”KONSEP ELIMINASI BOWEL DAN URINE” Disusun Oleh: Kelompok VII Latifah Lolyta loviani Rieske Justiani Sri hardiyanti saputri Tirza umami Wahyudiansyah 2B/S1 REGULER Dosen Pembimbing: SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) MUHAMMADIYAH PONTIANAK 2010 KATA PENGANTAR
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
”KONSEP ELIMINASI BOWEL DAN URINE”
Disusun Oleh: Kelompok VII
Latifah
Lolyta loviani
Rieske Justiani
Sri hardiyanti saputri
Tirza umami
Wahyudiansyah
2B/S1 REGULER
Dosen Pembimbing:
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena limpahan rahmat dan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ”KONSEP ELIMINASI
BOWEL DAN URINE” dengan lancar.
Dalam menyelesaikan makalah ini tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada guru
pembimbing yang telah membimbing penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan juga masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
penulis harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, dan
untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Pontianak, Maret 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Eliminasi adalah suatu proses pengeluaran zat-zat sisa (zat racun) yang tidak diperlukan
oleh tubuh. Contohnya BAB, BAK, dan pengeluaran keringat. Jika zat-zat tersebut tidak
dikeluarkan, maka zat akan mempengaruhi sistem dan fungsi organ lainnya. Oleh sebab itu
proses eliminasi sangat diperlukan guna mengeluarkan zat racun yang masih ada dalam tubuh.
B.Masalah
1. Bagaimanakah anatomi fisiologi eliminasi bowel dan urine?
2. Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi eleminasi bowel dan urine ?
3. Apa saja masalah-masalah yang pada pola eliminasi bowel dan urine ?
4. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan yang akan diberikan pada klien dengan gangguan
eleminasi bowel dan urine?
C. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi eliminasi bowel dan urine.
2. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi eleminasi bowel dan urine .
3. Mengetahui masalah-masalah yang pada pola eliminasi bowel dan urine .
4. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang akan diberikan pada klien dengan gangguan
eleminasi bowel dan urine.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Eliminasi Bowel
Eleminasi bowel adalah pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang
tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan dalam
pembuangan eleminasai bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari mulut
sampai anus.
1.1.1Anatomi Fisiologi saluran pencernaan bawah
Anatomi fisiologi saluran pencernaan bawah :
Saluran pencernaan bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri
atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Sedangkan usus besar terdiri atas
empat bagian yaitu sekum, kolon, apendiks, dan rektum.
a. Usus Halus
Panjang usus halus kira-kira 6 meter, dengan diameter 2,5 cm. Usus merupakan
lumen muskular yang dilapisi membran mukosa yang terletak di antara lambung dan usus
besar. Serat dan ototnya berbentuk sirkuler dan longitudinal, yang memungkinkan
terjadinya segmentasi (motilitas usus dalam mencampur dan mendorong kimus).
Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan makanan berlangsung di sini. Usus
halus terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jejenum, dan ileum.
1. Duodenum : adalah saluran berbentuk C dengan panjang sekitar 25 cm yang terletak di
bagian belakang abdomen, mengitari kaput pankreas. Duodenum digambarkan dalam 4 bagian,
yaitu : 1). Bagian I, mengarah ke kanan. 2). Bagian II, mengarah ke bawah. 3). Bagian III,
mendatar ke kiri dan ke depan vena kava inferior dan aorta. 4). Bagian IV, mengarah ke atas dan
bersambungan dengan jejenum.
2. Jejenum dan ileum. Setelah duodenum, bagian usus halus berikutnya adalah jejenum
yang diikuti dengan ileum. Panjang keduanya bervariasi antara 300 dan 900 cm. Tidak ada
perbedaan yang jelas di antaranya. Jejunum berukuran agak besar,memiliki dinding yang tebal,
lipatan membran mukosa yang lebih banyak, dan plak peyeri yang lebih sedikit. Jejunum dan
ileum terletak di dalam rongga peritonium,kecuali sepanjang garis perlekatannya. Usus halus
diperdarahi oleh percabangan arteri mesenterika superior (cabang dari aorta). Fungsi usus adalah
untuk menyekresi cairan usus, menerima getah empedu dan getah pankreas, mencerna makana,
mangabsorbsi air, garam dan mineral, serta menggerakkan isi usus melalui kontraksi segmen
pendek dan peristaltik rush (gelombang peristaltik usu yang kuat) yang menggerakkan isi usus
lebih cepat (John Gibson, 2002).
b. Usus Besar
Usus besar,atau intestinum mayor, memiliki panjang kurang lebih 1,5 m dan
diameter 5-6 cm. Usus menerima makanan yang sudah berbentuk kimus ( makanan
setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrien dan elektrolit.
Usus mensekresi mucus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Fungsi usus besar adalah
untuk menyerap air dan makanan, sebagai tempat tinggal bakteri coli, dan tempat
penampungan feses (Syaifuddin, 1994). Bagian-bagian usus besar meliputi sekum,
apendiks, kolon (asendens, tranversus, desendens, sigmoid), rectum, dan anus.
Kolon yang merupakan bagian terbesar usus besar berfungsi mengabsorpsi air dan
nutrient, member perlindungan dengan mensekresi mucus yang akan melindungi dinding
usus dari trauma akibat feses dan aktivitas bakteri, serta menghantarkan sisa makanan
sampai ke anus melalui kontraksi. Kolon bergerak dalam 3 cara, yaitu :
1. Haustral shuffling, yakni gerakan mencampur kimus untuk membantu absorpsi air.
2. Kontraksi haustral, yakni gerakan mendorong materi cair dan semi padat di sepanjang
kolon.
3. Peristaltik, yakni gerakan berupa gelombang menuju anus.
1.1.2 Fisiologi defekasi
Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakan massa di kolon yang
disebabkan oleh refleks gastrokolon. Refleks ini biasanya paling jelas terlihat setelah
sarapan dan sering diikuti oleh keinginan kuat untuk buang air besar. Ketika gerakan
massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum yang
memicu refleks defekasi.
Terdapat 3 refleks defekasi yg terjadi:
1. Refleks Defekasi Intrinsik
Menurut Syaifuddin (1994), refleks deefekasi intrinsic berlangsung seperti
diuraikan pada gambar 4.3.
Sfingfer internal melemas, tetapi sfingfer eksternal (m.
levator) relaksasi secra volunteer, dan tekanan dihasilkan oleh otot-otot
abdomen.
Feses akan terdorong ke anus
Didahului dengan transpor feses ke dalam rektum
Terjadi rangsangan reflex defekasi pada pleksus
mesentrikus
DOtot usus lain berkontraksi, terjadi peristaltic di kolon asendens, sigmoid, dan
rektum
Rektum yang penuh mengakibatkan ketegangan
(distensi rectum)
2. Refleks Defekasi Parasimpatis
Refleks defekasi parasimpatis berlangsung seperti pada gambar 4.4 (John Gibson, 2002).
Menghasilkan kombinasi reflex dan usaha volunter :
- Terjadi relaksasi sfingter anus
- Kontraksi otot kolon
- Kontraksi otot perut dan diagfragma
- Dasar panggul naik
- Terjadi defekasi
- Sfingter berkontraksi, mengeluarkan feses
Feses masuk ke rektum
Selanjutnya rangsangan ditransmisikan di sepanjang saraf parasimpatis aferen
menuju pars sakralis medulla spinalis
Pesan aferen ditramsimisikan disepanjang saraf
parasimpatis eferen untuk mencapai kerja otot
Terjadi rangsangan pada saraf rektum
3. Upaya Volunter
Selain kedua mekanisme reflex di atas, defekasi juga bisa terjadi karena upaya volunter seperti yang terlihat pada gambar 4.5 :
Dipermudah dengan :
- Fleksi otot femur
- Posisi saat defekasi seprti jongkok
Terjadi defekasi
Kontraksi otot abdomen dan diagfragma
Otot levator anus kontraksi
Menggerakkan feses melalui saluran anus
Tekanan intraabdomen meningkat
1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi Bowel
a. Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
kontrol defekasi menurun.
b. Diet
Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan
yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
c. Intake Cairan
Intake cairan yang berkurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan karena absorbsi cairan yang meningkat.
d. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses
defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang
colon.
e. Fisiologis
Keadan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga
menyebabkan diare.
f. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.
g. Gaya Hidup
Kebiasaan untuk melatih pola BAB sejak kecil secara teratur, fasilitas untuk BAB
dan kebiasaan menahan BAB.
h. Prosedur Diagnostik
Klien yang akan dilakukan diagnostik biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma
dahulu agar tidak BAB kecuali setelah makan.
i. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
j. Anestesi dan Pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang
dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
k. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu BAB seperti adanya hemoroid, faktur ospubis,
epesiotomi akan menghalangi keinginan untuk BAB.
l. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan penurunan stimulus
sensorik untuk defekasi.
1.1.4 Masalah Eleminasi Bowel :
a. Konstipasi
Gangguan eleminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras
melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur,
penggunaan laksatif yang lama, stres, psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas,
usia.
b.Fecal Infaction
Masa keras yang dilipatan rektum yang mengakibatkan oleh retensi dan
akumulasi material feses yang berkepanjangan.
c.Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi BAB akibat cepatnya
chyme melewati usus, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk menyerap air.
d.Inkontinensia Alvi
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas
yang melalui saraf spinter anus
e.Kembung
Flatus yang berlebihan didaerah intestinal sehingga menyebabkan disetnsi
intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan dan
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gas.
f.Hemorroid
Pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan didaerah
tersebut.
1.1.5 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi Bowel
Diagnosis keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi bowel adalah sebagai berikut :
1. Konstipasi berhubungan dengan :
• Defek persyarafan, kelemahan pelvis, immobilitas akibat cedera medulla spinalis dan CVA
• Penurunan respon berdefekasi
• Nyeri akibat hemorrhoid
• Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anastesi)
• Menurunnya peristaltic akibat stress
2. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan atau diare
3. Inkontinensia berhubungan dengan:
• Menurunnya tingkat kesadaran
• Gangguan spinkter anus
• Gangguan neuromuskuler
• Fecal impaction
1.2 Eliminasi Urin
Eleminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini
sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter,
bladder, dan uretra.Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter
mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas
tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Terjadi peregangan serat otot dinding kandung kemih
Impuls berjalan melalui serabut aferen menuju pars
lumbalis medulla spinlis dan ditransmisika ke
Urine masuk ke kandung kemih
1.2.1Anatomi fisiologi saluran perkemihan
a. Ginjal
Bentuknya seperti kacang, jumlahnya ada 2 dikiri dan dikanan. Ginjal terletak di
kedua sisi medula spinalis, dibalik rongga peritoneum. Ginjal kiri lebih besar dari
ginjal kanan, dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang daripada ginjal
perempuan (Syaifuddin, 1994). Ginjal terdiri atas satu juta unit fungsional nefron
yang bertugas menyaring darah dan membuang limbah metabolik. Selain itu ginjal
juga bertugas mempertahankan homeostasis cairan tubuh melalui beberapa cara yakni
:
a. Pengaturan volume cairan
b. Pengaturan jumlah elektrolit tubuh
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh
d. Ekskresi sisa-sisa metabolisme
e. Reabsorbsi bahan yang bersifat vital untuk tubuh
Timbul rangsangan ingin buang air kecil
Pengeluaran urine dibantu oleh kontraksi otot dinding abdomen dan diagfragma,
juga oleh peningkatan tekanan kandung kemih
yang sbelumnya telah berisi
Miksi dkontrol saraf aferen manuju kandung kemih, impuls berjalan menuju saraf parasimpatis sakralismenyebabkan :
- otot dinding kandung kemih berkontraksi
- sfingfter kandung kemihberelaksasi
Gambar. Fisiologi Berkemih
f. Fungsi hormonal dan metabolisme
b. Ureter
Ureter adalah tabung yang berasal dari ginjal dan bermuara di kandung kemih,
panjangnya sekitar 25 cm dan diameternya 1,25 cm.Urine didorong melewati ureter
denga gelombang peristalsis yang terjadi sekitar satu sampai empat kali permenit.
Pada pertemuan antara ureter dan kandung kemih, terdapat lipatan membran mukosa
yang bertindak sebagai katup guna mencegah refluks urine kembali ke ureter
sehingga mencegah penyebaran infeksi dari kandung kemih ke atas.
c. Kandung Kemih
Kandung kemih atau vesika urinaria adalah kantung muskular tempat urine
bermuara dari ureter. Dinding kandung kemih sangat elastis sehingga mampu
menahan regangan yang sangat besar. Saat penuh, kandung kemih bisa melebihi
simfisis pubis, bahkan bisa setinggi umbilikus.
d. Uretra
Uretra membentang dari kandung kemih sampai meatus uretra. Panjang uretra
pada pria sekitar 20 cm dan membentang dari kandung kemih sampai ujung penis.
Pada wanita, panjang uretra sekitar 3 cm dan membentang dari kandung kemih
sampai lubang diantara labia minora, 2,5 cm dibelakang klitorisis.
1.2.2 Karakteristik Urine Normal
Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochorome. Namun
demikian, warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi konsentrasinya
menjadi lebih pekat dan kecokletan, penggunaan obat-obatan tertentu seperti
multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai
kehitaman.Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan
urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan mempengaruhi bau urine.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan status kesehatan.
Pada orang dewasa sekitar 1.200-1.500 ml per hari atau 150-600 ml per sekali miksinya.
1.2.3 Fisiologi Perkemihan
Fisiologi berlemih secara umum menurut Gibson (2003) dapat dilihat pada gambar 4.6 :
1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urin
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urin. Pada orang
tua volume bladder berkurang demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi
berkemih juga akan lebih sering.
b. Sosiokultural
Timbul rangsangan ingin buang air kecil
Terjadi peregangan serat otot dinding kandung kemih
Impuls berjalan melalui serabut aferen menuju pars
lumbalis medulla spinlis dan ditransmisika ke
Pengeluaran urine dibantu oleh kontraksi otot dinding abdomen dan diagfragma,
juga oleh peningkatan tekanan kandung kemih
yang sbelumnya telah berisi
Miksi dkontrol saraf aferen manuju kandung kemih, impuls berjalan menuju saraf parasimpatis sakralismenyebabkan :
- otot dinding kandung kemih berkontraksi
- sfingfter kandung kemihberelaksasi
Urine masuk ke kandung kemih
Gambar. Fisiologi Berkemih
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat
tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat kemih pada lokasi terbuka .
c. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan menigkatkan stimulasi berkemih.
d. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih ditoilet, sehingga ia tidak dapat
berkemih dengan menggunakan pot urin.
e. Tonus otot
Eliminasi membutuhkan eliminasi tonus otot bladder, otot abdomen dan pelvis
untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga
akan berkurang.
f. Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat ADH untuk meningkatkan pembuangan urin. Kopi, teh,
coklat, cola (mengandung cafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi
urin.
g. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urin karena banyak
cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih
menimbulkan retensi urin.
h. Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomelurus sehingga produksi urin
akan menurun.
i. Pengobatan
Penggunaan ADH menggunakan output urin, anti kolinergik dan anti hipertensi
menimbulkan retensi urin.
j. Pemeriksaan Diagnostik
Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk
mengurangi output urin. Cystocospy dapat menimbulkan edema local pada uretra,
spasme pada spinter bladder sehingga dapat menimbulkan urin.
1.2.5 Masalah-masalah Eleminasi Urine :
a. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam blabber dan ketidakmampuan bladder untuk
mengkosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia Urine
Merupakan ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskesi urine.
c. Enuresis
Merupakan ketidaksanggupan manahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada
anak-anak dan juga pada orang jompo.
1.2.6 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Perkemihan
Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urin adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan:
• Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomali saluran urinaria
• Penurunan kapasitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit
• Kerusakan pada saluran kemih
• Efek pembedahan saluran kemih
• Penurunan tonus otot akibat dampak pengobatan, dehidrasi, atau factor psikologis.
• Pasca pemasangan kateter indwelling
• Lemahnya otot dasar pelvis akibat obesitas atau proses penuaan
• Ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan
• Obstruksi saluran kandung kemih akibat konstipasi
• Hambatan lingkungan ke kamar mandi
• Ketidakmampuan ke kamar mandi akibat kerusakan mobilitas
• Kapasitas kandung kemih sedikit (pada anak)
• Kurang nya motivasi (pada anak)
2. Inkontinensia fungsional berhubungaan dengan:
• Penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan kemampuan untuk
mengenal isyarat akibat cedera atau kerusakan syaraf
• Penurunan tonus kandung kemih akibat dampak pengobatan, dehidrasi
atau factor psikologis
• Kerusakan mobilitas
• Hambatan linkungan
• Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris (lansia)
3. Retensi urin berhubungan dengan :
• Adanya hambatan pada sfingter akibat penyakit striktur, BPH, dan lain-
lain
• Kerusakan atau ketidakadekuatan jaras aferen akibat cedera dan
penggunaan obat seperti anti histamine atau anti kolinergik
• Obstruksi jalan keluar kandung kemih akibat impaksi feses
• Stress atau ketidaknyamanan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Eleminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini
sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder,
dan uretra.Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan
urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu yang
kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Eleminasi bowel adalah pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh
yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan
dalam pembuangan eleminasai bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari
mulut sampai anus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin yaitu pertumbuhan dan