. Solutiones (Larutan) Merupakan sediaan cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan
dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau
penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya
(Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu
atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara
molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum)
dan larutan topikal (kulit).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut( Anonim, 1995). Larutan ada dua macam yaitu
solutio dan mixtura. Bila solution hanya mengandung satu jenis obat
yang dilarutkan sedangkan mixtura menggunakan lebih dari satu bahan
obat yang dilarutkan. Molekul-molekul dalam larutan terdispersi
secara merata, sehingga menjamin keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur (
Anonim,1995).
Keuntungan bentuk sediaan larutan antara lain - campuran homogen
- dosis mudah diubah-ubah dalam pembuatan - dapat diberikan dalam
larutan encer kapsul atau tablet lambung, sedangkan bila dalam
bentuk tablet atau kapsul sulit diecerkan - kerja awal obat lebih
cepat karena obat cepat diabsorbsi - mudah diberi pemanis,
bau-bauan dan warna, dan hal ini untuk pemakaian obat pada
anak-anak - untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan
Kerugian bentuk larutan antara lain: - volume bentuk larutan lebih
besar - ada obat yang tidak stabil dalam larutan - ada obat yang
sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan ( Anief, 2005). Dalam
suatu larutan (solutio) terdapat dua komponen utama yaitu pelarut (
solven) dan zat terlarut ( solute). Adapun pemilihan solven
didasarkan atas: - toksisitas rendah - viskositas - rasa, baud an
warna - kecocokan dengan bahan lain - ekonomis. Pelarut yang sering
digunakan adalah air. Namun dapat pula menggunakan pelarut lain
seperti gliserol, alcohol, propilen glikol, dan minyak lemak,
aseton, isopropyl akohol, dsb. Untuk memberi nama larutan, terdapat
satu ketentuan umum yaitu: - jika larutan tersebut pelarutnya air
maka dinamakan solutio diikuti dengan nama zat aktif - jika larutan
tersebut pelarutnya bukan air maka dinamakan sesuai pelarutnya.
Contoh : solution champhora oleosa ( pelarut minyak ), solution
champhora spiritusa ( pelarut spiritus ). Hal- hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan solution yaitu: - PH
Basa lemah seperti alcohol, atropine, codein, morfin tidak
terlalu larut dalam air sehingga pelarut yang digunakan adalah asam
encer. Zat organic berupa asam lemah seperti fenobarbital dan
sulfonamide akan mengendap dalam larutan alkalis, membentuk garam
yang dapat larut dalam air. - Suhu Panas pelarutan negatif zat
menyerap panas dan kelarutan zat akan meningkatkan adanya kenaikan
suhu. Sedangkan panas pelarutan positif yaitu zat akan berkurang
kelaru tannya seiring dengan kenaikan suhu, zat akan melepas panas.
- Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas
permukaannya sehingga frekuensi kontak dengan pelarut makin banyak
dan proses pelarutan akan makin cepat. - Pengadukan Semakin kuat
pengadukan maka semakin banyak pelarut tak jenuh bersentuhan dengan
obat sehingga semakin cepat terbentuk larutan. Kelarutan suatu zat
terutama tergantung luas permukaan zat. Pemanasan dalam proses
pelarutan akan menaikkan kecepatan difusi. Jika reaksi yang terjadi
eksoterm maka pelarutan dengan pemanasan harus diperhatikan karena
berbahaya. Misalnya pada Hydras nutrias. Pemanasan harus dihindari
jika : - Senyawa terurai dengan pemanasan Contoh : Luminal Natrium
terurai menjadi fenil etil asetil ureum hexamine terurai menjadi
formaldehid dan ammonia. - Kelarutan senyawa menurun dengan
pemanasan Contoh : calcii hydroxyda, calcii hypophosphite, natrium
sulfat anhidris. DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh, 1995, Farmasetika,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Anonim, 1979, Farmakope
Indonesia Ed III, Depkes RI, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope
Indonesia Ed IV, Depkes RI, Jakarta Anonim, 2007, Kapita Selekta
Dispensing I, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
BAB I SOLUTIO (LARUTAN)
A. PengertianLarutan adalah sediaan cair yang mengandung satu
atau lebih zat kimia yang terlarut. Misal : terdispersi secara
molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi
secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan,
umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Bila
zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan terjadi tipe
larutan sebagai berikut : 1. Larutan encer, yaitu larutan yang
mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut. 2. Larutan, yaitu
larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut. 3.
Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A
yang dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu. 4.
Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A
yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada
temperatur tertentu. Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan
zat yang terlarut disebut solute. Solvent yang biasa dipakai adalah
: 1. Air untuk macam-macam garam 2. Spiritus , misalnya untuk
kamfer, iodium , menthol. 3. Gliserin, misalnya untuk tannin, zat
samak, borax, fenol. 4. Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor ,
sublimat. 5. Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.
6. Parafin Liquidum, untuk cera, cetaceum, minyak-minyak,
chlorobutanol. 7. Eter minyak tanah , untuk minyak-minyak
lemak.
kamfer,
menthol,
B. 1.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan Sifat dari solute atau
solvent. Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar
pula. Misalnya garam-garam anorganik larut dalam air. Solute yang
nonpolar larut dalam solvent yang nonpolar pula. Misalnya alkaloid
basa (umumnya senyawa organik) larut dalam chloroform.
2.
Cosolvensi. Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu
zat karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.
Misalnya Luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran
air gliserin atau solutio petit
3.
Kelarutan. Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut , zat
yang sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik
yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah :
a. Dapat larut dalam air. Semua garam klorida larut , kecuali
AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut, kecuali nitrat base,
seperti bismuthi subnitras. Semua garam sulfat larut, kecuali
BaSO4, PbSO4, CaSO4 (sedikit larut) b. Tidak larut dalam air. Semua
garam karbonat tidak larut , kecuali K2CO3, Na2CO3, (NH4) 2CO3.
Semua oksida dan hidroksida tidak larut , kecuali KOH, NaOH, NH4OH,
BaO, dan Ba(OH)2. Semua garam posphat tidak larut, kecuali K3PO4,
Na3PO3, (NH4)3PO4 4. Temperatur. Zat padat umumnya bertambah larut
bila suhunya dinaikkan, zat tersebut dikatakan bersifat endoterm,
karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
Zat terlarut + pelarut + panas Larutan Beberapa zat yang lain
justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat tersebut
dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya
menghasilkan panas. Zat terlarut + pelarut Larutan + panas Contoh :
K2SO4, minyak atsiri, gas-gas yang larut. KOH, CaHPO4, Calsium
gliseropospat,
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak
boleh dipanaskan, misalnya : a. b. c. d. 5. Zat-zat yang atsiri,
misalnya etanol, minyak atsiri Zat yang terurai, misalnya Natrii
bicarbonas Saturatio Senyawa senyawa calsium, misalnya aqua
calcis
Salting Out. Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut
tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar di banding zat utama,
akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia. Contoh : a. Kelarutan minyak
atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan
larutan NaCl jenuh. Disini kelarutan NaCl dalam air lebih besar
dibanding kelarutan minyak atsiri dalam air, maka minyak atsiri
akan memisah. b. Reaksi antara papaverin Hcl dengan solutio charcot
menghasilkan endapan papaverin base. Salting In. Salting in adalah
adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : riboflavin (vitamin
B 2) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan yang
mengandung nicotinamidum (terjadi penggaraman riboflavin + basa NH4
).
6.
7.
Pembentukan kompleks Pembentukan kompleks adalah peristiwa
terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut
dengan membentuk garam kompleks. Contohnya : Iodium larut dalam
larutan KI atau NaI jenuh. KI + I2 KI3 K2HgI4
HgI2 + 2KI
Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh : Ukuran partikel ; makin
halus solute, makin kecil ukuran partikel ; makin luas permukaan
solute yang kontak dengan solvent, solute makin cepat larut. Suhu ;
umumnya kenaikan suhu menambah kelarutan solute. Pengadukan. C.
Cara Mengerjakan Obat Dalam Larutan Beberapa bahan obat memerlukan
cara khusus dalam melarutkannya. diantaranya adalah : 1. 2. Natrium
bicarbonas, harus dilakukan dengan cara gerus tuang (aanslibben)
Natrium bicarbonas + Natrium salicylas, Bic natric digerus tuang ,
kemudian ditambah natrium salicylas.Untuk mencegah terjadinya
perubahan warna pada larutan harus ditambahkan Natrium pyrophosphat
sebanyak 0,25 % dari berat larutan. Sublimat (HgCl2), untuk obat
tetes mata harus dilakukan dengan pemanasan atau dikocok-kocok
dalam air panas, kemudian disaring setelah dingin. NaCl dapat
meningkatkan kelarutan sublimat, tetapi menurunkan daya
baktericidnya. Kadar Sublimat dalam obat mata 1 :4000
3.
4.
Kalium permanganat (KMnO4), KMnO4 dilarutkan dengan pemanasan .
Pada proses pemanasan akan terbentuk batu kawi ( MnO2) , oleh sebab
itu setelah dingin tanpa dikocok kocok dituangkan ke dalam botol
atau bisa juga disaring dengan gelas wol . Seng klorida,,
melarutkan seng klorid harus dengan air sekaligus, kemudian
disaring . Karena jika airnya sedikit demi sedikit maka akan
terbentuk seng oksi klorid yang sukar larut dalam air. Bila
terdapat asam salisilat larutkan seng klorid dengan sebagian air
kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa air baru disaring.
Kamfer, kelarutan dalam air 1: 650. Dilarutkan dengan spiritus
fortior ( 96 % ) 2 X berat kamfer dalam botol kering kocok-kocok
kemudian tambahkan air panas sekaligus , kocok lagi.
5.
6.
7.
Tanin, tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin. Tetapi
tanin selalu mengandung hasil oksidasi yang larut dalan air, tetapi
tidak larut dalam gliserin sehingga larutannya dalam gliserin harus
disaring dengan kapas yang dibasahkan. Jika ada air dan gliserin,
larutkan tanin dalam air kocok baru tambahkan gliserin. Extract
opii dan extract ratanhiae, dilarutkan dengan cara ditaburkan ke
dalam air sama banyak, diamkan selama jam. Perak protein,
dilarutkan dalam air suling sama banyak, diamkan selama jam , di
tempat yang gelap.
8.
9.
10. Succus liquiritiae, a. dengan gerus tuang (aanslibben), bila
jumlahnya kecil. b. dengan merebus atau memanaskannya hingga larut.
11. Calcii Lactas dan Calcii Gluconas, kelarutan dalam air 1 : 20
Bila jumlah air cukup , setelah dilarutkan disaring untuk mencegah
kristalisasi. Bila air tidak cukup disuspensikan dengan penambahan
PGS dibuat mixtura agitanda.
12. Codein : a. direbus dengan air 20 X nya, setelah larut
diencerkan sebelumdingin. b. dengan alkohol 96 % sampai larut ,lalu
segera encerkan dengan air. c. diganti dengan HCl Codein sebanyak
1,17 X-nya. 13. Bahan-bahan obat yang bekerja keras harus
dilarutkan tersendiri.
14. Bila terdapat bahan obat yang harus diencerkan dengan air,
hasil pengenceran yang diambil paling sedikit adalah 2 CC
15. Pepsin, tidak larut dalam air tapi larut dalam HCl encer.
Pembuatan : pepsin disuspensikan dengan air 10 X nya kemudian
tambahkan HCl encer. Larutan pepsin hanya tahan sebentar dan tidak
boleh disimpan.
16. Nipagin dan Nipasol, kelarutan 1 : 2000
Nipagin berfungsi sebagai pengawet untuk larutan air Nipasol
berfungsi sebagai pengawet untuk larutan minyak a. dilarutkan
dengan pemanasan sambil digoyang-goyangkan b. dilarutkan dulu
dengan sedikit etanol baru dimasukkan dalam sediaan yang diawetkan.
17. Fenol, diambil fenol liquefactum yaitu larutan 20 bagian air
dalam 100 bagian fenol. Jumlah yang diambil 1,2 x jumlah yang
diminta.
D. Macam Macam Sediaan Larutan Obat Bentuk sediaan larutan
berdasarkan cara pemberiannya dibedakan atas : Larutan oral Yaitu
sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral , mengandung satu
atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau
pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven-air. 1.
Potiones (obat minum) Adalah solutio yang dimaksudkan untuk
pemakaian dalam ( per oral ). Selain berbentuk larutan potio dapat
juga berbentuk emulsi atau suspensi.
2.
Elixir Adalah sediaan larutan yang mengandung bahan obat dan
bahan tambahan (pemanis, pengawet, pewarna, pewangi) sehingga
memiliki bau dan rasa yang sedap dan sebagai pelarut digunakan
campuran air - etanol. Disini etanol berfungsi mempertinggi
kelarutan obat . Pada elixir dapat pula ditambahkan glycerol,
sorbitol atau propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti gula bisa
digunakan sirup gula.
3.
Sirup. Ada 3 macam sirup yaitu : a. sirup simplex mengandung 65
% gula dalam larutan nipagin 0,25 % b/v b. sirup obat mengandung
satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan digunakan
untuk pengobatan c. sirup pewangi tidak mengandung obat tetapi
mengandung zat pewangi atau penyedap lain. Penambahan sirup ini
bertujuan untuk menutup rasa atau bau obat yang tidak enak.
Netralisasi, Saturatio dan Potio Effervescent.
4.
a. Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan
bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan
bersifat netral Contoh : Solutio Citratis Magnesici, Amygdalas
Ammonicus Pembuatan : Seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian
basanya bila perlu reaksi dipercepat dengan pemanasan.
b. Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan
asam dengan basa tetapi gas yang terjadi ditahan dalam wadah
sehingga larutan jenuh dengan gas. Pembuatan : 1. Komponen basa
dilarutkan dalam 2/3 bagian air yang tersedia. Misalnya NaHCO 3
digerus tuang kemudian masuk botol. 2. Komponen asam dilarutkan
dalam 1/3 bagian air yang tersedia. 3. 2/3 bagian asam masuk basa,
gas dibuang seluruhnya. Sisa asam dituang hati-hati lewat tepi
botol, segera tutup dengan sampagne knop sehingga gas yang terjadi
tertahan. c. Potio Effervescent adalah saturatio yang CO2nya lewat
jenuh. Pembuatan : Langkah 1 dan 2 sama dengan pada saturatio.
Langkah ke 3 Seluruh bagian asam dimasukkan kedalam basa dengan
hati-hati, segera tutup dengan sampagne knop.
Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas
obat, dan kadangkadang dimaksudkan untuk menyegar-kan rasa minuman
( corrigensia).
Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan saturatio dan potio
effervescent adalah : - diberikan dalam botol yang kuat , berisi
kira-kira 9/10 bagian dan tertutup kedap dengan tutup gabus atau
karet yang rapat. Kemudian diikat dengan sampagne knop. - Tidak
boleh mengandung bahan obat yang tidak larut , karena tidak boleh
dikocok. Pengocokan menyebabkan botol pecah karena botol berisi gas
dalam jumlah besar. Penambahan Bahan bahan. Zat zat yang dilarutkan
dalam bagian asam a. Zat netral dalam jumlah kecil. Bila jumlahnya
banyak, sebagian dilarutkan dalam asam sebagian dilarutkan dalam
basa, berdasarkan perbandingan jumlah airnya.
b. Zat-zat mudah menguap. c. Ekstrak dalam jumlah kecil dan
alkaloid d. Sirup Zat- zat yang dilarutkan dalam bagian basa. a.
Garam dari asam yang sukar larut . misalnya natrii benzoas, natrii
salisilas. b. Bila saturasi mengandung asam tartrat maka
garam-garam kalium dan ammonium harus ditambahkan kedalam bagian
basanya, bila tidak, akan terbentuk endapan kalium atau ammonium
dari asam tartrat.
Untuk melihat berapa bagian asam atau basa yang diperlukan dapat
melihat tabel penjenuhan ( saturasi dan netralisasi ) dalam
Farmakope Belanda edisi V berikut ini :
Tabel saturasi dan netralisasi (Farmakope Belanda V)Untuk 10
bagian Asam Amygdala t 8,9 Asam Asetat Encer 58,8 144,7 Asam Sitrat
Asam Salisilat Asam Tartrat
Ammonia Kalium Karbonat Natrium Karbonat Natrium Bikarbona t
4,1 10,1
8,1 20,0
4,41 10,9
-
69,9
4,9
9,7
5,2
18,1
119,0
8,3
16,4
8,9
Ammonia
Kalium Karbonat
Natrium karbona t -
Natrium Bikarbona t 5,5
Asam Amygdala t
11,2
-
Asam Asetat (e) Asam Sitrat Asam Salisilat Asam Tartrat
1,7
0,7
1,43
0,84
24,0
9,9
20,4
12,0
12,3
5,0
10,4
6,1
22,7
9,2
19,1
11,2
5. Guttae ( drop) Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair
berupa larutan, emulsi atau suspensi , apabila tidak dinyatakan
lain dimaksudkan untuk obat dalam. Digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan
tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan oleh Farmakope
Indonesia. Biasanya obat diteteskan ke dalam makanan atau minuman
atau dapat diteteskan langsung kedalam mulut. Dalam perdagangan
dikenal pediatric drop yaitu obat tetes yang digunakan untuk
anak-anak atau bayi . Obat tetes sebagai obat luar, biasanya
disebutkan tujuan pemakaiannya misalnya : eye drop untuk mata, ear
drop untuk telinga.
Larutan topikal Larutan topikal ialah larutan yang biasanya
mengandung air tetapi seringkali juga pelarut lain, misalnya etanol
untuk penggunaan topikal pada kulit dan untuk penggunaan topikal
pada mukosa mulut. Larutan topikal yang berupa suspensi disebut
lotio Sedian-sedian termasuk larutan topical : 1. Collyrium Adalah
sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah asing, isotonus,
digunakan untuk membersihkan mata.dapat ditambahkan zat dapar dan
zat pengawet. Kolirium dibuat dengan melarutkan obat dalam air,
saring hingga jernih,masukkan kedalam wadah, tutup dan sterilkan.
Penyimpanan : Dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap.
Catatan : Pada etiket harus tertera : a. Masa penggunaan setelah
tutup dibuka. b. Obat cuci mata Kolirium yang tidak mengandung zat
pengawet hanya boleh digunakan paling lama 24 jam setelah botol
dibuka tutupnya. Kolirium yang mengandung pengawet dapat digunakan
paling lama tujuh hari setelah botol dibuka tutupnya. 2. Guttae
Ophthalmicae. Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga
sesuai digunakan pada mata. Tetes mata juga tersedia dalam bentuk
suspensi, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Hal hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan obat tetes mata :
a. Nilai isotonisitas. Secara ideal obat tetes mata harus memiliki
nilai isotonis sama dengan larutan NaCl 0,9 % b/v. Tetapi mata
masih dapat tahan terhadap nilai isotonis rendah yang setara dengan
larutan NaCl 0,6 % b/v dan tertinggi yang setara dengan larutan
NaCl 2, 0 % b/v.
b. Pendaparan Salah satu maksud pendaparan larutan obat mata
adalah untuk mencegah kenaikan pH yang disebabkan oleh pelepasan
lambat ion hidroksil oleh wadah kaca. Hal tersebut dapat mengganggu
kelarutan dan stabilitas obat. Selain itu penambahan dapar juga
dimaksudkan untuk menjaga stabilitas obat tertentu misalnya : garam
garam alkaloid. Air mata normal memiliki pH 7,4 secara ideal obat
tetes mata memiliki pH seperti pada air mata, tetapi karena
beberapa bahan obat tidak stabil (tidak larut/ rusak/ mengendap)
pada pH tersebut maka sebaiknya obat tetes mata di dapar pada pH
sedekat mungkin dengan pH air mata supaya tidak terlalu merangsang
mata. Pada larutan yang digunakan pada mata, terlebih pada mata
yang luka sterilitas adalah yang paling penting, untuk mencegah
terjadinya infeksi lebih lanjut.
c. Pengawet
Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Larutan harus
mengandung zat atau campuran zat yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan bakteri yang mungkin masuk pada waktu
wadah dibuka pada saat digunakan.
Pengawet yang dianjurkan : nipagin dan nipasol fenil merkuri
nitrat, timerosol benzalkonium klorid klorbutanol, fenil etil
alcohol
Untuk penggunaan pada pembedahan , selain steril larutan obat
mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat menimbulkan
iritasi pada jaringan mata.
d. Pengental Ditambahkan untuk meningkatkan kekentalan sehingga
obat lebih lama kontak dengan jaringan. Larutan obat mata yang
dikentalkan harus bebas dari partikel yang dapat terlihat. Contoh :
metil selulosa, hidroksi propil selulosa, polivinil alcohol
Cara pembuatan obat tetes mata a. Obat dilarutkan kedalam sal;ah
satu zat pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet ,
dijernihkan dengan cara penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup
wadah dan sterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 115-116oC selama
30 menit. b. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang
mengandung salah satu zat pengawet dan disterilkan menggunakan
bakteri filter masukkan kedalam wadah secara tehnik aseptis dan
tutup rapat c. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang
mengandung salah satu zat pengawet, dijernihkan dengan cara
penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup rapat dan sterilkan
dengan penambahan bakterisid , dipanaskan pada suhu 98- 100oC
selama 30 menit.
3.
Gargarisma (Gargle) Gargarisma atau obat kumur mulut adalah
sediaan berupa larutan umumnya dalam keadaan pekat yang harus
diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk digunakan
sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
Penandaan. 1. Petunjuk pengenceran sebelum digunakan 2. Hanya
untuk kumur, tidak ditelan Contoh : Betadin Gargle.
4.
Litus Oris. Oles Bibir adalah cairan agak kental dan
pemakaiannya secara disapukan dalam mulut. Contoh : Larutan 10 %
borax dalam gliserin.
5.
Guttae Oris Tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan untuk
mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk
dikumur-kumurkan, tidak untuk ditelan.
6.
Guttae Nasales Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk
hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat
mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet. Minyak lemak
atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan
pembawa.
7.
Inhalationes Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau
mulut, atau disemprotkan dalam bentuk kabut kedalam saluran
pernafasan . Tetesan butiran kabut harus seragam dan sangat halus
sehingga dapat mencapai bronkhioli. Inhalasi merupakan larutan
dalam air atau gas. ( akan dibahas lebih lanjut dikelas III)
Penandaan : Jika mengandung bahan yang tidak larut pada etiket
harus tertera Kocok dahulu
8. 9.
Injectiones / obat suntik. (dibahas dikelas III) Lavement /
Clysma / Enema. Cairan yang pemakaiannya per rectum/colon yang
gunanya untuk membersihkan atau menghasilkan efek terapi setempat
atau sistemik Enema yang digunakan untuk membersihkan atau penolong
pada sembelit atau pembersih faeces sebelum operasi, tidak boleh
mengandung zat lendir. Selain untuk membersihkan enema juga
berfungsi sebagai karminativa, emolient, diagnostic, sedative,
anthelmintic dan lain-lain. Dalam hal ini untuk mengurangi kerja
obat yang bersifat merangsang terhadap usus , dipakai basis
berlendir misalnya mucilago amyli. Pada pemakaian per rectal
berlaku dosis maksimal. Enema diberikan dalam jumlah variasi
tergantung pada umur dan keadaan penderita. Umumnya 0,5 sampai 1
liter, tetapi ada juga yang diperpekat dan diberikan sebanyak 100
200 ml.
10. Douche. Adalah larutan dalam air yang dimasukkan dengan
suatu alat ke dalam vagina, baik untuk pengobatan maupun untuk
membersihkan. Karenanya larutan ini mengandung bahan obat atau
antiseptik. Untuk memudahkan, kebanyakan douche ini dibuat dalam
bentuk kering/padat (serbuk, tablet yang kalau hendak digunakan
dilarutkan dalam sejumlah air tertentu, dapat juga diberikan
larutan kental yang nantinya diencerkan seperlunya. Contoh Betadin
Vaginal Douche (dikemas beserta aplikatornya)
11. Epithema /Obat kompres Adalah cairan yang dipakai untuk
mendatangkan rasa dingin pada tempat tempat yang sakit dan panas
karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose
digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Contoh : Liquor Burowi,
Solutio Rivanol, campuran Borwater - Rivanol.
E. Hitungan Farmasi Farmakope Indonesia Edisi IV memberikan 3
bentuk persen yaitu : 1. Persen bobot per bobot (b/b) Menyatakan
jumlah gram zat dalam 100 gram campuran atau larutan.
2.
Persen bobot per volume (b/v) Menyatakan jumlah gram zat dalam
100 ml larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut
lain. Persen volume pervolume (v/v) Menyatakan jumlah ml zat dalam
100 ml larutan. Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut
untuk campuran padat atau setengah padat , yang dimaksud adalah
b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang
dimaksud adalah b/v dan untuk larutan cair di dalam cairan yang
dimaksud adalah v/v dan untuk larutan gas dalam cairan yang
dimaksud adalah b/v.
3.
Perhitungan Etanol. Yaitu mengubah atau mengencerkan kadar
etanol yang lebih tinggi menjadi kadar yang lebih rendah . Perlu
diketahui bahwa apabila kita mencampur 2 larutan yang berbeda berat
jenisnya (termasuk etanol/spiritus ) akan terjadi penyusutan volume
yang disebut dengan kontraksi. Spiritus atau etanol adalah campuran
alkohol absolut dengan air. Umumnya dinyatakan dalam persen b/b
atau v/v, sehingga :
1. 100 gram etanol 0 % b/b artinya larutan mengandung 0 alkohol
absolute x 100 gram = 0 gram 100 air 100 gram 0 gram = 100 gram
2. 200 cc etanol 70 % v/v artinya larutan mengandung 70 alkohol
absolute x 200 cc = 140 cc 100 air bukan dihitung) 200 cc 140 cc =
60 cc, tetapi lebih besar dari 60 cc (hal ini dapat
3. 200 cc etanol 70 % b/b, jumlah alkohol absolute tidak bisa
langsung dihitung. Disini harus kita sejeniskan terlebih dahulu.
Untuk mengetahuinya dapat dipergunakan tabel pada Farmakope edisi
IV
etanol 70 % b/b = etanol 76,91 % v/v = BJ 0,8658 Volume larutan
= 200 cc alkohol absolut = Berat larutan
76,91 x 200 cc 100
= 153,82 cc = 173,16 gram = 121,21 gram
= 0,8658 x 200 cc
Alkohol absolut = Berat air
70 x 173,16 g 100
= 173,16 g 121,21 g = 51,95 gram
Latihan . 1. 500 gram etanol 95 % b/b , berapa cc dan gram
alkohol absolutnya ? Jawab : 95 alkohol absolute = x 500 gram = 100
95 % b/b 500/0,8020 = 96,79 % v/v = 623,44 cc, = BJ 0,8020
475gram
alkohol absolut =
96,79 x 623,44 cc 100
= 603,42 cc
2.
1 liter etanol 77,79 % v/v, berapa cc dan gram alkohol
absolutnya ? Jawab : 77 ,79 Alkohol absolute = x 1000 cc = 777,9 cc
100
77,79 % v/v Berat larutan Alk. absolute
= 71 % b/b = 0.8634 x 1000 =
= BJ 0,8634 = 863,4 gram
71 x 863,44 gram = 613,04gram 100
3.
500 gram etanol 73,3 % v/v berapa gram dan cc alkohol absolutnya
? Jawab : 73,3 % v/v = 66 % b/b = 0,8753
alkohol absolute =
66 x 500 gram 100
= 330 gram
volume larutan =
500 0,8753
= 571,23 cc
alkohol absolute =
73,3 x 571,23 cc = 418,71 cc 100
4.
1 liter etanol 57 % b/b berapa cc dan gram alkohol absolutnya
Jawab : 57 % b/b = 64,8 % v/v = BJ 0,8964 alkohol absolut = Berat
larutan
64,8 x 1000 cc 100
= 648 cc = 896,4 gram = 510,95 gram
= 1000 x 0,8964
Alkohol absolut =
57 x 896,4 g 100
5.
800 cc etanol BJ 0,8364
Jawab : BJ 0,8364 = 87,8 % v/v = 82 % b/b Alkohol absolut =
Berat larutan
87,8 x 800 cc 100
= 702,4 cc = 669, 12 gram = 548,68gram
= 800 x 0,8364
Alkohol absolut =
82 x 669,12 g 100
Kegunaan menghitung alkohol absolut adalah untuk mencari
kadar.
Contoh soal : Berapa % b/b kadar etanol yang diperoleh kalau
kita mencampurkan 100 gram etanol 70 % v/v dengan air 200 cc ?
Penyelesaian : 100 gram etanol 70 % v/v = 62,44 g Kadar campuran =
= 62,44 % b/b alkohol abs. 62,44/100 x 100
62,44 x 100 % = 20,81 % b/b 100 200
Atau menggunakan rumus :
B1 x K1 + B2 x K2 = B3 x K3
100 x 62,44 + 200 x 0 = 300 x K3 K3 =
62,44 x 100 % = 20, 81 % 300
Apabila tabel yang dimaksud tidak ada dalam daftar maka harus
dilakukan interpolasi . Cara : Misalkan yang hendak diketahui % b/b
dan BJ etanol 90,5 % v/v. Ambil 1 tabel yang terdekat diatasnya.
Dengan perbandingan biasa kita dapat membuat tabel baru.
BJ 0,8271
b/b 85,69
v/v 90
0,5
1
0,0066
1,3
90,5
0,8337
86,99
91
Perbandingan 0,5/1 =1/2 % b/b= 85,69 + ( x 1,3 ) = 85,69 + 0 65
= 86,34 BJ = 0,8271 + ( x 0,0066 ) = 0,8271 + 0,0033 = 0,8304 Jadi
etanol 90,5 % v/v = etanol 86,34 % b/b; Bj = 0,8304.
Latihan soal.
1. Interpolasi dari BJ 0,9003 2. Interpolasi dari 66,5 % b/b 3.
Tentukan % b/b, % v/v dan BJ dari campuran : 1200 gram etanol 60 %
v/v + 200 cc air
4. Hitunglah % b/b, % v/v dan BJ campuran : 100 gram spiritus
dilutus + 100 gram air 5. Hitung berapa gram air yang ditambahkan
pada campuaran 500 cc spiritus 96 % v/v + air samapi 1 liter 6.
Dibutuhkan 1 liter spiritus 60 % b/b. Dalam persediaan kita
mempunyai spiritus fortior. Berapa cc air yang diperlukan 7.
Dibutuhkan etanol 40 % v/v dalam persediaan terdapat 300 cc
spiritus fortior dan 200 cc spiritus dilutus. 8. Tentukan BJ dari
campuran sama berat spiritus dilutus dan air 9. Tentukan BJ dari
campuran sama volume spiritus dilutus dan air. Contoh soal
kontraksi. Dicampurkan 100 cc spiritus dilutus dengan 100 cc air.
Berapa cc hasil yang akan didapat dan hitungkan kontraksinya! 100
cc x 70 % v/v + 100 cc 0% v/v ?
Berat campuran : = = (100 x 0,8837) g + 100 g 188,37 g (x) % b/b
88,37 + 100
Etanol absolut : =
62,44 x 88,37 = 55,18 g 100
Kadar =
55 ,18 x 100 % = 29,29 % b/b 188 ,37
BJ 0,9545 (hasil interpolasi), maka volume sebenarnya (Volume
praktis) = 197,35 ml
=
188 ,37 0,9545
Volume teoritis = Vt = V1 + V2 = 100 ml + 100 ml = 200 ml
Kontraksi
= Vt - Vp = 200 ml - 197,35 ml = 2,65 ml
% kontraksi
=
2,65 x 100 % = 1,33 %. 200
kontraksi tidak boleh lebih dari 3,6 %
Latihan soal 1. 2. 3. Hitunglah kontraksi bila dicampur etanol
absolut dengan air sama jumlah volumenya Hitunglah kontraksi dalam
% jika dicampur 200 ml spiritus dilutus dengan 300 ml spiritus 95 %
v/v Hitunglah kontraksi bila dicampur masing-masing 100 g spiritus
95 % v/v, 100 g spiritus dilutus dan 200 g air.
Hitungan Pengenceran Bukan Etanol. Hendak dibuat 300 gram
larutan yang mengandung 10 % NaCl dengan mempergunakan larutan yang
mengandung 50 % NaCl. Berapa jumlah larutan 50 % yang harus dipakai
dan berapa air yang harus ditambahkan ? Untuk menyelesaikan soal
ini , tentukan dulu : 1. Mana bagian yang membentuk dan mana yang
terbentuk. 2. Komponen yang belum kita ketahui kita misalkan X 3.
Zat aktif yang membentuk sama dengan yang terbentuk 4. Berat zat
yang membentuk harus sama dengan yang terbentuk. 5. Kalau terdapat
selisih berat antara zat terbentuk dengan yang membentuk maka
selisihnya adalah zat penambah.
Jawab. X gram 50 % Zat aktif (za) = 300 gram 10 % =
50 x X 100 10 x 300 100
= 0,5 X
Z.A 0,5 X
=
= 30 gram
= 30
X
=
30 g 0 ,5
= 60 gram
Zat penambah (air) = 300 - 60
= 240 gram
Latihan soal 1. Hitung berapa gram zat penambah diperlukan pada
pembuatan 400 gram campuran dengan kadar 20 %, bila yang tersedia
200 gram zat 25 % dan zat 15% yang belum diketahui jumlahnya.
Jawab. X g x 15 % + 200 g x 25 % 400 g x 20 % Z.A (15/100 x X ) + (
25/100 x 200) 20/100 x 400 Z.A 0,15 X + 50 0,15 X X = 80 = 80 - 50
=
30 = 200 0,15
Zat 15 % diambil sebanyak 200 gram Zat penambah sebanyak 400 (
200 + 200 ) = 0 gram
2. Hitung berapa gram larutan NaCl 40 % harus ditambahkan pada
10 gram larutan NaCl 10 % supaya diperoleh 100 gram larutan NaCl 20
% ! Jawab : ( 10 g x 10 % ) + ( X g x 40 % ) 100 g x 20 % Z.A(
10 40 x 10 ) + ( x X) 100 1001 + 0,4 X X
20/100 x 100 = 20 = 20 -
1 0, 4
X Larutan NaCl 40 % yang diambil
= 47,5 g 47,5 gram
Zat penambah 100 - ( 10 + 47,5 ) = 42,5 gram
3.
Hitunglah berapa gram larutan glukosa 15 % dan glukosa 25 %
harus ditambahkan pada 200 gram larutan glukosa 20 % supaya
diperoleh 600 gram larutan glukosa 18 % Jawab : Glukosa 15 % = X
Glukosa 25 % = (600 200 ) X X x 15 % + (400-X) x 25 % + 200 x 20 %
600 x 18 %
0,15 X + 100 - 0,25 X + 40 = 108 0,15 X - 0,25 X = 108 - ( 100 +
40) - 0,1 X = - 32 X =32 0,1
= 320
Jumlah glukosa 15 % Jumlah glukosa 25 %
320 gram 400 320 = 80 gram
4.
50 mg alkaloid belladon dicampur dengan 1 gram extract belladon
yang mengandung 1,5 % alkaloid belladon. Berapa gram campuran
extract belladon 1,3 % yang diperoleh dan berapa gram zat
penambahnya. Jawab : 50 x 100 % + 1000 x 1,5 % X x 1,3 % 50 + 15 X
= = 0, 013 X
65 0,013
= 5000 mg = 5 g
Campuran yang diperoleh 5000 mg = 5 gram Zat penambah = 5000
(1000 + 50) = 3950 mg = 3,95 g
A. Pengertian Menurut FI III : 9 Emulsi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam
cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok. Menurut RPS 18 th : 298 Emulsi adalah suatu sistem
terdispersi yang terdiri dari paling sedikit 2 fase cairan yang
tidak saling bercampur. Sebagian besar dari emulsi konvensional
dalam farmasi memiliki ukuran partikel terdispersi dalam diameter
dari 0,1 sampai 100 mm. Menurut Lachman : 1029 Emulsi adalah suatu
campuran yang tidak stabil secara termodinamika yang terdiri dari 2
cairan yang tidak saling bercampur. Menurut Parrot : 354 Emulsi
adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran yang tidak saling
bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan emulgator
keseluruh partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya 0.2 50 m.
Menurut Physical Pharmacy : 522 Emulsi adalah sistem yang tidak
stabil secara termodinamika mengandung paling sedikit dua fase cair
yang tidak bercampur satu diantaranya terdispersi sebagai
globul-globul (fase pendispersi) dalam fase cair lainnya (fase
kontinyu) distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi/emulgator.
Menurut FI IV : 6 Emulsi adalah sistem dua fase dimana salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk
tetesan-tetesan kecil. Menurut Scovilles : 314
Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah sediaan yang
mengandung 2 cairan yang tidak bercampur, satu diantaranya
terdispersi secara seragam sebagai globul. Menurut Ansel : 376
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari
bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa
yang tidak saling bercampur. Menurut Ensyclopedia : 138 Umumnya
digambarkan sebagai sistem heterogen, terdiri dari dua cairan yang
tidak bercampur. Satu diantaranya didispersikan secara seragam
sebagai tetesan kecil dalam cairan lain. Menurut Formularium
Nasional : 412 Emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari
dua fase cairan dalam sistem dispersi; yang satu terdispersi sangat
halus dan merata dalam fase cairan lainnya; umumnya dimantapkan
dengan zat pengemulsi. Menurut DOM Martin : 508 Emulsi adalah
sistem heterogen, terdiri dari kurang lebih satu cairan yang tidak
tercampurkan yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk
tetesantetesan di mana diameternya kira-kira 0,1 mm atau dapat
diartikan sebagai dua fase yang terdiri dari satu cairan yang
terdispersi dalam cairan lainnya yang tidak tercampurkan.
Kesimpulan : Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil
secara termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase
cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam
cairan lainnya dalam bentuk tetesantetesan kecil, yang berukuran
0,1-100 mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang ertinya menyerupai milk,
warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari
biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam
ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai
protein yang terdapat dalam bij tersebut. Pada pertengahana abad
XVIII, ahli farmasi perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari
oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan
penambahan gom arab, tragacanth dan kuning telur. Emulsi yang
terbentuk karena penambahan emulgator dari luar disebut emulsi
spuria atau emulsi buatan.
B. Komponen Emulsi
mponen dari emul Emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu
: Komponen Dasar Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat
didalam emulsi, biasanya terdiri dari : 1. Fase dispers / fase
internal / fase diskontinyu Yaitu zat cair yang terbagi-bagi
menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain. 2. Fase kontinyu /
fase eksternal / fase luar Yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut. 3.
Emulgator Adalah bagian Berupa zat yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi. Komponen Tambahan Bahan tambahan yang sering
ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Misalnya corrigen saporis,odoris, colouris, preservatif (pengawet),
antoksidant. Preservatif yang digunakan antara lain metil dan
propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll.
Antioksidant yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocoperol,
asam sitrat, propil gallat dan asam gallat. C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal
ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu
: 1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar
kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minak).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam
minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai
fase eksternal. D. Tujuan Pemakaian Emulsi Emulsi dibuat untuk
diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua
cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakaian emulsi
adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroal. Umumnya emulsi tipe
O/W. 2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O
tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi
yang dikehendaki.E. Teori Terjadinya Emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam
teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang
yang berbeda-beda. Teoi tersebut ialah : 1. Teori Tegangan
Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik
antara molekul yang sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain
itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang
tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu
zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya
kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan
tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan
terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak
dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut
dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu
semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan
bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau
senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan
senyawa organik tertentu antara lain sabun. Didalam teori ini
dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan
menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas
sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2.
Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) Setiap molekul
emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni : Kelompok hidrofilik,
yakni bagian dari emulgator yang suka pada air. Kelompok lipofilik,
yakni bagian yang suka pada minyak. 3. Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara
air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispers. Dengan terbungkusnya partikel
tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung
menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi
stabil.
Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat
emulgator yang dipakai adalah : Dapat membentuk lapisan film yang
kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan
partikel fase dispers. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat
dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera. 4. Teori
Electric Double Layer (lapisan listrik ganda) Jika minyak
terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan
berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan
didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak
dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan.
Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak
yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar.
Karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak
mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel
akan tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya
muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah
ini. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.F. Bahan
Pengemulsi (Emulgator) Emulgator alam Yaitu Emulgator yang
diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan
menjadi tiga golongan : 1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan a.
Gom arab Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum.
Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor
yaitu : - Kerja gom sebagai koloid pelindung
- Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju
pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi).
- Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat. - Minyak
atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri. - Minyak lemak : PGA
kali berat minyak. - Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut
dalam minyak lemak. - Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform
dan bromoform. - Balsam-balsam. - Oleum lecoris aseli b. Tragacanth
c. Agar-agar d. Chondrus e. Emulgator lain Pektin, metil selulosa,
CMC 1-2 %. 2. Emulgator alam dari hewan a. Kuning telur b. Adeps
lanae 3. Emulgator alam dari tanah mineral a. Veegum / Magnesium
Aluminium Silikat b. Bentonit Emulgator buatan
1. Sabun 2. Tween 20; 40; 60; 80 3. Span 20; 40; 80 G. Cara
Pembuatan Emulsi Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi yaitu : 1.
Metode gom kering atau metode continental 2. Metode gom basah atau
metode inggris 3. Metode botol atau metode botol forbes Alat-alat
yang digunakan dalam pembuatan emulsi, untuk pembuatan emulsi yang
baik. 1. Mortar dan stamper 2. Botol 3. Mixer, blender 4.
Homogenizer 5. Colloid mill H. Cara Membedakan Tipe Emulsi Dikenal
beberapa cara membedakan tipe emulsi yaitu : 1. Dengan Pengenceran
Fase 2. Dengan pengecatan / pemberian warna 3. Dengan kertas saring
4. Dengan konduktivitas listrik I. Kestabilan Emulsi Emulsi
dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana
yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan
yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok
perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena
film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen
(menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini
dapat terjadi karena: Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol,
perubahan PH, penambahan CaO / CaCL2 Peristiwa fisika, seperti
pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan. 3. Inversi
yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi W/O
menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible. Sumber : 1.
Soetopo. Seno, dkk. 2001. Teori Ilmu Resep. Jakarta 2. Anief. Moh.
2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press : Yogyakarta 3.
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.
UI Press : Jakarta 4. Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi
III, Departemen kesehatan RI: Jakarta 5. Dirjen POM, (1995),
Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen kesehatan RI: Jakarta 6.
Gennaro, Alfonso R., (2000), Remington: The Science and Practice of
Pharmacy 20th edition, Philadelphia College of Pharmacy and
Science: Philadelphia 7. Jenkins, Glenn L., (1957), Scovilles the
Art of Compounding Nineth edition, The McGrawHill Book Company,
Inc: USA 8. Martin, W., (1971), Dispending of Medication 7th
edition, Marck Publishing Company: USA 9. Parrot, Eugene L.,
(1968), Pharmaceutical Technology, Burgess Publishing Company:
Iowa.10.
Boylen, James, (1994), Encyclopedia of Pharmaceutical Technology
Volume 9, Maral Deck Inc : New York.
Tugas Kuliah (Emulsi dan Suspensi) 23 Mei 2009 Disimpan dalam
Uncategorized EMULSI
A. Pengertian Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat
cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan
dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi adalah
suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika, yang
terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur,
dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk
tetesantetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan
dengan emulgator/surfaktan yang cocok. Emulsi berasal dari kata
emulgeo yang ertinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih.
Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang
mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini disebut
emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein
yang terdapat dalam bij tersebut. Pada pertengahana abad XVIII,
ahli farmasi perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum
olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan
gom arab, tragacanth dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena
penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi
buatan. B. Komponen Emulsi Kom v Komponen Dasar komponen dari
Emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam
emulsi, biasanya terdiri dari : 1. Fase dispers / fase internal /
fase diskontinyu Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran
kecil kedalam zat cair lain.
2. Fase kontinyu / fase eksternal / fase luar Yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari
emulsi tersebut. 3. Emulgator Adalah bagian Berupa zat yang
berfungsi untuk menstabilkan emulsi. v Komponen Tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,odoris,
colouris, preservatif (pengawet), antoksidant. Preservatif yang
digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam
sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil
merkuri asetat, dll. Antioksidant yang digunakan antara lain asam
askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan asam gallat.
C. Tipe Emulsi Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai
fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi
dua macam yaitu : 1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A
(minyak dalam air). Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak
yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air
fase eksternal. 2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air
dalam minak). Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang
tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase
minyak sebagai fase eksternal. D. Tujuan Pemakaian Emulsi Emulsi
dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari
campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan
pemakaian emulsi adalah : 1. Dipergunakan sebagai obat dalam /
peroal. Umumnya emulsi tipe O/W. 2. Dipergunakan sebagai obat luar.
Bisa tipe O/W maupun W/O tergantung banyak faktor misalnya sifat
zat atau jenis efek terapi yang dikehendaki.
E. Teori Terjadinya Emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam
teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang
yang berbeda-beda. Teoi tersebut ialah : 1. Teori Tegangan
Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik
antara molekul yang sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain
itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang
tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu
zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya
kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan
tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan
terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak
dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut
dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu
semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan
bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau
senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan
senyawa organik tetentu antara lain sabun. Didalam teori ini
dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan
menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas
sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2.
Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) Setiap molekul
emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada
air. Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
3. Teori Interparsial Film Teori ini mengatakan bahwa emulgator
akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk
lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers. Dengan
terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase
dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada
emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya
cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers. Dapat
membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua
permukaan partikel dengan segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang
langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan
sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang
berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olah
tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik
yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha
dari partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi
satu molekul besar. Karena susunan listrik yang menyelubungisesama
partikel akan tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga
cara dibawah ini.
Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
F. Bahan Pengemulsi (Emulgator)
Emulgator alam
Yaitu Emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan : 1. Emulgator alam
dari tumbuh-tumbuhan Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami
seperti akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin.
Bahan-bahan ini membentuk koloid hidrofilik bila ditambahkan
kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi m/a. a. Gom arab Sangat
baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum. Kestabilan
emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu : -
Kerja gom sebagai koloid pelindung - Terbentuknya cairan yang cukup
kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah
dituang (tiksotropi). - Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan
lemak padat. - Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak
atsiri. - Minyak lemak : PGA kali berat minyak. - Minyak lemak +
minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak. - Bahan obat
cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform. - Balsam-balsam. -
Oleum lecoris aseli
b. Tragacanth c. Agar-agar d. Chondrus e. Emulgator lain Pektin,
metil selulosa, CMC 1-2 %. 2. Emulgator alam dari hewan Zat-zat
protein seperti : gelatin, kuning telur, kasein, dan adeps lanae.
Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin
sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair
dan menjadi lebih cair pada pendiaman. 3. Emulgator alam dari tanah
mineral Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid
termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida.
Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke
fase air jika jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika
serbuk bahan padat ditambahkan dalam inyak dan volume fase minyak
lebih banyak dari air, suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk
suatu emulsi a/m. Selain itu juga terdapat Veegum / Magnesium
Aluminium Silikat
Emulgator buatan
1. Sabun 2. Tween 20; 40; 60; 80 3. Span 20; 40; 80 G. Cara
Pembuatan Emulsi Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi yaitu :
1.Metode gom kering Disebut pula metode continental dan metode
4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi minyak dengan jumlah
volume air dan jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4
bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator. Pertama-tama
gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus
dan diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus
emulsi. 2.Metode gom basah Disebut pula sebagai metode Inggris,
cocok untuk penyiapan emulsi dengan musilago atau melarutkan gum
sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama
seperti
metode gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang
digunakan harus dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam
air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air
lalu diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus diaduk dengan cepat. 3.Metode botol Disebut pula metode
Forbes. Metode inii digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan menguap
dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini
merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode gom basah.
Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian
diencerkan dengan fase luar. Dalam botol kering, emulgator yang
digunakan dari jumlah minyak. Ditambahkan dua bagian air lalu
dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama banyak dengan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah
emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai volume
yang tepat. 4.Metode Penyabunan In Situ a. Sabun Kalsium Emulsi a/m
yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang dibuat
dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam jumlah
yang sama dan dikocok kuatkuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium
oleat, dibentuk secara in situ disiapkan dari minyak sayur alami
yang mengandung asam lemak bebas. b. Sabun Lunak Metode ini, basis
di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase minyak. Jika
perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut dapat
dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan hingga meleleh,
jika kedua fase telah mencapai temperature yang sama, maka fase
eksternal ditambahkan kedalam fase internal dengan pengadukan. c.
Pengemulsi Sintetik Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori
metode tambahan. Secara umum, metode ini sama dengan metode
penyabunan in situ dengan menggunakan sabun lunak dengan perbedaan
bahwa bahan pengemulsi ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih
melarut. Dengan perbandingan untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi
tidak terjadi secepat metode penyabunan. Beberapa tipe peralatan
mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand homogenizer . Alat yang
digunakan dalam pembuatan emulsi, untuk pembuatan emulsi yang
baik.1. 2. 3. 4. 5. Mortar dan stamper Botol Mixer, blender
Homogenizer Colloid mill
H. Cara Membedakan Tipe Emulsi
Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur
dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe m/a,
maka emulsi ini akan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu
pula sebaliknya dengan tipe a/m.
Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna
dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi.
Misalnya amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka akan
terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna
yang larut minyak, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe
a/m.
Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan
terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase
eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui,
pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe
emulsi yang ada. Pada sebagian besar system farmasetik, densitas
fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika
terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe
m/a, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi
tersebut merupakan tipe a/m.
Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair
mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat menghantarkan
listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi,
konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe m/a, dan
begitu pula sebaliknya pada emulsi tipe a/m.
Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar
sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan
sinar ultra violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan
seluruh daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika
emulsi tipe m/a, maka fluorosensi hanya berupa noda. I. Kestabilan
Emulsi Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti
dibawah ini : 1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua
lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak
daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya
bila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali. 2. Koalesen
dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang
meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu).
Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat
terjadi karena:
Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH,
penambahan CaO / CaCL2 Peristiwa fisika, seperti pemanasan,
penyaringan, pendinginan dan pengadukan. Inversi yaitu peristiwa
berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi W/O menjadi O/W atau
sebaliknya dan sifatnya irreversible.
Viskositas emulsi dipengaruhi oleh perubahan komposisi :
1.Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas
fase kontinu. 2.Makin besar volume fase dalam, makin besar pula
viskositas nyatanya.
3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang
harus dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :
Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan
mengurangi ukuran partikel fase terdispersi , Kestabilan emulsi
ditingkatkan denganpengurangan ukuran partikel, dan o Flokulasi
atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase dalam yang dapat
meningkatkan efek penstabil, walaupun ia meningkatkan
viskositas.
4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya umur
sediaan tersebut.
EMULSI
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang
tidak mau campur, biasanya air dan minyak dimana caira suatu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Emulsi adalah suatu disperse di mana fase terdispers terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh
pembawa yang tidak bercampur. Emulsi adalah suatu system heterogen,
yang terdiri dari tidak kurang dari sebuah fase cair yang tidak
bercampur, yang terdispersi dalam fase cair lainnya, dalam bentuk
tetesantetesan, dengan diameter secara umum, lebih dari 0,1 m.
Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase
cair yang tidak bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase
luar (eksternal). Komponen emulsi :Fase dalam
(internal)
Fase luar (eksternal) Emulsifiying
Agent (emulgator)
Flavour dan pengawet yang berada dalam fasa air yang mungkin
larut dalam minyak harus dalam kadar yang cukup untuk memenuhi yang
diinginkan. Emulgator merupakan komponen yang peting untuk
memperoleh emulsi yang stabil. Ada dua macam tipe emulsi yang
terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi ke dalam
fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan fase ekstern
adalah minyak. Fase intern disebut pula dase dispers atau fase
discontinue. Penggunaan emulsi dibagi menjadi dua golongan yaitu
emulsi untuk pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar.
Emulsi untk pemakaian dalam meliputi per oral atau pada injeksi
intravena yang untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau
membrane mukosa yaitu linemen, losion, cream dan salep. Emulsi
untuk penggunaan oral biasanya
mempunyai tipe M/A. emulgator merupakan film penutup dari minyak
obat agar menutupi rasa tak enak itu. Flavour ditambahkan pada fase
ekstern agara rasanya lebih enak. Emulsi juga berpaedah untuk
menaikan absorbsi lemak melalui dinding usus. Penggunaan emulsi
untuk parenteral dibutuhkan perhatian khusus dalam produksi seperti
pemilihan emulgator, ukuran kesamaan butir tetes untuk injeklsi
intravena. Lecithin tidak pernah dipakai karena menimbulkan
hemolisa. Pembuatan emulsi untuk injeksi dilakukan dengan membuat
emulsi kasar lalu dimasukan homogenizer, di tampung dalam botol
steril dan disterilkan dalam auto klap dan di periksa sterilitas
serta ukuran butir. Untuk pemakaian kulit dan membrane mukosa
digunakan sediaan emulsi tipe M/A atau A/M. emulsi obat dalam dasar
salep dapat menurunkan kecepatan absorbsi dan eksintensinya
absorbsi melalui kulit dan membrana mukosa. Contoh: suspensi
efedrin dalam emulsi M/A bila dipakai pada mukosa hidung di
absorbsi lebih lambat si banding larutannya dalam minyak, jadi
diperoleh prolonged action. Tetapi emilsi kadang-kadang dapat
menaikan kecepatan absorbsi perkusen dengan kata lain absorbsi
kedalam dan melalui kulit . Metode Pembuatan Emulsi
Metode Gom Kering Disebut pula metode continental dan metode
4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi minyak dengan jumlah
volume air dan jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4
bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator. Pertama-tama
gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus
dan diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus
emulsi.
Metode Gom Basah Disebutt pula sebagai metode Inggris, cocok
untuk penyiapan emulsi dengan musilago atau melarutkan gum sebagai
emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti metode
gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan harus
dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam air misalnya
metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk,
dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk
dengan cepat.
Metode Botol
Disebut pula metode Forbes (1). Metode inii digunakan untuk
emulsi dari bahan-bahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan
yang rendah. Metode ini merrupakan variasi dari metode gom kering
atau metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan
kuat dan kemudian diencerkan dengan fase luar. Dalam botol kering,
emulgator yang digunakan dari jumlah minyak(2). Ditambahkan dua
bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama
banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus
dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan dengan
air sampai volume yang tepat(1).
Metode Penyabunan In Situ
a. Sabun Kalsium Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak
sayur dan air jeruk,yang dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan
minyak dan air dalam jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan
pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ
disiapkan dari minyak sayur alami yang mengandung asam lemak bebas.
b. Sabun Lunak Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan
asam lemak dalam fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat
dilelehkan, komponen tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas
beker dan dipanaskan hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai
temperature yang sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam fase
internal dengan pengadukan. c. Pengemulsi Sintetik Beberapa pustaka
memasukkannya dalam kategori metode tambahan (1). Secara umum,
metode ini sama dengan metode penyabunan in situ dengan menggunakan
sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi ditambahkan
pada fase dimana ia dapat lebih melarut. Dengan perbandingan untuk
emulsifier 25%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat metode
penyabunan. Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya dibutuhkan,
seperti hand homogenizer . Beberapa sifat emulsi yang penting: -
Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan,
proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan
perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi dapat
terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada
emulsi minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka
pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim.
Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak;
apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air
akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah:
penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit
untukmemisahkan karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan
asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH). - Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat
diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan
dengan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat
dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi.
Teori Emulsifikasi1. Adsorbsi multi molekuler Emulgator koloid
lyofil hidrat dapat dianggap surface active karena dapat tampak
pada antarmuka M/A dan perbedaannya dengan S.A.A sintetik ialah :
a. b. Emulgator koloid lyofil hidrat tidak menurunkan tegangan
antar muka Emulgator koloid lyofil membentuk milti molekuler film
pada antarmuka
Aksinya sebagai emulgator adalah karena membentuk film
multimolekuler yang kuat da mencegah terjadinya koalesens. Efeknya
sebagai tambahan yang menambah stabilitas ialah menaikkan
viskositas media dispers. Tipe emulsi ditentukan oleh sifat
emulgator dan dapat disusun sebagai berikut: 1. emulgator yang
larut atau lebih suka air (tween sabun natrium) maka akan terbentuk
tipe emulsi M/A dan emulgator akan larut atau suka minyak (sabun
kalsium, span) akan terbentuk tipe emulsi A/M. 2. bagian polar
molekul emulgator umumnya lebih baik untuk melindungi kolesen. Maka
itu memungkinkan membuat emulsi M/A volume fase intern yang
relative
tinggi. Sebaliknya emulsi tipe A/M volume fase intern akan
terbatas, apabila air cukup banyak akan terjadi inverse. 3. tipe
emulsi juga dapat mempengaruhi viskositas tiap fase. Tegangan antar
muka dapat di bedakan dengan tiga cara: a. penambahan surfaktan
yang menurunkan tekanan antar muka atau antara dua cairan yang tak
tercampur. b. Penambahan substansi yang mneyususn melintangdiantara
permukaan dari dua tetes cairan, jadi memegang bersama-sama dengan
kekuatan. c. Penambahan zat akan membentuk lapisan film
disekeliling butir-butir dari fase dispers, secara mekanis
melindungi mereka dari penggabungan butir tetes-tetes. Teori
tentang terbentuknya emulsi terdiri dari 1. teori tegangan
permukaan teori ini dapat menjelaskan bahwa emulsi terjasi bila di
tambah suatu substansi yang menurunkan tegangan antar muka diantara
dua cairan yang tak tercampur. 2. teori orientasi bentuk baji teori
ini menjelaskan fenomena terbentknya emulsi dengan dasar adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang
bersifat suka air atau mudah larut dalam air dan adanya bagian yang
suka minyak atau mudah larut dalam minyak. 3. teori film plastic
teori ini menjelaskan bahwa enulgator ini mengnedap pada permukaan
masingmasing butir tetesan fase disper dalam bentuk film yang
plastis. Lapisan ini mencegah terjadninya kontak atau berkumpulnya
butir-butir tetes cairan yang sama. Efek emulgator disini adalah
murni mekanis dan tidak tergantung adanya tegangan permukaan. 3.
Adsorbsi partikel padat
Particle padat teabgi halus dibasahi sebagian oleh minyak
sebagian oleh air dapat bekerja sebagai emulgator. Serbuk yang suka
di basahi oleh air akan membentuk emulsi tipe M/A, sedangkan yang
lebih mudah di basahi oleh minyak akan membentuk emulsi tipe
A/M.
Stabilitas Fisik Dan Emulsi1. Creaming dan Hk.Stokes Creaming
adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi
berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika
densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim
dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada
sebagian besar system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak
kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim pada
bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi krim
terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m.
2. Penilaian KestabilanBila dua larutan murni yang tidak saling
campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok
kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang
disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan
dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan
kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan
teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat
singkat . Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1)
Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gayaLondon-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap,
2)
Gaya tolak-menolak yang disebabkan olehpertumpang-tindihan
lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan
menstabilkan dispersi koloid
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah: 1. 2.
3. 4. 5. Tegangan antarmuka rendah Kekuatan mekanik dan elastisitas
lapisan antarmuka Tolakkan listrik double layer Relatifitas phase
pendispersi kecil Viskositas tinggi.
3. Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Edisi III. UI Press : Jakarta