Top Banner
Acara V EKSTRAKSI KARAGINAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh : Nama : Michael Heryanto NIM : 13.70.0004 Kelompok : D1 ` PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
32

Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jan 04, 2016

Download

Documents

Laporan ini bertujuan untuk mempelajari ekstraksi karaginan dari seaweed Eucheuma cottonii.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara V

EKSTRAKSI KARAGINAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :

Nama : Michael Heryanto

NIM : 13.70.0004

Kelompok : D1

`

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

I. PRESENTASE PLAGIASI VIPER

1

Page 3: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk,

hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades

1.2. Metode

2

Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40

gram

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit

Rumput laut direbus di dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC

Rumput laut yang sudah halus dimasukkan kedalam panci

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih dan

cairan filtrat ditampung dalam wadah.

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan

larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N

Page 4: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume

larutan.

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume filtrat). dan diaduk dan

diendapkan selama 10-15 menitDirebus hingga suhu mencapai 60oC

Endapan karaginan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA hingga

jadi kaku

Serat karaginan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah

Serat karaginan kering ditimbang. Setelah itu

diblender hingga jadi tepung karaginan

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

Page 5: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Berikut merupakan hasil % rendemen ekstraksi karaginan dari seaweed Eucheuma cottonii,

dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Pengamatan ekstraksi karaginan

Kelompok Berat Awal (g) Berat Kering (g) Rendemen (%)

D1 2,74 40 6,85

D2 2,68 40 6,70

D3 3,20 40 8,00

D4 3,02 40 7,55

D5 3,46 40 8,65

Pada Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa hasil ekstraksi karaginan dari Euchema

cottonii menunjukan hasil yang fluktuatif antara satu kelompok dengan kelompok yang

lainnya. Diketahui bahwa nilai berat kering yang diperoleh akan berbanding lurus dengan

hasil % rendemen. Hasil % rendemen terendah ditunjukan oleh kelompok D2 dengan

jumlah sebesar 6,70%, sedangkan hasil % rendemen tertinggi ditunjukkan oleh kelompok

D5 dengan jumlah sebesar 8,65%.

4

Page 6: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Rumput laut merupakan sebagai salah satu sumber devisa negara yang mampu

meningkatkan tingkat pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir (Bono et

al, 2014). Hingga saat ini pembudidayaan rumput laut di Indonesia merupakan suatu hal

yang populer dan telah menjadi suatu budaya (Mahmood et al, 2014). Peningkatan

popularitas dari rumput laut disebabkan karena tingginya nilai pemanfaatan yang dimiliki

dari rumput laut. Selain berperan sebagai makanan, minuman, dan obat-obatan. Olahan

lainnya dari rumput laut yang dimanfaatkan lebih jauh dan berperan cukup penting bagi

suatu industri merupakan pemanfaatan alginat, karaginan, dan agar-agar (Istini, 1998). Hal

ini dibuktikan dengan peningkatan permintaan sebesar 5-7% setiap tahunnya baik dalam

industri pangan, tekstil, kosmetik, hingga industri farmasi (Istiani et al, 1986)

Karaginan adalah golongan kelompok polisakarida galaktosa yang bersumber dari rumput

laut. Salah satu contoh spesies rumput laut merah (Rhodophyta) yang banyak ditemukan

dan digunakan sebagai sumber utama karaginan adalah Chondrus crispus (Tuvikene et al,

2006). Karaginan mengandung sejumlah mineral yang terdiri atas natrium, magnesium, dan

kalsium yang dapat terikat dalam gugus sulfat ester yang berasal dari galaktosa, serta

kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa (Usov A.l, 1998). Sedangan pendapat menurut Zhou et al

(2008) mengenai struktur secara kimia dari karaginan adalah berupa senyawa polianion

dengan berat molekul sebesar 100.000 – 1000.000 dalton yang tersusun oleh ikatan

glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian yang terhubung oleh ikatan 3,6-anhydro-

galaktosa sebagai rantai utamanya bersamaan dengan gugus sulfat.

Karaginan kompleks memiliki karateristik larut dalam air, berantai linear, dan sulfat

galaktan (Mahmood et al, 2014). Karaginan dibagi berdasarkan pemabagian substituen

sulfat (jumlah dan posisi dari gugus sulfat) pada monomernya terdiri atas beberapa tipe

yaitu kappa, iota, lambda, mu, nu, dan xi-karaginan (Mochtar et al, 2013). Akan tetapi jenis

karaginan yang umum digunakan secara komersial adalah karaginan berjenis kappa, iota,

dan lambda. Secara alami, karaginan berjenis kappa dan iota tidak dapat langsung

5

Page 7: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

diekstraksi dari rumput laut, akan tetapi dihasilkan secara enzimatis dengan mereaksikan

precursor karaginan jenis tertentu dengan sejumlah enzim sulfohidrolase yang ditambahkan

(Wong & Craigie, 1978). Akan tetapi menurut Bono et al (2014) karaginan berjenis

tersebut dapat diproduksi secara alkalis apabila ingin diproduksi secara komersial.

Dalam industri seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan dan tekstil, karaginan banyak

dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, thickening agent, serta stabilizing agent (Webber et

al, 2012). Hal ini dapat dijumpai dalam karaginan karena kemampuannya yang dimiliki

dalam pembentukan gel secara thermoreversible dan kemampuan pembentukan larutan

kental apabila ditambahkan dalam larutan garam (Bajpai et al, 2013). Kemampuan

pembentukan gel menurut Winarno (1990) dalam karaginan disebabkan oleh adanya gugus

3,6-anhydro-galaktosa yang akan memiliki bentuk ikatan heliks pada saat peningkatan

terjadi. Karateristik pembentukan gel dan sebagai thickening agent yang berasal dari

karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung diantaranya adalah (1) waktu,

suhu, dan pH ekstraksi yang diberikan, (2) keberadaan senyawa kation dalam larutan, serta

(3) dari jenis karaginannya itu sendiri (Mochtar et al, 2013). Hal ini dijelaskan menurut

Velde & Ruiter (2002) bahwa karaginan berjenis kappa memiliki efektifitas yang tinggi

sebagai gelling agent, sedangkan karaginan berjenis lambda dan iota hanya dapat

digunakan sebagai bahan pengental dan stabilizing agent.

Oleh karena itu percobaan ini dilakukan bertujuan untuk mengekstraksi karaginan dari

rumput laut berjenis Euchema cottonii. Menurut Diharmi et al (2011) rumput laut dengan

jenis Kappaphycus alvarezii atau yang biasa dikenal dalam dunia perdagangan sebagai

Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut penghasil karaginan berjenis kappa,

sehingga dalam praktikum ini karaginan yang diekstrak tergolong atas jenis karaginan

kappa. Hal ini ditambah dengan teori yang berasal dari Shamsabadi et al (2013) Eucheuma

cottonii merupakan karaginan berjenis kappa yang bersifat sebagai edible red seaweed yang

kaya akan kandungan nutrien serta manfaat pharmaceutical yang disebabkan akibat

kandungan fenolik yang mampu menghambat pertumbuhan senyawa kanker melalui

mekanisme antioksidatif dan antipolorative yang dimilikinya. Proses isolasi terhadap

Page 8: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

karaginan telah banyak terjadinya perkembangan, akan tetapi hingga saat ini metode yang

umum dilakukan melalui ekstraksi alkali.

Tahapan isolasi menurut Bawa et al (2007) terdiri atas tahap ekstraksi, penyaringan,

presipitasi, dan pengendapan. Hal ini sesuai dengan tahapan dalam percobaan yang

dilakukan pada saat ini yang diawali dengan melakukan ekstraksi dengan penggunaan suhu

tinggi. Tahapan ekstraksi dilakukan dengan cara melarutkan potongan kecil dari Eucheuma

cottonii basah sebanyak 40 gram ke dalam air sebanyak 1 liter dan dipanaskan pada suhu

80o-90o C selama 1 jam. Ekstraksi menurut Petrucci (1989) merupakan suatu langkah yang

bertujuan untuk memisahkan antara komponen (solute) terhadap campurannya yang

dilakukan dengan menggunakan solven sebagai tenaga pemisah. Pada umumnya dalam

proses ekstraksi dapat digunakan pelarut selain aquades yaitu penggunaan larutan basa

kuat. Menurut Bajpai et al (2013) menunjukan bahwa proses ekstraksi yang dilakukan

dengan menggunakan pelarut basa NaOH akan menghasilkan % rendemen yang semakin

tinggi. Hal ini disebabkan karena pada larutan alkali akan dengan mudah memecah

komponen dinding yang terdapat dalam rumput laut sehingga berakibat pada terekstraknya

karaginan dalam jumlah yang maksimum. Akan tetapi dalam praktikum ini hanya

digunakan aquades disebabkan karena dalam percobaan ini bertujuan untuk mengetahui %

rendemen yang dihasilkan dan tidak untuk mengetahui kualitas dari karaginan mana yang

lebih baik.

Menurut pendapat Bajpai et al (2013) bahwa penggunaan NaOH sebagai pelarut akan

menghasilkan karaginan dengan kenampakan fisik akhir yang buruk, serta adanya batasan

tertentu dimana penggunaan NaOH sebagai pelarut karaginan lebih baik dibandingkan

dengan penggunaan aquades yaitu pada konsentrasi >0,7 N. Hal ini disebabkan karena

penggunaan NaOH dengan konsentrasi yang rendah (<0,7 N) justru akan mengakibatkan

pada pemecahan polimer dari karaginan yang akan menghasilkan produk dengan berat

molekul yang rendah, sehingga karaginan yang dihasilkan justru tidak dapat diendapkan

dalam tahap presipitasi dengan alkohol (Wiratni et al¸ 2010). Dengan kata lain menunjukan

bahwa penggunaan aquades akan tetap lebih efektif dalam menghasilkan % rendemen

Page 9: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

karaginan dalam jumlah yang lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan penggunaan

NaOH dengan konsentrasi < 0,7 (Distantia et al¸ 2009).

Suhu dan waktu pemanasan selama proses ekstraksi merupakan faktor yang penting dalam

proses ekstraksi berlangsung (Bajpai et al, 2013). Adapun suhu yang digunakan dalam

percobaan ini sebesar 80o-90oC dengan waktu selama 1 jam. Penggunaan suhu yang

samapun dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Yasita et al (2010) terhadap spesies

Eucheuma cottonii sebesar 90o-95oC ataupun yang dilakukan oleh Diharmi et al (2011)

pada ekstraksi karaginan dari Eucheuma spinosum sebesar 60oC. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Hudha et al (2012) menunjukan bahwa penggunaan suhu 90°C selama 1 jam

dalam ekstraksi karaginan yang berasal dari Eucheuma cottonii merupakan langkah yang

tepat dalam menghasilkan % rendemen teroptimal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin

lama dan tinggi suhu ekstraksi yang diberikan hingga batas tertentu akan meningkatkan dari

% rendemen yang dihasilkan selama proses ekstraksi berlangsung. Akan tetapi apabila

melewati dari batas suhu yang telah ditentukan (di luar suhu optimal) maka akan

mengakibatkan terjadinya degradasi biopolimer dalam karaginan yang akan berakibat pada

penurunan viskositas serta kekuatan pembentukan gel yang dimiliki oleh karaginan

(Webber et al, 2012). Oleh karena itu menjadi titik perhatian dan krusial pada saat proses

pemanasan dalam percobaan berlangsung, apabila pemanasan terjadi hingga mencapai suhu

90oC akan mengakibatkan dari menurunnya kemampuan pembentukan gel yang dimiliki

dan % rendemen yang dihasilkan (Bajpai et al, 2013).

Karaginan merupakan senyawa polisakarida galaktosa yang akan terhidrolisis apabila

berada dalam kondisi yang terlalu asam dan bersifat stabil terhadap kondisi basa (Bawa et

al, 2007). Dengan hal ini dilakukannya tahapan netralisasi setelah proses ekstraksi

berlangsung dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N ataupun NaOH 0,1 untuk mencegah

kondisi yang terlalu asam pada ekstrak karaginan yang didapatkan. Pentingnya menjaga

kestabilan pH selama proses ekstraksi berlangsung disebabkan karena ketidakstabilan pada

pH akan mendorong dari terjadinya penurunan % rendemen yang dihasilkan, serta mampu

menurunkan nilai dari kekuatan gel serta nilai viskositas yang dimiliki (Mahmood et al,

Page 10: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bawa et al (2007) menunjukan bahwa

pH optimum yang dimiliki oleh Eucheuma cottonii berkisar pada nilai 8-8,5 sehingga teori

yang didapatkan sesuai dengan metode yang dilakukan pada saat percobaan berlangsung.

Proses selanjutnya yang dilakukan adalah dilakukan penyaringan dengan menggunakan

kain saring yang bertujuan untuk memisahkan senyawa pengotor yang terdapat dalam

ekstrak karaginan. Kemudian filtrat yang dihasilkan ditambahkan dengan larutan NaCl 10%

dan dipanaskan hingga mencapai suhu 60oC. Penambahan senyawa NaCl menurut

Anggadiredja (2006) adalah memperhatikan dari kebutuhan garam dari ekstrak karaginan

yang berasal dari Eucheuma cottonii. Diketahui bahwa pada dasarnya setiap jenis dari

rumput laut yang merupakan golongan dari stenohaline memerlukan kondisi salinitas yang

mampu mempengaruhi dari kualitas akhir ekstrak karaginan yang dihasilkan. Akan tetapi

kebutuhan garam yang dibutuhkan oleh Eucheuma cottonii menurut Luning (1990) tidaklah

berada dalam konsentrasi garam yang tinggi, sehingga dalam praktikum ini digunakan

penambahan garam NaCl sebesar 10%. Penambahan konsentrasi garam yang berlebihan

menurut Bawa et al (2007) mampu berakibat pada penurunan kapasitas pembentukan gel

dan tingkat kelarutan yang dimiliki oleh karaginan. Menurut Luning (1990) kandungan

garam yang teroptimum dalam proses ekstraksi karaginan untuk menghasilkan karaginan

dengan kemampuan pembentukan gel serta pengikatan air dengan baik dapat ditambahkan

dengan NaCl ±12%. Sedangkan perlakuan pemanasan yang diberikan menurut Distantina et

al, 2011) bertujuan untuk memaksimalkan proses pelarutan dari NaCl yang ditambahkan,

serta untuk pelunakan dinding sel karaginan sehingga lebih mudah untuk terpresipitasi.

Tahapan akhir merupakan tahapan pengendapan/presipitasi dari ekstrak karaginan yang

diperoleh dengan mereaksikan filtrat yang diperoleh dengan cairan isopropil alkohol (IPA)

dan dibantu dengan pengadukan selama 10-15 menit hingga terbentuknya senyawa

karaginan. Pengendapan/presipitasi merupakan suatu kondisi dimana terbentuknya endapan

dari suatu senyawa yang dibantu oleh reaksi kimia yang mampu mengendapkan senyawa

tersebut. Pada umumnya presipitasi yang dilakukan dalam karaginan merupakan presipitasi

dengan menggunakan alkohol (isopropil alkohol ataupun etanol) yang memiliki kelebihan

dibandingkan dengan metode lainnya yaitu biaya produksi yang murah serta waktu yang

Page 11: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

cepat (FDC, 1981). Metode lainnya yang mampu digunakan dalam proses isolasi karaginan

adalah dengan menggunakan metode pembekuan umum. Pemilihan jenis alkohol berupa

isopropil alkohol didasarkan pada karateristiknya yang lebih aman dibandingkan

penggunaan jenis lainnya (Mahmood et al, 2014). Akan tetapi menurut Yasita et al (2010)

penggunaan etanol dibandingkan dengan isopropil alkohol akan menghasilkan % rendemen

yang lebih tinggi yang dikarenakan panjang rantai karbon etanol yang lebih pendek.

Sedangkan perlakuan pengadukan bertujuan untuk memaksimalkan peristiwa pengendapan

yang terjadi setelah direaksikan dengan larutan isopropil alkohol.

Endapan karaginan yang telah terbentuk dalam tahapan presipitasi, kemudian ditiriskan dan

direndam kembali dalam larutan IPA yang bertujuan untuk mengoptimalkan peristiwa

pengendapan senyawa karaginan. Proses pengendapan yang telah berlangsung secara

optimal ditandai dengan terbentuknya serat-serat kaku setelah proses perendaman dalam

isopropil alkohol berlangsung. Selanjutnya serat karaginan dibentuk tipis-tipis dan siap

untuk dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 50o-60oC. Pengecilan ukuran serat

karaginan bertujuan untuk memperluas surface area dari karaginan sehingga akan

dihasilkan peristiwa penurunan kadar air dalam karaginan yang bersifat optimum. Akan

tetapi munculnya kendala pada saat proses pengurangan kadar air serat karaginan dengan

menggunakan oven yaitu akan didapatkan produk akhir yang cenderung berwarna

kecoklatan. Menurut Djaeni et al (2012) proses pengeringan yang dilakukan dengan

menggunakan oven merupakan bukan suatu langkah yang efektif dalam proses pengeringan

serat karaginan. Hal ini dikarenakan selama proses pengeringan dengan oven akan

menghasilkan pemanasan yang tidak merata yang mendukung dari terjadinya degradasi

polisakarida dalam karaginan. Menurut Djaeni et al (2012) metode pengeringan yang

efektif dalam menghasilkan karateristik karaginan yang optimal adalah dengan

menggunakan spray dryer. Hal ini karena pada proses spray drying dilakukan pemanasan

secara cepat sehingga mampu menghasilkan serbuk karaginan secara langsung tanpa

diberikan perlakuan pemblenderan untuk menghasilkan tepung karaginan sehingga resiko

kerusakan struktur pada polisakarida karaginan dapat terhindarkan selama proses

pemanasan berlangsung.

Page 12: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Kualitas yang baik dari karaginan dalam percobaan ini ditandai dengan tingginya nilai %

rendemen karaginan tersebut. Pada umumnya menurut Webber et al (2012) kualitas

karaginan yang baik ditandai dengan kemampuannya dalam pembenrukan gel dan sebagai

agen pengental. Berdasarkan hasil percobaan bahwa didapatkan % rendemen karaginan

dengan rentang yang cukup besar dari 6,70% hingga 8,65%. Rendemen karaginan menurut

Hapsari (2013) merupakan suatu rasio antara berat kering dari karaginan terhadap berat

rumput laut basah. Menurut Departemen Dinas Perikanan (2009) mengatakan bahwa batas

standart minimal rendemen yang diperoleh dalam proses isolasi karaginan adalah 25%.

Oleh karena itu jika membandingkan nilai % rendemen yang diperoleh terhadap standart

minimal yang ada dapat dikatakan bahwa proses isolasi karaginan yang dilakukan dalam

percobaan ini berjalan secara tidak optimal sehingga tidak dihasilkannya % rendemen

karaginan dalam jumlah yang optimal. % Rendemen yang tidak optimal diperoleh dari

proses isolasi karaginan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

A. Suhu dan lama pemanasan dalam proses ekstraksi yang tidak optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hudha et al (2012) suhu dan lama pemanasan

yang tepat dalam menghasilkan % rendemen karaginan yang paling optimal berada pada

nilai 90oC salama 2,5 jam. Adapun berdasarkan hasil penelitian dari (Webber et al, 2012)

menunjukan bahwa kondisi optimal dalam proses ekstraksi berada pada kisaran suhu

sebesar 74oC selama 4 jam untuk menghasilkan karaginan dengan % rendemen yang tinggi,

kekuatan gel yang baik, dan tinggi nilai viskositasnya. Apabila suhu dan lama pemanasan

berada di bawah nilai tersebut maka proses ekstraksi dari karaginan berjalan tidak optimal,

sedangkan apabila nilai berada di atas dari batas yang telah ditentukan akan mengakibatkan

terdegradasinya molekul polisakarida karaginan yang berpengaruh terhadap penurunan %

rendemen yang dimiliki (Webber et al, 2012). Ataupun berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Bono et al (2014) yang menunjukuan bahwa kondisi optimum proses

ekstraksi dicapai pada saat penggunaan suhu 80oC selama 30 menit. Suhu dan lama

pemanasan merupakan hal yang relatif antar masing-masing pengujiannya dan sangat

dipengaruhi oleh karateristik dari rumput laut yang digunakan, jumlah, dan penggunaan

jenis pelarut yang digunakan (Bono et al, 2014).

Page 13: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

B. Proses netralisasi yang tidak tepat.

Karaginan yang masih bersifat asam atau terlalu basa (ketidakstabilan pH) akan mendorong

dari terjadinya penurunan % rendemen yang dihasilkan, serta mampu menurunkan nilai dari

kekuatan gel serta nilai viskositas yang dimiliki (Bawa et al, 2007).

C. Pemilihan penggunaan pelarut.

Penggunaan pelarut basa NaOH (> 0,7 N) dibandingkan aquades akan menghasilkan %

rendemen yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pada larutan alkali akan dengan

mudah memecah komponen dinding yang terdapat dalam rumput laut sehingga berakibat

pada terekstraknya karaginan dalam jumlah yang maksimum. Ditambah dengan kestabilan

yang tinggi apabila karaginan berada dalam larutan basa dibandingkan pada kondisi netral

aquades. Penggunaan NaOH pun memiliki kelemahan dimana akan menghasilkan

karaginan dengan kenampakan fisik akhir yang buruk (Tuvikene et al, 2006). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Bono et al (2014) mengungkapkan bahwa % KOH optimum

yang digunakan dalam proses ekstraksi untuk menghasilkan rendemen yang optimum

berada pada konsentrasi 10%.

D. Penggunaan jenis alkohol yang digunakan dalam tahapan presipitasi.

Penggunaan alkohol jenis isopropil alkohol (IPA) menurut dari Yasita et al (2010)

bukanlah suatu langkah yang efektif apabila dibandingkan dengan penggunaan etanol

sebagai larutan pengendap. Tidak efektinya penggunaan isopropil alkohol disebabkan

akibat lebih panjangnya rantai karbon yang dimiliki dibandingkan pada etanol.

E. Metode pengeringan yang dilakukan

Metode pengeringan dengan menggunakan oven biasa menurut Djaeni et al (2012) akan

mengakibatkan paparan panas yang berlebihan yang diterima oleh karaginan sehingga akan

berakibat pada terdegradasinya karaginan yang berakibat pada penurunan % rendemen

yang diperoleh melalui proses isolasi karaginan.

F. Kondisi pengkulturan Eucheuma cottonii dan usia panen yang diberlakukan.

Page 14: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mochtar et al (2013) mengungkapkan

bahwa pemanenan Eucheuma cottonii yang dilakukan pada saat umur tua memberikan

rumput laut yang kaya akan kandungan jaringan tua yang mengandung karaginan dalam

jumlah yang tinggi dibandingkan pada rumput laut yang masih berusia muda.

Salah satu metode pengoptimalan dalam metode ekstraksi karaginan yang dapat dilakukan

tanpa melakukan perlakuan presipitasi dengan menggunakan alkali dan etanol adalah

dengan menggunakan response surface methodology (RSM) (Webber et al¸ 2012). Adapun

dalam proses RSM ini digunakan metode pengeringan secara atomisasi yang memiliki

kelebihan dalam penghematan waktu untuk mendapatkan dry powder dari karaginan.

Sedangkan pendapat menurut Mahmood et al (2014) dalam menghasilkan karaginan yang

lebih stabil pada produk akhirnya diperlukan suatu teknik lebih jauh mengenai perubahan

senyawa kappa karaginan menjadi karaginan ester yang diketahui memiliki ketahanan yang

lebih terhadap panas dan kemampuan gel yang lebih baik melalui pereaksian secara

kimiawi.

Page 15: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Karaginan adalah golongan kelompok polisakarida galaktosa yang bersumber dari

rumput laut merah (Rhodophyta).

Karaginan tersusun atas 3,6-anhidrogalaktosa sebagai rantai utama yang berikatan

dengan ikatan α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian.

Jenis dari karaginan yang digunakan industri komersial adalah kappa karaginan,

lambda karaginan dan iota karaginan.

Karaginan dimanfaatkan sebagai stabilizer, agen pengemulsi, serta thickening agent.

Karaginan berjenis kappa dan iota dapat dihasilkan melalui dua langkah yaitu secara

enzimatis maupun secara alkalis, pada percobaan kali ini digunakan secara alkalis.

Karateristik pembentukan gel karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

mendukung diantaranya adalah (1) waktu, suhu, dan pH ekstraksi yang diberikan, (2)

keberadaan senyawa kation dalam larutan, serta (3) dari jenis karaginannya itu sendiri.

Eucheuma cottonii merupakan bagian dari kappa karaginan yang dikenal akan sifat

gelling agent yang sangat baik dibandingkan jenis karaginan lain.

Tahapan isolasi karaginan dibagi menjadi 4 tahap utama yang terdiri dari

pengekstraksian, penyaringan, presipitasi dan pengendapan.

Ekstraksi karaginan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut basa kuat NaOH

(>0,7 N) ataupun dengan menggunaan aquades.

Suhu dan lama pemanasan dalam ekstraksi yang berlebihan akan mengakibatkan

terjadinya degradasi biopolimer dalam karaginan yang akan berakibat pada penurunan

viskositas serta kekuatan pembentukan gel yang dimiliki oleh karaginan.

Penetralan merupakan salah satu tahap yang krusial untuk mencegah terjadinya

kerusakan pada karaginan akibat kondisi yang terlalu asam maupun basa.

Penambahan garam bertujuan untuk memberikan kondisi salinitas yang dibutuhkan

oleh karaginan dalam jumlah yang tertentu.

Penggunaan larutan isopropil alkohol (IPA) bertujuan untuk mengendapkan serat

karaginan yang didapatkan melalui proses ekstraksi.

14

Page 16: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Penggunaan larutan etanol dibandingkan dengan larutan isopropil alkohol (IPA) akan

memiliki efektifitas proses pengendapan yang lebih baik.

Proses pengeringan dengan menggunakan oven akan mengakibatkan pemanasan yang

tidak merata yang mendukung dari terjadinya degradasi polisakarida dalam karaginan.

Salah satu alternatif dalam metode pengeringan yang mampu mempertahankan

karateristik karaginan dengan baik adalah dengan menggunakan spray dryer

(pengeringan secara atomisasi).

Proses isolasi terhadap karaginan dalam percobaan ini belum optimal karena

didapatkan % rendemen karaginan yang rendah apabila dibandingkan dengan standar.

Kualitas karaginan utama yang dihasilkan dapat dilihat dari nilai tingkat viskositas

yang dihasilkan, serta kekuatan gelnya serta % rendemen yang dihasilkan.

Faktor yang mempengaruhi % rendemen karaginan adalah suhu dan waktu ekstraksi,

proses netralisasi, solven yang digunakan dalam ekstraksi, presipitan yang digunakan,

metode pengeringan yang digunakan, serta jenis dan kondisi lingkungan

pembudidayaan karaginan.

Semarang, 30 Oktober 2015 Praktikan Asisten Dosen :

Michael Heryanto Ignatius Dicky A.W (13.70.0004)

Page 17: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bajpai, S.K, and Pradeep, T. 2013. Studies on equilibrium moisture absorption of kappa carrageenan. International Food Research Journal. ISSN 2183-2191.

Bawa, I.G.A.G, Puta, A.B, Laila, I.R. 2007. Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia Vol 1(1):15-20

Bono, A., S.M. Anisuzzaman, and Ong W.D., 2014. Effect of process conditions on the gel viscosity and gel strength of semi-refinedcarragenan (SRC) produces from seaweed (Kappaphycus alvarezii). Journal of Engineering Sciences. Vol 26 : 3-9.

Departemen Dinas Perikanan. 2009. Karaginan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Selawesi Tengah. Indonesia.

Diharmi .A; Dedi .F; Nuri .A; dan Endang S.H. 2011. Karateristik karaginan hasil isolasi Eucheuma spinosum (alga merah) dari perairan semenep Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 16, 1: 117-124.

Distantina, S, Wiratni, Fahrurrozi, M, & Rochmadi. 2011. Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology Vol 54:738-742.

Djaeni, M, Prasetyaningrum, Mahayana, A. 2012. Pengeringan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Spray Dryer Menggunakan Udara yang di Dehumidifikasi dengan Menggunakan Zeolit Alat Tinjauan : Kualitas Produk dan Efisiensi Energi. Momentum Vol 8(2):28-34

Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington.

Hapsari, S.S.M. 2013. Ekstraksi Karaginan. Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto.

Hudha, H.I, Sepdwiyanti, R, Sari, S.D. 2012. Ekstraksi Karaginan dari Ekstraksi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dengan Variasi Suhu Pelarut dan Waktu Operasi. Berkala Ilmiah Teknik Kimia Vol 1(1):17-20

16

Page 18: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

Istiani, S, Zatnika, A, Anggadireja, J.T. 1986. Manfaat Pengolahan Rumput Laut. Majalah BPPT. Jakarta.

Istini, S. dan Suhaimi., 1998, Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut, Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta.

Luning, K. 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography and Ecophysiology. John Wiley and Sons.

Mahmood, W.A.K, Mohammad, M.R.K, and Teow, C.Y. 2014. Effect of reaction temperature on the synthesis and thermal properties of carrageenan ester. Journal of physical sciences. Vol 25(1) : 123-138.

Mochtar, A.H, Ismaya, P., M. Saleh S.A., et al. 2013. Effect of harvest age on carragenan yield and gel strength. World Applied Sciences Journal. ISSN 1818-4952.

Perreira, L & F.V, Velde. 2011. Portugesse Carrageenophythes : Carrageenan Composition and Geographic Distribution of Eight Species (Gigartinales rhodophyta). Carbohydrate Polymer Vol 84(1):614-623.

Petrucci, R. 1989. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Shamsabadi, F.T, Khoddami, A, Fard, S.G, Abdullah, R, Othman, H.H & S, Mohamed. 2013. Comparison of Tamoxifen with Edible Seaweed (Eucheuma cottonii L) Extract in Suppresing Breast Tumer. Institute of Bioscience Universitas Putra Malaysia. Malaysia.

Tuvikene, R, Truus, K, Vaher, M, Kailas, T, Martin, G & P, Kersen. 2006. Extraction and Quantification of Hybrid Carrageenans from the Biomass of Red Algae Furcellaria lumbricalis and Coccotylus truncatus. Proc.Estonian.Acad.Sci.Chem Vol 55(1):40-53.

Usov, A. I. 1998. Structural analysis of red seaweed galactans of agar and carrageenan groups. Food Hydrocolloids, 1998, 12, 301–308.

Velde, F.V & Ruiter, G.A. 2002. Carrageenan in Biopolymers. Wiley-VCH. Germany.

Webber, V, Carvalho, S.B, Ogliari, P.J, Hayashi, L & P.L.M, Barreto. 2012. Optimization of Extraction of Carrageenan from Kappaphycus alvarezii Using Response Surface Methodology. Cienc.Technol.Aliment.Campinas Vol 32(4):812-818.

Page 19: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wiratni, S., Distantina, Fadilah, Rochamandi, Moh. Fahturozzi. 2010. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses: Proses Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii. ISSN : 1411-4216.

Wong, K.F & J.S, Craigie. 1978. Sulfohydrolase Activity and Carrageenan Biosynthesis in Chondrus crispus (Rhodopyceae). Plant Physiology Vol 61:663-666.

Yasita, D & I.D, Rachmawati. 2010. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii untuk Mencapai Food Grade. Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.

Zhou, M.H, Ma, J.S, Li, J, Ye, H.R, Huang, K.X & X.W, Zhao. 2008. A k-carrageenase from Newly Isolated Pseudoalteromonas-like Bacterium WZUC 10. Biotechnology and Bioprocess Engineering Vol 13:545-551.

Page 20: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

% rendemen=berat keringberat basah

×100 %

Kelompok D 1:

% rendemen=2,7440

×100 % = 6,85%

Kelompok D2

% rendemen=2,6840

×100 % = 6,7%

Kelompok D3

% rendemen=3,2040

×100 % = 8 %

Kelompok D4

% rendemen=3,0240

× 100 % = 7,55%

Kelompok D5

% rendemen=3,4640

×100 % = 8,65%

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

19

Page 21: Ekstraksi Karaginan_Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA