2
33
EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LARANGAN MEROKOK DALAM
PERSPEKTIF PENDEKATAN KOMANDO DAN KONTROLDisusun Untuk
Menyelesaikan Tugas Kelompok Matakuliah Kebijakan Lingkungan
Disusun Oleh kelompok 4Intan
permatasari(125030100111011)Muhammad Tanzil H(125030100111012)Isa
Fahrudin P.N(125030100111025)Boby pryo
Gunarso(125030100111088)Anisa Rifqi Shofia(125030107111003)Faiz
Faalman(125030107111030)
ADMINISTRASI PUBLIKFAKULTAS ILMU ADMINISTRASIUNIVERSITAS
BRAWIJAYAMALANG2013
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangLingkungan adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan
kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Kualitas
lingkungan harus tetap dijaga kelestariannya, karena kualitas
lingkungan termasuk barang publik. Hal ini bisa dilakukan dengan
menjaga produksi oksigen agar minimal sebanding dengan produksi
carbon dioksida yang dihasilkan oleh aktivitas industry, dengan
cara melestarikan hutan tropis. Diera globalisasi sekarang ini
pertumbuhan indutri selalu berkembang guna pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang semakin bertambah pula. Sehingga tidak dapat
dipungkiri ini juga akan berdampak pada kualitas lingkungan.Salah
satu industry yang terus bekembang adalah industry rokok.Bisa
dipastikan bahwa konsumen rokok meningkat tiap tahunnya.Menurut
laporan WHO (2008), Indonesia berada di posisi ketiga jumlah
perokok dibawa Cina (390 juta) dan India (144 juta).Jumlah perokok
di Indonesia mencapai 65 juta orang atau setara dengan 28% dari
penduduk Indonesia.Dicatat juga Indonesia menghabiskan 225 miliar
batang rokok setiap tahunya.Hal ini tentu saja menjadi catatan dan
sekaligus peringatan bagi bangsa ini tentang kesehatan dan bahaya
merokok.Masih dari data WHO (2008), Statistik perokok di Indonesia
dilihat dari kalangan anak-anak dan remaja juga cukup mencengangkan
kita. Untuk pria dicatat 24,1 % dan wanita 4,5%. Atau data ini
dibaca sama dengan 13,5 % anak/remaja di Indonesia sudah menghisap
rokok atau perokok aktif. Sedangkan untuk statistik kalangan orang
dewasa sebagai berikut, pria 63%, wanita 4,5%, atau 34% perokok
dewasa di Indonesia (www .kompasiana.com)Angka ini menunjukkan
bahwa pengguna rokok di Indonesia telah mencapai angka yang
memprihatinkan. Sehingga pada tahun 2010 presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengeluarkan undang-undang nomor 32 tahun 2010 tentang
larangan merokok. Dijelaskan pula dalam Pasal 4 bahwa Setiap orang
berhak untuk bebas dari asap rokok yang membahayakan kesehatan dan
merncemari lingkungan udara. Jadi sudah jelas bahwa asap rokok
selain mengganggu kesehatan juga memiliki dampak negative terhadap
lingkungan.Namun dapat dipahami pula bahwa larangan merokok tidak
terjadi disemua tempat.Karena larangan merokok terjadi dibeberapa
tempat fasilitas umum.Jadi pemerintah masih menyediakan tempat
khusus bagi mereka yang ingin merokok.Sebuah kebijakan baru pasti
memiliki pro dan kontra.Begitu juga dengan UU tentang larangan
merokok.Buktinya sudah tiga tahun UU itu diterapkan, tetapi masih
juga ada masyarakat yang merokok dimana saja.Hal ini juga terkait
dengan kebebasan setiap individu, bahwa merokok adalah kegiatan
yang menjadi hak setiap orang. Nemun perlu diperhatikan juga bahwa
kebebasan setiap individu akan dibatasi oleh individu lain. Tidak
bisa dipungkiri masalah rokok memang sangat kompleks, tidak hanya
berhubungan dengan pengguna rokok, tetapi juga bisa berdampak pada
industry rokok, petani rokok, dan tenaga kerjanya.Dukungan
masyarakat terhadap penegakan larangan merokok di tempat-tempat
tertentu sangat kuat.Menurutnya, opini masyarakat konsumen terhadap
kawasan tanpa rokok tercermin dalam berbagai survei YLKI pada tahun
2008, 2010 dan 2011. Yakni, kawasan merokok khusus di Jakarta,
riset opini publik tentang pengendalian tembakau di Indonesia dan
survei masyarakat Jakarta tentang Pergub Nomor 88 Tahun 2010
tentang Perubahan Pergub Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan
Dilarang Merokok. Dalam pasal 18 Pergub Nomor 88 itu menyatakan
bahwa tempat atau ruangan merokok harus terpisah, di luar dari
gedung serta letaknya jauh dari pintu keluar gedung. Masyarakat
mendukung kawasan dilarang merokok, karena asap rokok sesak nafas,
bau, kepala pusing dan mata perih, dan lain-lain. Prioritas kawasan
bebas rokok yaitu pusat pelayanan kesehatan, angkutan umum, tempat
belajar mengajar, pusat belanja dan gedung kantor pemerintah atau
gedung kantor swasta.Dalam survei yang dilakukan YLKI pada 210
hotel dan restoran dengan melibatkan 420 responden yang terdiri
dari tamu hotel dan restoran serta pengelola hotel dan restoran.
Hasilnya 79 persen mendukung Pergub 88 pengaturan kawasan khusus
merokok harus diluar gedung dan jauh dari pintu pengunjung. Dari
197 responden perokok yang setuju 177 orang dan yang tidak setuju
hanya 20 orang.Perokok juga setuju pengaturan kawasan
merokok.Beberapa keuntungan yang di peroleh masyarakat dari
keberadaan kebijakan larangan merokok diantaranya adalah Pertama
mengurangi jumlah kematian yang ditimbulkan akibat rokok.Kedua
meningkatkan perekonomian keluarga maupun individu artinya bahwa
dengan adanya peraturan tentang larangan merokok mampu mengurangi
aktifitas merokok seseorang otomatis terjadi penurunan instensitas
perokok sehingga berdampak baik pada ekonomi keluarga
perokok.Ketiga menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat artinya
dengan adanya peraturan larangan merokok memberikan dampak positif
terhadap usaha meminimalisir efek buruk terhadap lingkungan dan
orang disekitarnya.Penulis lebih menekankan kepada dampak asap
rokok terhadap lingkungan, terutama pencamarannya terhadap udara.
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap organisme
hidup bernapas memerlukan udara.Kita tahu bahwa dalam udara
terkandung beranekaragam gas, salah satunya oksigen. Udara yang
kotor karena asap rokok menyebabkan kadar oksigen berkurang.
Keadaan ini sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup setiap
organisme. Maka perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga kesegaran
udara lingkungan agar tetap bersih, segar, dan sehat. Kebijakan
publik yang dibuat oleh pemerintah akan menentukan penyelesaian
dari masalah lingkungan ini. Kebijakan yang baik adalah kebijakan
yang bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, walaupun
tanpa formulasi terlebih dahulu.Berbicara mengenai kebijakan di
Malang sendiri tentang larangan merokok berarti ada sesuatu
permasalahan yang harus diselesaikan. Seperti kebijakan
penanggulangan bencana berarti terjadi suatu bencana yang harus
dicarikan cara penyelesaiannya. Demikian pula dengan kebijakan
lingkungan berarti ada permasalahan lingkungan yang harus
ditangani.Oleh karena itu untuk membuat suatu kebijakan agar tepat
sasaran, maka harus diketahui dahulu permasalahannya.permasalahan
yang terjadi tetap banyaknya perusahaan rokok yang berdiri dan
semakin banyak pemakai rokok di Malang sendiri. Sehingga semakin
menimbulkan pencemaran yang akan dapat berdampak negative maupun
posotih terhadap manusia. Karena adanya pencemaran yang terjadi.
Diantaranya pencemaran air, tanah dan udara yang dihasilkan dari
asap produksi pabrik maupun asap dari rokok itu sendiri.Di kota
Malang juga berdiri pabrik rokok yang bernama PT. Bentoel
Internasional Investama Tbk.adalahperusahaanrokok terbesar kedua di
Indonesia. Perusahaan ini berpusat di Jakarta dan Malang. Pada 17
Juni2009, perusahaan ini diakuisisi oleh British American Tobacco,
perusahaan rokok terbesar kedua di dunia dengan saham 85% Kemudian,
pada 25 Agustus2009, BAT menaikkan kepemilikan saham Bentoel Group
hingga 99%.Pada awal tahun 2010, BAT Indonesia resmi bergabung
dengan Bentoel. Namun, pada 7 September2011, BAT resmi menjual 13%
saham Bentoel ke pihak UBS cabang London.Dengan berdirinya PT.
Betoel Internasional Investama sendiri di Malang berarti juga
menimbulkan permasalahan lingkungan seperti yang telah dijelaskan
sebelumya.an.Maka dari itu, dalam karya ilmiah ini penulis ingin
mengetahui apakahefektif kebijakan yang terkait dengan larangan
merokok terhadap lingkungan khususnya pencemaran udara, tanah dan
air khususnya di sekitar PT. Bentoel Internasional Investama
Tbk..Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat
judul Efektifitas Implementasi Kebijakan Larangan Merokok dengan
Pendekatan Komando dan Kontrol (studi kasus PT. Bentoel
Internasional Investama Tbk.Jl. Raya Karanglo Singosari Malang.
B. Rumusan MasalahDari latar belakang masalah yang telah di
rumuskan maka dapat di tarik rumusan masalah yaitu:1. apakah
efektif kebijakan yang terkait dengan larangan merokok terhadap
lingkungan khususnya pencemaran udara, tanah dan air dalam
perspektif pendekatan komando dan kontrol?2. Faktor apa sajakah
yang menyebabkan kebijakan larangan merokok tidak efektif?
BAB IIKAJIAN PUSTAKAA. Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan
Publik.a. Thomas R. DyeThomas R. Dye mendefinisikan kebijakan
publik sebagai berikut: "Public Policy is whatever the government
choose to do or not to do". (Kebijakan publik adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu).
Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu,
maka tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan
"tindakan" pemerintah. Apabila pemerintah memilih untuk tidak
melakukan sesuatu, inipun merupakan kebijakan publik, yang tentunya
ada tujuannya.b. James E. AndersonAnderson mengatakan: "Public
Policies are those policies developed by governmental bodies and
officials". (Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).c.
David EastonDavid Easton memberikan definisi kebijakan publik
sebagai berikut: "Public policy is the authoritative allocation of
values for the whole society".(Kebijakan publik adalah
pengalokasian nilai-nilai secara syah kepada seluruh anggota
masyarakat).Dari penjelasan 3 pendapat ahli diatas, maka Kebijakan
publik dapat diartikan sebagai sesuatu yang dibuat oleh pemerintah
yang berupa tindakan-tindakan pemerintah.Kebijakan publik baik
untuk melakukan atau tidak meiakukan sesuatu itu mempunyai tujuan
tertentu.Kebijakan publik adalah kebijakan yang ditujukan untuk
kepentingan masyarakat.2. Jenis-jenis Kebijakan Publik.James E.
Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai
berikut:a. Substantive and Procedural PoliciesSubstantive Policy
adalah suatu kebijakan dilihatdari substansi masalahyangdihadapi
oleh pemerintah.Misalnya: kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi,
dan Iain-lain. Sedangkan Procedural Policy adalah suatu kebijakan
dilihatdari pihak-pihak yang terlibatdalam perumusannya (Policy
Stakeholders).b. Distributive, Redistributive, and Regulatory
PoliciesDistributive Policy adalah suatu kebijakan yang mengatur
tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-individu,
kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan. Sedangkan
Redistributive Policyadalah suatu kebijakan yang mengatur tentang
pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak.Dan Regulatory
Policy merupakan suatu kebijakan yang memgatur tentang pembatasan/
pelarangan terhadap perbuatan/tindakan.c. Material PolicySuatu
kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/penyediaan
sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.d. Public Goods
and Private Goods PoliciesPublic Goods Policyadalah suatu kebijakan
yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan-pelayanan
oleh pemerintah, untuk kepentingan orang banyak Contoh: kebijakan
tentang perlindungan keamanan, penyediaan jalan umum. Private Goods
Policyadalah Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan
barang-barang/pelayanan oleh pihak swasta, untuk kepentingan
individu-individu (perorangan) di pasar bebas, dengan imbalan biaya
tertentu.Contoh: kebijakan pengadaan barang-barang/pelayanan untuk
keperluan perorangan, misalnya tempat hiburan, hotel, dan
Iain-lain.
3. Tingkat-tingkat Kebijakan PublikMengenai tingkat-tingkat
kebijakan publik ini, Lembaga Administrasi Negara (1997),
mengemukakan sebagai berikut:a. Lingkup Nasional1.
KebijakanNasionalKebijakan Nasional adalah adalah kebijakan negara
yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan
nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD 1945.Yang
berwenang menetapkan kebijakan nasional adalah MPR, Presiden, dan
DPR.Kebijakan nasional yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan dapat berbentuk: UUD, Ketetapan MPR,
Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(PERPU).2. Kebijakan UmumKebijakan umum adalah kebijakan Presiden
sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU,-untuk mencapai tujuan
nasional. Yang berwenang menetapkan kebijakan umum adalah
Presiden.Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk: Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (KEPPRES), Instruksi Presiden
(INPRES).3. Kebijakan PelaksanaanKebijaksanaan pelaksanaan adalah
merupakan penjabaran dari kebijakan umumsebagai strategi
pelaksanaan tugas di bidang tertentu.Yang berwenang menetapkan
kebijakan pelaksanaan adalah menteri/pejabat setingkat menteri dan
pimpinan LPND.Kebijakan pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk
Peraturan, Keputusan, Instruksi pejabat tersebut di atas.
b. Lingkup Wilayah Daerah1. Kebijakan UmumKebijakan umum pada
lingkup Daerah adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai
pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan Rumah
Tangga Daerah. Yang berwenang menetapkan kebijakan umum di Daerah
Provinsi adalah Gubernur dan DPRD Provinsi.Pada Daerah
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh BupatiAValikota dan DPRD
Kabupaten/Kota.Kebijakan umum pada tingkat Daerah dapat berbentuk
Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi dan PERDA Kabupaten/Kota.2.
Kebijakan Pelaksanaan, Kebijakan pelaksanaan pada lingkup
Wilayah/Daerah ada tiga macam:a. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka
desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan PERDA.b. Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan pelaksanaan
kebijakan nasional di Daerah.c. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka
tugas pembantuan (medebewind) merupakan pelaksanaan tugas
Pemerintah Pusat di Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah.Yang berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan adalah:Dalam
rangka desentralisasi adaiah Gubernur/ Bupati/Walikota;Dalam rangka
dekonsentrasi adalah Gubernur/ Bupati/Walikota;Dalam rangka tugas
pembantuan adalah Gubernur/ Bupati/Walikota (www.
blogspot.com)Contoh daerah yang sudah memiliki peraturan daerah
salah satunya adalah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta
merupakan provinsi pertama di Indonesia yang menerbitkan Peraturan
Daerah dan Peraturan Gurbernur mengenai "Kawasan Tanpa Rokok" yaitu
Perda No 2 Tahun 2005 dan Pergub No75 Tahun 2005, yang akan
memberikan sanksi "Denda 50 Juta Rupiah atau Kurungan Penjara 6
Bulan."Adapula Perda di Provinsi Bali, DPRD Provinsi Bali juga
telah mengesahkan Perda Kawasan Tanpa Rokok melalui sidang
Paripurna ke-12 di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Bali karena
dilatarbelakangi oleh keinginan untuk hidup sehat di Bali dan
dengan sangsi yang sama yaitu"Denda 50 Juta Rupiah atau Kurungan
Penjara 6 Bulan."Di Kota Mataram Perda Kawasan Bebas Rokok
merupakan keharusan secara yuridis dari Undang-Undang No.36 tahun
2009 tentang Kesehatan dan Peraturan pemerintah tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Ini semakin relevan dengan
Keputusan Mahkaman Konstitusi yang telah mengabulkan yudicial
review atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tenta kesehatan yang
substansinya mewajibkan bagi Pemerintah Daerah untuk menyediakan
tempat khusus bagi perokok.Dikatakan, ini sebagai salah satu upaya
untuk mengamankan zat adiktif yang ditimbulkan oleh rokok, sehingga
tidak membahayakan bagi orang lain.Upaya lain yang dilakukan oleh
pemerintah yaitu dengan menerbitkan Pasal 114 yang berbunyi "Setiap
orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia
wajib mencantumkan peringatan kesehatan." Dalam penjalasannya yaitu
"Peringatan kesehatan dalam ketentuan ini adalah tulisan yang jelas
dan mudah terbaca dan 'dapat' disertai gambar atau bentuk lainnya."
dengan sangsi paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp500juta.Sebagai contoh adalah provinsi DKI Jakarta yang
merupakuan provinsi pertama di Indonesia yang menerbitkan peraturan
daerah dan peraturan gubernur mengenai kawasan bebas rokok yaitu
perda No 2 tahunh 2005 dan pergub no 75 tahun 2005, yang akan
memberikan sanksi denda 50 juta rupiah atau kurungan penjara 6
bulan. Adapula peraturan daerah di provinsi Bali, DPRD Provinsi
Bali juga telah mengesahkan perda kawasan bebas asap rokok melalui
sidang paripurna ke 12 di ruang sidang utama gedung DPRD Bali
karena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk hidup lebih sehat.
Jika ada pelanggaran pada kawasan bebas asap rokok pelanggar
dikenakan sanksi kurungan penjara selama 6 bulan atau dikenakan
denda 50 Juta.Pemaparan diatas menunjukan beberapa intervensi
pemerintah, tetap dalam prakteknya masih kurang diperhatikan oleh
masyarakat. Selain itu kebijakan yang selama ini dibuat oleh
pemerintah terkait larangan merokok selalu dihubungkan dengan
masalah kesehatan, akan tetapi sebenarnya dampak lain juga ada,
yaitu di bidang lingkungan. Rokok mengakibatkan berbagai macam
polusi.Asap yang diakibatkan oleh konsumsi rokok akan menyebabkan
polusi udara, batang rokok sendiri yang sulit diurai oleh organisme
tanah akan mnyebabkan polusi tanah, dan lebih jauh batang itu bisa
saja terbawa air dan mempengaruhi kualitas air.B. Definisi
Lingkungan Hidup dan Kebijakan LingkunganMenurut Undang Undang No.
23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang
lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ber Wawasan Nusantara dalam
melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya. Dalam
lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan
hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup. Menurut Imam Hanfi dkk dalam
bukunya Good Environmental Governance (2003: 46) Kebijakan
lingkungan adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan demi menciptakan suatu perubahan
yang lebih baik terhadap kondisi yang melingkupi suatu makhluk
hidup dalam mencapai kesejahteraannya. Pengaruh ini dapat dirasakan
dalam jangka waktu yang cepat ataupun lama, dan kondisi yang
melingkupi makhuk hidup ini tentunya meliputi kondisi fisik dan
sosial. Dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan yang sengaja
diambil atau tidak diambil untuk mengelola kegiatan manusia dengan
maksud untuk mencegah atau mengurangi efek yang merugikan pada
sumber daya alam dan memastikan bahwa buatan manusia perubahan
lingkungan tidak memiliki efek berbahaya pada manusia. Kebijakan
lingkungan adalah sebuah pernyataan sikap yang disepakati di
dokumentasikan dari sebuah perusahaan terhadap lingkungan di mana
ia beroperasi (Imam Hanafi : 2003: 46).Hal ini berguna untuk
mempertimbangkan bahwa kebijakan lingkungan terdiri dari dua hal
utama: lingkungan dan kebijakan. Lingkungan terutama mengacu pada
dimensi ekologis (ekosistem), tetapi juga bisa memperhitungkan
dimensi sosial (kualitas hidup) dan dimensi ekonomi (manajemen
sumber daya). Kebijakan dapat didefinisikan sebagai "tindakan atau
prinsip yang ditetapkan atau diusulkan oleh, pihak bisnis
pemerintah, atau individu" . Dengan demikian, kebijakan lingkungan
berfokus pada masalah yang timbul dari dampak manusia terhadap
lingkungan.Isu lingkungan umumnya ditangani oleh kebijakan
lingkungan termasuk (namun tidak terbatas pada) udara dan
pencemaran air, pengelolaan limbah, pengelolaan ekosistem,
perlindungan keanekaragaman hayati, dan perlindungan sumber daya
alam, satwa liar dan spesies yang terancam punah. SPI Lingkungan
umumnya ditangani kebijakan Dibuat Lingkungan termasuk pencemaran
udara, pengelolaan limbah,kebijakan ekosistem, keanekaragaman
hayati perlindungan, perlindungan sumber daya alam dan, satwa dan
pembohong spesies terancam punah Yang. Relatif baru-baru ini,
kebijakan lingkungan juga telah mengikuti untuk komunikasi isu
lingkungan. Lingkungan Juga telah mengikuti kebijakan kepada
Komunikasi Masalah Lingkungan.(Akhmad Fauzi 2004: 85)
C. Pendekatan Pembuatan Keputusan (Decision making) dan Dampak
(Impact) dalam Kebijakan LingkunganSetelah mengetahui definisi
kebijakan lingkungan, di bawah ini akan dijelaskan tentang
pendekatan decision making dan impact dalam merumuskan suatu
kebijakan lingkungan. Namun sebagai pengantarnya, akan dipaparkan
terlebih dahulu berbagai karakterisitik terkait lingkungan sebagai
masalah kebijakan dan beberapa kelemahan pemerintah Indonesia dalam
membuat kebijakan lingkungan. Menurut Scott J Gallan (2004: 72)
dalam Imam Hanafi dkk Good Environmental Governance (2003: 45)
Terdapat tujuh karakteristik mengapa lingkungan bisa menjadi
masalah penting dalam kebijakan, yaitu: 1.Publics Goods, banyak
sekali sumber daya lingkungan yang dapat dideskripsikan sebagai
barang publik dan memiliki dampak eksternalitas bagi
masyarakat.2.Masalah lintas batas (transboundary problems), banyak
kasus lingkungan yang bersifat global dan melewati batas antar
negara.3.Kompleksitas dan ketidakpastian, pembuatan sebuah
keputusan bisa dirintangi oleh kompleksitas dan ketidakpastian dari
banyak permasalahan lingkungan. Kadangkala sangat sulit untuk
mengidentifikasikan hubungan yang kompleks dan interdependen antar
alam dan fenomena perbuatan manusia.4.Irreversibility, dalam arti
apabila sekali saja kapasitas alam terlampaui, maka aset-aset
lingkungan dapat rusak dan tidak dapat diperbaiki (karenanya harus
melihat kepada tindakan pencegahan).5.Variabilitas temporal dan
spasial, dampak yang ditimbulkan akan berlangsung lama dan dapat
memengaruhi generasi yang akan datang dibandingkan dengan generasi
saat ini (long term problems, intergenerational) karenanya
kebijakan untuk memperbaiki harus dilakukan sebelum dampak negatif
secara penuh dirasakan. 6. Fragmentasi administratif, banyak
permasalahan lingkungan lintas sektor dan membutuhkan koordinasi di
antara sektor-sektor tersebut.7.Intervensi peraturan, kerusakan
lingkungan biasanya merupakan legitimate, karenanya pemerintah
harus melakukan intervensi di dalam kegiatan ekonomi dan masyarakat
untuk mengatur aktivitas yang merusak lingkungan.D. Pendekatan
Komando dan kontrol untuk mengatasi masalah lingkunganPemakaian
Standar dalam Masalah LingkunganStandar merupakan dasar utama
kebijakan lingkungan. Di Indonesia dan juga di negara lain pada
umumnya penetapan standar merupakan rangkaian prosedur yang
panjang, melalui penelitian ilmiah dan beberapa kali peninjauan
ulang. KNLH adalah lembaga yang menangani masalah ini dan
memberikan rekomendasi mengenai bagaimana satu standar lingkungan
ditentukan. Akhirnya, satu standar diundangkan untuk kemudian
dipantau pelaksanaannya oleh KNLH. Menurut Janet M. Thomas dan
Scott J. Gallan dalam bukunya Environmental Economic &
Management Policy and Aplication(2004) Terdapat tiga jenis standar
lingkungan, yakni:1. Standar ambang. Standar ambang menentukan
kualitas yang di harapkan dari beberapa elemen kualitas lingkungan,
misalnya kualitas udara di luar rumah, kualitas air, atau kualitas
susu formula. Standar ini biasanya dinyatakan dalam konsentrasi
pencemaran maksimum yang diperkenankan terhadap lingkungan.
Misalnya susu formula maksimum tercemar (mengandung bakteri
Sakazaki) sekian, dan sebagainya. Standar ambang tidaklah dapat
dipaksakan secara langsung, melainkan hanya merupakan target yang
ingin dicapai melalui satu batas pencemaran, yang pada akhirnya
diterapkan melalui salah satu jenis standar lain di bawah ini
(Thomas & Gallan 2004:78).2. Standar berbasis teknologi.
Standar berbasis teknologi menunjukkan jenis (teknologi) pengawasan
yang harus digunakan oleh semua sumber polusi. Dalam prakteknya,
Kementrian Negara Lingkungan Hidup harus mengadakan penelitian
mengenai teknologi yang tersedia dan melakukan penilaian terhadap
efektivitas relatif dari semua teknologi yang ada, seperti yang
ditentukan dalam peraturan perundangan. Kemudian KNLH memilih satu
teknologi yang terbaik yang harus digunakan oleh semua sumber
polusi. Tujuannya sangat jelas yakni agar dicapai batas polusi
tertentu (yang ditentukan sebagai standar ambang dalam peraturan.
Misalnya untuk mengurangi sulfur dioksida, KNLH mungkin
mengharuskan semua perusahaan pembakaran batu bara menggunakan
sistem scrubber (sistem pembersih udara), mengharuskan setiap
perusahaan mencapai tingkat pencemaran yang sama dengan cara yang
sama (Thomas & Gallan 2004: 79)3. Standar berbasis Kinerja.
Standar ini menentukan batas pencemaran yang diperkenankan pada
setiap sumber, namun tidak menentukan teknologi apa yang harus
digunakan untuk mencapai tingkat pencemaran yang diperkenankan
tersebut. Standar ini bersifat lebih fleksibel dibandingkan dengan
standar berbasis teknologi. Standar ini memberikan kebebasan dalam
memilih alat yang digunakan untuk mengurangi polusi, asalkan
tingkat polusi tidak melewati batas yang ditentukan dalam peraturan
undang -undang. Menurut Thomas dan Gallan (2004: 79) ada dua
implikasi ekonomis yang perlu mendapat pertimbangan:1. Mengenai
penentuan tingkat standar (penentuan standar ambang) Oleh karena
standar (ambang) menunjukkan kualitas lingkungan yang hendak
dicapai, maka standar yang membatasi emisi, misalnya batas karbon
monoksida dinyatakan dalam tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Dari sudut pandangan ekonomi, isunya adalah apakah
tingkat pencemaran yang dimaksud oleh standar ambang tersebut sudah
bersifat efisien - alokatif. Jika tidak, ini berarti adanya
penurunan kesejahteraan masyarakat (Thomas & Gallan 2004:
79).2. Masalah implementasinya antar individu sumber polusi.
Implementasi kebijakan menyangkut masalah pemilihan alat pengawasan
(kontrol). seperti batas polusi yang diperkenankan atau pajak yang
harus dibayar. Keputusan terakhir tidak hanya menyangkut apakah
tujuan sudah tercapai atau belum melainkan juga harus dipertanyakan
apakah tercapainya tujuan tersebut dengan cara biaya minimum
(efektif biaya). Apabila jawabannya tidak, ini berarti telah
terjadi pemborosan sumber daya pada masyarakat (Thomas & Gallan
2004: 80).
E. Jumlah Pabrik Rokok di Indonesia
BerdasarkandataStatistik Industri Besar dan Sedang (BPS), pada
tahun 1981 industri rokok hanya dikelompokan menjadi 2 bagian,
yaitu industri rokok kretek (31420) dan industri rokok putih
(31430). Mulai tahun 1990, industryrokok kretek dirinci lebih
spesifiklagi menjadi2 bagian, yaitu industri rokok kretek (31420)
yang terdiri dari Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret
KretekMesin (SKM), serta industri rokok lainnya (31440) yang
terdiridari rokok lembaga menyan, rokok klobot, dan cerutu.Dilihat
dari jumlah perusahaan secara total,pada periode tahun 1981-2002
industri rokok cukup dinamis. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah
perusahaanyang bergerak pada industri rokok kurun waktu
tersebuttelah mencapai 201perusahaan. Tahun berikutnya jumlah
perusahaan mengalami penurunansampai dengan tahun 1990 yang
merupakan pada titik terendah, denganjumlah perusahaansebanyak 170.
Pada tahun 1990, industri rokok mulaibangkitkembali,dan terus
berkembang hingga sampai tahun 1995 dengan jumlah perusahaan
mencapai 244 perusahaan.Tahun1996, industri rokok kembalilesu,
sehingga hanya 228 perusahaan. Setelah tahun 2000, industri rokok
relatif stabil, hal ini terlihat dari jumlah
perusahaanyangjumlahnya berkisar 244sampai dengan 247perusahaan.
Dari total industri rokok tersebut, sebesar84,6 persen terdiri
dariindustri rokok kretek (31420), sebesar 4,1 persen
merupakanindustri rokokputih (31430), dan sebesar 11,3 persen dari
industri rokok lainnya (31440). Dilihat daripertumbuhan, secara
totalindustri rokok tumbuh rata-rata 3,2 persen pertahun.
Perusahaan rokok kretek (31420) tumbuh sebesar 4,64persen per
tahun, industri rokok putih (31430) tumbuh sebesar 1,01persenper
tahun, serta industri rokok lainnya (31440) tumbuh sebesar 1,98
pertahun.F. Perkembangan Produksi Rokok di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok
terbesar di dunia setelah China, AS, dan Rusia. Jumlah batang rokok
yang dikonsumsi di Indonesia mengalami peningkatan dari 182 miliar
batang pada 2001 (Tobacco Atlas 2002) menjadi 260,8 miliar batang
pada 2009 (Tobacco Atlas 2012).Sementara itu, Gabungan Perserikatan
Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memperkirakan konsumsi rokok pada
2012 telah mencapai 300 miliar batang. Konsumsi rokok tumbuh
rata-rata 4,4% per tahun selama 2005-2012 dan diperkirakan tumbuh
4%-5% di 2013. Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia 2011
juga menunjukkan bahwa penggunaan merokok di Indonesia secara umum
meningkat dari 27% pada 1995 menjadi 36,1% di 2011. Apabila dilihat
lebih detail, penggunaan merokok pada laki-laki di Indonesia
meningkat dari 53,4% pada 1995 menjadi 67,4% pada 2011. Angka
penggunaan merokok pada laki-laki di Indonesia tahun 2011 tersebut
sekaligus merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Rusia
(60,6%), Banglades (58%), dan China (52,9%). Sedangkan pada
perempuan di Indonesia, angka prevalensi meningkat dari 1,7% pada
1995 menjadi 4,5% di 2011. Produksi rokok Indonesia meningkat dari
220 miliar batang pada 2005 menjadi 300 miliar batang di 2011, atau
tumbuh rata-rata 5,3% per tahun. Angka produksi tersebut telah
melebihi target produksi rokok dalam roadmap Industri Hasil
Tembakau (IHT). Sesuai dengan roadmap, pemerintah mentargetkan
produksi rokok hanya sejumlah 240 miliar batang untuk sasaran
jangka menengah (2010-2014) dan 260 miliar batang untuk sasaran
jangka panjang (2015-2025).Kementerian Perindustrian menargetkan
pertumbuhan produksi rokok 2011-2015 hanya berkisar rata-rata 3%-4%
per tahun. G. Jumlah Pendapatan Cukai Rokok
H. Pemasaran Rokok Berdasarkan Jenis
Berdasarkan jenisnya, segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM) masih
menjadi kontributor terbesar (63,6%), diikuti Sigaret Kretek Tangan
SKT (28,9%), dan Sigaret Putih Mesin SPM (7,5%). Meningkatnya
kesadaran masyarakat akan kesehatan telah menggeser pola konsumsi
rokok dari heavier ke lower tar lower nicotine format cigarettes
beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut menjadikan pertumbuhan
pasar rokok Indonesia saat ini lebih didorong oleh pertumbuhan
segmen sigaret kretek mesin jenis mild.Pada 2011, penjualan rokok
mild tumbuh 22% menjadi 100 miliar batang.Penjualan sigaret kretek
tangan naik 4% menjadi 85 miliar batang di 2011. Penjualan sigaret
kretek mesin filter naik 2% menjadi 87 miliar batang. Sementara
penjualan sigaret putih mesin naik 5% menjadi 22 miliar
batang.Pertumbuhan penjualan rokok mild di Indonesia terutama
didorong kenaikan permintaan terutama di daerah perkotaan.I. Pasar
Rokok Berdasarkan Merk
Sementara dari sisi produsen, industri rokok didominasi oleh
tiga pemain utama yang menguasai sekitar 72% pangsa pasar, yaitu
Sampoerna (31,1%), Gudang Garam (20,7%), dan Djarum (20,2%). Pemain
besar lainnya adalah Bentoel/BAT (8,0%), dan Nojorono (5,8%).
Jumlah perusahaan di industri pengolahan tembakau Industri Rokok
(Cigarette) besar dan sedang nasional pada 2011 diperkirakan 897
perusahaan dimana sebaran terbesar terdapat di Jawa Timur. Industri
pengolahan tembakau banyak juga terdapat di Jawa Tengah, Sumatera
Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Jika dilihat berdasarkan
jumlahnya, terdapat kecenderungan menurun pada industri pengolahan
tembakau besar dan sedang nasional dari 1.132 pada 2008 menjadi 978
di 2010 meskipun share golongan ini mengalami kenaikan. Hal ini
menunjukkan semakin kuatnya dominasi pemain besar di industri
ini.
J. Pengguna Rokok di IndonesiaIndonesia, dengan jumlah penduduk
hampir mencapai 250 juta jiwa, merupakan salah satu negara konsumen
tembakau terbesar di dunia.Indonesia menempati urutan kelima di
antara negara-negara dengan tingkat agregat konsumsi tembakau
tertinggi di dunia.Tahun 2011, kurang lebih 82 juta penduduk
Indonesia merupakan perokok aktif.Indonesia mengalami peningkatan
tajam konsumsi tembakau dalam 30 tahun terakhir: dari 33 milyar
batang per tahun di tahun 1970 ke 217 milyar batang di tahun 2000.
Antara tahun 1970 dan 1980, konsumsi meningkat sebesar 159 %.
Faktor-faktor yang ikut berperan adalah iklim ekonomi yang positif
dan mekanisasi produksi rokok di tahun 1974. Antara tahun 1990 dan
2000, peningkatan lebih jauh sebesar 54% terjadi dalam konsumsi
tembakau walaupun terjadi krisis ekonomi.
Hampir satu dari tiga orang dewasa merokok. Prevalensi merokok
di kalangan orang dewasa meningkat ke 31,5% pada tahun 2001 dari
26,9 % pada tahun 1995. Nah, faktanya, Lebih banyak pria di
pedesaan yang merokok. Prevalensi merokok di kalangan pria dewasa
di pedesaan adalah 67,0 % dibandingkan dengan 58,3 % di perkotaan.
73% pria tanpa pendidikan formal merokok.Lebih dari 7 dari 10 (73%)
pria tanpa pendidikan formal merokok, dibandingkan dengan 44,2%
pada mereka yang tamat SLTA. Pria berpenghasilan rendah: prevalensi
lebih tinggi namun konsumsi lebih rendah. Makin rendah penghasilan,
makin tinggi prevalensi merokoknya. Sebanyak 62,9% pria
berpenghasilan rendah merokok secara teratur dibandingkan dengan
57,4% pada pria berpenghasilan tinggi. Namun pendidikan yang lebih
tinggi berarti konsumsi yang lebih tinggi pula.Pria berpenghasilan
tinggi merokok sekitar 12,4 batang per hari dibandingkan dengan
10,2 batang pada pria berpenghasilan rendah. Sebagian besar (68,8%)
perokok mulai merokok sebelum umur 19 tahun, saat masih anak-anak
atau remaja.
Tabel Presentase Umur Mulai Merokok, tampak umur remaja (