Top Banner
BAB II DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA Sebelum membahas diskusi, kita akan membahas dulu mengenai histologi, anatomi, dan fisiologi system saraf. Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari serabut saraf, gangglion, an akhiran saraf (reseptor dan efektor). sel saraf terdirai dari badan sel yang dapat berbentuk piramid, bulat, steleat atau seperti botol dan tonjolan sel, yaitu neurit (akson) dan dendrit. atas dasar jumlah tonolan sel, dikenala neuron inipoler, bipoler, miltipoler, dan pseudounipoler. berdasarkan panjang pendknya akson dibedakan menjadi neuron type Golgi I dan type Golgi II. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi neuron motorik dan neuron sensorik. kumpulan neuron di SSP disebut nuleus sedangkan kumpulan neuron di SST disebut ganglion. ada 2 macam ganglion yaitu ganglion cerebrospinalis (ganglion spinale) dan ganglion otonom (ganglion sympaticum). tonjolan sel saraf ada 2 macam, yaitu neurit (akson) yang umumnya bersifat panjang, tidak berpasang, jumlahnya satu yang berfungsi mengantarkan rangsang meninggalkan badan sel; dendrityang umumnya pendek,bercabang, dan jumlahnya lebih dari satu yang berfungsi menghantarkan menghantarkan rangsang menuju badan sel.serabut saraf tepi disusun oleh kumpulan kson sel saraf. sebagian akson pembentuk serabut saraf dibungkus oleh neurolemms (selubung Schwann) yang disusn oleh sel-sel Schwann. pada akson yang besar, selain neurolemma masih dibungkus lagi oleh bungks yang tersusun konsentris yaitu selubung myelin. di dalam perjalanannya serabut saraf masih disokong oleh bngkus jaringan pengikat, yaitu epineurium, perineurium, dan endoneurium. ndeuroglia marupakan sel oenyokong saraf yang berfungsi sebagai kerangka, penunjang vasa darah, pembungkus, dan
44

DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Apr 08, 2016

Download

Documents

qonitasj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

BAB IIDISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

Sebelum membahas diskusi, kita akan membahas dulu mengenai histologi, anatomi, dan fisiologi system saraf. Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari serabut saraf, gangglion, an akhiran saraf (reseptor dan efektor). sel saraf terdirai dari badan sel yang dapat berbentuk piramid, bulat, steleat atau seperti botol dan tonjolan sel, yaitu neurit (akson) dan dendrit. atas dasar jumlah tonolan sel, dikenala neuron inipoler, bipoler, miltipoler, dan pseudounipoler. berdasarkan panjang pendknya akson dibedakan menjadi neuron type Golgi I dan type Golgi II. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi neuron motorik dan neuron sensorik. kumpulan neuron di SSP disebut nuleus sedangkan kumpulan neuron di SST disebut ganglion. ada 2 macam ganglion yaitu ganglion cerebrospinalis (ganglion spinale) dan ganglion otonom (ganglion sympaticum). tonjolan sel saraf ada 2 macam, yaitu neurit (akson) yang umumnya bersifat panjang, tidak berpasang, jumlahnya satu yang berfungsi mengantarkan rangsang meninggalkan badan sel; dendrityang umumnya pendek,bercabang, dan jumlahnya lebih dari satu yang berfungsi menghantarkan menghantarkan rangsang menuju badan sel.serabut saraf tepi disusun oleh kumpulan kson sel saraf. sebagian akson pembentuk serabut saraf dibungkus oleh neurolemms (selubung Schwann) yang disusn oleh sel-sel Schwann. pada akson yang besar, selain neurolemma masih dibungkus lagi oleh bungks yang tersusun konsentris yaitu selubung myelin. di dalam perjalanannya serabut saraf masih disokong oleh bngkus jaringan pengikat, yaitu epineurium, perineurium, dan endoneurium. ndeuroglia marupakan sel oenyokong saraf yang berfungsi sebagai kerangka, penunjang vasa darah, pembungkus, dan kadang-kadang dapat melakukan fagositosis. neuroglia terdiri atas mikroglia yang terdiri dari astroglia dan oligodenroglia; mikroglia/mesoglia,sel hortega yang berasal dari mesoderm, selnya kecil, int tercat kuat, bentuknya mirip fibroblas, dan dalam keadaan patologis dapat bergerak amuboid dan memiliki daya fagositosis; sel Ependim.

sistem saraf pusat tersusun oleh cerebrum, cerebellum, dan medulla spinalis. ketiga bangunan tersebut berada dalam suatu rongga yang dibatasi oleh tulang dan dibungkus oleh suatu jaringan ikat yang disebut mening. permukaan cortex cerebrum mampunyai bagian-bagian yang menonjol yang disebut gyrus dan bagian-bagian yang melekuk disebut sulcus. substansi alba cerebrum berisi serabut saaf bermyelin, serabut saraf tapa myelin, dan neuroglia terutama oligodenroglia, astrochyt fibrosa, dan mikroglia. substansia griscea cerebrum disusun oleh badan sel saraf, serabut saraf tanpa mylin, dan neuruglia terutama oligidenroglia, astrochyt protoplasmatis, dan

Page 2: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

mikroglia.badan sel saraf penyususn substantia cerebrum antar lain berbentuk pyramid, steleat, serta spindle yang tersebar dalam enam lapisan cortex cerebri.

substantia griscea cereballum terdiri atas tiga lapisan dan tersusun atas adan sel yang berbentuk steleat kecil maupun besar dan sal-sel berbentuk seperti botol (sel purkinye). di dalam substantia griscea cerebellum terdapat dua macam serabut saraf aferen yang besar yaitu Mossy Fibers yang merupakan serabut saraf terbesar substantia alba yang masuk ke dalam coretx cerebelli dan bercabang-cabang seperti lumut; Climbing Fibers yang berjalan dalam substantia alba menuju ke cortex, yaitu pada sel-sel purkinye. permukaan cortex cerebellum juga terdapat gyrus dan sulcus.

substantia griscea medulla spinalis terdapat pada bagian tengah dikelilingi substantia alba yang membentuk bangunan seperti huruf H. sepasang kaki depan disebut cornu anterior dan sepasang kaki belakng disebut cornu posterior. di tengah-tengah substantia griscea didapatkan canalis centralis yang dindingnya dilapisi oleh sel-sel neuroglia yang tersusun epitelid disebut Ependim. di sekitar sel-sel ependim terdapat kumpulan neuroglia yang membentuk daerah bergranula yang disebut substantia gelatinosa centralis. cornu anterior disusun oleh sel-sel motorik besar yang akson-aksonnya membentuk radix anterior. sedang cornu osterior disusun oleh sel-sel sarf sensoris berbagai ukuran dimana akson-aksonnya akan membentuk radix posterior. substantia alba medulla spinalis mengelilingi substantia griscea dan dipisahkan menjadi dua bagian yaiti funiculus dorsalis dan finiculus ventrolaterlis. oleh cornu anterior, funiculus ventrolateralis dibagi menjadi dua, yaitu funiculus anterior dan funiculus lateralis.pada regio lumbal da toracal, antara cornu anterior dan cornu posterior terdapat serabut substantia griscea yang masuk ke dalam sunstantia alba dan disebut formatio reticularis. (Muthmainah,et al. 2011). Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997) Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar

Page 3: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+.Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar.Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential).

Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi.Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel (Snell, 2006).

DISKUSI KASUS 1 :Kasus kelumpuhan yang pertama adalah seorang laki-laki 55 tahun. Cara berbicara pasien menjadi pelo kemungkinan disebabkan oleh kelainan nervus hipoglossus.

Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang. Batang otak merupakan suatu struktur yang secara anatomi kompak, secara fungsional barmacam-macam, dan secara klinis penting. Bahkan suatu lesi tunggal yang relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus, atau jaras. Lesi seperti itu seringkali bersifat vaskular (misalnya, perdarahan, iskemia oklusif), tetapi tumor, trauma, dan proses degeneratif atau demielinasi dapat juga merusak batang otak. Berikut ini adalah sindrom-sindrom yang khas yang disebabkan oleh lesi pada batang otak.

Sindrom Medularis medial (basal)

Biasanya mengenai piramis, sebagian atau seluruh lemnikus medialis, dan saraf XII. Jika

Page 4: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

unilateral, maka sindrom ini dikenal juga sebagai hemiplegia hipoglosus alternan. Istilah ini mengacu pada penemuan bahwa kelemahan saraf kranial terletak pada sisi yang sama dengan lesi, sedangkan paralisis tubuh adalah pada sisi yang berlawanan dengan lesi. Lesi dapat juga mengakibatkan defek bilateral

Sindrom medularis lateral atau Wallenberg

Melibatkan beberapa (atau semua) struktur berikut didalam medula oblongata yang terbuka pada sisi dorsolateral: pedunkulus serebelaris inverior, nukleus vestibularis, serabut atau nukleus dari saraf IX dan X, nukleus dan traktus spinalis dari daraf V, traktus spinotalamikus, dan jaras simpatetik. (terlibatnya jaras simpatetik mungkin menimbulkan sindrom horner). Bagian yang terkena diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri vertebralis atau arteri serebelaris inferior posterior.

Sindrom pontin basalis

Dapat melibatkan baik traktus kortikospinalis maupun saraf kranial (VI, VII, atau V) dibagian yang terkena, tergantung pada luas dan derajat dari lesi. Jika lesi besar maka mungkin lemnikus medialis juga terkena.

Sindrom pons dossalis

Mengenai saraf VI atau VII atau nukleusnya masing-masing, dengan atau tanpa melibatkan lemnikus medialis, traktus spinotalamikus, atau lemnikus lateralis. “pusat tatapan lateral” seringkali terkena. Ditingkat yang lebih rostral, saraf V dan nukleus-nukleusnya mungkin tidak berfungsi lagi.

Sindrom pedunkularis Disebut juga hemiplegia okulomotorik alternan dan sindrom weber di otak tengah bagian basal, melibatkan saraf III dan bagian-bagian dari pedunkulus serebralis Sindrom Benedikt

Terletak didalam tegmentum dari otak tengah, mungkin merusak lemnikus medialis, nukleus ruber, dan saraf III dan nukleusnya dan traktus-traktus yang berhubungan.

Kelumpuhan tatapan vertikal (ketidakmampuan menggerakan mata keatas atau kebawah). Disebut juga sindrom Parinaud, disebabkan oleh kompresi dari tektum dan bagian-bagian yang berdekatan (misalnya, oleh tumor dari glandula pineal). (Harsono, 1996).Selainn gangguan lesi otak, akan dibahas juga gangguan 12 saraf cranial, yaitu:

1)Saraf Olfaktorius. (N.I)

Page 5: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:Agenesis traktus olfaktoriusPenyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasalSembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya.Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.

2)Saraf Optikus (N.II)Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf

Page 6: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:1.Trauma Kepala2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)3.Kelainan pembuluh darahMisalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.4.Infeksi.Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:a.Papiledema (khususnya stadium dini)Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.b.Atrofi optikDapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.c.Neuritis optik.

3)Saraf Okulomotorius (N.III)Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:1.Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.2.Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.3.Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes.

4)Saraf Troklearis (N. IV)

Page 7: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan kemedial.Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.

5)Saraf Abdusens (N. VI)Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior.Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.

6)Saraf Trigeminus (N. V)Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.

7)Saraf Fasialis (N. VII)Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.

Page 8: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Lesi LMN :Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media.Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.

Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

8)Saraf VestibulokoklearisKelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan (vertigo).Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:Gangguan pendengaran, berupa :Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibulerPada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi.Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.

9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan

Page 9: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)Pasca operasi trepansi serebelumPasca operasi di daerah kranioservikal

10)Saraf Asesorius (N. XI)Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.

11)Saraf Hipoglossus (N. XII)Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut. (Harsono, 1996).

Cara berjalan pasien kesulitan disebabkan adanya lesi pada area motorik primer atau area Brodman 4 yang berada pada lobus precentralis.

Wajah penderita merot ke sisi kiri disebabkan adanya kelainan pada nervus fascialis.Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.

Page 10: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik. (Harsono, 1996)Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada. (Harsono, 1996)

Anggota gerak kanan yang lumpuh menjadi kaku (spastik) disebabkan...................Refleks fisiologis meningkat disebabkan oleh...........................................................Reflek Fisiologis

Reflek fisiologis adalah reflek yang ada pada orang normal. Refleks-refleks fisiologis meliputi reflex peregangan yang muncul pada stimulasi tendon, periosteum, tulang, persendian, fascia, atau aponeurosis.

Pada pemeriksaan refleks, sebuah reflek dapat diinterpretasikan sebagai reflex yang negative, menurun, normal, meningkat, atau hiperaktif. Berikut kriteria secara kuantitatif:

0 : tidak berespon+1 : agak menurun, dibawah normal+2 : normal; rata-rata/umum+3 : lebih cepat disbanding normal; masih fisiologis (tidak perlu dianalisis dan tindak

lanjut)+4 : hiperaktif sangat cepat, biasanya disertai klonus, dan sering mengindikasikan adanya

suatu penyakit.• Pemeriksaan Refleks pada Lengan/Tangan

• Refleks Biceps• Pasien duduk dan relaks• Lengan pasien relaks dan sedikit ditekuk/fleksi pada siku dengan telapak tangan

mengarah ke bawah

Page 11: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

• Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa• Letakkan ibu jari pemeriksa untuk menekan tendon biceps pasien• Dengan menggunakan palu reflex, pukul ibu jari yang menekan tendon pasien• Reaksi pertama adalah kontraksi dari otot biceps dan kemudian fleksi pada siku• Biceps adalah otot supinator untuk lengan bawah, hal tersebut akan menimbulkan

gerakan supinasi• Jika reflex ini meningkat, daerah reflex akan meluas dan reflex ini akan muncul

dengan cara memukul klavikula; akan terjadi fleksi pada pergelangan dan jari-jari tangan; dan juga adduksi dari ibu jari

• M.Biceps brachii diinnervasi oleh n.musculocutaneus (C5-C6)

• Refleks Triceps• Pasien duduk dan relaks• Letakkan lengan pasien pada lengan/tangan pemeriksa• Posisi sama seperti saat pemeriksaan reflex biceps• Saat lengan pasien sudah benar-benar reflex (dengan cara palpasi otot triceps:

tidak tegang), pukul tendon triceps yang melalui fossa olecranii• Reaksinya adlaah kontraksi otot triceps dan sedikit terhentak• M.Triceps brachii diinnervasi oleh n.Radialis. proses reflex melalui C7

• Pemeriksaan Refleks pada Tungkai• Refleks Patella

• Pasien duduk dengan tungkai menggantung• Lakukan palpasi pada sisi kanan dan kiri tendon patella• Tahan daerah distal paha dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain

memukul tendon patella• Tangan pemeriksa yang menahan bagian distal paha akan merasakan kontraksi

otot quadriceps dan pemeriksa mungkin dapat melihat gerakan tiba-tiba dari tungkai bagian bawah

• Cara lain untuk memeriksa:• Pasien diminta untuk menggenggam tangn mereka sendiri• Pukul tendon patella saat pasien saling menarik genggaman tangan mereka• Mertode ini disebut “reinforcement”• Jika pasien tidak mampu untuk duduk, dianjurkan posisi supinasi

• Refleks Achilles• Pasien duduk dengan satu tungkai menggantung atau berbaring dengan posisi

supine atau berdiri dengan bertumpu pada lutut dimana bagian bawah tungkai dan

Page 12: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

kaki berada di luar meja pemeriksaan• Tegangkan otot Achilles dengan caraa menahan kaki di posisi dorsofleksi• Pukul tendon Achilles dengan ringan dan cepat utnuk memunculkan reflex

achiles, yaitu fleksi kaki yang tiba-tiba• “reinforcement” juga dapat dilakukan pada pemeriksaan ini (Tim Skills Lab FK

UNS Surakarta, 2011).

Penderita tidak dapat mengontrol kencingnya meskipun masih dalam keadaan sadar disebabkan oleh................................................................................................

Patogenesis, Patofisiologi Gejala

kelumpuhan

kehilangan atau gangguan fungsi motorik sebagian merupakan akibat lesi dari mekanisme saraf atau otot, juga, dengan analogi, gangguan fungsi sensorik (kelumpuhan sensorik). Kelumpuhan motorik dapat dinyatakan sebagai lembek, dalam kasus lesi neuron motor lebih rendah, atau spastik, dalam kasus lesi neuron motor atas.

Mengompol

Sistem kemih melakukan tugasnya didukung oleh otot dan saraf yang harus bekerja sama untuk menahan air kencing dalam kandung kemih dan kemudian melepaskannya pada saat yang tepat. Saraf membawa pesan dari kandung kemih ke otak untuk memberi tahu kapan kandung kemih penuh. Saraf tersebut juga membawa pesan dari otak ke otot kandung kemih untuk mengencangkan atau melepas. Saraf yang bekerja buruk dapat menyebabkan tiga macam masalah kontrol kandung kemih. Saraf membawa sinyal dari otak ke kandung kemih dan sfingter.

• kemih terlalu aktif.

Hal ini terjadi karena saraf yang rusak dapat mengirim sinyal ke kandung kemih pada waktu yang salah, menyebabkan otot untuk memeras tanpa peringatan. Gejala-gejala kandung kemih terlalu aktif termasuk :

kemih berfrekuensi didefinisikan sebagai buang air kecil delapan atau lebih kali sehari atau dua kali atau lebih di malam hari

kencing urgensi-kebutuhan, tiba-tiba buang air kecil dengan kuat dan segera

kebocoran urin yang mengikuti dorongan, tiba-tiba yang kuat untuk buang air kecil

• Kontrol minimal dari otot sfingter. Sfingter otot mengelilingi uretra dan tetap tertutup untuk menahan air kencing dalam kandung kemih. Jika saraf ke otot-otot sfingter yang rusak, otot-otot dapat menjadi longgar dan memungkinkan kebocoran atau tetap ketat saat ingin membuang urin.

Urin retensi. Bagi beberapa orang, kerusakan saraf otot kandung kemih berarti mereka tidak mendapatkan pesan bahwa sudah waktunya untuk melepaskan urin atau terlalu lemah untuk

Page 13: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

sepenuhnya mengosongkan kandung kemih Jika kandung kemih menjadi terlalu penuh, urin dapat kembali dan meningkatnya tekanan yang dapat merusak ginjal.. Atau urin yang tetap terlalu lama dapat menyebabkan infeksi di ginjal atau kandung kemih. Retensi urin juga dapat menyebabkan inkontinensia overflow (Shidarta et al., 2008).

Penyebab Kerusakan Sel sarafBanyak kejadian atau kondisi yang dapat merusak saraf dan jalur saraf. Beberapa penyebab paling umum adalah

• melahirkan lewat vagina

• infeksi otak atau sumsum tulang belakang

• diabetes

• stroke

• kecelakaan yang melukai otak atau sumsum tulang belakang

• multiple sclerosis

• keracunan logam berat

Selain itu, beberapa anak yang lahir dengan masalah saraf yang dapat menjaga kandung kemih dari melepaskan urin, menyebabkan infeksi saluran kemih atau kerusakan ginjal (Shidarta et al., 2008).

Disartria

Untuk dapat mengucapkan kata-kata dengan baik sehingga bahasa yang didengar dapat ditangkap dengan jelas setiap suku kata dan secara terinci, maka mulut, bibir, palatum mole dan pita suara serta otot-otot pernafasan harus melakukan gerakan tangkas dengan sempurna. Bila salah satu dari yang tersebut diatas mengalami gangguan, maka dapat menyebabkan cara berbahasa yang kurang jelas. Kata-kata yang seolah-olah ditelah, biasanya disebbakan adanya integrasi gerakan otot-otot pernapasan didalam mengeluarkan kata-kata yang tidak sempurna. Stomatitis juga dapat meruapakan salah satu penyebab tidak jelasnya kata-kata yang diucapkan. Pada disartria hanya cara mengucapkannya saja yang terganggu, tetapi tata bahasanya baik. Paada lesi UMN unilateral, sebagai gejala dari hemiparesis, dijumpai disartria yang ringan sekali. Dalam hal ini, terbatasnya gerakan lidah untuk bergerak ke satu sisi meruapakan sebab gangguan artikulasi. Disartria UMN yang berat timbul akibat adanya lesi UMN bilateral, seperti pada paralisis pseudobulbaris. Disini, lidah sulit digerakkan keluar dan umumnya kaku untuk digerakan ke segala arah. Lesi UMN lain yang bisa menimbulkan disartria terletak di jaras-jaras yang menghantarkan impuls yang bersumber pada cerebellum atau yang menyalurkan impuls ke ganglia basalis. Pada disartria cerebelar, kerja sama gerak otot lidah, bibir, pita suara, dan otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang-siur, sehingga kelancaran dan kontinuitas kalimat yang diucapkan sangat terganggu. Cara berbahasa penderita penyakit cerebellum disebut eksplosif, karena kata-kata yang diucapkan terputus-putus, suara dan nadanya berdentam. Disartria yang dijumpai pada penyakit Parkinson disebabkan oleh gerakan otot yang lamban dan kaku. Sehingga cara berbahasnya lambat, monoton, lemah dan menggetar.

Pada disartria LMN akan terdengar berbagai macam disartria tergantung pada kelompok otit yang terganggu. Pada penderita paralisis bulbaris terutama lidah yang lumpuh dan cara berbicara dengan lidah yang lumpuh “pelo”. Jika palatum mole lumpuh, disartria yang timbul ersifat sengau, sering dijumpai pada meastenia gravis. Penyakit-penyakit yang menyebabkan disartria adalah polyneuritis, difteria, siringpbulbia, distrofia muskulorum progresiva dan meastenia

Page 14: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

gravis (Silbernag ey al., 2007).

Gangguan Kulaitas Kesadaran

Ganguan kualitas kesadaran merupakan soal input sesorik bagi kedua hemispherium, yang terutama ditentukan oleh keutuhan ascendens difus. Kualitas kesadaran yaitu modalitas kesadaran yang berlandasan pada derajat kesadaran yang optimal.

Kerusakan structural dan gangguan metabolism yang menyeluruh pada kedua belahan hemispherium akan menimbulkan gangguan kualitas kesadaran. Ganggguan tersebut tampak pada aktivitaa eksternal seseorang. Ia akan memprlihatkan gejala-gejala pokok “organic barin syndrome” yaitu:

• Ganggguan daya berorientasi

• Gangguan daya mengingat

• Gangguan daya intelektual

• Gangguan untuk mempertimbangkan dan menilai sesuatu

• Gangguan untuk memelihara dan mengebdalikan diri dalam menghadapi kesukaran batiniah (Ropper AH et al., 2003).

Wajah merotWajah merot pada dasarnya merujuk pada kelumpuhan salah satu syaraf wajah (mononeuropati)yakni syaraf ke-7 (nervus fasialis). Kelumpuhan ini murni disebabkan jepitan pada syaraf ke-7 bukan daripenyebab lain seperti pembuluh darah pecah atau tersumbat. Pada pasien stroke, wajah merot tidak hanya menyebabkan kelumpuhan pada separuh wajah tetapi juga menyebabkan kelumpuhan separuh bagian badan. Kelumpuhan ini terjadi akibat adanya himpitan yang menekan serabut syaraf ke-7 sehingga tak bisa menyampaikan impuls dari pusat syaraf pada batang otak. Syaraf yang bekerja pada wajah sebenarnya ada 12 dengan pusat pada batang otak. Masing-masing memiliki fungsi berbeda. Syaraf ke-7 memiliki keistimewaan, terdapat serabut panjang dari dalam tempurung kepala ke luar melalui kanal di bawah telinga menuju sisi wajah. Panjangnya serabut syaraf ke-7 ini menyebabkannya rentan terjepit atau tertekan. Bila terjadi gangguan, akan menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot wajah sesisi.Sejumlah keluhan wajah merot juga disertai sakit kepala tidak spesifik. Umumnya wajah merot tidak disertai keluhan lain seperti rasa kebas, karena syaraf perasa di wajah dipengaruhi syaraf 5, bukan saraf ke-7. Namun, karena terjadi kekakuan pada otot wajah, penderitanya merasa sedikit tebal pada kulit wajahnya. Asalkan ditangani tepat dan tak terlambat, bisa sembuh sempurna. Tepat artinya ditanganikurang dari 2-4 jam setelah serangan (golden period). Dan tidak dilakukan pengobatan alternatif atau tindakan tanpa pertimbangan medis. Namun, yang terpenting lagi penderita wajah merot sebaiknya beristirahat atau mengurangi aktivitas wajah selama beberapa hari setelah terkena serangan (Weiner HL et al., 2001). Dan segera berkonsultasi ke dokter syaraf selama masih dalam golden period.Bila pengobatan dengan obat anti inflamasi atau anti-viral tidak menunjukkan hasil, dan setelah dilakukan MRI tampak adanya penekanan pada syaraf ke-7, pilihan akhir yang diambil dokter adalah tindakan operasi dekompresi atau pembebasan tekanan. Namun, ini adalah pilihan terakhir yang jarang sekali diambil. Setelah lewat fase akut 3-4 hari, barulah bisa dimulai latihan fisioterapi di depan kaca atau mengunyah permen karet.Sebaiknya fisioterapi tidak terburu-buru dilakukan, karena memicu terjadinya nerve sprouting atau syaraf tidak kembali sempurna,

Page 15: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

atau tumbuh melenceng. Nerve sprouting bisa menyebabkan timbulnya gerakan tidak terkontrol yang menyertai maksud gerakan pada wajah. Misalnya,kedutan di wajah.Pada penderita diabetes, kemungkinan untuk sembuh akan berbeda dengan orang tanpa diabetes. Penderita diabetes yang terserang wajah merot akan sembuh sekitar 60persen saja, karena kemampuan penyembuhannya relatif tidak sebaik orang tanpa diabetes.Biasanya wajahnya masih akan terlihat sedikit mencong (Price et al., 2006).PatofisiologiPara ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh .Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal (Aminoff MJ et al., 1993). Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental (Campbell WW, 1992). Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer (Snell et al, 2007).Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa inggris “cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN (Mardjono et al., 2008).Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu (Aliah A et al., 2005).

Stroke

STROOKE HEMORAGIK Adalah pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan darah mengalir ke substansi yang lain atau ruang subaraknoid yang menimbulkan perubahan komponen intrakranial yang harusnya konstan.Darah yang mengalir kesubstansi otak atau ruang subaraknoid menyebabkan edema, spasme pembuluh darah, dan penekanan pada daerah otak menimbulkan aliran darah berkurang sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

Menurut wito strooke hemoragik dibagi dua yaitu;

Page 16: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

1.perdarahan intraserebral (PIA)gejala tidak jelas kecuali nyeri karena hipertensi, serangan seringkali siang hari pada saat aktivitas atau emosi 2.Perdarahan subaraknoid (PSA)gejalanya berupa nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, dapat terjadi odema pupil karena perdarahan subaracnoid

Manifestasi klinik a.Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparese) yang timbul mendadak b.Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik)c.Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)d.Apasia (bicara tidak lancar,sulit memahami ucapan)e.Disatria (bicara pelo atau cadel)f.Gangguan penglihatan g.Ataksia (kelemahan anggota badan)h.Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala

Gejala strooke hemisfer kanan -Hemiparese sebelah kiri tubuh -Penilaian buruk -Mempunyai kerentangan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan

Gejala strooke hemisfer kiri -Hemiparese kanan -Perilaku lambat sangat berhati-hati -Kelainan bidang pandang sebelah kanan -Disfagia global-Afasia -Mudah rustasi

Therapi Pencegahan primerhindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, mengurangi kolesterol, mengendalikan hipertensi,DM, penyakit jantung, konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur

Pencegahan sekunder -modifikasi gaya hidup berisiko strook dan faktor risikonya, hindari alkohol, kegemukan,-Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin Obat-obatan ; Asam asetim salisilat, anti kuagolan,

Strooke non hemoragik Adalah gangguan peredaran darah di otak (GPDO) atau cerebro vascular accident (CVA)yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak yang dapat timbul secara mendadak atau secara cepat dengan gejala yang sesuai dengan daerah yang terganggu sehingga distribusi nutrisi dan oksigen terganggu Trombosit serebri adalah (TS) adalah penyempitan lumen pembuluh darah otak terjadi secara perlahan karena proses arteriosklerosis, bersifat reversibel dan dapat membaik bila tekanan darah cepat membaik . Emboli serebri (ES) adalah penyempitan pembuluh darah ssecara mendadak atau akut dengan sumber utama emboli dari jantung . Serangan otak iskemik sepintas atau Transient aschemic attack (TIA) sebagai akibat dari terhentinya aliran darah yang menuju keotak disebabkan oleh sumbatan yang berasal dari emboli dan trombosis serebri

Penyebabnya -Trombosis (bekuan cairan didalam pembuluh darah otak), tombus yang lepas dan menyangkut di

Page 17: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

pembuluh darah bagian distal disebut embolus-Embolisme serebral (bekuan darah), emboli dapat berupa gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, bakteri, benda asing -Iskemik ; penurunan aliran darah keotak Fakto risiko yang dapat diubah hipertensi, Diabetes militus, merokok, alkohol, obat kontrasepsi oral, peningkatan hematokrit dan dislipodemia Faktor risiko yang tidak dapat diubah usia, jenis kelamin, ras, penyakit jantung, keturunan

Tanda gejala strooke non hemoragik -Terjadinya tidak mendadak bisa pada saat pasien istirahat -Nyeri kepala umumnya ringan-sedang -Tidak ada kejang, muntah -Tidak disertai penurunan kesadaraan atau terjadi penurunan kesadaran dalam derajat yang minimal-Gangguan penglihatan pada mata yang satu tanpa nyeri -Hemiparese -Afasia -Gangguan sensori raba -Gangguan gerakan tubuh -Mulut merot bila mengenai saraf fasialis -Mendadak tidak stabil

Pengelolaan Pencegahan -Perilaku hidup sehat -Aktivitas fisik -Mengontrol berat badan -Memperbaiki gizi -Hindari rokok -Hindari Narkotik & alkohol

Pngobatan faktor risiko -Atasi ideologi dan patofisiologinya -Fisiotherapi -Perawatan maksimal

Rehabilitasi pada strooke non hemoragik di lakukan mobilisasi secepatnya dan fisiotherapi dua kali seninggu setelah tidak ada kontraindikasi

Riwayat Penyakit Dahulu, pasien pernah menderita diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien juga gemar makan dan minum yang manis, makanan berlemak dan kurang berolahraga.Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. (Price, 1996)Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan

Page 18: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. (Price, 1996)Makanan berlemak mengandung banyak kolesterol. Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. (Price, 1996)Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak. (Price, 1996).Dari gejala dan tanda diatas, pasien didiagnosis stroke, maka kita akan membahas semua hal tentang stroke.

Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan susunan saraf disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat perdarahan, trombosis atau embolisasi. Dapat juga karena peradangan, degenerasi dan penekanan oleh proses desak ruang dan sebagainya. Suatu lesi yang melumpuhkan fungsi kawasan yang didudukinya dikenal sebagai lesi paralitik sebgai tandingan dari lesi iritatif, yaitu lesi yang merangsang daerah yang didudukinya.

Kelumpuhan UMN umumnya melanda sebelah tubuh karena lesinya menduduki kawasan piramidal sesisi. Di batang otak daerah piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegi yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegi alternans.

Lesi sesisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai di medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis pada umumnya merupakan tetraplegi atau paraplegi.

Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam :• Hemiplegi akibat hemilesi di kortek motorik primer• Hemiplegi akibat hemilesi di kapsula interna• Hemiplegi alternans akibat hemilesi di batang otak

• Sindrom hemiplegi alternans di mesensefalon• Sindrom hemiplegi alternans di pons• Sindrom hemiplegi alternans di medula oblongata

• Tetraplegi atau kuadriplegi dan paraplegi akibat lesi di medula spinalis di atas tingkat konus

Kelumpuhan LMN dapat dibagi dalam :• Kelumpuhan LMN akibat lesi di motoneuron• Kelumpuhan LMN akibat lesi di radiks ventralis• Kelumpuhan akibat kerusakan pada pleksus brakhialis• Kelumpuhan akibat lesi di pleksus lumbosakralis

Page 19: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

• Kelumpuhan akibat lesi di fasikulus• Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer• Kelumpuhan akibat lesi pada ‘motor end plate’• Kelumpuhan akibat lesi pada otot

(Mardjono, 2008)Keadaan yang dapat menimbulkan hemiplegi :

StrokeBerdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan fungsi

serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.

Cerebral PalsyCerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu

dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.

Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. Salah satunya adalah paralisis. Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. (Adyana, 1993)

Tumor otakTumor otak akan memberikan gambaran tertentu, sesuai lokasi tumor tersebut. Tumor

dapat memberikan gambaran hemiplegi bila terletek pada kortek motorik primer, kapsula interna, atau batang otak.

A. PengertianStroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).

Page 20: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

B. Klasifikasi strokeBerdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :

1. stroke hemoragik

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.

2. stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.

Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :

• TIA’S (Trans Ischemic Attack)

Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

• Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)

Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..

• stroke in Volution

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.

• Stroke Komplit

Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

C. EtiologiAda beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

Page 21: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.

6. Polocitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

D. Patofisiologi1. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

2. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada

Page 22: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

E. Tanda dan gejalaTanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.

• Pengaruh terhadap status mental

· Tidak sadar : 30% – 40%

· Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

• Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

· Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

· Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

• Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

· hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

· inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena

• Daerah arteri serebri posterior

· Nyeri spontan pada kepala

· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

• Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

· Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

· Hemiplegia alternans atau tetraplegia

· Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

• Stroke hemisfer kanan

· Hemiparese sebelah kiri tubuh

· Penilaian buruk

· Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan

• stroke hemisfer kiri

· mengalami hemiparese kanan

Page 23: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

· perilaku lambat dan sangat berhati-hati

· kelainan bidang pandang sebelah kanan

· disfagia global

· afasia

· mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostikProsedur pemeriksaan stroke adalah:

• Anamnesis• Keluhan utama• Riwayat Penyakit Sekarang• Riwayat Keluarga• Riwayat Kebiasaan/gizi

• Pemeriksaan• Status Internus• Status psikiatrik• Status neurologik; meliputi pemeriksaan kesan umum, fungsi luhur, tanda perangsang

mening, Nn. Kranialis, Kolumna Vertebral, Koordinasi/Keseimbangan, motorik, Keseimbangan, System otonom/vegetatif

• Resume anamnesis dan pemeriksaan• Diagnosis Banding• Pemeriksaan penunjang/tambahan• Diagnosis• Terapi• Prognosis• Komplikasi/Penyulit

(Soedomo, 2005)

Diagnosis Stroke :• Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis• Sistem skor untuk membedakan jenis stroke

Skor >1 : perdarahan supratentorialSkor -1 s.d 1 : perlu CT ScanSkor <-12 : infark cerebriDerajat kesadaran : 0=kompos mentis; 1=somnolen; 2=sopor/koma

Page 24: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Vomitus : 0=tidak ada; 1=adaNyeri kepala : 0=tidak ada; 1=adaAteroma : 0=tidak ada; 1= salah satu atau lebih : diabetes, angina, penyakit pembuluh darah

• CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan• Scan Resonansi Magnetic (MRI) lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi infark cerebri

dini dan infark batang otak (Arif Mansjoer et al, 2009)Pemeriksaan penunjang diagnosis stroke lainnya, antara lain :

• Algoritma Stroke Gajah MadaPenilaian didasarkan atas :• Penurunan kesadaran• Nyeri kepala• Refleks babinskiBila didapatkan minimal 2 dari 3 hal di atas poditif, maka terdapat perdarahan intracerebral

• Pemeriksaan Penunjang Rutin• Darah• Foto thorax• EKG (elektrokardiografi)

• Pemeriksaan Penunjang Khusus• Masa protrombin, fibrinogen, agregasi trombosit• Ekokardiografi transtorakal• Ultrasonografi Doppler transkranial• Angiografi(Suroto, 2005)

G. PenatalaksanaanSTADIUM HIPERAKUT

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada

Page 25: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

STADIUM AKUT

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

STROKE ISKEMIK

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipire-tik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengan- dung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan

Page 26: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, di- lanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

STROKE HEMORAGIK

Terapi umum:

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke- adaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus:

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidro- sefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

Page 27: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

STADIUM SUBAKUT

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:

• Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.

• Penatalaksanaan komplikasi.

• Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.

• Prevensi sekunder.

• Edukasi keluarga dan Discharge Planning. (Setyopranoto, 2011).

H. PreventifPencegahan dari stroke tergantung dari faktor resiko, namun ada beberapa faktor resiko

yang memang tidak bisa dikendalikan. Berikut ini akan dipaparkan macam-macam faktor resiko stroke yang bisa dikendalikan, potensial bisa dikendalikan, dan tidak bisa dikendalikan:

• Bisa dikendalikan : Hipertensi, Penyakit jantung, Fibrilasi atrium, Endokarditis, Stenosis mitralis, Infark jantung, Merokok, Anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), Stenosis karotis asimtomatik.

• Potensial bisa dikendalikan : Diabetes Melitus, Hiperhomosisteinemia, Hipertrofi ventrikel kiri.

• Tidak bisa dikendalikan : Umur, Jenis kelamin, Herediter, Ras dan etnis, Geografi. (Setyopranoto, 2011).

I. PrognosisApabila pasien dapat mengatasi serangan stroke recovery, prognosis untuk kehidupannya

baik. Dengan rehabilitasi yang aktif, banyak penderita dapat berjalan lagi dan mengurus dirinya. Prognosis buruk, bagi penderita yang disertai dengan aphasia sensorik (Chusid, 1993).

Page 28: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Menurut Chusid (1993) prognosis trombosis serebri ditentukan oleh lokasi dan luasnya infark, juga keadaan umum pasien. Makin lambat penyembuhannya maka akan semakin buruk prognosisnya, pada emboli serebri prognosis juga ditentukan oleh adanya emboli dalam organ-organ lain, disamping itu penanganan yang tepat dan cepat serta kerjasama tim medis dengan penderita mempengaruhi prognosis dari stroke. Oleh karena itu, stroke yang ringan dengan penanganan yang tepat sedini mungkin dengan kerjasama yang baik antara tim medis dan penderita akan menjadikan prognosis yang baik, sedangkan pada kondisi sebaliknya prognosis akan menjadi buruk karena dapat menimbulkan kecacatan yang permanen bahkan juga kematian. (Chusid, 1993).J. Rehabilitatif

Rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, terapi okupasi, terapi psikologis, ortotik prostetik, sosial medik, dan mungkin perlu disiplin medik yang lain. (Setyopranoto, 2011).

Pasien disarankan dirawat di Rumah Sakit selama 1 minggu untuk mendapat pengobatan dan menjalani pemulihan dengan latihan berjalan.

Berikut ini adalah kangkah Rehabilitasi bagi pasien : (Marilynn, 2000)

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

INTERVENSI

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk)

Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten.

Kriteria hasil :

a. Bunyi nafas vesikuler

b. RR normal

c. Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat

d. Tidak ada sputum

1. Auskultasi bunyi nafas

2. Ukur tanda-tanda vital

3. Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah keperawatan lain)

4. Lakukan penghisapan lender dan pasang OPA jika kesadaran menurun

5. Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam

6. Kolaborasi:

· Pemberian ogsigen

· Laboratorium: Analisa gas

Page 29: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

darah, darah lengkap dll

· Pemberian obat sesuai kebutuhan

2. Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah serebral

Perfusi serebral membaik

Kriteria hasil :

a. Tingkat kesadaran membaik (GCS meningkat)

b. fungsi kognitif, memori dan motorik membaik

c. TIK normal

d. Tanda-tanda vital stabil

e. Tidak ada tanda perburukan neurologis

f.

1. Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral :GCS, memori, bahasa respon pupil dll

2. Observasi tanda-tanda vital (tiap jam sesuai kondisi pasien)

3. Pantau intake-output cairan, balance tiap 24 jam

4. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi anatomis atau posisi kepala tempat tidur 15-30 derajat

5. Hindari valsava maneuver seperti batuk, mengejan dsb

6. Pertahankan ligkungan yang nyaman

7. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko jugular

8. Kolaborasi:

· Beri ogsigen sesuai indikasi

· Laboratorium: AGD, gula darah dll

· Penberian terapi sesuai advis

· CT scan kepala untuk diagnosa dan monitoring

3. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese

Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif

Kriteria hasil :

a. tidak ada kontraktur atau foot drop

b. kontraksi otot membaik

1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi klien

2. Pantau kekuatan otot

3. Rubah posisi tiap 2 jan

4. Pasang trochanter roll pada daerah yang lemah

Page 30: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

c. mobilisasi bertahap 5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai kemampuan dan jika TTV stabil

6. Libatkan keluarga dalam memobilisasi klien

7. Kolaborasi: fisioterapi

4. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara

Komunikasi dapat berjalan dengan baik

Kriteria hasil :

a. Klien dapat mengekspresikan perasaan

b. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain

c. Pembicaraan pasien dapat dipahami

1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia pasien, jika berat hindari memberi isyarat non verbal

2. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu diulang

3. dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara

4. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara

5. Latih otot bicara secara optimal

6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien

7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara

5. (Risiko) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak adekuat

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

b. Berat badan dalam batas normal

c. Conjungtiva ananemis

d. Tonus otot baik

e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam batas normal

1. Kaji factor penyebab yang mempengaruhi kemampuan menerima makan/minum

2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari

3. Observasi tanda-tanda vital

4. Catat intake makanan

5. Timbang berat badan secara berkala

6. Beri latihan menelan

7. Beri makan via NGT

Page 31: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

8. Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb, Albumin, BUN), pemasangan NGT, konsul ahli gizi

6. Perubahan persepsi-sensori b.d. perubahan transmisi saraf sensori, integrasi, perubahan psikologi

Persepsi dan kesadaran akan lingkungan dapat dipertahankan

1. Cari tahu proses patogenesis yang mendasari

2. Evaluasi adanya gangguan persepsi: penglihatan, taktil

3. Ciptakn suasana lingkungan yang nyaman

4. Evaluasi kemampuan membedakan panas-dingin, posisi dan proprioseptik

5. Catat adanya proses hilang perhatian terhadap salah satu sisi tubuh dan libatkan keluarga untuk membantu mengingatkan

6. Ingatkan untuk menggunakan sisi tubuh yang terlupakan

7. Bicara dengan tenang dan perlahan

8. Lakukan validasi terhadap persepsi klien dan lakukan orientasi kembali

7. Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi

Kemampuan merawat diri meningkat

Kriteria hasil :

a. mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

b. Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan

c. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan

1. Pantau tingkat kemampuan klien dalam merawat diri

2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang benar-benar diperlukan saja

3. Buat lingkungan yang memungkinkan klien untuk melakukan ADL mandiri

4. Libatkan keluarga dalam membantu klien

5. Motivasi klien untuk melakukan ADL sesuai kemampuan

6. Sediakan alat Bantu diri bila mungkin

Page 32: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu, konsultasi dengan ahli okupasi atau fisioterapi

8. Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran

Klien terhindar dari cedera selama perawatan

Kriteria hasil :

a. Klien tidak terjatuh

b. Tidak ada trauma dan komplikasi lain

1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan klien

2. Beri pengaman pada daerah yang sehat, beri bantalan lunak

3. Hindari restrain kecuali terpaksa

4. Pertahankan bedrest selama fase akut

5. Beri pengaman di samping tempat tidur

6. Libatkan keluarga dalam perawatan

7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai indikasi (diazepam, dilantin dll)

9. Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d. kurang informasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber

Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan perawatan meningkat.

Kriteria hasil :

a. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar

b. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan, dan perubahan pola hidup yang diperlukan

1. Evaluasi derajat gangguan persepsi sensuri

2. Diskusikan proses patogenesis dan pengobatan dengan klien dan keluarga

3. Identifikasi cara dan kemampuan untuk meneruskan progranm perawatan di rumah

4. Identifikasi factor risiko secara individual dal lakukan perubahan pola hidup

5. Buat daftar perencanaan pulang

J. KomplikasiKomplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat penanganan yang baik. Komplikasi yang dapat muncul antara lain (Suyono, 1992): a. Abnormal tonus Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas.Serta dapat menggangu gerak dan

Page 33: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

menghambat terjadinya keseimbangan.b. Sindrom bahu Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien. Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi. c. Deep vein trombosis Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi.Hal ini menyebabkan oedem pada tungkai bawah.d. Orthostatic hypotension Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak. Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah. e. Kontraktur Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek.

DISKUSI KASUS 2

.............................................................

DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan  pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth,   Buku Ajar Keperawatan   Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta,  EGC, 2000

Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed 6 Vol 2. Jakarta: EGC; 1996

Page 34: DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota

Soedomo, Agus. 2005. Pemeriksaan Klinik Neurologi. Surakarta : SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Dr.Moewardi/FK UNS

Mansjoer, Arif. Suprohaita. Wardhani, Ika Wahyu. Setiowulan, Wiwiek. 2009. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Suroto. 2005. Stroke. Surakarta : SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Dr.Moewardi/FK UNSChusid, JG. 1993. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, cetakan ke empat.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Suyono, A. 1992. Gangguan Sensori Motor pada Penderita Hemiplegi Pasca Stroke.

Jakarta: Workshop Fisioterapi pada Stroke, IKAFI.Tim Skills Lab FK UNS Surakarta. 2011. Pemeriksaan Syaraf Tepi dalam Buku Pedoman

Keterampilan Klinis untuk Semester 3. Surakarta: Skills Lab FK UNS.SnelL, RS. 2006. Anatomi Klinik untuk MAhasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGC.

Setyopranoto, Ismail. 2011. “Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan”. Yogyakarta: Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

SumberAliah, Amirudin; Kuswara,F.F; Limoa, R.Arifin; Wuysang,Gerrad. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta: Gajah Mada University PressAminoff MJ, Greenberg DA, Simon, RP.1993.A Lange Medical Book Clinical Neurology. USA: Appleton & LangeBudianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy III (revisi). Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.Campbell WW.1992. DeJong’s The Neurologic Examination.USA: Lippincott Williams & WilkinsMardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.Ropper AH, Brown RH. 2003. Adams and Victor’s Principles of Neurology. New York: MacGraw-HillShidarta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Jakarta: Dian Rakyat.Shidarta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat.Silbernagl dan Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS.2001. Buku Saku Neurologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sumber :Mardjono, Prof. DR. Mahar. Prof. DR. Priguna Sidharta. 2008. “Neurologi klinis Dasar”. Jakarta :

Dian Rakyat

Adnyana, I Made Oka. 1993. “Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi”. Cermin Dunia Kedokteran No. 104