BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan formal yang memberikan dasar-dasar pokok dan penting untuk jenjang-jenjang pendidikan berikutnya. Kemampuan siswa yang dibina dengan baik sejak dini akan memberikan dasar pijakan yang baik pula untuk dapat melangkah dalam dunia pendidikan pada jenjang berikutnya. Demikian pula sebaliknya, bila dalam tahap dasar ini kemampuan-kemampuan dasar belum dikembangkan maka anak akan banyak menemui kesulitan pada tahap jenjang pendidikan berikutnya, atau setidak-tidaknya akan mengalami hambatan-hambatan dalam memahami berbagai konsep. Oleh sebab itu pembinaan dalam cara-cara memahami suatu persoalan dan konsep-konsep sudah harus dimulai sejak di Sekolah Dasar, demikian pula dalam bidang Pendidikan Agama Katolik. Kitab Suci merupakan buku yang berisi refleksi pengalaman iman dalam hubungannya dengan Allah yang menyelamatkan umat manusia. Kitab Suci memang ditujukan untuk semua umat dan semua bangsa. Akan tetapi tidak dapat disangkal pula bahwa refleksi isi Kitab Suci sebagian besar atau bahkan dapat dikatakan seluruhnya ditujukan untuk orang-orang yang dewasa, meskipun dalam segi-segi tertentu anak-anak juga disinggung dalam Kitab Suci, namun begitu dalam kaitannya dengan penyadaran iman untuk orang-orang yang dewasa. Oleh sebab itu, bagi anak-anak, untuk memahami isi Kitab Suci akan menjadi suatu kesulitan tersendiri, karena pola pikir dalam penulisan Kitab Suci tentu juga menggunakan pola pikir orang dewasa. Maka hal ini harus menjadi suatu pemikiran yang khusus dan serius bagi para pendamping iman anak-anak, untuk dapat menerjemahkan pesan- pesan dan isi Kitab Suci bagi anak-anak, khususnya seusia siswa Sekolah Dasar. Sementara tuntutan secara moral dan pedagogis, menghendaki agar semenjak usia dini, anak-anak sudah dibiasakan untuk menyenangi Kitab Suci. Maka salah satu tugas guru agama Katolik Sekolah Dasar adalah agar 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan formal yang memberikan
dasar-dasar pokok dan penting untuk jenjang-jenjang pendidikan berikutnya.
Kemampuan siswa yang dibina dengan baik sejak dini akan memberikan
dasar pijakan yang baik pula untuk dapat melangkah dalam dunia pendidikan
pada jenjang berikutnya. Demikian pula sebaliknya, bila dalam tahap dasar
ini kemampuan-kemampuan dasar belum dikembangkan maka anak akan
banyak menemui kesulitan pada tahap jenjang pendidikan berikutnya, atau
setidak-tidaknya akan mengalami hambatan-hambatan dalam memahami
berbagai konsep. Oleh sebab itu pembinaan dalam cara-cara memahami suatu
persoalan dan konsep-konsep sudah harus dimulai sejak di Sekolah Dasar,
demikian pula dalam bidang Pendidikan Agama Katolik.
Kitab Suci merupakan buku yang berisi refleksi pengalaman iman dalam
hubungannya dengan Allah yang menyelamatkan umat manusia. Kitab Suci
memang ditujukan untuk semua umat dan semua bangsa. Akan tetapi tidak
dapat disangkal pula bahwa refleksi isi Kitab Suci sebagian besar atau
bahkan dapat dikatakan seluruhnya ditujukan untuk orang-orang yang
dewasa, meskipun dalam segi-segi tertentu anak-anak juga disinggung dalam
Kitab Suci, namun begitu dalam kaitannya dengan penyadaran iman untuk
orang-orang yang dewasa. Oleh sebab itu, bagi anak-anak, untuk memahami
isi Kitab Suci akan menjadi suatu kesulitan tersendiri, karena pola pikir
dalam penulisan Kitab Suci tentu juga menggunakan pola pikir orang
dewasa. Maka hal ini harus menjadi suatu pemikiran yang khusus dan serius
bagi para pendamping iman anak-anak, untuk dapat menerjemahkan pesan-
pesan dan isi Kitab Suci bagi anak-anak, khususnya seusia siswa Sekolah
Dasar.
Sementara tuntutan secara moral dan pedagogis, menghendaki agar
semenjak usia dini, anak-anak sudah dibiasakan untuk menyenangi Kitab
Suci. Maka salah satu tugas guru agama Katolik Sekolah Dasar adalah agar
1
dapat menghadirkan isi dan pesan Kitab Suci kepada peserta didik, sehingga
mereka dapat memahami isi Kitab Suci sesuai dengan usia mereka.
Salah satu sifat anak adalah berpikir konkrit dan masih sulit untuk
memahami yang abstrak dan konsepsional. Maka dari itu perlu kiranya dalam
pembelajaran agama Katolik umumnya dan pengenalan Kitab Suci
khususnya perlu dihadirkan secara konkrit dan indrawi pula.
Oleh sebab itu untuk dapat memecahkan persoalan di atas, diadakanlah
suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
B. Identifikasi Masalah.
Kemampuan memahami isi Kitab Suci yang baik bagi anak Sekolah
Dasar akan dapat terwujud jika sejak awal, anak dibiasakan untuk menyukai
Kitab Suci. Untuk itu dibutuhkan suatu metode yang tepat guna agar anak-
anak Sekolah Dasar senang dengan kisah-kisah dalam Kitab Suci.
Agar siswa Sekolah Dasar memiliki kemampuan memahami isi Kitab
Suci yang baik maka perlu didukung oleh pengenalan isi Kitab Suci secara
menarik, menyenangkan, dan mudah dipahami oleh siswa. Untuk itu penulis
mengusulkan suatu “Media Cerita Bergambar” dalam memahami isi Kitab
Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang.
C. Rumusan Masalah.
Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka masalah
penelitian tindakan kelas ini adalah:
“Apakah melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007?”
D. Tujuan.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian tindakan
kelas ini adalah:
2
“Ingin mengetahui apakah penggunaan media cerita bergambar dapat
meningkatkan kemampuan memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2
Sekolah Dasar Negeri Kluwut 02 Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.”
E. Hipotesis Tindakan.
Hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:
“Melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007.”
F. Manfaat Penelitian.
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini, akan memberikan manfaat yang
berarti bagi:
a. Siswa.
1) Mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi Kitab Suci.
2) Membantu siswa menyenangi kisah-kisah dalam Kitab Suci.
3) Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran agama
Katolik.
b. Guru.
1) Meningkatkan kemampuan guru dalam perencanaan proses
pembelajaran agama Katolik dengan menggunakan media cerita
bergambar, sehingga dapat mempermudah pelaksanaan proses
pembelajaran.
2) Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah kesulitan siswa
Sekolah Dasar dalam memahami isi Kitab Suci.
c. Sekolah.
1) Sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
kegiatan pembelajaran agama Katolik.
2) Meningkatkan pendayagunaan alat peraga gambar.
3) Meningkatkan prestasi sekolah melalui peningkatan prestasi belajar
siswa.
3
G. Definisi Operasional.
Untuk memberikan kesamaan konsep dalam penelitian ini, maka perlu
dikemukakan definisi-definisi yang ada dalam penulisan ini.
a. Arti kata memahami menurut Desi Anwar (2002:325) adalah mengerti
benar (akan), mengetahui benar.
b. Pengertian “media cerita bergambar” didefinisikan sebagai berikut:
1) Menurut Tamsik Udin (1987:95), media berarti alat atau saluran
untuk menyampaikan pesan.
2) Cerita menurut Desi Anwar (2002:104) berarti karangan yang
mengisahkan perbuatan.
3) Gambar menurut Desi Anwar (2002:146) diartikan sebagai tiruan
barang, dalam bentuk dua dimensi.
Dengan demikian “Media Cerita Bergambar” dapat diartikan: alat
untuk menyampaikan pesan dalam bentuk kisah dua dimensi.
d. Kitab Suci.
Kitab Suci atau Alkitab menurut Tom Jacobs (1993:13) adalah buku
yang paling luhur dan paling unggul yakni “buku suci”. Yaitu seluruh
buku iman Kristiani, baik yang disebut Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kitab Suci.
1. Pengertian Kitab Suci.
Setiap agama memiliki suatu buku khusus yang menjadi pedoman
dalam menjalankan kehidupan beragama bagi para umatnya. Buku
tersebut sering disebut dengan Kitab Suci. Secara etimologis, Kitab Suci
berasal dari dua kata yaitu kitab dan suci. Desi Anwar (2002:242)
mengartikan kitab sebagai buku, buku suci, yakni buku yang berisi
segala sesuatu yang bertalian dengan agama. Sedangkan Tom Jacobs
(1993:13) mengartikan Kitab Suci dan Alkitab sama artinya, yaitu buku
yang paling luhur dan paling unggul yakni buku suci atau Kitab Suci.
Yang dimaksudkan adalah seluruh buku iman Kristiani, baik yang
disebut Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Berdasarkan rumusan di atas Kitab Suci dalam penelitian ini dapat
diartikan sebagai buku yang paling diunggulkan oleh agama Katolik
yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
2. Isi Kitab Suci.
Kitab Suci atau Alkitab terdiri dari sejumlah kitab-kitab yang ditulis
dari masa ke masa pada zaman dahulu. Tom Jacobs (1993:13) menulis
bahwa Alkitab atau Kitab Suci terdiri dari dua bagian yakni Perjanjian
Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Kedua bagian tersebut masih
dibagi-bagi lagi dalam berbagai kitab. Menurut Stefan Leks (1996:17)
ada sejumlah 73 kitab dalam keseluruhan isi Alkitab atau Kitab Suci.
Alkitab atau Kitab Suci umat Kristiani mempunyai corak tersendiri,
yang berbeda dengan Kitab Suci dari umat beragama lain. Hal ini perlu
diketahui oleh setiap orang yang ingin memahami isi Alkitab atau Kitab
Suci, dan terlebih bila ingin menggunakannya dengan benar. Groenen
dan Stefan Leks (1995:1) mengatakan, “Orang yang tidak mengetahui
ciri-corak khas Alkitab itu, tentu saja akan menangkap salah isinya.”
5
Kitab Suci atau Alkitab adalah sekumpulan karangan yang
dihasilkan umat beriman, baik Yahudi maupun Kristen selama ratusan
tahun. Karangan-karangan itu bukan “wangsit” atau “wahyu” yang oleh
Tuhan langsung diturunkan kepada tokoh-tokoh tertentu, seolah-olah
mereka itu “nabi” atau “resi”. Menurut Groenen dan Stefan Leks
(1995:2) karangan itu berisi kesaksian iman umat yang mengamati
kejadian-kejadian tertentu, lalu mengartikannya berdasarkan iman-
kepercayaan kepada Allah yang dipahami secara tertentu.
Kesaksian iman para umat zaman dahulu yang tertuang dalam
Alkitab atau Kitab Suci sebagian besar ditulis dalam bentuk “cerita”.
Baik itu yang ada dalam kitab Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian
Baru. Cerita-cerita tersebut tidak mengisahkan tentang kehidupan surga
serta para tokoh yang ada. Kitab Suci justeru menceritakan tentang kisah
hidup manusia itu sendiri baik secara perorangan maupun secara
kelompok sebagai umat beriman. Cerita-cerita itu tidak dapat dipandang
secara harafiah sebagai suatu bentuk laporan historis dan kronologis,
melainkan lebih dipandang sebagai suatu cerita bermakna yang perlu
digali makna-makna serta maksud-maksud yang terkandung dari balik
kisah-kisah tersebut.
3. Kitab Suci dan Anak.
Kitab Suci yang merupakan hasil refleksi iman umat secara
mendalami dalam terang dan bimbingan Roh Kudus akan lebih sulit
dipahami oleh anak-anak. Hal ini dapat dimengerti karena hampir dari
seluruh isi Kitab Suci atau Alkitab tidak ditujukan kepada anak-anak
dalam arti orang yang masih kecil. Meskipun kata “anak” dalam
Perjanjian Lama disebut dalam sejumlah 2.826 ayat, dan disebut dalam
sejumlah 772 ayat dalam Perjanjian Baru. Hal itu tidak mengindikasikan
bahwa ayat-ayat tersebut ditujukan kepada anak-anak. Memang dalam
bagian tertentu disinggung tentang pengertian “anak”, namun hal
tersebut dalam kaitannya dengan pembicaraan dengan orang dewasa.
Misalnya dalam Injil Mateus (18:10) mengatakan, “Ingatlah, jangan
6
menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku
berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu
memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.” Ayat tersebut tidak
ditujukan kepada anak-anak, tetapi tetap dalam kaitannya dengan orang
dewasa sebagai tujuan dari munculnya ayat tersebut.
Penulis menemukan ayat-ayat yang seolah-olah ditujukan kepada
“anak-anak” namun jika dikaji lebih lanjut ayat tersebut juga ditujukan
kepada orang dewasa. Misalnya dalam Injil Lukas (18:20) tertulis,
“Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah,
jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
hormatilah ayahmu dan ibumu.” Kata hormatilah ayahmu dan ibumu,
seolah-olah secara sekilas ditujukan kepada anak-anak, akan tetapi ayat
tersebut beserta paralelnya serta yang senada dengan ayat tersebut
sebenarnya ditujukan untuk orang dewasa. Contoh lain dalam Surat
Paulus kepada jemaat di Efesus (6:2) tertulis, “Hormatilah ayahmu dan
ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari
janji ini”. Ayat tersebut dalam kaitannya dengan wejangan terhadap
keluarga, maka ayat ini bisa dianggap sebagai ayat yang ditujukan
kepada anak-anak, meskipun konteksnya “anak” dalam arti anggota
keluarga, termasuk yang sudah berusia bukan lagi anak-anak.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka dapat dipahami
bahwa menterjemahkan isi Kitab Suci untuk ditujukan kepada “anak-
anak” akan menjadi suatu kesulitan tersendiri dan diperlukan suatu cara,
strategi atau metode yang secara khusus pula.
B. Media Cerita Bergambar
1. Pengertian Media Cerita Bergambar.
Media Cerita Bergambar terdiri dari dua unsur pokok yaitu media
dan cerita bergambar atau yang sering disingkat dengan “cergam”.
Tamsik Udin (1987:97) mengartikan kata media sebagai alat atau
saluran untuk menyampaikan pesan. Dalam dunia pendidikan, pesan
yang disampaikan atau disalurkan melalui media itu adalah suatu ajaran.
7
Ajaran ini dapat berasal dari guru, dosen, atau orang pandai lainnya,
yang secara umum disebut sebagai sumber belajar, manusia sumber atau
nara sumber. Media, sebagai perantara atau saluran komunikasi,
menyampaikan ajaran ini kepada siswa. Sri Anitah Wiryawan dan
Noorhadi (1994:6-2) memberi arti tentang media sebagai berikut,
“….media yang merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai untuk
mengantarkan pesan.” Antara istilah media dengan alat peraga hampir
sama, perbedaannya adalah sesuatu itu disebut media apabila menjadi
satu kesatuan yang integral dengan proses pembelajaran. Sedangkan
sesuatu itu disebut alat peraga apabila sesuatu itu sekedar menjadi alat
bantu saja. Dari pendapat-pendapat tersebut maka penulis mengartikan
media adalah orang, benda, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan
kondisi yang dapat merangsang siswa untuk berkembang baik dalam
segi pemahaman, keterampilan, maupun sikapnya.
Cerita bergambar terdiri dari dua unsur kata cerita dan bergambar
yang telah membentuk satu pengertian tersendiri. Cerita bergambar ini
dapat disebut juga dengan sebutan gambar bersambung atau gambar seri.
Karena terdiri dari unit-unit yang membentuk satu rangkaian cerita.
Tamsik Udin (1987:108) mengartikan gambar seri atau gambar
bersambung ialah. “….untuk menerangkan suatu rangkaian
perkembangan, seperti cerita untuk anak-anak, perkembangan suatu
pekerjaan (cara pembuatan keramik, pembuatan pakaian) atau cerita-
cerita sejarah.” Secara singkat penulis mengartikan Cerita Bergambar
adalah rangkaian suatu peristiwa dalam bentuk gambar dua dimensi.
2. Pentingnya Media Cerita Bergambar.
Beberapa hal tentang pentingnya media secara umum dan media
cerita bergambar pada khususnya dapat penulis kemukakan sebagai
berikut:
a. Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk
berpikir, sehingga dapat mengurangi terjadinya verbalisme.
b. Dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
c. Memberikan pengalaman yang lebih nyata.
8
d. Gambar bersifat lebih konkrit.
e. Gambar dapat mengatasi ruang dan waktu.
f. Gambar dapat digunakan untuk memperjelas suatu masalah.
g. Dapat digunakan baik untuk perorangan maupun kelompok
(klasikal).
h. Gambar dapat digunakan untuk merangkum suatu unit bacaan.
Selain dari beberapa hal mengenai pentingnya media cerita
bergambar di atas, dapat juga media cerita bergambar mempunyai
manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan gambaran yang nyata kepada anak-anak mengenai hal-
hal yang sedang diceritakan.
b. Memusatkan perhatian siswa terhadap obyek yang sedang
dibicarakan.
c. Siswa memahami hubungan bagian-bagian dari serangkaian cerita
yang disajikan.
d. Materi pembelajaran yang diberikan melalui media cerita
bergambar ini akan lebih bertahan lama dalam ingatan siswa, atau
lebih membekas.
Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia (2002:19) mengemukakan
bahwa teks atau cerita Kitab Suci dapat disampaikan dalam bentuk
‘cergam’: cerita bergambar. Lebih lanjut diuraikan bahwa ada banyak
kisah Kitab Suci yang dapat disampaikan dalam bentuk gambar,
misalnya: Nabi Yunus, Daud dan Goliat, Kisah Sengsara, Kisah
Kebangkitan, dan sebagainya.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penulisan ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).
Alasan penulis memilih bentuk rancangan penelitian tindakan kelas adalah
bahwa penulisan ini karena berlandaskan pada pengalaman nyata dan
langsung dari penulis dalam melaksanakan tugas sehari-hari yaitu
melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Penelitian ini juga lebih bersifat
untuk perbaikan hasil belajar siswa pada umumnya dan memahami isi Kitab
Suci pada khususnya.
Kegiatan penulisan ini dilaksanakan dengan pola kerja sebagai berikut:
1. Refleksi awal
2. Perencanaan.
3. Pelaksanaan
4. Tindakan
5. Pengumpulan data.
6. Refleksi
7. Perancangan ulang.
Berikut adalah uraian mengenai langkah-langkah pola kerja penelitian
ini:
1. Rancangan Siklus I
a. Refleksi awal.
Pada langkah pertama ini penulis mengidentifikasi masalah dan
menganalisa masalah dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik dalam hal memahami isi kisah-kisah dalam Kitab Suci pada
siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang.
b. Merumuskan permasalahan secara operasional.
Langkah kedua adalah merumuskan permasalahan yang ditemukan
dalam pembelajaran memahami isi Kitab Suci di kelas.
c. Merumuskan hipotesis tindakan.
10
Hipotesis tindakan pada siklus pertama dirumuskan sebagai berikut:
“Melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007.”
d. Menyusun rancangan tindakan.
Rancangan tindakan yang disusun adalah sebagai berikut:
1) Menentukan materi kisah dari Kitab Suci yang akan diajarkan
kepada siswa.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3) Menyusun alat pengumpulan data yang berupa instrumen test.
4) Menyusun rencana pengolahan data.
e. Pelaksanaan / Tindakan.
Penulis sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Katolik, melaksanakan pembelajaran memahami isi Kitab Suci
kepada siswa dengan metode: demonstrasi, bercerita, dan
penugasan. Langkah-langkah dalam proses pembelajaran ini adalah
sebagai berikut:
1) Kegiatan Pembuka
a) Guru mempersiapkan kondisi siswa untuk belajar tentang
isi Kitab Suci dan juga menyiapkan alat-alat atau media
yang akan digunakan.
b) Doa pembuka.
Guru mengajak siswa untuk berdoa pembuka
pembelajaran dan siswa menirukan doa dari guru secara
pelan.
c) Apersepsi.
Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai
pengalaman siswa yang ada hubungannya dengan
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
d) Pre test.
Pre test dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa dalam hubungannya dengan materi yang akan
11
diajarkan. Selain itu juga digunakan untuk pengambilan
data awal.
2) Kegiatan Inti.
a) Siswa mempelajari isi salah satu kisah dalam Kitab Suci
melalui media cerita bergambar yang telah disiapkan oleh
guru. Guru menguraikan kisah dari isi Kitab Suci tersebut
secara lisan.
b) Siswa mengadakan tanya jawab dengan guru sebagai
pendalaman isi kisah Kitab Suci tersebut.
c) Siswa dibimbing oleh guru untuk dapat menceritakan
kembali isi kisah Kitab Suci tersebut secara lisan dengan
bahasa siswa sendiri berdasarkan pemahaman siswa
mengenai kisah dari Kitab Suci yang telah dipelajarinya
melalui media cerita bergambar.
3) Kegiatan Penutup.
a) Evaluasi.
Guru mengadakan evaluasi mengenai hasil tindakan secara
tertulis.
b) Doa Penutup.
f. Pengumpulan data.
Sutrisno Hadi (1989:67) menulis bahwa seorang penyelidik dapat
menggunakan questionnaire, interview, observasi biasa, test,
eksperimen dan sebagainya dalam pemilihan metode pengumpulan
data. Pengumpulan data pada penulisan penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dengan metode test dengan instrumen Lembar Test
Tertulis. Contoh instrumen pengumpulan data dengan metode test
tersebut adalah:
Berapa jumlah anak Nuh?
g. Refleksi.
Analisis data dan refleksi dilaksanakan oleh penulis dalam
kegiatan yang terpisah dengan proses pembelajaran. Hasil refleksi
dicatat dan dijadikan acuan untuk melakukan tindakan siklus II.
12
2. Rancangan Siklus II.
Atas dasar pelaksanaan dan hasil refleksi dari siklus I maka penulis
membuat perencanaan tindakan ulang. Penulis melakukan pengulangan
perencanaan dengan menambahkan rencana tindakan dengan
menggunakan media cerita bergambar yang disertai dialog tertulis. Jika
pada siklus I, penulis belum menggunakan media cerita bergambar yang
disertai dialog tertulis, maka pada siklus kedua ini penulis lebih
menonjolkan pada penggunaan media cerita bergambar yang disertai
dialog tertulis.
a. Rencana Tindakan.
Berdasarkan hasil dari tindakan dan hasil refleksi siklus I,
maka disusun suatu rancangan tindakan sebagai berikut:
1) Materi yang diajarkan adalah memahami salah satu kisah
dalam Kitab Suci dengan menggunakan media cerita
bergambar yang disertai dialog tertulis dalam cerita bergambar