Seri Fiqh Kumpulan Artikel ABU HAFSHOH PUSTAKA ASY-SYAUKANI KALIJATI ADAKAH SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT?
Seri Fiqh Kumpulan Artikel
ABU HAFSHOH
PUSTAKA ASY-SYAUKANI KALIJATI
ADAKAH SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT?
Judul Makalah
Kumpulan Artikel
Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?
Disusun
Abdullah Abu Hafshoh
Penerbit
Dipublikasikan dalam bentuk ebook gratis oleh:
Pustaka Asy-Syaukani Kalijati Tahun 1434 H
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
1 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT ?
OlehSyaikh Masyhur Hasan Salman Sebagian orang beranggapan, bahwa shalat qabliyah (sebelum) Jum’at ada dan berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kebiasaan ini dilakukan setelah adzan pertama dikumandangkan, yaitu ketika khatib belum naik mimbar. Ironisnya, shalat ini dikomando oleh muadzin dengan menyerukan shalat sunnah Jum’at. Benarkah perbuatan ini berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Merupakan kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa pada hari Jum’at, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu keluar dari rumahnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan naik ke mimbar. Setelah muadzin mengumandangkan adzan lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah. Andaikan shalat sunnah sebelum Jum’at benar adanya, niscaya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang pertama yang melakukannya serta memerintahkan kepada para sahabat Radhiyallahu anhum setelah adzan dikumandangkan. Pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada adzan selain ketika khatib di atas mimbar. Imam Syafi’i rahimahullah berkata,”Dan aku menyukai satu adzan dari seorang muadzin ketika (khatib) di atas mimbar, bukan banyak muadzin,” kemudian beliau menyebutkan dari As Saib bin Yazid, bahwa pada mulanya adzan pada hari Jum’at dilaksanakan ketika seorang imam duduk di atas mimbar. (Ini terjadi) pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar. (Ketika masa) pemerintahan Utsman dan kaum muslimin menjadi banyak, Utsman memerintahkan adzan yang kedua, maka dikumandangkanlah adzan tersebut dan menjadi tetaplah perkara tersebut.” [Al Um 1/224] Memang benar, bahwa orang yang mengadakan dan memerintahkan adzan kedua adalah Ustman Radhiyallahu anhu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah, ”Adapun adzan pada hari Jum’at, maka aku tidak mengetahui adanya perbedaan, bahwa Utsmanlah orang pertama yang mengerjakan dan memerintahkannya". [Tamhid 10/247]. Akan tetapi perlu diingat, bahwa adzan yang diadakan oleh Utsman Radhiyallahu anhu tersebut dilakukan di Zaura, yaitu sebuah rumah di pasar. Dan inipun, beliau lakukan karena berbagai sebab. Diantaranya:
1. Pada saat pemerintahan Utsman Radhiyallahu anhu, keberadaan manusia sangat banyak dan letak rumah-rumah mereka berjauhan. [Umdatul Qari 3/233].
2. Adzan tersebut dilakukan untuk memberitahukan manusia, bahwa Jum’at telah
tiba.
3. Agar manusia bergegas untuk menghadiri khutbah. [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 18/100].
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
2 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
Inilah diantara penyebab yang mendorong Ustman Radhiyallahu anhu mengadakan adzan tersebut. Akan tetapi, sebab-sebab tersebut jarang kita temui pada masa sekarang ini. Terlebih, hampir setiap melangkah, kita temukan banyak sekali masjid yang mengumandangkan adzan Jum’at. Sedangkan pada zaman Ustman Radhiyallahu anhu, masjid hanya satu dan rumah-rumah berjauhan letaknya dari masjid tersebut karena banyaknya, sehingga suara muadzin yang menyerukan adzan dari pintu masjid tidak sampai ke pendengaran mereka. Lain halnya pada masa kita sekarang ini, banyak sekali masjid yang memasang pengeras suara di setiap menara, sehingga memungkinkan terdengarnya suara muadzin. Dengan begitu, tercapailah tujuan yang mendorong Utsman untuk mengadakan adzan tersebut, yaitu untuk memberitahukan manusia. Jika keadaannya demikian, maka mengambil adzan Utsman Radhiyallahu anhu untuk tujuan yang hampir tercapai, tidak boleh. Terlebih -seperti dalam kondisi sekarang ini- merupakan penambahan terhadap syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa sebab yang dapat dibenarkan. Seakan inilah yang menyebabkan Ali bin Thalib Radhiyallahu anhu ketika berada di Kufah, beliau mencukupkan diri dengan sunnah dan tidak menggunakan adzan yang diadakan oleh Utsman Radhiyallahu anhu, sebagimana hal ini dikatakan oleh Qurthubi di dalam tafsirnya. [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 18/100]. Dari penjelasan ini, kami dapat menarik kesimpulan, bahwa kami berpendapat, untuk mencukupkan diri dengan memakai adzan (yang berasal dari) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ini dikumandangkan ketika imam naik ke mimbar, karena hilangnya sebab yang dapat dibenarkan bagi penambahan Utsman dan untuk mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Al Ajwibah An Nafi’ah, hal 10-11] Jika telah jelas, bahwa adzan yang dilakukan Utsman Radhiyallahu anhu bukan di masjid, maka menjadi terang bagi kita, bahwa shalat sunat qabliyah Jum’at, tidak ada waktunya. Andaikata shalat tersebut disyari’atkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka para sahabat Radhiyallahu anhum akan mengerjakannya, dan tentu pula akan kita ketahui lewat riwayat-riwayat dari mereka. Apabila ada yang mengatakan sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang masuk ke masjid untuk melakukan shalat dua raka'at, (ketika) beliau sedang berkhutbah, tetapi (orang tersebut) belum mengerjakannya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya :
عتي ن فصل قم رك Berdirilah dan shalatlah dua raka’at. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah dan Jabir, keduanya mengatakan,
طب وسلم علي ه الل صلى الل ورسول ال غطفان ي سلي ك جاء ه الل صلى النب ي له فقال يخ علي
عتي ن أصلي ت وسلم يء أن قب ل رك عتي ن فصل قال ل قال تج ما وتجوز رك ف يه
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
3 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
Sulaik Al Ghathafani datang, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ”Apakah engkau telah shalat dua raka’at, sebelum datang (kesini)?” Sulaik menjawab, Belum. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, Shalatlah dua raka’at, dan ringankanlah pada keduanya. [Sunan Ibnu Majah, 1/353–354 no. 1114]. Abu Syamah berkata, "Sebagian pengarang (kitab) pada masa kami berkata, ‘Ucapan (Nabi) ‘Sebelum engkau datang (kesini)’ menunjukkan, bahwa dua raka’at tersebut adalah shalat sunnah qabliyah Jum’at, bukan (shalat) tahiyyat masjid. Sepertinya, perkataan ini disebabkan kerancuan memahami makna ucapan Rasulullah ‘Sebelum engkau datang (kesini)’ yaitu sebelum masuk ke masjid, dan (menunjukkan) bahwa orang tersebut telah shalat (qabliyah Jum’at) di rumah. Padahal bukan begitu! Sesungguhnya, hadits tersebut dikeluarkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
serta lainnya, dan tidak ada satupun yang menggunakan lafadz “ يء أن قب ل تج ” (sebelum engkau datang). Dalam Shahih Bukhari disebutkan, dari Jabir, ia berkata
ه الل صلى والنب ي رجل جاء طب وسلم علي م الناس يخ ل قال فلن يا لي تأص فقال ال جمعة يو
كع قم قال عتي ن فار رك
Seseorang datang dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah pada hari Jum’at, maka Nabi berkata kepada orang tersebut, ”Apakah engkau telah shalat?” Ia menjawab, ”Belum.” Nabi berkata, ”Bangun dan shalatlah!” [Shahih Bukhari, 2 / 407 no. 930 dan 2 / 412 no. 931].Di dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Jabir pula, ia berkata,
م ال غطفان ي سلي ك جاء د وسلم علي ه الل صلى الل ورسول ال جمعة يو ن بر على قاع فقعد ال م
ه الل صلى النب ي له فقال يصل ي أن قب ل سلي ك عتي ن أركع ت وسلم علي قم قال ل قال رك
كع هما فار
Sulaik Al Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar dan duduklah Sulaik sebelum ia melakukan shalat. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Sudahkan engkau shalat dua raka’at?” Dia menjawab, “Belum” Beliau bersabda, “Wahai, Sulaik! Bangun dan ruku’lah (shalatlah) dua raka’at. Dan Sulaik pun mengerjakannya. [Shahih Muslim, 2 /597 no. 59, hadits dari Jabir]
Ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “ menunjukkan, bahwa (!bangunlah) ”قم
Sulaik tidak merasa (untuk shalat), kecuali ia siap-siap duduk, dan ia pun duduk sebelum mengerjakan shalat, sehingga Rasulpun berbicara kepadanya dengan memerintahkan untuk bangun. Dan boleh jadi Sulaik shalat dua raka’at dekat dengan pintu, tatkala ia masuk pertama kali ke masjid. Kemudian ia mendekat kepada
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
4 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar khutbah, maka Rasul bertanya kepadanya “Sudahkah engkau shalat?” Ia menjawab,”Belum.”
Dan perkataan Rasulullah “ يء أن قب ل تج ” (sebelum engkau datang), sebagaimana yang dikeluarkan Ibnu Majah, boleh jadi maknanya adalah sebelum engkau mendekat kepadaku untuk mendengar khutbah, dan bukan “sebelum engkau masuk masjid”. Maka sesungguhnya, shalatnya sebelum masuk masjid tidak disyari’atkan, bagaimana (mungkin) ia ditanya tentang hal itu?! Dan yang diperintahkan setelah masuknya waktu Jum’at adalah bergegas menuju tempat shalat dan tidak disibukkan dengan hal lain. Sebelum masuk waktu, tidak benar mengerjakan sunat, dengan persangkaan bahwa hal tersebut disyari’atkan. [Al Baits ‘Ala Inkar Al Bida’ Wal Hawadits, hlm. 95] Kebenaran ucapan tersebut didukung dengan berbagi hal. Pertama : Al Hafizh Al Muzi berkata tentang lafazh Ibnu Majah ( يء أن قب ل تج ). Ini merupakan kekeliruan perawi (periwayat). Sebenarnya, ucapan tersebut adalah “ أن قب لل س maka orang yang ,(?sudahlah engkau mengerjakan shalat sebelum duduk) ”تج mengganti (lafazh-lafazh tersebut) salah. Al Muzi berkomentar pula,”Dan kitab Ibnu Majah, sering dipergunakan oleh para Masyaikh yang kurang memperhatikannya. Berbeda dengan Shahih Bukhari dan Muslim. Para penghapal hadits sering menggunakan dan sangat memperhatikan keorisinilan dan pergantiannya. Oleh karenanya, di dalam (kitab Ibnu Majah) terjadi kesalahan dan penggantian. Kedua : Sesungguhnya, orang-orang yang mencurahkan perhatian terhadap keotentikan kitab-kitab sunan sebelum dan sesudahnya, serta mengarang dalam masalah ini dari kalangan pakar hukum dan sunnah serta lainnya, tidak satupun dari mereka menyebutkan hadits ini dalam sunnah qabliyah Jum’at. Akan tetapi, mereka menyebutkannya dalam sunnahnya mengerjakan tahiyat masjid ketika imam di atas mimbar. Dan dengan hadits tersebut, mereka membantah orang yang melarang mengerjakan sunnah tahiyat masjid dalam keadaan ini. Seandainya yang dimaksudkan adalah qabliyah Jum’at, maka akan disebutkan di sana, serta keterangan tentang qabliyah Jum’at, keterjagaan dan kepopulerannya lebih utama dibanding tahiyat masjid. [Zaadul Ma’ad 1/435]. Ketiga : Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan melakukan shalat dua raka’at, kecuali kepada orang yang masuk masjid, karena hal ini merupakan shalat tahiyat masjid. Andaikan merupakan sunnah Jum’at, niscaya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pula kepada orang-orang yang duduk dan tidak mengkhususkan perintah tersebut kepada orang yang masuk saja. [Zaadul Ma’ad 1/435 dan Al Baits ‘Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits, hlm. 95] Kemudian, apabila ada yang mengatakan “Kemungkinan kuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat qabliyah di rumahnya setelah zawalnya (tergelincirnya) matahari, kemudian keluar. Syaikh Masyhur Hasan Salman berkata, ”Seandainya itu terjadi, niscaya para istri beliau akan menceritakannya, sebagaimana mereka menceritakan semua shalat beliau di
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
5 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
rumahnya. Baik shalat siang maupun malam, bagaimana shalat tahajudnya dan bangun pada malam hari. Tentang hal itu (qabliyah Jum’at, red.) tidak benar sedikitpun. Dan pada asalnya adalah ketidakadaanya. (Ini) menunjukkan, bahwa hal tersebut tidak terjadi dan tidak disyari’atkan. Adapun sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Al Hasan Abdurrahman bin Muhammad bin Yasir dalam (hadits Abu Qasim Ali bin Ya’kub, 108) dari Ishaq bin Idris, telah menceritakan kepada kami Aban, telah bercerita kepada kami, Ashim Al Ahwal dari Nafi’ dari ‘Aisyah secara marfu’ dengan lafazh,
عة قب ل يصل ي كان عتي ن ال جم ه ف ي رك ل أه Rasulullah biasa shalat dua raka’at sebelum Jum’at di rumahnya. Maka hadits ini batil lagi palsu. Ishaq telah merusaknya. Dia adalah al aswari al bashari. Ibnu Mu’ayyan berkata tentang Ishaq,” Dia seorang pendusta, pemalsu hadits.” (Lihat Al Ajwibah An Nafi’ah, hlm. 28). Pendusta ini, hanya seorang diri dalam meriwayatkan hadits ini. Kemudian apabila ada yang berkata “Sesungguhnya, Jum’at merupakan shalat dzuhur yang diringkas. Maka seperti Dzuhur, Jum’at pun memiliki sunnah qabliyah.” Menanggapi pendapat seperti ini, Syaikh Masyur Hasan Salman berkata: Perkataan ini keluar dari kebenaran dari berbagai sisi. 1. Tidak boleh menggunakan qiyas dalam pensyari’atan shalat. [Lihat Bidayah
Mujtahid 1/172) dan Al Baits ’Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits, hlm. 92]. 2. Sesungguhnya, sunnah adalah apa yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, berupa ucapan ataupun perbuatan, atau sunnah khalifah beliau yang mendapat petunjuk. Dan dalam permasalahan kita ini, tidak termasuk hal tersebut. Tidak boleh menetapkan sunnah-sunnah seperti dalam hal ini dengan qias. Karena penetapan qias adalah termasuk hal-hal yang sebab perbuatannya diakui pada zaman Nabi, sehingga bila Rasulullah tidak melakukan dan tidak mensyari’atkannya, maka meninggalkan perbuatan tersebut merupakan sunnah.
3. Jum’at merupakan shalat yang berdiri sendiri yang berbeda dengan shalat Dzuhur dalam hal jahr (mengeraskan bacaan), bilangan raka’at, khutbah dan syarat-syaratnya namun waktu pelaksanaannya sama dengan zhuhur. Dan bukanlah menyamakan sesuatu karena ada unsur kesamaan lebih baik dari pada membedakan, bahkan dalam hal ini membedakan antara zhuhur dan jum’at lebih baik karena segi perbedaannya lebih banyak. [Zaadul Ma’ad 1/432].
4. Dalam Shahih-nya, Bukhari mengeluarkan riwayat dari Ibnu Umar. Ibnu Umar berkata,
ه الل صلى النب ي مع صلي ت دتي ن وسلم علي ر قب ل سج دتي ن الظ ه ر بع د وسج دتي ن الظ ه وسج ب بع د دتي ن ال مغ ر شاء بع د وسج دتي ن ال ع ال جمعة دبع وسج
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
6 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
Aku shalat bersama Nabi dua raka’at sebelum Dzuhur, dua raka’at setelah Dzuhur, dua raka’at sesudah Maghrib dan dua raka’at setelah Isya’ serta dua raka’at setelah Jum’at.
Riwayat tersebut menunjukkan, bahwa Jum’at -menurut mereka- bukanlah Dzuhur. Seandainya Jum’at masuk dalam nama Dzuhur, niscaya jum’at tidak perlu disebut. Kemudian dalam riwayat tersebut tidak disebutkan adanya sunnah sebelum Jum’at, melainkan sesudahnya saja. Ini menunjukkan bahwa tidak ada sholat sunnat sebelum Jum’at. [Al Baits ‘Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits, 94].
5. Anggaplah bahwa Jum’at merupakan Dzuhur yang qashar (diringkas). Akan tetapi
Nabi shalallahu’alaihi wasallam tidak pernah melakukan shalat sunnah Dzuhur yang diringkas dalam safarnya, baik sebelum maupun setelahnya. Beliau hanya mengerjakan sunnat-sunnat Dzuhur ketika mengerjakan dhuhur secara sempurna. Maka, jika keberadaan sunnah dalam Dzuhur yang diringkas berbeda dengan Dzuhur yang genap, maka apa yang disebutkan oleh mereka menjadi bantahan bagi mereka, bukan membela mereka.
Oleh sebab itulah, mayoritas (jumhur) imam sepakat, bahwa tidak ada sunnah qabliyah Jum’at yang ditentukan dengan waktu dan bilangan tertentu. Karena sunnah itu hanya boleh ditetapkan dengan ucapan ataupun perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan shalat tersebut, baik dengan perkataan maupun perbuatannya. Demikian ini merupakan madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i serta kebanyakan pengikutnya. Ini pula yang populer di kalangan madzhab Imam Ahmad. [Fatawa Ibnu Taimiyyah, 1/136 dan Majmunah Ar Rasail Al Kubra, 2/167-168] Al ‘Iraqi berkata, ”Dan aku tidak mengetahui ketiga imam (tersebut) menganjurkan (shalat) sunnah qabliyah Jum’at.” Muhadits Nashiruddin Al Albani memberi keterangan dengan ucapannya: Oleh karena itu, perbuatan yang disangka sunnah ini (sebelum Jum’at) tidak disebutkan dalam kitab Al Um milik Imam As syafi’i, tidak pula di dalam kitab Al Masail oleh Imam Ahmad. Serta tidak pula di kitab-kitab milik selain mereka dari para imam terdahulu, sepanjang pengetahuanku.” Oleh karena itu, aku (syaikh Al Albani) katakan, “Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah (qabliyah, red.) ini, tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak pula mengikuti para imam. Akan tetapi, mereka taqlid kepada orang-orang belakangan, yang keberadaan mereka sama seperti orang-orang yang mengikuti mereka yaitu sama-sama mengekor (bertaqlid), bukan seorang mujtahid. Maka (sungguh) mengherankan orang yang mengekor (bertaqlid) kepada pengerkor. [Al Ajwiba An Nafi’ah, 32]. KESIMPULAN Dari penjelasan di muka, menjadi jelaslah bagi kita, kesalahan orang-orang yang mengerjakan shalat diantara dua adzan pada hari Jumat, baik dua raka’at maupun empat raka’at dan semisalnya; dengan keyakinan, bahwa hal itu merupakan sunnah sebelum Jum’at, sebagaimana mereka shalat sunnah sebelum Dzuhur dan mengeraskan niat mereka.
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
7 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(1)
Karena nash-nashnya jelas, bahwa yang benar ialah tidak ada shalat sunnah sebelum Jum’at. Dan tidak ada sesudah kebenaran, melainkan kesesatan. Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar ditunjuki pengetahuan agama, dan diselaraskan untuk mengamalkannya dalam keadaan ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amin. (Diolah dan diringkas oleh Abu Azzam Bin Hady dari kitab Al Qaulul Mubin Fi Akhthail Mushalin, karya Syaikh Masyhur Hasan Salman, hlm. 351-361) [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
8 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(2)
ADAKAH SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT?
Apakah terdapat shalat sunnah rawatib qobliyah (sebelum) Jum’at ataukah tidak, hal ini
diperselisihkan oleh para ulama? Kali ini kita akan mengulas sedikit akan masalah tersebut.
Jika kita melihat hadits, begitu pula atsar sahabat, telah disebutkan mengenai adanya empat
raka’at shalat sunnah sebelum shalat jum’at atau selain itu. Namun hal ini bukan
menunjukkan bahwa raka’at-raka’at tadi termasuk shalat sunnah rawatib sebelum
Jum’at sebagaimana halnya dalam shalat Zhuhur. Dalil-dalil tadi hanya menunjukkan adanya
shalat sunnah sebelum Jum’at, namun bukan shalat sunnah rawatib, tetapi shalat sunnah
mutlak. Artinya, kita melakukan shalat sunnah dengan dua raka’at salam tanpa dibatasi, boleh
dilakukan berulang kali hingga imam naik mimbar.
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah shalat sunnah mutlak,
ل : قال النبي صلى هللا عليه وسلم : ) ال يغتسل رجل يوم الجمعة ، عن سلمان الفارسي رضي هللا عنه قا
بين اثنين ،ويتطهر ما استطاع من طهر ، ويدهن من دهنه ، أو يمس من طيب بيته ثم يخرج ، فل يفر
بخاري رواه ال ما كتب له ، ثم ينصت إذا تكلم اإلمام ، إال غفر له ما بينه وبين الجمعة األخرى ( ثم يصل ى
(888. )
Dari Salmaan Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu ia memakai minyak atau
ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia keluar, lantas ia tidak memisahkan di antara dua
jama’ah (di masjid), kemudian ia melaksanakan shalat yang ditetapkan untuknya, lalu ia diam
ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang
satu dan Jum’at yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)
وعن ثعلبة بن أبي مالك أنهم كانوا في زمان عمر بن الخطاب يصلون يوم الجمعة حتى يخرج عمر .
(.4/550( وصححه النووي في "المجموع" )1/108)أخرجه مالك في "الموطأ"
Dari Tsa’labah bin Abi Malik, mereka di zaman ‘Umar bin Al Khottob melakukan shalat (sunnah)
pada hari Jum’at hingga keluar ‘Umar (yang bertindak selaku imam). (Disebutkan dalam Al
Muwatho’, 1: 103. Dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu’, 4: 550).
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
9 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(2)
وعن نافع قال : كان ابن عمر يصلي قبل الجمعة اثنتي عشرة ركعة . عزاه ابن رجب في "فتح الباري"
( لمصنف عبد الرزا .8/823)
Dari Naafi’, ia berkata, “Dahulu Ibnu ‘Umar shalat sebelem Jum’at 12 raka’at.” (Dikeluarkan
oleh ‘Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya 8: 329, dikuatkan oleh Ibnu Rajab dalam Fathul Bari).
Tidak benar jika dalil-dalil di atas dimaksudkan untuk shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at.
Karena seandainya yang dimaksud adalah shalat rawatib tersebut, maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah punya kesempatan melakukannya. Ketika shalat Jum’at,
kebiasaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau keluar dari rumah, lalu langsung
naik mimbar (tanpa ada shalat tahiyyatul masjid bagi beliau), lalu beliau berkhutbah di
mimbar, lantas turun dari mimbar dan melaksanakan shalat Jum’at.
Jika ada yang menyatakan adanya shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at, maka kami katakan,
“Kapan waktu melakukan shalat tersebut di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Jika dijawab, setelah adzan. Maka tidaklah benar karena tidak ada dalil yang mendukungnya.
Yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adzan Jum’at hanya sekali.
Jika dijawab, sebelum adzan. Maka seperti itu bukanlah shalat sunnah rawatib. Itu disebut
shalat sunnah mutlak.
Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,
ثبت فيها شيءوأما سنة الجمعة التي قبلها فلم ي
“Adapun shalat sunnah rawatib sebelumm Jum’at, maka tidak ada hadits shahih yang
mendukungnya.” (Fathul Bari, 2: 426)
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad menyebutkan,
ين حد يركع ركعت" وكان إذا فرغ بلل من األذان أخذ النبي صلى هللا عليه وسلم في الخطبة ، ولم يقم أ
البتة ، ولم يكن األذان إال واحدا ، وهذا يدل على أن الجمعة كالعيد ال سنة لها قبلها ، وهذا أصح قولي
العلماء ، وعليه تدل السنة ، فإن النبي صلى هللا عليه وسلم كان يخرج من بيته ، فإذا رقي المنبر أخذ بلل
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
10 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(2)
هللا عليه وسلم في الخطبة من غير فصل ، وهذا كان رأي في أذان الجمعة ، فإذا أكمله أخذ النبي صلى
عين ، فمتى كانوا يصلون السنة ؟
“Jika bilal telah mengumandangkan adzan Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung
berkhutbah dan tidak ada seorang pun berdiri melaksanakan shalat dua raka’at kala itu. (Di
masa beliau), adzan Jum’at hanya dikumandangkan sekali. Ini menunjukkan bahwa shalat
Jum’at itu seperti shalat ‘ied yaitu sama-sama tidak ada shalat sunnah qobliyah sebelumnya.
Inilah di antara pendapat ulama yang lebih tepat dan inilah yang didukung hadits.
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah keluar dari rumah beliau, lalu beliau langsung
naik mimbar dan Bilal pun mengumandangkan adzan. Jika adzan telah selesai berkumandang,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkhutbah dan tidak ada selang waktu (untuk shalat
sunnah kala itu). Inilah yang disaksikan di masa beliau. Lantas kapan waktu melaksanakan
shalat sunnah (qobliyah Jum’at tersebut)?”
Jadi ketika kita masuk masjid, jika kita bukan imam, maka lakukanlah shalat tahiyatul masjid
dan boleh menambah shalat sunnah dua raka’at tanpa dibatasi. Shalat sunnah tersebut boleh
dilakukan sampai imam naik mimbar. Dan shalat sunnah yang dimaksud bukanlah shalat
sunnah qobliyah Jum’at, namun shalat sunnah mutlak.
Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi taufik. Sumber bahasan: http://islamqa.info/ar/ref/117689
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
11 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)
Adakah Shalat Sunnah Khusus Sebelum Shalat Jumat?
Sebelumnya, perlu dibedakan antara shalat sunnah khusus dengan shalat sunnah mutlak.
Shalat sunnah khusus adalah shalat sunnah yang dibatasi oleh jumlah rakaat, waktu, atau
sebab tertentu. Misalnya, shalat sunnah rawatib sebelum Zhuhur, dan lain-lain. Sedangkan
shalat sunnah mutlak adalah sebaliknya, tidak terikat dengan jumlah rakaat, waktu, atau
sebab tertentu.
Pada penjelasan di atas telah ditegaskan bahwasanya shalat sunnah sebelum shalat Jumat
sifatnya mutlak. Tidak terikat dengan jumlah rakaat dan waktu tertentu. Ini adalah
pendapat Syafi’iyah dan bahkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana yang disampaikan
oleh an-Nawawi. Di samping itu, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat.
Terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat empat rakaat tanpa
dipisah salam sebelum shalat Jumat. Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Majah, namun
sanadnya sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Untuk melengkapi pembahasan, di bawah ini kami sebutkan beberapa alasan orang yang
berpendapat adanya shalat sunnah qabliyah (sebelum -ed.) Jumat dan berikut bantahannya,
A. Riwayat bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat dua rakaat
sebelum shalat Jumat dan sesudahnya.
Bantahan:
Riwayat di atas dan beberapa riwayat lainnya yang semakna, adalah riwayat yang lemah
sekali. Sehingga, tidak bisa dijadikan dalil. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Abdul Quddus
Muhammad Nadzir dalam Ahaditsu al-Jum’ah, hal. 315 – 316.
B. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiasakan shalat empat rakaat tanpa dipisah
salam sebelum Zhuhur. Shalat ini dikenal dengan shalat zawal.
Bantahan:
Hadis ini khusus untuk shalat Zhuhur, dan tidak bisa disamakan dengan shalat Jumat.
Karena, dalam hadits secara tegas disebutkan, “Setelah matahari tergelincir sebelum
shalat Zhuhur“. Padahal, shalat sunnah sebelum shalat Jumat boleh dilakukan sebelum
matahari tergelincir. Karena shalat ini dikerjakan sebelum khutbah, sementara khutbah
Jumat boleh dimulai sebelum tergelincirnya matahari.
Disamping itu, menyamakan shalat Jumat dengan shalat Zhuhur adalah analogi yang
salah. Karena, shalat Jumat itu berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan shalat
Zhuhur. (Zadul Ma’ad, 1/411).
C. Hadis Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma di mana beliau melakukan shalat sunnah sebelum
shalat Jumat dan dua rakaat sesudahnya. Kemudian Ibnu Umar menegaskan, bahwa
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dulu juga melakukan hal demikian. Penegasan Ibnu
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
12 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)
Umar ini menunjukkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat
sunnah sebelum shalat Jumat.
[MAKSUDNYA HADITS BERIKUT:
Bantahan:
Dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar (Fathul Bari, 3/351):
Ucapan Ibnu Umar, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hal demikian.”
maksudnya adalah menceritakan tentang shalat dua rakaat sesudah shalat Jumat, bukan
shalat sunnah sebelum shalat Jumat. Berikut alasannya:
Jika yang dimaksud “memperlama shalat sunnah sebelum shalat Jumat” itu dilakukan
setelah masuknya waktu Jumatan, maka ini tidak mungkin dilakukan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena setelah masuk waktunya Jumatan, beliau
langsung masuk masjid dan langsung berkhutbah. Sehingga, tidak mungkin melakukan
shalat sunnah apalagi memperlama bacaannya.
Terdapat riwayat lain yang semakna dengan riwayat Ibnu Umar di atas. Yaitu,
bahwasanya beliau shalat Jumat, kemudian langsung pulang dan shalat dua rakaat di
rumahnya. Kemudian Ibnu Umar mengatakan, “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan hal ini.”
D. Keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di antara dua adzan ada shalat
sunnah.”
Bantahan:
Alasan ini telah dijawab Ibnul Qayyim sebagai berikut,
“…Setelah Bilal selesai adzan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah,
dan tidak ada satupun sahabat yang melakukan shalat dua rakaat, dan adzan hanya
sekali. Maka ini menunjukkan, bahwasanya shalat Jumat itu sebagaimana shalat ‘Id.
Tidak ada shalat sunnah sebelumnya. Dan ini adalah pendapat yang paling kuat di antara
dua pendapat ulama (dalam masalah ini), dan demikianlah yang ditunjukkan oleh
sunnah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah keluar rumah, beliau naik
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
13 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)
mimbar dan Bilal langsung adzan shalat Jumat. Setelah selesai adzan, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah, tanpa ada jeda waktu. Dan ini diketahui oleh
semua orang. Kapankah sahabat bisa shalat sunnah (sebelum shalat Jumat)?!! Oleh
karena itu, siapa yang meyangka bahwa setelah Bilal adzan para sahabat melakukan
shalat sunnah, maka dia adalah orang yang paling bodoh terhadap ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang telah kami sebutkan di atas, bahwasanya tidak ada
shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat adalah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad,
dan pendapat paling di antara ulama Syafi’iyah.” (Zadul Ma’ad, 1/411).
Ibnu al-Hajj mengatakan dalam al-Madkhal, 2/239, “Sesungguhnya, para sahabat
adalah orang yang paling tahu dengan keadaan dan paling paham dengan hadis ini (yaitu
antara dua adzan ada shalat sunnah). Maka, tidak ada yang bisa menenangkan diri kita
selain dengan mengikuti apa yang mereka lakukan.” (Ahadist al-Jumu’ah, 317).
E. Mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah tersebut di
rumahnya, setelah matahari tergelincir, baru kemudian keluar rumah dan berkhutbah.
Bantahan:
Dijawab oleh Abu Syamah dalam al-Ba’its,
“Andaikan itu terjadi, tentu akan disampaikan oleh para istri beliau, sebagaimana
mereka menceritakan tentang shalat sunnahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik
siang maupun malam, dan tata caranya… Dengan demikian, jika tidak ada nukilan
riwayat dari mereka, maka pada asalnya shalat tersebut tidak ada dan menunjukkan
bahwa hal itu tidak pernah terjadi, dan shalat tersebut tidak disyariatkan.” (Al-Ba’its
‘Ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, 97).
Kesimpulan, tidak ada shalat sunnah qobliyah Jumat. Apalagi, jika shalat ini dilaksanakan
setelah adzan. Sedangkan shalat sunnah yang dikerjakan ketika makmum masuk masjid di
hari Jumat sambil menunggu imam adalah shalat sunnah mutlak. Sehingga, shalat ini bisa
dikerjakan tanpa batasan jumlah rakaat. Allahu A’lam.
Shalat Sunnah Mutlak Sebelum Khutbah Jumat
Di antara tuntunan para sahabat radhiallahu ‘anhum bagi orang hendak shalat Jumat adalah
melaksanakan shalat sunnah sebelum khatib naik mimbar. Dimulai sejak dia masuk masjid
sampai khatib naik mimbar. Pembahasan ini dimasukkan dalam kajian tentang shalat Dhuha,
karena shalat sunnah sebelum Jumat dilaksanakan di waktu dhuha.
Berikut adalah beberapa dalil disyariatkannya shalat (sunnah mutlak –ed.) sebelum Jumat:
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
14 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)
a. Dari Nafi –mantan budak Ibnu Umar– mengatakan, “Dulu, Ibnu Umar memperlama
shalat sunnah sebelum Jumatan. Kemudian, beliau shalat dua rakaat setelah shalat
Jumat. Dan beliau menyampaikan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu
melakukan hal itu.” (HR. Abu Daud – Shahih Sunan Abi Daud, 998).
b. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
b. ر له، ثم أنصت حتى يفرغ اإلمام من خطبته من اغتسل يوم الجمعة ثم أتى المسجد فص لى ما قد
كتب له ما بينه وبين الجمعة األخرى وفضل ثالثة أيام
“Barangsiapa yang mandi, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat Jumat,
kemudian shalat sunnah sesuai dengan yang dia kehendaki, kemudian diam
(mendengarkan khutbah) sampai khutbah selesai, kemudian shalat bersama imam,
maka dia diampuni antara hari Jumat tersebut sampai Jumat depan ditambah tiga
hari.” (HR. Muslim, 857).
An-Nawawi mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat pelajaran, bahwa shalat sunnah
sebelum datangnya imam di hari Jumat adalah dianjurkan. Ini adalah (pendapat)
madzhab kami (Syafi’iyah) dan madzhab mayoritas ulama. Dan bahwasanya shalat
sunnah tersebut sifatnya mutlak, tidak ada batasan (jumlah rakaatnya), sebagaimana
teks sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kemudian shalat sunnah sesuai dengan
yang dia kehendaki.” (Syarh Shahih Muslim, 3/228).
c. Dari Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ل : قال النبي صلى هللا عليه وسلم : ) ال يغتسل رجل يوم عن سلمان الفارسي رضي هللا عنه قا
، ا الجمعة ، ويتطهر ما استطاع من طهر ، ويدهن من دهنه ، أو يمس من طيب بيته ثم ي خر
ق بين اثنين ، ثم يصلى ما كتب له ، ثم ينصت إذا تكلم اإلمام ، إال غفر له ما بينه وبين الجمعة يفر
األخرى ( رواه البخاري
“Tidaklah seorang itu mandi di hari Jumat, dan dia membersihkan kotoran badannya
sesuai dengan kemampuannya, memakai wewangian, kemudian berangkat ke masjid,
dan tidak melangkahi pundak dua orang (yang duduk berdampingan), kemudian shalat
sesuai kehendaknya, kemudian diam ketika imam berkhutbah, kecuali dia diampuni
antara Jumat tersebut sampai Jumat lainnya.” (HR. al-Bukhari, 843).
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
15 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(3)
Berdasarkan hadits di atas dan keterangan ulama, dapat disimpulkan bahwa sifat shalat
sunnah sebelum shalat Jumat adalah sebagai berikut:
1. Bersifat mutlak. Artinya tidak memiliki batasan jumlah rakaat.
2. Dilakukan di masjid yang digunakan untuk shalat Jumat.
3. Waktunya dimulai sejak makmum datang di masjid sampai khatib naik mimbar.
4. Dianjurkan untuk diperlama (panjang-panjang bacaannya), meskipun jumlah
rakaatnya lebih sedikit. Sebagaimana yang dilakukan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma.
5. Dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Sebagaimana keumuman hadits, “Shalat sunnah
siang-malam itu dua-dua.” (HR. Abu Daud, 1295; Ibnu Majah, 1322; dan Ahmad, 4791).
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits, S.T
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
16 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)
ADAKAH SHALAT QABLIYAH JUM’AT?
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari:
Dari Sa’ib bin Yazid , dia berkata Adzan pada hari jum’at, dimulai tatkala Imam telah
duduk di atas mimbar pada masa Nabi Shalallahu’alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar
radhiallahu’anhuma. Maka ketika pada masa Utsman radhiallahu’anhu dan jumlah
manusia semakin banyak , maka ditambahkan adzan ketiga di tempat-tempat berkumpul.
Abu Abdullah (Imam Bukhari) berkata : zaura’ adalah nama tempat di pasar Madinah.
[Lihat al-Fath; II/426]
Berkata Syaikh Abu Yusuf Abdurrahman: Hadits yang diriwayatkan al-Bukhari diatas
menjadi dalil qath’i atas tidak adanya syari’at shalat qabliyah jum’at antara adzan dan
iqamah kerana dimasa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar adzan jum’at hanya dilakukan
satu kali saja, yaitu tatkala Imam naik dan duduk di atas mimbar.
Syarh Imam Ibnu Hajar Atas Hadits Ibnu Umar-yang dijadikan dalil oleh Imam An-
Nawawi Rahimahullah-untuk disyari’atkannya Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at.
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
17 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)
Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani rahimahullah berkata setelah membawakan hadits di atas:
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
18 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
19 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(4)
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
20 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(5)
[PENJELASAN SYAIKH BIN BAZ RAHIMAHULLAH, KETIKA DITANYA MENGENAI
HUKUM SHALAT QABLIYAH JUM’AT]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah menjawab :
بسم هللا الرحمن الرحيم
بهداه اهتدى ومن وأصحابه آله وعلى هللا رسول على وسلم هللا وصلى هلل الحمد
بعد أما Sunnah Nabi Shallallahu’alahi Wasallam telah menunjukkan bahwa tidak ada shalat
sunnah yang raatibah (rutin dan tertentu) sebelum shalat Jum’at. Namun seorang
mu’min ketika sampai di masjid hendaknya ia shalat sunnah dua rakaat atau lebih,
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits shahih:
ر له، ثم أنصت حتى يفرغ اإلمام من خطبته كتب له ما من اغتسل يوم الجمعة ثم أتى المسجد فص لى ما قد
بينه وبين الجمعة األخرى وفضل ثالثة أيام
“Barangsiapa mandi di hari Jum’at lalu ia datang ke masjid kemudian shalat sebanyak
yang ia mampu. Lalu ia diam sampai imam selesai khutbah. Akan dituliskan baginya
(ampunan) dari Jum’at sekarang hingga Jum’at sebelumnya (sebelumnya), ditambah
tiga hari“
Atau dengan lafadz semisal itu.
Intinya, Nabi Shallallahu’alahi Wasallam tidak membatasi raka’atnya bahkan
beliau berkata ‘sebanyak yang ia mampu‘ maka seorang mu’min hendaknya shalat
dua raka’at atau lebih semampunya sebelum shalat Jum’at. Kemudian ia duduk, sambil
membaca Qur’an, atau sekedar dia, atau sambil ber-tasbih, atau ber-tahlil, atau
berdzikir apa saja secara sendiri-sendiri sampai imam naik mimbar. Setelah itu
ucapkanlah apa yang diucapkan muadzin lalu dengarkan khutbah.
SUNNAH-NYA SHALAT MUTLAK SEBELUM KHATIB NAIK MIMBAR DAN
BID’AH-NYA SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
21 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(6)
FATAWA PARA ULAMA TENTANG QABLIYAH JUM’AT
Diantara fenomena seperti ini, yaitu beribadah, tanpa dasar ilmu, apa yang dilakukan oleh
sebagian orang pada hari ini saat mereka menghadiri shalat jum’at, maka kita akan
menyaksikan mereka melaksanakan 2 raka’at qobliyyah jum’at, selain shalat sunnat
tahiyatul masjid. Ketika mu’adzdzin berkumandang pada adzan pertama atau kedua, ada
sebagian orang bangkit dengan keyakinan ia akan melaksanakan shalat 2 raka’at qobliyyah
jum’at.
Padahal semua itu tak ada asalnya dalam sunnah. Karenanya, para ulama’ kita berikut ini
mengingkari hal ini:
Al-Hafizh Abu Syamah Abdur Rahman bin Isma’il Al-Maqdisiy -rahimahullah- berkata,
Setelah membawakan hadits Ibnu Umar berikut:
“Ini-yakni hadits Ibnu Umar-merupakan dalil yang membuktikan bahwa jum’at menurut
mereka bukan zhuhur. Kalaulah tidak demikian, maka beliau-Ibnu Umar- tak perlu
menyebutkan jum’at, karena sudah masuk definisi zhuhur. Kemudian tatkala beliau tidak
menyebutkan shalat sunnah qobliyah jumat, hanya ba`diyahnya saja, maka ini membuktikan
bahwa tak ada shalat sunnah qobliyah jumat”. [Lihat Al-Ba`its ala Inkaril Bida wal
Hawadits ( hal.159)]
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Al Harrony -rahimahullah- berkata, ”Oleh karena
ini, jumhur ulama sepakat tidak adanya shalat sunnah yang ditentukan waktu dan
bilangannya. Karena semua itu harus ditetapkan berdasarkan sabda dan perbuatan Nabi -
Shollallahu Alaihi Wasallam-. Beliau tak pernah menetapkan sunnahnya hal itu (sunnah
qobliyyah Jum’at), baik berdasarkan ucapan ataupun perbuatan beliau.Inilah madzhab Malik,
Asy Syafi’i, dan sebagian besar pengikutnya serta pendapat yang masyhur dalam madzhab
Ahmad”. [Lihat Majmu’ Fatawa (1/136), dan Majmu’ah Ar Rosa’il Al Kubro (2/167-168)]
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
22 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(6)
Al-Allamah Abdur Rahim Ibnul Husain Al-Iroqy Al-Atsariy -rahimahullah- berkata, “Saya
belum pernah menjumpai di dalam pendapat para fuqoha` dari kalangan madzhad Hanafi,
Maliki , dan Hanbali adanya sunnah qobliyah jumat. Yang lain berpendapat adanya qobliyah
jumat, diantaranya An-Nawawy”. [Lihat Thorh At-Tatsrib (3/41)]
Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Abdus Salam Asy-Syuqoiriy -
rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya pada asalnya, tak ada dalil yang menunjukkan shalat
sunnah rowatib qobliyyah Jum’at. Paling tinggi yang ada pada mereka adalah qiyas yang
tertolak tersebut. Dia (Fairuz Abadiy) berkata dalam Safar As-Sa’adah, “Dulu Bilal apabila
selesai adzan, maka Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- mulai berkhutbah, dan tak ada
seorangpun yang bangkit melaksanakan shalat sunnah. Sebagian ulama’ berpendapat tentang
shalat sunnah qobliyyah Jum’at dengan mengqiyaskannya dengan shalat Zhuhur. Penetapan
shalat sunnah berdasarkan qiyas merupakan perkara yang tidak boleh.
Para ulama’ yang memiliki perhatian dengan sunnah, mereka tidaklah meriwayatkan sesuatu
apapun tentang shalat sunnah qobliyyah Jum’at”.”. [LihatAs-Sunan wa Al-
Mubtada’at (hal.161), cet. Dar Ar-Royyan]
Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’
(Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa) di sebuah negeri Timur Tengah mengeluarkan fatwa
tentang tidak adanya shalat qobliyyah jum’at, “Shalat Jum’at tidak memiliki shalat sunnah
qobliyyah dan tidak ada dari Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- (sepanjang pengetahuan
kami) sesuatu yang menunjukkan tentang disyari’atkannya. Adapun hadits Ibnu Mas’ud, maka
ia diriwayatkan oleh At-Tirmidziy secara mu’allaq dengan bentuk “tamridh”(istilah lemahnya
hadits, pen), dan mauquf (terhenti) pada Ibnu Mas’ud. Dinukil dalam Kitab Tuhfah Al-
Ahwadziy(3/79- cet. Dar Ihya’ At-Turots Arobiy, pen) dari Al-Hafizh, bahwa Abdur Rozzaq dan
Ath-Thobroniy telah mengeluarkan hadits ini secara marfu’, sedang pada sanadnya terdapat
kelemahan dan keterputusan.
Hadits sejenis ini tidak bisa dijadikan hujjah. Adapun hadits Abu Hurairah tentang perkara
Sulaik, maka haditsnya shohih. Akan tetapi, hadits itu dalam perkara tahiyyatul masjid, bukan
sunnah qobliyyah Jum’at. Adapun hadits, “Diantara dua adzan ada shalat”,
maka ini tidak cocok pada shalat Jum’at, karena Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- dulu
memulai dengan khutbah, setelah usai adzan.
Tidak boleh melaksanakan shalat sunnah, sedang imam berkhutbah, kecuali tahiyyatul masjid.
Adapun qiyas, maka itu terlarang dalam ibadah-ibadah, karena ibadah terbangun di atas
tauqif (penetapan berdasarkan dalil). Kemudian, ia merupakan “qiyas ma’al fariq”(qiyas batil).
Akan tetapi bagi orang yang datang ke masjid untuk shalat Jum’at, disyari’atkan untuk shalat
(sunnah muthlaq,pen) sebagaimana yang telah ditetapkan (ditaqdirkan) baginya, tanpa ada
pembatasan dengan bilangan tertentu, karena shohihnya hadits-hadits dalam perkara
itu”.[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (8/260-261) (no. fatwa:7798), [kumpulan fatwa
Syaikh Ahmad bin Abdur Razzaq Ad-Duwaisy, cet. Dar Balansia, 1421 H. Lajnah ketika
itu beranggotakan:Syaikh Abdul Aziz bin Baz (ketua), Abdur Razzaq ‘Afifi (wakil), dan
Abdullah Al-Ghudayyan (anggota)]
Maktabah Pribadi Pustaka Asy-Syaukani Kalijati
23 Adakah Shalat Sunnah Qabliyah Jum’at?(6)
Muhaddits Negeri Syam, Syaikh Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin Al-
Albany -rahimahullah- berkata ketika mengomentari ucapan Al-Iroqy di atas ,
“Karenanya shalat sunnah ini tidak tersebut dalam kitab Al-Umm karya Al-Imam Asy-Syafi’i,
tidak juga dalam kitab-kitab Al-Masa’il yang berisi pertanyaan kepada Imam Ahmad, ataupun
ulama-ulama mutaqoddimin selain mereka berdasarkan pengetahuan saya.Karena ini saya
katakan, "Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah ini, bukanlah
Rosulullah -Shollallahu alaihi wasallam- yang mereka ikuti,
dan bukan pula para ulama yang mereka taklidi, bahkan mereka taklid kepada orang-orang
mutakhirin, bukan mujtahidin, sama-sama bertaklid.
Maka sungguh heran orang-orang bertaklid mengikuti sesamanya”.[Lihat Al-Ajwibah An-
Nafi’ah (hal.32)]
Syaikh Masyhur Hasan Salman-hafizhohullah- berkata, “Berangkat dari pembahasan
sebelumnya, maka jelaslah bagi anda kekeliruan orang-orang yang mengerjakan shalat
sunnah antara dua adzan di hari jumat, baik itu dua rokaat, empat rakaat, dan seterusnya,
karena meyakini bahwa itu merupakan shalat sunnah qobliyah jumat -seperti halnya mereka
melaksanakan shalat qobliyah zhuhur- dan mereka meniatkan dalam hati mereka bahwa itu
adalah shalat qobliyah Jum’at.!!
Sesungguhnya nas-nas sangat gamblang menjelaskan bahwa yang benar adalah Jumat itu tak
ada shalat sunnah qobliyahnya dan tak ada lagi setelah kebenaran itu kecuali
kesesatan…”.[Lihat Al-Qoul Al-Mubin (hal.361)]
Setelah kita mendengarkan fatwa-fatwa para ulama’ di atas, maka kita mengetahui bahwa tak
ada tuntunannya seorang muslim melakukan shalat sunnah 2 raka’at qobliyyah jum’at. Namun
jika seorang masuk ke masjid, boleh baginya shalat 2 raka’at walaupun sebelum dan sesudah
adzan jum’at atau khotib sedang khutbah. Tapi tentunya ini bukan shalat qobliyah jum’at, tapi
disebut "shalat tahiyyatul masjid". Demikian pula disyari’atkan shalat sebanyak-banyaknya
sebelum datangnya naik mimbar, tanpa terbatas dan terikat dengan bilangan tertentu. Ini
yang disebut "shalat sunnat muthlaq", bukan shalat Sunnah qobliyah jum’at !!