BAB I
PENDAHULUANA. Latar BelakangEpilepsi merupakan gangguan susunan
saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan
(seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala.Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi
otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari
sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama.
Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak
lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel
opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya
dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan
epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam
ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk
ion-ion menerobos membran neuron.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat
epilepsi.Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih
tinggi.Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang
tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria
lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan
menderita epilepsi seumur hidup.Menurut World Health Organization
(WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi
(2004 Epilepsy.com).B. Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Epilepsi. Dimana
penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak.C. Tujuan
1. Tujuan UmumUntuk memberikan sumber ilmu pengetahuan bagi
pembaca dan masyarakat umum lainnya.
2. Tujuan KhususUntuk mengetahui konsep dasar penyakit epilepsi
, serta asuhan keperawatan dari epilepsi itu sendiri.
D. Metode Penelitian
Dalam pembuatan makalah ini penulis melakukan beberapa studi
literatur dan selain itu dengan melakukan searching di
internet.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat BAB. BAB I, BAB II, BAB III, dan
BAB IV. Dimana BAB I merupakan PENDAHULUAN yang meliputi latar
belakang, identifikasi masalah, tujuan baik umum maupun khusus,
metode penelitian dan sistematika penulisan.Kemudian BAB II
merupakan TINJAUAN TEORI yang dimulai dari Anatomi Fisiologi,
Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Patofisiologi, Klasifikasi,
Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Diagnostik, Pencegahan, Pengobatan,
Penatalaksanaan, Status Epileptikus, Penatalaksanaan Gawat Darurat,
dan Prognosis.Berikutnya adalah BAB III yang merupakan Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Neurologi dan Sensori
Epilepsi.
Dan yang terakhir adalah BAB IV yaitu PENUTUP yang berisi
Kesimpulan dan Saran.BAB II
TINJAUAN TEORIA. Anatomi dan Fisiologi
1. Otak
Otak terdapat di dalam rongga tengkorak. Pada perkembangan awal,
otak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu otak depan, otak tengah dan
otak belakang. Otak depan merupakan bagian terbesar dan disebut
serebrum, yang dibagi dalam dua hemisfer, yaitu hemisfer kiri dan
hemisfer kanan, oleh fisura longitudinal. Lapisan luar serebrum
disebut korteks serebri dan tersusun atas badan abu-abu (badan sel)
yang berlipat-lipat yang disebut giri, yang dipisahkan oleh fisura
yang disebut sulci. Otakk tengah terletak di antara otak depan dan
otak belakang. Panjangnya kira-kira 2 cm dan terdiri atas dua buah
pita seperti tangkai dari bahan putih, yang disebut pedunkulus
serebeli, yang membawa impuls melewati dan berasal dari otak dan
medula spinalis dan empat tonjolan kecil, yang disebut badan
kuadrigeminal, yang berperan dalam refleks penglihatan dan
pendengaran. Badan pineal terletak di antara dua badan
kuadrigeminal bagian atas. Otak belakang terdiri atas tiga bagian
:
a. Pons, terletak diantara otak tengah bagian atas dan medula
oblongata bagian bawah. Pons mengandung serabut saraf yang membawa
impuls ke atas dan ke bawah dan beberapa serabut yang menyatu
dengan serebelum.
b. Medula oblongata, terletak antara pons dibagian atas dan
medula spinalis bagian bawah. Struktur ini berisi pusat jantung dan
pernapasan dan juga diketahui sebagai pusat vital yang mengontrol
jantung dan pernapasan.
c. Serebelum, terletak di bagian bawah lobus oksipital serebrum.
Serebrum dihubungkan dengan otak tengah, pons, dan medula oblongata
oleh tiga serabut pita, yang disebut pedunkulus serebeli inferior
medial dan superior. Serebelum bertanggung jawab terhadap
koordinasi aktivitas otot, kontrol tonus otot, dan upaya
mempertahankan postur tubuh. Secara terus menerus, serebelum
menerima impuls sensori tentang derajat keregangan otot, posisi
sendi, daninformasi dari korteks serebri. Serebelum mengirim
informasi ke thalamus dan korteks serebri. Otak tengah, pons dan
medula memiliki beberapa fungsi yang sama dan secara keseluruhan
sering disubut sebagai batang otak. Area ini juga mengandung
nukleus yang berasal dari saraf kranial.
2. Medula Spinalis
Medula spinalis berlanjut dengan medula oblongata diatas otak
dan merrupakan sistem saraf pusat dibawah otak. Struktur ini
berawal pada foramen magnum dan berakhir pada lumbal pertama tulang
belakang, dengan panjang sekitar 45cm. Pada ujung bagian bawah, ia
berangsur angsur menghilang kedalam suatu bentuk kerucut, yang
dinamakan konus medularis dari ujung, tempat filum terminal turun
ke kogsigis yang dikelilingi oleh akar saraf, disebut kauda aquina.
Medula spinalis memiliki saraf-sarf yang berpasangan. Ketabalannya
bervariasi, membengkak pada daerah serviks dan lumbal, dimana kauda
memprsarafi daerah tungkai. Medula spinalis bercalah padaa bagian
depan dan belakang dan hampir secara utuh terbagi dalam dua sisi
seperti serebrum.
Medula spinalis terdiri dari masa abu-abu dibagian tengah. Masa
putih mengandung serabut yang terletak hanya diantara medula dan
otak, tetapi tidak dijaringan tubuh. Medula spinalis mengandung
serabut sensorik dan motorik.
Serabut motorik : berjalan kebawah dan pusat motorik serebelum
dan cerebelum ke sel-sel motorik.
Serabut sensorik : berjalan keatas dari sel-sel sensorik ke
pussat sensorik di otak.
Massa abu-abu, pada irisan melintang, memiliki pola seperti
huruf H, dengan dua tonjolan kedepan pada setiap sisi, yang disebut
krnu posterior. Saraf kranial merupakan 12 saraf yang muncul pada
inti dibatang otak. Beberapa bersifat motorik, beberapa bersifat
sensorik, dan beberapa bersifat keduanya.Saraf spinalis ada 31
pasang saraf yang muncul di medula spinalis. Tiap saraf memiliki
komponen motorik dan sensorik masing-masing dibagian anterior dan
posterior medula, dan dua serabut saraf tersebut berjalan
bersama-sama meninggalkan meduula. Siatem saraf otonom,
mengendalikan organ-organ internal, bekerja dibawah kesadaran,
tetapi dipengaruhi oleh emosi. Sarf kranial, saraf spinalis, dan
sistem saraf otonom yang disebutkan tadi membentuk siatem saraf
perifer.
3. Meninges
Meninges ialah membran protektif yang melapisi sistem saraf
pusat. Ada tiga lapisan meninges, yaitu :
a. Lapisan luar, yang disebut durameter, merupakan membran
fibrosa kuat yang mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar yang
melapisi permukaan dalam tengkorak dan membentuk periosteum. Pada
foramen magnum, lapisan ini berlanjut sebagai periosteum pas
permukaan luar tengkorak. Lapisan dalam dura menonjol kedalam di
titik-titik tertentu untuk membentuk suatu lapisan ganda yang
memisahkan bagian-bagian otak dan membantu mempertahankan
bagian-bagian tersebut ditempat.
b. Lapisan tengah, Araknoid-mater adalah membran halus langsung
dibawah dura dan masuk diantara bagian-bagian otak.
c. Lapisan dalam, Piameter adalh membran vaskular dan
berhubunagn dangan permukaan luar otak dan medula spinalisB.
Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan
dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)Epilepsi adalah gangguan
kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)Epilepsi adalah sindroma otak
kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi
klinik dan laboratorik (anonim, 2008)C. Epidemiologi
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh
dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah
epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO
(2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi
50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi
diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.Di Indonesia,
diperkirakan, jumlah penderita epilepsi sekitar 1 - 4 juta jiwa. Di
Bagian llmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
didapatkan sekitar 175 - 200 pasien baru per tahun, dan yang
terbanyak pada kelompok usia 5 -12 tahun masing-masing 43,6% dan
48,670.5 Penelitian di RSU dr. Soetomo Surabaya selama satu bulan
mendapatkan 86 kasus epilepsi pada anak. Penderita terbanyak pada
golongan umur 1 - 6 tahun (46,5%), kemudian 6 - 10 tahun (29,1%),
10 - 18 tahun (16,28%) dan 0 - 1 tahun (8,14%). Studi prevalensi
epilepsi pernah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1984 dengan
sampel 1 wilayah. Hasil studi didapatkan prevalensi epilepsi
sebesar 4,87 per 1000 pendudukD. EtiologiPenyebab spesifik dari
epilepsi sebagai berikut :
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan
ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak
janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang
oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena
tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum
terutama pada anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah
otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis
tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang
berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini
disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari
normal diturunkan pada anak1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf
pada area jaringan otak yang abnormal.Penyebab pada kejang epilepsi
sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi
pada:
a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorumb. Cedera Kepala, Infeksi
sistem syarafc. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohold. Demam,
ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)e.
Tumor Otakf. Kelainan pembuluh darah(Tarwoto, 2007)2. Epilepsi
Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan
pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa
sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan
otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera
kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan
metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria
(PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,
uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.E.
Patofisiologi1. PatofisiologiKejang terjadi akibat lepas muatan
paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari
jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi
di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.Di tingkat
membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan.b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang
untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan
muatan menurun secara berlebihan.c. Kelainan polarisasi (polarisasi
berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi)
yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA).d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan
energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan
metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel
saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah
otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan.
Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama
aktivitas kejang.Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata
pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi
lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor
patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada
metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu
neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.2. Pathway
F. Klasifikasi1. Sawan Parsial adalah sawan sawan yang berada
dalam satu daerah cerebral cortex. Ada tipe-tipe umum pada sawan
parsial:a. Sawan parsial sederhana
Anak dalam keadaan bangun dan terjaga. Gejala bervariasi
tergantung pada bagian apa dari otak yang terlibat. Gejala tersebut
termasuk gerakan menyentak pada salah satu bagian tubuh.Gejala
emosional seperti ketakutan yang tidak jelas, muak atau mencium bau
yang tidak ada.b. Sawan parsial kompleksDalam tipe ini anak
kehilangan kesadaran akan sekeliling dan tidak responsif ataupun
hanya setengah responsif. Ada pandangan kosong, gerakan mengunyah,
menelan berkali-kali, atau aktifitas tidak beraturan lainnya.
Mengikuti sawan anak tidak mengingat akan apa yang telah terjadi.
Anak menjadi bingung atau mengucapkan kata-katanya secara
ragu-ragu, berkeliling, mengmbil pakaiannya atau mengulangi
kata-kata atau frase yang tidak tepat.Gejala ini mirip dengan sawan
absence, tetapi diikuti dengan aktifitas yang tidak beraturan.2.
Sawan Umum melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua
sisi tubuh bereaksi, terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh
(tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi
dan kontraksi otot (Klonik), disertai dengan penurunan kesadaran.
Sawan umum terdiri dari :a. Sawan lena
b. Sawan tonik-klonik
c. Sawan tonik
d. Sawan klonik
e. Sawan mioklonik
f. Sawan atonik
g. Sawan tak tergolongkanG. Manifestasi Klinis1. Sawan Parsial
(lokal, fokal)a. Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan
kesadaran tetap normal, dengan gejala motorik:
Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian
tubuh saja Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian
tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi
Jackson. Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata,
tuibuh. Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku
dalam sikap tertentu Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus
bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi
tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan
disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan
bangkitan yang disertai vertigo.
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti
ditusuk-tusuk jarum. Visual : terlihat cahaya Auditoris : terdengar
sesuatu Olfaktoris : terhidu sesuatu Gustatoris : terkecap sesuatu
Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi
epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil). Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) Disfagia :
gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat. Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa
seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya.
Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa
seperti melihatnya lagi. Kognitif : gangguan orientasi waktu,
merasa diri berubah. Afektif : merasa sangat senang, susah, marah,
takut. Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih
kecil atau lebih besar. Halusinasi kompleks (berstruktur) :
mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu,
dll.
b. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)Serangan
parsial kompleks diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula
baik kemudian baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti
pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran. Dengan
automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing
baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll. Dengan penurunan
kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan
kesadaran. Hanya dengan penurunan kesadaran Dengan automatisme:
1. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik)2. Sawan parsial sederhana yang
berkembang menjadi bangkitan umum.3. Sawan parsial kompleks yang
berkembang menjadi bangkitan umum.4. Sawan parsial sederhana yang
menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.2. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
a. Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi
bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama menit dan
biasanya dijumpai pada anak.
Hanya penurunan kesadaran Dengan komponen klonik ringan. Gerakan
klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut
mulut, atau otot-otot lainnya bilateral. Dengan komponen atonik.
Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh
mendadak melemas sehingga tampak mengulai. Dengan komponen klonik.
Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung
mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang,
lengan dapat mengetul atau mengedang. Dengan automatisme Dengan
komponen autonom. Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
Gangguan tonus yang lebih jelas. Permulaan dan berakhirnya
bangkitan tidak mendadak.
b. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau
berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.c.
Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.d. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan
dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.e. Sawan
Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu
tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh
pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung
kira-kira menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi
dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang
meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang
berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.f. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.g. Sawan Tak
Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan
bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang,
menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
H. Pemeriksaan Diagnostik1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan
yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti
kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi.a. Memiliki tanda peradangan selaput otak
(contoh : kaku leher)b. Mengalami complex partial seizurec.
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48
jam sebelumnya)d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat
darurat)e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan.
Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah
normal.f. Kejang pertama setelah usia 3 tahunPada anak dengan usia
>18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat
tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat
dianjurkan untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang.Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya
defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera
setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya
kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam,
gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit,
kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan
pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan
untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan
rutin.
4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada
kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
a. CT Scan, untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebralb. Magnetik
resonance imaging (MRI)c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya
BUN, kadar alkohol darah.5. Pemeriksaan fisikInspeksi: membran
mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi,
purpura, memar, pembengkakan.Palpasi:pembesaran hepar dan limpha,
nyeri tekan pada abdomen.Perkusi:perkusi pada bagian thorak dan
abdomen.Auskultasi:bunyi jantung, suara napas, bising usus.6.
Pemeriksaan psikologis dan psikiatris
Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat
kecerdasan yang rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku
(bihaviour disorders), gangguan emosi, hiperaktif.Hal ini harus
mendapat perhatian yang wajar, agar anak dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan kemampuannya. Hubungan antara penderita
dengan orang tuanya juga perlu mendapat perhatian, yaitu apakah
tyerdapat proteksi berlebihan, rejeksi atau overanxiety. Bila perlu
dapat diminta bantuan dari psikolog atau psikiater.I.
PencegahanUpaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi.Resiko epilepsi muncul pada
bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan
sepanjang kehamilan.Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan
yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya
dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna
obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan
dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera
akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.Program skrining untuk mengidentifikasi
anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang
dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara
bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini. Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat
serangan :
1. Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit
lidahnya selama serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya
kemungkinan tak banyak membantu. Anda malah mungkin tergigit, atau
parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.2. Mencoba
membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki
kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak.
Mencoba membaringkan si anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak
baik juga.3. Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan
mulut ke mulut selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali
serangan itu berakhir. Jika serangan berakhir, segera berikan alat
bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.J.
PengobatanPengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang.
Penderita akan diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang
sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama
biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti
pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala,
dll.Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan
ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa
lebih dari 5th.Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila
pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.Penanganan terhadap
anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau
bahkan keterbalakangan mental.Keterbelakangan mental di kemudian
hari.Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur
hidupnya.K. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau
adanya anomali vaskuler2. FarmakoterapiAnti konvulsion untuk
mengontrol kejang.
Jenis obat yang sering digunakan :
ObatBentuk KejangDosis
mg/kgbb/hari
1FenobarbitalSemua bentuk kejang3-8
2Dilatin (difenilhidantoin)Semua bentuk kejang kecuali bangkitan
petit mal, mioklonik atau akinetik.5-10
3Mysoline (primidon)Semua bentuk kejang kecuali petit
mal12-25
4Zarotin (etosuksinit)Petit mal20-60
5DiazepamSemua bentuk kejang0,2-0,5
6Diamox (asetasolamid)Semua bentuk kejang10-90
7PrednisonSpasme infantil2-3
8DexametasoneSpasme infantil0,2-0,3
9AdrenokortikotropinSpasme infantil2-4
a. Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.b.
Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.c. Difenilhidantoin (DPH, dilantin,
phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah
DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus
temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang
dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan
darah.d. Carbamazine (tegretol).Mempunyai khasiat psikotropik
yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri
atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang
sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek samping yang mungkin
terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum
tulang dan gangguan fungsi hati.
e. Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung
(status konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena
penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra
rektal.
f. Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan
mioklonus.
g. Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit malh.
Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat
meninggikan kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah,
anorexiai. Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan
epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH
otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
j. ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme
infantil.L. Status EpileptikusAdalah serangan kejang kontinu dan
berlangsung lebih dari 30 menit atau serangkaian serangan epilepsi
yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali. Terapi awal
diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital,
meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi
mempertahankan jalan napas yang adekuat, pemberian oksigen, dan
terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan pemberian diazepam
(Valium) atau fenobarbitol per IV. Diazepam per rektum merupakan
preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk penatalaksanaan
epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat
menggantikan diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini
memiliki masa kerja yang lebih panjang dan lebih sedikit
menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2 tahun.
Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi
segera untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan
kematian.M. Penatalaksanaan gawat daruratSelama kejang/waktu
episode kejang :1. Lakukan pendekatan dengan tenang2. Jika anak
berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak3. Letakkan
bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak
tersedia kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.4.
Jangan :a. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaanb.
Memasukkan apapun ke dalam mulut anakc. Memberikan makanan atau
minuman
5. Longgarkan pakaian yang ketat6. Lepaskan kacamata7.
Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya8. Biarkan serangan
kejang berakhir tanpa gangguan9. Jika anak muntah miringkan tubuh
anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisiSetelah kejang :
1. Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)2. Periksa
pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.3. Reposisikan
jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.4. Periksa
sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau
kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan5. Pertahankan posisi
tubuh anak berbaring miring6. Tetap dampingi anak sampai pulih
sepenuhnya7. Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak
benar-benar sadar dan refleks menelan pulih8. Hubungi pelayanan
kedaruratan medis jika diperlukan9. Kaji faktor-faktor pemicu
awitan kejang (kolaborasi)N. PrognosisPerjalanan dan prognosis
penyakit untuk anak-anak yang mengalami kejang bergantung pada
etiologi, tipe kejang, usia pada awitan, dan riwayat keluarga serta
riwayat penyakit. Pasien epilepsi yang berobat teratur, sepertiga
akan bebas serangan 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah
serangan terakhir, obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan
lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien
tidak akan mengalami remisi. Meskipun minum obat dengan
teratur.Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling
sering didapat pada sawan tonik klonik dan sawan parsial kompleks.
Demikian pula usia muda lebih mudah relaps sesudah remisi.Faktor
resiko yang berhubungan dengan kekambuhan epilepsi antara lain usia
16 tahun atau lebih, minum lebih dari satu macam obat antiepilepsi,
mengalami kejang setelah pengobatan dimulai, memiliki riwayat
kejang tonik-klonik generalisata primer atau sekunder atau hasil
EEG menunjukkan kejang mioklonik dan memiliki EEG yang abnormal.
Resiko kekambuhan kejang menurun bila terjadi pemanjangan periode
tanpa kejang.Prognosis setelah dilakukan terapi status epileptikus
lebih baik daripada dilaporkan sebelumnya.Mayoritas anak
kemungkinan tidak mengalami gangguan intelektual.Kemungkinan besar
anak yang menderita gangguan kognitif atau meninggal dunia sudah
memiliki riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan,
abnormalitas neurologik, atau menderita penyakit serius yang
berulang.
BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan
Epilepsi adalah suatu kondisi sistem saraf pusat dengan ciri
adanya serangan kambuhan (sawan) yang secara temporer berakibat
pada kesadaran, gerakan dan sensasi seseorang. Penyebab penyakit
ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Namun, ada beberapa
faktor atau kondisi tertentu yang dapat dihubungkan dengan epilepsi
antara lain: infeksi atau sakit yang diderita ibu yang berakibat
pada perkembangan janin selama kehamilan, luka selama proses
kelahiran, tumor otak, luka pada otak, toksin (racun) lingkungan
seperti serbuk timah, infeksi seperti meningitis (radang pada
selaput otak) atau encephalitis (radang otak), perkembangan otak
yang tidak normal, sejumlah kondisi genetik, gangguan metabolisme
yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan pada unsur-unsur dalam
darah atau ketidaknormalan irama jantung. Epilepsi secara genetis
biasanya bukan merupakan penyakit turunan, meskipun kerentanan akan
serangan penyakit ini terdapat dalam keluarga dan sawan bisa
terjadi sebagai ciri dari sejumlah kondisi turunan.DAFTAR PUSTAKA1.
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.2.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I.
Penerbit : EGC, Jakarta.3. Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta4. Ngastiyah, 1997.
Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta5. Engram, Barbara.1998, Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta6. Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis
Pendekatan Holistik Vol 2 EdisiVI, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
JakartaTidak seimbang ion
kejang
Tidak seimbang asam basa atau elektrolit
hipopolarisasi
Neurotransmiter
Depolarisasi
Asetilkolin
25