan minyak bumi yang berasal dari

    domestik, 85,5% berasal dari bagian Pemerintah sementara sisanyaberasal dari pembelian langsung dari KKKS.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    29/78

    23

    Minyak mentah digunakan oleh kilang untuk menghasilkan produk

    minyak yang dimanfaatkan untuk keperluan dalam negeri atau ekspor.

    Produk minyak bumi yang dihasilkan meliputi avgas, avtur, minyaksolar/disel, bensin, dan minyak tanah yang termasuk ke dalam pridukBBM, serta produk non BBM seperti LPG, naptha, oli, likln, spritus, dll.

    Berdasarkan aliran pemanfaatan minyak bumi pada kilang, kebutuhanminyak bumi terbesar ditujukan untuk Kilang Cilacap yang mencapai33,5%. Jika dibandingkan antara kebutuhan minyak bumi dengankapasitas produksi yang dimiliki oleh Kilang Cilacap, sebesar 348MBCD (million Barrel Crude per Dag), kemampuan produksi dariKilang Cilacap hanya mencapai 79,3%. Nilai ini sedikit di bawah rata-rata kemampuan produksi kilang nasional yang mencapai 79,9%,sehingga perlu ada upaya-upaya peningkatan dan peremajaanteknologi kilang agar kilang-kilang yang relatif sudah berusia tua

    dapat ditingkatkan kemampuannya kembali guna mengoptimalkanproduksi yang dihasilkan dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan

    bakar nasional.

    239,4201,1

    101,1

    99,4

    2010 2011

    Impor

    Domestik

    Grafik 8. Perbandingan Kebutuhan Minyak Bumi Dari Domestik dan Impor ( Juta barel)

    Sumber : PT. Pertamina

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    30/78

    24

    Sumber : Pertamina 2012

    Kebutuhan BBM

    Sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, sektortransportasi masih menjadi sektor pengguna BBM terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya seperti industri, danpembangkit listrik. Penggunaan BBM di sektor transportasi mencapai65%, pembangkit listrik 16%, industri 10%, rumah tangga 2%,komersial 1%, dan sektor lainnya 6%, dari total kebutuhan BBM padatahun 2011 yang mencapai 70,89 juta KL. Dibandingkan tahun 2010,

    jumlah tersebut mengalami peningkatan 4,04% dari sebelumnya68,14 juta KL.

    Peningkatan kebutuhan BBM tertinggi terjadi pada sektor transportasi,hal ini diperkirakan disebabkan karena peningkatan jumlah kendaraan

    yang cukup tinggi, peningkatan mobilitas perjalanan karena jarak

    tempat tinggal yang semakin menjauh dari tempat kerja, kemacetanyang semakin padat, ditambah harga BBM yang cenderung masihmurah. Peningkatan penggunaan BBM juga terjadi untuk sektorpembangkit akibat masih adanya beberapa pembangkit yang

    seharusnya menggunakan gas masih kesulitan untuk mendapatkan

    bahan bakar gas sehingga terpaksa masih menggunakan BBM.Penurunan pemakaian BBM terjadi di rumah tangga akibat adanyaprogram konversi BBM ke LPG (Liquied Petroleum Gas) yangdilakukan sejak tahun 2007.

    Tabel 7. Kebutuhan Minyak Bumi Masing-Masing Unit Kilang 2011

    Unit Kilang Kapasitas (MBSD)Kebutuhan Minyak

    Mentah (MBPD)

    Kemampuan Produksi

    (%)

    RU II 170 136,8 80,5

    RU III 118 90,7 76,8

    RU IV 348 276,1 79,3

    RU V 260 216,6 83,3

    RU VI 125 103,1 82,5

    RU VII 10 0,1 0,5

    1031 823,3 79,9

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    31/78

    25

    Grak 9. Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    *Pembangkit hanya untuk pembangkit PLN

    Konsumsi BBM Sektor Transportasi

    BBM terbesar yang digunakan di sektor transportasi adalah jenis

    gasoline, termasuk di dalamnya BBM subsidi dan non subsidi.Pemakaian BBM jenis gasolineterus mengalami peningkatan setiaptahunnya. Dibandingkan tahun 2010, konsumsi gasoline di sektortransportasi mengalami peningkatan 11,93% dari 23,1 juta KL menjadi25,94 juta KL. Pemanfaatan biofuel juga menunjukan trend yangpositif, meskipun sejak tahun 2009 pemanfaatan biofuel hanya terjadipada jenis biodiesel. Sementara pemanfaatan bio-ethanol cenderungterhenti disebabkan karena kemampuan pasar dalam negeri yang

    masih terbatas sehingga dari produksi bio-ethanol sebesar 35 ribu KL

    seluruhnya diekspor.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    32/78

    26

    Grak 10. Konsumsi BBM di Sektor Transportasi 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Di dalam APBN 2011 Pemerintah bersama DPR telah menyepakatikuota konsumsi BBM bersubsidi 2011 sebesar 38,59 juta KL, terdiridari: premium 23,19 juta KL, minyak tanah 2,32 juta KL dan solar13,08 juta KL. Angka tersebut kemudian direvisi pada pembahasandan penetapan APBN-P 2011 menjadi 40,49 juta KL yang terdiri dari

    premium 25,54 juta KL, minyak tanah 1,8 juta KL, dan solar 14,15 jutaKL.

    Hingga akhir tahun 2011, realisasi volume BBM bersubsidi 2011mencapai 41,78 juta KL, terdiri dari : premium 25,5 juta KL, 1,7 jutaKL untuk minyak tanah, dan 14,5 juta KL untuk solar. Secara total,realiasi tersebut 3,1% lebih tinggi dibandingkan dengan kuota volumeBBM bersubsidi yang telah ditetapkan di dalam APBN-P 2011 atauover kuota hingga 1.292 juta KL. Jika dibandingkan dengan realisasi

    volume BBM bersubsidi tahun sebelumnya, realisasi BBM bersubsidi2011 adalah 8,3% lebih tinggi.

    Realisasi volume BBM bersubsidi yang terus mengalami overkuota setiap tahunnya menjadi perhatian pemerintah, hal tersebut

    dikarenakan belanja subsidi yang telah dianggarkan di dalam APBNsebesar 129,7 triliun rupiah membengkak menjadi 164,7 triliun rupiah. Selain tidak menyehatkan keuangan pemerintah, pemanfaatan

    subsidi BBM juga terbatas pada golongan masyarakat yang memilikikendaraan dan relatif mampu. Padahal, pengeluaran tersebut akan

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    33/78

    27

    lebih bermanfaat jika digunakan untuk keperluan pembangunan

    infrastruktur seperti jalan, jembatan, atau untuk peningkatan pelayanan

    pendidikan dan kesehatan masyarakat yang kurang mampu.

    Pulau Jawa merupakan wilayah yang mengalami overkuota terbesardibandingkan wilayah lainnya. Untuk jenis premium overkuota yang

    terjadi di wilayah Jawa mencapai 71,6% terhadap total kuota seluruhIndonesia atau 712,8 ribu KL, sementara untuk jenis solar overkuotayang terjadi di pulau Jawa mencapai 59,4 % atau 261,2 ribu KL.

    Diperkirakan kuota yang terjadi pada tahun 2011 utamanyadisebabkan karena penjualan mobil di atas perkiraan, disparitas

    harga yang terlalu tinggi antara BBM subsidi dengan BBM non subsidimendorong terjadinya migrasi konsumen BBM non subsidi ke BBMdan penyalahgunaan BBM bersubsidi oleh pihak-pihak yang inginmencari keuntungan secara singkat, serta program pengaturan BBMbersubsidi yang tidak dapat dilaksanakan secara tepat.

    Untuk mengatasi over kuota dan mengendalikan konsumsi BBMbersubsidi, pada tahun 2011 Pemerintah telah menyusun sejumlahprogram-program antaral lain : pembatasan kategori penggunaBBM bersubsidi serta pembatasan volume secara bertahap danpengendalian penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusidan penyempurnaan regulasi. Akan tetapi hingga tahun 2012 program-program tersebut masih belum dapat berjalan optimal. Hal lain yang

    perlu mendapat perhatian adalah pengawasan dan pengendalian

    Badan Usaha pelaksana penyalur BBM bersubdisi baik itu Pertamina,maupun Badan Usaha lainnya.

    Tabel 8. Realisasi Volume BBM Bersubsidi 2011

    BBM bersubsidiRealisasi

    2010APBN APBN-P

    Realisasi

    2011

    Realisasi 2011 vs

    APBN-P

    2011

    Realisasi

    2010

    Premium 23,19 23,19 24,54 25,527 3,87 10,08

    Minyak tanah 2,32 2,32 1,8 1,698 -6,01 -26,81

    Solar 13,08 13,08 14,15 14,563 2,84 11,34

    Total 38,59 38,59 40,49 41,788 3,11 8,29

    Sumber : PT. Pertamina dan Dirjen Migas

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    34/78

    28

    Jika diperhatikan pada kondisi 2011, overkuota justru terjadi kepadaBBM yang disalurkan oleh PT. Pertamina sementara BBM bersubsidiyang disalurkan oleh badan usaha lain seperti AKR dan Petronas tidakmampu memenuhi target atau kuota yang ditetapkan. Pada tahun

    2011, dari 38,47 juta kilo liter kuota BBM bersubsidi yang ditetapkanPemerintah kepada PT. Pertamina, hingga akhir tahun 2011 PT. BBMbersubsidi yang didistribusikan kepada PT. Pertamina mencapai 41,7

    juta KL atau over 8,9%. Sedangkan untuk Badan Usaha lain, dari123,34 ribu BBM bersubdisi yang ditetapkan, BBM bersubsidi yangmampu disalurkan hanya mencapai 89 ribu KL atau lebih rendah27,8%.

    Catatan lainnya adalah, meskipun kuota BBM nasional selalumengalami kelebihan (over kuota) namun di beberapa daerah masihsering terjadi kelangkaan dan antrian kendaraan untuk mengisi BBM.Seperti yang terjadi di Batam dan Kupang menjelang akhir tahun2011, Pontianak, Manado, dan Palembang. Permasalahan ini harusdapat diperbaiki mengingat hal tersebut mengindikasikan bahwa BBM

    bersubsidi yang seharusnya digunakan oleh masyarakat kemungkinandiselewengkan kepada pihak-pihak lain baik di dalam negeri maupunluar negeri.

    Untuk jenis BBM non subsidi seperti Premix, Super TT, Pertamax,serta Pertamax Plus, pada tahun 2011 mengalami penurunankonsumsi mencapai 22,7% dibandingkan konsumsi pada tahunsebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya harga minyak dunia

    yang mengakibatkan selisih antara harga BBM subsidi dan BBM

    non subsidi sehingga mengakibatkan beberapa pengguna BBM nonsubsidi beralih menggunakan BBM subsidi.

    Grafik 11. Perbandingan Realisai BBM Bersubsidi antar Badan Usaha

    Sumber : Dirjen Migas dan BPH Migas

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    35/78

    29

    Grak 12. Penjualan BBM PSO dan non PSO Pertamina

    Sumber : PT Pertamina. Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2011Keterangan : BBM non PSO termasuk Premix, Super TT, Pertamax, Pertamax

    Plus, DEX, Mitan non PSO, dan Solar non PSO

    Penjualan avtur pada tahun 2011 mencapai 3,38 juta KL, nilaiini mengalami peningkatan 6% dibandingkan penjualan tahunsebelumnya yaitu 3 juta KL Diperkirakan konsumsi avtur ke depanakan mengalami peningkatan yang sangat pesat seiring dengan

    rencana ekspansi beberapa maskapai udara untuk mendatangkan

    sejumlah pesawat baru.

    Konsumsi BBM Sektor Industri

    Pemanfaatan BBM di sektor industri pada tahun 2011 cenderungmenurun dibandingkan periode sebelumnya. Pada tahun 2011pemakaian BBM sektor industri mencapai 7 juta KL, lebih rendah

    20% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 8,75 juta KL.Tingginya harga minyak diperkirakan menjadi salah satu penyebabdari turunnya konsumsi BBM di sektor industri.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    36/78

    30

    Grak 13. Konsumsi BBM Sektor Industri 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Konsumsi BBM Sektor Pembangkit

    Kebutuhan BBM di sektor pembangkit, terutama pembangkit yangdioperasikan oleh PLN mengalami peningkatan dari sebelumnya

    9,32 juta KL pada tahun 2010 menjadi 11,46 juta KL pada tahun 2011yang terdiri dari konsumsi HSD (High Speed Diesel) 8,94 juta KL,IDO (Industry Diesel Oil) 0,013 juta KL, dan MFO (Marrine Fuel Oil)2,51 juta KL . Meningkatnya penggunaan BBM oleh PLN utamanyadisebabkan karena mundurnya penyelesaian proyek 10.000 MWtahap I dan rendahnya realisasi konsumsi batubara dan gas PLNakibat kendala di sisi pasokan.

    Jika dibandingkan dengan konsumsi energi lainnya, pemakaian BBM

    untuk pembangkit baik oleh PT PLN maupun swasta pada tahun 2011mencapai 23% . Masih tingginya penggunaan BBM untuk pembangkitlistrik menjadi salah satu hal yang disorot terutama oleh DPR, yangmenganggap bahwa tingginya penggunaan BBM untuk pembangkitlistrik menunjukan adanya ketidakesiensian di sisi penyediaan listrikyang mengakibatkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik PLN tinggidan berdampak terhadap besarnya subsidi yang harus dikeluarkan

    Pemerintah.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    37/78

    31

    Grak 14. Konsumsi BBM Sektor Pembangkit 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Konsumsi BBM Sektor Rumah Tangga

    Penggunaan BBM di rumah tangga terbatas pada jenis minyak tanah.Minyak tanah di rumah tangga selain digunakan untuk memasak, di

    beberapa tempat juga masih digunakan untuk bahan bakar lampupenerangan khususnya di daerah pedesaan yang belum mendapatkan

    jaringan transmisi dan distribusi listrik.

    Penggunaan minyak tanah di rumah tangga terus mengalamipenurunan sejak diterapkannya program konversi minyak tanah keLPG. Dimulai sejak tahun 2007, program ini telah mampu menurunkansekitar 80% konsumsi minyak tanah di rumah tangga dari 8,4 juta KLpada tahun 2007 menjadi 1,6 juta KL pada tahun 2011.

    Program ini masih akan terus berlangsung dan diperluas hinggamenjangkau wilayah Indonesia timur dengan target dapat mencapaiseluruh rumah tangga yang belum mendapat paket konversi termasukKabupaten/Kota yang belum terkonversi di Provinsi yang sudahterkonversi. Ditargetkan pada tahun 2014 seluruh rumah tangga yangmasih menggunakan minyak tanah dapat terkonversi dengan LPG.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    38/78

    32

    Grak 15. Konsumsi BBM Sektor Rumah Tangga 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Konsumsi BBM Sektor Komersial

    Penggunaan BBM di sektor komersial cenderung berkurang,pengurangan ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan pemakaian

    minyak tanah di sektor komersial. Secara total penggunaan BBMyang terdiri dari ADO (Automotive Diesel Oil), IDO (Industry DieselOil), dan minyak tanah di sektor komersial pada 2011 mencapai 0,90ribu KL lebih rendah 17,36% dibandingkan pemakaian pada periodesebelumnya yaitu 1,09 juta KL.

    ADO adalah jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi di sektorkomersial, pada tahun 2011 konsumsi ADO mencapai 0,81 juta KLatau setara dengan 89,5% sementara konsumsi minyak tanah dan

    IDO sebesar 0,09 juta KL.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    39/78

    33

    Grak 16. Konsumsi BBM Sektor Komersial 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Konsumsi BBM Sektor Lainnya

    Yang termasuk di dalam sektor lainnya adalah pertanian, kontruksi,dan pertambangan. Penggunaan BBM di sektor lainnya pada tahun

    2011 mencapai 3,9 juta KL. Jumlah ini lebih rendah dibandingpenggunaan pada tahun 2010 yang mencapai 4,48 juta KL.

    ADO merupakan jenis BBM yang paling dominan digunakan di sektorlainnya. Penggunaan ADO di sektor lainnya mencapai 73,14% atausebesar 2,85 juta KL. Jenis BBM lainnya yang digunakan adalahgasoline, minyak tanah, IDO, dan fuel oil.

    Diantara BBM lainnya hanya gasoline yang mengalami peningkatan

    konsumsi. Konsumsi gasoline pada tahun 2011 meningkat 11,74 %menjadi 0,77 juta KL dari sebelumnya 0,68 juta KL.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    40/78

    34

    Grak 17. Konsumsi BBM Sektor Lainnya 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Kebutuhan LPG

    Secara keseluruhan pemakaian LPG pada tahun 2011 mencapai

    4,34 juta ton, meningkat sebesar 15,5% dibandingkan pemakaiansebelumnya sebesar 3,7 juta ton. Peningkatan ini sangat dipengaruhioleh adanya program konversi minyak tanah ke LPG yang dijalankanPemerintah semenjak tahun 2007.

    Pada tahun 2011, melalui program ini pemerintah berhasilmendistribusikan 5.604 ribu unit paket konversi LPG dengan totalpemakaian LPG 3 kg sebesar 3,2 juta ton. Jumlah tersebut mencapai77% dari total pemakaian LPG di rumah tangga secara keseluruhan

    (yang terdiri dari LPG 3 kg maupun 12 kg) yang mencapai 4,1 juta tonpada tahun 2011.

    Selain di rumah tangga, LPG juga digunakan oleh sektor komersialdan industri. Namun jumlah pemakaian LPG di kedua sektor tersebutrelatif kecil hanya mencapai 5% dari total pemakaian LPG di tahun2011.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    41/78

    35

    Grak 18. Konsumsi LPG per Sekotr 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012

    Ekspor-Impor

    Dengan kecenderungan tingkat produksi minyak bumi yang semakin

    menurun, jumlah minyak bumi yang diekspor juga cenderungberkurang. Dalam enam tahun terakhir ekspor minyak mentah

    berkisar pada angka 132-135 juta barel meskipun pada periodesebelumnya pernah menyentuh lebih dari 200 juta barel, sedangkanimpor minyak mentah berada di bawah 120 juta barel. Dilihat dariselisihnya, Indonesia masih merupakan net exporterminyak mentahsekitar 38 juta barel pada tahun 2011. Dari 135 juta minyak mentahyang diekspor pada tahun 2011, 82% atau setara dengan 111 jutabarel diantaranya diekspor oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja

    Sama) sedangkan sisanya oleh Pemerintah.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    42/78

    36

    Grak 19. Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Mentah Indonesia, 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Grak 20. Perbandingan Ekspor dan Impor BBM Indonesia, 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Berkebalikan dengan kondisi minyak mentah yang masih mengalamikelebihan ekspor, status Indonesia sebagai negara net importir BBMsudah berlangsung lama. Seiring dengan semakin meningkatnya

    konsumsi BBM dalam negeri yang tidak diimbangi dengan peningkatankapasitas kilang minyak dalam negeri menyebabkan impor BBM

    Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    43/78

    37

    Impor BBM pada tahun 2011 meningkat 5,2% dari sebelumnya 164 jutabarel pada tahun 2010 menjadi 172 juta barel pada tahun 2011. Importerbesar terjadi untuk BBM jenis RON 88 dan ADO. Volume impor RON(Research Octane Number) 88 pada tahun 2011 mencapai 95,9 juta

    barel meningkat 24% dari impor pada tahun sebelumnya. Sementaraimpor ADO justru mengalami penurunan 8% dari sebelumnya 66,9

    juta barel pada tahun 2010 menjadi 61,6 juta barel pada tahun 2011.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    44/78

    38

    Analisa Supply dan Demand

    GasSelama tiga tahun terakhir, cadangan dan sumber daya gas bumiIndonesia cenderung berkurang. Pada 2011, Indonesia memiliki

    152,89 TSCF cadangan gas bumi yang terdiri dari 104,71 TSCF

    cadangan terbukti dan 48,18 TSCF cadangan potensial. Jumlah ini

    lebih sedikit 2,49 TSCF (Trillion Sonare Cubic Feet) jika dibandingkan

    dengan nilai cadangan pada 2010.

    Grak 21. Perkembangan Cadangan Gas Bumi Indonesia 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Berdasarkan wilayahnya, Sumatera Bagian Tengah memiliki 50% total

    cadangan, Jawa Timur 12%, Sumatera Utara 11% dan Kalimantan9%. Pemerintah juga saat ini sedang berusaha melakukan studi awalinventarisasi potensi dan sumber daya gas non konvensional seperti

    shale gas, dan CBM (Coal Bed Methane). Untuk CBM diperkirakan saatini Indonesia memiliki sumberdaya hingga 453,3 TCF yang sebagian

    besar lokasinya berada di Kalimantan dan Sumatera sebagai wilayahyang memiliki potensi batubara terbesar di Indonesia.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    45/78

    39

    HargaSeiring peningkatan harga minyak bumi, harga gas di dunia juga

    cenderung mengalami peningkatan. Sedikit berbeda dengan

    penentuan harga minyak yang banyak dipengaruhi oleh pasar spot,penentuan harga gas lebih banyak sudah diatur di dalam kontrak

    yang bersifat jangka menengah 3 sampai 10 tahun bahkan beberapa

    ada yang mencapai 20 tahun.

    Penentuan harga gas umumnya berbeda di setiap wilayahnya. Di Asia,harga LNG umumnya dikaitkan dengan harga JCC (Japan Crude Oil),

    di Eropa harga gas biasanya dikaitkan dengan harga minyak mentah

    Brent, di Amerika penentuan harga gas banyak ditentukan oleh

    perdagangan gas alam yang berlangsung di Henry Hub.

    Grak 22. Perkembangan Harga Gas di Dunia 2000-2011

    Sumber : BP Statistical Review 2012

    Harga merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan

    pemanfaatan gas untuk kebutuhan domestik. Bedasarkan pasarJepang harga LNG pada tahun 2011 mencapai USD 14,73 per

    juta BTU, meningkat 35% dibandingkan harga LNG pada tahunsebelumnya. Sementara harga gas pipa dunia berkisar antara USD3,47-10,61 per juta BTU. Jika dibandingkan dengan harga jual rata-rata gas dalam negeri, harga rata-rata gas dunia cenderung 50%-60%

    lebih mahal.Meskipun di sisi industri atau konsumen gas dalam negeri rendahnya

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    46/78

    40

    harga gas domestik menguntungkan namun dari sisi keberlanjutan

    bisnis penyediaan gas hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus.

    Harga gas domestik yang cenderung lebih rendah dibandingkan harga

    jual rata-rata gas ekspor seringkali membuat beberapa KKKS tidaktertarik untuk mengembangkan lapangan gasnya untuk kebutuhan

    domestik, sehingga perlu dilakukan penyesuaian harga gas agar

    selisih antara harga gas domestik dan dunia tidak terlalu jauh.

    ProduksiPada tahun 2011, produksi gas bumi nasional mengalami penurunan

    dari 8857 MMSCFD (Million Sonare Cubic Feet per Day) pada tahun2010 menjadi 8415 MMSCFD atau setara dengan 1,5 juta setara

    barel minyak per hari. Realisasi ini juga lebih rendah daripada rencanaketeknikan WP&B (Work plan & Budgeting) yang ditetapkan sebesar8541 MMSCFD .

    Grak 23. Perkembangan Produksi Gas Alam Indonesia 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Rendahnya produksi gas bumi tahun 2011 dibandingkan produksigas tahun 2010 lebih disebabkan karena pada tahun 2010 proyek

    pengembangan gas di dalam proyek industri hulu migas sangat

    mendominasi, dari total sepuluh proyek hulu migas senilai US$ 4,7miliar, sembilan diantaranya merupakan proyek pengembangan gas,

    antara lain Madura BD, Terang Sirasun Batur, dan Gajah Baru.Sementara tidak tercapainya target produksi gas sesuai target yang

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    47/78

    41

    ditetapkan pada tahun 2011 disebabkan karena : realisasi pemboran

    pengembangan hanya mencapai 70%, karena mundurnya jadwalkegiatan dan kesiapan fasilitas produksi, masalah subsurface seperti

    yang terjadi di TOTAL E&P Indonesia, dan adanya kerusakan fasilitas

    produksi di beberapa lapangan.

    Tahun 2011, Total E&P masih menjadi produsen gas terbesar di

    Indonesia dengan tingkat produksi gas rata-rata per hari mencapai2228 juta kaki kubik . PT. Pertamina EP, salah satu anak perusahaan

    PT. Pertamina berhasil memproduksi gas hingga 1070 MMSCFDyang menempatkan PT Pertamina EP sebagai produsen gas terbesar

    kedua setelah Total E&P. Dari keseluruhan produksi tersebut, 71%dijual untuk industri, 28,5% untuk pembangkit listrik, dan sisanyauntuk gas kota serta bahan bakar gas .

    Tabel 9. Target Produksi Gas Nasional 2011

    NoKontraktor Target (juta kaki kubik per hari)

    1 Total E&P Indonesia 2346

    2 Pertamina 942

    3 ConocoPhilips (Grissik+SJB) ltd 932

    4 Bp Indonesia Tangguh 880

    5 ConocoPhilips Blok B Natuna 421

    6 Vico Indonesia 380

    7 ExxonMobil Oil Ind. Inc 328

    8 PetroChina Int (Jabung) ltd 194

    9 PHE-ONWJ 182

    10 JOA Kodeco Energy Co. Ltd 149

    11 Medco E&P Indonesia (SSE+Rimau) 127

    12 Premier Poil Natuna Sea B.V 126

    13 JOB Pertamina-Talisman (Jambi Merang) 109

    14 Santos (Madura Offshore) Pty. Ltd 102

    15 Chevron Indonesia Company 87

    16 Lain-lain 464

    Total 7769

    Sumber : Bp Migas

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    48/78

    42

    KebutuhanTotal realisasi kebutuhan gas domestik 2011 mencapai 1.703,2

    ribu MMSCF. Dari jumlah tersebut kebutuhan terbesar ditujukan

    untuk industri sebesar 666,2 ribu MMSCF, 563,9 ribu MMSCF untukpemakaian sendiri. Yang dimaksud dengan pemakaian sendiri adalahgas yang digunakan untuk gas lift, reinjection, are, maupun own use.

    Jumlah ini relatif sangat besar, bahkan jika dibandingkan dengan

    kebutuhan gas untuk pembangkit sebesar 248,9 ribu MMSCF, jumlahini mencapai hampir dua kali lipat kebutuhan untuk pembangkit.

    Apabila memungkinkan perlu dilakukan upaya peningkatan esiensidi industri gas nasional sehingga jumlah gas yang digunakan untuk

    pemakaian sendiri dapat lebih berkurang dan dialihkan untuk

    meningkatkan kebutuhan di sektor lain.

    Secara total, pemakaian gas pada tahun 2011 lebih besar 4,1%.dibandingkan pemakaian gas pada tahun 2010 sebesar 1.696,7ribu MMSCF. Secara persentase jumlah gas yang dialokasikanuntuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri pada tahun 2011 juga

    meningkat dari sebelumnya 49,8% pada tahun 2010 menjadi 52,3%pada tahun 2011. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah memangbenar-benar berkomitmen untuk meningkatkan alokasi gas untuk

    domestik.

    Grak 24. Kebutuhan Gas Alam Dalam Negeri 2011 (MMSCF)

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    49/78

    43

    Grak 25. Perkembangan Konsumsi Gas per Sektor 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Gas Bumi untuk IndustriKhusus untuk kebutuhan gas di sektor Industri, adanya kendala danketerbatasan infrastruktur mengakibtkan realisasi kebutuhan gas untuk

    industri lebih rendah dibandingkan kebutuhan gas sesungguhnya.

    Sebagaimana data yang disampaikan oleh Forum Industri PenggunaGas Bumi, kebutuhan gas di sektor industri 2011 mencapai 2.767,32MMSCFD yang terbagi untuk industri manufaktur 1.520,74 MMSCFDdan industri pupuk dan petrokimia 1.246,58 MMSCFD. Hal ini berarti,masih ada 99,32 MMSCFD gas di sektor industri yang belum dapatdipenuhi dari gas domestik. Kondisi ini tentunya dapat berakibatkepada penurunan daya saing industri manufaktur dalam negeri

    dan mengakibatkan pertumbuhan sektor industri nasional terancam

    stagnan dan menurun.

    Kekurangan-kekurangan pasokan gas baik untuk industri maupunpembangkit diharapkan tidak terjadi lagi setelah selesai dibangunnya

    FSRU (Floating Storage Regasication Unit) LNG pertama Indonesiadi Jawa Barat dengan kapasitas 400 MMSCFD. Dengan adanyaterminal LNG terapung ini sumber-sumber gas di wilayah IndonesiaTimur yang selama ini lebih banyak dijual untuk kebutuhan ekspor

    akibat tidak adanya infrastruktur distribusi di dalam negeri dapat

    dialihkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. BerdasarkanPermen ESDM No. 30/2010 tentang alokasi dan pemanfaatan gas

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    50/78

    44

    bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pemerintah akan

    memprioritaskan pemanfaatan gas bumi untuk peningkatan produksi

    minyak dan gas bumi, industri pupuk, tenaga listrik, dan terkahir

    kebutuhan industri.

    Selain keterbatasan infrastruktur gas, hal lain yang menyebabkan

    KKKS kurang tertarik untuk memenuhi pasar domestik adalah karenaharga gas domestik yang terlalu rendah. Dalam kurun waktu 2009-2011 harga jual rata-rata gas untuk domestik tercatat sebesar US$4-US$4,5 per mmBtu (juta British thermal unit), sementara harga jualrata-rata ekspor gas melalui pipa dan LNG pada periode yang samamencapai US$10-US$11 per mmBtu .

    Tabel 10. Permintaan Gas Sektor Industri 2011

    Jenis Industri Kebutuhan Gas

    Industri Manufaktur 1520,74

    Keramik 130,65

    Glassware 18,9

    Glove 2,68

    Kaca Lembaran 60,31

    Logam 964,82

    Tekstil 20,38

    Semen 5,05

    Makanan dan Minuman 26,08

    Kertas 245,7

    Karbit 26,27

    CPO 15,38

    Pakan ternak 2,27

    MSG 1,21

    Coklat 0,51

    Sorbitol 0,11

    Zink Okside 0,11

    Gas 0,31

    Industri Pupuk dan Petrokimia 1246,58

    Pupuk 807,2

    Amoniak 120,5

    Petrokimia 318,88

    Sumber : Forum Industri Pengguna Gas Bumi 2011

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    51/78

    45

    Gas Bumi untuk PembangkitPermasalahan infrastruktur juga menjadi penyebab beberapa

    pembangkit listrik yang dimiliki PLN mengalami kesulitan

    mendapatkan pasokan gas. Akibat tidak terpenuhinya pasokangas, beberapa pembangkit tersebut terpaksa harus dioperasikan

    dengan menggunakan high speed diesel yang biaya operasinya jauh

    lebih mahal daripada gas. Pembangkit-pembangkit tersebut adalahPembangkit Tambak Lorok, Pembangkit Muara Tawar, PembangkitSumatera Bagian Utara, Pembangkit Muara Karang dan TanjungPriok, Pembangkit Gresik, Pembangkit Grati, Pembangkit Teluk

    Lembu, Pembangkit Bali.

    Di tahun 2011 kebutuhan gas untuk pembangkit mengalami penurunanhingga 7,48% atau setara dengan 20,13 ribu MMSCF dari gas yangtersedia pada tahun 2010. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi

    peningkatan biaya pokok produksi yang kemudian ikut menyebabkan

    peningkatan jumlah subsidi listrik. Untuk mengantisipasi kejadiantersebut di tahun mendatang, Pemerintah saat ini telah melakukan

    beberapa upaya penanganan seperti pembangunanan beberapa

    FSRU di Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah, renegosiasikontrak gas ekspor diantaranya Tangguh untuk mengalokasikan

    beberapa persen dari kontrak tersebut untuk kebutuhan domestik,melakukan swap gas (pertukaran gas) untuk ditujukan kepadapembangkit-pembangkit PLN. Perjanjian swap gas (pertukaran gas)yang dilakukan antara BP Migas, ConocoPhilips, JOB Pertamina,Talisman Jambi Merang, PT PLN, PT PGN, dan PT Transportasi GasIndonesia dapat menambah 65 BBTUD untuk pembangkit MuaraTawar di Jawa Barat. Dari kesepakatan tersebut terdapat tambahanpenghematan subsidi sebesar US$ 1,3 juta per hari .

    Ekspor-ImporIndonesia dikenal sebagai salah satu eksportir gas terbesar di dunia

    khususnya dalam bentuk LNG. Pada tahun 2011, Indonesia menempati

    urutan ke dua sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia

    setelah Qatar. Ekspor LNG Indonesia pada tahun 2011 mencapai 29,2

    BCF yang ditujukan ke bebarapa negara seperti Mexico, Chili, danbeberapa negara Asia. Jepang dan Korea Selatan merupakan negaratujuan terbesar ekspor LNG Indonesia dimana lebih dari 80% LNG

    Indonesia ditujukan ke negara tersebut.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    52/78

    46

    Meskipun sejak tahun 2009 gas tangguh mulai beroperasi danseluruh produknya ditujukan untuk kebutuhan ekspor, namun seiring

    dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan alokasi gas untuk

    kebutuhan domestik, alokasi ekspor gas pada tahun 2011 mulai

    menurun. Salah satunya dipengaruhi oleh renegosiasi kontrak yang

    dilakukan Pemerintah terhadap sebagian gas Tangguh agar sebagian

    gas tangguh yang pada awalnya ditujukan untuk ekspor dapat juga

    digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dibandingkan tahun2010, jumlah ekspor LNG Indonesia pada tahun 2011 menurun 2,7

    BCF atau sekitar 8,3% dari sebelumnya tercatat sebesar 31,8 BCF.

    Selain dalam bentuk LNG, Indonesia juga mengekspor gas dalam

    bentuk pipa ke Singapura dan juga Malaysia. Total jumlah ekspor gasIndonesia dalam bentuk pipa sebesar 8,71 BCF yang terbagi menjadi6,72 BCF ditujukan kepada Singapura sisanya dialirkan menujuMalaysia .

    Tabel 11. Negara Tujuan Ekspor LNG Indonesia 2011

    Negara Tujuan Billion Cubic Meter

    Mexico 0,25

    Chile 0,08

    China 2,72

    Japan 12,60

    South Korea 10,76

    Taiwan 2,65

    Thailand 0,09

    Total exports 29,15

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    53/78

    47

    Analisa Supply dan Demand

    BatubaraDibandingkan jenis energi fosil lainnya, ketersediaan sumber dayadan cadangan batubara Indonesia relatif lebih besar. Pada tahun 2011

    ketersediaan sumber daya batubara Indonesai mencapai 120.338

    juta ton dan cadangan sebesar 28.017 juta ton. Jumlah ini tersebar di

    beberapa wilayah Indonesia, Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur

    merupakan dua wilayah yang memiliki sumber daya dan cadangan

    batubara terbesar dibandingkan wilayah lainnya. Sumber daya dan

    cadangan yang tersedia di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timursecara total masing-masing mencapai 72.879 juta ton dan 49.526 juta

    ton.

    Tabel 12. Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia 2011 (Juta Ton)

    Province Resources Reserves

    Hypothetic Inferred Indicated Measured Total

    Banten 5,47 5,75 4,86 2,72 18,80 0,00

    West Java 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

    Central Java 0,00 0,82 0,00 0,00 0,82 0,00

    East Java 0,00 0,08 0,00 0,00 0,08 0,00

    Nanggroe Aceh

    Darussalam0,00 346,35 13,40 90,40 450,15 0,00

    North Sumatera 0,00 7,00 0,00 19,97 26,97 0,00

    Riau 12,79 168,05 626,38 948,05 1.755,27 645,67

    West Sumatera 24,95 294,50 231,16 249,45 800,06 158,43

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    54/78

    48

    Jika dibandingkan negara lain di dunia, cadangan batubara Indonesia

    sangat kecil hanya sebesar 3,3% cadangan dunia. Cadanganterbesar dimiliki oleh Amerika 245 miliar ton, disusul Rusia 157 miliar

    ton, kemudian China 115 miliar ton. Dilihat dari jumlah tersebut maka

    pemikiran bahwa Indonesia merupakan negara kaya batubara tidaklah

    tepat sehingga pola pengelolaan batubara nasional yang selama ini

    lebih banyak diperuntukan untuk ekspor sebagai sumber pendapatan

    negara atau daerah perlu diperbaiki kembali.

    HargaDiawalli tahun 2010, harga batubara mengalami kecenderungan yang

    terus meningkat. Selama tahun 2011 harga rata-rata batubara acuan

    (HBA) Indonesia mencapai USD 118,4 /ton lebih tinggi 14,3% dari

    rata-rata pada tahun sebelumnya USD 103,6 /ton.

    Pada bulan februari, harga batubara sempat mencapai level tertinggi

    USD 127,1 /ton yang kemungkinan disebabkan karena pada saat itu

    pasokan dunia sempat mengalami gangguan akibat adanya banjirbandang di Australia yang diperburuk oleh badai Yasi Quensland.

    Bengkulu 15,15 17,86 104,08 71,21 208,30 19,02

    Jambi 190,84 656,90 699,08 443,50 1.990,32 351,65

    South Sumatera 19.909,99 14.508,95 14.808,82 10.026,59 59.254,35 13.625,22

    Lampung 0,00 106,95 0,00 0,00 106,95 0,00

    West Kalimantan 0,00 477,69 6,85 4,70 489,24 0,00

    Central Kalimantan 197,58 1.838,50 808,28 704,89 3.549,25 577,42

    South Kalimantan 0,00 3.833,53 3.344,05 3.481,66 10.659,24 3.778,04

    East Kalimantan 13.101,53 13.276,66 6.282,62 8.004,19 40.665,00 8.861,90

    South Sulawesi 0,00 48,81 129,22 53,09 231,12 0,12

    Central Sulawesi 0,00 1,98 0,00 0,00 1,98 0,00

    North Maluku 2,13 0,00 0,00 0,00 2,13 0,00

    West Irian Jaya 93,59 32,82 0,00 0,00 126,41 0,00

    Papua 0,00 2,16 0,00 0,00 2,16 0,00

    TOTAL 33.554,03 35.625,36 27.058,79 24.100,42 120.338,60 28.017,46

    Sumber : Badan Geologi

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    55/78

    49

    Australia sendiri merupakan eksportir batubara terbesar dunia dengan

    ekspor sebesar 261 juta ton atau sekitar 28% total pasokan dunia.

    Selanjutnya, memasuki kuartal III harga batubara cenderung stabil di

    kisaran USD 118 /ton untuk kemudian menurun menjelang akhir tahun

    2011 hingga mencapai USD 112,7 /ton.

    Peningkatan harga ini diperkirakan akan berakhir pada pertengahan

    2012 akibat adanya ekspektasi pelemahan permintaan yang sifatnya

    sementara dan akan kembali meningkat pada awal 2013.

    Grafk 26. Perkembangan Harga Batubara Acuan Indonesia

    Sumber : Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara ESDM

    ProduksiRealisasi produksi batubara tahun 2011 tercatat 353,4 juta ton

    ,meningkat 28,4% dibandingkan produksi batubara periode

    sebelumnya. Jumlah ini juga lebih tinggi 8% dari target yang

    ditetapkan Pemerintah di dalam APBN-P 2011. Peningkatan ini cukup

    menggembirakan di tengah tekanan pemulihan ekonomi global.

    Tingginya kebutuhan batubara China dan India merupakan faktor

    utama pendorong meningkatnya produksi batubara Indonesia.

    100

    120

    140

    USD/ton

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    56/78

    50

    Kallimantan Timur masih menjadi propinsi penghasil batubara terbesar

    di Indonesia. Tingkat produksi batubara yang berasal dari Kalimantan

    Timur sebesar 141,8 juta ton. Produksi terbesar ke dua berasal dari

    Propinsi Sumatera Selatan, sebesar 14 juta ton .

    PT. Bukit Asam sebagai perusahaan batubara milik Pemerintah, pada

    tahun 2011 berhasil meningkatkan volume produksi batubara sebesar4% dari 11,9 juta ton pada tahun 2010 menjadi 12,4 juta ton . PT Adaro

    Indonesia, sebagai salah satu perusahaan batubara terbesar dengan

    kepemilikan sumber daya batubara mencapai 4,4 miliar ton, berhasil

    memproduksi batubara hingga 47,7 juta ton diikuti oleh Kaltim Prima

    Coal sebesar 40,5 juta ton.

    Namun peningkatan produksi batubara tersebut tidak diikuti dengan

    peningkatan realisasi Domestic Market Obligation (DMO) batubara

    yang hanya mencapai 58,3 juta ton. Nilai tersebut lebih rendah27,6 juta ton dari kewajiban DMO batubara yang ditargetkan

    Pemerintah sebesar 78,97 juta ton melalui Kepmen ESDM No.

    2360.K/30/MEM/2010 yang kemudian direvisi menjadi Kepmen

    1334.K/32/DJB/2011 menjadi 60,15 juta ton. Salah satu penyebabnya

    dikarenakan mundurnya beberapa jadwal PLTU 10.000 MW yang

    seharusnya sudah mulai beroperasi pada tahun 2011. Saat ini terdapat

    53 perusahaan yang diwajibkan memasok batubara untuk kebutuhan

    DMO. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebagai produsen batubara

    nasional terbesar merupakan pemasok DMO tebesar dengan kuota19,27 juta ton atau mencapai 23,47% dari total DMO.

    Tabel 13. Perbandingan Realisasi Produksi Batubara 2011

    PRODUKSI SATUAN2010 2011

    REALISASI TARGET REALISASI CAPAIAN Y to Y

    Batubara Juta Ton 275 327 353 108% 28,4

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    57/78

    51

    Kebutuhan

    Total penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri pada 2011

    mencapai 79,5 juta ton, 58 juta ton berasal dari PKP2B, sisanya 21,5

    juta ton berasal dari IUP. Jumlah ini meningkat 18,7% dibandingkan

    penjualan batubara pada tahun sebelumnya sebesar 67 juta ton.

    Kebutuhan Batubara Untuk Pembangkit

    Dari jumlah tersebut, 43 juta ton atau 54,1% digunakan untuk memenuhi

    kebutuhan pembangkit listrik yang dikelola oleh PT PLN (Persero) dan

    pengembang listrik swasta (Independent Power Producer). Mayoritas

    batubara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit

    PLN adalah batubara berkalori 5.100 kilokalori per kilogram dan 4.200

    kilokalori per kilogram.

    Mulai beroperasinya tiga pembangkit baru yaitu PLTU BantenSuralaya dengan kapasitas 625 MW, PLTU Banten Lontar 315 MW

    Tabel 14. Capaian Target DMO di Setiap Daftar Pemakai Batubara Domestik 2011

    NO PERUSAHAAN2011

    TARGET* REALISASI CAPAIAN

    1 PLTU

    PT PLN 55,82 34,03 61%

    IPP 8,97 10,39 116%

    PT Freeport Indonesia 0,83 0,25 30%

    PT Newmont Nusa Tenggara 0,47 0,44 94%

    PT Pusaka Jaya Palu Power 0,19 0 0%

    2 METALURGI

    PT. INCO 0,14 0,14 100%

    PT. ANTAM Tbk 0,2 0,03 15%

    3 SEMEN, PUPUK, PULP DAN TEKSTIL

    Semen 8,86 5,88 66%

    Pupuk 0,92 0,19 21%

    Pulp 0,6 0 0%

    Tekstil dan Produk Tekstil 1,97 0 0%

    TOTAL 78,97 51,35 65%

    Catatan :

    *target sesuai Kepmen ESDM No. 2360.K/30/MEM/2010

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    58/78

    52

    dan PLTU Tanjung Jati B Ekspansi Unit 3 660 MW akhir tahun 2011,

    berpotensi meningkatkan kebutuhan batubara hingga 6,5 juta ton

    per tahun. Berdasarkan perhitungan PLN, kebutuhan batubara bagi

    PLTU Banten Suralaya mencapai 2,9 juta ton per tahun, PLTU Banten

    Lontar 1,4 juta ton per tahun, dan PLTU Tanjung jati B 2,2 juta ton

    batubara per tahun.

    Kebutuhan ini akan semakin meningkat jika rencana pengoperasian

    beberapa pembangkit dalam proyek 10 ribu MW tahap I dapat

    terealisasi pada tahun 2012 seperti PLTU 3 Banten 630 MW, PLTU

    Pelabuhan Ratu 350 MW, PLTU Pacitan Jatim 2x315 MW, PLTU

    Paiton 660 MW, PLTU Nagan Raya 2x110 MW, PLTU Tanjung Balai

    Karimun 2x7 MW, PLTU Teluk Sirih 2x112 MW, PLTU Bangka Baru

    2x30 MW, PLTU Tarahan Baru 2x100 MW, PLTU Asam-asam 2x65MW, PLTU Amurang 2x25 MW, PLTU Kendari 2x10. Diperkirakan

    adanya tambahan kapasitas tersebut dapat meningkatkan kebutuhan

    batubara hingga 25,58% dibandingkan tahun 2011. Ke depan

    kebutuhan batubara untuk pembangkit diperkirakan akan naik hingga

    25,58% dari kebutuhan tahun ini, hal tersebut diakibatkan karena

    adanya beberapa proyek percepatan pembangkit.

    Kebutuhan Batubara Untuk Industri

    Di industri, selain digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan

    panas atau listrik, batubara juga dibutuhkan untuk menghasilkan

    bahan campuran untuk pemoresan sebuah produk. Contohnya di

    industri baja, batubara digunakan untuk menghasilkan kokas yang

    digunakan dalam pemrosesan logam dan baja.

    Pada tahun 2011, pemakaian batubara di industri menurun 27,98%

    dibanding tahun sebelumnya dari 8,39 juta ton menjadi 6,04 juta ton.

    Industri keramik dan semen adalah pengguna batubara terbesar disektor industri. Pemakaian batubara di industri keramik dan semen

    pada tahun 2011 menurun 6,9% dibandingkan tahun 2010 dari 6,3

    juta ton menjadi 5,8 juta ton. Penurunan paling tajam terjadi di industri

    besi dan baja, pada tahun 2011 pemakaian batubara di industri baja

    menurun lebih dari 50% dari sebelumnya menggunakan 335 ribu ton

    menjadi hanya 166 ribu ton.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    59/78

    53

    Grafk 27. Pemakaian Batubara di Industri 2000-2011

    Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012

    Meskipun secara keseluruhan kebutuhan batubara domestik 2011

    mengalami peningkatan yang cukup besar, namun hal tersebut tidak

    selalu menggambarkan bahwa konsumsi batubara domestik juga

    mengalami peningkatan yang besar mengingat ada sebagian besar

    batubara yang dijual di dalam negeri diperuntukan bagi trader-trader

    batubara tidak untuk dikonsumsi melainkan untuk kemudian dijualkembali baik ke luar negeri ataupun dalam negeri. Hal ini dapat dilihat

    dari kebutuhan rill yang tergambar di dalam alokasi DMO pada tahun

    2011. Dari target DMO batubara 2011 sebesar 60,15 juta ton, reliasasi

    penyaluran batubara domestik mencapai 66,31 juta ton, sementara

    realisasi penjualan batubara domestik mencapai 80 juta ton. Ini

    dapat menjadi indikasi bahwa selisih antara penjualan batubara dan

    penyaluran batubara domestik bukan digunakan sebagai kebutuhan

    rill namun terserap oleh traderbatubara.

    Ekspor-ImporMeningkatnya ekspor batubara di satu sisi menjadi keuntungan bagi

    Indonesia karena dapat meningkatkan penerimaan dan pendapatan

    negara dari sektor batubara, namun jika dilihat trend pertumbuhan

    ekspor batubara Indonesia yang sudah mencapai 273 juta ton dengan

    tingkat pertumbuhan 31,3 persen pada tahun 2011 serta merupakan

    titik tertinggi dalam 11 tahun terakhir maka kecederungan ekspor

    batubara yang semakin meningkat perlu diperlambat, dikurangi ataubahkan dibatasi.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    60/78

    54

    Meskipun secara persentase, nilai ekspor cederung pada angka

    75% dibandingkan dengan nilai produksinya, namun secara volume

    peningkatan ekspor batubara sudah sangat cepat. Faktor lain yang

    menjadi alasan adanya pengendalian ekspor batubara adalah realita

    yang menunjukan bahwa kekayaan batubara yang dieksploitasi

    justru bukan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan

    dalam negeri melainkan untuk kepentingan negara lain. Jika hal ini

    tidak diantisipasi, dikhawatirkan akan menguras cadangan batubara

    nasional di masa mendatang yang mengakibatkan ketahanan energi

    nasional indonesia di masa mendatang menjadi lemah.

    Grafk 28. Pertumbuhan Ekspor dan Persentase Eskpor Terhadap Produksi Batubara

    Nasional

    Grafk 29. Perbandingan Perkembangan Pertumbuhan Ekspor, Produksi, dan Penjualan

    Domestik Batubara Indonesia

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    61/78

    55

    Analisa Supply dan Demand

    ListrikHargaSejak 1 Juli 2010 besaran harga listrik atau lebih dikenal sebagai

    tarif tenaga listrik (TTL) diatur di dalam Peraturan Presiden No. 8

    tahun 2011, sebelumnya harga jual listrik diatur di dalam Keputusan

    Presiden No. 104 tahun 2003. Selain adanya pemberlakuan tarif baru

    untuk golongan diatas 450 VA dan 900 VA, perbedaan mendasar

    yang terdapat di dalam ketentuan baru tersebut adalah mengenai

    cara perhitungan biaya beban untuk pelangan 1300 VA ke atas. Padaperaturan sebelumnya TTL dihitung dengan cara :

    Daya Tersambung x Tarif Daya (Rp/VA)

    Sedangkan pada ketentuan yang baru, TTL dihitung dengan cara :

    Jam Nyala x Tarif Biaya Pemakaian (Rp/kWh)

    Secara prinsip TTL yang dibayar oleh konsumen sama dengan biaya

    pokok yang dikeluarkan plus margin untuk memproduksi satu kWh

    listrik, namun dengan pertimbangan daya beli masyarakat Indonesia

    saat ini yang secara keekonomian belum mampu untuk membayar

    TTL sesuai biaya keekonomiannya, maka TTL yang dibayarkan oleh

    konsumen masih lebih rendah daripada biaya pokok yang dikeluarkan.

    Selisih atau kekurangan ini kemudian menjadi tanggung jawab

    Pemerintah yang dibayarkan dalam bentuk subsidi kepada PT. PLN.

    Pada tahun 2011 subsidi listrik yang harus dibayar oleh Pemerintah

    mencapai 93,18 triliun rupiah, meningkat lebih dari 60% daripada subsidtahun 2010 yang mencapai 58,11 triliun rupiah. Hal ini disebabkan

    karena secara rata-rata TTL tahun 2011 meningkat mencapai

    hampir 5% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 738 Rp/kWh.

    Sedangkan untuk rata-rata biaya pokok penyediaan tenaga listrik

    tahun 2011 mencapai 1.251 Rp/kWh meningkat 24% dibanding biaya

    pokok pada tahun sebelumnya sebesar 1.008 Rp/kWh. Peningkatan

    BPP yang jauh lebih tinggi daripada TTL menyebabkan selisih antara

    BPP dengan TTL menjadi semakin besar yang mengakibatkan

    peningkatan subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah.

  • 7/26/2019 ESDM SDE.pdf

    62/78

    56

    Saat ini hampir semua golongan pelanggan menikmati subsidi llistrik,

    termasuk di dalamnya adalah golongan pelanggan yang secara

    ekonomi bukan merupakan golongan tidak mampu. Golongan

    penerima subsidi terbesar adalah golongan rumah tangga kecil 450

    VA dan 900 VA yang nilainya mencapai sekitar 32,85% dari total

    subsidi pada tahun 2011. Golongan lain yang menerima subsidi dantermasuk ke dalam 10 penerima subsidi terbesar adalah rumah tangga

    kecil 1.300 VA dan 2.200 VA, rumah tangga menengah 3500-5500 VA,

    industri menengah >200 kVA, industri sedang 14-200 kVA, industri

    besar > 30 MVA, bisnis menengah 6,6-200 kVA, dan penerangan

    jalan umum .

    Produksi

    Selain dipenuhi dari pembangkit-pembangkit PLN, kebutuhan listrikdi Indonesia juga dipenuhi dari pembangkit-pembangkit swasta dan

    captive power. Beberapa pembangkit yang dikelola oleh swasta

    adalah PLTA Jatiluhur, PLTU-Batubara Paiton I dan II, PLTP Salak,

    Drajat, Wayang Windu, dan Dieng, serta PLTD Cikarang Listrindo.

    Secara total kapasitas pembangkit swasta yang terdiri dari IPP dan

    PPU mencapai 22% dari total kapasitas pembangkit di Indonesia.

    Di Sumatera, selain pembangkit listrik yang dibangkitkan dan

    dipasarkan oleh PLN juga terdiri dari kelompok pembangkit penyalurSumatera Bagian Utara (kitlur Sumbagut) dan kelompok pembangkit

    penyalur Sumatera Bagian Selatan (kitlur Sumagsel). Di Jawa,

    listrik juga dibangkitkan oleh kelompok pembangkit PT. Indonesia

    Power, PT. Pembangkitan Jawa Bali, dan IPP. Secara umum, jenis

    pembangkit yang dioperasikan oleh Indopower dan PJB merupakan

    pembangkit listrik beban dasar dan atau beban menengah seperti

    PLTU-B Suralaya, PL