Top Banner
1 2014 l Edisi 8 l Kinescope l Kinescope F i l m , S e n i & E d u k a s i FREE MAGAZINE - EDISI 8 - 2014 Cahaya Dari Timur: BETA MALUKU CATATAN OPTIMISME ATAS REVIEW FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI | MARMUT MERAH JAMBU | THE PAST KOMUNITAS BIOSKOP KAMPUS LIGA FILM MAHASISWA ITB INTERVIEW ANGGA DWIMAS SASONGKO | CHICCO JERIKHO EDUKASI BENTUK FILM: KONSEP PENCERITAAN FESTIVAL LEOPARD DAY MUSIK SYAHARANI & QUEEN FIREWORKS KONFLIK KEMANUSIAAN edisi 8 ok.indd 1 20/05/2014 2:03:15
88

Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

Nov 29, 2014

Download

8th Edition Kinescope Magz Indonesia... Enjoy reading, guys!
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

12014 l Edisi 8 l Kinescope l

KinescopeF i l m , S e n i & E d u k a s i

FREE MAGAZINE - EDISI 8 - 2014

Cahaya Dari Timur: BETA MALUKUCATATAN OPTIMISME ATAS

REVIEW FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI | MARMUT MERAH JAMBU | THE PASTKOMUNITAS BIOSKOP KAMPUS LIGA FILM MAHASISWA ITB INTERVIEW ANGGA DWIMAS SASONGKO | CHICCO JERIKHO

EDUKASI BENTUK FILM: KONSEP PENCERITAAN FESTIVAL LEOPARD DAY MUSIK SYAHARANI & QUEEN FIREWORKS

KONFLIK KEMANUSIAAN

edisi 8 ok.indd 1 20/05/2014 2:03:15

Page 2: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

2 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 3: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

32014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 4: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

4 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

CovEr sTory

20

2426

28

38

34

40

10

inTErvEw

rEviEw

Cahaya Dari Timur: BETa maLuKu

ChiCo JEriCho

marmuT mErah JamBuSEBELum Pagi TEruLang KEmBaLiThE PaST

FEsTivAL

EuroPE on SCrEEn Memutar 71 Film Dari 26 Negara Eropa

6Th oKinawa inTErnaTionaL moviE FESTivaL

Daftar isi

sAng PEMBErAni22

42

ChoPShoTS DoCumEnTary FiLm FESTivaL SouThEaST aSia 2014

inTErnaTionaL LEoParD Day

roCKABiLLy 70

Daniel Ziev

8246

52

54

58

60

62

LiPUTAnKinESCoPE ShorT moviE ProJECTComPETiTion 2014

aCEhouSE CoLLECTivE

aKSi muraL BariSanPEngingaT yogyaKarTa

PEnTaS PunKaSiLa Dan ThE LEPiDoPTErS:

aLL you Can arT:

PEKan BaKTi iDhaTa 2014:

idris sardi74

Page 5: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

52014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 6: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

6 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Salam Redaksi

12014 l Edisi 8 l Kinescope l

KinescopeF i l m , S e n i & E d u k a s i

FREE MAGAZINE - EDISI 8 - 2014

Cahaya Dari Timur: BETA MALUKUCATATAN OPTIMISME ATAS

REVIEW FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI | MARMUT MERAH JAMBU | THE PASTKOMUNITAS BIOSKOP KAMPUS LIGA FILM MAHASISWA ITB INTERVIEW ANGGA DWIMAS SASONGKO | CHICCO JERIKHO

EDUKASI BENTUK FILM: KONSEP PENCERITAAN FESTIVAL LEOPARD DAY MUSIK SYAHARANI & QUEEN FIREWORKS

KONFLIK KEMANUSIAAN

edisi 8 ok.indd 1 20/05/2014 2:03:15

Catatan Optimisme Atas Konflik Kemanusiaan

“Maluku. Kata itu bukan Cuma nama tempat. Kata itu ajar katong samua darimana katong berasal. Par apa katong berjuang. KARENA BETA MALUKU! Bukan Tulehu, bukan Paso. Bukan Islam, bukan Kristen.”

PENASEHAT REDAKSIFarid GabanTino Saroengallo Andi Bachtiar Yusuf Wanda Hamidah Faisal Basri

PEMIMPIN UMUMHasreiza

PEMIMPIN REDAKSIReiza Patters

REDAKTUR Bentar KurniawanRian Samin

KONTRIBUTORShandy GasellaDaniel IrawanDaniel Rudi HaryantoPejred Rohman SulistionoNovita RiniThea Fathanah Arbar Suluh PamujiKusen Dony Hermansyah

ART DIRECTORal Fian adha

FOTOGRAFERHery Yohans

PENJUALAN & PEMASARANOllivia Selagusta

COMMUNITY DEVELOPMENTJusuf Alin Lubis

DISTRIBUSI & SIRKULASIFaisal Fadhly

SUBSCRIPTIONSLevel 3A, World Trade Center 5Jl. Jendral Sudirman Kav. 29-31Jakarta 12320Telp. 021 25985194

www.kinescopeindonesia.com

[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] @KinescopeMagz

Sebagai sebuah disiplin ilmu, proses pembuatan film

merupakan hal yang perlu dikaji secara terus menerus agar

bisa selalu berkembang dan relevan dalam konteks dan

jamannya. Untuk itu, proses regenerasi para penggiat dan

praktisinya, mutlak diperlukan.

Sebagai bagian dari mendukung dan mendorong proses

tersebut berjalan terus, Kinescope mencoba membuat sebuah

kegiatan terkait dengan gairah anak-anak muda dalam proses

pembuatan film dan memperkuatnya dengan kompetisi.

Ya, pelatihan singkat pembuatan film dan kompetisi di dalam

satu bagian acara yang sama. Ini hanyalah sebuah usaha kecil

dalam luasnya dunia perfilman Indonesia yang perlahan bergerak

maju dari keterpurukannya.

Semoga sedikit konstribusi ini, bisa menjadi salah satu bahan

bakar pemompa semangat untuk memajukan dunia perfilman

tanah air. Ya, semoga.

Cover Story

Cahaya Dari Timur: Beta Maluku

edisi 8 ok.indd 6 20/05/2014 2:11:22

Page 7: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

72014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 8: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

8 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

PREVIEW

Fikri yang dibesarkan oleh keluarga sederhana, kemudian tumbuh

menjadi sosok yang saleh dan mandiri. Selain kuliah, ia juga mem-bantu ayah-ibunya membuat kue dan gorengan serta membuat bingkai dan hiasan pasir untuk dititipkan di beberapa galeri, salah satunya adalah galeri Koh Acong yang memiliki anak cantik, Lidya.

Fikri menjadi idaman banyak wanita di kampusnya. Tapi, hanya ada satu gadis yang membekas di hati Fikri: Leni. Sebenarnya Leni me-nyukai Fikri, namun selayaknya gadis muslimah yang terjaga perilakunya, ia hanya menyimpan rapi perasaan-nya pada Fikri. Bahkan Irul, sahabat Fikri yang tampan, kaya dan terkenal

playboy di kampus pun ditolak Leni. Setelah wisuda dan harus berpisah jauh, barulah perasaan cinta Leni dan Fikri saling terungkap. Namun, ketika keduanya mempersiapkan rencana pinangan, Leni dan Fikri harus me-nerima kenyataan bahwa Leni akan dijodohkan dengan lelaki lain. Fikri dengan tulus mengingatkan Leni agar patuh pada orang tuanya.

Sementara itu Irul jatuh hati pada Lidya dan mulai berpacaran dengan Lidya. Lidya hamil dan Irul lari dari tanggung jawab. Fikri terus mengin-gatkan sahabatnya dan menguatkan Lidya.

Cobaan lagi: Humaira adik Fikri yang patah hati, menjadi pribadi yang pemberontak. Dari sosok gadis

lembut dan sangat solihah ia menjadi gadis “badung” dan bebas. Bahkan melepas jilbab dan menjadi gadis malam. Fikri berusaha menyadarkan Humaira. Ujian kembali datang ketika ayah ibu Fikri meninggal dunia.

Ternyata Leni tidak bahagia den-gan pernikahannya. Lidya yang sangat mengagumi Fikri semakin putus asa. Kemudian Shira hadir. Semula Shira ini hendak dijodohkan dengan Irul, namun perjodohan itu gagal. Pada suatu pertemuan Fikri diam-diam jatuh hati pada Shira. Fikri menyadari dirinya yang tak sebanding dengan keluarga Shira yang berkecukupan. Ternyata diam-diam Shira memen-dam cinta pada Fikri.

Tiba-tiba JKT48 dibubarkan secara sepihak oleh Kejora. Pengge-

mar yang telah menunggu-nunggu penampilan JKT48 harus kecewa kare-na idolanya digantikan oleh grup baru bernama BKT48. Kejora menantang para anggota JKT48 untuk mengum-pulkan uang sebesar Rp 1 miliar jika ingin membeli kembali posisi mereka. Semua anggota JKT48 berusaha keras mengumpulkan uang dan memulai kembali karir mereka dari bawah.

Ketika Tuhan Jatuh Cinta

viva JKT48

Page 9: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

92014 l Edisi 8 l Kinescope l

Film indonesia April 20141. 17 Tahun ke Atas Tayang 14 Mei 2014

2. Sang Pemberani Tayang 22 Mei 2014

3. After School Horror Tayang 22 Mei 2014

4. Ketika Tuhan Jatuh Cinta Tayang 5 Juni 2014

5. Viva JKT48 Tayang 5 Juni 2014

6. Selamat Pagi, Malam Tayang 19 Juni 2014

7. Cahaya dari Timur: Beta Maluku Tayang 19 Juni 2014

Rio Kusumo (Dimas Aditya) seorang under achiever yang tidak pernah menyelesaikan sesuatu dalam hidupnya.

Itu juga yang membuatnya terpaksa harus keluar rumah. Bapak Rio, Tio Kusumo (Donny Damara) adalah mantan atlet yang sukses memiliki pabrik garment. Setelah ibunya, Fitri Kusumo, meninggal, Tio terpaksa mengajak Rio kem-bali ke rumah.

Rio menemukan dua bib Bromo Marathon. Sebelum meninggal, Fitri dan Tio berniat mengikuti lari marathon, 42,195 Kilometer. Rio meminta izin untuk memakai bib tersebut tetapi Tio menolaknya karena menganggap Rio yang selama ini tidak pernah menyelesaikan sesuatu dalam hidupnya, juga tidak dapat menyelesaikan Bromo Marathon.

David, seorang eksekutif muda yang muda sukses. Tidak ada yang kurang dalam kehidupannya. Selain

ekonomi yang mapan, dia juga mempunyai seorang istri yang cantik dan baik hati bernama Selva 25th yang selalu mendukungnya, juga anak semata wayang bernama Binta.

Awalnya keluarga mereka baik-baik saja, meskipun banyak terjadi keanehan yang terjadi di rumahnya, seperti penampakan hantu, pocong, kuntilanak dan kejadian mengerikan lainnya.. David selalu berhasil meyakinkan Selva kalau semua cerita horror yang ditakutkan oleh pembantu-pembantunya adalah ilusi yang berlebihan. Meskipun kebenaran akan hantu itu nyata hingga mem-buat pembantu-pembantu di rumahnya kabur dan nggak betah kerja di rumahnya.

Belakangan diketahui kalau hantu-hantu yang sering mengganggu keluarga David adalah arwah mantan pacar-pacar David yang meninggal karena bunuh diri ataupun kecelakaan. Mereka muncul dengan penampakan seperti saat mereka menemui ajal. Ada yang gantung diri, aborsi, ditabrak mobil, juga kematian lain yang mengerikan. Sanggupkah David menghadapi serangan para hantu yang menunut balas atas kematian mereka?

Sebuah cerita tentang keunikan kota Jakarta setelah matahari terbenam melalui tiga perempuan: Indri (Ina

Panggabean), Anggia (Adinia Wirasti), dan Cik Surya (Dayu Wijanto)

Anggi tak merasa Jakarta sebagai rumahnya sepulangnya dari New York, apalagi ketika ia mendapati Naomi, pasan-gannya selama di New York yang lebih dulu pulang ke Jakar-ta, berkompromi dengan kemunafikan gaya hidup kelas atas ibukota. Indri, seorang penjaga handuk di gimnasium yang ingin menaikkan standar hidupnya yang pas-pasan, merasa bahwa seorang laki-laki kaya yang ia kenal melalui chatting di smartphone cicilannya adalah jawaban bagi masalahnya. Cik Surya, ibu rumah tangga yang dikenal hanya dengan nama suaminya, Koh Surya, seorang pengusaha sukses, merasa tidak berarti setelah suaminya meninggal. Apalagi ketika ia tahu kalau selama ini suaminya memiliki kekasih lain, seorang penyanyi bar kelas bawah Jakarta.

Pada malam yang sama, kehidupan ketiga perempuan itu berubah di luar rencana.

selamat Pagi, Malam

Mari Lari

sarang hantu Jakarta

Page 10: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

10 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

COVER STORY

“Maluku. Kata itu bukan Cuma nama tempat. Kata itu ajar katong samua darimana katong berasal. Par apa

katong berjuang. KARENA bETA MAluKu! bukan Tulehu, bukan Paso. bukan Islam, bukan Kristen.”

- Sani Tawainella -

10 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 11: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

112014 l Edisi 8 l Kinescope l

REIzA PATTERS

CATATAN OPTIMISMEATAs KonFLiK

Cahaya Dari Timur: BETA MALUKU

KEMANUSIAAN

112014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 12: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

12 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

COVER STORY

Konflik sosial, apapun sebabnya, bagaimanapun bentuknya, siapapun pelakunya, selalu akan menimbulkan bekas dan

pertanyaan sesudahnya. Siapapun manusianya, pastilh tidak ingin terjebak dalam situasi dan kondisi seperti itu, bahwa nyawa dan masa depan selalu menjadi pertaruhannya. Di balik itu, selalu saja ada manusia-manusia berani yang mau memikirkan dan berbuat sesuatu untuk bisa keluar dari situasi tersebut. Hebatnya lagi, mereka mau mengorbankan banyak hal untuk bisa mewujudkan keinginannya untuk terlepas dari jebakan konflik dan mengajak banyak orang untuk itu dengan melakukan hal yang inspiratif.

Ini terjadi dalam kenyataannya, bagaimana seorang Sani Tawainella,

seorang mantan pemain sepak bola yang gagal menjadi pemain profesional dan akhirnya hanya berprofesi sebagai tukang ojek di Kota Ambon, mampu melakukan banyak hal yang inspiratif untuk

anak-anak muda di daerahnya agar tidak terjebak dan larut dalam suasana dan situasi konflik Ambon pada awal

tahun 2000-an lalu.Kisah ini secara tidak

sengaja ditemukan oleh sutradara muda, Angga Dwimas Sasongko (Hari

Untuk Amanda, 2010) yang berperan sebagai produser eksekutif, produser, sutradara, penulis naskah dan pemilik Production House (PH) dalam produksi film ini, pada

tahun 2007. Saat itu, dirinya sedang berada di kota Ambon

untuk keperluan syuting iklan sebuah produk. “Sebagai

seorang pembuat film, saat

edisi 8 ok.indd 12 20/05/2014 2:32:13

Page 13: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

132014 l Edisi 8 l Kinescope l

itu saya merasa telah menemukan sebuah materi film yang sangat kuat. Tapi sebagai manusia, saya merasa mendapatkan pengalaman yang telah mengubah hidup saya sendiri,” jelasnya saat ditemui secara pribadi.

Penulisan naskah film ini berlangsung sejak tahun 2008. Setelah “Hari Untuk Amanda” rilis pada tahun 2010, barulah film ini diproduksi secara total. Judul film ini, “Cahaya Dari Timur” diberikan oleh Andi Bachtiar Yusuf yang juga menjadi salah satu orang yang diajak berdiskusi secara intens di awal-awal penggarapan cerita ini. Lalu ide cerita ini juga dipaparkan kepada Glenn Fredly, seorang musisi berdarah Maluku, yang juga bersama-sama dengan Angga menggagas gerakan Voice From The East. Saat itu,

setelah mendengar dan membaca tentang ide cerita ini, Glenn langsung bersemangat dan menyatakan untuk terlibat dalam produksi ide cerita tersebut. Dan akhirnya, Glenn bertindak sebagai produser bersama dengan Angga dalam produksi film ini.

Kendala terbesar saat di awal adalah investor. Hal ini diakui sendiri oleh Angga. Ide cerita yang lugas, yang menggambarkan tentang konflik sosial memang memerlukan sebuah keyakinan dan argumentasi yang kuat untuk meyakinkan investor agar mau menginvestasikan pada film ini. Dan proses ini berjalan hingga 3 tahun lamanya, hingga akhirnya film ini bisa diproduksi.

“Investor film ini tidak satu, ada beberapa. Ada Pak Gita Wirawan, Arifin Panigoro dan beberapa investor

yang lain. Jadi memang ini film patungan. Karena tidak ada orang banyak yang mau menyoba untuk membangun film dengan profil film seperti ini,” jelas Angga ketika ditanya tentang hal tersebut.

Kemudian yang menarik adalah dalam film ini, Angga melibatkan hampir 90% cast orang lokal dalam produksinya dan dilakukan open casting di sana. Untuk karakter-karakter utama, tetap menggunakan aktor dan aktris berpengalaman, seperti Chicco Jerikho sebagai Sani Tawainella, Jajang C. Noer sebagai Mama Alvin, Shafira Umm sebagai Haspa Umarella istri Sani, Ridho Slank, Glenn Fredly dan lainnya. Khusus untuk Chicco Jerikho, sebagai film layar lebarnya yang pertama, dirinya memang mendapatkan perlakukan khusus untuk memerankan film ini. Dia sampai tinggal di rumah keluarga Sani yang asli di Tulehu selama 2 minggu, merasakan kehidupan sehari-hari di sana dan mempelajari logat dan bahasa Tulehu dan Maluku.

“Ini bisa mengasah saya dan belajar keluar dari comfort zone. Saya sejak awal ingin sekali bermain film dan mendapatkan kesempatan di filmnya Angga. Ini tantangan buat saya karena harus ‘kawin’ dengan kebudayaan Sani. Lalu juga menjadi orang Maluku itu juga sangat menantang. Bahasa Ambon itu asing buat saya, jadi saya harus berlatih keras untuk itu,” terang Chico saat interview langsung dirinya beberapa waktu lalu.

Angga, sebagai pemilik PH Visinema Pictures, juga menjelaskan bahwa Cahaya Dari Timur adalah sebuah rangkaian seri film yang mengangkat kisah-kisah inspiratif dari Timur Indonesia, di mana Cahaya Dari Timur: BETA MALUKU adalah sebagai film pertama dari rangkaian tersebut. “Kami berusaha menggambarkan secara lugas tentang konflik di Maluku, yang kami pikir memang perlu untuk diketahui publik Indonesia sebagai pelajaran. Dan pada akhirnya kami berharap bahwa kita sebagai sebuah peradaban bisa meminimalisir dan menghindari konflik sosial karena hanya membawa kehancuran dan penderitaan bagi kita semua,” tegasnya.

Film Beta Maluku merupakan

“Investor film ini tidak satu, ada beberapa. Ada Pak Gita Wirawan, Arifin Panigoro dan beberapa investor yang lain. Jadi memang ini film patungan. Karena tidak ada

orang banyak yang mau menyoba untuk membangun film dengan profil film seperti ini,”

edisi 8 ok.indd 13 20/05/2014 2:32:21

Page 14: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

14 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

COVER STORY

kisah nyata dari kehidupan seorang Sani Tawainella (diperankan oleh Chicco Jerikho) yang merupakan mantan pemain sepak bola yang berasal dari desa Tulehu, Ambon. Sani Tawainella sempat mewakili Indonesia pada Piala Pelajar Asia tahun 1996 di Brunai Darussalam namun kemudian ia gagal menjadi pemain professional setelah sebelumnya juga gagal dalam seleksi PSSI Baretti. Akhirnya Sani Tawainella memutuskan untuk mundur dari dunia sepak bola dan kembali ke Tulehu bersama dengan istrinya dan kemudian menjadi Seorang tukang ojek.

Awal tahun 2000‐an, kerusuhan di Maluku pun terjadi dan membuat semua kegiatan menjadi tidak

menentu bagi seluruh warga Maluku. Dalam suasana yang tidak menentu, Sani Tawainella memutuskan untuk mengumpulkan anak‐anak di Tulehu untuk berlatih sepakbola dengan tujuan utama menghindarkan anak‐anak tersebut dari konflik. Sani percaya bahwa sepakbola dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kehidupan anak‐anak tersebut serta dapat menjadi ingatan baik untuk anak‐anak sebagaimana pengalaman masa kecilnya.

Selain teknik bermain sepakbola, Sani juga menanamkan nilai‐nilai hidup saling bersaudara dan saling mengasihi. Terutama, Sani juga selalu memberikan motivasi agar anak didiknya mempunyai semangat tinggi untuk terus maju.

edisi 8 ok.indd 14 20/05/2014 2:33:19

Page 15: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

152014 l Edisi 8 l Kinescope l

Sani selalu meneriakan kata‐kata “Motivasi Tinggi!” dan anak-anak didiknya diminta untuk membalas dengan teriakan “Tinggikan!” yang penuh semangat. Semangat dan dedikasi Sani membuahkan hasil karena akhirnya Sani dipilih menjadi kepala pelatih dan dapat membawa kesebelasan Maluku menjadi juara pada kompetisi nasional Under 15, di tahun 2006.

Kisah Sani Tawainella menjadi inspiratif karena Tim Maluku yang dikomandaninya melibatkan dua komunitas besar di Maluku yang sebelumnya bertikai. Konflik-konflik yang awalnya terjadi dalam tim karena perbedaan yang ada, dihadapi oleh Sani dengan mengobarkan semangat untuk hidup lebih baik setelah tragedi konflik berdarah yang menimpa kehidupan mereka di masa sebelumnya. Sani menekankan bahwa sepak bola untuk anak-anak didiknya bukan hanya persoalan menang atau kalah, tapi lebih banyak tentang persaudaraan dan perdamaian dalam menjalani kehidupan.

Film Cahaya dari Timur Beta Maluku hampir seluruhnya menggunakan bahasa melayu Ambon dan keseluruhan karakter anak-anak didik Sani, diperankan oleh anak-

anak asli Maluku. Kisah ini sendiri ditulis oleh penulis skenario muda asal Maluku yang juga menjadi saksi hidup masa-masa konflik Maluku, yaitu M. Irfan Ramli, bersama Swatika Nohara, penulis skenario film Hari Ini Pasti Menang yang mendapatkan penghargaan di ajang Piala Maya 2013 lalu. Beberapa musisi legendaris Maluku juga berkolaborasi dengan beberapa musisi muda Indonesia dan bersama-sama mengerjakan soundtrack dari film ini.

Dengan banyaknya nilai positif mengenai kesadaran akan identitas, persatuan serta perdamaian, film mendapatkan dukungan dari Ancora Foundation yang didirikan oleh Gita Wirjawan dan PT. Sebuku lron Lateritic Ores (SILO). Film Cahaya Dari Timur: BETA MALUKU ini dijadwalkan rilis di bioskop-bioskop seluruh Indonesia pada bulan Juni 2014 dan juga akan didistribusikan di bioskop-bioskop internasional, salah satunya di Belanda.

Sebagai sebuah rekaman dari kehidupan seseorang, keluarganya dan masyarakat di sekelilingnya, film ini terlihat ingin memberikan sebuah catatan optimis tentang perilaku aspiratif dan bermanfaat bagi orang banyak, di tengah konflik sosial yang diliputi keputusasaan, kemarahan dan kebencian satu sama lain pada yang terlibat. Bahwa dalam sebuah konflik sosial di dalam masyarakat, selalu ada manusia atau individu-individu yang sebetulnya lebih memilih menghindar dan meredam kemarahan dan keputusasaan dengan melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya sendiri dan banyak orang, dan pada akhirnya menjadi aspirasi bagi orang banyak. Itulah gambaran dari film ini, sebuah catatan optimisme di tengah keputusasaan akibat konflik sosial.

Proses produksi film Beta Maluku sendiri sudah hampir rampung, dengan total tidak kurang dari 40 hari syuting. Dimulai pada tanggal 17 Desember 2013 di Jakarta dan kemudian berpindah lokasi ke Tulehu, Maluku pada tanggal 7 Januari hingga 2 Februari 2014. Dan film ini direncanakan akan rilis terbuka untuk umum serentak pada tanggal 19 Juni 2014. Ayo pastikan kita menjadi bagian untuk menjadi yang pertama menonton film ini dan bisa memberikan apresiasi terhadap film-film nasional yang berkualitas.

edisi 8 ok.indd 15 20/05/2014 2:33:24

Page 16: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

16 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Angga Dwimas Sasongko:Cahaya Dari Timur:

inspirasi Perdamaian Untuk negeri

Interview

Page 17: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

172014 l Edisi 8 l Kinescope l

Bagaimana awalnya tercetus ide tentang cerita film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku?

Pada tahun 2007, saya jalan-jalan ke Ambon. Saat itu sebenarnya situasi masih “panas”, dalam artian masih sangat terasa suasana konflik. Misalnya kalau ada orang naik motor tabrakan antara pemeluk agama Kristen dan Islam, pasti terjadi perkelahian. Saya cukup lama berada di sana, sekitar 10-12 hari. Dan 10 sampai 12 hari itu menurut saya telah menjadikan titik awal perubahan dalam hidup saya, minimal dalam pandangan saya tentang hidup dan kehidupan.

Sebagai seorang pembuat film, saat itu saya merasa telah menemukan sebuah materi film yang sangat kuat. Tapi sebagai manusia, saya merasa mendapatkan pengalaman yang telah mengubah hidup saya sendiri. Akhirnya, kondisi tersebut menjadikan determinasi untuk membuat film ini menjadi berlipat ganda. Pertama sebagai pembuat film dan kedua sebagai seorang anak muda yang mendapatkan pola dan cara berpikir baru, yang menurut saya “membebaskan”.

Setelah selesai dengan film “Hari Untuk Amanda”, satu-satunya cerita yang saya pegang adalah “Cahaya Dari Timur” ini. Dulu namanya bukan “Cahaya Dari Timur” dan yang memberikan nama ini adalah Andi Bachtiar Yusuf. Lalu saya bertemu dengan Glenn Fredly dan menceritakan tentang kisah ini. Dan Glenn saat itu mengajak untuk mencari investor sendiri guna membiayai film ini dan saya sepakat. Lalu Glenn juga bersedia untuk ikut serta dalam produksinya.

Apa sih yang ingin diceritakan dalam film ini?

Ini cerita nyata tentang seseorang yang bernama Sani Tawainella, yang berprofesi sebagai tukang ojek dan juga sebagai seorang mantan pemain nasional Junior U-15 yang gagal masuk Bareti. Dia pulang ke Tulehu, menjadi tukang ojeg dan menjadi pemain sepakbola antar kampung. Lalu kemudian terjadi konflik Ambon yang melibatkan dua kelompok keagamaan terbesar di sana, yaitu Muslim dan Kristen.

Sebenarnya, sebelum konflik Ambon terjadi, Sani tidak punya mimpi besar. Tapi ada suatu kejadian yang membuat perubahan besar pada jalan hidupnya. Saat itu ia melihat anak kecil mati. Seharusnya dia menolong anak itu, namun dia tidak bisa. Hal itu sangat membekas dalam ingatannya dan menjadi penyebab perubahan besar dalam hidupnya. Dia membentuk dan membangun sebuah kesebelasan sepak bola. Dan setelah kesebelasan tersebut besar, anak didiknya banyak yang menjadi pemain tim nasional.

Sani berusaha meredam dan menghilangkan perasaan konflik agama pada timnya dan orang-orang di sekelilingnya. Walaupun dirinya adalah seorang Muslim, dia tidak membedakan anak-anak didiknya yang Kristen dalam membangun dan mengembangkan kemampuan mereka dalam sepak bola. Justru dalam film ini dapat ditemukan bagaimana usaha Sani membangun timnya menjadi contoh tentang perdamaian dan membawa nilai-nilai kedamaian ke dalam masyarakat yang sedang berkonflik.

Walaupun mereka tidak terlibat proses pembuatan film ini, tapi karakter mereka ada di film ini. Di film ini pun, kita akan menunjukan Sani yang nyata, Sani yang bukan superman. Dalam beberapa adegan, ia diceritakan lebih mementingkan tim bolanya ketimbang keluarganya. Padahal keluarganya juga sangat membutuhkan perhatian. Jadi, dalam cerita ini dan dalam kenyataannya, sebagai suami, Sani bukanlah seorang suami yang baik. Namun ia menjalankan perannya dengan sangat baik sebagai seorang provokator perdamaian. Ia ibarat lilin yang menerangi sekelilingnya, tapi melelehkan dirinya sendiri.

Lalu, castingnya sendiri 90% merupakan orang lokal. Untuk karakter-karakter utama, tetap menggunakan aktor dan aktris berpengalaman, seperti Chicco Jerikho sebagai Sani Tawainella, Jajang C. Noer sebagai Mama Alvin, Shafira Umm sebagai Haspa Umarella istri Sani, Ridho Slank, Glenn Fredly dan lainnya. Khusus untuk Chicco Jerikho, sebagai film layar lebarnya yang pertama, dirinya memang

mendapatkan perlakukan khusus untuk memerankan film ini. Dia sampai tinggal di rumah keluarga Sani yang asli di Tulehu selama 2 minggu, merasakan kehidupan sehari-hari di sana dan mempelajari logat dan bahasa Tulehu dan Maluku.

Jadi dalam film ini , ada isu yang berat dan isu yang menyenangkan. Di satu sisi ada isu yang berat tapi bisa diceritakan dengan menarik melalui sepak bola. Kompleksitas karakter, konflik karakternya, itu menambah kesan pada film. Tapi kita juga mengurangi dramatisasi. Contoh ketika di tengah turnamen, ayahnya Sani meninggal. Tapi scene itu tidak kita masukkan karena film sudah over dramatis.

Bagaimana menterjemahkan isu konflik ini biar bisa lebih ringan dan lebih mudah diterima?

Terus terang, tidak ada usaha membuat ini menjadi lebih ringan karena cerita ini memang berat. Persoalannya, kita mau jadi masyarakat yang seperti apa? Kita memberikan pilihan dengan memberikan pesan bahwa kita bisa tau sesakit apa kita sebagai sebuah masyarakat. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi dalam hal konflik Ambon ini, karena Amerika saja bisa hidup dengan isu-isu rasisme, perbudakan, dan pembunuhan dan persoalan-persoalan itu diungkap dalam film. Dan menurut saya, film sebagai kekuatan budaya bisa membuat tema itu sebagai obat, bisa jadi pemahaman baru bagi penyakit sosialdi masyarakat.

Misalnya ada adegan, seorang pemimpin Kristen yang mempunyai tato ‘Jesus Forever’. Sewaktu perang dalam konflik, laskar Yesus ini bernyanyi, ‘Laskar Yesus, Majulah Menang’. Yang Islam juga berteriak ‘Allahu Akbar’ dan adegan itu ada di menit ke-5. Itu ditampilkan karena terkait dengan konflik Ambon sebagai latarbelakang kisah ini, disitulah konteks utamanya.

Makanya, untuk orang di Maluku, masalah itu bukan masalah yang harus ditutup-tutupi. Justru kita dengan pandangan “kota” yang merasa hal itu harus ditutupi dan menjadi sensitif. Makanya saya ingin melawan paradigma itu. Hal itu

Cahaya Dari Timur:Inspirasi Perdamaian

Untuk Negeri

edisi 8 ok.indd 17 20/05/2014 2:31:15

Page 18: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

18 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

menurut saya adalah bagai api dalam sekam. Jadi salah satu caranya adalah cari apinya dan disiram bareng-bareng, bukan justru ditutup-tutupi menggunakan daun kering. Jadi ketika orang tahu tentang itu dan betapa mengerikannya konflik itu, maka perjuangan Sani menjadi lebih konstektual. Dari sisi film as a story, film sebagai kekuatan kultural juga akan menjawab masalah-masalah seperti kasus Munir misalnya, yang katanya tidak bisa difilmkan.

Film ini kental dengan nilai-nilai primodial sebenarnya, bukan nilai-nilai nasionalisme. Kedaerahan, identitas asli, puritanisme. Disana mengajarkan kembali, apa artinya Maluku. Jadi film ini merepresentasikan pemikiran saya. Jadi sebelum kita berbicara mengenai Indonesia, maka kita selesaikan dulu dengan yang kecil-kecil dan identitas kita. Buat saya, bernegara dengan kritis ini adalah jika kita selesai dan paham dengan negara kita dan kebutuhan kita. Jadi tidak usah dulu bicara mengenai Bhineka Tunggal Ika, justru selesaikan dulu persoalan lokal, baru naik ke atas.

Apalagi kesulitan yang ditemukan?Lebih kepada logistik, karena

kita harus bawa semua dari Jakarta. Di Ambon itu, masyarakatnya tidak terbiasa dengan syuting. Berbeda seperti di Bali misalnya. Tapi walau begitu kita melibatkan begitu banyak orang lokal.

Bagaimana proses penulisan naskah film ini?

Kita menggunakan pendekatan realisme. Saya ikut menulis naskah, bersama dengan Swastika Nohara dan M. Irfan Ramli. Irfan adalah saksi mata dan merasakan langsung konflik Ambon ini. Pelibatan irfan ini justru membuat naskah semakin lebih natural dan kita juga membutuhkan cara andang dari kacamata yang lebih lokal. Jadi secara konstruksi adegan dibangun oleh Tika, tapi isiannya dibangun oleh Irfan dan dua penulis ini memang memberikan kontribusi yang berbeda.

Kenapa memilih Chicco Jericko? Dia belum pernah main dalam film layar lebar kan?

Pertama, kita melihat dari fisik yang mungkin menjadi orang Ambon.

Karena kita memainkan suatu peran dari salah satu suku yang bernama Tulehu, dimana di situ ada tampang arab-arabnya. Jadi pendekatannya kita ingin pemain yang bisa melunturkan semuanya. Jadi kanvas kosonglah, untuk film ini. Karena film ini dikerjakan sejak jauh-jauh hari, maka kita ingin pemain kita juga dedicated untuk film ini. Maksudnya adalah kita tidak ingin mereka membawa prefensi urbannya ke acting mereka.

Untuk dapat aktor yang “kosong” itu bukanlah perkara mudah. Sekian banyak aktor kita yang bagus-bagus, namun punya kerja yang juga banyak. Jadi biasanya karakter dalam film-film yang lain terbawa. Nah, Chicco waktu casting bukanlah yang terbaik saat itu. Dia tidak performed seperti yang lain. Tapi kita melihat potensinya justru ada dan dari situ, kita bisa dapatkan aktingnya Sani. Beruntungnya, dia orangnya terbuka dan kita banyak berdiskusi selama persiapanyang kurang lebih sekitar 3 bulan.

Kita juga termasuk kejam sama dia. kita ingin dia itu bukan hanya sekedar tahu, tapi dia bisa merasakan hidup di situ. Jadi, karakter Sani itu bukan cuma dia lihat dan baca, tapi juga dia merasakan langsung. Dia dikirim ke Ambon, tinggal di Tulehu tanpa dikasih hotel tanpa uang saku. Di sana, dia hidup dengan cara orang di sana. Ngojek, dia dapat duit, dia makan dari situ. Dan hasilnya cukup menakjuban karena justru pada beberapa bagian dari naskah, dia mampu melakukan koreksi dari sisi bahasa dan logat Tulehu. Pengalaman hidup langsung di sana beberapa waktu, membuat dia menjadi yang lebih tahu tentang bahasa dan logat orang di sana.

Apakah investor menjadi salah satu kendala saat itu?

Iya, investor. Karena, filmnya sendiri bukanlah film yang murah. Film ini tidak bisa diproduksi hanya dengan pendekatan yang simple. Karena saya takut justru tidak dapat konteksnya. Kalau hanya menceritakan tentang kisah hidup Sani dan keluarganya, itu gampang sekali. Namun film ini menjadi menarik karena memiliki konteks latar belakang konflik sosial dan latar belakang itu mesti diceritakan dengan lugas.

Dalam proses produksinya, kita mesti bawa rombongan ke Ambon. Saat itu, harga tiketnya hampir sama seperti kalau kita pergi ke Hongkong. Saya bawa kru hingga 70 orang dan ini tidak murah. Selain pak Gita Wirawan, Pak Arifin Panigoro juga bantu, dan ada beberapa investor yang lain. Jadi memang film patungan. Karena tidak banyak orang yang mau mencoba untuk membangun film dengan profil seperti ini. Walaupun dalam hitungan saya, film ini aman. Kita tidak tahu, untung atau engga. Tapi ini aman.

Apa yang menarik buat investor untuk memberikan investasi di film ini?

Di sini ada cerita dan value yang kuat yang dibawa dalam film ini. Film ini akan dibuat bukan hanya sekedar sebuah film. Film ini akan diarahkan menjadi sebuah gerakan. Kita juga akan mencoba membuat film ini banyak tersebar di daerah dengan menggunakan konsep layar tancap, di mana akses bioskop tidak ada. Bahwa nilai dan pesan yang dibawa oleh film ini harus bisa diakses oleh banyak orang. Semakin banyak orang melihat dan menerima pesan dalam film ini, itu semakin baik dan membuat tujuan edukati dari sebuah film bisa tercapai.

Jadi, apa harapan dari film ini untuk masyarakat Indonesia?

Harapannya, film ini laku dan ditonton oleh orang banyak. Semakin banyak orang yang menonton film ini semakin baik. Dari sisi komersil maupun non-komersil. Nilai dan pesan yang terkandung di dalam film ini sangat penting untuk diketahui oleh orang banyak di seluruh Indonesia. Latar belakang konflik sosial, tindakan heroik dan aspiratif, provokasi perdamaian, sangat perlu untuk dijadikan contoh bagi daerah lain di Indonesia, khususnya daerah-daerah yang memang rentan konflik. Bahwa konflik sosial itu hanya hal mengerikan yang tidak memberikan hasil apapun yg positif, hanya kerusakan dan penderitaan yang tidak perlu. Jadi, harapannya adalah nonton film ini yang akan rilis tanggal 19 Juni 2014 di bioskop-bioskop dan semoga memberikan inspirasi tentang perdamaian di bumi Nusantara tercinta ini.

edisi 8 ok.indd 18 20/05/2014 2:31:28

Page 19: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

192014 l Edisi 8 l Kinescope l

edisi 8 ok.indd 19 20/05/2014 2:07:31

Page 20: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

20 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Interview

Kenapa tertarik untuk ikut film ini?Dari awal saya tau bahwa dengan

bermain dalam film ini bisa mengasah saya dan belajar untuk keluar dari comfort zone. Pada dasarnya saya ingin sekali main film dan kebetulan dapat kesempatan untuk bermain di filmnya Angga ini. Lalu juga, buat saya menjadi orang Maluku itu sangat menantang. Bahasa Ambon itu sangat asing buat saya, jadi latihan dialek itu adalah latihan mendengar bukan mengucap. Jadi buat saya itu suatu tantangan. untuk “kawin” dengan budayanya Sani, saya harus masukan budaya dia ke dalam diri saya.

Tinggal 2 minggu disana, ngapain aja?

saya tinggal dirumah penduduk. Ada suatu peristiwa yang bikin saya kaget. Pernah suatu kali Saat bangun pagi, saya ambil sendal dibawah tempat tidur dan di sana saya menemukan parang dan pedang. Hebatnya, ternyata di sana hal itu sudah biasa.

Saya juga merasakan makanan mereka sehari-hari. Saya melihat dan merasakan bagaimana mereka mandi dan lain-laindan saya mengikuti kebiasaan mereka dari mulai bangun

pagi hingga tidur. Jadi, sejak turun dari pesawat, saya diminta untuk belajar bahasa dan logat Ambon. Ketika sampai di sana, tidak ada yang boleh mengajak saya bicara dengan bahasa Indonesia. Saya selalu diajak berbicara dengan bahasa Tulehu, bukan bahasa Ambon. Padahal keduanya sangat berbeda. Jadi yang saya pelajari dan dalami adalah bahasa “tanah”, termasuk nada dan intonasinya.

Dan satu hal, saya sangat suka berada di sana. Bahkan sampai sekarang saya masih keep in touch dengan mereka. Lucunya, orang-orang Maluku yang ada di Jakarta memanggil saya dengan sebutan “Bung”. Jadi sejak saya datang kesana, memang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

Apa yang bisa didapatkan dari film ini?

Banyak. Seperti pengalaman dan belajar berakting. Saya juga bisa merasakan kehidupan mereka di sana seperti apa. Karakter Sani itu kompleks, maka membutuhkan konsentrasi dan fokus tinggi. Saya harus merasakan, murung, berfikir, memikirkan keluarga, konflik Maluku

dan lain-lain. Di sini, saya ingin maksimal, karena ini film pertama saya. Walau ada beberapa kesulitan daalm usaha ini, seperti misalnya ketika saya harus mengubah dialek Ambon ke Tulehu, saya mesti mengubah dan berdiskusi dengan para “tetua-tetua” disana.

Proses membaca naskahnya juga lumayan lama, sekitar 3 bulan. Lalu, acting coach-nya ada dan juga dilakukan langsung ketika di lokasi syuting. Karena akting coach gw juga menjadi pemain, yang satu standby. Jadi kalau gw melihat chiko disana, gw rasa Chiko sangat menjiwai.

Chico melihat film ini seperti apa?Bagi saya, film ini bercerita

tentang bagaimana kita seharusnya hidup bersaudara. Mau sampai kapan kita konflik dan seperti itu? Padahal kita ini semuanya satu. Isu agama ini seharusnya bukan harus diperdebatkan dan menjadi konflik. Kita harusnya maju sebagai satu bangsa. Konflik di Indonesia ini banyak. Jadi kita mesti ambil sisi positifnya. Jangan mudah terpancing sama isu.

Chicco JerikhoTentang Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku

20 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

edisi 8 ok.indd 20 20/05/2014 2:28:33

Page 21: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

212014 l Edisi 8 l Kinescope l

Chicco Jerikho

212014 l Edisi 8 l Kinescope l

edisi 8 ok.indd 21 20/05/2014 2:28:48

Page 22: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

22 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

PREVIEW

sAng PEMBErAni: Production by B Edutaintment & Eclipse Films In Associated by ESQ Group, MAHAKA Pictures, Curio Asia

: : : : Musik Director : Dwiki Dharmawan : :

Sang Pemberani adalah film keluarga yang memiliki nilai-nilai pendidikan, nilai sosial, kemajemukan namun tetap menghibur. Film ini mengangkat kehidupan sebuah keluarga yang terpuruk akibat bencana Tsunami yang melanda daerahnya.

22 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 23: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

232014 l Edisi 8 l Kinescope l

sAng PEMBErAni: Bangkit Untuk Indonesia

ExECuTIvE PROduCERAry Ginanjar AgustianBakhtiar RakhmanErick ThohirPROduCER Reza B. Surianegara ASSOCIATE PROduCERRidwanMukridIRECTOR Agung DewaAlyandraRyukenRaissawRITERSalman AristoCASTSAhmad Reza Hariyadi (Madi)Tio Pakusadewo (Sensei Azwar),Artika Sari Devi (Sarifah)Ibrahim Imran (Sensei Ryan)Kaname Kawabata (Ken)Rina Takeda (Naomi)

Sebutlah Madi (Ahmad Reza Hariyadi), Sang tokoh utama, seorang remaja yang berjuang hidup bersama Ibunya (Artika Sari devi) dan adik perempuan nya

(Annisa Asegaf), dalam menghadapi badai yang datang silih berganti dan berjuang demi mimpinya menjadi seorang juara Karate yang berprestasi seperti abangnya, Diwa yang tertelan Tsunami.

Namun di tengah kemelut yang dihadapi, Madi tetap tekun dalam menjalani kesehariannya belajar karate, membantu di pasar dan berdoa. Terkadang kecurangan di Dojo tempat Madi belajar Karate, membuat Madi tak lekas menyerah, melainkan tegar dan terus berlatih sampai Madi bertemu 5 Master Karate Nasional maupun Internasional. Madi mendapatkan ajaran-ajaran Bushido Spirit, yang berisikan tentang nilai-nilai keadilan, keberanian, kesetiaan, kesopanan, ketulusan, kehormatan dan tanggungJawab.

Film ini mengambil tempat di beberapa tempat memukau di dataran

paling barat Indonesia, yaitu Aceh sebagai sebagai salah satu lokasi terjadinya Tsunami. Selain itu pengambilan gambar di Bali dan Odaiba Jepang, menjadi konten Internasional dalam film ini, yang disutradarai oleh Agung Dewa, Alyandra dan Ryuken Raissa.

Menggandeng Salman Aristo sebagai penulis skenario, membuat film drama keluarga yang di bumbui action remaja menjadi karya anak bangsa yang pantas mendapatkan predikat film pertama

mengenai Karate, namun tetap dapat dinikmati

pencinta seni bela diri pada umumnya dan ditunggu para pemburu film.

Film yang diproduksi oleh B Edutaintment

& Eclipse Films ini dianggap sebagai

Karate Kid-nya Indonesia, yang di dalamnya benar-benar

berisikan tentang Karate dan tentang Sumpah Karate, dimainkan oleh Karateka juara Nasional, Asia

hingga Presiden JKA (Japan Karate Association) Indonesia.

232014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 24: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

24 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

REVIEW

AdITyA RIzKy guNANTO

Marmut Merah JambuSinopsis cerita “Marmut Merah

Jambu” dimulai saat Dika (Raditya Dika) datang ke rumah Ina (Anjani Dina) seorang gadis yang merupakan cinta

pertamanya sewaktu SMA. Disaat itu Dika juga membawa seribu origami burung bangau di tangan kanannya, dan undangan pernikahan Ina di tangan kirinya. Pada kenyataannya besok Ina akan menikah. Kedatangan Dika tidak diterima oleh Bapak Ina (Tio Pakusadewo) yang curiga kedatangan Dika hanya untuk kasus cinta lama yang belum selesai dan berpikir bahwa Dika ingin menggagalkan pernikahan Ina. Dika menceritakan maksud sebenarnya, yang

Page 25: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

252014 l Edisi 8 l Kinescope l

Marmut Merah Jambu

Satu lagi film karya raditya Dika yang juga diangkat dari novel karyanya dengan judul sama, “Marmut Merah Jambu”. Setelah menonton film secara keseluruhan, saya menyukai gaya bercerita dengan menempatkan karakter Dika Dewasa dengan Papa Ina, yang menjalankan cerita dengan cara Dika Dewasa bercerita.

252014 l Edisi 6 l Kinescope l

jauh dari tuduhan Bapak Ina.Seiring dengan Dika bercerita, kita

melihat masa lalu Dika (Christoffer Nelwan), dia berteman akrab dengan Bertus (Julian Liberty). Pada masa ini, Dika SMA jatuh cinta diam-diam kepada Ina. Baik Dika dan Bertus sama-sama sadar, untuk mendapatkan cewek di sekolah, mereka harus populer. Untuk itu Dika dan Bertus membuat grup detektif bersama Cindy (Sonya Pandarmawan). Mereka menyelesaikan kasus-kasus absurd yang terjadi di sekolahnya. Semakin banyak kasus yang mereka selesaikan, semakin dekat Dika dengan tujuan akhirnya yaitu jadian dengan Ina. Di masa sekarang, seiring dengan Dika bercerita, seiring itu pula dia sadar ada sesuatu hal yang belum selesai dari masa lalunya. Selain itu pula dia bertanya ‘benarkah cinta pertama tidak akan kemana-mana?’

Yang sangat mencuri perhatian saya dalam film tersebut (selain ending yang banyak disukai penonton) adalah ketiga karakter Grup Detektif. Ketiga karakter ini mempunyai Wants

& Need yang sangat kuat. Saat Bertus yang sangat ingin sekali populer, tapi sebenarnya ia lebih membutuhkan Dika sebagai sahabat yang menerima apa adanya. Begitu juga Dika yang sangat ingin sekali mendapatkan cinta Ina, tapi yang ia butuhkan adalah kasih tulus dari Cindy. Karakter Wants & Need di film ini sangat terasa.

Penanaman informasi yang sangat baik ditampilkan sepanjang film. Mulai dari awal film, Papa Ina mengira Dika orang yang mengacau pesta ultah, lalu saat Grup Detektif membahas kasus ancaman kepala sekolah, di sequence itu saya merasa “ada yang mengganjal” pula pada Sonya (Karakter Cindy). Sehingga tidak terlalu membuat penasaran.

Entah ini hanya analisa saya, penulisan cerita ini dijabarkan dengan sangat baik, sequence demi sequence membuat penonton bertanya dan selalu bertanya, bisakah Dika dan Bertus menjadi populer? Bisakah Dika dan Bertus membentuk grup detektif? Bisakah Dika dan Bertus menyelesaikan kasus demi kasus? Bisakah Dika mendapatkan cinta Ina? Sangat menarik. Membuat penonton ingin terus duduk dan menikmati cerita yang disampaikan.

Meski sempat ada beberapa jokes yang terkesan garing, tapi itu tertutupi dengan adegan-adegan lainnya yang tak kalah menarik. Tapi Raditya Dika sebagai sutradara dapat menghadirkan ending yang menyentuh dengan dialog-dialog yang menghanyutkan suasana. Ya, banyak dialog di film ini yang menarik. Tampilan musik dalam film juga membangun mood cerita menjadi sangat baik.

Page 26: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

26 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

REVIEW

sebelum Pagi Terulang Kembali:

Satu lagi film Indonesia sarat pesan dan bobot edukasi yang baik, tayang di bioskop tanggal 8 Mei yang lalu. Film yang berisikan pesan dan gambaran tentang sebuah keluarga sederhana dengan kepala keluarga seorang pejabat pemerintah yang lurus dan tidak mengenal suap dan didampingi oleh seorang istri yang berprofesi sebagai dosen filsafat yang juga sangat idealis dan mencintai pekerjaannya mengajar. Anak-anak mereka yang sudah dewasa, yang memiliki karakter yang berbeda-beda dan persoalan hidup yang berbeda-beda pula.

Idealisme Anti Klimaks

REIzA PATTERS

Sebelum Pagi Terulang Kembali menceritakan tentang Yan (Alex Komang) seorang pejabat pemerintah yang lurus, telah

menikah dengan Ratna (Nungki Kusumastuti), seorang dosen filsafat. Kehidupan mereka diwarnai dengan kondisi ketiga anak mereka yang berbeda-beda: Firman (Teuku Rifnu Wikana), anak tertua, baru saja bercerai dengan istrinya dan masih menganggur. Satria (Fauzi Baadila), anak kedua, adalah kontraktor dengan ambisi besar untuk bisnisnya. Dian (Adinia Wirasti), anak terakhir, baru saja

bertunangan dengan Hasan (Ibnu Jamil), anggota DPR yang haus kekuasaan. Kehidupan mereka mulai terguncang saat Satria dibujuk Hasan untuk meminta “jatah” proyek pembangunan pelabuhan dari ayahnya. Proyek tersebut berhasil

dimenangkan Satria, yang harus dibayar dengan jatuhnya

reputasi Yan sebagai pejabat yang lurus, dan ambruknya ibu Yan, nenek Soen (Maria Oentoe) di rumah sakit.

Keluarga ini harus tertatih-tatih membangun kembali keutuhan dan kedekatan

mereka di saat uang dan kekuasaan mulai menggerogoti kehidupan mereka dan

harus dibayar dengan ditangkapnya Firman dan Satria oleh aparat hukum karena menyuap birokrasi.

Film yang disutradari oleh Lasja Susatyo ini memberikan gambaran tentang sebuah konflik drama keluarga yang terkait dengan perilaku kontradiktif, antara kejujuran dan korupsi. Dalam film ini juga bisa ditemukan sebuah gambaran tentang bagaimana orang tua yang idealis dengan profesi dan memiliki integritas tinggi, justru terlihat gagal dalam menularkan idealisme tersebut kepada anak-anaknya. Idealisme yang disimpan sendiri, dan orang tua yang seolah takut untuk memaksakan nilai-nilai baik tersebut kepada anak-anaknya. Terlihat agak lucu di saat sang Ibu dan ayah yang berintegritas dan idealis itu bingung dan saling menyuruh untuk mengatakan dan memberitahukan kebenaran kepada

26 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 27: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

272014 l Edisi 8 l Kinescope l

anak-anaknya yang justru sudah dewasa.

Film ini juga memberikan gambaran sebuah tipe keluarga yang sangat demokratis dan terbuka, akan pilihan hidup dan nilai-nilai. Ini bisa terlihat dari banyak adegan yang menceritakan tentang itu, khususnya di saat Firman merayu dan menggoda Nisa, istri Jaka supir ayahnya, yang juga bekerja untuk keluarga itu. Rayuan dan godaan Firman terlihat digambarkan sangat vulgar dan anehnya digambarkan langsung di depan anggota keluarga yang lain, tanpa malu-malu dan perilaku permisif ditunjukkan dalam adegan-adegan tersebut. Walau ada keberatan, namun tidak ada yang berani untuk mengatakan keberatannya tersebut. Agak absurd memang, namun entah ini merupakan sebuah kritik atas situasi yang dirasa perlu atau memang kemalasan untuk memikirkan detil adegan.

Lalu, ada juga gambaran kritis tentang perilaku anggota legislatif yang sudah menikah namun menikah lagi dengan perempuan lain. Namun eksekusi detil plot ceritanya agak absurd, Hasan akan menikahi istri kedua dengan megadakan pesta dan menyebar 2000 undangan kepada publik, sedangkan keluarga istri kedua tidak mengetahui fakta bahwa Hasan sudah memiliki istri dan anak dari pernikahan pertamanya.

Gambaran kritisnya bukan hanya tentang itu saja, namun juga tentang gaya hidup gemerlap anggora legislatif, proses pengaturan proyek-proyek pembangunan dan penyuapan

birokrasi. Yang menarik, ada adegan di akhir-akhir yang memberikan gambaran tentang bagaimana istri pertama Hasan yang memprotes perilaku Hasan dan mengatakan bahwa dia dan keluarganya sudah “habis banyak” untuk menjadikan Hasan menjadi anggota legislatif. Adegan singkat yang sebetulnya memiliki makna sangat dalam, entah ini juga hasil riset atas fakta atau asumsi fiksi, namun cukup menarik perhatian.

Alur penceritaan film ini dari awal memberikan alur drama yang cukup baik hingga akhir. Namun memang sangat terasa anti klimaks di bagian penceritaan akhir. Cerita terasa sangat terburu-buru ditutup dengan Firman yang tertangkap sebagai kurir pengantar uang suap, satria yang sempat membakar semua dokumen proyek yang dia miliki sebelum akhirnya tertangkap, anggota DPR (Joko Anwar) yang juga ditangkap KPK, Hasan yang melarikan diri, seolah ingin memberikan penyimpulan atas cerita drama yang agak panjang di awal. Ini terasa anti klimaks dan seolah kehabisan ide untuk memberikan gambaran lebih detil tentang bagaimana keluarga itu mengahadapi krisis situasi tersebut.

Dalam hal penyuntingan adegan, yang menarik perhatian adalah adanya pengulangan adegan di bagian akhir film, yaitu adegan si nenek yang terlihat dari belakang sebelum dia akhirnya diceritakan meninggal, dengan mata kalung yang berada di belakang berbentuk salib. Entah apa maksudnya pengulangan adegan

tersebut, namun sebetulnya tidak perlu. Seolah ingin ada penegasan bahwa keluarga tersebut adalah keluarga terbuka dan kemungkinan memeluk agama yang berbeda. Hal ini terlihat dari pengulangan adegan itu dan di saat adegan menerima tamu-tamu yang hadir menyatakan belasungkawa, di mana Yan mengenakan kemeja putih dan peci, Dian mengenakan selendang. Entah apakah ini maksudnya atau bukan, namun pengulagan adegan itu adalah sebuah bentuk penegasan yang tidak perlu.

Terlepas dari semua itu, film ini tetap memiliki pesan kuat tentang gambaran sebuah keluarga intelektual, orang tua yang memiliki integritas dan idealisme atas profesi dan nilai yang yakini, namun digambarkan gagal menularkan hal tersebut pada keluarganya (kecuali Dian, sebagai anak terkecil). Penggambaran tentang hancurnya sebuah keluarga atas perilaku korupsi tidak terlalu nampak di sini, karena sejak awal digambarkan bahwa keluarga ini terbiasa dengan hidupnya masing-masing, dengan penggambaran interaksi sosial di dalam keluarga ini yang sangat kurang. Namun usaha menggambarkan perilaku dan motif tentang korupsi, bisa diacungi jempol karena sepertinya supervisi KPK memang mamu berikan gambaran yang detil. Namun begitu, kesan saya setelah menonton adalah film ini secara keseluruhan merupakan gambaran tentang idealisme yang anti klimaks.

Page 28: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

28 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

REVIEW

ThE PAsT:jangan Kasih Tahu dia, Awal Sebuah Prasangka

Film ini digarap dengan gaya kammerspielfilm (chamber film), lebih terfokus pada psikologis karakter dan menghindari desain set yang rumit, kesukaan Asghar Farhadi dalam karya sebelumnya, tokoh-tokohnya selalu berdialog panjang-panjang, ini menjelaskan bahwa sutradara tersebut mempunyai referensi karya teater dan literatur yang sangat kuat, di samping itu seperti halnya orang Perancis, orang Iran juga sangat suka dan sangat kritis dalam soal berdebat, perdebatan demi perdebatan inilah dimanfaatkannya untuk menciptakan tensi di hati penonton.

AlI yONO

Semula, sebelum masuk ke bioskop, saya mengira film ini pastilah bercerita lagi tentang perceraian (terjebak oleh

sinopsis di katalog), yang hendak mengulang kesuksesan karya terdahulu sutradara sendiri, A SEPARATION (2011) yang menyabet penghargaan tertinggi Golden Bear Award di Festival Film Berlin, serta Best Foreign Language Film di ajang Oscar dan Golden Globe Awards, ternyata saya salah. Perceraian di dini hanyalah sebuah latar belakang saja, kalau saja sutradara Asghar Farhadi yang kelahiran Iran tahun 1972 ini adalah orang yang suka mengulang, maka sutradara ini akan dikategorikan sebagai sutradara malas dan tidak layak mendapat tempat penting di peta sinema dunia. Selain itu saya juga orang yang suka melihat sesuatu yang diulang terus menerus, karena itu pekerjaan terlalu gampang yang membuatku menjadi malas, tidak mengasah otak lagi, dengan demikian juga tidak akan tumbuh dan berkembang, secara jiwa dan pikiran.

Film ini secara non-official, sebenarnya merupakan terusan dari A SEPARATION, di film terdahulu tersebut tokoh protagonis wanitanya berjuang keras untuk bisa keluar dari negara Iran dan berimigrasi ke negara barat, alasannya karena dia tidak bahagia

dengan kehidupan di Iran dengan kondisi negaranya, masyarakatnya dan keluarganya, demi untuk tujuannya itu dia malah segan-segan bercerai dengan suaminya yang tidak bersedia menyertainya meninggalkan kampung halaman.

Sekarang terusannya, setelah orang-orang ini hidup di negara barat sekian tahun (di sini diceritakan di Perancis), apakah orang-orang ini bahagia dengan kehidupan mereka? Kalau iya, syukurlah; kalau tidak, lantas apa penyebabnya? Tapi pikir-pikir kalau jawabannya ‘iya’, maka film ini takkan terealisasi. Saya katakan ‘orang-orang Iran’ di atas, walau tokoh-tokohnya hanya Ahmad (diperankan Ali Mosaffa) yang ditekankan sebagai orang Iran, selebihnya tidak disebut, namun dari wajah-wajah mereka sangat jelas kelihatan sebagai keturunan Timur Tengah.

Film ini digarap dengan gaya kammerspielfilm (chamber film), lebih terfokus pada psikologis karakter dan menghindari desain set yang rumit, kesukaan Asghar Farhadi dalam karya sebelumnya, tokoh-tokohnya selalu berdialog panjang-panjang, ini menjelaskan bahwa sutradara tersebut mempunyai referensi karya teater dan literatur yang sangat kuat, di samping itu seperti halnya orang

Perancis, orang Iran juga sangat suka dan sangat kritis dalam soal berdebat, perdebatan demi perdebatan inilah dimanfaatkannya untuk menciptakan tensi di hati penonton. Hanya bedanya, film ini tidak seperti A SEPARATION lagi menggunakan kamera genggam (handheld camera), penanganan sinematografi film ini dipegang oleh Mahmoud Kalari, di sini gambar-gambar yang diambil sudah lebih stabil, sudah lebih indah, penataan artistiknya juga sudah lebih kaya dari film sebelumnya. Namun, Farhadi tetap tidak berubah, dia tetap memanfaatkan penyuntingan gambar (editing) dan penataan suara untuk membangun tensi dramaturgi, tanpa diiringi musik sepanjang film (ini mengingatkan kita pada karya-karya sutradara Taiwan kelahiran Malaysia Tsai Ming-liang), musik hanya muncul pada ending kredit saja.

Inti cerita film THE PAST (LE PASSE) ini sebenarnya sangatlah sederhana, yakni tokoh protagonist Marie (diperankan Benedice Bejo) segera akan menikah dengan pacar barunya Samir (diperankan Tahar Rahim), oleh sebab itu dia meminta mantan suaminya Ahmad dating dari Iran untuk menanda-tangani surat perceraian yang sudah tertunda 4 tahun lamanya; namun masalah lain timbul, istri Samir, Celine, saat ini sedang dalam keadaan

Page 29: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

292014 l Edisi 8 l Kinescope l

koma di rumah sakit akibat minum deterjen. Cerita yang sangat sederhana ini bisa dikemas menjadi film berdurasi 2 jam lebih 10 menit , sebenarnya ada apa sih? Tidak ada apa-apa. Hanya saja Asghar Farhadi menggalinya ke lapisan-lapisan yang lebih dalam, yang melibatkan 8 tokoh inti, diantaranya 4 tokoh dewasa dan 4 tokoh anak-anak. 4 tokoh dewasa: Marie, Samir, Ahmad, dan Celine yang dalam keadaan koma, yang hanya muncul di akhir film saja, namun menyelimuti atmosfir sepanjang film, karakter demikian dinamakan the absent witness (saksi yang tidak berada di tempat). 4 tokoh anak-anak: Lucie dan Lea yang merupakan anak Marie dari perkawinan terdahulu; Fouad yang merupakan anak Samir dari perkawinannya dengan Celine; serta satu lagi, anak yang masih berada dalam perut Marie, dengan benih yang ditanam oleh Samir. 8 tokoh inti ini masih ditambah dengan satu orang luar, namun secara langsung berpengaruh terhadap hubungan antara tokoh inti, yakni Naima, seorang imigran gelap asal Timur Tengah yang bekerja di toko binatu milik Samir.

Sebenarnya surat perceraian antara Marie dan Ahmad sudah selesai ditanda-tangani pada 30 menit pertama dari film, namun Farhadi masih membiarkan cerita bergulir lagi selama ¾ film ke depan, dengan menampilkan satu per satu tokoh baru, yang membuat hubungan antar tokoh bertambah rumit. Surat perceraian sudah ditanda-tangani, namun kenapa di wajah Marie masih kelihatan tidak tenang? Kenapa Lucie anak Marie yang menginjak usia remaja (dari perkawinannya yang pertama) selalu alienasi diri dan tidak bahagia? Kenapa pula Fouad anak Samir (dari perkawinannya dengan Celine) cenderung sangat autistic dan tidak bahagia juga?

Ternyata di balik ini semua, muncul satu tokoh yang bernama Celine, yaitu istri dari Samir yang masih sah secara hukum. Masalahnya ialah sang istru sekarang sedang sekarat di rumah sakit, sedang koma, dia diduga minum deterjen. Kenapa dia? Bunuh diri kah dia? Atau dibunuh? Kalau bunuh diri, apa penyebabnya? Siapa yang mengakibatkannya? Kalau dibunuh, siapa pula pelakunya? Semua tanda Tanya ini dikemas oleh Farhadi menjadi reaksi psikologis yang timbul dalam diri para tokohnya, sehingga para tokohnya mulai menduga-duga, sampai akhirnya

saling tuduh menuduh. Ini merupakan gaya suspense thriller ala Alfred Hitchcock.

Akar dari isu saling duga menduga dan tuduh menuduh ini adalah manusia-manusia ini pada terjebak semuanya, mereka terperangkap ke dalam dua dunia yang saling kontradiktif: antara perkawinan dengan perceraian; antara anak kecil dengan orang dewasa; antara cinta dengan benci; antara hidup dengan mati; dan, antara masa lalu (past) dengan masa kini (present). Manusia-manusia ini dalam hati mereka berusaha untuk bergerak maju ke depan, namun kaki mereka selalu ditarik oleh masa lalu mereka, membuat mereka tidak bisa bergerak dan selalu menoleh ke belakang, melihat masa lampau. Kekontrasan ini menciptakan dilemma dalam hati mereka, maju salah mundur salah, terakhir hanya berjalan di tempat. Sebut saja, Celine yang hidup segan mati tak mau itu, mengambang-ambang terus diantara dunia ini dan dunia masa depan; Marie yang sudah hampir bercerai, namun baying-bayang dari perkawinan masa lalunya selalu menyelimuti atmosfir di setiap sudut rumahnya di pinggiran kota Paris, walau dia sedang berusaha untuk mendekorasi ulang ; Samir yang sudah hampir menikah dengan Marie, namun masih susah untuk melepaskan ikatan batinnya dengan sang istri, yang masih belum diketahui apakah bisa tetap hidup atau tidak; Ahmad yang jauh dari kampung-halamannya di Iran, malah merasa seperti orang asing di dalam rumahnya sendiri di Perancis.

Dan kunci dari akar masalah ini hanyalah sederhana saja, namun dibuat jadi berseluk-beluk oleh orang-orangnya. Kuncinya adalah, mereka terlalu banyak menyimpan rahasia terhadap pihak lain yang bersangkutan, alhasil sedikit-sedikit ‘jangan kasih tahu dia’, dan dengan rahasia yang semakin menumpuk itu, membuat hubungan antara orang menjadi semakin tidak terbuka dan tidak bisa berterus-terang, akibatnya orang-orang ini jadi suka berprasangka (prejudice). Saya yakin orang Indonesia tidak asing dengan sifat dan kebiasaan

orang Iran ini. Film ini sekalipun dibuat di Perancis dan dalam bahasa Perancis, tapi dunianya tetap diciptakan oleh orang Iran, dan mencerminkan pola pemikiran masyarakat Iran, baik yang sehat maupun yang sakit.

Layak untuk dicatat, permainan aktris Benedice Bejo (kelahiran Argentina tahun 1976) yang sudah pernah membuktikan kemampuannya bermain dalam komedi bisu THE ARTIST ini, kini berusaha menyelami jiwa karakter Marie yang terperangkap ke dalam kebingungan namun senantiasa mengharapkan perubahan dalam hidupnya, dan untuk usahanya ini dia dianugerahi penghargaan aktris terbaik di Festival Film Cannes 2013. Dan kamera berhasil menangkap reaksi-reaksinya saat mendengarkan tokoh lain berbicara, respons dari sorotan matanya dan bahasa tubuhnya tidak berlebihan, namun juga tidak perlu diberi subtitle, kita sudah bisa memahami dengan jelas perjalanan batinnya. Setiap gerakan tubuhnya yang notabene merupakan curahan emosionalnya (rapuh namun tidak mendominasi orang lain) kelihatannya seperti seorang penari yang seolah-olah sedang menari di dalam frame yang disediakan.

Adegan terakhir, Samir harus memutuskan apakah dirinya hendak bergerak maju ke depan atau berhenti di masa lampau, saat mengunjungi istrinya Celine yang masih koma di rumah sakit (satu-satunya adegan dimana Celine secara visual) dengan membawa sekotak parfum milik kesukaan sang istri, dengan harapan rangsangan ini bisa men-stimulasi indera penciuman hidungnya untuk bereaksi. Dan, sebagai hasilnya, Celine meneteskan air matanya, dan menggengam tangan Samir. Interpretasi ini layak mendapat untuk diskusi panjang, tentunya dengan sambil meneguk secangkir kopi.

Page 30: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

30 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

OPInI

Membaca indonesia dari Film dan sinema

indonesia

Film, saat baru masuk ke Indonesia, menjadi saksi kolonialisme yang melanda nusantara. Di pertengahan

abad 19 M, film menjadi saksi mata dari pergolakan kemerdekaan yang disertai dengan revolusi fisik. Film kembali menjadi saksi mata dalam kerusuhan sosial dan politik di tahun 1965-1966 sebagai akibat pemberontakan yang konon dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia

(PKI). Di masa Orde Baru, film dan sinema secara efektif dikontrol oleh pemerintah, baik secara kelembagaan maupun substansinya, sehingga film di masa ini tidak ubahnya sebagai corong propaganda atas nama pembangunan yang menjadi matra pemerintahan Orde Baru. Film juga menjadi saksi mata atas kejatuhan pemerintahan Orde Baru setelah digoyang serangkaian unjuk rasa massif berlabel reformasi. Film

dan sinema Indonesia kemudian mengalami perubahan secara kelembagaan maupun substansi.

Di masa kolonialisme, film datang ke Indonesia pada awal tahun 1900-an dengan didominasi film- film dari Dunia Pertama (First World) yaitu Eropa dan Amerika Serikat. Baru pada pertengahan dekade 1920-an saat jumlah gedung sinema telah mencapai angka 13, film untuk kali pertama dibuat di

FAjAR juNAEdI

Perkembangan film Indonesia mengalami pasang surut yang menarik untuk diamati, karena di dalam pasang surut film Indonesia inilah terjadi

relasi yang kuat antara film dan sinema sebagai bentuk kebudayaan dengan institusi politik yang berkuasa di masanya. Sejak film masuk

ke Indonesia di awal abad 19 M, berbagai kisah manis dan pahit terjadi dalam relasi film dan sinema dengan penguasa politik yang memegang

kendali kuasa di masanya.

30 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 31: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

312014 l Edisi 8 l Kinescope l

Indonesia. Kemudian film tidak lagi menjadi monopoli kota besar seperti Jakarta dan sekaligus hanya menjadi hiburan milik kaum borjuasi, karena film kemudian diputar dalam berbagai pertunjukan di tanah lapang. Model pemutaran ini kemudian dikenal sebagai misbar (gerimis bubar), sebuah bentuk layar sinema yang berkeliling layaknya sirkus keliling. Model inilah yang berhasil menjangkau khalayak luas, bahkan mampu menyapa penduduk pribumi yang buta huruf, karena memang menonton film berbahasa lokal tidak mewajibkan penontonnya melek huruf. Atas pertimbangan inilah kemudian pemerintah kolonial Hindia Belanda mendirikan Komisi Film Hindia Belanda dan menjadikannya sebagai institusi tunggal yang mengatur film dan sinema. Komisi yang berada di bawah Departemen Dalam Negeri pemerintah kolonial ini sekaligus menjadi awal dari kelahiran lembaga sensor dan serempak mewariskan tradisi sensor ke generasi sesudahnya (Sen,1994:13).

Di masa kemerdekaan, euphoria kemerdekaan mewarnai dunia perfilman Indonesia. Secara kuantitas produksi film mengalami kenaikan secara pesat, dari hanya 6 film pada tahun 1949 menjadi 22 film di tahun 1950 dan 58 di tahun 1955 (Sen,1994:19). Isu dan wacana nasionalisme serta patriotisme menjadi substansi kuat dari film di masa ini. Dalam tataran praksis sosial, nasionalisme ini diwujudkan dalam gerakan menasionalisasi gedung sinema dan perusahaan film, sekaligus menggulirkan film yang “benar-benar” Indonesia.

Sosok Usmar Ismal menjadi tokoh utama dalam pengguliran sinema nasional di masa keriuhan suka cita kemerdekaan ini. Bersama dengan beberapa koleganya, Usmar Ismal mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Dengan modal yang terbatas, Perfini memproduksi film pertama berjudul Darah dan Doa pada bulan Maret 1950. Perfini sempat menghentikan produksi film ini karena kekurangan pendanaan, namun kemudian produksi bisa berlangsung setelah

seorang pengusaha keturunan China bernama Mr. Thong memberikan bantuan keuangan untuk proses produksi. Bantuan terhadap produksi film ini juga mengalir dari perwira Divisi Siliwangi, karena memang cerita film yang berlatar belakang long march Divisi Siliwangi pada masa revolusi kemerdekaan (Sen,1994:21).

Relasi antara institusi militer dengan industri film sebagaimana yang terjadi dalam proses produksi film Darah dan Doa sebenarnya bukan hanya fenomena khas dalam industri film di Dunia Ketiga seperti Indonesia dimana faktor modal sering kali menjadi penghambat dalam proses produksi film. Di Hollywood, sebagai sebuah representasi industri film di Dunia Pertama yang sebenarnya tidak mengalami hambatan modal yang berarti, relasi antara institusi militer dan industri film sudah lama mutualisme bagi keduanya. Pemerintahan Ronald Reagen di tahun 1980-an bahkan memberikan insentif secara massif kepada produsen film Hollywood yang bersedia memproduksi film yang mendorong patriotisme dan kebijakan pemerintah Amerika Serikat, seperti bantuan yang diberikan dalam produksi film Top Gun. Film ini konon diproduksi sebagai bentuk promosi pemerintah dan militer negara tersebut untuk menjaring anak muda masuk akademi militer (Kellner,1996:67). Patriotisme Amerika ini kemudian diekspor ke berbagai belahan dunia lain, termasuk Indonesia.

Penonton film di Indonesia, sebagaimana terjadi di banyak negara Ketiga lainnya, diguyur dengan berbagai film produksi Amerika Serikat terutama Hollywood. Di saat usia republik ini masih belia, para pelobi dari Hollywood datang dengan paket bantuan teknis bernama Technical Cooperation Administration (TCA) di tahun 1950 dengan nilai bantuan sebesar lima ratus ribu dollar Amerika. Tentu saja bantuan ini tidak ikhlas diberikan karena

sebagai gantinya kran impor film Hollywood secara massif

dibuka melalui kontrol monopoli yang dilakukan oleh American Motion

Picture Association in Indonesia (AMPAI).

Beberapa laporan terpercaya

menunjukan bahwa 600 sampai dengan 700 film Amerika masuk ke Indonesia sepanjang tahun 1950 sampai dengan 1955 (Sen,1994:25).

Di masa selanjutnya, gempuran dahsyat film Hollywood ini telah menggulung industri film Indonesia di tahun 1990-an, dimana produksi film nasional mengalami kemerosotan yang menyedihkan. Di masa suram ini, produksi film setiap tahun bisa dihitung dengan jari tangan dan atas sebab ini Festival Film Indonesia (FFI) mati suri untuk sesaat.

Di masa Orde Baru, dimana kapitalisme semu (ersatz capitalism) menjadi corak kapitalisme yang secara tidak sadar dianut oleh penguasa politik di masa ini, industri film juga tidak lepas dari intervensi penguasa sebagaimana selalu ada kolaborasi antara pemodal dan pemerintah dalam kapitalisme semu. Pemerintah Orde Baru mengawali kiprahnya dengan menyokong secara penuh beberapa film yang berlatar belakang penumpasan pemberontakan G-30-S/PKI, seperti film Operasi X di tahun 1968.

Jika di masa Orde Lama keberadaan AMPAI acapkali menjadi sasaran kecaman dan demonstrasi, karena dianggap sebagai antek neo-imperialisme, maka di masa Orde Baru kondisinya berbalik 180 derajat. Angin besar berupa unjuk rasa dari para demonstran berganti menjadi angin sejuk berupa dukungan dari pemerintah tanpa ada perlawanan berarti dari kaum oposisi. Film-film Hollywood kemudian merajai layar gedung sinema dan puncaknya adalah di masa akhir kekuasaan orde ini, di mana film Indonesia menjadi makhluk asing di rumah sendiri.

Dominasi film Hollywood ini tidak hanya secara kuantitas, namun secara kualitas menimbulkan mimikri pascakolonial. Konsep mimikri merujuk pada peniruan budaya yang dilakukan oleh aktor budaya di Dunia Ketiga terhadap representasi budaya yang ditampilkan oleh Dunia Pertama. Ide-ide film Hollywood yang menampilkan kelas dominan di masyarakat sebagai sosok pahlawan juga ditiru oleh film Indonesia yang selalu menampilkan kelompok sosial dominan sebagai pahlawan

Tidak aneh juga jika di masa Orde Baru, gagasan yang dimunculkan dalam film selalu berkutat pada wacana kelas dominan dan tentu

Pengkianatan G-30- S/PKI

Page 32: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

32 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

saja merupakan ide yang menjadi arus dominan (mainstream) di masyarakat. Jarang sekali film menampilkan gagasan yang berbeda, memihak kelompok subaltern dan sekaligus membela kelas marginal. Ide pembangunan pun selalu muncul dalam berbagai film Indonesia di masa Orde Baru.

Layaknya sirkus keliling, pemerintah di masa ini memutar film dalam sinema keliling di tanah lapang untuk ditonton oleh masyarakat. Tentu saja film-film yang diputar adalah film kepahlawanan yang menarasikan tentang militer yang membela kedaulatan bangsa, atau jika tidak adalag film-film yang benar- benar fiksi tanpa ada unsur pembelaan terhadap kaum subaltern. Film-film horor yang dibintangi Suzanna dan film-film silat yang dibintangi oleh Barry Prima menjadi menu yang sering disuguhkan ke masyarakat dengan diselingi iklan-iklan tentang program transmigrasi dan keluarga berencana. Film dan sinema sebagai bentuk budaya populer dalam masa ini terartikulasikan sebagai budaya massa yang afirmatif, sekaligus mengalienasi khalayak dari realitas hidup sesungguhnya.

Dalam masa Orde Baru, Badan Sensor Film (BSF) menjadi momok yang menakutkan. Badan ini memiliki kewenangan penuh untuk melakukan sensor terhadap film dan produk budaya lain yang menjadi turunannya, termasuk iklan film, baliho dan pamflet, terancam dengan gunting sensor yang menakutkan. Isu yang sering mengemuka dalam sensor adalah isu seksualitas dan pornografi, seperti yang terjadi tatkala film Pembalasan Ratu Laut Selatan yang dibintangi bom seks di era dekade 1980-an, Yurike Pratisca, menunai kontroversi hebat. Era ini memang bisa dianggap sebagai sorga film-film yang dianggap porno, setidaknya menurut BSF selama tahun 1984/1985, dari 60 judul film yang diproduksi 44 diantaranya harus menerima gunting sensor karena alasan pornografi (Lesmana,1995:7).

Kuasa gunting sensor bukan hanya berada di Jakarta, namun juga menyebar ke daerah. Pemerintah mendirikan Badan Pembinaan Perfilman Daerah (Bafida) yang berfungsi mengawasi peredaran film

dan bentuk budaya turunannya yang dianggap tidak sesuai dengan norma yang dipercayai oleh pemerintah. Akibatnya standar ganda bisa terpatik dari keberadaan Bafida. Di Yogyakarta, beberapa poster film diturunkan secara paksa oleh Bafida pada dekade 1970-an, setelah “mendengar keluhan masyarakat”, padahal di daerah lain poster dan baliho film tersebut tidak menjadi persoalan. Alasan yang dikemukakan oleh penguasa selalu alasan pornografi.

Padahal jika ditelisik dari sejarahnya, gunting sensor sebenarnya bukan berasal dari persoalan seksualitas dan pornografi, namun karena alasan yang lebih bernuansa politis. Adalah film Darah dan Doa menjadi titik awal dari sensor, ketika film yang berlatar belakang long march Divisi Siliwangi ke Jawa Tengah dan Jawa Timur pada pasca Perjanjian Renville, diprotes oleh beberapa perwira Divisi Siliwangi karena dianggap tidak menampilkan perjalanan long march divisi ini sebagaimana mestinya, sehingga di beberapa daerah film ini dilarang diputar.

Orde Baru secara efektif menjadikan film sebagai media propaganda dengan mendirikan institusi yang mengatur industri dan distribusi film dan sinema. Sebagai bentuk konsolidasi terhadap industri film, pemerintah Orde Baru mendirikan Lembaga Perfilman Nasional (Lepfinas) di masa Menteri Penerangan Mashuri pada tahun 1970. Lembaga ini kemudian mengalami inkorporasi lebih kuat oleh pemerintah, ketika pemerintah Orde Baru mengubahnya menjadi Dewan Film yang diketuai oleh menteri penerangan secara ex-officio (Sen,1994:53).

Fasisme Orde Baru semakin terlihat dengan film-film yang diproduksi yang selalu menampilkan epik kepahlawanan militer, terutama Presiden Soeharto saat masih aktif di militer. Pengkianatan G-30- S/PKI menjadi ikon paling penting dalam dramaturgi sosok Soeharto sebagai pahlawan. Film pertama yang menokohkan Soeharto sebagai pahlawan adalah film Janur Kuning yang diproduksi pada tahun 1979 dengan biaya sekitar 385 juta rupiah, sebuah anga fantastis karena produksi

film di masa tersebut umumnya hanya memakan dana 200 juta rupiah (Sen,1994:91). Film yang bercerita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 ini bercerita tentang kepahlawanan Soeharto yang masih berpangkat kolonel dalam menguasai Kota Yogyakarta selama enam jam, menyingkirkan peran Sri Sultan Hamengkubuwono IX, raja Kerajaan Yogyakarta di masa tersebut dan Jenderal Soedirman, panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dikenal luas sebagai sosok jenius dalam strategi perang gerilya.

FiLM sETELAh rEForMAsi

Di luar dugaan banyak kalangan, pemerintah Orde Baru akhirnya harus ambruk ketika gelombang unjuk rasa mahasiswa menggoyang pemerintahan ini. Jatuhnya Orde Baru terjadi saat film Indonesia sedang terpuruk juga. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan biaya produksi film melonjak tajam apalagi beberapa pasca produksi film masih harus dilakukan di luar negeri karena keterbatasan teknologi di Indonesia. Di saat yang bersamaan kemampuan khalayak untuk membeli tiket bioskop juga merosot drastis. Praktis hanya film-film komedi Warkop yang masih rutin menyapa penonton sinema Indonesia di masa transisi kekuasaan Orde Baru.

Di saat yang bersamaan, perkembangan televisi swasta dalam dunia penyiaran Indonesia telah memberikan pilihan baru bagi khalayak untuk menikmati hiburan baru tanpa ke bioskop. Sinema eletronik yang lazim diakronimkan sebagai sinetron menjadi bentuk baru dalam film dan sinema Indonesia yang dibuat khusus untuk ditayangkan di televisi, menyaingi film seluloid yang ditayangkan di gedung sinema. Di masa sekitar suksesi ini juga, teknologi digital berkembang secara pesat dengan berbagam implikasi bagi ranah film dan sinema Indonesia.

Dalam sudut pandang negatif, teknologi digital terutama dalam bentuk cakram video compact disc (VCD) berkembang pesat. Berbeda dengan pita video VHS dan Betacam yang tidak sedahsyat VCD, teknologi cakram digital menjangkau sampai

Page 33: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

332014 l Edisi 8 l Kinescope l

pelosok desa dengan harga yang sangat murah. Akibatnya film Indonesia yang harus ditonton dengan membeli tiket bioskop semakin dijauhi penonton. VCD bajakan merajalela, semakin meminggirkan film Indonesia dari ranah publik.

Dari sudut pandang positif, teknologi memungkinkan produksi film secara digital dilakukan dengan biaya yang murah. Handycam dan kamera digital semakin murah dan teknologi editing dapat dilakukan secara murah dengan perangkat komputer multimedia. Perangkat lunak untuk editing juga tersedia di pasar, memungkinkan film diproduksi bukan hanya oleh kalangan industri film maupun pemerintah seperti di masa Orde Baru, namun juga oleh komunitas film.

Komunitas film, terutama mengambil nama Kine Klub, tumbuh bak jamur di musim hujan di berbagai perguruan tinggi. Di tengah kekosongan film Indonesia di masa akhir Orde Baru dan awal reformasi, produksi film oleh komunitas film yang kemudian disebut film indie melonjak tajam. Kompetisi film indie mengiringi berbagai acara pemutaran film indie di berbagai kampus. Komunitas film indie kemudian menyebar bukan hanya berbasis kampus, namun kemudian bersifat lintas kampus.

Di tengah ketidakpedulian pemerintah terhadap perkembangan komunitas film indie ini, komunitas film indie membuktikan mampu eksis dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kekurangan dari segi pembiayaan mampu tertutupi dengan semangat yang lebih dari aktivis film indie.

Kata ‘indie’ dalam proses produksi film bisa diartikulasikan dalam berbagai konteks. Pertama, kata ini merujuk kepada proses produksi film yang didanai sendiri tanpa ada bantuan dana dari pihak lain, sehingga dalam manajemen produksi terbebas dari pengaruh pihak lain. Kedua, kata ini merujuk kepada perlawanan terhadap mayor label, sebagaimana yang sering dipahami dalam konteks musik indie di dunia Barat. Jika memang indie merupakan oposisi biner, maka gagasan film indie adalah gagasan yang membela kelompok subaltern dan subkultur yang selama ini terpinggirkan dari wacana dominan

dalam film- film mayor.Kebaruan gagasan yang dibawa

oleh semangat indie ini merasuk dalam film Indonesia di masa reformasi. Ada Apa dengan Cinta (AAdC), sebuah film remaja yang romantis yang meledak di pergantian milenium, menjadi petanda dari kebangkitan gagasan terhadap kelompok pinggiran yang terkucil secara politis dan kultural. Film yang menceritakan kisah cinta antara Rangga dan Cinta ini dibumbui keterusiran orang tua Rangga dari Indonesia karena dianggap memberontak oleh pemerintah yang berkuasa. Sebuah kisah eksil dari warga negara Indonesia yang terusir dan tidak bisa kembali ke Indonesia setelah tragedi tahun 1965.

Ide tentang nasionalisme juga tidak lagi menjadi monopoli tentara dan pemerintah sebagaimana terjadi di masa Orde Baru. Film Garuda di Dadaku menarasikan nasionalisme anak-anak di atas lapangan hijau sepakbola. Sebuah narasi yang jauh berbeda dengan film berlatar belakang nasionalisme di masa Orde Lama dan Orde Baru yang menempatkan matra nasionalisme sebagai habitus militer dan pemerintah.

Layaknya yang terjadi di masa Orde Baru, komodifikasi seksualitas berbalut dengan mistik kembali mengemuka dalam film Indonesia generasi pasca reformasi. Sebagaimana yang terjadi di masa lalu juga, penolakan terhadap pornografi kembali mengemuka. Kontroversi film Virgin, di tahun 2004 menjadi salah satu puncak persoalan pornografi dalam film dan sinema Indonesia. Claudia Sinta Bella, Ardina Rasti, Julia Perez menjadi bintang baru menggantikan Suzanna dan Yurike Pratisca.

Komodifikasi menggejala bukan hanya pada ranah seks namun bergerak secara massif ke dalam ranah religi. Film-film religi seperti Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih mencatat sukses besar dalam perolehan angka penonton. Memang di masa lalu film bertema religi juga pernah dibuat seperti Al Kautsar, Robohnya Surau Kami

dan Wali Songo, namun ketiganya tidak mampu menggerakan jutaan penonton sebagaimana Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.

Yang menarik, tema nasionalisme bukan lagi menjadi milik militer dan penguasa politik sebagaimana yang direpresentasikan dalam film-film di masa Orde Baru yang menempatkan seragam militer sebagai simbolisasi nasionalisme. Nasionalisme bisa menjadi habitus sekelompok anak kecil sebagaimana yang bisa dilihat dalam film Garuda di Dadaku dan King, atau nasionalisme yang dimiliki masyarakat kelas bawah seperti yang dinarasikan dalam Naga Bonar Jadi Dua.

Di tengah perkembangan tema dalam film Indonesia ini, dunia film dan sinema Indonesia dihadapkan pada kontroversi regulasi di bidang perfilman. Rancangan Undang-undang (RUU) Perfilman menjadi kontroversi hebat di tahun 2009, melibatkan perdebatan panjang antarpelaku dalam ranah industri film. Namun yang perlu diapresiasi adalah film Indonesia telah bangkit dari mati surinya seiring dengan reformasi.

*Tulisan ini dimuat dalam buku ”Menelanjangi Film Indonesia”, diterbitkan

oleh Lingkar Media, 2009.

Garuda Di Dadaku

Page 34: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

34 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

FESTIVAL

Sejak perhelatan pertamanya di tahun 2009, festival yang diselenggarakan oleh Yoshimoto Kogyo, sebuah perusahaan entertainment terbesar Jepang yang berfokus di konten-konten komedi ini, seperti dikatakan presdir-nya, hiroshi Osaki, tetap mengambil konsep laugh and Peace, mempertahankan tradisi lokal penuh kedamaian lewat pagelaran musik, tari dan budaya lain bersama lineup film-film peserta dalam cakupan unik di genre drama atau komedi dari berbagai belahan dunia dan rata-rata merupakan film-film yang menawarkan tawa tapi punya esensi heartwarming cukup dalam.

LAUgh AnD PEACE CELEBrATion

6Th okinawa international movie Festival:

Kalau pernah menonton ‘The Karate Kid Part II’, Anda pasti tahu Okinawa yang dikisahkan sebagai pulau

kelahiran Mr. Miyagi. Dikenal sebagai salah satu kepulauan dimana tradisi-tradisi lama masih dipegang erat, belahan dunia dengan penghuni berusia paling panjang sekaligus pusat kelahiran seni beladiri Karate, Okinawa International Movie Festival (OIMF) mungkin bukan hanya sekedar sebuah festival film. Memasuki usia ke-6 penyelenggaraannya, festival yang punya atmosfer sangat berbeda ini lebih merupakan sebuah selebrasi

kebudayaan dalam eksistensi tradisi dan budayanya yang dikenal sangat unik.

Tercatat diantara film-film yang pernah memenangkan award di tahun-tahun sebelumnya adalah Rab ne Bana di Jodi (India), Crazy Little Thing Called Love (Thailand) hingga The Artist (AS).

Dengan jargon mereka tahun ini, “All Things are Great in All The Island!”, konsep itu tetap dipertahankan dengan masuknya beberapa kategori baru. Tetap membidik sasaran audiens yang bukan hanya penyuka film tapi dari seluruh kalangan masyarakat,

penyelenggaraannya jadi bagaikan perayaan di seluruh kota. Ekshibisi pasar film yang biasanya hanya jadi ajang perburuan distributor pun mendapat treatment lebih luas menjadi Laugh & Peace Town, dilengkapi dengan panggung hiburan dan aktifitas-aktifitas interaktif yang menjangkau semua kalangan usia.

Dari kawasan terbesarnya, Naha City dengan bioskop indie alternatif Sakurazaka dan Ginowan yang terkenal dengan pantai tropisnya, film-film yang masuk dalam kategori kompetisinya bersaing untuk memperebutkan Uminchu Grand Prix Award buat masing-

dANIEl IRAwAN

Page 35: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

352014 l Edisi 8 l Kinescope l

masing kategori Laugh and Peace. Penghargaan tertingginya sendiri, Special Jury Prize, The Golden Shi-sa Award, mengacu pada Shi-sa, sosok mitos pelindung pulau, diberikan pada satu film terpilih dari dua kategori tadi.

Dewan juri tahun ini adalah sutradara veteran Sadao Nakajima yang dikenal lewat film-film yakuza dan jidaigeki (period era samurai dan shogun) sebagai ketua juri, kemudian ada produser asal Hong Kong Gary Tang, produser Jepang Yoko Narahashi, serta dari komisi museum Ginowan, Etsuko Higa dan kritikus film mereka yang paling dikenal, LiLiCo.

OIMF tahun ini sekaligus mencatat momen penting lewat gelaran Okinawa Contents Bazaar sebagai event pembuka festival. Dalam konferensi dan panel diskusi sehari penuh ini, Yoshimoto meresmikan penandatanganan kerjasama produksi serta distribusi mereka dengan sejumlah media besar Asia lain dari Astro Malaysia, TVB, anak-anak perusahaan di Thailand hingga Media Asia dan jaringan distribusi Content Land dari Hong Kong bersama konsultan-konsultan media AS.

Turut dihadiri oleh aktor Masi Oka (Heroes) dan sutradara Gordon Chan (head of film division Media Asia), seremonial kontrak kerjasama itu ditandatangani oleh Hiroshi Osaki, Peter Lam dari Media Asia dan Johnny Lau dari Content Land. Juga mengakuisisi beberapa penyelenggaraan festival lokal termasuk Kyoto yang akan direvitalisasi besar-besaran tahun ini sebagai bagian dari ekspansinya, untuk memperkuat profilnya, OIMF pun menghadirkan sineas-sineas internasional yang membawa film mereka tak hanya untuk berkompetisi tapi juga merayakan event world premiere dan Japan premiere yang berlangsung bersama festivalnya.

Dari Korea Selatan ada sutradara Hwang Dong-hyeuk dan aktris Shim Eun-kyeung dari Miss Granny serta Kim Yong-hwa dari Mr. Go, keduanya masuk ke dalam kategori peace, dari Jerman ada aktor Elyas M’Barek dari Suck Me Shakespeer hingga Johnny Knoxville yang datang untuk Jackass presents Bad Grandpa yang juga masuk dalam kategori laugh. Aktor-aktor Jepang seperti Shidou Nakamura, Tatsuya Fujiwara dan aktris cilik Mana Ashida dari Pacific Rim dan komedian-komedian Yoshimoto

sebagai deretan presenternya juga hadir dalam momen terbesar festival yang dibanjiri oleh lebih dari 50000 pengunjung, penyelenggaraan Red Carpet sepanjang 150 m yang digelar di dua tempat berbeda; di tengah-tengah pantai Ginowan dan Naha City pada awal dan menjelang akhir festival.

Di luar kategori kompetisi, beberapa world’s major production juga hadir ke dalam kategori Special Invitation untuk membuka penyelenggaraan festival. Selain Oh! Father, salah satu blockbuster lokal unggulan mereka tahun ini, ada Grudge Match dan The Secret Life Of Walter Mitty. Sementara di sesi Open Air Screening, kategori yang menawarkan pengalaman sinematis unik perlambang kebebasan dan keterbukaan lewat layar outdoor terbesar (berukuran 26.65 m x 14.76 m) yang diimpor dari Switzerland tahun ini menayangkan Gravity bersama dokumenter pedansa reggae lokal mereka dalam Jamaica Diary: An Unbelievable True Story.

Keunikan lain ada dalam kategori Creator’s Factory yang baru memasuki tahun ke-2nya. Menggagas kompetisi untuk video-video pernikahan di seluruh Okinawa atas ciri khas kesenian lokal tiap kawasannya, pesertanya akan bersaing untuk memperebutkan Best New Creator Award. Scene perfilman independen serta film pendek pun diberi tempat lewat kategori penayangan Community-based Movies dan kompetisi yang diberi nama Jimot CM Competition.

Bersama kategori-kategori itu, Yoshimoto Kogyo bekerjasama dengan AEON Cinemas juga membuka kompetisi baru untuk merayakan budaya sinema yang selama ini memang sangat berkembang di Jepang. Dibandrol nama TV Director’s Movie, kategori ini diisi oleh film-film produksi stasiun televisi yang bersaing memperebutkan piala Best Film, Actor dan Actress di mana film-film pemenangnya akan ditayangkan juga di seluruh jaringan bioskop AEON nantinya.

Dua kategori terakhir adalah Sakurazaka College Screening dan Special Screening. Bukan hanya terkenal dengan bioskop alternatifnya, universitas film Sakurazaka juga memilih beberapa film termasuk nominee Oscar Philomena bersama beberapa film lain untuk ditayangkan

dalam bentuk edukasi, di mana para pengamat serta dosennya akan membahas langsung film-film yang diputar dari berbagai segi filmis secara mendalam. Sementara sesi Special Screening menggelar penayangan film-film komedi klasik Jepang dan dunia termasuk pemenang Oscar The Sting (1973), Duck Soup (1933) dari The Marx Brothers.

film-film Peserta Pilihan One third (2014, Japan/Hiroshi Shinagaki – Laugh Competition)

Meraih penghargaan tertinggi OIMF tahun ini, film ketiga sutradara dari smash hit Manzai Gang a.k.a. Slaspstick Brothers (2011) ini, diangkat dari novel terkenal Sanbunnoichi karya Hanta Kinoshita. Dibintangi Tatsuya Fujiawara bersama ensemble cast yang rata-rata cukup dikenal, dalam tradisi film-film Tarantino yang juga dijadikan referensi kuat untuk membangun karakternya, ini adalah sebuah dark heist comedy perampokan bank yang sangat energik dan penuh kegilaan, sama seperti komposisi jazz theme song-nya yang serba complicated, Triad, dari Japanese jazz duo Pia-no-Jac.

miss granny (2014, Korea/Hwang Dong-hyeuk – Peace Competition)

Banting stir dari film-film bertema sosial yang sangat depresif, sutradara Hwang Dong-hyeuk membesut romcom fantasy dengan aktris utama Shim Eun-kyeung dari Sunny. Tema nenek berusia 74 tahun yang seketika kembali ke sosok 20-an tahunnya sendiri tak lantas tergelincir jadi sekedar komedi tapi dalam tradisi film-film tearjerking Korea, juga

Page 36: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

36 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

memuat refleksi penting tentang memori, keluarga dan pilihan-pilihan hati. Miss Granny memenangkan Uminchu Grand Prix untuk Laugh Category.

the rOund table (2014, Japan/Isao Yusikada – Peace Competition)

Merupakan adaptasi novel terkenal Entaku dari Kanako Nishi, The Round Table adalah bentuk kiprah Mana Ashida dalam lead performance yang sangat charming. Membawa penontonnya masuk ke kepolosan pikiran seorang anak dari suku Hyogo dan dialek Kansai-nya yang khas, berhadapan dengan kehidupan sosial barunya dalam memandang dunia, film arahan Isao Yusikada ini jauh lebih ketimbang sebuah film anak biasa.

suck me shakesPeer (2013, German/Bora Dagtekin – Peace Competition)

Film terlaris di Jerman tahun lalu, film berjudul asli Fack ju Göhte yang berkisah tentang seorang bekas napi yang terpaksa menjalani tugasnya sebagai guru pengganti bagi murid-murid aneh ini sekilas terasa sangat sinis dan nakal dengan dialog-dialog rapidfire-nya. Namun dibalik gelaran tawa juga ada pertanyaan moral yang serius tentang integritas dalam sebuah sistem pendidikan. Brassily funny and sexy, too.

fuku-chan Of fukufuku flats (2014, Japan/Yosuke Fujita – Peace Competition)

Biar berjudul Fuku-chan, ini bukan adaptasi langsung dari tokoh komik strip populer klasik populer mereka, namun sangat terasa masih

diwarnai referensinya. Diperankan komedian wanita Miyuki Oshima, karakter Fuku-chan, lajang gendut - lugu yang seketika harus kembali berurusan dengan trauma masa lalu akibat kehadiran highschool crush-nya (Asami Misukawa dari Dark Water) menjadi spesial. Menghindari ranah klise film-film sejenis, Fuku-chan of Fukufuku Flats menjadi heartfelt dramedy lewat karakter-karakter down to earth yang sangat manusiawi. Film Jepang pertama yang di-ko-produksi Inggris, Italia, Jerman dan Taiwan dengan rencana distribusi luas sekaligus membuka Udine’s Far East Film Festival barusan.

Daftar Pemenang OIMF ke-6 :

Jimot CM Prefectures of Japan Grand Prize: Re:born.K (Kagawa) Jimot CM Municipalities in Okinawa Grand Prize: Zamami Village (Okinawa)Best New Creator Award: Koji Fukada untuk InabeBest Film TV Director’s Movie: Love Session (sutradara Eiji Itaya)Best Actor & Actress: Shidou Nakamura dan Manami Konishi dalam film FurikoThe Uminchu Grand Prix for Laugh Category: Ultrafest! Sankinkotai (Jepang/Katsuhide Motoki)The Uminchu Grand Prix for Peace Category: Miss Granny (Korea/Hwang Dong-hyeuk)Special Jury Prize/The Golden Shisa Award: One Third (Jepang, Hiroshi Shinagawa)

Page 37: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

372014 l Edisi 8 l Kinescope l

Exclusive interview: hwang Dong-hyeukDibanding My Father dan Si-

lenced, film Anda sebelumnya, Miss Granny punya tone yang sangat ber-beda. Kenapa memutuskan untuk

banting stir?

(Tertawa) Saya benar-benar perlu waktu untuk

sembuh setelah Silenced yang sangat depresif. Saya sebenarnya san-gat fun hingga teman-teman saya terkejut

ketika saya memutus-kan untuk membuat

Silenced setelah My Father. Proses yang ada

dalam Miss Granny benar-benar membawa saya ke

diri saya yang sebenarnya, dan senang sekali melihat penonton-

nya tertawa dan merasa senang.

Seperti dua film itu, Miss Granny juga menghadirkan tema keluarga yang sangat kuat. Atau ini yang sebenarnya merupakan signature seorang Hwang Dong-hyeuk sebena-rnya?

Mungkin juga. Saya selalu suka tema-tema keluarga, bahkan me-nambahkannya dalam Silenced yang di novel aslinya tak punya itu. Secara pribadi, ada ikatan sangat kuat yang saya rasakan ketika saya tumbuh besar dari seorang single mom yang berjuang mati-matian membesarkan anaknya. So yes, I always loved the idea about families.

Katanya My Father juga diangkat dari pengalaman pribadi Anda?

Tidak persis seperti itu. Inspi-rasinya datang dari bibi saya, yang diadopsi sejak usia 5 tahun, dikirim ke Amerika dan kemudian kembali ke Korea untuk menemui ibunya, yang juga nenek saya. Saya sangat tersentuh dengan pertemuan itu.

Wanita yang sama yang katanya tampil di dua film Anda?

(Tertawa) Ya. Saya mengajak nenek saya main di kedua film, dan di Miss Granny saya terpaksa mem-bayar honornya dua kali lipat.

Anda mesti tahu kalau Miss Granny sedang diputar di Indonesia dan mereka (bioskop) membuat per-lakuan spesial untuk penonton yang datang bersama neneknya.

Ah! That’s very lovely!

Kami suka dengan ide foto studio yang Anda pilih di Miss Granny. Banyak orang membandingkan-nya dengan Big (film Tom Hanks), dan mungkin ini sedikit lebih baik. Apakah ada ide atau metafora yang ingin Anda sampaikan lewat pilihan ini? Tidak seperti dua film sebelum-nya, skrip Miss Granny bukan ditulis oleh Anda sendiri.

Ide awalnya sudah ada di dalam skrip, tapi saya memodifikasinya se-

dikit. Foto-foto lama selalu menarik perhatian saya karena ada banyak cerita di dalamnya, saya kira itu poin-nya. Dan ya, skrip Miss Granny sebenarnya datang dari seorang penulis wanita dengan karakter yang berbeda (aslinya adalah seoarang koki). Studio tertarik membelinya, dan kemudian kami mengembang-kan beberapa aspeknya menjadi lebih baik, termasuk di soal band dan musik.

Apakah Shim Eun-kyung meru-pakan pilihan pertama Anda? Kami suka dia di Sunny.

Awalnya karakter Mal-soon muda seharusnya lebih muda, seksi dan tinggi. Tapi saya merasa ini klise dan dalam draft final kami menga-rahkannya menjadi lebih manu-siawi. Ya, Shim Eun-kyung langsung terlintas dalam pikiran saya. Jauh sebelum Sunny, dia sudah menun-jukkan akting sangat berkarakter, dan kami butuh aktris yang bisa melucu sekaligus memerankan dra-matisasinya dengan baik. Eun-kyung adalah orang yang pas.

Bagaimana Anda melihat perfil-man Korea sekarang ini?

Secara distribusi sudah baik, dan banyak ide-ide baru yang bisa muncul atas ketegangan politik baik antara Utara dengan Selatan, Cina maupun Jepang, penonton lokal pun mendukung, namun dari kualitas sebenarnya masih naik turun. Di awal 2000 booming sekali, kemu-dian menurun, dan sekarang mulai naik lagi.

Kesan Anda terhadap OIMF?

Saya suka Okinawa dan ketenan-gannya. Udara Korea tak sebersih disini, begitu juga cuacanya, dan event-nya hampir tak terasa seperti festival lainnya. Lebih mirip seperti festival komedi dengan film-film yang juga heartwarming, sehingga saya merasa lebih sebagai turis. Dan saya sama sekali tidak menyangka Miss Granny bisa terpilih. (tertawa)

Page 38: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

38 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

FESTIVAL

Festival Film Eropa ke-14, “Europe on Screen” (EOS) 2014, akan memutar 71 film dari 26 negara Eropa. EOS 2014 berlangsung dari tanggal 2 hingga 11 Mei 2014 di sembilan kota di Indonesia, yaitu banda Aceh, bandung, denpasar, jakarta, Makassar, Medan, Padang, Surabaya dan yogyakarta. Semua film diputar gratis.

Memutar 71 Film Dari 26 negara Eropa

Europe on Screen 2014:

Page 39: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

392014 l Edisi 8 l Kinescope l

Dalam rangka Festival ini, Bapak Olof Skoog, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, mengatakan

bahwa film-film yang diputar di acara EOS 2014 ini tidak hanya ekspresi menakjubkan dari keragaman budaya Eropa, tetapi juga cara yang ampuh untuk mengkomunikasikan ide-ide lintas batas. Film-film tersebut bukan merupakan hasil perhitungan pasar yang rumit dan tidak pula disertai dengan biaya promosi besar-besaran. Tetapi seperti semua karya yang bagus, film-film tersebut kemungkinan besar akan meninggalkan jejak yang tetap bertahan terus dan tidak sekedar diingat semalam saja. Sebagian dari film-film ini akan menghibur - lainnya akan memprovokasi.

Pada EoS 2014 ini ada segmen Focus on Directing, yang memutarkan masing-masing empat

Daftar 10 film terbaik Europe On Screen Short Film Competition 2014:

film karya sutradara Belanda, Joram Lürsen, dan sutradara Jerman, Sandra Nettelbeck. Baik Lürsen maupun Nettelbeck memang hadir langsung di EoS 2014 untuk membagi pengalaman mereka. Tamu Internasional lainnya, seperti sutradara Prancis Olivier Horlait, yang filmnya Nicostratos the Pelican diputar di segmen Discovery, serta editor Hungaria Nora Richter, yang akan berbagi pengalaman setelah pemutaran film yang melibatkannya, Final Cut – Ladies & Gentlemen di segmen Xtra.

Para tamu internasional ini tak hanya akan berbagi pengalaman, tetapi mereka juga bertugas sebagai juri segmen Short Film Competition. Mereka akan memberi penilaian terbaik dari 10 finalis kompetisi film pendek Indonesia yang diadakan EoS dari 152 film pendek yang masuk. Dan yang terpilih sebagai pemenang dalam kompetisi ini adalah film “Menunggu Warna” karya Adriyanto Dewo, yang diproduksi pada tahun 2012 dengan durasi film 11 menit. Kemudian juri juga memberikan Special Mention kepada film “Divergen” karya Cristian Imanuell, yang diproduksi pada tahun 2013 dengan durasi 7 menit.

Malam Pembukaan Festival menyajikan film “Philomena”, film Inggris tahun 2013 karya sutradara Stephen Frears, yang memenangkan penghargaan BAFTA tahun 2014 untuk Best Adapted Screenplay dan mendapatkan empat nominasi penghargaan Oscar 2014, termasuk Best Picture dan Best Actress. Malam Penutupan akan menyajikan film “The Shooter” (Skytten), film Denmark produksi tahun 2013 karya sutradara Annette K. Olesen.

Festival ini menyajikan pula tujuh film dalam segmen untuk anak-anak, serta delapan film yang akan diputar dalam acara layar tancap. Program pemutaran film dilengkapi pula dengan kehadiran tamu istimewa, lokakarya, diskusi film dan pemutaran 10 film karya finalis Lomba Film Pendek EOS Ke-4.

Festival Film Eropa merupakan inisiatif bersama dari para kedutaan besar dan pusat kebudayaan Eropa di Indonesia. Festival ini diselenggarakan di Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 1990, kemudian yang

kedua pada tahun 1999. Sejak 2003, Festival ini mulai diselenggarakan setiap tahunnya di bawah slogan “Europe on Screen”.

Ke-26 negara Eropa tersebut adalah 22 dari 28 negara anggota Uni Eropa, yaitu Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Luksemburg, Polandia, Portugal, Rumania, Slowakia, Spanyol, Swedia, Belanda dan Inggris, serta 4 negara Eropa lainnya , yaitu Islandia, Norwegia, Serbia dan Swiss.

BARBIE | 2012 | 8 min. Dir. Rembulan Sekarjati & Sesarina Puspita

WACHTENSTAAD | 2014 | 16 min. Dir. Fajar Ramayel

SESERAHAN | 2013 | 11 min. Dir. Jason Iskandar

IRIS | 2014 | 9 min. Dir. Dira Nararyya

MENUNGGU WARNA | 2012 | 11 min. Dir. Adriyanto Dewo

ASIARAYA | 2013 | 10 min. Dir. Anka Atmawijaya Adinegara

DIVERGEN | 2013 | 7 min. Dir. Cristian Imanuell

INDIA TIONGHOA | 2013 | 7 min. Dir. Gabriella Dhillon

PRET | 2014 | 3 min. Dir. Firman Widyasmara

GUNDAH GUNDALA | 2013 | 8 min. Dir. Wimar Herdanto

Page 40: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

40 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

FESTIVAL

Chopshots Documentary Film Festival Southeast asia 2014

Peserta DocNet Campus, anggota dewan juri, tim penyelenggara dan para tamu

berkumpul bersama untuk terakhir kalinya di kesempatan malam penganugerahan yang ditutup dengan pemutaran film pemenang dan, tentu saja, pesta.

Kedua dewan juri telah memutuskan bahwa “Where I go” yang disutradarai oleh Neang Kavich dari Kamboja sebagai film terbaik untuk kategori “Best SEA Shorts” dan “Wukan-the Flame of Democracy”, yang disutradarai oleh duo Lynn Lee & James Leong, memenangi kategori bergengsi “Best International Documentary”.

Untuk kategori Best SEA Shorts (film dokumenter berdurasi kurang dari 60 menit),

dewan juri yang terdiri dari Leonard Retel Helmrich, Chalida Uabumrungjit dan Nguyen Trinh Thi menganugerahkan predikat film Terbaik Pertama Best SEA Shorts kepada film “Where I GO” yang disutradarai oleh Neang Kavich dari Kamboja.

Dalam pernyataan tertulisnya dewan juri menjelaskan keputusan mereka bahwa mereka menyadari sumber daya yang terbatas untuk sebagian besar pembuat film independen di wilayah Asia Tenggara, dan akhirnya mereka memutuskan untuk fokus mencari potensi dan komitmen sineas daripada menilai film berdasarkan nilai produksi mereka. Dalam “Where I Go”, sang sineas memungkinkan cerita terungkap di depan kita

saat ia mengikuti perjalanan tokohnya untuk menemukan tempat dan identitasnya dalam keluarganya, masyarakat dan konteks nasional dan global yang lebih luas. Menggunakan gaya pengamatan, sineas mampu untuk menyampaikan kepada kita dan membuat kita menemukan kompleksitas berlapis-lapis dari situasi saat ini di Kamboja. Sebagai bentuk penghargaan, Neang Kavich berhak atas hadiah uang sejumlah 3000 Euro.

Terbaik Kedua Best SEA Shorts adalah “Flaneurs #3” yang disutradari oleh Aryo Danusiri dari Indonesia. Ia berhak atas hadiah uang sejumlah 1500 Euro.

Untuk kategori Best International Documentary,

40 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 41: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

412014 l Edisi 8 l Kinescope l

Edisi kedua Chopshots Documentary Film Festival Southeast asia telah berakhir. Setelah 58 film yang diputar bergiliran di empat tempat di Jakarta selama enam hari terakhir, dengan total 3000 penonton, festival ini telah mencapai puncaknya pada minggu malam, 27 april 2014 di goethehaus.

dewan juri yang terdiri dari Anna Har, Bettina Braun, Budi Irawanto, John Badalu dan Nick Deocampo menganugerahkan predikat Film Terbaik kepada “Wukan: The Flame of Democracy” yang disutradarai oleh Lynn Lee dan James Leong.

Dalam pernyataan mereka, dewan juri menjelaskan bahwa Wukan mampu menceritakan sebuah cerita yang kompleks dengan banyak karakter dalam jangka waktu yang panjang. Film ini berhasil menggambarkan usaha mencapai demokrasi yang memiliki resonansi global untuk mereka yang berjuang mewujudkan reformasi yang demokratis.

Kedua sutradara dari Singapura Lynn Lee dan James Leong berhak atas hadiah uang 5000 Euro untuk film yang berlatar belakang sebuah desa di China ini.

Penghargaan Khusus diberikan kepada film “Madam Phung´s Last Journey” yang disutradarai oleh Nguyen Thi Tham dari Vietnam (Best International Documentary). Penghargaan Film Pilihan Penonton (Audience Award) yang memberi hadiah uang 500 Euro didapatkan oleh film dari Indonesia yaitu “Jalanan” yang disutradarai oleh Daniel Ziv.

Untuk film-film yang masuk ke dalam program festival ini, memenangi atau tidak salah satu kategori, bukanlah akhir dari segalanya. Masih dalam rangka

ChopShots Documentary Film Festival Southeast Asia, mereka tahun depan akan dibawa berkeliling Asia Tenggara. “Ini artinya satu kesempatan untuk mendapat pemirsa yang sama sekali baru,” kata Verena Lehmkuhl, Direktur Eksekutif festival.

“Memenangi penghargaan ChopShots akan meningkatkan kesempatan bagi film-film ini untuk dipilih oleh festival internasional lainnya. Hal ini akan mendorong pemirsa yang tidak tahu banyak tentang satu subyek untuk mencoba menonton mereka. Kami akan mengikuti perkembangan film-film ini dengan seksama,” tambah Verena.

Lulu Ratna, salah satu Direktur Pelaksana festival juga mengatakan bahwa ChopShots telah memperkuat ikatan dan kebutuhan untuk saling mendukung antara sesama pembuat film dokumenter di Asia Tenggara. Yang ingin d i capai bersama-sama adalah pengakuan internasional untuk film-film yang menceritakan kisah-kisah unik Asia Tenggara yang dibuat oleh sineas Asia Tenggara.

aPa iTu ChoPShoTS DoCumEnTary FiLm FESTivaL SouThEaST aSia

Semuanya bermula pada 2012 dengan sebuah proyek yang diberi nama DocNet Southeast Asia, Goethe-Institut dan Uni

Eropa di Indonesia memulai proyek membangun jejaring untuk mendukung pembuatan film dokumenter di Asia Tenggara dan untuk menyatukan inisiatif-inisiatif lokal yang bervariasi yang telah lama ada di wilayah tersebut. Untuk menjadi puncak kegiatan dari proyek ini, penyelenggaraan suatu festival film dokumenter rasanya terlihat sebagai sebuah niat yang lumrah. Kemudian lahirlah edisi perdana ChopShots Documentary Film Festival Southeast Asia pada Desember 2012 yang kemudian berlanjut tahun ini untuk merayakan cara menuturkan sebuah cerita dengan unik dan tajam.

Lebih dari 247 film dari 49 negara diterima oleh tim ChopShots Documentary Film Festival Southeast Asia tahun ini. Dari seluruh film itu, 58 kemudian masuk ke dalam program, 12 film di antaranya berkompetisi di kategori dokumenter panjang, International Competition. Sementara 18 film pendek termasuk di kategori Best SEA Shorts.

Selain pemutaran film, DocNet Campus, sebuah pelatihan selama tujuh hari, juga telah dilaksanakan dalam rangka ChopShots Documentary Film Festival Southeast Asia. Tiga tutor internasional mengajar dan bekerja sama dengan 15 sineas terpilih asal Asia Tenggara.

412014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 42: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

42 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

FESTIVAL

MACAN tutul adalah hewan penyendiri, sifat mereka adalah saling menghindari satu sama lain. hewan ini merupakan pemburu oportunitis, yang menggunakan segala kesempatan untuk mendapatkan mangsanya. Lepas dari sifatnya, warna kulit macan tutul lebih menarik dan memberikan inspirasi para desainer untuk membuat model baju yang lebih dikenal dengan model baju leopard.

42 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

RIAN SAMIN

Page 43: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

432014 l Edisi 8 l Kinescope l

Motif leopard memang memiliki eksotika tersendiri. Bila diperhatikan,

motif ini tak pernah benar-benar hilang dari perputaran tren mode dunia. Uniknya lagi, motif ini dapat disesuaikan dengan selera siapa pun. Motif klasik macan tutul memang tak menampakkan tanda-tanda akan memudar pada musim berikut. Beberapa merek terkenal internasional dipastikan bakal mem-populerkan motif ini pada musim berikutnya.

DI dunia tata bu-sana, motif macan tutul atau leopard sudah menjadi tren tersendiri, banyak sekali kita lihat orang yang meng-gunakan, mulai dari wanita, pria dari berbagai latar belakang. Bahkan motif ini sudah lama dikenal di kalangan musisi, baik memain-kan musik pop, rock,

hingga dangdut. Motif leopard juga digunakan untuk berbagai macam aksesoris mulai dari pakaian, tas, sepatu, hingga kerudung. Tak heran kalau motif Leopard menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta fashion.

Para penggemar fashion dengan motif leopard di berbagai bela-han dunia menggelar acara yang unik. Event bertajuk International Leopard Day ini digelar pertama kali pada 3 Mei 2013 lalu. International Leopard Day ini di mulai di Perancis, satu dari empat pusat mode dunia.

Adalah Luc Onzeweb, seorang Radio DJ yang mempunyai gagasan digelarnya acara ini. Diwawancarai Tribun Jogja via surat elektronik, Luc mengaku sangat senang dengan fashion leopard. Dia mengatakan bahwa kita punya satu hari untuk memperingati hari ibu, dan kita harus punya satu hari untuk motif leopard (fashion day).

Di Prancis acara ini digelar di berbagai kota, di antaranya Bordeaux, Compiègne, Dax, Lyon, Marseille, dan Paris. Sedangkan negara lain yang berpartisipasi mer-ayakannya adalah Belgia, Kanada, Luksemburg, Spanyol, dan Indone-sia. Berbagai komunitas anak muda di Yogyakarta yang menyukai motif leopard pun tidak ketinggalan.

Tahun 2014 ini menjadi pertama kalinya acara Leopard Day digelar secara internasional, secara paralel event. Perayaan ini pun bentuknya bermacam-macam, namun yang utama adalah berbusana dengan motif leopard.

International Leopard Day Yogya-karta bertempat di Oxen Free Cafe di jalan Sosrowijayan. Acara kali ini

Page 44: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

44 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

digagas oleh tiga pihak sekaligus yaitu, Hond Apparel, Oxen Free, dan Java Tattoo Club. Di keramaian malam tersebut bisa dikatakan se-bagai acara pesta macan, siapapun yang datang bebas mengekspresi-kan diri dengan tema leopard.

Bisa ditebak bahwa para pengunjung pun berlomba-lomba mengenakan berbagai jenis dan model kostum, make up, maupun pernak-pernik yang terkait. Ber-bagai acara hiburan juga digelar, dimana aksi musik dimainkan oleh Tape Jockey Wok, dan band Rockabilly Kiki & The Klan, seba-gai bintang tamu Hance Presley dari Bandung memanaskan suasana dengan suara emasnya. Penyanyi yang juga menjadi juara Elvis Impersenator se Asia ini memang memiliki suara dan gaya Rock & Roll yang khas ala Elvis Presley.

Pada acara yang dipandu oleh MC Hendra Blangkon, seniman dan vokalis Sangkakala yang identik dengan motif leopard ini juga menggelar aksi unik berupa Air Guitar. Para musisi yang berlaga di kontes Air Guitar adalah Rangga Rockabilly, Iqba

Sangkakala, Aii Etnicro, dan Wukir Senyawa. Di sisi panggung lainnya juga ada Tarot Reading oleh Deidra Mesayu. Di akhir acara juga diada-kan pemilihan kostum terbaik dan juga kontes tato bertema macan.

Athonk Sapto Raharjo satu di antara pengagas acara ini menutur-kan bahwa karakter leopard untuk fashion memang sangat menarik. Menurut seniman tato yang gemar

mengoleksi pernak-pernik leopard ini, motif jenis ini sebenarnya sudah eksis sejak jaman purbakala. “Dahulu kan orang sudah memakai pakaian yang terbuat dari kulit bi-natang, dan di Afrika motif leopard yang berasal dari kulit asli dipakai oleh para bangsawan atau raja.

Menurut Athonk di kalangan musisi rock, motif leopard mulai di-pakai sejak era 60-an dan era Glam

44 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 45: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

452014 l Edisi 8 l Kinescope l

Rock. Mereka yang identik dengan motif ini di antaranya, Alice Cooper, Poison Ivy (gitaris The Cramps), Screamin’ Jay Hawkins, hingga Stray Cats. Di kalangan model, Betty Page menjadi terkenal dengan posenya bikini leopardnya. “Motif leopard ini sangat mudah dan sering kita jumpai, di jalanan pasti ada saja yang pakai motif ini, dari sabuk, celana, bandana, jaket, hingga kerudung, dan hijab,” jelasnya.

Sebagai penggemar leopard, pria yang juga dikenal sebagai seniman komik ini memiliki beragam koleksi. Koleksi tersebut biasa dipakainya sehari-hari atau pun berbentuk souvenir dan pajan-gan rumah. Ia memiliki beberapa celana, rompi, piyama, sofa dan jok mbil dengan motif leopard.

Lain halnya dengan Hendra Blangkon, bagi vokalis band Sang-kakala ini motif leopard memiliki kesan yang flamboyant, dan jika dikenakan akan terlihat energik. Pria yang juga aktif sebagai perupa ini memiliki banyak sekali koleksi motif leopard, mulai dari pakaian dalam, kaos, legging, spandek, hand-ban, topi, kemeja, denim, strech , hingga sepatu dan lainnya. Hendra mengaku sudah lama menggunakan motif leopard untuk kesehariannya, namun menjadi lebih intens setelah mendirikan Sangkakala, dimana leopard akhirnya menjadi karakter,

dan Macanista menjadi sebutan bagi penggemar band heavy metal ini.

Pencetus acara ini Luc Onzeweb berujar bahwa banyak yang berpen-dapat jika motif leopard itu hanya identik untuk orang nakal, terkesan, liar dan murahan. Karena itu, ia ingin merubah paradigma tersebut lewat acara unik ini.

Menurut desainer Lia Mustafa motif Leopard memiliki karakter dan filosofinya tersendiri, bagi yang mengenakannya maka akan tampak lebih berani, garang, dan ada kesan macho. Namun bagi kaum wanita, menggunakan motif ini memiliki ke-san lain, yaitu berkesan mandiri, dan setara dengan laki-laki, atau lebih dikenal dengan istilah Androgyne.

Karakter bahan ini biasanya dipakai sebagai pendukung fashion berupa tas, sepatu, tali pinggang, dan lainnya. Ia sendiri pernah membuat jumpsuit, dan rok terusan dengan karakter yang sangat rock. Di dunia hijab, motif leopard mengala-mi pro dan kontra, namun kalangan hijabers menganggap tidak mengapa mengenakannya jika hanya sekedar motif.

Motif ini kemudian sempat hilang, namun kini muncul kembali animal print dengan jenis geogert, satin, safon, dan silk. Motifnya pun bermacam-macam hitam, cokelat, hingga merah marun. Baju dengan motif leopard sebenarnya memiliki banyak model, di antaranya kemeja, blouse, jaket, blazer dan dress. Hal ini menunjukan bahwa motif leopard memiliki banyak ragam bentuknya.

452014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 46: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

46 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnLIPuTAn

Sebagai penyelenggara acara, Kinescope berperan aktif dalam persiapan dan pelaksanaan kegiatan selama tiga bulan. Dan

sebagai bentuk apresiasi, MAMI telah menyiapkan total hadiah sebesar Rp 70 juta bagi para pemenang.

Reiza Patters, Pemimpin Redaksi Kinescope mengatakan, “Melalui kegiatan ini diharapkan akan lahir sineas-sineas muda. Ini hanya sebuah upaya kecil dari Kinescope untuk mencoba membangun gairah masyarakat terhadap perfilman nasional, sekaligus untuk menjaring bibit-bibit muda dalam proses regenerasi praktisi film di Indonesia.”

Reiza menambahkan, bahwa pola kompetisi yang dilaksanakan memang sedikit berbeda dengan festival-festival yang lain. Dengan

semangat edukasi, peserta kegiatan diberikan pelatihan terlebih dahulu tentang beberapa bagian penting dalam proses pembuatan film dan mengerjakan proyek pembuatan film pendek selama satu bulan penuh. Kemudian hasil karya film pendek tersebut diperlombakan. “Pola ini dilakukan sebagai bentuk pelatihan, dan saat diperlombakan akan meminimalisir gap kemampuan di antara para peserta. Untuk itu kami melibatkan mentor-mentor yang memiliki kompetensi dan pengalaman panjang dalam dunia film, dimana mereka juga akan berperan sebagai juri.”

“Edukasi finansial harus diberikan sejak dini dan dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Anak-anak muda yang sudah mengikuti kegiatan ini diharapkan dapat menjadi Culture Provocateur (provokator budaya) bagi masyarakat di sekitarnya. Ilmu dan pola hidup yang baik harus ditularkan,”

Majalah Kinescope Indonesia (Kinescope) didukung penuh oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyelenggarakan kegiatan “bikinFiiilm” - Kinescope Short Movie Project Competition 2014 (bikinFiiilm). Pada hari ini, dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2014, Kinescope memberikan penghargaan kepada anak-anak muda yang telah berhasil belajar dan mempersembahkan karya terbaiknya dalam kegiatan pelatihan proses pembuatan film dan edukasi finansial melalui bikinFiiilm.

Bidik Anak Muda, Kinescope selenggarakan Kompetisi Film Pendek “BikinFiiilm”

Page 47: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

472014 l Edisi 8 l Kinescope l

Berikut daftar Nominasi dan pemenang dari BikinFiiilm – Kinescope Short Movie Project Competition 2014:

noMinAsi ThE BEsT MoviE “BiKinFiiiLM” – KinEsCoPE’s shorT MoviE ProJECT CoMPETiTion 2014:1. Pertama2. Choice3. SETIAni4. Nanti5. Manula6. Melangkah7. The Wish8. Mahal VS Murah9. Harapan10. Tanpa Kata

Pemenangnya: “Tanpa Kata”

noMinAsi ThE BEsT CinEMATogrAPhy:1 ireza hadi anggara Lullaby Dinda Sri agisna 2 retno wulandari The Inter3 Gea Rexy Pradipta Sangkala4 putri oktaviani 80005 Meilida Rosalia The Wish6 Mosita dwi septiaputri Rantau

Pemenangnya: Putri Octaviani Dalam Film “8000”

noMinAsi ThE BEsT sCriPTNo Nama Judul Film1 Tria Tiara Anggraini Tanpa Kata2 Gea Rexy Pradipta Sangkala3 Mosita dwi septiaputri Choice4 Rifki Ardisha Lullaby5 Rinova Fellicia Pertama

Pemenangnya: Rifki Ardisha – “Lullaby”

noMinAsi ThE BEsT DirECTing:No Nama Judul Film1 Jeffri Kaharsyah Tanpa Kata2 Mulyandsyah Zahid & The Wish Haryakusuma3 Nahla Barawas Choice4 Aris Widiarto Lullaby5 Iqbal alfath Pertama

Pemenangnya: Jeffri Kaharsyah – “Tanpa Kata”

noMinAsi ThE BEsT EDiTing:No Nama Judul Film1 christina amalia 80002 ganda rahmalis The Inter3 Nindia Pratiwi Sangkala4 Myrtyl sri wahyuni Manula santos 5 Ahmad Kamil Lullaby

Pemenangnya: Nindia Pratiwi – “Sangkala”

noMinAsi sPECiAL MEnTion AwArD:1. The Inter2. Lullaby3. Sangkala4. Nanti5. Pertama 6. 80007. Manula

Pemenangnya: Lullaby

ThE MosT FAvoriT MoviE: 8000

ujar Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur MAMI.

Lebih lanjut Legowo menjelaskan, “Melalui BikinFiiilm yang mengusung tema 3i (insyaf, irit, invest), kami ingin mengajak anak-anak muda untuk berhenti menganut paham ‘gimana nanti’. Mereka harus mulai insyaf atau menyadari bahwa kebutuhan mereka di masa depan akan membutuhkan dana yang besar. Untuk itu, perlu untuk menjadikan irit sebagai gaya hidup mereka sehari-hari. Kami juga mulai memperkenalkan pentingnya dan manfaat investasi.”

Kegiatan edukasi pembuatan film dan finansial yang menyenangkan, santai, dan mudah dicerna ini dapat terwujud dengan bantuan dari Kinescope. “Kami sangat berterima kasih kepada Kinescope yang telah bekerja keras mewujudkan kegiatan BikinFiiilm,” ujar Legowo.

Peserta BikinFiiilm terdiri dari anak-anak muda mulai dari usia 15 tahun hingga 25 tahun. Citra Nasution, Project Manager BikinFiiilm dari Kinescope mengatakan, “Sejak dibukanya pendaftaran pada bulan Februari 2014, antusiasme peserta

dari berbagai wilayah di Indonesia sudah terlihat. Jumlah pendaftar tercatat mencapai 380 orang. Dari jumlah tersebut, terpilih sebanyak 180 orang untuk mengikuti edukasi finansial sekaligus pelatihan tentang proses pembuatan film yang terbagi dalam empat kelas yang berbeda, yaitu penyutradaraan, penulisan naskah, penggunaan kamera, dan penyuntingan.

Citra juga menambahkan bahwa acara pelatihan tersebut diselenggarakan pada 8-9 Maret 2014 lalu di Manulife Training Center, Plaza Kuningan dan Pusdiklat Bulog, Jakarta. Dan seluruh peserta yang mengikuti rangkaian acara BikinFiiilm tidak dibebankan biaya apa pun.

Bertempat di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Kuningan, malam ini akan diumumkan para pemenang BikinFiiilm di masing-masing kategori, yaitu Best Short Movie, Special Jury Award, Most Favorite Movie (yang dipilih berdasarkan jumlah viewed terbanyak di Youtube), Best Directing, Best Script Writing, Best Editing, dan Best Cinematography.

Page 48: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

48 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

TEnTAng BiKinFiiiLM“BikinFiiilm” - Kinescope Short

Movie Project Competition 2014 (“BikinFiiilm”) merupakan kegiatan pelatihan pembuatan film yang dipadukan dengan kompetisi film pendek yang terselenggara atas kerja sama Majalah Kinescope dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). Kegiatan ini terdiri dari tiga rangkaian acara, yaitu workshop, penggarapan film, dan malam anugerah. Peserta workshop terbagi ke dalam empat kelas pelatihan, Directing, Script Writing, Cameramen, dan Editing. Masing-masing kelas dipandu oleh mentor dengan pengalaman dan jam terbang yang tinggi di dunia perfilman Indonesia, yaitu:• Angga Dwimas Sasongko

(Directing): Sutradara film “Hari Untuk Amanda” yang mendapat 8 nominasi Piala Citra 2010. Tahun ini, Angga akan merilis film terbarunya, “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku”.

• Swastika Nohara (Script Writing): Pemenang kategori Skenario Asli Terpilih Piala Maya 2013 melalui film “Hari Ini Pasti Menang”

• Dandhy Laksono (Cameramen):

Jurnalis lepas dan pembuat film-film dokumentar di WatchDoc, rumah produksi yang khusus membuat film-film dokumenter dengan tema-tema tentang kemanusiaan, sosial dan budaya.

• Cesa David Lukmansyah (Editing): Editor senior peraih Penata Editing Terbaik di Festival Film Bandung 2011 dengan film “Sang Penari”, penyunting gambar terbaik Festival Film Indonesia tahun 2007 dengan film “Get Married”, tahun 2012 dengan “Rumah Di Seribu Ombak”,

serta

pada tahun 2013 melalui film “Rectoverso”. Prestasi lain Cesa, juga pernah meraih Penyunting Gambar Terbaik Asian International Film Festival and Awards (AIFFA) 2013 di Serawak, Malaysia melalui film “Sang Martir.

Page 49: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

492014 l Edisi 8 l Kinescope l

TEnTAng PT MAnULiFE AsET MAnAJEMEn inDonEsiA

Berdiri sejak tahun 1996, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) adalah salah satu anak perusahaan Manulife Financial yang menawarkan beragam jasa manajemen investasi dan Reksa Dana di Indonesia. Sejak pertama kali berdiri hingga kini, MAMI secara konsisten berhasil mempertahankan posisinya sebagai salah satu perusahaan manajemen investasi terbesar di industri Reksa

Dana Indonesia, dengan dana kelolaan mencapai Rp 44,3 Triliun per 31 Desember 2013. Di tahun 2013, MAMI meraih penghargaan sebagai Fund House of the Year dari AsianInvestor. MAMI memiliki 18 produk Reksa Dana yang terdiri dari produk Reksa Dana Pendapatan Tetap, Saham (termasuk Reksa Dana Saham Syariah), Campuran, Pasar Uang dan Dana Terproteksi dengan dukungan tim pengelola investasi yang profesional dan berpengalaman. MAMI merupakan

perusahaan Manajer Investasi pertama di Indonesia yang meluncurkan reksa dana saham khusus untuk investor institusi di Indonesia melalui produk reksa dana Manulife Institutional Equity Fund. Selain itu, MAMI juga merupakan Manajer Investasi pertama di Indonesia yang meluncurkan reksa dana saham berdenominasi US dollar yang diberi nama Manulife Greater Indonesia Fund.

Page 50: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

50 l Kinescope l Edisi 8 l 201450 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 51: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

512014 l Edisi 8 l Kinescope l 512014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 52: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

52 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnLIPuTAn

yogyakarta kini memiliki sebuah ruang baru sebagai media berinteraksi internal dan eksternal. Ruang yang dikelola oleh Ace House Collective ini diresmikan Selasa, (18/3). Ace house Collective (2011) adalah sebuah kolektif seniman yang terus berusaha menemukan kemungkinan-kemungkinan dalam perspektif seni visual.

Pembukaan Ace House ini bertempat di Jl Mangkuyudan 41, Yogyakarta. Acara ini

dimeriahkan oleh pertunjukan musik dari Barokka, KawanDolly, Chika dan Pistol Air. Ace House Collective adalah Ahmad Oka, Uma Gumma, Decky ‘Leos’ F, F.A Indun, Gintani Nur Apresia Swastika, Hendra ‘Blankon’ P, Hendra Harsono, Iyok Prayogo, Krisna Widhiatama, Prihatmoko Moki, Riono ‘Tatang’ Tanggul, Rudi ‘Lampung’ H, Rudy ‘Atjeh’ Dharmawan, Sulung W Prasastya, Uji ‘Hahan’ Handoko.

Selain launching Ace House, pada acara yang sama juga digelar pembukaan pameran Realis Tekno Museum. Pameran ini adalah mini pop-up museum berupa karya instalasi tentang budaya pop masyarakat Indonesia. Menurut Hendra “hehe” Harsono, Istilah Realis-Tekno sendiri berasal dari kata ‘realis’ dan ‘teknologi’, sebuah arena pertarungan identitas dalam fenomena masyarakat urban. Menurutnya proyek kali ini diinisiasi berdasarkan studi kasus

budaya populer di wilayah sekitar Bandungan, Sumowono, Ambarawa, Kab.Semarang Jawa Tengah pada bulan Juli-Agustus 2013 lalu.

Bandungan merupakan kawasan sub-urban diantara jalur utama dua kota besar; Semarang dan Yogyakarta. Temuan-temuan seperti karaoke, perjudian, modifikasi motor hingga balap motor liar merupakan bagian dari realitas dan kehidupan sehari-hari bahkan menjadi gaya hidup. Menurut Hendra hal tersebut tidak hanya diamini sebagai bentuk

RIAN SAMIN

ACEhoUsE CoLLECTivERIAN SAMIN

Page 53: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

532014 l Edisi 8 l Kinescope l

hiburan semata, namun secara organik menjadi alat sekaligus ruang interaksi bagi sebagian besar masyarakatnya yang bermuara pada kelahiran simbol-simbol status kemapanan sosial baru.

Ace House meyakini bahwa fenomena budaya ini, merupakan representasi dari masyarakat kontemporer Indonesia. Berlangsungnya proses negosiasi atas rutinitas yang dihadapi sehari- hari, persinggungan antara norma, budaya global - tradisi lokal, serta faktor geografis, menjadi latar belakang paling berpengaruh dalam pembentukan identitas masyarakat urban. Pameran ini akan berlangsung hingga 20 April 2014. Sebelumnya karya ini dipresentasikan pada Jakarta Biennale 15th, 2013 lalu.

Seniman lainnya yang terlibat dalam Ace House adalah Hendra ‘Blangkon’ Priyadhani, menurutnya

di kelompok ini ia bisa saling sharing dengan hal yang berkaitan dengan lifestyle, dan budaya yang dikonsumsi anak muda, “sebagai perupa hal itu sangat dekat dengan karya-karya saya,” ucapnya.

Perupa yang dikenal sebagai vokalis band Sangkakala ini berujar bahwa ke depan, Ace House akan melakukan pendekatan, dan membuka peluang perspektif seni anak muda yang bisa diangkat dan dimaknai, “tentu dengan pendekatan konseptual dan konstektual,” tegasnya.

Lebih lanjut Hendra “hehe” Harsono menjelaskan bahwa Ace House adalah ruang yang dikelola oleh Ace House Collective sebagai media berinteraksi secara internal dan eksternal. kebutuhan akan punya ruang sendiri dirasa perlu untuk mewujudkan berbagai project, baik inisiasi sendiri maupun project

kolaborasi. Ada beberapa karya yang dilahirkan kelompok ini, antara lain TAK ADA ROTAN AKAR PUNJABI (Pararel Event Biennale Jogja xi Equator #1, 2011), dan REALIS TEKNO MUSEUM (Biennale Jakarta 15, Siasat, 2013). Mereka juga berpartisipasi di acara THE GROWING MANUAL exhibition, Seoul Museum of Art, Korea.

“kita sangat membuka berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain yang masih sesuai dengan praktek kerja kreatif kita melalui pendekatan Youth - Pop culture. bisa dateng ke ruang kami,” jelas Hendra.

Proyek Ace House selanjutnya adalah Pameran print di Singapura, April mendatang. Mereka juga sedang menggarap kolaborasi dengan seniman Australia. Proyek ini rencananya akan dipamerkan Juni mendatang.

Page 54: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

54 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnLIPuTAn

Barisan Pengingat bergerak menyebarkan puisi dan sosok wiji Thukul pada masyarakat luas. Baik melalui media sosial, media massa, berbagai bentuk

kegiatan, dan membangun Dinding Berpuisi di sudut-sudut kota Jakarta. Selain itu, Barisan Pengingat juga mendukung penulisan skenario film wiji

Thukul dan penerbitan buku kumpulan puisi lengkap wiji Thukul.RIAN SAMIN

Sedikitnya tercatat ada 75 kasus pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang tahun 1965-1998. Lewat ideologi pembangunan,

Orde Baru telah melumuri sejarahnya dengan sederetan kasus-kasus penculikan terhadap seniman, ulama, pendeta, mahasiswa atau pun aktivis pro demokrasi.

Ingatan-ingatan atas pelanggaran HAM inilah yang hendak diaktifkan oleh kelompok masyarakat sipil

yang menamakan dirinya Barisan Pengingat. Setelah digelar di Jakarta pada Februari 2014 lalu, Barisan Pengingat kemudian menularkannya ke Yogyakarta. Di Yogya, berbagai komunitas terlibat untuk “menggedor” ingatan masyarakat melalui acara TTS2014: Indonesia Siapa Yang Punya. Menurut Ade Pandjaitan selaku Koordinator acara TTS2014, Teka Teki Silang ini menjadi bentuk pendidikan

publik yang disampaikan melalui seni mural. Mural berbentuk TTS ini mempunyai 5 tema. Yaitu tema Buruh, Tani, Pluralisme, HAM dan Jurnalisme. Untuk mural bertema HAM, para seniman menggunakan ikon Wiji Thukul. Karya tersebut terpampang di Jln Taman Siswa. Untuk isu buruh ikon Marsinah dibuat di jalan Parangtritis. Isu Petani dengan ikon Samin Surosentiko dibuat di Progo, Beringharjo, isu Pluralisme dengan ikon Gus Dur terpampang di perempatan Pingit jln Magelang, Isu Kebebasan Media dengan ikon Udin dibuat di perempatan Munggur.

Hingga kini, banyak kasus yang hampir tak terungkap, terutama untuk kasus pelanggaran HAM yang melibatkan penguasa negara. Bahkan pasca reformasi, pelanggaran HAM juga terjadi merata di berbagai bidang kehidupan. Tiga kali pemilu setelah pasca rezim orde baru menunjukkan bahwa sebuah perubahan yang cepat dan signifikan bagi kedaulatan rakyat masih begitu jauh. Korupsi malah menyebar dan mengakar di berbagai ranah. Pemilu keempat yang akan kita jelang di tahun 2014 ini membawa pertanyaan besar “Siapa pun yang

AKSI MURAL BARISAN

PENGINGAT YOGYAKARTA

Page 55: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

552014 l Edisi 8 l Kinescope l

berkuasa, dapatkah memberikan jawaban atas segala persoalan yang kita hadapi.” Pemilu 2014 adalah pertaruhan besar bagi bangsa ini. Indonesia Siapa yang Punya ?

Lewat ikon wajah Marsinah, pejuang buruh perempuan asal Jawa Timur yang dibunuh karena memperjuangkan hak-hak buruh, para seniman mural yang terlibat ingin mengembalikan ingatan masyarakat yang semakin pupus atas perjuangan Marsinah. Ade mengatakan bahwa lewat proyek ini diharapkan pertanyaan “Indonesia Siapa Yang Punya?” bisa menjadi renungan bagi warga untuk melihat kembali seberapa besar posisi dan kekuatan rakyat sipil dalam menentukan arah kehidupan bangsa ini. Mural ini digarap oleh seniman Bayu Widodo, Anti Tank Project, Digie Sigit, Ismu, dan Wimbo.

Disamping mural, maka gerakan mengingat ini juga menularkannya melalui kesenian dan diskusi. Masyarakat diajak untuk menyimak apakah para calon pemimpin tersebut terlibat atau memiliki potensi melakukan pelanggaran HAM di masa lalu, kini, atau masa depan, melakukan korupsi, merampas tanah rakyat, dan lain-lain.

Kekerasan terhadap kemanusiaan, penghilangan paksa, pembunuhan, dan penindasan terhadap kaum minoritas, menurut Ade terus terjadi hingga saat ini. Hal ini menjadi kegelisahan agar lahir dorongan untuk bergerak bersama dan mengambil peran dalam upaya menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan melawan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat.

Barisan Pengingat merupakan gerakan kebudayaan dari generasi muda yang lahir dari kegelisahan tersebut. Melalui cara-cara yang khas

anak muda, dengan menggunakan pendekatan budaya, Barisan Pengingat hendak mengubah kegelisahan menjadi sebuah kesadaran bersama tentang pentingnya penghargaan pada Hak Asasi Manusia, nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Barisan Pengingat ingin menempatkan generasi muda sebagai subyek dari perjuangan. Generasi muda diajak untuk mengingat sekaligus menjadi pengingat. Tahun ini, Barisan Pengingat memilih penyair Wiji Thukul sebagai ikon gerakan. Menurut Ade pemilihan ini didasarkan pada dua hal. Pertama, Wiji Thukul adalah penyair Indonesia yang sajak-sajaknya penuh dengan semangat perlawanan dan kritik sosial. Kedua, Wiji Thukul adalah korban penculikan tahun 1998 yang hingga kini masih belum ditemukan. “Wiji Thukul menjadi cermin bagaimana karya sastra bisa menjadi alat perjuangan, sekaligus menjadi contoh bagaimana seseorang bisa menjadi korban pelanggaran HAM dan ketidakadilan,” jelasnya.

Barisan Pengingat bergerak menyebarkan puisi dan sosok Wiji Thukul pada masyarakat luas. Baik melalui media sosial, media massa, berbagai bentuk kegiatan, dan membangun Dinding Berpuisi di sudut-sudut kota Jakarta. Selain itu, Barisan Pengingat juga mendukung penulisan skenario film Wiji Thukul dan penerbitan buku kumpulan puisi lengkap Wiji Thukul.

Lebih lanjut, Barisan Pengingat Yogyakarta mengajak segala lapisan masyarakat untuk kritis dalam memilih wakil rakyat, dan calon presiden lewat proyek TTS SILANG 2014 : Indonesia Siapa yang Punya. Barisan Pengingat digagas oleh novelis Okky Madasari. Barisan ini merupakan gerakan budaya yang tidak terkait dengan kepentingan politik apapun, dan bebas dari kepentingan bisnis. Menurut Okky, Barisan Pengingat dirancang sebagai gerakan yang cair, tempat bertemunya aneka pemikiran dan kreativitas dengan satu tujuan untuk memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.

Gerakan ini telah dideklarasikan secara terbuka pada 2 Februari 2014 melalui “Run to Remember”. Ini merupakan kegiatan lari yang bertujuan untuk mengingat korban pelanggaran HAM dan ketidakadilan di Indonesia. Sebelum lari dimulai, secara terbuka dibacakan Piagam Deklarasi Barisan Pengingat oleh generasi muda dari beragam profesi yang diwakili oleh Dinda Kanya Dewi (aktris), Timothy Marbun (jurnalis/anchor) dan Tiga Setiagara (musisi/model).

Page 56: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

56 l Kinescope l Edisi 8 l 201456 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 57: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

572014 l Edisi 8 l Kinescope l

Menurut seniman yang aktif berkarya bersama Survive Garage ini, proyek TTS 2014

Merupakan sebuah gagasan visual yang dirancang untuk acara Barisan Pengingat. Gagasan ini, lanjutnya, dimunculkan di rapat pertama di tempat Ade Pandjaitan. Sedangkan seniman Ong Hari Wahyu yang memunculkan visual TTS yang akan ditampilkan sebagai ikon gambar muralnya, dengan tagline Indonesia Siapa Yang Punya?

Menurut Bayu, Teka Teki Silang dimunculkan sebagai media edukasi untuk publik menjelang Pemilu. Kita tidak tahu bagaimana dan siapa yang menang dalam Pemilu. Semua Teka Teki dan kita mempertanyakan kembali dengan satir, Indonesia siapa yang punya.

Lebih lanjut, menurut lulusan ISI Yogyakarta ini dengan mural TTS publik diajak untuk berpikir tentang

persoalan yang dihadapai negara ini. “Maka kita bersepakat untuk lima isu ini dibuat dari tujuh isu yang diusulkan, kita menampilkan tokoh yang fokus berjuang dalam setiap masing masing isu tersebut,” ujar seniman berambut gimbal ini.

Dalam pengerjaannya setiap titik, para seniman ini bekerja sebagai tim, yang terdiri dari Bayu Widodo, Anti-Tank, Digie Sigit, Wimbo (guerillas), dan Ismu (KillJim). “Setiap individu mempunyai kecenderungan teknis yang berbeda. Karya ini menggabungkan beberapa teknik berkarya, dari poster, paste up, stencil dan mural,” ujar Bayu.

Dalam setiap karyanya, Bayu Widodo menjadikan lukisan sebagai wadah menuangkan ekspresi diri. Ia menyebut aliran lukisannya adalah ekspresionis, sebab lebih banyak bermain goresan garis dan pemilihan warna. Dalam berkarya Bayu mengaku inspirasi lukisannya bisa

berasal dari mana saja. Ia banyak mendengar, melihat, dan merasakan. Dan kritik sosial adalah salah satu tema yang menjadi inspirasi lukisannya.

“Jika melihat sesuatu yang menurut saya janggal, itu bisa saya jadikan inspirasi untuk melukis. Tapi lebih banyak, saya tertarik dengan tema-tema kehidupan urban.” kata Bayu kepada Tribun Jogja beberapa waktu lalu.

Lelaki kelahiran Jawa yang besar di Sumatera Selatan ini mempunyai sebuah gallery seni yang bernama Survive Gallery, bertempat di Jl Bugisan. Gallery seni yang berdiri sejak tahun 2009 ini tak hanya berisi hasil karya pribadinya, tetapi juga hasil karya seniman-seniman lain. Seni lukis juga sudah mengantarkan Bayu melanglang buana. Ia sudah pernah merasakan pameran di Jakarta, Australia, Praha, dan beberapa negara di Eropa.

Bayu Widodo Seniman Mural

RIAN SAMIN

bAyu widodo adalah satu di antara seniman mural yang berpatisipasi di Proyek TTS 2014 ini. Baginya, proyek ini harus terus diingatkan sebagai bentuk pendidikan politik secara sederhana. Ia berharap agar publik secara luas mengerti dan tidak salah dalam memilih di pemilu mendatang.

572014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 58: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

58 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnLIPuTAn

A science-Fiction space-opera

The lepidopters: A Science-Fiction Space-Opera adalah sebuah Opera Fiksi Sains yang terdiri atas pianis avantgarde, band rock, gamelan, rangkaian elektronika analog, dan proyeksi film animasi.

RIAN SAMIN

PENTAS PuNKASIlA dAN The lepidopters:

Page 59: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

592014 l Edisi 8 l Kinescope l

A science-Fiction space-opera

Sebelum menggelar pertunjukannya di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta

Sabtu malam,(22/3), The Lepidopters telah dipentaskan di sebuah festival musik eksperimental Mona Foma di Hobart, Tasmania pada Januari 2014 lalu.

The Lepidopters terdiri dari Slave Pianos, Alexander Garsden, Aviva Endean (Melbourne), Michael Kieran Harvey (Sydney), Rachel Saraswati, Punkasila, dan Sekar Jindra (Yogyakarta). Pada pementasannya di Yogyakarta, mereka berkolaborasi dengan kelompok gamelan Sekar Jindra, dan sebuah film animasi yang diadaptasi dari komik yang digarap oleh Terra Bajragosha.

Pertunjukan di Yogyakarta ini ini adalah kerjasama antara Australia Council For The Arts, Yes No Klub dan Kongsi Jahat Syndicate.

Yes No Klub adalah sebuah kelompok yang mengorganisir acara musik eksperimental, pameran lintas-disiplin seni rupa kontemporer dan musik di Yogyakarta, dengan tujuan untuk memberikan wadah dan pengembangan seni dan budaya yang progresif di Indonesia. Sedangkan Kongsi Jahat Syndicate merupakan sebuah kolektif yang memproduksi pertunjukan musik independen di Yogyakarta.

Sebelumnya pada November 2012 Slave Pianos (kelompok seniman kontemporer asal Melbourne, Australia) meminta penulis fiksi ilmiah dan kritikus seni Mark von Schlegell (Amerika) untuk menulis The Lepidopters, tiga jilid komik fiksi ilmiah berlatar Indonesia. Komik ini digambar dan diwarnai oleh seniman Yogyakarta “Iwank” Erwan Hersi Susanto. Secara umum komik ini bercerita

tentang serbuan mahluk asing berbentuk ngengat ke kepulauan Indonesia. Makhluk tersebut berencana menguasai Bumi melalui pembuahan antar-spesies.

Menurut Adi Adriandi dari Kongsi Jahat Syndicate, sesungguhnya teks The Lepidopters merupakan suatu sandi rumit yang menghubungkan karya seniman Amerika Robert Smithson dengan karya Slave Pianos dan kolektif multi-disiplin Punkasila di Yogyakarta. Kemudian kolaborasi tersebut dikaitkan dengan sistem mistik Jawa kuno.

Lebih lanjut, Adi menjelaskan bahwa The

Lepidopters menghubungkan karya Robert Smithson, yang terlibat erat pada gerakan re-imajinasi radikal atas karya-karya fiksi ilmiah eksperimental pada awal ’70-an. Karya-karyanya berkembang dalam lanskap bunyi (sonic) yang diperluas melalui elektronika analog, dan dalam lanskap interior fiktif visi utopis dan distopian. Semua itu dirujuk dalam teks susunan von Schlegell. “Semua aspek lain dari karya ini tersirat dalam komik, dalam pementasan dan desain kostum, desain alat-alat musik baru, film animasi yang diproyeksikan selama pertunjukan, dan buku program atau materi cetak lain yang menyertainya,” ujarnya.

Selanjutnya pementasan The Lepidopters: A Science-Fiction Space-Opera digelar di Melbourne, Australia pada 13 dan 14 April 2014.

Page 60: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

60 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Pada gelaran #AllYouCanArt di Yogyakarta, Anton Ismael yang menyempatkan diri

untuk berbagi pengalamannya. Di antara beragam program yang ditawarkan pada acara tahunan tersebut, Anton tidak kalah menyita perhatian para pengunjung. Saat itu adalah waktunya saling berbagi ilmu kepada fotografer muda yang baru saja menggeluti bidang fotografi. "Mengingat sekarang ini sudah banyak sekali fotografer, kalo mau bersaing dengan yang lainnya, kita harus pinter

mempropagandakan karya," ujar pria yang mulai menjadi fotografer profesional di tahun 2000 itu.

Event bertajuk All You Can Art yang telah kedua kalinya digelar. Perhelatan yang menyajikan berbagai aksi kreatif ini sukses mendatangkan banyak muda mudi untuk di Jogja Nasional Museum tempat acara tersebut digelar. Acara yang digelar selama tiga hari 25-27 April lalu ini selain menyajikan pameran foto, juga digelar pameran visual art, fashion, film, dan pertunjukan musik.

Pada kesempatan itu Founder Kelas Pagi Jakarta dan Yogyakarta tersebut memaparkan maksud dari tema yang diangkatnya, yakni propaganda dalam berkarya yang maksudnya adalah "Foto kita atau karya kita boleh biasa-biasa aja, tapi bagaimana caranya karya kita itu bisa dilirik orang-orang dari sekian banyak karya lain yang lebih bagus. Salah satunya adalah mempropagandakan karya kita, lanjutnya, adalah untuk mendompleng kekuatan yang lebih besar dari karya yang lain.

Kelas Pagi adalah sebuah sekolah fotografi gratis

LIPuTAnLIPuTAn

All you Can Art:

“Mengingat sekarang ini sudah banyak sekali fotografer, kalo mau bersaing dengan yang lainnya, kita harus pinter mempropagandakan karya,”

PEjREd

Aksi Kreatif Muda Mudi Jogja

Page 61: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

612014 l Edisi 8 l Kinescope l

Aksi Kreatif Muda Mudi Jogja

yang dibuka Anton Ismael untuk masyarakat umum. Tahun ini Kelas Pagi Yogyakarta sudah memasuki angkatan ke lima. Selengkapnya bisa dilihat di kelaspagiyogyakarta.blogspot.com

Pada acara yang sama di ruang sinema digelar beberapa pemutaran film dokumenter musik, di antaranya ‘Siar Daur Baur’ (Efek Rumah Kaca), ‘We Are Monster’ (Captain Jack), dan ‘Mari Berdansa’ (Shaggydog)

Selain itu beberapa film pendek juga diputar seperti, Setan Siang Bolong, Wan An, Denok & Gareng. Film tersebut diputar disetiap jam yang sudah dijadwalkan. Pemutaran film-film ini dikelola langsung oleh muda mudi Kamisinema (ISI).

Perlu dicatat bahwa beberapa film yang diputar di #AllYouCanArt pernah memenangkan Festival Film Indonesia (FFI) 2012, dan sempat juga beberapa kali masuk di Festival Film Internasional. Salah satunya film berjudul ‘Wan An’ yang menceritakan tentang dua kakek nenek yang bercanda tentang kematian. Sedangkan film dokumenter Denok & Gareng adalah pemenang FFI 2013 yang juga pernah masuk

nominasi Festival Film Dokumenter Internasional di Amsterdam. Denok & Gareng menceritakan tentang kehidupan orang menengah kebawah didaerah Gamping, Yogyakarta. Film yang memiliki banyak kebahagiaan dan sedikit duka didalamnya ini dibuat dengan jangka waktu produksi selama 8 tahun.

Di media seni rupa, kurang lebih ada 500 karya dari berbagai unsur yang dipamerkan di #AllYouCanArt. Seluruh karya yang dipamerkan adalah karya yang direkomendasikan ke www.goaheadpeople.com untuk berpartisipasi dalam program #goAheadchallenge. Dengan ini para seniman yang berpotensi akan diberangkatkan untuk mengikuti festival seni tahunan yang diadakan di Paris, Perancis.

Tidak mau kalah, dari panggung musik di #AllYouCanArt juga sangat beragam. Ada penampilan dari Kiki & The Klan, Mlethodman, Troy, Jungkatjungkit (Solo), Cat Air, dan masih banyak lagi. Di hari kedua Kiki & The Klan unjuk gigi bersama musik eksentrik rockabilly-nya. Kiki yang tidak pernah lupa menyisir rambutnya di setiap lagu, sukses memanjakan

telinga para pengunjung dengan tembang-tembang rockabilly. Sebelumnya Athonk Sapto Rahardjo sukses menyita banyak perhatian para pengunjung. Sebelum acara sharing dimulai,

Ketua Java Tattoo Club ini juga menyempatkan diri untuk berdandan bersama, sambil membantu menyisir rambut para pengunjung yang ingin merubah penampilannya menjadi rockabilly.

Pada acara fashion show ada 3D Mapping Fashion Show yang digarap langsung oleh Jogja Video Mapping Project (JVMP). Dimana kali ini model yang digunakan bukan manusia, tetapi sesosok manekin yang diolah dengan video mapping hingga bisa berubah-ubah pakaian dengan sendirinya seolah-olah hidup.

Di hari terakhir ada kejutan dari vokalis dan gitaris FSTVLST yang naik panggung untuk bernyanyi bersama pengunjung layaknya sebuah karaoke. Konten acara yang sangat luas dan menarik ini sukses menyita banyak perhatian dari muda mudi kreatif. Karena selain Jogja sendiri, ternyata ada juga pengunjung yang datang dari Solo, Bali, Semarang, dan sekitarnya.

Acara menarik lainnya masih dari segi kuliner, yang kali ini adalah adu masak dari para vokalis band papan atas Yogyakarta. Farid FSTVLST, Baron Sangkakala, dan Yanto Marapu. Mereka bertiga ditantang untuk memasak bersama dan hasil masakannya bisa dicicipi oleh seluruh pengunjung yang datang malam itu. Dengan diadakannya adu masak seperti ini, pengunjung bisa melihat langsung sisi kelezatan olahan makanan dari tokoh-tokoh yang selama ini sering mereka lihat di panggung musik. Dan di #AllYouCanArt, ketiga vokalis ini diberi tantangan untuk tidak bersama panggung dan microphone lagi, tetapi giliran kompor dan wajan yang harus mereka pegang dan kuasai.

Page 62: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

62 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnLIPuTAn

Selama ini, dari berbagai angkatan telah membuat atau mengadakan berbagai macam acara yang tujuannya

yaitu menjalin silaturahmi dan mempererat komunikasi. Oleh karena itu, kami sebagai alumni yang termuda terpanggil dan mempunyai keinginan untuk mempersatukan dan memfasilitasi agar hubungan komunikasi antara alumni dan sekolah

beserta manajemen menjadi lebih baik.

Menyadari pentingnya menjalin silaturahmi dan keakraban seluruh Keluarga Besar Bakti Idhata, kami sebagai Alumni Bakti Idhata angkatan 2013 (SMA dan SMK) bersatu agar dapat menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan khususnya Keluarga Besar Bakti Idhata. Untuk

itu kami dengan bangga mempersembahkan “Pekan Bakti Idhata 2014” yang bertemakan SORESCUPLAY.

Dengan adanya kegiatan ini kami berharap akan menumbuhkan rasa solidaritas dan menciptakan tali persaudaraan yang baik dan penuh rasa kekeluargaan diantara kita, karena dari hubungan yang harmonis akan membuat tali persaudaraan diantara kita menjadi lebih baik dan sebagai cikal bakal dalam menuju keberhasilan bersama.

Kegiatan ini rencananya akan diselenggarakan pada Sabtu-Minggu, 31 Mei - 1 Juni 2014

pukul 08.00 – 18.00 WIB di Gedung Pendidikan Bakti Idhata, Cipete Jakarta Selatan. Adapun rangkaian acara dalam kegiatan ini di antaranya adalah ABI CUP II ( Kompetisi Futsal antar Alumni), PES 2013 Competition, Akustik Bakti Idhata Symphony (Terbatas), Tari Saman, Dance, Bazaar dan juga menyediakan berbagai doorprize. Lalu ada juga donor darah yang dikhususkan bagi yang hadir di acara dan kesempatan untuk berbagi degan sesama. Kegiatan ini memang dikhususkan bagi seluruh keluarga besar Bakti Idhata dan umum yang berasal dari undangan serta sekolah-sekolah di sekitar Sekolah Bakti Idahata.

Kegiatan ini juga menyediakan hadiah dalam kompetisi, yaitu 3,3jt rupiah ditambah piala dan piagam untuk ABI CUP II, 1,5jt ditambah piagam untuk PES 2013 Competition, serta menyediakan Vespa, Telepon Genggam dan berbagai Merchandise untuk doorprize.

Untuk ini, panitia sangat berharap teman-teman dan rekan alumni Bakti Idhata turut berpartisipasi dalam acara yang diselenggarakan ini. Serta panitia mengucapkan terima kasih kepada Keluarga Besar Alumni Bakti Idhata sehingga kegiatan ini dapat berjalan lancar dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang telah mendukung acara ini.

“Masa yang paling indah adalah masa masa sekolah”

Pekan bakti Idhata 2014:

Bakti Idhata berdiri pada 1978 hanya berstatus sebagai Sekolah Menengah Terbuka. Pada tahun 1981 Sekolah Menengah Terbuka ini berubah statusnya menjadi Sekolah Menengah Atas Klasikal hingga terbentuk SMK pada tahun 2007 sampai sekarang. Hingga saat ini, Sekolah Bakti Idhata telah melahirkan lebih dari 30 angkatan yang beranekaragam kegiatan dan profesinya.

sorEsCUPLAy

Page 63: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

632014 l Edisi 8 l Kinescope l

POJOK KREATIF

Page 64: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

64 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnKOmunITAS

Sebagai fasilitas dan sarana untuk memanfaatkan proyektor tersebut, dibangunlah sebuah gedung bioskop di dalam kampus

yang digunakan oleh LFM sebagai tempat pemutaran film rutin yang tetap dilakukan sampai sekarang. Seiring dengan perkembangan kemampuan teknis anggota dan fasilitas yang tersedia, LFM ITB telah menjadi sebuah unit pendidikan dan organisasi komunitas independen. Selain itu LFM ITB juga berperan sebagai dokumentasi kegiatan kampus ITB yang telah digeluti lebih dari 50 tahun.

Salah satu tujuan LFM ITB adalah menampung aspirasi mahasiswa ITB untuk berkarya yang dapat disalurkan melalui 4 bidang yang terdapat di LFM ITB, yaitu videografi, fotografi, kineklub dan pertunjukan.

FoTogrAFiFotografi LFM ITB mewadahi

anggotanya dalam kegiatan yang berhubungan dengan fotografi, mulai dari hunting, diskusi foto, serta membuat photo project. Hasil dari karya-karya anggota LFM pada bidang fotografi ini ditampung dalam

berbagai media apresiasi, salah satunya adalah Dinding Karya, yaitu sebuah dinding yang memajang karya fotografi anggota LFM ITB dalam bentuk fisik. Fotografi LFM ITB juga memiliki website fotografi.lfm-itb.com yang mewadahi karya anggota LFM ITB dalam bentuk non-fisik dunia maya. Kegiatan hunting yang dilakukan bisa mencapai lebih dari lima kali dalam setahun dengan satu kali hunting besar, yaitu puncak dari kegiatan hunting dimana

sebagian besar anggota LFM-ITB pergi berkarya bersama-sama dalam suasana liburan.

Photo project adalah program untuk membuat karya foto secara berkelompok dan menghasilkan sejumlah karya yang memiliki benang merah pada kesamaan tema.

viDEogrAFiVideografi LFM ITB sudah

menempati nama di komunitas luar dengan beberapa karyanya yang sudah dihargai di berbagai festival dan lomba film. Beberapa program dari Videografi LFM ITB adalah Liga Film Mahasiswa Making Movies (LFMMM), yaitu sebuah program yang melibatkan seluruh anggota LFM untuk bersama-sama membuat film yang disatukan pada beberapa Production House (PH). Selain itu, Videografi LFM TIB memiliki ketertarikan dalam motion graphic, dan menggerakan anggotanya untuk

liga Film Mahasiswa Institut Teknologi bandung (lFM ITb) berdiri pada tanggal 21 April 1960 diawali dengan pehibahan sebuah proyektor dari Kedutaan Besar Amerika Serikat kepada ITB yang kemudian diserahkan kepada mahasiswa untuk dikelola. Tercatat hanny S. Moedjihardjo, M Khawary mahasiswa ITb tahun 1959 sebagai pengurus pertama gerakan mahasiswa ini.

BiosKoP KAMPUsliga Film Mahasiswa Institut Teknologi bandung (lFM ITb)

Page 65: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

652014 l Edisi 8 l Kinescope l

membuat eksplorasi dalam bidang editing lewat penguasaan software Premiere Pro, After Effects, dan Cinema 4D untuk mendukung karya film atau video yang dibuat. Videografi LFM ITB juga sudah di-branding menjadi V for Videography.

KinEKLUBKineklub LFM ITB mewadahi

anggotanya sebagai komunitas apresiasi film. Berbagai program dirancang untuk menstimulus diskusi mengenai film. Kineklub LFM ITB juga mewadahi anggotanya untuk mempelajari kurasi film, dengan menjadi tim kurator pada Ganesha Film Festival dan juga pada pemilihan film yang akan ditayangkan pada Bioskop Kampus. Kineklub LFM ITB juga secara rutin menghadirkan referensi-referensi film yang patut ditonton dalam bentuk review di website kineklub.lfm-itb.com, dan melalui twitter @kineklub serta bentuk fisik yaitu mini buletin.

Kineklub LFM ITB juga mengadakan Another (Acara Nonton Together) yang mengajak anggota LFM ITB untuk menonton bersama-sama di bioskop.

PErTUnJUKAnPertunjukan LFM ITB mewadahkan

kru-krunya pada ajang mengapresiasi karya-karya kru LFM dalam bentuk fisik dengan mengadakan eksebisi-eksebisi yang memamerkan karya-karya kru LFM pada bidang videografi dan fotografi. Selain itu juga, Pertunjukan LFM ITB memiliki fokus pada mengonsep suatu acara, seperti acara pemutaran film. Pada keberjalanannya, Pertunjukan LFM ITB sering mengadakan kolaborasi dengan organisasi lain pada pemutaran film seperti Goethe Institute pada pemutaran Science Film Festival.

BiosKoP KAMPUsBioskop Kampus merupakan

kegiatan pertama yang dilakukan oleh LFM ITB bertepatan dengan pemberian hadiah dari Kedutaan Besar Amerika yang berupa proyektor pada tahun 1960. Bioskop kampus juga merupakan salah satu bioskop pertama di Kota Bandung. Bioskop Kampus diadakan di ruang 9009 yang karena itu 9009 dicantumkan pada lambang Bioskop Kampus dan juga sering disebut dengan Bioskop Kampus 9009. Pada keberajalanan Bioskop Kampus sekarang, acara ini tidak dipungut biaya, serta para penonton yang datang akan mendapatkan popcorn gratis. Pemutaran Bioskop Kampus bertujuan untuk menghibur dan memperkenalkan film-film pilihan berkualitas dan menjadi ajang apresiasi film untuk masyarakat umum. Karena Bioskop Kampus merupakan salah satu kegiatan tertua di ITB, dan telah menjadi budaya di kampus ganesha ini, muncullah slogan “Bukan anak ITB kalau belum nonton di Bioskop Kampus!”.

Page 66: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

66 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

EduKASI

Pada sebuah film, yang dikategorikan sebagai bentuk adalah penceritaannya dan

sebelum bebicara jauh mengenai bentuk film, maka harus diketahui terlebih dahulu apa yang menjadi dasar pemikiran bentuk film ini perlu ada, dengan catatan bahwa pembahasan bentuk ini dilihat dari sudut pandang penontonnya.

BEnTUK FiLM sEBAgAi sisTEMBila mengenal teori sistem,

maka bentuk film merupakan salah satu yang menggunakannya sebab terdiri dari unsur-unsur yang memiliki hubungan secara organik. Unsur-unsur itu adalah cerita, plot, ruang, waktu, karakter,

hubungan sebab-akibat dan lain sebagainya. Setiap unsur memiliki fungsinya masing-masing dan saling bergantung antara satu unsur dengan unsur yang lainnya, sehingga kesatuan (fungsi dan saling ketergantungan) dari unsur-unsur itulah yang disebut dengan sistem.

Dengan kata lain, bila salah satu unsur itu hilang, maka bentuk film akan terganggu ataupun tidak bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Kita ambil contoh, apabila menonton sebuah film yang yang tidak memiliki cerita, pastinya kita bingung untuk bisa menyimpulkan apa yang sudah dilihat. Contoh lain, sebuah film yang tidak memiliki karakter, maka

kita sebagai penonton akan bingung mengidentifikasi sosok yang akan kita ikuti di dalam film. Oleh karena itu kesadaran bahwa unsur-unsur itu saling berkaitan menjadi sangat penting bagi para pembuat film.

BEnTUK FiLM DAn isi FiLMBentuk merupakan sesuatu

yang berpola dan bersifat tetap, sedangkan isi adalah sesuatu bisa berubah dan selalu mengikuti bentuknya. Bila diibaratkan bentuk adalah ember, gelas ataupun botol, maka isinya bisa bermacam-macam baik air, minyak, pasir, gula dan sebagainya. Misalnya air yang akan mengikuti bentuk embernya, gelas atau

bentuk Film:

KuSEN dONy hERMANSyAh

Bagian I: Signifikansi Bentuk FilmKonsep Penceritaan

bentuk dipahami sebagai sesuatu yang menjadi sumber keteraturan, kesatuan dan identitas sebuah objek. Dari bentuk ini segalal sesuatu bisa menjadi tertib dan mudah dimengerti. begitu pula dengan film, sebagai sebuah produk tentu saja memiliki bentuknya sendiri dan dengan bentuk ini pula film kemudian menjadi mudah untuk dipahami oleh pembuat dan penontonnya, termasuk para kritikus.

66 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 67: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

672014 l Edisi 8 l Kinescope l

botolnya.Begitu pula dengan cerita, kita

bisa menggunakan cerita yang sama persis secara isi namun bila dikemas dengan bentuk yang berbeda maka cerita tersebut akan memiliki kesan yang berbeda pula. Bayangkan bila kita punya cerita percintaan antara Kiara dan Dondi, biasanya urutan waktu yang digunakan adalah linear dan progresif (maju ke depan). Tetapi bayangkan kalau ceritanya dimulai dari mereka menjadi sepasang kekasih sampai berakhir saat awal mereka berkenalan, artinya urutan waktunya berjalan mundur. Secara isi bisa jadi sama persis, namun secara bentuk waktunya berjalan mundur maka kesan yang ditangkap penonton akan berbeda.

KonvEnsi DAn PEngALAMAnJumlah film yang diproduksi di

bumi ini tentunya sudah jutaan atau mungin sudah milyaran. Untuk mengakses tontonan film juga relatif, bukan hal yang sulit. Penonton film tentunya akan terbiasa disuguhkan sesuatu baik secara bentuk maupun isi dan karena sudah terbiasa menonton film dengan bentuk, isi ataupun pola tertentu maka hal tersebut akhirnya melekat kuat di benak penontonnya. Selain itu penonton juga punya pengalaman dari kehidupan sehari-hari mereka yang terus dijalani dan tentunya sudah menjadi kebiasaan bahkan menjadi budaya. Informasi yang dikenali dari menonton film dan kehidupan sehari-hari mereka inilah yang akhirnya menjadi konvensi dan pengalaman tersebut yang akhirnya bisa melibatkan penilaian masyarakat terhadap film yang sedang ditonton.

Contoh kecil yang teradi dalam film Bendera karya Nan Achnas, kedua tokoh di dalam film itu tinggal di dekat stasiun kereta api

dan mereka terbiasa melintasi rel kereta ketika menuju sekolah. Selain itu merka digambarkan juga bukan anak ‘kuper’, sehingga saat mereka berhasil naik kereta listrik saat mengejar bendera dan pulangnya justru tidak naik kereta listrik lagi menjadikan adegan ini aneh. Dikarenakan umumnya anak-anak yang tinggal di dekat stasiun kereta api sangat mengenal bagaimana harus naik kereta api tanpa membayar terutama dengan sistem perkeretaapian di Jakarta yang sangat ruwet. Bagi penonton yang tidak mengenal dunia kereta api mungkin permasalahan di atas dianggap lumrah, namun bagi yang terbiasa hidup di sekitaran kereta api dan stasiun, maka hal tersebut sangatlah janggal.

Dalam membuat film memang kita tidak bisa mengakomodasi seluruh konvensi yang ada di dunia ini, tetapi setidaknya seorang pembuat film harus pada tingkatan paham akan permasalahan yang diangkat, jangan sampai unsur-unsur yang dimasukkan di dalamnya terasa janggal, sebab bagaimanapun pendekatan realism memang dibutuhkan agar membuat penonton percaya.

PEnghArAPAn DALAM BEnTUK FiLM

Memiliki konvensi di kepalanya, maka penonton akan selalu mencoba menebak adegan selanjutnya yang akan disuguhkan oleh pembuat film. Oleh karena itu sebaiknya pembuat film selalu punya jurus pamungkasnya, sebab kalau tebakan penonton selalu benar, maka tentu saja akan membuat kecewa. Contohnya

dalam sebuah adegan film yang menceritakan tentang anak yang mencari ibunya di sebuah pasar karena terpisah saat ibunya berbelanja. Biasanya penonton akan dituntun dengan rangkaian adegan sebagai berikut :

1. Anak mencari ibunya di lorong x.

2. Ibu terus berjalan ke depan3. Anak mencari ibunya

di lorong z, sampai kemudian dia melihat sesosok perempuan yang berpakaian

mirip dengan ibunya. 4. Saat mendekati

perempuan tersebut dan menggandeng tangannya, ternyata dia bukanlah ibunya.

5. Sang ibu tetap tidak sadar

Adegan 1, 2 dan 3 biasanya sudah bisa ditebak dan diantisipasi penonton, sehingga untuk mengecoh perhatiannya agar tebakan itu tidak selalu benar, maka pada adegan 4 penonton ‘ditipu’ dengan menghadirkan orang yang bukan ibunya.

Kalau mau dibuat semacam rumus dan pembuat filmnya hendak mengikuti pikiran penonton, misalkan adegan 1 dan 3 itu bisa dilambangkan dengan huruf A dan adegan 2 dilambangkan dengan huruf B, maka rangkaiannya adalah A, B, A. Bila anak menemukan ibunya sesuai pengharapan penonton, maka adegan 4 akan masuk kumpulan B yang menjadikan rumusnya A, B, A, B. Sedangkan pada adegan di atas, anak justru tertipu oleh pakaian

672014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 68: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

68 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

yang mirip dengan ibunya sehingga pembuat filmnya justru mengecoh penontonnya sehingga rangkaiannya menjadi A, B, A, C, di mana huruf C melambangkan adegan 4 yang mengecoh tebakan penonton.

Memang rangkaian adegan tidak selalu diarahkan begitu, sebab pembuat film sesekali bisa saja membuat tebakan penontonnya benar, namun sekali lagi, kalau tebakan penonton selalu benar maka justru akan membuat penontonnya bosan sebab tidak ada lagi unsur kejutan (surprise) yang mereka dapatkan di dalam film tersebut.

BEnTUK FiLM DAn rAsABagaimanapun, bentuk

film harus bisa dirasakan oleh penontonnya, sehingga berbicara tentang rasa maka hal itu terdiri dari dua aspek yaitu rasa yang dialami tokoh dan rasa yang diterima oleh penonton. Sesuatu yang dirasakan tokoh tentu saja seperti sedih, senang, jatuh cinta dan sebagainya. Rasa ini secara umum harus bisa dirasakan juga oleh penontonnya, namun apa yang dirasakan penonton tidak selalu harus dirasakan oleh tokoh dalam filmnya. Misalnya penonton bisa merasa cemas ketika tokoh hendak dipukul dari belakang, padahal pada adegan itu sang tokoh sedang melakukan rutinitasnya (sedang tidak mengalami rasa apapun) atau contoh lain misalnya tokoh yang sedang dikejar hantu, menemukan tempat persembunyian yang dianggapnya aman, namun ternyata tempat itu justru sarang hantu tersebut.

BEnTUK FiLM DAn MAKnA

Bentuk film juga harus memiliki ataupun mengandung makna tertentu, sehingga informasi yang diterima oleh penonton menjadi lebih bernilai. Artinya tidak sekedar bernilai saat berlaku di film saja. Makna dalam bentuk film dibedakan menjadi:

- Referential Meaning: Makna yang muncul dari referensi yang ada. Dalam film yang berhubungan dengan sejarah ada beberapa hal yang menjadi catatannya, misalnya dalam film Gie karya Riri Riza, orang kaya pada masa itu banyak yang menggunakan Holden, maka secara referential meaning mobil tersebut adalah mobil mewah.

- Explicit Meaning: Makna yang terlihat dan terdengar secara gambling dan lugas di layar, misalnya tokoh yang memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya berarti dia sedang makan, ataupun memasukan benda cair ke mulutnya berarti dia minum.

- Implicit Meaning: Makna yang ada dibenak penonton, sebab makna yang sebenarnya adalah yang tersirat. Misalnya ada tokoh antagonis yang memasukkan racun ke gelas minuman yang kemudian diminum oleh tokoh protagonis. Secara eksplisit tokoh protagonis itu sedang minum sesuatu dari sebuah gelas, sedangkan secara implisit tokoh protagonis itu sedang dibunuh.

- Symptomatic Meaning: Makna terakhir ini terjadi karena kesimpulan penonton terhadap apa yang dilihat dan didengar di layar bioskop. Kesimpilan yang sering kita dengar adalah apa yang disebut dengan pesan moral,

padahal yang dimaksud dengan symptomatic meaning ini secara lebih luas adalah ideologi yang dibawa penonton setelah menonton sebuah film. Misalnya dalam film Finding Nemo memiliki makna ideologis bahwa kasih orang tua akan selalu ada bagi anaknya walaupun melewati samudera luas.

EvALUAsiUnsur terakhir dari urgensi

adanya bentuk dari sebuah film adalah adanya evaluasi yang dilakukan penonton terhadap film yang dilihatnya. Penilaian paling sederhana oleh penonton adalah film yang dilihatnya dianggap baik atau buruk karena beberapa pertimbangan:

- Kriteria Realistik: Kriteria ini

68 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 69: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

692014 l Edisi 8 l Kinescope l

merupakan aspek yang paling sering di mana penonton merasa bahwa film yang dilihatnya dianggap bagus karena memenuhi kriteria realistik atau memenuhi pendekatan realisme yang cenderung sempurna. Film–film yang biasanya mengandung aspek ini seperti Gie, Stoned dan Welcome To Sarajevo yang cenderung bertipe Doku- Drama. Namun begitu tidak selalu film dengan tipe Doku-Drama, sebab bisa saja walaupun fiksi, bisa terlihat aspek realistiknya. Misalnya film American President yang sangat detil dalam menghadirkan seluruh aspek yang berkaitan dengan Gedung Putih dan tempat peristirahatan Camp David.

- Kriteria Moral: Kriteria ini berkaitan erat dengan symptomatic meaning pada bahasan sebelumnya, di mana penonton merasa sebuah film yang dilihat, dianggap baik atau buruk karena nilai moralnya yang tinggi maupun rendah. Misalnya film Laskar Pelangi yang banyak disukai karena aspek perjuangan dari anak-anak SD Muhammadiyah di Belitung itu, sangatlah mulia dan tinggi sehingga mampu memberi contoh dan dapat mempengaruhi penontonnya. Namun aspek moral tidak selalu bernilai tinggi sebab ada juga yang dianggap bernilai rendah seperti film Boyz N’ The Hood karya John Singleton yang justru memicu perang genk di Amerika setelah film tersebut

diedarkan.- Kriteria Kompleksitas:

Terkadang penonton merasa bahwa film yang baru ditontonnya bagus karena ceritanya yang rumit dan tidak mudah ditebak seperti yang dilakukan Alejandro González Iñárritu dalam filmnya seperti Amores Perros (2000), 21 Grams (2003) dan Babel (2006). Ataupun seperti film Crash (2006) yang dibuat Paul Haggis. Kedua sutradara tersebut menggunakan kerumitan dalam bentuk multi-plot, artinya dalam film yang dibuatnya ada beberapa plot utama. Film jenis lain yang mengumbar kerumitan adalah misalnya Saw (2004) karya James Wan, di mana penonton diajak masuk ke dalam teka-teki yang pada akhirnya diberi kejutan yang sangat tidak terduga siapa dalang dari semua penyanderaan.

- Kriteria Originalitas: Kriteria terakhir adalah originalitas. Film Waltz With Bashir (2008) karya Ari Folman mengetengahkan sebuah penceritaan yang umumnya digunakan dalam dokumenter, namun tipe film yang dipilihnya adalah animasi. Bisa juga seperti film karya Tim Burton, seperti Corpse Bride (2005) dan Nightmare Before Christmast (1994) yang distutradarai oleh Henry Selick, di mana yang diceritakan justru dunia hantu yang berusaha masuk ke dunia manusia, namun tidak tahu caranya sehingga terjadi konflik di dalamnya.

Waltz With Bashir

American President

692014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 70: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

70 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

rockabilly adalah salah satu gaya paling awal dan paling berpengaruh dalam musik rock n' roll yang muncul pada tahun 1950-an. Kini gaya dan semangatnya kembali digandrungi anak muda di berbagai kota. Jika ditengok dari sisi lainnya, Rockabilly merupakan sebuah sub-kultur, kini simbol-simbol rockabilly kembali bermunculan dimana-mana. rockabilly bukan sekedar musik tapi juga gaya rambut, fashion, tattoo, otomotif, mobil tua, graffiti, dan sebagainya. Karakter Rockabilly juga telah banyak difilmkan di berbagai era.

InFO

rockabilly

Page 71: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

712014 l Edisi 8 l Kinescope l

Berikut ini adalah 10 Film paling Rockabilly yang wajib disimak. Film-film ini dikurasi oleh Athonk Sapto Raharjo seorang komikus,

seniman tato, dan penggila musik Rockabilly. Di Yogyakarta, Athonk ker-ap mengadakan acara yang bernafas subkultur anak muda Amerika ini. Menurutnya film rockabilly tidak jauh dari kenakalan remaja, cewek cantik, musik rock’ n roll, dan mobil tua. ThE girL CAn’T hELP iT : 1956film komedi musikal yang dibintangi Jayne Mans-field, dan sutradarai oleh Frank Tashlin ini awalnya dibuat

sebagai kendaraan untuk mempro-mosikan simbol seks Amerika Jayne Mansfield, yang merupakan rival berat Maryln Monroe. Film ini mengguna-kan subplot satir yang melibatkan re-maja dan musik rock ' n' roll. Film yang hebat ini menjadi sebuah perayaan musik rock yang pernah terekam dalam sejarah film. Para pemain musik rock n roll asli pun muncul sebagai cameo, seperti Gene Vincent dengan lagu ‘Be Bop A Lula’, Eddie Cochran dengan lagunya ‘Twenty Flight Rock’, Fats Domino, The Platters dan termas-uk lagu yang juga menjadi judul utama film, yang dimainkan Little Richard.

AMEriCAn grAFFiTi : 1973Film ini disutradarai oleh George Lucas, dibintangi Richard Dreyfuss, Ron Howard, Paul Le Mat, dan Har-rison Ford muda. Settingnya sendiri berada pada tahun 1962 di kota kecil Modesto , California. Film ini merupakan studi tentang esensi anak muda, rock and roll, dan budaya populer di kalangan generasi baby boomer pasca-Perang Dunia II. Film ini diceritakan dalam serangkaian sketsa, yaitu menceritakan kisah sekelom-pok remaja dan petualangan mereka dalam satu malam.Pada tahun 1995 , the United States

Library of Congress men-etapkan film ini seba-gai simbol "kultural , historis , atau estetis

yang signifikan" karena film ini bisa menangkap penggambaran otentik dan esen-

sial fenomena yang terjadi di amerika

pada tahun 60an dan film ini ter-

pilih untuk disimpan di National

Film Registry.

ThE wAnDErErs: 1979Adalah sebuah film drama tentang geng dan subkultur anak muda di New York, Film ini diadaptasi berdasarkan novel "The Wanderers" oleh Richard Price. Ini adalah film keenam yang disutradarai oleh Philip Kaufman. Film ini bercerita tentang anggota geng Utara Bronx pemuda, Wanderers yang kerap berkelahi dengan geng lain, The Baldies. Film ini juga mengangkat isu-isu ketegangan rasial, loyalitas, yang baik dan buruk, kejantanan, persau-daraan, dan pemberontakan kaum muda melalui musik pada zaman tersebut.Dua protagonis utama film ini adalah Richie Gennaro ( Ken Wahl ) , pem-impin Wanderers , yang harus beru-rusan dengan tanggung jawab karena akan segera menikah dan bergabung dengan bisnis keluarga ayah mertua, yang juga merupakan boss mafia italia. Film ini juga bercerita tentang masa peralihan dari jaman rock n roll ke ja-man folk, dimana pada akhir film ada scene di daerah Greenwhich Village, di dalam cafe dan ada sosok penyanyi ‘Bob Dylan’ .

ThE LovELEss : 1982Film drama biker ini ditulis dan disutradarai oleh Kathryn Bigelow dan Monty Montgomery . Ini adalah sebuah film independen, dibintangi Willem Dafoe dan rocker Robert Gor-don, yang juga menulis lagu dan musik untuk film ini. Film ini adalah tentang geng motor yang membuat masalah di sebuah kota kecil di daerah selatan.

Page 72: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

72 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Willem Dafoe kemudian mengulang perannya sebagai biker di film Streets Of Fire.

ThE oUTsiDErs : 1983

Film drama Amerika yang disutra-darai oleh Francis Ford Coppola ini merupakan sebuah adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya SE Hinton. Film ini terkenal karena cast dari bintang muda yang akan terkenal di kemudian hari, termasuk C. Thomas Howell, Rob Lowe, Emilio Estevez, Matt Dillon, Tom Cruise, Pat-rick Swayze, Ralph Macchio, dan Diane Lane. Set film ini adalah tahun 1965 di Tulsa, Oklahoma.The Outsiders mengisahkan perse-teruan dan tawuran antara dua geng, Greasers sekelompok berandalan tangguh, kelas bawah dengan musuh mereka, SOCS, sekelompok anak-anak kaya dari sisi lain kota. Di film ini banyak terdengar lagu lagu terkenal, seperti “Gloria” dari band Them, dan “Lend Me Your Comb – Carl Perkins. Dan juga ada cameo, Tom Waits. EDDiE AnD ThE CrUisErs : 1983Film fiksi Amerika ini disutradarai oleh Martin Davidson dengan skenario yang ditulis oleh Arlene Davidson. Film ini diangkat berdasarkan novel PF Kluge, dan dipasarkan dengan tagline "Rebel. Rocker. Lover. Idol. Vanished." Eddie And The Cruisers berkisah tentang kematian misterius musisi Eddie Wilson (Michael Pare). Film ini juga sempat dibuatkan sequelnya, dan menjadi cult movie.

sTrEETs oF FirE: FiLM 1984Film yang disutradarai Walter Hill ini dalam promo trailer dan posternya diberi tagline "A Rock & Roll Fable". Ini adalah ramuan yang tidak biasa dari musik, aksi, drama, dan komedi dengan bumbu elemen retro 1950-an dan 1980-an. Michael Pare bermain sebagai veteran serdadu bayaran yang baru kembali ke kotanya untuk me-

nyelamatkan mantan pacarnya (Diane Lane) yang telah diculik oleh Raven (Willem Dafoe) pemimpin geng biker .Yang menarik dari film ini adalah penampilan live dari The Blasters, band rockabilly yang terkenal pada tahun 80an, dan juga mobi mobill tua yang dipakai di film ini, semuanya di set berdebu, kumuh kecuali mobil yang dipakai oleh tokoh utamanya. Dasyatnya lagi, motor besar di film ini semuanya diledakkan.

1990Film musikal komedi romantis Amerika 1990 yang ditulis dan disutradarai oleh John Waters . Film ini dibintangi Johnny Depp sebagai ikon remaja pemberontak tahun 1950-an " Cry - Baby" Wade Walker. Bintang Punk Rock Iggy Pop dan Traci Lords tampil sebagai cameo. Cerita berpusat pada sekelompok berandalan muda yang menyebut diri mereka sebagai "The Drapes" yang bertikaia dengan kelom-

Page 73: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

732014 l Edisi 8 l Kinescope l

pok lainnya, "The Square",FIlm ini mengambil setting di tahun 1950-an Baltimore , Maryland . "Cry - Baby" Walker menciptakan per-golakan dan kekacauan di kota kecil mereka Balti-more. Ia melanggar norma tabu di masyarakat. Tokoh utamanya, ‘Cry-Baby Walker’ yang diperankan oleh Johnny Depp, tokoh ini di ambil dari karakter penyanyi rockabilly, James Intveld yang sosoknya sangat mirip dengan Johnny Depp. Bahkan beberapa lagu di film ini juga digarap dan dinyanyikan langsung oleh James Intveld, penyanyi yang juga punya darah keturunan Indonesia. Johnny sUEDE : 1991Tom DiCillo memulai de-butnya sebagai sutradara penulis lewat film ini. Johnny Suede yang diperankan oleh Bradd Pitt adalah seorang pemuda yang punya attitude sebesar jambulnya, ia ingin menjadi rock n 'roll star sep-erti idolanya Ricky Nelson. Johnny memiliki semuanya, wajah ganteng, jambul, gaya, dan lainnya, kecuali sepasang sepatu suede. Penyanyi Nick Cave juga ikut main di film ini. Semua soundtrack di film ini sebagian besar memakai lagu milik Ricky Nelson.

roAD rACErs : 1994Film yang dibuat untuk film televisi ini disutradarai oleh Robert Rodriguez. Film awalnya ditayangkan di Showtime Network sebagai bagian dari serial tv Highway Rebel yang mengambil judul dan tema dari era 1950-an B-Movie dibintangi aktor pendatang baru pada waktu itu, termasuk Alicia Silver-stone dan Shannen Doherty. Film ini bercerita tentang seorang anak muda pemberontak, Dude Delaney (David

Arquette) yang bercita-cita mening-galkan kebuntuan hidup di kota kecil dan mimpi menjadi bintang rockabilly, namun dia terjebak dalam perse-teruan jahat dengan sheriff kota. Film ini merupakan debut pertama Salma Hayek yang bermain sebagai Dona, pacar Dude. Dari menit pertama film ini sudah sangat rockabilly, musik rock n roll, mobil tua, cewek cantik dan dikejar kejar oleh polisi.

Page 74: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

74 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Tahun 1952 Sekolah Musik Indonesia (SMIND) dibuka, dengan persyaratan menerima lulusan SMP atau yang sederajat. Saat itu, Idris Sardi baru berusia 14 tahun, sehingga ia belum

lulus SMP, namun karena permainannya yang luar biasa ia bisa diterima sebagai siswa SMIND tersebut. Bersama temannya yang juga pemain biola, Suyono (almarhum) namun bukan anak ajaib, yang lebih tua 2 tahun merupakan dua orang siswa SMIND yang berbakat sekali.

Pada orkes siswa SMIND pimpinan Nicolai Varvolomejeff, tahun 1952 Indris yang masih memakai celana pendek dalam seharian duduk sebagai concert master pada usia 14 tahun, duduk bersanding dengan Suyono. Rata-rata siswa SMIND berusia di atas 16 tahun.

TOKOH

Idris Sardimerupakan anak pemain biola orkes rri Studi Jakarta, m Sardi, yang lahir di Jakarta, pada 7 Juni 1938. Ia pertama kali mengenal biola pada usia enam tahun. Berkat kepiawaiannya dalam memainkan alat musik tersebut, pada usia sepuluh tahun ia sudah mendapat sambutan hangat pada pemunculannya yang pertama di Yogyakarta tahun 1949. Boleh dikatakan sebagai anak ajaib untuk biola di indonesia, karena di usia muda sekali sudah lincah bermain biola.

74 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 75: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

752014 l Edisi 8 l Kinescope l

Guru biola Idris waktu di Yogyakarta (1952-1954) adalah George Setet, sedangkan pada waktu di Jakarta (setelah 1954) adalah Henri Tordasi. Kedua guru orang Hongaria ini telah mendidik banyak pemain biola di Indonesia (orang Hongaria adalah pemain biola unggul).

Ketika ayahnya, M Sardi meninggal dunia pada 1953, Idris dalam usia 16 tahun saat itu, harus menggantikan kedudukan sang ayah sebagai violis pertama dari Orkes RRI Studio Jakarta pimpinan Saiful Bahri.Pada tahun 60-an, Idris beralih dari dunia musik biola serius, idolisme Heifetz, ke komersialisasi Helmut Zackarias.

Seandainya dulu Idris Sardi belajar klasik terus pada tingkat kelas master dengan Jascha Heifetz atau Yahudi Menuhin, mungkin ia akan menjadi pemain biola kelas dunia setingkat dengan Heifetz dan Mehuhin. Namun, meskipun dia belum pernah belajar biola di luar negeri, ia tetap setingkat dengan Zacharias.

Di dunia film, almarhum dikenal sebagai komponis dan ilustrator musik bertangan dingin sehingga beberapa kali mendapat anugerah Piala Citra untuk kategori Penata Musik Terbaik untuk beberapa film yakni Pengantin Remaja (1971), Perkawinan (1973), Cinta Pertama (1974), Doea Tanda Mata (1985).

Idris Sardi diketahui pernah menikah sebanyak tiga kali. Pernikahan pertamanya dilakukan dengan seorang wanita bernama Zerlita. Dari pernikahan ini lahir 3 orang di antaranya Santi Sardi dan Lukman Sardi. Namun sayangnya, pernikahan ini harus kandas di tengah jalan saat Lukman dan Santi masih kecil dan duduk di sekolah dasar.

Cerai dengan Zerlita, Idris kemudian menikah dengan Soemarini Soerjosoemarno atau dikenal dengan Marini. Pernikahan dengan Marini yang seorang janda membawa lima orang anak, salah satu di antaranya adalah artis Shelomita.Namun sayangnya pernikahan Idris dan Marini juga harus kandas. Keduanya memutuskan bercerai di usia yang tak lagi muda. Bagi Marini, sosok mantan suaminya itu memang

terbilang perfeksionis.Penyanyi yang tenar di era 1970-

an ini mengaku terakhir bertemu dengan sang maestro sekitar sebulan yang lalu. Dalam pertemuan tersebut, ada momen yang sangat indah ketika Marini dan Idris saling meminta maaf dan mengenang masa lalu sebagai pengalaman hidup berharga.Setelah bercerai dengan Marini, Idris sempat diprediksi akan meninggalkan hingar bingar dunia musik yang sudah membesarkan namanya. Namun, secara diam-diam, Idris diketahui sudah menikah lagi dengan wanita benama Ratih Putri yang berbeda usia sekitar 30 tahun.

Rupanya, Ratih Putri-lah yang membakar kembali semangat Idris memainkan nada-nada. Lagipula, kata Idris, dia memang tak pernah berniat bercerai dari musik. Sepeninggal Idris, Ratih Putri yang menemani Idris Sardi selama 16 tahun hingga akhir hayatnya mengatakan, Idris Sardi adalah sosok suami yang penyayang dan bertanggung jawab.

Idris Sardi telah melahirkan ratusan komposisi dan puluhan album, meraih berbagai penghargaan musik termasuk 10 Piala Citra untuk penata musik film terbaik bekerja sama dengan para sutradara ternama.Kesepuluh Piala Citra itu diperoleh Idris Sardi untuk film Perkawinan (1972), Cinta Pertama (1973), Senyum Di Pagi Bulan Desember(1974), Sesuatu Yang Indah (1976), Budak Nafsu (Fatima) (1983), Doea Tanda Mata (1984),Ibunda (1986), Tjoet Nja Dhien (1986), Noesa Penida (Pelangi Kasih Pandansari) (1988), danKuberikan Segalanya (1992). Ini belum termasuk beberapa penghargaan-penghargaan lain yang pernah diterima Idris Sardi semasa hidupnya seperti Festival Film Asia, Festival Film Asean, Festival Film Asia Pasifik.

Panggilan setinggi maestro menurutnya membawa beban, menjauhkannya dari pergaulan sejajar dengan kolega sesama pemusik dan menciptakan jarak. Idris boleh saja mengaku dirinya bukan perfeksionis, tetapi disiplin sangat kuat dan standar sangat tinggi membuatnya sulit menerima kekurangan apalagi bila menyangkut

kualitas permainannya sendiri.Memainkan biola, alat musik

yang sangat sensitif terhadap perlakuan halus sekalipun, membuatnya tahu persis kalau dia melakukan kesalahan betapapun kecilnya. Perlakuan yang disebutnya ‘keji’ ini menurut Idris adalah salah satu konsekuensi janjinya pada almarhum sang ayah, lebih dari 60 tahun lalu. Main biola dengan nada yang salah, kata Mas Sardi, adalah bentuk kedzaliman terhadap pendengarnya.

Maestro berjuluk Biola Maut ini sudah menghasilkan sekitar 1.900 karya. Dia sempat menggelar konser tunggal bertajuk «Konser Tunggal Maestro Biola Idris Sardi» di Theater Perpustakaan Nasional RI pada tanggal 16 Desember 2013 lalu dan sebelumnya, pada Agustus 2013,ia sempat comeback dengan mengaransemen ulang lagu-lagu P. Ramlee. Selain itu, Sardi mempunyai seorang murid yang telah sukses menjadi violis perempuan papan atas Indonesia, yaitu Maylaffayza Wiguna.

Melewati usia 60-an, Idris sempat divonis menderita kanker usus tahun 1998 dan merasa umurnya tak akan lama lagi. Empat tahun sebelumnya, Idris bahkan sudah menggelar konser pamit, menutup karir bermain biola. Toh jari-jemarinya sampai kini masih setia beraksi menampilkan bebunyian indah dari panggung musik memetik biola. Kerja yang kini sedang diselesaikannya, adalah memindahkan karya dari pita ukuran seperempat inci, dalam cakram padat.

Maestro musik biola Indonesia ini akhirnya menghembuskan nafas terakhir dalam usia 76 tahun di Rumah Sakit Meilia Cibubur, Senin, sekitar pukul 07.25 WIB.Hingga saat meninggalnya, Idris masih memimpikan membangun sebuah akademi musik, untuk anak-anak berbakat di seluruh Indonesia yang tak mampu belajar musik.Pandangan anak jaman sekarang tak pandai bermusik dan sekadar bersenang-senang dengan lagu pop disanggahnya keras.Anak masa kini, menurut Idris adalah korban jaman yang kurang perhatian orangtua, dan sulit mendapat akses pada musik yang baik.

Page 76: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

76 l Kinescope l Edisi 8 l 201476 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 77: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

772014 l Edisi 8 l Kinescope l

FilmographyKomposer

1973 Cinta pertama 1973 Hatiku dalam hatimu 1973 Lagu untukmu 1973 Si mamad 1973 Si manis jembatan ancol 1972 Wajah seorang laki-laki 1972 Anjing-anjing geladak 1972 Flamboyant 1972 Mama 1971 Tuan tanah Kedawung 1971 Api dibukit menorah 1971 Bengawan solo 1971 Biarlah aku pergi 1971 Kekasihku Ibuku 1971 Pengantin remaja 1971 Rakit 1970 Ananda 1970 Bernapas dalam lumpur 1970 Noda tak berampun 1969 Si Djampang Mentjari Naga Hitam 1969 Orang-orang Liar 1968 Jakarta-Hong Kong-Macau 1967 Petir sepandjang malam 1967 Sembilan 1967 Sendja di Djakarta 1965 Matjan Kemajoran 1964 KK 17

SEBAGAI AKTOR 1973 Lagu untukmu 2013 Hasduk berpola

2010 Wagina Bicara (TV Movie) 2006 Trophy Buffalo (Short) 1991 Taksi 2 1991 Badai laut selatan 1990 Soerabaja ‘45 1989 Tjoet Nja’ Dhien 1989 Pacar ketinggalan kereta 1987 Gema hati bernyanyi (setitik embun) 1986 Ibunda 1985 Doea tanda mata 1985 Sunan Kalijaga & Syech Siti Jenar 1984 Satria bergitar 1983 Budak nafsu 1981 Di bawah lindungan ka’bah 1978 Pengemis dan Tukang Becak 1978 Laki-laki binal 1978 Petualang-Petualang 1977 Pembalasan si pitung 1977 Jangan menangis mama 1977 Kembang-Kembang plastik 1977 Kugapai cintamu 1977 Secerah senyum 1976 Dr. Firdaus 1976 Janji sarinah 1976 Semoga kau kembali 1976 Sesuatu yang indah 1975 Si Pitung 1974 Atheis 1974 Dikejar dosa 1974 Melawan badai 1974 Mimpi sedih 1974 Ranjang pengantin 1974 Rio anakku 1974 Satan in Her 1974 Senyum dan tangis

772014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 78: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

78 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnmuSIK

Lewat musik, dua perempuan ini bercerita tentang kehidupan mereka, kisah gangster dan perempuan masa kini. Lirik-lirik

mereka bercerita tentang cinta atau pria-pria nakal. Brigitte juga ditandai dengan gaya glamor mereka, kostum vintage 70an, berpayet dan kacamata super besar. Malam itu Brigette memainkan sebelas lagu berbahasa Prancis di antaranya adalah, La Vengeance D’une Louve, Ohlala,

Battez-Vous, dan Ma Benz.Musik pop bernuansa liar yang

mereka bawakan banyak terinspirasi dari musik disko, jazz tahun 50an, dan folk. Brigitte memang dikenal selalu tampil penuh energi, dan kreativitasnya membuat setiap konser mereka menjadi lebih hidup. Meski bernyanyi dengan bahasa Prancis, penonton di Yogyakarta tetap antusias menyimak konser yang harga tiketnya dibandrol Rp. 25.000 ini.

tur musik brigitte:

RIAN SAMIN

glamor

duo musisi asal Prancis ‘brigitte’ menggelar tur di Indonesia. Tur ini dalam rangka Pekan Francophonie yang diselenggarakan oleh IFI dan kedutaan-kedutaan besar negara-negara anggota Organisasi Internasional Francophonie. di yogyakarta, brigette unjuk gigi di langgeng Art Foundation (lAF), jl. Suryodiningratan.

70-an

Page 79: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

792014 l Edisi 8 l Kinescope l

70-anBrigitte adalah Aurélie Saada

dan Sylvie Hoarau, mereka tampil menghibur publik membawakan lagu-lagu berjenis musik indie pop, dan chansons française (baca: changsong frangses), yakni genre musik berciri khas Prancis yang kental. Aksi panggung mereka berkarakter glamour, juga bergaya hippies dengan kekompakan vokal yang mampu membuai telinga pendengarnya. Album kedua mereka L’Elaboratoire telah terjual 165.000 eksemplar. Album tersebut membawa mereka mendapatkan sebuah Penghargaan musik paling bergengsi di Prancis “Victoires de la Musique 2012”.

Eno Dewati selaku Responsable Culture et Communication IFI menjelaskan bahwa konser dalam rangka ‘Semaine de la Francophonie’ atau Pekan Bahasa Prancis ini adalah bentuk peringatan Hari Francophonie yang setiap tahun diperingati setiap tanggal 20 Maret. Yogyakarta adalah kota terakhir dari perjalanan tur mereka. Sebelumnya Brigitte memukau penonton di Surabaya dan di Jakarta. Setelah Indonesia, mereka akan melanjutkan tur ke Vietnam.

Page 80: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

80 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnIndIE

Selalu Ada Cinta juga merupakan judul dari salah satu lagu yang ada dalam album ini. Komposisi lagu

itu dicipta oleh Syaharani dan Donny Suhendra, vokalis dan gitaris ESQI:EF. Liriknya ditulis oleh Syaharani. Aransemen musiknya digarap oleh Donny bersama satu lagi gitaris ESQI:EF, Didit Saad.

“Dalam dunia fana, ada yang datang dan ada yang pergi. Tapi, yang selalu ada, ya cinta,” jelas Syaharani mengenai alasan ia dan teman-teman ESQI:EF-nya memilih Selalu Ada Cinta menjadi judul album ini. “Cinta itu pun macam-macam, ada yang manis, ada yang pedas. Selalu Ada Cinta, juga mewakili isi album ini secara keseluruhan,” tambahnya.

Dalam album yang berisi 10 lagu ini, para personel ESQI:EF--Syaharani, Donny, Didit, Trias Fajar Anugrah (keyboard), Andy Gomez Setiawan (keyboard), Kristian Dharma (bas), dan Sirhan M Bahasuan (drum)--memainkan apa yang mereka sebut musik akar berbalut pop.

“Kami memainkan musik akar berbalut pop dalam album ini. Musik

wIdIANTI KAMIl

album barusyaharani and Queenfireworks:

Selalu ada CintaSyaharani and Queenfireworks atau ESQi:EF, band yang lahir delapan tahun lalu, merilis lagi album baru. album yang diluncurkan oleh ESQi:EF di golf Driving range Senayan, Jakarta, Sabtu (8/3/2014) pagi, ini merupakan album ketiga mereka. Selalu Ada Cinta, judulnya.

Page 81: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

812014 l Edisi 8 l Kinescope l

album barusyaharani and Queenfireworks:

ESQi:EF - Syaharani and Queenfireworks

TrACK LisT :

Judul : SELALU ADA CINTALagu : Syaharani/Donny SuhendraLirik : SyaharaniArr : Donny Suhendara /Didit Saad

Judul : APA ADANYALagu : Didit SaadLirik : SyaharaniArr : Didit Saad

Judul : MERAH KUNING JINGGA Lagu : Didit SaadLirik : SyaharaniArr : Didit Saad

Judul : ARISAN HUJAN Lagu : SyaharaniLirik : Sekar Wulan Sari / SyaharaniArr : Didit Saad

Judul : BEGITULAH WAKTU Lagu : SyaharaniLirik : SyaharaniArr : Didit Saad/ Donny Suhendra

Judul : SELESAILagu : Syaharani/Didit SaadLirik : SyaharaniArr : Didit Saad

Judul : MANA KUTAHU Lagu : SyaharaniLirik : SyaharaniArr : Didit Saad

Judul : HUJAN MALAM Lagu : SyaharaniLirik : SyaharaniArr : Didit Saad

Judul : MORNING COFFEE Lagu : SyaharaniLirik : SyaharaniArr : ESQI:EF /Didit Saad/ Donny Suhendra

Judul : SAVE ME SOME TIMELagu : Syaharani/ Donny SuhendraLirik : SyaharaniArr : Donny Suhendra / Didit Saad /ESQI:EF

akar itu, antara lain, rock n’ roll, blues, dan swing,” jelas Syaharani lagi. “Musik akar yang kami mainkan dalam lagu ‘Morning Coffee’ itu rock n’ roll. Kalau swing ada dalam lagu Merah Kuning Jingga Ungu,” tambahnya.

Selain itu, mereka menyajikan musik yang simple, tak rumit. “Dari awal sampai sekarang kami tetap memainkan musik yang simple. Nama band ini saja ada “fireworks”-nya, kembang api, selalu membawa kegembiraan,” terang Syaharani.

Untuk mengenalkan album Selalu Ada Cinta, ESQI:EF memilih “Morning Coffee” menjadi single pertama. “Sebelum direkam, lagu ini sudah pernah kami mainkan di panggung dan kami merasa fun banget memainkannya. Oleh karena itu, kami ingin menjadikannya single pertama,” kata Syaharani.

“Lagu ini mengungkapkan, pas bangun pagi, yang ada di kepala kita harus rasa bersyukur dan keriangan. Memulai hari dengan menikmati kopi, memandang langit, atau mendengarkan kicau burung, misalnya. Pokoknya, komunikasi yang baik pada pagi hari, supaya enggak memulai hari dengan kusut,” kata Syaharani lagi.

Komposisi dan lirik lagu (berbahasa Inggris) tersebut ditulis oleh Syaharani, sedangkan aransemen musiknya digarap bersama oleh ESQI:EF. Lagu “Morning Coffee” juga dilengkapi dengan video perjalanan ESQI:EF ke Kota Banyuwangi, Jawa Timur, serta ke kawasan Ijen dan kasawan Pantai Pulau Merah, yang berada di Kabupaten Banyuwangi, pada Oktober 2013.

Grup ESQI:EF , baca : ES - QI - EF atau ES-KI-EF, diambil dari bunyi huruf S, Q dan F adalah kepanjangan dari Syaharani & QueenFireworks.

Simpel, tetapi memerlukan sedikit survey untuk mengerti, yang juga menggambarkan musik dan karya dari gabungan personaliti yang berbeda-beda ini.

Team musik ini terbentuk dengan dedikasi yang kuat dan dalam dari: Syaharani , yang kita kenal sebagai penyanyi Jazz Indonesia, dengan suara khas.

Didit Saad , gitaris rock n roll.Donny Suhendra , gitaris dan kom-

poser yang disegani.

BErMAin BErsAMA KonTriBUTor MUDA DAn BErBAKAT

Sirhan Bahasuan - Drum, Kristian Darma - Bas, Andy Gomez -Piano/Key-board, Fajar Trias - Keyboard.

ESQI:EF memainkan kombinasi musik-musik akar, blues, Jazz, soul, rockn’roll, folks , dalam aransemen pop untuk karya rekamannya, dan lebih bervariasi dalam 'live' konser nya.

Menuliskan lirik tentang kehidu-pan dan kejadian, menggubah lagu

dan memproduksi rekamannya secara indipenden.

ESQI:EF memenangkan AMI Award 2011 untuk Best Performance/ Solo/ Duo/ Group/ Jazz

Vocal, juga nominasi untuk 3 best design (cover album “anytime”) dari 600 album. Pernah menjadi band pem-buka konser the 'Yellow Jacket' saat konser di Indonesia.

Websitewww.queenfireworks.comLive Showwww.youtube.com/qfmanagementFacebook Pagewww.facebook.com/syaharani4uTwitter@ESQIEF@jazzy_syaharani@[email protected]

Diskografi :1. BUAT KAMU 20062. ANYTIME 20103. SEALAU ADA CINTA - release Maret 2014

Page 82: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

82 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

LIPuTAnPROFILE

Boni, Ho dan Titi adalah 3 orang pengamen karismatik jenaka dan berbakat dengan cerita kehidupan menakjubkan yang

tidak bisa tidak harus diungkapkan ke layar lebar. Kalian akan tersentuh oleh humor, musik, kearifan, serta keteguhan dan semangat mereka terlepas dari keadaan serba kesulitan yang mereka hadapi.

Beberapa hari yang lalu JALANAN dirilis di Jakarta melalui studio XXI Plaza Senayan dan Blok M Square, serta Blitz Megaplex Grand Indonesia. Kami berharap film ini selanjutnya juga akan diputar di bioskop-bioskop Jogjakarta, Makasar, Bali dan Surabaya.

Sebagaimana yang kita ketahui, sangat tidak biasa di Indonesia untuk merilis film dokumenter seperti JALANAN di bioskop. Film dokumenter sering dianggap membosankan, berat, edukatif dan terlalu serius. (Dan kita bisa mengerti mengapa: Saya pernah menonton

beberapa film dokumenter yang membuat saya ingin bunuh diri segera setelah saya selesai makan popcorn caramel saya).

Setelah menyaksikan JALANAN, Studio XXI dan Blitz Megaplex langsung paham bahwa ini adalah sebuah film dokumenter yang berbeda. JALANAN begitu berwarna, menghibur, sarat musik, penuh humor, dan yang terpenting, film ini benar-benar menangkap drama kehidupan manusia. Banyak penonton menanyai kami langsung sekedar memastikan bahwa JALANAN bukan kisah fiksi, sebab mereka tak menyangka sebuah film dokumenter bisa semenarik ini lalu membentuk rangkaian ‘kisah’.

Sebagai seorang sutradara, saya percaya bahwa film dokumenter memiliki kewajiban untuk mengikat penonton. Film dokumenter harus menyenangkan, tidak takut untuk menghibur, tidak boleh membosankan. Kehidupan

nyata setidaknya seberwarna, selucu dan sebijak cerita yang dikarang sedemikian rupa. Dan penonton yangmenghabiskan waktu mereka yang berharga untuk menyaksikan sebuah film dokumentar tidak seharusnya merasa seperti mengerjakan PR.

Bagaimanapun, jaringan bioskop adalah sebuah bisnis, dan mereka bertujuan untuk menjual tiket. Studio XXI dan Blitz Megaplex akan selalu memprioritaskan film-film aksi Hollywood yang ‘aman’, dan itulah mengapa mereka hanya memberi 3 layar untuk JALANAN. Bertahan di bioskop akan menjadi sebuah tantangan sulit. Kami berbagi teater dengan beberapa film blockbuster Hollywood. Karenanya, dengan dana terbatas yang kami miliki, kami harus berusaha untuk mempromosikan JALANAN seefektif mungkin.

Kesempatan yang kami miliki tipis: jika tidak ada cukup penonton

Sepucuk Surat untuk indonesia: “Di Jakarta masih ada harapan”

daniel ziev: sutradara film JalananDalam 6 tahun terakhir ini saya bekerja bersama sebuah tim kecil untuk membuat sebuah film yang sangat istimewa tentang Jakarta dan Indonesia. Film berjudul jAlANAN yang dibuat dengan tulus dari hati ini bercerita mengenai kehidupan 3 orang muda dengan karakter luar biasa, yang juga telah menjadi sahabat saya.

82 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Page 83: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

832014 l Edisi 8 l Kinescope l

yang menyaksikanJALANAN, film ini akan ditarik dari bioskop hanya setelah 3-4 hari penayangan. Tetapi, jaringan bioskop telah menjanjikan pada kami jika ada banyak penonton yang menyaksikan JALANAN, mereka akan membuka lebih banyak layar untuk JALANAN, termasuk di kota-kota di luar Jakarta seperti Jogja, Bandung, Surabaya dan Bali.

Oleh karena itu, saya meminta kepada Anda semua untuk memberikan kami kesempatan. Pertama-tama, saksikan JALANAN di bioskop dan nikmati sebuah film Indonesia yang orisinil dan menghibur, yang akan menyentuh hati anda semua dan membuat anda semua bangga. Film ini dijamin akan membuat anda tertawa, membuat anda berpikir dan membuat anda semua melihat Jakarta & Indonesia kita dengan cara yang berbeda. Selain itu Anda akan mengenal bintang film baru yang begitu tak biasa dari kebanyakan artis Indonesia, yaitu sahabat-sahabat saya, 3 orang pengamen jalanan gila: Titi, Boni & Ho. Saya sangat yakin kalian akan jatuh cinta dengan mereka seperti saya.

832014 l Edisi 8 l Kinescope l

Page 84: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

84 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

Film dan Konflik sosial

Konflik sosial, yang bisa diterjemahkan sebagai perseteruan dan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung

dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial,

selalu saja menyisakan cerita sedih setelahnya. Tidak hanya penderitaan fisik yang diderita para korbannya, namun juga dampak psikis yang diterima setelahnya. Suka tidak suka,

mau tidak mau.

U

VOICE OVER

hASREIzA

ntuk itu, cerita, pesan dan informasi yang mengandung optimisme perlu ditebar dalam menyikapi segala macam konflik yang pernah terjadi dalam sebuah peradaban. Bukan lagi cerita, pesan dan informasi yang provokatif, yang justru memperkuat rasa kebencian dan permusuhan yang semakin mendalam.

Film, sebagai media komunikasi, seharusnya mampu dan bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan paham kebaikan itu. Dengan membuat film yang menggambarkan secara gamblang tentang konflik sosial, fiksi maupun berdasarkan kejadian nyata, lalu menyisipkan secara dominan pesan dan nilai optimisme bagaimana sebuah kelompok sosial yang mengalami konflik tersebut mampu keluar dari situasi tersebut dan memberikan gambaran nyata tentang contoh-contoh tindakan aspiratif individual atau kelompok masyarakat dalam menyikapi konflik tersebut dan membawa pesan perdamaian.

Kepedulian masyarakat dan komunitas film dalam hal ini, mutlak diperlukan sebagai

bagian dari kontribusi nyata mereka bagi peradaban yang diwakilinya, maupun masyarakat yang berhadapan dan merasakan penderitaan akibat koflik sosial yang dialaminya. Apalagi jika dikaitkan dengan fungsi pendidikan dari film, yang seyogyanya sangat kuat untuk mengubah pola pikir, paradigma dan cara pandang sebuah masyarakat dan peradaban.

Untuk itu, menggambarkan konflik sosial di dalam masyarakat secara gamblang dalam sebuah film memang membutuhkan keberanian dan riset yang kuat, agar tetap memberikan informasi yang akurat dan tepat dalam penggambarannya. Dan penggambaran aksi-aksi aspiratif individu atau kelompok masyarakat dalam usahanya keluar dari situasi konflik dan akibatnya, menjadi penting sebagai pesan bahwa dalam sebuah knflik sosial, selalu saja ada korban dan pihak-pihak mayoritas yang menginginkan perdamaian. Semoga damai selalu menyertai dan mewarnai kehidupan di tanah negeri, tanah Ibu Pertiwi.

84 l Kinescope l Edisi 6 l 2014

Page 85: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

852014 l Edisi 8 l Kinescope l

Dengan ini, mohon dicatat sebagai pelanggan majalah Kinescope dengan data sebagai berikut :

Nama : ……………………………………………………………………………..

No.KTP/ SIM : ……………………………………………………………………………..

Alamat Rumah/ Kantor : ……………………………………………………………………………..

……………………………………………............................................................

Kode Pos :

Telepon : ……………………………………………………………………………..

Mobile Phone : ……………………………………………………………………………..

Email : ……………………………………………………………………………..

Berlangganan : 3 bulan 6 bulan 12 bulan

……….../……………………………./20……..

__________________________(Tanda tangan & nama lengkap)

ForMULir BErLAnggAnAn

• BiayaRegistrasiP.JawaRp. 20.000,- • BiayaPengiriman3 bulan Rp. 35.000,- 6 bulan Rp. 65.000,- 12 bulan Rp. 100.000,-• PembayaranditransferkePT. Kinescope Indonesia CIMB Niaga Cabang Bintaro 080.010.135.5009• [email protected]• Majalahakandikirimkanpadabulanberikutsetelahbuktipembayaranditerima• UntukinformasiataupertanyaanlebihlanjutmengenaiKinescopedapat di email ke [email protected] atau klik www.kinescopeindonesia.com• Registrasiakanterputussecaraotomatissetelahhabisperiodemasaberlangganan• Untukperpanjanganmasaberlangganandapatlangsungmelakukanpembayarandanmengkonfirmasi pembayaransebelumhabisperiodeberlangganan• Selamabuktipembayaranbelumkamiterimamakaregistrasi&pengirimantidakkamiproses.• Nilairegistrasi&biayaberlangganansewaktu-waktudapatberubahtanpapemberitahuanterlebihdahulu.• HargaberlakuhanyadiP.Jawa.• BiayaRegistrasiSumatra,KalimantanRp. 25.000,-SulawesiRp.30.000,-• BiayaPengiriman3 bulan Rp. 105.000,- 6 bulan Rp. 210.000,- 12 bulan Rp. 420.000,-• UntukIndonesiatimurdapatdikonformasilangsungdiemaillangganan@kinescopeindonesia.com

Syarat & Ketentuan :

Page 86: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

86 l Kinescope l Edisi 8 l 2014

dISTRIBuTIOnSA. ExCELso CAFE nATionwiDE Bandara Soekarno Hatta Blok M Plaza Central Park Mall Cilandak Town Square Grand Indonesia Kelapa Gading 2 & 3 Kuningan City La Codefin Plaza Indonesia Pluit Junction Puri Indah Mall Rumah Sakit Husada Senayan City Senopati Office 8 Sumareccon Mall Serpong Universitas Indonesia Urban Kitchen Emporium Mall Intiland Tower Jalan Tol Km 57 Menara Bidakar Mall of Indonesia Pantai Indah Kapuk Supermall Karawaci Kota Casablanka Sarinah Thamrin Gandaria City Pondok Indah Mall 2 Green Terrace TMII Ruko Graha Kartika Cibinong Bale kota Hero Bintaro Rodalink Serpong Grand Mertopolitan Bekasi Summarecon Mall Bekasi Bandung Supermall Istana Plaza, Bandung Myfair Building Bandung Bandara Juanda Ciputra World Surabaya East Coast Center, Surabaya Pakuwon Trade Center Plaza Surabaya Siloam Gleaneagles, Surabaya Sira 25 Gempol, Surabaya Supermall Pakuwon Indah Town Square Surabaya Tunjungan Plaza 2,3 & 4 Surabaya Plaza Marina, Surabaya Bali Galeria Bandara Ngurah Rai Paragon City Lippo Plaza Sunset, Bali Galeria Mall, Jogyakarta Malioboro Mall, Jogyakarta Solo Paragon Solo Square DP Mal, Semarang Mall Ciputra, Semarang

B. Jw LoUngE BAnDArA Terminal 1A, 2E & 3 Keberangkatan Domestik Bandara Soekarno hatta, Jakarta Terminal Kebangkatan Domestik Bandara hangnadim, Batam Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Sultan Badarudin ii, Palembang Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Pangkal Pinang, Bangka Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Sultan Thaha, Jambi

C. KEDAi iCE CrEAM gEnTong Sunter Kelapa Gading Summarecon Mall Serpong

D. LoKAnAnTA CAFE & rEsTo Panglima Pollim & Gandaria City

E. Fx MALL ArEA

F. D’gLAM sALon sEnAyAn CiTy

g. TALK inCorPorATion Jl. Wijaya 1 no 72 Kebayoran Baru.

h. sAPhirE LoUngE D’ConsULATE soEKArno hATTA JAKArTA

i. ByBLos CAFE sTrEET gALLEry PonDoK inDAh MALL 3

J. DEwAn KEsEniAn JAKArTA

K. sEKrETAriAT ALiAnsi JUrnALis inDonEsiA

L. sEKrETAriAT iKAFi, iKJ

M. KoMUniTAs

Komunitas Hijau Pondok Indah Kineforum, Jakarta Nontoners Gudang Film Cinema Poetica Underdog Kick Ass #savejkt Indonesian Youth Conference

Sinergi Muda.org Tripot Fotografi Kampus Jalanan, Yogyakarta KMTF - STSI Bandung Tanahindie, Kampung Buku, Makasar Kofis - Stiebi Jakarta Nonton Film - Bali Rufi Community OFC - Medan Story Lab Bandung Komunitas Gerbang - Bandung XIM Productions - Lampung O - Pictures - Medan Gila Film - Depok Beragam Film - Jakarta Rumah Film - Bandung AnakNonton - Bekasi IFI - Institut Français d’Indonésie KINEKUMA PICTURES - Jakarta Erasmus Huis - Jakarta FINGER KINE CLUB - Salatiga ruangrupa - Jakarta Liga Film Mahasiswa – ITB Bandung KRONIK FILMEDIA - Semarang KINERUKU - Bandung 12,9 Kineklub UAJY - Jogjakarta Kine Klub FISIP UNS - Surakarta

n. yogyAKArTA Fakultas Ilmu Budaya UGM Xcode, Kampus ISI, Akindo, MMTC Indonesia Visual Art Archieve Mes56 Kineklub UII Oxen free cafe CCF Jogyakarta (Pusat Kebudayaan Prancis) Teater Garasi Padepokan Bagong Kusudiardja Bintang Cafe Soekamti Basecamp

o. BALi Rondji Resto – Mario Blanco Tjampuhan, Ubud Arena Sport Cafe, By Pass Ngurah Rai, Sanur Moka Cafe, By Pass Ngurah Rai, Sanur Pregina Resto, Danau Tamblingan, Sanur Pergola Resto, Sanur

P. EvEnT arkipel, international Documentary & Experimental Documentary Film Festival @goetheHaus Jakarta – Agustus 2013. Film Press Screening violet & Daisy @ BlitzMegaplex, Grand Indonesia Film Press Screening FLu – Korean movie @BlitzMegaplex, Grand Indonesia Festval film makasar oktober – november Makasar Sulawesi Selatan 2013 Bandung Contemporary art Festival iTB Bandung @7Gallery Seni Bandung media Partner Pasar Seni Jakarta 3-5 november nonton bareng Film Tjoet nja Dien PPHUI 29 Oktober 2013-11-17. Stand Pekan Film Jogyakarta @Taman Budaya Yogyakarta Stand uKDw, Puskat uin @Yogyakarta Bioskop mini Kinescope @Pasar Seni Jakarta,3-5 November 2013 nonton bareng Film adriana at XXI Planet Hollywod

Page 87: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

872014 l Edisi 8 l Kinescope l

move to....Level 3A, World Trade Center 5Jl. Jendral Sudirman Kav. 29-31

Jakarta 12320Telp. 021 25985194

Page 88: Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia

88 l Kinescope l Edisi 8 l 2014PENGUNGKAPAN DAN SANGGAHAN: INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RISIKO. CALON INVESTOR WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS SEBELUM MEMUTUSKAN UNTUK BERINVESTASI MELALUI REKSA DANA. KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMINKAN KINERJA MASA DATANG.

Pensiun itu mirip weekend, penghasilan nol biaya tinggi.

Bedanya weekend 2 hari, pensiun selamanya.

Sudah siap dananya?

Investasi.Reksa Dana Manulife.

(021) 2555 2255reksadana-manulife.com