Top Banner
12

Edisi 06/Thn V/April 2009

Mar 07, 2016

Download

Documents

SEPUTIH KARYANYA SEMERAH SEMANGATNYA. Upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran dijalankan pemerintah dengan tiga cara, yakni pelayanan untuk menciptakan keadilan, pemberdayaan untuk menciptakan kemandirian dan pembangunan untuk pertumbuhan. PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Program ini merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Edisi 06/Thn V/April 2009
Page 2: Edisi 06/Thn V/April 2009

2w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Diterbitkan oleh DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKAPengarah: Prof. Dr. Moh Nuh, DEA (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Dr. Suprawoto, SH. M.Si. (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Drs. Bambang Wiswalujo, M.P.A.(Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Drs. Supomo, M.M. (Sekretaris Badan Informasi Publik); Drs. Ismail Cawidu, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Drs. Isa Anshary, M.Sc. (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Dr. Gati Gayatri, MA. (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Mardianto Soemaryo. Redak-tur Pelaksana: M. Taufi q Hidayat. Redaksi: Drs. Lukman Hakim; Drs. Selamatta Sembiring, M.Si.; Drs. M. Abduh Sandiah; Dra. Asnah Sinaga. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania, SH, MH; Karina Listya Widyasari, S.Si , S.Sos; Elpira Indasari N, S.Kom; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Fouri Gesang Sholeh, S.Sos. Desain: D. Ananta Hari Soedibyo; Danang FIrmansyah. Pracetak: Farida Dewi Maharani, Amd.Graf, S.E. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: [email protected] atau [email protected] menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Setiap peringatan Hari Kartini tanggal 21 April, isu tentang kesetaraan gender (gender equality) kembali mencuat. Perbincangan pada umumnya mengerucut pada konstruksi sosial yang tidak berpihak kepada pengarusutamaan gender, yang pada akhirnya membuat kaum perempuan In-donesia diposisikan secara subordinatif dalam ak-tivitas kehidupan sosial. Selain itu, perbincangan juga mengupas berbagai langkah alternatif untuk pembangunan kapasitas (capacity building), yang dapat memandu perempuan keluar dari kungkung-an sistem sosial yang selama ini kurang berpihak kepada mereka.

Maraknya diskursus tentang kesetaraan gender adalah sesuatu yang wajar, mengingat kini —121 ta-hun sejak kelahiran RA Kartini— fakta-fakta terkait ketidaksetaraan gender masih jelas terpampang di depan mata. Diskriminasi, perlakuan tak adil, eks-ploitasi, pelecehan, penistaan, masih sering dialami perempuan di mana-mana. Kendati keadaannya su-dah jauh lebih baik daripada era Kartini, akan tetapi berbagai kasus di atas setidaknya bisa dijadikan pranala bahwa perjuangan mencapai kesetaraan gender di Indonesia masih belum menampakkan hasil seperti yang diharapkan.

Salah satu penyebabnya adalah karena masih adanya kekeliruan pemahaman, dimana kesetaraan gender dianggap sebagai pertarungan konfrontatif perempuan vis a vis laki-laki. Laki-laki dianggap sebagai penakluk (conquerer) dan perempuan adalah pihak yang ditaklukkan (conquered), dimana perjuangan mencapai kesetaraan gender dipandang sebagai upaya pembalikan posisi di antara kedua-nya. Padahal inti dari kesetaraan gender bukan meneguhkan siapa yang mendominasi dan dido-minasi, melainkan menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan pelakunya laki-laki ataupun perempuan.

Sementara itu, perjuangan mencapai kesetaraan gender juga masih dilakukan secara parsial, se-kadar upaya ‘melawan’ dominasi laki-laki atas perempuan dalam berbagai bidang pekerjaan. Ting-kat kesetaraan pada akhirnya cenderung diukur secara kuantitatif, dihitung dari jumlah representasi perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang se-cara tradisional didominasi oleh laki-laki. Tidak mengherankan jika pada masa lalu pernah ada kebijakan yang mengharuskan keterwakilan perem-puan di parlemen sebanyak 30 persen. Hal itu merupakan imbas dari pemikiran kuantitatif, yang menganggap capaian angka-angka lebih penting daripada kualitas perseorangan.

Banyak orang membicarakan kesetaraan gender,

Meningkatkan Kapasitas Sumberdaya Perempuan Indonesiaakan tetapi yang dikemukakan kemudian adalah data-data tentang berapa jumlah perempuan yang menjadi presiden, menteri, jenderal, dirjen, kepa-la, direktur, anggota legislatif, dan sebagainya. Pola pikir semacam ini tidak salah, namun juga tidak bisa dikatakan seratus persen benar, karena sejatinya esensi kesetaraan gender jauh lebih dalam dari sekadar kuantitas perempuan yang berhasil memasuki ‘ranah’ laki-laki.

Eksistensi perempuan dalam berbagai bidang pe-kerjaan hanyalah sebagian dari hasil perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender, sementara per-juangannya sendiri terletak pada upaya meningkatkan sumber daya perempuan agar memiliki keunggulan komparatif sekaligus kom-petitif, seperti yang telah dimiliki sebagian besar kaum laki-laki.

Harus disadari bahwa mayoritas sistem budaya di Indonesia berakar pada sistem patriarki, yang tidak kondusif bagi berkembangnya kesetaraan gender (gender equality). Di banyak sistem budaya suku-suku yang ada di Indonesia, pembagian tu-gas yang dianggap normal adalah jika laki-laki menangani kegiatan produktif, dan perempuan me-nangani kegiatan domestik seperti mengasuh anak dan mengurus rumahtangga. Keadaan ini tidak bisa dilawan secara frontal dengan mengubah pondasi budaya yang sudah berlangsung selama ratusan tahun, namun secara bijak dapat disiasati melalui peningkatan kapasitas sumberdaya intelektual pe-rempuan.

Kendala terbesar kaum perempuan selama ini adalah mereka tidak memahami bahwa mereka berada dalam posisi tersubordinasi. Minimnya pengetahuan membuat banyak perempuan tidak menyadari bahwa mereka terdiskriminasi dan dieksploitasi, bahkan ironisnya banyak pula yang menganggap segala bentuk ketidakadilan yang mereka alami—yang sebagian ‘dilegalkan’ oleh sis-tem sosial—adalah sebuah kewajaran yang harus diterima dengan lapang dada. Kita dapat melihat secara kasat mata, terutama di wilayah-wilayah perdesaan yang tingkat pendidikannya rendah, diskriminasi struktural terhadap perempuan lazim terjadi tanpa disadari oleh para perempuan yang menjadi korbannya.

Jelas bahwa ketidaktahuan (baca: kebodohan) merupakan biang-keladi terjadinya ketidaksetaraan gender. Oleh karena itu, pendidikan sangat diper-lukan bagi kaum perempuan untuk memperluas

cakrawala berpikir serta memahami posisi me-reka di tengah masyarakat.

Seiring dengan peningkatan kapasitas intelektual dan kesadaran posisi perempuan, kemampuan me-retas jalan untuk keluar dari subordinasi secara otomatis akan muncul. Di sisi lain, pendidikan juga akan menjadi kunci pembuka pintu gerbang korporasi, dimana dengan tingkat pendidikan yang tinggi perempuan bisa menempatkan dirinya untuk bersaing secara sehat dengan laki-laki di segala

lini.Jika kapasitas intelek-

tual perempuan telah ter-bangun, perempuan tidak perlu lagi meminta kuota agar diberi hak istimewa (privilage) oleh sistem yang patriarkis untuk men-duduki posisi atau jabatan

tertentu. Hal ini sesuai dengan kaidah kesetaraan gender, dimana kesetaraan sejatinya bukanlah sesuatu yang given atau dianugerahkan, melainkan harus diperjuangkan sendiri oleh kaum perempuan. Penganugerahan posisi tertentu untuk perempuan justru menunjukkan bahwa perempuan memang tidak memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk bersaing secara terbuka dengan laki-laki.

Bangsa Indonesia bisa belajar dari negara-negara maju, dimana di sana sudah tidak ada lagi pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kewajiban sama dalam pekerjaan, asalkan memiliki kapasitas dan kapabilitas memadai di bidang ter-sebut.

Dan itu terjadi bukan karena pemberian hak istimewa kepada perempuan agar bisa terlibat dalam suatu pekerjaan tertentu, melainkan karena sistem meritokrasi diterapkan secara sungguh-sungguh dalam rekrutmen pegawai. Standar yang dipakai untuk penilaian adalah kualitas perseorangan, bukan jenis kelamin.

Namun pembelajaran tersebut harus diimbangi dengan upaya mengubah cara pandang terhadap kesetaraan gender itu sendiri, yang dalam beberapa hal bisa jadi tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal yang telah mapan.

Ini tidak mudah, karena beberapa sistem budaya tidak bisa mentoleransi konsep kesetaraan gender dengan alasan yang sangat mendasar. Dalam hal ini, kearifan sangat diperlukan untuk memandang persoalan dalam kerangka yang lebih luas, dan meninjaunya dari sisi optimalisasi manfaatnya bagi hajat hidup orang banyak.

(g)

desa

in:

ahas

/dan

ang

fot

o: b

f-m

, im

ageb

ank

Tunggu Kiriman Tabloid kOmunika

Sebelumnya saya ber-tugas di Badan Informasi Komunikasi dan PDE Kab. Pelalawan. Biasanya di tem-pat kami mendapatkan kiri-man tabloid kOmunika. Tabloid tersebut sangat ber-guna bagi kami terutama bagi saya pribadi.

Sejak saya pindah ke tempat tugas baru sekarang, Bagian PDE, saya tidak men-erima lagi kiriman tabloid kOmunika lebih kurang 4 bulan berjalan. Apakah saya bisa berlangganan Tabloid tersebut?

Di bagian saya sekarang jumlah seluruh pegawai ada 8 orang termasuk kabag, 3 orang tenaga honorer ope-

rator santel.Besar harapan kami agar

bisa menerima kiriman lagi tabloid kOmunika.

Rifki [email protected]

Klarifi kasi Obat Flu Berbahaya

Menanggapi maraknya isu tentang informasi dari US FDA mengenai obat fl u dan batuk yang mengandung phenyl-propanolamine (PPA), Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan penjelasan seba-gai berikut:1.Tidak benar pada tanggal 1

Maret 2009 US-FDA men-geluarkan pengumuman tentang obat fl u dan batuk yang mengandung PPA seperti diberitakan melalui sms dan email.

2.Saat ini tidak ada informasi baru terkait keamanan PPA.

Pada bulan November 2000 US-FDA menarik obat yang mengandung PPA kare-na diduga ada hubungan antara perdarahan otak dengan penggunaan PPA dosis besar sebagai obat pelangsing.

3.Di Indonesia PPA hanya disetujui sebagai obat un-tuk menghilangkan gejala hidung tersumbat dalam obat fl u dan batuk dan tidak pernah disetujui sebagai obat pelangsing.

4.Obat fl u dan batuk yang mengandung PPA dan telah mendapat izin edar aman dikonsumsi sesuai aturan pakai yang telah ditetap-kan.Demikian penjelasan ini

disampaikan untuk disebar-luaskan kepada seluruh masyarakat.

Badan Pengawas Obat dan Makanan

Jl. Percetakan Negara No.23 - Jakarta 10560 Indonesia

Telp: (021) 4244691/42883309, Fax: (021) 42889117

email: [email protected]

Jelajah Dunia dengan M-CAP

Lebih kurang 50 orang warga Kelurahan Sungai Baru Kecamatan Banjarmasin Ten-gah Kota Banjarmasin Ka-limantan Selatan pada hari Jumát (17/4) mendapatkan pelatihan singkat mengenai Inter Network melalui Mobile Community Access Point (M-CAP). Mobil ini hasil modifi kasi Departemen Komunikasi dan Informatika dari sebuah mo-bil mini bus yang dilengkapi dengan sarana teknologi ko-munikasi dan informasi serta pengembangan IT yang ber-basis internet.

M-CAP mampu menjem-batani kesenjangan penggu-na Internet dari masyarakat yang kurang mampu den-

gan pelayanan gratis. Hal ini dibuktikan dengan respons Pemerintah Provinsi Kaliman-tan Selatan dan antusiasme masyarakat yang dikunjungi oleh M-CAP dan kru yang mengawaki.

Lurah Sungai Baru menga-takan bahwa M-CAP ini ada-lah sebuah program pemerin-tah yang sangat menyentuh kepada masyarakat bawah terutama mereka yang me-merlukan pelayanan internet secara gratis untuk menjela-jah dunia.

Bagi kelompok masyarakat di Provinsi Kalimantan Se-latan yang menginginkan layanan Internet dari M-CAP dapat menghubungi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Jalan Belitung Darat No.45 Telepon 0511 3352667 Banjarmasin

Tim M-CAPBahrom Majie

[email protected]

...ketidaktahuan (baca: kebodohan) merupakan biang keladi terjadinya ketidaksetaraan gender. Oleh karena itu pendidikan sangat

diperlukan...

Page 3: Edisi 06/Thn V/April 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

3komunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

9 A p r i l 2 0 0 9 . P e s t a demokrasi untuk memilih wakil rakyat dalam legislatif

dan perwakilan daerah digelar. Bagi Sumarmo (45), warga

Desa Klaten Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten momen pemilu jelas sayang untuk dilewatkan. "Saya sudah dapat undangan untuk ikut mencentang," katanya kepada komunika sembari menunjukkan selembar kertas bertanda Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Pag i i t u sek i t a r puku l 7, Sumarmo tak bisa segera memenuhi undangan PPS tepat waktu. Seperti biasa, pagi itu, rumah sekaligus tempat ker-janya sebagai pemijat tengah kedatangan tamu. "Sebentar ya mbak, saya mau memijat dulu," kata Sumarmo sembari berdiri dan mulai meraba gagang pintu kamar tempat prakteknya.

Sang tamu sudah diminta masuk ruangan seukuran 2 x 3 meter. Dibantu istrinya, Warsinem (42) ia menyiapkan minyak pijat. Profesi sebagai pemijat tunanetra telah dijalani selama hampir dua dasawarsa. "Alhamdulillah, hasilnya dapat menghidupi istri dan anak-anak," kata bapak dari empat orang anak ini.

Tak sampai satu jam, tugas Sumarmo selesai. Sang tamu lantas pulang setelah menyelipkan beberapa lembar uang ribuan ke tangan Sumarmo yang sambil tersenyum menyampaikan terima kasih. Sambil keluar, Sumarmo bersama istrinya yang juga penyandang tuna netra lantas berkemas untuk berangkat ke TPS. Ia menerima tongkat yang biasa menemani ketika keluar rumah yang ada di dekat Stasiun Kereta Klaten.

Sumarmo memanggil anaknya, Sumarni, siswi kelas tiga SMA di kota itu yang juga memiliki hak pilih. Seorang gadis remaja berkaca mata segera keluar diikuti anak laki-laki yang kata Sumarmo duduk di kelas tiga SMP.

Mereka berjalan beriringan. Sang anak tak perlu membimbing ayah ibunya. Sumarmo dan Warsinem berjalan sendiri dengan bantuan tongkat. Sepertinya mereka sudah hafal sekali lokasi TPS yang berjarak 300 meter dari rumah. TPS 1 tempat Sumarmo dan Warsinem memilih akan digunakan oleh sekitar 349 orang. Ketika pasangan itu datang telah terlihat beberapa pemilih yang menunggu dipanggil ke bilik suara.

Kemudahan Bagi Penyandang Cacat

Usai mendaftar, Sumarmo bergabung bersama-sama dengan pemilih yang lain. Cukup lama juga Sumarmo dan keluarga menunggu dipanggil ke bilik suara. Mulyo, seorang anggota Tim Pemantau Pemilu dari Ikatan Tuna Daksa Indonesia (IKADA), meminta Ketua KPPS untuk mendahulukan keluarga Sumarmo.

Tanpa ada protes dari warga lain kesempatan itu pun diberikan kepada Sumarmo dan isterinya. Sementara anak-anaknya ikut mendampingi untuk memilih. Setelah menerima empat lembar

surat suara, dibantu putrinya Sumarmo melangkah ke bilik suara.

Seorang petugas KPSS berbaju batik membantu membawakan template berhuruf braille. Cukup lama waktu yang dibutuhkan Sumarmo untuk memberikan tanda dalam bilik suara, 15 menit. Ia mengaku kesulitan saar membuka surat suara berukuran besar dengan banyak lipatan, meski telah dibantu putrinya.

Petugas KPPS pun membantu

memasukkan kertas suara DPD ke dalam template braille. Sebab hanya untuk DPD saja, Komisi Pemilihan Umum memberikan template bra i l le yang bisa digunakan oleh tunanetra.

Setelah membaca dengan jarinya, Sumarmo pun memberi tahu pilihan kepada putrinya. Surat suara lain dibacakan Sumarni,

lantas sang putri memberikan tanda setelah dibisiki ayahnya.

Sama halnya dengan Sumar-mo, suaminya, Warsinem juga didampingi anak lelakinya untuk memilih. Ibu yang sehari-hari memperoleh duapuluh ribu hingga duapuluh lima ribu dari tiap pelanggan yang minta dipijat ini mengaku tidak tahu bagaimana cara mencentang ata mencentang. “Tadi malam Pak RW memanggil kami. Beliau memberitahu kalau hari ini ada pencontrengan.

Pemilu Akses

PENUHI HAK PENYANDANG CACAT

Bagaimana cara mencontreng ya saya tidak tahu.” Kata Warsinem.

Hal yang berbeda dialami Eko (35), satu-satunya penyandang tuna netra d i TPS 8 Desa Sumberejo, Kecamatan Klaten Selatan. Ia tidak perlu menunggu lama saat memberikan suara. Eko hanya butuh waktu lima menit untuk menunggu namanya dipanggil.

Eko yang mengalami kebutaan total sejak usia 16 tahun, tidak sulit memahami konsep centang,

seperti penyandang tuna netra yang sudah tidak bisa melihat sejak usia dini.

Sosialisasi Masih PerluKomisi Pemil ihan Umum

memberikan akses kepada para pemilih tuna netra, tuna daksa, atau yang mempunyai halangan fi sik lainnya dalam memberikan suara pada Pemilu.

Bahkan PPUA Penca me-nyediakan alat bantu kepada pemilih tuna ne- t r a berupa template b ra i l l e . A l a t ini tersedia di s e l u r uh TPS yang ada d i I n d o n e s i a , yaitu 519.920 TPS. Masing-m a s i n g T P S mendapatkan satu unit alat bantu ini.

“Kami juga telah melakukan sosialisasi ke-pada pemi l ih tuna netra di be-berapa daerah seperti di Riau, dan Papua,” ka-ta Ariani, Ketua Pusat Pemi lu Akses Penyan-d a n g C a c a t (PPUA Penca).

Bag i pa ra

penyandang tuna netra yang tidak bisa baca tulis, mereka kesulitan memahami arti centang. Namun setelah diberikan pemahaman dengan menggunakan tusuk gigi yang dipatahkan membentuk tanda centang mereka bisa tahu.

Menurut pengakuan Eko Swasto, S.Pd, Ketua Pertuni DPC Klaten, KPUD Klaten telah melakukan sosialisasi Pemilu 2009 kepada komunitas penyandang tuna netra dan tuna rungu wicara di Klaten pada tanggal 7 Maret

2009. P e s e r t a

m e n g h e n d a k i template brail le saat sosialisasi agar mereka terbiasa pada saat har i pemilihan umum, namun template

tersebut belum diterima KPUD.Bagi Bambang Maryanto, S.Pd,

pengurus Pertuni DPC Klaten, penyandang tuna netra yang tidak bisa membaca huruf braille dengan cepat akan memakan waktu yang cukup lama di bilik suara. “Template ini tidak sama dengan template Pemilu 2004. Template yang lalu itu hanya satu lembar dan ada klipnya. Jadi lebih mudah dijepit ke kertas suara,” katanya.

Model template ka l i in i diakuinya sulit karena mudah bergeser sehingga rawan meleset pada saat diberi tanda. Memang tahun ini template huruf braille yang terdiri dari dua lembar juga menyulitkan bagi para penyandang tuna netra.

Tapi bagaimanapun kondisi yang ada. Tak menyurutkan langkah Sumarmo dan orang-orang senasib sebagai penyandang cacat untuk menggunakan hal pilihnya.

Kenyamanan Lebih PentingDi TPS 2 Desa Krajan Keca-

matan Jatinom. Warsito, seorang penyandang cacat tampak kesulitan untuk masuk TPS. Petugas pengamanan pun mem-bantu untuk mengangkat kursi rodanya ke bilik suara. "Bilik suara sempit jadi kurang nyaman saat membuka surat suara dan mencari pilihan," kata Warsito yang didampingi anaknya ini.

Untuk memasukkan surat suara, perlu bantuan petugas KPPS yang juga anaknya. Pendamping Warsito ini kemudian menandatangi surat pernyataan kewajiban merahasiakan pilihan pemilih, Model C5, sehingga asas kerahasiaan tetap terjaga.

Sama halnya dengan

Sumarmo, beberapa penyandang tuna netra lainnya mengaku lebih memilih ditemani keluarga daripada petugas KPPS dengan alasan kepercayaan.

Sumarno dan Wars inem pu lang sete lah menunggu anak perempuannya Sumarni memberikan suara. Tanpa dibantu anak-anaknya mereka menyusuri jalan pulang ke rumah.

Sementara Eko malah akan kembali melanjutkan aktivitasnya untuk membuat barang kerajinan di rumah. Ia dijemput saudaranya dengan mengendarai sepeda motor.

Soal PilihanDalam perjalanan pulang

menuju stasiun kereta untuk ke Jakarta, komunika naik becak. Kebetulan di hampir setiap TPS memang ada becak yang siap untuk mengantar pulang dan menjemput. Meski sebagian lagi ada becak yang digunakan sebagai kendaraan pemiliknya untuk menuju TPS.

Sepanjang perjalanan menuju stasiun, beberapa sudut Kota Klaten tampak lengang, meskipun hari sudah siang. Tri (29), sang tukang becak mengaku tidak ikut memberikan pilihan karena tidak ada caleg yang pantas untuk dipilih. Dari nada bicaranya, Tri seolah tak bisa menyambut dengan gembira pesta demokrasi tahun ini, “Bingung mau pilih apa mbak,” katanya.

Ah, sayang sekal i , p ik ir komunika sebab dibandingkan dengan Sumarmo, Warsinem, Eko dan Warsito jelas tukang becak yang sering mangkal dekat stasiun ini tak kurang suatu apapun. Berbeda juga dengan yang dialami komunika yang terpaksa tidak bisa menggunakan hak karena memang tidak mendapatkan undangan dari PPS.

Di kejauhan, tampak petugas polisi terlihat mengamankan lalu lintas. Meski lalu lintas sepi, namun jalur yang biasa dilewati oleh bus antar kota ini sangat rawan terjadi kecelakaan.

Meskipun tidak semua pemilih memberikan suaranya di hari ini, pemil ihan umum masih diharapkan dapat memberikan angin perubahan yang lebih baik bagi negara. Sebagaimana penuturan Warsinem, “Semoga yang dipilih bisa menjadikan kehidupan yang lebih baik.”

(lidanoor)

Pemilih tetap mem-beri tanda sendiri. Ang-gota KPPS dan orang lain yang membantu pemilih tunanetra,

tunadaksa, atau yang mempunyai halangan

fi sik lain wajib meraha-siakan pilihan pemilih

yang bersangkutan, dan menandatangani surat

pernyataan dengan menggunakan formulir

Model C5.

Page 4: Edisi 06/Thn V/April 2009

4w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Wajah Pudjo (39) hari itu bersalut men-dung. Nelayan tradi-

sional asal dusun Wawaran, Desa Sidomulyo, Kecamat-an Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur ini resah. Sudah seminggu lebih ia tak berani melaut lantaran ombak samudera terus meninggi. Sehari-hari ia hanya duduk mencangkung di pendapa rumahnya, sembari meman-dang gelombang Pantai Sela-tan yang bergulung-gulung.

Menunggu memang me-nyebalkan, lebih-lebih me-nunggu gelombang laut

mereda yang tak jelas kapan batas waktunya. Padahal pe-rut orang serumah tak bisa menunggu.

“Ada penghasilan atau tidak, keluarga tetap harus makan. Repotnya, mencari ikan adalah satu-satunya ma-ta pencaharian saya. Seming-gu tak melaut, sekeluarga su-dah pasti dilanda paceklik,” tutur Pudjo sambil mengisap kreteknya dalam-dalam.

Dusun tempat Pudjo ting-gal memang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia yang terkenal ber-gelombang besar. Gelom-bang inilah yang pada musim angin barat sering membuat ciut nyali nelayan setempat. Maklum, tak jauh dari ping-gir pantai Wawaran tampak batu-batu karang menyem-bul di sela gelombang. Alur perairannya sempit, sehingga membuat perahu berisiko me-nabrak karang saat nelayan berangkat atau pulang me-laut.

Seperti nelayan Pacitan pada umumnya, Pudjo me-mang tergolong nelayan one day fi shing alias cuma mencari ikan untuk kebutuhan satu hari. Ia terbiasa mengoperasi-kan perahu berbobot ringan sekitar 5 groos ton (GT), atau bahkan jenis perahu cadik yang lebih kecil lagi. Wilayah operasinya hanya berada di perairan pantai (in shore fi sh-ing). Hasil tangkapannya pun sebagian besar hanya untuk dikonsumsi sendiri, jika ada kelebihan baru dijual atau diolah secara tradisional.

Pudjo sering membayang-kan bisa mencari ikan sam-pai ke tengah samudera

tetap minim. Toh minimnya hasil tangkapan tak membuat harga ikan meroket. Bahkan seiring dengan krisis keuang-an global, harga ikan di wila-yah ini turut merosot drastis. “Dulu sebelum terjadi krisis, harga tuna di bawah lima kilogram berkisar Rp 9.500.

Sedang tuna dengan berat di atas lima kilogram, harganya mencapai Rp 13 ribu per ki-logram. Tetapi sekarang, tuna dengan berat di atas lima kilogram hanya berkisar Rp 9.500 per kilogram. Bahkan, harga itu bisa turun lagi, jika kualitasnya jelek lantaran ter-lalu lama disimpan di dalam perahu,” tutur Napsiah, peda-gang di TPI Tamperan.

Keadaan ini tentu mem-buat posisi nelayan makin terjepit. Setelah mereka menggunakan perahu besar, jangankan bisa menabung, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja susah. Bun-tutnya, nelayan terus meru-gi. Uang yang dikumpulkan susah-payah pun habis untuk membiayai operasional kapal. Mereka akhirnya menyerah, tidak mampu lagi membeli solar, umpan, es, bahkan sekadar merawat perahu pun mere ka tak mampu.

“Walhasil, kami pun kem-bali menggunakan perahu lawas yang operasionalnya sangat tergantung musim.

Sementara perahu besar kami jual untuk menutup utang,” pungkas Pudjo.

Apa mau dikata. Maksud hati ingin bercanggih-ria, tapi penerapan inovasi baru da-lam proses penangkapan ikan ternyata tak segampang yang dikira.

Perlu Dukungan SDMPemerhati masalah per-

ikanan UGM, Ir Hery Saksono menyatakan, ketidakmam-puan nelayan Wawaran meng-operasikan perahu besar di laut lepas adalah miniatur kondisi nelayan di Indonesia pada umumnya.

“Banyak nelayan di ber-bagai daerah yang terpaksa berkutat dengan alat tangkap tradisional warisan leluhur, karena dirasakan lebih sesu-ai dengan kemampuan dan SDM mereka. Mereka kurang akrab dengan teknologi pe-nangkapan ikan baru, bahkan yang sudah tersedia di depan mata sekalipun,” ujarnya da-lam sebuah seminar di Insti-tut Pertanian Bogor beberapa waktu lalu.

Tentu bukan salah nelayan mengapa hal itu bisa ter-jadi, namun karena prioritas pembangunan kelautan dan perikanan selama ini memang belum mampu meningkatkan SDM nelayan secara signifi -kan.

“Selama ini pembangunan bidang kelautan dan perikanan lebih ditekankan pada pem-bangunan infrastruktur. Pada-hal fasilitas fi sik akan mem-punyai nilai tambah jika SDM nelayan juga ditingkatkan. Gedung TPI, kolam labuh, pe-mecah gelombang, dermaga, pompa bensin khusus nelayan tetap penting, tapi tanpa SDM yang memadai di belakang-nya, fasilitas tersebut tak akan berfungsi maksimal,”

katanya.

Ia mencontohkan, banyak bangunan dan fasilitas di se-kitar TPI di berbagai daerah di Indonesia terbengkalai ka-rena tidak dimanfaatkan se-cara maksimal oleh nelayan. Hal yang sama terjadi pada perahu fi berglass bantuan pemerintah yang banyak ter-onggok di tepi pantai karena nelayan enggan mengguna-kannya untuk melaut. “Dua contoh di atas sejatinya tak perlu terjadi, jika mereka (ne-layan—Red) dipersiapkan se-cara matang untuk menerima alih teknologi,” ungkap Hery.

Menurut Hery, SDM nela-yan harus lebih dulu diting-katkan, baru kemudian inova-si dan teknologi mengikutinya di belakang. “Tidak bisa ser-ta-merta nelayan disarankan menggunakan teknologi ba-ru yang tidak mereka kenal sebelumnya, prosesnya harus pelan-pelan dan jangan lupa harus dibarengi dengan pen-didikan yang memadai ten-tang aplikasi teknisnya di lapangan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, ia meng-usulkan kepada pemerintah, khususnya Departemen Ke-lautan dan Perikanan, agar terus mengintensifkan kur-sus-kursus, pendidikan dan pelatihan bagi para nelayan agar ke depan mampu me-manfaatkan teknologi dan inovasi baru dalam menang-kap ikan. “Karena kecanggih-an teknologi penangkapan sangat mempengaruhi hasil tangkapan yang diperoleh,” pungkas Hery.

Perubahan memang tak bisa dilakukan secepat kilat. Namun jika tidak dilaku-kan mulai sekarang, cita-cita bangsa Indonesia un-tuk mewujudkan semboyan “jalesveva jayamahe” atau “di laut kita jaya” akan sulit men-jadi kenyataan.

(gunarjo)

Berharap Jaya di Samuderasewaktu-waktu, tanpa harus tergantung pada angin dan besar-kecilnya ombak. Tapi tampaknya cita-citanya jauh panggang dari api. “Pengen-nya sih nangkap ikan pakai kapal besar sampai laut lepas sana, tapi gak ada modal,” ke-luh lelaki berkulit keling ini.

Seperti disampaikan Ke-pala Kantor Infokom Kabupa-ten Pacitan, Drs Effendie MSi, sejatinya potensi tangkapan nelayan Pacitan cukup besar, akan tetapi pemanfaatannya sangat kecil, kurang dari em-pat persen. “Mereka umum-nya terkendala kemampuan,

skill dan modal.” Jumlah nelayan di Pacitan

saat ini tercatat sekitar 3.000 orang, tersebar di tujuh keca-matan yakni Donorejo, Pring-kuku, Pacitan, Kebonagung, Tulakan, Ngadirejo dan Sudi-moro, dengan total produksi ikan sebesar 435 ribu ton per tahun. “Produksinya kecil dibanding wilayah tangkapan-nya, karena hampir semuanya nelayan tradisional yang ak-tivitasnya sangat tergantung musim,” tutur Effendie.

Kendala Adopsi InovasiTahun 2005 lalu, Kelom-

pok Nelayan “Mina Upadi” Desa Sidomulyo menjadi juara lomba Optikapi (opti-malisasi penangkapan ikan) tingkat nasional. Atas prestasi tersebut, kelompok nelayan yang berdiri tahun 1987 dan beranggotakan 65 belayan tradisional ini mendapat hadi-ah sebuah perahu berukuran 25 GT dari pemerintah.

Mereka sepakat meran-cang dan membuat sendiri perahu hadiah lomba. Jenis perahu disesuaikan dengan keinginan nelayan dan kondisi Laut Selatan, maka dipilihlah perahu dengan jaring gilnet.

Mereka berpikir, dengan perahu kebanggaan yang mereka buat ternyata tidak mampu mengarungi Samude-ra Indonesia, bukan karena kualitas perahunya yang bu-ruk, tetapi lebih karena keter-batasan SDM. ”Nelayan Paci-tan tidak menguasai teknologi dan tidak terbiasa menangkap ikan berminggu-minggu di la-ut lepas,” ungkap Pudjo.

Setelah perahu dicoba berulangkali melaut, hasilnya

Gelombang krisis keuangan global mem-buat harga ikan mero-sot drastis. Walhasil, posisi nelayan makin terjepit. Upaya meng-gunakan perahu besar

juga bukan solusi. Jangankan bisa mena-bung, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

saja susah.

Page 5: Edisi 06/Thn V/April 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

5komunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Saat merujuk istrinya yang akan melahirkan di sebuah rumah sakit umum daerah

(RSUD) sebuah kabupaten di Jawa Tengah, Fuad (45) kaget bukan kepalang. Petugas loket menginformasikan bahwa pe-layanan gratis untuk peme-gang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di RSUD tersebut untuk semen-

tara ditangguhkan. Jika sampai pasien pulang penangguhan itu masih berlangsung, maka ia di-suruh membayar biaya perawat-an dan obat seperti pasien umum biasa. Kabar itu tentu saja mem-buat Fuad kalang kabut, karena di sakunya tinggal tersisa selem-bar uang lima ribuan.

“Saya sungguh tidak mengira peserta Jamkesmas kemungkin-an akan membayar perawatan seperti pasien biasa. Syukur-lah, tadi petugas menyatakan masalah ini hanya sementara, sampai proses administrasinya siap. Moga-moga saat istri saya pulang besok, permasalahan Jamkesmas ini sudah beres, se-hingga istri saya bisa terbebas dari biaya obat dan perawatan,” harap Fuad.

Lelaki berputra dua (tiga de-

ngan yang akan lahir) ini me-mang sangat berharap, penang-guhan pelayanan Jamkesmas oleh RSUD benar-benar hanya berlangsung sementara, se-hingga orang miskin seperti dia bisa tetap berobat gratis. Sayang harapannya tak terkabul. Hingga istri dan si buah hati dibawa pu-lang, penangguhan masih ber-jalan, dus ia harus membayar

penuh seluruh biaya perawatan dan obat. “Saya terpaksa utang ke tetangga sama Dana Sehat milik desa untuk menutup biaya rumah sakit,” keluh Fuad.

Tegur LangsungPemerintah mengakui, hingga

kini masih banyak permasalahan yang ditemukan dalam pelaksa-naan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dalam Jamkesmas di lapangan.

"Masalah di lapangan me-mang masih banyak, tapi kalau dibandingkan keseluruhan pro-gram relatif kecil. Karena itu pelan-pelan akan diperbaiki dan disempurnakan," kata Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Keseha-tan, Abdul Chalik Masulili di Ja-karta, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, masalah yang masih ditemukan di lapang-an antara lain penolakan pasien peserta program Jamkesmas oleh pengelola rumah sakit. "Kami sering menerima laporan semacam itu. Biasanya langsung ditindaklanjuti dengan menegur pengelola rumah sakit bersang-kutan, selanjutnya rumah sakit yang akan menegur langsung ja-jarannya," katanya.

Masalah lain, meski seharus-nya semua peserta program Jam-kesmas sudah tidak perlu men-geluarkan biaya apapun ketika berobat ke rumah sakit namun sejumlah peserta Jamkesmas mengaku masih harus membayar sebagian biaya perawatan dan pengobatan ke rumah sakit.

Di samping itu, Abdul melan-jutkan, juga masih ditemukan masalah terkait kepesertaan

seper ti pendataan, pendistribusian kartu dan pengumuman daftar peserta Jam-kesmas.

Pendataan peserta Jamkesmas oleh PT Asuransi Kesehatan (Askes) hingga kini belum bisa dituntas-

kan sesuai target karena masih ada lima pemerintah kabupaten/kota yang belum menyerahkan data lengkap penduduk miskin di wilayah mereka. "Dari sekitar 2,6 juta gelandangan, pengemis dan orang terlantar, yang terdata juga baru 195.382 jiwa. Sulit sekali mendapatkan data mere-ka," katanya.

Saat ini, menurut dia, dari 76,4 juta jiwa penduduk mis-kin yang menjadi target sasar-an program Jamkesmas, baru 71.462.164 jiwa yang sudah ter-data dan 71.163.585 yang sudah memiliki kartu Jamkesmas.

Masalah lain yang juga masih ditemukan adalah terkait pene-rapan sistem pembiayaan pa-ket (Indonesia Diagnosis Related Group/INA-DRG) dalam program Jamkesmas. Sebagian besar pen-

gelola rumah sakit daerah hingga kini belum siap menerapkannya.

"Sampai sekarang, 80 persen rumah sakit belum siap," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Rumah Sakit Daerah Se-Indonesia (ARSADA), Hanna Per-mana, bulan lalu.

Menurut Hanna, pengelola ru-mah sakit daerah umumnya be-lum memiliki cukup sumber daya manusia terlatih dan perangkat lunak yang sesuai untuk mengap-likasikan sistem data INA-DRG.

Berkenaan dengan hal itu, Abdul menjelaskan bahwa dalam hal ini pemerintah akan memberi-kan pendampingan bagi penge-lola rumah sakit daerah.

"Meski program ini sudah dicanangkan sejak tahun 2006 tapi sampai sekarang sosialisasi dan pelatihan masih dilakukan. Sistem ini diterapkan untuk memperbaiki mutu pelayanan sekaligus mengendalikan pem-biayaan," demikian Abdul Chalik Masulili.

Pemda LambanSebelumnya, Menteri Keseha-

tan Siti Fadilah Supari mengung-kapkan, selama ini sebagian be-sar pemerintah daerah (pemda) belum responsif dalam mengelola program Jamkesmas.

Padahal pemerintah pusat su-dah mengucurkan dana yang be-sar. Pemda terkesan lamban da-lam mengelola dana Jamkesmas yang telah dikucurkan pemerin-tah. Karena itu, ia mendesak agar seluruh pemda bergerak cepat dalam mengelola dana Jamkes-mas, sehingga masyarakat mis-kin dapat menikmati pelayanan kesehatan yang layak.

"Jamkesmas harus dipakai oleh orang miskin, jangan disia-siakan dananya," ujarnya usai mengikuti rapat di Kantor Men-teri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, beberapa waktu lalu.

Menkes mengingatkan, se-harusnya lurah memasang nama-nama warganya yang memper-oleh dana Jamkesmas di kantor

kelurahan dan RT/RW setempat, sehingga masyarakat mudah mengetahui apakah mereka ter-daftar dalam program Jamkes-mas atau tidak. Selain itu, Men-kes juga minta agar masyarakat dipermudah memperoleh infor-masi tentang Jamkesmas. "Jadi masyarakat bisa menilai Pak Lu-rahnya itu bener atau enggak, itu harus transparan," tegasnya.

Menkes juga menyatakan, sistem pengelolaan dana Jam-kesmas 2009 akan dilanjutkan seperti tahun 2008. Pasalnya, Depkes berhasil menyelamatkan dana Jamkesmas senilai Rp1,464 triliun dari pengelolaan anggaran sepanjang 2008. "Setelah dike-lola langsung oleh Depkes, dana bisa kita hemat," ujarnya

Manajemen digunakan sama seperti manajemen tahun 2008 yaitu antara lain mengirimkan klaim tagihan ke rumah sakit langsung dari kas negara. Se-mentara jumlah masyarakat miskin yang jadi tanggungan Jamkesmas mencapai 76,4 juta orang.

Menkes melarang pemerintah daerah menggunakan dana Jam-kesmas sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Semua dana harus digunakan langsung oleh rumah sakit untuk melayani masyarakat miskin. "Itu bantuan sosial, ja-ngan dianggap PAD," tegasnya.

Di manapun letak masalah-nya, orang-orang seperti Fuad tetap mengharapkan Jamkes-mas bisa segera terbebas dari masalah.

“Kalau masalahnya ada di pemda, ya segeralah pemda tu-run tangan. Jangan sampai kami yang nyata-nyata memiliki kartu Jamkesmas tetap diperlakukan seperti pasien biasa, terus terang kami keberatan karena memang kami tidak punya uang,” pungkas Fuad.

Semoga harapan Fuad dan orang-orang miskin peserta Jamkesmas lekas menjadi ke-nyataan.

(wahyu h/berbagai sumber)

Pagi itu, masih terlihat kesi-bukan sekelompok mahasiswa membersihkan beberapa ba-gian kampus Universitas Muham-madiyah Jakarta (UMJ). Beberapa kelompok masyarakat berusaha mengumpulkan barang-barang yang masih tersisa di tempat tinggal mereka yang telah porak poranda akibat luapan air Situ Gintung beberapa waktu lalu.

Ika (23), relawan di posko kesehatan Bencana Situ Gintung menuturkan bahwa sebagian besar korban yang mengungsi sudah pindah ke Kerta Mukti, Ciputat, sebuah tempat sementara yang disediakan Pemprov Banten dan Pemkab Tangerang. "Ada sebagian yang mengontrak di rumah warga sekitar sini," kata mahasiswi UMJ ini.

Bencana memang tak kenal ampun. Akan tetapi bagi para penyintas, mereka yang selamat, kehidupan memang harus terus berjalan.

Very (32), kordinator media center di UMJ mengatakan bantuan bantuan pakaian, makanan dan obat-obatan sudah mencukupi, tinggal disalurkan kepada warga yang tercatat berjumlah 327 jiwa. “Para korban juga masih membutuhkan bantuan untuk

hidup layak, me-reka memerlukan kompor beserta tabungnya. Saat ini baru ada kompor gasnya, tabung gas tidak ada,” katanya.

Warga, kata Very, berharap pemerintah dapat memberikan bantuan berupa uang tunai yang dapat digunakan sebagai modal usaha sehingga mereka dapat bertahan hidup maupun bantuan lain yang dapat meringankan beban hidup pasca bencana.

Bantuan Pasca BencanaSoal bantuan uang tunai,

Ika mengatakan memang ada, "Tapi hanya untuk warga yang memiliki rumah, sementara warga yang mengontrak atau tidak punya rumah tidak mendapat bantuan uang tunai. Mereka dapat bantuan dalam bentuk lain seperti makanan, kasur, susu, hingga pengobatan gratis," jelasnya

Mengena i b e sa rannya , Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah memberikan instruksi kepada jajarannya agar segera menyiapkan sejumlah dana untuk korban Situ Gintung. “Untuk masyarakat yang terkena bencana diberikan bantuan, untuk yang ringan Rp 5 juta, rusak sedang Rp 15 juta dan maksimal Rp 30 juta,” ujarnya.

Khusus korban meninggal, lanjut Atut, akan diberikan bantuan. Apabila ada jenazah yang dikebumikan di luar provinsi, berupa fasilitasi transportasi dan uang untuk kebutuhan pemakaman.

Bantuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten itu disampaikan sendiri oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, di Wisma Kerta Mukti, Ciputat.

Merespons bantuan tersebut, para pengungsi korban Situ Gintung terlihat gembira. Wajah-wajah yang beberapa lalu begitu kuyu dan sedih, terlihat mulai sumringah.

Latifah (42), salah satu korban yang sedang membawa anaknya berobat di posko kesehatan membenarkan adanya bantuan uang tunai dari pemerintah. “Alhamdulillah, kami dapat ban-tuan. Uang tersebut bisa dipakai membenahi rumah dan membeli perabot yang rusak,” kata ibu dua anak.

Sementara bagi Melda (31), bantuan sejumlah lima juta rupiah yang diterimanya sudah habis digunakan untuk sewa rumah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Melda berharap pemerintah masih bisa memberikan bantuan berupa uang tunai, untuk modal usaha dan membiayai kebutuhan anaknya.

Hidup Layak Kembali

Gubernur Atut mengakui jika

dana ban tuan mungkin dirasakan kurang mencukupi bagi para kor-ban. Tapi Pemprov Banten sudah menyiapkan program cadangan berupa bantuan beasiswa. "Ada program bantuan yang sudah standby, yaitu bantuan gubernur untuk siswa sekolah. Berupa bea-siswa untuk putra-putri daerah Banten. Ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan bantuan bagi penduduk di Tangerang,".

Terkait dengan pengungsi yang memilih kontrak rumah dar ipada direlokasi , Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyiapkan bantuan sebanyak Rp 1,2 miliar. "Bantuan itu diberikan kepada setiap KK pengontrak sebanyak Rp 500 ribu per bulan," kata Direktur Perbaikan Darurat BNPB Untung Saroso.

Untung mengatakan bantuan untuk pengungsi yang akan me-ngontrak rumah itu diberikan untuk jangka waktu setahun. "Perkiraannya Rp 6 juta per kepa-la keluarga selama setahun dan mekanisme pem biayaannya akan diserahkan kepada Wali Kota Tangerang Selatan," ujarnya.

Wali Kota Tangerang Selatan HM Shaleh MT, di Posko Kerta Mukti, mengatakan, akan menu-gasi Kelurahan Cireundeu untuk melakukan pendataan para pe-ngungsi korban bencana Situ Gintung yang akan mengontrak rumah.

Dia juga menjelaskan, sejauh ini jumlah warga yang memilih

untuk kontrak rumah sebanyak 170 KK. Dari jumlah itu, 141 KK telah mengontrak rumah. Sementara pengungsi yang telah direlokasi dan menghuni Wisma Kerta Mukti sebanyak 48 KK. "Menurut manifes di posko pengungsian Kampus UMJ, total jumlah pengungsi 295 KK," tegasnya.

Selain persoalan kebutuhan hidup ada persoalan lain yang masih menghantui pengungsi. Latifah, mengatakan bahwa dirinya beruntung tidak kehilang-an anggota keluarga, karena saat kejadian masih bisa menye-lamatkan diri ke lantai dua. “Tapi kasihan anak saya yang paling be-sar, ia sempat mengalami trauma dan tidak mau pulang, hingga saya katakana ada teman yang mencarinya.” tutur Lala.

Sementara Melda mengakui kehilangan sebagian anggota keluarganya, “Saat ini saya tinggal bersama anak dan bapak saya, karena suami, ibu dan adik-adik, sudah ditemukan meninggal du-nia,” kata ibu dari satu anak ini.

Tapi untunglah, ada inisiatif dari beberapa kelompok masyarakat untuk membantu pemerintah dalam hal ini. "Kami membangun tempat pemulihan bagi anak-anak korban Situ Gintung," kata Seto Mulyadi yang juga aktivis anak ini.

Persoalan pemulihan psikologis akibat trauma ketika bencana memang harus menjadi perhatian bersama.

(Rn/berbagai sumber)

Harap-Harap Cemas Layanan Jamkesmas

Penolakan pasien peserta program Jamkesmas oleh pengelola rumah sakit masih ditemukan di lapangan.....

Pagi itu, masih terlihat kesi- hidup layak, me-reka memerlukan

lbybdp

Menabur Asa Menabur Asa Di Tengah BencanaDi Tengah Bencana

Page 6: Edisi 06/Thn V/April 2009

6w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Setelah ada kesusahan pasti ada kemudahan. Kalimat ini sangat cocok mewakili kisah hidup Jusmini, perempuan paruh baya yang tinggal di Desa Seppang, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Jusmini adalah sosok yang mewakili karakter perempuan tegar di kampungnya. Dahulu, ia adalah pedagang keliling meubel. Hidupnya pernah berkecukupan, tapi takdir berkata lain. Jusmini terlilit utang, bahkan mencapai Rp200-an juta! Tercatat, ia berutang di BRI Rp20 juta, di BNI Rp30 juta, di Koperasi Berkat Rp20 juta dan utang di pengusaha meubel sekitar Rp130 juta.

Tak pelak, rumah Jusmini pun disita bank. Tidak hanya itu, ia pun jadi cibiran orang sekampung. Semua itu hampir membuat dirinya putus asa. “Tuhan Maha Tahu, saya hampir berputus asa. Dunia tidak lagi menyenangkan untuk didiami orang seperti saya,” tutur Jusmini.

S e m p a t i a b e r n i a t meninggalkan kampung, karena t inggal di l ingkungan yang mencibirnya dirasa sungguh berat.Hingga suatu ketika, Jusmini mendapat undangan dari BKM BKM Padai di Desa Seppang. Di situ, ia mendengar tentang sosialisasi dana bergulir. Dari sosialisasi tersebut, bersama lima orang ibu-ibu tetangganya, bersepakat membentuk KSM Jasmin. Mereka pun mendapatkan pinjaman bergulir masing-masing Rp500 ribu.

Berbekal modal itu, Jusmini meretas jalan baru sekaligus harapan baru kehidupannya.“Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan,” ujarnya, mengingat titik balik kehidupannya yang dimulai dari dana bergulir.

Uang itu ia manfaatkan untuk membeli 3 kilogram benih kacang panjang, tali, dan pupuk. Ia memanfaatkan lahan kebunnya

menjadi lahan kacang panjang. Hasil kebun kacang panjang dijualnya Rp 1.000 per ikat. Dalam satu musim, modal Rp500.000 itu, dibuatnya menjadi Rp5 juta!

Keberhasilan di musim tanam pertama, membuat Jusmini semakin yakin dengan masa depannya. “Tuhan sedang menunjukkan kasih sayang-Nya. Gelora di jiwa saya jadi semakin kuat. Kehidupan pun serasa semakin berpihak pada saya. Maha Pemurah Tuhan pada setiap hamba-hamba yang mencari ridho-Nya,” ujar Jusmini penuh syukur.

Karyakan MasyarakatUpaya penanggulangan

k e m i s k i n a n d a n pengangguran dijalankan pemerintah dengan tiga cara, yakni pelayanan untuk menciptakan kea-dilan, pemberdayaan un-tuk menciptakan kemandirian dan pembangunan untuk per-tumbuhan

PNPM Mandiri adalah program nas i ona l penanggu l angan kemisk inan terutama yang berbasis pemberdayaan ma-syarakat. Program ini merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat untuk mempercepat penanggulangan kemisk inan dan per luasan kesempatan kerja.

Upaya yang d i l a kukan adalah lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. PNPM Mandiri ini menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri dan telah dilakukan sejak 1998 melalui P r o g r a m Pe n g e m b a n g a n Kecamatan (PPK) dan program lain sebagaimana dirasaan Jusmini dan kelompoknya.

Program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air ini memusatkan kegiatan

bagi masyarakat Indonesia pa l i ng m i s k i n d i w i l ayah perdesaan dan perkotaan. P rogram in i menyed iakan fasilitasi pemberdayaan masya-rakat/kelembagaan lokal, pen-dampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat, sebesar Rp1 miliar sampai Rp3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduk.

D a l a m P N P M M a n d i r i Perdesaan, misalnya, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan

kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan, dan pinjaman dari Bank Dunia.

Bukukan KemajuanSejak diluncurkannya PNPM

Mandiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhyono tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi

Tengah, telah banyak kemajuan pelaksanaan PNPM Mandiri yang telah dicatat. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai kendala yang dirasakan cukup menghambat kelancaran pelaksanaan dan pemanfaatannya khususnya oleh kelompok masyarakat miskin.

P rog ram-program yang diwadahi dalam PNPM Mandiri ada yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998 (Program Pengembangan Kecamatan/PPK) dan tahun 1999 (Program Penanggulangan Kemiskinan di

Perkotaan/P2KP). Sampai dengan bulan Oktober 2008, jumlah peserta aktif PNPM Mandiri, dalam artian sampai sekarang masih giat dalam pengembangan PNPM Mandiri di perdesaan telah mencapai jumlah 28, 5 juta peserta dan di perkotaan

mencapai jumlah 12,8 juta peserta.

Total cakupan peserta aktif sejumlah 41,3 juta lebih. Dengan jumlah cakupan peserta demikian, PNPM Mandiri telah dinyatakan menjadi program pemberdayaan masyarakat yang terbesar di dunia dalam cakupan jumlah pesertanya (World Bank, 2008).

Saat ini program-program yang ada dalam PNPM mandiri sedang diteliti di lapangan oleh tim dari sekitar 33 negara yang akan mengadopsi pola PNPM Mandiri ini untuk diterapkan di negara masing-masing.

Untuk tahun 2009 PNPM Mandir i direncanakan akan diper luas dan dit ingkatkan mencakup seluruh kecamatan di Indonesia yaitu 6.408 kecamatan dan akan diupayakan alokasi BLM akan ditambahkan menjadi rata-rata 3,2 miliar per kecamatan, agar pemanfaat PNPM Mandiri dapat ditingkatkan jumlahnya.

Angga ran yang s udah disediakan untuk tahun 2009

mencapai sekitar Rp. 11,01 trilyun.

Banyak Nama, Satu ModelM o d e l p e m b e r d a y a a n

partisipatif merupakan pola pembangunan yang melibatkan masyarakat miskin mulai dari awal proses pembangunan dengan memberikan limpahan kewenangan kepada kelompok masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawas i dan melesatarikan hasil-hasil pembangunan k in i sedang digulirkan pemerintah.

Model ini menurut Ketua Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD) Bali Drs. I Ketut Canang, M.Si. harus dibarengi dengan penguatan di lembaga desa atau kelurahan maupun kelompok-kelompok masyarakat karena masyarakat ter l ibat langsung dalam pembangunan t e r sebu t . " Pembe rdayaan masyarakat sebagai salah satu cara pemerintah menanggulangi kemiskinan dan ketertinggalan dilakukan pemerintah dengan meluncurkan PPK (Program Pengembangan Kecamatan)," ungkapnya.

Di Bali, program tersebut dimulai sejak tahun 2003. Namun mulai 2007 program tersebut diganti dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang digelorakan Presiden RI pada April 2007 dengan mengadopsi pola PPK.

Canang menambahkan, PNPM Mandiri adalah salah satu upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengentaskan rakyat dari kemiskinan salah satunya dengan menggunakan instrumen PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

“Jadi dana dari PNPM Mandiri tak ada tangan kedua, namun

foto:

leo

Pemberdayaan partisipatif merupakan pola pembangunan yang melibatkan masyarakat

miskin mulai dari awal proses pembangunan dengan memberi kewenangan pada

kelompok masyarakat.

Page 7: Edisi 06/Thn V/April 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

7komunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

langsung diterima masyarakat dan mereka gunakan sesuai dengan perencanan yang mereka buat,” tambah lelaki kelahiran Mengwi, 31 Desember 1954 ini.

Dengan perbandingan 75% untuk kebutuhan fi sik dan 25% simpan pinjam perempuan. Selama ini, dana PNPM Mandiri terus mengalami perkembangan. Mu la i t ahun 2003 h ingga 2007, dana s impan pinjam perempuan yang awalnya Rp 31.411.779.800 berkembang menjadi 45.465.652.774.

Ada syarat khusus bagi perempuan yang ingin ikut serta dalam kelompok simpan-pinjam perempuan yakni dengan membentuk kelompok yang terdiri atas minimal 10 orang perempuan. "Kelompok in i yang mengelola langsung dana tersebut. Pembentukan kelompok untuk mempermudah penyaluran dana serta menghindari terjadinya kredit macet," jelas Canang.

Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan (PPK) di Bali, menurut Canang masih ada sekelumit masalah. Dari seluruh kecamatan yang ada di Bali belum semuanya mendapatkan alokasi PNPM Mandiri Perdesaan (PPK) dari pemerintah pusat. “Padahal kemiskinan tersebar di seluruh kecamatan,” imbuhnya.

Kembangkan Semangat Sekitar 1,5 tahun Jusmini

m e n j u a l s e n d i r i k a c a n g panjangnya. Sisa sayur, tidak diambil oleh pedagang. Berbekal keyakinan bahwa hari esok akan lebih baik, Jusmini rela berangkat

subuh buta dan menempuh jarak 11 kilometer ke Pasar Cekkeng, di ibukota Kabupaten Bulukumba. Mulanya ia sempat diusir oleh penjaga pasar, karena dianggap menyerobot badan jalan.

Tanpa berniat menyerah, Jusmini melanjutkan perjuangan. Ia mulai merintis warung kelontong. Dari warung itu ia mendapat laba bersih sekitar Rp70.000 setiap harinya. Ia menyisihkan Rp 14.000 per hari untuk arisan tabungan yang dicetuskan bersama ibu-ibu anggota KSM Jasmin lainnya. Per bulan, arisan tabungan mereka mencapai Rp400.000.

“Utang saya yang tersisa kini sekitar Rp20 juta. Mudah-mudahan bisa lunas tahun ini,” tegasnya optimis, sambil memegang motor baru miliknya, yang diyakini akan memperlancar usaha serta menemaninya bergerak lincah menapaki jalan hidup yang kian bersemi.

B u t u h p i n j a m a n l a g i ? “Modalnya sudah cukup untuk diputar. Tabungan kelompok yang kami sepakati atas bimbingan dari P2KP dapat dijadikan modal,” jelas Jusmini yang kini sering diminta menceritakan pengalamannya oleh BKM Padaidi ke KSM-KSM baru yang akan meminjam dana bergulir.

“Senang sekali bisa berbagi bersama teman-teman. Siapa sangka dengan Rp 500.000 bisa mengantarkan saya keluar dari belitan utang,” katanya, dengan raut yang berseri-seri.

Jusmini berencana mengubah hidupnya. Hidup dengan masa depan yang lebih menjanjikan dan

bisa berbagi dengan masyarakat lain. “Kita tidak harus miskin terus. Berusaha dan terus berdoa. Ujung dari ikhtiar terbaik kita

adalah awal campur t a n g a n Tu h a n pada kehidupan hamba-Nya. Saya akan terus berbagi dan memotivasi w a r g a - w a r g a m i s k i n l a i nnya b e r s ama BKM .

P2KP memang beda! Sesuai posternya: ‘Kita Berbeda’,” tandasnya d ih ias i senyum sumringah.

Tentu dengan PNPM Mandiri diharapkan akan banyak muncul Jusmini-Jusmini lain yang bisa mengubah nasib dan membalik takdir demi kehidupan yang lebih baik.

Kisah Jusmini juga sempat dibukukan oleh para pendamping dan fasilitator PNPM Mandiri yang tidak pernah kenal lelah dalam melakukan pendampingan agar para perempuan dapat berkarya di bidang ekonomi. (m/berbagai sumber)

peredaran dana di pedesaan itu mampu menjadi sumber pembiayaan bagi pengusaha mikro dan kecil.

Program Perkassa juga sudah mendapat penghargaan pada pertemuan Internasional Micro Finance di Bali sebelumnya. Lebih dari 4.000 koperasi di seluruh Indonesia telah diperkuat struktur permodalannya melalui sejumlah program pemerintah, di antaranya Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) dan program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Perkassa).

Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali berharap program pengembangan lembaga keuangan mikro ini dapat menjadi alternatif solusi masalah pembiayaan jauh dari perkotaan. “Saya ingin menegaskan melalui P3KUM dan program Perkassa, sampai akhir 2008 Kemenegkop dan UKM dapat menghantarkan sedikitnya 7.000 koperasi kepada dunia perbankan," kata dia, Selasa (28/8).

Pada 2008, Kemennegkop dan UKM menargetkan memperkuat permodalan 3.000 koperasi melalui kedua program tersebut, 1.500 koperasi di antaranya ditujukan untuk koperasi wanita. Suryadharma Ali menilai amat penting mengembangkan koperasi dan UKM di seluruh Tanah Air.

Berdasarkan hasil penelitian Kemennegkop dan UKM bersama Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pada 2006 tercatat 48,9 juta unit atau 99,9 persen dari jumlah total unit usaha yang ada dengan perkiraan penyerapan 96,2 persen tenaga kerja.

"Dari jumlah unit usaha itu, 99,96 persennya merupakan unit usaha mikro dan kecil. Kondisi ini menunjukkan perkembangan perekonomian nasional sangat ditentukan oleh perkembangan

UMKM," kata Menteri.

Gianyar, Percontohan Nasional

Keberhasilan Kabupaten Gianyar dalam membentuk koperas i wan i ta yang tersebar di seluruh desa/kelurahan dan kecamatan, menjadikan Gianyar sebagai

satu-satunya kabupaten percontohan dalam Program Perkassa

Kabupaten Gianyar dipilih menjadi kabupaten percontohan karena, sejak lima tahun terakhir koperasi di Gianyar meningkat pesat, pada awal tahun 2003 jumlah koperasi hanya 130 dan saat ini sudah mencapai 1.030 koperasi. Artinya selama lima tahun jumlah koperasi bertambah sebanyak 900 buah.

Selain itu di Gianyat tumbuh kelompok-kelompok usaha bersama (KUBE) yang dikelola oleh perempuan. Bahkan jumlah Koperasi Wanita di Kabupaten Gianyar sebanyak 89 yang tersebar di seluruh desa/kelurahan dan kecamatan.

Secara khusus Bupati Gianyar AAG Agung Bharata juga mengeluarkan kebijakan yang memihak rakyat dan memberikan iklim untuk tumbuh kembang koperasi di Kabupaten Gianyar.

Namun demikian kebijakan ini tak berarti apapun jika tidak mendapat dukungan penuh dari perempuan Gianyar. Terbukti, setelah terbentuk 89 koperasi wanita, disusul pembentukan koperasi wanita di lingkungan PKK, koperasi wanita pedagang canang, koperasi seniman tari, koperasi wanita seniman tabuh dan sebagainya.

Dalam mengembangkan Gianyar menjadi Kabupaten Percontohan Program Perkassa, Kementerian Negara Koperasi di Kabupaten Gianyar menyertai berbagai pelatihan program, seperti penyelenggaraan berbagai pelatihan untuk meningkatkan SDM, UKM perempuan, bantuan dana bergulir bagi Koperasi Wanita, fasilitas kerja sama antar-Koperasi Wanita seluruh Indonesia, dukungan penyelenggaraan promosi produk UKM Wanita, dan fasilitas penyediaan bahan baku produksi.

(S-ring)

Perempuan merupakan kekuatan dalam pembangunan. Karena itu segala perencanaan pembangunan harus melibatkan kaum perempuan Tak hanya dibidang politik tapi juga dibidang ekonomi. Itulah sebabnya pemerintah melalui program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Perkassa) berupaya meningkatkan ekonomi keluarga melalui para ibu.

Perkassa merupakan program perkuatan permodalan kepada Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang dikelola dan dianggotai oleh kebanyakan perempuan. Tujuan program ini adalah untuk membantu ekonomi keluarga dengan mengembangkan usaha-usaha kecil, seperti warung makan, menjual kebutuhan pokok, kue-kue, kerajinan tangan, dan lain-lain.

Mengapa harus perempuan? Data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 48,9 juta UMKM dan sebagian besar atau 44,6 juta adalah usaha mikro. Dari jumlah usaha mikro tersebut, 90 persen digerakkan perempuan. Lebih dari itu, perempuan tidak hanya piawi dalam mengelola keuangan keluarga, tapi sebagai pengusaha mereka juga terkenal ulet dan produktif. Bahkan, perempuan dikenal tertib, jujur, hati-hati dan disiplin dalam mengelola keuangan.

Ini menjadi bukti bahwa jika diberdayakan maka perempuan akan menjadi raksasa penggerak ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Program Perkassa sangat sesuai untuk membangkitkan jiwa kewirausahaan lebih dari 66 juta perempuan Indonesia.

Program Kementerian Negara Koperasi dan UKM ini pertama diluncurkan dan diresmikan pada 21 Desember 2006 oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono di Istana Negara, bertepatan dengan suasana Hari Ibu Ke-78. Melalui Perkassa, sejak 2006 hingga 2007 telah dilakukan perkuatan permodalan kepada 450 koperasi wanita yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. Pada 2008 jumlah koperasi wanita penerima program Perkassa mencapai 1.000 koperasi wanita atau meningkat empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 diharapkan mencapai 3.000 koperasi.

Akhir tahun lalu (2008) melalui Program Perkassa kembali dikucurkan kredit senilai Rp 90,435 miliar, yang terdiri dari Bank Mandiri Rp 40,6 miliar, Bank BRI sebesar Rp 46,8 miliar, Bank BNI Rp 1,5 miliar, Bank DKI Rp 1,5 miliar, PUNDI (Bank Bukopin dan Yayasan Damandiri) sebesar Rp 50 juta per anggota, KRISTA dari Pegadaian sebesar Rp 1 miliar untuk seribu debitur di Tanah Abang.

Pada acara Asian Productivity Organization Meeting di Hotel Sari Pan Pacifi c tahun silam, program Perkassa mendapat penghargaan dari pendiri Grameen Bank (Bangladesh) Muhammad Yunus. Alasannya, karena pembiayaan Perkassa menyebar ke seluruh kecamatan di Indonesia. Dampak dari

Perkassa Tingkatkan Ekonomi Keluarga

Ada syarat khusus bagi perempuan yang ingin ikut

serta dalam kelompok simpan-pinjam perempuan yakni

dengan membentuk kelompok yang terdiri atas minimal 10

orang perempuan.

Page 8: Edisi 06/Thn V/April 2009

8w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Kisah penanganan darurat bencana di Manokwari menjadi catatan tersendiri bagi Pak Tris, panggilan akrab Ir. Soetrisno, M.Eng, Deputi Bidang Penanganan Daru-rat Badan Nasional Penanggulangan Ben-cana.

"Tim dari Pusat cukup cepat melaku-kan langkah Tanggap Darurat Bencana ak-ibat Gempa Bumi Manokwari. Padahal ja-raknya relatif jauh dari Jakarta", tuturnya saat ditemui Komunika di ruang kerjanya.

Pada Hari Minggu tanggal 04 Januari 2009 pukul 02.43 WIB atau pukul 04.43 WIT terjadi gempa dengan kekuatan 7.2 SR di wilayah Papua Barat. "Pesan sing-kat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofi sika (BMKG) langsung direspons oleh semua staf BNPB untuk menyiapkan pemberangkatan TRC serta bantuan yang diperlukan. Perlu saya sampaikan bahwa disyaratkan kepada seluruh Pimpinan dan Staf BNPB agar handphone harus standby on terus menerus selama 24 jam dan se-lalu siap menghadapi bencana", katanya.

Meski hari libur, personel Tim Reaksi Cepat (TRC) bergerak melakukan koordi-nasi dengan sektor terkait. Mulai Departe-men Sosial, Departemen Kesehatan, De-partemen Pekerjaan Umum, hingga TNI dan POLRI. “Kami kami memang tidak mengenal hari libur karena bencana dapat datang setiap saat,” tegas Pak Tris.

Persiapan secara keseluruhan selesai pada pukul 14.00 WIB dan langsung mem-bawa bantuan pangan, obat-obatan, pen-jernih air, dan dana atau uang cash untuk diberangkatkan menuju Papua Barat.

Kepala BNPB, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan ikut dalam rombon-gan tiba di Biak pukul 21.00 WIB atau pukul 23.00 WIT. "Memang waktu itu kita tidak langsung ke Manokwari karena fasilitas pendaratan malam di Manokwari mengalami kerusakan akibat gempa. Hari Senin 05 Januari 2009 pukul 06.00 WIT Tim berangkat dari Biak dan tiba di Ma-nokwari pukul 07.00 WIT," kenangnya.

Sementara aparat pemerintah daerah dengan dipimpin Gubemur, sejak Minggu pagi, 4 Januari 2009 sudah melakukan penanganan darurat dengan menolong korban, pendirian posko dan tempat pen-gungsi serta mengerahkan bantuan obat-obatan dan pangan.

Selama ini setiap ada kejadian bencana, respons pemerintah selalu dinilai terlambat. Bagaimana yang sebenarnya terjadi?

Kesan seperti ini perlu diluruskan. Penanggulangan bencana pada dasarnya adalah urusan kita bersama. Memang, tanggung jawab dan wewenang penang-gulangan bencana tetap ada pada pemer-intah dan pemerintah daerah. Hal yang perlu ditanyakan jika ada pernyataan sep-erti itu adalah apakah aparat desa atau kelurahan dan kecamatan serta kabupaten itu bukan bagian dari pemerintah? Mereka adalah unsur pemerintah yang terdepan. Mereka selalu dengan segera bergerak terlebih dahulu apabila terjadi bencana di wilayahnya sebagaimana amanat undang-undang. Jadi, jangan diartikan bahwa pemerintah itu hanya yang ada di Jakarta yang jaraknya cukup jauh dengan daerah-daerah rawan bencana.

Pada beberapa jenis bencana misal-nya Banjir atau Gunung Berapi yang dapat diprediksi karena Sistem Peringatan Dini nya sudah berjalan baik maka BNPB men-girim TRC ke lokasi sejak phase Kesiap-siagaan Darurat atau sebelum bencananya terjadi untuk menyiapkan serta evakuasi masyarakat yang diperkirakan akan terke-na dampak bencana.

Apakah hal demikian masih dikatakan bahwa Pemerintah lambat dalam penan-ganan bencana?

Apa sebenarnya peran pemerin-tah pusat?

Dalam penanggulangan bencana, peran pemerintah pusat maupun pemerin-tah daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penang-gulangan Bencana. Secara khusus Presi-den telah memberikan lima arahan ketika terjadi bencana. Pertama, setiap kejadian bencana menjadi tanggung jawab bupati atau walikota. Kedua, gubernur memberi-kan bantuan untuk penanganan. Ketiga, pemerintah pusat memberikan bantuan pada kondisi yang ekstrim. Keempat, Peli-batan TNI dan POLRI dalam penanganan darurat bencana. Dan kelima, penang-gulangan bencana harus dilakukan sedini mungkin.

Memang tidak berarti pemerintah pusat hanya berdiam diri. Begitu terjadi bencana maka BNPB segera menggerak-kan apa yang disebut Tim Reaksi Cepat (TRC). Tim ini terdiri dari personil BNPB dan lintas departemen yaitu Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departe-men Pekerjaan Umum dan departemen lain sesuai dengan jenis bencana. Misal-nya Departemen Kehutanan untuk ben-cana kebakaran hutan dan lahan serta TNI dan POLRI.Tim ini segera kita gerakkan ke daerah bencana dengan membawa per-alatan serta bantuan yang diperlukan.

Tugas TRC adalah memberikan pen-dampingan teknis, administratif kepada aparat di daerah. Bahkan jika diperlukan juga memberikan bantuan dana dan per-alatan.

Apa konsep penanganan yang di-jadikan dasar kebijakan BNPB?

Banyak orang yang kurang memahami bahwa Pencegahan (preventif) lebih pent-ing dari pada Penanggulangan Bencana (responsif). Banyak diantara kita yang be-reaksi hanya pada waktu terjadi bencana. Setelah itu dilupakan, baru ramai lagi saat terjadi bencana pada waktu dan lokasi lain. Ini namanya responsif sesaat.

Dalam menjalankan tugasnya, Ba-dan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengubah paradigma re-sponsif menjadi preventif. Artinya, pro-gram pencegahan dan kesiapsiagaan harus diutamakan sehingga pada waktu terjadi bencana maka baik masyarakat maupun infrastruktur yang dibangun su-dah siap menghadapinya.

Hal inilah yang harus dipahami oleh kita semua termasuk pekerja media. Meskipun saya membidangi Penanganan Darurat, namun dalam berbagai kesempatan tampil di media selalu saya menekankan bahwa dalam bencana upaya pencegahan dan ke-siapsiagaan sangat penting. Apabila upaya pencegahan dan kesiapsiagaan berjalan cukup baik maka korban serta kerusakan akibat bencana akan dapat ditekan.

Bagaimana strategi penanganan bencana sebenarnya?

Penanggulangan bencana harus di-lakukan baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana. Upaya ini harus dilakukan secara terus menerus, terinte-grasi, yang harus dilakukan secara ber-sama baik oleh Pemerintah, Masyarakat serta Dunia Usaha yang merupakan segi tiga kekuatan yang harus solid dalam penanggulangan bencana. Dalam hal penanganan darurat, selama ini ada ke-san bahwa setiap kejadian bencana maka penanganan pemerintah terhadap korban bencana dan pengungsi selalu terlambat.

Padahal setiap orang, kelompok, lembaga masyarakat, bahkan masyarakat asing pun boleh dan harus peduli terhadap bencana. Juga jangan diabaikan kearifan lokal dari masyarakat kita yang masih mempunyai budaya gotong royong, saling membantu apalagi apabila terjadi bencana.

Bisa dijelaskan lagi soal pelibatan komunitas dan pengembangan keari-fan lokal?

Khusus untuk penanganan darurat, salah satu kebijakan BNPB adalah mem-perkuat organisasi pemerintah daerah dan mendukung serta mengembangkan volun-tarisme yang mempunyai kapasitas meng-hadapi bencana. Telah banyak organisasi non pemerintah yang bersifat voluntarisme baik bentukan pemerintah maupun yang tumbuh atas inisiatif masyarakat mem-berikan perhatian lebih terhadap penang-gulangan bencana. Ada TAGANA (Taruna Siaga Bencana) dibawah binaan Depar-temen Sosial, DASIPENA (Pemuda Siaga Peduli Bencana) dibawah binaan Departe-men Kesehatan dan berbagai organisasi lain bentukan organisasi masyarakat atau partai politik.

Terhadap organisasi yang demikian ini kita memberikan perhatian dalam bentuk pelatihan maupun dukungan peralatan agar betul-betul kuat dalam menghadapi bencana.

Apakah ada prosedur standar Penanganan Darurat?

Kami telah membukukan panduan standar operasi penanganan darurat. Fokus kita dalam penanganan darurat adalah melakukan upaya dengan segera pada saat kejadian bencana untuk me-nangani dampak buruk yang ditimbulkan. Mulai dari penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutu-han dasar, perlindungan dan pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan darurat sarana serta prasarana.

Penanganan darurat dilakukan pada status keadaan darurat yang dimulai sejak status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.

Bagaimana implementasi di lapangan?

Dimulai dari Siaga Darurat maka masyarakat harus sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana. Kesiapan yang bagaimana yang harus dilakukan tergantung dari jenis bencana yang dih-adapi. Kita ambil salah satu contoh ben-cana yang saat ini sedang banyak melanda beberapa daerah yaitu banjir. Bencana ini adalah salah satu bencana yang sudah da-pat diprediksi berdasarkan prakiraan hujan dari BMKG. Sebagian besar masyarakat

juga sudah banyak mengetahui dan me-nandai kapan musim hujan datang. Tentu yang bisa dilakukan sebelum banjir datang tersebut misalnya masing-masing warga mengumpulkan dokumen penting, alat elektronik, barang-barang penting lainnya. Harusnya semua barang tadi disimpan di tempat yang aman dari banjir.

Masyarakat yang tinggal di daerah raw-an banjir biasanya mempunyai tempat sep-erti lantai atas atau kalau masyarakat Jawa Timur sengaja membuat "antru" yaitu balai balai yang ditinggikan untuk menyimpan barang-barang berharga.

Selain itu perlu disiapkan pula secara swadaya stok pangan, obat-obatan, air bersih dan keperluan lain yang biasanya sulit didapatkan bila terjadi banjir.

Kami juga sangat berharap, secara

berkelompok masyarakat menyiapkan tempat pengungsian di tempat yang selalu aman dari banjir namun letaknya tidak ter-lalu jauh dari pemukiman warga dan meny-iapkan peralatan untuk pertolongan daru-rat meskipun secara sederhana seperti ban bekas, rakit, tambang ddan sejenisnya.

Jika itu dilakukan, pada waktu terjadi banjir maka segera melakukan pertolong-an korban banjir dengan mengutamakan kelompok rentan.

Adakah kendala yang biasa mun-cul saat penanganan darurat?

Kendala utama saat ini adalah masalah kelembagaan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Ben-cana mengamanatkan agar penyelengga-raan penanggulangan bencana dilakukan secara cepat dan tepat, efektif, efi sien, ter-encana, terpadu dan menyeluruh. Untuk itu, di tingkat pusat ada BNPB dan di ting-kat provinsi dan kabupaten/kota ada yang disebut Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD.

Saat ini telah terbentuk BNPB, namun belum semua provinsi maupun kabupaten/kota yang telah membentuk BPBD. Me-mang penanganan bencana dikoordinasi-kan Satkorlak PB di tingkat provinsi dan Satlak PB di kabupaten/kota. Tapi Satkor-lak PB maupun Satlak PB ini adalah organ-isasi yang bersifat adhoc, bukan organisasi struktural. Organisasi ini dijalankan oleh kesekretariatan yang tidak mempunyai anggaran, personil serta peralatan yang cukup.

Kondisi ini membuat kesan bahwa pen-anggulangan bencana dilakukan sendiri-sendiri. Tidak satu sistem komando, baik dalam pengerahan sumber daya maupun penyaluran bantuan bagi korban bencana.

Berarti ada yang sudah memben-tuk BPBD?

Ada beberapa provinsi yang telah membentuk BPBD sesuai Permendagri No 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organ-isasi dan Tata Kerja Badan Penanggulan-gan Bencana Daerah, diantaranya Provinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat. Sedangkan untuk kabupaten/kota ada beberapa yang sudah membentuk, tetapi belum sesuai dengan Permendagri.

(mth)

Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan BencanaIr. Soetrisno, M.Eng.

Paradigma Responsif Sesaat Harus Diubah!

Page 9: Edisi 06/Thn V/April 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

9komunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Pemilu Legislatif 2009 telah usai. Hingar bingar janji ca-lon legislator dan aksi tebar

pesona sudah berakhir. Namun, dibalik gelar Pemilu Legislatif yang telah berlalu, ada kegundahan menerpa sebagian masyarakat. Benarkah caleg yang telah dipilih akan jujur dan konsisten sesuai janji saat kampanye dilakukan? Ataukah akan ada upaya untuk "meninggalkan janji" yang telah terucap setelah mendapatkan apa yang diinginkan?

Pada tanggal 9 April lalu, tidak banyak rakyat pemilih yang memiliki informasi detil tentang siapa yang dipilih. Banyak pihak mensinyalir bahwa apa yang ter-jadi di bilik suara kemarin bagai-kan memilih kucing di dalam kar-ung. Tentu sangat wajar pula jika banyak pertanyaan apakah rakyat mungkin mendalatkan calon wakil yang konsisten dengan janjinya.

Kisah yang BerulangBangsa Indonesia sudah se-

pakat untuk berdemokrasi melalui Pemilu yang bersifat langsung. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam gelaran pesta demokrasi sejak tahun 1971 sampai 2009 fenomena ini seolah menjadi se-buah kewajaran. Ketika musim kampanye banyak calon legislatif yang menebar janji untuk rakyat untuk memperoleh simpati pemi-lih. Setelah itu, bisa jadi banyak yang berbalik arah, masa bodoh, atau stres berat karena tidak ma-suk dalam daftar urutan yang ter-pilih.

Tentu hal itu sangat disayang-kan. Betapa tidak, jika dibanding-kan dengan senyum dan simpati yang pernah muncul saat bersa-ma rakyat miskin, petani gurem, pedagang kecil, atau kaum bu-ruh, kenyataan yang (akan) ter-jadi akan sangat mungkin untuk berbeda jauh. Bak habis manis sepah dibuang, ketika apa yang diinginkan sudah tergenggam di tangan, yang lain tak dipeduli-kan lagi. Namun, kekuatan untuk menuntut balik para wakil rakyat juga dapat dikatakan tidak ada.

Lebih aneh lagi, ketika per-istiwa ini selalu berulang setiap lima tahun sekali. Apakah lan-taran ingatan sejarah masyarakat yang sedemikian pendek ataukah karena bius iklan dalam gemerlap kampanye pemilu yang selalu me-mukau?

Dalam pandangan Raymond William (1977), janji politik dan tebar pesona muncul semasa kampanye adalah sebuah realitas semu. Realitas yang diciptakan untuk mengusung citra membela kepentingan rakyat. Citra itu biasa dikemas sebagai instrumen untuk meraih simpati rakyat pemilih.

Tentu layak pula jika diperta-nyakan apa yang pernah mereka tampilkan pada iklan kampanye atau media massa merupakan ke-jujuran dan kebenaran? Benarkah yang mereka janjikan ketika kam-panye merupakan representasi visi dan misi. Ataukah sekadar visi yang semu, untuk menggaet sim-pati pemilih belaka?

Pasalnya ada kecenderung-an dewasa ini masyarakat be-rada pada pilihan yang dilema-tis. Ketidaktahuan dengan jelas mengenai visi dan misi para caleg yang akan menjadi wakil mereka di lembaga perwakilan rakyat a dengan adanya tuntutan partisi-pasi dalam pemilihan umum jelas sebuah pilihan yang sulit. Hasil-nya adalah sebuah aksi pemilihan yang mungkin terlalu prematur.

Bandingkan dengan yang ter-jadi di negara-negara maju. Orang yang menduduki kursi senat atau wakil rakyat mempunyai kepakar-an tertentu yang diperlukan da-lam melakukan advokasi demi kepentingan rakyat yang diwakili. Mereka adalah orang-orang yang sudah mapan dan mumpuni. Fakta menjadi wakil rakyat dalam parlemen lebih banyak dilatari oleh kebutuhan konstituen pemi-lih. Sehingga sang wakil rakyat mempunyai tanggung jawab mor-al untuk melakukan pembelaan kepentingan rakyat.

Fenomena SelebritasDi negeri ini menjadi anggota

legislatif sebagian masih dikaitkan dengan upaya mencari jabatan, kekuasaan, dan penghasilan tam-bahan. Menjadi caleg merupakan

sebuah investasi, tak heran ada sebagian yang memiliki pikiran jika terpilih yang pertama kali mereka pikirkan bukan bagaimana memperjuangkan rakyat pemilih, tetapi bagaimana mengembalikan investasi yang telah keluar.

Banyak faktor pembenar, da-lam logika berpikir sederhana saja dapat dilihat bahwa proses yang berlangsung dan dialami oleh semua partai politik dalam Pemilu 2009 membutuhkan biaya yang banyak. Strategi yang bisa dimainkan untuk mendongkrak suara partai ada dua, yaitu daya tarik calon wakil rakyat dan kekua-tan modal untuk menjual nama partai. Jika apa yang dikeluarkan oleh setiap partai politik dinilai se-bagai investasi, maka bukan hal yang mustahil jika kebanya-kan partai politik akan merekrut orang-orang sebagai wakil partai dengan dua dasar pemikiran itu.

Walhasil yang muncul kemu-dian adalah fenomena selebritas, yakni orang-orang yang sebelum-nya tidak pernah terjun ke dunia politik, tiba-tiba menjadi caleg no-mor urutan pertama, kedua atau ketiga dan lainnya. Meski dalam iklan kampanye pemilu kemarin mereka tampak senyum, ramah, cantik, tampan, elegan dan pro-fesional tetapi dalam pandangan Adorna (1997) siapapun dapat menilainya sebagai dunia penuh kepalsuan.

Dalam perspektif posmo-dern perilaku seperti itu dapat dimaknai sebagai ekspresi kon-sumsi dalam embrio ideologi poli-tik (Derida,1978) atau bagaimana nilai, makna kehidupan, aktual-isasi diri serta eksistensi diperoleh melalui tindak konsumsi. Dalam hal ini konsumsi mereka jadikan semacam teater sosial yang di da-lamnya terdapat para aktor, yang memainkan peran gaya hidup di atas panggung politik dengan berbagai ragam pesona.

Sementara rakyat yang sebe-narnya menentukan nasib mereka hanya diberlakukan sebagai pe-nonton. Dengan dalih membela

kepentingan rakyat, orang miskin, buruh tani, wong cilik ruang itu mereka jadikan ajang permainan dan berbagai strategi politik di balik layar.

Jika hal demikian terjadi, da-lam pandangan Boni Hargens (2008) konsekuensi lanjutannya ketidakmampuan wakil rakyat untuk membuat perbaikan bagi rakyat pemilih. Mereka terkoopta-si sistem yang mengakibatkan ter-jadinya perbedaan kelas sosial dan ekonomi (Marx, 1979). Se-hingga terjebak dalam ranah persaingan identitas untuk mengaktualisasi-

kan diri y a n g seolah-o l a h m e m -b e l a kepen-t i n g a n rakyat.

Memutus Realitas SemuFenomena tersebut di atas

setidaknya harus menjadi perha-tian kita bersama. Tentu orang boleh berdalih bahwa bangsa ini masih dalam proses belajar me-nyempurnakan sistem demokrasi yang ada. Akan tetapi kita patut berbangga dengan makin cerdas-nya rakyat pemilih.

Jika dalam kampanye, yang baru lalu masih ada ketakutan akan adanya politik uang yang membagikan uang transport, sembako murah, telepon seluler, menyumbang peralatan, pem-bangunan jalan kampung, bahkan terjadi serangan fajar menjelang pemberian suara. Namun realitas menunjukkan bahwa masyarakat semakin pintar dan tidak bisa di-bodohi.

Bahkan ada yang menganjur-kan untuk menerima semua yang ditawarkan itu, tapi tetap memi-lih sesuai dengan pilihan sendiri. Hal terakhir ini dilakukan sebagai upaya untuk menghukum calon legislatif yang hanya umbar janji dan materi untuk meraup suara tapi tanpa visi dan misi untuk membela kepentingan rakyat.

Tentu intelektualitas juga bu-kan jaminan akan kepastian pem-belaan atas kepentingan rakyat. Sebab tidak sedikit fakta yang

menunjukkan bahwa kalangan intelektual kampiun perguruan tinggi yang kritis dan peka terh-adap kepentingan rakyat, tetapi setelah masuk ke lingkungan legislatif dan eksekutif, idelalisme mereka menjadi luntur, dan pan-dangan mereka tergerus oleh apa yang disebut oleh Gramsci (1996) sebagai sistem hegemoni kekua-saan yang menggurita.

Bagaimana untuk membukti-kan keberpihakan pada rakyat se-bagaimana janji kampanye dapat terwujud. Jawabnnya bisa dilihat bagaimana nanti nasib rakyat setelah pemilihan dan penetapan wakil rakyat usai. Akankah mer-eka jauh bisa peka dan mende-ngar apa yang seharusnya mer-eka dengar, melihat apa yang seharusnya mereka ketahui serta merasakan apa yang sedang dira-sakan oleh rakyat konstituen?

Pada dasarnya, kepedulian mereka kepada rakyat yang di-wakili adalah hal penting yang diamanatkan undang-undang. Amanah itu seraya menjadi be-ban tugas yang harus mereka pertanggung jawabkan kembali kepada rakyat. Kalau sebelum pemilu mereka meminta dukun-gan rakyat untuk mengantar-kannya, maka adalah kewajiban rakyat ketika pasca pemilu untuk menggugat janji-janji yang telah mereka sampaikan.

Akan tetapi ada satu hal yang pasti, di Indonesia belum ada sistem yang bisa memastikan bahwa keterpilihan seorang wakil rakyat adalah lantaran orang per orang atau komunitas tertentu. Sebab yang bisa dilacak ada-lah deretan angka-angka yang menunjukkan kemenangan sang calon di daerah pemilihannya. Hal itu membuka peluang bagi adan-ya cedera janji.

Ke depan memang perlu diper-siapkan sistem yang bisa men-gukur dan menelisik tanggung jawab wakil rakyat kepada pemil-ihnya sebagai sebuah mekanisme kontrol. Sekalipun dalam kondisi nyata, rakyat bisa saja bertindak cerdas, untuk tidak memilih sang calon pada pemilu mendatang. Sebab kewenangan untuk memi-lih dan memberikan mandat ada di tangan rakyat.***

S. Arifi antoPemerhati Masalah KemasyarakatanImigran Bonek, tinggal di Jakarta.

Kepedulian terhadap bumi senantiasa bergaung seti-ap tanggal 22 April yang

diperingati sebagai Hari Bumi. Tentu tak sekadar seremonial belaka yang dibutuhkan untuk menggugah kesadaran individu dan masyarakat agar lebih pedu-li terhadap alam sekitar tempat hidupnya. Ketidakpedulian, sia-papun tahu, hanya akan mem-bawa bumi mengalami keru-sakan dan dari tahun ke tahun akan mengalami pengurangan daya dukung dan kenyamanan untuk ditinggali.

Memang, permasalahan ling-kungan bukan saja permasala-han Indonesia saja. Tak heran jika banyak forum internasional digelar untuk mengembangkan langkah nyata kepedulian terh-adap bumi. Akhir Maret lalu te-lah dilangsungkan Bonn Climate Change Talks–March 2009 oleh United Nations Framework Con-

vention on Climate Change (UN-FCCC). Acara yang berlangsung 29 Maret hingga 8 April 2009 di kota Bonn, Jerman dirancang untuk meningkatkan political will dan leadership negara-negara di dunia dalam menyikapi peruba-han iklim pasca tahun 2012.

Pertemuan di Bonn merupa-kan ujian awal untuk mencapai kesepakatan kesepakatan men-genai penurunan emisi gas ru-mah kaca (GRK) global, dan pen-danaan dan teknologi pada bulan Desember 2009. Kesepakatan ini diperlukan untuk mendukung upaya-upaya adaptasi dan miti-gasi perubahan iklim, khususnya bagi negara berkembang, terma-suk Indonesia.

Negosiasi dilakukan di bawah Ad-Hoc Working Groups for Long Cooperative Action (AWG-LCA) dan Ad-Hoc Working Group on further commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol

(AWG-KP). Hal yang menjadi per-hatian utama adalah penegasan komitmen negara maju untuk memberikan dukungan dan ban-tuan pendanaan serta teknologi kepada negara berkembang.

Konvensi Jerman bukanlah satu-satunya konvensi tentang lingkungan yang telah berlang-sung. Sebelumnya ada upaya yang digagas organisasi ling-kungan hidup sedunia yang me-nyerukan untuk selalu menjaga dan merawat bumi ini dengan bijak.

Sejak Protokol Kyoto berke-kuatan hukum pada tahun 2005, konferensi perubahan iklim juga menjadi ajang negosiasi Confer-ence of the Parties serving as meeting of the Parties (COP/MOP, atau CMP). Kegiatan ini hanya boleh dihadiri negara-negara yang meratifi kasi Protokol Kyoto. Saat ini tercatat ada 190 negara yang meratifi kasi Konvensi PBB

mengenai Perubahan Iklim (UN-FCCC).

Kerentanan Indonesia terha-dap perubahan iklim kian nyata. Apalagi negara kepulauan ini memiliki penduduk yang lebih banyak mengandalkan aktivitas keseharian dari sumber daya alam. Oleh karena itu, solusi-solusi antisipatif dalam mengata-si dampak perubahan iklim perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.

Untuk menahan kerusakan alam akibat laju perubahan iklim, perlu segera melakukan usaha-usaha mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) hasil aktivi-tas manusia. Ini bisa dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil – minyak bumi, batubara, dan gas.

Dua cara yang bisa dilakukan adalah dengan beralih ke bahan

bakar yang memiliki emisi yang lebih rendah seperti penggu-naan gas dan energi dari sum-ber terbarukan, atau melakukan program efi siensi energi.

Hal itu sangat efektif dilaku-kan di sektor industri dan pem-bangkit listrik. Kedua sektor ini termasuk penghasil emisi GRK utama di Indonesia, dan memi-liki konsumsi energi per kapita yang tinggi.

Cara lain mengurangi emisi GRK adalah dengan efi siensi energi. Ada peluang bagi in-dustri untuk mengefi siensikan penggunaan listrik sebanyak 11 persen dengan mengurangi listrik pada motor dan beralhi menggunakan teknologi yang lebih efi sien. Singkatnya tak ada kata terlambat untuk sela-matkan bumi ini!

(Yuliarso)

Renungan Bagi Alam Kita

Menggugat Janji Kampanye

Tebar janji kampanye usai sudah. Tinggal ba-gaimana janji itu dibayar. Rakyat pun punya hak un-

tuk menagih janji ....

Hari Bumi. Salah satu momen yang istimewa setiap bulan April. Ketika umat manusia diingatkan kembali akan keseriu-san untuk hidup lebih cerdas dan berdamai dengan lingkun-

gan. Semua untuk menyelamatkan masa depan. Kerentanan Indonesia harus disikapi dengan cerdas!

Page 10: Edisi 06/Thn V/April 2009

10w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Jawa BaratKerajinan Kerang Cirebon Tembus Pasar Spanyol

Kerajinan yang menggunakan bahan baku kulit kerang Kabupaten Cirebon kini banyak dipasarkan ke Spanyol karena permintaan barang tersebut cukup tinggi. "Ekspor kerajinanan kulit kerang ke Spanyol antara dua hingga empat kontainer per bulan," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon, Drs. Haki MSi.

Januari lalu ekspor kerajinan kulit kerang ke Spanyol sebanyak empat kontainer senilai 34,688,93 dolar AS dan pada Pebruari hanya dua kontainer senilai 43,977.27 dolar. Berbagai kerajinan kulit kerang yang diekspor tersebut seperti hiasan pintu, gorden dan hiasan lainnya. (FB/antara)

Nusa Tenggara TimurSelat Pantar Jadi Kawasan Konservasi Alor

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Pantar dikembangkan dan diperluas dari semula yang luasnya 48.004,4 hektar menjadi 400.008,3 hektar dan berubah nama menjadi KKLD Alor. "Penambahan luas ini merupakan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program 10 juta hektar kawasan konservasi laut pada tahun 2010," kata Direktur Konservasi dan Tanaman Laut Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan, Agus Dermawan di Jakarta, Selasa (24/3).

Kabupaten Alor yang merupakan daerah kepulauan dengan panjang garis pantai 650,490 km. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terutama ekosistem terumbu karang dengan kondisinya masih baik. Selain itu, kata Agus, kawasan Alor juga merupakan jalur migrasi beberapa jenis mamalia laut seperti Paus, Lumba-lumba dan Ikan Pelagis. (Bhr/ysoel)

Nusa Tenggara BaratDukung Ketahanan Pangan Nasional

Dirjen Tanaman Pangan Sutarto Alimoeso menilai Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) cukup berperan dalam mendukung upaya pemerintah pusat dalam mencapai ketahanan pangan nasional yang diharapkan bisa diwujudkan lima hingga sepuluh tahun ke depan. "Sejak beberapa tahun daerah ini cukup berhasil di bidang pertanian terutama untuk tiga komoditi utama," ucap Sutarto pada pembukaan Pertemuan Sosialisasi Bantuan Langsung Benih Unggul Wilayah Timur Indonesia.

Peningkatan produksi tiga komodiitas utama di atas rata-rata nasional. Untuk produksi padi berdasarkan angka sementara 2008 tercatat 1,75 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau meningkat meningkat 14,70 persen dibandingkan 2007 sebanyak 1,52 juta ton, atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional 5,45 persen.

Demikian juga untuk produksi jagung mencapai 196.263 ton atau meningkat 62,72 persen dibandingkan dengan produksi 2007 sebanyak 68.419 ton, sedangkan peningkatan produksi jagung nasional hanya 18 hingga 19 persen. Untuk meningkatkan produksi pertanian tersebut pada 2009 pemerintah mengalokasikan dana bantuan untuk seluruh Indonesioa sebesar Rp1,3 triliun, lebih besar dibandingkan dengan 2008 sebanyak Rp1 triliun.

Gubernur NTB, H.M. Zainul Majdi mengatakan, pihaknya menyadari bahwa keberhasilan dalam meningkatkan produksi tiga komoditas pangan utama tersebut tidak semata-mata ditentukan oleh besarnya potensi yang tersedia melainkan juga karena dukungan pemerintah pusat. "Tahun 2009 ini kami masih mendapat bantuan untuk para petani, antara lain melalui SLPTT padi seluas 80.000 hektare, SLPTT jagung seluas 1.650 ha dan SLPTT kedelai seluas 10.000 ha, selain itu juga ada BLBU padi hibrida sebanyak 3.000 ton, jagung 12.000 ton dan kedelai 8.000 ton," ujarnya. (fb/FB/ant)

Maluku UtaraKembangkan Peluang Investasi Budi Daya Mutiara

Peluang investasi budi daya mutiara di Maluku Utara (Malut) terbuka luas, karena hampir semua pesisir pantai di provinsi kepulauan itu, terutama di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) dan Morotai, cocok untuk pengembangan usaha itu. "Ada puluhan ribu hektar pesisir pantai yang sangat cocok untuk lokasi budi daya mutiara dan merupakan tempat berinvestasi yang menarik," kata Wakil Bupati Halsel, Rusly A Wally, di Ternate.

Ia mengatakan, Pemkab Halsel akan memberikan berbagai kemudahan kepada para investor yang menanamkan modalnya di Halsel, seperti kemudahan dalam perizinan dan dalam mendapatkan lokasi usaha serta keringanan pajak. Tidak luput juga penyediaan infrastruktur penujang investasi, seperti jalan, jembatan, listrik, air bersih dan telekomunikasi. (www.beritadaerah.com.fb/FB/ant)

LINTAS DAERAHDepartemen PertanianBangun Laboratorium Pendeteksi Hama Penyakit Kakao

Departemen Pertanian (Deptan) membangun laboratorium uji untuk mendeteksi hama penyakit tanaman, khususnya penyakit tanaman kakao atau penggerek buah kakao (cocoa pod bowder). Hasil uji laboratorium ini akan dikembangkan sebagai sistem peringatan dini terhadap ancaman penyakit kakao di Kawasan Timur Indonesia, kata Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Pemberdayaan Masyarakat Pertanian, Syukur Iwantoro di Jakarta, Senin (30/3). Menurutnya, keberadaan laboratorium ini untuk mendukung keberhasilan program peningkatan produktivitas dan mutu kakao, bersamaan dengan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2009 senilai Rp 1 triliun untuk peningkatan produktivitas dan mutu kakao Indonesia kepada sembilan provinsi sentra produksi kakao di kawasan Indonesia Timur. (Bhr/ysoel)

Departemen Komunikasi dan InformatikaPemerintah Terus Dorong Industri Kreatif

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Muhammad Nuh mengatakan pemerintah terus mendorong berkembangnya industri kreatif berbasis teknologi informasi (TI). “Inti dari industri kreatif adalah integrasi resources. Industri kreatif harus dimulai dari ide-ide kreatif yang dikembangkan,” ucap Menkominfo usai membuka ICT Partnership Forum di Jakarta, Selasa (31/3).

Untuk itulah, pemerintah bersama beberapa pihak terkait seperti akademisi dan pelaku usaha telah membuat Indonesian Creatif Industri Development Centre (ICIDEC) dengan maksud sebagai jembatan usaha kecil menengah (UKM) berbasis industri kreatif yang mengalami kesulitan, seperti masalah infrastruktur, permodalan dan lain sebagainya.

Menkominfo sendiri mengaku optimis di tengah kelesuan ekonomi akibat kirisis global saat ini, industri kreatif akan mampu menjadi alternatif bisnis yang sangat menjanjikan. Berdasarkan data Departemen Perindustrian, pertumbuhan industri kreatif saat ini mampu menyerap 4,9 juta tenaga kerja dan memberi kontribusi rata-rata 6,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). (tr)

Kementerian Koperasi dan UKMKembangkan Pasar Domestik UKM

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kemenkop, Neddy Rafi naldy Halim meminta pelaku usaha kecil menengah (UKM) sebaiknya hanya mengembangkan pasar domestik dan tidak perlu untuk kembali melirik pasar ekspor. Ia mengatakan, pihaknya mendorong pelaku UKM agar terus memproduksi produk-produk lokal dengan kualitas yang semakin ditingkatkan untuk dipasarkan di pasar domestik.

Menurut Neddy, Indonesia memiliki peluang pasar yang sangat luas karena jumlah penduduk yang banyak sehingga secara otomatis tingkat kebutuhan dan konsumsinya juga besar. "Saya yakin kalau pelaku UMKM memperbaiki kualitas produknya dan membidik pasar domestik, itu sudah lebih dari cukup untuk berkembang, karena potensi pasar lokal Indonesia luar biasa," katanya.

Saat ini sudah ada komitmen bersama untuk selalu mengampanyekan penggunaan produk dalam negeri. Ia menambahkan, menggunakan produk impor saat ini juga kurang strategis karena harganya yang semakin mahal akibat nilai tukar mata uang yang tinggi di samping jumlahnya di pasaran saat ini juga sudah mulai menyusut atau

LINTAS LEMBAGA

Cagar alam Morowali terletak di Kabupaten Morowali yang ber-jarak kurang lebih 440 km arah timur Kota Palu, Sulawesi Ten-gah. Untuk mencapai lokasi itu bisa ditempuh melalui perjalanan darat menuju Kolonodale, Kec. Petasia selama kurang lebih 12 jam.

Dari Kolonodale perjalanan berlanjut menggunakan angku-tan laut menuju Baturube, Kec. Bungku Utara dengan waktu tempuh kurang lebih 3 jam.

Pesona Cagar Alam MorowaliAda jalur lain yang agak me-

mutar untuk menuju Cagar Alam morowali, yaitu melalui Luwuk, Kab. Banggai dengan sarana angkutan sama persis rute sebe-lumnya.

Bagi yang ingin cepat sampai tujuan, bisa menggunakan ang-kutan udara dari Palu ke Poso, dan melanjutkan perjalanan dengan angkutan darat Poso – Kolonodale, dengan waktu tem-puh berkisar 7- 8 jam.

Morowali menjadi cagar alam

untuk ekosistem hutan yang kompleks berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan no. 374/Kpts-VII/1986 tertang-gal 24 November 1986.

Kawasan ini terdiri dari dat-aran dan gunung dengan puncak tertinggi Gunung Tokala (2.630 m). Ada tipe hutan pantai man-grove, hutan alluvial dataran ren-

dah, hutan pegunun-gan dan hutan lumut pada ketinggian 1.600 m dari permukaan laut.

Ciri khas pohon yang tumbuh tampak pendek dan terlihat kerdil atau kurang baik pertumbuhannya. Po-

hon Agatis merupakan tanaman yang dominan di daerah sebelah timur laut Sungai Tiworo. Getah pohon ini banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar.

Tak hanya itu, ada pula ma-malia khas Sulawesi yaitu anoa pegunungan dan dataran tinggi, babi rusa, kera, kus-kus beruang,

babi hutan, rusa, dan musang abu-abu serta tarsius.

Kawanan burung juga tak terhitung. Mulai dari elang laut paruh putih, belibis, kum-kum hijau dan putih. Hingga burung pelatukmaleo dan burung gos-ong banyak dijumpai di sepan-jang tepi Sungai Morowali, Lem-bah Masoyo dan Sumara.

Selain fl ora dan faunanya ka-wasan ini juga memiliki obyek wisata budaya suku wana. Bagi mereka yang ingin melakukan kegiatan penelitian atau sekadar bertualang, tenang ada pengina-pan dan pemandu wisata yang ada di Kolonodale.

(Supardi Ibrahim, Palu Sulawesi Tengah)

berkurang. (Dw/ysoel)

Badan Perencanaan Pembangunan NasionalAnggaran PNPM 2010 Ditambah

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, untuk pemulihan ekonomi pada tahun 2010, alokasi anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri akan ditambah sebesar Rp4 triliun dari tahun 2009 yang hanya Rp13,7 triliun. "Penambahan alokasi dana PNPM itu ditempuh sebagai bagian dari upaya penjangkauan program tersebut ke seluruh kecamatan di Indonesia," kata Paskah usai rapat koordinasi di gedung Depkeu Jakarta, Rabu (15/4).

Menurutnya, pada tahun 2010 pemerintah menginginkan program PNPM bisa dijangkau seluruh kecamatan di Indonesia. Namun, diakuinya, di sisi lain, penambahan alokasi PNPM tersebut tentu membawa konsekuensi terhadap peningkatan beban anggaran. Dijelaskannya, selain PNPM, pada tahun 2010 pemerintah juga akan meneruskan program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu Biaya Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat, Kredit Usaha Rakyat, Beras untuk Masyarakat Miskin, dan penyediaan rumah sakit gratis bagi masyarakat tidak mampu. “Intinya, tahun 2010 adalah tahun pemulihan ekonomi. Fokus pemerintah pada program-program Jaring Pengaman Sosial adalah menambah luasan cakupan programnya,” katanya. (Ia/ysoel)

Departemen KeuanganStimulus Fiskal Mampu Gairahkan Ekonomi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, stimulus fi skal yang disalurkan kepada Departemen Perdagangan mampu memicu gairah perekonomian masyarakat. Dari total Rp71,3 triliun bagi keperluan stimulus fiskal, Departemen Perdagangan mendapatkan alokasi sebesar Rp335 miliar yang diperuntukan bagi revitalisasi ataupun pembangunan pasar tradi-sional (Rp215 m i l i a r ) dan revitalisasi atau pembangunan pergudangan (Rp120 mili-ar).

S e c a r a k h u s u s i a menekankan p e n t i n g n ya peranan pasar sebagai tempat transaksi per-dagangan oleh masya ra ka t sehingga roda perekonomian bangsa dapat berjalan di tengah terpaan gelombang krisis global sekarang ini. "Perdagangan adalah strategi untuk menjadikan ekonomi tetap bergerak, dan tentunya Depdag harus efektif menjalankannya dibantu dengan pemerintah daerah," kata Plt Menko Perekonomian di Jakarta, Kamis (16/4).

Sementara itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, pihaknya akan berupaya melakukan yang terbaik agar stimulus fiskal yang dipercayakan dapat lebih berguna bagi perekonomian bangsa di kemudian hari. "Sebagian dari revitalisasi pasar tersebut akan dijadikan pasar percontohan dari sisi zoningnya, dan sistem perdagangannya," kata Mendag.**

Page 11: Edisi 06/Thn V/April 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

11komunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

mu l a -mu l a me ra s a p e r l u mendeskripsikan secara detil perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Ia membuat tabel klasifi kasi hal-hal atau elemen-elemen yang berlawanan.

Dalam tabel ini laki-laki dan perempuan tidak hanya ditem-patkan sebagai “berbeda” tapi juga “berlawanan”. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya diasosiasikan dari perbedaan-perbedaan fi sik saja tapi juga bisa dihubungkan dari persoalan-persoalan lainnya. Misalnya, laki-laki diasosiasikan dengan segala sesuatu yang bermakna light (terang), good (baik), right (benar), dan one (esa)—semua metafora yang berkenaan dengan makna Tuhan. Sementara perempuan diiden-tifi kasikan dengan sesuatu yang bad (buruk), left (kiri/keliru), sin (dosa), darkness (kegelapan).

Sementara murid Pytagoras, Aristoteles, beranggapan bahwa secara natural laki-laki itu superior, dan perempuan itu inferior. Yang superior mengatur yang inferior, dan yang inferior harus rela untuk diatur. Tabel bikinannya men-jelaskan, laki-laki dan perempuan

bermakna: superior dan inferior, pengatur dan yang diatur, jiwa dan tubuh, akal dan nafsu, manusia dan binatang, atau makhluk bebas dan budak. Ia juga menyatakan perempuan adalah laki-laki yang impoten. Bahkan ia mengatakan bahwa contoh yang paling baik untuk melihat segala kekurangan alam adalah dengan mengamati karakter perempuan. Walah!

Anda boleh tidak setuju dengan

pendapat d u a d e -dengkot sains di atas. Tapi sampai saat ini, pengaruh mereka terkait stereotype defi nisi ‘kuatnya’ laki-laki dan ‘lemahnya’ perempuan masih sangat kental. Bukan hanya buku tata bahasa Inggris murahan yang saya jadikan contoh di atas yang menjiplak bulat-bulat keterangan Pytagoras dan Aristoteles, namun dalam contoh sehari-haripun orang cenderung mengikuti dua pakar ini.

Nggak usah jauh-jauh, saat anak laki-laki berulang tahun, orangtua akan memberinya hadiah mobil-mobilan atau pistol-pistolan,

karena dua mainan itu berasosiasi dengan ‘kegagahan’ yang identik dengan laki-laki. Sementara kalau anak perempuan yang berulang tahun, orangtuanya memberi kado boneka, atau miniatur alat masak, karena dua mainan itu berasosiasi dengan ‘kelembutan’ dan ‘tugas cewek’.

Mau lebih banyak lagi? Ini adalah kata-kata yang saya da-patkan di buku pelajaran SD: Bapak mencangkul di sawah, ibu memasak di dapur. Paman berjualan di pasar, bibi menyapu halaman. Andi menyetir mobil, Ima merangkai bunga.

Aneh juga ya. Lucunya, di tengah masyarakat kita begitu banyak pekerjaan yang sadar atau tidak selalu diasosiasikan dengan jenis kelamin. Pekerjaan yang ‘perempuan’, misalnya: bidan, perawat, sekretaris, pe-nata rambut, tukang make-up, pembantu rumah tangga, penga-suh bayi, penyulam, pegawai pabrik konveksi. Sementara dok-ter bedah, pemburu, petinju, pembalap, pesepakbola, tentara, nelayan, tukang kayu, tukang batu, tukang gali kubur, sopir, kon-dektur, kernet, adalah ‘laki-laki’. Memang aneh pekerjaan seolah-olah memiliki ‘jenis kelamin’, tapi ini nyata.

Buntutnya, jika pekerjaan ‘perempuan’ dikerjakan laki-laki, pelakunya akan diolok-olok. Lelaki

mengasuh bayi atau menyulam misalnya, masih dipandang aneh oleh sebagian besar masyarakat, bahkan bisa bisa dicap sebagai ‘banci’. Sebaliknya, perempuan yang mengerjakan pekerjaan ‘laki-laki’ akan dianggap boyish alias kecowok-cowokan.

Apa benar pekerjaan memiliki ‘jenis kelamin?’ Sejatinya tidak. Otak kitalah yang memberi label bahwa sebuah aktivitas hanya co-cok untuk perempuan atau laki-laki, hanya karena aktivitas itu diasosiasikan dengan ‘halus’ dan ‘kasar’, ‘macho’ dan ‘lembut’, ‘kuat’ dan ‘lemah’. Padahal, secara tidak langsung, labelisasi semacam itu akan melanggengkan budaya patriarki yang mendudukkan perempuan sekadar sebagai makhluk pelengkap penderita!

Anehnya, hingga saat ini kita secara berjamaah masih terus melakukan labelisasi semacam itu. Stereotyping peran laki-laki sebagai pekerja sektor produksi dan perempuan sebagai agen reproduksi dianggap sebagai sebuah kewajaran, tak beda dengan manusia jaman batu yang menganggap tugas laki-laki adalah berburu dan perempuan meramu.

Dengan sega la gebyar modernitas yang menempel di sekujur tubuh, otak kita adalah otak Mr Flinstone! (g)

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusan-tara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik keliling nusantara, si-lahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail:

[email protected] atau [email protected]

Bentuknya oval warna kuning keemasan. Kecil terangkai benang mirip

serabut. Orang makasar menyebutnya telur ikan

torani, ikan terbang.

Siapa sangka telur telur ikan terbang itu pernah menjadi pri-madona komoditas ekspor dari ka-wasan Sulawesi Selatan. Tujuan ekspor Korea Selatan, Jepang, hingga Lithuania. Konon, di luar negeri telur ikan terbang disukai karena rasanya gurih. Selain itu menyantap telur ikan terbang sangat bergengsi. Maklum, citra kelezatannya hampir setara de-ngan kaviar yang terbuat dari telur ikan sturgeon Laut Kaspia.

Di Jepang, selain untuk dikon-sumsi telur ikan terbang juga digunakan untuk obat-obatan. "Telur ikan terbang mengandung karagenan yang juga banyak terkandung dalam rumput laut. Ada yang menilai dengan me-makan telur ikan terbang dapat meningkatkan libido," ungkap Dr. Musri Musman, dosen Kelautan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Harta KarunBagi nelayan di Pesisir Gale-

song, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, telur torani bak harta karun terpendam. Betapa tidak, harga telur torani per kilogram dari patorani (penangkap telur ikan terbang, red) bisa mencapai kisaran Rp75 ribu sampai Rp95 ribu. Setelah diolah, dan siap untuk diekspor bisa laku Rp250 ribu per kilogram. Pada krisis moneter tahun 1997-1998, harga telur torani mencapai Rp360 ribu. per kilogram

Mungkin daya tarik itulah yang turut mendorong banyak nelayan melaut menembus dinginnya angin malam sekitar jam tiga pagi. Rata-rata para nelayan membutuhkan sekitar 3,5 hingga 4 jam perjalanan untuk menuju tengah laut di perairan Sulawesi. Saat matahari mulai tampak di ufuk timur, bubu atau semacam

rumpon, tempat nantinya ikan terbang menitipkan telur.

Selain dengan bubu, penang-kapan torani juga dilakukan me-makai jebakan pakkaja. Pakkaja berupa bingkai bambu persegi panjang berukuran 1 x 2 meter bahkan ada juga yang 1 x 3 meter, yang dipasangi untaian rumbai daun kelapa.

Menurut Daeng Timung, salah seorang nelayan di Galesong, pu-luhan pakkaja diikat dengan tali, dimasukkan ke laut, kemudian ditarik dengan perahu yang ber-layar pelan. "Pada saat itulah, tuing-tuing (ikan terbang, red) yang akan bertelur meloncat dan hinggap di pakkaja. Ikan itu lalu bertelur di pakkaja atau bubu," ungkap Daeng Timung.

Setelah pakkaja terlihat agak tenggelam karena berat telur ikan, lanjutnya, patorani mengambil pakkaja dan memungut telur-telur ikan terbang yang menempel di rumbai-rumbai daun kelapa lalu pakkaja diturunkan kembali. Sementara telur ikan terbang ke-mudian dijemur di atas kapal. “Bila sedang beruntung, patorani bisa mendapat sekitar 100 kilogram torani kering setiap minggu. Rata-rata nelayan membawa pulang 50 hingga 100 kilogram torani kering," cetus bapak dua anak ini.

Buah KeberanianKonon sebutan patorani ba-

gi para nelayan Bugis berasal dari kata tobarani yang artinya orang-orang berani. Mereka ada-lah nelayan-nelayan aktif yang meneruskan tradisi sekaligus sumber penghasilan komunitas pesisir. Kisah mereka dikaitkan dengan Pasukan Arupalaka yang menemukan dan memperkenalkan ikan terbang kepada masyarakat Makassar saat berlayar dalam perjalanan pulang dari Tanah Jawa. Tak pelak, jika saat ini telur ikan terbang melekat dan menjadi primadona nelayan Galesong sekaligus simbol lang-gengnya sistem ekonomi pesisir Galesong.

Selama ini patorani mengem-bara dari lautan ke lautan demi mencari telur ikan terbang di se-kitar Selat Makassar, mulai dari perairan Selayar sampai peraiaran Kalimantan Timur. Belakangan juga banyak nelayan yang sampai ke Kalimantan Selatan bahkan berburu hingga ke perairan Papua (Fak-Fak).

Bulan Oktober adalah masa terakhir melaut bagi nelayan ikan terbang di Galesong (Galesong Utara-Selatan). "Butuh kesabaran dan keberanian ekstra untuk bertahan ditengah laut dengan segala kendalanya, jadi sudah hal yang wajar jika harga telur itu mahal", ungkap Haji Gassing, nelayan pengepul hasil tangkapan para torani.

Haji Gassing merupakan salah satu papalele, sebutan untuk pemilik modal yang menjadi pe-ngumpul telur ikan terbang di

Kecamatan Galesong. Wilayah Galesong adalah penyokong ekonomi Kabupaten Takalar se-jak dulu. Posisi yang strategis karena berdekatan dengan Kota Makassar merupakan keuntungan tersendiri bagi masyarakat nelayan yang menetap.

Terimbas Krisis Global Sejak krisis keuangan global

melanda, nelayan di kawasan Galesong juga merasakan im-basnya. Pasalnya pasar ekspor mereka mulai berkurang. Semen-tara pasar lokal yang ada hanya terjadi di l ingkup pedagang perantara yang ujung-ujungnya melakukan ekspor pula. Hasil produksi telur ikan terbang yang tak diimbangi dengan serapan pasar, tentu membuat harga anjlok. "Jika sebelumnya mampu menjual dengan harga Rp 250 ribu per kilogram, setelah krisis harga tersebut menjadi hanya Rp100 ribu per kilogram," ungkap Daeng Gassing.

Sejak lama torani telah dieks-por berton-ton dari Galesong, de-ngan omzet milyaran rupiah setiap tahun. Daeng Gassing mengenang masa keemasan ekspor telur ikan terbang ke Rusia sebesar 20 ton dengan nilai penjualan sekitar Rp5 miliar.

Permintaan telur ikan terbang waktu itu memang sangat tinggi. Ia menggambarkan pada 2005 omzet perusahaannya mencapai Rp6 miliar. Pada 2006 dan 2007, nilai itu meroket sampai Rp10 miliar dan Rp20 miliar. "Pada 2007 volume pengiriman mencapai 60 ton. Kebutuhan pasar mencapai 2 kali lipat,’ kata Gassing yang sempat terpaksa menampik pe-sanan itu.

Haji Gassing menuturkan keprihatinan yang kini terjadi, "Jika terus berlangsung, bisa jadi patorani akan merasakan ke-sulitan. Pendapatan mereka secara otomatis berkurang. Karena sistem yang biasa dilakukan adalah bagi hasil," alumni Perikanan Unhas angkatan 1987 ini dengan nada kecewa.

Usaha penangkapan telur ikan terbang telah lama dilakukan di Sulawesi Selatan secara turun temurun. Untuk biaya sekali melaut, patorani meminjam mo-dal sangat variatif antara Rp10 sampai Rp 12 juta namun pada perjalanan berikutnya semakin berkurang pinjamannya, sekitar Rp 5 sampai 7 juta. Pinjaman modal dibayar dengan telur ikan terbang hasil tangkapan patorani, ditambah 20% hingga 30% ikan hasil tangkapan seperti ikan marlin dan ikan lemuru kering. Selama ini, urusan pengemba-lian modal selesai, patorani masih harus membagi hasil toraninya pada punggawa (nakhoda) dan pembantunya.

Berdayakan PatoraniKegagalan memang sebuah

risiko dalam setiap usaha. Sama halnya yang dihadapi oleh pato-rani ketika mereka melaut. Sekali melaut yang biasanya membutuh-

kan waktu sebulan, untuk menda-patkan hasil lebih banyak, ada beberapa konsekuensi yang harus mereka tanggung. "Sering pula tidak mendapat hasil sama sekali. Kegagalan patorani, biasanya pada operasi di perairan Selat Makassar, misalnya jika pakkaja atau bubu terseret kapal cargo besar, putus dan karena memang tidak ada ikan yang ditemui," kata Daeng Timung.

Belum lagi sebagian besar istri-istri patorani ini hanya mengandalkan pendapatan dari sang suami. Meski ada diantara istri patorani yang bekerja seba-gai tukang sortir telur ikan terbang dengan gaji Rp4.000 sampai Rp5000 per kilogram hasil sortiran, "Seorang pekerja dapat menangguk Rp25.000 hingga Rp30.000 dalam sehari," jelas Daeng Gassing.

"Dua masalah utama para pengusaha di daerah, khususnya UKM adalah pasar dan bahan baku. Bukan modal. Terutama saat krisis ekonomi yang terjadi hampir di seluruh dunia. Dari sisi modal mungkin bisa distimulasi dari pemerintah, tapi untuk pasar bagaimana?" ungkap Direktur Dewan UKM Sulawesi Selatan, Irwan Wijaya.

Secara khusus Irwan juga menyoroti kurang kompetitifnya sumber daya manusia yang ada. "Kebanyakan kurang bisa berinovasi. Termasuk bagaimana ketika mulai terjadi penurunan pemesanan dari luar negeri bahkan beberapa kontrak yang sudah ditandatanganipun dibatalkan," ungkapnya.

Dewan UKM sendiri seca-ra khusus telah berusaha member-dayakan istri-istri nelayan. "Mereka diberikan pinjaman modal untuk membangun usaha-usaha kecil-kecilan, misal dengan membuka warung kecil-kecilan," ungkapnya. Tentu, bagi patorani, butiran telur-telur kekuningan yang bisa merambah luar negeri itu masih jauh lebih menarik.

([email protected])

Harta Karun Patorani

Tahukah anda bahwa sun (matahari), wind (angin), fire (api), war (perang), berjenis ke-lamin laki-laki, sementara moon (bulan), snow (salju), earth (bu-mi), peace (kedamaian), adalah perempuan?

Saya tidak mengada-ada. Ka-lau tidak percaya, silahkan baca buku tata bahasa Inggris yang biasa dijajakan di bus kota. Di sana ada keterangan, terjemahannya begini: “...apabila benda-benda di-maksud menunjukkan kekuatan, keperkasaan, keberanian atau kebesaran, maka benda tersebut dapat digolongkan menjadi jenis kelamin laki-laki (masculine gender). Sedangkan apabila benda tersebut menunjukkan kelembutan, kecantikan, dan kesederhanaan, maka benda tersebut dapat digolongkan men-jadi jenis kelamin perempuan (feminine gender).”

Pertanyaannya adalah, me-ngapa kekuatan, keperkasaan, ke-beranian pasti berasosiasi dengan jenis kelamin laki-laki, sementara kelembutan, kecantikan dan ke-sederhanaan selalu berasosiasi dengan perempuan?

Adalah Pytagoras yang

Jenis KelaminJenis Kelamin

Gelombang krisis keuangan global mem-buat harga ikan mero-sot drastis. Walhasil, posisi nelayan makin terjepit. Upaya meng-gunakan perahu besar juga bukan solusi. J

Page 12: Edisi 06/Thn V/April 2009

12w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 6/Tahun V/April 2009

Dalam prosesi ini dikenal em-pat macam larangan, yakni Ameti Geni atau tidak boleh menyalakan api, Ameti Karya atau tidak boleh bekerja, Ameti Lelungan atau tidak bepergian, dan Ameti Laguang atau tidak berkeinginan atau puasa. Berdasarkan ketentuan ini, warga dilarang keluar rumah dan tidak boleh menyalakan lampu di malam hari. Bagi yang melang-gara, maka akan mendapatkan sanksi dari petugas Adat.

Brata Penyepian diawali saat matahari terbit di ufuk timur, dari pukul 06.00 WITA sampai ma-tahari terbit kembali di ufuk timur keesokan harinya. Brata Penye-pian dimulai dengan terdengarnya suara pukulan kulkul (kentongan, red) di setiap banjar atau desa.

Keesokan hari, ketika sang surya mulai terbit di ufuk timur, suara kulkul kembali terdengar tanda Nyepi berakhir. Umat Hindu menyebut hari ini sebagai Ngem-bak Brata. Hari itu pula umat Hin-du melakukan simakrama (saling maaf-memaafkan, red) terhadap keluarga atau kerabat atas se-galan kesalahan yang pernah ada. Sebagian juga memanfaatkan momen untuk berekreasi ke obyek wisata setelah seharian penuh be-rada di rumah.

Menetralisir AlamSuasana nyepi sebenarnya

sudah mulai terasa sehari sebel-umnya. Kantor-kantor, pertokoan, mall, rumah makan, warung tu-tup lebih awal. Pasalnya banyak diantara perantau memanfaatkan momen ini untuk pulang kampung. Sementara di Bali, umat Hindu menyelenggarakan kegiatan ritual Tawur Kesanga yang tahun 2009 ini jatuh pada bulan mati Rahine Tilem, Buda Pahing Kunigan, Sasih Kesanga Icaka 1930 atau hari Kamis, tanggal 25 Maret 2009.

Dalam perhitungan astronomi Hindu, matahari berada tepat berada di garis katulistiwa. Atau pada saat itu sumbu bumi mem-buat sudut 90 derajat terhadap poros bumi dengan matahari.

berjalan dan menggusung be-ratnya Ogoh-ogoh menggelilingi wilayah banjar. Mereka sangat se-mangat dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya seperti tak ada beban. Penonton yang memadati hampir sepanjang jalan raya juga memberikan dukungan kepada pe-serta Pawai Ogoh-ogoh.

Sesekali penonton tertawa terpingkal-pingkal ketika peserta pawai menampilkan adegan-ad-egan lucu dan Ogoh-ogoh lucu. Ada beberapa jenis Ogoh-ogoh yang ditampilkan. Masing-masing diberikan nama Buta Ijo Bergolo, Kala Turangga dan lainnya. Setelah seelesai pawai, Ogoh-ogoh di-pre-line (dibakar) yang memiliki makna agar Ogoh-ogoh yang berwujud seram dan menakutkan tidak dapat menggangu keseimbangan alam.

Lama pembuatan satu Ogoh-ogoh mencapai seminggu sampai dua minggu dengan biaya berkisar Rp 2-3 juta tergantung jenis besar-kecilnya Ogoh-ogoh dibiayai dari masing- masing banjar melalui kas banjar atau donatur.

Bhisama Bali, Insipirasi World Silent Day

Bersamaan dengan pembu-kaan KTT Perubahan Iklim dan Pe-manasan Global di Bali dua tahun lalu, lahirlah Bhisama Bali. Sebuah seruan agar sehari dalam setahun dilaksanakan Nyepi sipeng di se-luruh dunia sebagai bagian upaya meminimalkan polusi udara.

Bhisama Bali atau Deklarasi Nyepi untuk Bumi dihasilkan da-lam pertemuan paralel yang diikuti beberapa LSM dari dalam maupun luar negeri. Inti deklarasi ini men-gajak seluruh umat manusia untuk belajar dari Bali, dengan men-etapkan tanggal 21 Maret sebagai Nyepi Day (Hari Hening atau The Silent Day).

"Bali dengan sehari melakukan Nyepi dalam setahun saja, mampu mengurangi pencemaran emisi

karbondioksida sedikitnya 20.000 ton, karena semua aktivitas manu-asia hari itu berhenti total. Bayang-kan, jika (Nyepi) dilakukan seluruh umat di dunia, walau baranmg se-hari saja," jelas Dharma Adyansa (Ketua Umum) Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Aribawa.

Menurut Ida Pedanda, konsep Nyepi yang diusulkan Bali ini tidak terkait dengan agama Hindu. Tapi, lebih luas lagi yakni konsep penye-lamatan lingkungan hidup. Jadi, tujuannya adalah untuk mengu-rangi perusakan lingkungan dunia. "Kami mengajukan fi losofi dan sebuah kearifan lokal untuk men-gajak dunia peduli dengan alam, di mana kita berkorban satu hari untuk memulihkan alam."

WSD yang dikampanyekan para aktivis lingkungan menganjurkan masyarakat untuk menghentikan aktivitas yang menggunakan en-ergi. Masyarakat diimbau untuk tidak menggunakan kendaraan mobil, sepeda motor, handphone, televisi, mematikan lampu, radio dan komputer. Di waktu berhenti beraktivitas yang mengkonsumsi energi, masyarakat diajak men-gurangi penggunaan air, banyak berdiskusi tentang global warming dengan keluarga atau komunitas, menanam pohon, membaca buku serta menggunakan sepeda.

Ya dengan World Silent Day manusia bisa memberikan kesem-patan kepada alam agar bisa istira-hat barang sesaat pada tanggal 28 Maret 2009 lalu. Satu lagi tradisi Bali yang telah mendunia.

Komang Pasek AntaraPegawai Dinas Komunikasi dan Infor-matika Kabupaten Karangasem, Bali

Seluruh pelosok Bali ba-gaikan tanpa penghuni. Pada-

hal hari belum lagi beranjak malam. Ketika senja men-jelang dan mentari pulang

ke peraduan, keadaan tetap sunyi dan gelap gulita tanpa ada penerangan jalan yang

berarti.

Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyiaan yang nyaris menjadi-kan Pulau Seribu Pura itu bagai-kan "pulau mati tanpa penghuni". Tidak seorang pun keluar dari rumah, terkecuali Pecalang, polisi adat yang bertanggung jawab un-tuk memelihara ketertiban.

Wisatawan mancanegara mau-pun nusantara yang sedang me-nikmati liburan pada hari yang diistimewakan umat Hindu itu juga harus ikut membatasi gerak, yakni hanya boleh melakukan akti-fi tas dalam lingkungan hotel tem-patnya menginap. Acara makan malam bagi tamu yang menginap di hotel dimajukan jadwalnya, se-hingga tidak mengalami kesulitan di tengah kegelapan. Wisman um-umnya selama ini tidak ada yang mengeluh, akibat tidak diizinkan menyalakan lampu, karena jauh sebelumnya sudah diinformasikan oleh pihak hotel.

Mereka umumnya justru mera-sa senang karena dapat menikmati keunikan yang tidak dapat mereka peroleh di tempat lain. Pihak hotel sama sekali tidak memperoleh dis-pensasi untuk menyalakan lampu penerangan, maupun mengguna-kan kendaraan bermotor saat Hari Raya Nyepi.

Momentum BercerminBagi umat Hindu, Nyepi mer-

upakan pergantian Tahun Caka sesuai dengan kalender Hindu. Kamis, 26 Maret 2009, tepat me-masuki tahun baru Icaka 1931. Setiap pergantian tahun biasa diisi dengan kegiatan Tapa Brata Pe-nyepian, yakni proses pengekan-gan diri dari segala yang bersifat keduniawian.

Pada hari Tilem (bulan mati) terse-but menurut Hindu menjadikannya sebagai hari terbaik untuk melaku-kan Upacara Bhuta Yadnya yaitu persembahan kehadapan isi alam semesta.

Upacara Tawur Kesanga bagi umat Hindu berarti memohon ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa, red) agar alam raya beserta isinya somia (netral, red) terhindar dari hal-hal yang mengakibatkan keburukan. Setelah masing-masing rumah tangga menghaturkan upacara tawur (mecaru), kemudian dilaku-kan acara pengerupukan (men-gelilingi halaman rumah tangga masing-masing dengan menyebar-kan nasi tawur, tirta caru diiringi api obor dari daun kelapa kering dan bunyi kentongan bambu seba-gai simbol penolak roh jahat.

Pelaksanaan pengrupukan juga diekspresikan dengan pawai ogoh-ogoh waktu petang hari mengelil-ingi wilayah desa. Sebagian desa tidak menggelar ogoh-ogoh ta-hun ini karena bertepatan dengan kampanye Pemilu Legislatif. Na-mun ada juga yang tetap mengge-lar yakni di Desa Kuta, Badung dan beberapa desa lain.

Ogoh-ogoh, Simbol BudayaOgoh-ogoh merupakan wu-

jud kreatifi tas seni budaya Bali dari anak-anak muda umat Hindu yang tergabung dalam organisasi Teruna-teruni di masing-masing banjar (desa). Ogoh-ogoh adalah ekspresi simbol mahluk jahat dan binatang berwujud seram dan me-nakutkan yang dapat menggangu isi alam.

Anak-anak kecil laki-perem-puan sampai orangtua mengusung dan menarikan Ogoh-ogoh sem-bari bersorak-sorai diringi api obor dan berbagai gamelan tradisional diantaranya baleganjur bertalu-ta-lu. Suasana malam turut memberi-kan nuansa religius dan seram dari jenis Ogoh-ogoh yang diusung.

Tak ada siratan wajah lesu dari para penggusung dan pengikut pawai meski cukup berat beban

….Ketika hati telah heneng, hening, halus dan cemerlangKemudian menyusup ke alam sunya, alam yang sempurna

Pikiran lalu bagaikan telah meliputi seluruh alam namun tidak diketahui dari mana datangnya…

Kekawin Nirattha Prakerta

foto:

bf -ko

mang