Top Banner
SMF/lab Ilmu Kedokteran Jiwa Referat Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EFEK SAMPING OBAT ANTIDEPRESAN Oleh: Marhamah 04.45413.00203.09 Cininta Anisa Savitri 05.48840.00241.09 Zulhijrian Noor 05.48845.00246.09 Dwi Renti Astuti 06.55380.00323.09 Pembimbing: dr. A. Dalidjo, Sp. KJ Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
39

ES AntiDepresan

Jan 19, 2016

Download

Documents

mixboy321

ES AntiDepresan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ES AntiDepresan

SMF/lab Ilmu Kedokteran Jiwa Referat

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

EFEK SAMPING OBAT ANTIDEPRESAN

Oleh:

Marhamah 04.45413.00203.09

Cininta Anisa Savitri 05.48840.00241.09

Zulhijrian Noor 05.48845.00246.09

Dwi Renti Astuti 06.55380.00323.09

Pembimbing:

dr. A. Dalidjo, Sp. KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

SMF/lab Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2011

Page 2: ES AntiDepresan

BAB I

PENDAHULUAN

Antidepresan adalah kelompok obat-obat yang heterogen dengan efek

utama dan terpenting adalah untuk mengendalikan gejala depresi. Di samping itu

juga, digunakan untuk beberapa indikasi lain seperti gangguan cemas dan lain-

lain.

Jenis antidepresan adalah antidepresan trisiklik (ATS), inhibitor

monoamine oksidase (MAOI), inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI), dan

sekelompok antidepresan lain yang tidak termasuk tiga kelas pertama (Tabel

dibawah). Indikasi klinis utama untuk penggunaan antidepresan adalah penyakit

depresif mayor. Obat ini juga berguna dalam pengobatan gangguan panik,

gangguan ansietas lainnya dan enuresis pada anak-anak. Berbagai riset terdahulu

menunjukkan bahwa obat ini berguna untuk mengatasi gangguan defisit perhatian

pada anak-anak dan bulimia serta narkolepsi.

Depresi terjadi karena rendahnya kadar serotonin di pasca sinaps. Secara

umum, antidepresan bekerja pada system neurotransmitter serotonin dengan cara

meningkatkan jumlah serotonin di pasca sinaps.

1

Page 3: ES AntiDepresan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Trisiklik dan Tetrasiklik

Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik (lazim disingkat menjadi TCA)

merupakan terapi yang efektif untuk orang dengan suatu kisaran luas gangguan,

termasuk depresi, gangguan panic, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan

stress pasca trauma, gangguan obsesif kompulsif, gangguan makan dan sindrom

nyeri. Dengan keterseediaan beberapa alternative yang kurang toksik saat ini,

termasuk selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), bupropion (Wellbutrin),

nefazodone (Seizone), venlafaxine (Effexor), trazodone (Desyrel), dan mirtazipine

(Remeron), TCA tidak lagi digunakan secara luas untuk indikasi ini. Antidepresan

Trisiklik

Imipramin suatu derivat dibenzazepin, dan amitriptilin derivat

dibenzodikloheptadin, merupakan antidepresi klasik yang karena struktur

kimianya disebut sebagai antidepresi trisiklik. Kedua obat ini paling banyak

digunakan untuk terapi depresi; boleh dianggap sebagai pengganti penghambat

MAO yang tidak banyak digunakan lagi. Derivat dibenzazepin telah dibuktikan

dapat mengurangi keadaan depresi, terutama depresi endogen. Perbaikan

berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya aktivitas

fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik,

serta berkurangnya pikiran morbid. Obat ini tidak menimbulkan euphoria pada

orang normal. Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali

neurotransmitor. Ada yang sangat sensitif terhadap norepinefrin, ada yang sensitif

terhadap serotonin dan ada pula yang sensitif terhadap dopamin. Tidak jelas

hubungan antara mekanisme penghambatan ambilan kembali katekolamin dengan

efek antidepresinya.

2.1.1. Kerja famakologis

Sebagian besar TCA diabsorbsi secara utuh dari pemberian secara oral,

dan terdapat metabolisme yang signifikan dari efek lintas pertama. Konsentrasi

2

Page 4: ES AntiDepresan

plasma puncak terjadi dalam 2 hingga 8 jam, dan waktu parah TCA bervariasi dari

10 hingga 70 jam, notyptilin (Vivactile) bias memiliki waktu paruh yang lebih

lama. Waktu paruh yang lama memungkinkan semua senyawa ini diberikan sekali

sehari. Dibeikan 5 hingga 7 hari untuk mencapai konsentrasi plasma yang stabil.

Impiramine pamoate adalah bentuk depo obat untuk pemberian secara

intramuscular (im) indikasi penggunaan sediaan ini terbatas. TCA menyekat

ambilan kembali serotonin dan noepinefrin sera merupakan antagonis kompetitif

pada reseptor muskarinik asetilkolin, histamine H1, dan reseptor alfa 1, dan Beta

2 adrenegik.

a. Efek pada ogan dan sistem spesifik

Efek utama TCA adalah pada sistem saraf pusat, meskipun efek

antikolinergik obat ini memberikan kisaran efek samping yang berbeda dan

diperantarai oleh sistem saraf otonom. Selain efek ini, TCA memiliki efek

yang signifikan pada sistem kardiovaskular. Pada dosis terapeutik, obat ini

digolongkan sebagai obat anti aritmia tipe 1 A, karena mengakhiri fibrilasi

ventrikel dan dapat meningkatkan pasokan darah kolateral ke jantung yang

iskemik. Meskipun demikian, pada overdosis, obat ini sangat kardiotoksik

dan menyebabkan penurunan kontraktilitas, meningkatkan iritabilitas

miokardial, hipotensi serta takikardia.

2.1.2. Perhatian Dan Reaksi Samping

a. Efek Psikiatrik

Efek samping utama semua TCA dan anti depresan lain adalah

kemungkinan untuk mencetuskan episode manik pada pasien dengan dan tanpa

riwayat gangguan bipolar I. Klinisi harus mengamati efek ini pada pasien

dengan gangguan bipolar I, terutama jika mania yang dicetuskan zat pernah

menjadi masalah di masa lalu. Mengguanakan TCA dosis rendah pada \pasien

ini atau menggunakan agen seperti fluoxetine (Prozac) atau bupropion, yang

mungkin lebih kecil kemungkinannya untuk mencetuskan episode manik,

merupakan tindakan bijaksana. TCA juga dilapokan memicu gangguan

psikotik pada pasien yang rentan.

3

Page 5: ES AntiDepresan

b. Efek Antikolinergik

Klinisi harus memperingatkan pasien bahwa efek antikolinergik lazim

terjadi tetapi pasien bisa mengalami toleransi terhadap efek ini dengan

berlanjutnya terapi. Amitryptiline (Elavil, Endep), imipramine, trimipramine

(Sumontil), dan doxepine merupakan obat yang paling bersifat antikolinergik,

amoxapine (Asendin), nortriptyline, dan maprotiline kurang bersifat

antikolinegik, dan desipramine merupakan yang paling kurang besifat

antikolinergik. Efek antikolinergik termasuk mulut kering, konstipasi,

penglihatan buram, dan retensi urine. Permen karet tanpa gula, permen, atau

tablet hisap befluorida dapat mengurangi gejala mulut kering. Bethanecol

(Uecholine), 25 hingga 50 mg tiga sampai empat kali sehari, dapat mengurangi

hesitensi urine dan dapat membantu pasien dengan impotensi jika obat

dikonsumsi 30 menit sebelum hubungan seksual. Glaukoma sudut sempit juga

dapat dipeburuk dengan obat antikolinergik, seta tercetusnya glaukoma

membutuhkan terapi gawat darurat dengan agen mikotik. TCA dapat

digunanakan pada pasien dengan glaukoma sudut sempit, dengan tetes mata

pilocarpine yang diberikan bersamaan. Efek antikolinerfik berat dapat

menimbulkan sindrom antikloinergik SSP dengan kebingungan dan delirium,

terutama jika TCA diberikan dengan antipsikotik atau obat antikolinergik.

Sejumlah klinisi mengguankan physostigmine (Antilirium) intramuskula atau

intravena sebagai alat diagnositk untuk mayakinkan adanya delirium

antikolinergik.

c. Sedasi

Sedasi adalah efek TCA yang lazim terjadi dan dapat diterima dengan

baik jika tidak dapat tidur merupakan suatu masalah. Efek sedatif TCA terjadi

akibat aktivitas serotonergik, kolinergik, dan histaminergik (H1). Amityptiline,

trimipramine, dan doxepin merupakan agen yang paling bersifat sedasi.

Imipramine, amoxapine, nortriptyline, dan maprotiline memiliki beberapa efek

sedasi dan desipramine serta protryptiline yang paling tidak bersifat sedasi.

4

Page 6: ES AntiDepresan

d. Efek otonom

Efek otonom yang paling lazim, sebagian karena blokade Alfa 1

adrenergik, adalah hipotensi ortostatik, yang dapat mengakibatkan jatuh serta

cedera pada pasien yang mengalaminya. Nortryptiline mungkin merupakan

obat yang paling kecil kemungkinannnya untuk menimbulkan masalah

tersebut, dan beberapa pasien berespons terhadapfludrocortisone (Florinef)

0,05 mg dua kali sehari. Efek otonom yang mungkin lainnya adalah keringat

yang berlebihan, palpitasi, dan meningkatnya tekanan darah.

e. Efek jantung

Jika dibeikan dengan dosis terapeutik yang biasa, TCA dapat

menimbulkan takikardia, mendatarnya gelombang T, interval QT yang

memanjang, dan depresi segmen ST pada elektrokadiogram (EKG).

Imipiramine memili efek mirip quiinidine pada konsentrasi plasma terapeutik

dan dapat mengurangi jumlah kontraksi ventrikel prematu. Karena obat ini

memperpanjang waktu konduksi, penggunaannya pada pasien dengan defek

konduksi sebelumnya dikontraindikasikan. Pada pasien dengan riwayat

gangguan jantung, TCA harus dimulai dengan dosis rendah, dengan

peningkatan dosis secarra bertahap dan pengawasan fungsi jantung. Pada

konsentrasi plasma yang tinggi, seperti yang terjadi pada overdosis, obat

menjadi aritmogenik. Agen ini haus dihentikan beberapa hari sebelum operasi

bedah elektif karena dapat terjadi episode hipertensif selama pembedahan pada

pasien yang mendapatkan TCA.

f. Efek neurologis

Disamping sedasi yang dicetuskan oleh TCA dan kemungkinan

terjadinya delirium yang dicetuskan antikolinergik, dua trisiklik (desipramine

dan protriptyline) dikaitkan dengan stimulasi psikomotor. Kedutan mioklonik

serta tremor lidah dan ekstemitas atas lazim terjadi. Efek yang jarang

mencakup hambatan bicara, paratyesia, palsi peroneal dan ataksia.

5

Page 7: ES AntiDepresan

Amoxapine bersifat unik didalam menimbulkan gejala parkinson,

akatisia, dan bahkan diskinesia, karena aktivitas penyekatandopaminergik dari

salah satu metabolitnya. Amoxapine juga dapat menimbulkan sindrom maligna

neuoleptik pada kasus yang jarang. Maprotiline dapat menimbulkan bangkitan

ketika dosis ditingkatkan terlalu cepat atau dipertahankan pada kadar tinggi

terlalu lama. Clomipramine dan amoxapine dapat lebih mengurangi ambang

bangkitan daripada obat lain di dalam golongkan ini. Meskipun demikian,

sebagai salah satu golongan obat, TCA memiliki risiko yang relatif rendah

untuk mencetuskan bangkitan kecuali pada pasien yang memang memiliki

risiko untuk bangkitan (contoh pasien dengan epilepsi atau lesi diotak).

Meskipun TCA tetap dapat digunakan pada pasien tersebut, dosis awal harus

lebih rendah dari biasanya, dan peningkatan dosis selanjutnya harus dilakukan

secara bertahap.

g. Efek Hematologis dan Alergik

Ruam Eksantematosa ditemukan pada 4 hingga 5 persen pasien yang

diterapi dengan maprotiline. Ikterik jarang terjadi. Agranulositosis,

leukositosis, leukopenia, dan eosinofilia adalah komplikasi terapi obat

tetrasiklik yang jarang terjadi. Meskipun demikian, seorang pasien yang

mengalami nyeri tenggorok atau demam selama beberapa bulan pertama terapi

dengan TCA, harus segera dilakukan hitung darah lengkap.

6

Page 8: ES AntiDepresan

2.2. Monoamine oxidase (MAO) inhibitor (MAOI)

Monoamine oxidase (MAO) inhibitor (MAOI) adalah antidepresan dan

ansiolitik yang sangat efektif, tetapi obat ini lebih jarang digunakan daripada

antidepresan lain karena perhatian mengenai diet yang harus diikuti untuk

menghindari krisis hipertensi yang dicetuskan tiramin. MAOI meningkatkan

kadar neurotransmiter amin biogenik dengan menghambat degradasinya.

Degradasi amin biogenik—serotonin, norepinefrin, dan dopamine—terjadi hanya

melalui 2 mekanisme. Jalur yang lebih penting meliputi ambilan kembali

neurotransmiter prasinaps melalui molekul pengangkut spesifik, diikuti deaminasi

di mitokondria oleh enzim MAO. Meskipun demikian, MAOI umumnya dianggap

sama efektif dengan obat antidepresan lain. Molekul pengangkut ini dapat

diinhibisi, contohnya oleh antidepresan trisiklik dan selective serotonin reuptake

inhibitor (SSRI), yang merupakan obat antidepresan utama saat ini.

MAOI yang saat ini tersedia mencakup phenelzine (Nardil), isocarboxazid

(Marplan), tranylcypromin (Parnate) dan Seligiline (Eldepryl). Seligiline adalah

inhibitor selektif MAO tipe B (MAOB) yang digunakan untuk terapi parkinsonme.

Golongan inhibitor reversibel MAOA (RIMA) yang lebih baru, tidak tersedia di

Amerika Serikat (contoh, moclobemide [Aurorix, Manerix] atau befloxatone),

membutuhkan sedikit batasan diet. Sejumlah klinisi yakin kalau MAOI kurang

digunakan sebagai terapi antidepresan yang efektif.

2.2.1 Kerja Farmakologi

Phenelzine, tranylcypromine, dan isocarboxazid mudah diabsorpsi melalui

saluran gastrointestinal dan mencapai konsentrasi plasma puncak dalam 2 jam.

Waktu paruh plasma berkisar antara 2 sampai 3 jam; waktu paruh jaringan jauh

lebih lama. Karena obat ini menonaktifkan MAO secara ireversibel. efek

terapeutik dosis tunggal MAOI ireversibel dapat berlangsung selama 2 minggu.

RIMA moclobemide cepat diabsorpsi dan memiliki waktu paruh 0,5-3,5 jam.

Karena merupakan inhibitor yang reversible, moclobemide memiliki efek klinis

yang jauh lebih singkat setelah dosis tunggal dibandingkan dengan yang dimiliki

oleh MAOI ireversibel.

7

Page 9: ES AntiDepresan

MAO adalah enzim yang ditemukan secara intraselular pada membrane

mitokondria luar, yang mendegradasi monoamine sitoplasmik, termasuk

norepinefrin, serotonin, dopamine, epinefrin dan tiramin. Terdapat dua.jenis

MAO, yaitu MAOA dan MAOB terutama memetabolisme norepinefrin, serotonin

dan epinefrin; dopamine dan tiramin dimetabolisme oleh MAOA dan MAOB.

MAOI bekerja di sistem saraf pusat (SSP), system saraf simpatik, hati, dan

saluran gastrointestinal. Pada dosis diatas 60 mg per hari, tranylcypromine dapat

menghambat ambilan kembali atau meningkatkan pelepasan dopamin dan

norepinefrin serta serotonin hingga tingkat yang lebih sedikit.

Ketika metabolisme gastrointestinal tiramin dari diet oleh MAO

dinonaktifkan oleh MAOI ireversibel. tiramin yang utuh dapat memasuki sirkulasi

dan mengeluarkan efek pressor yang poten sehingga menimbulkan krisis

hipertensi. Oleh karena itu, makanan yang mengandung tiramin harus dihindari

selama 2 minggu setelah dosis terakhir MAOI ireversibel untuk memungkinkan

sintesis ulang konsentrasi MAO yang adekuat. Sebaliknya, RIMA memiliki relatif

sedikit efektivitas inhibisi terhadap MAOB, dan karena reversibel, aktivitas normal

MAOA yang telah ada kembali dalam l6 hingga 48 jam sejak dosis terakhir RIMA.

Dengan demikian, pembatasan diet lebih longgar untuk RIMA dan berlaku hanya

untuk makanan yang mengandung tiramin konsentrasi tinggi, yang perlu dihindari

selama 3 hari setelah dosis terakhir RIMA.

2.2.2. Efek pada organ dan sistem spesifik

Efek utama MAOI di dalam psikiatri adalah pada SSP. Di samping

efeknya pada mood depresi, MAOI dikaitkan dengan potensi gangguan tidur dan

arsitektur tidur yang bermakna secara klinis. Penggunaan MAOI sering dikaitkan

dengan berkurangnya tidur serta insomnia dan kadang-kadang menyebabkan

mengantuk di siang hari. Lebih.jauh lagi. tidur pada pasien yang diterapi dengan

MAOI ditandai dengan sedikit berkurangnya tidur rapid eye movement (REM).

RIMA tidak berefek pada tidur, atau mungkin dapat memperbaiki tidur. Perhatian

penting lainnya ketika menerapi pasien dengan MAOI adalah sistem

kardiovaskular dan hati. MAOI lazim dikaitkan dengan hipotensi karena efeknya

8

Page 10: ES AntiDepresan

pada tonus vascular yang dapat diperantarai secara sentral dan perifer. Pada kasus

yang jarang, penggunaan MAOI saja (tanpa tiramin) terkait dengan episode

hipertensi akut. Pada hati, phenelzine dan isocarboxazid menyebabkan kerentanan

yang signifikan terjadinya hepatoksisitas.

2.2.3. Perhatian Dan Reaksi Samping

Efek samping MAOI yang paling sering adalah hipotensi ortostatik,

insomnia, berat badan bertambah, edema, dan disfungsi seksual. Tampilan awal

tanda hipotensi ortostatik saat meningkatkan dosis secara bertahap dan berhati-

hati akan menentukan dosis maksimun yang dapat ditoleransi. terapi hipotensi

ortostatik mencakup menghindari kafein, asupan cairan 2 L per hari, penambahan

garam diet atau penyesuaian obat antihipertensi (jika dapat diterapkan), kaus kaki

penyangga. dan pada kasus yang berat, terapi dengan fludrocortisone (Florinef),

suatu mineralokortikoid, 0,1 sampai 0,2 mg per hari. Hipotensi ortostatik yang

terkait dengan penggunaan tranylcypromine biasanya dapat dibedakan dengan

membagi dosis harian.

Efek samping MAOI yang jarang terjadi, paling sering akibat

tranylcypromine, adalah krisis hipertensif spontan yang dicetuskan oleh bukan

tiramin, terjadi segera setelah pajanan pertama dengan obat. Orang yang

mengalami krisis ini harus benar-benar menghindari MAOI. Insomnia dan

aktivasi perilaku dapat diterapi dengan membagi dosis, tidak memberikan obat

setelah makan malam, dan menggunakan trazodone (Desyrel) atau hipnotik

benzodiazepine jika perlu. Pertambahan berat badan, edema, dan disfungsi seksual

sering tidak berespons terhadap terapi apapun dan dapat memerlukan penggantian

dengan agen lain. Ketika mengganti dari satu MAOI ke MAOI lain, klinisi harus

menurunkan dosis secara bertahap dan berhenti menggunakan obat pertama l0

hingga l4 hari sebelum mulai menggunakan obat kedua.

Parestesia, mioklonus, dan nyeri otot kadang-kadang ditemukan pada

orang yang diterapi dengan MAOI. Parestesia dapat disebabkan oleh defisiensi

pyridoxine yang dicetuskan oleh MAOI, yang dapat berespons dengan

penambahan pyridoxine. 50 sampai 150 mg per oral setiap hari. Kadang-kadang,

9

Page 11: ES AntiDepresan

orang mengeluh merasa mabuk atau bingung, hal ini mungkin menunjukkan

bahwa dosisnya harus dikurangi dan kemudian ditingkatkan secara bertahap.

Laporan bahwa MAOI hydrazine menyebabkan efek hepatotoksik relatif tidak

lazim. MAOI tidak terlalu kardiotoksik dan tidak terlalu epileptogenik

dibandingkan obat trisiklik dan tetrasiklik.

Efek samping RIMA moclobemicle yang paling lazim adalah pusing,

mual, dan insomnia atau gangguan tidur. RIMA menimbulkan lebih sedikit efek

samping pada gastrointestinal dibandingkan SSRI. Moclobemide tidak memiliki

efek antikolinergik atau kardiovaskular, dan tidak mengganggu fungsi seksual.

MAOI harus digunakan dengan hati-hati oleh orang dengan penyakit

ginjal, penyakit kardiovaskular, atau hipertiroidisme. MAOI dapat mengubah

dosis agen hipoglikemik yang diperlukan oleh orang diabetik. MAOI terutama

mencetuskan mania pada orang yang berada di dalam fase depresi gangguan

bipolar I dan memicu dekompensasi psikotik pada orang dengan skizofrenia.

MAOI dikontraindikasikan selama kehamilan meskipun data mengenai risiko

teratogeniknya minimal. MAOI tidak boleh dikonsumsi oleh ibu menyusui karena

obat dapat rnelintasi ASI.

Krisis Hipertensi yang Dicetuskan Tiramin. Makanan yang kaya akan

tiramin (Tabel 32.3.20-l) atau amin simpatomimetik lain harus dihindari oleh

orang yang mengonsumsi MAOI ireversibel untuk menghindari risiko signifikan

terjadinya hipertensi yang berpotensi mengancam nyawa. Orang-orang harus

diperingatkan mengenai bahaya mengonsumsi makanan yang kaya akan tiramin

saat sedang mengonsumsi MAOI, dan mereka harus dinasihati untuk meneruskan

pembatasan diet selama 2 minggu setelah mereka berhenti terapi MAOI, untuk

memungkinkan tubuh meresintesis enzim. Pasien juga harus diperingatkan bahwa

sengatan lebah dapat menyebabkan krisis hipertensif. Tanda dan gejala prodormal

krisis hipertensif dapat mencakup sakit kepala, leher kaku, berkeringat, mual, dan

muntah. Jika tanda dan gejala ini muncul, pasien harus segera mencari terapi

medis. Krisis hipertensif yang dicetuskan MAOI harus diterapi dengan antagonis

α-adrenergik-contohnva phentolamine (Regitin) atau chlorpromazine (Thorazin)-

yang rnenurunkan tekanan darah dalam 5 menit. Diuretik untuk mengurangi

10

Page 12: ES AntiDepresan

beban cairan serta antagonis reseptor β-adrenergik untuk mengendalikan

takikardia juga mungkin diperlukan. Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba

dengan penggunaan nifedipine (Procardia) tidak dianjurkan, karena orang yang

mengelirukan sakit kepala akibat hipotensi ortostatik rebound yang dicetuskan

MAOI dengan sakit kepala karena krisis hipertensif sehingga mengonsumsi

nifedipine, akan memiliki risiko tinggi mengalami tanda dan gejala syok

hipotensif. MAOI tidak boleh digunakan oleh orang dengan tirotoksikosis atau

feokromositoma. Risiko krisis hipertensif yang dicetuskan tiramin relatif rendah

pada orang yang mengonsumsi RIMA, seperti moclobemide dan befloxatone.

Anjuran diet yang masuk akal untuk orang yang mengonsumsi RIMA adalah tidak

rnengonsumsi makanan yang mengandung tiramin selama periode waktu 1 jam

sebelum hingga 2 jam setelah mengonsumsi RIMA.

11

Page 13: ES AntiDepresan

2.2.4. Interaksi Obat

Inhibisi MAO dapat menyebabkan interaksi yang berat dan bahkan fatal

dengan berbagai obat lain. Khususnya, kareina MAO berf'ungsi untuk

meningkatkan konsentrasi neurotransmitter amin biogenik intrasinaps, MAOI

tidak boleh diberikan bersamaan dengan obat yang memiliki efek serupa pada

neurotransmitter ini. Yang termasuk di sini adalah sebagian besar antidepresan

juga agen prekursor. Orang harus diminta untuk mengatakan pada dokter atau

dokter gigi lain yang mengobati mereka bahwa mereka sedang mengonsumsi

MAOI. MAOI dapat meningkatkan kerja depresan SSP, termasuk alkohol dan

barbiturat. MAOI tidak boleh diberikan bersama dengan obat serotonergik seperti

SSRI dan clomipramine (Anafranil) karena kombinasi ini dapat mencetuskan

sindrom serotonin. Gejala awal sindrom serotonin dapat mencakup tremor,

hipertonisitas, mioklonus, dan tanda-tanda otonom, yang dapat berkembang

menjadi halusinosis, hipertermia, dan bahkan kematian. Reaksi fatal terjadi jika

MAOI dikombinasikan dengan meperidine (Demerol) atau f'entanyl (Sublimaze).

Seperti yang telah disebutkan, ketika mengubah dari MAOI ireversibel

ke.jenis obat antidepresan lain, orang harus menunggu sedikitnya 14 hari setelah

dosis terakhir MAOI sebelum mulai menggunakan obat berikutnya untuk

memungkinkan pemulihan kembali MAO tubuh. Ketika mengganti dari

antidepresan ke MAOI, orang harus menunggu 10 sampai 14 hari atau 5 minggu

untuk fluoxetine [Prozac] sebelum mulai menggunakan MAOI untuk menghindari

interaksi obat. Sebaliknya, aktivitas MAO pulih sempurna 24 hingga 48 jam

setelah dosis terakhir RIMA.

Cimetidine (Tagamet) dan fluoxetine secara signifikan mengurangi

eliminasi moclobemide. Dosis terkecil fluoxetine dan moclobemide yang

diberikan bersamaan dapat ditoleransi, tanpa interaksi farmakodinamik atau

farmakokinetik yang signifikan.

12

Page 14: ES AntiDepresan

2.3. Selective Serotonin ReUptake Inhibitor (SSRI)

Kelompok obat yang dibicarakan di sini secara luas dikenal sebagai

antidepresan. Obat ini, bersama dengan obat trisiklik dan tetrasiklik dan inhibitor

monoamin oksidase (MAOI), sering dianggap obat antidepresan mayor.

Walaupun gangguan depresif pada awalnya menrpakan indikasi untuk obat, obat

juga efektif untuk berbagai macam gangguan, termasuk gangguan makan,

gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian ambang.

Dengan demikian, terdapat kekeliruan menamakannya obat antidepresan. Inhibitor

ambilan kembali (reuptake) spesifik setonin (SSRI) memiliki sifat

farmakodinamik di mana mereka adalah inhibitor spesifik pada ambilan kembali

serotonin oleh neuron prasinaptik. Fluoxetine, SSRI pertama yang diperkenalkan

untuk pemakaian klinis di Amerika Serikat pada tahun 1988, ditemukan pada awal

tahun 1970-an. Sekarang, tiga SSRI tersedia di Amerika Serikat dan disetujui

untuk terapi depresi: fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil), dan sertraline

(Zoloft). SSRI keempat, fluvoxamine, kemungkinan disetujui oleh Food and Drug

Administration (FDA) tidak lama lagi. Baik fluvoxamine dan SSRI kelima,

citalopram, memiliki pemakaian klinis yang luas di Eropa. Clomipramine

(Anafranil) adalah obat lain yang spesifik dalam kerjanya sebagai suatu inhibitor

ambilan kembali serotonin, tetapi karena kemiripan strukturalnya dengan obat

trisiklik yang digunakan untuk mengobati depresi, obat ini diklasifikasikan

bersama dengan obat trisiklik dan tetrasiklik (antidepresan). SSRI secara dramatic

telah mengubah pendekatan terapi untuk depresi karena mereka adalah sama

efektifnya dengan antidepresan yang lama dan disertai dengan sifat efek samping

yang pada umumnya lebih menyenangkan. Sejak diperkenalkan pada tahun 1988,

fluoxetine telah menjadi antidepresan yang paling banyak diresepkan di Amerika

Serikat.

2.3.1 Kerja Farmakologis

Farmakokinetik

Perbedaan utama antara SSRI yang tersedia terletak terutama pada sifat

farmakokinetiknya, teurtama waktu paruhnya. Fluoxetine memiliki waktu paruh

13

Page 15: ES AntiDepresan

yang terpanjang, 2-3 hari; metabolit aktifnya memiliki waktu paruh 7-9 hari.

Waktu paruh SSRI lain adalah jauh lebih pendek, kira-kira 20 jam, dan SSRI

tersebut tidak memiliki metabolit aktif yang penting. Semua SSRI diabsorpsi baik

setelah pemberian oral dan memiliki efek puncaknya dalam rentang 4-8 jam.

Semua SSRI dimetabolisme oleh hati. Paroxetine dan fluoxetine dimetabolisme di

hati oleh P450 IID6, suatu subtipe enzim yang spesifik, yang menyatakan bahwa

klinisi harus berhati-hati dalam pemberian bersama obat lain yang juga

dimetabolisme oleh P450 IID6. Pada umumnya, makanan tidak memiliki efek

yang besar pada absorpsi SSRI; pada kenyataannya,pemberian SSRI dengan

makanan sering menurunkan insidensi gejala mual dan diare yang sering

berhubungan dengan pemakaian SSRI.

Farmakodinamik

SSRI memiliki dua ciri yang sama: Pertama, mereka memiliki aktivitas

spesifik dalam hal inhibisi ambilan kembali serotonin tanpa efek pada ambilan

kembali norepinefrin dan dopamin. Walaupun senyawa yang tersedia adalah

berbeda dalam potensi spesifiknya, perbedaan tersebut tidak menyebabkan

perbedaan klinis yang berarti. Kedua, SSRI pada intinya tidak memiliki sama

sekali aktivitas agonis dan antagonis pada tiap reseptor neurotransmiter. Tidak

adanya aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistaminergik, dan anti-

adrenergik α1 adalah dasar farmakologis untuk rendahnya insidensi efek

samping yang terlihat pada pemberian SSRI.

2.3.2. Efek Pada Organ Dan Sistem Spesifik

Selain efeknya pada sistem saraf pusat, SSRI memiliki efek minimal pada

organ dan sistem lain. Secara khusus, SSRI memiliki efek minimal pada tekanan

darah dan fungsi jantung, seperti yang dicerminkan oleh elektrokardiogram.

Sistem utama yang terpengaruh oleh SSRI adalah saluran gastrointestinal, dan

gejala mual, anoreksia, dan diare sering ditemukan pada pemberian SSRI.

Penurunan berat badan juga telah dilaporkan berhubungan dengan fluoxetine.

14

Page 16: ES AntiDepresan

2.3.3. Perhatian Dan Reaksi Samping

Tiga perempat orang tidak memiliki efek samping pada dosis awal SSRI

yang rendah, dan dosis dapat ditingkatkan relative cepat (dengan peningkatan

setiap 1 sampai 2 minggu) pada kelompok ini. Seperempat sisanya, sebagian besar

efek sampingnya SSRI muncul dalam 1 hingga 2 minggu pertama, dan umumnya

menghilang atau pulih spontan jika obat diteruskan dengan dosis yang sama.

Meskipun demikian, 10-15% orang tidak akan mampu mentoleransi bahakan

dosis SSRI tetentu yang rendah dan dapat berhenti mengkonsumsi obat tersebut

setelah hanya beberapa dosis. Satu pendekatan untuk orang yang seperti ini adalah

dengan membagi dosis selama seminggu, dengan satu dosis setiap 2,3, atau 4 hari.

Beberapa orang dapat menoleransi SSRI yang berbeda atau golongan lain

antidepresan, seperti obat trisiklik atau salah satu agen yang lebih baru. Beberapa

orang tampak tidak mampu menoleransi bahkan dosis obat antidepresan yang

sangat kecil.

Karena terdapat kemungkinan yang tidak menguntungkan bahwa efek

samping dapat mengurangi kepatuhan, beberapa klinisi memberikan dosis kecil

selama 3 hingga 6 minggu pertama terapi dan kemudian meningkatnya secara

bertahap saat keuntungan terapeutik terlihat. Karena waktu paruh SSRI yang

panjang, terutama fluoxetine, dan bahkan waktu lebih lama yang diperlukan untuk

mndapatkan kentungan penuh dosis tertentu yang harus diperhitungkan,

peningkatan dosis secara tajam harus dihindari. Contohnya, dosis terendah dapat

memberikan keuntungan lebih dari 90% keuntungan dari dosis tertinggi, jika

waktu mencukupi. Pada sisi lain, efek samping sangat bergantung dosis dan dapat

diramalkan, serta meningkatkan dosis terlalu cepat dapat mencetuskan respons

aversif pada orang yang sensitive.

a. Disfungsi Seksual

Inhibisi seksual merupakan efek samping SSRI yang paling lazim

ditemukan dengan insiden antara 50 dan 80%. Semua SSRI tampak sama besar

kemungkinannya untuk menimbulkan disfungsi seksual. Keluhan yang paling

lazim adalah hambatan orgasme dan menurunnya libido, yang bergantung

dosis. Tidak seperti sebagian besar efek samping SSRI lain, inhibisi seksual

15

Page 17: ES AntiDepresan

tidak pulih pada minggu-minggu pertama penggunaan tetapi biasanya berlanjut

selama obat dikonsumsi.

Terapi untuk disfungsi seksual yang ditimbulkan oleh SSRI mencakup

pengurangan dosis dan mengganti ke obat yang kurang menimbulkan disfungsi

seksual, seperti bupropion, obat tertentu seperti Yohimbine (Yocon),

cyproheptadine (Periactin), atau agonis reseptor dopamine, dan mengantagonis

efek samping seksual.

Laporan menjelaskan keberhasilan terapi pada disfungsi seksual yang

ditimbulkan SSRI dengan sildenafil (Viagra). Belum jelas mengapa sildenafil,

yang bekerja pada fase eksitasi siklus seksual, dapat melawan inhibisi fase

orgasme akibat SSRI. Mungkin, dorongan positif eksitasi seksual yang kuat

akibat sildenafil memungkinkan keadaan mental lebih konduktif untuk

mendapatkan orgasme. Amphetamine 5 mg juga dilaporkan memulihkan

anorgasmia. Injeksi alprostadil (Caverject) juga efektif.

b. Efek samping pada Gastrointestinal

Semua SSRI dapat menimbulkan efek samping pada gastrointestinal.

Keluhan gastrointestinal yang paling lazim adalah mual, diare, anoreksia,

muntah, dan dyspepsia. Data menunjukkan bahwa mual dan diare terkait dosis

dan bersifat singkat, biasanya pulih dalam beberapa minggu. Anoreksia paling

lazim terjadi akibat flouxetine, tetapi beberapa orang bertambah berat

badannya saat mengkonsumsi flouxetine. Hilangnya nafsu makan yang

ditimbulkan oleh flouxatine serta turunnya berat badan dimulai segera setelah

obat dikonsumsi dan memuncak pada 20 minggu, setelahnya berat badan

sering kembali ke awal.

Berat badan bertambah. Meskipun sebagian besar pasien awalnya

mengalamim penurunan berat badan, hingga sepertiga orang yang

megkonsumsi SSRI akan bertambah berat badannya, kadang-kadang lebih dari

10 kg. Paroxetine memiliki aktivitas antikolinergik dan merupakan SSRI yang

paling sering menyebabkan penambahan berat badan. Pada beberapa kasus,

16

Page 18: ES AntiDepresan

penambahan berat badan terjadi akibat penggunaan obat itu sendiri atau

meningkatnya nafsu makan akibat mood yang lebih baik.

Sakit kepala. Insiden sakit kepala pada terapi dengan SSRi sebesar 18-

20%, hanya 1% lebih tinggi dibandingkan dengan angka placebo. Fluoxetine

adalah yang paling cenderung menyebabkan sakit kepala. Sebaliknya, semua

SSRI merupakan profilaksis yang efektif melawan migraine dan sakit kepala

tipe tension pada banyak orang.

c. Efek samping pada Sistem Saraf Pusat

Ansietas. Fluoxetine adalah SSRI yang paling besar kemungkinannya

untuk menimbulkan ansietas, terutama pada minggu-minggu pertama.

Meskipun demikian efek awal ini biasanya memberikan cara untuk

pengurangan keseluruhan ansietas setelah beberapa minggu. Meningkatnya

ansietas jauh lebih jarang disebabkan oleh SSRI lain, yang mungkin dapat

menjadi pilihan yang lebih baik jika sedasi diinginkan, seperti pada campuran

ansietas dan gangguan depresif.

Insomnia dan Sedasi. Efek utama SSRI pada insomnia dan sedasi

adalah perbaikan tidur karena terapi depresi dan ansietas. Meskipun demikian,

sebanyak seperempat orang yang mengkonsumsi SSRI memperlihatkan adanya

kesulitan tidur atau somnolen yang berlebihan. Flouxetine paling besar

kemungkinanna untuk menimbulkan insomnia sehingga seringnya diberikan

pada pagi hari. SSRI lain secara seimbang memiliki kecendrungan

menimbulkan insomnia serta somnolen, dan citalopram, escitalopram, dan

paroxetine lebih besar kemungkinannya menimbulkan somnolen dibandingkan

insomnia. Dengan paroxetine, orang biasanya melaporkan bahwa

mengkonsumsi obat sebelum istirahat tidur membantu mereka untuk tidur lebih

baik, tanpa somnolen residual di siang hari.

Insomnia yang dicetuskan SSRI dapat diterapi dengan benzodiazepine,

trazodone (Desyrel) (klinisi harus menjelaskan risiko terjadinya priapismus),

atau obat sedasi lain. Somnolen signifikan yang dicetuskan oleh SSRI sering

membutuhkan pergantian ke SSRI lain atau bupropion.

17

Page 19: ES AntiDepresan

Mimpi yang jelas dan mimpi buruk. Minoritas orang yang

mengkonsumsi SSRI melaporkan adanya mimpi yang sangat nyata atau mimpi

buruk. Seseorang yang mengalami mimpi tersebut dengan salah satu SSRI bias

mendapatkan keuntungan terapeutik yang sama tanpa mengganggu bayangan

mimpi dengan mengganti menggunakan SSRI lain. Efek samping ini sering

pulih secara spontan selama beberapa minggu.

Bangkitan. Bangkitan dilaporkan pada 0,1 – 0,2% pasien yang diterapi

dengan SSRI, suatu insiden yang dapat dibandingkan dengan insiden yang

dilaporkan dengan antidepresan lain, dan tidak berbeda bermakna dengan

insiden dengan placebo. Bangkitan lebih sering terjadi pada dosis SSRI yang

lebih tinggi (louxetine 100 mg per hari atau lebih tinggi).

Gejala Ekstrapiramidal. Tremor ditemukan pada 5-10% orang yang

mengkonsumsi SSRI, suatu frekuensi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan yang

ditemukan pada placebo. SSRI dapat jarang menimbulkan akatisia, distona,

tremor, rigiditas roda pedati, tortikolis, opistotonus, gangguan melangkah, dan

bradikinesia. Kasus diskinesia tardive yang jarang juga telah dilaporkan. Orang

dengan penyakit Parkinson yang terkontrol dengan baik dapat mengalami

perburukan akibat gejala motorik ketika mereka mengkonsumsi SSRI. Efek

samping ekstrapiramidal sangat terkait dengan penggunaan fluoxetine,

terutama pada dosis lebih dari 40 mg per hari, tetapi dapat terjadi kapanpun

saat perjalanan terapi. Bruksisme juga telah dilaporkan yang berespons dengan

buspirone dosis kecil.

d. Efek Antikolinergik

Meskipun tidak dianggap memiliki aktivitas antikolinergik, SSRI

menyebabkan mulut kering pada 15-20% pasien. Meskipun demikian,

aktivitas antikolinergik SSRI mungkin hanya seperlima dari aktivitas

antikolinergik obat trisiklik.

18

Page 20: ES AntiDepresan

e. Efek samping Hematologis

SSRI mempengaruhi fungsi trombosit dan dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya memar. Paroxetine dan flouxetine jarang

menyebabkan timbulnya neytropenia reversible, terutama jika diberikan

bersamaan dengan clozapine.

f. Gangguan Elektrolit dan Glukosa

SSRI jarang menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa, sehingga

pasien diabetic harus dimonitor dengan teliti. Kasus hiponatremia yang

jarang dan terkait dengan SSRI serta sekresi hormone antidiuretik yang

tidak sesuai (SIADH) ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic

dan kekurangan air.

g. Reaksi Alergi dan Endokrin

SSRI dapat meningkatkan kadar prolaktin dan menyebabkan

mamoplasia serta galaktorea pada laki-laki dan perempuan. Perubahan

payudara bersifat reversible pada penghentian obat, tetapi dapat

membutuhkan waktu beberapa bulan.

Berbagai tipe ruam muncul pada kira-kira 4% pasien. Pada

sekelompok kecil pasien ini, reaksi alergi dapat menyeluruh dan meliputi

system paru, sehingga dapat (jarang) menimbulkan kerusakan fibrotic serta

dispnea. Terapi SSRI dapat dihentikan pada pasien dengan ruam akibat

obat.

h.Sindrom serotonin

Pemberian SSRI secara bersamaan dengan MAOI, L-tryptophan, atau

lithium dapat meningkatkan konsentrasi serotonin plasma hingga kadar

toksik, sehingga menimbulkan kumpulan gejala yang disebut sindrom

serotonin. Sindrom stimulasi berlebihan serotonin yang serius dan mungkin

fatal ini terdiri atas, dalam urutan timbulnya hingga memburuk: (1) diare,

(2) gelisah, (3) agitasi berat, hiperrefleksia, dan ketidakstabilan otonom

19

Page 21: ES AntiDepresan

dengan kemungkinan fluktuasi cepat tanda vital, (4) mioklonus, bangkitan,

hipertrmia, menggigil yang tidak dapat dikendalikan, dan rigiditas, serta (5)

delirium, koma, status epileptikus, kolaps kardiovaskular, dan kematian.

Terapi sindrom serotonin terdiri atas menyingkirkan agen yang

menimbulkannya serta segera memberikan perawatan suportif yang

komprehensif dengan nitrogliserin, cyproheptadine (Periactin),

methysergide (Sansert), selimut pendingin, chlorpromazine (Thorazin),

dantrolene (Dantrium), benzodiazepine, antikonvulsan, ventilasi mekanis,

dan agen pembuat paralisis.

i. Putus Zat SSRI

Penghentian penggunaan SSRI secara tiba-tiba, terutama SSRI dengan

waktu paruh singkat, seperti paroxetine dan fluvoxamine, menyebabkan

timbulnya sindrom putus zat yang dapat mencakup pusing, lemah, mual,

sakit kepala, depresi rebound, ansietas, insomnia, konsentrasi buruk, gejala

pernapasan atas, parastesia, dan gejala mirip migraine. Gejala ini biasanya

tidak timbul sampai setelah sedikitya 6 minggu terapi dan biasanya pulih

spontan dalam 3 minggu. Orang yang mengalami efek samping sementara

pada minggu pertama mengkonsumsi SSRI lebih cenderung mengalami

sindrom penghentian zat.

Flouxatine merupakan SSRI yang paling kecil kemungkinannya

menyebabkan sindrom ini, karena waktu paruh metabolitnya lebih dari 1

minggu dan kadarnya secara efektif turun dengan sendirinya. Dengan

demikian, flouxatine telah digunakan pada beberapa kasus untuk menerapi

sindrom penghentian zat akibat penghentian SSRI lain.

20

Page 22: ES AntiDepresan

2.4. Atipikal antidepressant

Atipikal antidepressant merupakan sekumpulan golongan anti depressant

yang bukan trisiklik ataupun monoamine oxidase inhibitor, yang bekerja secara

selektif pada sistem serotoninergik, terutama dengan cara menginhibisi reuptake

serotonin. Atipikal antidepresant terdiri dari bupropion, desvenlafaxine,

dulolextine, mirtazapine, trazodone, venlafaxine.

Bupropion bekerja sebagai norepinephrine-dopamine reuptake inhibitor

(NDRI). Berikatan secara selektif dengan dopamine transporter, akan tetapi efek

terhadap perilaku berhubungan dengan kerjanya menginhibisi reuptake

norepinephrine. Efek samping: pusing, insomnia, gangguan traktus GI, konstipasi,

mulut kering, tremor, sakit kepala, disfungsi seksual 10%, penurunan BB, rasa

cemas, dan kejang. Kejang merupakan efek samping paling kontroversial dari

bupropion. Efek samping ini lah yang menyebabkan penarikannya dari peredaran

pada awalnya. Kejadian kejang dihubungkan dengan dosis. Resiko kejang pada

dosis 100-300mg 0,1%, 300-450 mg 0,4%, dan 2% pada 600 mg. Kontraindikasi:

tidak boleh digunakan pada pasien dengan ambang kejang yang rendah seperti

pada epilepsi, alkohol, benzodiazepine withdrawal, anorexia nervosa, bulimia,

dan tumor otak aktif. Hindari pemakaian bersama MAOIs. Perhatian pada pasien

dengan keursakan hepar, penyakit ginjal, dan hipertensi yang parah. Perhatian

juga pada pemberian kepada pasien anak-anak dan remaja karena meningkatkan

resiko suicide. Interaksi obat: karena bupropion dimetabolisme menjadi

hydroxybupropion di CYP2B6, sehingga dapat terjadi interaksi dengan inhibitor

CYP2B6, seperti, paroxetine, sertraline, norfluoxetine, diazepam, clopidogrel,

orphenadrine. Obat-obat ini akan meningkatkan konsentrasi bupropion dan

menurunkan konsentrasi hydroxybuprobion dalam darah. Dapat terjadi pula

interaksi berupa penurunan konsentrasi bupropion dan peningkatan konsentrasi

hydroxybuprobion dalam darah oleh carbamazepine, clotrimazole, rifampicin,

ritonavir, dan obat-obatan lainnya yang berupa penginduksi CYP2B6.

Mirtazapine: bekerja sebagai histamine-1 antagonist (NaSSA).

Mirtazapine merupakan reseptor serotonin anagonis dan inhibitor norepinephrine

transporter, sehingga tidak menimbulkan serotonin sindrom. Efek

21

Page 23: ES AntiDepresan

samping:pusing, penglihatan kabur, sedasi, somnolen, malaise, peningkatan nafsu

makan, mulut kering, konstipasi, peningkatan BB.

Venflaxine, Duloxetine, dan Desvenlafaxine: Merupakan serotonin

norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI). Desvenlafaxine merupakan bentuk

sintetik dari metabolite aktif utama dari venlafaxine. Venlafaxine kadang juga

disebut sebagai serotonin-norepinephrine-dopamine reuptake inhibitor.

Mekanisme kerja dengan cara memblok transporter reuptake protein untuk

neurotransmitter penting yang mengatur mood, sehingga meningkatkan jumlah

neurotransmitter aktif pada sinaps. Efek samping: mual, pusign, insomnia,

hyperhidrosis,konstipasi, somnolen, penurunan nafsu makan, priapismus, night

terrors, cemas, keterlambatan ejakulasi, dan disfungsi seksual 30-10%. Efek

samping yag paling sering dilaporkan dan membuat orang berhenti meminum obat

adalah mual.Venflaxine dapat menyebabkan penurunan ambang kejang sehingga

penggunaan dengan obat penurun ambang kejang yang lain seperti bupropion dan

tramadol harus hati-hati. Penggunaan venflaxine pada wanita hamil dapat

meningkatkan kemungkinan kejadian abortus spontan. Obat-obat ini juga

sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan glaucoma.

Trazodone: obat ini bekerja sebagai serotonin antagonis dan reuptake

inhibitor (SARI). Trazodone di metabolisme oleh CYP3A4, penghambatan enzim

ini akan menyebabkan peningkatan kadar trazodone dalam darah. Salah satu

contoh penghambat CYP3A4 adalah jus grapefruit.Penggunaan pada wanita hamil

dan menyusui belum ada data yang mencukupi, sehingga pengunaannya hanya

apabila sangat diperlukan. Efek samping yang terjadi mirip dengan antidepressant

atipikal lainnya seperti pusing, priapismus, aritmia, dan lain-lain.

22

Page 24: ES AntiDepresan

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Anti depresan dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik dan

tetrasiklik, Monoamine oxidase inhibitor (MAOI), Selective serotonin

reuptake inhibitor (SSRI) dan Atypical.

2. Efek samping obat antidepresi yang sering terjadi adalah sedasi, efek

antikolinergik, efek anti adrenergic-α dan efek neurotoksik.

23

Page 25: ES AntiDepresan

DAFTAR PUSTAKA

Arozal W, Gan S. 2007. Obat-obatan Psikotropika dalam Farmakologi dann Terapi. Edisi 5. 171-177. Badan Penerbit FKUI: Jakarta

Ismail; Siste, 2010. Buku Ajar Psikiatri. BAB 14: Gangguan Depresi. Jakarta: FKUI. hal: 209-222

Kaplan and Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC: Jakarta

Kaplan and Sadock's. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid dua. Bina Rupa AKsara: Tanggerang. Hal: 617-638

Kusumawardhani, A. 2010. Terapi fisik dan psikofarmaka dalam Buku Ajar Psikiatri Bab 28. Hal 356-357. Badan Penerbit FKUI: Jakarta

Maslim R. 2001. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ktiga. Jakarta. Hal 23-30

Mutchler E. 1999. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi Kelima. Penerbit ITB: Bandung

24