Top Banner
1 IDENTIFIKASI RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI GEARBOX DI AGGREGATE ASSEMBLY & COMMPONENTS PT MERCEDES BENZ INDONESIA WANAHERANG BOGOR TAHUN 2010 LAPORAN MAGANG Oleh : Emi Maijunidah NIM 106101003319 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
132

Emi Maijunidah

Feb 18, 2015

Download

Documents

34rf33efffffffffffffff 333333333
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Emi Maijunidah

1

IDENTIFIKASI RISIKO KESELAMATAN KERJA

PADA PROSES PRODUKSI GEARBOX

DI AGGREGATE ASSEMBLY & COMMPONENTS

PT MERCEDES BENZ INDONESIA WANAHERANG BOGOR

TAHUN 2010

LAPORAN MAGANG

Oleh :

Emi Maijunidah

NIM 106101003319

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: Emi Maijunidah

2

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Magang, April 2010

Emi Maijunidah, NIM : 106101003319

Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Produksi Gearbox di Aggregate

Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor Tahun

2010

xiii + 115 halaman, 7 tabel, 14 gambar, 15 lampiran.

ABSTRAK

PT Mercedes Benz Indonesia selaku produsen mobil mewah di Indonesia

merupakan salah satu produsen mobil yang ada di negara ini. Di pabrik ini di produksi

dua jenis kendaraan yaitu Passenger Cars dan Commercial Vehicle atau chassis bus.

Untuk perakitan chassis bus di ACV terdapat departemen AGC (Aggregate Assembly &

Commponents) yang khusus merakit mesin, gearbox dan axle yang nantinya akan

digabungkan dengan chassis pada proses selanjutnya. Proses produksi di AGC banyak

menggunakan mesin yang memiliki risiko tinggi, misalnya mesin pengepresan, main jig,

test bench dan peralatan pendukung lain (seperti hoist crane, torque moment, palu,

impact wrench, heater plate dan sebagainya) yang juga menyimpan potensi bahaya.

Proses produksi di bagian gearbox menggunakan mesin dan peralatan yang rata-rata

memiliki prioritas medium dan high yang tentu saja lebih berisiko dibandingkan dengan

proses produksi lainnya di AGC. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk

mengidentifikasi risiko yang ada pada proses produksi gearbox di Aggregate Assembly

& Components (AGC) sehingga dapat diketahui risiko yang ada serta pengendalian yang

tepat.

Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi risiko keselamatan

kerja dengan menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis). Kegiatan magang ini

dilakukan di PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor yang dimulai pada

Februari 2010 sampai Maret 2010 melalui pengambilan data primer dengan tehnik

wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder berupa gambaran umum

perusahaan, struktur organisasi, gambaran umum P2K3 dan data-data lainnya.

Risiko keselamatan kerja yang ada pada proses produksi gearbox secara

keseluruhan adalah tangan terjepit, tangan tergores komponen, tangan melepuh (seperti

luka bakar), kaki kejatuhan komponen atau peralatan dan wajah terkena gears yang

melejit, tangan terpukul palu dan mata terkena percikan debu (serbuk) logam.

Page 3: Emi Maijunidah

3

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan cara engineering control yaitu memasang

alat pengaman tambahan pada mesin press dan test bench. Sedangkan dengan

administrative control, yaitu melakukan perawatan secara berkala (periodic

maintenance) untuk hoist crane, mesin pengepresan, oven, heater plate dan mesin test

bench, housekeeping, training pekerja, bekerja sesuai dengan WI (work Instruction) dan

pemasangan safety sign di area kerja. Selain itu, terdapat pengendalian dengan

menggunakan APD, yaitu dengan menggunakan safety shoes, hand gloves, back jack

dan kaca mata.

Untuk meminimalisir risiko keselamatan kerja, upaya pengendalian dapat

ditambahkan dengan pemakaian APD tambahan seperti pelindung wajah saat

pengepresan dan pekerjaan yang menghasilkan scrup atau serbuk logam, bekerja dengan

hati-hati, memegang dan menempatkan komponen dengan benar, memperhatikan

lingkungan area kerja, memasang safety sign untuk risiko dan area yang belum terdapat

safety sign, melakukan house keeping, mengganti palu dengan bahan logam yang tidak

mudah hancur (menghasilkan scrup atau serbuk logam) dan memasang pengaman

tambahan pada bagian gearbox yang berputar (running test) serta mengkomunikasikan

risiko.

Daftar bacaan: 21 (1991 - 2010)

Page 4: Emi Maijunidah

4

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul magang

IDENTIFIKASI RISIKO KESELAMATAN KERJA

PADA PROSES PRODUKSI GEARBOX

DI ACV (ASSEMBLY COMMERCIAL VEHICLE) PT MERCEDES BENZ

INDONESIA WANAHERANG BOGOR

TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, April 2010

Mengetahui

Iting Shofwati, ST, MKKK Ir. Ari Abriyarto

Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan

Page 5: Emi Maijunidah

5

PANITIA SIDANG UJIAN LAPORAN MAGANG

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, April 2010

Penguji I

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji II

Ir. Ari Abriyarto

Page 6: Emi Maijunidah

6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas personal

Nama Lengkap : Emi Maijunidah

TTL : Lamongan, 4 April 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Harun No. 11 B Tanah Kusir, Jakarta Selatan 12240

Telepon : 0857 806 440 55

E-mail : [email protected]

Pendidikan

2006 – Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

2003 - 2006 : SMAN 32 Jakarta

2000 - 2003 : SMPN 31 Jakarta

1994 - 2000 : SDN 09 Pagi Jakarta

Pengalaman Organisasi

2000 - 2001 : Anggota Paskibra SMPN 31 Jakarta

2003 - 2006 : Anggota Ju Jitsu SMAN 32 Jakarta

Page 7: Emi Maijunidah

7

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-NYA

dan salam tak lupa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penulis

dapat menyelesaikan laporan magang dengan judul “ Identifikasi Risiko Keselamatan

Kerja pada Proses Produksi Gearbox di AGC (Aggregate Assembly & Components) PT

Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor Tahun 2010”.

Dalam pelaksanaan magang dan penulisan laporan magang, penulis banyak

mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. My beloved family, orang tua tercinta yang telah banyak memberikan perhatian,

dukungan secara moril dan materil, terima kasih atas doa, kasih sayang dan

kesabaran yang tak terkira, kakak-kakakku dan adikku tersayang yang selalu

mengisi hari-hariku.

2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat FKIK UIN Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan

laporan magang ini, yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak

masukan.

Page 8: Emi Maijunidah

8

4. Direksi PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang yang telah memberikan izin serta

fasilitas kepada penulis.

5. Bapak Ir. Didit Suwardi, selaku Ketua P2K3 dan pembimbing institusi di PT

Mercedes Benz Indonesia yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.

6. Bapak Ir. Ari Abriyarto, selaku Sekretaris Umum P2K3 sekaligus pembimbing

lapangan di PT Mercedes Benz Indonesia yang telah meluangkan waktu dan

memberikan banyak masukan kepada penulis.

7. Bapak Sudarko, selaku supervisor di AGC (Aggregate Assembly & Components)

yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.

8. Ibu Tika selaku HRD PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang.

9. Pak Sularno, Pak Sanin, Pak Harso, Pak Ihwan, Pak Trimo, Pak Yayan, Pak

Anshori, Pak Dudi, Pak Nahan, Pak Sukandi, Pak Didi, Pak Mijil, Mas Heri, Ibu

Urri, Mas Budi serta seluruh staf dan karyawan PT Mercedes Benz Indonesia,

terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

10. Keluarga besar Ibu Dewi dan Dita, terima kasih banyak atas perhatian, bantuan,

support dan doanya selama ini kepada penulis selama kegiatan magang.

11. Sahabat-sahabatku tersayang (Desi, Nita, Agita, Anisa Mausulli, Nisa, Defryan,

Angga, Rina, Lesy, Abel, Prit, Adit, Mas Amir dan seluruh mahasiswa kesmas 3G

angkatan 2006 UIN Jakarta.

12. Seluruh staf FKIK UIN Jakarta.

13. Dan seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan.

Thank you for everythings.

Page 9: Emi Maijunidah

9

Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian semuanya. Penulis menyadari bahwa

sebagai manusia tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun akan penulis terima dengan baik. Akhir kata penulis berharap semoga

laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan berbagai

pihak yang memerlukan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, April 2010

Emi Maijunidah

Page 10: Emi Maijunidah

10

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Tujuan .......................................................................................................... 6

1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................... 6

1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 6

1.3 Manfaat ........................................................................................................ 7

1.3.1 Bagi Mahasiswa .................................................................................. 7

1.3.2 Bagi PT Mercedes Benz Indonesia ..................................................... 7

1.3.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ....................................... 8

1.4 Ruang Lingkup Kegiatan .............................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................................. 10

2.2 Pengertian Keselamatan Kerja ..................................................................... 11

2.3 Kecelakaan Kerja ........................................................................................ 12

2. 3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja ........................................................... 12

2.3.2 Penyebab Kecelakaan Kerja .............................................................. 13

2.3.3 Teori Kecelakaan Kerja .................................................................... 17

2.3.4 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja ............................................... 24

2.4 Bahaya ......................................................................................................... 26

2.4.1 Pengertian Bahaya ............................................................................ 26

2.4.2 Penggolongan Bahaya ...................................................................... 27

Page 11: Emi Maijunidah

11

2.5 Risiko .......................................................................................................... 28

2.5.1 Pengertian Risiko .............................................................................. 28

2.5.2 Penggolongan Risiko ........................................................................ 29

2.5.3 Manajemen Risiko ............................................................................ 30

2.5.4 Metode Identifikasi Risiko ............................................................... 32

2.5.5 Hirarki Pengendalian Risiko .............................................................. 36

BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN

3. 1 Alur Kegiatan Magang .................................................................................. 40

3.2 Aktivitas Magang ........................................................................................... 41

3.2.1 Tahap Persiapan ................................................................................ 41

3.2.2 Tahap Pelaksanaan ........................................................................... 41

3.2.3 Jadwal Magang ................................................................................. 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ....................................................................... 44

4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan ......................................................... 44

4.1.2 Sekilas Tentang Perusahaan ............................................................. 45

4.1.3 Lokasi Kantor ................................................................................... 46

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................ 47

4.1.5 Tata Tertib Perusahaan ..................................................................... 51

4.2 Gambaran P2K3 PT MBIna Wanaherang ..................................................... 52

4.2.1 Tujuan ............................................................................................... 52

4.2.2 Struktur Organisasi P2K3 ................................................................. 53

4.2.3 Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab ............................................. 54

4.2.4 Sistem Manajemen K3 dan Pelaksanaanya ...................................... 55

4.3 Gambaran Umum Pelaksanaan Identifikasi Risiko ...................................... 61

4.4 Identifikasi Risiko di ACV (Assembly Commercial Vehicle) PT MBIna ..... 65

4.4.1 Gambaran Umum Proses Pembuatan Chassis Bus............................ 65

4.4.2 Gambaran Umum Aggregate Assembly & Components (AGC) ....... 70

4.4.3 Proses Produksi Gearbox................................................................... 74

4.4.4 Hasil Identifikasi Proses Produksi Gearbox di AGC PT MBIna ...... 78

4.4.4.1 Tahap Sub Assy Counter Shaft ................................................... 79

4.4.4.2 Tahap Sub Assy Main Shasft ..................................................... 87

4.4.4.3 Tahap Sub Assy Front Housing dan Sub Assy Rear Housing ... 91

4.4.4.4 Tahap Main Jig .......................................................................... 96

4.4.4.5 Tahap Final Assembly ............................................................. 102

4.4.4.6 Tahap Testing .......................................................................... 105

Page 12: Emi Maijunidah

12

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 112

5.2 Saran ........................................................................................................... 115

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Magang di PT MBIna Wanaherang Tahun 2010 .......................... 42

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub assy. Counter Shaft .......................... 80

Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Risiko Tahap sub assy main shaft .................................. 88

Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub Assy Front dan Rear Housing ........... 93

Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Main Jig ................................................... 97

Tabel 4.5 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Final Assembly ....................................... 103

Tabel 4.6 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Testing .................................................... 106

Page 13: Emi Maijunidah

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Terjadinya Kecelakaan.................................................................... 21

Gambar 2.2 Alur Manajemen Risiko .......................................................................... 31

Gambar 3.1 Alur Kegiatan Magang di PT MBIna Wanaherang ................................ 40

Gambar 4.1 Logo Mercedes Benz Indonesia .............................................................. 44

Gambar 4.2 Lokasi PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang ................................. 46

Gambar 4.3 Lokasi PT Mercedes Benz Distribution Indonesia .................................. 46

gambar 4.4 Lokasi Layanan Purna Jual, Pusat Pelatihan PT MBIna .......................... 47

Gambar 4.5 Struktur Organisasi PT MBIna Wanaherang Tahun 2010 ...................... 49

Gambar 4.6 Job dan Lay Out Divisi/Seksi .................................................................. 50

Gambar 4.7 Struktur Organisasi P2K3 PT MBIna Wanaherang Tahun 2010 ............ 53

Gambar 4.8 Alur Produksi Chassis Bus Di ACV PT MBIna Wanaherang ................ 65

Page 14: Emi Maijunidah

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Persetujuan Magang

Lampiran 2. Surat Keterangan Pelaksanaan Magang

Lampiran 3. Rencana Kerja P2K3

Lampiran 4. Form Safety Aspect Impact AGC

Lampiran 5. Form Aspect Impact Normal Condition (example pada APC)

Lampiran 6. Form Aspect Impact Abnormal Condition (example pada APC)

Lampiran 7. Form Aspect Impact Emergency (example pada APC)

Lampiran 8. Lembar Equipment Priority List AGC

Lampiran 9. Form Daily Preventive Maintenance Hoist Crane (AGC)

Lampiran 10. Form Daily Preventive Maintenance mesin Hydraulic Press (AGC)

Page 15: Emi Maijunidah

15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan dan

mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu.

Biasanya didahului oleh keadaan dan/atau tindakan membahayakan. Luka-luka

selalu terjadi sebagai akibat dari terselesaikannya urut-urutan faktor yang mana

faktor yang terakhir dari urut-urutan kejadian tersebut adalah luka-luka itu sendiri.

Kecelakaan yang menyebabkan luka-luka tersebut selalu disebabkan oleh tindakan

berbahaya dari orang dan/atau bahaya mekanik atau fisik (H.W. Heinrich, 1931).

Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang industri, dunia kerja senantiasa

dihadapkan dengan berbagai persoalan serta tantangan-tantangan baru yang

terkadang menimbulkan dampak negatif seperti kecelakaan kerja atau kematian

tenaga kerja. Kecelakaan kerja dapat berakibat merugikan baik yang bersifat

ekonomis dalam bentuk kerusakan, hilangnya waktu kerja, biaya perawatan dan

pengobatan, menurunnya jumlah dan mutu produksi maupun kerugian berupa

penderitaan manusia baik karena cidera, cacat atau ban kematian. (Ruliansyah,

2003).

Page 16: Emi Maijunidah

16

Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan banyak

korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia

ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara

dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau

kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Secara keseluruhan,

kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang (ILO, 2003).

Berdasarkan data Depnakertrans, angka kecelakaan kerja di Indonesia masih

tergolong tinggi, tahun 2000 terjadi 98.902 kasus, tahun 2001 terjadi 104.774 kasus,

tahun 2002 terjadi 103.804 kasus, tahun 2003 terjadi 105.846 kasus, tahun 2004

terjadi 95.418 kasus, tahun 2005 terjadi 99.023 kasus, tahun 2006 terjadi 95.624

kasus dan semester pertama 2007 terjadi sebanyak 37.845 kasus (Sinar Harapan,

2008). Kasus kecelakaan kerja pada 2008 sebanyak 93.823 orang, dengan jumlah

pekerja yang sembuh 85.090 orang, sedangkan yang cacat total 44 orang (Rahmat

Saepulloh, 2009).

Banyak sekali faktor penyebab terjadinya suatu kecelakaan, oleh karena itu

faktor penyebab kecelakaan dan faktor-faktor lainnya harus segera dikendalikan

dengan benar, sehinggga kecelakaan kerja dapat segera dicegah dan diminimalisasi

frekuensinya. Kecelakaan kerja kerap terjadi di suatu industri yang menggunakan

mesin-mesin atau peralatan-peralatan kerja yang manual maupun yang berteknologi

tinggi.

Menurut pandangan kemanusiaan dan ekonomi, usaha pencegahan dan

penanggulangan terhadap kecelakaan harus ditangani dengan semaksimal mungkin

Page 17: Emi Maijunidah

17

dan harus melibatkan semua pihak yang terkait baik dari pihak pekerja, perusahaan,

maupun masyarakat sekitar. Pencegahan kecelakaan sangat bergantung pada

kesadaran pekerja. Apabila pekerja memiliki kesadaran yang tinggi terhadap hal

tersebut, maka kecelakaan kerja dapat dihindarkan semaksimal mungkin.

(International Labour Organization/ILO, 1989).

PT Mercedes Benz Indonesia selaku produsen mobil mewah di Indonesia

merupakan salah satu produsen mobil yang ada di negara ini. Di pabrik ini di

produksi dua jenis kendaraan yaitu Passenger Cars yang berada di plant APC

(Assembling Passenger Cars ) dan Commercial Vehicle atau chassis bus yang

berada di plant ACV (Assembling Commercial Vehicle). Untuk perakitan chassis

bus di ACV terdapat departemen AGC (Aggregate Assembly & Commponents) yang

khusus merakit mesin, gearbox dan axle yang nantinya akan digabungkan dengan

chassis pada proses selanjutnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor di ACV, Departemen AGC

(Aggregate Assembly & Commponents) yaitu Bapak Sudarko yang mengatakan

bahwa proses produksi di bagian AGC menggunakan mesin yang memiliki risiko

tinggi, misalnya mesin pengepresan yang memiliki risiko seperti tangan terjepit,

kejatuhan komponen yang akan dipres (kaki), wajah memar atau luka sobek karena

terkena komponen yang melejit dan mengenai bagian wajah. Kemudian mesin jig

yang memiliki risiko seperti tangan terjepit sangat meletakkan komponen pada

mesin, tangan melepuh seperti luka bakar terkena heater plate, tangan terpukul palu,

kejatuhan palu (kaki) dan mata terkena percikan debu (serbuk) logam. Selain itu,

Page 18: Emi Maijunidah

18

mesin untuk test bench juga memiliki risiko seperti tersengat listrik dan tangan atau

jari tergores atau luka sobek serta terdapat peralatan pendukung lain (seperti hoist

crane, torque moment, palu besar, impact wrench, heater plate dan sebagainya)

yang memiliki banyak potensi bahaya dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan

kecelakaan kerja yang fatal dan dapat mengakibatkan kerugian besar bagi

perusahaan.

Untuk mengatasi hal itu, pihak P2K3 PT MBIna telah memiliki suatu program

kerja yang berkaitan dengan analisis kondisi lingkungan kerja untuk melihat potensi

bahaya dan risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Caranya dengan

melakukan safety inspection secara langsung ke lapangan atau lokasi kerja oleh tim

P2K3, kemudian di buat laporan tertulis terkait dengan nearmiss yang ditemukan di

area tersebut. Selain itu, pihak supervisor masing-masing area juga membuat suatu

laporan tentang potensi bahaya dan risiko yang terdapat di area tersebut yang

disebut dengan laporan aspect impact dan diperbarui secara berkala. Namun,

seluruh proses tersebut kurang dilakukan secara mendetail per tahapan pekerjaan.

Disamping itu, organisasi P2K3 di perusahaan ini baru berdiri ± enam bulan dan

tergolong masih baru. Dimana program dan kebijakannya masih berkembang dan

masih pada tahap penyesuaian dengan proses kerja di masing-masing plant. Untuk

itu, perlu dilakukan identifikasi risiko secara menyeluruh untuk mengetahui risiko

per tahapan pekerjaan agar kecelakaan kerja dapat diminimalisir dan dicegah sedini

mungkin.

Page 19: Emi Maijunidah

19

Dalam melakukan identifikasi risiko di PT MBIna Wanaherang, penulis

menggunakan metode Job Safety Analisis (JSA), karena metode ini dapat

menghasilkan analisis yang baik. Metode ini juga memiliki beberapa keuntungan,

yaitu pendekatan JSA sangat mudah dipahami dan tidak membutuhkan training

khusus, proses JSA dapat memberikan kesempatan kepada individu untuk

mengenali pengetahuan mengenai operasi dan hasil analisis dengan JSA dapat

digunakan sebagai dokumentasi (Diberadinis, 1999). Hal tersebut merupakan

beberapa keuntungan menggunakan metode JSA dibandingkan dengan metode

identifikasi yang lainnya.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis tertarik untuk melakukan

identifikasi resiko keselamatan kerja di Aggregate Assembly & Components (AGC),

karena pada proses kerja ini memakai mesin dan peralatan yang berat dan memiliki

potensi bahaya yang cukup signifikan serta komponen yang dirakit umumnya

berukuran besar dan berat. Departemen AGC mengerjakan tiga komponen yaitu

mesin, gearbox dan axle. Karena tahapan produksi dan proses kerja untuk setiap

komponen berbeda-beda, maka penulis memilih satu jenis komponen untuk

mempermudah dalam menentukan tahapan pekerjaan ketika mengidentifikasi risiko

keselamatan kerja. Jenis komponen yang dipilih yaitu gearbox, karena proses

perakitan gearbox menggunakan seluruh mesin dan peralatan yang rata-rata

memiliki prioritas medium dan high.

Berdasarkan data dan teori yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik

untuk melakukan identifikasi risiko keselamatan kerja dengan metode JSA pada

Page 20: Emi Maijunidah

20

proses produksi gearbox di bagian Aggregate Assembly & Components pada Plant

ACV (Assembly Commercial Vehicle) PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang

Bogor tahun 2010.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi gearbox di

Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang

Bogor tahun 2010.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum tentang PT Mercedes Benz Indonesia

Wanaherang Bogor tahun 2010.

b. Mengetahui tahapan kegiatan pada proses produksi gearbox di Aggregate

Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor

tahun 2010.

c. Mengetahui gambaran pelaksanaan identifikasi risiko pada proses produksi

gearbox di Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia

Wanaherang Bogor tahun 2010.

d. Mengetahui identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi

gearbox di Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia

Wanaherang Bogor tahun 2010.

Page 21: Emi Maijunidah

21

e. Mengetahui upaya pengendalian risiko yang ada pada proses produksi

gearbox di Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia

Wanaherang Bogor tahun 2010.

1.3 Manfaat Magang

1.3.1 Mahasiswa :

a. Mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim dalam pelaksanaan program

keselamatan dan kesehatan kerja .

b. Mengetahui karakteristik bahaya dan risiko pada proses produksi dan

kondisi lingkungan kerja.

c. Sebagai aplikasi penerapan ilmu dan aspek K3 yang telah diperoleh pada

perkuliahan selama kegiatan magang. Selain itu diharapkan dari kegiatan ini

dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa

terutama bidang K3 di industri.

1.3.2 Perusahaan

a. Perusahaan mendapatkan gambaran mengenai identifikasi risiko yang ada di

PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor tahun 2010.

b. Membantu kegiatan program keselamatan dan kesehatan kerja di PT

Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor tahun 2010, khususnya

Page 22: Emi Maijunidah

22

mengenai masalah risiko yang ada berdasarkan hasil observasi dan mencari

solusi alternatif untuk memecahkan masalah tersebut.

c. Memberikan solusi alternatif pada perusahaan mengenai pelaksanaan

program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), terutama hal-hal yang

berkaitan dengan pencegahan kecelakaan kerja di PT Mercedes Benz

Indonesia Wanaherang Bogor tahun 2010.

1.3.3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

a. Sebagai tambahan referensi mengenai identifikasi resiko pada proses

produksi di industri perakitan kendaraan dan pengetahuan bagi mahasiswa

selanjutnya dalam praktek di lapangan.

b. Sebagai wujud peran akademisi dalam penerapan keilmuan K3 pada

perusahaan terutama dalam hal identifikasi resiko di tempat kerja.

c. Sebagai sarana untuk menjalin serta membina network dan kerjasama yang

saling menguntungkan dan bermanfaat dengan perusahaan dibidang

kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

1.4 Ruang Lingkup

Kegiatan Magang ini dilakukan di PT Mercedes Benz Indonesia yang berada di

Desa Wanaherang, Gunung Putri, Bogor. Tema yang diangkat adalah identifikasi risiko

pada proses produksi gearbox di Aggregate Assembly & Components, karena pada

proses ini memakai mesin dan peralatan yang berat serta rata-rata memiliki high priority

dan medium priority yang tentu saja menyimpan potensi risiko kecelakaan kerja yang

Page 23: Emi Maijunidah

23

cukup signifikan dibandingkan dengan proses produksi lainnya serta komponen yang

dirakit umumnya berukuran besar dan berat. Dalam kegiatan magang ini mahasiswa

melakukan pengambilan data primer dan sekunder, data primer berupa wawancara dan

observasi dan data sekunder berupa gambaran umum perusahaan, struktur organisasi,

dan data-data lainnya.

Kegiatan Magang ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan magang ini dimulai

pada Februari 2010 sampai Maret 2010.

Page 24: Emi Maijunidah

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), keselamatan dan

kesehatan kerja terdiri dari dua komponen, yaitu keselamatan yang merupakan

keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat

kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan dan kesehatan kerja yang

merupakan penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar

setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun

masyarakat di sekelilingnya sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan

sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang

ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Secara umum keselamatan kerja

dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat,

alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja

serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset

Page 25: Emi Maijunidah

25

perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga

meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.

Sedangkan keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO/WHO Join Safety and

Commitee (1998) yaitu, promosi dan pemeliharaan derajat tertinggi fisik, mental dan

kesejahteraan sosial setiap pekerja dismeua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan

terhadap pekerja yang disebabkan oleh kondisi kerja, melindungi pekerja dari resiko dan

faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaaan pekerja di lingkungan

kerja sesuai dengan fisiologi dan psikologi dan melakukan penyesuaian pekerjaan untuk

setiap pekerja untuk pekerjaannya.

2.2 Pengertian Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering

disebut dengan safety saja, oleh American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan

sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada

kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi diartikan

sebagai sutau pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmaniah maupun rohaniahtenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya

serta hasil karya dan budayanya.

Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya

dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management =

MSM) dikenal dua definisi keselamatan kerja. Pertama didefinsikan sebagai bebas dari

Page 26: Emi Maijunidah

26

kecelakaan- kecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian.

Kedua, didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Definsi ini lebih fungsional karena

berkiatan dengan luka, sakit, kerusakan harta, dan kerugian terhadap proses. Definisi

kedua ini juga termasuk dalam hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan

seminimum mungkin terjadinya kerugian. Ini ada kaitannya dengan fungsi

pengontrolan dalam sistem manajemen (Didi Sugandi, 2003).

Materi keselamatan kerja juga diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970

yang ruang lingkupnya berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan

lingkungan kerja serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

memberikan perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

2.3 Kecelakaan Kerja

2.3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaaan adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki

yang dapat mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktifitas dan dapat

menimbulkan kerugian, baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan

kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (Depnaker RI, 1998) :

1. Kecelakaan industri (Industrial Accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2. Kecelakaan dalam perjalanan, yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja

dalam kaitannya dengan hubungan kerja.

Page 27: Emi Maijunidah

27

Sedangkan pengertian kecelakaan kerja menurut UU No. 3 tahun 1992 tentang

Jamsostek adalah kecelakaan yang tejadi akibat berhubungan dengan hubungan kerja,

temasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang

terjadi dalam perjalanan berangkat menuju ke tempat kerja dan pulang ke rumah melalui

jalan yang biasa atau wajar dilalui.

Menurut Frank E.Bird Jr “ Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tidak

dikehendaki, dapat merugikan jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi

sebagai akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi batas kemampuan

tubuh atau struktur”. Luka-luka selalu terjadi sebagai akibat dari terselesaikannya urut-

urutan faktor yang mana faktor yang terakhir dari urut-urutan kejadian tersebut adalah

luka-luka itu sendiri. Kecelakaan yang menyebabkan luka-luka tersebut selalu

disebabkan oleh tindakan berbahaya dari orang dan/atau bahaya mekanik/fisik (H.W.

Heinrich).

2.3.2 Penyebab Kecelakaan Kerja

Satu kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada sebabnya, oleh

karenanya kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemampuan untuk mencegahnya.

Dengan meneliti dan menemukan sebab-sebab kecelakaan yang kemudian digunakan

sebagai bahan dalam usaha-usaha koreksi terhadap sebab-sebab kecelakaan tersebut,

sehingga kecelakaan dapat dicegah.

Sebab-sebab kecelakaan akibat kerja dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)

Page 28: Emi Maijunidah

28

Sebab-sebab kecelakan oleh keadaan lingkungan yang tidak aman akan meliputi

mesin, kendaraan, alat-alat penyalur tenaga, alat-alat listrik, alat-alat tangan, bahan

kimia, bahan-bahan yang mudah terbakar/meledak, debu, radiasi, landasan tempat

kerja seperti lantai, jalan, gang dan lain-lain. Dan untuk memudahkan dikelompokkan

sebagai berikut :

a. Perkakas, alat-alat dan bahan-bahan yang rusak (misalnya, karena rusak,

sudah tua, pecah kendor dan lain-lain).

b. Pengaman mesin yang tidak baik, atau alat-alat/perkakas yang sama sekali

tanpa alat pengaman. Misalnya, katrol, gir, ban berjalan, mata pisau, pisau

rantai, roda gerinda, pemindahan arus dll.

c. Pengaturan-pengaturan yang salah atau prosedur yang berbahaya. Misalnya,

kesalahan rencana penempatan mesin, tak ada rencana untuk keselamatan

(brosur, peraturan-peraturan kerja, gambar-gambar tanda bahaya, tidak ada

label/identitas pada botol dan kaleng yang berisi bahan-bahan atau larutan-

larutan yang berbahaya dan proses yang berbahaya.

d. Keadaan lingkungan kerja yang tidak diinginkan. Misalnya, banyak timbunan-

timbunan, tempat yang sempit, suhu yang tidak tepat, pertukaran udara yang

kurang, tak ada penghisap debu keadaan lingkungan yang tidak sehat, dan

sebagainya.

e. Pakaian yang berbahaya. Misalnya, tenaga kerja tidak boleh bekerja dengan

lengan baju yang panjang, berdasi, memakai perhiasan, harus memakai

goggles, helmet, apron, masker topeng muka dan sebagainya.

Page 29: Emi Maijunidah

29

f. Keadaan gedung yang berbahaya. Misalnya, lantai rusak, tidak ada APK (Alat

Pemadam Kebakaran), bahaya-bahaya listrik, tidak ada bak sampah dan

sebagainya.

2. Tingkah laku manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts).

Umumnya bahaya-bahaya kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yang

berupa tindakan-tindakan tidak aman (tidak memenuhi keselamatan) adalah sebagai

berikut :

a. Bekerja pada mesin yang bukan haknya, melupakan keamanan atau peringatan.

b. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya (terlalu lambat, terlalu cepat, tergesa-

gesa.

c. Tidak memasang atau memindahkan atau tidak menghubungkan atau kesalahan

menyetel alat-alat pengaman mesin.

d. Mempergunakan alat-alat yang tidak aman, mempergunakan tangan sebagai

pengganti peralatan atau mempergunakan alat-alat secara tidak aman (pemberian

beban, penempatan, pengadukan, pencampuran).

e. Mengambil posisi/penempatan diri yang membahayakan (berdiri atau bekerja

dibawah beban yang menggantung, mengangkat barang dengan menggunakan

kekuatan punggung).

f. Bekerja pada peralatan/mesin yang bergerak atau berbahaya (membersihkan,

memberikan pelumas, menyetel dan lain-lain).

g. Tidak memperhatikan peraturan, mengganggu orang lain, marah-marah

bercanda.

Page 30: Emi Maijunidah

30

h. Lupa menggunakan alat pelindung diri (goggles, respirator, sumbat telinga,

helmet dll).

Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan adalah suatu kerugiaan, dan kerugian

ini terlihat dari adanya biaya dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya kecelakaan dapat

dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung ialah biaya yang

dikeluarkan untuk tenaga kerja dan industri yang dengan segera dapat diketahui

jumlahnya yaitu termasuk biaya atas PPPK, biaya perawatan dan pengobatan, biaya

rumah sakit, biaya angkutan dan kompensasi cacat dan gaji yang harus dibayarkan.

Biaya tersembunyi adalah biaya untuk segala sesuatu yang tidak terlihat (tidak dapat

dengan segera diketahui) pada waktu atau beberapa waktu setelah peristiwa kecelakaan,

dan ini akan meliputi :

1. Biaya yang hilang oleh operasi yang berhenti, karena terjadi peristiwa kecelakaan.

2. Biaya atas waktu yang hilang disebabkan tenaga kerja yang lain berhenti bekerja

karena:

a. Tertarik oleh peristiwa kecelakaan

b. Rasa setia kawan

c. Menolong

d. Alasan alasan lain

3. Biaya atas waktu yang hilang oleh supvisor, atau bagian executive lainnya yang :

a. Mengunjungi tenaga kerja yang menderita kecelakaan

b. Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan

Page 31: Emi Maijunidah

31

c. Mengatur dan menunjuk tenaga kerja yang lain untuk meneruskan pekerjaan

tenaga kerja yang menderita kecelakaan

d. Memilih dan melatih seseorang tenaga kerja baru untuk menggantikan tenaga

kerja yang menderita kecelakaan

4. Biaya atas kerusakan mesin-mesin, alat-alat dan bahan-bahan

5. Upah selama tenaga kerja tak mampu bekerja

6. Hilangnya kesempatan mendapat keuntungan oleh karena tenaga kerja menderita

kecelakaan serta mesin menjadi tidak berfungsi

7. Kerugian oleh menurunnya moral (gairah) kerja atas terjadinya peristiwa

kecelakaan.

8. Dan lain-lain.

2.3.3 Teori Kecelakaan Kerja

Banyak Faktor yang dapat menjadinya sebabnya kecelakaan kerja. Ada faktor yg

merupakan unsur tersendiri dan beberapa diantaranya adalah faktor yg menjadi unsur

penyebab bersama-sama.

Beberapa teori yang banyak berkembang adalah :

1. Teori kebetulan murni ( pure chance theory) mengatakan bahwa kecelakaan terjadi

atas Kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan saja kejadiannya, sehinggatak

adapola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya.

Page 32: Emi Maijunidah

32

2. Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan pekerja tertentu

lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang

cenderung untuk mengalami kecelakaan..

3. Teori tiga faktor Utama (There Main Factor Theory), mengatakan bahwa penyebab

kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri.

4. Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan kerja

disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan berbahaya

(unsafe action).

5. Teori Accident/incident (peterson), teori ini merupakan pengembangan dari teori

human factor, dengan menambahkan faktor ergonomi (ergonomi traps), salah dalam

mengambil keputusan (decision to err) dan kegagalan sistem (system failure)

termasuk kebijakan, pelatihan, inspeksi, koreksi dan standar.

6. Teori Epidemiologi, terjadinya kecelakaan karena ketidak serasian antara: peran

tenaga kerja (host), alat kerja (agent), lingkungan kerja (Enviroment).

7. Teori sistem, teori ini melihat ouput/produk yg di hasilkan oleh berbagai komponen

yg dirangkai dalam suatu sistem. Dalam K3 output/produk atau kecelakaan,

komponen yang menghasilkan kecelakaan adalah: tenaga kerja, alat kerja, lingkungan

kerja, fasilitas kerja dan manajemen.

8. Teori Kombinasi, merupakan dua atau lebih dari teori-teori diatas. Teori ini di

perlukan jika suatu teori tidak cukup untuk menjelaskan suatu kejadian kecelakaan, di

harapkan dengan melakukan gabungan beberapa teori menjawab “ mengapa terjadi

kecelakaan”.

Page 33: Emi Maijunidah

33

9. Teori Faktor manusia (human factor theory), menekankan bahwa pd akhirnya semua

kecelakaan kerja, langsung dan tidak langsung disebabkan kesalahan manusia.

Kesalahan yang dilakukan berupa :

a. Work over loaded. Yang di maksud Work over loaded di sini adalah penjumlahan

tugas yang harus dilaksanakan, lingkungan kerja, faktor internal (stress, emosi,

perilaku) dan faktor eksternal (instruksi tidak jelas, kompensasi).

b. Reaksi yang tidak tepat (inappropriate respons), sikap mengabaikan standar

keselamatan, tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), mengabaikan

petunjuk kerja.

c. Aktifitas yg tidak tepat (inappropriate activities) yaitu, salah dalam menilai

besarnya resiko dan tidak ada training untuk pekerja.

10. Teori Domino (domino seguence theory).

Dalam buku The Origin of Accident (1928) Heinrich mengemukakan bahwa

terdapat rangkaian lima faktor penyebab kecelakaan. Kunci agar kecelakaan dapat

dicegah yaitu dengan cara menghilangkan faktor utama yakni tindakan tidak aman

dan bahaya mekanik dan atau fisik yang berkontribusi 98% terhadap terjadinya

kecelakaan. Dari suatu proses H.W. Heinrich (1931) berpendapat bahwa kecelakaan

pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan.

Pada proses kerja dalam suatu kegiatan operasi terdapat empat elemen pokok

yaitu :

a. Manusia

Page 34: Emi Maijunidah

34

Faktor manusia mempunyai andil yang tinggi sebagai penyebab incident, oleh

karena itu harus selalu diingat bahwa sesuatu yang telah diterima atau yang tidak

dapat diterima oleh pekerja melalui pendidikan, motivasi dan alat-alat kerja,

tergantung pada hubungan antar pekerja dengan menajemen.

b. Peralatan

Yang dimaksud dengan alat-alat (perkakas) dan mesin-mesin yang digunakan

oleh pekerja. Usaha-usaha untuk mencegah incident ditimbulkan oleh peralatan

adalah dengan jalan memberikan pengamanan pada peralatan tersebut dan training

para operator.

c. Material

Material yang digunakan dalam proses merupakan potensial dari penyebab

incident. Material ini bisa berupa racun, bahan-bahan yang panas, berat dan tajam.

d. Lingkungan

Semua yang ada disekitar kita, termasuk gedung-gedung dimana kita berada dan

udara yang kita hirup. Lingkungan biasanya berkaitan erat dengan penerangan

kebisingan dan kondisi-kondisi udara.

Keempat elemen diatas dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Dalam teori

domino yang ditemukan H.W Heinrich (1931) kecelakaan diilustrasikan sebagai

rangkaian suatu kejadian sebagai deretan kartu domino yang didirikan secara

berurutan.

Page 35: Emi Maijunidah

35

(Sumber : Frank E. Bird, Jr. 2005)

Gambar 2.1 Alur Terjadinya Kecelakaan

Gambar diatas menunjukkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

kecelakaan menurut Frank Bird.

1. Kelemahan pengawasan oleh manajemen, pengawasan ini diartikan sebagai fungsi

manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan

pengawasan. Partisipasi aktif manajemen sangat menentukan keberhasilan usaha

pencegahan kecelakaan.

2. Penyebab dasar, pada hakekatnya ini merupakan penyebab yang paling mendasar

terhadap kejadian kecelakaan yang meliputi:

Faktor pekerjaan (job factor), seperti desain dan maintenance yang tidak

memadai dan pemakaian alat yang tidak benar.

Penyebab

Dasar

Faktor

Manusia

Faktor

Pekerjaan

/ Sistem

Pengendalian

manajemen

Kurang :

Sistem

standar

pemenuhan

Penyebab

Langsung

Tindakan /

praktek

substandar

Kondisi

substandar

Insiden

Kejadian

Kerugian

Cedera

atau

kerusakan

yang tidak

disngej

Page 36: Emi Maijunidah

36

Faktor manusia (human factor), misalnya kurang pengetahuan dan keterampilan

serta pengalaman, tidak adanya motivasi dalam bekerja, kemampuan fisik dan

biologis yang terbatas, ketidakmampuan mental atau psikologis, stres fisik dan

mental dan motivasi yang tidak tepat.

3. Sebab yang Merupakan Gejala atau Symptom (Penyebab Langsung)

Penyebab langsung dari insiden adalah keadaan sesaat sebelum terjadi kontak.

Biasanya dapat dilihat atau dirasakan dan disebabkan masih adany perilaku yang

dibawah standar atau tidak aman yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Faktor-

faktor ini sebenarnya adalah gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres, baik pada

sistem maupun pada manajemen. Seringkali disebut sebagai tindakan yang tidak

aman (tingkah laku yang dapat memungkinkan terjadinya insiden) dan kondisi yang

tidak aman (keadaan yang dapat memungkinkan terjadinya insiden).

4. Insiden (kejadian)

Jika ketiga unsur diatas terjadi, maka akan timbul peristiwa atau kejadian yang

tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam

bentuk cidera adan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi yang melebihi

nilai ambang batas.

5. Kerugian

Akibat dari suatu insiden adalah kerugian. Kerugian-kerugian yang paling jelas

adalah cidera pada manusia dan kerusakan harta benda. Kerugian-kerugian nyata

dan penting yang dimaksud adalah gangguan kinerja, penurunan mutu, kerusakan

lingkungan dan pengurangan laba atau keuntungan. Akibatnya bisa berkisar antara

Page 37: Emi Maijunidah

37

hal yang tidak signifikan hingga hal yang luar biasa, dari goresan atau penyok kecil

hingga kefatalan atau kehilangan pabrik. Jenis dan tingkat kerugian sebagian

tergantung pada situasi kebetulan dan sebagian pada tindakan yang diambil untuk

mengurangi kerugian.

Lebih lanjut, teori mengenai terjadinya kecelakaan kerja dapat di upayakan

pencegahannya dengan mekanisme terjadinya kecelakaan kerja di uraikan “domino

seguence “ sebagai berikut :

a. Ancestry and social enviroment, yakni pada orang yang keras kepala mempunyai

sifat tidak baik yang di peroleh karena faktor keturunan, pengaruh lingkungan

dan pendidikan, mengakibatkan seseorang bekerja kurang hati-hati dan banyak

membuat kesalahan.

b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungannya,

yang menjurus pada tindakan yg salah dalam melakukan pekerjaan.

c. Unsafe Act and or mechanical or Physical hazard, tindakan berbahaya disertai

bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya.

d. Accident, peristiwa kecelakaan yg menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh

berbagai kerugian.

e. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera atau luka ringan maupn berat menuju

kecacatan dan bahkan kematian.

Dalam banyak literatur beberapa ahli menjabarkan bahwa meningkatkan

kecelakaan kerja juga menggambarkan tentang kemerosotan suatu bangsa, berikut

adalah beberapa indikasi kemunduran suatu bangsa menurut Thomas Lickona :

Page 38: Emi Maijunidah

38

1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja

2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk

3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan

4. Meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti narkoba, sex bebas, dan alkohol

5. Kaburnya pedoman moral baik dan buruk

6. Penurunan etos kerja

7. Rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru

8. Rendahnya rasa tanggung jawab baik sebagai individu dan warga negara

9. Ketidakjujuran yang telah membudaya

10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

2.3.4 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut ILO tahun 1962 adalah sebagai

berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan, antara lain:

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

Page 39: Emi Maijunidah

39

h. Kontak dengan bahan-bahan yang berbahaya atau radiasi

2. Klasisfikasi menurut penyebab, antara lain:

a. Mesin.

b. Alat angkut dan alat angkat.

c. Peralatan lain.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

e. Lingkungan kerja.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan, antara lain:

a. Patah tulang.

b. Diskolasi atau keseleo.

c. Regang otot atau urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Gegar dan remuk.

h. Luka bakar.

i. Keracunan-keracuan mendadak (akut).

j. Akibat cuaca dan lain-lain.

k. Mati lemas.

l. Pengaruh arus listrik.

m. Pengaruh radiasi.

n. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

Page 40: Emi Maijunidah

40

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain:

a. Kepala

b. Leher

c. Badan

d. Anggota atas

e. Anggota bawah

f. Banyak tempat

g. Kelainan umum

2.4 Bahaya

2.4.1 Pengertian Bahaya

Bahaya adalah suatu kondisi, alat atau zat yang secara langsung dapat

menyebabkan luka atau cidera terhadap manusia atau kerusakan terhadap harta

benda. Sedangkan menurut Kolluru (1996) bahaya adalah agen kimia, biologi

atau fisik (termasuk radiasi elektromagnetik) atau kondisi yang mempunyai

sumber risiko.

The Australian Standard/New Zealand Standard (1999), memaparkan bahwa

bahaya adalah sumber atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan kerugian.

Milos Nedved (1991) mengatakan bahwa bahaya adalah suatu aktivtas atau sifat-

sifat alamiah dari suatu yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Sedangkan

Geostach (1993) mengatakan bahwa bahaya adalah kondisi atau kombinasi dari

Page 41: Emi Maijunidah

41

berbagai kondisi yang tidak dibenahi atau dapat menyebabkan kecelakaan,

kesakitan dan kerusakan properti.

2.4.2 Penggolongan Bahaya

Menurut Kolluru (1996) bahaya dikategorikan menjadi dua, yaitu:

Bahaya keselamatan

Ciri-ciri dari bahaya keselamatan adalah konsekuensi aberupa kecelakaan

(accident), cidera (injuries), sampai kerusakan asset perusahaan. Jenis

bahaya keselamatan diantaranya:

Bahaya mekanik

Bahaya elektrik

Kebakaran

Peledakan

Bahaya kesehatan

Ciri-ciri dari bahaya kesehatan adalah bersifat kronis, konsekuensinya

berupa terpapar kontak penyakit mendadak/menahun/kanker

dampak terhadap masyarakat umum. Proses pemaparan melalui sumber

jalur pemaparan penerima. Jenis bahaya kesehatan diantaranya:

Bahaya fisik (temperatur ekstrim, kelembaban, kebisingan, getaran,

dll)

Page 42: Emi Maijunidah

42

Bahaya kimia (korosif, oksidasi karsinogenik, flammability, dll)

Bahaya biologis (virus, bakteri, jamur, dll)

Bahaya ergonomik (tata letak, disain pekerjaa, manual handling, dll)

Bahaya psikososial (stress kerja, waktu kerja berlebihan, tidak ada

waktu untuk bersantai atau istirahat, dll)

2.5 Risiko

2.5.1 Pengertian Risiko

Kemungkinan terjadinya kerugian atau keuntungan. Juga, suatu takaran dari

potensi kerugian yang mempertimbangkan besarnya kerugian dan kemungkinan

terjadinya. Menurut Kolluru (1996) risiko merupakan suatu ukuran kemungkinan

dari dampak yang merugikan termasuk cidera, penyakit atau kerugian ekonomi.

Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event)

yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung

dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan

atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan

evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi

atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya (Didi

Sugandi, 2003).

Sebuah risiko adalah kombinasi dari probabilitas bahwa hasil tertentu akan

terjadi dan keparahan kerugian yang terlibat. Risiko juga adalah kemungkinan

terjadinya kerugian (loss), cidera (injurie), ketidakberuntungan (disadvantage)

atau kehancuran (destruction). Risiko selalu dihubungkan dengan terjadinya

Page 43: Emi Maijunidah

43

sesuatu yang tidak diinginkan dan merugikan. Dengan demikian risiko

merupakan peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap

sasaran.

2.5.2 Penggolongan Risiko

Risiko dikategorikan menjadi lima kategori (Kolluru, 1996), yaitu:

1. Risiko keselamatan (Safety Risk)

Memiliki ciri-ciri probabilitas rendah, tingkat pemajanan tinggi, tingkat

konsekuensi terjadinya kecelakaan tinggi, bersifat akut dan menimbulkan

efek langsung. Fokus dari risiko keselamatan adalah keselamatan manusia

dan pencegahan kerugian.

2. Risiko kesehatan (Health Risk)

Memiliki ciri-ciri probabilitas tinggi, konsekuensi rendah, tingkat pemajanan

rendah, berlangsung terus menerus, bersifat kronis dan menimbulkan efek

tidak langsung. Fokus dari risiko kesehatan adalah kesehatan manusia.

3. Risiko lingkungan (Enviromental Risk)

Ciri-cirinya adalah pengaruh yang tidak jelas, melibatkan interaksi antara

populasi, komunitas dan ekosistem pada tingkat makro dan mikro. Fokus

dari risiko lingkungan adalah dampak yang timbul pada habitat dan

ekosistem yang jauh dari sumber risiko.

4. Risiko kesejahteraan masyarakat (Public Welfare Goddwill Risk)

Page 44: Emi Maijunidah

44

Memiliki ciri-ciri merupakan persepsi masyarakat, perhatian terhadap nilai

properti dan estetik. Fokus dari risiko kesejahteraan masyarakat adalah pada

nilai sistem.

5. Risiko keuangan (Financial Risk)

Memiliki ciri-ciri dapat berupa risiko jangka pendek atau jangka panjang

dari kerugian properti, terkait dengan perhitungan asuransi, pengembalian

pada lingkungan, kesehatan dan keselamatan investasi. Fokus dari risiko

keuangan adalah kemudahan pengoperasian dan kelangsungan finansial.

2.5.3 Manajemen Risiko

Menurut Kolluru (1996) keuntungan dari pelaksanaan manajemen risiko

adalah sebagai pengembangan keilmuan metode manajemen risiko, dapat

menentukan kerangka kerja yang sistematik dalam menentukan prioritas masalah

dan mewujudkan adanya perhatian terhadap masalah keselamatan dan kesehatan

kerja.

Menurut A.M Sugeng Budiono (2003) aspek ekonomi, sosial dan legal

merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan penerapan manajemen risiko.

Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan kesehatan atau

sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian area produksi, biaya premi asuransi,

moral kerja dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas dan keuntungan

perusahaan. Demikian juga aspek segi kemanusiaan, kesejahteraan dan

Page 45: Emi Maijunidah

45

kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang

dilaksanakan melalui partisipasi pihak terkait.

Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak

negatif risiko yang mengakibatkan kerugian pada aset organisasi baik berupa

manusia, material, mesin, metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara

sistematik dilakukan pengendalian potensi bahaya serta risiko dalam proses

produksi melalui aktivitas:

a. Identifikasi potensi bahaya

b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya

c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian

d. Penerapan teknologi pengendalian

e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya, yang tercantum dalam bagan

berikut:

Gambar 2.2

Alur Manajemen Risiko

Identifikasi potensi bahaya

Pemantauan pengkajian

Penilaian risiko

Penentuan penerapan

teknologi pengendalian

Page 46: Emi Maijunidah

46

Beberapa tahapan dalam melaksanakan manajemen resiko menurut AS/NZS

4360 (1999) yaitu :

1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen resiko.

2. Melaksanakan identifikasi resiko.

3. Melakukan analisis resiko untuk menetapkan kemungkinan dan konsekuensi

yang akan terjadi serta menetapkan skala prioritas dan membandingkan

dengan kriteria yang ada.

4. Menetapkan evaluasi untuk menetapkan skala prioritas dan membandingkan

dengan kriteria yang ada.

5. Melakukan pengendalian resiko yang tidak dapat diterima.

6. Melakukan pemantauan dan peninjauan program manajemen resiko yang

telah dilaksanakan.

7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen resiko

yang melibatkan pihak internal dan eksternal.

2.5.4 Metode Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah proses determinasi terhadap apa yang dapat terjadi,

mengapa dan bagaimana (AS/NZS 4360, 1999). Identifikasi risiko merupakan

kegiatan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas

dari probabilitas dan konsekuensi dari suatu sistem operasi ataupun kegiatan.

Identifikasi risiko juga digunakan sebagai input data untuk melakukan

perhitungan tingkat risiko pada tahap analisis risiko.

Page 47: Emi Maijunidah

47

Identifikasi risiko terdiri dari beberapa macam metode, diantaranya adalah:

a. Preeliminary Hazard Analysis (PHA)

Preeliminary Hazard Analysis adalah suatu metode analisis kualitatif yang

dilakukan dalam mengetahui bahaya-bahaya awal sedini mungkin pada suatu

sistem baru. Preeliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak ada suatu

informasi mengenai sistem tersebut. (Colling, 1990).

b. Failure Mode Effect Analysis

Failure Mode Effect Analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk

menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin

mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. Failure

Mode Effect Analysis secara sistematis menilai komponen dari dari suatu

sistem tentang bagimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek dari

kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan

bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau diminimalisasi (Colling, 1990).

c. Check List

Check List digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu

kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety checklist dapat digunakan

untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau

prosedur operasi (Diberadinis, 1999).

d. Hazard and operability Study

Hazard and operability Study (HAZOPS) dapat digunakan untuk

mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS digunakan untuk

Page 48: Emi Maijunidah

48

mengidentifikasi dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan safety

dan bahaya pada lingkungan dan memproses masalah yang dapat berdampak

pada efisiensi operasi (Kolluru, 1996).

e. Fault Tree Analysis (FTA)

Fault Tree Analysis (FTA) dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah

terjadinya kecelakaan atau digunakan sebagai alat investigasi setelah terjadi

kecelakaan (Geostsch, 1996).

f. Job Safety Analysis

Job Safety Analysis adalah suatu proses yang dilakukan dalam

mengidentifikasi bahaya melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap

langkah dianalisis untuk mengisentifikasi potensi bahaya yang berhubungan

dengan pekerjaan tersebut (Geotsch, 1996). Tahapan pelaksanaan Job Safety

Analysis terdiri adari empat langkah yaitu :

a) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis.

b) Membagi pekerjaan ke dalam tahapan tugas.

c) Mengidentifikasi bahaya atau risiko keselamatan kerja yang ada pada

setiap tahapan tugas.

d) Menentukan prosedur atau tindakan pengendalian guna meminimalisasi

risiko tersebut.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metoda Job Safety

Analysis yaitu (Diberardinis, 1999) :

Page 49: Emi Maijunidah

49

a. Pendekatan JSA sangat mudah dipahami, tidak membutuhkan suatu

tahapan dalam training dan dapat dengan cepat disesuaikan dengan

pandangan individu.

b. Proses pada JSA dapat memberikan kesempatan pada individu untuk

mengenali natau memberikan pengetahuan mengenai operasi.

c. Hasil dari analisis dapat digunakan untuk dokumentasi yang nantinya

dapat digunakan untuk melatih (sebagai bahan training) pekerja baru.

d. Dokumentasi JSA juga dapat digunkan sebagai bahan studi.

e. Job Safety Analysis berisikan informasi mengenai (Colling, 1990) :

Job

Berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan untuk masaing-

masing tahapan kegiatan, yang dapat menggambarkan faktor-faktor

terjadinya dampak.

Task

Berisikan penjelasan mengenai rincian kegiatan yang dilakukan

untuk masing-masing tahapan kegiatan yang dapat menggambarkan

faktor-faktor terjadinya dampak.

Hazard (Bahaya)

Untuk mengetahui jenis bahaya (fisik, kimia, biologi, mekanik,

ergonomi) apakah yang ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan.

Probability (Kemungkinan)

Page 50: Emi Maijunidah

50

Berisikan tentang kemungkinan pekerja untuk terkena cidera (sering,

terkadang) dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan.

Consequency

Berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari setiap

kegiatan pekerjaan.

2.5.5 Hirarki Pengendalian Risiko

Penanganan mesti dimulai dari kondisi dengan bahaya (hazard) dan resiko

(risk) terbesar. Berikut adalah Hierarchy of Control dalam penanganan bahaya

dan resiko menurut Permenaker No. 05/MEN/1996, yaitu:

1. Pengendalian Teknis atau rekayasa (Engineering Control)

Pengendalian yang dilakukan dengan cara desain atau modifikasi

hardware untuk mengurangi potensi bahaya

Eliminasi

Cara ini mengharuskan penghilangan bahaya secara total. Karena tidak

ada lagi bahaya, kemungkinan kecelakaan menjadi nol. Contoh: Ada

perenang dengan ikan hiu. Tindakan eliminasi ditempuh dengan

memindahkan atau membunuh hiu, hingga perenang terbebas dari

bahaya.

Substitusi

Page 51: Emi Maijunidah

51

Cara ini diambil untuk mengurangi tingkat bahaya. Sumber bahaya

utama diganti dengan sesuatu yang kurang membahayakan. Contoh:

Hiu diganti dengan boneka sponge bob.

Isolasi

Isolasi ditempuh untuk memisahkan atau mengurangi potensi bahaya

yang mungkin diderita pekerja. Contoh: Dibuat tembok beton untuk

memisahkan antara perenang dengan hiu.

2. Administrasi

Dicapai dengan melakukan perubahan prosedur untuk mengurangi potensi

bahaya. Efektivitas program ini dari peran aktif manajemen dan karyawan.

Semua elemen harus memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan

program-program yang ada. Program-program tersebut yaitu:

Pembangunan kesdaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,

intensif, penghargaan dan motivasi diri.

Pendidikan dan pelatihan

Evaluasi melalui internal maupun eksternal audit

Membuat SOP (Standard Operating Procedure) yang baik untuk

setiap pekerjaan yang ada

Memberikan atau melampirkan MSDS untuk setiap pekerjaan yang

menggunakan bahan-bahan kimia

Mengadakan pengecekan kesehatan sebelum bekerja, berkala maupun

khusus

Page 52: Emi Maijunidah

52

Pengaturan jadwal kerja (shift kerja)

Housekeeping yang baik

3. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)

Melengkapi pekerja dengan alat pelindung untuk mengurangi keparahan

jika terjadi peristiwa tak diinginkan. PPE ini bertujuan untuk memisahkan

antara pekerja dengan sumber bahaya. Yang harus diingat adalah PPE

merupakan hirarki terakhir dalam mengendalikan bahaya apabila semua

hirarki di atasnya telah dilakukan.

Apabila kita telah mendalami dan memahami hirarki pengendalian

kerugian, diharapkan kita mulai bisa mengembangkan suatu rencana dalam

pengendalian kerugian. Namun karena kegiatan harus tetap terselenggara,

berarti harus ada “perlakuan“ agar kegiatan memungkinkan dilakukan dengan

aman. Perlakuan pengendalian ini dimaksudkan agar resiko atau bahaya yang

mungkin akan dihadapi bisa menjadi di toleransi dan dapat diterima secara

aman oleh pekerja. Tetapi apabila upaya untuk mentoleransi bahaya ini gagal,

pekerjaan harus diserahkan (transfer) kepada mereka yang ahli di bidang

pekerjaan beresiko tinggi tersebut.

Dalam banyak kasus keenam Hierarchy of Control ini mesti

dikombinasikan. Kombinasi mesti diarahkan untuk menurunkan tingkat resiko

bahaya hingga serendah-rendahnya.

Page 53: Emi Maijunidah

53

Alat pelindung diri adalah sebagai berikut:

a. Perlindungan kulit: termasuk sarung tangan, pakaian, dan celemek.

b. Pelindung mata: termasuk kacamata pengaman, kacamata, wajah perisai,

dan kerudung.

c. Perlindungan telinga: termasuk plugs dan ear muff.

d. Alat perlindungan pernapasan: termasuk respirator pemurni udara,

pemasok udara pernapasan, dan unit pernapasan diri.

e. Perlindungan lain: perlindungan keselamatan termasuk sepatu, pakaian

menyelam, dan pengendalian lingkungan yang sesuai

Page 54: Emi Maijunidah

54

BAB III

ALUR DAN JADWAL KEGIATAN

3.1 Alur Kegiatan Magang

Proposal

Surat pengantar

Pengajuan magang

Turut serta dalam setiap

kegiatan P2K3 di

perusahaan

Hasil magang

PT Mercedes Benz Indonesia

Sosialisasi dengan pihak perusahaan

Sosialisasi dengan tim P2K3

Observasi/Orientasi lingkungan kerja

PT MBIna Wanaherang

Pengumpulan data dan

informasi tentang tahapan

kegiatan & risiko di ACV

Presentasi Laporan

Pembuatan Laporan Magang

Page 55: Emi Maijunidah

55

Gambar 3.1

Alur Kegiatan Magang di PT MBIna Wanaherang

3.2 Aktivitas Magang

3.2.1 Tahap Persiapan

Sebelum melakukan kegiatan magang, terlebih dahulu penulis mengajukan surat

permohonan magang kepada manager HRD PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang

dan melakukan pengumpulan bahan-bahan teori dalam bentuk proposal magang yang

akan digunakan saat pelakasanaan magang.

3.2.2 Tahap Pelaksanaan

Kegiatan magang dilaksanakan selama bulan Februari dengan mengikuti jadwal

dan jam kerja yang telah ditentukan oleh pihak intitusi magang, yaitu setiap hari Senin

sampai dengan Jumat mulai pukul 07:25 sampai dengan 16:15 WIB. Lokasi kegiatan

magang bertempat di area pabrik PT MBIna Wanaherang, Gunung Putri, Bogor.

Selama pelaksanaan kegiatan magang, penulis melakukan observasi langsung,

wawancara, diskusi dan evaluasi dengan ketua, sekretaris umum sekaligus pembimbing

lapangan dan anggota P2K3 PT MBIna, supervisor di masing-masing area kerja, pekerja

pada masing-masing plant/gedung dan pembimbing akademik. Selain itu, dilakukan

pengumpulan data dan informasi serta ikut serta dalam kegiatan-kegiatan P2K3 PT

MBIna kemudian mempresentasikan hasil observasi dan identifikasi bahaya dan risiko

Page 56: Emi Maijunidah

56

kepada seluruh tim P2K3, supervisor masing-masing plant/gedung dan pihak terkait

lainnya.

3.2.3 Jadwal Magang

Tabel 3.1

Jadwal Magang di PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Hari/Tanggal Kegiatan Lokasi

1. Senin, 1 Februari

2010

- Perkenalan secara umum dan pembimbing lapangan

- Orientasi/observasi ke lingkungan kerja

- Ruang meeting HRD & P2K3

- Seluruh lingkungan kerja MBIna

2. Selasa, 2 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja APC

(Assembling Passenger Cars) - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada plant 8

- Plant/gedung 8

3. Rabu, 3 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja APC

(Assembling Passenger Cars) - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada plant 8

- Plant/gedung 8

4. Kamis, 4 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja ACV

(Assembling Commercial Vehicle) - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada plant 6

- Office MBIna - Plant/gedung 6

5. Jumat, 5 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja ACV

(Assembling Commercial Vehicle) - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada plant 6

- Office MBIna - Plant/gedung 6

Page 57: Emi Maijunidah

57

6. Senin, 8 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja PLG - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada PLG

- Office MBIna - PLG/gedung 7, 13,

7. Selasa, 9 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja PLG - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada PLG

- Office MBIna - PLG/gedung 18,

8. Rabu, 10 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja PLG - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada PLG - Pengamatan lokasi kerja di Office

MBIna Ciputat

- Office MBIna - PLG/Rework Area,

gedung 9A - Office MBDIna Ciputat

9. Kamis, 11 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja pada FMI - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada FMI

- Office MBIna - Dept. FMI

10. Jumat, 12 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja pada FMI - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko pada FMI

- Office MBIna - Dept. FMI/FMI

Workshop

11. Senin, 15 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja di VRDS - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko di VRDS

- Office MBIna - VRDS/gedung 21

12. Selasa, 16 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja di VRDS - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko di VRDS

- Office MBIna - VRDS/gedung 19

13. Rabu, 17 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja di Kantin - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko di Kantin

- Office MBIna - Kantin

14. Kamis, 18 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengerjaan laporan observasi

- Office MBIna

15. Jumat, 19 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Penyempurnaan data APC dengan

pengamatan di Mechanical Line - Diskusi dengan pembimbing lapangan

mengenai identifikasi risiko di APC – Mechanical Line

- Office MBIna - Plant 8/APC

(Mechanical Line)

16. Senin, 22 Februari

2010

- Briefing dan diskusi dengan pembimbing lapangan

- Penyempurnaan data untuk laporan

- Office MBIna

Page 58: Emi Maijunidah

58

- Pengerjaan laporan observasi

17. Selasa, 23 Februari

2010

- Briefing dengan pembimbing lapangan - Presentasi laporan hasil observasi

kepada tim P2K3, supervisor masing-masing plant/gedung dan pihak terkait lainnya

- Office MBIna

18. Rabu, 24 Februari

2010

- Penyempurnaan data untuk laporan magang

- Office MBIna

19. Kamis, 25 Februari

2010

- Penutupan kegiatan magang dengan P2K3 dan HRD

- Office MBIna

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan

Mercedes-Benz di Indonesia terdiri dari tiga perusahaan, yakni PT

Mercedes-Benz Indonesia, PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia, dan PT

Star Engines Indonesia. Kantor Jakarta terletak di Deutsche Bank building,

Jakarta. Sementara pabriknya seluas 42 hektar terletak di desa Wanaherang,

Gunung Putri, Bogor, dan kantor layanan purna jual terletak di Ciputat.

PT Mercedes-Benz Indonesia adalah 100 % perusahaan asing, dimiliki

oleh Daimler AG, Stuttgart (89,21%) dan Daimler Project Consult, Jerman

(10,79%). Mercedes-Benz Indonesia adalah agen resmi dan perakit semua

produk Mercedes-Benz di Indonesia.

PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia merupakan perusahaan patungan

antara Daimler AG, Stuttgart (43%), PT Mercedes-Benz Indonesia (52%) dan

partner Indonesia Mr. Iwan Valiant Joesoef, Jakarta (5%). Perusahaan ini

Page 59: Emi Maijunidah

59

merupakan distributor utama dari produk – produk PT Mercedes-Benz Indonesia

dan bertanggung jawab untuk pemasaran semua produk Mercedes-Benz di

Indonesia.

Mercedes-Benz Indonesia berlogo :

Kehadiran Mercedes-Benz di Indonesia telah lebih dari setengah abad dan

telah berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi dan menjadi partner yang

mapan dan terhormat di industri otomotif. Mercedes-Benz adalah industri

otomotif Indonesia pertama yang mendapat penghargaan sertifikat ISO 9001

untuk kendaraan penumpang dan komersial baik itu dari segi disain, perakitan

dan distribusi.

4.1.2 Sekilas Tentang Perusahaan

Kegiatan Mercedes-Benz di Indonesia dimulai tahun 1970-an, ketika PT

Star Motors didirikan sebagai agen untuk Daimler-Benz. Pada tahun yang sama

dibentuk pula PT German Motor Manufacturing, sebagai perakit dan pembuat

produk Daimler-Benz.

Pada tahun 2008, nama perusahaan diubah masing – masing menjadi PT

Mercedes-Benz Indonesia dan PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia.

Saat ini Indonesia memiliki tiga Mercedes-Benz lokasi di sekitar Jakarta

dengan jumlah karyawan keseluruhan lebih dari 583 orang:

Gambar 4.1

Page 60: Emi Maijunidah

60

a. Pabrik perakitan mobil berada di desa Wanaherang, Gunung Putri Bogor,

sekitar 50 km dari Jakarta.

b. Layanan Purna Jual dan Apprentice Training Center di Ciputat, Jakarta

Selatan.

c. Perusahaan distribusi (dengan nama PT Mercedes-Benz Distribution

Indonesia) berkantor di gedung Deutsche Bank di jalan Imam Bonjol Jakarta.

Mercedes-Benz Indonesia saat ini merakit Mercedes-Benz tipe C-, E- and

S-Class. Sedangkan B-Class, R-Class, GL-Class, M-Class diimpor langsung dari

Jerman.

Kendaraan niaga dan chassis bus dirakit untuk pangsa pasar dalam

negeri. Sedangkan kendaraan niaga tipe Actros, Atego dan Axor diimpor dari

Jerman. Pangsa pasar Mercedes-Benz berkisar antara 40% dan lebih dari 60%

disegmen bus OH.

4.1.3 Lokasi Kantor

PT Mercedes-Benz Indonesia

Agen Tunggal, Pembuat dan Perakit Produk

Mercedes-Benz di Indonesia

Desa Wanaherang Gunung Putri,

Bogor 16965 – Indonesia

Gambar 4.2

Page 61: Emi Maijunidah

61

PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia

Distributor utama untuk produk

PT Mercedes-Benz Indonesia

Deutsche Bank Building, 18th Floor

Jl. Imam Bonjol 80, Jakarta 10310 - Indonesia

PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (After Sales Service)

Layanan Purna Jual, Pusat Pelatihan

Jl. L. RE. Martadinata Km. 7

Ciputat, Jakarta 15411 – Indonesia

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam suatu perusahaan, pembentukan suatu organisasi sangat

diperlukan untuk menjaga kelancaran dan mencapai tujuan perusahaan. Struktur

organisasi dibentuk dengan maksud agar setiap anggota organisasi dapat bekerja

secara efisien da efektif. Unsur-unsur dasar dai organisasi antara lain:

1. Adanya dua orang atau lebih

2. Adanya pengaturan hubungan

3. Adanya maksud untuk kerja sama

4. Adanya tujuan yang hendak dicapai

5. Adanya pembagian peranan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara

bersama-sama

Gambar 4.3

3.

Gambar 4.4

Page 62: Emi Maijunidah

62

Adapun ciri atau atribut organisasi dapat dirinci sebagai berikut :

1. Organisasi adalah lembaga sosial yang terdiri dari sekumpulan orang dengan

berbagai pola interaksi yang ditetapkan.

2. Organisasi dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh

karena itu, organisasi adalah kreasi sosial yang memerlukan aturan dan

koordinasi.

Selain itu, organisasi juga dapat dibagi menjadi :

1. Organisasi garis (line organization)

2. Organisasi staf (staff organization)

3. Organisasi garis dan staff (line and staff organization)

4. Organisasi fungsional

5. Organisasi panitia

Struktur organisasi PT Mercedes Benz Indonesia dapat dilihat pada gambar

4.5.

Page 63: Emi Maijunidah

63

President Director

Executive Assistant Corporate Secretary

Director

Sales & Marketing

Departement

Director

After-Sales Department

Director

Technical Department

Director

Finance Department

Director

Human Resources

Department

Deputy Director

Network Development

Department Manager

Compliance

Deputy Director

After-Sales Technic &

Services

Deputy Director

After-Sales Marketing &

Logistic

Deputy Director

Central Training

Deputy Director

Marketing

Deputy Director

Sales Operation

Commercial Vehicle

Deputy Director

Sales Operation

Mercedes-Benz Cars

Deputy Director

Accounting

Deputy Director

Corporate Planning &

Controlling

CIO & Deputy Director

Information Technology &

Facility Management

Deputy Director

Global Procurement

SEA / Ina.

Deputy Director

Employee Relation

Deputy Director

Engineering &

Documentation

Deputy Director

Production

Deputy Director

Supply Chain Management

Deputy Director

Quality Management

Page 64: Emi Maijunidah

64

Sumber: HRD PT Mercedes Benz Indonesia, 2010.

Gambar 4.5

Struktur Organisasi PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Tahun 201

President Director

Director

Technical Department

Deputy Director

Quality Management

Secretary

Department Manager

Quality Audit

Senior Specialist

Quality Management

System

Documentation and

Quality Costs

Section Manager

Process & MPS Audit

Department Manager

Quality Parts and Products

Environment Management

FDOK LKW

Page 65: Emi Maijunidah

65

Sumber: HRD PT Mercedes Benz Indonesia, 2010.

Gambar 4.6

Job dan Lay Out Divisi/Seksi

4.1.5 Tata Tertib Perusahaan

a. Hari – Jam Kerja – Istirahat

1) Hari Kerja

Hari kerja/waktu kerja dan jam kerja disesuaikan dengan izin

penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat yang dikeluarkan/disetujui

oleh Disnaker setiap tahunnya.

Satu copy izin tersebut akan diberikan kepada serikat pekerja dan agar

karyawan/wati mengetahui izin tersebut akan ditempelkan di papan

pengumuman perusahaan.

2) Bagi karyawan tersebut (energy supply, keamanan) yang waktu jam

kerjanya di luar aturan jam kerja normal, akan diatur sendiri sesuai

dengan undang-undang/peraturan pemerintah yang berlaku. Sedang bagi

pengemudi kendaraan bermotor jam kerjanya diatur sesuai jam kerja

normal, shift I dan shift II.

b. Peraturan Jam Kerja dan Waktu Istirahat

1) Non shift : 07.30 s/d 16.15 WIB (termasuk istirahat 45 menit).

Page 66: Emi Maijunidah

66

Waktu istirahat Senin s/d Kamis:

- 11.45 s/d 12.30 WIB (istirahat makan Grup I).

- 12.30 s/d 13.15 WIB (istirahat makan Grup II).

Waktu istirahat hari Jumat:

- 11.45 s/d 13.00 WIB (istirahat makan Grup I dan II).

2) Shift I : 06.30 s/d 15.15 WIB (termasuk waktu istirahat 45 menit).

Waktu istirahat: 11.45 s/d 12.30 WIB.

3) Shift II : 15.15 s/d 22.45 WIB (termasuk waktu istirahat 30

menit).

Waktu istirahat: 18.00 s/d 18.45 WIB.

4) Jam tersebut pada ayat 2 dan 3 dapat berubah sesuai keperluan

perusahaan yang terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan FSPMI

dan disepakati oleh kedua belah pihak serta diberitahukan kepada

Disnaker.

5) Penggantian jam kerja shift diatur secara bergiliran sekurang – kurangnya

1 (satu) minggu sekali. Sedangkan shift untuk karyawan keamanan dan

energy supply, diatur secara khusus.

4.2 Gambaran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) PT

MBIna Wanaherang

4.2.1 Tujuan

Page 67: Emi Maijunidah

67

Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu

sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

4.2.2 Struktur Organisasi P2K3

Steering Committee

Frank Haegele, Dominik

Gronle, Norlida Shariff

Man Power Dept.

Government Officer

Chairman:

Didit suwardi

Safe Work Practices

and

Control Coordinator at

Ciputat Area:

Radinal Mufti

Hadi Suparyo

Dr. Hany Ernita

Occupational Health

Coordinator :

R.H. Rusman Hidayat

Working Environment

General Plan (

Coordinator) :

Aladin Sirait

OHSAS Expert

Ronny Adrianto

Gada Putra

Yoris Febrianto

Niena Chotimah

Training and Campaign

Coordinator

Eko Setyodiwarno

Secretary:

Ari Abriyarto

Safe Work Practices and

Control Coordinator at

Wanaherang Area:

Eka Fariyanto

Sasongko

Yunizar

Ronny Adrianto

Working Environment

Plan Wanaherang:

Bob Azam ( for

Comm.Veh. )

Nasri Yazid ( for Pass.

Car ) Field Safety Inspectors*

Building Representative

DB Representative

NN

Field Safety

Inspectors*

Building

Representative

Working Environment

Plan Ciputat:

Ludiatmo

Sigit Mardiono

Sasongko

Usman Effendi

Page 68: Emi Maijunidah

68

Note: organization is independent

= direct responsibility

= indirect responsibility

* = Detail team members will be provided by area Coordinator

Sumber: MPS-MB Indonesia – Safety Committee Guideline, 2010.

Gambar 4.7

Struktur Organisasi P2K3 PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

4.2.3 Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab

a. Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak dalam perusahaan. Bertanggung jawab

atas keseluruhan penerapan dan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran

keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

b. Sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 sesuai dengan peraturan perundangan.

Bersama-sama ketua dan bidang kesehatan kerja secara teratur meninjau dan

meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen OHS secara

berkesinambungan serta menerima/merangkum laporan team pembantu

kordinator wilayah dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan

kesehatan kerja berdasarkan referensi/data bagian sistim dan prosedur.

c. Kordinator wilayah atau Pimpinan Dept. dalam suatu perusahaan

bertanggung jawab atas kinerja keselamatan dan kesehatan kerja wilayahnya

dalam penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif

dengan sistem management K3. ( sesuai pedoman no. 2 )

Page 69: Emi Maijunidah

69

d. Tim yang membantu kordinator atau pimpinan dept. mengadministrasikan

hasil pantauan dan pengukuran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan sedangkan bagian

perencanaan lingkungan kerja dibawah koordinasi kordinator wilayah

mengevaluasi kinerja K3 dan memberikan masukan kepada kordinator

langkah-langkah apa yang harus diambil untuk perbaikan lingkungan kerja (

sesuai pedoman no.4 )

e. Kordinator pelatihan dan kampanye tentang OHS bertugas mengembangkan

kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai

kebijakan, tujuan dan sasaran K3

Note: Perusahaan mendapat saransaran dari ahli di bidang keselamatan dan

kesehatan kerja yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan.

4.2.4 Sistim Manajemen K3 dan Pelaksanaannya

1. Pedoman

Pedoman pelaksanakan sistim manajemen K3:

a. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin

komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3

b. Menerapkan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif

dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang

Page 70: Emi Maijunidah

70

diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan

dan kesehatan kerja.

d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan

kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem

Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan

kinerja keselamatan dan kesehatan.

2. Acuan-acuan

a. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

b. Sistim Produksi Mercedes-Benz.

c. Sistim manajemen kesehatan dan keselamatan kerja ( OHSAS )

3. Janji

Perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja yang diwujudkan dalam:

a. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi

yang dapat menentukan keputusan perusahaan.

b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana

lain yang diperlukan di bidang keselamatan kesehatan kerja.

c. Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan

kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.

Page 71: Emi Maijunidah

71

d. Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi.

Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan

dan kesehatan kerja.

Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen

terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga penerapan Sistem

Manajemen K3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.

Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus

berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan

dan kesehatan kerja. Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai e

diadakan peninjauan ulang secara teratur.

4. Rencana Kerja

Tim P2K3 di PT MBIna sudah menyusun dan membuat rencana kerja

yang akan dilaksanakan selama satu periode. Dimana dalam struktur rencana

kerja tersebut dijelaskan mengenai deskripsi kegiatan, orang bertanggung

jawab, target rencana kerja dan lokasinya.

5. Unsur-unsur yang diaudit

Audit Sistem Manajemen K3 meliputi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen.

b. Strategi pendokumentasian.

c. Peninjauan ulang disain dan kontrak.

d. Pengendalian dokumen.

e. Pembelian.

Page 72: Emi Maijunidah

72

f. Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3.

g. Standar Pemantauan.

h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan.

i. Pengelolaan material dan pemindahan.

j. Pengumpulan dan penggunaan data.

k. Pemeriksaan sistem manajemen.

l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan.

Note: Biaya pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3 dibebankan kepada

perusahaan yang diaudit ( mengacu ke Per Men No. PER.05/MEN/1996

pasal11.

6. Mekanisme Pelaksanaan Audit K3:

a. Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali

dalam tiga tahun.

b. Untuk pelaksanaan audit badan audit harus :

- membuat rencana tahunan audit.

- menyampaikan rencana tahunan audit kepada Menteri atau pejabat yang

ditunjuk pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah

Departemen Tenaga Kerja setempat.

c. mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Departemen Tenaga

Kerja setempat.

d. Pengurus tempat kerja yang akan diaudit wajib menyediakan dokumen

yang diperlukan untuk pelaksanaan audit sistem manajemen K3.

Page 73: Emi Maijunidah

73

7. Pelaksanaan Alat-alat MPS; MPS Tools No.1.5.1. Peraturan Kesehatan dan

Keselamatan :

a. Laporan tetap bagi manajemen.

b. Dukungan medis bagi karyawan yang memiliki masalah pekerjaan yang

memenuhi persyaratan.

8. MPS Tools No. 1.5.2 Tanda-tanda Keselamatan yang dapat dilihat :

a. Area-tanda keselamatan spesifik didefinisikan dan dibakukan.

b. Hanya saat ini, tanda-tanda keselamatan standar ditampilkan.

c. Zona bahaya jelas ditunjukkan oleh tanda-tanda keselamatan pada

peralatan, pelindung dinding, papan pengumuman, dll.

d. Perlengkapan pelindung pribadi yang tersedia menurut wilayah-

persyaratan tertentu.

e. Semua tanda-tanda keamanan yang diperlukan harus ditampilkan,

menghindari rangsangan berlebihan visual.

f. Tanda-tanda keselamatan yang rusak harus diganti segera.

g. Tanda-tanda keselamatan tidak boleh disembunyikan.

h. Karyawan menyadari pentingnya tanda-tanda keselamatan.

9. Pelaksanaan Alat-alat MPS. MPS Tools No. 1.5.5 Kesadaran Lingkungan,

Kegiatan & Perlindungan:

a. Termasuk 1.5.4 (Containers ditandai untuk pemisahan, Pengiriman

terpisah ini bahan-bahan untuk daur ulang, rencana untuk pembuangan

b. Lingkup tertutup untuk cairan berbahaya yang digunakan dalam produksi.

Page 74: Emi Maijunidah

74

c. Mengganti cairan-cairan dengan zat sedikit bahaya atau tidak berbahaya

samasekali menjadi tugas permanen.

d. Lingkup tertutup untuk bahan pembungkus standar yang digunakan

dibagian pengiriman.

e. Lingkup Tertutup untuk kontainer.

f. Peraturan organisasi untuk penggunaan barang dan bahan berbahaya telah

dilaksanakan dan sedang dipatuhi.

g. Pelatihan karyawan di kesadaran lingkungan (air, pemanas, udara tekan,

listrik).

10. Materi pelatihan

Untuk mewujudkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di PT

MBIna, tim P2K3 telah menyusun suatu buku panduan yang berisi tentang

K3 secara garis besar. Materi tersebut dijadikan suatu petunjuk dan berlaku

untuk diimplementasikan di Mercedes Benz Indonesia di wilayah

Wanaherang, Ciputat dan DB Building. Materi pelatihan yang terdapat di

buku petunjuk tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengertian K3

b. Konsep Dasar K3

c. Prinsip K3

d. Unsur Pokok K3

e. Penyebab kecelakaan

f. Tindakan pertama saat terjadi kecelakaan

Page 75: Emi Maijunidah

75

g. Bahaya di tempat Kerja

h. Alat-alat Pelindung Diri

i. Tanda-tanda untuk keselamtan kerja

j. Instruksi kerja

k. Acuan tanda keselmatan kerja dari FMI

l. Kepedulian setiap orang dan disiplin

m. Acuan-acuan dari MPS Kaizen

11. Hambatan dalam pelaksanaan K3

a. Tidak lengkapnya peraturan-peraturan perburuhan tentang K3.

b. Tidak cukupnya pengawasan oleh P2K3.

c. Kurangnya kemampuan pengawasan dan peralatan kerja.

d. Tidak adanya ahli keselamatan kerja.

e. Kurangnya pengetahuan pekerja akan bahaya yang akan timbul.

4.3 Gambaran Pelaksanaan Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko di PT MBIna dilakukan dengan cara membuat laporan yang

disebut aspect impact yang diperbarui secara berkala oleh supervisor di masing-

masing plant. Dokumen atau laporan ini dibuat empat jenis yang beurutan dan

saling berkaitan satu sama lain, yaitu safety aspect impact, aspect impact normal

condition, aspect impact abnormal condition dan aspect impact emergency

condition yang masing-masing memiliki fungsi dan data yang berbeda meskipun

tujuannya tidak jauh berbeda yaitu preventive untuk terjadinya injury. Dari keempat

Page 76: Emi Maijunidah

76

laporan tersebut yang membahas tentang risiko keselamatan dan kesehatan kerja

pekerja adalah laporan safety aspect impact.

Ketiga dokumen aspect impact yaitu aspect impact normal condition, aspect

impact abnormal condition dan aspect impact emergency condition sangat berkaitan

satu sama lain dan berurutan tingkat potensial impact yang dihasilkan mulai dari

normal, abnormal dan emergency condition. Dengan menggunakan penilaian

berupa angka-angka yang diberikan pada kategori tertentu sebagai parameter yang

menunjukkan kualitas risiko yang dihasilkan. Kategori penilaian yang diberikan

yaitu satu untuk minor, dua untuk medium, tiga untuk major dan empat untuk

disaster pada masing-masing kolom penilaian yang terdiri dari severity (keakutan),

scale (skala), duration of impact, frequency of aspect dan operational control.

Setelah penilaian diberikan maka dapat ditentukan operational control yang sesuai

dengan dampak potensial, yaitu berupa dokumen pendukung yang terkait dengan

control dan impact yang dihasilkan.

a. Dalam laporan safety aspect impact dilaporkan potensi bahaya atau risiko

berdasarkan area kerja dan aktifitas atau kegiatan yang dilakukan pada proses

pekerjaaan yang dianggap memiliki risiko yang tinggi. Kemudian risiko

tersebut diklasifikasikan menjadi aspect accident dan health. Setelah

diklasifikasikan, lalu ditentukan potential impact yang sesuai dengan risiko

yang ditemukan, yang terdiri dari light injury atau light sickness (no hospital

atau penanganan dengan first aid treatment), heavy injury atau luka berat (need

hospital) dan death (meninggal). Setelah ditentukan potential impact untuk

Page 77: Emi Maijunidah

77

risiko yang ditemukan, kemudian dinilai berdasarkan tiga kategori, yaitu no

problem no impact (tidak masalah atau tidak ada pengaruh), potential problem

dan high potential problem. Setelah itu, ditentukan apakah risiko tersebut

signifikan atau non-signifikan. Terakhir ditentukan operational control atau

pengendalian yang sesuai berdasarkan penilaaian risiko yang telah dilakukan.

Operational control tersebut terdiri dari well design area of work, periodic

maintenance, safety sign, personel are training (training pekerja), bekerja

sesuai dengan WI (work instruction) dan pemakaian APD (safety helmet,

glasses, safety shoes, suporter, back jack, hand gloves, ear muffs, ear plug).

Laporan atau dokumen safety aspect impact ini sebenarnya tidak langsung

terkait dengan tiga dokumen aspect impact lainnya, yaitu aspect impact normal

condition, aspect impact abnormal condition, aspect impact emergency

condition. Selain itu, pada safety aspect impact tidak memakai angka-angka

sebagai parameter penilaian kualitas risiko, seperti yang ada pada tiga dokumen

aspect impact lainnya.

b. Dalam laporan aspect impact normal condition dilaporkan suatu potential

impact dari suatu proses pekerjaan yang masih dianggap atau termasuk dalam

kondisi yang normal, misalnya pada proses fluid filling dengan objeknya

hydraulic oil dengan potential impact menghasilkan sampah B3.

c. Untuk aspect impact abnormal condition dilaporkan suatu potential impact dari

suatu proses pekerjaan yang dianggap tidak normal lagi dari kondisi yang

seharusnya atau abnormal. Misalnya pada proses fluid filling dengan objeknya

Page 78: Emi Maijunidah

78

hydraulic oil dengan potential impact bahan B3 mengalami kebocoran, tumpah

atau tercecer sehingga terjadi kontaminasi terhadap lingkungan, terutama air

(water contamination).

d. Sedangkan dalam laporan aspect impact emergency condition dilaporkan suatu

potential impact dari suatu proses pekerjaan yang dianggap darurat atau

emergency, misalnya pada proses fluid filling dengan objeknya hydraulic oil

dengan potential impact human injury sebagai akibat dari terhirup, tertelan dan

kulit terkontaminasi dengan bahan B3 yang digunakan pada proses fluid filling.

Jika dilihat laporan atau dokumen yang dibuat berkaitan dengan risiko

keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup baik dan sesuai dengan tahapan

pekerjaan yang dilakukan. Namun, proses pekerjaan yang dianggap memiliki risiko

dominan dan berpotensi untuk injury saja yang dimasukkan dalam laporan ini atau

proses pekerjaan yang dianggap signifikan. Sedangkan untuk identifikasi risiko,

akan lebih baik jika dilakukan per tahapan pada suatu proses pekerjaan secara

menyeluruh. Karena mungkin injury dapat terjadi pada proses pekerjaan yang

diabaikan atau ada proses pekerjaan yang sebenarnya menyimpan risiko dan

akhirnya terlewatkan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi risiko pada setiap aktivitas

pekerjaan secara mendetail agar dapat diketahui risiko-risiko apa saja yang mungkin

terlewatkan dan dapat terjadi pada keselamatan pekerja sehingga risiko-risiko

tersebut dapat diminimalisasi serta diadakan tindakan pengendalian yang tepat dan

sesuai untuk mencegah kerugian akibat kecelakaan kerja. Salah satu metode yang

Page 79: Emi Maijunidah

79

digunakan untuk mengidentifikasi risiko adalah metode Job Safety Analysis (JSA).

Metode ini memiliki beberapa keuntungan selain merupakan metode yang mudah

dipahami dan diterapkan yaitu, memberikan pelatihan kepada individu dalam hal

pelaksanaan keselamatan dan prosedur kerja efisien, dapat membuat kontak

keselamatan pekerja mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di

tempat kerja, partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja dan hasil

analisisnya dapat digunakan sebagai dokumentasi.

4.4 Identifikasi Risiko di Aggregate Assembly & Components (AGC) PT MBIna

4.4.1 Gambaran Umum Proses Pembuatan Chassis Bus

Pada gambar 4.8 dapat dilihat alur produksi pada proses perakitan chassis

bus di ACV (Assembling Commercial Vehicle), mulai dari awal produksi sampai

chassis bus siap untuk dipasarkan kepada konsumen dalam negeri.

Frame (Bolting)

Pre Assembly Podest

Pre Assembly Radiator Frame

Aggregate Assembly &

Component (Dept.

AGC):

a. Engine

b. Gearbox

c. Axles

Chassis Assembly

Painting (Spray Wall)

Page 80: Emi Maijunidah

80

Sumber: Staff ACV PT MBIna, 2010

Gambar 4.8

Alur produksi Chassis Bus di ACV PT MBIna Wanaherang

Proses pembuatan rangka bus atau biasa disebut dengan chassis bus terdiri dari

beberapa tahapan yang saling berhubungan antara satu proses dengan proses lainnya.

Proses perakitan ini saling berurutan dan tersusun secara sistematis sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan, dimana setiap proses harus menghasilkan produk yang

berkualitas sehingga menjadi suatu produk yang siap pakai dan bersaing di pasaran,

terutama pangsa pasar dalam negeri yang menjadi prioritas.

Proses perakitan atau pembuatan kendaraan niaga atau chassis bus di PT

Mercedes Benz Indonesia diawali dengan proses frame (bolting), yaitu proses perakitan

chassis menjadi satu rangkaian kerangka bus dengan menghubungkan satu chassis ke

chassis lainnya kemudian disatukan tiap bagiannya dengan memasang baut-baut untuk

menyatukannya. Selain itu, terdapat proses pemberian no chassis dengan cara memukul

angka-angkanya pada chassis dengan palu. Setelah rangkaian chassis ini terbentuk,

rangkaian chassis ini masuk ke proses painting (spray wall ) atau pengecatan chassis

dengan memakai cat khusus yang dicampur dengan bahan kimia lainnya agar tidak

mudah berkarat dan mengelupas serta bahan kimia yang berfungsi agar cat tidak melekat

Page 81: Emi Maijunidah

81

pada dinding area painting. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan perangkat

lain seperti jok pengemudi, radiator dan sebagainya.

Pada bagian yang lainnya, yaitu bagian Aggregate Assembly and Component

dilakukan perakitan untuk engine, gearbox dan axles yaitu seluruh komponen mulai dari

mesin, transmisi, rem dan gardan yang akan disatukan dengan rangkaian chassis pada

proses Chassis Assembly. Kemudian setelah seluruh komponen ini terbentuk,

selanjutnya dilakukan proses painting atau pengecatan yang prosesnya sama dengan

pengecatan pada chassis. Jika rangkaian chassis dan seluruh komponen kemudian

dilanjutkan dengan proses chassis assembly, yaitu proses penggabungan atau perakitan

beberapa komponen mulai dari, transmisi, gardan, pipa-pipa udara, pipa-pipa oil system,

kabel-kabel connector dan sebagainya.

Setelah itu, dilanjutkan pada proses final assembly, yaitu proses perakitan akhir

yang terdiri dari pemasangan mesin dan kabel-kabel penghubungnya, roda, pengisian

bahan bakar, pengisian air pendingin, baterai atau accu, menguji seluruh fungsi (function

test) dan menguji mesin (engine running).

Setiap tahapan kegiatan proses produksi, terdapat tahapan yang lebih rinci yang

akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Frame (bolting)

Proses Frame (bolting) adalah proses yang diawali dengan perakitan chassis

menjadi satu rangkaian kerangka bus dengan menghubungkan satu chassis ke

chassis lainnya kemudian disatukan tiap bagiannya dengan baut dengan memakai

alat pemasang baut yaitu impact wrench, high frequency electric hand drill dan

Page 82: Emi Maijunidah

82

torque moment untuk mengencangkan baut-baut tersebut. Pada proses ini selain

perakitan chassis menjadi satu bentuk rangkaian, juga terdapat proses pemberian

nomor pada chassis yang dilakukan dengan cara mencetak angka nomor pada

chassis dengan memukulnya memakai palu dan pemasangan brackets untuk pipa

(for tubes, pipes, springs) pada chassis.

2. Painting Chassing Frame (Spray Wall)

Proses painting atau spray wall adalah proses pemberian warna atau pengecatan

pada rangkaian chassis yang telah terbentuk menjadi satu rangkaian dan komponen

dari aggregate misalnya engine dengan tujuan untuk melindungi permukaan chassis

dan engine dari elemen-elemen yang bisa merusak, selain itu juga memberikan

perlindungan terhadap karat. Selain proses pengecatan, dibagian ini juga dilakukan

proses pengamplasan untuk menghaluskan permukaan chassis dan engine.

3. Pre assembly podest

Proses perakitan dan pemasangan berbagai instrumen dan perangkat awal, yang

terdiri dari pemasangan clutch pedal, handbrake lever dan electric board pada front

frame, pemasangan floor pada center frame, pemasangan steering dan steering

column pada floor, pemasangan bracket instrument cluster, pemasangan cover

untuk steering column, pemasangan instrument cluster pada bracket, pemasangan

kabel dan pitman arm, pemasangan steering wheel dan yang terakhir pemasangaan

driver seat (jok pengemudi).

Page 83: Emi Maijunidah

83

4. Pre assembly radiator frame

Proses perakitan untuk radiator frame yang terdiri dari pemasangan komponen

yang berkaitan dengan radiator frame. Proses ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:

- Radiator frame lower (bawah)

Menempatkan radiator dan intercooler pada frame, pemasangan fan shroud

dan fan.

- Radiator frame upper (atas)

Menempatkan frame pada jig kemudian dilanjutkan dengan pemasangan

beberapa komponen pada frame yaitu, rubber pad, spannband untuk reservoir,

rubber dibawah reservoir, hoses (selang karet), pulley, T-pieces untuk

reservoir, hoses untuk T-pieces dan air filter.

Setelah semua dipasang kemudian pemasangan upper frame ke lower frame,

dilanjutkan dengan pemasangan komponen lain yaitu pemasangan hose (selang)

untuk intercooler, cover radiator frame, fuel filter, pulley untuk kipas (fan),

radiator hose bottom side dan pemasangan intake pipa untuk penyaringan udara.

5. Chassis Assembly

Pada proses ini dilakukan penggabungan antara rangkaian chassis yang telah

dicat dengan komponen-komponen yang berasal dari aggregate assembly &

components (AGC) yang terdiri dari brake system, axles dan gearbox. Sebelum

itu dilakukan pemasangan roda, pipa-pipa untuk oil system, pipa udara, air drier

dengan valve dan small air tank, big air tank dan perlengkapan lainnya pada

chassis. Setelah itu dilakukan pemasangan untuk kabel-kabel konektivitas

Page 84: Emi Maijunidah

84

(shifting cable), steering box dan proses paint touch up yaitu proses pengecatan

pada chassis atau bagian lainnya yang dianggap kurang sempurna. Untuk proses

pengangkatan komponen yang akan digabung dan dipasangkan pada chassis

memakai hoist crane yaitu keran angkat yang berguna untuk mengangkat benda-

benda yang berat.

6. Final Assembly

Merupakan proses yang dilakukan untuk melengkapi perakitan pada

proses sebelumnya. Proses itu terdiri dari persiapan kabel untuk mesin,

pemasangan muffler (saringan) pada chassis, pemasangan mesin, pemasangan

radiator frame, podest, tempat untuk baterai (wooden bed, ) pada chassis,

pengisian oli, air pendingin dan campurannya (cooling water mixing). Setelah itu

dilakukan pengujian pada seluruh fungsi yang terdapat di chassis ini (function

test) atau star diagnosis dan engine running untuk menguji kemampuan kerja

mesin.

4.4.2 Gambaran Umum Aggregate Assembly & Components (AGC)

Departemen atau bagian perakitan aggregate merupakan bagian yang

merakit dan menyiapkan komponen-komponen seperti engine, gearbox dan axle

yang nantinya akan digabungkan dengan chassis pada proses chassis assembly.

Jumlah tenaga kerja dibagian ini hanya dua belas orang karena target jumlah

Page 85: Emi Maijunidah

85

produksi yang masih sedikit karena proses kerja yang cukup banyak. Waktu kerja

untuk saat ini pada bagian ini tergolong non shift, yaitu masuk kerja pukul 07.30

sampai dengan pukul 16.15 WIB (termasuk istirahat 45 menit). Waktu istirahat

Senin s/d Kamis; 11.45 s/d 12.30 WIB (istirahat makan Grup I), 12.30 - 13.15

WIB (istirahat makan Grup II). Sedangkan waktu istirahat hari Jumat; 11.45 -

13.00 WIB (istirahat makan Grup I dan II).

Bagian AGC ini dibagi menjadi tiga tempat yaitu proses produksi untuk

engine, gearbox dan axle. Rincian kegiatannya sebagai berikut:

a. Engine (mesin) : proses kerja yang dilakukan pada bagian mesin terdiri dari

preparation (engine on pallet) atau persiapan awal yang dilakukan sebelum

ke proses selanjutnya.

b. Gearbox : proses kerja yang dilakukan pada bagian gearbox ini dimulai

dengan proses perakitan komponen-komponen gearbox, yang terdiri dari:

- Sub assy. Counter shaft

- Sub assy. Main shaft

- Sub assy. Front housing

- Sub assy. Rear housing

- Main jig

- Final Assembly

- Testing

c. Axle: proses kerja yang dilakukan pada bagian axle ini dimulai dengan proses

perakitan komponen-komponen axle , yang terbagi menjadi dua proses yaitu:

Page 86: Emi Maijunidah

86

- Assembly front axle

Pre assy. Steering knuckel

Merupakan proses pemasangan knuckle dan king pin pada front

axle beam.

Identification

Merupakan proses pemberian nomor pada front axle beam.

Pre assy. Brake

Proses pemasangan seal ring, oil buffle dan protective plate pada

front axle.

Sub assy. Wheel hub

Proses pengepresan outer, inner roller bearing, shaft seal ring dan

dust cover dengan memakai mesin hydraulic press yang

kemudian dipasangkan pada front axle dan diberi pelumas

(greasing). Setelah itu pemasangan wheel bolt pada front axle.

Final assembly

Proses perakitan seluruh komponen pada front axle beam yang

terdiri dari brake anchor, steer. Arm, wheel hub, pemasangan

brake drum, pemasangan hub cover (disertai dengan greasing)

dan proses adjusment pada wheel hub cleareance, steering angel,

toe in dan wheel alignment.

- Assembly rear axle

Identification

Page 87: Emi Maijunidah

87

Merupakan proses pemberian nomor pada rear axle beam.

Pre assy. Brake

Proses pemasangan seal ring, oil buffle, protective plate pada rear

axle.

Sub assy. Wheel hub

Proses pengepresan outer, inner roller bearing, shaft seal ring dan

dipasangkan pada rear axle dan diberi pelumas (greasing).

Setelah itu pemasangan wheel bolt pada rear axle.

Pre assy.diff case

Proses perakitan ring gear dan gears ke diff case serta

pemasangan bearings.

Pre assy. Drive pinion

Proses pengepresan pinion bearings dan flange, kemudian proses

pengukuran pre load pada pinion bearing.

Pre assy. Gear set to housing

Proses perakitan drive pinion dan diff case.

Final assembly

Proses perakitan atau penggabungan komponen yang berasal dari

pre assy. diff gear, pre assy. wheel hub, pre assy. bracket booster

dan pre assy. brake shoe menjadi satu unit kemudian dilanjutkan

dengan proses painting rear axle.

Page 88: Emi Maijunidah

88

Masing-masing komponen yang dirakit dibagian ini memiliki proses kerja

yang berbeda-beda dan telah dijelaskan pada rincian proses kerja diatas. Oleh

karena itu, penulis hanya mengambil proses kerja pada gearbox saja untuk

memudahkan mengidentifikasi resiko yang ada karena pada bagian ini lebih

banyak menggunakan mesin besar yang rata-rata memiliki prioritas tinggi dan

sedang (high dan medium priority) dan peralatan yang tentu saja memiliki resiko

yang cukup tinggi dibandingkan dengan proses lainnya.

4.4.3 Proses Produksi Gearbox

Proses perakitan gearbox pada bagian ini terdiri dari tujuh tahapan proses

kerja yaitu sub assy counter shaft, sub assy main shasft, sub assy front housing,

sub assy rear housing, main jig, final assembly dan yang terakhir proses testing.

Rincian kegiatannya adalah sebagai berikut:

- Sub assy. Counter shaft

Merupakan proses perakitan counter shaft yang terdiri dari pengepresan

gears dengan mesin hydraulic press, pemanasan gears dengan oven dan

pemasangan bearings pada counter shaft yang sebelumnya dipanaskan

terlebih dahulu dengan heater plate.

- Sub assy. Main shaft

Merupakan proses perakitan atau pemasangan gears dan synchronize

gears satu sampai lima atau enam pada main shaft, yang sebelumnya

Page 89: Emi Maijunidah

89

dipanaskan terlebih dahulu dengan heater plate. Pengangkatan gears pada

proses ini menggunakan hoist crane.

- Sub assy. Front housing

Merupakan proses pemasangan bearing pada front housing atau bagian

depan yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dengan memakai heater

plate kemudian diberi oil seal atau perapat. Kemudian bearing yang telah

dipasang pada front housing dieratkan atau dikencangkan dengan

memukulnya dengan palu tembaga.

- Sub assy. Rear housing

Proses kerja yang dilakukan pada bagian ini tidak jauh berbeda dengan

front housing. Pada bagian ini pemasangan bearings pada rear housing atau

bagian belakang yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dengan

memakai heater plate kemudian diberi oil seal atau perapat. Setelah itu

dilanjutkan dengan pemasangan plug (busi atau steker) pada cover rear

housing. Kemudian bearings yang telah dipasang pada front housing

dieratkan atau dikencangkan dengan memukulnya dengan palu tembaga.

- Main jig

Merupakan proses penggabungan antara counter shaft, main shaft, front

housing dengan memakai mesin jig. Kemudian pemasangan bearings yang

sebelumnya dipanaskan dengan heater plate dan dieratkan dengan

memukulnya dengan palu. Pengangkatan seluruh komponen yang akan

digabungkan pada mesin jig dengan memakai hoist crane.

Page 90: Emi Maijunidah

90

- Final Assembly

Merupakan proses penggabungan rear housing dengan komponen yang

telah digabungkan pada proses main jig serta pemasangan perlengkapan

akhir hingga menjadi satu unit. Pengangkatan komponen yang akan

disatukan dengan memakai hoist crane.

- Testing

Merupakan proses pengujian gearbox yang telah dirakit yang terdiri dari

leaking test yaitu tes kebocoran pada gearbox dengan memasukan gearbox

pada kontainer yang berisi campuran air dengan campuran bahan kimia P3

multan 3% yang sifatnya tidak iritant hanya kotor saja, kemudian pengisian

oli pada gearbox. Setelah itu dilakukan running test yaitu pengujian fungsi

gearbox dengan memakai mesin test bench. proses terakhir yaitu

membersihkan gearbox (cleaning) dengan cara mencuci atau membersihkan

bagian gearbox yang kotor.

Pada proses pekerjaan gearbox menggunakan beberapa mesin dan

peralatan pendukung lainnya yang terdiri dari:

1. Mesin hydraulic press : untuk proses pengepresan komponen-komponen

yang akan dirakit.

2. Mesin main jig : untuk proses penggabungan antara counter shaft, main

shaft, front housing pada proses main jig.

3. Mesin test bench : mesin yang digunakan untuk proses running test gearbox.

Page 91: Emi Maijunidah

91

4. Electric heater plate : alat pendukung yang digunakan untuk memanaskan

bearing atau komponen lainnya yang memerlukan pemanasan sebelum

dipasang pada komponen lain agar lebih mudah pada saat pemasangan.

5. Electric oven : alat pendukung yang digunakan untuk memanaskan gears

sebelum dirakit dan digabungkan dengan gear lainnya atau dapat juga

digunakan untuk memanaskan komponen lainnya yang memerlukan

pemanasan agar lebih mudah pada saat pemasangan.

6. Hoist crane 250 kg, 500 kg : alat pendukung yang digunakan untuk

memudahkan proses pengangkatan komponen-komponen yang berat dan

memiliki fungsi yang penting di bagian ini karena pengangkatan gearbox

dan komponennya cukup berat jika harus diangkat secara manual dengan

tangan.

7. Ergo pulse (125 – 250 NM), (22 – 40 NM), (10 – 22 NM), (32 – 70 NM) :

alat pendukung dengan berbagai ukuran dan fungsi yang digunakan untuk

membantu proses perakitan misalnya mengencangkan dan pemasangan baut.

Biasanya peralatan ini tergantung dengan kabel penghubung yang

memudahkan mobilitasnya.

8. Palu tembaga atau karet : alat pendukung yang digunakan untuk

mengencangkan, menguatkan atau mengeratkan, seperti pemasangan

bearings yang dieratkan dengan cara dipukul palu.

Upaya pengendalian risiko yang telah dilakukan pada kegiatan ini antara

lain:

Page 92: Emi Maijunidah

92

1. Engineering control : Pemasangan pengaman pada mesin pengepresan dan

mesin test bench berupa pagar atau penutup dari besi.

2. Administrative control :

a. Work Instruction (WI) yang berisi tentang cara kerja secara detail dan

berurutan, menyebutkan APD yang harus digunakan oleh pekerja,

dilengkapi dengan foto yang menunjukkan cara kerja yang benar.

b. Memberikan pelatihan atau training bagi para pekerja baru (wajib) dan

pindahan atau sekedar refreshment untuk menggingatkan kembali

pekerja mengenai seluruh proses di area tersebut dan berhubungan

dengan WI (work instruction) yaitu bekerja dengan cermat,

menggunakan alat yang benar, cara bekerja yang benar dan memakai

APD yang benar atau tepat ketika bekerja.

c. Memasang warning sign atau safety sign.

d. Perawatan berkala (periodic maintenance) untuk mesin dan peralatan

yang digunakan dan bekerja sesuai dengan work instruction yang telah

ditetapkan oleh perusahaan.

3. Alat Pelindung Diri : APD yang digunakan antara lain safety gloves atau

hand gloves (standar dan tahan panas), safety shoes, safety helmet, back jack

dan kaca mata.

Page 93: Emi Maijunidah

93

4.4.4 Hasil Identifikasi Risiko Pada Proses Produksi Gearbox di ACV PT MBIna

Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi gearbox

dilakukan dengan menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis) dan membagi

proses tersebut menjadi tujuh tahapan sesuai dengan tahapan pada proses

kerjanya, yaitu sub assy counter shaft, sub assy main shasft, sub assy front

housing, sub assy rear housing, main jig, final assembly dan yang terakhir proses

testing. Penggolongan jenis risikonya berdasarkan jenis bahaya keselamatan

kerja yaitu mechanical hazard, chemical hazard dan electric hazard.

4.4.4.1 Sub Assy Counter Shaft

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan supervisor dan pekerja

di bagian ini, tahap perakitan counter shaft terdiri dari pengepresan gears dengan

mesin hydraulic press, pemanasan gears dengan oven dan pemasangan bearings

pada counter shaft yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dengan heater

plate.

Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada tahap perakitan counter shaft

adalah tangan terjepit mesin pres pada saat pengepresan, tangan tergores gears,

tangan melepuh pada saat pemanasan gears dengan oven dan bearings dengan

heater plate, kaki kejatuhan gears dan wajah terkena gears yang melejit pada

saat pengepresan, yang mengakibatkan wajah memar atau terluka.

Hasil identifikasi risiko pada tahap sub assy. counter shaft di AGC dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Page 94: Emi Maijunidah

94

Tabel 4.1

Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub assy. Counter Shaft

di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Job Scenario Risk Control

Existing Saran

1. Pengepresan gears

dengan mesin

hydraulic press

- Peletakan gears yang

kurang tepat pada

mesin pres oleh pekerja

- Wajah

memar atau

terluka

(sobek)

- Pemasangan

penghalang besi

pada mesin pres

- Training

pekerja

- Periodic

maintenance

mesin pres

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Pekerja harus lebih

memperhatikan saat

peletakan gears pada

mesin pres dan

menggunakan

pengaman pada

mesin pres dengan

baik dan benar

ketika proses

pengepresan

- Menambahkan

penggunaan

pengaman mesin

pres ketika sedang

digunakan pada WI

- Safety sign terkait

risiko

- Mengkomunikasikan

bahaya

Page 95: Emi Maijunidah

95

- Pekerja terjepit mesin

pres pada saat

pengepresan yang

dapat terjadi karena

pekerja lengah atau

kurang memperhatikan

posisi tangan saat

pengepresan dan

bantalan pada mesin

pres dalam kondisi

kurang baik

- Tangan

terjepit

- Pemasangan

penghalang besi

pada mesin pres

- Training

pekerja

- Periodic

maintenance

mesin pres

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Safety sign

terkait bahaya

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Pekerja harus

berhati-hati ketika

melakukan proses

pengepresan dan

menggunakan

pengaman pada

mesin pres dengan

baik dan benar

ketika proses

pengepresan

- Menambahkan

penggunaan

pengaman mesin

pres ketika sedang

digunakan pada WI

- Mengkomunikasika

n bahaya

- Gears yang sedang

dipres terjatuh

kebawah dan mengenai

kaki pekerja

- Kaki

kejatuhan

gears

(memar atau

luka sobek)

- Pemasangan

pengaman pada

mesin pres

- Training

pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

- Mengatur jarak

aman antara kaki

pekerja dengan

gears yang sedang

dipres pada mesin

pres

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Pekerja harus

Page 96: Emi Maijunidah

96

safety shoes,

hand gloves

berhati-hati ketika

melakukan proses ini

- Safety sign terkait

risiko

- Memegang gears yang

kurang tepat sehingga

tangan tergores dan

pekerja tidak memakai

sarung tangan

- Tangan

tergores

gears

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Memegang gears

dengan benar dan

hati-hati

- Safety sign terkait

risiko

2. Pemanasan gears

dengan oven

- Memegang gears

setelah dipanaskan dari

oven dan terkena

bagian dalam oven

ketika memasukkan

dan mengeluarkan

gears dari oven

- Tangan

melepuh

(seperti luka

bakar)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Safety sign

pemakaian APD

(sarung tangan

tahan panas)

- Menggunakan

hand gloves

heat resistance,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

memegang gears

yang telah

dipanaskan

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Safety sign terkait

risiko

- Pengawasan

supervisor mengenai

pemakaian sarung

tangan tahan panas

- Memegang gears yang

kurang tepat sehingga

tangan tergores dan

pekerja tidak memakai

- Tangan

tergores

gears

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

- Memegang gears

dengan benar dan

hati-hati

- Safety sign terkait

Page 97: Emi Maijunidah

97

sarung tangan hand gloves,

safety shoes

risiko

3. Pemasangan

bearing pada

counter shaft

- Memegang bearing

yang sudah dipanaskan

tidak memakai sarung

tangan dan terkena

heater plate saat

mengangkat bearing

- Tangan

melepuh

(seperti luka

bakar)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Safety sign

pemakaian APD

(sarung tangan

tahan panas)

- Menggunakan

hand gloves

heat resistance,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

memegang bearing

yang telah

dipanaskan

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Safety sign terkait

risiko

- Pengawasan

supervisor mengenai

pemakaian sarung

tangan tahan panas

Page 98: Emi Maijunidah

98

Risiko keselamatan kerja pada saat proses pengepresan gear yaitu wajah

memar atau terluka, tangan terjepit, kaki kejatuhan gear dan tangan tergores.

Upaya pengendalian resiko yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk

mencegah bahaya keselamatan kerja wajah memar atau terluka yang disebabkan

oleh peletakan gears yang kurang tepat pada mesin pres adalah melakukan

engineering control dengan memasang pengaman pada mesin pres,

administrative control dengan melakukan training pada pekerja untuk

meningkatkan pengetahuan pekerja tentang K3, bahaya dan risiko serta

pengendaliannya di tempat kerja, melakukan periodic maintenance pada mesin

pres, kemudian bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah

ditetapkan dan yang terakhir pemakaian APD yaitu safety shoes dan hand gloves.

Namun, meskipun pengendalian risiko keselamatan kerja telah dilakukan,

pekerja harus lebih memperhatikan pada saat peletakan gears di mesin pres,

menggunakan pengaman pada mesin pres dengan baik dan benar ketika proses

pengepresan serta menambahkan penggunaan pengaman mesin pres ketika

sedang digunakan pada WI. Selain itu, pemasangan Safety sign terkait risiko dan

mengkomunikasikan bahaya pada rekan sesama pekerja juga berguna untuk

meminimalisir risiko yang ada.

Untuk risiko tangan terjepit karena pekerja lengah atau kurang

memperhatikan posisi tangan saat pengepresan dan bantalan pada mesin pres

dalam kondisi kurang baik. Perusahaan telah melakukan engineering control

dengan memasang pengaman pada mesin pres, administrative control yaitu

Page 99: Emi Maijunidah

99

training pekerja, periodic maintenance mesin pres, bekerja sesuai dengan work

instruction (WI), safety sign terkait risiko dan menggunakan APD seperti hand

gloves, safety shoes. Meskipun demikian, pekerja perlu berhati-hati ketika

melakukan proses pengepresan dan menggunakan pengaman pada mesin pres

dengan baik dan benar ketika proses pengepresan, menambahkan penggunaan

pengaman mesin pres ketika sedang digunakan pada WI serta

mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja.

Untuk risiko kaki kejatuhan gears yang berakibat kaki memar atau luka

sobek akibat gears yang sedang dipres terjatuh kebawah. Perusahaan telah

melakukan pemasangan pengaman pada mesin pres, training pekerja, bekerja

sesuai dengan work instruction (WI) dan menggunakan APD seperti safety shoes,

hand gloves. Meskipun upaya pengendalian telah dilakukan, namun pekerja perlu

mengatur jarak aman antara kaki pekerja dengan gears yang sedang dipres pada

mesin pres, berhati-hati ketika melakukan proses ini, mengkomunikasikan

bahaya sesama pekerja serta pemasangan safety sign terkait risiko.

Sedangkan risiko tangan tergores gears yang dapat terjadi karena memegang

gears yang kurang tepat. Perusahaan telah melakukan pengendalian yaitu bekerja

sesuai dengan WI dan menggunakan APD seperti safety shoes, hand gloves.

Upaya pengendalian tersebut perlu ditambahkan dengan pekerja berhati-hati,

memegang gears dengan benar dan pemasangan safety sign terkait risiko.

Tahap pekerjaan selanjutnya adalah pemanasan gears dengan oven dengan

suhu ± 170oC. Risiko keselamatan kerja yang dapat terjadi adalah tangan

Page 100: Emi Maijunidah

100

melepuh (seperti luka bakar) pada saat memegang gears yang telah dipanaskan

tidak memakai sarung tangan tahan panas atau sarung tangan standar dan tangan

terkena bagian dalam oven saat memasukkan dan mengeluarkan gears dari oven.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah administrative control yaitu

dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah ditetap,

pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan

pemakaian APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Namun

untuk meminimalisir risiko yang ada diperlukan kehati-hatian oleh pekerja saat

memegang gears yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan bahaya sesama

pekerja dan pemasangan safety sign terkait risiko dan pengawasan supervisor

mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.

Risiko keselamatan lain yang dapat terjadi adalah tangan tergores saat

memegang gears karena cara memegang gears yang kurang tepat sehingga

tangan tergores bagian gears yang tajam atau pekerja tidak memakai sarung

tangan ketika memegangnya. Upaya pengendalian yang telah dilakukan pekerja

adalah bekerja sesuai dengan WI dan menggunakan APD seperti safety shoes,

hand gloves. Upaya pengendalian tersebut perlu ditambahkan dengan pekerja

berhati-hati, memegang gears dengan benar dan pemasangan safety sign terkait

risiko

Proses selanjutnya, pemasangan bearing pada counter shaft yang

sebelumnya bearing tersebut harus dipanaskan dahulu dengan memakai heater

plate dengan suhu 100 – 120oC. Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada

Page 101: Emi Maijunidah

101

proses ini adalah tangan melepuh (seperti luka bakar). Upaya pengendalian yang

telah dilakukan adalah administrative control yaitu dengan bekerja sesuai dengan

work instruction (WI) yang telah ditetap, pemasangan safety sign pemakaian

APD (sarung tangan tahan panas) dan pemakaian APD seperti hand gloves heat

resistance dan safety shoes. Namun untuk meminimalisir risiko yang ada

diperlukan kehati-hatian oleh pekerja saat memegang bearings yang telah

dipanaskan, mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja dan pemasangan safety

sign terkait risiko.

4.4.4.2 Sub Assy Main Shaft

Setelah proses sub assy counter shaft dilakukan, selanjutnya adalah proses

sub assy main shaft yaitu proses perakitan atau pemasangan gears dan

synchronize gears satu sampai lima atau enam pada main shaft, yang sebelumnya

dipanaskan terlebih dahulu dengan heater plate. Proses pengangkatan gears ke

main shaft pada proses ini menggunakan hoist crane.

Risiko keselamatan kerja yang terdapat pasa bagian ini adalah tangan

melepuh (seperti luka bakar) ketika pemanasan synchronizer gears dengan heater

plate,tangan tergores synchronizer gears dan gears, kejatuhan komponen yang

mengenai kaki akibat hoist crane putus atau penempatan komponen yang kurang

tepat sehingga komponen terjatuh.

Hasil identifikasi risiko pada tahap sub assy main shaft di AGC dapat dilihat

pada tabel 4.2.

.

Page 102: Emi Maijunidah

102

Tabel 4.2

Hasil Identifikasi Risiko Tahap sub assy main shaft

di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Job Scenario Risk Control

Existing Saran

1. Pemanasan

synchronizer

gears dengan

heater plate,

- Memegang synchronizer

gears yang sudah

dipanaskan tidak

memakai sarung tangan

dan terkena heater plate

saat mengangkat

synchronizer gears

- Tangan

melepuh

(seperti

luka bakar)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Safety sign

pemakaian APD

(sarung tangan

tahan panas)

- Menggunakan

hand gloves

heat resistance,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

memegang

synchronizer gears

yang telah

dipanaskan

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Safety sign terkait

risiko

- Pengawasan

supervisor mengenai

pemakaian sarung

tangan tahan panas

- Ketika memegang

synchronizer gears tangan

tergores akibat kurang

berhati-hati dan cara

memegang yang kurang

tepat

- Tangan

tergores

synchroniz

er gears

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Memegang gears

dengan benar dan

hati-hati

- Safety sign terkait

risiko

2. Pengangkatan - Tali sling pada crane - Kejatuhan - Training - Safety sign terkait

Page 103: Emi Maijunidah

103

gears ke main

shaft dengan

hoist crane

putus atau penempatan

komponen yang kurang

tepat sehingga komponen

terjatuh dan mengenai

kaki

komponen

(kaki

memar atau

terluka,

sobek)

pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Periodic

maintenance

untuk crane

- Menggunakan

safety shoes,

hand gloves,

back jack

risiko

- Mengkomunikasika

n bahaya

- Menempatkan

komponen dengan

tepat pada

tempatnya dan

berhati-hati

3. Perakitan dan

pemasangan

gear,

synchronizer

gears pada main

shaft

- Ketika memegang

komponen tangan

tergores akibat kurang

berhati-hati dan cara

memegang yang kurang

tepat

- Tangan

tergores

komponen

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves dan

safety shoes

- Pekerja harus

berhati-hati saat

memegang

komponen

- Safety sign terkait

risiko

- Komponen terjatuh ketika

akan dipasangkan atau

terjatuh ketika

pengangkatan dan

penempatan

- Kejatuhan

komponen

(kaki

memar atau

terluka,

sobek)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

safety shoes,

hand gloves

- Pemasangan safety

sign terkait risiko

- Pekerja harus

berhati-hati saat

memegang

komponen

- Komunikasi bahaya

Page 104: Emi Maijunidah

104

Risiko keselamatan kerja pada tahap pemanasan synchronizer gears dengan

heater plate dengan suhu 100 – 120oC adalah tangan melepuh seperti luka bakar ketika

memegang synchronizer gears yang telah selesai dipanaskan atau tangan terkena heater

plate yang panas. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah administrative

control yaitu dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah ditetap,

pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan pemakaian

APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Selain pengendalian yang

telah dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja, pekerja harus lebih berhati-hati

ketika memegang synchronizer gears yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan

bahaya kepada sesama pekerja lain dan pemasangan safety sign terkait risiko dan

pengawasan supervisor mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.

Risiko keselamatan lain yang terjadi adalah tangan tergores synchronizer gears

ketika memegang synchronizer gears tangan tergores akibat kurang berhati-hati dan cara

memegang yang kurang tepat. Upaya pengendalian yang telah dilakukan perusahaan

adalah bekerja sesuai dengan WI dan menggunakan APD seperti safety shoes, hand

gloves. Upaya pengendalian tersebut perlu ditambahkan dengan pekerja berhati-hati,

memegang synchronizer gears dengan benar dan pemasangan safety sign terkait risiko.

Berikutnya pengangkatan gears ke main shaft dengan hoist crane. Risiko

keselamatan kerja yang terdapat pada proses ini adalah tali sling pada crane putus atau

penempatan komponen yang kurang tepat sehingga komponen terjatuh dan mengenai

kaki yang mengakibatkan kaki memar atau terluka (sobek). Upaya penngendalian yang

telah dilakukan secara administrative control adalah dengan melakukan training pekerja,

Page 105: Emi Maijunidah

105

bekerja sesuai dengan WI, periodic maintenance untuk crane yang meliputi pemeriksaan

kebersihan crane, fungsional dan pengaman serta pemakaian APD berupa safety shoes,

hand gloves dan back jack. Selain itu, untuk meminimalisir risiko perlu dipasang safety

sign yang berkaitan dengan risiko yang ada, mengkomunikasikan bahaya kepada sesama

pekerja dan menempatkan komponen dengan tepat pada tempatnya agar tidak terjatuh

dan mengenai kaki pekerja.

Tahap selanjutnya adalah perakitan dan pemasangan gears, synchronizer gears

pada main shaft . Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada proses ini adalah ketika

memegang komponen tangan tergores akibat kurang berhati-hati dan cara memegang

yang kurang tepat. Perusahaan telah melakukan pengendalian dengan bekerja sesuai

dengan WI dan menggunakan safety shoes dan hand gloves. Upaya pengendalian ini

perlu ditambahkan dengan pekerja lebih berhat-hati ketika memegang komponen dan

pemasangan safety sign terkait risiko.

Untuk risiko komponen terjatuh ketika akan dipasangkan atau terjatuh ketika

pengangkatan dan penempatan akibatnya kaki memar atau luka. Pengendalian yang telah

dilakukan adalah bekerja sesuai dengan WI dan menggunakan safety shoes dan hand

gloves. Upaya pengendalian ini perlu ditambah dengan pemasangan safety sign terkait

risiko, pekerja harus berhati-hati saat memegang komponen dan komunikasi bahaya

sesama pekerja.

4.4.4.3 Sub Assy Front dan Rear Housing

Tahapan pekerjaan selanjutnya adalah proses sub assy front housing dan sub assy

rear housing yang proses kerjanya tidak jauh berbeda yaitu proses pemasangan bearing

Page 106: Emi Maijunidah

106

pada front dan rear housing atau bagian depan dan belakang yang sebelumnya

dipanaskan terlebih dahulu dengan memakai heater plate kemudian diberi oil seal atau

perapat. Kemudian bearing yang telah dipasang pada front dan rear housing dieratkan

atau dikencangkan dengan memukulnya dengan palu tembag.

Risiko keselamatan yang ada pada tahapan ini adalah tangan melepuh seperti

luka bakar ketika proses pemanasan bearing dan tangan terpukul palu saat proses

pengencangan bearing yang telah dipasang. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja

pada tahap sub assy front housing dan sub assy rear housing secara rinci dapat dilihat

pada tabel 4.3.

Page 107: Emi Maijunidah

107

Tabel 4.3

Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub Assy Front Housing dan Sub Assy Rear Housing

di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Job Scenario Risk Control

Existing Saran

1. Pemanasan

bearing dengan

heater plate,

- Memegang bearing yang

sudah dipanaskan tidak

memakai sarung tangan

dan terkena heater plate

saat mengangkat dan

meletakkan bearing

- Tangan

melepuh

(seperti

luka bakar)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Safety sign

pemakaian APD

(sarung tangan

tahan panas)

- Menggunakan

hand gloves

heat resistance,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

memegang bearings

yang telah

dipanaskan

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Safety sign terkait

risiko

- Pengawasan

supervisor mengenai

pemakaian sarung

tangan tahan panas

2. Pengencangan

bearing dengan

palu

- Tangan terpukul palu

ketika sedang memasang

bearing ke front dan rear

housing untuk

dikencangkan

- Tangan

terpukul

palu karet

(memar,

luka)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

sedang memukul

dengan palu

- Safety sign terkait

risiko

- Palu terpelanting atau

terjatuh ketika sedang

- Kaki

kejatuhan

- Bekerja sesuai

dengan work

- Memegang palu

dengan benar dan

Page 108: Emi Maijunidah

108

digunakan palu karet

(memar)

instruction (WI)

- Menggunakan

safety shoes dan

hand gloves

erat agar tidak

terjatuh

- Safety sign terkait

risiko

Page 109: Emi Maijunidah

109

Risiko keselamatan kerja proses pamanasan bearing dengan menggunakan

heater plate dengan suhu 100 – 120oC adalah tangan melepuh seperti luka bakar akibat

terkena heater plate yang panas dan ketika memegang bearing yang telah dipanaskan

tidak memakai sarung tangan. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah

administrative control yaitu dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang

telah ditetap, pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan

pemakaian APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Selain

pengendalian yang telah dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja, pekerja harus

lebih berhati-hati ketika memegang bearing yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan

bahaya kepada sesama pekerja lain dan pemasangan safety sign terkait risiko dan

pengawasan supervisor mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.

Setelah bearing dipanaskan, proses selanjutnya adalah memasangnya pada front

dan rear housing dan mengencangkannya dengan memukul bearing yang telah

terpasang memakai palu. Risiko keselamatan yang terdapat pada proses ini adalah

tangan terpukul palu akibatnya tangan menjadi memar atau luka. Upaya pengendalian

yang dilakukan yaitu secara administrative control (WI) dan menggunakan hand gloves

dan safety shoes. Upaya pengendalian ini perlu ditambah dengan sikap hati-hati pekerja

dalam bekerja perlu ditingkatkan lagi dan pemasangan safety sign terkait bahaya.

Risiko keselamatan kerja lainnya pada proses ini adalah kejatuhan palu yang

mengakibatkan kaki memar karena palu terpelanting atau terjatuh ketika sedang

digunakan. Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu dengan administrative control

(WI) dan menggunakan safety shoes dan hand gloves. Untuk meminimalisir risiko,

Page 110: Emi Maijunidah

110

upaya pengendalian perlu ditambahkan dengan pekerja perlu berhati-hati ketika

memegang dan menggunakan palu agar tidak terpelanting atau terjatuh dan pemasangan

safety sign terkait bahaya.

4.4.4.4 Main Jig

Setelah proses perakitan pada sub assy front housing dan sub assy rear housing,

proses selanjutanya adalah main jig yaitu proses penggabungan antara counter shaft,

main shaft, front housing dengan memakai mesin jig. Kemudian pemasangan bearings

yang sebelumnya dipanaskan dengan heater plate dan dieratkan dengan memukulnya

dengan palu. Pengangkatan seluruh komponen yang akan digabungkan pada mesin jig

dengan memakai hoist crane.

Risiko keselamatan yang terdapat pada proses ini yaitu kejatuhan komponen

yang akan dirakit (kaki) ketika proses pengangkatan dengan hoist crane, tangan terjepit

ketika menyusun dan meletakkan komponen pada mesin jig, tangan melepuh seperti

luka bakar terkena heater plate yang panas dan memegang bearing yang telah

dipanaskan, tangan terpukul palu tembaga, kejatuhan palu tembaga (kaki) dan mata

terkena percikan debu (serbuk) logam ketika mengencangkan bearing yang telah

dipasang dengan memukulnya dengan palu tembaga.

Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada tahap main jig secara rinci dapat

dilihat pada tabel 4.4.

Page 111: Emi Maijunidah

111

Tabel 4.4

Hasil Identifikasi Risiko Tahap Main Jig

di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Job Scenario Risk Control

Existing Saran

1. Pengangkatan

komponen

dengan hoist

crane

- Tali sling pada hoist

crane putus atau ketika

menempatkan komponen

pada mesin jig kurang

tepat dan komponen

terjatuh mengenai kaki

pekerja

- Kaki

kejatuhan

komponen

(memar,

luka)

- Training

pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Periodic

maintenance

untuk crane

- Menggunakan

safety shoes,

hand gloves,

back jack

- Safety sign terkait

risiko

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Berhati-hati ketika

menempatkan

komponen pada mesin

jig

2. Menempatkan

komponen pada

mesin jig

- Tangan terjepit ketika

menyusun komponen

yang akan digabungkan

pada mesin jig

- Tangan

terjepit

- Training

pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Menggunakan

- Safety sign terkait

risiko

- Berhati-hati ketika

menempatkan

komponen pada mesin

jig

- Mengkomunikasikan

Page 112: Emi Maijunidah

112

hand gloves,

safety shoes,

back jack

bahaya

3. Pemanasan

bearing dengan

heater plate,

- Memegang bearing yang

sudah dipanaskan tidak

memakai sarung tangan

dan terkena heater plate

saat mengangkat dan

meletakkan bearing

- Tangan

melepuh

(seperti

luka bakar)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Safety sign

pemakaian

APD (sarung

tangan tahan

panas)

- Menggunakan

hand gloves

heat

resistance,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

memegang bearings

yang telah dipanaskan

- Mengkomunikasikan

bahaya

- Safety sign terkait

risiko

- Pengawasan

supervisor mengenai

pemakaian sarung

tangan tahan panas

4. Pengencangan

bearing dengan

palu

- Tangan terpukul palu

ketika sedang memasang

bearing untuk

dikencangkan

- Tangan

terpukul

palu

tembaga

(memar,

luka)

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Berhati-hati ketika

sedang memukul

dengan palu

- Safety sign terkait

risiko

- Palu terpelanting atau

terjatuh ketika sedang

digunakan

- Kaki

kejatuhan

palu

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

- Berhati-hati ketika

sedang memukul

dengan palu

Page 113: Emi Maijunidah

113

tembaga

(memar)

(WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Safety sign terkait

risiko

- Palu yang digunakan

untuk mengencangkan

bearing adalah palu

tembaga sehingga

menghasilkan serbuk atau

scrup logam ketika

digunakan yang

percikannya dapat

mengenai mata pekerja

- Mata

terkena

percikan

serbuk atau

scrup

logam

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction

(WI)

- Safety sign

tentang

pemakaian

APD

- Menggunakan

kaca mata,

safety shoes

dan hand

gloves

- Safety sign terkait

risiko

- Mengganti bahan palu

dengan logam yang

tidak mudah hancur

sehingga tidak

menghasilkan serbuk

atau scrup ketika

digunakan

Page 114: Emi Maijunidah

114

Risiko keselamatan kerja proses pengangkatan komponen dengan hoist crane

adalah tali sling pada hoist crane putus atau ketika menyusun komponen pada mesin jig

kurang tepat sehingga komponen terjatuh mengenai kaki pekerja dan mengakibatkan

memar atau luka pada kaki pekerja. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah

secara administrative control yaitu dengan training pekerja, periodic maintenance secara

berkala untuk memeriksa kebersihan dan fungsional crane, bekerja sesuai dengan work

instruction (WI) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemakaian APD dengan

menggunakan hand gloves, safety shoes dan back jack. Upaya pengendalian ini perlu

ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait bahaya dan sikap berhati-hati oleh

pekerja ketika menempatkan komponen pada mesin jig serta mengkomunikasikan bahaya

sesama pekerja untuk meminimalisir risiko keselamatan kerja yang ada.

Sedangkan ketika menempatkan komponen pada mesin jig risiko keselamatan kerja

yang dapat terjadi adalah tangan terjepit komponen yang diletakkan. Upaya pengendalian

yang telah dilakukan yaitu secara administrative control dengan training pekerja, bekerja

sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD dengan menggunakan hand

gloves, safety shoes. Namun, upaya pengendalian ini perlu ditambahkan dengan

pemasangan safety sign terkait bahaya dan sikap berhati-hati oleh pekerja ketika

menempatkan komponen pada mesin jig serta mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja

untuk meminimalisir risiko keselamatan kerja yang ada.

Tahap selanjutnya adalah pemanasan bearing dengan heater plate dengan suhu 100

– 120oC. Risiko keselamatan kerja yang dapat terjadi adalah tangan melepuh seperti luka

Page 115: Emi Maijunidah

115

bakar akibat terkena heater plate yang panas dan ketika memegang bearing yang telah

dipanaskan tidak memakai sarung tangan. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah

administrative control yaitu dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah

ditetap, pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan

pemakaian APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Selain pengendalian

yang telah dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja, pekerja harus lebih berhati-

hati ketika memegang bearing yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan bahaya kepada

sesama pekerja lain dan pemasangan safety sign terkait risiko dan pengawasan supervisor

mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.

Setelah bearing dipanaskan, proses selanjutnya adalah memasangnya pada

komponen yang telah digabungkan pada mesin jig dan mengencangkannya dengan

memukul bearing yang telah terpasang memakai palu tembaga. Risiko keselamatan yang

terdapat pada proses ini adalah tangan terpukul palu akibatnya tangan menjadi memar atau

luka. Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu secara administrative control bekerja

sesuai dengan WI dan menggunakan hand gloves dan safety shoes. Upaya pengendalian ini

perlu ditambah dengan pemasangan sikap hati-hati pekerja dalam bekerja perlu

ditingkatkan lagi dan pemasangan safety sign terkait risiko.

Risiko keselamatan kerja lainnya pada proses ini adalah kejatuhan palu yang

mengakibatkan kaki memar karena palu terpelanting atau terjatuh ketika sedang digunakan.

Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu dengan administrative control bekerja sesuai

dengan WI dan menggunakan safety shoes dan hand gloves. Untuk meminimalisir risiko,

Page 116: Emi Maijunidah

116

upaya pengendalian perlu ditambahkan dengan pekerja perlu berhati-hati ketika memegang

dan menggunakan palu agar tidak terpelanting atau terjatuh dan pemasangan safety sign

terkait risiko.

Selain dua risiko keselamatan kerja tersebut, risiko lainnya adalah mata terkena

percikan serbuk atau scrup logam yang dihasilkan dari proses pemukulan bearing dengan

palu tembaga. Upaya pengendalian yang telah dilakukan yaitu administrative control

dengan bekerja sesuai WI, memasang safety sign terkait pemakaian APD (kaca mata) dan

pemakaian APD dengan menggunakan kaca mata, safety shoes dan hand gloves. Untuk

meminimalisir risiko tersebut dengan pemasangan safety sign terkait risiko yang ada

sebagai peringatan agar pekerja lebih berhati-hati dan menggunakan palu dengan logam

yang tidak mudah hancur sehingga tidak menghasilkan serbuk atau scrup ketika digunakan.

4.4.4.5 Final Assembly

Setelah semua komponen digabungkan atau disatukan dengan mesin jig, proses

selanjutnya adalah final assembly yaitu proses penggabungan rear housing dengan

komponen yang telah digabungkan pada proses main jig serta pemasangan perlengkapan

akhir hingga menjadi satu unit. Pengangkatan komponen yang akan disatukan dengan

memakai hoist crane. Risiko keselamatan kerja yang dapat terjadi adalah kejatuhan

komponen (kaki) dan tangan terjepit.

Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada tahap final assembly secara rinci

dapat dilihat pada tabel 4.5.

Page 117: Emi Maijunidah

117

Tabel 4.5

Hasil Identifikasi Risiko Tahap Final Assembly

di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Job Scenario Risk Control

Existing Saran

1. Pengangkatan

komponen

dengan hoist

crane

- Tali sling pada hoist

crane putus atau ketika

menempatkan komponen

yang akan digabungkan

pada meja kurang tepat

sehingga komponen

terjatuh

- Kaki

kejatuhan

komponen

(memar,

luka)

- Training pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Periodic

maintenance

untuk crane

- Menggunakan

safety shoes,

hand gloves,

back jack

- Safety sign terkait

risiko

- Berhati-hati ketika

mengangkat dan

menempatkan

komponen

- Mengkomunikasikan

bahaya

2. Penggabungan

rear housing

dengan

komponen dari

main jig

- Tangan terjepit ketika

menggabungkan

komponen

- Tangan

terjepit

- Training pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes,

back jack

- Safety sign terkait

bahaya

- Berhati-hati ketika

menggabungkan

komponen

- Mengkomunikasika

n bahaya

Page 118: Emi Maijunidah

118

Risiko keselamatan kerja pada proses pengangkatan komponen untuk disatukan

dengan hoist crane adalah tali sling pada hoist crane putus atau ketika

menempatkan komponen untuk disatukan kurang tepat sehingga komponen terjatuh

mengenai kaki pekerja dan mengakibatkan memar atau luka pada kaki pekerja.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah secara administrative control

yaitu dengan training pekerja, periodic maintenance secara berkala untuk

memeriksa kebersihan dan fungsional crane, bekerja sesuai dengan work instruction

(WI) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemakaian APD dengan

menggunakan hand gloves, safety shoes dan back jack. Upaya pengendalian ini

perlu ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait risiko yang ada dan

hendaknya pekerja berhati-hati ketika menempatkan komponen untuk disatukan

serta mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja untuk meminimalisir risiko

keselamatan kerja yang ada.

Pada proses penyatuan atau penggabungan komponen, risiko keselamatan kerja

yang dapat terjadi adalah tangan terjepit komponen karena pekerja kurang berhati-

hati atau tangan pekerja berada diantara komponen yang akan disatukan. Upaya

pengendalian yang telah dilakukan secara secara administrative control dengan

training pekerja, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD

dengan menggunakan hand gloves, safety shoes, dan back jack. Upaya

pengendalian ini perlu ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait risiko

yang ada dan sikap berhati-hati oleh pekerja ketika menggabungkan komponen

Page 119: Emi Maijunidah

119

serta mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja untuk meminimalisir resiko

keselamatan kerja yang ada.

4.4.4.6 Testing

Proses ini merupakan proses atau tahapan pekerjaan terakhir yang dilakukan pada

perakitan gearbox yaitu pengujian gearbox yang telah dirakit yang terdiri dari leaking test

yaitu tes kebocoran pada gearbox dengan memasukan gearbox pada kontainer yang berisi

campuran air dengan campuran bahan kimia P3 multan 3% yang tidak bersifat irritant

hanya kotor saja, kemudian pengisian oli pada gearbox. Setelah itu, running test dengan

memakai mesin test bench. Risiko keselamatan yang terdapat pada proses ini adalah

kejatuhan gearbox (kaki) saat pengangkatan dengan crane, tangan atau jari tergores atau

luka, terpeleset dan tersengat listrik. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada tahap

testing secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.6.

Page 120: Emi Maijunidah

120

Tabel 4.6

Hasil Identifikasi Risiko Tahap Testing

di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010

No Job Scenario Risk Control

Existing Saran

1. Pengangkatan

gearbox dengan

hoist crane

- Tali sling pada hoist

crane putus ketika

mengangkat gearbox

- Kaki

kejatuhan

komponen

(memar,

luka)

- Training pekerja

- Periodic

maintenance

crane

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes,

back jack

- Safety sign terkait

risiko

- Berhati-hati ketika

mengangkat gearbox

- Mengkomunikasikan

bahaya

2. Leaking test - Lantai licin karena

ceceran air dari kontainer

tempat leaking test

- Terpeleset - House keeping

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

Safety shoes,

hand gloves,

back jack, face

shield

- Memperhatikan

ketika mencelupkan

gearbox ke dalam

kontainer agar

airnya tidak

tercecer

- Safety sign terkait

risiko

- Safety line

Page 121: Emi Maijunidah

121

3. Oil filling - Lantai licin karena

ceceran oli yang tumpah

atau tercecer

- Terpeleset - House keeping

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes

- Safety sign terkait

risiko

- Safety line

- Berhati-hati ketika

sedang mengisi oli

agar tidak tumpah

atau tercecer

4. Running test - Pekerja menekan tombol

On/Off untuk

menghidupkan dan

mematikan mesin test

bench dengan tangan

basah atau tidak memakai

sarung tangan

- Tersengat

listrik

- Training pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Menggunakan

hand gloves,

safety shoes,

- Periodic

maintenance mesin

test bench

- Safety sign terkait

risiko

- Putaran bagian gearbox

dan pada mesin yang

dapat melukai tangan

atau jari pekerja

- Tangan,

jari

tergores

(luka

sobek)

- Pemasangan

pengaman

(cover) pada

bagian mesin

yang berputar

- Training pekerja

- Bekerja sesuai

dengan work

instruction (WI)

- Safety sign

terkait risiko

- Menggunakan

hand gloves,

- Memasang

pengaman untuk

bagian mesin yang

berputar agar tidak

mengenai bagian

tubuh (tangan)

- Bekerja dengan hati-

hati saat proses

running

- Perhatikan anggota

tubuh (tangan) agar

tidak terlalu dekat

jaraknya dengan

Page 122: Emi Maijunidah

122

safety shoes, bagian mesin atau

gearbox yang

berputar

Page 123: Emi Maijunidah

123

Risiko keselamatan kerja pada saat pengangkatan dengan gearbox adalah

kejatuhan gearbox (kaki) karena tali sling pada hoist crane putus sehingga komponen

terjatuh mengenai kaki pekerja dan mengakibatkan memar atau luka pada kaki pekerja.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah secara administrative control yaitu

dengan training pekerja, periodic maintenance secara berkala untuk memeriksa

kebersihan dan fungsional crane, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang

telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemakaian APD dengan menggunakan hand

gloves, safety shoes, dan back jack. Upaya pengendalian ini perlu ditambahkan dengan

pemasangan safety sign terkait risiko dan hendaknya pekerja berhati-hati ketika

mengangkat gearbox dengan crane mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja untuk

meminimalisir risiko keselamatan kerja yang ada.

Proses selanjutnya adalah leaking test atau tes kebocoran, risiko keselamatan

yang dapat terjadi adalah terpeleset karena lantai disekitar proses ini licin akibat ceceran

air dari kontainer tempat leaking test. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah

house keeping dengan segera membersihkan ceceran air tersebut dengan lap, bekerja

sesuai dengan work instruction (WI) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan

pemakaian APD dengan menggunakan safety shoes, hand gloves, back jack dan face

shield. Untuk meminimalisir risiko tersebut perlu diperhatikan oleh pekerja ketika

mencelupkan gearbox ke dalam kontainer agar airnya tidak tercecer ke lantai dan

memasang safety sign terkait risiko yang ada dan safety line saat lantai dalam keadaan

basah atau licin agar pekerja yang melewati disekitarnya tidak terpeleset.

Page 124: Emi Maijunidah

124

Setelah itu, dilakukan proses pengisian oli pada gearbox. Risiko keselamatan

kerja yang terdapat pada proses ini adalah terpeleset. Risiko terpeleset dapat terjadi

karena lantai sekitar proses ini licin akibat ceceran atau tumpahan oli saat proses

pengisian ke dirigen atau pengisian oli ke gearbox. Upaya pengendalian yang telah

dilakukan adalah house keeping dengan segera membersihkan ceceran atau tumpahan oli

dengan lap, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD dengan

menggunakan hand gloves dan safety shoes. Untuk meminimalisir risiko tersebut, perlu

ditambahkan safety sign terkait risiko yang ada dan safety line agar pekerja lebih berhati-

hati ketika bekerja atau melewati bagian ini serta berhati-hati ketika sedang mengisi oli

agar tidak tumpah atau tercecer.

Proses selanjutnya adalah running test yaitu pengujian fungsional gearbox

dengan menggunakan mesin test bench. Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada

proses ini adalah tersengat listrik dan tangan atau jari tergores atau luka (sobek). Risiko

tersengat listrik dapat disebabkan saat pekerja menekan tombol On/Off untuk

menghidupkan dan mematikan mesin test bench dengan tangan basah atau tidak

memakai sarung tangan. Upaya pengendalian yang telah dilakukan yaitu secara

administrative control dengan training pekerja, melakukan periodic maintenance pada

mesin test bench, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD

dengan menggunakan hand gloves dan safety shoes. Untuk meminimalisir risiko tersebut

perlu ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait risiko yang ada agar pekerja

dapat lebih berhati-hati ketika bekerja.

Page 125: Emi Maijunidah

125

Sedangkan tangan atau jari tergores, luka (sobek) dapat terjadi karena tangan

atau jari terkena putaran bagian mesin atau bagian gearbox. Upaya pengendalian yang

telah dilakukan yaitu secara engineering control dengan memasangan pengaman (cover)

pada bagian mesin yang berputar, administrative control dengan training pekerja,

bekerja sesuai dengan work instruction (WI), safety sign terkait risiko dan pemakaian

APD dengan menggunakan hand glove dan safety shoes. Upaya pengendalian yang telah

dilakukan sudah cukup bagus, tetapi perlu ditambahkan lagi dengan memasang

pengaman (cover) untuk bagian mesin yang berputar agar tidak mengenai bagian tubuh

(tangan), bekerja dengan hati-hati saat proses running dan perhatikan anggota tubuh

(tangan) agar tidak terlalu dekat jaraknya dengan bagian mesin atau gearbox yang

berputar.

Page 126: Emi Maijunidah

126

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. PT Mercedes Benz Indonesia yang berlokasi di Wanaherang Bogor merupakan

salah satu perusahaan yang bergerak sebagai agen tunggal, pembuat dan perakit

produk Mercedes-Benz di Indonesia. Kendaraan yang dirakit di pabrik ini terdiri

dari kendaraan roda empat (Passenger Cars) yang berada di plant APC

(Assembling Passenger Cars ) dan Commercial Vehicle atau chassis bus yang

berada di plant ACV (Assembling Commercial Vehicle).

2. Proses produksi gearbox yang berada di bagian AGC (Aggregate Assembly &

Components) terdiri dari tujuh proses yaitu sub assy. counter shaft, sub assy.

main shaft, sub assy. front housing, sub assy. rear housing, main jig, final

assembly dan yang terakhir testing yang terdiri dari leaking test (pengujian

kebocoran gearbox) dan running test (pengujian fungsional gearbox).

3. Pelaksanaan identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi gearbox

(ACV) di PT MBIna Wanaherang sudah cukup baik, yaitu dengan adanya

laporan aspect impact, yang dibuat empat jenis yang beurutan dan saling

berkaitan satu sama lain, yaitu aspect impact normal condition, aspect impact

abnormal condition, aspect impact emergency condition dan safety aspect impact

yang masing-masing memiliki fungsi dan data yang berbeda meskipun tujuannya

tidak jauh berbeda yaitu preventive untuk terjadinya injury. Dari keempat laporan

Page 127: Emi Maijunidah

127

tersebut yang membahas tentang risiko keselamatan dan kesehatan kerja pekerja

adalah laporan safety aspect impact. Namun, laporan ini tidak mendetail per

tahapan pekerjaan dan hanya proses pekerjaan tertentu yang dianggap memiliki

risiko dominan dan berpotensi untuk injury saja yang dimasukkan dalam laporan

ini atau proses pekerjaan yang dianggap signifikan.

4. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja terdiri dari tujuh tahapan proses

pekerjaan, yaitu:

a. Risiko pada tahap sub assy counter shaft yaitu tangan terjepit, tangan

tergores gears, tangan melepuh (seperti luka bakar), kaki kejatuhan

counter shaft atau gears dan wajah terkena gears yang melejit.

b. Risiko pada tahap sub assy main shaft yaitu tangan melepuh (seperti luka

bakar), tangan tergores sychronizer gears, kejatuhan komponen yang

mengenai kaki dan tangan tergores komponen.

c. Risiko pada tahap sub assy front housing dan sub assy rear housing sama

karena proses kerjanya yang tidak jauh berbeda yaitu tangan melepuh

(seperti luka bakar), tangan terpukul palu karet dan kaki kejatuhan palu

karet (memar).

d. Risiko tahap main jig yaitu kejatuhan komponen (kaki), tangan terjepit,

tangan melepuh seperti luka bakar, tangan terpukul palu tembaga,

kejatuhan palu tembaga (kaki) dan mata terkena percikan debu (serbuk)

logam dari palu tembaga.

Page 128: Emi Maijunidah

128

e. Risiko tahap final assembly yaitu kejatuhan komponen (kaki) dan tangan

terjepit.

f. Risiko tahap testing (terakhir) yaitu kejatuhan gearbox (kaki), tangan

atau jari tergores atau luka sobek, terpeleset dan tersengat listrik.

5. Pengendalian risiko yang telah dilakukan dengan cara engineering control,

administrative control dan pemakaian APD.

a. Pengendalian dengan engineering control dilakukan pada beberapa

tahapan pekerjaan yang menggunakan mesin press yaitu dengan

memasang alat pengaman tambahan pada mesin pengepresan dan

memasang pengaman (cover) pada bagian mesin yang berputar (mesin

test bench) pada tahap main jig.

b. Pengendalian dengan administrative control dengan melakukan

perawatan secara berkala untuk hoist crane, mesin pengepresan, oven,

heater plate dan mesin test bench, housekeeping, training pekerja, bekerja

sesuai dengan WI (Work Instruction) dan pemasangan safety sign terkait

pemakaian APD dan risiko yang ada di area kerja, terutama untuk

pekerjaan yang berisiko tinggi.

c. Pengendalian dengan pemakaian APD pada pekerja seperti pemakaian

safety shoes, hand gloves (standar dan heat resistance), back jack, kaca

mata dan face shield.

Page 129: Emi Maijunidah

129

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan identifikasi risiko secara menyeluruh per tahapan pekerjaan

yang lebih terperinci dengan memakai metode identifikasi risiko yang tepat

dan sesuai dengan pekerjaan serta keadaan di lingkungan kerja.

2. Pengawasan pimpinan sangat diperlukan terhadap faktor manusia, lingkungan

kerja dan fasilitasnya agar terhindar dari kecelakaan kerja.

3. Perlu dilakukan upaya pengendalian tambahan seperti:

a. Mengganti palu tembaga dengan bahan logam yang tidak mudah hancur

(menghasilkan scrup atau serbuk logam).

b. Memasang pengaman tambahan pada bagian gearbox yang berputar

(running test), menambahkan penggunaan pengaman mesin pres pada WI

(Work Instruction) dan memasang safety sign terkait risiko yang ada dan

area yang belum terdapat safety sign, memasang safety line.

c. Periodic Maintenace mesin test bench.

d. Bekerja dengan hati-hati, memegang dan menempatkan komponen dengan

benar serta memperhatikan lingkungan area kerja dan perhatikan anggota

tubuh (tangan) agar tidak terlalu dekat jaraknya dengan bagian mesin atau

gearbox yang berputar.

e. Memperhatikan ketika mencelupkan gearbox ke dalam kontainer agar

airnya tidak tercecer.

f. Pengawasan supervisor mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas

dan mengkomunikasikan risiko sesama pekerja.

Page 130: Emi Maijunidah

130

DAFTAR PUSTAKA

Australian Standard/New Zealand Standard 4360:1999. Risk Management Guidelines.

Sydney: 1999.

Azizah, Nailil. Analisis Risiko dengan Menggunakan Metode Failure and Effects

Analysis (FMEA) di Departemen Cor, Divisi Tempa dan Cor, PT. Pindad

(Persero) Bandung Tahun 2007. Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Indonesia, 2007.

Bird, Frank E and Germain, George L. Kepemimpinan Pengendalian Kerugian Praktis

Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Denvegraha, 2005.

Budiono, A.M. Sugeng. Manajemen Risiko dalan Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi Kedua. Semarang: Universitas

Diponegoro, 2003.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tahun

2002. Jakarta, 2002.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Undang-undang No. 1 Tahun 1970.

Jakarta, 2004.

Diberadinis, Louis J. Handbook of Occupational Safety and Health Second Edition.

John Wiley & Sons Inc, 1999.

Geotsch, David. Occupational Safety and Health: in manager. Second Edition. 1996.

Harti, Yuni. Identifikasi Bahaya Keselamatan Kerja pada Proses Produksi Frame Floor

RH di Line 1200 Ton Section Pressing PT. Indomobil Suzuki International Plant

Tambun II Bekasi Tahun 2009. Laporan Magang Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, UIN Jakarta, 2009.

Husna, Rofaul. Analisis Tingkat Resiko (Level of Risk) dan Upaya Pengendalian Resiko

Keselamatan Kerja pada Pekerja Pengoperasian Ketel Uap di Indonesia Power

Ubp Priok Tahun 2009. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehata, UIN

Jakarta, 2009.

ILO. 1998. Encyclopedia of Occupational Health and Safety 4th ed.

.Genewa: ILO

Isfaniy. Penyebab Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. [Accesed 18 Maret

2010]. Available from <http://tuloe.wordpress.com/2010/02/20/penyebab-

kecelakaan-kerja/>

Page 131: Emi Maijunidah

131

Isfany. Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) [Accesed 18 Maret 2010].

Available from <http://tuloe.wordpress.com/2009/07/12/dasar-dasar-

kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3/>

Isfany. Kecelakaan Kerja. [Accesed 18 Maret 2010]. Available from

<http://tuloe.wordpress.com/2010/02/20/kecelakaan-kerja.

Jovico. Tanggung Jawab Individu dan Prinsip Keselamatan Kerja. [Accesed 18 Maret

2010]. Available from <http://hse-k3l.blogspot.com/2009/04/tanggung-jawab-

individu-dan-prinsip keselamatan kerja.html >

Kolluru, Rao. Et al. Risk Assesment and Management Handbook for Enviromental,

Health, and Safety Proffesionals. New York: Mc Graw hill, Inc., 1996.

Nedved, Milos. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan Pengendalian

Bahaya Besar. Jakarta: International Labour Organization, 1991.

Subagyo, Mugi. Keselamatan Kerja. [Accesed 18 Maret 2010]. Available from

<http://mugi-sdm.blogspot.com/2009/09/keselamatan-kerja.html>

Sugandi, Didi. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja dalam Hiperkes

dan Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua. Semarang:

Universitas Diponegoro, 2003.

Suma’mur, P.K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT Gunung

Agung, 1996.

Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Gunung

Agung, 1997.

Page 132: Emi Maijunidah

132