Top Banner
SINERGI Upaya Mengembalikan Opini WTP pada Laporan Keuangan KKP Potensi PNBP atas Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan Evaluasi Manajemen Risiko Program Prioritas Kelautan dan Perikanan Media Informasi Itjen Kementerian Kelautan & Perikanan ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Opini WTP sebagai Sasaran Antara Pengelolaan Keuangan Negara EDISI I - TAHUN 2017
43

EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

Apr 09, 2019

Download

Documents

habao
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

SINERGI

Upaya Mengembalikan Opini WTP pada Laporan

Keuangan KKP

Potensi PNBP atas Tindak Pidana Kelautan dan

Perikanan

Evaluasi Manajemen RisikoProgram Prioritas

Kelautan dan Perikanan

Media Informasi Itjen Kementerian Kelautan & Perikanan

ISSN : 1412-1298

Bonus Sinergi :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2016

WTP

Opini WTP sebagai Sasaran AntaraPengelolaan Keuangan Negara

EDISI I - TAHUN 2017

Page 2: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

3Edisi I - Tahun 2017

SINERGI

Salam Sinergi

Kami tampil dengan tampilan agak berbeda dari sebelumnya yakni single column atau satu kolom sehingga layout grafis dapat lebih fleksibel. Pada Edisi I 2017 ini kami menampilkan profil Inspektur Jenderal KKP Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.H., M.M dalam rubrik SOSOK. Dalam rubrik KINERJA, disajikan artikel-artikel bertema upaya-upaya meraih kembali opini Laporan Keuangan (LK) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), khususnya melalui pendekatan Probity Audit, juga melalui penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

Masih di rubrik kinerja, pembaca juga dapat menemukan ragam tulisan tentang optimalisai PNBP, mulai dari: Penetapan Target PNBP yang Realistis dan Potensi PNBP atas Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan, serta ragam tulisan lain, seperti: Upaya Optimalisasi Penagihan Kerugian Negara kepada Pihak Ketiga, Menyikapi Akhir Sebuah Kontrak, dan Pengendalian Perencanaan Anggaran Sebagai Upaya Menunjang Efisiensi dan Efektifitas Kegiatan.

Pada akhirnya, kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan, namun tanpa mengurangi antusias pembaca kami ucapkan selamat membaca dan bekerja ....!

SINERGI

Upaya Mengembalikan Opini WTP pada Laporan

Keuangan KKP

Merealistiskan TargetPenerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan KKP

Evaluasi Manajemen RisikoProgram Prioritas

Kelautan dan Perikanan

Media Informasi Itjen Kementerian Kelautan & Perikanan

ISSN : 1412-1298

Bonus Sinergi :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2016

WTPOpini WTP sebagai Sasaran Antara Dalam Pengelolaan Keuangan Negara yang Bersih, Transparan dan Bertanggungjawab

EDISI I - TAHUN 2017

Penanggung JawabDr. Muhammad Yusuf, SH, MM

Pemimpin Redaksi Ir. Ida Kusuma Wardhaningsih

RedakturIr. Jayeng C. Purewanto, MM

Drs. Cipto Hadi Prayitno

Penyunting / EditorIr. Lina Herlina

Setyawati, S.Sos, M.AkFredy Haryanto, S.Pi, M.Ak

Tengku Sonya N.H, S.Pi, M.SiFarida Farid, S.Pi, M.T, MPP

Desain grafis Iswahyudi, A.Md

FotograferAfdi Nurdiansyah, A.Md

Sekretariat Tim Ir. Soma Somantri, M.E.

Bachtiar Andrian S, ST, MPP, M.EngHamdan N. Huda, S.St.Pi, M.Si

Wiwit Roza, SH, MHUrip Mulyono

Kasman

Alamat RedaksiSekretariat Itjen KKP

Gedung Mina Bahari 3 Lt. 4 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16

Jakarta 10110Telp. (021) 3522310, 3520336

Fax : (021) 3520336http: www.itjen.kkp.go.id

Page 3: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

1

2

3

4

5

KINERJA

DAFTAR ISI

Opini WTP sebagai Sasaran AntaraPengelolaan Keuangan Negara

Probity Audit dan Upaya Memulihkan Opini WTP

Penetapan Target PNBP yang Realistis

12

17

22

Potensi PNBP atas Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan

Evaluasi Manajemen Risiko Program Prioritas Kelautan dan Perikanan

25

30

30

49

54

59

Rakerwas Itjen KKP 2017:Pemantapan Quality Assurance dan Advisory Services Guna Mendukung Pencapaian Sasaran Prioritas KKP

Pelaksanaan Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Inspektorat Jenderal KKP Tahun 2017

PKS Penyusunan LK Semester I 2017Meraih Kembali Opini WTP

AUDITORIA

Pengendalian Perencanaan Anggaran Sebagai Upaya Menunjang Efisiensi

dan Efektifitas Kegiatan

Membangun Integritas KKP

Upaya Mengembalikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian pada LK KPP

35

Upaya Meningkatkan Maturitas Sistem Pengendalian Intern

Upaya Optimalisasi Penagihan Kerugian Negara kepada Pihak Ketiga

Menyikapi Akhir Sebuah Kontrak

35

41

45

54

81

22

KINERJA

KejujuranRELIGI

80

64

7SOSOK

Dr. Muhammad Yusuf, SH, MM :Membangun Komitmen MenujuInspektorat Jenderal yang Profesional

64

67

70

72

73

74

Pelantikan dan Sertijab Inspektur Jenderal KKP

Komit Gapai Kembali WTP, Inspektorat Jenderal Laksanakan Evaluasi dan

Pemantauan Bantuan Pemerintah kepada Masyarakat

Retreat 2017: KKP Berlayar di atas KM Kelud 76

KILAS LENSA

4 SINERGI 5Edisi I - Tahun 2017

Page 4: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

7Edisi I - Tahun 2017

SOSOK

Dr. Muhammad Yusuf, SH, MMMembangun Komitmen Menuju

Inspektorat Jenderal yang Profesional

Ketika sejumlah rekening gendut PNS ditelisik, nama Muhammad Yusuf mulai mencuat sebagai pimpinan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) periode 2011-2016. Tentu tidak hanya rekening gendut, berbagai gebrakan telah lahir dari tangan dingin beliau, diantaranya: pengungkapan Data PPATK terkait

transaksi mencurigakan bernilai trilyunan rupiah dalam bentuk 76 Hasil Pemeriksaan (HP) yang disampaikan kepada penyidik dan kementerian/lembaga terkait, termasuk kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP) dalam menangani penunggak pajak (terlebih saat Panama Papers mencuat), pengungkapan aliran dana kasus paket siap siar TVRI yang sempat menyeret komedian Mandra, dan membawa Indonesia menjadi negara yang keluar dari Non Cooperative Countries or Territories (NCCTs), dengan memberantas tindak money laundering (tindak pidana pencucian uang). Pria kelahiran Pendopo, Sumatera Selatan, 18 Mei 1962 ini sejak 20 April 2017 dipercaya Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti untuk menjabat Inspektur Jenderal KKP, menggantikan Andha Fauzie Miraza yang telah memasuki masa purna bhakti.

Di sela-sela kesibukan, beliau menyempatkan untuk menerima Tim Buletin Sinergi untuk mewawancarai beliau pada 5 Juni 2017 yang lalu. Menanggapi LK 2016 KKP yang mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau disclaimer, pria penyuka film bernuansa detektif dan histori ini pun sejenak menghela napas. “Dengan segala hormat, ada kontribusi Itjen dalam masalah disclaimer ini”, seru beliau. “Seandainya Itjen lebih proaktif dan tegas

SOSOK

Korupsi adalah kejahatan luar biasa, memberantasnyapun membutuhkan semangat yang luar biasa, semangat yang tak pernah berhenti karena berasal dari energi yang tak terbatas, energi yang hadir pada orang-orang yang mampu mengintegrasikan raga, rasio, ruh dan rasa dalam satu fokus ‘pengabdian.”

….. Nyalakan Radarmu, Hidupkan Nuranimu,Kamu adalah Pribadi yang Kuat dan Berprinsip dengan Komitmen Integritas.Yang Sadar Anti Korupsi dan Semakin Jauh dari Korupsi……

Saat Anda telah mencapai kesadaran anti korupsi secara menyeluruh dan utuh, maka hal tersebut tidak hanya menjadi semangat, namun terus bergerak hingga menjadi komitmen integritas. Anda sudah melangkah lebih jauh, bukan sekedar menghindar namun mencari solusi terhadap fenomena korupsi (Stephen L Carter, 1996).

ANTI KORUPSI

Sumber : Modul Diklat Mata Ajar “Anti Korupsi,” 2015

Sekretariat UPG KKP :Inspektorat V Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan PerikananGedung Mina Bahari III Lantai 4, Jalan Medan Merdeka Timur No.16, Jakarta Pusat, 10110. Telepon: 0811 989 011 - Fax:(021) 4 666 2 111Email pelaporan: [email protected] korespondensi: [email protected]: http://upg.kkp.go.id

Page 5: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

8 SINERGI 9Edisi I - Tahun 2017

SOSOKSOSOK

(dalam melaksanakan pengawasan, saya yakin sejak dini bisa ketahuan (potensi disclaimer ini)”. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa Itjen terjebak dalam ‘ritual audit’ seperti menunggu laporan (LHP) keluar, terikat pada PKPT, sehingga hal-hal yang lebih prinsip terlewat atau terabaikan. Ketika menghadap Presiden untuk menerima opini LHP beberapa waktu lalu, beliau mendapat masukan dari Bapak Dr. H. Rizal Djalil, M.M (anggota IV BPK): “Seandainya Itjen masuk 3 bulan sebelumnya, KKP tidak akan disclaimer”. Ayah dari 4 orang anak ini, mengambil hikmah, bahwa kejadian ini justru membuat beliau bertekad untuk lebih membangun komitmen. “Saya akan lebih berkomitmen bersama teman-teman disini (untuk menyelesaikannya)”.

Menurut beliau, disclaimer terjadi karena beberapa hal. Pertama, masalah SDM, baik dari segi profesionalitas maupun integritas. Dari sudut pandang beliau, masalah disclaimer yang menimpa KKP bukan karena integritas tetapi masalah profesionalitas, dan ini yang perlu disampaikan ke pihak-pihak luar sehingga citra KKP tidak makin memburuk di mata publik. Lebih lanjut, dari segi profesionalitas tersebut, beliau menggarisbawahi kurangnya pengalaman, keberanian (untuk mengungkapkan kelemahan/hambatan/bahkan ketidakmampuan), dan tidak adanya konsultasi oleh para PPK dalam mengatasi berbagai masalah yang ada. Kedua, tidak ada kepedulian yang terbangun di internal untuk mengatasi bersama masalah yang ada. Ketiga, aspek perencanaan yang masih lemah, tidak memperhatikan berbagai resiko yang dihadapi.

Berangkat dari permasalahan tersebut, beliau mencoba untuk melaksanakan probity audit yang sudah digagas oleh BPKP, meskipun menurut Beliau, perkembangannya di BPKP tidak semulus harapan. Beliau mengibaratkan dalam intelijen ada istilah early warning, dan probity audit inilah early warning bagi Itjen. Hal ini juga didorong dari hasil presentasi kegiatan DJPT 2017 dimana masih ditemukan banyak kesalahan dalam perencanaan yang dapat dideteksi sejak dini.

Beliau juga mengenalkan 4 pilar pengawasan: control by accompaniying inherently, melengkapi 3 pilar yang sudah ada (control by system, control by report, control by audit). “Ini agak beda (dari konsep yang sudah ada), karena selama ini kita menunggu ada masalah apa, sekarang Itjen mengundang mereka untuk ‘mempresentasikan’ apa yang menjadi kegiatan, dan sekaligus akan kita cek bukti kesiapannya, mendeteksi masalah-masalah mereka. Tiap

Bersama keluarga tercinta (foto pribadi)

foto

prib

adi

tahapan ada PIC nya, ketahuan time frame-nya. Siapa stakeholder terkait, sehingga Itjen bisa mengarahkan dengan tepat solusi apa untuk mengatasi masalah yang terjadi”, tegas beliau. “Nah, setelah rekomendasi yang kita berikan, nanti akan dipantau lagi pelaksanaannya, ujar beliau lebih lanjut. Beliau pun berangan-angan untuk mengadakan semacam “WTP Award” internal KKP, dan hasilnya akan diumumkan, untuk memotivasi unit eselon I. “Jadi singkatnya, Control by Accompaniying Inherently itu berupa pendampingan, solutif, “backing” (Itjen mendukung pengawasan terlebih dahulu sebelum BPK masuk)”, simpul beliau.

Menanggapi pertanyaan terkait penerapan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) dan Kebijakan Pengawasan, beliau bertekad membangun sarana, cara, metodologi untuk melaksanakan fungsi Quality Assurance dan Advisory Services yang terbaik. “Saya akan ekspos sehingga menjadi model bagi instansi lain (untuk melaksanakan pengawasan internal). Kita harus berani mengambil terobosan meskipun sepintas dipandang “melawan” kebijakan yang sudah ada, namun tetap dalam kewenangan yang kita miliki”, ujar beliau. “Contoh konkret kebijakan pembatasan transaksi tunai yang kami gagas (pada saat di PPATK), pada awalnya banyak pihak yang menentang, namun saya paparkan data-data bahwa transaksi tunai sering menjadi alat transaksi korupsi, dan akhirnya gagasan saya diterima”, terang beliau. Selanjutnya beliau memandang bahwa di KKP banyak program yang bersentuhan dengan masyarakat, sehingga dibutuhkan langkah yang progresif, bukan konvensional (terpaku pada PKPT), dan berani mengambil terobosan sepanjang tidak menimbulkan kerugian negara. “Jika 4 pilar jalan, maka tidak perlu banyak audit, khususnya yang hanya berupa (pengawasan dalam bentuk) reviu, hanya mengaminkan saja apa yang mereka perbuat,” tegas beliau. Terkait PKPT, beliau menganalogikan dalam ilmu hukum, ada 2 model pendekatan pidana, yaitu crime control model dan due process of law. “Nah kalau fokus pencapaian output, kita menganut crime control model, namun kalau kita terpaku pada aturan-aturan yang ada daripada mengejar output, maka kita menganut due process of law”, ujar beliau. “Tidak perlu terpaku pada jadwal yang belum fit pada saat itu (baik dari Itjen maupun auditi)”, lanjut beliau.

Menanggapi pertanyaan langkah-langkah peningkatan Internal Audit Capability Model (IACM) yang saat ini telah mencapai level 3 (dengan beberapa catatan, diantaranya terkait praktek profesional), beliau pun berujar, “Ya perlu kita bangun sistemnya, template-nya. auditor perlu ada pendamping, penguatan, dan peningkatan profesionalitas. Aspek formal perlu, tetapi saya lebih bahagia jika dibarengi bukti nyata bahwa kemampuan kita memang ada”.

Page 6: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

10 SINERGI 11Edisi I - Tahun 2017

SOSOKSOSOK

Pendidikan

Nama Institusi

Universitas Indonesia

STIE IPWI

UniversitasPadjajaran

Tahun

1982-1987

1998-2000

2009-2012

Fakultas /Jurusan

Fakultas Hukum

Fakultas Manajemen SDM

Fakultas Hukum

Lulus / Gelar Yang Diacapai

Sarjana Hukum

Magister Manajemen

Doktor Ilmu Hukum

(cumlaude)

Tingkatan

Perguruan Tinggi (S1)

Pasca Saarjana (S2)

Doktor (S3)

Prestasi dan Pengalaman Khusus

1. Menuntut Pidana Mati terhadap Harnoko Dewantono alias Oki kasus Pembunuhan di Los Angeles, Amerika Serikat (1997)

2. Terpilih sebagai Jaksa Teladan Se-Indonesia dari MENPAN atas nama Presiden Megawati (2003)

3. Menjadi Penuntut Umum Perkara HAM Berat atas nama Mayor Jenderel Rudolof Butar-Butar dan Eurico Guteres (2003)

4. Mengendalikan penuntutan terdakwa Tindak Pidana Korupsi BNI 46 atas nama DI dengan Hukuman Mati sedangkan Terdakwa atas nama Adrian Wawaruntu dengan Hukuman Pidana Seumur Hidup (2006)

5. Mengendalikan penuntutan Wakabareskrim Komjen Suyitno Landung dan Brigjen Samuel Ismoko, keduanya dihukum 2 (dua) Tahun Penjara (2006).

6. Mengendalikan Penanganan Puluhan Perkara Tindak Pidana Terorisme yang terjadi di Poso, Maluku, dan Palu (2006).

7. Mengendalikan penuntutan penanganan perkara korupsi Mantan Presiden HM Soeharto (2006).

8. Menjadi Anggota Perumus dan Juru Bicara Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun (2010).

9. Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (2010).

10. Sebagai Anggota Tim Perumus RUU Perampasan Aset (2010).

11. Menjadi Perumus dan Juru Bicara Pembentukan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (2010).

12. TimkerjapewawancarafitandpropertestdiBankIndonesiauntukcalonpemegangsahampengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi bank umum serta bank holding company (2012-2013).

13. Sebagai Anggota Tim Pembuatan RUU Pembatasan Transaksi Tunai (2013).

14. Sebagai Ketua Delegasi RI dalam Pembahasan Hasil Evaluasi ICRG di Thailand (2013).

15. Tim kerja pewawancara uji kemampuan dan kepatuhan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk calon pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi bank umum serta bank holding company (2014-2017)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Pembicara Dalam dan Luar Negeri

Seminar (Workshop)

Speaker of the anti money laundering and compliance Asia 2013

Lunchtime Talk: Combating Money Laundering in Asia Pacific

Speaker of the 15th Anniversary of Public Prosecution Services of Timor Leste

7th international conference on financial crime and terrorism financing

Speaker Invitation for 3rd AnnualFinancial crimes Asia Summit (27January 2016, Singapore)

Speaker at Counter-Terrorism Financing Summit 2016

Periode

Desember 2013

September2014

Juni 2015

Oktober 2015

Januari 2016

Agustus 2016

Penyelenggara

IQPC

National University of Singapore (NUS)

Kejaksaan Agung Timor Leste

Bank Negara Malaysia

IQPC

PPATK

Lokasi

Singapura

Singapura

Dili

Kuala Lumpur

Singapura

Bali

No.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Penulisan Buku

1. Merampas Aset Koruptor: Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia (Gramedia, 2012).

2. Miskinkan Koruptor: Pembuktian Terbalik Solusi Jitu Yang Terabaikan (PPATK,2013)

3. Mengenal, Mencegah, Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (PPATK,2014), Kapita Selekta TPPU: Kumpulan Pembahasan Mengenai Isu-Isu Terkini dan Menarik (PPATK, 2015).

Sebagai penutup, terkait pertanyaan adanya beberapa temuan BPK (LK 2009 dan LHP Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Tahun 2008, Red) yang telah dilimpahkan ke APH, beliau menjelaskan pengalamannya sebagai Aparat Penegak Hukum (APH) di Kejaksaan. “Sebagai penegak hukum (tentu) punya banyak sumber informasi. Kita tidak bisa hanya menutupi suatu kasus, itu hanya mengulur waktu. Obatnya tidak ada lain, perencanaan dari awal jangan sampai kasus-kasus terjadi”, tegas beliau. “Yang jelas, kalau kental pidananya ya memang harus dituntaskan. Harus jelas muara penyelesaian kasus-kasus yang dilimpahkan ke APH tersebut”, ujar beliau lebih lanjut (Red).

Pendidikan

Nama Institusi

Universitas Indonesia

STIE IPWI

UniversitasPadjajaran

Tahun

1982-1987

1998-2000

2009-2012

Fakultas /Jurusan

Fakultas Hukum

Fakultas Manajemen SDM

Fakultas Hukum

Lulus / Gelar Yang Diacapai

Sarjana Hukum

Magister Manajemen

Doktor Ilmu Hukum

(cumlaude)

Tingkatan

Perguruan Tinggi (S1)

Pasca Saarjana (S2)

Doktor (S3)

Prestasi dan Pengalaman Khusus

1. Menuntut Pidana Mati terhadap Harnoko Dewantono alias Oki kasus Pembunuhan di Los Angeles, Amerika Serikat (1997)

2. Terpilih sebagai Jaksa Teladan Se-Indonesia dari MENPAN atas nama Presiden Megawati (2003)

3. Menjadi Penuntut Umum Perkara HAM Berat atas nama Mayor Jenderel Rudolof Butar-Butar dan Eurico Guteres (2003)

4. Mengendalikan penuntutan terdakwa Tindak Pidana Korupsi BNI 46 atas nama DI dengan Hukuman Mati sedangkan Terdakwa atas nama Adrian Wawaruntu dengan Hukuman Pidana Seumur Hidup (2006)

5. Mengendalikan penuntutan Wakabareskrim Komjen Suyitno Landung dan Brigjen Samuel Ismoko, keduanya dihukum 2 (dua) Tahun Penjara (2006).

6. Mengendalikan Penanganan Puluhan Perkara Tindak Pidana Terorisme yang terjadi di Poso, Maluku, dan Palu (2006).

7. Mengendalikan penuntutan penanganan perkara korupsi Mantan Presiden HM Soeharto (2006).

8. Menjadi Anggota Perumus dan Juru Bicara Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun (2010).

9. Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (2010).

10. Sebagai Anggota Tim Perumus RUU Perampasan Aset (2010).

11. Menjadi Perumus dan Juru Bicara Pembentukan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (2010).

12. TimkerjapewawancarafitandpropertestdiBankIndonesiauntukcalonpemegangsahampengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi bank umum serta bank holding company (2012-2013).

13. Sebagai Anggota Tim Pembuatan RUU Pembatasan Transaksi Tunai (2013).

14. Sebagai Ketua Delegasi RI dalam Pembahasan Hasil Evaluasi ICRG di Thailand (2013).

15. Tim kerja pewawancara uji kemampuan dan kepatuhan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk calon pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi bank umum serta bank holding company (2014-2017)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Pembicara Dalam dan Luar Negeri

Seminar (Workshop)

Speaker of the anti money laundering and compliance Asia 2013

Lunchtime Talk: Combating Money Laundering in Asia Pacific

Speaker of the 15th Anniversary of Public Prosecution Services of Timor Leste

7th international conference on financial crime and terrorism financing

Speaker Invitation for 3rd AnnualFinancial crimes Asia Summit (27January 2016, Singapore)

Speaker at Counter-Terrorism Financing Summit 2016

Periode

Desember 2013

September2014

Juni 2015

Oktober 2015

Januari 2016

Agustus 2016

Penyelenggara

IQPC

National University of Singapore (NUS)

Kejaksaan Agung Timor Leste

Bank Negara Malaysia

IQPC

PPATK

Lokasi

Singapura

Singapura

Dili

Kuala Lumpur

Singapura

Bali

No.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Penulisan Buku

1. Merampas Aset Koruptor: Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia (Gramedia, 2012).

2. Miskinkan Koruptor: Pembuktian Terbalik Solusi Jitu Yang Terabaikan (PPATK,2013)

3. Mengenal, Mencegah, Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (PPATK,2014), Kapita Selekta TPPU: Kumpulan Pembahasan Mengenai Isu-Isu Terkini dan Menarik (PPATK, 2015).

Pendidikan

Nama Institusi

Universitas Indonesia

STIE IPWI

UniversitasPadjajaran

Tahun

1982-1987

1998-2000

2009-2012

Fakultas /Jurusan

Fakultas Hukum

Fakultas Manajemen SDM

Fakultas Hukum

Lulus / Gelar Yang Diacapai

Sarjana Hukum

Magister Manajemen

Doktor Ilmu Hukum

(cumlaude)

Tingkatan

Perguruan Tinggi (S1)

Pasca Saarjana (S2)

Doktor (S3)

Prestasi dan Pengalaman Khusus

1. Menuntut Pidana Mati terhadap Harnoko Dewantono alias Oki kasus Pembunuhan di Los Angeles, Amerika Serikat (1997)

2. Terpilih sebagai Jaksa Teladan Se-Indonesia dari MENPAN atas nama Presiden Megawati (2003)

3. Menjadi Penuntut Umum Perkara HAM Berat atas nama Mayor Jenderel Rudolof Butar-Butar dan Eurico Guteres (2003)

4. Mengendalikan penuntutan terdakwa Tindak Pidana Korupsi BNI 46 atas nama DI dengan Hukuman Mati sedangkan Terdakwa atas nama Adrian Wawaruntu dengan Hukuman Pidana Seumur Hidup (2006)

5. Mengendalikan penuntutan Wakabareskrim Komjen Suyitno Landung dan Brigjen Samuel Ismoko, keduanya dihukum 2 (dua) Tahun Penjara (2006).

6. Mengendalikan Penanganan Puluhan Perkara Tindak Pidana Terorisme yang terjadi di Poso, Maluku, dan Palu (2006).

7. Mengendalikan penuntutan penanganan perkara korupsi Mantan Presiden HM Soeharto (2006).

8. Menjadi Anggota Perumus dan Juru Bicara Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun (2010).

9. Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (2010).

10. Sebagai Anggota Tim Perumus RUU Perampasan Aset (2010).

11. Menjadi Perumus dan Juru Bicara Pembentukan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (2010).

12. TimkerjapewawancarafitandpropertestdiBankIndonesiauntukcalonpemegangsahampengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi bank umum serta bank holding company (2012-2013).

13. Sebagai Anggota Tim Pembuatan RUU Pembatasan Transaksi Tunai (2013).

14. Sebagai Ketua Delegasi RI dalam Pembahasan Hasil Evaluasi ICRG di Thailand (2013).

15. Tim kerja pewawancara uji kemampuan dan kepatuhan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk calon pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi bank umum serta bank holding company (2014-2017)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Pembicara Dalam dan Luar Negeri

Seminar (Workshop)

Speaker of the anti money laundering and compliance Asia 2013

Lunchtime Talk: Combating Money Laundering in Asia Pacific

Speaker of the 15th Anniversary of Public Prosecution Services of Timor Leste

7th international conference on financial crime and terrorism financing

Speaker Invitation for 3rd AnnualFinancial crimes Asia Summit (27January 2016, Singapore)

Speaker at Counter-Terrorism Financing Summit 2016

Periode

Desember 2013

September2014

Juni 2015

Oktober 2015

Januari 2016

Agustus 2016

Penyelenggara

IQPC

National University of Singapore (NUS)

Kejaksaan Agung Timor Leste

Bank Negara Malaysia

IQPC

PPATK

Lokasi

Singapura

Singapura

Dili

Kuala Lumpur

Singapura

Bali

No.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Penulisan Buku

1. Merampas Aset Koruptor: Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia (Gramedia, 2012).

2. Miskinkan Koruptor: Pembuktian Terbalik Solusi Jitu Yang Terabaikan (PPATK,2013)

3. Mengenal, Mencegah, Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (PPATK,2014), Kapita Selekta TPPU: Kumpulan Pembahasan Mengenai Isu-Isu Terkini dan Menarik (PPATK, 2015).

Page 7: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

12 SINERGI 13Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016. Dari hasil laporan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi salah satu kementerian yang mendapat opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer) dari BPK. Hal tersebut

merupakan capaian terburuk dalam tiga tahun terakhir, khususnya dalam pengelolaan keuangan Negara di lingkup KKP, meskipun BPK menegaskan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer yang diberikan kepada KKP tidak menggambarkan kinerja kementerian tersebut. Di sisi lain prestasi KKP cukup baik, antara lain Nilai SAKIP KKP A, nilai Reformasi Birokrasi 78, Integrity Assesment dari KPK tahun 2016 sebesar 75,44 dan Maturitas SPIP level 3.

Menurut Ketua BPK dinyatakan bahwa harus pisahkan antara prestasi atau kinerja Bu Susi dengan akuntabilitas laporan keuangannya (Republika.co.id/22 Mei 2017). Ditambahkan oleh Ketua BPK bahwa dalam laporan keuangan KKP, ada pertanggungjawaban yang tidak terpenuhi misalnya masalah pengadaan ratusan kapal untuk para nelayan. Berdasarkan aturan, ratusan kapal tersebut harus selesai dibuat pada akhir 2016, namun KKP tidak dapat memenuhinya kemudian KKP memperpanjang masa pengadaan hingga Maret 2017. Kondisi tersebut tidak disertai dengan kelengkapan syarat-syarat pertanggungjawabannya yakni Berita Acara Serah Terima (BAST), sehingga memperlihatkan bahwa masih terdapat proses yang belum selesai dan administrasi ada yang tidak bekerja, namun pencairan uang telah terlaksana.

Oleh: Cipto Hadi Prayitno (Inspektur V)

Opini WTP sebagai Sasaran Antara Pengelolaan Keuangan Negara

Kriteria Laporan Keuangan Yang Baik

Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 16 ayat 1 bahwa kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan didasarkan pada empat hal, yakni : (1) Kesesuaian dengan Sistem Akuntasi Pemerintah (SAP); (2) Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); (3) Kepatuhan terhadap per-Undang-Undangan; dan (4) Efektivitas Sistem Pengendalian Intern. Kelemahan utama sebagai penyebab opini disclaimer terhadap LK KKP adalah kurangnya kepatuhan terhadap per-Undang-Undangan; dan Sistem Pengendalian Intern yang belum efektif.

Laporan keuangan bisa mendapatkan opini "Wajar Tanpa Pengecualian” karena data yang disajikan telah memenuhi standar akuntansi, namun persoalan terkait pengelolaan keuangan negara masih mungkin terjadi. Setiap laporan keuangan yang memperoleh opini WTP, berarti memperkecil kemungkinan terjadi penyelewengan karena pemanfaatan belanja pemerintah tersebut telah sesuai tata kelola berlaku.

Opini WTP yang diperoleh dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah harus terus dibenahi agar terbebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), karena salah satu ukuran keberhasilan pemerintah dalam reformasi birokrasi adalah pelaporan keuangan harus bersih dan bebas dari KKN. Opini WTP pada setiap kementerian bukan menjadi tujuan akhir dari K/L, namun hanya sasaran antara dalam pengelolaan keuangan pemerintah yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Profil Temuan BPKMencermati hasil pemeriksaan BPK RI, terlihat pokok temuan yang ada dari tahun ke

tahun tidak jauh berbeda artinya temuannya berulang. Substansi temuan tersebut, antara lain: pekerjaan tidak selesai dilaksanakan, kemahalan harga, kekurangan volume pekerjaan, penyelesaian pekerjaan terlambat, pekerjaan dialihkan tidak sesuai rencana, Berita Acara Serah Terima Barang tidak benar, dan pengadaan barang dan jasa tidak memperhatikan aspek pemanfaatan barang (outcome). Permasalahan tersebut biasanya disebabkan: (1) Panitia Pengadaan lalai/tidak cermat dalam melakukan verifikasi dokumen kontrak, meneliti dokumen penawaran, membuat spesifikasi teknis dan HPS; (2) Penyedia Barang/Jasa tidak profesional; (3) Panitia Pemeriksa Barang tidak cermat; dan (4) Kegiatan berorientasi pada anggaran. Selain itu dan yang paling sering ditemui adalah karena lemahnya pengendalian dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), di lain pihak PPK harus bertanggungjawab dari segi administrasi, fisik, keuangan, dan fungsional atas kegiatan yang dilaksanakan.

Permasalahan-permasalahan tersebut jika tidak segera dibenahi, setidaknya mempunyai dua dampak yakni kualitatif maupun kuantitatif. Kualitatif, ada berbagai bentuk, antara lain kualitas yang tidak bagus sehingga tidak bisa dimanfaatkan. Sedangkan dampak Kuantitatif, berujung pada adanya kerugian keuangan negara/daerah/entitas, yang dikelompokan dalam: (1) Tuntutan ganti rugi; (2) Tuntutan perdata; dan (3) Tuntutan pidana.

KINERJA

Page 8: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

14 SINERGI 15Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pengadaan Barang dan JasaFaktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengadaan barang/jasa yaitu faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa: (1) Tuntutan untuk menghasilkan penyedia barang/jasa yang mampu menyediakan barang/jasa sesuai spesifikasi, harga murah, dan barang/jasa diterima sesuai waktu dan tempat; (2) Pelaksanaan pengadaan seringkali dijadikan alat untuk menghimpun dana secara illegal; (3) Korelasi Sistem Pengendalian Intern dengan efektivitas pencapaian tujuan pengadaan barang dan jasa.

Sedangkan faktor ekternal meliputi : (1) Social control dari LSM dan Masyarakat; (2) Resiko kegagalan akibat kesalahan ataupun kesengajaan (error or irregularity) yang dapat menimbulkan efek resiko hukum; dan (3) Kepentingan pihak eksternal organisasi (BPK, BPKP, Inspektorat, Lender, Lembaga Legislatif dll).

Titik Kritis dalam Pengadaan Barang/JasaDalam mencermati proses pengadaan barang/jasa, Inspektorat Jenderal harus dapat

memetakan titik kritis pada seluruh tahapan yang menjadi potensi temuan BPK yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan pembayaran atas barang/jasa tersebut.

Evaluasi pada tahap perencanaan yang sering terjadi antara lain adanya penggelembungan anggaran, rencana tidak didukung anggaran, rencana yang diada-adakan, mengarahkan kepada rekanan tertentu, memecah atau menggabungkan paket pekerjaan, HPS digelembungkan atau dibuat oleh rekanan, dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) memuat titipan volume untuk pejabat organisasi/entitas tertentu.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pelelangan dan penetapan pemenang yang cenderung terjadi antara lain: Panitia Pengadaan Barang/Jasa tidak transparan, memihak, dan tidak independen; jenis pelelangan tidak sesuai ketentuan, persekongkolan rekanan dengan panitia dan sesama rekanan; perintah terselubung dari pimpinan organisasi; pemalsuan dokumen lelang; evaluasi penawaran yang tidak sesuai ketentuan; rekanan meminjam bendera perusahaan lain; dan rekanan yang ditetapkan tidak memiliki kemampuan teknis dan atau keuangan.

Pada tahap pelaksanaan yang sering terjadi yaitu: kontrak memuat pasal-pasal yang menguntungkan rekanan atau tidak jelas dimana dan kapan barang akan diserahkan; tanggal kontrak di Back Date agar sesuai dengan guidelines; rekanan mensubkontrakan pekerjaan tanpa sepengetahuan PPK/KPA; rekanan menyerahkan seluruh pekerjaan kepada rekanan lain; persekongkolan pengawas lapangan/ konsultan pengawas untuk meninggikan prestasi pekerjaan atau mengelabui spesifikasi; CCO atau mengkonversi volume pekerjaan dengan

harga satuan rendah kepada volume pekerjaan tertentu yang sulit dilihat fisiknya serta mempunyai harga satuan yang mahal; dan metode kerja berubah tapi tidak mengubah harga satuan.

Tahap pembayaran dan hasil pengadaan barang/jasa yang harus mendapat perhatian antara lain: Kick Back; pemerasan terselubung dari otoritas pembayar; fisik barang/jasa yang diserahkan kurang atau fiktif; spesifikasi barang yang diserahkan tidak sesuai; barang/jasa yang ad

vant

is.w

orld Inspektorat Jenderal harus dapat

memetakan titik kritis pada seluruh tahapan proses pengadaan barang/jasa yang menjadi potensi temuan BPK

diserahkan adalah barang bekas, tidak original, palsu, jiplakan; barang/jasa yang diadakan tidak dibutuhkan masyarakat atau organisasi; barang yang diterima tidak tepat waktu atau diterima tidak sesuai tempatnya; tidak dibentuk panitia penerimaan dan pemeriksaan barang; serta barang tidak diperiksa dengan benar oleh Panitia Pemeriksa Hasil Pengadaan.

IntegritasSelain faktor internal, eksternal, dan

titik-titik kritis pengadaan tersebut, integritas juga perlu mendapat perhatian. Integritas yang secara umum didefinisikan sebagai keselarasan antara ucapan/perkataan dan tindakan/perbuatan seseorang dalam menjalani hidup dan harus dimulai dari diri sendiri. Setiap tindakan harus sesuai dengan tuntutan moral dan prinsip-prinsip etika, dan juga sesuai dengan aturan hukum dan norma-norma, dan tidak mendzalimi kepentingan umum.

Ketepatan waktu, cara melakukan, dan kualitas pekerjaan yang dihasilkan, serta berpegang pada prinsip kebenaran dan berani menyatakan mana yang salah dan mana yang benar. Perlu diyakini bahwa kalau Integritas RENDAH, maka Korupsi NAIK, dan sebaliknya kalau Integritas TINGGI maka Korupsi TURUN. Insyaa Allah.

Dalam rangka pengendalian strategis KKN, terdapat tiga resiko yang teridentifikasi dalam praktik-praktik pengadaan barang dan jasa yaitu: (1) Pungutan liar; (2) Gratifikasi; dan (3) Kick Back. Penyebab timbulnya resiko tersebut, antara lain: a) lemahnya Integritas ASN, b) lemahnya penegakan aturan dan sanksi yang tidak tegas, c) kurang adanya sikap keteladanan pimpinan, d) lemahnya pengendalian dan pengawasan oleh atasan, e) kurangnya sosialisasi gratifikasi terhadap internal dan eksternal organisasi, f) Sistem Pengendalian Manajemen masih lemah, serta g) tidak adanya edukasi KKN kepada penyedia barang/jasa.

SolusiSecara generik solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan diatas, yaitu:

1. Kenali RISIKO di masing-masing Satuan Kerja, baik oleh eselon 1 (pelaksana) maupun Inspektorat Jenderal sebagai pengawas internal. Sebagai pelaksana tentunya risiko yang telah diidentifikasi dapat dijadikan sebagai alat untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas, begitu pula dengan Inspektorat Jenderal, resiko yang teridentifikasi menjadi input dalam menyusun Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT).

2. Pahami Proses Pengadaan Barang dan Jasa, dengan tujuan untuk: a. Mengidentifikasi titik-titik penting dimana penyimpangan sering terjadi; dan b. Memudahkan pengendalian guna pencegahan terhadap penyimpangan sehingga

proses pengadaan barang/jasa mencapai tujuan yang direncanakan.3. Perlunya pengendalian strategis KKN, karena terindikasi masih terdapat praktik-praktik

KKN dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.4. Perlunya dibangun aktivitas pengendalian dalam kehidupan sehari-hari melalui:

a. Keteladanan pimpinan (role model), b. Penanaman nilai-nilai integritas melalui diklat/workshop/sosialisasi/pembinaan

mental/FGD,

integritas

mom

mie

sdai

ly.co

m

Page 9: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

16 SINERGI 17Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

c. Penegakan sanksi terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran dan memberikan reward kepada pegawai yang melaporkan terjadinya pungli dan terbukti benar,

d. Membentuk unit pemberantasan Pungutan liar (UPP),e. Memberikan sosialisasi gratifikasi kepada pihak internal dan eksternal organisasi

secara berkala serta edukasi tentang KKN kepada penyedia barang/jasa secara tatap muka (pertemuan),

f. Kewajiban pelaporan gratifikasi pada kontrak kinerja individu,g. Penerapan e-procurement secara mandiri.

PenutupTingkatkan pengendalian terhadap kegiatan strategis sejak perencanaan, pelaksanaan,

pemanfaatan, monitoring dan evaluasi serta potensi adanya KKN sehingga kegiatan dapat efisien, efektif, dan ekonomis.

Daftar Pustaka :1. Republika.co.id/22Mei2017.http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/

umum/17/05/22/oqce3r383-bpk-opini-disclaimer-kkp-tidak-gambarkan-kinerja2. http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2688462/wapres-laporan-keuangan-

bagus-tak-jaminan-bebas-kkn3. Undang-UndangNomor15Tahun2004tentangPemeriksaanPengelolaandanTanggungJawabKeuanganNegara.

Tatap Muka :Ruang Pengaduan Inspektorat V, Gedung Mina Bahari III Lantai 4. Jl. Medan Merdeka Timur No 16, Jakarta 10110

Hubungi Kami :FAX: 021-46662111. Telephone/SMS: 0811989011 PO BOX: 111. JKP.10000. E-mail: [email protected] Website: whistleblower.kkp.go.id

Pada minggu ketiga di Bulan Mei 2017, warga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedikit terhenyak mendengar kabar yang sangat menusuk hati perihal opini Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas hasil audit keuangan yang dilaksanakan pada tingkat

Kementerian/Lembaga. Dalam laporan hasil audit tersebut disampaikan bahwa terdapat 6 (enam) Kementerian dan Lembaga yang tidak diberikan pendapat (disclaimer) oleh BPK atas Laporan Keuangan Tahun 2016, salah satunya adalah KKP. Penulis yakin bahwa warga KKP tidak percaya bahwa Kementeriannya mendapatkan opini disclaimer karena sejak tahun 2011, KKP telah memperoleh penilaian yang paling baik dari BPK RI yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kondisi tersebut mengingatkan kembali pada tahun 2009-2010 ketika Inspektorat Jenderal KKP berupaya mendorong untuk meningkatkan opini BPK dari disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Pada saat itu yang membuat disclaimer adalah pengelolaan aset yang tidak diketahui keberadaannya terutama aset-aset yang diperoleh dari Departemen Pertanian. Sekarang, permasalahan apa yang terjadi tahun 2016, sehingga opini Laporan Keuangan KKP mendapat disclaimer?. Ternyata salah satunya adalah mengenai pengadaan barang dan jasa.

Permasalahan Pengadaan Barang dan Jasa PemerintahPengadaan barang dan jasa merupakan kegiatan yang sangat strategis terutama

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ratusan triliun rupiah setiap tahunnya dibelanjakan Pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa baik untuk peningkatan aset maupun untuk diserahkan kepada masyarakat. Apabila belanja pengadaan tersebut mengalami keterlambatan, maka akan mempengaruhi penyerapan anggaran dan secara langsung mengurangi pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,

Oleh: Ir. Lutfi (Auditor Madya)

Probity Audit dan Upaya Memulihkan Opini WTP

Probity Audit

Page 10: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

18 SINERGI 19Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

berbagai aturan telah dikeluarkan oleh Pemerintah dalam mendorong percepatan pengadaan dan mempermudah proses pengadaan barang dan jasa.

Meskipun proses pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga telah dilakukan sesuai prosedur, namun permasalahan pengadaan barang dan jasa masih tetap ditemukan oleh aparat penegak hukum yakni KPK. Berdasarkan data dari KPK bahwa sampai tahun 2016 terdapat 148 kasus yang berkenaan dengan pengadaan barang dan jasa dengan status tahap penyidikan. Indikasi korupsi pengadaan barang dan jasa juga melibatkan penyelenggara Negara yaitu adanya kerjasama antara Penyedia Barang/Jasa dengan Panitia Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Oleh mereka, korupsi dirancang sejak perencanaan, persiapan, pelaksanaan lelang, hingga pelaksanaan kontrak.

Pada tahap perencanaan yaitu dalam penyusunan HPS tidak berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dengan mudah untuk melakukan kemahalan harga, dan kriteria penilaian penyedia dirancang hanya dapat dipenuhi oleh salah satu peserta lelang, serta spesifikasi teknis yang dibuat hanya dapat dipenuhi oleh penyedia tertentu.

Pada tahap pelaksanaan, Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan melakukan penilaian yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan. Terkadang seharusnya tidak memenuhi persyaratan, namun diluluskan ataupun sebaliknya. Pada saat pembuktian kualifikasi, seringkali peserta lelang diminta untuk menyerahkan dokumen yang tidak ditentukan dalam dokumen pengadaan. Sedangkan dalam pelaksanaan kontrak, sengaja dilakukan addendum atau perubahan terhadap pekerjaan yang tidak menguntungkan, namun persetujuan addendum tersebut tanpa melalui kajian dan data yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga perubahan spesifikasi diusulkan oleh PPK seolah-olah barang tidak ada di pasaran atau barang tidak diproduksi lagi. Barang diganti dengan yang lebih murah dan menguntungkan, serta waktu yang diperpanjang tanpa ada alasan yang benar dan tepat.

Bagaimana dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan KKP?. Secara menyeluruh, Penulis belum melihat ada kemajuan yang signifikan dalam proses pengadaan barang dan jasa, baik dari ketepatan waktu proses pelelangan maupun penyelesaian kontrak. Proses pengadaan barang dan jasa ini seharusnya mengacu kepada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengharapkan agar paling lambat akhir bulan Maret tahun berjalan semua pengadaan sudah dikontrakkan, namun kenyataannya hingga bulan Mei atau lebih masih dalam

Perencanaan(PA/KPA)

Pelaksanaan Kontrak(PPK dan

PPHP)

• HPS• Spek. Teknis• Rancangan Kontrak• Dokumen Pengadaan

• N vs W• Pemaketan• RUP

• Non E-Proc/ E-Proc• Evaluasi• Klarifikasi dan

Pembuktian Kualifikasi

• Pelaksanaan Pekerjaan

• Pemeriksaan dan Serah Terima

Persiapan(PPK dan

ULP)

Pemilihan Penyedia

(ULP/Pejabat Pengadaan)

proses lelang. Dampaknya terlihat pada penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan beberapa pekerjaan harus diakhiri dengan putus kontrak. Sejauh ini, KKP belum melaksanakan pelelangan untuk tahun berikutnya dilakukan pada tahun berjalan. Ketidakpuasan masyarakat atas pelaksanaan pelelangan masih ada. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pengaduan yang disampaikan kepada Inspektorat Jenderal KKP.

Pengadaan barang dan jasa di KKP menurut hasil pemeriksaan BPK RI antara lain terdapat pembayaran dan pencatatan persediaan yang belum memenuhi ketentuan, dan pelaksanaan pelelangan yang belum memenuhi dokumen pengadaan. Permasalahan tersebut yang menyebabkan BPK RI tidak memberikan pendapat (disclaimer) pada Laporan Keuangan KKP. Hal tersebut bisa terjadi karena banyak faktor yang menurut Penulis menjadi penyebabnya, antara lain Personil yang melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa kurang memahami aturan pengadaan dan substansi pekerjaan, waktu pelaksanaan terbatas, penerima bantuan tersebar di kabupaten/kota, administrasi dokumen tidak tertib, dan penyusunan HPS kurang tepat. Adapun penyebab lainnya yakni keterlibatan Inspektorat Jenderal KKP dalam pendampingan pengadaan barang dan jasa kurang intensif. Selama ini hanya pada tahap-tahap tertentu dalam suatu tahapan pengadaan, seharusnya pengawasan dilakukan secara terus menerus terhadap tahapan pengadaan barang dan jasa. Atas hal-hal tersebut bagaimana cara mengatasinya?

Pelaksanaan Probity Audit adalah Suatu KeharusanDr. Muhammad Yusuf sebagai Inspektur Jenderal KKP yang baru saja dilantik,

mengeluarkan suatu kebijakan bahwa Inspektorat Jenderal KKP harus melakukan pendampingan kepada mitra kerja di Eselon I supaya mitra dapat melaksanakan pekerjaan sesuai ketentuan dan meminimalkan permasalahan. Implementasi awal dari kebijakan tersebut menurut Penulis adalah adanya perintah kepada Inspektorat Jenderal KKP untuk melakukan Probity Audit.

Probity Audit adalah kegiatan penilaian secara independen untuk memastikan bahwa setiap proses pengadaan barang dan jasa telah dilaksanakan berdasarkan kejujuran, integritas dan kebenaran dalam mentaati prinsip-prinsip pengadaan sesuai ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang prinsip pengadaan barang/jasa yaitu efisien, efektif, terbuka, bersaing, transparan, adil, akuntabel dan bebas dari benturan kepentingan.

Dengan adanya Probity Audit dapat menghindari praktek korupsi, meminimalkan permasalahan, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemerintah, dan meminimalkan potensi adanya permasalahan hukum. Kegiatan Probity Audit dapat mendeteksi secara dini setiap permasalahan pada setiap tahapan pengadaan, sehingga Inspektorat Jenderal KKP dapat menginformasikan potensi permasalahan kepada masing-masing Satker/Eselon I dan sekaligus menindaklanjuti setiap permasalahan.

Penerapan Probity Audit tidak dilakukan pada seluruh jenis pengadaan barang dan jasa dengan pertimbangan sumberdaya. Jenis pengadaan yang menjadi prioritas adalah pengadaan yang berisiko tinggi, menyangkut kepentingan masyarakat, memiliki sejarah/

adva

ntis

.wor

ld

Page 11: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

20 SINERGI 21Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

berhubungan dengan permasalahan hukum, nilai paket besar, dan pekerjaan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pelaksanaan Probity Audit harus dilakukan pada setiap tahapan pengadaan barang dan jasa selama proses pengadaan berlangsung (real time) dan atau segera setelah proses pengadaan selesai. Khusus pada saat pelaksanaan evaluasi penawaran oleh Pokja Pengadaan, tidak dibenarkan untuk melakukan Probity Audit, namun dapat dilakukan setelah selesai evaluasi dan belum dilakukan penetapan pemenang oleh Pokja Pengadaan. Kegiatan Probity Audit akan bermanfaat jika dilakukan sebelum pelaksanaan pelelangan. Adapun tahapan pengadaan yang perlu dilakukan Probity Audit yaitu pada tahap perencanaan pengadaan terdiri dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan lelang, pelaksanaan kontrak dan pemanfaatan.

Setiap tahapan pengadaan memiliki kegiatan yang berisiko, sehingga perlu ada penekanan, fokus dan ketelitian. Pada tahap perencanaan yang perlu dilihat secara teliti terkait identifikasi kebutuhan, Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) dan anggaran. Kegiatan inilah yang menjadi kunci bermanfaatnya suatu pengadaan. Seringkali kebutuhan dirumuskan dengan cara yang salah, sehingga menyebabkan adanya barang dan jasa yang kualitasnya rendah atau tidak diperlukan oleh pengguna atau mangkrak. Anggaran yang dibuat dalam RKA-KL dibuat dengan harga tinggi tanpa dasar atau data dukung. Penelitian pada tahap perencanaan ini sebenarnya sudah sering dilakukan oleh Inspektorat Jenderal melalui Reviu Anggaran.

Pada tahap persiapan, yang perlu dicermati adalah dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang biasanya disusun tanpa bukti dukung. Penyusunan spesifikasi dibuat untuk menguntungkan atau merugikan pihak-pihak tertentu. Sedangkan rancangan kontrak dan dokumen pengadaan berisi antara lain kriteria evaluasi penawaran dibuat untuk memenuhi penyedia tertentu dengan persyaratan yang menguntungkan atau mengarah pada pihak-pihak tertentu.

Tahap pelaksanaan pemilihan penyedia barang dan jasa perlu dilihat secara teliti terkait dengan penilaian/evaluasi penawaran dan kualifikasi. Hal yang sering terjadi adalah dokumen penawaran peserta tidak memenuhi persyaratan, namun diluluskan begitupun sebaliknya. Pengumuman pemenang dilakukan mendekati waktu libur dan di atas jam

kewajaran yakni Pukul 23.00 WIB. Kegiatan evaluasi dilakukan tidak mengacu pada dokumen pengadaan yang telah ditetapkan atau terdapat penambahan dan pengurangan kriteria pada saat evaluasi.

Pada tahap pelaksanaan kontrak yang perlu dilihat secara detil yaitu kesesuaian volume, spesifikasi, dan addendum yang tidak logis pertimbangannya, serta harus mencermati apakah pembayaran pekerjaan telah sesuai dengan kondisi riil lapangan dan diyakinkan barang telah diserahkan sesuai kontrak. Adapun tahapan lainnya yang penting dicermati adalah pemanfaatan barang. Hal yang dicermati yaitu apakah penyerahan barang sudah dilengkapi dengan Berita Acara, dan pencatatan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan transaksi yang ada serta barang telah dimanfaatkan oleh penerima. Apabila seluruh tahapan-tahapan tersebut dicermati dengan baik, maka permasalahan-permasalahan pengadaan barang dan jasa dapat dihindari.

Apakah untuk melakukan Probity Audit ini dapat dilakukan oleh seluruh auditor?, tentunya yang melaksanakan Probity Audit ini adalah auditor-auditor yang memiliki integritas, dan mampu menjaga kerahasiaan pada setiap tahapan proses pelelangan, serta yang paling utama adalah Auditor harus memahami ketentuan pengadaan barang dan jasa dan memahami proses pengadaan barang dan jasa.

Berdasarkan uraian di atas, apabila Inspektorat Jenderal KKP melakukan Probity Audit pada tahun 2017 ini, maka opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat diraih kembali dan KKP terhindar dari masalah hukum. Saat ini dibutuhkan kebijakan dari Itjen KKP secara konsisten untuk melaksanakan Probity Audit, serta mengalokasikan Sumberdaya Manusia dan biaya untuk pelaksanaannya. Probity Audit akan sukses jika dilaksanakan sesuai waktu pelaksanaan dan adanya komitmen dari pihak yang diaudit untuk merespon rekomendasi hasil Probity Audit.

Daftar Pustaka :1. PedomanProbity AuditPengadaanBarang/JasaPemerintahbagiAPIP,BPKP2. PeraturanPresidenNomor54Tahun2010tentangPengadaanBarang/JasaPemerintah

RUANG LINGKUP :• Persiapan, khususnya

Penyusunan HPS dan Dokumen Pegadaan.

• Pelaksanaan, khususnya evaluasi penawaran.

• Pelaksanaan Kontrak• Pemanfaatan

Barang/Jasa

Irjen KKP menugaskan Inspektur terkait untuk

melakukan telaah kelayakan

Pelaksanaan Probity Audit

Penyampaian LHA kepada Pejabat Eselon I

cc Kepala Satker

Penyampaian Laporan kepada Irjencc : Inspektur

• Permohonan Kepala Satker kepada Irjen KKP, atau

• Hasil Analisis Risiko

Pembentukan Tim Audit

PROBITY AUDIT

Page 12: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

22 SINERGI 23Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, disebutkan dalam pasal 1 ayat (1), bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Untuk mengoptimalkan PNBP guna menunjang pembangunan nasional,

maka perimbangan antara kapasitas suatu unit kerja organisasi dengan berbagai jenis potensi PNBP yang dapat digali sangat menentukan optimalisasi pencapaian PNBP.

Seiring dengan kebijakan optimalisasi PNBP oleh pemerintah untuk menunjang pembangunan nasional, dan secara khusus untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, telah ditetapkan target PNBP di lingkungan KKP. Jenis dan tarif PNBP pada KKP telah diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015. Jenis PNBP tersebut diantaranya berasal dari hasil perikanan tangkap, hasil perikanan budidaya, hasil kegiatan penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan, hasil pengelolaan ruang laut, hasil penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan (riset), hasil kegiatan pengembangan Sumber Daya Manusia dan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan, hasil karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan disamping jasa lainnya. Tarif atas jenis PNBP dimaksud, dapat dilihat dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut, dan tarif terkait dengan kerjasama, berdasarkan nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerjasama sesuai ketentuan yang berlaku (antara lain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara).

Seluruh PNBP yang berlaku pada KKP sesuai pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015, wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. Artinya, penerimaan negara berupa PNBP yang diperoleh dari suatu hasil kegiatan/jasa kelautan dan perikanan berupa penerimaan fungsional maupun penerimaan umum yang dikelola oleh satuan kerja, tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan langsung, meskipun dengan alasan untuk kelangsungan kegiatan.

Secara umum penetapan target PNBP KKP sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, namun target PNBP masing-masing satuan kerja dipandang tidak realistis. Pada Triwulan I Tahun 2017 Inspektorat Jenderal KKP secara sampling mencermati data

Oleh: Iriawanti (Auditor Madya)

Penetapan Target PNBP yang RealistisFoto : Media Indonesia

capaian PNBP tahun sebelumnya, yang mencakup data penerimaan fungsional dan penerimaan umum. Berdasarkan data rekapitulasi yang tersedia tersebut, menunjukan beberapa capaian PNBP melampaui target. Pertanyaannya, apakah target-target PNBP yang ditetapkan pada tahun tersebut dilakukan dengan cara perhitungan yang benar dan realistis, mengingat lompatan perolehan beberapa PNBP yang sangat besar jumlahnya hingga diatas 100%, bahkan ada perolehan PNBP dari penerimaan fungsional yang mencapai 855,38% seperti yang terjadi pada Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (Karawang).

Dilain pihak, ditemukan data penetapan target PNBP Tahun 2017 pada beberapa satuan unit kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang relatif lebih rendah, bila dibandingkan dengan hasil perolehan PNBP tahun 2016, namun tanpa penjelasan/justifikasi. Rendahnya target PNBP yang ditetapkan tersebut, seakan menunjukan bahwa perencanaannya kurang baik dan tidak mendukung kebijakan optimalisasi PNBP. Seharusnya penetapan target-target PNBP segera dapat dikoreksi kembali dengan perencanaan yang lebih realistis. Diharapkan besaran target PNBP minimal relatif sama dengan capaian/perolehan PNBP tahun sebelumnya karena indikator ini merupakan salah satu cerminan untuk mendorong tercapainya dukungan optimalisasi PNBP.

Berdasarkan hasil pemantauan lebih lanjut dan observasi di tingkat lapangan pada beberapa satuan kerja pengelola PNBP, dan disertai dengan diskusi seputar penerimaan negara dari penerimaan fungsional dan penerimaan umum, disimpulkan bahwa PNBP yang ditargetkan tidak realistis karena bersifat top down dan tanpa justifikasi yang memadai. Padahal, jika melihat potensi sumberdaya yang tersedia serta peluang yang ada, semestinya satuan kerja yang bersangkutan dapat/sanggup meningkatkan target PNBP yang telah ditentukan saat ini. Oleh karena itu, diharapkan usulan target PNBP yang diajukan oleh satuan kerja (bottom up), dilengkapi dengan perhitungan dan justifikasi yang cukup memadai agar dapat dinilai apakah realistis dan akuntabel.

Satuan kerja sebagai pengelola kegiatan dan/atau pemberi jasa di bidang kelautan dan perikanan, seyogyanya sudah mempunyai rancangan/skenario untuk mengoptimalisasikan PNBP dari berbagai sumber kegiatan potensial. Target-target PNBP yang akan dicapai pada tahun bersangkutan, sekaligus ditetapkan sebagai salah satu indikator yang diperjanjikan dalam kontrak kinerja. Penetapan suatu target PNBP berupa penerimaan fungsional maupun penerimaan umum, hendaknya memiliki dasar perhitungan dan justifikasi yang logis dengan melihat berbagai aspek seperti; 1) kesiapan sarana prasarana pokok dan sarana fungsional yang tersedia; 2) dukungan infrastruktur pendukung; 3) ketersediaan dan kemampuan Sumber Daya Manusia sebagai pengelola; 4) metode kerja dan/atau teknologi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu keluaran; 5) dukungan biaya operasional; 6) peluang kerjasama dengan pihak ketiga (seperti; pelaku utama, pelaku usaha, swasta,

koperasi, dan instansi/lembaga/Perguruan Tinggi); dan 7) potensi/peluang pasar, serta 8) risiko-risiko di luar kendali yang terdeteksi dan upaya untuk mengendalikan risiko juga

menjadi pertimbangan dalam menetapkan suatu target.

Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya

pela

yana

ntek

nik.

wor

dpre

ss.c

om

Page 13: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

24 SINERGI 25Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Disadari bahwa belum seluruh potensi/penerimaan dari hasil samping suatu kegiatan dijadikan sebagai target PNBP karena alasan tertentu dan belum ada pengaturan dan penetapan secara formal. Seharusnya potensi/penerimaan dari hasil suatu kegiatan yang jenis maupun tarifnya belum ditetapkan dalam PP Nomor 75 Tahun 2015, segera diusulkan penetapannya dalam rangka menghindari praktik benturan kepentingan dan atau penyimpangan.

Selain itu terdapat beberapa permasalahan, karena beberapa jenis dan tarif PNBP yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015, mengalami kesulitan untuk diterapkan, sehingga ada sumber-sumber PNBP yang belum diperhitungkan dalam penetapan target/optimalisasi PNBP. Hal ini antara lain terjadi pada hasil samping kegiatan pelatihan produk perikanan, meskipun telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Hasil kegiatan/produk tersebut belum dijadikan sebagai PNBP, dengan alasan produk-produk hasil pelatihan cenderung dimanfaatkan oleh peserta pelatihan untuk dijadikan contoh dalam pengembangan lebih lanjut di kelompok masyarakat atau di daerah asal peserta pelatihan.

Melihat berbagai persoalan tersebut, perlu kiranya masing-masing satuan kerja di lingkungan KKP melakukan evaluasi kembali terhadap upaya optimalisasi PNBP Tahun 2017 dan merencanakannya dengan realistis, karena target yang ditetapkan tersebut sekaligus mencerminkan kemampuan suatu organisasi untuk berkinerja lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Harapan kami, optimalisasi PNBP pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat ditingkatkan dan dikelola secara akuntabel, serta dapat dimanfaatkan sebesar besarnya untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Daftar Pustaka :1. UUNomor20Tahun1997tentangPenerimaanNegaraBukanPajak;2. PPNomor75Tahun2015tentangJenisdanTarifPenerimaanNegaraBukanPajakpadaKementerianKelautandanPerikanan;

3. PMKNomor 78 Tahun 2004 tentangTataCara Pelaksanaan Pemanfaatan BarangMilikNegara.

Satuan: Miliar RupiahUnit: Billion Rupiahs

Keterangan - Note :*) Realisasi penerimaan per 30 November 2015Sumber : Biro Keuangan, Setjen

JUMLAH - TargetJUMLAH - RealisasiSumber Daya Alam - TargetSumber Daya Alam - RealisasiNon Sumber Daya Alam - TargetNon Sumber Daya Alam - Realisasi

2011180,1

223,34150,00183,4230,1039,92

2012182,83276,23150,00215,4832,8360,75

2015*)618,13123,94578,7970,0939,3453,84

2013286,02288,50250,00227,5636,0260,94

2014291,01284,20250,00230,2441,0153,97

700600500400300200100

0

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (UU No.20 Tahun 1997 tentang PNBP, pasal 1). PNBP di bidang kelautan dan perikanan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, diantaranya yang berasal dari Direktorat Teknis atau Badan, yaitu Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Perikanan Budidaya, Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, BPSDMPMKP, dan BKIPMKHP, namun dalam peraturan tersebut belum mengakomodir aturan terkait hasil penegakan hukum bidang kelautan dan perikanan yang telah dilakukan oleh Pengawas Perikanan dan Penyidik PNS (PPNS) Perikanan. Sebagai informasi bahwa sejak tahun 2010 s.d. 2017 (triwulan I) telah ditanganinya ± 969 kasus penegakan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) sebanyak 524 kasus. (Sumber data Dit. Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP Triwulan I Tahun 2017)

Sejauh ini masih terdapat dikotomi atas pelaksanaan dan penerapan Undang-Undang terkait PNBP atas pengenaan denda dari hasil pelanggaran Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan, yaitu :1. Dalam Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan pada pasal 100 D menyatakan bahwa “Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana denda, maka denda dimaksud wajib disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak kementerian yang membidangi urusan perikanan”. Sangat jelas bahwa menurut amanah undang-undang tersebut hasil kegiatan penegakan hukum bidang kelautan dan perikanan berupa denda merupakan PNBP bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Potensi PNBP atas Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan

Oleh: Maman Syarif Hidayat, S.Pi, M.Si (Auditor Muda)

Page 14: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

26 SINERGI 27Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

2. Pada Undang Undang No.20 Tahun 1997 tentang PNBP, pasal 2 ayat 1 huruf e, bahwa kelompok penerimaan negara bukan pajak meliputi penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, dengan turunan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1997 Lampiran IIB ayat (1) mengenai jenis-jenis PNBP Kejaksaan Agung dengan perubahannya Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2016 jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kejaksaan RI, pasal 1 ayat (1) huruf c Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kejaksaan Republik Indonesia meliputi penerimaan dari pembayaran denda tindak pidana. Selanjutnya pada pasal 1 ayat (2) Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dan/atau akibat dari penetapan hakim dan/atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Kenyataannya sampai dengan sekarang, terkait hasil putusan pengadilan mengenai denda administrasi dan hasil lelang barang bukti perikanan merupakan PNBP bagi Kejaksaan Agung. Hal tersebut dikaitkan dengan Undang Undang KUHAP pasal 1 butir 6 dan pasal 270 yang menyatakan bahwa kewenangan kejaksaaan sebagai eksekutor dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

4. Dalam Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kejaksaan Republik Indonesia tidak secara khusus menyebutkan tindak pidana kelautan dan perikanan dan masih secara umum menyebutkan denda tindak pidana dari berbagai bidang. Sehingga dalam pelaksanaannya terjadi kontradiktif antara Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2016 pasal 1 dengan Undang Undang No.45 tahun 2009 pasal 100D. Di lain pihak dalam PP No. 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak mengatur denda atas tindak pidana kelautan dan perikanan.

Jenis Tindak Pidana (Type of Violation)

Tanpa Ijin

Tanpa Ijin dan alat tangkap terlarang

Dokumen tidak lengkap

Alat Tangkap Terlarang

Fishing Ground

Alat Tangkap tidak sesuai ijin (SIPI)

Tidak memiliki SLO

Penangkapan ikan secara group tidak dalam satu kesatuan armarda

Illegal Transhipment ke Negara Lain

Melakukan Perdagangan Ikan/Ekspor Ikan dilindungi atau ukuran ikan yang dilarang UU

Penangkapan ikan di daerah Grey Area/alat tangkap terlarang/dikembalikan ke negara asal

Jumlah (Total)

2010

45

116

3

6

2

-

-

-

-

-

-

172

2011

17

39

13

-

5

2

1

-

0

0

-

77

2012

15

55

2

15

32

-

-

-

0

0

4

123

2013

18

30

-

-

5

-

-

-

-

-

2

55

2014

10

9

4

6

4

-

-

8

1

7

0

49

2015

60

32

31

22

1

4

21

4

1

7

1

184

TahunNo.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Sumber: KKP dalam Angka 2015 Satuan : Kasus (Unit : Cases).

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diterima suatu instansi/lembaga akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi dari suatu instansi, semakin banyakya PNBP yang disetor ke kas Negara oleh suatu instansi maka persentase penggunaan atas PNBP tersebut semakin tinggi. Seperti yang dijelaskan oleh Direktorat PNBP Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan bahwa sebagian dana dari suatu jenis PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh Instansi Pemerintah yang bersangkutan : (1) penelitian dan pengembangan teknologi; (2) pelayanan kesehatan; (3) pendidikan dan pelatihan; (4) penegakan hukum; (5) pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;(6) pelestarian.

Beberapa kegiatan atas penggunaan PNBP dari kegiatan penegakan hukum berupa operasional, pemeliharaan, koordinasi antar instansi terkait, dan investasi termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sebagai bahan informasi adanya potensi PNBP dari Penegakan hukum bidang kelautan dan perikanan bahwa pada 14 lokasi dengan hasil putusan Pengadilan Negeri atas denda administrasi pada pelanggaran tindak pidana perikanan sejak tahun 2015 sebesar Rp139.816.000.000,00 dan pada tahun 2016, telah dilakukan pelelangan barang bukti atas kasus tindak pidana kelautan dan perikanan yang dilakukan Kapal Ikan Asing (Kapal Silver Sea 2) dengan hasil lelang sebesar Rp 21 Milyar (sumber data : Dit. PP Ditjen PSDKP tahun 2015 dan konferensi pers Menteri KP di Gedung Mina Bahari I KKP, Jakarta, tanggal 20 Juli Tahun 2016).

Penerimaan Negara Bukan Pajak atas denda yang dikenakan mengacu pada Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, antara lain:

Pungutan Hasil Perikanan, salah satu PNBP sektor KP

aktu

al.c

om

Page 15: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

28 SINERGI 29Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

1. Pasal 85 “Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

2. Pasal 92 “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

3. Pasal 93 ayat (1) “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

4. Pasal 93 ayat (2) “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)”.

5. Pasal 93 ayat (3) “Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

6. Pasal 93 ayat (4) “Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)”.

7. Pasal 94A “Setiap orang yang memalsukan dan/atau menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

8. Pasal 98 “Nakhoda kapal perikanan yang tidak memiliki surat persetujuan berlayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.

9. Pasal 100B “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12, Pasal 14 ayat (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat (3), Pasal 21, Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 38, Pasal 42 ayat (3), atau Pasal 55 ayat (1) yang dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil dipidana dengan pidana

Kapal Silver Sea 2 asal Thailand yang ditangkap

penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)”.

10. Pasal 100C “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Dari berbagai kasus tindak pidana kelautan dan perikanan, tahun 2015 pada 14 lokasi, jenis pelanggaran yang sering dilakukan baik oleh Kapal Ikan Asing maupun Kapal Ikan Indonesia antara lain melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa dokumen (SIUP/SIPI/SIKPI) yang sah dari Indonesia, penggunaan alat tangkap terlarang dan penggunaan ABK asing dengan pasal yang dilanggar Pasal 92 jo. Pasal 26 ayat (1), Pasal 93 ayat (2) jo. Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 35 A ayat (2) UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009.

Adanya potensi PNBP dari hasil TPKP tersebut, untuk dapat menjaga pelaksanaan Tugas dan fungsi Kementerian Kelautan dan Perikanan, perlu upaya dan terobosan agar hasil PNBP tersebut dapat menjadi PNBP KKP. Upaya mengoptimalkan potensi PNBP KKP atas penegakan hukum bidang kelautan dan perikanan, dapat ditempuh melalui antara lain : (1) harmonisasi peraturan perundangan dengan instansi lain (Kejaksaan RI) atas PNBP dari denda administrasi dan hasil lelang barang bukti; (2) revisi UU No.45 Tahun 2009 untuk mengakomodir hasil lelang dari barang bukti Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan sebagai PNBP bidang kelautan dan Perikanan dengan;(3) perlunya turunan dari Undang Undang No.45 Tahun 2009 terkait pasal 100D sebagai dasar PNBP penegakan hukum bidang Kelautan dan Perikanan.

Untuk mencapai hal tersebut memang bukan persoalan mudah, perlu dibuat konsep dan rencana aksi yang matang dengan melibatkan pihak internal Kementerian Kelautan dan Perikanan dan eksternal terkait. Perlu ditetapkan target waktu jika memang ingin dicapai dengan upaya tersebut maka target PNBP KKP dapat terdongkrak secara optimal.

Daftar Pustaka :1.Undang-UndangNo.45tahun2009tentangPerubahanAtasUndang-UndangNomor31Tahun2004TentangPerikanan.

2.UndangUndangNo.20Tahun1997tentangPenerimaanNegaraBukanPajak.3.PeraturanPemerintahNo.22Tahun1997LampiranIIBayat(1)mengenaijenis-jenisPNBPKejaksaanAgungdenganperubahannyaPPNo.39Tahun 2016 jenisdan tarif atas jenisPNBPyangberlakupadaKejaksaanRI.

4. Info grafis penanganan Tindak Pidana Kelautan dan PerikananDirektorat PenangananPelanggaranDitjenPSDKPTahun2017(TriwulanI).

5. http://news.kkp.go.id/index.php/kkp-lelang-hasil-sitaan-mv-silver-sea-2-senilai-rp-21-miliar/

Kapal patroli KKP

muk

htar

-api

.blo

gspo

t.co.

id

Page 16: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

30 SINERGI 31Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Pada Tahun 2017 terdapat sekitar 56 jenis kegiatan yang masuk dalam program prioritas Kelautan dan Perikanan (KP) dengan anggaran pengadaan barang/jasa tak kurang dari Rp3,5 triliun. Hal tersebut menggambarkan keinginan besar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan percepatan manfaat untuk masyarakat

KP Indonesia, sekaligus tantangan besar karena tidak mudah untuk dicapai. Tahun Anggaran 2016 memberikan kita pelajaran, bahwa banyak sekali ketidakpastian yang akan dihadapi dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Risiko, atau efek dari ketidakpastian inilah yang jika tidak terkelola dengan baik akan berpotensi menggagalkan tujuan yang telah ditetapkan pada program prioritas KP. Kegagalan ini tidak hanya berdampak pada tidak tercapainya output yang ditetapkan, namun juga berdampak pada tidak tercapainya prinsip-prinsip efektif, efisien dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka memberikan sinyal peringatan dini (early warning system), pada akhir tahun 2016, Inspektorat Jenderal telah menginisiasi proses identifikasi risiko pada program prioritas tahun 2017. Setidaknya ada 237 risiko -menurut Inspektorat Jenderal- yang harus dikelola dengan baik. Dikelola agar kemungkinan terjadinya risiko-risiko tersebut dapat diperkecil, atau jika pun terjadi dampaknya dapat diminimalisasi.

Melalui pengelolaan risiko dapat diperoleh manfaat seluruh risiko program prioritas dapat diprediksi, diperhitungkan dan dikendalikan sehingga target pada masing-masing kegiatan dapat dicapai. Oleh karena itu, mengevaluasi efektifitas pengelolaan risiko pada masing-masing Satuan Kerja khususnya untuk Program Prioritas KP menjadi hal yang tidak boleh diabaikan.

Model Three Lines of DefenceDalam Konsep Three Lines of Defence, fungsi pengelolaan risiko program prioritas

pada masing-masing Satuan Kerja merupakan lapis pertahanan ke-dua setelah aktivitas operasional rutin pada Satuan Kerja, sebelum Inspektorat Jenderal sebagai auditor internal melakukan fungsi pertahanan lapis ke-tiga (IIA, 2012).

Evaluasi Manajemen Risiko Program Prioritas

Kelautan dan Perikanan

Oleh: Irman Suwandi (Auditor Muda)

Titik krusial dalam efektivitas pengelolaan risikoPada prinsipnya, kerangka kerja manajemen risiko program prioritas KP merupakan

suatu siklus berkesinambungan. Rancangan, implementasi, pemantauan dan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan risiko merupakan rangkaian yang tidak boleh berhenti. Penyusunan identifikasi risiko yang diinisisasi oleh Inspektorat Jenderal merupakan sebagian langkah dalam rangkaian pengelolaan risiko program prioritas KKP.

Menurut analisis Penulis, terdapat beberapa titik krusial dalam pengelolaan risiko yang dapat dijadikan “Tentative Evaluation Objective” atau tujuan evaluasi sementara dalam mengevaluasi efektifitas pengelolaan risiko pada masing-masing Satuan Kerja Penanggung Jawab program prioritas KP, yaitu :

1. Komitmen Pimpinan Masih Kurang

Keberadaan Peraturan Menteri KP Nomor 20 Tahun tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan KKP dan Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko di lingkungan KKP, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri KP Nomor

Komitmen

Rancangan

PerbaikanBerkelanjutan Implementasi

PemantauanSumber : Diadaptasi dari SNI ISO 31000:2011-Manajemen Risiko

Kerangka Kerja Manajemen Risiko

1st Line

• Management Controls

2nd Line

• Risk Management

3rd Line

• Internal Audit

Sumber: Diadaptasi dari Three Line of Defence Model, IIA

Page 17: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

32 SINERGI 33Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

10 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan KKP harus mendapatkan dukungan terus menerus dalam imple-mentasinya. Untuk memulai itu, diperlukan pemahaman mendasar yang baik tentang risiko, bagaimana menilai dan mengendalikannya, serta memantau dan memanfaatkannya.

Salah satu bentuk komitmen awal dalam penerapan manajemen risiko adalah Kepala Satuan Kerja tidak hanya menetapkan namun juga memaksimalkan peran Tim SPIP. Tugas Kepala Satuan Kerja

dalam memaksimalkan peran Tim SPIP diantaranya memberikan keleluasaan kepada Tim SPIP dalam menjalankan perannya ketika melakukan analisis risiko dan menyusun rencana aktivitas pengendalian, termasuk di dalamnya memfasilitasi jika dibutuhkan pertemuan dengan pihak lain terkait pengelolaan risiko. Selain itu, Tim SPIP juga diperankan untuk memberikan masukan terkait pengelolaan risiko dalam setiap tahapan kegiatan prioritas. Selama ini manajemen risiko masih sering dipandang sebagai tugas administrasi tambahan, belum dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Padahal merujuk pada Pasal 9 Peraturan Menteri KP Nomor 10 Tahun 2016, keberadaan Tim SPIP harus dioptimalkan diharapkan memberikan peran yang besar dalam pengelolaan risiko di Satuan Kerja, terutama program prioritas di masing-masing Satuan Kerja. Tim SPIP salah satunya memiliki tugas membantu Kepala Satuan Kerja melakukan analisis untuk menetapkan rencana aktivitas/kegiatan yang perlu dilakukan pengendalian dengan pendekatan manajemen risiko, dan selanjutnya menyampaikan kepada Kepala Satuan Kerja untuk dilakukan tindakan pengendalian.

2. Rancangan manajemen risiko a. Penetapan tujuan kegiatan harus “SMART”

Penetapan tujuan kegiatan merupakan langkah awal dari proses manajemen risiko. Kejelasan indikator yang ingin dicapai menentukan pada langkah-langkah berikutnya yaitu melakukan identifikasi dan analisis risiko. Perlu dilakukan penilaian terhadap tujuan atau indikator yang ingin dicapai pada setiap kegiatan dalam program prioritas KP beserta proses penjabaran/penurunannya dari level unit kerja/pegawai ke level unit kerja/pegawai yang lebih rendah (cascading) dan memenuhi syarat indikator kinerja yang baik. Menurut Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 9 (3) bahwa Indikator Kinerja yang baik harus memenuhi kriteria: spesifik (specific), dapat terukur (measurable), dapat dicapai (attainable), berjangka waktu tertentu (time bound) serta dapat dipantau dan dikumpulkan (trackable). Sebagai contoh, target kegiatan Pelatihan sebanyak 10.750 orang apakah dalam proses penjabaran dan penyelarasannya dari Pusat Pelatihan dan Penyuluhan KP ke level UPT sudah mempertimbangkan dengan baik sumber daya yang tersedia, sehingga dapat dicapai sesuai target.

b. Identifikasi dan analisis risiko harus cermatSuatu permulaan yang baik ketika Inspektorat Jenderal menginisiasi proses identifikasi

risiko program prioritas KP. Hasil identifikasi versi Inspektorat harus dipahami hanya merupakan salah satu input untuk dilakukan proses identifikasi dan analisis oleh masing-masing Satuan Kerja. Satuan Kerja sebagai pemilik risiko merupakan entitas yang memiliki

akuntabilitas sekaligus wewenang untuk mengelola risiko. Menemukan sebanyak mungkin faktor penghambat pencapaian tujuan dan faktor penyebabnya merupakan hal yang sangat penting, karena pada tahap berikutnya yaitu analisis risiko hanya akan memproses risiko yang sudah teridentifikasi.

Tahapan analisis yaitu untuk menentukan tingkat kemungkinan terjadinya risiko tersebut dan dampak apabila risiko tersebut terjadi. Satuan Kerja diharapkan jujur serta mampu lebih spesifik dan terperinci dalam menguraikan risiko yang akan dihadapi untuk setiap proses bisnis dari masing-masing program prioritas KP.

Kepakaran dan pengalaman merupakan salah satu faktor penting dalam menemukan dan menguraikan risiko sekaligus menentukan peringkat risiko yang akan dihadapi program prioritas KP berikut aktivitas pengendaliannya. Perlu didalami apakah dalam proses identifikasi dan analisis risiko yang dilakukan Satuan Kerja telah melibatkan juga personil yang memahami hal teknis dan proses bisnis dari awal hingga akhir pada masing-masing kegiatan dalam program prioritas KP. Terutama untuk kegiatan-kegiatan baru, seperti KJA Offshore misalnya. Dari pengalaman Penulis melakukan pengawasan, lebih sering menemukan bahwa proses identifikasi dan analisis risiko pada Satuan Kerja hanya dilakukan oleh personil Tata Usaha/Sekretariat, belum melibatkan personil teknis apalagi melibatkan pakar di bidang tertentu dari luar instansi. Di dalam proses identifikasi dan analisis risiko program prioritas KP juga jangan sampai mengabaikan informasi historis atau dokumentasi penting seperti hasil pengawasan/temuan BPK dan Inspektorat Jenderal.

3. Implementasi harus optimalPengisian Formulir Penilaian Risiko dalam Peraturan Menteri KP No 10 tahun 2010 bukan

merupakan tahapan akhir dari proses pengelolaan risiko. Risk Register program prioritas KP yang dihasilkan dari proses identifikasi dan analisis risiko adalah acuan dalam tahap pengelolaan risiko berikutnya. Risk register harus dikomunikasikan dan diimplementasikan. Formulir Penilaian Risiko seharusnya bukan dianggap sebagai tugas administrasi tambahan, karena harus terintegrasi dan menjadi bagian dari setiap tahapan kegiatan/aktifitas program prioritas yang dilaksanakan. Kepala Satuan Kerja harus memastikan seluruh seluruh risiko telah terkendali secara memadai.

4. Pemantauan Aktivitas Pengendalian wajib dilaksanakanPemantauan pelaksanaan manajemen risiko sangat penting untuk mengukur tingkat

capaian kegiatan dari program prioritas KP. Pemantauan aktivitas pengendalian dilakukan dengan mengukur kepatuhan masing-masing penanggung jawab setiap kegiatan terhadap rencana kegiatan pengendalian yang telah ditetapkan dalam Formulir Penilaian Risiko. Dalam pemantauan juga harus dilakukan analisis terhadap perubahan yang terjadi baik di internal Satuan Kerja maupun eksternal. Manajemen risiko bersifat peka, setiap perubahan yang terjadi harus disikapi karena dapat merubah risiko yang ada. Dari hasil pemantauan, risiko program prioritas KP yang bersifat dinamis dapat dimodifikasi, ditambah atau dikurangi jika terjadi perubahan. Setiap perubahan yang terjadi harus terdokumentasi dengan baik dalam Formulir Penilaian Risiko karena akan dijadikan bahan perbaikan dan untuk pemantauan berikutnya.

Identifikasi

risiko

Page 18: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

34 SINERGI 35Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

PenutupManajemen risiko yang efektif sangat penting

dalam mencapaian tujuan kegiatan. Pemahaman bahwa pengelolaan risiko bukan hanya formalitas Formulir Penilaian Risiko dalam Peraturan Menteri KP Nomor 10 Tahun 2016 harus selalu ditingkatkan. Perbaikan dalam pengelolaan risiko pada program prioritas KP merupakan siklus yang berkesinambungan. Oleh karena itu, merupakan salah satu peran penting dari Inspektorat Jenderal selaku auditor internal adalah memastikan bahwa pengelolaan risiko pada masing-masing Satuan Kerja penanggung jawab program prioritas KP berjalan dengan efektif. Dengan seluruh risiko diidentifikasi, dianalisis dan dikendalikan dengan baik serta diintegrasikan dalam setiap tahapan aktivitas/kegiatan diharapkan output/outcome pada program prioritas KP dapat tercapai dengan efektif dan efisien.

Daftar Pustaka :SNIISO31000:2011-ManajemenRisikoThe Institute of Internal Auditors Position Paper,Januari2012

Penyampaian SKStatus Penetapan

Laporan Gratifikasi

Rekening Kas Negara/KPKNL Kemenkeu

(melalui KPK)

TIM UPG KKP• Klarifikasi/Verifikasi• Checklist Review• Rekomendasi Tindak

Lanjut

Penerbitan SKStatus Penetapan

Laporan Gratifikasi

Penyerahan Benda Gratifikasi

Lapor via upg.kkp.go.id

Isi Form Laporan

Mulai

Selesai

UPG KKP

KPK

MEKANISME PENANGANAN PELAPORAN

GRATIFIKASI

Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) mengamanatkan bahwa setiap pengelola kegiatan dan anggaran harus menerapkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang handal. Dengan SPI yang handal diharapkan memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan

organisasi melalui kegiatan yang efisien dan efektif, kehandalan Laporan Keuangan, pengamanan aset negara, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat terwujud.

SPI yang telah dicanangkan enam tahun lalu oleh Dr. Fadel Muhammad sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagaimana direvisi menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan SPI di KKP), diharapkan dapat dipahami, dan diterapkan oleh seluruh pegawai KKP secara efektif.

Penyelenggaraan SPIP yang handal tidak sekedar melalui jalan pintas atau dadakan (instant), tetapi harus melalui 5 (lima) tahapan, yaitu sosialisasi (knowing), pembangunan infrastruktur (norming), pemetaan (mapping), asistensi, dan pengembangan berkelanjutan (performing). Apabila dilihat dari tahapan tersebut, penyelenggaraan SPI di KKP, dengan masing-masing tahapan memerlukan waktu 1 (satu) tahun, maka pada Tahun 2017 sudah berjalan 6 (enam) tahun atau sudah sepantasnya pada tahap pemanfaatan hasil penyelenggaraan SPI.

1

2

3

4

5

Oleh: Yuliadi (Auditor Utama)

Upaya Meningkatkan Maturitas Sistem Pengendalian Intern

Page 19: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

36 SINERGI 37Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Tingkat Maturitas SPIPBeberapa waktu lalu, BPKP sebagai pembina penyelenggaraan SPIP telah melakukan

penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPI di KKP, meskipun pada tahap I baru 5 unit eselon I KKP. Pengertian maturitas SPIP ini adalah merupakan kerangka kerja yang memuat karateristik dasar yang menunujukkan tingkat kematangan penyelanggaraan SPIP yang terstruktur dan berkelanjutan. Tingkat maturitas ini dapat digunakan untuk instrumen evaluasi penyelenggaraan SPIP dan pedoman generik untuk meningkatkan efektivitas sistem pengendalian intern. Melalui tingkat maturitas (maturity level) SPI ini diharapkan ukuran penyelenggaraan SPI terkait dengan pengelolaan keuangan negara dan kegiatan, serta area improvment dapat diketahui.

Cooke Davis, 2005, serta Andersen dan Jessen 2003 menyatakan bahwa maturitas level SPIP bertujuan untuk mengarahkan organisasi dalam kondisi yang optimal untuk mencapai tujuan. Kerangka maturitas SPIP terpola dalam 6 (enam) tingkatan yaitu 0 (belum ada), 1 (satu) rintisan, 2 (dua) berkembang, 3 (tiga) terdefinisi, 4 (empat) terkelola dan terukur, dan 5 (lima) optimum.

Karateristik tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:• Tingkat Belum Ada, pada tingkat ini kementerian sama sekali belum memiliki infrasruktur

(kebijakan dan prosedur) yang diperlukan untuk melaksanakan praktik-praktik pengendalian intern.

• Tingkat Rintisan, pada tingkat ini kementerian telah menyadari pentingnya pengendalin intern, pendekatan risiko dan pengendalian yang diperlukan masih bersifat ad-hoc dan tidak terorganisasi dengan baik, tanpa komunikasi dan pemantauan. Kelemahan tidak di-identifikasi. Para pegawai tidak menyadari tanggung jawabnya.

Proses

Matu

ritas

Mulai ada kesadaran pentingnya pengendalin intern dan pendekatan risiko

Praktik pengendalian intern mulai dilaksanakan, tapi belum melibatkan semua unit organisasi dan bersifat individual

Terlaksannya pengendalian intern dan terdokumentasi dengan baik, tapi evaluasinya belum memadai

Pengendalian intern efektif dan evaluasi terdokumentasi tapi masih manual, belum menggunakan aplikasi komputer

Karateristik Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP

Pengendalian intern berkelanjutan dan terintegrasi. Akuntabilitas, pemantauan, manajemen risiko, dan penegakan aturan

• Tingkat Berkembang, pada tingkat ini kementerian telah melaksanakan praktik pengendalian intern, namun tidak terdokumentasi dengan baik dan pelaksanaannya sangat tergantung pada individu, belum melibatkan semua unit organisasi. Oleh sebab itu, keandalan SPIP masih berbeda dan satu unit organisasi ke unit lainnya dalam satu kementerian, efektivitas pengendalian belum dievaluasi sehingga banyak terjadi kelemahan yang belum ditangani secara memadai. Tindakan Pimpinan menangani kelemahan tidak konsisten.

• Tingkat Terdefinisi, pada tingkat ini kementerian telah melaksanakan praktik pengendalian intern dan terdokumentasi dengan baik. Namun, evaluasi atas pengendalian intern dilakukan tanpa dokumentasi yang memadai. Beberapa kelemahan pengendalian terjadi dengan dampak yang cukup berrati bagi pencapaian tujuan organisasi.

• Tingkat Terkelola dan Terukur, pada tingkat ini kementerian telah menerapkan pengendalian intern yang efektif. Masing-masing personel pelaksana kegiatan selalu mengendalikan kegiatan pada pencapaian tujuan kegiatan sendiri maupun tujuan kementerian. Evaluasi dilakukan secara formal dan terdokumentasi. Namun demikian, kebanyakan evaluasi dilakukan secara manual, belum menggunakan alat bantu aplikasi komputer.

• Tingkat Optimum, pada tingkat ini kementerian telah menerapkan pengendalian intern yang berkelanjutan, terintegrasi dalam pelaksananaan kegiatan dan didukung oleh pemantauan otomatis menggunakan aplikasi komputer. Akuntabilitas penuh diterapkan dalam pemantauan pengendalian intern, manajemen risiko, dan penegakan aturan. Evaluasi diri sendiri (self assessment) atas pengendalian dilakukan secara terus menerus berdasarkan analisis gap dan penyebabnya. Para pegawai terlibat secara aktif dalam penyempurnaan sistem pengendalian intern.

Tingkat Maturitas SPIP pada Kementerian Kelautan dan PerikananProgram pembinaan penyelenggaraan SPIP telah dicanangkan dalam Peraturan Jangka

Menengah (RPJM) Tahun 2015 s.d. 2019 yang menetapkan bahwa tahun 2019 Kementerian/Lembaga harus mendapatkan tingkat maturitas 3 (tiga). Berdasarkan penilaian BPKP pada 5 unit eselon I lingkup KKP (Itjen, Setjen, DJPT, DJPB, dan Ditjen PDSPKP), tingkat maturitas SPI periode tahun 2016 telah mendapatkan level 3 (tiga) atau terdefinisi. Bahkan terdapat penilaian tingkat maturitas SPI sub unsurnya telah melampaui level 4, yakni di Itjen ada 4 sub unsur, Setjen (1 sub unsur), Ditjen PT (1 sub unsur), Ditjen PB (1 sub unsur), dan Ditjen PDSPKP 5 sub unsur). Namun terdapat nilai pada level 2 (dua) atau Berkembang, yakni di Itjen (3 subunsur), Setjen (3 sub unsur), DJPT (5 sub unsur), DJPB (3 sub unsur), dan Ditjen PDSPKP (3 sub unsur). Sub unsur yang mendapat nilai pada level 1 (satu) atau Rintisan, yakni di Setjen 1 sub unsur dan di Ditjen PB 3 sub unsur. Sub unsur yang mendapatkan nilai Level 0 atau Belum ada yakni di Itjen 1 sub unsur, Ditjen PDSPKP sebanyak 1 sub unsur.

Dengan level 3 (tiga) maturitas SPI tersebut, dimaksudkan tingkat maturitas SPI di kementerian telah melaksanakan praktik pengendalian intern dan terdokumentasi dengan baik. Namun, evaluasi atas pengendalian intern dilakukan tanpa dokumentasi yang memadai. Beberapa kelemahan pengendalian terjadi dengan dampak yang cukup berarti bagi pencapaian tujuan organisasi.

Prestasi maturitas SPI level 3 (tiga) tersebut seharusnya dapat menjamin pencapaian tujuan secara efektif dan efisien, dan menjadi prestasi yang patut dibanggakan. Namun, masih terdapat temuan pemeriksaan BPK-RI berupa kerugian negara dari pengadaan barang dan jasa, dan aset hasil kegiatan yang belum termanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaannya, sehingga mendapatkan opini tidak memberikan pendapat atau disclaimer.

Page 20: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

38 SINERGI 39Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Penulis telah melakukan analisis terhadap kelemahan dalam penyelenggaraan SPI di KKP yang dikaitkan dengan penilaian maturitas SPI dan tujuan SPI, diketahui:

1) Pelaksanaan SPI masih belum dipahami dan diterapkan dalam pengendalian pelaksanaan tugas masing-masing pegawai. Hal ini tidak sesuai dengan amanat Pasal 4 ayat (2) Permen KP No. 10 Tahun 2016 untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan akuntabilitas pengelolaan keuangan seluruh Pimpinan Unit Eselon I dan Kepala Satuan Kerja beserta seluruh pegawai wajib menyelenggarakan SPI secara efektif di lingkungan kerjanya masing-masing;

2) Aktivitas penilaian risiko tidak dilakukan secara periodik sehingga belum dapat digunakan sebagai alat pengendalian secara dini (early warning system) dalam mendeteksi permasalahan yang akan terjadi serta mitigasi akibat yang akan terjadi. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 8 huruf d Permen KP Nomor 10 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa salah satu tugas Satgas SPI adalah mengoordinasikan pengendalian dengan pendekatan manajemen risiko di lingkungan Eselon I masing-masing;

3) Laporan penyelenggaraan SPI yang harus secara berkala setiap bulan paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya yang disampaikan kepada Pejabat Eselon I dan Satgas SPI kementerian belum berjalan secara baik, dan sekedar formalitas atau menggugurkan kewajiban serta belum mengandung makna yang sebenarnya terhadap penyelenggaraan SPI, terutama dalam mengendalikan pengadaan barang/Jasa, pengendalian Barang Milik Negara, pengendalian penyelesaian kerugian negara, dan aktivitas pengendalian manajemen risiko;

4) Dari 125 pertanyaan yang telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas SPIP, mewakili 5 (lima) unsur SPIP belum ada pertanyaan yang secara kongkrit mengarah kepada ke 4 (empat) tujuan yaitu: kegiatan efisien dan efektif, kehandalan laporan keuangan, terjaminnya keamanan aset dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan;

Aktivitas penilaian risiko seharusnya dilakukan secara periodik sehingga dapat digunakan

sebagai alat pengendalian secara dini

5) Responden dalam menjawab pertanyaan hanya sekedar menjawab formalitas tanpa memahami makna yang terkandung dalam tujuan SPI;

6) Pertanyaan yang disajikan dibuat secara building block, sehingga dapat diperkirakan untuk mendapatkan level maturitas yang diinginkan dengan menjawab “Ya” secara berjenjang dari pertanyaan nomor 1, 2, dan 3, dan

7) Para Pelaksana Satgas SPI di lingkungan KKP dalam mengimplementasikan Permen KP Nomor 10 Tahun 2016 belum optimal dalam mengendalikan pengadaan Barang/Jasa, pengendalian Barang Milik Negara, pengendalian penyelesaian kerugian negara, dan aktivitas pengendalian manajemen risiko.

Dalam rangka meningkatkan level maturitas SPI dan mewujudkan tujuan SPI secara akuntabel perlu langkah-langkah kongkrit, antara lain:

1) Para Pejabat Eselon I di lingkungan KKP secara berjenjang mengintruksikan kepada seluruh pegawai untuk memahami dan menerapkan SPI secara handal terhadap kegiatan yang dilaksanakan;

2) Melakukan aktivitas pengendalian intern terhadap manajemen risiko serta pemantauan secara periodik, sehingga tujuan penerapan manajemen risiko tercapai;

3) Petugas Satgas SPIP yang telah ditetapkan harus memahami SPIP dan berperan secara maksimal dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam memahami makna substansi Permen KP No 10 Tahun 2016 dan pertanggungjawabannya dalam membuat laporan ;

4) Pertanyaan mengenai penilaian maturitas SPIP yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 perlu disempurnakan dengan memberikan pertanyaan yang mengarah kepada tujuan SPI. Pegawai sebagai responden harus memahami dan menerapkan SPI, baik pada tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pemanfaatan hasil kegiatan;

5) Masing-masing Eselon I lingkup KKP perlu menyusun dan menetapkan Tim Penanganan Aset yang bertugas menyelesaikan permasalahan aset atau hasil kegiatan yang belum dimanfaatkan;

6) Pengendalian secara berjenjang atau peran three line of defence perlu diterapkan, sehingga apabila ada potensi atau indikasi terjadi penyimpangan dapat segera dipecahkan sedini mungkin. Terkait dengan sub unsur SPI yang nilainya masih di bawah 3 (tiga) perlu segera ditindaklanjuti sehingga dapat meningkatkan nilai maturitas SPI.

Akhir kata, perlu upaya nyata untuk mewujudkan tujuan di atas. Selain itu perlu kepedulian yang tinggi, kerja sama yang sinergis, dan jadwal waktu atau time table yang kongkrit. Dengan langkah-langkah konkrit tersebut diharapkan terjadi kesesuaian antara level maturitas yang didapat dengan tujuan SPI.

Daftar Pustaka :1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian InternPemerintah(SPIP);

2. Peraturan Kepala BPKPNomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan StrategiPeningkatanMaturitasSPIP;dan

3. Pedoman Nomor: S-354/SATGASPP SPIP/2014 tentang Penilaian Tingkat MaturitasPenyelenggaraanSPIPInstansiPemerintah.

Page 21: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

41Edisi I - Tahun 2017

KINERJAka

tada

ta.c

o.id

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain hadir sebagai peraturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 (tidak mencabut peraturan perundangan yang sebelumnya sepanjang tidak bertentangan)

ternyata belum memasukkan tata cara penagihan kerugian negara yang disebabkan oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan, UU Nomor 1 Tahun 2004 sebagai “payung hukum” PP Nomor 38 tahun 2016 tersebut juga tidak secara eksplisit mengamanatkan tuntutan ganti rugi kepada pihak ketiga (pasal 59 s.d pasal 67).

Di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), telah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) Nomor 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan KKP, namun PermenKP tersebut juga belum mengatur penyelesaian ganti kerugian negara yang disebabkan oleh pihak ketiga. Kerugian negara sendiri dipahami sebagai kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melanggar hukum baik sengaja maupun lalai. Hanya saja definisi tuntutan ganti rugi (TGR), dibatasi pada proses pengembalian kerugian negara yang dilakukan terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan/atau pejabat lainnya yang dinyatakan bertanggung jawab atas kerugian negara yang nyata dan pasti telah terjadi, tidak menjangkau pihak ketiga. Pengertian pihak ketiga yang dimaksud disini tentu termasuk rekanan penyedia barang/jasa, atau pihak lain yang menyebabkan berkurangnya uang/surat berharga/barang, misalnya pencuri/perampok.

Berkaitan dengan kerugian negara lingkup KKP, dari data penyelesaian kerugian negara yang dirilis oleh BPK-RI (LHP Nomor 03/LHP/XVII/02/2017 tanggal 28 Februari 2017), sisa nilai kerugian negara yang belum diselesaikan per Semester II 2016 mencapai Rp10.807.054.403,56. Dari nilai tersebut, hampir 80% nya atau senilai Rp8.533.289.147,06 (78,96%) merupakan nilai kerugian negara yang dibebankan kepada pihak ketiga.

Oleh: Rahayu Winarti (Auditor Muda)

Page 22: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

42 SINERGI 43Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Dari data tersebut, senilai Rp 4.697.084.513,30 merupakan nilai kerugian negara Pembangunan PPI Tegal Suradadi tidak sesuai kontrak yang telah dilimpahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini tentu akan menyulitkan penyelesaiannya. Adapun sisa nilai kerugian negara temuan Itjen KKP yang dipantau BPK-RI berkaitan dengan pihak ketiga senilai Rp 381.205.702,42 tersebar pada dinas-dinas KP Provinsi/Kabupaten/Kota.

Lantas apa upaya yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan pemulihan kerugian negara tersebut? Setidaknya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain:1. Mengatasi kekosongan celah aturan yang ada. Ini yang paling krusial untuk segera dilaksanakan. Dalam hal ini Inspektorat Jenderal

dapat meminta Sekretariat Jenderal c.q Biro Keuangan dan Biro Hukum untuk membahas pokok-pokok aturan PP 38 tahun 2016 yang perlu segera diadopsi ke dalam konsep Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, sekaligus memasukkan aturan spesifik untuk menjaring pemulihan kerugian negara pada pihak ketiga. Ada beberapa kementerian/lembaga yang telah menyusun tata cara penyelesaian kerugian negara yang telah mengakomodasi penuntutan ke pihak ketiga, diantaranya: Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kementerian Perhubungan. Dari peraturan di beberapa kementerian/lembaga tersebut, secara garis besar telah mengakomodir :a. Kriteria kerugian negara oleh pihak ketiga Hal ini terkait pihak ketiga dalam menaikkan harga terlalu tinggi, mengubah kualitas

barang, wan prestasi, dan pengiriman yang mengalami kerusakan karena kesalahan pihak ketiga (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 173 tahun 2015 pasal 13 ayat (2)), dan dapat ditambahkan kriteria kekurangan jumlah, mutu dan hilangnya BMN yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

b. Mekanisme gugatan ke pengadilan atas pihak ketiga/rekanan yang merugikan negara (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508/KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di lingkungan Kementerian Keuangan, BAB III B angka 3 huruf b), serta pelaksanaan sita jaminan/aset rekanan melalui KPKNL (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 173 tahun 2015 pasal 57-58), dan hubungan sanksi perdata-pidana, dimana sanksi pidana yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menetapkan TGR, kecuali untuk hukuman bebas dari pidana, TGR tetap dikenakan (Bab II A. 3 Lampiran Kepala BPKP Nomor: PER-434/K/SU/2011, juga dinyatakan bahwa uang pengganti dari hukuman pengadilan diperhitungkan sebagai pembayaran kerugian negara (Bab II B.5).

c. Penyelesaian kerugian negara disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum oleh pihak ketiga karena pencurian dan perampokan.

Dalam penyelesaiannya apabila dilakukan secara sukarela dan tidak dapat dilaksanakan (tidak mungkin menuntut pencuri/perampok, penulis), maka penyelesaiannya dapat diserahkan kepada APH/kepolisian (Bab II B. 4 2) Lampiran Kepala BPKP Nomor: PER-434/K/SU/2011).

d. Mekanisme pembebasan dan penghapusan kerugian negara (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 173 tahun 2015 pasal 60), dan dapat ditambahkan kriteria kerugian negara yang tidak dikenakan TGR, sebagai contoh: force majeur (bencana alam, kebakaran, perang, dsb), kerugian negara yang terbukti bukan karena tindakan melawan hukum dan kelalaian.

Selain itu, perlu dikonsultasikan dengan BPK, terkait perlunya mekanisme pembebasan dan penghapusan tagihan negara kepada pihak ketiga (mekanisme yang ada di berbagai peraturan dikhususkan untuk pembebasan tagihan negara kepada pegawai).

2. Mengikat pihak ketiga untuk langsung menandatangani kesanggupan menyelesaikan temuan kerugian negara pada saat exit briefing oleh Tim Audit Itjen, serta mendapatkan setoran awal kerugian negara.

Tim audit dapat langsung membuat surat kesanggupan yang ditandatangani oleh pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu, disertai daftar aset yang dapat dijaminkan apabila tidak dapat dilunasi, serta meminta pihak ketiga untuk segera menyetorkan kerugian negara, sekurang-kurangnya 30%-50% dari total kerugian negara.

3. Berkoordinasi dengan Kepala Daerah dan Inspektorat Provinsi/Kab/Kota untuk ikut memantau/menagih kepada rekanan/pihak ketiga yang berkedudukan di wilayahnya, dan apabila rekanan/pihak ketiga tersebut masih memiliki pekerjaan agar diperhitungkan pemotongan untuk melunasi setoran ke kas negara.

4. Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk:a. Menelusuri pihak ketiga/rekanan yang sulit ditelusuri keberadaannya dengan

menelusuri NPWP pemilik atau para pihak perwakilan perusahaan rekanan yang masih menunggak sisa kerugian negara (dalam hal ini koordinasi dengan Ditjen Pajak/kantor pajak terkait).

Mengikat pihak ketiga untuk langsung menanda-tangani kesanggupan menyelesaikan temuan kerugian negara

Page 23: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

44 SINERGI 45Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

b. Melimpahkan penagihan piutang negara atas kerugian negara yang belum selesai, bahkan termasuk kategori PNBP terhutang (dalam hal ini koordinasi dengan Ditjen Kekayaan Negara, sebagaimana diatur dalam PerMenkeu Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara).

5. Melimpahkan penyelesaian ke APH apabila ada indikasi pidana, dan/atau penagihan secara maksimal tidak dapat lagi dilakukan (rekanan/pihak ketiga atau pihak yang berkaitan tidak memenuhi kewajibannya).

6. Rekomendasi Auditor Internal seyogyanya tertuju langsung kepada PNS penanggung jawab kegiatan (antara lain: KPA, PPK, Panitia PBJ, Bendahara, Penerima Barang) yang ikut bertanggung jawab atas terjadinya kerugian negara untuk menyetorkan kerugian negara, untuk menghindari rekomendasi yang ditujukan kepada pihak ketiga.

Selain mencoba langkah-langkah yang telah diuraikan sebelumnya untuk perkembangan penyelesaian kerugian negara, yang lebih penting lagi adalah adanya upaya-upaya pencegahan untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan keuangan negara dengan memperkuat Sistem Pengendalian Intern di lingkungan KKP.

Daftar Pustaka :1. Undang-UndangNomor1Tahun2004tentangPerbendaharaanNegara;2. PeraturanPemerintahNomor38Tahun2016tentangTataCaraTuntutanGantiKerugianNegara/DaerahterhadapPegawaiNegeriBukanBendaharaatauPejabatLain;

3. PeraturanMenteriKelautandanPerikanan(PermenKP)Nomor5Tahun2011tentangTataCaraPenyelesaianKerugianNegaradiLingkunganKKP;

4. KeputusanMenteriKeuanganNomor 508/KMK.01/1999 tentangPetunjukPelaksanaanPenyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di lingkunganKementerianKeuangan;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan PiutangNegara.

Pengertian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (Perpres 54/2010) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 1 angka 22 Perpres 54/2010, disebutkan bahwa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis

antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa tidak selamanya berjalan mulus. Beberapa hambatan sering terjadi dan harus dilalui dalam pengadaan barang/jasa, salah satunya adalah dengan penghentian kontrak dan atau pemutusan kontrak. Dalam kontrak pengadaan barang/jasa, terdapat dua alternatif yang dilakukan untuk mengakhiri kontrak, yaitu penghentian kontrak atau pemutusan kontrak. Pemilihan salah satu dari 2 (dua) alternatif tersebut harus didasarkan pada situasi dan kondisi terakhir suatu pekerjaan, yaitu :

1. Penghentian KontrakPenghentian Kontrak adalah diakhirinya kewajiban kontraktual penyedia untuk

melaksanakan pekerjaan pengadaan barang/jasa oleh PPK, karena pekerjaan sudah selesai atau terjadi keadaan kahar. Dalam hal Kontrak dihentikan, maka PPK wajib membayar kepada Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai. Penghentian kontrak karena keadaan kahar, selain pembayaran terhadap prestasi pekerjaan juga pembayaran terhadap bahan yang sudah dimobilisasi ke lapangan (material on site) yang masih dapat dimanfaatkan, sesuai dengan Perpres Nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 54 tahun 2010, pasal 89 point (2) Pembayaran prestasi kerja diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa setelah dikurangi angsuran pengembalian Uang Muka, dan denda apabila ada, serta pajak.

Menyikapi Akhir Sebuah KontrakOleh: M. Rachmad FST Manurung (Auditor Muda)

Page 24: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

46 SINERGI 47Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

2. Pemutusan KontrakPemutusan Kontrak adalah di-akhirinya kewajiban kontraktual oleh salah satu (secara

sepihak) atau para pihak yang terikat dalam kontrak karena para pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam kontrak.

Dalam Pasal 93 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, apabila: 1) kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak; 2) berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan

keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan pada Pasal 93 Perpres 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

3) setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;

4) Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

5) Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

6) pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, maka PPK melakukan tindakan berupa: 1) Pencairan Jaminan Pelaksanaan; 2) Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka

dicairkan (jika ada pencairan uang muka); 3) Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan 4) Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam (black list). Keempat tindakan

tersebut harus dilakukan oleh PPK untuk meminimalisasi kerugian negara.

Langkah-Langkah Sebelum Pemutusan/Penghentian Kontrak

Khusus untuk pekerjaan konstruksi, Permen PU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Standar Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi mengatur tentang kriteria dan tindak lanjut keterlambatan pekerjaan. Apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadual, maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis.

Kontrak dinyatakan kritis apabila: 1) Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat > 10% dari rencana; 2) Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat > 5% dari rencana; atau 3) Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat < 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.

Pada saat kontrak dinyatakan kritis maka PPK segera menerbitkan surat peringatan kepada penyedia barang/jasa yang dilanjutkan dengan rapat pembuktian (show cause meeting/SCM). Dalam SCM dibahas dan disepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (Test case/uji coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap I. SCM, apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka diselenggarakan SCM tahap II yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu yang dituangkan dalam berita acara SCM tahap II, dan apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka diselenggarakan SCM tahap III yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu yang dituangkan dalam berita acara SCM tahap III, pada setiap uji coba yang gagal, maka PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas keterlambatan realisasi.

Dalam hal keterlambatan yaitu fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat < 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan, maka PPK setelah melakukan rapat bersama dengan atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak, namun PPK juga harus memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor : 243/PMK.05/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 194/PMK.05/2014 Tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran.

Faktor penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang umumnya terjadi antara lain: 1) Pihak Pengguna Jasa antara lain :

a) Keterlambatan KPA menyusun dan menetapkan RUP (Rencana Umum Pengadaan); b) Keterlambatan PPK menyusun dan menetapkan rencana pelaksanaan (Spesifikasi teknis,

Harga Perkira-an Sendiri, perubahan lokasi penerima barang, rancangan kontrak); c) Keterlambatan Pokja ULP/Panitia/Pejabat Pengadaan melakukan proses pemilihan

penyedia barang/jasa; d) Kurangnya tindakan pengendali-an kontrak oleh PPK;

Page 25: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

48 SINERGI 49Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

e) Tindakan KPA dalam menganggar-kan kegiatan dalam Perubahan APBN tanpa memperhitungkan kompleksitas suatu pekerjaan

2) Pihak penyedia jasa yang lalai dalam melaksanakan pekerjaan; dan

3) Kontrol masyarakat yang kurang optimal/peduli dalam melakukan kontrol terhadap penyelesaian pekerjaan apabila tidak berkaitan langsung terhadap masyarakat.Di penghujung akhir tahun

anggaran, butuh keberanian yang besar bagi seorang PPK mengkaji/menelaah secara komprehensif untuk melakukan pemutusan kontrak karena dalam kondisi tertentu, pemutusan kontrak bukanlah sekadar suatu pilihan tetapi menjadi suatu keharusan.

Untuk mengantisipasi terjadinya penghentian atau pemutusan, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pekerjaan berupa evaluasi dan identifikasi. Diharapkan dengan dilakukan pengendalian, dapat segera dilakukan pencegahan terhadap terjadinya keterlambatan pekerjaan.

Daftar Pustaka :1. Undang-UndangNomor1Tahun2004tentangPerbendaharaanNegara.2. PeraturanPresidenNomor54Tahun2010danperubahannyatentangPengadaanBarang/JasaPemerintah.

3. PeraturanMenteriKeuanganPMKNomor : 243/PMK.05/2015 tentangPerubahanAtasPeraturanMenteriKeuanganNomor:194/PMK.05/2014TentangPelaksanaanAnggaranDalamRangkaPenyelesaianPekerjaanYangTidakTerselesaikanSampaiDenganAkhirTahunAnggaran.

4. PermenPUNomor7Tahun2011tentangStandarPedomanPengadaanPekerjaanKonstruksidanJasaKonsultansimengaturtentangkriteriadantindaklanjutketerlambatanpekerjaan.

new

s.kk

p.go

.id

Oleh: Sri Leni Handayani (Auditor Madya)

Setiap tahun Kementerian/Lembaga selalu menyusun perencanaan anggaran untuk tahun berikutnya. Periode penyusunan rencana anggaran dimulai bulan Mei sampai dengan bulan Juli. Perencanaan tersebut disusun dalam rangka menjamin setiap kegiatan berjalan efektif, efisien, sesuai sasaran, dan keseragaman kegiatan dalam

pencapaian tujuan. Siklus anggaran tersebut diuraikan pada Gambar 1 dibawah ini.

Pembicaraan Pendahuluan RAPBN (KEM, PPKF dan RKP)

(20 Mei)

PERENCANAAN(Jan - Apr)

PENYUSUNAN(Mei - Jul)

PEMBAHASAN(Agt - Okt)

PENETAPAN(Nov - Des)

PERIODEUNIT

DPR

PRESIDEN

KEMENKEUc.q. DJA

KEMEN PPN /BAPPENAS

K/L9 Penyusunan

RKA-K/L dan Reviu RKA-K/L oleh APIP K/L

1

7

8

Penyusunan Pagu Indikatif

Penyusunan resouce envelope,usulan kebijakan

APBN, reviu angka dasar

PenetapanArah Kebijakan

dan Prioritas Pembangunan

Penyusunan KEM, PPKF dan Pembicaraan Pendahuluan

5

Penetapan KEM dan

PPKF

Penyusunan Pagu

Anggaran K/L

Pembahasan RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan,

DHP RKA-KL dan DHP RDP BUN

12

Pembahasan RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan,

DHP RKA-K/L dan DHP RDP BUN

11

Persetujuan RUU APBN

Penetapan Perpres Rincian APBN dan DHP

RDP BUN

18

Penetapan Alokasi

Anggaran K/L

15

14

Pengesahan UU APBN

17

Penyusunan Perpres Rincian

APBN

Penyusunan dan

Pengesahan DIPA

19

16

Penyesuian RKA-KL, Reviu RKA-KL oleh APIP

K/L dan Konsep DIPA

TRILATERAL MEETIN

G

4

PENELAAH

AN RKA-K/L

10

613

3

2

Gambar 1. Siklus Anggaran Pada Kementerian/Lembaga

Sumber Data: Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan (2016)

Page 26: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

50 SINERGI 51Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Perencanaan anggaran pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dimulai dari Bagian Program di masing-masing Unit Eselon I dan dikoordinasikan oleh Biro Perencanaan. Sejak tahun 2016, KKP mulai berbenah diri dalam menyusun struktur keragaan anggaran. Struktur anggaran tersebut dibenahi dalam rangka mengupayakan peningkatan kualitas kegiatan untuk mendukung pembangunan kelautan dan perikanan yang efektif, efisien, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggaran disusun berdasarkan pagu anggaran atau alokasi anggaran untuk RKA/KL APBN, hasil penataan aristektur dan informasi kinerja, rencana kerja, rencana kerja pemerintah hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR, standar biaya, dan kebijakan pemerintah.

Struktur anggaran yang berlaku di KKP mengacu pada Surat Edaran (SE) Sekretaris Kabinet No. SE.2/Seskab/07/2016, tanggal 26 Juli 2016 tentang Sistem Kendali Anggaran melalui pengelompokkan anggaran dan SE Sekretaris Jenderal KKP No. 829/SJ/TU.210/IX/2016, 22 September 2016 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran KKP Tahun 2017 serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 52/PERMEN-KP/2016, tanggal 19 Desember 2016 tentang Pedoman Umum Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan. Struktur anggaran yang digunakan KKP saat ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Kegiatan di Lingkungan KKP

No.

A.

1.

2.

B.

1.

2.

C.

D.

Anggaran(dalam ribuan)

XXXX

XXXX

XXXXXXXXX

XXX

XXXXXXX

XXX

XXXX

XXXX

XXX

XXX

XXXX

XXX

XXX

XXXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXXX

XXXXX

Satuan

OBOBOB

OB

OB

OB

Unit

Unit

Paket/OK/OB

Paket

Paket

OK

OK

OK

OK

OK

Paket

Rincian Biaya

RUTIN

Esensiala. Gajib. Tunjangan Kinerjac. Honor Tenaga

Kontrakd. Operasional

Kantor

Non-Esensial

a. Honor Satker

b. Honor Tetap Kegiatan

PRIORITAS I

Stakeholders Langsung

a. Bantuan Pemerintah

b. Aset Pemerintah

Stakeholders Tidak Langsung

a. Operasional Kegiatan Prioritas

b. Aset Pemerintah dan Biaya Penambahan Aset

PENDUKUNG

a. Bahan dan Persediaan

b. Transportasi Lokal

c. RDK

d. Jasa dan Sewa

e. Perjalanan Dinas

f. Pertemuan

PRIORITAS II

(CADANGAN SELF BLOCKING)

GRAND TOTAL

Komponen Kegiatan

Gaji PNSTunjangan Kinerja PNS Honor Satpam, Pengemudi, Pramubakti, Cleaning ServicePemeliharaan BMN dan Biaya Langganan Daya/Jasa

Honor Pengelola Satker (KPA, PPK, Bendahara, dll)Honor Tim Kegiatan Prioritas , Pem-bantu Lapangan, Pengolah Data, dll)

Kapal Perikanan, Ice Flake, Pabrik Rumput Laut, KJA, dllPasar Ikan Modern, Integrated Cold Storage, dll

Biaya Pengiriman, Biaya Operasional Awal, Sertifikasi Kelayakan, Monitoring dan Evaluasi dll

Pasar Ikan Modern, Gedung Riset, Poltek, Kapal Pengawas, Sentra Kuliner, Stock Assessment, dan Standarisasi Laboratorium, Gedung Kantor, Mess Pegawai, Gedung Pertemuan, dll

ATK, Konsumsi Rapat, Tinta, Kertas, Fotocopy, Penjilidan, Penggandaan dll

Perjalanan Dinas Dalam Kota

Rapat Di Luar Jam Kantor

Narasumber, Jasa Lainnya, Sewa Fotocopy, Sewa Gedung dllPerjalanan Dinas Dalam Negeri dan Luar NegeriRapat Penyusunan RKA K/L, Penyusunan Laporan Keuangan, Rapat Kerja Teknis, Rapat Koordinasi, Workshop, Sosialisasi, Bimtek dll

Kegiatan prioritas penambahanan aset, namun dicadangkan untuk self blocking, antara lain pengadaan alat survey kelautan, pembangunan SKPT, pembangunan gedung tropical fish dll

Masing-masing kegiatan dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Belanja Rutin merupakan alokasi biaya yang harus dianggarkan setiap tahunnya.b. Belanja Esensial merupakan belanja yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan

Aparatur Sipil Negara (gaji, tunjangan, uang makan, dan lembur) dan belanja bagi Non-Aparatur Sipil Negara yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan non fisik dan manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat dan merupakan input bagi organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang meliputi belanja operasional

Tabel 1. Rekapitulasi Kegiatan di Lingkungan KKP

No.

A.

1.

2.

B.

1.

2.

C.

D.

Anggaran(dalam ribuan)

XXXX

XXXX

XXXXXXXXX

XXX

XXXXXXX

XXX

XXXX

XXXX

XXX

XXX

XXXX

XXX

XXX

XXXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXXX

XXXXX

Satuan

OBOBOB

OB

OB

OB

Unit

Unit

Paket/OK/OB

Paket

Paket

OK

OK

OK

OK

OK

Paket

Rincian Biaya

RUTIN

Esensiala. Gajib. Tunjangan Kinerjac. Honor Tenaga

Kontrakd. Operasional

Kantor

Non-Esensial

a. Honor Satker

b. Honor Tetap Kegiatan

PRIORITAS I

Stakeholders Langsung

a. Bantuan Pemerintah

b. Aset Pemerintah

Stakeholders Tidak Langsung

a. Operasional Kegiatan Prioritas

b. Aset Pemerintah dan Biaya Penambahan Aset

PENDUKUNG

a. Bahan dan Persediaan

b. Transportasi Lokal

c. RDK

d. Jasa dan Sewa

e. Perjalanan Dinas

f. Pertemuan

PRIORITAS II

(CADANGAN SELF BLOCKING)

GRAND TOTAL

Komponen Kegiatan

Gaji PNSTunjangan Kinerja PNS Honor Satpam, Pengemudi, Pramubakti, Cleaning ServicePemeliharaan BMN dan Biaya Langganan Daya/Jasa

Honor Pengelola Satker (KPA, PPK, Bendahara, dll)Honor Tim Kegiatan Prioritas , Pem-bantu Lapangan, Pengolah Data, dll)

Kapal Perikanan, Ice Flake, Pabrik Rumput Laut, KJA, dllPasar Ikan Modern, Integrated Cold Storage, dll

Biaya Pengiriman, Biaya Operasional Awal, Sertifikasi Kelayakan, Monitoring dan Evaluasi dll

Pasar Ikan Modern, Gedung Riset, Poltek, Kapal Pengawas, Sentra Kuliner, Stock Assessment, dan Standarisasi Laboratorium, Gedung Kantor, Mess Pegawai, Gedung Pertemuan, dll

ATK, Konsumsi Rapat, Tinta, Kertas, Fotocopy, Penjilidan, Penggandaan dll

Perjalanan Dinas Dalam Kota

Rapat Di Luar Jam Kantor

Narasumber, Jasa Lainnya, Sewa Fotocopy, Sewa Gedung dllPerjalanan Dinas Dalam Negeri dan Luar NegeriRapat Penyusunan RKA K/L, Penyusunan Laporan Keuangan, Rapat Kerja Teknis, Rapat Koordinasi, Workshop, Sosialisasi, Bimtek dll

Kegiatan prioritas penambahanan aset, namun dicadangkan untuk self blocking, antara lain pengadaan alat survey kelautan, pembangunan SKPT, pembangunan gedung tropical fish dll

Sumber Data: Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal KKP

Page 27: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

52 SINERGI 53Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

(keperluan perkantoran, biaya pe-meliharaan, biaya langganan daya/jasa, dan kendaraan operasional).

c. Belanja Non-Esensial merupakan belanja yang manfaatnya juga tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat dan merupakan input bagi organisasi dalam melaksankan tugas dan fungsinya yang meliputi honor pengelola satker dan honor tim kegiatan.

d. Belanja Stakeholders merupakan belanja yang dialokasikan dalam rangka pengadaan barang, jasa atau modal yang hasil (outcome), manfaat (benefit), atau dampaknya (impact) secara langsung/tidak langsung dapat dinikmati oleh masyarakat kelautan dan perikanan (nelayan, pembudidaya, petambak garam, pengolah dan pemasar hasil kelautan dan perikanan).

e. Belanja Stakeholders Langsung merupakan belanja barang/jasa yang manfaatnya secara langsung dirasakan oleh masyarakat kelautan dan perikanan seperti bantuan kapal penangkap ikan, alat penangkap/alat bantu penangkap ikan, sarana/prasarana perikanan budidaya, sarana/prasarana pengolahan/pemasaran produk perikanan/kelautan, prasarana di pulau-pulau kecil, sarana/prasarana produksi garam rakyat dan pelatihan untuk masyarakat.

f. Belanja Stakeholders Tidak Langsung merupakan belanja modal/barang/jasa/belanja lainnya yang manfaatnya tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat kelautan dan perikanan seperti pengadaan kapal pengawas, opersional pengawasan, sertifikasi, kegiatan pendidikan pada satuan pendidikan kelautan dan perikanan, penyelenggaraan riset, sekolah lapang, bimtek, identifikasi/verifikasi calon penerima bantuan, penyelenggaraan perkarantinaan ikan dan keamanan hasil kelautan dan perikanan, serta penyusunan Norma, Stadar, Peraturan dan Kebijakan (NSPK).

g. Belanja Pendukung merupakan belanja yang dipergunakan antara lain untuk Bahan dan Persediaan (ATK, Bahan Komputer, Konsumsi, Fotocopy, dan Penggandaan), Transportasi Lokal, RDK, Jasa dan Sewa, Perjalanan Dinas, dan Pertemuan.

Selain membuat struktur keragaan anggaran seperti di atas, KKP juga membuat kebijakan dalam penyusunan anggaran, antara lain:a. Fokus utama anggaran adalah untuk stakeholders KKP (nelayan, pembudidaya, petambak

garam, pengolah dan pemasar hasil kelautan dan perikanan);b. Bahasa perencanaan harus jelas, terang, dan tidak menggunakan bahasa yang rancu

(pengembangan, peningkatan, dan penguatan) dan harus terukur;c. Rincian kegiatah harus konkrit seperti bantuan kapal, bantuan benih, dan bantuan alat

tangkap ikan;d. Rincian volume dan harga satuan harus jelas;e. Dana operasional untuk mendukung program harus detail;f. Kriteria penerima bantuan dan pemilihan lokasi harus jelas dan terukur sekurang-

kurangnya mencakup kegiatan identifikasi calon penerima bantuan/calon lokasi, verifikasi penerima bantuan, dan penyelesaian Berita Acara Serah Terima (BAST) kepada penerima sesuai ketentuan;

g. Setiap Eselon I harus mengikuti arahan Presiden yaitu money follow programme (prioritas), penyederhanaan nomenklatur anggaran, pengurangan proporsi belanja aparatur, dan peningkatan proporsi anggaran yang bermanfaat untuk masyarakat kelautan dan perikanan serta pengurangan alokasi belanja barang untuk direlokasi ke belanja modal atau belanja untuk masyarakat kelautan dan perikanan;

h. Pelaksanaan Pertemuan/Rapat dilaku-kan dengan mengoptimalkan sarana yang dimiliki oleh Kantor Pusat/UPT baik dilakukan halfday meeting/fullday meeting dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/PERMEN-KP/2016 tentang Petunjuk Teknis Tata Kelola Kegiatan Pertemuan/Rapat Di Luar Kantor di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk juga milik intansi pemerintah lainnya (Perguruan Tinggi Negeri serta Lembaga/Pusat Pendidikan dan Pelatihan milik Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.KKP menerapkan struktur dan kebijakan anggaran seperti ini dengan pertimbangan

struktur dan kebijakan anggaran tahun-tahun sebelumnya, belum terlihat secara jelas mengenai porsi pembagian kegiatan stakeholders dan non-stakeholders sehingga masih berpeluang terjadinya in-efisiensi anggaran yang dapat menimbulkan pemborosan keuangan negara.

Akhir kata dengan kebijakan penyusunan anggaran seperti itu diharapkan KKP dalam mengelola keuangan negara dapat efisien, efektif, dan sesuai dengan sasaran strategis pemerintah. Dengan demikian alokasi anggaran satu rupiahpun dapat memberikan output yang sebesar-besarnya bagi stakeholders masyarakat, khususnya di bidang KP (nelayan, pembudidaya, petambak garam, pengolah hasil dan pemasar hasil kelautan dan perikanan). Dalam penerapannya, memerlukan analisa anggaran secara cermat perencanaan yang dijalankan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku sehingga efisiensi anggaran dapat terwujud dan terkelola dengan baik.

Daftar Pustaka :1. Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.02/2016, tanggal 31 Oktober 2016 tentangPetunjukPenyusunandanPenelaahanRKA-K/LdanPengesahanDIPA;

2. PeraturanMenteriKelautandanPerikananNo. 52/PERMEN-KP/2016, tanggal 19Desember 2016 tentang Pedoman Umum Penyusunan Rencana Kerja dan AnggaranKementerianKelautandanPerikanan;

3. PeraturanMenteriKelautandanPerikananNo.12/PERMEN-KP/2016,7April2016tentangPetunjukTeknisTataKelolaKegiatanPertemuan/RapatDiLuarKantordiLingkunganKementerianKelautandanPerikanan

4. SE Sekretaris Kabinet No. SE.2/Seskab/07/2016, tanggal 26 Juli 2016 tentang SistemKendaliAnggaranmelaluipengelompokkananggaran;

5. SE Sekretaris Jenderal KKP No. 829/SJ/TU.210/IX/2016, 22 September 2016 tentangPenyusunanRencanaKerjadanAnggaranKKPTahun2017.

Page 28: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

54 SINERGI 55Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

Membangun Integritas KKPOleh : Taufik H. (Auditor Muda)

Sebagai bagian dari inisiatif dan usaha berkelanjutan untuk meningkatkan integritas organisasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan instrumen penilaian integritas organisasi. Instrumen ini dikembangkan sebagai bagian dari penilaian mandiri (self assessment) yang berguna bagi organisasi untuk menilai

resiko, mengidentifikasi area-area yang butuh perbaikan dan sebagai indikator umum untuk mengidentifikasi kondisi integritas organisasi.

Penilaian Integritas Organisasi merupakan perangkat yang digunakan untuk membantu organisasi menilai dan mengukur kemajuan dalam melaksanakan komitmen untuk mewujudkan dan menegakkan etika dan integritas di tempat kerja. Ada sepuluh dimensi yaitu: (1) Kepemimpinan; (2) Visi, Nilai dan Tujuan Organisasi; (3) Panduan dan Peraturan Integritas; (4) Dukungan Struktur dan Fungsi Organisasi; (5) Manajemen Risiko; (6) Monitoring dan Pengawasan; (7) Penegakkan Aturan; (8) Sumberdaya dan Infrastruktur; (9) Komunikasi; (10) Dukungan Lingkungan.

KPK tidak hanya berfungsi sebagai penindakan, KPK juga berperan sebagai pencegahan, salah satu upaya KPK untuk menjalankan fungsi pencegahan adalah bekerjasama dengan Kementerian Lembaga Organisasi Pemerintah Daerah (KLOP) yaitu dengan melakukan penilaian integritas. Integritas suatu institusi diukur berdasarkan beberapa faktor yang mungkin memicu terjadinya korupsi (persepsi) dan berdasarkan pengalaman yang dialami oleh masyarakat (eksternal) dan pegawai (internal). Pada akhirnya hasil survey tersebut dapat dijadikan parameter atas kondisi integritas yang terjadi bahkan dapat menjadi parameter adanya kejadian korupsi.

KPK sebagai surveyor melakukan Survei Integritas di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Direrktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun 2015, dengan menggunakan metode integrity assessment. Sasaran responden yang menjadi target survei adalah Responden dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) untuk internal Pria/Wanita dengan masa kerja minimal 1 tahun dan sebagai pelaku yang memberikan pelayanan dalam unit yang dijadikan sampel survei dan untuk eksternal pria/wanita yang memiliki pengalaman dilayani oleh unit pelayanan minimal satu kali dalam 12 bulan terakhir

dan mengurus pelayanan sendiri tanpa melalui biro jasa/calo, dan pelaksanaan survei dilakukan dengan face to face di 3 lokasi Jakarta-Semarang dan Cilacap, koesioner berupa langsung dan tidak langsung.

Sebaran jumlah sampel (Eksternal) untuk pengguna pengurusan Surat Ijin Kapal Penangkapan Ikan (SIKPI) sebanyak 28 orang, pengurusan Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) 25 orang, pengurusan Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) sebanyak 15 orang, pengurusan pendaftaran kapal sebanyak 3 orang dan Regional Fisheries Management Organitation (RFMO) sebanyak 2 orang.

Sedangkan jumlah sampel (Internal) yaitu : (a). Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sebanyak 29 orang; (b). Direktorat Suberdaya Ikan sebanyak 32 orang; (c). Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan sebanyak 28 orang; (d). Direktorat Pelabuhan Perikanan 29 orang; (e). Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan sebanyak 28 orang; (f). Direktorat Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 28 orang; (g). BPPI Semarang sebanyak 30 orang; (h). Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman sebanyak 29 orang; (i). Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebanyak 29 orang.

Fakta dan Hasil Survei yang dilakukan KPKPegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dijadikan responden dan dilakukan

wawancara mayoritas pria karena yang bergerak dan bertindak/berhubungan langsung dengan nelayan dengan golongan 3 dan dengan masa bakti rata-rata lebih dari 15 tahun, secara demografi, pegawai KKP yang telah berusia 40 tahun keatas, kelulusan S1 ke atas dan memiliki kelas ekonomi atas/berada.

Sedangkan dari pengguna layanan KKP (nelayan) mayoritas adalah laki-laki, berusia 40 tahun ke atas mereka adalah nelayan dan kelulusan SMA serta memiliki kelas ekonomi menengah ke atas.

Capain hasil survei Indeks Integritas Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan indeks integritas sebesar 8.76 (sebelum faktor koreksi), atau setelah adanya faktor koreksi pada tahun 2016 adalah 76,62 (skala 0-100) atau 7,66 (skala 0-10), karena adanya sedikit perbedaan metode yang digunakan pada tahun 2016. Nilai tersebut (7,66) lebih tinggi dari nilai rerata 7,4 dari 64 KLOP yang ikut dinilai pada tahun 2016 (perlu diketahui bahwa makin

integrity assessment

Page 29: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

56 SINERGI 57Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

tinggi nilai indeks maka kecenderungan terjadinya perilaku korupsi semakin kecil). Dari sisi Integritas Kerja KKP memang mendapatkan apresiasi. Sementara hal yang perlu mendapat perbaikan adalah pada konteks Transparansi Pelayanan kepada Masyarakat. Berikut data capaian Indeks Integritas :

Dari hasil survey tersebut terungkap bahwa dari dimensi Intergritas, perlu adanya perbaikan pada Standar Operasional Prosedur (SOP). Untuk dimensi Akuntabilitas, masih terdapat Responden beranggapan petugas memberikan perlakukan khusus /istimewa pada orang tertentu, menyalahgunakan wewenang, dan menawarkan bantuan ilegal atau memaksa dalam proses layanan, dengan prosentase bervariasi yang relatif kecil. Pada dimensi Indeks Korupsi, masih terjadi korupsi yang bertujuan mempercepat layanan, mendapatkan informasi yang diperlukan tekait proses layanan, mengurangi atau menghilangkan sanksi denda dan sebagai tanda terima kasih, dengan prosentase yang relatif kecil pula.

Pada dimensi Transparansi, sebagian besar Responden (pegawai) berpendapat Pejabat/Pegawai Publik KKP telah bekerja secara transparan.

Ini yang perlu kita perbaiki bersama, bersama kita bisaKepemimpinan yang konsisten menunjukkan keteladanan dalam mempengaruhi orang

lain berarti memberikan daya dorong untuk memotivasi dirinya dalam membangun integritas, yang secara tak langsung mendorong orang lain untuk memahami secara mendalam prinsip dalam menumbuh kembangkan integritas yang kita sebut dengan prinsip pertama adalah menumbuh kembangkan kepercayaan dan keyakinan dalam merubah kesadaran inderawi ke tingkat yang lebih baik; prinsip kedua adalah memberi saling menghormati dan menghargai

Indeks Korupsi(9.17)

Indeks Transparansi

(7.22)

Indeks Akuntabilitas

(7.55)

Indeks Budaya Integritas

(8.93)

Indeks Integritas Kerja

(9.71)

Integritas Eksternal

(8.36)

Integritas Internal

(9.28)

Indeks Integritas

(8.76)

Data capaian Indeks Integritas Kementerian Kelautan dan Perikanan

Sumber : diolah dari Direktorat Pengawasan Internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) - Hasil penilaian Integritas orgnisasi oleh KPK tahun 2015

orang lain ; prinsip ketiga adalah memiliki kemampuan dalam kedewasaan rohaniah, sosial, emosional dan intelektual (pada ToT Tunas Integritas, Hotel Aston 2015 yang di hadiri Eselon I dan II).

Untuk menegakkan prinsip integritas diatas, maka setiap individu harus mampu memahami makna dan arti integritas yang dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Caranya mendorong orang untuk menggerakkan kekuatan pikiran dengan memahami dari unsur huruf menjadi kata bermakna sebagai suatu pendekatan untuk memotivasi diri dalam membangun kepercayaan dan keyakinan sebagai titik tolak agar ia mampu berbuat sesuatu untuk kemajuan dirinya, untuk apa ia mengikat diri ke dalam suatu organisasi.

Integritas dapat dipahami dari makna huruf menjadi kata bermakna yaitu (I)krar, (N)iat, (T)abiat, (E)mosional, (G)una, (R)asional, (I)hsan, (T)awakkal, (A)manah, (S)abar. Jadi bila kata tersebut disusun kedalam suatu untaian kalimat yang bermakna, maka pemahaman INTEGRITAS adalah manusia secara sadar membuat (I)krar dengan membangun (N)iat sebagai keinginannya secara ihklas untuk meningkatkan kedewasaan (E)mosional agar memberi (G)una kedalam pikiran (R)asional dengan berbuat (I)hsan bakal memproleh kebaikan duniawi yang berlandaskan dengan (T)aqwa, (A)manah dan (S)abar. untuk bersikap dan berperilaku. Individu yang berintegritas adalah orang mampu menyelaraskan pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakannya dengan nilai-nilai universal (hati nurani), yaitu selalu berusaha untuk mempunyai niat pikiran dan tindakan yang positif, sehingga mampu untuk menjauhkan dirinya dari keserakahan dan godaan korupsi dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bagian dari suatu organisasi maupun sebagai bagian masyarakat umum, dan mampu mendorong dirinya untuk peduli pada masyarakat di lingkungannya, dengan cara berusaha menciptakan lingkungan yang berintegritas dengan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan nilai-nilai organisasi, agar semakin banyak muncul individu yang berintegritas tinggi.

Terkait hal tersebut, integritas setiap individu perlu dibangun untuk mencapai keutuhan pribadi dan disesuaikan dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi dengan cara pembangunan tunas integritas melalui optimalisasi pendekatan berbasis nilai dan budaya serta menempatkan manusia sebagai faktor kunci perubahan. Tunas Integritas sebagai individu-individu yang menjadi motivator dan bertujuan untuk mendorong, memotivasi, dan menjadi role model bagi individu lain agar berperilaku berintegritas. Satu tunas integritas akan

Page 30: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

58 SINERGI 59Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

mempengaruhi individu yang lain dan demikian seterusnya, maka proses untuk menjadikan individu lain menjadi berintegritas akan berkelanjutan. Siklus pertumbuhan Tunas Integritas menunjukkan jumlah Tunas Integritas yang terus bertambah, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Siklus Pertumbuhan Tunas Integritas yang terus meningkat akan membentuk lingkungan berintegritas yang tumbuh semakin luas. Hal ini sejalan dengan tujuan menjadikan manusia KKP berintegitas.Adapun proses pembentukan Tunas Integritas adalah dengan cara:• membangun sistem integritas yang kondusif; • memperhatikan aspek rohani dan jasmani; • melakukan penyelarasan pada semua elemen dirinya dengan nurani.

Upaya-upaya penanaman Tunas Integritas agar tumbuh subur di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan memasukan pengenalan nilai integritas pada kurikulum mata ajar pada sekolah-sekolah Perikanan dan pada Diklat-diklat aparatur, serta kegiatan-kegiatan Training of Trainer (ToT), Pembangunan Budaya Integritas yang dilakukan oleh Inspektorat V.

Pembelajaran ToT melalui metode High Impact Learning, yaitu metode pembelajaran dengan belajar dari pengalaman dan melibatkan peserta dalam aktifitas yang melibatkan emosi. Materi pembelajaran disampikan dengan sistem SAKTI (Simpel, Akurat, Konsentrasi, Totalitas dan Implementatif).

Upaya tersebut sejalan dengan kebutuhan Tunas Integritas di Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai mana dapat dilihat pada tabel berikut :

Tunas Integritas

Ketersediaan TI sesuai standar jumlah dan kompetensi

Jumlah Pegawai

10.862 orang

Paretto 20%

2.172 orang

Kondisi Awal

96

4,41

Target 2016

434

19,98

Target 2017

868

39,96

Target 2019

1.736

79,92

Target 2020

2.172

100

Target 2018

1.302

59,94% Realisasi TI

Kebutuhan Tunas Integritas KKP

Jumlah TI (orang)

Daftar Pustaka :1.PedomanPenilaianIntegritasOrganisasiKPK,20152.LaporanToTTriwulanI20163.LaporanToTTriwulanII2016

Kabar mengejutkan datang dari Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 29 Mei 2017. Pada hari itu Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI-RI) Rizal Djalil menyerahkan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2016 pada tiga kementerian yaitu

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal yang mengejutkan, dari tiga kementerian tersebut, hanya KKP yang laporan keuangannya mendapatkan opini Disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat) dari BPK-RI. Opini Dislaimer atas Laporan Keuangan KKP Tahun 2016 sungguh mengejutkan, karena sejak Tahun 2010 Laporan Keuangan KKP tidak pernah mengalami penurunan opini.

Lalu apa penyebab Laporan Keuangan KKP Tahun 2016 mendapatkan opini Discalimer? Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan Tahun 2016, setidaknya terdapat 9 (sembilan) catatan BPK-RI yang penulis sarikan sebagai penyebab opini Laporan Keuangan KKP Discalimer yaitu:1. Realisasi Belanja Barang sebesar Rp 209,2 miliar pada Direktorat Kapal dan Alat

Penangkapan Ikan (KAPI) berupa pembayaran 100% pembangunan 756 unit kapal kapal perikanan untuk diserahkan kepada masyarakat, namun berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) per 31 Desember 2016, kapal yang sudah diserahkan dari Galangan ke Koperasi (penerima) hanya sebanyak 48 kapal dari 756 kapal. Terhadap hal ini BPK-RI menganggap tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang kewajaran nilai tersebut, sehingga tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut.

Upaya Mengembalikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian pada LK KPP

Oleh : Fredy Haryanto (Auditor Muda)

WTP

Page 31: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

60 SINERGI 61Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

2. Piutang Netto KKP per 31 Desember 2016 sebesar Rp 3,6 triliun. Dari nilai tersebut masih terdapat transaksi di Tahun 2016 berupa pembangunan kapal perikanan yang berdampak pada penyajian akun dan belum disajikan dalam laporan keuangan. BPK-RI menganggap tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat terkait besaran progres pekerjaan untuk menetapkan Bank Garansi sebagai dasar penyajian piutang dalam laporan keuangan.

3. Saldo Persediaan pada Direktorat KAPI sebesar Rp 308,5 miliar tidak diyakini kewajarannya. Saldo Persediaan tersebut berasal dari 12 kapal perikanan sebesar Rp4,6 miliar, 684 unit kapal perikanan dalam proses pekerjaan sebesar Rp204,6 miliar, dan 834 unit mesin kapal perikanan sebesar Rp 99,3 miliar. BPK-RI tidak meyakini kewajaran nilai tersebut karena Persediaan kapal perikanan dicatat berdasarkan pembayaran kapal 100% atas fisik kapal yang belum selesai seluruhnya, Persediaan mesin kapal perikanan sebanyak 467 unit masih berada di lokasi Galangan dan dari jumlah tersebut 391 unit tanpa berita acara penitipan.

4. Aset tetap Tanah seluas + 469.870 m2 di Segoro Tambak, Kabupaten Sidoarjo berasal dari perjanjian ruislag tanah yang belum dicatat, disajikan, diungkapkan dalam Neraca per 31 Desember 2016.

5. Aset tetap Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) sebesar Rp 20,7 miliar pada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap merupakan realisasi pembelian tahap I atas tanah milik PT Pertamina yang tidak dapat dilanjutkan ke tahap II karena terkendala pengosongan lahan. Atas realisasi pembayaran pada tahap I, KKP belum menerima haknya. Selain itu, KKP mencatat sebanyak 272 unit KDP yang memiliki nilai negatif dengan nilai Rp 76,7 miliar.

6. Pada akumulasi penyusutan Aset Tetap per 31 Desember 2016, terdapat Aset Tetap yang belum dilakukan penyusutan senilai Rp 59,6 miliar, dan terdapat nilai akumulasi penyusutan Aset Tetap negatif sebesar Rp 628,0 juta yang mengakibatkan nilai buku melebihi nilai perolehannya.

7. Pada Aset Tak Berwujud per 31 Desember 2016, sebesar Rp 94,6 miliar, di antaranya sebesar Rp 4.3 miliar berupa 24 hasil kajian/penelitian. Namun demikian masih terdapat 127 hasil kajian/penelitian yang belum disajikan dalam neraca.

8. Aset Lain-Lain per 31 Desember 2016 sebesar Rp 219,8 miliar diantaranya sebesar Rp 4.454.839.755,00 berupa aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya.

9. Utang Kepada Pihak Ketiga per 31 Desember 2016 sebesar Rp 8,9 miliar, di antaranya terdapat transaksi yang berasal dari pengadaan mesin kapal perikanan dan pengadaan kapal perikanan TA 2016 yang berdampak pada penyajian akun dan belum disajikan di laporan keuangan.Dilihat dari substansi temuan yang menjadi penyebab opini laporan keuangan Disclaimer,

terasa sangat berat untuk mengengembalikan opini laporan keuangan menjadi Wajar Tanpa Pengeculian (WTP) pada Laporan Keuangan Tahun 2017, karena untuk pelaksanaan TA 2017 pun bukannya tanpa kendala dan hambatan. Namun demikian KKP harus bertekad untuk mencapai target WTP tersebut. Beberapa kebijakan yang penulis sajikan sebagai upaya keluar dari opini Disclaimer menuju WTP kembali adalah :

1. Komitmen Bersama untuk Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan. Untuk meningkatkan kualitas Laporan Keuangan KKP diperlukan komitmen pimpinan KKP dan pegawai di bawahnya secara terus menerus. Komitmen dimulai dari preemptive (penyadaran) bersama oleh pimpinan bahwa meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah tugas bersama, bukan terkotak-kotak oleh unit Eselon I masing-masing. Masalah yang terjadi di Unit Eselon I, merupakan masalah juga bagi Unit Eselon I lain karena akan mempengaruhi nasib KKP. Pada

tataran kebijakan, maka Sekretaris Ditjen/Itjen/Badan harus dijadikan “ujung tombak” untuk mencapai opini WTP kembali, dengan mengikatkan target mencapai opini WTP dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) masing-masing melalui penandatanganan Perjanjian Kinerja. Monitoring terhadap pencapaian IKU tersebut juga harus dilakukan secara berkala, misalnya Triwulanan oleh Inspektorat Jenderal untuk memastikan bahwa Perjanjian Kinerja benar-benar dilaksanakan, dan progres pencapaian target dapat dicapai/diukur.

2. Peningkatan Quality Assurance Pengawasan Melalui Kebijakan Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa atau Probity Audit.

Salah satu penyumbang opini Discalimer pada Laporan Keuangan KKP Tahun 2016 adalah pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang tidak tertib dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan terjadinya ketidakekonomisan, inefisiensi, dan inefektivitas. Tugas Inspektorat Jenderal selaku pengawas internal melakukan pengawasan atau probity audit untuk menjamin bahwa pengadaan barang/jasa lingkup KKP sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan tidak terdapat permasalahan material yang dapat menjadi temuan BPK-RI. Kebijakan pengawasan pengadaan barang/jasa mengharuskan supaya Unit Eselon I KKP pelaksana pengadaan barang/jasa diminta membuka akses kepada Pengawas Intern atas permasalahan yang terjadi untuk diselesaikan di tingkat kementerian sebelum dilakukan pemeriksaan oleh BPK-RI-RI. Pengukuran efektivitas kebijakan ini dilakukan setiap tahun, untuk Tahun 2017 dilakukan pada akhir Tahun 2017.

3. Penguatan Koordinasi dengan Instansi Terkait untuk Menyelesaikan Temuan BPK-RI. Untuk menyelesaikan temuan atas Laporan Keuangan Tahun 2016 diperlukan tindakan/

respon dari instansi lain di luar KKP yang mempunyai tugas dan fungsi tersebut. Sebagai contoh untuk menyelesaikan temuan mengenai tanah di Segoro Tambak-Kab. Sidoarjo, dan tanah Pertamina di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, maka KKP harus menjalin koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pertamina, Pengadilan Negeri Sidoarjo, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian dan tentunya dengan BPK-RI sendiri untuk meyakinkan bahwa temuan tersebut sudah mendapat status tuntas ditindaklanjuti. Koordinasi harus dilakukan secara intensif di bawah satu komando, misalnya Sekretariat Jenderal c.q. Biro Keuangan, supaya mendapatkan hasil yang maksimal, dan bila diperlukan dapat dibuat kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding). Pengukuran efektivitas kebijakan ini dilakukan setiap Triwulan, untuk Tahun 2017 target yang ditetapkan s.d. Triwulan III Tahun 2017.

Komitmen Bersama

Page 32: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

62 SINERGI 63Edisi I - Tahun 2017

KINERJAKINERJA

4. Pembentukan Tim Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan dan Quality Assurance Pengadaan Barang/Jasa.

Opini laporan keuangan diterbitkan pada laporan keuangan kementerian/lembaga karena entitas pelaporannya adalah kementerian/lembaga, bukan Unit Eselon I. Dengan kondisi tersebut diperlukan suatu tim yang mampu bekerja lintas Unit Eselon I yang bekerja untuk menjembatani kemacetan koordinasi permasalahan laporan keuangan, pengadaan barang/jasa, termasuk tindak lanjut penyelesaian laporan pemeriksaan BPK-RI. Tim tersebut berasal dari perwakilan seluruh Unit Eselon I dengan koordinator dari Biro Keuangan atau Inspektorat Jenderal.

5. Identifikasi Risiko Pengadaan Barang/Jasa. Identifikasi risiko-risiko pengadaan barang/jasa dilaksanakan untuk memprediksi tingkat

ketercapaian pengadaan barang/jasa s.d. akhir tahun anggaran (31 Desember). Identifikasi risiko dapat dilakukan setiap Triwulan oleh pemilik risiko yaitu Unit Eselon I KKP. Jika hasil identifkasi risiko mengindikasikan bahwa pengadaan barang/jasa tidak dapat dilaksanakan/tidak mencapai output-nya sampai dengan akhir tahun, maka harus ada kebijkan dari Pimpinan Unit Eselon I dan Menteri KKP untuk menyatakan bahwa kegiatan/pengadaan tersebut harus dihentikan, anggarannya di-self blocking, atau dilakukan revisi anggaran untuk kegiatan lain yang masih mendukung IKU KKP.

Hasil identifikasi risiko juga tidak menutup kemungkinan bahwa pekerjaan pengadaan barang/jasa ditunda dan dilaksanakan pada tahun berikutnya dengan memberikan pengendalian atas risiko yang teridentifikasi, misalnya kemungkinan pekerjaan terkendala karena perencanaan yang kurang matang. Seperti kita ketahui bahwa pada umumnya pekerjaan-pekerjaan prioritas pada KKP tidak direncanakan pada tahun sebelum pelaksanaan pekerjaan fisik, atau pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan fisiknya dilakukan pada tahun yang sama. Untuk pekerjaan yang kompleksitasnya tinggi, misalnya pekerjaan konstruksi yang nilainya lebih dari Rp 100 miliar dan memerlukan lahan dengan status clean and clear, seharusnya perencanaan konstruksi pekerjaan, kajian/naskah akademik, dan pencarian lahan dilakukan satu tahun sebelum pekerjaan fisik dimulai, sehingga dapat memprediksi keberhasilan/kegagalan pekerjaan.

Menurut penulis, di samping kebijakan-kebijakan yang harus digariskan pada tingkat KKP, Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawas internal KKP harus mendukung upaya pencapaian opini WTP KKP dengan melakukan kegiatan yang sejalan dengan target pencapaian opini WTP tersebut, seperti:1. Melakukan penilaian dan penghargaan terhadap Laporan Keuangan Unit Eselon I dengan

kriteria tertentu yang dapat mendorong Satker Unit Eselon I berlomba-lomba untuk mendorong kualitas laporannya.

2. Pendampingan pengadaan barang/jasa secara terus menerus sebagai bentuk advisory services Inspektorat Jenderal, dan probity audit atau audit pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagai bentuk quality assurance atas pengadaan Barang/Jasa sebelum dilakukan pemeriksaan oleh BPK-RI-RI.

3. Melaksanakan Reviu Laporan Keuangan setiap Semester berdasarlan risiko-risiko yang

Pembentukan Tim

sudah diidentifikasi, sehingga reviu akan dititikberatkan pada unit akuntansi dan/atau akun yang berpotensi tinggi terhadap permasalahan dalam penyelenggaraan akuntansi maupun penyajian laporan keuangan.

4. Melakukan Pendampingan Pemeriksaan BPK-RI. Pendampingan pemeriksaan BPK-RI dilakukan oleh auditor Inspektorat Jenderal kepada

Satker sebelum atau sesudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK-RI. Pendampingan dilakukan terhadap seluruh jenis pemeriksaan BPK-RI baik pemeriksaan atas Laporan Keuangan maupun pemeriksaan lainnya. Pendampingan tidak dimasudkan untuk melakukan campur tangan hasil pemeriksaan, namun dilakukan sebagai bentuk dukungan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh BPK-RI. Tujuan pendampingan pemeriksaan BPK-RI, antara lain:a. Mendukung kelancaran pelaksanaan pemeriksaan BPK-RI, antara lain :

• Mengantisipasi permasalahan/kendala yang dihadapi oleh Saker sebelum pe-laksanaan pemeriksaan BPK-RI-RI;

• Membantu menyamakan persepsi antara Satker dengan BPK-RI-RI terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK-RI;

• Mendampingi Satker dalam pertemuan akhir dengan BPK-RI untuk membahas hasil pemeriksaan.

b. Menjelaskan kepada BPK-RI mengenai hasil reviu atas LK K/L dan quality assurance atas pengadaan barang/jasa sebagai bahan pertimbangan dalam pemeriksaan BPK-RI;

c. Mendorong Satker untuk segera menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK-RI.5. Meningkatkan Kompetensi Auditor diselaraskan

dengan Kebutuhan Laporan Keuangan dan Pengadaan Barang/Jasa

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal KKP dalam rangka mencapai opini WTP tidak akan tercapai jika kompetensi auditor yang melakukan pendampingan tidak “up to date” atau ketinggalan zaman. Seperti kita ketahui bahwa pengetahuan dan peraturan bidang laporan keuangan dan pengadaan barang/jasa selalu berkembang setiap saat, jika auditor Inspektorat Jenderal tidak beri pelatihan, seminar, atau bimbingan teknis yang berkaitan dengan kedua bidang tersebut, maka saran/rekomendasi yang disampaikan kepada Satker berisiko tidak dapat dilaksanakan karena sudah tidak sesuai dengan konteks permasalahan kekinian, sehinga tidak dapat menolong KKP keluar dari zona opini “Discalimer”.Meraih kembali WTP pada Laporan Keuangan Tahun 2017 tidaklah semudah mengedipkan

mata. Semoga dengan kerja keras dan kerja cerdas seluruh jajaran KKP, tujuan untuk meraih opini WTP kembali atas Laporan Keuangan KKP TA 2017 dan tahun-tahun mendatang menjadi kenyataan.

Daftar Pustaka :1.AuditBPK:KKPdapatRaporMerah.www.tempo.co.id,Tanggal29Mei2017.2.LaporanHasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan Kementerian Kelautan danPerikananTahun2016Nomor13A/LHP/XVII/05/2017,Tanggal15Mei2017.

3.LaporanHasilPemeriksaanBPK-RIatasSistemPengendalianInternKementerianKelautandanPerikananTahun2016Nomor13B/LHP/XVII/05/2017,Tanggal15Mei2017.

Meningkatkan Kompetensi Auditor

Page 33: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

AUDITORIAAUDITORIA

64 SINERGI 65Edisi I - Tahun 2017

RAKERWAS diawali dengan acara pembukaan secara resmi, yang berlangsung di Ballroom Gedung Mina Bahari III pada 22 Mei 2017 yang lalu, dengan mengundang seluruh unit kerja eselon I KKP. Dalam acara pembukaan tersebut, Inspektur Jenderal

KKP Bapak Dr.Muhammad Yusuf menekankan pentingnya keterbukaan dari seluruh auditi atas hambatan, kelemahan, dan permasalahan yang sedang dan akan dihadapi, melalui pengelolaan dan pengendalian risiko yang memadai, serta sikap kepedulian/kebersamaan untuk mengatasi hambatan, kelemahan, dan permasalahan tersebut. Ini artinya, masalah yang ada di suatu unit eselon I harus menjadi perhatian untuk tidak terulang di unit eselon I lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, beliau menekankan penerapan probity audit guna mengawal pelaksanaan program-program prioritas di KKP. Lebih lanjut, Inspektorat Jenderal KKP akan memperkuat pengawasan melalui probity audit, yang meliputi preemptive, preventive, dan repressive, melalui metode pengawasan: control by system, control by report, control by audit, dan control by accompanying inherently. Pada acara pembukaan RAKERWAS 2017 tersebut juga dipaparkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang akan dijadikan sebagai acuan Itjen dalam melaksanakan pengawasan. PKPT ini berisikan jenis pengawasan, lokasi/Satker, perkiraan waktu pelaksanaan, hingga Tim Auditor yang melaksanakan pengawasan.

Acara RAKERWAS sendiri dilaksanakan di Hotel Royal Tulip, Gunung Geulis, Bogor dari tanggal 23 s.d 24 Mei 2017, dengan mengundang para nara sumber dari berbagai instansi, diantaranya :

Rapat Kerja Pengawasan Inspektorat Jenderal KKP 2017 Pemantapan Quality Assurance dan Advisory

Services Guna Mendukung Pencapaian Sasaran Prioritas KKP

Sesi 1 :1. Bapak Ari Sufianto (Inspektorat VII

Itjen Kementerian Keuangan) dengan paparan: The Framework for Internal Audit Effectiveness

2. Bapak Aditya Warman (Direktur l Jamintel Kejaksaan Agung, sekaligus Ketua TP4P), dengan paparan: Fungsi Tim Pengawal Dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4P). Moderator : Bapak Cipto Hadi Prayitno (Inspektur V Itjen KKP).

Sesi 2 :1. Hidayah Azmi Nasution (Kementerian PAN dan RB) dengan paparan: Upaya Peningkatan

Peran Pejabat Fungsional Auditor dalam Pelaksanaan Pengawasan.2. Yuyud Yuchi Susanta (Badan Kepegawaian Negara), dengan paparan: Manajemen SDM

Pengawasan Intern.3. Edi Mulia (Kepala Pusat Pembinaan JFA BPKP), dengan paparan: Pengembangan Karir

Pejabat Fungsional Auditor.Moderator : Ibu Ida Kusuma Wardhaningsih (Sekretaris Itjen KKP).

Sesi 3 :1. Wahyu Dewantoro Susilo (Pejabat Fung-

sional Litbang KPK), dengan paparan: Penilaian Integritas (intergrity assessment)

2. Muhammad Mustafa Sarinanto (Kepala Pusat Teknologi Informasi PPATK), dengan paparan: Penyelenggaraan Teknologi Informasi dan Tata Kelola Yang Baik)Moderator : Bapak Nur Arif Azizi (Inspektur III Itjen KKP).

Dari rangkaian acara tersebut, Tim Perumus telah merumuskan hasil RAKERWAS Itjen KKP 2017, diantaranya:1. Diperlukan keterbukaan dari seluruh auditi atas hambatan, kelemahan, dan permasalahan

yang sedang dan akan dihadapi, melalui pengelolaan dan pengendalian risiko yang

Page 34: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

AUDITORIAAUDITORIA

66 SINERGI 67Edisi I - Tahun 2017

memadai, serta sikap kepedulian/kebersamaan untuk mengatasi hambatan, kelemahan, dan permasalahan tersebut.

2. Dalam rangka pemantapan Quality Assurance dan Advisory Services dalam mendukung pencapaian sasaran prioritas KKP, Itjen KKP akan memperkuat pengawasan melalui probity audit, yang meliputi preemptif, preventif, dan repressif, melalui metode pengawasan: control by system, control by report, control by audit, dan control by accompanying inherently.

3. Probity Audit dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang berisiko tinggi, pelayanan dasar masyarakat, pernah tersangkut masalah hukum, dan melibatkan kepentingan masyarakat, serta terkait isu-isu politik, sejak tahap perencanaan, pemilihan penyedia barang/jasa, pelaksanaan kontrak, dan pemanfaatan hasil kegiatan.

4. Itjen KKP bertekad meningkatkan kualitas pengawasan melalui penerapan pedoman pengawasan secara konsisten, peningkatan pengendalian mutu pengawasan sejak perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan secara konsisten, sesuai tahapannya.

5. Beberapa hasil sidang kelompok, antara lain :a. Revisi Pedoman Pengawasan;b. Pedoman Kendali Mutu Pengawasan;c. Pedoman Pelaksanaan Probity Audit;d. Revisi Manual IKU Itjen KKP 2017e. Kebijakan Pengembangan SDM Itjen KKP; akan diformalkan dalam bentuk Peraturan

Inspektur Jenderal KKP

Melalui Rakerwas Itjen 2017 diharapkan terjalin kesolidan, kebersamaan dan kekuatan baru dalam mengawal KKP...!!

Kegiatan Sosialisasi Pengen-dalian Gratifikasi di Lingkungan Inspektorat Jenderal KKP Tahun 2017 dilaksanakan di Ballroom

Gedung Mina Bahari III pada tanggal 22 Mei 2017 dengan tujuan untuk updating wawasan mengenai pengendalian gratifikasi dan meningkatkan integritas seluruh pegawai Inspektorat Jenderal KKP. Sebagai narasumber sosialisasi, Inspektorat Jenderal bekerja sama dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) KKP mengundang Edy Suryanto dari Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Inspektur V dalam laporannya menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan sosialisasi adalah dalam rangka mengemban amanah Permen KP Nomor 27/PERMEN-KP/2014 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan KKP, di mana dalam peraturan tersebut salah satu tugas UPG adalah melakukan sosialisasi terkait pengendalian gratifikasi di lingkungan KKP.

Inspektur Jenderal dalam arahannya sekaligus membuka kegiatan sosialisasi menyampaikan bahwa sesungguhnya larangan gratifikasi sudah ada sejak masa Rasulullah

Page 35: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

AUDITORIAAUDITORIA

68 SINERGI 69Edisi I - Tahun 2017

sallahu alaihi wassalam, gratifikasi/hadiah akan membuat masa depan generasi hancur. Pelaksanaan pengendalian gratifikasi bukan hanya mematuhi peraturan perundang-undangan, namun juga menjalankan perintah agama. Inti dari pengendalian gratifikasi adalah agar kita obyektif, cermat, adil dan independen. Pegawai Inspektorat Jenderal harus menjadi agent of change atau menjadi contoh bagi pegawai KKP yang lainnya. Inspektur Jenderal juga menyampaikan bahwa aturan mengenai gratifikasi harus dibuat jelas, mudah dilaksanakan, dan tidak kaku, namun bisa dijalankan.

Edy Suryanto dalam materinya menyam-paikan beberapa updating informasi mengenai gratifikasi, di antaranya adalah sebagai Aparatur Sipil Negara dalam mengendalikan gratifikasi, khususnya untuk diri sendiri harus membuat “negative list” atau gratifikasi yag tidak wajib dilaporkan, antara lain:1. Karena hubungan keluarga sepanjang

tidak memiliki konflik kepentingan;2. Penyelenggaraan pernikahan, kelahiran,

aqiqah, baptis, dan potong gigi atau upacara adat lain paling banyak Rp1.000.000,00;3. Terkait musibah atau bencana paling banyak Rp1.000.000,00;4. Sesama pegawai pada pisah ambut, pensiun, promosi, dan ulang tahun dengan total

pemberian Rp1.000.000,00 dalam satu tahun dari pemberi yang sama;5. Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri

seperti kejuaraan, perlombaan, kompetisi yang tidak terkait kedinasan;6. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham

pribadi yang berlaku umum.7. Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi

pegawai negeri yang berlaku umum;8. Goody bag/gimmick atau seminar kit yang diperoleh dari keikutsertaan dalam kegiatan

resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum dengan nilai sesuai ketentuan;

9. Penerimaan hadiah atau tunjangan, baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

10. Diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar kedinasan yang tidak terkait dengan tusi dari Pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi pegawai.

Selain dalam negative list tersebut, maka gratifikasi wajib dilaporkan kepada UPG/KPK, walaupun dalam keputusannya benda gratifikasi tidak seluruhnya harus disetorkan kepada Negara. Pada prinsipnya negative list akan memudahkan ASN terhadap keraguan dalam menentukan kategori gratifikasi, karena semua gratifikasi wajib dilaporkan kecuali yang tercantum dalam daftar negative list tersebut.

Beberapa pertanyaan peserta dan tanggapan narasumber yang menjadi poin penting dalam diskusi dalam sosialisasi, antara lain:1. Poin mileage penerbangan Garuda Indonesia yang diperoleh ASN dalam melaksanakan

perjalanan dinas merupakan gratifikasi, karena poin tersebut diperoleh dari pembelanjaan uang Negara. Sepanjang tidak ada aturan atau kode etik instansi yang melarang

penggunaan poin tersebut untuk kepentingan pribadi, maka penggunaannya untuk kepentingan pribadi diperbolehkan.

2. Pelaksanaan pengawasan di daerah sehubungan dengan lokasi kegiatan sulit dijangkau dan sulit memperoleh kendaraan untuk disewa, sehingga pegawai yang bertugas meminta bantuan fasilitas kendaraan dan pengemudi untuk mengantar ke lokasi tersebut, maka pegawai yang bertugas tersebut sebelumnya wajib mendapatkan izin dari atasannya terlebih dahulu. Hal ini terkait dengan administrasi dan merupakan salah satu bentuk dari pengendalian gratifikasi.

3. Adakalanya setelah pelaksanaan fullboard meeting di suatu hotel, pihak marketing hotel memberikan diskon melalui voucher kepada panitia penyelenggara kegiatan tersebut. Voucher tersebut didapatkan karena adanya kegiatan yang dibiayai oleh Negara, maka atas pemberian tersebut agar dilaporkan kepada UPG atau KPK.

4. Pelaksanaan kegiatan pengawasan yang anggarannya dibiayai oleh mitra kerja yang sedang diawasi bukanlah suatu masalah. Hal terpenting adalah tidak terjadi pembiayaan ganda dan harus mendapatkan izin dari pimpinan.

5. Tarif corporate pada suatu hotel ketika melaksanakan perjalanan dinas diperbolehkan dan tidak termasuk ke dalam gratifikasi. Hal terpenting adalah diskon tersebut tidak diberikan dalam bentuk pengembalian uang.

6. Pemberian oleh-oleh dari pihak unit kerja yang diawasi, seandainya terdapat perasaan tidak enak jika menolaknya atau tidak ingin menyinggung perasaan pihak pemberi, maka dapat disikapi dengan menerima oleh-oleh tersebut kemudian wajib melaporkannya kepada UPG atau KPK.Dengan dilaksanakannya sosialisasi ini diharapkan pengendalian gratifikasi dapat

dipahami dan dilaksanakan di lingkungan Inspektorat Jenderal KKP.

Page 36: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

AUDITORIAAUDITORIA

70 SINERGI 71Edisi I - Tahun 2017

Sebagaimana rutin dilaksanakan, pada Bulan Juli seluruh Satker lingkup KKP menyusun Laporan Keuangan semester I 2017. Inspektorat Jenderal KKP sebagai pereviu Laporan Keuangan telah melaksanakan reviu sekaligus asistensi penyusunan Laporan Keuangan tersebut.

Terkait hal tersebut, pada tanggal 7 Juli lalu, guna memperkuat jajaran Auditor Internal dalam melaksanakan Reviu LK Semester I Tahun 2017, Inspektorat Jenderal mengadakan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) di Ruang Rapat Gedung Mina Bahari III Lantai 4. Adapun materi yang disajikan oleh narasumber Bapak Junaidi dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan meliputi :

a. Laporan Realisasi Anggaran

b. Neraca, Neraca Akrual dan Neraca Kas.

c. Laporan Operasional (LO).

d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE).

e. Catatan atas laporan Keuangan (CaLK).

Hal-hal yang perlu dicermati dari pelaksanaan e-Rekon menurut narasumber, yaitu: saldo tidak normal, aset belum diregister, realisasi tanpa pagu, pengembalian belanja, jurnal tidak lazim, listing transaksi, neraca tidak balance dan jurnal umum/penyesuaian.

Dijelaskan pula perlunya pengecekan nilai ekuitas LPE dengan nilai ekuitas pada neraca. Nilai ekuitas pada LPE tidak sesuai dengan nilai ekuitas pada Neraca dimungkinkan disebabkan oleh jurnal yang tidak sesuai antara debet dan kredit. Solusinya adalah mengecek aplikasi SAIBA pada transaksi jurnal penyesuaian/umum. Pada neraca, akun Kas di Bendahara Pengeluaran harus sama dengan akun Uang Muka dari KPPN. Hal lain yang dijelaskan terkait pengungkapan CaLK.

Melalui reviu Laporan Keuangan yang memadai diharapkan kualitas Laporan Keuangan kembali membaik dan dapat diraih kembali Opini WTP dari BPK-RI tahun ini.

PKS Penyusunan LK Semester I 2017 Meraih Kembali Opini WTP

Kegiatan Pelatihan Kantor Sendiri

Reviu dan Asistensi Penyusunan Laporan Keuangan Semester I 2017

Page 37: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

KILAS LENSAKILAS LENSA

72 SINERGI 73Edisi I - Tahun 2017

Pada hari Kamis (20/04/2017) bertempat di Gedung Mina Bahari IV Lantai 15 Ruang Rapat Tuna, telah berlangsung acara pelantikan Inspektur Jenderal KKP. Bapak Dr. Muhammad Yusuf (Kepala PPATK periode 2011-2016) dipercaya oleh Menteri

Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, untuk diangkat sebagai Inspektur Jenderal KKP, menggantikan Bapak Andha Fauzie Miraza, Ak, M.SIS yang telah memasuki masa purna bhakti.

Dalam sambutannya, Ibu Susi Pudjiastuti menekankan pentingnya menjaga efisiensi dan efektifitas anggaran KKP, terlebih sumber pendanaan pembangunan yang terbatas saat ini. Salah satu sumber daya alam (SDA) yang saat ini masih diandalkan pemerintah sebagai sumber devisa adalah SDA Kelautan dan Perikanan yang sifatnya renewable (dapat diperbaharui). Untuk itu perlu dijaga agar sustainable (terus berlanjut). Guna mendukung hal tersebut, dibutuhkan komitmen dan integritas dari seluruh jajaran pejabat untuk menyukseskan berbagai program dan kebijakan pemerintah melalui KKP. Berbagai kebijakan saat ini, seperti moratorium kapal eks asing dan transhipment, serta pelarangan penggunaan alat tangkap ilegal, terbukti dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap, yang pada ahirnya diharapkan dapat menyejahterakan masyarakat.

Terima kasih Bapak Andha Fauzie Miraza, dan Selamat datang Bapak Muhammad Yusuf, semoga dapat mewujudkan Inspektorat Jenderal yang integritas, inovatif, dan profesional. Di tangan Bapak, kami berharap Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawas internal KKP dapat berkontribusi dalam mengawal pelaksanaan program-program pembangunan Kelautan dan Perikanan.

Pelantikan dan Sertijab Inspektur Jenderal KKP

Sebagaimana diketahui bahwa pada Laporan Keuangan Tahun 2016 KKP mendapatkan “pil

pahit” dengan opini disclaimer alias Tidak Memberikan Pendapat dari BPK. Salah satu yang menjadikan disclaimer tersebut adalah persediaan Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan (KAPI) sebesar Rp 367.377.029.467,00 yang tidak diyakini kewajarannya oleh BPK. Persediaan tersebut adalah bantuan pemerintah berupa kapal perikanan dan mesin kapal yang pada saat audit belum seluruhnya selesai dan diserahterimakan kepada mayarakat.

Untuk itu, Inspektorat Jenderal melalui kegiatan pemantauan dalam rangka pengecekan serta uji substansi evaluasi pembangunan kapal perikanan lanjutan TA 2016, bertekad meraih kembali opini WTP.

Komit Gapai Kembali WTP, Inspektorat Jenderal Laksanakan Evaluasi dan Pemantauan Bantuan

Pemerintah kepada Masyarakat

Komit Gapai Kembali WTP, Inspektorat Jenderal Laksanakan Evaluasi dan Pemantauan Bantuan

Pemerintah kepada Masyarakat

Page 38: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

KILAS LENSAKILAS LENSA

74 SINERGI 75Edisi I - Tahun 2017

Guna melakukan evaluasi Kegiatan Prioritas Tahun 2017 dan persiapan Rencana Kerja Tahun 2018, KKP melaksanakan Retreat 2017 yang dilaksanakan 2 (dua) tahap. Tahap I dari tanggal 17 s.d 19 Juli 2017 di Gedung Mina Bahari IV Lantai 15, dan Tahap II

dilaksanakan di atas KM Kelud yang berlayar dengan rute Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta-Kepulauan Karimun Jawa pp dari tanggal 20 s.d 22 Juli 2017, yang diikuti oleh perwakilan pejabat eselon I, II, III, IV dan staf, serta Satgas IUUF 115.

Rapat di KM Kelud baru tahun 2017 ini dilaksanakan guna koordinasi antar unit eselon I sekaligus sebagai wujud kebersamaan seluruh pegawai KKP dan memperkokoh jiwa bahari. Dalam retreat juga dibahas capaian sementara kinerja KKP 2017, rencana APBN-Perubahan 2017, target IKU dan rencana anggaran 2018, program-program prioritas 2018, dan isu-isu aktual yang berkembang saat ini.

Bon Voyage!..Happy Sailing!..

KILAS LENSAKILAS LENSA

Page 39: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

KILAS LENSAKILAS LENSA

76 SINERGI 77Edisi I - Tahun 2017

Page 40: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

KILAS LENSAKILAS LENSA

78 SINERGI 79Edisi I - Tahun 2017

Page 41: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

80 SINERGI 81Edisi II - Tahun 2016

RELIGIRELIGI

Makna KejujuranDalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan

keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Perilaku jujur adalah perilaku yang teramat mulia. Namun di zaman sekarang ini, perilaku ini amat sulit kita temukan. Lihat saja bagaimana kita jumpai di perkantoran, di pasar, di berbagai lingkungan kerja, perilaku jujur ini hampir saja usang. Lihatlah di negeri ini pengurusan birokrasi yang seringkali dipersulit dengan kedustaan sana-sini, yang ujung-ujungnya bisa mudah jika ada uang pelicin. Lihat pula bagaimana di pasaran, para pedagang banyak bersumpah untuk melariskan barang dagangannya dengan promosi yang penuh kebohongan. Pentingnya berlaku jujur, itulah yang akan penulis utarakan dalam tulisan sederhana ini.

Jujur berarti berkata yang benar yang bersesuaian antara lisan dan apa yang ada dalam hati. Jujur juga secara bahasa dapat berarti perkataan yang sesuai dengan realita dan hakikat sebenarnya. Kebalikan jujur itulah yang disebut dusta. Dalam beberapa ayat, Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berlaku jujur. Di antaranya pada firman Allah Ta’ala :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah : 119).

Oleh: H. Irwan, S.Sos (Auditor Madya Inspektorat III, Itjen KKP)

KejujuranKejujuranRELIGI

Artinya : “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.

80 SINERGI

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman :

Artinya : “Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad : 21)

Cara membiasakan dan menanamkan diri agar selalu jujurMenerapakan sikap jujur memang sulit tetapi itu telah menjadi tuntutan hidup, agar

selalu berada dijalan yang benar, yaitu jalan yang diridhai Allah SWT. Adapun beberapa cara agar selalu bersikap jujur, “Carilah teman yang jujur dan hindari teman yang buruk. Carilah lingkungan yang jujur dan hindari lingkungan yang buruk. Ingat selalu dampak buruk dari ketidakjujuran.” Teman memang tak selalu di dekat kita. Tetapi teman bisa mempengaruhi sikap dan kepribadian kita. Seorang teman juga memegang faktor penting dalam menjaga sikap. Jika teman kita baik, maka secara tidak langsung kita terpengaruh oieh sikapnya yang baik. Bahkan teman yang baik tersebut akan mendorong ke arah perilaku yang baik. Jika kita berbuat kejelekan dihadapan seorang teman yang baik tentunya kita akan merasa malu.

Dengan hidup di lingkungan masyarakat yang baik dan kondusif, juga akan memberikan kita suatu sikap hidup yang menuntut untuk selalu bersikap jujur. Selalu mengingat dampak yang timbul di setiap perbuatan, tentunya kita akan selalu berhati-hati dalam bertindak. Di setiap langkah kaki, di setiap gapaian tangan pasti ada resiko yang menghadang. Entah itu kecil atau besar.

Manfaat Sikap JujurSikap jujur merupakan sikap terpuji yang tentunya banyak sekali manfaatnya apabila kita bisa membiasakan diri dengan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Memang sulit tetapi dengan sikap jujur kita mudah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berikut ini beberapa manfaat, apabila kita bisa bersikap jujur :1. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tak merasa di bebani.2. Timbul rasa percaya diri pada diri sendiri.3. Bersikap jujur dalam kehidupan masyarakat tentunya akan banyak membawa dampak

positif.4. Dampak sikap jujur dalam keluarga tentunya membuat anggota keluarga tersebut menjadi

nyaman, karena antar keluarga dapat berinteraksi tanpa beban dan saling membantu apabila ada maslah dalam satu pihak keluarga.

5. Dengan bersikap maupun bersifat jujur tentunya Allah SWT akan memberi balasan yang tak terkira oleh kita.Kesimpulan : Kejujuran merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada

dasarnya kemauan pada diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa kepercayaan diri yang kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative. Jika menerapkan sikap jujur, secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana kemampuan kita? Itu pertanyaan yang akan timbul dan terjawab sendiri dengan hasil yang di peroleh.

Saran : (1). Mulailah bersikap jujur dari sekarang. (2). Selalu bersikap jujurlah walau itu pahit. Karena dengan tidak jujur, masalah tidak akan selesai. Justru akan menambah masalah pada kita. (3). Ingatlah bahwa Allah selalu tahu, walaupun itu tak tampak.

RELIGI

81Edisi II - Tahun 2016

Page 42: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

Coral Triangle Day9 Juni

TUJUAN PENGEMBANGAN SENTRA KELAUTAN DAN PERIKANAN TERPADU

Page 43: EDISI I - TAHUN 2017 ISSN : 1412-1298 Bonus Sinergi : SINERGIkkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/itjen/pdf/... · penguatan SPIP, termasuk di dalamnya manajemen risiko.

Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan

DIRGAHAYU INDONESIA17 AGUSTUS 2017

Foto

: si

narh

arap

an.n

et