1 Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu Sistem Informasi Kesehatan Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tim Redaksi: Penanggung Jawab: drh. Boethdy Angkasa, M.Si Kontributor: drh. M. M. Hidayat, M. Sc; AIPEID; Ausvet Penyunting: drh. Albertus T. Muljono, M. Sc Penerjemah: drh. Sarai Silaban Desain Grafis: Nanda Aprilia Fotografi: Dokumentasi AIPEID Daftar Isi Volume 2 | Februari 2018 e-Buletin iSIKHNAS Gedung C Lantai 9, Kementerian Pertanian, Ragunan. Jakarta Selatan - Indonesia Telp: +62 21 7815783 Email: [email protected]http://keswan.ditjenpkh.pertanian.go.id/ Berita Terkini 3 Kewaspadaan Dini Penyakit Hewan Menular Strategis 4 Program Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi dan Kerbau (SIWAB) 10 Pemotongan Ternak di RPH 11 Analisis Data iSIKHNAS 12 • Penyakit non prioritas apakah yang paling banyak dilaporkan menyerang sapi di Provinsi Riau? 12 • Apa saja informasi yang dapat diberikan oleh iSIKHNAS mengenai kasus aborsi pada sapi di Indonesia? 14 • Bagaimana penggunaan antelmintik pada hewan di Kalimantan? 16 • Bagaimana lalu lintas hewan di Kabupaten Tarakan? 18 • Apakah ada masalah dengan penggunaan aplikasi iSIKHNAS di ponsel pintar? 20
20
Embed
e-Buletin iSIKHNAS filedilaksanakan di Hotel Grand Zuri, Tangerang Selatan. Proses mentoring diawali presentasi dari para mentor mengenai kajian pendek yang sudah ada dan langkah-langkah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Sistem Informasi Kesehatan HewanDirektorat Kesehatan HewanDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tim Redaksi:
Penanggung Jawab: drh. Boethdy Angkasa, M.SiKontributor: drh. M. M. Hidayat, M. Sc; AIPEID; AusvetPenyunting: drh. Albertus T. Muljono, M. ScPenerjemah: drh. Sarai SilabanDesain Grafis: Nanda ApriliaFotografi: Dokumentasi AIPEID
Daftar Isi
Volume 2 | Februari 2018
e-Buletin iSIKHNAS
Gedung C Lantai 9, Kementerian Pertanian, Ragunan. Jakarta Selatan - IndonesiaTelp: +62 21 7815783Email: [email protected]://keswan.ditjenpkh.pertanian.go.id/
Berita Terkini 3
Kewaspadaan Dini
Penyakit Hewan Menular Strategis 4
Program Percepatan Peningkatan Populasi
Ternak Sapi dan Kerbau (SIWAB) 10
Pemotongan Ternak di RPH 11
Analisis Data iSIKHNAS 12
• Penyakit non prioritas apakah yang paling banyak
dilaporkan menyerang sapi di Provinsi Riau? 12
• Apa saja informasi yang dapat diberikan oleh iSIKHNAS
mengenai kasus aborsi pada sapi di Indonesia? 14
• Bagaimana penggunaan antelmintik pada hewan di
Kalimantan? 16
• Bagaimana lalu lintas hewan di Kabupaten Tarakan? 18
• Apakah ada masalah dengan penggunaan aplikasi
iSIKHNAS di ponsel pintar? 20
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
2
Buletin ini menyediakan informasi singkat mengenai kegiatan dan juga laporan yang masuk ke dalam Sistem Informasi Peternakan dan Kesehatan Hewan (iSIKHNAS) selama Januari 2018. Untuk Informasi lebih lengkap, silakan akses www.isikhnas.com menggunakan akun anda.
3Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Berita TerkiniLOKAKARYA ANALISIS DATA ISIKHNAS
iSIKHNAS, sistem informasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, telah menampung sejumlah sangat besar laporan pengguna, baik dari lapangan maupun laboratorium. Laporan-laporan ini menjadi data individual yang penting untuk diolah dan dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan. Ditkeswan bersama dengan AIPEID telah mengolah beberapa jenis data menjadi kajian-kajian pendek dalam berbagai topik yang kemudian dituangkan dalam Buletin iSIKHNAS.
Kajian yang ada harus terus diperbaharui dan masih banyak topik lain yang perlu digali. Oleh karena itu, Direktorat Kesehatan Hewan bersama dengan AIPEID mengadakan Lokakarya Analisis Data iSIKHNAS pada 12-16 Februari 2018 untuk 20 peserta yang terdiri atas para Champion, ahli epidemiologi dari berbagai Direktorat, staf perguruan tinggi (IPB dan UNAIR), Balai Veteriner (BVet Lambung, BVet Bukittingi, BBVet Maros, BBVet Denpasar), Balai Pelayanan Veteriner Cikole, dan Dinas Provinsi-Kabupaten (Dinas Pertanian Provinsi Banten serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten).
Lokakarya dilaksanakan dalam bentuk mentoring yang memungkinkan para peserta segera memulai proses pengerjaan analisis data di hari pertama. Mentor yang memfasilitasi lokakarya ini adalah Anne Meyer dan Edwina Leslie dari AUSVET, beserta Albertus Muljono dan Daan Vink dari AIPEID. Lokakarya dilaksanakan di Hotel Grand Zuri, Tangerang Selatan.
Proses mentoring diawali presentasi dari para mentor mengenai kajian pendek yang sudah ada dan langkah-langkah pengerjaan analisis data. Pada hari pertama, peserta diminta mengembangkan pertanyaan penelitian, yang kemudian akan
dicari jawabannya melalui data-data yang tersedia di iSIKHNAS. Peserta dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan topik pertanyaan, yaitu penyakit dan program pengendalian, lalu-lintas dan pemotongan hewan, reproduksi, serta perawatan sistem. Peserta kemudian mengeksplorasi berbagai laporan yang tersedia di iSIKHNAS dan, dengan panduan mentor, mengidentifikasi dan mengekstraksi data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan mereka. Permasalahan yang sering dihadapi peserta adalah proses validasi data ganda, pemilihan diagram atau tabel yang tepat, dan pemaknaan informasi yang ditunjukkan data. Hasil visualisasi dan analisis data pun diterjemahkan dalam bentuk tulisan.
Para mentor lokakarya membimbing peserta dalam hal struktur dan aturan penulisan karya ilmiah. Waktu lokakarya yang hanya lima hari tentu menyulitkan analisis dan penulisan yang lengkap dan menyeluruh, dan hal ini disiasati dengan kolaborasi intensif baik antarpeserta maupun antara peserta dengan para mentor. Umpan balik dan masukan dari mentor dan sesama peserta menjadi bahan perbaikan analisis. Pada pengujung lokakarya, peserta memaparkan hasil analisisnya dan mendiskusikannya secara pleno. Semua peserta sangat antusias dan aktif melakukan tinjauan terhadap karya rekan-rekannya.
"Saya senang bermain dengan angka. Ternyata data iSIKHNAS banyak sekali jenisnya dan bisa kita analisis untuk bahan tulisan dengan beragam topik, seperti penanganan dan pengendalian penyakit, lalu-lintas hewan, atau kegiatan penanganan gangguan reproduksi dan inseminasi buatan,” ungkap drh Imas Yuyun, salah satu peserta lokakarya.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
4
Kewaspadaan DiniPenyakit Hewan Menular StrategisKolom ini menyediakan laporan dari gejala klinis, diagnosis banding, maupun diagnosis definitif dari petugas lapangan. Laporan dari petugas lapangan ini dapat dijadikan sebagai kewaspadaan dini dari setiap kabupaten/kota dan provinsi.
(Laporan iSIKHNAS No. 1 dan No. 26)
AVIAN INFLUENZA - HPAILaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif
Provinsi Kabupaten Kabupaten
Kalimantan Barat Kota Pontianak
Kalimantan Selatan Banjarbaru, Banjarmasin, Tanah Laut
Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat, Lamandau, Seruyan
Kalimantan Timur Kutai Kartanegara, Paser
Kalimantan Utara Nunukan, Tana Tidung
Lampung Lampung Selatan
Banten Tangerang
Jawa Tengah Temanggung
Jawa Timur Kota Mojokerto
Sulawesi Selatan Takalar
5Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
RABIESLaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif
Provinsi Kabupaten Kabupaten
DKI Jakarta Jakarta Barat
Jawa Tengah Purworejo
Kalimantan Selatan Banjarbaru, Banjarmasin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tanah Laut
Kalimantan Tengah Kapuas
Lampung Bandar Lampung
Riau Dumai Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar
Bali Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karang Asem, Klungkung, Tabanan
Jawa Barat Bandung, Sukabumi
Kalimantan Barat Bengkayang, Kapuas Hulu, Ketapang
Sulawesi Selatan Sinjai, Toraja Utara
Sumatera Barat Agam, Pariaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Tanah Datar
Sumatera Selatan Ogan Ilir
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
6
BRUCELLOSISLaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif
Provinsi Kabupaten Kabupaten
Kalimantan Selatan Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut
Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
Kalimantan Timur Penajam Paser Utara
Lampung Bandar Lampung, Lampung Tengah
Sulawesi Tengah Morowali
7
JEMBRANALaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif
Provinsi Kabupaten Kabupaten
Bengkulu Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Mukomuko, Seluma
Bengkulu
Jambi Batanghari, Sarolangun, Tebo
Riau Pekanbaru, Siak Kampar
Kalimantan Selatan Tanah Laut
Kalimantan Timur Berau, Paser, Penajam Paser Utara
Kalimantan Utara Tana Tidung
Lampung Lampung Tengah
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
8
HOG CHOLERALaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif
Provinsi Kabupaten Kabupaten
Kalimantan Barat Kota Pontianak, Landak, Sintang
9Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
ANTHRAXLaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif
Provinsi Kabupaten Kabupaten
Sulawesi Selatan Makassar
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
10
Laporan ini dapat digunakan untuk membandingkan data yang masuk ke dalam iSIKHNAS dengan target yang telah disepakati. Bagi Provinsi yang belum mencapai target, agar dapat ditelusuri apakah memang kegiatan dilapangan belum optimal atau pelaporan ke ISIKHNAS yang belum optimal. Pelatihan pengguna dan pelaporan susulan melalui spreadsheet dapat menjadi solusi untuk perbaikan pelaporan ke ISIKHNAS.
Catatan: 0 pada data iSIKHNAS merupakan (-), yaitu tidak ada laporan.
Program Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi dan Kerbau (SIWAB)Laporan iSIKHNAS No. 337
Provinsi Inseminasi Buatan Pemeriksaan Kebuntingan Kelahiran Abortus
Aceh 3.636 2.830 1.084 5
Sumatra Utara 10.390 9.232 2.449 4
Sumatra Barat 10.913 4.356 2.085 16
Riau 2.909 2.528 1.328 21
Jambi 1.636 693 374 2
Sumatra Selatan 2.419 436 160 0
Bengkulu 983 282 160 1
Lampung 19.625 10.123 5.463 60
Bangka Belitung 78 61 83 0
Kepulauan Riau 85 98 82 0
Dki Jakarta 121 7 32 1
Jawa Barat 16.870 10.714 5.718 148
Jawa Tengah 74.970 16.243 6.247 73
Di Yogyakarta 15.261 5.946 2.622 42
Jawa Timur 179.129 51.654 3.898 52
Banten 224 305 69 0
Bali 8.031 1.069 87 7
Nusa Tenggara Barat 8.231 6.788 3.757 6
Nusa Tenggara Timur 1 36 1 0
Kalimantan Barat 2.331 1.251 518 6
Kalimantan Tengah 461 223 111 2
Kalimantan Selatan 2732 1.863 1.150 2
Kalimantan Timur 608 473 352 4
Kalimantan Utara 81 23 43 0
Sulawesi Utara 32 3 12 0
Sulawesi Tengah 2.019 487 198 3
Sulawesi Selatan 8.676 3.572 1.698 29
Sulawesi Tenggara 2.012 995 714 4
Gorontalo 1.562 552 274 0
Sulawesi Barat 1.004 364 225 19
Maluku 100 14 10 0
Maluku Utara 83 144 26 0
Papua Barat 28 21 9 0
Papua 155 69 54 0
Total 377.396 133.455 41.093 507
11
Pemotongan Ternak di RPH
Sebaran pemotongan ternak di RPH.
Jumlah dan komposisi ternak besar dipotong di RPH.
Laporan iSIKHNAS No. 122 dan 213
17
33.044
17.491
1.4671.026
616
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
10.545
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
12
Analisis Data iSIKHNAS
1. Penyakit non prioritas apakah yang paling banyak dilaporkan menyerang sapi di Provinsi Riau?
Endoparasit, malnutrisi, dan berbagai penyakit virus umumnya menyerang sapi di seluruh Indonesia. Namun seringkali penyakit-penyakit ini hanya mendapat sedikit perhatian karena fokus petugas terhadap penyakit prioritas seperti Rabies, Antraks, HPAI dan Brucellosis. Kondisi penyakit umum ini memberikan dampak signifikan kepada peternak, yaitu kerugian produksi akibat penurunan tingkat pertumbuhan, penurunan performa reproduksi dan mortalitas pada ternak. Sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat menganggu sumber pendapatan peternak. Kajian ini akan menyoroti penyakit non prioritas pada sapi yang berdampak terhadap peternak di Provinsi Riau.
Apa saja penyakit non prioritas yang menyerang sapi di Provinsi Riau?
MetodeKajian ini menggunakan data dari laporan penyakit yang disertai diagnosa definitifnya. Data tersebut dapat diperoleh dari laporan iSIKHNAS No. 251 dengan pembatasan rentang waktu Januari 2016 hingga April 2017. Data kemudian diolah menggunakan Ms. Excel yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil
Gambar 1. Penyakit non prioritas yang dilaporkan menyerang sapi di Provinsi
Riau.
• Penyakit non prioritas yang paling sering dilaporkan adalah Helmintiasis, Bovine Ephemeral Fever (BEF) dan avitaminosis.
• Beberapa gangguan reproduksi yang dilaporkan adalah retensi plasenta, distokia, dan endometritis.
• Selain itu, dilaporkan juga sebanyak 88 kasus penyakit Jembrana di sapi Bali. Penyakit Jembrana merupakan penyakit asal virus yang bersifat akut dan berdampak parah pada sapi Bali.
Apa saja gejala klinis yang berkaitan dengan penyakit non prioritas?
MetodeData yang digunakan adalah gejala-gejala klinis pada 3 penyakit yang sering dilaporkan (BEF, Helmithiasis, Jembrana). Data ini diperoleh dari laporan iSIKHNAS No. 102.
Hasil
Gambar 2. Jumlah laporan gejala klinis yang berkaitan dengan penyakit non prioritas di Provinsi Riau pada periode waktu Januari 2016 hingga
April 2017.
• Penyakit BEF paling sering dikaitkan dengan gejala klinis demam (38%; 998/2631), anoreksia (26%; 672/2631) dan kepincangan (16%; 414/2631).
• Penyakit Helmintiasis paling sering dikaitkan dengan kondisi tubuh yang kurus (35%; 1624/4580), bulu kusam (29%, 1321/4580) dan diare (11%, 503/4580). Selain itu, dikaitkan juga dengan gejala bulu rontok yang tidak khas (8%, 354/4580).
• Penyakit Jembrana paling sering dikaitkan dengan gejala klinis demam (21%; 113/540), anoreksia (19%; 103/540) dan kebengkakan pada limfonodus (18%; 96/540). Selain itu, dilaporkan juga kematian mendadak akibat penyakit ini (3%; 14/540).
13
Tabel 1. Jumlah kasus sapi yang ditangani di Provinsi Riau pada Januari 2016
hingga April 2017.
KESIMPULAN
• BEF, Helmintiasis, dan avitaminosis merupakan kasus penyakit yang paling sering dilaporkan di Provinsi Riau.
• Sebagian besar gejala klinis yang dilaporkan sifatnya tidak spesifik. Hanya 0.6% kasus dugaan helmintiasis yang terkonfirmasi dengan keberadaan telur cacing di feses.
• Perlunya edukasi mengenai penggunaan antibakteri yang tepat karena adanya laporan penggunaan antibakteri pada penyakit asal virus seperti BEF dan Jembrana.
• Seiring dengan pelaksanaan program SIWAB, maka diperlukan kesadaran yang lebih besar terhadap penyakit-penyakit yang berpotensi mempengaruhi performa reproduksi. Salah satunya adalah penyakit BEF. Penyakit ini meningkatkan risiko kejadian aborsi dan defisiensi vitamin yang dapat menyebabkan kegagalan reproduksi. Edukasi mengenai faktor risiko penyakit dan strategi untuk meningkatkan asupan nutrisi menjadi hal yang mungkin perlu diberikan kepada peternak.
• iSIKHNAS mencatat bahwa sejumlah kecil penyakit non prioritas berasal dari provinsi lain di Sumatera. Peningkatan pelaporan penyakit-penyakit ini diperlukan untuk memperbaiki pemahaman seputar kerugian produksi ternak.
Rekomendasi: • Penyakit non prioritas yang ditemukan
dapat meningkatkan risiko kejadian aborsi dan defisiensi vitamin yang dapat menyebabkan kegagalan reproduksi.Edukasi mengenai faktor risiko penyakit dan strategi untuk perbaikan manajemen pemeliharaan dari peternakan dan meningkatkan asupan nutrisi menjadi hal yang mungkin perlu diberikan kepada peternak.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Bagaimana dengan pemilihan penanganan penyakit?
MetodeKajian terhadap pendekatan penanganan kasus penyakit dilakukan menggunakan data laporan iSIKHNAS No. 343. Data diunduh dengan filter jenis pengobatan untuk kasus BEF, Helmithiasis, Jembrana dan diolah menggunakan Ms. Excel. Data yang tersedia, umumnya merupakan data pengobatan pada kasus dengan lebih dari satu jenis diagnosa (komorbiditas). Dalam kajian ini, data yang digunakan terbatas pada data pengobatan dengan satu jenis diagnosa penyakit.
Hasil• Pada kasus dugaan Helmintiasis di sapi, sebanyak 55%
(5663/10306) kasus ditangani dengan antelmintik. Pengobatan lain yang diberikan adalah antibiotik (1.8%). Namun saat sapi terduga menunjukkan lebih dari satu gejala klinis, maka penggunaan antibiotik meningkat hingga 3% (330/10306).
• Pada kasus BEF, penanganan yang paling sering diberikan adalah analgesik dan suplemen (Tabel 1). Penanganan lain yang diberikan adalah antibiotik (18%; 634/3446) dan antiinflamasi. Secara spesifik, antiinflamasi yang paling sering digunakan adalah fenilbutazon (28%; 18/65) dan deksametason (41%; 27/65).
• Pada kasus Jembrana, penanganan yang paling sering diberikan analgesik, suplemen, dan antibiotik (19%).
No. Penanganan Helmintiasis BEF Jembrana
1 Analgesik 10 929 117
2 Antelmintik 5.663 5 0
3 Antibakteri 180 634 87
4 Antihistamin 13 199 19
5 Antiparasitik 71 2 13
6 Disinfektan 70 57 0
7 Hormon 0 1 0
8 Infus 1 3 0
9 Suplemen zat besi 116 1 0
10 Suplemen 4.181 1.550 210
11 Obat antiinflamasi 1 65 5
12 Vaksin 0 0 1
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
14
Kejadian aborsi pada sapi merupakan keadaan yang sangat merugikan bagi para peternak. Tingkat kejadian yang signifikan pada sebuah wilayah atau negara dapat mengindikasikan adanya suatu masalah berkaitan dengan penyakit menular, nutrisi, dan atau pemeliharaan hewan. Kajian ini akan membahas mengenai kejadian aborsi pada sapi di Indonesia dalam rentang waktu Mei 2016 hingga Mei 2017. Informasi tersebut diperoleh melalui data laporan iSKHNAS No. 276, 300, 351, dan 361.
2. Apa saja informasi yang dapat diberikan oleh iSIKHNAS mengenai kasus aborsi pada sapi di Indonesia?
Gambar 1. Jumlah kejadian aborsi yang tercatat di ISIKHNAS pada tahun lalu.
Berapa banyak kejadian aborsi yang dilaporkan ke iSIKHNAS pada tahun lalu?
Kejadian aborsi dapat dicatat oleh iSIKHNAS melalui dua cara, yaitu pelaporan kasus penyakit atau pelaporan pelaksanaan program SIWAB. Pencatatan data pelaporan SIWAB dimulai pada bulan Desember 2016 yang menyebabkan ribuan peternak didaftarkan ke iSIKHNAS. Jumlah kejadian aborsi yang dicatat oleh iSIKHNAS melalui pelaporan program SIWAB adalah sebanyak 483 kasus, sedangkan yang dilaporkan menggunakan pelaporan kasus penyakit, adalah sebanyak 541 kasus. Data ini diperoleh dengan mengekstraksi data laporan iSIKHNAS No. 361 dan 276. Perbandingan data tersebut dapat dilihat melalui Gambar 1.
Apakah jumlah kejadian aborsi atau tingkat pelaporan yang mengalami peningkatan?
Hal yang paling memungkinkan terjadi pada kasus ini adalah adanya peningkatan jumlah pelaporan dan bukan peningkatan jumlah kejadian aborsi. Peningkatan jumlah pelaporan dapat terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan program SIWAB. Data jumlah pelaporan dapat dibandingkan menggunakan laporan iSIKHNAS No. 276, 300, 351 and 361. Data laporan tersebut diekstraksi dan diolah menggunakan Ms. Excel untuk menghasilkan Gambar 2 yang menunjukkan jumlah kejadian aborsi yang tercatat pada tahun lalu terhadap jumlah peternak yang terdaftar di iSIKHNAS dan jumlah laporan iSIKHNAS yang diterima melalui SMS dan IM.
Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah kejadian aborsi yang dilaporkan meningkat seiring dengan penggunaan iSIKHNAS yang juga meningkat.
Gambar 2. Jumlah kejadian aborsi yang tercatat di iSIKHNAS pada tahun lalu dibandingkan dengan tingkat penggunaan iSIKHNAS.
15Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Pada trimester manakah terjadi kejadian aborsi?
Informasi mengenai periode waktu kejadian aborsi dapat membantu dokter hewan untuk menentukan penyebab aborsi. Untuk mengetahuinya, maka digunakan data pelaporan SIWAB dalam laporan iSIKHNAS No. 361. Data diekstraksi dan diolah menggunakan Ms. Excel sehingga dihasilkan Gambar 3 yang menunjukan jumlah kejadian aborsi yang dilaporkan pada setiap trimester. Selama satu tahun yang lalu, kejadian aborsi paling sering terjadi di trimester kedua.
Gambar 3. Jumlah kejadian aborsi pada setiap trimester.
KESIMPULAN
Kajian ini menggambarkan beberapa informasi yang dapat disediakan oleh iSKHNAS mengenai pelaporan kejadian aborsi di Indonesia:• Adanya peningkatan jumlah pengguna dan tingkat pelaporan
yang juga berdampak pada peningkatan pelaporan kejadian aborsi.
• Kejadian aborsi paling sering terjadi di trimester kedua.
Rekomendasi• Melihat adanya korelasi antara
jumlah kejadian aborsi di ternak dengan jumlah peternak yang terdaftar di iSIKHNAS, maka dapat dimaknai bahwa tingkat kejadian aborsi cukup tinggi. Perlu ditindaklanjuti dengan uji konfirmasi laboratorium penyebab tingginya tingkat aborsi ini untuk menentukan tindakan pencegahan selanjutnya.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
16
3. Bagaimana penggunaan antelmintik pada hewan di Kalimantan?
Antelmintik adalah pengobatan yang umum diberikan pada kasus infestasi parasit. Namun penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya perkembangan resistensi antelmintik pada parasit.
Apa saja antelmintik yang digunakan untuk menangani hewan di Kalimantan?
Informasi penggunaan antelmintik dapat diperoleh melalui laporan iSIKHNAS No. 343. Data diunduh dengan filter tahun 2016, lokasi Kalimantan, dan jenis pengobatan antelmintik. Kemudian data diolah menggunakan Ms. Excel sehingga diperoleh jenis antelmintik yang digunakan pada lebih dari 100 kasus. Berdasarkan data tersebut, maka diketahui bahwa antelmintik digunakan untuk menangani 7808 kasus, dimana 63% dari kasus tersebut diobati dengan Verm-O-bolus® atau produk-produk Ivermectin (Ivomec injection® dan ivomec super/Ivomec F®).
Apakah terjadi perubahan pada pola penggunaan antelmintik seiring perjalanan waktu?
Data yang digunakan adalah laporan iSKHNAS No. 343 dengan filter lokasi Kalimantan dan jenis pengobatan antelmintik. Untuk memaksimalkan pengamatan perubahan pola penggunaan antelmintik, maka data yang digunakan adalah ‘semua data yang tersedia’ pada laporan. Data diolah menggunakan Ms. Excel dan dihasilkan Gambar 2. Pada tahun 2014, sistem pelaporan iSIKHNAS baru saja digunakan sehingga jumlah data yang tercatat sangat terbatas. Namun seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak data yang tersedia di iSIKHNAS. Gambar 2 menunjukkan bahwa penggunaan antelmintik tidak terlihat meningkat atau menurun namun bervariasi secara signifikan di sepanjang tahun.
Gambar 1. Penggunaan antelmintik di Kalimantan pada tahun 2016.
Gambar 2. Penggunaan antelmintik di Kalimantan pada kurun waktu Mei 2014
hingga Mei 2017.
Apakah jenis penyakit yang paling sering ditangani menggunakan antelmintik?
Data yang digunakan adalah laporan iSIKHNAS No. 278. Data diolah mengunakan Ms. Excel dan dipilih 25 diagnosa banding teratas yang menggunakan antelmintik sebagai penanganannya. Lebih dari 75% kasus yang ditangani menggunakan antelmintik merupakan penyakit yang didiagnosa sebagai penyakit Helmintiasis, Skabies atau Helmintiasis dan malnutrisi.
Gambar 3. Penyakit yang ditangani dengan antelmintik di Kalimantan pada
tahun 2016. Penyataan penyakit didasarkan pada diagnosa banding.
17Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Apakah penggunaan antelmintik efektif terhadap Helmintiasis?
Keefektifan penggunaan antelmintik dapat diamati melalui hasil yang ditunjukkan oleh kasus dugaan Helmintiasis yang tidak dan diobati menggunakan antelmintik. Data tersebut dapat diperoleh dari laporan iSIKHNAS No. 149 (Tabel 1).
Melalui perbandingan data diatas, maka dapat diamati bahwa pemberian antelmintik pada kasus dugaan Helmintiasis tidak terlihat mempengaruhi tingkat kesembuhannya. Hal ini dapat terjadi karena: • Penyakit Helmintiasis biasanya tidak bersifat fatal sehingga
jumlah hewan mati sangat kecil untuk dideteksi perbedaannya baik pada kasus yang tidak dan ditangani menggunakan antelmintik.
• Antelmintik yang digunakan tidak efektif. Ada kemungkinan terjadinya resistensi parasit terhadap antelmintik.
Catatan : analisis ini tidak menggambarkan perbedaan yang terjadi pada hasil produksi hewan (contohnya : pertumbuhan). Investigasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efikasi antelmintik terhadap Helmintiasis.
Kasus Helmintiasis yang diobati dengan antelmintik
Jumlah hewan yang sembuh (%) Jumlah hewan yang mati (%)
Tidak 200 (99) 2 (1)
Ya 1885 (99) 5 (1)
KESIMPULAN
• Antelmintik merupakan penanganan yang paling umum diberikan, dengan ketergantungan yang cukup besar pada Verm-o-bolus® dan produk-produk Ivermectin.
• Penggunaan antelmintik tidak terlihat meningkat atau menurun di sepanjang waktu namun bervariasi dari bulan ke bulan.
• Pada sebagian besar kasus, antelmintik telah digunakan secara tepat, yaitu pada penanganan kasus Helmintiasis atau Skabies.
• Pada kasus Helmintiasis tidak ada perbedaan yang dapat diamati pada kesembuhan hewan yang tidak dan ditangani dengan antelmintik. Namun tidak dapat juga disimpulkan bahwa penggunaan antelmintik tidak efektif.
• Perlu penyelidikan lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan antelmintik terhadap peningkatan hasil lainnya seperti pertumbuhan harian atau jumlah telur cacing.Rekomendasi
• Kasus kecacingan seringkali tidak menimbulkan gejala yang signifikan pada hewan, oleh karena itu perlu diambil parameter produksi lain seperti pertambahan bobot badan, produksi susu harian, produksi telur dan lain sebagainya untuk melihat dampak penggunaan dari Antelmintik.
Tabel 1. Hasil kasus Helmintiasis pada tahun 2016.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
18
4. Bagaimana lalu lintas hewan di Kabupaten Tarakan?
Informasi mengenai perpindahan hewan dari suatu daerah ke daerah lain dicatat oleh petugas kesehatan hewan melalui SKKH. Jika SKKH diterbitkan menggunakan iSIKHNAS, maka secara otomatis, informasi tersebut akan tersimpan sebagai data di pangkalan data iSIKHNAS. Kumpulan data-data ini dapat dianalisis sehingga tersedia informasi mengenai risiko penyakit yang berpotensial terkait dengan lalu lintas hewan. Kajian ini difokuskan pada Kabupaten Tarakan, Kalimantan Utara.
METODOLOGI
• Data diperoleh melalui laporan web iSIKHNAS No. 69, dengan memilih periode waktu 2016, semua jenis spesies, lokasi asal Kabupaten Tarakan dan lokasi tujuan Indonesia.
• Data tersebut kemudian diolah menggunakan Ms. Excel untuk mengetahui karakteristik lalu lintas berdasarkan spesies hewan, lokasi tujuan, dan tanggal pengiriman.
• Peta lalu lintas dapat diperoleh melalui laporan web iSIKHNAS No. 151.
HASIL DAN INTERPRETASI
Jumlah hewan yang berpindah dari Kabupaten Tarakan dalam kurun waktu mingguan bervariasi antara 100-200 ekor hewan, kecuali pada minggu pertama di bulan Juni 2016 yang jumlahnya mencapai 488 ekor hewan (Gambar 1).
Gambar 1. Deret waktu mengenai jumlah hewan yang berpindah dalam kurun
waktu mingguan.
Berdasarkan perpindahn hewan yang tercatat di iSIKHNAS, maka dapat diketahui bahwa sekitar 99% hewan yang berpindah dari Kabupaten Tarakan pada tahun 2016 adalah burung sedangkan sisanya adalah anjing dan kucing. Sepertiga dari burung yang berpindah adalah unggas dan dua pertiganya adalah burung hias yang berasal dari 15 spesies berbeda (Gambar 2).
Gambar 2. Jumlah hewan yang berpindah berdasarkan jenis spesies.
Sebagian besar hewan yang berpindah dari Kabupaten Tarakan dikirim ke luar Pulau Kalimantan (92%). Pulau Jawa merupakan daerah tujuan pengiriman yang menerima hewan dalam jumlah yang paling besar (53%), khususnya Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur (41%). Provinsi lain yang juga menjadi daerah tujuan pengiriman hewan dalam jumlah besar adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur (Gambar 3 dan Tabel 1).
Gambar 3. Peta provinsi yang menjadi lokasi tujuan pengiriman hewan dari
Kabupaten Tarakan (ditandai warna hitam).
19Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
Secara keseluruhan, hewan yang paling banyak berpindah dari Kabupaten Tarakan adalah burung. Perpindahan unggas diidentifikasi sebagai faktor risiko yang signifikan terhadap penyebaran penyakit seperti penyakit Avian Influenza di negara-negara endemis, sedangkan mekanisme transmisi patogen di burung hias belum diketahui secara pasti. Penting untuk mengetahui daerah asal dan tujuan hewan saat melakukan penilaian risiko penyakit yang berkaitan dengan perpindahan hewan. Pada kajian ini, diasumsikan bahwa seluruh perpindahan hewan dilaporkan ke iSIKHNAS. Bias dapat terjadi jika kabupaten studi tidak melaporkan seluruh perpindahan hewan ke iSIKHNAS.
Tabel 1. Rincian mengenai provinsi yang menjadi daerah tujuan pengiriman hewan.
Rekomendasi• Kajian ini dapat digunakan oleh
daerah yang ingin melakukan pemasukan hewan dan atau produk hewan untuk menilai risiko masuknya penyakit yang terbawa oleh hewan dan atau produk hewan yang dimasukkan ke daerah tersebut.
Daerah ProvinsiJumlah Hewan
Per Provinsi Per Daerah
Jawa
Banten 24
4.658 (53.2%)
Di Yogyakarta 373
DKI Jakarta 293
Jawa Barat 335
Jawa Tengah 1021
Jawa Timur 2.612
Sulawesi
Sulawesi Barat 15
3.136 (35.8%)
Sulawesi Selatan 2.965
Sulawesi Tengah 86
Sulawesi Tenggara 45
Sulawesi Utara 25
Kalimantan
Kalimantan Barat 1
855 (9.8%)
Kalimantan Selatan 39
Kalimantan Tengah 14
Kalimantan Timur 719
Kalimantan Utara 82
Sumatera
Bengkulu 6
72 (0.8%)
Jambi 5
Lampung 38
Riau 4
Sumatera Barat 9
Sumatera Selatan 2
Sumatera Utara 8
Nusa TenggaraNusa Tenggara Barat 11
24 (0.3%)Nusa Tenggara Timur 13
Riau Kepulauan Riau 10 10 (0.1%)
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu
e-Buletin iSIKHNASVolume 2 | Februari 2018
20
Pada saat iSIKHNAS dikembangkan dan diuji coba untuk pertama kalinya di tahun 2012, sebagian besar pengguna potensial menggunakan ponsel biasa, dan relatif sedikit yang menggunakan ponsel pintar. Berdasarkan temuan ini, maka iSIKHNAS dikembangkan agar para pengguna di lapangan (termasuk yang ada di daerah lebih terpencil) mampu menyediakan laporan dan kueri database iSIKHNAS menggunakan pesan berkode singkat yang dikirimkan melalui SMS.
Walaupun pelaporan menggunakan SMS ke iSIKHNAS relatif sederhana, para pengguna tetap harus mempelajari setiap jenis format laporan SMS. Untuk beberapa orang, pelaporan dapat menjadi lebih mudah dengan menggunakan menu drop down atau sub navigasi pada aplikasi ponsel pintar.
Dalam beberapa tahun terakhir, ponsel pintar menjadi perangkat komunikasi yang harganya lebih murah dan dapat diakses oleh lebih banyak orang. Tidak hanya itu, jaringan seluler berteknologi broadband juga mengalami kemajuan dalam hal kecepatan dan jangkauan koneksi internet di banyak daerah di Indonesia. iSIKHNAS menjadi sebuah sistem informasi yang dapat digunakan di seluruh Indonesia dan tingkat pelaporannya telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Grafik 1. Pelaporan ke iSIKHNAS menggunakan Instant Messaging / IM dan
SMS pada bulan Januari 2016 hingga April 2017.
5. Apakah ada masalah dengan penggunaan aplikasi iSIKHNAS di ponsel pintar?
Perubahan jumlah laporan seluler selama 16 bulan terakhir
Grafik 1 diperoleh dari pengolahan data di laporan iSIKHNAS No. 300. Grafik ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah laporan yang diterima oleh database iSIKHNAS secara signifikan. Peningkatan ini terjadi pada setiap bulan sejak diperkenalkannya modul tambahan mengenai produksi hewan di bulan Januari 2017. Pada bulan April 2017, lebih dari 2,2 juta laporan telah diterima oleh iSIKHNAS, dengan rata-rata lebih dari 70,000 laporan yang diterima setiap harinya.
Tidak hanya tingkat pelaporan yang meningkat secara keseluruhan, tetapi juga proporsi pelaporan yang diterima melalui IM. Proporsi pelaporan meningkat yang awalnya kurang dari 20% di bulan April 2016 menjadi lebih dari 60% di bulan April 2017.
Kesimpulan
Melalui laporan iSIKHNAS No. 300, maka dapat diamati:• Peningkatan jumlah pelaporan ke iSIKHNAS yang signifikan
dalam beberapa bulan terakhir. Peningkatan terjadi saat diperkenalkannya modul baru mengenai produksi hewan.
• Peningkatan jumlah pelaporan menggunakan IM sebagai proporsi dari seluruh pelaporan seluler. Saat ini, pelaporan menggunakan IM mewakili jenis pelaporan yang terbanyak dilakukan, yaitu >60% dari seluruh pelaporan.
Jika kebanyakan orang lebih menyukai untuk menggunakan menu drop down atau subnavigasi pada aplikasi ponsel pintar dibandingkan mengirimkan pesan berisi kode singkat, maka usaha untuk memperbaiki dan meluncurkan aplikasi iSIKHNAS di ponsel pintar, merupakan hal yang tepat untuk dilakukan.
Rekomendasi• Aplikasi ISIKHNAS merupakan solusi
untuk memudahkan pengguna dalam mengirimkan laporan ke ISIKHNAS. Pengembangan modul aplikasi seiring dengan bertambahnya jumlah dan jenis laporan dalam ISIKHNAS perlu secara rutin dilakukan.