Top Banner

of 33

DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

Feb 10, 2018

Download

Documents

qonitasj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    1/33

    BAB II

    DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

    Sebelum membahas diskusi, kita akan membahas dulu mengenai anatomi,

    fisiologi, dan histology system saraf:

    ANATOMI Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong

    (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan

    terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.

    Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistemsaraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari

    neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom

    (viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon,

    metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur

    lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen

    magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra

    lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf

    spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin

    oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang

    cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri

    Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum

    melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997)

    Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia

    dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi

    satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.

    FISIOLOGI Membran plasma dan selubung sel membentuk membran

    semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini,

    tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak

    terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan melalui

    membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar

    daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+

    jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+.Keadaan ini

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    2/33

    memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di

    sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada

    bagian luar.Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential).

    Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi

    perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+

    berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut

    menyebabkan membran mengalami depolarisasi.Influks cepat ion Na+ yang

    diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV.

    Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec.

    Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan

    diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai

    mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke

    potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls

    saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi

    lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang

    ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek

    dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron

    sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel (Snell, 2006).

    DISKUSI KASUS 1 :

    Kasus kelumpuhan yang pertama adalah seorang laki-laki 55 tahun. Cara

    berbicara pasien menjadi pelo kemungkinan disebabkan oleh kelainan nervus

    hipoglossus.

    Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,

    kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat

    menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan

    menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan

    menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah

    tertarik ke belakang. Batang otak merupakan suatu struktur yang secara anatomi

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    3/33

    kompak, secara fungsional barmacam-macam, dan secara klinis penting. Bahkan

    suatu lesi tunggal yang relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus,

    pusat refleks, traktus, atau jaras. Lesi seperti itu seringkali bersifat vaskular

    (misalnya, perdarahan, iskemia oklusif), tetapi tumor, trauma, dan proses

    degeneratif atau demielinasi dapat juga merusak batang otak. Berikut ini adalah

    sindrom-sindrom yang khas yang disebabkan oleh lesi pada batang otak.

    Sindrom Medularis medial (basal)

    Biasanya mengenai piramis, sebagian atau seluruh lemnikus medialis, dan sarafXII. Jika unilateral, maka sindrom ini dikenal juga sebagai hemiplegia hipoglosus

    alternan. Istilah ini mengacu pada penemuan bahwa kelemahan saraf kranial

    terletak pada sisi yang sama dengan lesi, sedangkan paralisis tubuh adalah pada

    sisi yang berlawanan dengan lesi. Lesi dapat juga mengakibatkan defek bilateral

    Sindrom medularis lateral atau Wallenberg

    Melibatkan beberapa (atau semua) struktur berikut didalam medula oblongata

    yang terbuka pada sisi dorsolateral: pedunkulus serebelaris inverior, nukleus

    vestibularis, serabut atau nukleus dari saraf IX dan X, nukleus dan traktus spinalis

    dari daraf V, traktus spinotalamikus, dan jaras simpatetik. (terlibatnya jaras

    simpatetik mungkin menimbulkan sindrom horner). Bagian yang terkena

    diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri vertebralis atau arteri serebelaris

    inferior posterior.

    Sindrom pontin basalis

    Dapat melibatkan baik traktus kortikospinalis maupun saraf kranial (VI, VII, atau

    V) dibagian yang terkena, tergantung pada luas dan derajat dari lesi. Jika lesi

    besar maka mungkin lemnikus medialis juga terkena.

    Sindrom pons dossalis

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    4/33

    Mengenai saraf VI atau VII atau nukleusnya masing-masing, dengan atau tanpa

    melibatkan lemnikus medialis, traktus spinotalamikus, atau lemnikus lateralis.

    pusat tatapan lateral seringkali terkena. Ditingkat yang lebih rostral, saraf V dan

    nukleus-nukleusnya mungkin tidak berfungsi lagi.

    Sindrom pedunkularis

    Disebut juga hemiplegia okulomotorik alternan dan sindrom weber di otak tengah

    bagian basal, melibatkan saraf III dan bagian-bagian dari pedunkulus serebralis

    Sindrom Benedikt

    Terletak didalam tegmentum dari otak tengah, mungkin merusak lemnikus

    medialis, nukleus ruber, dan saraf III dan nukleusnya dan traktus-traktus yang

    berhubungan.

    Kelumpuhan tatapan vertikal

    (ketidakmampuan menggerakan mata keatas atau kebawah). Disebut juga

    sindrom Parinaud, disebabkan oleh kompresi dari tektum dan bagian-bagian

    yang berdekatan (misalnya, oleh tumor dari glandula pineal). (Harsono, 1996).

    Selainn gangguan lesi otak, akan dibahas juga gangguan 12 saraf cranial, yaitu:

    1)Saraf Olfaktorius. (N.I)

    Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa

    gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral

    maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya

    gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya

    menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn

    mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls

    penciuman akan mengakibatkan anosmia.

    Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:

    Agenesis traktus olfaktorius

    Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    5/33

    Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik,

    dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk

    seterusnya.

    Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.

    Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya

    disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral

    mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.

    Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak

    didekatnya.

    Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus

    olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia,

    sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma

    hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.

    Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik

    atau ekstrinsik).

    Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia

    mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya

    untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi

    hilang.

    2)Saraf Optikus (N.II)

    Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan.

    Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan

    lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapatmengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus

    optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus

    optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan

    dapat berakhir dengan kebutaan.

    Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta

    ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka

    buta semacam itu dinamakan hemiopropia.

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    6/33

    Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada

    susunan saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.

    Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:

    1.Trauma Kepala

    2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)

    3.Kelainan pembuluh darah

    Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut

    tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.

    4.Infeksi.

    Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:

    a.Papiledema (khususnya stadium dini)

    Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan

    intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain

    hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis

    vena sentralis retina.

    b.Atrofi optik

    Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,

    famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.

    c.Neuritis optik.

    3)Saraf Okulomotorius (N.III)

    Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak

    bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga

    mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil danakomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot

    kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan

    jatuh ( ptosis)

    Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:

    1.Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya

    perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.

    2.Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    7/33

    perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.

    3.Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.

    Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di

    perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus

    okulomotorius.

    Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri,

    meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada

    arteritis dan diabetes.

    4)Saraf Troklearis (N. IV)

    Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa

    bergerak kebawah dan kemedial.

    Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi

    daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata

    berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas

    pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya

    karena jatuh pada dahi atu verteks.

    5)Saraf Abdusens (N. VI)

    Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa

    bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi

    dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata

    yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus

    inferior.

    Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak

    melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar

    serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari

    otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari

    paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan

    dan tumor.

    Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    8/33

    meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva

    atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.

    6)Saraf Trigeminus (N. V)

    Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain :

    Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea,

    dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.

    Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau

    tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan

    saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981)

    menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh

    pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari

    radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.

    Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa

    trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal

    yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.

    7)Saraf Fasialis (N. VII)

    Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:

    Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.

    Lesi LMN :

    Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.

    Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis

    kronik.

    Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma

    Rumsay Hunt, dan otitis media.

    Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,

    mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.

    Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada

    lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini

    sangat jarang.

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    9/33

    Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,

    kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa

    pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).

    Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu

    sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut

    turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan

    mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.

    Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata

    di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

    8)Saraf Vestibulokoklearis

    Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan

    pendengaran dan keseimbangan (vertigo).

    Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:

    Gangguan pendengaran, berupa :

    Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal

    presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal

    aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan

    sifilis kongenital.

    Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan

    penyakit Paget.

    Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler

    Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,

    intoksikasi streptomisin.Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis

    vestibularis.

    Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV

    demielinisasi.

    Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.

    9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)

    Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    10/33

    mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.

    Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis

    dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat

    pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot

    menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke

    esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.

    Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :

    Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)

    Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)

    Pasca operasi trepansi serebelum

    Pasca operasi di daerah kranioservikal

    10)Saraf Asesorius (N. XI)

    Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot

    leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun

    sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.

    Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan

    iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus

    terganggu.

    11)Saraf Hipoglossus (N. XII)

    Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,

    kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat

    menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan

    menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan

    menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah

    tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan,

    menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok

    kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang

    sehat di dalam mulut. (Harsono, 1996).

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    11/33

    Cara berjalan pasien kesulitan disebabkan adanya lesi pada area motorik primer

    atau area Brodman 4 yang berada pada lobus precentralis.

    Wajah penderita merot ke sisi kiri disebabkan adanya kelainan pada nervus

    fascialis.

    Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:

    Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.

    Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.

    Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis

    kronik. (Harsono, 1996)

    Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma

    Rumsay Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain

    Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.

    Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada

    lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini

    sangat jarang.

    Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,

    kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa

    pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).

    Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu

    sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut

    turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan

    mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.

    Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata

    di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

    (Harsono, 1996)

    Anggota gerak kanan yang lumpuh menjadi kaku (spastik) disebabkan...................

    Refleks fisiologis meningkat disebabkan oleh...........................................................

    Reflek Fisiologis

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    12/33

    Reflek fisiologis adalah reflek yang ada pada orang normal. Refleks-

    refleks fisiologis meliputi reflex peregangan yang muncul pada stimulasi tendon,

    periosteum, tulang, persendian, fascia, atau aponeurosis.

    Pada pemeriksaan refleks, sebuah reflek dapat diinterpretasikan sebagai

    reflex yang negative, menurun, normal, meningkat, atau hiperaktif. Berikut

    kriteria secara kuantitatif:

    0 : tidak berespon

    +1 : agak menurun, dibawah normal

    +2 : normal; rata-rata/umum

    +3 : lebih cepat disbanding normal; masih fisiologis (tidak perlu

    dianalisis dan tindak lanjut)

    +4 : hiperaktif sangat cepat, biasanya disertai klonus, dan sering

    mengindikasikan adanya suatu penyakit.

    A. Pemeriksaan Refleks pada Lengan/Tangan1. Refleks Biceps

    - Pasien duduk dan relaks- Lengan pasien relaks dan sedikit ditekuk/fleksi pada siku dengan

    telapak tangan mengarah ke bawah

    - Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa- Letakkan ibu jari pemeriksa untuk menekan tendon biceps pasien- Dengan menggunakan palu reflex, pukul ibu jari yang menekan

    tendon pasien

    - Reaksi pertama adalah kontraksi dari otot biceps dan kemudianfleksi pada siku

    - Biceps adalah otot supinator untuk lengan bawah, hal tersebut akanmenimbulkan gerakan supinasi

    - Jika reflex ini meningkat, daerah reflex akan meluas dan reflex iniakan muncul dengan cara memukul klavikula; akan terjadi fleksi

    pada pergelangan dan jari-jari tangan; dan juga adduksi dari ibu

    jari

    - M.Biceps brachii diinnervasi oleh n.musculocutaneus (C5-C6)

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    13/33

    2. Refleks Triceps- Pasien duduk dan relaks- Letakkan lengan pasien pada lengan/tangan pemeriksa- Posisi sama seperti saat pemeriksaan reflex biceps- Saat lengan pasien sudah benar-benar reflex (dengan cara palpasi

    otot triceps: tidak tegang), pukul tendon triceps yang melalui fossa

    olecranii

    - Reaksinya adlaah kontraksi otot triceps dan sedikit terhentak- M.Triceps brachii diinnervasi oleh n.Radialis. proses reflex

    melalui C7

    B. Pemeriksaan Refleks pada Tungkai1. Refleks Patella

    - Pasien duduk dengan tungkai menggantung- Lakukan palpasi pada sisi kanan dan kiri tendon patella- Tahan daerah distal paha dengan satu tangan, sedangkan tangan

    yang lain memukul tendon patella

    - Tangan pemeriksa yang menahan bagian distal paha akanmerasakan kontraksi otot quadriceps dan pemeriksa mungkin dapat

    melihat gerakan tiba-tiba dari tungkai bagian bawah

    - Cara lain untuk memeriksa: Pasien diminta untuk menggenggam tangn mereka sendiri Pukul tendon patella saat pasien saling menarik genggaman

    tangan mereka

    Mertode ini disebut reinforcement Jika pasien tidak mampu untuk duduk, dianjurkan posisi

    supinasi

    2. Refleks Achilles- Pasien duduk dengan satu tungkai menggantung atau berbaring

    dengan posisi supine atau berdiri dengan bertumpu pada lutut

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    14/33

    dimana bagian bawah tungkai dan kaki berada di luar meja

    pemeriksaan

    - Tegangkan otot Achilles dengan caraa menahan kaki di posisidorsofleksi

    - Pukul tendon Achilles dengan ringan dan cepat utnukmemunculkan reflex achiles, yaitu fleksi kaki yang tiba-tiba

    - reinforcement juga dapat dilakukan pada pemeriksaan ini (TimSkills Lab FK UNS Surakarta, 2011).

    Penderita tidak dapat mengontrol kencingnya meskipun masih dalam keadaan

    sadar disebabkan oleh................................................................................................

    Riwayat Penyakit Dahulu, pasien pernah menderita diabetes mellitus dan

    hipertensi. Pasien juga gemar makan dan minum yang manis, makanan berlemak

    dan kurang berolahraga.

    Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat

    menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat

    mengganggu aliran darah cerebral. (Price, 1996)

    Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya

    peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya

    serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap

    kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. (Price, 1996)

    Makanan berlemak mengandung banyak kolesterol. Kolesterol tubuh yang tinggi

    dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. (Price,

    1996)

    Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan

    pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah

    otak. (Price, 1996).

    Dari gejala dan tanda diatas, pasien didiagnosis stroke, maka kita akan membahas

    semua hal tentang stroke.

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    15/33

    A. Pengertian

    Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah

    yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal

    otak yang terkena (WHO, 1989).

    B. Klasifikasi stroke

    Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan

    menjadi :

    1. stroke hemoragik

    Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng

    disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat

    melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran

    umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi

    yang tidak terkontrol.

    2. stroke non hemoragik

    Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.

    Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi

    perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena

    hipoksia jaringan otak.

    Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan

    penyakitnya, yaitu :

    1. TIAS (Trans Ischemic Attack)Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja

    dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

    1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1

    minggu dan maksimal 3 minggu..

    1. stroke in VolutionStroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul

    semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa

    jam atau beberapa hari.

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    16/33

    1. Stroke KomplitGangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

    C. Etiologi

    Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

    1.Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses

    ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya

    thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

    2.Aneurisma pembuluh darah cerebral

    Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang

    diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver

    tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

    3.Kelainan jantung / penyakit jantung

    Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.

    Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran

    darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber

    pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

    4.Diabetes mellitus (DM)

    Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya

    peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya

    serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap

    kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

    5.Usia lanjut

    Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluhdarah otak.

    6.Polocitemia

    Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat

    sehingga perfusi otak menurun.

    7.Peningkatan kolesterol (lipid total)

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    17/33

    Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya

    embolus dari lemak.

    8.Obesitas

    Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga

    dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh

    drah otak.

    9.Perokok

    Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga

    terjadi aterosklerosis.

    10.kurang aktivitas fisik

    Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan

    pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah

    otak.

    D. Patofisiologi

    1.Stroke non hemoragik

    Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh

    thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya

    aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi

    tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan

    iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada

    jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri

    serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut

    menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan

    neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding

    pembuluh darah oleh emboli.

    2.Stroke hemoragik

    Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi

    atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen

    intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen

    intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan

    peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak

    sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi

    otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    18/33

    darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah

    berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

    E. Tanda dan gejala

    Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah

    otak yang terkena.

    1. Pengaruh terhadap status mentalTidak sadar : 30%40%

    Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

    1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

    Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

    Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

    1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai

    (30%-80%)

    inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer

    mana yang terkena

    1. Daerah arteri serebri posteriorNyeri spontan pada kepala

    Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

    1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

    Hemiplegia alternans atau tetraplegia

    Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitanmenelan, emosi labil)

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    19/33

    Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

    1. Stroke hemisfer kananHemiparese sebelah kiri tubuh

    Penilaian buruk

    Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai

    kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan

    1. stroke hemisfer kirimengalami hemiparese kanan

    perilaku lambat dan sangat berhati-hati

    kelainan bidang pandang sebelah kanan

    disfagia global

    afasia

    mudah frustasi

    F. Pemeriksaan diagnostik

    Prosedur pemeriksaan stroke adalah:

    1. Anamnesisa. Keluhan utama

    b. Riwayat Penyakit Sekarangc. Riwayat Keluargad. Riwayat Kebiasaan/gizi

    2. Pemeriksaana. Status Internus

    b. Status psikiatrikc. Status neurologik; meliputi pemeriksaan kesan umum, fungsi luhur, tanda

    perangsang mening, Nn. Kranialis, Kolumna Vertebral,

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    20/33

    Koordinasi/Keseimbangan, motorik, Keseimbangan, System

    otonom/vegetatif

    3. Resume anamnesis dan pemeriksaan4. Diagnosis Banding5. Pemeriksaan penunjang/tambahan6. Diagnosis7. Terapi8. Prognosis9. Komplikasi/Penyulit

    (Soedomo, 2005)

    Diagnosis Stroke :

    Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis Sistem skor untuk membedakan jenis stroke

    Skor >1 : perdarahan supratentorial

    Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan

    Skor

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    21/33

    c. Refleks babinskiBila didapatkan minimal 2 dari 3 hal di atas poditif, maka terdapat

    perdarahan intracerebral

    2. Pemeriksaan Penunjang Rutina. Darah

    b. Foto thoraxc. EKG (elektrokardiografi)

    3. Pemeriksaan Penunjang Khususa. Masa protrombin, fibrinogen, agregasi trombosit

    b. Ekokardiografi transtorakalc. Ultrasonografi Doppler transkraniald. Angiografi(Suroto, 2005)

    G. Penatalaksanaan

    STADIUM HIPERAKUT

    Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan

    merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan

    jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan

    cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

    Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah

    perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa

    darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas

    darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan

    mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap

    tenang.

    STADIUM AKUT

    Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun

    penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    22/33

    telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada

    keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga

    serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

    STROKE ISKEMIK

    Terapi umum:

    Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;

    ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik

    sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit

    sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam

    diatasi dengan kompres dan antipire-tik, kemudian dicari penyebabnya; jika

    kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

    Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL

    dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengan- dung glukosa atau salin

    isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika

    didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang

    nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah

    sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.

    Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi

    segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari

    penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-

    obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila

    tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood

    Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30

    menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal

    ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang

    direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

    ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90

    mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,

    dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    23/33

    dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90

    mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik

    110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit,

    maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral

    (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan

    antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial

    meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit,

    dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, di-

    lanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan

    pemantauan osmolalitas (30

    mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke- adaan klinis

    cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah

    premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg,

    MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal

    jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg

    (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum

    300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per

    oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala

    dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    24/33

    penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

    Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi

    dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;

    komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik

    spektrum luas.

    Terapi khusus:

    Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan

    bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yangkondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,

    hidro- sefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-

    shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan

    intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat

    digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,

    ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau

    malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

    STADIUM SUBAKUT

    Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,

    dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang

    panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit

    dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan

    program preventif primer dan sekunder.

    Terapi fase subakut:

    Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya. Penatalaksanaan komplikasi. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi

    wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.

    Prevensi sekunder.

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    25/33

    Edukasi keluarga dan Discharge Planning. (Setyopranoto, 2011).

    H. Preventif

    Pencegahan dari stroke tergantung dari faktor resiko, namun ada beberapa

    faktor resiko yang memang tidak bisa dikendalikan. Berikut ini akan dipaparkan

    macam-macam faktor resiko stroke yang bisa dikendalikan, potensial bisa

    dikendalikan, dan tidak bisa dikendalikan:

    Bisa dikendalikan: Hipertensi, Penyakit jantung, Fibrilasi atrium,Endokarditis, Stenosis mitralis, Infark jantung, Merokok, Anemia sel sabit,

    Transient Ischemic Attack (TIA), Stenosis karotis asimtomatik.

    Potensial bisa dikendalikan: Diabetes Melitus, Hiperhomosisteinemia,Hipertrofi ventrikel kiri.

    Tidak bisa dikendalikan: Umur, Jenis kelamin, Herediter, Ras dan etnis,Geografi. (Setyopranoto, 2011).

    I. Prognosis

    Apabila pasien dapat mengatasi serangan stroke recovery, prognosis untuk

    kehidupannya baik. Dengan rehabilitasi yang aktif, banyak penderita dapat

    berjalan lagi dan mengurus dirinya. Prognosis buruk, bagi penderita yang disertai

    dengan aphasia sensorik (Chusid, 1993).

    Menurut Chusid (1993) prognosis trombosis serebri ditentukan oleh lokasi

    dan luasnya infark, juga keadaan umum pasien. Makin lambat penyembuhannya

    maka akan semakin buruk prognosisnya, pada emboli serebri prognosis juga

    ditentukan oleh adanya emboli dalam organ-organ lain, disamping itu penanganan

    yang tepat dan cepat serta kerjasama tim medis dengan penderita mempengaruhi

    prognosis dari stroke. Oleh karena itu, stroke yang ringan dengan penanganan

    yang tepat sedini mungkin dengan kerjasama yang baik antara tim medis dan

    penderita akan menjadikan prognosis yang baik, sedangkan pada kondisi

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    26/33

    sebaliknya prognosis akan menjadi buruk karena dapat menimbulkan kecacatan

    yang permanen bahkan juga kematian. (Chusid, 1993).

    J. Rehabilitatif

    Rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi

    kognitif, terapi okupasi, terapi psikologis, ortotik prostetik, sosial medik, dan

    mungkin perlu disiplin medik yang lain. (Setyopranoto, 2011).

    Pasien disarankan dirawat di Rumah Sakit selama 1 minggu untuk mendapat

    pengobatan dan menjalani pemulihan dengan latihan berjalan.

    Berikut ini adalah kangkah Rehabilitasi bagi pasien : (Marilynn, 2000)

    NO DIAGNOSA

    KEPERAWATAN

    TUJUAN DAN

    KRITERIA HASIL

    INTERVENSI

    1. Bersihan jalan nafastidak efektif b.d.

    penumpukan sputum

    (karena kelemahan,

    hilangnya refleksbatuk)

    Pasien mampu

    mempertahankan jalan

    nafas yang paten.

    Kriteria hasil :

    a.Bunyi nafas vesikuler

    b.RR normal

    c.Tidak ada tanda-tanda

    sianosis dan pucat

    d.Tidak ada sputum

    1.Auskultasi

    bunyi nafas

    2.Ukur tanda-tanda vital

    3.Berikan posisi semi fowler

    sesuai dengan kebutuhan

    (tidak bertentangan dgn

    masalah keperawatan lain)

    4.Lakukan penghisapan

    lender dan pasang OPA jika

    kesadaran menurun

    5.Bila sudah memungkinkan

    lakukan fisioterapi dada danlatihan nafas dalam

    6.Kolaborasi:

    Pemberian ogsigen

    Laboratorium: Analisa

    gas darah, darah lengkap

    dll

    Pemberian obat sesuai

    kebutuhan

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    27/33

    2. Penurunan perfusiserebral b.d. adanya

    perdarahan, edema atau

    oklusi pembuluh darah

    serebral

    Perfusi serebral membaik

    Kriteria hasil :

    a.Tingkat kesadaran

    membaik (GCS

    meningkat)

    b.fungsi kognitif,

    memori dan motorik

    membaik

    c.TIK normal

    d.Tanda-tanda vital stabil

    e.Tidak ada tanda

    perburukan neurologis

    f.

    1.Pantau adanya tanda-tanda

    penurunan perfusi serebral

    :GCS, memori, bahasa respon

    pupil dll

    2.Observasi tanda-tanda vital

    (tiap jam sesuai kondisi

    pasien)

    3.Pantau intake-output

    cairan, balance tiap 24 jam

    4.Pertahankan posisi tirah

    baring pada posisi anatomis

    atau posisi kepala tempat

    tidur 15-30 derajat

    5.Hindari valsava maneuver

    seperti batuk, mengejan dsb

    6.Pertahankan ligkungan

    yang nyaman

    7.Hindari fleksi leher untuk

    mengurangi resiko jugular

    8.Kolaborasi:

    Beri ogsigen sesuai

    indikasi

    Laboratorium: AGD,

    gula darah dll

    Penberian terapi sesuai

    advis

    CT scan kepala untuk

    diagnosa dan monitoring

    3. Gangguan mobilitasfisik b.d. kerusakan

    neuromuskuler,

    kelemahan, hemiparese

    Pasien mendemonstrasikanmobilisasi aktif

    Kriteria hasil :

    a.tidak ada kontraktur

    atau foot drop

    b.kontraksi otot membaik

    c.mobilisasi bertahap

    1.Pantau tingkat kemampuanmobilisasi klien

    2.Pantaukekuatan otot

    3.Rubah posisi tiap 2 jan

    4.Pasang trochanter roll pada

    daerah yang lemah

    5.Lakukan ROM pasif atau

    aktif sesuai kemampuan dan

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    28/33

    jika TTV stabil

    6.Libatkan keluarga dalammemobilisasi klien

    7.Kolaborasi:

    fisioterapi4. Gangguan komunikasi

    verbal b.d. kerusakan

    neuromuscular,

    kerusakan sentral

    bicara

    Komunikasi dapat berjalan

    dengan baik

    Kriteria hasil :

    a.Klien dapat

    mengekspresikan

    perasaan

    b.Memahami maksud

    dan pembicaraan orang

    lain

    c.Pembicaraan pasien

    dapat dipahami

    1.Evaluasi sifat dan beratnya

    afasia pasien, jika berat

    hindari memberi isyarat non

    verbal

    2.Lakukan komunikasi

    dengan wajar, bahasa jelas,

    sederhana dan bila perlu

    diulang

    3.dengarkan dengan tekun

    jika pasien mulai berbicara

    4.Berdiri di dalam lapang

    pandang pasien pada saat

    bicara

    5.Latih otot bicara secaraoptimal

    6.Libatkan keluarga dalammelatih komunikasi verbal

    pada pasien

    7.Kolaborasi dengan ahli

    terapi wicara5. (Risiko) gangguan

    nutrisi kurang dari

    kebutuhan b.d. intake

    nutrisi tidak adekuat

    Kebutuhan nutrisi terpenuhi

    Kriteria hasil :

    a.Tidak ada tanda-tanda

    malnutrisi

    b.Berat badan dalambatas normal

    c.Conjungtiva ananemis

    d.Tonus otot baik

    e.Lab: albumin, Hb,

    BUN dalam batas normal

    1.Kaji factor penyebab yang

    mempengaruhi kemampuan

    menerima makan/minum

    2.Hitung kebutuhan nutrisi

    perhari

    3.Observasi tanda-tanda vital

    4.Catat intake makanan

    5.Timbang berat badan

    secara berkala

    6.Beri latihan menelan

    7.Beri makan via NGT

    8.Kolaborasi : Pemeriksaan

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    29/33

    lab(Hb, Albumin, BUN),

    pemasangan NGT, konsul

    ahli gizi6. Perubahan persepsi-

    sensori b.d. perubahan

    transmisi saraf sensori,

    integrasi, perubahan

    psikologi

    Persepsi dan kesadaran

    akan lingkungan dapat

    dipertahankan

    1.Cari tahu proses

    patogenesis yang mendasari

    2.Evaluasi adanya gangguanpersepsi: penglihatan, taktil

    3.Ciptakn suasana

    lingkungan yang nyaman

    4.Evaluasi kemampuan

    membedakan panas-dingin,

    posisi dan proprioseptik

    5.Catat adanya proses hilang

    perhatian terhadap salah satu

    sisi tubuh dan libatkan

    keluarga untuk membantu

    mengingatkan

    6.Ingatkan untuk

    menggunakan sisi tubuh yang

    terlupakan

    7.Bicara dengan tenang dan

    perlahan

    8.Lakukan validasi terhadap

    persepsi klien dan lakukan

    orientasi kembali7. Kurang kemampuan

    merawat diri b.d.

    kelemahan, gangguan

    neuromuscular,

    kekuatan otot menurun,

    penurunan koordinasi

    otot, depresi, nyeri,

    kerusakan persepsi

    Kemampuan merawat dirimeningkat

    Kriteria hasil :

    a.mendemonstrasikan

    perubahan pola hidup

    untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-

    hari

    b.Melakukan perawatan

    diri sesuai kemampuan

    c.Mengidentifikasi dan

    memanfaatkan sumber

    bantuan

    1.Pantau tingkat kemampuanklien dalam merawat diri

    2.Berikan bantuan terhadap

    kebutuhan yang benar-benar

    diperlukan saja

    3.Buat lingkungan yangmemungkinkan klien untuk

    melakukan ADL mandiri

    4.Libatkan keluarga dalam

    membantu klien

    5.Motivasi klien untuk

    melakukan ADL sesuai

    kemampuan

    6.Sediakan alat Bantu diri

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    30/33

    bila mungkin

    7.Kolaborasi: pasang DCjika perlu, konsultasi denganahli okupasi atau fisioterapi

    8. Risiko cedera b.d.gerakan yang tidakterkontrol selama

    penurunan kesadaran

    Klien terhindar dari cedera

    selama perawatan

    Kriteria hasil :

    a.Klien tidakterjatuh

    b.Tidak ada

    trauma dankomplikasi lain

    1.Pantau tingkat kesadaran

    dan kegelisahan klien

    2.Beri pengaman pada

    daerah yang sehat, beri

    bantalan lunak

    3.Hindari restrain kecuali

    terpaksa

    4.Pertahankan bedrest

    selama fase akut

    5.Beri pengaman di samping

    tempat tidur

    6.Libatkan keluarga dalam

    perawatan

    7.Kolaborasi: pemberian

    obat sesuai indikasi

    (diazepam, dilantin dll)9. Kurang pengetahuan

    (klien dan keluarga)

    tentang penyakit dan

    perawatan b.d. kurang

    informasi, keterbatasan

    kognitif, tidakmengenal sumber

    Pengetahuan klien dan

    keluarga tentang penyakit

    dan perawatan meningkat.

    Kriteria hasil :

    a.Klien dan keluarga

    berpartisipasi dalam

    proses belajar

    b.Mengungkapkan

    pemahaman tentang

    penyakit, pengobatan,dan perubahan pola hidupyang diperlukan

    1.Evaluasi derajat gangguan

    persepsi sensuri

    2.Diskusikan proses

    patogenesis dan pengobatandengan klien dan keluarga

    3.Identifikasi cara dan

    kemampuan untuk

    meneruskan progranm

    perawatan di rumah

    4.Identifikasi factor risikosecara individual dal lakukan

    perubahan pola hidup

    5.Buat daftar perencanaan

    pulang

    J. Komplikasi

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    31/33

    Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat penanganan

    yang baik. Komplikasi yang dapat muncul antara lain (Suyono, 1992):

    a. Abnormal tonus

    Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas.Serta dapat menggangu

    gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan.

    b. Sindrom bahu

    Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien.

    Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi.

    c. Deep vein trombosis

    Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus

    terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi.Hal ini menyebabkan

    oedem pada tungkai bawah.

    d. Orthostatic hypotension

    Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak.

    Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan

    darah.

    e. Kontraktur

    Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan

    dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek.

    DISKUSI KASUS 2

    .............................................................

    DAFTAR PUSTAKA

    Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah,Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan

    Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996

    Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem

    Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    32/33

    Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan

    Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes,

    1996

    Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal

    Bedah, Jakarta, EGC ,2002

    Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, Jakarta,

    EGC, 2000

    Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university

    press, 1996

    Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed 6 Vol 2. Jakarta: EGC; 1996

    Soedomo, Agus. 2005.Pemeriksaan Klinik Neurologi. Surakarta : SMF Ilmu

    Penyakit Syaraf RSUD Dr.Moewardi/FK UNS

    Mansjoer, Arif. Suprohaita. Wardhani, Ika Wahyu. Setiowulan, Wiwiek. 2009.

    Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

    Suroto. 2005. Stroke. Surakarta : SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD

    Dr.Moewardi/FK UNS

    Chusid, JG. 1993.Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, cetakan

    ke empat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

    Suyono, A. 1992. Gangguan Sensori Motor pada Penderita Hemiplegi Pasca

    Stroke. Jakarta: Workshop Fisioterapi pada Stroke, IKAFI.

    Tim Skills Lab FK UNS Surakarta. 2011. Pemeriksaan Syaraf Tepi dalam BukuPedoman Keterampilan Klinis untuk Semester 3.Surakarta: Skills Lab FK

    UNS.

    SnelL, RS. 2006. AnatomiKlinik untuk MAhasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta:

    EGC.

    Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta:

    Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas

    Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

  • 7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak

    33/33